49
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih.
Kondisi Umum Pengecambahan
tanaman
jarak
pagar
dilakukan
di
rumah
kaca
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo IPB, Bogor. Banyaknya pohon-pohon yang sudah besar di sekitar rumah kaca menyebabkan terhalangnya cahaya matahari pada tanaman selain itu kondisi atap rumah kaca yang bocor pada saat musim penghujan juga diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Rata- rata suhu di rumah kaca selama penelitian pada siang hari 35 0C dan sore hari 32 0C, sementara RH pada siang hari 40,9% dan sore hari 43.3%. Menurut Prihandana dan Hendroko (2006) kisaran suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar adalah 20 – 26 0C, pada daerah dengan suhu di atas 35 0C atau lebih rendah dari 15 0C akan menghambat pertumbuhan dan menurunkan kadar minyak dalam biji serta mengubah komposisinya. Percobaan ini hanya berlangsung selama 14 hari setelah tanam karena benih yang tersisa tidak berkecambah lagi dan kondisi struktur seluruh kecambah telah berkurang keragamannya. Rata – rata benih mulai berkecambah pada umur 3 hari setelah tanam. Rekapitulasi analisis ragam hasil uji F indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih terhadap beberapa tolok ukur meliputi Daya Berkecambah (DB), Berat Kering Benih (BKB), Kecepatan Tumbuh (KCT ), T50 , First Count Germination (FCG), Kandungan Lemak Total (KLT), Asam Lemak Bebas (ALB), Total Klorofil dan Total Karotenoid disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat kemasakan benih berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, bobot kering benih,
first count germination,
kadar lemak total, kadar asam lemak
bebas, dan untuk tolok ukur KCT , T50, total klorofil serta total karotenoid tidak berpengaruh nyata. Sidik ragam untuk masing – masing tolok ukur ditampilkan di Lampiran 5 – 13.
50
Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih. Tolok Ukur
Tingkat Kemasakan
Daya Berkecambah (%) Bobot Kering Benih (g) T50 (hari) Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal) First Count Germination (%) Kadar Lemak Total (%) Kadar Asam Lemak Bebas (%) Total Karotenoid (µmol/g) Total Klorofil (µmol/g)
* * tn tn * * * tn tn
Koefisien Keragaman (%) 15.58 3.48 14.12 17.84 19.88 1.98 12.09 6.03 14.23
Keterangan : tn = Tidak nyata. * = Nyata pada taraf uji 5%
A. Pengaruh Tingkat Kemasakan terhadap Beberapa Tolok Ukur Fisiologi. Pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat (masak fisiologi) sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih yang tinggi dan daya simpan yang panjang. Ilyas (2004) menyatakan bahwa pemanenan benih sebaiknya dilakukan pada saat masak fisiologis benih tercapai, ditandai dengan vigor, daya berkecambah dan berat kering benih maksimum, dimana kadar air benih masih tinggi. Delouche (1983) menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, berat kering, dan vigor benih. Perubahan secara
fisiologi
selama proses pemasakan benih diamati
dengan tolok ukur bobot kering benih, viabilitas potens ial (Vp) berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan vigor kekuatan tumbuh (VKT ) berdasarkan tolok ukur KCT , T50, dan FCG. Hasil uji lanjut
viabilitas potensial dan vigor kekuatan
tumbuh benih jarak pagar pada lima tingkat kemasakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai daya berkecambah mencapai 80% dengan kriteria warna buah kuning kecoklatan, berbeda nyata dengan tingkat kemasakan benih 42 HSA dengan nilai daya
51
berkecambah 57 % dengan kriteria warna buah hijau tua namun tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 47, 52 dan 62 HSA. Copeland dan Mcdonald (2001) menyatakan bahwa beberapa jenis benih dapat berkecambah hanya beberapa hari setelah pembuahan, jauh sebelum masak fisiologinya tercapai. Walaupun benih yang belum masak fisiologi sudah bisa berkecambah, namun vigor benihnya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi.
Tabel 3 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur fisiologis benih jarak pagar. Tingkat Kemasakan 1. 42 HSA 2. 47 HSA 3. 52 HSA
DB 57.33b 77.33ab 72.00ab
Tolok Ukur BKB KCT 13.33b 8.99 13.63b 11.69 b 13.69 11.44
4. 57 HSA 5. 62 HSA
80.00a 58.67ab
14.85a 13.61b
12.33 8.88
T50 3.25 2.67 2.70
FCG 54.67b 68.00b 66.67b
2.65 2.72
73.33a 56.00b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT), KA = Kadar Air (%), DB = Daya Berkecambah (%), BKB = Bobot Kering Benih (g), KCT = Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal), T50 = Waktu untuk mencapai 50 persen perkecambahan total (hari), FCG = First Count Germination (%).
Pada tingkat kemasakan 57 HSA bobot kering benih maksimum sebesar 14.85 g yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 62 HSA, pada tingkat kemasakan 62 HSA bobot kering benih menurun kembali dan tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47 dan 52 HSA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum (1994) bobot kering benih makadamia maksimum pada stadia umur 147 HSB sebesar 12.42 g dimana tercapainya masak fisiologi dan pada stadia umur 197 HSB bobot kering benih menurun kembali sebesar 6.75 g. Roberts (1972) menyatakan bahwa bobot kering benih yang makin menurun sejalan dengan menurunnya vigor benih adalah sebagai akibat metabolisme di dalam benih yang menurun. Tabel 3 menunjukkan bahwa secara statistik nilai KCT dan T50 tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan namun demikian dari angka
52
menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai KCT sebesar 12.33 %KN/etmal dan perkecambahan untuk mencapai 50% (T50) yang singkat ditunjukkan pada tingkat kemasakan 57 HSA (2.65 hari) dimana masak fisiologi tercapai. Selanjutnya baik KCT maupun T50 mengalami penurunan kembali pada stadia tingkat kemasakan berikutnya (62 HSA). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1986) juga menunjukkan bahwa vigor kekuatan tumbuh benih buncis dengan tolok ukur kecepatan tumbuh maksimum saat masak fisiologi tercapai, kemudian mengalami penurunan pada saat stadia kemasakan selanjutnya. Salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan benih tumbuh di lapang adalah First Count Germination (FCG). Pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai FCG mencapai maksimum sebesar 73.33 % yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 67 HSA, selanjutnya nilai FCG menurun kembali pada tingkat kemasakan 62 HSA dan tidak berbeda nyata dengan 42, 47, 52 dan 62 HSA. Nilai FCG yang ditunjukkan pada tingkat kemasakan benih 52 HSA (73.33%) mengindifikasikan bahwa kemampuan tumbuh benih tersebut di lapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan lainnya. Kolasinska, et al. (2000) menunjukkan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (first count) berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah di lapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan (final count). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mulai dari tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mulai masak fisiologi dan maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA.
B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih terhadap Beberapa Indikasi Biokimia. Secara biokimiawi proses pemasakan benih di tandai dengan perubahan bentuk dan struktur pada benih selama proses pemasakan. Perubahan – perubahan yang terjadi diantaranya penurunan kadar lemak dan meningkatnya asam lemak bebas, selanjutnya menurunnya kandungan klorofil dan meningkatnya karotenoid selama proses pemasakan benih.
53
Selama proses pemasakan benih, total lemak secara perlahan akan terhidrolisis oleh enzim lipase dan menghasilkan asam lemak bebas, sehingga jumlahnya semakin berkurang dengan meningkatnya kemasakan pada benih. Tabel 4 menunjukkan pada tingkat kemasakan 62 HSA nilai total lemak terendah sebesar 39.05% yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42 – 52 HSA dan pada tingkat kemasakan 42 – 57 HSA secara statistik tidak berbeda nyata. Sementara asam lemak bebas menunjukkan pada tingkat kemasakan 42 HSA nilai terendah sebesar 0.16% berbeda nyata dengan 47 – 62 HSA. Selanjutnya asam lemak bebas terus meningkat secara tidak nyata sampai pada tingkat kemasakan 62 HSA. Seiring dengan meningkatnya kemasakan benih, nilai kandungan klorofil semakin menurun, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan, namun dari angka yang diperoleh pada tingkat kemasakan 57 HSA
nilai klorofil 0.90µmol/g terendah bila dibandingkan dengan tingkat
kemasakan lainnya dimana masak fisiologi tercapai (Tabel 4). Hasil penelitian Suhartanto (2003) menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambahnya. Masak fisiologis yang dicerminkan oleh daya berkecambah mencapai maksimum pada saat kandungan klorofil mencapai minimum. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih tersebut, sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan klorofil benih juga menentukan mutu benih tersebut. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara statistik nilai total karotenoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap tingkat kemasakan. Total karotenoid berbanding terbalik dengan total klorofil pada benih jarak pagar. Nilai total karotenoid secara tidak nyata menunjukkan peningkatan secara perlahan dari tingkat kemasakan 42 – 62 HSA. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan secara kimiawi khususnya total karotenoid selama proses pemasakan benih pada jarak pagar terus berlangsung dan belum dapat dipastikan nilai maksimum yang tepat, yang dapat dijadikan sebagai indikasi masak fisiologi benih. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Prasetyatingsih (2006) pada benih jagung dan Sinuraya (2007) pada benih cabai rawit yang menunjukkan
54
bahwa nilai total karotenoid
meningkat sejalan dengan kemasakan dan
maksimum pada masak fisiologi, setelah itu total karotenoid benih menurun.
Tabel 4 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur biokimiawi benih jarak pagar. Tingkat Kemasakan 1. 42 HSA 2. 47 HSA 3. 52 HSA 4. 57 HSA 5. 62 HSA
KLT
Tolok Ukur Tot.klorofil(µmol/g)*
Tot.karotenoid (µmol/g)**
0.16
c
1.69 (1.46)
231.1 (2.36)
0.22
b
1.45 (1.39)
282.1 (2.45)
ab
1.12 (1.26) 0.90 (1.18) 0.96 (1.20)
285.1 (2.45) 319.7 (2.50) 462.6 (2.60)
ALB a
41.81
a
41.25
a
40.82 40.57ab 39.05b
0.24 0.25ab 0.28a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT), KLT = Kadar Lemak (%), ALB = Asam Lemak Bebas (%), (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasii (X + 0.5) , (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x).
Gross (1991) menyatakan bahwa pada tanaman yang memproduksi banyak karotenoid pada saat pemasakannya, kloroplas dirubah menjadi kromoplas dan disertai dengan perubahan jenis karotenoid. Proses disintegrasi kloroplas terjadi secara perlahan-lahan disertai dengan hilangnya klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Setelah grana tilakoid berpisah, karotenogenesis dimulai dengan biosintesis karotenoid dalam kromoplas yang baru. Pada fase inilah karotenoid menjadi struktur yang dominan. Selanjutnya Britton (1976) menambahkan bahwa pada beberapa jenis buah – buahan, proses pemasakan disertai dengan sintesis yang kompleks dari karotenoid yang terkandung didalamnya seperti perubahan kloroplas menjadi kromoplas. Klorofil yang mendominasi saat buah masih berwarna hijau akan diubah menjadi kromoplas yang mengandung banyak karotenoid. Proses ini biasanya terjadi pada buah yang mengalami perubahan warna saat pemasakannya. Penurunan kadar lemak total dan peningkatan asam lemak bebas selama proses pemasakan benih dari 42 – 62 HSA merupakan salah satu petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan adanya aktivitas antioksidan. Karotenoid merupakan salah satu pigmen dalam benih yang berfungsi sebagai antioksidan
55
yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan tripletkarotenoid dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya singlet-oksigen pada saat perombakan total lemak menjadi asam lemak bebas, sehingga proses pembentukan asam lemak bebas pada benih selama pemasakan dapat dinetralisir (Cogdell dalam Suhartanto, 2002). Meningkatnya kandungan karotenoid secara tidak nyata pada benih jarak pagar selama proses pemasakan pada penelitian ini diduga sangat berhubungan dengan proses evolusi seperti yang diutarakan oleh (Cogdell dalam Suhartanto, 2002). C. Hubungan Total Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Jarak Pagar. Tabel 5 menunjukkan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara total lemak dan asam lemak bebas dengan tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FGC vigor benih. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sangat kecil baik pada total lemak maupun kandungan asam lemak bebas terhadap tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FCG. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakterandalan tolok ukur yang standar dalam menerangkan keragaman nilai total lemak dan kandungan asam lemak bebas sehingga total lemak dan asam lemak bebas tidak berhubungan dengan tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FCG. Tabel 5
Tolok Ukur
Hubungan total lemak dan asam lemak bebas terhadap tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar. Total Lemak Persamaan garis
Kand.Asam lemak bebas (R2)
Persamaan garis
(R2)
BKB
Y= 40.564 + 0.0100 X
0.005tn
Y= 0.3126 - 0.0061 X
0.003tn
DB
Y= 38.053 +0.0383 X
0.233tn
Y= 0.1985 + 0.0005 X
0.022tn
T50
Y= 45.065 - 1.5589 X
0.283tn
Y= 0.3727 - 0.0510 X
0.197tn
KCT
Y= 37.756 + 0.2759 X
0.288tn
Y= 0.2240 + 0.0015 X
0.005tn
FCG
Y= 37.552 + 0.0494 X
0.315tn
Y= 0.2061 + 0.0004 X
0.012tn
Keterangan : tn = tidak nyata R2 = koefisien determinasi
56
D. Hubungan Total Klorofil Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Rekapitulasi analisis regresi dan korelasi, persamaan garis, nilai koefisien korelasi ( r ) dan koefisien determinasi ( R2 ) pada tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih terhadap total klorofil pada benih jarak pagar disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menggambarkan total klorofil benih jarak pagar berkorelasi dengan viabilitas potensial pada tolok ukur daya berkecambah benih dengan nilai koefisien korelasi (r) -0.733 dan vigor kekuatan tumbuh benih dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT ) dan first count germination (FCG) yang mempunyai nilai koefisien korelasi (r) -0.760 dan -0.773 yang sangat nyata, hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara total klorofil benih dengan DB, KCT dan FCG bekorelasi secara negatif dimana semakin rendah nilai klorofil maka nilai DB, KCT dan FCG semakin tinggi.
Nilai koefisien determinasi (R2) pada tolok ukur DB sebesar
0.5377, KCT sebesar 0.5772 dan FCG sebesar 0.597 yang sangat nyata, sementara nilai koefisien determinasi (R2) untuk tolok ukur BKB dan T50 sangat kecil antara 0.002 – 0.210 dan tidak nyata, sehingga total klorofil benih jarak pagar tidak berhubungan nyata dengan tolok ukur BKB dan T50.
Tabel 6 Hubungan total klorofil dengan viabilitas dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar IP-1P. Tolok Ukur
Persamaan Garis
Koefisien Korelasi ( r )
Koefisien Determinasi (R2)
BKB DB T50 KCT FCG
Y = -2.001 - 0.569 X Y = 3.175 - 0.0282 X Y= - 0.5980 + 6515 X Y= 3.244 - 0.1893 X Y= 3.392 - 0.0330 X
-0.044tn -0.733** 0.458tn -0.760** -0.773**
0.002 0.538 0.210 0.577 0.597
Keterangan :
R2 tn **
= Koefisien determinasi (%) = Tidak nyata = Sangat nyata pada taraf 1%.
Gambar 10 - 12 menunjukkan hubungan total klorofil dengan tolok ukur masak fisiologi benih ( DB, KCT dan FCG ).
57
Total Klorofil (U mol/g)
3 2.5
y = -0.033x + 3.3291 R2 = 0.597
2 1.5 1 0.5 0 30
40
50
60
70
80
90
Nilai FCG (%)
Gambar 10 Hubungan total klorofil dengan daya berkecambah benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih.
Total Klorofil (U mol/g)
3 2.5
y = -0.1893x + 3.2462 R2 = 0.5772
2 1.5 1 0.5 0 6
7
8
9
10
11
12 13
14
15
Nilai KCT (%/etmal) Gambar 11
Hubungan total klorofil dengan KCT benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih.
58
Total Klorofil (U mol/g)
3 2.5
y = -0.033x + 3.3291 2
R = 0.597
2 1.5 1 0.5 0 30
40
50
60
70
80
90
Nilai FCG (%)
Gambar 12 Hubungan total klorofil dengan FCG benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih.
E. Hubungan Total Karotenoid Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Tabel 7 menunjukkan persamaan garis dan koefisien determinasi ( R2 ) pada tolok ukur viabilitas potensial dan vigor benih terhadap total karotenoid pada benih jarak pagar.
Tabel 7 Hubungan total karotenoid dengan viabilitas potensial dan vigor benih jarak pagar IP-1P. Tolok Ukur BKB DB T50 KCT FCG Keterangan :
Persamaan Garis Y= Y= Y= Y= Y=
414.06-8.6065 X 373.37-1.1081 X 0.0167-28.829 X 358.49-5.7786 X 353.60-0.8906 X
Koefisien Determinasi (R2) 0.0016 tn 0.0337 tn 0.0167 tn 0.0219 tn 0.0177tn
tn = Tidak nyata
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan total karotenoid dengan masing - masing tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan first count germination nilai koefisien determinasi (R2) yang sangat kecil pada semua tolok
59
ukur standar yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FCG tidak berhubungan dengan keragaman nilai kandungan karotenoid benih jarak pagar IP-1P. Berdasarkan efisiensi waktu, tolok ukur yang biasa digunakan untuk menentukan masak fisiologi mempunyai kelemahan dalam menentukan waktu panen benih dengan tepat. Tolok ukur daya berkecambah benih, bobot kering benih, kecepatan tumbuh benih, waktu mencapai 50% perkecambahan dan first count germination membutuhkan waktu beberapa hari dalam penentuannya, sementara tolok ukur kadar air benih lebih cepat namun sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Total klorofil pada benih jarak pagar sangat erat hubungannya dengan viabilitas potensial dan vigor benih terutama dengan tolok ukur DB, KCT dan FCG, hal ini mengindikasikan bahwa total klorofil pada benih jarak pagar IP1P berpotensi digunakan sebagai tolok ukur baru
untuk mendeteksi masak
fisiologis benih. Percobaan II
Pengaruh Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar. Kondisi Umum
Penyimpanan benih dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih IPB. Benih di simpan selama 0 sampai 4 bulan pada suhu ruang berkisar 25-28 o C dan RH 46 - 80 %. Benih di kemas dalam plastik seal dengan kadar air benih 9,50 – 11,31 % pada saat awal penyimpanan. Benih di tanam di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Bogor. Benih ditanam pada boks – boks plastik dan diletakkan dalam rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, sehingga asumsinya kebutuhan cahaya dapat tercukupi dan merata. Hama yang menyerang diantaranya adalah semut dan lalat, penyakit yang menyerang adalah busuk kecambah dan jamur. Berdasarkan rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa perlakuan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang digunakan kecuali pada tolok ukur total klorofil hanya berpengaruh
60
nyata. Perlakuan tingkat kemasakan benih berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KCT , KLT, ALB dan total karotenoid, pengaruh yang nyata ditunjukkan oleh DB dan FCG sementara tolok ukur KA, T50 dan total klorofil tidak berpengaruh nyata. Analisis ragam untuk masing – masing tolok ukur ditampilkan di Lampiran 14 – 22. Interaksi antara perlakuan periode simpan dan tingkat kemasakan benih jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap KCT , KLT dan ALB. Sementara tolok ukur KA, DB, T50, FCG, total karotenoid dan klorofil tidak nyata ( Tabel 8).
Tabel 8 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh periode simpan (P) dan tingkat kemasakan (K) serta interaksinya (KxP) terhadap parameter viabilitas potesial, VKT , VDS dan (Vbiok) benih jarak pagar . Tolok Ukur Kadar Air (%) Daya Berkecambah (%)
Perlakuan K tn *
P ** **
KxP tn tn
Kecepatan Tumbuh (%/etmal) T50 (hari)
** tn
** **
** tn
First Count Germination (%) Kadar Lemak Total (%) Kadar Asam Lemak Bebas (%)
* ** **
** ** **
tn ** **
Total Karotenoid (µmol/g) Total Klorofil(µmol/g)
** tn
** *
tn tn
Keterangan: tn = Tidak nyata * = Nyata pada taraf uji 5% ** = Sangat nyata pada taraf uji 1%
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Vigor Kekuatan Tumbuh Vigor kekuatan tumbuh dapat dilihat dari tolok ukur kecepatan tumbuh. Menurut Sadjad (1993) tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT ) mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penyimpanan 0 dan 1 bulan, KCT benih pada semua tingkat kemasakan menunjukkan nilai yang sama. Selanjutnya pada
61
periode simpan 2 bulan, KCT benih pada tingkat kemasakan 52 HSA memiliki persentase tertinggi sebesar 14.94 %KN/etmal, disusul oleh benih pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar 14.67 %KN/etmal, dan yang rendah pada tingkat kemasakan 47 HSA sebesar 13.44 %KN/etmal. Hal yang sama dengan nilai yang berbeda juga terjadi pada periode simpan 3 dan 4 bulan. Perbedaan nilai KCT benih terutama pada periode simpan 4 bulan antara tingkat kemasakan 47 HSA dengan 52 dan 57 HSA mengin dikasikan adanya perbedaan vigor.
Tabel 9 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (%KN/etmal) Periode Simpan (Bulan) 0 1 2 3 4
Tingkat Kemasakan Benih 47 HSA 52 HSA 11.69g 11.44g efg 12.54 12.54efg 13.44def 14.94abc bcde 14.17 15.77a ef 13.23 15.51ab
57 HSA 12.22fg 14.13cde 14.67abcde 15.57ab 14.89abcd
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT)
Persentase KCT benih dari ketiga tingkat kemasakan menunjukkan peningkatan seiring dengan semakin lama periode simpan dan menunjukkan pengaruh yang nyata. Pada tingkat kemasakan 47 HSA nilai KCT mengalami peningkatan, terutama setelah benih di simpan selama 3 bulan yang berbeda nyata dengan 0 bulan simpan selanjutnya pada periode simpan 4 bulan nilai KCT benih secara tidak nyata menurun kembali, hal yang sama juga terjadi pada tingkat kemasakan 52 HSA. Sementara pada tingkat kemasakan 57 HSA mulai periode simpan 1 bulan sudah menunjukkan peningkatan nilai KCT benih, peningkatan terus berlanjut sampai pada periode simpan 3 bulan, selanjutnya pada periode simpan 4 bulan terjadi penurunan kembali namun tidak berbeda nyata. Meningkatnya nilai KCT pada ketiga tingkat kemasakan setelah benih disimpan 1 bulan mengindikasikan bahwa benih jarak pagar mengalami masa after- ripening. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Jepsen et al.,(2004) yang menyatakan bahwa benih jarak pagar yang baru dipanen mengindikasikan adanya
62
after-ripening, hal yang sama juga dinyatakan oleh Hasnam (2006) dan Kusmarya (2007). Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Biokimiawi Benih Benih jarak pagar menghasilkan kadar lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 40.57 – 41.25 %. Tabel 10 menunjukkan persentase kadar lemak total pada awal penyimpanan adalah sama. Semakin lama periode simpan kadar lemak total dari setiap tingkat kemasakan semakin menurun dan menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada periode simpan 1 bulan penurunan total lemak mulai terlihat pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar 37.55 % yang berbeda nyata dengan 47 HSA sebesar 39.97 %. Sementara antara 57 dengan 52 HSA tidak berbeda nyata demikian juga antara 52 dengan 47 HSA. Hal yang sama juga terjadi pada periode simpan 2 bulan. Penurunan kadar lemak total terus berlanjut sampai pada periode simpan 4 bulan, dimana kadar lemak total terendah ditunjukkan oleh 57 HSA (18.96%) dan 52 HSA (20.41%) yang berbeda nyata dengan 47 HSA (33.71%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kandungan lemak total menurun seiring dengan semakin meningkatnya kemasakan benih dan semakin lamanya periode simpan. Penurunan kadar lemak total pada penelitian ini juga terjadi pada benih dengan kadar lemak tinggi lainnya seperti yang dilaporkan oleh Vivantar i (1994) pada benih wijen (Sesamum indikum L.) yang sudah disimpan selama 6 bulan dan penelitian Syamsuddin (1998) pada benih
gmelina yang
sudah disimpan 4 bulan.
Tabel 10 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kadar lemak total (%) Periode Simpan (Bulan) 0 1 2 3 4
Tingkat Kemasakan Benih 47 HSA 52 HSA 41.25a 40.57a ab 39.97 38.87bc dc 38.16 37.22de e 36.31 36.18e f 33.71 20.41g
57 HSA 40.82a 37.55cde 36.90de 35.86e 18.98g
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT)
63
Tabel 11 menunjukkan bahwa pada 0 dan 1 bulan penyimpanan kandungan asam lemak bebas tidak berbeda nyata dari setiap tingkat kemasakan, akan tetapi dengan semakin lama periode simpan kandungan asam lemak bebas semakin meningkat. Pada periode simpan 2 bulan kandungan asam lemak bebas meningkat pada 57 HSA yang berbeda nyata dengan 52 dan 47 HSA. Peningkatan asam lemak bebas yang sangat signifikan terlihat pada periode simpan 3 bulan yang berbeda nyata pada setiap tingkat kemasakan. Peningkatan kandungan asam lemak bebas terus berlanjut sampai periode simpan 4 bulan, dimana asam lemak bebas tertinggi pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar 2.51% yang berbeda nyata dengan 52 dan 47 HSA. Ketaren (2008) menyatakan bahwa salah satu penyebab kerusakan lemak yang ada di dalam jaringan adalah adanya enzim yang dapat menghidrolisis lemak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida), sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Demikian juga menurut Pomeranz (1992) dan Priestly (1986), melaporkan bahwa lemak biji-bijian dapat dipecah oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol, terutama jika suhu dan kadar air bahan tinggi. Asam lemak bebas merupakan indeks kerusakan biji-bijian yang mengandung
lemak
selama
penyimpanan.
Selanjutnya
Ketaren
(2008)
menambahkan bahwa lemak dari suatu bahan bisa rusak dan terurai melalui proses hidrolisis. Pada reaksi hidrolisis, lemak akan dirubah menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol (Gambar 13).
O
H 2 C − O − C − R1 H 2C − OH O O HC − O − C − R2 + 3 H 2 O → HC − OH + 3 R − C − OH O H 2 C − O − C − R3 H 2 C − OH trigliseri da
air
gliserol
asam lemak
Gambar 13 Reaksi hidrolis is lemak (Ketaren 2008)
64
Tabel 11 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur asam lemak bebas (%) Periode Simpan (Bulan) 0 1 2 3 4
Tingkat Kemasakan Benih 47 HSA 52 HSA f 0.22 0.24f ef 0.28 0.29ef ef 0.33 0.36e 0.57d 0.75c c 0.78 0.79c
57 HSA 0.25f 0.32ef 0.62d 2.30b 2.51a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT)
Penurunan kadar lemak total dan meningkatnya asam lemak bebas pada tingkat kemasakan yang berbeda selama periode simpan, mengindikasikan bahwa setiap lot benih mempunyai tingkat metabolisme yang berbeda, seperti yang diutarakan oleh Heydecker (1977) bahwa perbedaan tingkat kemasakan benih akan menyebabkan perbedaan vigor dalam satu lot benih. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan total lemak dan peningkatan asam lemak bebas selama periode simpan paling cepat terjadi pada tingkat kemasakan 57 HSA disusul 52 HSA dan terakhir 47 HSA.
Hubungan Kandungan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur DB, KCT , T50 dan FCG Selama Periode Simpan Pada Benih Jarak Pagar. Tabel 12 menunjukkan bahwa persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara kandungan asam lemak bebas dengan tolok ukur VP dan VKT . Nilai koefisien determinasi yang sangat kecil (0 – 0.16) pada kandungan asam lemak bebas, menjelaskan selama periode simpan tidak ada hubungan yang erat antara tolok ukur VP dan VKT dengan kandungan asam lemak bebas. Hal ini menjelaskan bahwa bila tolok ukur biokimia (perubahan asam lemak pada benih) dihubungkan dengan tolok ukur fisiologi benih, maka dapat dikatakan bahwa perubahan asam lemak tidak berkorelasi dengan tolok ukur fisiologi benih. Pada akhir periode simpan, nilai DB dan FCG masih sangat baik.
65
Tabel 12 Hubungan kandungan asam lemak bebas dengan VP dan VKT selama periode simpan jarak pagar IP-1P. Koefisien Determinasi (R2)
Tolok Ukur
Persamaan Garis
DB
Y = - 1.9441 + 0.0293 X
0.1613 tn
T50
Y=
0.9309 - 0.0658 X
0.0019 tn
KCT
Y=
- 0.4816 + 0.3396 X
0.0476 tn
FCG
Y=
- 1.1307 + 0.0211 X
0.1281 tn
Keterangan :
tn = Tidak nyata.
Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Kusmarya (2007) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan asam lemak bebas secara nyata pada benih jarak pagar mulai umur simpan 2 - 3 bulan sebesar (21.15 - 21.46%) yang diikuti menurunnya tingkat VP dan VKT secara nyata juga. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik, lokasi dan perlakuan benih serta lot benihnya yang berbeda.
Pengaruh Faktor Tunggal Tingkat Kemasakan BenihTerhadap Viabilitas Potensial, Vigor kekuatan Tumbuh Benih (VKT) danVigor Biokimiawi (Vbiok) Benih Jarak Pagar. Tingkat kemasakan benih jarak pagar yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tolok ukur DB, FCG dan total karotenoid. Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap viabilitas potensial, vigor kekuatan tumbuh benih (VKT ) dan vigor biokimiawi (Vbiok) benih jarak pagar ditunjukkan pada Tabel 13 dan 14.
Viabilitas Potensial dan Vigor Kekuatan Tumbuh. Sadjad (1993) menyatakan bahwa viabilitas potensial benih dapat dideteksi dengan beberapa pendekatan. Pendekatan yang paling lazim adalah melalui pendekatan fisiologi yaitu dengan mengamati kemampuan berkecambah suatu lot benih. Salah satu tolok ukur yang dapat menunjukkan parameter viabilitas potensial benih adalah daya berkecambah.
66
Tabel 13 Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap daya berkecambah dan FCG benih jarak pagar IP-1P. Tingkat Kemasakan 1. 47 HSA 2. 52 HSA 3. 57 HSA
Tolok Ukur Daya berkecambah (%) First count germination (%) b 87.73 82.93b 91.20ab 88.80a a 92.53 90.13a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT).
Tabel 13 menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya tingkat kemasakan pada benih, persentase nilai daya berkecambah semakin meningkat. Pada tingkat kemasakan 47 HSA daya berkecambah sebesar 87.73% berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 52 HSA
tidak
(91.20%), peningkatan daya
berkecambah berlanjut sampai pada 57 HSA sebesar 92.53% yang berbeda nyata dengan 47 HSA namun tidak berbeda nyata dengan 52 HSA. Persentase First Count Germination (FCG) merupakan salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan tumbuh benih dilapang. Pada tingkat kemasakan 57 dan 52 HSA nilai FCG tertinggi yang berbeda nyata dengan 47 HSA. Menurut Kolasinska et al. (2000) menyatakan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (first count) berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah dilapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan (final count). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat kemasakan 52 dan 57 HSA menunjukkan kemampuan tumbuh benih dilapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan 47 HSA. Walaupun terjadi peningkatan DB dan FCG yang sangat signifikan pada 57 HSA akan tetapi pada tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mencapai viabilitas dan vigor diatas 80 %. Hal ini menunjukkan bahwa mulai tingkat kemasakan 47 HSA buah jarak pagar IP-1P sudah dapat dipanen untuk dijadikan benih sesuai dengan pernyataan dari Dirjenbun (2006) yang menyebutkan bahwa nilai daya berkecambah yang baik pada benih jarak pagar adalah =80%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Adikadarsih dan Hartono (2007) menyatakan benih jarak pagar yang dipanen pada saat buah berwarna kuning atau
67
lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45-55 HSA menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik.
Vigor biokimia benih ( Vbiok ). Sadjad et al, (1999) mengemukakan bahwa membahas vigor benih juga dapat dikaitkan bagaimana unsur-unsur biokimiawi dan genetik yang berpengaruh atau berdampak pada tingkat vigor seperti dampak perlakuan etanol terhadap unsur- unsur biokimia pada berbagai enzim, asam lemak bebas. Seperti penjelasan pada percobaan I bahwa selama proses pemasakan benih, kandungan karotenoid berhubungan erat dengan kandungan klorofil. Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA terjadi peningkatan total karotenoid sebesar 281.81 µmol/g yang berbeda nyata dengan 47 dan 52 HSA, namun antara tingkat kemasakan 47 dengan 52 HSA tidak berbeda nyata
Tabel 14 Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap kandungan karotenoid benih jarak pagar pada tiga tingkat kemasakan benih. Tingkat Kemasakan
Tolok Ukur Total klorofil(µmol/g)* Total karotenoid (µmol/g)**
1. 47 HSA
0.8687 (1.15)
216.38 (2.31b)
2. 52 HSA
0.7080 (1.08)
228.44 (2.33b)
3. 57 HSA
0.6867 (1.08)
281.81 (2.43a)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT). (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasi (X + 0.5) , (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x).
Klorofil dan karotenoid sangat berhungan dengan asam absisat (ABA) dan giberelin (GA). ABA dan GA sangat berperan dalam perkembangan benih (Bewley dan Black, 1994). Suhartanto (2003) menambahkan bahwa benih tomat yang defisien GA memilik i kandungan klorofil yang lebih tinggi dibanding dengan tetuanya, sedangkan benih yang defisien ABA memiliki klorofil yang paling rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya hubungan proses biosintesis ABA, GA dan klorofil. Defisiensi GA setelah terjadinya hambatan dalam tahap
68
spesifik pada biosintesis GA akan meningkatkan pigmentasi, baik klorofil maupun karotenoid. Maluf et al, (1997) menyatakan bahwa mutan benih jagung yang mengalami defisien ABA juga akan mengalami defisien klorofil dan karotenoid. Mutan ini memiliki ekspresi geranil-geranil pirofosfat sintase yang rendah. Enzim tersebut bertanggung jawab dalam proses sintesis geranil-geranil pirofosfat klorofil dan karotenoid yang merupakan prekusor ABA. Menurut Copeland dan McDonald (2001) ABA merupakan salah satu jenis inhibitor yang menghambat perkecambahan pada benih. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA persentase total karotenoid sangat tinggi. Karotenoid sebagai prekursor ABA dalam benih, maka jumlah ABA juga bertambah seiring dengan meningkatnya karotenoid dalam benih yang berperan sebagai inhibitor untuk melindungi sel dalam benih akibat perombakan cadangan makanan selama pemasakan benih dalam benih, selain itu diduga salah satu penyebab terjadinya after ripening pada benih jarak pagar adalah adanya ABA yang menghambat perkecambahan pada benih.
Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan BenihTerhadap Kadar Air, Viabilitas Potensial, Vigor kekuatan Tumbuh (VKT) danVigor Biokimiawi (Vbiok) Benih Jarak Pagar. Byrd (1983) menyatakan tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Selama proses penyimpanan, benih secara alami akan mengalami kemunduran viabilitas sejalan dengan berlangsungnya waktu penyimpanan. Periode simpan benih jarak pagar yang berbeda menyebabkan pengaruh yang nyata terhadap semua tolok ukur yang digunakan. Menentukan periode simpan yang tepat untuk benih jarak pagar merupakan salah satu tujuan dari penelitian ini. Daya simpan merupakan prakiraan waktu benih mampu untuk disimpan. Daya simpan merupakan parameter lot benih dalam satuan waktu untuk suatu periode simpan. Periode simpan ialah kurun waktu simpan benih, dari benih siap disimpan sampai benih siap ditanam (Sadjad et. al, 1999).
69
Kadar Air Benih (KA). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan dan kemunduran benih selama periode simpan adalah kadar air. Kadar air yang tinggi memberikan peluang yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Direktorat Jendral Perkebunan dan Hasnam (2007) menetapkan salah satu persyaratan mutu benih jarak pagar yaitu kadar airnya berkisar 7 – 9 %. Pada penelitian ini rata-rata kadar air benih setelah disimpan 1- 4 bulan sebesar 7.91 – 8.69 %. Tabel 15 menunjukkan pengaruh kadar air benih selama periode simpan dari 0 sampai 4 bulan penyimpanan. Kadar air benih sebelum simpan terlihat sangat tinggi (10.47 %) yang berbeda nyata dengan 1 sampai 4 bulan periode simpan. Penurunan kadar air yang sangat signifikan mulai terlihat pada periode simpan 1 bulan sebesar 7.91%, selanjutnya kadar air benih konstan
sampai
periode simpan 4 bulan. Hal ini menunjukkan telah terjadi kadar air keseimbangan dengan ruang simpan yaitu 7.91 - 8.69%. Saenong (1986) menyatakan bahwa pada umumnya kadar air keseimbangan benih berlemak lebih rendah daripada benih bertepung pada kondisi kelembaban relatif dan suhu yang sama.
Tabel 15
Pengaruh periode simpan benih terhadap kadar air dan viabilitas potensial (VP) benih jarak pagar.
Periode Simpan 0 1 2 3 4
bulan bulan bulan bulan bulan
Keterangan:
Kadar air (%) 10.47a 7.91b 7.94b 8.34b 8.69b
Tolok Ukur Daya berkecambah (%) 76.44c 89.78b 93.33ab 97.33a 95.56ab
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT).
Viabilitas potensial (VP) Tabel 15 menunjukkan pada periode simpan 0 bulan nilai daya berkecambah masih rendah (76.44%). Setelah benih di simpan 1 bulan, mulai terjadi peningkatan nilai daya berkecambah yang sangat signifikan sebesar 89.78% yang tidak berbeda nyata dengan periode simpan 2 dan 4 bulan.
70
Selanjutnya persentase daya berkecambah terus meningkat tidak nyata
dan
mencapai maksimum pada periode simpan 3 bulan (97.33%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benih jarak pagar IP-1P yang disimpan sampai 4 bulan dengan suhu ruang berkisar 25-28 oC dan RH 46 - 80 % mempunyai persentase daya berkecambah di atas 90%. Hasil observasi di Kebun Percobaan Muktiharjo tentang daya simpan benih jarak pagar, menunjukkan bahwa penyimpanan benih pada kadar air sekitar 7 %, dalam wadah kaleng/blek tertutup rapat, hasil pengujian Daya Berkecambah (DB) pada bulan ke-12 masih dapat mencapai 90 % (Yoga 2007).
Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) Benih yang vigornya tinggi merupakan dambaan oleh setiap petani karena benih yang vigornya tinggi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan benih tumbuh secara normal pada lingkungan yang suboptimum tatapi juga mempunyai daya simpan yang panjang untuk ditanam pada musim selanjutnya. Vigor daya simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan suboptimum. Vigor benih selama penyimpanan dapat dilihat dari tolok ukur T50 dan FCG (Sadjad et al.,1999).
Tabel 16 Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor kekuatan tumbuh benih (VKT ) benih jarak pagar. Periode Simpan 0 1 2 3 4 Keterangan:
bulan bulan bulan bulan bulan
Tolok Ukur T50 (Hari) First count germination (%) 3.60a 69.33b ab 3.44 87.55a 3.15c 92.44a d 2.69 95.55a bc 3.24 91.56a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT).
Tabel 16 menunjukkan waktu untuk mencapai 50% total perkecambahan (T50) pada periode simpan 2 bulan mulai mengalami peningkatan yang berbeda nyata dengan 0, 1 dan 3 bulan simpan, sementara tidak berbeda nyata dengan
71
periode simpan 4 bulan. Peningkatan T50 terus berlanjut sampai pada periode simpan 3 bulan sebesar (2.69 hari) yang berbeda nyata dengan periode simpan 0, 1, 2 dan 4 bulan selanjutnya pada periode simpan 4 bulan T50 mengalami penurunan kembali yang tidak berbeda nyata dengan 1 dan 2 bulan, namun berbeda nyata dengan 0 dan 4 bulan. Sementara nilai First Count Germination (FCG) juga mengalami peningkatan selama periode simpan, sebelum simpan (0 bulan) nilai FCG masih rendah (63.33%), selanjutnya meningkat mencapai maksimum pada periode simpan 3 bulan sebesar 95.55% walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan periode simpan 1, 2 dan 4 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vigor benih jarak pagar IP-1P sampai pada periode simpan 4 bulan masih tinggi. Hasil pengamatan tolok ukur fisiologi pada benih jarak pagar selama periode simpan menunjukkan bahwa meningkatnya nilai DB, KCT , T50 dan FCG yang sangat signifikan pada periode simpan 1 bulan mengindikasikan adanya after- ripening pada benih jarak pagar selama 1 bulan. After- ripening termasuk tipe innate dormansi yang membutuhkan waktu penyimpanan kering tertentu. Dormansi pada benih tersebut akan hilang sendirinya setelah disimpan pada suhu dan waktu tertentu tanpa perlakuan apapun. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Kusmarya (2007) bahwa benih jarak pagar mengalami after- ripening selama 1 bulan. Jepsen et al. (2004) menyebutkan bahwa benih-benih jarak pagar yang baru dipanen mengindikasikan adanya after-ripening. Hasil penelitian Hasnam dan Mahmud (2006) menyatakan bahwa benih-benih jarak pagar yang baru dipanen mengalami dormansi, yang ditandai dengan rendahnya daya berkecambah benih. Heller (1996) menambahkan bahwa benih jarak pagar memiliki sifat “ innate dormansi” yaitu dormansi primer yang berasal dari dalam benih itu sendiri. Namun tidak sama halnya dengan hasil penelitian Sinaga (2008) yang menunjukkan tidak ada masa after- ripening pada benih jarak pagar dari berbagai provenan dan improved population yang diujikan hal ini didukung oleh nilai DB pada kontrol diatas 80%, hasil yang sama pada benih jarak pagar juga dibuktikan oleh Worang (2008). Perbedaan ini diduga adanya pengaruh faktor lingkungan berupa panjang hari, kelembaban, nutrisi mineral, suhu dan waktu panen yang berbeda (Copeland dan McDonald, 2001).
72
Baskin dan Baskin (2001) menyatakan variasi perkecambahan dapat terjadi pada beberapa spesies benih yang dipanen dari tempat yang sama dalam tahun yang berbeda. Demikian juga hasil penelitian Santika (2006) bahwa biji padi yang dipanen pada musim kering memiliki masa dormansi yang lebih pendek dibanding dengan benih yang dipanen pada musim hujan.
Vigor biokimia benih ( Vbiok ). Benih yang merupakan benda hidup selama periode simpan akan selalu beradaptasi dengan lingkungannya. Selama masa penyimpanan benih berespirasi dan bermetabolisme sehingga terjadinya perubahan-perubahan bahan kimia dalam benih. Perubahan secara biokimia benih dapat ditinjau dari total kandungan klorofil dan total kandungan karotenoid yang
terjadi pada benih jarak pagar
selama periode simpan. Selama periode simpan total klorofil (Tabel 17) mengalami penurunan sampai pada periode simpan 4 bulan yang berbeda nyata dengan 0 dan 1 bulan simpan dan tidak berbeda nyata dengan 2 dan 4 bulan simpan. sementara nilai total klorofil 0 sampai 3 bulan simpan menurun secara tidak nyata, hal ini mengindikasikan bahwa selama masa penyimpanan proses degradasi klorofil pada benih jarak pagar terus berlanjut seperti halnya yang dilaporkan oleh Suhartanto (2003) pada benih tomat, degradasi klorofil pada benih tomat terus berlanjut meskipun benih sudah dikeringkan. Degradasi klorofil pada benih selama periode simpan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, cahaya dan kelembaban. Selanjutnya Suhartanto (2003) menambahkan bahwa benih tomat yang di simpan pada ruang simpan cahaya merah menurun klorofilnya tetapi pada ruang simpan gelap klorofil relatif tetap dan daya simpan pada cahaya merah lebih baik bila dibandingkan ruang gelap. Diduga klorofil dari benih dapat menjadi sumber radikal bebas yang dapat mempengaruhi viabilitas benih. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa karoten merupakan antioksidan yang terdapat pada biji-bijian, merupakan turunan senyawa isoprenoid, termasuk didalamnya karotenoid. Prekursor vitamin A yaitu ß-karoten merupakan karotenoid yang paling banyak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi. Prekursor utama pembentukan karotenoid adalah asam mevalonat.
73
Tabel 17
Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor biokimiawi (Vbiok) benih jarak pagar.
Periode Simpan 0 1 2 3 4
bulan bulan bulan bulan bulan
Keterangan:
Tolok Ukur Total klorofil(µmol/g).* 0.99 (1.21a) 0.95 (1.19a) 0.73 (1.10ab) 0.60 (1.04ab) 0.49 (0.99b)
Total karotenoid (µmol/g)**. 167.43 (2.22c) 191.15 (2.28bc) 216.78 (2.32b) 295.61 (2.47a) 340.08 (2.52a)
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT), (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasi (X + 0.5) , (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x).
Pada Tabel 17 jelas terlihat bahwa kandungan karotenoid terus mengalami peningkatan selama periode simpan. Pada awal penyimpanan 0 bulan total karotenoid
hanya 167.43 µmol/g dan mulai periode simpan 2 bulan total
karotenoid mulai terlihat peningkatannya yang tidak berbeda nyata
dengan 1
bulan simpan. Selanjutnya peningkatan terus berlanjut sampai pada periode simpan 4 bulan (340.08 µmol/g) yang berbeda nyata dengan 0 sampai dengan 3 bulan penyimpanan. Meningkatnya asam lemak bebas pada benih jarak pagar selama periode simpan diikuti dengan peningkatan total karotenoid. Selama proses penyimpanan pada benih jarak pagar diduga terjadi proses perombakan lipid menjadi asam lemak bebas oleh enzim lipase yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk perkecambahan benih. Sadjad et. al,. (1999) menyatakan bahwa enzim lipoksigenase berperan dalam proses peroksidasi lemak. Enzim ini tetap aktif dalam benih walaupun benih dalam keadaan kering (kadar air dibawah 8%). Proses peroksidasi komponen lemak, terutama asam linoleat dan asam linolenat dalam membran menyebabkan kebocoran membran sel makin membesar. Untuk menetralisir proses peroksidasi komponen lemak menjadi asam lemak dalam benih maka sel berusaha melindungi kerusakan membran akibat proses tersebut dengan melibatkan senyawa scavenger yang bereaksi dengan radikal bebas superoksida untuk membentuk oksigen. Hasil penelitian Pinzino (1999) menyatakan bahwa pada benih Wheat mengandung lutein, suatu karotenoid yang
74
bertindak sebagai penangkap radikal (scavenger). Antioksidan adalah senyawa scavenger yang berfungsi mencegah pembentukan radikal bebas, sehingga secara teori dapat menurunkan laju kemunduran benih dan meningkatkan daya simpan benih (Siregar, 2004). Pada penelitian ini diduga peningkatan karotenoid selama proses penyimpanan dapat melindungi kerusakan membran sel akibat dari hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas. Hal ini yang diduga menyebabkan viabilitas benih masih tetap tinggi walaupun sudah di simpan selama 4 bulan.