HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Kota Depok secara geografis terletak pada koordinat 6°19'00" - 6'28'00" Lintang Selatan dan 106°43'00" - 106°55'30" Bujur Timur. Secara umum Kota Depok merupakan dataran rendah sampai sedikit bergelombang dengan kemiringan sekitar 2% hingga 15%, dan hanya di daerah sepanjang tepi sungai yang memiliki kemiringan hingga 45%. Ketinggian dari permukaan laut sekitar 50 sampai 140 meter diatas permukaan laut. Batas wilayah Kota Depok meliputi: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat (Tangerang) dan Jakarta b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Bojonggede Kabupaten Bogor c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung, Gunung Sindur Kabupaten Bogor d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede, Bekasi dan Kecamatan Gunung Puhi Kabupaten Bogor. Kota Depok awalnya merupakan daerah perkebunan karet dan tebu yang dikembangkan oleh warga Belanda yang bemama Comelis Chastelein. Mungkin karena itu pula sering diberikan julukan Belanda Depok kepada masyarakat Depok asli yang dulunya sebagai pekerja di perkebunan tersebut. Selanjutnya Depok berkembang menjadi Kota Administratif sejak tahun 1981 yang meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu: Pancoran Mas, Beji dan Sukmajaya. Luas Kotif Depok adalah 6.794 hektar yang terdiii dari 23 Kelurahan. Kota Madya Daerah Tingkat I1 Depok ditetapkan pada tanggal 20 April 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999. Wilayah Kota Depok diperluas menjadi 6 (enam) kecamatan, yaitu: Kecamatan Pancoran Mas, Beji, Sukmajaya, Sawangan, Cimanggis dan Limo. Kota Depok terbagi dalam 63 kelurahan, 772
RW, 3.850 RT serta 218.095 rumah tangga dengan luas wilayah 207,06 Km2. Jumlah Penduduk di Kota Depok pada Tahun 2001 berdasarkan data dari BPS adalah 1.204.687 jiwa, sehingga dengan luas wilayah yang ada yaitu 207,06 km2 maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 5.818 jiwa/km2 dengan laju
pertambahan penduduk rata-rata sebesar 3,7% per tahun. Sedangkan pada tahun
28
2007 penduduk Kota Depok diperkirakan telah mencapai sekitar 1,4 juta jiwa, sehingga berdasarkan UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka Kota Depok dikategorikan sebagai Kota Metropolitan. Analisis Treizd
Analisis kependudukan merupakan salah satu cara untuk mengetahui ciri perkembangan suatu kotaldaerah. Perencanaan yang dibuat untuk penduduk, tidak dapat dilepaskan dari perkiraan perkembangan penduduk di masa yang akan datang. Perkiraan perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah pada masa yang akan datang menentukan arah perencanaan yang dibuat saat ini. Jumlah penduduk dan kepadatan per kecamatan sejak tahun 2001-2007, tahun 2020 dan 2050 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2001,2007,2020 dan 2050 Kecamatan
2001 2007 2020 2050 Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm)
159,543 136,864 2,918 247,622 219,312 7.202 307,753 278,080 8,778 379,487 331,778 6,559 7,086 136,899 115,575 143,218 123,078 3,952 1,204,687 6,083 1,470,002 Sumber: Depok Dalam Angka Tahun 2001-2007 Sawangan Pancoran Mas Sukmajaya Cimanggis Beji Limo
3,541 8,839 10,810 7,968 8,577 4,798
166,076 269,144 342,447 403,037 139,888 149,410
3,642 8,868 11,937 8,551 9,853 4,945
170,877 270,028 403,001 434,153 165,108 154,036
3,643 8,868 12,721 8,583 10,123 4,947
7,422 1,580,284 7,632 1,586,493 8,148 dan Hasit Prediksi Tahun 2020 dan 2050
Berdasarkan data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Depok dari tahun 2001 hingga 2007 (lampiran I), selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan model pertumbuhan logistik.
Model pertumbuhan logistik
(Logistic Growth Models) menggunakan kaidah logistik (logistic law) bahwa persediaan logistik ada batasnya, model ini mengasumsikan bahwa pada masa tertentu jumlah populasi akan mendekati titik keseimbangan (equilibrium). Pada titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama, sehingga grafiknya akan mendekati konstan (zero growth). Dengan memasukkan jumlah penduduk Kota Depok tahun 2001-2007 ke dalam model persamaan seperti dijelaskan dalam metodologi, maka diperoleh nilai-nilai sebagai berikut:
t=X3-X2=X2-X1 = 4 - 1 = 3 Nilai 0 = llt Log ((Yl(Y3-Y2))/Y3(Y2-Y1)) =
113 Log ((1,204,687(1,470,002-1,369,461)/
(1,470,002(1,369,461-1,204,687) = - 0.1003
Nilai a = Log ((Y1 - ~ 2 ) / 1 0 ~ ' ~ 2 - ~ 1 ) = Log
((1,204,687-1,369,461)/10('~~'~~~)~(1,369,461)1,204,687)
=-
0.4990
Nil& k = Y1(l+lOa) = 1,204,687(1+10 '0-4"0) =
1,589,499
Dengan memasukkan ke dalam persamaan seperti dijelaskan dalam metodologi, maka diperoleb model pertumbuhan logistik sebagai berikut:
dimana: Pt+q X
=
Jumlah penduduk pada tahun ke n
=
tahun ke n
Nilai k sebesar 1,589,499 menunjukkan kapasitas atau daya dukung ideal wilayah Kota Depok untuk menampung jumlah penduduk maksimal yaitu sekitar 1,589,499 jiwa atau 7,676.51 jiwa/Km2. Hal ini dengan asumsi tidak dilakukan perubahan teknologi atau perubahan luas wilayah sehingga pertumbuhan penduduk akan berkembang seperti kondisi saat ini dan beberapa tahun lalu. Selanjutnya nilai Pt+q sebagai variabel tetap diplotkan dengan nilai X sebagai variabel bebas sesuai rumus yang diperoleh di atas. Prediksi dilakukan untuk 20 tahun ke depan dan juga ke belakang sejak tahun 1990 untuk mengetahui gambaran perkembangan penduduk kota. Grafik pada gambar 8 menunjukkan perkembangan jumlah penduduk Kota Depok dari tahun 1990 hiigga tahun 2020.
30 Juml& I'cndudu). (ji-a)
liooooo aa
1 Z00000
m
-
a~
/-
?.000000 S00000
k
Ea
"
Data Real
Hasil Prediksi 600000 ,00000
// _%
200000 0
1990
1995
2000
21305
2010
2015
2020
-1 durn
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Depok Berdasarkan hasil peramalan dengan menggunakan model diatas, diperoleh gambaran perkembangan penduduk kota Depok yang naik relatif tajam mulai tahun 1990 dan sedikit melandai sejak tahun 2005. Hal ini sejalan dengan perkembangan kota yang berubah dari kota kecamatan menjadi kota administratif pada tahun 1981 dan selanjutnya menjadi kotamadya sejak tahun 1999. Kemudian jumlah penduduk akan naik perlahan hingga mendekati batas pertumbuhan (k) yaitu sebesar 1,589,499 jiwa atau sebagai carrying capacity wilayah Kota Depok, tetapi tidak akan melewati ambang batas tersebut. Sehingga kepadatan maksimum ideal yang dapat ditampung oleh Kota Depok tanpa ada penambahan luas
wilayah
adalah
sebesar
' 1,589,449 jiwal207.06 ~ t n=
7,662 jiwalKm2. Berdasarkan hasil tersebut diperkirakan akan terjadi kepadatan penduduk maksimal pada tahun 2020 atau 11 tahun lagi dari sekarang, sesuai ambang batas daya tampung ideal wilayah. Apabila ambang batas tersebut dilampaui maka akan terjadi penurunan kualitas hidup dan lingkungan sehingga kota menjadi tidak
sustainable.
Namun kondisi yang sebenarnya belum tentu seperti yang diiarapkan, ambang batas munglun &an terlewati lebih cepat dari prediksi. Pertambahan penduduk dapat saja akan terns naik tanpa terkendali jika tidak dilakukan penanganan yang sesuai. Apalagi letak Kota Depok yang sangat strategis sebagai
31
lokasi pemukiman bagi commuter yang bekeja di Jakarta, sehingga derasnya arus urbanisasi akan sulit dicegah. Untuk itu diperlukan langkah-langkah antisipasi dalam mengelola sumberdaya dan menahan laju pertumbuhan penduduk kota. Pertambahan jumlah penduduk &an mengakibatkan pemenuhan fasilitas-faslitas bagi masyarakat kota juga meningkat, termasuk kebutuhan akan lahan, dan menimbulkan konversi lahan-lahan terbuka menjadi lahan terbangun semakin cepat. Luas kawasan ruang terbangun di Kota Depok akan terus bertambah. Seiring dengan perkembangan kota, kebutuhan akan lahan untuk memenuhi tuntutan pembangunan semakin meningkat. Periode tahun 1972 hingga 1990, rata-rata pertambahan
luas
kawasan terbangun masih realtif kecil, yaitu
sebesar 49.84 Hdtahun. Hal ini karena tekanan pembangunan dan pengembangan wilayah masih relatif rendah, dimana Depok masih merupakan kecamatan dan awal perubahan menjadi Kota Administratif sejak tahun 1981. Pada saat akhir Depok menjadi kota administratif yaitu pada periode tahun 1990 hingga 1997, rata-rata
pertambahan
luas
kawasan terbangun
meningkat
menjadi
415.34 Haltahun. Pada masa transisi Depok menjadi kotamadya yaitu periode tahun 1997 hingga 2001 pertambahan kawasan terbangun sedikit menurun yaitu 335.28 Hdtahun, namun selanjutnya meningkat lagi. Tabel 3. Hasil Analisis Citra Landsat Multitemporal Tahun 1972 1990 1997 200 1 2006
Luas Kawasan Terbangun (Ha) 1,381.94 2,328.89 4,820.90 6,162.00 11,103.62
Rata-rata Pertambahan Luas Kawasan Terbangun (HdTahun) 49.84 415.34 335.28 988.32
Sumber: Radnawati, 2005 dan Hasil Analisis Foto Udara Tahun 2006
Hasil analisis foto udara tahun 2006, luas kawasan terbangun di Kota Depok telah menjadi sebesar 11,103.62 Ha, cukup besar jika dibandingkan dengan tahun 2001 yaitu selisih sekitar 4.941 Ha. Jika dihitung pertambahan per tahun sejak tahun 2001, maka diperkirakan luas kawasan terbangun bertambah seluas 988.32 hektar per tahun pada periode ini. Hal ini terjadi mungkin diakibatkan oleh perkembangan Depok yang telah menjadi kotamadya sejak tahun 2000,
32
sehingga pembangunan dan pengembangan wilayah dilakukan secara besarbesaran.
Selain itu tekanan dari kebutuhan lahan untuk pemukiman dari
penduduk Jakarta juga sangat tinggi pada periode ini, dan pengembangan kawasan Jabodetabek. Model pertumbuhan logistik diperoleh dengan menggunakan asurnsi bahwa luas lahan terbangun maksimal yang ideal sesuai carrying capaciiy wilayah adalah sebesar 70% (sesuai UUPR No.26 Tahun 2007) dari total seluruh luas lahan (20.009 Ha), atau sekitar 14.000 Ha (nilai k).
Karena model
pertumbuhan logistik menggunakan data yang diambil pada periode waktu yang sama, maka dilakukan ekstrapolasi data hasil interpretasi citra dari beberapa tahun yaitu tahun 1972, 1991, 1997,2001, dan 2006. Dengan menghitung herdasarkan pertambahan rata-rata kawasan terbangun per tahun dari masing-masing periode, diperoleh perkiraan luas kawasan terbangun untuk tahun 1972, 1980, 1988, 1996, dan 2004 dengan periode yang sama yaitu 8 tallun. Selanjutnya ditetapkan X1=1972, X2=1988, X3=2004 dan nilai Y1, Y2, Y3 adalah besarnya luas kawasan terbangun pada tahun XI, X2, dan X3. Perhitungan dengan menggunakan model logistik diperoleh hasil sebagai berikut: t = X3-X2= X2-X1= 16 k = Y1 (1+1Oa) a=Log((kIYl)-1) =Log ((14.00011381)-1) = 0.960503
a = Log ((Yl-Y2)llO
Pt
Y2-Y1)
p = Log (Yl-Y2)l a (Log Y2lt)- Log Y 1
p = Log (1381.94-2179.38)/0.960503 (Log 2179.38116) -Log 1381.94 = - 0.03377
Maka diperoleh model : Pt+q =
14.000 (
(0.960503+(-0.003377 X)
)
Tahun
0
p7<,
1 ;
15 ' x5
lZt'(,
Zl@
>a:*
2'tj;r
:Nt'
i
205*
i
Gambar 9. Trend Luas Kawasan Terbangun Berdasarkan model yang diperoleh dapat diprediksi kecenderungan pertambahan luasan kawasan terbangun. Dari data luas kawasan terbangun pada 2006 terjadi lonjakan yang cukup signifikan melebihi garis pada model, sehingga dapat disimpulkan bahwa konversi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun melampaui yang seharusnya. Apabila hal ini tidak diantisipasi maka batas carrying capacity wilayah akan terlampaui dalam waktu yang lebih cepat daripada
yang diduga dalam model, seperti diperlihatkan pada gambar 9. Pada grafik terlihat bahwa luasan kawasan terbangun akan mendekati luas Kota Depok yaitu sekitar 14.000 Ha pada tahun 2050. Hal ini menunjukkan pada tahun 2050 Kota Depok akan mendekati titik batas carrying capacity wilayah, baik dari segi luas kawasan terbangun maupun dari jumlah penduduknya sebagaimana dijelaskan pada analisis sebelumnya.
Sehingga apabila pola
pengembangan kota terjadi seperti yang sekarang ini dan tidak dilakukan usahausaha untuk mengantisipasinya, maka tidak akan ada lagi mang terbuka di Kota Depok. Kota juga tidak akan sustainable karena pengembangan kota tidak dapat melebihi daya dukung atau carrying capacity wilayah. Salah satu usaha yang harus dilakukan adalah memberikan perhatian terbadap pengelolaan tata lingkungan yang dapat tercermin dari alokasi anggaran pemerintah daerah untuk kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan.
34
Berdasarkan data APBD kota Depok tahun 2006 diperoleh
gambaran
alokasi pembiayaan proyek-proyek di pemerintahan Kota Depok (lampiran 3), dari total anggaran sebesar Rp 674.902.436.665, sebanyak Rp 210.539.954.035 atau sekitar 31% dialokasikan untuk pembiayaan infiastruktur. Pembiayaan infrastruktur yang bersifat fisikhangunan (grey infrastructure) dialokasikan sebesar Rp 160.738.350.045 atau sekitar 24% dari total anggaran atau sebesar 76% dari alokasi untuk infrastruktur, sedangkan untuk infrastruktur lingkungan (green infrastructure) sebesar Rp 49.801.603.990 atau sekitar 7% dari total
anggaran atau sebesar 24% dari alokasi anggaran untuk infrastruktnr, seperti pada gambar 10. Berdasarkan hasil interview diietahui bahwa anggaran untuk infrastruktur hijau tidak ada yang dialokasikan sebagai insentif bagi pengelola kawasan infrastruktur hijau.
Gambar 10. Komposisi Anggaran Kota Depok Tahun 2006 Angka diatas menunjukkan masih belum seimbangnya perhatian terhadap infrastruktur fisik dan infrastruktur lingkungan. Pada umumnya pemerintah masih menganggap lingkunganlalam tidak perlu ditata, tetapi dibiarkan saja apa adanya. Bahkan yang sering terjadi adalah faktor lingkungan selalu dikorbankan untuk kepentingan-kepentingan ekonomi. Pada akhirnya masyarakat dan pemerintah akan menanggung biaya yang sangat besar akibat persoalan-persoalan liigkungan yang timbul karena pengelolaan sumberdaya alam yang buruk, seperti : banjir, sampah, masalah air bersih, longsor, nilai-nilai estetika yang hilang, kehilangan keanekaragaman hayati, pemanasan global, dan bahaya dam lainnya. Keuntungan dan manfaat
35
ekonomi yang diperoleh dari suatu tindakan kadang tidak sebanding dengan biaya yang ditimbulkan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat tindakan itu. Kondisi Eksisting Ruang Terbuka Syarat utama untuk dijadikan elemen infiastruktur hijau adalah suatu daerah yang didominasi oleh ruang terbuka. Sehingga pada tahap awal dilakukan identifikasi ruang terbuka dengan foto udara tahun 2006 menggunakan software SIG. Hasil interpretasi foto udara kawasan terbuka disajikan pada gambar 11
,
Gambar 11. Hasil lnterpretasi Foto Udara Tahun 2006 Kawasan Terbuka Hasil perhitungan luas dan penutupan lahan untuk kawasan terbuka kota Depok menunjukkan bahwa masih terdapat ruang terbuka seluas 8,925.38 Ha yang terdiri dari beberapa penutupan lahan seperti disajikan pada tabel berikut : Tabel 4. Luas Kawasan Terbuka per Penutupan Lahan Kota Depok Penutnpan Lahan Air Kebun Pendidian Rawa Tanah Kosong/rumput Sawah non teknis Sawah teknis Semak TegalanILadang Jumlah Sumber: Hasil Analisis Foto UdaraTahun 2006
Luas (Ha) 326.77 2,308.65 232.26 6.20 1,364.00 165.95 1,290.95 36.79 3,193.76 8,925.38
Penyusunan Rencana Infrastruktur Hijau Penyusunan rencana infrastruktur hijau dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, dilakukan analisis terhadap data-data statist*
yang tersedia
menggunakan teknik analisis LQ dan Skalogram untuk mengidentifikasi elemenelemen infrastruktur hijau yang ada di masing-masing wilayah. Kedua, dilakukan analisis menggunakan foto udara dan peta-peta tematik untuk mendapatkan sebaran dan kondisi Hubs dan Links yang ada. Selanjutnya ditentukan network infrastruktur hijau berdasarkan kriteria dan standar English Nature Greenspaces. Analisis LQ menggunakan data ketersediaan fasilitas di kecamatan yang memiliki skala lingkup kota,
sebagai identifikasi awal kondisi m u m Kota
Depok. Identifikasi kondisi makro meliputi: fasilitas ekonomi memperhitungkan pasar dan pusat perbelanjaan yang cukup besar seperti mall; fasilitas pendidikan memperhitungkan jumlah sekolah dari SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi; fasilitas sosial memperhitungkan jurnlah sarana peribadatan, fasiltas kesehatan memperhitungkan jumlah
rumah
sakit; sedangkan fasilitas lingkungan
memperhitungkan j u d a h sarana lingkungan untuk lingkup kota (lampiran 3). Hasil analisis LQ ketersediaan fasilitas ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan dan lingkungan di Kota Depok dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5 Hasil Analisis LQ Menurut Fasilitas di Kota Depok No
Kecamatan
Ekonomi
Pendidikan
Sosial
Kesehatan
Lingkungan
1 Sawangan
0.46
1.08
0.85
1.01
1.14
2 Pancoran Mas
1.19
1.01
0.99
0.66
1.24
3 Sukmajaya
0.58
0.95
1.12
1.14
0.49
4 Cimanggis
0.84
1.00
0.99
1.09
1.17
5 Beji 6 Limo
Kecamatan Beji merupakan pusat pelayanan ekonomi dengan nilai LQ sebesar 3,24 disusul oleb Kecamatan Pancoran Mas sebesar 1.19. Hal ini terlihat dengan jelas di lapangan dengan terpusatnya kegiatan perekonomian di sekitar jalan Margonda Raya. Untuk fasilitas pendidikan relatif merata, namun kecamatan Sawangan, Pancoran Mas, Cimanggis dan Limo memiliki fasilitas yang lebih
37
banyak. Fasilitas sosial banyak terpusat di Kecamatan Sukmajaya dan Limo, sedangkan fasilitas kesehatan terpusat di Kecamatan Beji, Sukmajaya, Cimanggis dan Sawangan. Fasilitas lingkungan terlihat terpusat Kecamatan Beji, Pancoran Mas, Cimanggis dan Sawangan dengan nilai LQ lebii besar dari 1.
Untuk
mempertajam hasil analisis LQ tersebut selanjutnya dilakukan analisis Skalogram. Analisis skalogram dimaksudkan untuk memperoleh tingkatdierarki wilayah dalam memberikan
pelayanan lingkungan.
Analisis tersebut
menggunakan data statitik Kota Depok untuk memperoleh gambaran pusat-pusat pelayanan lingkungan di kota Depok. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Jumlah dan Jenis Fasilitas Lingkungan di Kota Depok Kecamatan Cimanggis Pancoran Mas Sukmajaya Beji Sawangan Limo
Situ 10 5
Lapangan Golf 2
Fungsi Khusus
0
0
0
0
2
0
0
1 I
5 5 3 2
4
Jumlah unit 14
1
2
6
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
2 2 2 2
7 6 4 3
1
Taman Kota Hutan 1 0
Jumlah Jenis
Jumlah 30 4 3 2 1 14 Sumber : Analisis SMogram Berdarakiin Data Depok Dalam Angka Tahun 2006
Hierarki I I1 I1 I1 111 I11
40
Analisis Skalogram menghitung jumlah dan jenis fasilitas lingkungan yang dimiliki suatu wilayah. Hal ini untuk menentukan tingkatan wilayah tersebut, semakin banyak jumlah dan jenisnya maka semakin tinggi tingkatannya. Rerdasarkan hasil analisis skalogram, Kecamatan Cimanggis menempati hierarki tertinggi dengan empat jenis fasilitas sejumlah 14 unit fasilitas untuk tingkat kota. Dengan demikian Kecamatan Cimanggis sebagai pusat pelayanan lingkungan Kota Depok, dan tingkatan dibawahnya adalah Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya, dan Beji.
Dari hasil analisis LQ dan Skalogram, Kecamatan
Cimanggis merupakan wilayah yang memiliki potensi cukup tinggi untuk dikembangkan sebagai wilayah yang menjadi pusat pelayanan lingkungan di Kota Depok. Hasil tersebut diperoleh dari analisis data statistik, yang selanjutnya perlu diidentifikasi lebih jauh melalui analisis foto udara, peta-peta tematik dan kondisi lapangan.
38
Berdasarkan data foto udara kota Depok
tahun 2006 dan Peta-peta
Tematik, diperoleh gambaran komponen infrastruktur hijau kota Depok. Menurut konsep green
infrastructure komponen pembentuknya dipisahkan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu yang berfungsi sebagai Hubs atau tempat terjadinya proses ekologi dan Links atau bentuk fisik alami yang memanjang seperti koridor sebagai penghubung tempat-tempat pelayanan lingkungan tersebut. Dari hasil identifkasi melalui foto udara,
peta tematik
dan survey
lapangan diperoleh obyek-obyek yang termasuk Hubs dan Links. Hasil klasifikasi menurut kategori yang dijelaskan pada metodologi diperoleh elemen-elemen infiastruktur hijau, yaitu: a. Cadangan alami: Taman Hutan Raya (Hubs cadangan keanekaragaman hayati) b. Lahan untuk kegiatan usaha: lapangan golf (Hubs olahraga alam terbuka), lokasi penelitian pertanian (Hubs pengembangan pertanian) c. Taman Kota dan Kawasan Lindung: taman kota UI dan Buperta (Hubs taman kota), kawasan khusus TVRI di Kecamatan Sukmajaya (Hubs kawasan budaya dan rekreasi alam terbuka), kawasan konservasi air (Hubs kawasan konservasi air tanah), situ dan sempadannya (Hubs cadangan air) d. Lahan rusak (Recycled land): kawasan khusus TVRI di Kelurahan T i j a y a Kecamatan Sukmajaya (Hubs restorasi hutan kota), kawasan khusus RRI di Kecamatan Cimanggis (Hubs cadangan air)
Links a. Koridor konservasi: jaringan sungai (links koridor konservasi) b. Keterkaitan lanskap: sempadan jalan to1 (links jalan), sempadan sutet (links
sutet), sempadan saluran gas (links saluran gas), sempadan re1 kereta api (links re1 kereta api) Selanjutnya
dilakukan
identifikasi
pada
masing-masing
elemen
infrastruktur hijau. Kawasan konservasi alam yang dimiliki Kota Depok adalah Taman Hutan Raya (Tahura) yang terletak di kecamatan Pancoran Mas dengan luas 7,2 hektar. Pada tahun 2006 telah dilakukan penataan kembali Tahura tersebut agar dapat berfungsi juga sebagai tempat penelitian dan sarana rekreasi selain fimgsi ekologis. Letaknya juga sangat strategis untuk digunakan sebagai
39
penyeimbang iklim mikro, karena dekat pemukiman padat, tetapi perlu dilakukan pengamanan yang tegas agar tidak dijarah. Penutupan lahan pada Tahura tersebut masih relatif baik dan didominasi oleh pohon-pohon strata B dimana ketinggian pohon berkisar 14-18 meter dengan kanopi pohon yang cenderung terbuka. Karena sinar matahari dapat mencapai lantai hutan, maka liana dan semak dapat tumbuh dengan cepat dan mendominasi kawasan yang terbuka. Jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan ini, selain tumbuhan alami juga terdapat jenis
mahoni (Swietenia mahagoni) dan kecrutan (Spathodea
camnpanulata) serta beberapa tanaman buah seperti: mangga, durian, alpukat, rambutan dan jengkol sebagai hasil kegiatan penghijauan Pemda Depok. Terdapat tumbuhan obat langka di kawasan ini, yaitu kikoneng (Arcangelisiaflava) yang sudah sangat sulit ditemukan di tempat lain. Hasil inventarisasi oleh tim PKT Kebun Raya Bogor, secara keseluruhan terdapat 877 pohon yang termasuk ke dalam 71 jenis, 83 marga dan 37 famili.
I
I
Gambar 12. Foto Udara Tahura dan Foto di Lapangan Secara m u m kondisi kawasan telah mengalami perubahan dari kondisi aslinya akibat campur tangan manusia atau terjadi kerusakan typical pada kawasan tersebut. Selain itu juga terdapat 3 (tiga) buah bangunan m a h di dalam kawasan tersebut yang dulu merupakan m a h dinas pegawai Departemen Kebutanan. Pemerintah Kota Depok berencana untuk mengembangkan potensi dan memperbaiki kondisi Tahura dengan menjadikannya sebagai arboretum untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
40
Kota Depok memiliki 2 (dua) buah taman kota yang cukup besar, yang pertama adalah kampus UI Depok di Kecamatan Beji seluas 162,42 Ha dan kedua adalah Bumi Perkemahan Cibubur di Kecamatan Cimanggis seluas 19,76 Ha yang masuk ke wilayah Depok, sedangkan sebagian lagi lokasinya masuk ke dalam wilayah DKI Jakarta. Kedua obyek tersebut dimasukkan ke dalam taman kota karena keduanya didominasi oleh elemen-elemen vegetasi berupa pohon, semak, dan tanaman hias serta danaulkolam yang ditata secara baik. Keduanya kawasan tersebut juga memiliki multi fimgsi, yaitu: edukatif, rekreatif dan ekologis
Gambar 13. Foto Udara dan Foto Taman Kota Universitas Indonesia
Gambar 14. Foto IJdara dan Foto Taman Kota Buoerta Cibubur Hasil i d e n t i f h i foto udara tahun 2006 dan peta-peta tematik, diperoleh lokasi situ atau danau di Kota Depok sebanyak 30 buah dengan luas total situ adalah 133,71 Ha. Hasil perhitungan dengan menggunakan SIG diperoleh luas sempadan situ tersebut adalah seluas 189.18 Ha. Lokasi danaulsitu dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15. Foto Udara Letak Situ-situ di Kota Depok Berdasarkan Keppres No.32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, garis sempadan waduk, situ dan danau ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dengan lebar proporsional dengan bentuk dan kondisi fisiknya. Namun yang terjadi pada situ-situ di Kota Depok cukup mengkhawatirkan, dimana terjadi degradasi keberadaan situ-situ tersebut dengan berbagai permasalahan yang timbul, sehingga tidak dapat berfimgsi sebagaimana mestinya. Beberapa hal yang dapat diidentifikasi di lapangan terhadap kerusakan situ-situ tersebut, antara lain: terjadi pendangkalan situ; menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah, dikelilingi bangunan yang terlalu dekat dengan situ; ditumbuhi oleh tanaman air seperti eceng gondok;dan lain-lain, seperti terlihat pada gambar 16.
Gambar 16. Foto-foto Kondisi Situ Jatijajar dan Rawa Kalong di Kota Depok Lapangan olahraga di tempat terbuka merupakan salah satu ekosistem yang khas dan mempakan pengembangan potensi alam yang asli menjadi bentukbentuk yang lebih tertata. Lapangan golf khususnya memberikan pengaruh yang baik terhadap lingkungan selain fungsi utamanya sebagai sarana berolah raga masyarakat kota. Lapangan golf memiliki luasan yang cukup signifikan dan kompak, sehingga dimasukkan sebagai salah satu komponen infrastruktur hijau. Hasil identifikasi dari foto udara menunjukkan bahwa terdapat empat buah lapangan golf di Kota Depok dengan luas totalnya adalah 814,14 Ha. Letak keempat lapangan golf tersebut seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 17. Foto Udara dan Foto Lapangan Golf Emeralda di Kota Depok
43
Berdasarkan analisis foto udara dan orientasi di lapangan dapat diidentifikasi tempat penelitian pertanian dan perikanan darat dengan luas sekitar 10,88 Ha. Lokasi tersebut menjadi cukup strategis karena terletak di tengahtengah pemukiman padat di Kecamatan Pancoran Mas. Selain itu lokasi tersebut diiiliki oleh pemerintah, sehingga diiarapkan tidak dialihfhgsikan dan telah dibatasi dengan pagar tembok untuk mengantisipasi okupasi oleh masyarakat sekitar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 18. Foto Udara dan Foto Lokasi Penelitian Pertanian Kota Depok memiliki kawasan khusus yang merupakan tempat-tempat yang diperuntukkan untuk kepentingan khusus, seperti Studio Alam TVRI dan Tempat Pemancar RRI. Sebenarnya terdapat juga kawasan khusus lainnya untuk kepentingan pertahanan Komplek Brimob Kelapa Dua dan Asrarna Angkatan Darat Cilodong, namun karena kedua lokasi tersebut didominasi oleh bangunan maka tidak dimasukkan sebagai komponen infrastruktur hijau.
I
I
Gambar 19. Foto Udara dan Foto Kawasan Khusus RRI di Kec. Cimanggis
44
Kawasan khusus tempat pemancar RRI terletak di Kecamatan Cimanggis dengan luas sekitar 180,76 Ha dan secara umurn tutupan lahannya merupakan semak, tegalan, dan sitddanau. Letak dan gambaran kondisinya dapat dilihat pada gambar 19. Sedangkan
kawasan khusus
lainnya, yaitu Studio Alam TVRI di
Kecamatan Sukmajaya memiliki luas sekitar 36,45 Ha. Penutupan lahannya sebagian besar berupa pepohonan, terdapat beberapa bangunan untuk kepentingan pembuatan film dan fasilitas lainnya. I
I
Gambar 20. Foto Udara dan Foto Studio Alam TVRI Hasil identifikasi melalui foto udara, peta tematik, data statistik dan survey lapangan diperoleh obyek-obyek yang termasuk Links adalah: sungai d m sempadannya, sempadan re1 kereta ap, sempadan SUTET, sempadan saluran gas Pertamina, dan sempadan jalan. Kota Depok dilalui oleh dua sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Kedua sungai tersebut mengalir dari arah selatan ke utara dengan beberapa anak sungai. Pada beberapa tempat kondisi sempadan sungai sangat mengkhawatirkan karena dipenuhi oleh bangunan dan banyak sampah. Hal ini telah terbukti dapat mengakibatkan banjir di Kota Depok karena air tidak dapat mengalir dengan semestinya, terutarna di bagian utara dengan ketinggian mencapai 1,5 meter. Berdasarkan Perda no. 18 tahun 2003 telah ditetapkan bahwa garis sempadan sungai di Depok sepanjang 15 meter dari tepi sungai.
Hasil
perhitungan SIG, diperkirakan luas sepadan sungai yang terdapat Kota Depok
adalah seluas 1.114 Ha. Berikut ini adalah gambaran sungai-sungai yang ada di Depok dan kondisi sempadannya.
Gambar 21. Foto Udara dan Foto Kondisi Sungai dan Sempadannya Jalur kereta api yang melintasi kota Depok memanjang dari selatan ke utara, atau dari Kota Bogor ke Jakarta. Garis sempadan re1 kereta api dibuat untuk mengurangi tingkat gangguan kereta api terhadap pemukiman di sepanjang jalur tersebut baik berupa getaran, suara bising, dan juga keamanan bagi masyarakat sekitar. Dengan demikian diharapkan lalulintas kereta api dapat berjalan lancar dan masyarakat terhindar dari kecelakaan. Garis sempadan re1 juga disiapkan untuk rencana pengembangan jalur kereta api. Dari hasil telaahan SIG menggunakan foto udara, apabila dilakukan buffer di kanan kiri rel, maka akan diperoleh luas sempadan re1 kereta api seluas 30,04 Ha. Saat ini belum ada upaya dari pemerintah atau pengelola kereta api
untuk membuat batas sempadan dengan menggunakan vegetasi, padahal batas
46
sempadan re1 kereta api tersebut dapat mengoptimalkan fungsi sempadan re1 kereta api dan membawa pengaruh lingkungan yang sangat baik bagi warga di sepanjang re1 kereta api.
I
I
I
I
Gambar 22. Foto Udara dan Foto Re1 Kereta Api dan Sempadannya Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) merupakan transmisi listrik yang dapat mempengaruhi keamanan dan kesehatan manusia.
Kabel
transmisi yang bertegangan sangat tinggi tersebut disinyalir menghantarkan gelombang elektromagnetik yang dapat berdampak b
h bagi kesehatan, apalagi
bila terkena secara terus menerus. Selain itu juga membahayakan tersengat listrik bila terjadi kecelakaan, sehingga dibuat garis sempadan sutet sepanjang kabel tersebut dan tidak boleh didirikan bangunan dibawahnya. Sempadan tersebut dapat dimanfaatkan juga sebagai jalur hijau, dengan cara menanaminya dengan vegetasi yang sesuai (tidak terlalu tinggi). Vegetasi tersebut selain sebagai pagarhatas pengaman bagi masyarakat sekitar juga dapat memberikan fungsi ekologis.
Berdasarkan perhitungan SIG diperoleh luas
sempadan sutet tersebut adalah 178,92 Ha. Gambar sebaran sutet dan foto di lapangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 23. Sebaran Sutet dan Foto di Lapangan Kota Depok dilalui oleh saluran gas Pertamina yang rnembentang dari Timur ke Barat. Saluran gas tersebut rnemiliki sempadan karena tidak boleh mendirikan bangunan diatasnya dalam radius 10 meter. Sernpadan tersebut dapat dimanfaatkan juga sebagai jalur hijau, sekaligus juga batas pengaman terhadap pipa gas yang ditanam agar tidak tertekan dan bocor. Melalui analisis SIG diperoleh luas sernpadan saluran gas tersebut adalah 31,09 Ha. Sebaran dan foto kondisi saluran gas tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 24. Sebaran Saluran Gas dan Foto di Lapangan
Peta Jaringan Jalan di Kota Depok
a-
i
J. ,-..I
Gambar 25. Peta Jaringan Jalan Kota Depok Jaringan jalan merupakan fasilitas publik yang merupakan urat nadi pendukung kehidupan masyarakat. Sempadan jalan merupakan daerah di kanankiri jalan, yang dapat dimanfaatkan untuk jalur hijau dan sarana untuk pejalan ~ tinggi, kaki. Potensi sempadan jalan untuk dijadikan infrasmtktur h i j a ~cukup karena banyaknya jaringan jalan di Kota Depok, seperti terlihat pada gambar 25. Berdasarkan perhitungan dengan software SIG diperoleh luas sempadan jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau dengan luas total 106,09 hektar dengan sebaran seperti pada gambar 25. Kawasan konservasi air diperoleh berdasarkan hasil penelitian Radnawati (2005), hasil penelitian tersebut menentukan wilayah-wilayah sebagai daerah konservasi air dengan kriteria rendah sampai sangat tinggi, yang umumnya berupa sawah dan sebagian kecil berupa kawasan pertanian. Daerah tersebut hams dilindungi sebagai daerah yang tidak boleh dibangun untuk menjaga tata air dan mencegah bahaya banjir serta kekurangan air bersih.
Gambar 26. Kawasan Konservasi Air Kota Depok Wilayah yang termasuk kriteria sangat tinggi secara umurn berupa sawah atau daerah rawa-rawa, yang selanjutnya dengan menggunakan foto udara dilakukan deliniasi terhadap tutupan lahan yang masih memungkinkan dipertahankan sebagai daerah konservasi
air, yang
dikembangkan sebagai elemen infrastruktur hijau.
selanjutnya dapat
Daerah yang terpilih
merupakan daerah yang kompak dan mempunyai luasan yang cukup signifikan untuk ditetapkan sebagai infrastruktur hijau yaitu 549 Ha.
Wilayah-wilayah
tersebut adalah seperti di dalam gambar 26. Penyusunan rencana infrastruktur hijau menggunakan data-data dan informasi hasil analisis di atas. Lanskap wilayah kota Depok yang memiliki kekhasan tersendiri, baik yang berupa area ataupun jalur memanjang disatukan dalam suatu sistem sebagai daerah yang alami sebagai penyeimbang lingkungan kota. Proses penentuan elemen-elemen infrastruktur hijau dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada standar dan kriteria yang dijelaskan pada metodologi. Elemen-elemen yang berpotensi untuk dijadikan i&astruktur hijau
50
telah diidentifkasi melalui foto udara, data statistik dan peta-peta tematik serta informasi lainnya. Selanjutnya dilakukan identifikasi elemen-elemen infrastruktur
hijau
berupa Hubs, atau lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai elemen infrastruktur hijau (lihat gambar 27). Elemen-elemen yang teridentifikasi berpotensi menjadi infrastruktur hijau berdasarkan kriteria, yaitu:
-
Areal konservasi adalah: Taman Hutan Raya Kawasan yang dapat ditingkatkan menjadi elemen infrastruktur hijau, yaitu: lapangan golf (4 buah), kawasan dengan fungsi khusus (RRI di kecamatan Cimanggis dan TVRI di kecamatan Sukmajaya), taman kota
(Buperta
Cibubur dan Universitas Indonesia), lokasi penelitian pertanian dan perikanan di Kecamatan Pancoran Mas, dan beberapa situ.
-
Kawasan baru yang berpotensi untuk dijadikan elemen infrastruktur hijau, yaitu: kawasan konservasi air dan kawasan yang merupakan fungsi khusus TVRI di Kelurahan Tirtajaya Kecamatan Sukmajaya yang saat ini dalam kondisi terlantar menjadi tanah kosong. Identifikasi juga dilakukan pada obyek-obyek memanjang yang alami
(Links). Links meiupakan lanskap alami yang menghubungkan elemen-elemen infrastruktur hijau dalam suatu network. Secara prinsip semakin banyak network yang terbentuk sestem infrastruktur hijau akan semakin baik. namun harus dipikirkan juga kelangsungan keberadaan links tersebut untuk masa yang akan datang. Untuk itu links harus dapat dijaga dan dikonservasi, karena ketahanan sistem infiastruktur hijau tergantung keberadaan links tersebut. Hasil identifikasi tersebut dapat dilihat pada gambar 28. Karena pertimbangan tersebut, maka links yang dipilih adalah daerahdaerah yang memang sudah ditetapkan sebagai daerah terbuka hijau dalam bentuk wilayah yang memanjang dan didukung oleh peraturan. Hasil identifikasi links yang terdapat di kota Depok adalah: wilayah sepanjang saluran pipa gas Pertamina, sempadan sungai, wilayah memanjang di bawah saluran SUTET, sempadan re1 kereta api, sempadan jalan (jalan tol, jalan primer, jalan sekunder, dan jalan kolektor primer).
Gambar 27. Elemen-elemen Infrastruktur Hijau (Hubs)
Gambar 28. Network Infkastruktur Hijau (Links) Kota Depok Kondisi Links tersebut saat ini masih hams ditingkatkan agar dapat belfungsi sebagai network dan selanjutnya menjadi infrastruktur hijau yang berfungsi secara optimal. Wilayah-wilayah tersebut hams ditata dan dikelola.
52
Pusat kegiatan kota dan subpusat kegiatan kota yang terlihat pada peta Hubs dan links memberikan gambaran letak pusat pelayanan, terutama dari aspek ekonomi dan sosial. Sebagaimana konsep pengembangan kota, maka letak fasilitas lingkungan dalam ha1 ini infrastruktur hijau hams dapat melayani kota baik dari segi luasan yang memadai, jarak maupun akses oleh masyarakat kota. Rencana network infrastruktur hijau diperoleh dengan menggabungkan hubs dan links yang ad4 seperti pada gambar 29.
Gambar 29. Networking antara Hubs dan Links Berdasarkan kriteria dan standar pelayanan lingkungan
yang dapat
diberikan oleh ruang terbuka hijau menurut English Nature Greenspace, maka perlu dianatisis apakah infrastruktur hijau yang akan dibuat sedah dapat melayani kota atau masih terdapat jarak antara ruang pelayanan (gap) yang dapat diberikan oleh elemen-elemen infrastruktur hijau tersebut. Hasil analisis untuk elemen dengan luas minimal 2 Ha (jarak buffer 300 meter), 20 Ha (jarak buffer 2 km), 100 Ha (jarak buffer 5 krn) dan kombinasi ketiganya disajikan pada gambar 29-32. sedangkan untuk elemen yang lebih besar dari 500 Ha, tidak terdapat di kota Depok.
Gambar 30. Infrastruktur Hijau Lebih Besar 2 Ha dengan Buffer 300 meter
Gambar 3 1. Infrastruktur Hijau Lebih Besax dari 20 Ha dengan Buffer 2 km
Gambar 32. Infrastruktur Hijau Lebih Besar dari 100 Ha dengan Buffer 5 km
Gambar 33. Infrastruktur Hijau Lebih Besar dari 2 Ha dengan Buffer. 300 meter, 2kmdan5km
55
Berdasarkan hasil analisis diatas, untuk elemen infrastruktur > 2 Ha terlihat banyak terdapat gap atau wilayah yang tidak terlayani, sedangkan untuk elemen yang lebih besar dari 20 Ha terlihat gap sudah semakin berkurang,dan
untuk elemen yang lebih besar dari 100 Ha nampak gap yang ada semakin kecil. Untuk memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan infras-
hijau, elemen-
elemen yang berbeda ukuran dan karakter tersebut harus dirancang secara tandem. Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa elemen-elemen infrastruktur hijau telah memenuhi kriteria dan standar dari English Nature Greenspace, namun perlu usaha-usaha yang nyata di lapangan untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan infrastruktur hijau tersebut. Hasil identifikasi elemen-elemen infrastruktur hijau menunjukkan masib terdapat wilayah-wilayah yang mendapatkan pelayanan lingkungan yang sedikit, tergambar dengan adanya gap dan hanya terliputi oleh pelayanan elemen infraskuktur hijau yang besar saja. Selanjutnya dibuat rencana infrastruktur hijau berdasarkan hubs dan links yang ada dengan mencari keterkaitan antara elemenelemen infrastfuktur hijau dalam suatu network yang terpadu. Analisis untuk mencari keterkaitan antara hubs yang dihubungkan oleh links menunjukkan bahwa terdapat elemen-elemen infrastruktur hijau yang terisolasi atau tejadi fragrnentasi kawasan terbuka. Demikian juga pada links yang ada, tidak semuanya dapat dijadikan network karena kondisi fisiknya atau letaknya yang tidak menghubungkan hubs yang satu dengan lainnya.
Selanjutnya
ditentukan network infrastruktur hijau yang paling efektif dan diharapkan dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan, seperti pada peta lampiran 4. Jumiah
links dapat saja bertambah dan berkembang selain kualitasnya juga hams ditingkatkan, karena pada prinsipnya semakin banyak network yang terbentuk akan semakin baik ketahanan sistem dan layanan yang diberikan. Hasil analisis luasan infiastruktur hijau yang teridentifikasi disajikan pada tabel 7.
Tabel 7. Komponen-komponen Infrastruktur Hijau Kota Depok Jenis
Luas (Ha)
Persen dari Luas Total (%)
I
Elemen-elemen yang sudah dikelola Taman Hutan Raya Taman Kota - UI - Buperta Cibubur Lapangan golf Lokasi Penelitian Pertanian Fungsi Khusus - RRI - TVRI Studio Alam Jumlah 11 Eleme-elemen yang sebaihya ditambah Fungsi khusus TVRI Tirtajaya Kawasan Konsewasi Air Situ dan sempadannya - Situ - Sempadan situ Jumlah III Network Sungai dan sempadannya Re1 Kereta Api dan sempadannya Sutet dan sempadannya Saluran Gas dan sempadannya Jalan dan sempadanuya Jumlah Total
7.20
0.04
162.42 19.76 814.14 10.88
0.81 0.10 4.06 0.05
180.76 36.45 1,231.61
0.90 0.18 6.15
45.97 549.00
0.23 2.74
917.86
3.92
1,114.00 30.04 178.92 3 1.09 106.09 1,460.14 3,609.61
5.56 0.15 0.89 0.16 0.53 7.29 17.35
Total Luas infrastruktur hijau yang dibuat adalah 3.609.61 hektar atau sekitar 17.35% dari luas wilayah kota Depok. Jika berdasarkan UU Penataan Ruang diiatakan bahwa luas RTH suatu wilayah kota hams memenuhi 30%, maka hal ini akan dapat dipenuhi dengan menambahkan taman-taman di lingkup kecamatan, kelurahan atau lingkungan. Selain itu kawasan tegalan dan kebun masyarakat yang relatif menyebar mengikuti penyebaran pemukiman juga mempakan komponen RTH yang cukup banyak di kota Depok.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenamya Kota Depk memiliki potensi lanskap wilayah yang dapat dikembangkan sebagai infiastruktur hijau.
57
Pemanfaatan area-area alami yang ada berupa hutan, taman, danau, lapangan olahraga, kebun, sawah dan lainnya sebagai kantong-kantong kehidupan yang memiliki ekosistem yang khas dan alami atau dalam konsep green infrastructure dikenal sebagai Hubs. Selain itu perlu dilakukan usaha untuk menjaga dan mengoptimalkan fungsi koridor-koridor hijau berupa: sungai dan sempadannya, jalan, saluran gas, dan SUTET sebagai penghubung rantai kehidupan makhiuk hidup dari satu kantong ke kantong lainnya. Kombinasi tempat-tempat alami tersebut menjalin suatu network yang memperkokoh keberlangsungan sistem kehidupan dan sebagai penyeimbang lingkungan kota. Strategi Penerapan Infrastruktur Nijau Sebagaimana struktur AHP yang telah dijelaskan pada metodologi, maka dibuatlah analisis secara berpasangan terhadap faktor-faktor yang telah ditetapkan dan berpengaruh terhadap tujuan yang ingin dicapai yaitu diterapkannya konsep infrastruktur hijau tersebut di lapangan. Responden yang dipilih berjumlah 10 orang dan memiliki latar belakang profesi dan pendidikan yang berbeda-beda. Responden terdiri atas: pejabat pemerintah (2 orang), pengelola kawasan hijau (2 orang), pengembang (2 orang), tokoh masyarakat (2 orang), dan pakar lingkungan dan politik (2 orang). Hasil analisis yang dilakukan menggunakan software Expert Choice menghasilkan diagram pohon sebagai berikut : Goal : Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau Penyediaan Anggaran (G: 0.110 Penegakkan Peraturan (G: 0.293) Peningkatan Kesadaran Masyarakat (G: 0.597) Gambar 34. Sturktur Analisis Hierarki Proses Pada tingkat tujuan, kriteria peningkatan kesadaran masyarakat memiliki bobot yang tertinggi yaitu sebesar 0.597 atau 59.7%. ini berarti kriteria tersebut lebih diimginkan 2 kali lebih besar dibandingkan kriteria penegakkan peraturan (29.3%) dan hampir enam kali lebih besar dibandingkan kriteria penyediaan anggaran (1 1%) seperti yang dijelaskan pada tabel 8.
58
Tabel 8 Prioritas Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau Menurut Kriteria Kriteria Penyediaan Anggaran Penegakkan Peraturan Peningkatan Kesadaran Masyarakat Nilai Inconsistency = 0.01
Prioritas 0.110 0.293 0.597
Nilai Inconsistency menunjukkan bahwa jawaban yang diberikan oleh responden cukup konsisten karena nilainya kurang dari 0.1. Pada tahap selanjutnya, dari hasil sintesis terhadap prioritas alternatif diperoleh nilai-nilai seperti yang disajikan pada tabel 9 berikut ini. Tabel 9 Hasil Sintesis Prioritas Alternatif Program yang Dipilih Alternatif Melaksanakan Revegetasi Melakukan ~ e n e r t i b k Menetapkan sebagai Kawasan Lindung Nilai Inconsistency = 0.01
Prioritas 0.135 0.251 0.613
Hasil sintesis menunjukkan bahwa alternatif "menetapkan
sebagai
kawasan lindung" adalah yang paling dikehendaki oleh masyarakat (stakeholder) dengan bobot sebesar 61.3%. alternatif ini dua kali lebih diinginkan dibanding alternatif melakukan penertiban (25.1%) dan hampir lima kali lebih diinginkan dibandingkan dengan alternatif melaksanakan revegetasi (13.5%). Secara keseluruhan proses pembandiigan alternatif kegiatan yang diinginkan menurut kriteria yang digunakan disajikan pada tabel 9. pada ketiga kriteria yang digunakan, alternatif "menetapkan sebagai kawasan lindung" adalah yang paling diinginkan, dengan nilai bobot masing-masing 72.9% untuk kriteria penyediaan anggaran, 60.4% untuk kriteria penegakkan peraturan, dan sebesar 59.7% untuk kriteria peningkatan kesadaran masyarakat. Berdasarkan hasil proses analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kota Depok, dalam ha1 ini diwakili oleh 10 orang responden yang merupakan stakeholder, untuk dapat menerapkan infiastruktur hijau perlu dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat dengan prioritas alternatif program menetapkan infrastruktur hijau tersebut sebagai kawasan luldung. Alternatif program melakukan penertiban dan melaksanakan revegetasi dianggap tidak lebih penting daripada menetapkan sebagai kawasan lindung.
59
Tabel 10. Prioritas Alternatif Menurut Kriteria Kriteria
Penyediaan AWgaran
Penegakkan Peraturan
Peningkatan Kesadaran (Inconsistenc)~ 0.01) (Inconsistency=0.00) Masyardat (Inconsistency=O.OO)
Melaksanakan Revegetasi
0.107
0.108
0.153
Melakukan Penertiban
0.164
0.288
0.250
0.729
0.604
0.597
Menetapkan Sebagai Kawasan
Untuk mewujudkan tata lingkungan yang baik dan sesuai kondisi serta potensi fisik Kota Depok, perlu usaha yang keras dan berkesinambungan. Selain prioritas program yang harus dilakukan, pemerintah daerah juga harus mempunyai rencana induk dalam pengelolaan lingkungan. Rencana inkastnlktur hijau dapat dijadikan dasar secara makro untuk menata pemanfaatan ruang di wilayah kota, sehingga dapat ditentukan diiana hams dilakukan pembangunan dan lokasilokasi yang tidak boleh dibangun. Penetapan infrastruktur hijau juga merupakan strategi dari pengelola kota untuk mencegah derasnya konservasi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun yang selalu menjadi permasalahan klasik dalam pengembangan kota. Proses pembangunan
yang cepat dan derasnya arus urbanisasi mengakibatkan
peningkatan luas kawasan terbangun. Pengendalian konservasi lahan terbuka sangat diperlukan, agar tidak melebihi daya dukung wilayah yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekosistem kota. Hasil interpretasi foto udara tahun 2006 diperoleh bahwa luas kawasan terbuka adalah sebesar 8,925 Ha. Hal ini berarti bahwa Kota Depok masih memiliki potensi ruang terbuka yang dapat dikembangkan. Meskipun kondisinya relatif menyebar secara sporadis atau terpencar dalam luasan yang kecil dan cenderung terfragmentasi. Daya dukung wilayah Kota Depok untuk jumlah penduduk diperkirakan sebesar 1,586,499 jiwa yang diprediisi akan hampir tercapai sekitar tahun 2020. jumlah ini merupakan kapasitas maksimal Kota Depok untuk menampung
60
penduduk, dan apabila melebihi maka akan terjadi ketidakseimbangan dan menimbulkan pennasalahan yang kompleks. Jika menurut standar bahwa harus terdapat minimal 2 Ha mang terbuka hijau yang berkualitas sebagai infrastruktur hijau per 1000 penduduk, maka Kota Depok membutuhkan 3,173 hektar infrastntktuf hijau agar tetap sustain. Pada saat ini ruang terbuka hijau yang telah dikelola dan dijaga adalah seluas 1,231.61 Ha atau sebesar 6.15%. oleh karena itu diperlukan area tambahan untuk diembangkan sebagai infrastruktur hijau. Hasil identifikasi diperoleh wilayah seluas 917.86 Ha atau sebesar 3.92%, yang berpotensi sebagai elemen infrastruktur hijau. Daerah ini sebagian besar adalah kawasan konservasi air yang mempakan salah satu fungsi Kota Depok menurut Peraturan Presiden No.54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabek-punjur. Selain itu kawasan dengan fungsi khusus (TVRI) yang saat ini kondisinya terlantar dipili karena letaknya di Kecamatan Sukrnajaya yang mempakan kecamatan paling padat dengan kepadatan 10.810 jiwaIkrn2, sehingga membutuhkan infrastruktur hijau yang cukup. Bila ditambah dengan network dan sempadan danau, luas total rencana infrastruktur hijau menjadi seluas 3,609.61 Ha. Infrastrukt~~ hijau tersebut juga dapat dipandang sebagai mang terbuka hijau yang harus ada pada wilayah kota. Sesuai peraturan besarnya minimal 30%, sehingga di Kota Depok harus ada minimal seluas 6,008 Ha, maka angka tersebut dapat dipenuhi dengan menambahkan mang terbuka hijau lainnya, seperti: taman kecamatan, taman kelurahan, tarnan lingkungan, pekarangan, tempat pemakaman umum, sempadan jalan lokal atau ruang terbuka lainnya yang berukuran lebih kecil. Pemerintah masih menganggap bahwa infrastruktur fisik lebih penting dibandiigkan dengan infrasmtktur hijau. Hal ini terliat dari perbandingan pembiayaan pemerintah terhadap kedua jenis infrastruktur tersebut yang tidak seimbang, yaitu sekitar 76% untuk inf?astruktur fisik dan 24% untuk infrastruktur hijau. Pemerintah masih beranggapan bahwa infrastrukhu hijau tidak perlu dijaga dan dikelola, sehingga pemerintah kurang mengalokasikan anggaran untuk pengelolaannya dan cendemg membiarkannya terlantar.
61
Pengelolaan infrastruktur hijau selama ini lebih banyak dilakukan oleh pihak swasta atau masyarakat. Seharusnya pemerintah dapat memberikan insentif kepada pihak-pihak yang turut menjaga liigkungan guna mencegah tejadinya konversi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun, seperti: pengelola sarana olahraga dan wisata di kawasan terbuka, serta petani.
Pemerintah daerah
merupakan pihak yang paling bertanggungiawab terhadap kondisi lingkungan kota dan harus dapat mengelolanya terutama pengelolaan kawasan yang bersifat publik. Hasil analisis LQ dan skalogram menunjukkan bahwa kecenderungan perkembangan kota untuk kebutuhan pelayanan lingkungan terpusat di kecamatan Cimanggis atau ke arah timur dari pusat kota Depok. Hal tersebut juga didukung oleh hasil identifkasi elemen-elemen inhastruktur hijau yang lebih banyak terdapat di bagian T
i Kota. Sedangkan untuk pelayanan bidang ekonomi dan
sosial @usat pemukiman) cenderung ke arah Barat dari Pusat kota yaitu Kecamatan Sawangan dan Limo. Pengaturan kelembagaan yang menangani ruang terbuka juga diperlukan, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar instansi, karena saat ini instansi yang terkait dengan pengumsan ruang terbuka cukup banyak, namun belurn terjadi koordinasi dan kejasama yang efektif dan efisien. Komponen-komponen infrastruktur hijau memiliki karakteristik yang spesifik, maka diharapkan dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada masing-masing komponen. Hal ini diaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi dan kualitas komponen infrastruktur hijau dalam melayani masyarakat. Kota Depok sebagai bagian dari perencanaan wilayah Jabodetabek-Punjur harus dapat berperan secara optimal. Peranan sebagai daerah konservasi tanah dan air yang telah ditetapkan harus dapat diwujudkan dan diterapkan dalam
perencanaan-perencanaan kota yang dibuat. Penataan lingkungan Kota Depok juga terintegrasi dengan wilayah-wilayah di sekitar kota Depok. Kota Depok akan t e n s tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu diperlukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan masalah di masa yang akan datang.
62
Kecenderungan
pertambahan jurnlah
penduduk
akan
mendorong
terkonversinya lahan-lahan terbuka menjadi kawasan terbangun. Diharapkan dengan terbenhhya network infrastrukcur hijau tersebut, di masa yang akan datang masih terdapat mang terbuka hijau yang berkualitas dan berfungsi secara optimal sebagai infiastruktur hijau yang melayani kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis kecenderungan kawasan terbangun, pada tahun 2050 Kota Depok hampir seluruhnya menjadi mang terbangun. Hal ini menuntut perlunya diwujudkan network inf?astruktur hijau tersebut sebagai usaha untuk melakukan konservasi lahan terbuka, seperti digambarkan pada peta dalam lampiran 5. Rencana infrastruktur hijau tersebut diharapkan menjadi bagian dari perencanaan tata mang kota, dan saliig melengkapi dengan perencanaan infrastruktur fisik.
Kedua infrastruktur tersebut diharapkan mampu berperan
untuk mendukung kehidupan masyarakat kota untuk mencapai kemajuan ekonomi yang baik dan secara sosial dapat diterima oleh semua pihak serta lingkungan kota yang semakin baik (Smart Growth). Hal ini untuk mewujudkan sebuah kota yang nyaman dan berkelanjutan.