HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Pengamatan Lokasi pengamatan dilaksanakan di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cipanas dan Kecamatan Cisarua. Berikut ini adalah profil kedua kecamatan: a. Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Secara administratif Kecamatan Cisarua terbagi menjadi 10 desa yaitu Desa Cilember, Desa Leuwimalang, Desa Jogjogan, Desa Cisarua, Desa Batulayang, Desa Tugu Utara, Desa Kopo, Desa Citeko, Desa Cibeureum dan Desa Tugu Selatan. Pada penelitian ini hanya lima desa yang dijadikan sebagai petak contoh pengamatan, yaitu Desa Batulayang, Desa Leuwimalang, Desa Tugu Selatan, Desa Tugu Utara dan Desa Citeko. Secara geografis Kecamatan Cisarua berbatasan dengan Kecamatan Megamendung di bagian barat dan utara, sedangkan di bagian timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cisarua terletak pada ketinggian antara 700 – 1 200 mdpl, menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson menyebutkan iklim di Cisarua termasuk tipe A (Sangat Basah) dengan suhu udara berkisar antara 20 – 30 0C serta curah hujan tahunan berkisar 2 500 – 5 000 mm/tahun (BP4K Bogor 2010). Sedangkan curah hujan saat penelitian berkisar 0 – 28.5 mm/hari, temperatur rata-rata 21.7 0C dan kelembaban rata-rata 86% (BMKG Citeko 2011, 2012). Pertanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua didominasi pertanaman bawang daun dan wortel. b. Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Secara administratif Kecamatan Cipanas terbagi menjadi 7 desa yaitu Desa Cipanas, Desa Sindangjaya, Desa Sindanglaya, Desa Cimacan, Desa Palasari, Desa Ciloto dan Desa Batulawang. Pada penelitian ini hanya 5 desa yang dijadikan sebagai petak contoh pengamatan, yaitu Desa Cipanas, Desa Sindangjaya, Desa Cimacan, Desa Ciloto dan Desa Batulawang. Apabila dilihat secara geografis Kecamatan Cipanas berbatasan dengan Kabupaten Bogor di bagian barat dan utara, di bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi dan bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Pacet. Kecamatan Cipanas terletak pada ketinggian antara 800 – 1 400 mdpl, berdasarkan data yang diperoleh dari master plan kawasan agropolitan menunjukkan bahwa topografi Kecamatan Cipanas terdiri dari daratan seluas
24 826.24 ha atau 14.53% dan perbukitan seluas 4 860.20 ha atau 85.47% (BPP Cipanas 2011). Kondisi iklim dan suhu rata-rata Kecamatan Cipanas sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Menurut laporan programa BPP Cipanas rata-rata curah hujan per tahun di Kecamatan Cipanas mencapai 2 967.84 mm, dengan suhu 12 – 30 ˚C dan kelembaban 71%. Tipe curah hujan menurut Schamidt dan Fergusen bahwa curah hujan di Kecamatan Cipanas termasuk Type B. Sedangkan curah hujan saat penelitian berkisar 0 – 49.5 mm/hari, temperatur rata-rata 22.22 0C dan kelembaban rata-rata 84.2% (BMKG Citeko 2011, 2012). Kondisi pertanaman hortikultura di Kecamatan Cipanas cukup beragam khususnya tanaman hias. Untuk tanaman sayuran yang dominan dibudidayakan adalah bawang daun, wortel dan sawi, sedangkan tanaman buah hanya menjadi tanaman pekarangan. Identifikasi Kutukebul A. dugesii Imago A. dugesii memiliki pola mosaik atau totol hitam pada sayapnya (Gambar 8A). Imago jantan dan imago betina A. dugesii memiliki ukuran tubuh yang sama.
Imago A. dugesii memiliki organ tubuh yang dapat membedakan
keduanya. Organ tersebut ada pada imago jantan berupa sebuah capit yang memanjang pada bagian ujung abdomen, sedangkan imago betina tidak memiliki organ tersebut (Gambar 8B). Capit tersebut merupakan alat kelamin jantan yang mungkin muncul dari embelan ruas-ruas abdomen kemungkinan delapan, sembilan dan sepuluh.
Gambar 8
1 mm
1 mm
A
B
Pola mosaik pada sayap (A) dan imago jantan A. dugesii dengan ujung abdomen yang berbentuk capit (B)
25 Kutukebul A. dugesii memiliki ciri morfologi berupa pupa (nimfa instar 4) berwarna transparan dan banyak ditemukan di bawah permukaan daun dalam kelompok. Bentuk luar agak lonjong dan pada bagian abdomen terdapat enam pasang pori dengan dua pasang pori yang tereduksi (Gambar 9). Lingkaran dorsal dengan pola pori berseptat terdapat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut berukuran tebal dan agak besar. Barisan pori pada wilayah submarginal tidak terinterupsi oleh vasiform orifice. Dua pasang pori posterior tereduksi dan berbentuk seperti lonceng (bell-shaped). Lingula memanjang dan kadang-kadang sampai tumpang tindih dengan bagian posterior margin (Dooley & Evans 2006).
1.16 mm 1
1
2
2 3
3 4 5
5 6
Gambar 9
4
6
Fase pupa A. dugesii dengan enam pasang pori pada bagian abdomen (angka 1 – 6) serta dua pasang pori yang berukuran lebih kecil pada bagian posterior (angka 5&6) Kisaran Inang A. dugesii
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kutukebul A. dugesii ditemukan menyerang 20 spesies dari 13 famili tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua. Famili tanaman hortikultura yang paling banyak diserang adalah Fabaceae. Sedangkan di Kecamatan Cipanas A. dugesii ditemukan
26 menyerang 27 spesies dari 20 famili tanaman hortikultura.
Famili tanaman
hortikultura yang paling banyak terserang adalah Solanaceae.
Gambar 10 Jumlah tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Cipanas Tabel 3 No
Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua Famili
Spesies
Nama Lokal
Frekuensi Temuan 1
1
Fabaceae
Vigna sinensis
Kacang panjang
2
Fabaceae
Psophocarpus tetragonolobus
Kecipir
1
3
Fabaceae
Acacia auriculiformis
Pohon akor
1
4
Fabaceae
Phaseolus lunatus
Kacang Roway
1
5
Fabaceae
Erythrina fusca
Dadap cangkring
1
6
Myrtaceae
Eugenia uniflora
Dewandaru
6
7
Myrtaceae
Psidium guajava
Jambu Biji
1
8
Apocynaceae
Plumeria alba
Kamboja
1
9
Apocynaceae
Allamanda cathartica
Bunga alamanda
2
10
Solanaceae
Capsicum frutescens
Cabe Rawit
1
11
Solanaceae
Solanum nigrum
Leunca
1
12
Asteraceae
Dahlia pinata
Dahlia ungu
1
13
Agavaceae
Cordyline fruticosa
Hanjuang
1
14
Annonaceae
Cananga odorta
Kenanga
1
15
Cucurbitaceae
Secium edule
Labu siam
10
16
Euphorbiaceae
Euphorbia pulcherima
Kastuba
1
17
Lauraceae
Persea americana
Alpukat
12
18
Rutaceae
Citrus aurantifolia
Jeruk nipis
1
19
Malvaceae
Hibiscus rosa-sinensis
Kembang sepatu
6
20
Musaceae
Musa paradisiaca
Pisang
6
Gambar 10 menunjukkan bahwa jumlah temuan inang A. dugesii di Kecamatan Cipanas lebih banyak daripada Kecamatan Cisarua, hal tersebut terjadi karena Kecamatan Cipanas memiliki keragaman tanaman hortikultura
27 yang lebih tinggi dibanding Kecamatan Cisarua. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari instansi pertanian, disebutkan bahwa Kecamatan Cipanas merupakan sentra tanaman hias (Desa Cimacan, Ciloto). Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kisaran inang dari kutukebul A. dugesii yaitu tingginya keragaman tanaman yang menjadi inang A. dugesii, kealamian daerah dan kondisi lingkungan yang sesuai bagi perkembangan kutukebul (Murgianto 2010). Spesies dan famili tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Cipanas dapat dilihat pada tabel 3 dan 4. Tanaman hortikultura yang menjadi inang A. dugesii di Desa Batulayang berjumlah 6 spesies dari 6 famili, di Desa Leuwimalang terdapat 5 spesies tanaman dari 5 famili, di Desa Tugu Utara terdapat 4 spesies tanaman dari 4 famili, di Desa Tugu Selatan terdapat 7 spesies tanaman dari 7 famili dan di Desa Citeko terdapat 11 spesies tanaman dari 8 famili (Gambar 11). Hasil pengamatan menunjukkan jumlah tanaman hortikultura (spesies dan famili) yang ditemukan terserang A. dugesii di setiap desa di Kecamatan Cisarua umumnya hampir sama, hal tersebut terjadi karena kondisi geografis dan komoditas tanaman hortikultura yang tumbuh di setiap desa tidak terlalu berbeda. Terkecuali di Desa Citeko jumlah jenis tanaman inang A. dugesii ditemukan paling tinggi diantara desa lainnya, hal ini disebabkan karena desa tersebut memiliki jenis tanaman yang lebih beragam (ditemukan 11 spesies tanaman A. dugesii meliputi alpukat, bunga alamanda, kamboja, kecipir, akasia, cabe rawit, leunca, jeruk nipis, kembang sepatu, labu siam dan kastuba).
Gambar 11 Jumlah tanaman inang A. dugesii pada setiap desa di Kecamatan Cisarua Jumlah temuan tanaman hortikultura
yang menjadi inang A. dugesii di
Desa Cimacan adalah 19 spesies tanaman dari 15 famili, di Desa Sindangjaya terdapat 7 spesies tanaman dari 7 famili, di Desa Ciloto adalah 11 spesies tanaman dari 11 famili, di Desa Batulawang 7 spesies tanaman dari 6 famili dan di Desa Cipanas 4 spesies tanaman dari 4 famili (Gambar 12).
28 Tabel 4 No
Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cipanas Famili
Spesies
Nama Lokal
Frekuensi Temuan 1
1
Euphorbiaceae
Codiaeum variegatum
Puring
2
Euphorbiaceae
Acalypha hispida
Ekor kucing
1
3
Oleaceae
Jasminum sambac
Melati putih
2
4
Oleaceae
Nyctanthes arbor-tristis
Sri gading
1
5
Solanaceae
Solanum aculeatissimum
Terong Kori
1
6
Solanaceae
Solanum betaceum
Terong Belanda
1
7
Solanaceae
Solanum nigrum
Leunca
1
8
Myrtaceae
Eugenia uniflora
Dewandaru
4
9
Myrtaceae
Psidium guajava
Jambu Biji
2
10
Fabaceae
Phaseolus lunatus
Kacang Roway
2
11
Fabaceae
Erythrina fusca
Dadap cangkring
2
12
Bignoniaceae
Clytostoma callisgtegioides
Bunga trompet violet
1
13
Begoniaceae
Begonia maculata
Bunga begonia
1
14
Malvaceae
Hibiscus sabdariffa
Rosela
1
15
Cannaceae
Canna indica
Kana
4
16
Compositae
Mikania micrantha
17
Convolvulaceae
Argyreia nervosa
Mikania Elephant climber
1 2
18
Cucurbitaceae
Secium edule
Labu siam
20
19
Nyctaginaceae
Bougainvillea spectabilis
Bunga Kertas
2
20
Leguminosae
Mucuna bennetti
Bunga tionghoa
1
21
Iridaceae
Neomarica longifolia
Apostle
3
22
Acanthaceae
Pachystachys lutea
Bunga lolipop
1
23
Apocynaceae
Allamanda cathartica
Bunga alamanda
1
24
Malvaceae
Hibiscus rosa-sinensis
Kembang sepatu
10
25
Musaceae
Musa paradisiaca
Pisang
1
26
Lauraceae
Persea americana
Alpukat
10
27
Rutaceae
Citrus aurantifolia
Jeruk nipis
3
Gambar 12 Jumlah tanaman inang A. dugesii pada setiap desa di Kecamatan Cipanas
29 Berdasarkan informasi dari instansi Kecamatan Cipanas diketahui bahwa setiap desa di Kecamatan Cipanas memiliki komoditas unggulan yang berbeda, antara lain Desa Cimacan dan Desa Ciloto lebih dominan budidaya tanaman hias, sesuai dengan hasil pengamatan menunjukkan jumlah inang kutukebul yang ditemukan lebih tinggi di desa tersebut.
Menurut Bellows dan Hoddle
(2010) A. dugesii di San Diego pada tahun 1992 menyerang lebih dari 50 jenis tanaman hias. Selanjutnya Desa Batulawang lebih dominan perkebunan teh dan daun bawang, sementara Desa Sindangjaya lebih dominan pertanaman wortel dan daun bawang, sedangkan Desa Cipanas cenderung lebih banyak pemukiman.
Namun hasil pengamatan di Desa Cipanas ditemukan tiga
pertanaman labu siam yang sengaja dibudidayakan, diketahui serangan kutukebul sangat rendah hanya pada tanaman yang berada di bagian tepi luar bahkan di dua lokasi tidak ditemukan adanya kutukebul. Hal ini diduga karena aplikasi pestisida yang cukup rutin yang dilakukan oleh pemilik kebun (Gambar 13).
A
B
C
D
Gambar 13 Pertanaman labu siam sehat (A), (B), (C) dan hanya pada tanaman tepi yang terserang A. dugesii (D) di Desa Cipanas Kecamatan Cipanas Alpukat, kembang sepatu dan labu siam merupakan tanaman yang selalu terserang pada setiap lokasi pengamatan.
Hal ini sesuai dengan yang
30 dinyatakan oleh Lasalle et al. (1997) bahwa A. dugesii merupakan salah satu hama penting pada genus Hibiscus.
Selain itu Evans (2008) dalam Munniapan
et al. (2009) menyebutkan A. dugesii merupakan spesies polifag yang berasal dari Amerika Tengah dan lebih menyukai tanaman dikotil berkayu termasuk tanaman buah dan kembang sepatu. Frekuensi temuan tanaman hortikultura yang terserang A. dugesii di Kecamatan Cisarua yang paling tinggi terdapat pada tanaman alpukat dan labu siam masing-masing berjumlah 12 dan 10 lokasi (Tabel 3). Sedangkan untuk Kecamatan Cipanas adalah tanaman labu siam, alpukat dan kembang sepatu masing-masing berjumlah 20, 10 dan 10 lokasi (Tabel 4). Dalam suatu komunitas terdapat jenis serangga herbivora tertentu hanya memakan satu jenis tanaman dan beberapa jenis tanaman inang.
Tanaman
yang berperan sebagai inang bagi serangga herbivora adalah tanaman yang sesuai untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Serangga yang hidup pada tanaman inang yang sesuai berkembang biak lebih cepat dari pada yang hidup pada tanaman inang yang kurang sesuai (Schaffner 2001).
Berdasarkan
hubungan taksonomi tanaman inangnya dapat dibedakan tiga kelompok serangga herbivora yaitu serangga monofag adalah serangga yang tanaman inangnya berupa satu jenis tanaman. Serangga oligofag adalah serangga yang tanaman inangnya berupa beberapa jenis tanaman dari beberapa genus tanaman. Serangga polifag adalah serangga yang tanaman inangnya terdiri atas banyak tanaman dari berbagai famili yang berbeda (Schoonhoven et al. 2005). Hasil pengamatan di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Cipanas diketahui terdapat 36 spesies tanaman dari 23 famili tanaman hortikultura yang terserang kutukebul A. dugesii.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kutukebul
A. dugesii memiliki kisaran inang yang luas. Kutukebul ini bersifat polifag dan memungkinkan
populasinya
ada
sepanjang
tahun.
Murgianto
(2010)
menyebutkan bahwa pada tanaman kenanga, kana, mikania, puring, kacang panjang, alpukat, jambu biji, jeruk nipis, pisang, kembang sepatu, cabe rawit, kecipir, leunca, begonia dan ekor kucing ditemukan terserang oleh kutukebul A. dispersus pada ketinggian antara 185 – 447 mdpl di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Sedangkan pada penelitian ini dengan lokasi pengamatan di Kecamatan Cisarua (700 – 1 200 mdpl) dan Kecamatan Cipanas (800 – 1 400 mdpl) inang-inang tersebut diserang oleh kutukebul A. dugesii.
Hal ini
menunjukkan bahwa A. dugesii cenderung berada pada dataran antara sedang
31 sampai tinggi.
Barchia (2009) menyatakan dataran rendah berada pada
ketinggian 0 – 500 mdpl, dataran sedang 500 – 1 000 mdpl dan dataran tinggi > 1 000 mdpl. Diperkirakan A. dugesii beradaptasi dengan udara dingin melalui lilin yang diproduksinya. Lapisan lilin dari A. dugesii lebih tebal dan panjang dibanding kutukebul lainnya sehingga mampu melindungi A. dugesii dari udara dingin (Murgianto 2010). Kutukebul A. dugesii baik di Kecamatan Cisarua maupun Kecamatan Cipanas dominan ditemukan di lahan pekarangan dibandingkan lahan pertanian. Hal ini disebabkan tanaman yang tumbuh di pekarangan kurang mendapatkan perawatan
karena
komoditas
yang
dihasilkan
untuk
konsumsi
pribadi.
Perawatan hanya berupa penyiraman yang dilakukan oleh pemilik tanaman. Pada lahan pertanian, populasi kutukebul ditemukan dalam populasi yang rendah. Aplikasi insektisida yang cukup intensif dilakukan petani yang bertujuan untuk mengoptimalkan produksi dari tanaman yang dibudidayakan dan menekan populasi hama. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani pengendalian yang umum dilakukan adalah dengan penyemprotan insektisida (umumnya berbahan aktif Profenofos), deterjen dan tembakau atau dilakukan penebangan dan dibakar jika sudah tidak dapat dikendalikan.
Berbeda dengan pemilik usaha
tanaman hias mengalami kesulitan dalam mengendalikan kutukebul ini. Meskipun telah dilakukan penyemprotan dengan insektisida tetapi hama tetap tidak bisa hilang (Arif 2011 Desember 30, komunikasi pribadi).
Hal tersebut
diduga akibat lapisan lilin tebal yang dimiliki oleh kutukebul sehingga melindungi kutukebul A. dugesii dari semprotan insektisida. Tabel 5 menunjukkan bahwa famili tanaman hortikultura yang paling banyak ditemukan terserang A. dugesii adalah Fabaceae, Solanaceae dan Euphorbiaceae masing-masing berjumlah 5, 4 dan 3 temuan. Famili Fabaceae meliputi
spesies
Erythrina
fusca,
Phaseolus
lunatus,
Psophocarpus tetragonolobus dan Acacia auriculiformis.
Vigna
sinensis,
Famili Solanaceae
terdiri dari Solanum aculeatissimum, Solanum betaceum, Solanum nigrum dan Capsicum frutescens.
Famili Euphorbiaceae meliputi Codiaeum variegatum,
Euphorbia pulcherima dan Acalypha hispida.
Dooley & Evans (2006)
melaporkan A. dugesii menyerang tanaman dari famili Araceae, Begoniaceae, Burseraceae, Juglandaceae,
Cannaceae, Labiate,
Cucurbitaceae, Liliaceae,
Solanaceae, Ulmaceae dan Viscaceae.
Euphorbiaceae,
Malvaceae,
Rutaceae,
Geraniaceae, Sapotaceae,
32 Tabel 5
Frekuensi temuan tanaman inang (famili) yang terserang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Cipanas
No 1 2 3 4 5 6 7
Famili Acanthaceae Agavaceae Apocynaceae Annonaceae Asteraceae Begoniaceae Bignoniaceae
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Cannaceae Compositae Convolvulaceae Cucurbitaceae Euphorbiaceae Fabaceae Iridaceae Lauraceae Leguminosae Malvaceae Musaceae Myrtaceae Nyctaginaceae Oleaceae Rutaceae Solanaceae
Frekuensi Temuan 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3 5 1 1 1 2 1 2 1 2 1 4
Gambar 14 memperlihatkan terdapat 11 spesies tanaman inang A. dugesii yang sama ditemukan di Kecamatan Cisarua dan Cipanas.
Spesies inang
A. dugesii yang hanya ditemukan di Kecamatan Cisarua berjumlah 9 spesies tanaman, sedangkan yang hanya ditemukan di Kecamatan Cipanas berjumlah 16 spesies tanaman hortikultura. Beberapa spesies tanaman yang ditemukan di Cipanas seperti Jasminum sambac, Codiaeum variegatum, Acalypa hispida, Canna indica, Bougainvillea spectabilis dan Neomarica longifolia ditemukan juga keberadaannya di Cisarua, namun tidak terserang oleh A. dugesii.
Hasil
pengamatan tanaman hortikultura yang menjadi inang A. dugesii baik di Kecamatan Cisarua maupun Cipanas umumnya hampir sama yaitu tanaman hias, namun karena Kecamatan Cipanas merupakan sentra tanaman hias maka temuan inang A. dugesii di Kecamatan Cipanas lebih banyak.
33
Cisarua 1. Vigna sinensis 2. Dahlia piñata 3. Cordyline fruticosa 4. Psophocarpus tetragonolobus 5. Capsicum frutescens 6. Euphorbia pulcherima 7. Acacia auriculiformis 8. Plumeria alba 9. Cananga odorta
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Eugenia uniflora Psidium guajava Phaseolus lunatus Erythrina fusca Persea Americana Citrus aurantifolia Hibiscus rosasinensis 8. Musa paradisiaca 9. Allamanda cathartica 10. Solanum nigrum 11. Secium edule
Cipanas 1. Jasminum sambac 2. Codiaeum variegatum 3. Acalypa hispida 4. Nyctanthes arbortristis 5. Solanum aculeatissimum 6. Clytostoma callisgtegioides 7. Hibiscus sabdariffa 8. Canna indica 9. Mucuna bennetti 10. Begonia maculate 11. Argyreia nervosa 12. Solanum betaceum 13. Bougainvillea spectabilis 14. Mikania micrantha 15. Neomarica longifolia 16. Pachystachys lutea
Gambar 14 Tanaman hortikultura yang menjadi inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Cipanas Preferensi serangga terhadap suatu tanaman inang dapat disebabkan oleh adanya rangsangan fisis (mekanis) maupun kimiawi yang ada pada tanaman tersebut. Preferensi serangga terhadap rangsangan mekanis yang berasal dari struktur fisis maupun sifat permukaan tanaman berlainan pula. Struktur dan sifat fisis permukaan tanaman meliputi antara lain, tebalnya kulit, panjang dan lebatnya bulu-bulu pada permukaan daun, besarnya stomata dan tebalnya lapisan kutikula. Preferensi serangga terhadap stimuli-stimuli mekanis tersebut erat hubungannya dengan struktur daripada alat-alat dan cara mengambil makanan maupun peletakkan telur yang dimilikinya.
Kimiawi bisa berupa
rangsangan bau, rasa yang dimiliki tanaman antara lain zat alkaloid, minyak atheris, lemak dan lain sebagainya.
34 Kutukebul A. dugesii memiliki orientasi tersendiri dalam memilih inang dan tertarik pada warna tertentu dari warna daun tanaman. Terutama tanaman yang memiliki warna daun kuning atau kuning-hijau (Resh & Carde 2003). Populasi A. dugesii Tanaman inang yang diserang A. dugesii tertinggi di Kecamatan Cisarua dan Cipanas terdapat pada tanaman dadap cangkring masing-masing adalah 436 dan 192 ekor per daun. Tanaman seperti kembang sepatu, pisang dan labu siam juga memiliki populasi kutukebul yang cukup tinggi masing-masing berjumlah 381, 347 dan 232 ekor per daun di Kecamatan Cisarua dan 189, 30.5, dan 190 ekor per daun di Kecamatan Cipanas. Populasi A. dugesii terendah di Kecamatan Cisarua dan Cipanas terdapat pada tanaman leunca rata-rata 0.17 dan 0.25 ekor per daun (Gambar 15). Tanaman inang A. dugesii yang tidak memiliki standar eror (SE) adalah tanaman yang hanya ditemukan di satu lokasi (Gambar 15, 16 dan 17).
Gambar 15 Populasi A. dugesii yang ditemukan pada berbagai jenis tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua dan Cipanas Hasil pengamatan populasi pada tanaman inang A. dugesii yang hanya ditemukan di Kecamatan Cisarua diketahui populasi tertinggi terdapat pada tanaman kamboja yaitu berjumlah 860 ekor per daun.
Populasi terendah
35 terdapat pada tanaman hanjuang rata-rata 0.24 ekor per daun (Gambar 16). Sedangkan di Kecamatan Cipanas populasi A. dugesii tertinggi terdapat pada tanaman terong belanda yaitu 1 986 ekor per daun. Populasi terendah terdapat pada tanaman mikania berjumlah 2.5 ekor per daun (Gambar 17). Populasi A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua maupun Kecamatan Cipanas cukup beragam, hal ini disebabkan karena morfologi tanaman khususnya daun setiap tanaman bervariasi sehingga populasi hama pun akan beragam. Yuliani (2002) menyatakan populasi hama secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut Lanya (1988) hujan adalah unsur iklim dan cuaca yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kutukebul, curah hujan yang tinggi menyebabkan mortalitas imago meningkat.
Berkurangnya hujan sampai pada taraf tertentu memberi
peluang untuk pertumbuhan dan perkembangan serangga kutukebul. Rata-rata curah hujan saat penelitian berkisar 2.7 – 28.5 mm/hari (BMKG Citeko 2011, 2012).
Hasil wawancara dengan petani diketahui bahwa serangan kutukebul
rendah pada saat musim hujan dan tinggi pada saat musim kemarau.
Gambar 16 Populasi A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua
36
Gambar 17
Populasi A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan Cipanas Tingkat Kerusakan pada Tanaman Hortikultura
Penilaian tingkat kerusakan tanaman inang dilakukan berdasarkan gejala yang nampak pada tanaman antaralain adanya filamen lilin putih pada daun, embun jelaga pada daun, daun yang kering dan matinya tanaman. Gambar 18 menunjukkan tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura yang sama ditemukan di Kecamatan Cisarua dan Cipanas. Di Kecamatan Cisarua tingkat kerusakan tertinggi terdapat pada tanaman jeruk nipis sebesar 80%. Namun tanaman jeruk tersebut hanya ditemukan di satu lokasi saja. Hasil pengamatan diketahui bahwa pada lokasi temuan tanaman jeruk tidak ada spesies tanaman lainnya. Sedangkan di Kecamatan Cipanas terdapat pada tanaman labu siam sebesar 27%. Kerusakan pada tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua tertinggi terdapat pada tanaman kamboja yaitu 45%. Kerusakan terendah terdapat pada tanaman hanjuang dan kenanga yaitu sebesar 1% (Gambar 19). Sedangkan di Kecamatan Cipanas kerusakan tertinggi terdapat pada bunga tionghoa dan terong belanda sebesar 75%.
Kerusakan terendah terdapat pada tanaman
puring sebesar 4% (Gambar 20). Tanaman inang A. dugesii yang tidak memiliki standar eror (SE) adalah tanaman yang hanya ditemukan di satu lokasi (Gambar
37 18, 19 dan 20). Kerusakan tertinggi adalah presentase tanaman inang yang menunjukkan gejala kerusakan paling parah akibat serangan A. dugesii yaitu berupa keringnya daun dan matinya tanaman.
Gejala kerusakan akibat
serangan A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur) dapat dilihat pada gambar 21 dan 22 yaitu berupa embun jelaga, filamen lilin putih dan daun yang mengering.
Gambar 18
Tingkat kerusakan berbagai jenis tanaman hortikultura akibat serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Cipanas
Gambar 19
Tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura akibat serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua
38
Gambar 20
Tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura akibat serangan A. dugesii di Kecamatan Cipanas
A
B
C
D
Gambar 21 Gejala serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua pada jeruk nipis (A), bunga alamanda (B) alpukat (C) dan kembang sepatu (D)
39
Gambar 22
A
B
C
D
Gejala serangan A. dugesii di Kecamatan Cipanas pada bunga tionghoa (A), labu siam (B), kana (C) dan terong kori (D)
Tingkat Kerusakan dan Kehilangan Hasil pada Tanaman Alpukat dan Labu Siam di Desa Citeko Kecamatan Cisarua Berdasarkan hasil pengamatan baik di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Cipanas diketahui bahwa tanaman alpukat dan labu siam hampir selalu ditemukan terserang oleh A. dugesii. Oleh karena itu dilakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap kedua tanaman tersebut di satu desa untuk mengetahui tingkat serangan, tingkat kerusakan, populasi dan kehilangan hasil akibat serangan A. dugesii. Pengamatan tingkat serangan, tingkat kerusakan, populasi A. dugesii pada tanaman alpukat dan labu siam dan kehilangan hasil akibat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat dilaksanakan di Desa Citeko Kecamatan Cisarua. Tingkat serangan dinyatakan dengan banyaknya tanaman yang diserang (pohon/lokasi), sedangkan tingkat kerusakan dinyatakan dengan ukuran kerusakan yang diakibatkan oleh serangan kutukebul pada bagian daun. Berdasarkan hasil survei diketahui terdapat 22 pertanaman labu siam di Desa Citeko. Tanaman labu siam di Desa Citeko hanya ditanam untuk konsumsi sendiri, lokasi penanaman
biasanya di
pagar rumah atau pekarangan rumah
40
Gambar 23
Populasi tanaman alpukat (pohon) dan labu siam (rambatan) di Desa Citeko Kecamatan Cisarua
dengan membuat bedengan dan tanaman tidak dilakukan perawatan khusus. Hasil
pengamatan
pada
setiap
pertanaman
menunjukkan
terdapat
13
pertanaman labu siam bebas A. dugesii dan 9 pertanaman labu siam terserang A. dugesii (Gambar 23). Dari hasil tersebut diketahui tingkat serangan A. dugesii pada pertanaman labu siam di Desa Citeko adalah sebesar 40.90% dengan ratarata tingkat kerusakan sebesar 12.88%.
Sedangkan populasi A. dugesii
berjumlah 176 ekor per daun (nimfa 84, pupa 71 dan imago 21 per daun). Curah hujan saat pengamatan adalah 7.1 mm/hari (BMKG Citeko 2012). Tabel 6 Tingkat kerusakan dan populasi nimfa, pupa dan imago A. dugesii pada tanaman labu siam di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
*)
Populasi (rata-rata/kisaran)/ekor
Pertanaman ke-
Kerusakan (%)
1
35
665.6 (35-1601)
359.4 (13-508)
126 (37-243)
2
12
7.2 (0-24)
41.4 (0-139)
*
3
20
9.6 (0-25)
28.2 (0-121)
8.6 (0-35)
4
6
3.4 (0-12)
13.2 (0-51)
6.4 (0-18)
5
3
*
3 (0-9)
*
6
8
*
16.4 (5-30)
13.6 (0-34)
7
5
*
9.2 (0-20)
*
8
25
70.6 (0-201)
166 (23-432)
33 (5-60)
9
2
*
2.8 (0-5)
2 (0-5)
Ratarata
12.88
84.04
71.06
21.06
Kutukebul tidak ditemukan
Nimfa
Pupa
Imago
41 Tabel 7 Tingkat kerusakan dan populasi nimfa, pupa dan imago A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Kerusakan (%)
Nimfa
1
15
*
35.25 (1-165)
2.41 (0-15)
2
13
*
14.50 (0-37)
6.75 (0-16)
3
20
*
54.75 (0-246)
5.16 (0-22)
4
16
*
46.58 (0-260)
24.08 (0-81)
5
5
*
5.00 (0-20)
1.58 (0-6)
6
15
*
28.16 (0-84)
21.66 (0-65)
7
12
*
14.16 (0-67)
4.50 (0-31)
8
23
*
69.50 (0-289)
21.58 (0-78)
9
46
*
130.58 (34-314)
70.25 (5-215)
10
16
*
34.50 (0-182)
19.75 (0-85)
11
15
*
29.66 (4-57)
17.33 (2-54)
12
16
*
30.33 (3-46)
16.66 (1-25)
13
14
*
29.25 (12-65)
12.50 (2-25)
14
16
*
30.50 (0-56)
14.91 (0-27)
15
14
*
27.58 (12-45)
12.75 (2-23)
38.68
16.79
Rata-rata *)
Populasi (rata-rata/kisaran)/ekor Pupa Imago
Pohon ke-
17.06
Kutukebul tidak ditemukan
Tanaman alpukat di Desa Citeko ditanam pada ketinggian antara 866 – 1 026 mdpl. Pengamatan tingkat serangan, tingkat kerusakan, populasi dan kerugian ekonomi akibat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat dilakukan di empat dusun, namun di dusun satu tidak ditemukan adanya pertanaman alpukat dikarenakan dusun tersebut adalah dusun dengan perumahan padat.
Tanaman alpukat umumnya berada di lahan pertanian.
Berdasarkan hasil survei di Desa Citeko diketahui hanya terdapat satu kebun yang khusus menanam alpukat, sedangkan tanaman alpukat yang lain ditanam bersama jenis tanaman lainnya.
Hasil survei menunjukkan bahwa tanaman
alpukat di Desa Citeko berjumlah 395 pohon (berumur lebih dari 5 tahun). Terdapat 296 pohon terserang A. dugesii dan 99 pohon bebas A. dugesii (Gambar 23), berdasarkan hasil tersebut diketahui tingkat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko sebesar 74.93%. Pengamatan kerusakan dan populasi A. dugesii dilakukan pada 15 tanaman contoh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kerusakan pada tanaman alpukat sebesar 17.06%.
42 Hasil penghitungan populasi kutukebul menunjukkan bahwa rata-rata populasi A. dugesii berjumlah 54 per daun (pupa 38 dan imago 16.79), sedangkan stadia nimfa tidak ditemukan (Tabel 7). Rata-rata curah hujan saat pengamatan adalah 7.3 mm (BMKG Citeko 2012). Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik tanaman alpukat diketahui volume panen/pohon/tahun untuk pohon alpukat yang berumur diatas lima tahun dan dalam kondisi tanaman tumbuh baik berkisar 1 – 2 kuintal (2 kali panen/tahun), sedangkan pada pohon yang berumur dibawah lima tahun berkisar 50 – 75 Kg. Sedangkan harga jual 1 kg buah alpukat di tingkat petani adalah Rp. 3 000,-. Dengan tingkat kerusakan yang dialami tanaman alpukat sebesar 17.06% maka produksi tanaman alpukat di Desa Citeko dapat mengalami kehilangan hasil sebesar 13 430 kg/tahun atau kerugian ekonomi sebesar Rp. 40 290 000,per tahun.
Perhitungan estimasi kerugian ekonomi akibat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko Kecamatan Cisarua Diketahui : Jumlah tanaman alpukat Jumlah tanaman terserang Jumlah tanaman sehat Volume panen/pohon/tahun Tingkat kerusakan Harga 1 kg alpukat
: 395 pohon : 296 pohon : 99 pohon : 2 kuintal (200 kg) : 17% : Rp. 3 000,-
Volume panen (kg) dalam kondisi tanaman sehat
= 395 pohon x 200 kg = 79 000 kg/tahun
Penghasilan (Rp.)
= 79 000 kg x Rp. 3 000/kg = Rp. 237 000 000,-
Kehilangan hasil (kg)
= 79 000 kg/tahun x 17% = 13 430 kg/tahun
Kerugian ekonomi
= 13 430 kg/tahun x Rp. 3 000,= Rp. 40 290 000,-
43 Pada tanaman labu siam tidak dapat dilakukan penghitungan kehilangan hasil karena data pendukung (volume panen) tidak tersedia (Tabel 8). Tabel 8
Hasil pengamatan pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa Citeko Kecamatan Cisarua
Tanaman
∑ Tanaman
Kerusakan (%)
Serangan (%)
Kehilangan Hasil (Kg)
Kerugian Ekonomi (Rp)
Alpukat
395 pohon
17.06
74.93
13 430
40 290 000,-
22 lokasi
12.88
40.90
*
*
Labu Siam *)
Tidak dapat dilakukan perhitungan karena data pendukung tidak tersedia
Alpukat merupakan salah satu komoditas ekspor, keberadaan hama ini dapat menjadi ancaman bagi produksi tanaman alpukat di Indonesia. Secara ekonomi kutukebul A. dugesii sangat merugikan dan mempunyai potensi sebagai organisme pengganggu tumbuhan yang penting.
Imago dan nimfa kutukebul
menghisap cairan tanaman dan mengekstrak nutrisi penting yang menyebabkan tanaman mengalami perontokan daun (defoliasi), kerdil dan kematian tanaman. Selain itu kutukebul ini mengeluarkan embun madu ketika menyerang tanaman sehingga mendukung pertumbuhan embun jelaga (Bellow & Hoddle 2010). Kematian tanaman akan berakibat kepada menurunnya produksi yang diharapkan. A. dugesii merupakan hama baru yang masih terbatas sebarannya, memiliki kisaran inang yang luas dan dapat menyebabkan kematian pada tanaman sehingga menjadikan hama ini sebagai hama penting yang harus mendapatkan perhatian. Berdasarkan hal tersebut untuk mencegah kerusakan ekonomi yang serius dan penyebaran yang lebih luas diperlukan adanya tindakan pengendalian. Salah satu cara penyebaran hama ini adalah terbawa melalui media pembawa (tanaman) yang di lalulintaskan antar wilayah. Berdasarkan hal tersebut salah satu upaya pencegahan penyebaran hama yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan kesehatan bagi tanaman inang A. dugesii sebelum dilalulintaskan masuk ataupun keluar negara Republik Indonesia dan juga antar area didalam wilayah negara Republik Indonesia. Dengan demikian hama ini perlu dipertimbangkan untuk menjadi Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). Oleh sebab itu disarankan kepada instansi terkait untuk melakukan survei daerah sebar A. dugesii atau ditetapkan wilayah yang bebas dan tidak bebas A. dugesii.
Estimasi kerugian ekonomi
dihitung untuk menjadi dasar dalam rekomendasi untuk menggolongkan kutukebul ini menjadi Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) Kategori A2.