34
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pondok Pesantren Modern Sahid (PP Sahid) Lokasi pondok pesantren modern Sahid terletak di jalan KH. Abdul Hamid KM 6, Gunung Menyan Pamijahan Bogor, Jawa Barat. Pondok pesantren ini berdiri di atas tanah seluas 70 hektar (700.000 m2). Fasilitas yang terdapat di PP Sahid diantaranya yaitu dua komplek bangunan yang diperuntukkan untuk asrama putra dan asrama putri, masing-masing asrama terdiri dari empat unit dengan total kamar sebanyak 80 buah. Setiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi. Jumlah penghuni setiap kamar yaitu enam orang santri. Fasilitas lainnya yaitu masjid, gedung sekolah, perkantoran, auditorium, perpustakaan, dapur, ruang makan, kantin, anjungan telepon di asrama, klinik dan mini market. Selain itu, terdapat sarana olah raga, laboratorium IPA, laboratorium komputer, serta lahan pertanian dan peternakan yang luas. Santri putra dan putri PP Sahid tahun ajaran 2010-2011 berjumlah 775 orang, terdiri dari 429 santri putra (55,4%) dan 346 santri putri (44,6%). PP Sahid diresmikan pada tanggal 27 Mei 2000 setelah mendapat ijin operasional dari Departemen Agama Provinsi Jawa Barat dengan nama Pesantren Sahid Mandiri. Nama tersebut kemudian diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Sahid. Sejak didirikannya, PP Sahid telah mencanangkan visi dan misi yang jelas. Visi dari PP Sahid adalah menjadi pusat pendidikan Islam yang modern dan bertaraf Internasional, guna mempersiapkan generasi unggul, berbudaya, Islami dalam rangka mengimplementasikan ajaran Islam sebagai “rahmatan lil’Alamin”. Guna mencapai visi tersebut disiapkan sarana prasarana secara bertahap, sumber daya manusia (SDM) dan sistem yang selalu diperbaharui sesuai dengan tuntutan zaman. Adapun misinya dirumuskan sebagai berikut : 1. Menyelenggarakan pendidikan Islam yang modern dan bertaraf Internasional mulai tingkat Raudhatul Athfal, Ibtidaiyyah, Tsanawiyah sampai Aliyah 2. Menyelenggarakan dakwah dan pengembangan potensi umat 3. Berperan aktif dalam pengembangan pendidikan Islam Pengasuh dan guru di PP Sahid sebagian berasal dari alumni beberapa pesantren modern di Jawa dan sebagian lagi berasal dari perguruan tinggi seperti IKIP, IPB, UGM, UNS, UIN dan ISID. Selain itu didatangkan Syeikh dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
35
Santri diwajibkan membayar uang SPP pada setiap bulannya sesuai jumlah yang telah ditentukan oleh pihak pesantren. Santri dapat dikunjungi oleh orang tua atau keluarga di luar jam belajar atau kegiatan wajib lainnya. Selain itu santri diijinkan keluar pesantren untuk keperluan pribadi atau organisasi, berobat atau acara keluarga dengan cara mengikuti prosedur perijinan yang ditentukan asrama, serta saat liburan pesantren yang ditentukan berdasarkan kalender pendidikan PP Sahid. Jumlah santri putri di PP Sahid pada tahun ajaran 2010/2011 yang tertampung keseluruhannya berjumlah 346 orang yang terbagi dalam tiga kelas Tsanawiyah dan lima kelas Aliyah. Data santri putri PP Sahid menurut tingkat pendidikan secara rinci disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran santri putri PP Sahid menurut tingkat pendidikan Kelas Tsanawiyah (SLTP) Aliyah (SLTA) Total
n 224 122 346
% 64,7 35,3 100,0
Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (PP UQI) Lokasi pondok pesantren modern Ummul Quro Al-Islami terletak di kampung Banyusuci, Leuwimekar Leuwiliang Bogor, Jawa Barat. Pondok pesantren ini berdiri diatas tanah seluas 10 hektar (100.000 m2). Fasilitas yang terdapat di PP UQI diantaranya yaitu dua komplek bangunan yang diperuntukkan untuk asrama putra dan asrama putri. Khusus untuk asrama putri terdapat tujuh gedung dan dinamakan dengan gedung keramat luar batang I-VII. Jumlah keseluruhan kamar yaitu 40 buah, tiap kamar dihuni sekitar 35-40 orang (termasuk di dalamnya 4 orang pengurus kamar). Fasilitas lainnya yaitu asrama guru, tempat peristirahatan tamu, kamar mandi putra dan putri, masjid, gedung serba guna (GSG), sekolah, perkantoran, perpustakaan, dapur pusat dan dua dapur khusus, ruang makan guru, kantin, wartel, klinik dan koperasi. Selain itu, terdapat lapangan serba guna, laboratorium IPA, laboratorium bahasa dan laboratorium komputer. Santri putra dan putri PP UQI tahun ajaran 2011-2012 berjumlah 3332 orang, terdiri dari 1776 santri putra (53,3%) dan 1556 santri putri (46,7%). PP UQI didirikan pada tanggal 1 Muharram 1414 H/21 Juni 1993 M. Satu tahun kemudian PP UQI beroperasi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran, tepatnya pada tanggal 10 Juli 1994 M. Kurikulum pendidikan dan
36
pengajaran di PP UQI merupakan perpaduan antara Kurikulum Nasional dan kurikulum yang berlaku di pondok pesantren pada umumnya. Visi dari PP UQI adalah terwujudnya generasi Islam yang unggul dalam prestasi, berakhlak mulia, beramal shaleh dan tekun beribadah berdasarkan paham “akhlussunnah wal jamaah”. Adapun misinya dirumuskan sebagai berikut : 1. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian prestasi akademik dan non akademik 2. Mempersiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat yang mutafaqih fi addin berfaham ahlussunnah waljamaah 3. Mempersiapkan generasi Islam yang kompeten (science, skill, social, behaviour) untuk berkiprah di dunia internasional. 4. Mendidik generasi Islam yang taat kepada Allah dan RasulNya serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa Pengasuh dan guru di PP UQI sebagian berasal dari alumni beberapa pesantren di Jawa dan alumni dari PP UQI dan sebagian lagi berasal dari perguruan tinggi seperti IKIP, UIN, STAI, IPB, PAKUAN, UHAMKA dan beberapa universitas di Timur Tengah. Santri diwajibkan membayar uang SPP pada setiap bulannya sesuai jumlah yang telah ditentukan oleh pihak pesantren. Santri dapat dikunjungi oleh orang tua atau keluarga di luar jam belajar atau kegiatan wajib lainnya. Selain itu santri diijinkan keluar pesantren untuk keperluan pribadi atau organisasi, untuk berobat atau acara keluarga dengan cara mengikuti prosedur perijinan yang ditentukan asrama, serta saat liburan pesantren yang ditentukan berdasarkan kalender pendidikan PP UQI. Jumlah santri putri di PP UQI pada tahun ajaran 2011/2012 yang tertampung keseluruhannya berjumlah 1556 orang yang terbagi dalam tiga kelas Tsanawiyah dan enam kelas Aliyah. Data santri putri PP UQI menurut tingkat pendidikan secara rinci disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran santri putri PP UQI menurut tingkat pendidikan Kelas Tsanawiyah (SLTP) Aliyah (SLTA) Total
n 810 746 1556
% 52,1 47,9 100,0
37
Karakteristik Contoh Umur Setiap individu mengkonsumsi makanan dalam jumlah dan jenis yang berbeda. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah umur. Konsumsi makanan biasanya terkait dengan jumlah energi yang diperlukan oleh individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jumlah energi yang diperlukan tubuh pada masa anak-anak tidak sebesar jumlah energi yang diperlukan pada masa remaja. Jumlah energi tersebut akan meningkat dengan pertambahan umur dan mencapai puncaknya pada masa dewasa. Jumlah energi yang diperlukan oleh tubuh selanjutnya akan mengalami penurunan kembali pada saat usia lanjut (Suhardjo 1989). Berdasarkan hasil pengkategorian umur menurut Depkes (2005), sebagian besar umur contoh PP Sahid (57,4%) dan PP UQI (43,7%) berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun). Berdasarkan uji beda Mann-Whitney U menunjukan bahwa sebaran umur contoh adalah berbeda nyata (p<0,05). Data umur contoh secara rinci disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh menurut umur Umur Remaja awal (10-13 tahun) Remaja tengah (14-16 tahun) Remaja akhir (17-19 tahun) Total
n 21 39 8 68
PP Sahid % 30,9 57,4 11,8 100,0
PP UQI n % 19 21,8 38 43,7 30 34,5 87 100,0
Uang Saku Uang saku yang diperoleh contoh merupakan pemberian orang tua yang digunakan untuk memenuhi keperluan mereka sehari-hari di pondok pesantren, baik untuk jajan maupun keperluan lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian jumlah uang saku kepada contoh yaitu besarnya pendapatan orang tua. Jumlah uang saku yang semakin besar membuat contoh dapat memilih makanan jajanan yang lebih beragam dan berkualitas. Berdasarkan hasil pengkategorian dengan mencari simpangan kuartilnya, diketahui sebagian besar uang saku contoh PP Sahid (55,9%) berada pada kategori tinggi (≥Rp 500.000/bulan), sedangkan pada contoh PP UQI (57,4%) berada pada kategori sedang (Rp 200.000-Rp 499.999/bulan). Sebaran Uang saku contoh berdasarkan uji beda Mann-Whitney U adalah berbeda nyata (p<0,05). Data uang saku contoh secara rinci disajikan pada Tabel 7.
38
Tabel 7 Sebaran contoh menurut uang saku PP Sahid n % 1 1,5 29 42,7 38 55,9 68 100,0
Uang saku Rendah (
PP UQI n % 28 32,2 50 57,4 9 10,3 87 100,0
Karakteristik Orang Tua Contoh Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai cerminan keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
tinggi
pekerjaannya,
yang
memungkinkan
seseorang
memiliki
kesadaran yang lebih tinggi terhadap suatu hal (Sumarwan 2011). Berdasarkan pengkategorian terhadap tingkat pendidikan orang tua contoh, diketahui sebagian besar pendidikan ayah contoh PP Sahid (51,5%) adalah tamat Sarjana/Pascasarjana, sedangkan pendidikan ibu contoh PP Sahid (39,7%) adalah tamat SLTA/sederajat. Sebagian besar pendidikan ayah dan ibu contoh PP UQI adalah tamat SLTA/sederajat dengan persentase masing-masing sebesar 42,5% dan 35,6%. Berdasarkan uji beda Mann-Whitney U menunjukan bahwa sebaran tingkat pendidikan orang tua contoh adalah berbeda nyata (p<0,05). Data tingkat pendidikan orang tua contoh secara rinci disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan orang tua Tingkat pendidikan
PP Sahid n
Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamat Diploma/Akademi Tamat Sarjana/Pascasarjana Total
1 2 20 10 35 68
Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamat Diploma/Akademi Tamat Sarjana/Pascasarjana Total
0 1 27 14 26 68
% Ayah 1,5 2,9 29,4 14,7 51,5 100,0 Ibu 0,0 1,5 39,7 20,6 38,2 100,0
PP UQI n
%
10 9 37 8 23 87
11,5 10,3 42,5 9,2 26,4 100,0
20 11 31 7 18 87
23,0 12,6 35,6 8,0 20,7 100,0
39
Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan individu (Suhardjo 1989). Berdasarkan pengelompokan terhadap jenis pekerjaan orang tua contoh, diketahui sebagian besar pekerjaan ayah contoh PP Sahid (47,1%) dan PP UQI (49,4%) adalah berwiraswasta. Sebagian besar pekerjaan ibu contoh PP Sahid (48,5%) dan PP UQI (63,2%) adalah ibu rumah tangga. Data jenis pekerjaan orang tua contoh secara rinci disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh menurut jenis pekerjaan orang tua Jenis pekerjaan
PP Sahid n %
PNS Pegawai Swasta Bekerja Di BUMN TNI/Polri Berwiraswasta Petani Pedagang Lainnya Total
11 20 3 2 32 0 0 0 68
PNS Pegawai Swasta Berwiraswasta Ibu Rumah Tangga Petani Pedagang Buruh Lainnya Total
10 5 15 33 0 0 0 5 68
Ayah 16,2 29,4 4,4 2,9 47,1 0,0 0,0 0,0 100,0 Ibu 14,7 7,4 22,1 48,5 0,0 0,0 0,0 7,4 100,0
PP UQI n % 13 20 1 2 43 2 1 5 87
14,9 23,0 1,1 2,3 49,4 2,3 1,1 5,7 100,0
10 2 6 55 1 4 1 8 87
11,5 2,3 6,9 63,2 1,1 4,6 1,1 9,2 100,0
Pendapatan Orang Tua Orang yang berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang cenderung
membelanjakan
pendapatannya
untuk
makanan.
Pendapatan
merupakan faktor langsung yang mempengaruhi konsumsi pangan, pendapatan termasuk penentu baik atau buruknya keadaan gizi seseorang atau sekelompok orang (Berg 1986). Berdasarkan pengkategorian dengan mencari simpangan kuartilnya, diketahui sebagian besar pendapatan orang tua contoh PP Sahid (47,1%) berada pada kategori tinggi (≥Rp 6.000.000/bulan), sedangkan pada contoh PP UQI (50,6%) berada pada kategori sedang (Rp 2.000.000-Rp
40
5.999.999/bulan). Sebaran tingkat pendapatan orang tua contoh berdasarkan uji beda Mann-Whitney U adalah berbeda nyata (p<0,05). Data tingkat pendapatan orang tua contoh secara rinci disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran contoh menurut tingkat pendapatan orang tua Tingkat pendapatan Rendah (
PP Sahid n % 9 13,2 27 39,7 32 47,1 68 100,0
PP UQI n % 30 34,5 44 50,6 13 14,9 87 100,0
Sejarah Penyelenggaraan Makanan PP Sahid sejak didirikan dan diresmikan tidak mempersiapkan dan tidak memasak sendiri makanan untuk santri, tetapi menyerahkan kepada usaha jasa boga yaitu kepada Katering Barakah. PP Sahid menyediakan dapur, ruang makan untuk santri dan urusan belanja. Selebihnya seperti peralatan masak dan peralatan makan serta tenaga kerja dari persiapan bahan pangan hingga distribusi dan penyajian makanan dilakukan sendiri oleh Katering Barakah. Katering Barakah dikontrak setiap dua tahun sekali dan sampai sekarang masih menyelenggarakan makanan untuk santri. Katering Barakah sebelumnya menyediakan makanan untuk santri putra dan putri, kemudian PP Sahid membuat kebijakan baru yaitu penyelenggaraan makanan untuk santri putra dan putri dilakukan secara terpisah dengan katering yang berbeda. Jumlah porsi santri yang dilayani oleh Katering Barakah ditentukan oleh PP Sahid setiap awal bulan (tanggal satu) dan berlaku selama satu bulan, untuk sekali makan yaitu sekitar 400 porsi. Katering Barakah menyediakan tiga kali makan untuk santri putri yaitu pagi, siang dan malam. PP UQI sejak didirikan sudah melakukan penyelenggaraan makanan sendiri untuk santri putra dan putri, yaitu mempersiapkan dan memasak sendiri makanan yang diperlukan dan sekaligus melayani distribusi makanan kepada santri putra dan putri. PP UQI mempersiapkan seluruh fasilitas yang diperlukan seperti dapur, gudang penyimpanan, peralatan untuk mengolah makanan, tenaga kerja dan biaya yang diperlukan. Dapur PP UQI terdiri atas dua macam yaitu dapur utama untuk mempersiapkan makanan santri dan dapur khusus di rumah Pimpinan PP UQI untuk mempersiapkan makanan bagi Asatidz (guru). PP UQI menyediakan sekitar 3332 porsi untuk sekali makan dan sekitar 1560 porsi
41
untuk sekali makan santri putri. PP UQI menyediakan tiga kali makan untuk santri putri yaitu pagi, siang dan malam. Input Penyelenggaraan Makanan Tenaga Kerja Menurut Perdigon (1989) bahwa tipe penyelenggaraan makanan sekolah berasrama dengan jumlah porsi 1350/hari (sarapan, makan siang, makan malam dan snack) membutuhkan minimal 21 tenaga kerja, terdiri dari 1 orang ahli gizi, 1 orang supervisor (pengawas), 1 receiving clerk (petugas penerimaan), 3 orang koki (juru masak), 2 orang asisten koki, 4 orang counter girls (pelayan konter), 5 orang dish-washer (petugas pencucian), 2 orang busboys (pelayan) dan 2 orang relievers (pembantu umum). Penyelenggaraan makanan di PP Sahid yang menyediakan sekitar 1200 porsi/hari memiliki tenaga kerja sebanyak 12 orang, terdiri dari 1 orang supervisor (pengawas), 1 orang penanggung jawab, 1 orang operational katering, 1 orang koki, 3 orang asisten koki dan 5 orang pramusaji. Penyelenggaraan di PP UQI yang menyediakan sekitar 9996 porsi/hari (4680 porsi/hari untuk santri putri) memiliki tenaga kerja sebanyak 13 orang terdiri dari 1 orang penanggung jawab dapur dan 12 orang pegawai dapur. Jumlah tenaga kerja di PP Sahid dan PP UQI masih kurang untuk melayani porsi dengan jumlah tersebut. Selain itu, di kedua pondok pesantren belum ada tenaga profesional yaitu ahli gizi. Penting adanya seorang ahli gizi karena bertugas untuk merencanakan menu yang sesuai dengan prinsip gizi seimbang sehingga memenuhi kebutuhan gizi santri. Jumlah tenaga kerja yang kurang di PP Sahid dan PP UQI mengakibatkan variasi menu makanan asrama di kedua pesantren menjadi kurang beragam karena tidak cukup waktu untuk melakukan proses persiapan dan pemasakan bahan pangan. Fasilitas Fisik dan Peralatan Fasilitas Fisik Fasilitas fisik pada penyelenggaraan makanan setidaknya memiliki fasilitas untuk penerimaan bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, persiapan bahan pangan, pemasakan bahan pangan, penyimpanan peralatan, pelayanan/penyajian, pencucian peralatan, fasilitas untuk karyawan termasuk kantor dan fasilitas pembuangan sampah (Perdigon 1989). PP Sahid menyediakan fasilitas fisik untuk Katering Barakah antara lain dapur, gudang kering, gudang basah, tempat pencucian bahan pangan dan
42
peralatan, ruang makan santri, ruang untuk tenaga kerja, tempat pembuangan sampah akhir dan tempat pembuangan air limbah. PP Sahid belum menyediakan fasilitas untuk penerimaan bahan pangan, persiapan bahan pangan dan penyimpanan peralatan. Penerimaan bahan pangan dilakukan di depan pintu dapur, persiapan bahan pangan dilakukan di luar dapur (halaman sekitar dapur), peralatan masak disimpan di dapur dan peralatan makan (plato) disimpan di gudang kering. PP UQI
menyediakan fasilitas fisik untuk penyelenggaraan makanan
antara lain dapur, gudang penyimpanan bahan pangan, gudang peralatan, ruang tenaga kerja, kamar mandi tenaga kerja, tempat pembuangan sampah akhir dan tempat pembuangan air limbah. PP UQI belum menyediakan fasilitas untuk penerimaan bahan pangan, persiapan bahan pangan dan pencucian peralatan. Penerimaan bahan pangan dilakukan di dekat dapur, persiapan bahan pangan dilakukan di ruang penyimpanan bahan pangan dan pencucian peralatan masak dilakukan di dapur. PP UQI tidak menyediakan peralatan makan untuk santri karena santri diwajibkan untuk membawa sendiri peralatan makan dan mencucinya sendiri. Peralatan Jenis
dan
jumlah
peralatan
disediakan
berdasarkan
kebutuhan
operasinya dan bertujuan untuk membuat pekerjaan lebih mudah; mengurangi biaya tenaga kerja, meningkatkan sanitasi; mempertahankan nilai gizi dari waktu penyajian makanan; mengurangi biaya; serta menambah daya tarik dan variasi menu. Peralatan dikelompokkan berdasarkan penggunaannya dalam pekerjaan utama di dapur antara lain peralatan untuk penimbangan dan penyimpanan; peralatan mekanik dan mesin untuk menyiapkan, memasak, dan menyajikan makanan; serta peralatan kebersihan (Perdigon 1989). Katering Barakah menyediakan sendiri peralatan untuk mengolah makanan. PP Sahid hanya menyediakan peralatan makan untuk santri berupa plato (tray). Peralatan untuk mengolah makanan terdiri atas peralatan besar dan utensils. Peralatan yang digunakan di PP Sahid belum memadai dari segi kualitas bahan, sebagai contoh wadah untuk menyajikan sayur yang masih panas yaitu di wadah berbahan plastik. Seharusnya wadah untuk menyajikan makanan yang masih dalam keadaan panas yaitu disimpan di wadah yang berbahan alumuniaum atau stainless steel, jika disimpan diwadah yang berbahan
43
plastik makanan akan terkontaminasi oleh zat kimia dari bahan plastik. Namun, peralatan tersebut terbagi sesuai dengan fungsinya antara lain : 1. Penyimpanan bahan pangan: bakul bambu (kapasitas 5 kg), kaleng bumbu giling dan bubuk (kapasitas 2,8 liter), keranjang rempah (volume 0,3x0,2x0,05 m), freezer (volume 0,9x0,6x0,9 m) dan rak besar (pajang 2 m, lebar 0,5 m, dan tinggi 3 m) dengan lima penyekat. 2. Persiapan bahan pangan: berbagai jenis pisau, talenan, saringan santan (diameter 0,3 m), ayakan (diamter 1 m), cobek (diameter 0,3 m), baskom (kapasitas 5 kg), penampan (Luas 0,3x0,2 m), bakul plastik (kapasitas 5 kg), timbangan makanan (kapasitas 5 kg), blender (kapasitas 1 liter), dan bak cuci besar (kapasitas 500 liter). 3. Pemasakan: kompor gas, wajan besar (diameter 40 cm), wajan kecil (diameter 24 cm), dandang besar (kapasitas 10 kg), panci besar (kapasitas 12 liter), panci kecil (kapasitas 8 liter), rice cooker (kapasitas 2,5 kg), teflon (diameter 24 cm), alat pemanggang (luas 0,3x0,2 cm), cetakan telur (kapasitas 8 cetak butir telur), sendok sayur, sodet, saringan minyak (diameter 0,2 m) dan sebagainya. 4. Distribusi dan penyajian makanan: baskom aluminium (kapasitas 3 kg), termos nasi besar (kapasitas 20 liter), box/kontainer makanan (volume 0,6x0,41x0,34 m, 0,7x0,48x0,42 m, dan 0,6x0,41x0,27 m), sendok sayur, penjepit makanan, centong nasi serta peralatan makan berupa plato. 5. Alat kebersihan: tempat sampah plastik (diameter 0,3 m dan tinggi 0,4 m), bak sampah besar (diameter 0,5 m dan tinggi 0,6 m), sapu lantai, sapu lidi, serokan, alat pel dan lap meja. Peralatan yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan PP UQI terdiri atas peralatan besar dan utensils, tetapi belum lengkap sesuai dengan fungsinya. Peralatan besar antara lain kompor gas, wajan besar (diameter 1 m), dandang besar (kapasitas 20 kg), termos nasi besar (kapasitas 20 liter), dan bakul plastik (kapasitas 5 kg). Utensils antara lain pisau, talenan, blender (kapasitas 1 liter), sodet, saringan minyak (diameter 0,3 m), saringan santan (diameter 0,3 m), centong nasi, sendok sayur, gayung air dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat tempat sampah besar (diameter 0,5 m dan tinggi 0,6 m) dan alat kebersihan seperti sapu lantai, sapu lidi, serokan, alat pel dan lap meja.
44
Dana/Biaya Faktor utama yang dipantau dalam pengendalian biaya adalah food (bahan pangan), labor (tenaga kerja), operating (operasi) dan overhead cost (biaya lainnya) seperti listrik, pajak, dan sebagainya (Shirley 1999). PP Sahid menyusun anggaran untuk penyelenggaraan makanan setiap bulan. Penyusunan anggaran biaya dilakukan oleh Kepala Bagian Kerumahtanggaan Asrama Putri. Sumber biaya yang dipakai untuk penyelenggaraan makanan berasal dari SPP santri setiap bulan. Sumber biaya dari SPP tersebut dianggarkan untuk makan santri sebesar Rp 12.000 per hari/santri. Dana dari SPP tersebut kemudian dianggarkan untuk biaya bahan pangan (81,7%), untuk biaya bahan bakar, transportasi, alat pembersih, dan lain-lain (biaya lainnya) sekitar 4,9%, dan untuk biaya upah tenaga kerja (13,4%). Anggaran untuk upah tenaga kerja diberikan kepada pemilik katering, kemudian pemilik katering yang akan membagikan upah tenaga kerja sesuai dengan tugas dan pekerjaan mereka. Secara rinci anggaran biaya dalam penyelenggaraan makanan PP Sahid dan PP UQI dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Anggaran biaya penyelenggaraan makanan PP Sahid dan PP UQI Biaya Anggaran makan dari SPP santri/bulan Harga makanan sekali makan Harga makanan per hari Biaya bahan pangan (Food Cost): Pengeluaran untuk belanja/bulan Biaya lainnya (Overhead Cost): Pengeluaran untuk transportasi/bulan, bahan bakar/bulan, dan lainnya Manpower Cost: Pengeluaran untuk upah tenaga kerja/bulan
PP Sahid
%
PP UQI
%
Rp
360.000
Rp
240.000
Rp
4.000
Rp
2.700
Rp
12.000
Rp
8.000
Rp 100.000.000
81,7
Rp 180.000.000
85,0
6.000.000
4,9
Rp 31.650.000
15,0
Rp 16.301.250
13,4
-
0,0
Rp
PP UQI memperoleh sumber biaya penyelenggaraan makanan dari sebagian SPP santri yaitu sebesar Rp 8.000 per hari/santri. Berdasarkan biaya tersebut, dianggarkan untuk biaya bahan pangan (85,0%) dan untuk biaya bahan
45
bakar, transportasi, alat pembersih, dan lain-lain (biaya lainnya) sekitar 15,0%. Anggaran untuk upah tenaga kerja tidak ada karena upah tenaga kerja langsung diberikan oleh Pimpinan PP UQI. Proses Penyelenggaraan Makanan Perencanaan Menu Kata menu berasal dari bahasa Perancis yang artinya suatu daftar yang tertulis secara rinci (Palacio & Theis 2009). Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen dan kebutuhan gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang (Depkes 2003). Kegiatan perencanaan menu PP Sahid dilakukan oleh kepala bagian kerumahtanggaan Asrama Putri yang selanjutnya dikonsultasikan dengan orang dari Puslitbangkes (Pusat penelitian dan pengembangan kesehatan). Kegiatan perencanaan menu PP UQI dilakukan oleh penanggung jawab dapur yang telah dipercaya oleh Pimpinan PP UQI untuk mengatur makanan santri. Menu yang telah disusun kemudian dikonsultasikan kepada Ibu Pimpinan PP UQI yang secara tidak langsung ikut mengatur makanan untuk santri. Menurut Depkes (1991) bahwa perencanaan menu seharusnya disusun oleh suatu tim yang terdiri dari ahli gizi, juru masak, pengelola dan konsumen (santri dan orang tuanya). Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan menu: 1) informasi tentang pelanggan yang akan dilayani, meliputi jumlah, usia, jenis kelamin, kebutuhan gizi, makanan kesukaan dan kemampuan membayar; 2) pengetahuan tentang proses kegiatan meliputi peralatan yang tersedia di dapur, keterampilan, anggaran, serta tipe dan jenis pelayanan; 3) faktor lingkungan seperti waktu, musim, iklim dan ketersediaan sumber bahan pangan; dan 4) estetika meliputi variasi makanan, kombinasi warna, tekstur, bentuk, rasa dan konsistensi (Perdigon 1989). Perencanaan menu di PP Sahid hanya disesuaikan dengan anggaran yang telah ditetapkan yaitu seharga Rp 4.000 untuk sekali makan dan variasi masakan. Perencanaan menu di PP UQI disusun berdasarkan anggaran atau biaya yang tersedia yaitu seharga Rp 2.700 untuk sekali makan serta kondisi harga bahan pangan di pasar. Perencanaan menu di kedua pesantren belum mempertimbangkan faktor yang sangat penting yaitu kebutuhan gizi, hal tersebut karena tidak adanya tenaga profesional (ahli gizi). Kebutuhan gizi sangat penting diperhatikan saat perencanaan menu karena berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan asrama. Rendahnya kuantitas dan kualitas makanan
46
asrama menyebabkan santri masih merasa lapar setelah makan makanan asrama, sehingga santri membeli makanan dari luar asrama. Siklus menu adalah berbagai susunan menu yang direncanakan dengan matang untuk jangka waktu tertentu dan berulang setelah jangka waktu itu selesai (Yuliati & Santoso 1995). Menu dapat disusun untuk satu rangkaian waktu 5, 7, 10 atau 21 hari dan selanjutnya diputarkan (siklus) selama 3 atau 6 bulan setelah itu diganti dengan rangkaian menu baru (Depkes 1991). Penentuan siklus menu berguna untuk memudahkan, menghemat waktu dan tenaga pegawai dalam pembelian bahan pangan baik yang langsung dimasak maupun yang disimpan sebagai persediaan (Yuliati & Santoso 1995). Menu di PP Sahid dibuat untuk siklus 7 hari yang telah digunakan selama 4 bulan. Menu makanan asrama yang direncanakan dalam siklus menu 7 hari PP Sahid dapat dilihat pada Lampiran 2. Menu di PP UQI dibuat untuk siklus 7 hari tetapi penyajian menu tidak tetap di hari yang sama kecuali untuk opor ayam pada hari rabu makan siang dan semur telur pada hari jumat makan siang. PP UQI dikatakan memiliki siklus menu walaupun penyajian menu tiap minggunya dapat berubah-ubah karena bahan pangan yang digunakan merupakan bahan pangan yang sama setiap minggunya. Namun, menu makanan yang direncanakan PP UQI belum bervariasi yaitu setiap hari berupa nasi putih, mie goreng, bihun goreng, masakan berbahan dasar tahu dan tempe, serta sayuran (sayur asem, sayur sop, sayur kol santan dan urap), kadang-kadang ikan asin. Tahu dan tempe dimasak bergantian menggunakan bumbu semur atau bumbu kuning (santan). Menu makanan asrama yang direncanakan dalam siklus menu 7 hari PP UQI dapat dilihat pada Lampiran 3. Harus ada standar untuk setiap porsi hidangan, sehingga macam dan jumlah bahan pangan per porsi menjadi jelas. Standar porsi dinyatakan dalam berat bersih bahan pangan yang digunakan. Harus ada resep standar, dilengkapi dengan macam, jumlah, harga bumbu yang dapat dikembangkan di berbagai institusi, serta jumlah porsi per satu resep (Depkes 1991). Standar porsi Katering Barakah PP Sahid ada untuk lauk hewani dan lauk nabati, yaitu masing-masing 1 potong (misal 1 ekor ayam dipotong 12 potong atau tempe dan tahu masingmasing 1 buah), tetapi untuk nasi, sayur dan buah tidak ada standar porsi karena santri bebas mengambil selama masih tersedia banyak. Katering Barakah memiliki standar resep, tetapi standar resep ini tidak ada dalam bentuk tertulis, hanya mengandalkan memori para juru masak.
47
Tidak ada standar porsi yang diterapkan di PP UQI. Sebenarnya sudah ada aturan bagi santri untuk makan secara sendiri-sendiri. Namun, kebanyakan santri mengambil makanan untuk dimakan bersama-sama sehingga sewaktu mengantri dan diambilkan makanan oleh penyaji, tidak ada porsi khusus tiap orang, tergantung santri meminta seberapa. Resep standar yang biasa digunakan PP UQI untuk masakan yaitu bumbu kuning dan bumbu semur untuk tahu dan tempe. Resep tidak ada standar secara tertulis, hanya berdasarkan pengalaman yang selama ini telah dilakukan. Pelaksanaan Penyelenggaraan Makanan Pembelian Bahan pangan Palacio & Theis (2009) mendefinisikan pembelanjaan bahan pangan sebagai sebuah proses pembelian atau pengadaaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai. Metode pembelian menurut Perdigon (1989) yaitu informal or the open market buying (informal atau pembelian langsung ke pasar), formal competitive bid buying (pembelian bahan pangan dengan pelelangan) dan semi-formal method or negotiated buying (metode semi-formal atau pembelian dengan musyawarah). Metode pembelian bahan pangan PP Sahid dilakukan secara informal or the open market buying (informal atau pembelian langsung ke pasar), yaitu dengan cara pemesanan melalui pemasok (PT Balapapat). PT Balapapat memasok bahan pangan, bahan pembersih/sabun, gas dan air minum. Pengadaan atau pembelian bahan pangan dilakukan dengan cara memesan bahan-bahan pangan yang dibutuhkan sesuai dengan menu yang telah ditetapkan. Pengadaan bahan pangan dilakukan setiap hari yaitu sehari sebelum menu diolah, tetapi untuk tiap bahan pangan memiliki waktu belanja masingmasing sesuai dengan kebutuhan. Pengadaan bahan pangan basah sehari sekali dan untuk bahan pangan kering dua hari sekali atau seminggu sekali sesuai dengan kebutuhan. Secara rinci dapat dilihat waktu belanja di penyelenggaraan makanan PP Sahid pada Lampiran 5. Metode pembelian di PP Sahid dinilai sudah cukup baik karena sudah ada perjanjian antara PT Balapapat dengan PP Sahid untuk pembelian bahan makanan, sehingga pengadaan bahan makanan sudah terjamin jumlah maupun kualitasnya sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. PP Sahid tidak perlu mencari bahan makanan sendiri di pasar yang belum tentu ada sesuai dengan menu yang telah ditetapkan.
48
Metode pembelian bahan pangan PP UQI juga dilakukan secara informal or the open market buying (informal atau pembelian langsung ke pasar), yaitu dengan cara membeli sendiri di pasar (Leuwiliang) dan dengan pemesanan melalui pemasok dari pasar (Leuwiliang). Pembelian sendiri di pasar dilakukan untuk sayuran, bumbu, rempah, minyak goreng, garam, ikan asin, gula pasir dan bahan pembersih. Bahan pangan lain yang harus selalu ada setiap hari di pesan melalui pemasok dan diantar langsung ke PP UQI. Bahan pangan
tersebut
antara lain beras, tahu, tempe, ayam, telur, kecap, bihun, mie telur dan gas bahan bakar. Pengadaan bahan pangan dengan membeli sendiri di pasar dilakukan setiap dua hari sekali, tetapi pengambilan bahan pangan tersebut dilakukan setiap hari. Bahan pangan yang dipesan kepada pemasok diantar pada waktu yang berbeda-beda tergantung kebutuhan. Secara rinci dapat dilihat waktu belanja di penyelenggaraan makanan PP UQI pada Lampiran 6. Jika dilihat dari segi tenaga dan biaya transportasi, pembelian dengan pemesanan melalui pemasok lebih menguntungkan dibandingkan dengan pembelian sendiri ke pasar. Jika dilihat dari segi kualitas bahan pangan, tidak ada yang lebih baik diantara keduanya karena PP UQI belum terlalu mementingkan terhadap kualitas bahan pangan. Pemesanan bahan pangan di PP Sahid dilakukan oleh Operational Katering Barakah, mencatatnya dalam nota belanja kemudian menyerahkan kepada Kepala Kerumahtanggaan Asrama Putri. Kepala Kerumahtanggaan selanjutnya akan memesankan bahan pangan maupun bahan-bahan lain kepada PT. Balapapat yang sudah dikontrak untuk menyediakan segala macam kebutuhan pesantren. Pengaturan pembelian bahan pangan di PP UQI dilakukan oleh penanggung jawab dapur. Orang yang diserahi tanggung jawab pembelian sebaiknya memiliki pengetahuan tentang berbagai produk bahan pangan, standar yang digunakan untuk menilai produk dalam hal mutu, jumlah, sanitasi dan harga, serta mempunyai pengetahuan tentang prosedur yang digunakan dalam memeriksa bahan pangan dan melaksanakan administrasi penerimaan (Sinaga 2010). Orang yang diserahi tanggung jawab pembelian di PP Sahid dan PP UQI adalah penanggung jawab dapur karena dinilai lebih mampu untuk melaksanakan/melakukan proses pembelian, walaupun belum sepenuhnya memenuhi persyaratan menurut Sinaga (2010), yaitu masih kurangnya pengetahuan tentang prosedur yang digunakan dalam memeriksa bahan pangan dan administrasi penerimaan.
49
Penerimaan Bahan pangan Penerimaan adalah proses lain dalam sistem penyelenggaraan makanan, yang memastikan apa yang telah dibeli benar-benar sesuai kualitas dan kuantitasnya dengan apa yang telah dikirimkan (Perdigon 1989). Prosedur penerimaan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara konvensional, yaitu pesanan bahan pangan diteliti dan diamati bagaimana cara pengepakan/ pembungkusan/penanganan menurut yang tercantum dalam perjanjian jual beli, termasuk ketepatan waktu pengiriman bahan pangan. Bahan pangan yang telah diteliti dan diamati selanjutnya dikirim ke gudang/ruang penyimpanan. Petugas mencatat dan melaporkan pemasukan bahan pangan. Penerimaan bahan pangan juga dapat dilakukan secara blind (tanpa diperiksa), karena rekanan sudah dipercaya, baik kualitas, cara pelayanan dan harga (Depkes 1991). PP Sahid menerima bahan pangan yang telah dipesan dari PT Balapapat. Tidak ada ruangan khusus untuk penerimaan bahan pangan. Bahan pangan diantar menggunakan mobil bak tertutup untuk bahan pangan kering dan gerobak motor untuk bahan pangan basah. Kondisi alat transportasi tersebut dinilai sudah baik dalam hal kebersihannya karena kedua alat transportasi tersebut selalu dibersihkan secara berkala. Dua alat transportasi ini langsung menuju dapur dan menurunkan bahan pangan di depan pintu dapur. Bahan pangan yang telah diterima diletakkan dilantai sebelum dipersiapkan maupun dibawa ke ruang penyimpanan. Penerimaan bahan pangan PP Sahid dilakukan oleh Operational Katering dengan prosedur penerimaan secara konvensional, yaitu dengan mencocokan jumlah dan jenis bahan pangan yang diantar oleh PT Balapapat dengan catatan dalam nota belanja. Namun, pesanan bahan pangan belum diteliti
dan
diamati
bagaimana
cara
pengepakan/pembungkusan/
penanganan menurut yang tercantum dalam perjanjian jual beli. Proses penerimaan bahan pangan di PP Sahid dapat dikatakan belum sepenuhnya memenuhi prosedur penerimaan yang baik secara konvensional. Bahan pangan yang dibeli sendiri oleh PP UQI dari pasar diangkut menggunakan mobil pick up khusus untuk belanja keperluan dapur. Bahan pangan dari mobil dipindah ke gerobak setelah sampai di dekat dapur. Bahan pangan selanjutnya dipersiapkan untuk segera diolah atau disimpan jika tidak langsung digunakan. Gerobak yang digunakan untuk keperluan belanja adalah gerobak yang sama ketika mendistribusikan makanan matang. Sebaiknya PP UQI memiliki gerobak yang berbeda untuk keperluan belanja untuk menghindari
50
adanya kontaminasi dari gerobak belanja ke makanan matang. Penerimaan bahan pangan yang dipesan PP UQI dilakukan oleh karyawan dapur, tidak ada yang khusus menangani penerimaan bahan pangan. PP UQI melakukan prosedur penerimaan bahan pangan secara blind karena sudah percaya dengan pihak pemasok bahan pangan. PP UQI sebelumnya memeriksa jumlah bahan pangan dengan cara menimbang, sekarang tidak dilakukan lagi karena sudah percaya. Pemeriksaan untuk kualitas bahan pangan kadang masih diperiksa oleh penanggung jawab dapur. Proses penerimaan bahan pangan di PP UQI belum bisa dikatakan benar karena metode penerimaan secara blind bukan maksudnya pesanan tidak diperiksa sama sekali. Pemeriksaan untuk kualitas mungkin bisa saja tidak diperiksa karena sudah percaya kepada pihak penjual/leveransir tetapi tetap pesanan harus dicek, ditimbang dan dihitung kemudian dicatat di buku laporan atau formulir yang dilengkapi dengan jumlah, berat, panjang, dan spesifikasi lain jika diperlukan (pemeriksaan secara kuantitas). Proses penerimaan bahan pangan di PP Sahid dan PP UQI sudah sesuai dengan pengendalian lajur makanan menurut Depkes (2001) yaitu memilih bahan yang baik dan bersih serta membuang bahan yang rusak dan kotor. Pada PP Sahid, jika terdapat bahan pangan yang tidak sesuai dengan jumlah dan jenisnya atau mengalami kerusakan makan akan dikembalikan, kemudian PT Balapapat akan mengganti pada hari berikutnya. Pada PP UQI, jika terdapat bahan pangan yang tidak sesuai atau mengalami kerusakan maka pemasok akan diberi peringatan. Jika pemasok melakukan kesalahan yang sama maka akan dicari pemasok yang lain. Penyimpanan Bahan pangan Penyimpanan
bahan
pangan
adalah
suatu
tata
cara
menata,
menyimpan, memelihara keamanan bahan pangan kering atau basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan pangan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya (Depkes 2003). Penyimpanan bahan pangan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi bahan pangan, mencegah kerusakan/gangguan lingkungan bahan pangan, melayani kebutuhan macam dan jumlah bahan pangan dengan kualitas dan waktu yang sesuai untuk unit yang memerlukan (Depkes 1991). PP Sahid dan PP UQI melakukan proses penyimpanan dengan tujuan untuk mempertahankan mutu bahan pangan supaya tidak berubah kualitasnya. Alat/fasilitas penyimpanan yang dimiliki Katering Barakah PP Sahid adalah bakul
51
bambu, kaleng bumbu giling dan bubuk, keranjang rempah, freezer serta rak besar. Katering Barakah melakukan pemisahan dalam menyimpan bahan pangan basah dan kering. Menurut Depkes (1991) bahwa penyimpanan bahan kering dan basah harus dipisahkan dan memiliki perlakuan masing-masing yang berbeda dengan memperhatikan macam, golongan, urutan pemakaian, kartu stock, jam buka, petugas penjaga, pembersihan, suhu dan kelembabannya. Bahan makanan basah seperti daging, ikan, ayam dan olahnnya disimpan di dalam freezer, sedangkan telur disimpan dikeranjang telur pada suhu ruang. Seharusnya telur (bahan pangan berprotein) disimpan pada suhu <00C (frozen) jika disimpan untuk jangka waktu >24 jam (Depkes 2001). Buah-buahan seperti semangka, melon, pepaya, atau pisang diletakan langsung di atas lantai. Seharusnya buah-buahan disimpan pada suhu 100-150C (cooling) (Depkes 2001). Sayuran seperti wortel, kol, kentang dan labu siam diletakan di keranjangkeranjang sayuran pada suhu ruangan (250C). Seharusnya sayuran disimpan pada suhu 100-150C (cooling) (Depkes 2001). Bahan pangan kering seperti tepung, biji-bijian dan bahan pangan kering lainnya di simpan di rak besar. Karung-karung disimpan di atas lantai yang sebelumnya dialasi dengan papan (>15 cm). Bumbu kering dan rempah-rempah dipisah dalam masing-masing keranjang dan wadah, sedangkan bumbu basah/giling dibungkus plastik atau diletakkan di toples. Bumbu-bumbu ini disimpan di rak yang terdapat di dapur, dekat dengan tempat pengolahan makanan. Penyimpanan bahan makanan mentah di PP UQI hampir seluruhnya di gudang kering dapur utama dan tidak ada pengaturan suhu seperti kulkas atau freezer. Bahan makanan basah seperti sayuran, tahu, tempe dan ayam biasanya langsung diolah pada hari ketika bahan-bahan tersebut dibeli sehingga tidak diperlukan tempat penyimpanan. Telur yang biasanya dibeli sehari sebelum dimasak diletakan di box telur pada suhu ruang. Seharusnya telur (bahan pangan berprotein) disimpan pada suhu 00-40C (freezing) jika disimpan dalam jangka waktu sampai 24 jam. Bahan pangan kering seperti beras disimpan di gudang. Mie kering, bihun kering dan bumbu-bumbu disimpan di dapur khusus di rumah Pimpinan PP UQI. Pencatatan untuk penyimpanan bahan pangan di PP Sahid dilakukan untuk memeriksa bahan pangan apa saja yang sudah hampir habis kemudian dipesan lagi. Pencatatan untuk penyimpanan bahan pangan di PP Sahid belum
52
bisa dikatakan baik karena belum dicatat bahan pangan apa dan jumlahnya berapa yang masuk dan keluar, selain itu belum mencantumkan tanda dan tanggal pada bahan pangan, sehingga tidak dapat diperkirakan secara benar bahan pangan mana yang akan diolah terlebih dulu. Tidak ada pencatatan khusus untuk penyimpanan bahan pangan di PP UQI. Sebaiknya ada pencatatan untuk penyimpanan bahan pangan di PP UQI supaya dapat diketahui dengan jelas bahan pangan apa dan jumlahnya berapa yang masuk dan keluar, serta yang harus dipesan lagi. Selain itu supaya dapat ditentukan bahan pangan mana yang akan diolah terlebih dahulu. Pengolahan Bahan pangan Persiapan. Menurut Wirakusumah (1991) bahwa pada prinsipnya pengolahan bahan pangan meliputi persiapan dan pemasakan bahan pangan. Persiapan adalah suatu proses kegiatan dalam rangka menangani bahan pangan dan bumbu sehingga siap atau layak untuk dilanjutkan dengan kegiatan pemasakan. Depkes (1991) menjelaskan bahwa kemungkinan-kemungkinan yang dapat merusak/melarutkan zat-zat gizi dalam bahan pangan harus dihindari dalam persiapan bahan pangan. Perlakuan terhadap bahan pangan ini selain selama persiapan juga harus diperhatikan selama proses pemasakan, penyajian serta perlakuan selama masakan disimpan. Katering Barakah PP Sahid melakukan persiapan bahan pangan sebelum diolah sesuai dengan menu yang telah direncanakan. Tidak ada ruangan khusus untuk persiapan bahan pangan. Kegiatan persiapan bahan pangan dilakukan di luar dapur, di halaman sekitarnya. Waktu persiapan bahan pangan yaitu untuk memasak pagi hari dilakukan sejak sore hari pada hari sebelumnya (sekitar pukul 15.30-17.00), persiapan bahan pangan untuk memasak siang hari dilakukan pada pagi hari setelah selesai masak untuk makan pagi (sekitar pukul 07.00-10.00) dan persiapan bahan pangan untuk memasak sore hari dilakukan pada siang hari setelah selesai memasak untuk makan siang (sekitar pukul 13.00-14.30), terkadang persiapan bahan pangan untuk memasak sore hari sebagian telah dipersiapkan berbarengan dengan persiapan bahan pangan untuk memasak siang hari karena waktu persiapan bahan pangan di pagi hari lebih panjang. Proses persiapan bahan pangan di Katering Barakah PP Sahid terdiri atas pengupasan, pemotongan dan pencucian untuk sayur dan buah, pencucian dan penumbukan untuk bumbu-bumbu masakan, dan juga pemotongan dan
53
pencucian untuk bahan-bahan yang lain. Sebaiknya dilakukan pencucian terlebih dahulu kemudian pemotongan, tujuannya untuk meminimalkan kehilangan zat gizi saat pencucian. Bahan pangan hewani seperti ayam, daging dan ikan biasanya sudah dalam keadaan potongan ketika diantar oleh pemasok, sehingga langsung dicuci kemudian dibungkus plastik dan disimpan pada alat pendingin untuk digunakan pada esok hari. Proses persiapan bahan makanan di PP Sahid belum
sepenuhnya
menghindari
kemungkinan-kemungkinan
yang
dapat
merusak/melarutkan zat-zat gizi dalam bahan pangan. PP UQI melakukan persiapan bahan pangan di ruang yang sama untuk penyimpanan bahan pangan. Persiapan bahan pangan untuk makan pagi dilakukan pada malam hari (sekitar pukul 22.00-02.00), untuk makan siang dilakukan pada pagi hari (sekitar pukul 07.00-10.00), dan untuk makan malam dilakukan pada siang hari setelah selesai masak untuk makan siang (sekitar pukul 13.00-16.00). Kegiatan persiapan bahan pangan yang dilakukan antara lain pemotongan, pencucian dan penggilingan. Sayuran seperti labu siam tidak dikupas dengan alasan terlalu banyak jika harus mengupasnya satu persatu, sehingga langsung dipotong-potong dan dicuci. Sayuran lain dipotong-potong terlebih dahulu kemudian dicuci. Sebaiknya dilakukan pencucian terlebih dahulu kemudian pemotongan, tujuannya untuk meminimalkan kehilangan zat gizi saat pencucian. Ayam langsung dicuci karena sudah dipotong-potong ketika diantar oleh pemasok bahan pangan. Tempe dipotong-potong dan langsung diolah, sedangkan tahu tidak ada persiapan khusus. Telur juga langsung direbus tanpa ada persiapan khusus. Seharusnya telur dicuci sebelum diolah karena kotoran yang menempel di kulit telur merupakan sumber penyakit. Proses persiapan bahan makanan di PP UQI belum sepenuhnya menghindari kemungkinankemungkinan yang dapat merusak/melarutkan zat-zat gizi dalam bahan pangan. Pemasakan. Pemasakan adalah suatu proses perubahan dari bahan pangan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap dimakan (Wirakusumah 1991). Menurut Depkes (1991), pemasakan adalah proses kegiatan terhadap bahan pangan dan bumbu yang telah dipersiapkan, dengan menggunakan
berbagai
cara
pemasakan
seperti
membakar,
merebus,
mengukus, menggoreng, mengetim dan sebagainya dalam rangka meningkatkan cita rasa, nilai cerna bahan pangan dan menghilangkan/mematikan kumankuman yang berbahaya.
54
Katering Barakah PP Sahid melakukan pemasakan sesuai dengan menu yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses memasak dilakukan oleh koki, asisten koki dan dibantu oleh pegawai yang lain, tanpa ada shift kerja. Jenis pemasakan bahan pangan sesuai dengan jenis menu makanan PP Sahid yang sangat beragam, antara lain mengukus, merebus, menggoreng, menumis, memanggang dan lain sebagainya. Kegiatan memasak dilakukan di dapur sebanyak tiga kali sehari untuk makan pagi, siang dan malam yaitu pukul 04.0005.30,
pukul
07.00-11.00
dan
pukul
13.00-16.00.
Masakan
kemudian
ditempatkan pada wadah masing-masing untuk didistribusikan dan disajikan. Kegiatan memasak di PP UQI antara lain mengukus, merebus, menumis dan menggoreng sesuai dengan menu makanan yang telah direncanakan. Pengolahan makanan dilakukan oleh tenaga kerja secara bergiliran, tetapi tidak ada jadwal atau pembagian kerja yang jelas. PP UQI melakukan pemasakan di dapur tiga kali sehari untuk makan pagi, siang dan malam yaitu pada pukul 22.00-02.30 untuk makan pagi, 07.30-11.30 untuk makan siang dan 13.00-17.00 untuk makan malam. Makanan yang telah matang dipisah-pisah dalam wadah masing-masing untuk didistribusikan dan disajikan. Menurut
Kepmenkes
RI
No.
715/MENKES/SK/V/2003
tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga bahwa luas untuk tempat pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja pada pekerjaannya dengan mudah dan efisien agar menghindari kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 m2 untuk setiap orang bekerja. Luas lantai dapur PP Sahid sekitar 96 m2 atau 9,6 m2 untuk tiap orang. Luas lantai dapur PP UQI sekitar 26,25 m2 atau 2,2 m2 untuk tiap orang. Luas lantai dapur di PP Sahid dan PP UQI sudah sesuai dengan Kepmenkes RI No. 715/MENKES/SK/V/2003. Pendistribusian dan Penyajian Makanan Pendistribusian.
Ada
dua
cara
yang
dapat
digunakan
dalam
mendistribusikan makanan yang disesuaikan dengan keadaan dapur penyedia makanan tersebut. Cara sentralisasi yaitu makanan langsung dibagikan pada rantang makanan masing-masing konsumen ataupun dalam kotak makanan. Cara desentralisasi berarti penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, di ruang makan ini makanan disajikan dalam bentuk porsi (Depkes 1991).
55
PP Sahid mengatur jam makan untuk santri putri yaitu pukul 06.0007.15 (makan pagi), pukul 12.00-13.00 (makan siang, setelah sholat dzuhur) dan pukul 18.30-19.30 (makan malam setelah sholat maghrib). Distribusi makanan dari dapur dilakukan pada pukul 05.30 (makan pagi), pukul 11.00 (makan siang) dan pukul 17.00 (makan malam). Distribusi makanan menggunakan mobil khusus untuk mengantar makanan yaitu ke tempat makan yang jauh dari dapur. Sistem distribusi yang digunakan yaitu secara desentralisasi, yaitu penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, di ruang makan ini makanan disajikan dalam bentuk porsi, makanan diporsikan ke dalam alat makan (plato) masing-masing santri putri. PP UQI mendistribusikan makanan ke tempat penyajian makanan oleh tenaga kerja secara bergiliran. Sistem distribusi yang digunakan yaitu desentralisasi. Makanan matang yang telah ditempatkan pada wadah masingmasing sesuai dengan jenisnya kemudian didistribusikan menggunakan gerobak. Distribusi makanan dari dapur dilakukan pada pukul 05.30 (makan pagi), pukul 13.00 (makan siang) dan pukul 18.00 (makan malam). Waktu makan santri juga telah ditentukan yaitu pukul 05.30-07.00 (makan pagi), pukul 13.00-14.00 (makan siang, setelah sholat dzuhur) dan pukul 18.00-19.00 (makan malam, setelah sholat maghrib). Penyajian. Menurut Wirakusumah (1991), penyajian merupakan kegiatan yang dilakukan setelah bahan pangan selesai diolah atau diproses. Hidangan yang
lezat
tanpa
penyajian
yang
menarik
akan
mengecewakan
atau
menghilangkan selera makan konsumen. Penyajian makanan PP Sahid dilakukan oleh tenaga kerja Katering Barakah. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara PP Sahid dan Katering Barakah, tenaga kerja (pramusaji) yang menyajikan makanan di tempat makan minimal sebanyak tiga orang yang terdiri atas pengawas pengambilan makan, pengawas santri ketika makan, dan pengawas kebersihan. Selain itu pramusaji harus menggunakan pakaian seragam yang rapi, bersih dan islami ketika menyajikan makanan. Ruang makan santri putri terdiri atas empat tempat yang terpisah antara lain ruangan 1) Warung Sahid Ria (sebelah dapur), 2) Mat’am Sunan Giri (dekat Asrama Sunan Giri), 3) Panti Boga Putri (dekat kelas Aliyah dan dapur putra), dan 4) Kafe (dekat dengan kelas Tsanawiyah dan Taman Darul Maqomah).
56
Sistem penyajian yang digunakan PP Sahid yaitu Cafetaria dengan Pelayanan, sebagian menu makanan tersedia dalam bentuk porsi pada alat makan yang telah disediakan dan sebagian lagi menu makanan disajikan oleh pramusaji atas permintaan dari santri. Santri bebas mengambil nasi sesuai keinginan. Prinsip penyajian menurut Depkes (2001) yang diterapkan PP Sahid agar makanan terjaga kualitas dan keamanannya yaitu prinsip wadah (setiap jenis makanan ditempatkan pada wadah yang terpisah dan tertutup), prinsip edible portion (setiap bahan yang disajikan adalah bahan yang dapat dimakan), prinsip pemisah (makanan diporsikan secara terpisah pada plato), prinsip bersih (peralatan), prinsip handling (tidak ada kontak langsung antara makanan dengan anggota tubuh), dan prinsip tepat penyajian (menu, waktu, tata hidang dan volume). Prinsip kadar air dan prinsip panas belum diterapkan pada penyajian di PP Sahid, makanan yang berkuah tidak dicampur pada saat menjelang dihidangkan dan tidak dilengkapi dengan alat saji panas, sehingga seringkali menu makanan tersebut sudah dingin ketika akan dimakan. Belum ada ruang makan untuk santri putri di PP UQI. Penyajian makanan dilakukan di luar ruangan, yaitu disediakan semacam meja permanen yang dilapisi keramik. Meja permanen tersebut berjarak sekitar 5 meter dari dapur. Penyajian dilakukan pada wadah masing-masing selanjutnya santri mengantri dengan membawa piring, mangkuk atau nampan (sesuai yang dimiliki santri) untuk mengambil makanan yang disediakan, kemudian santri bebas makan dimana saja selain di masjid, ruang kelas dan kamar. Biasanya santri makan di depan kamar masing-masing. Sebaiknya PP UQI menyediakan ruang makan, lebih baik mendirikan sebuah tenda atau tempat makan outdoor daripada tidak ada tempat makan khusus sama sekali, sehingga nantinya diharapkan dapat terlihat rapi dan teratur ketika makan. Pelayanan yang digunakan PP UQI yaitu Cafetaria dengan Pelayanan. Santri mengantri untuk mendapatkan makanan yang akan dilayani/ diambilkan oleh petugas penjaga makanan (tenaga kerja dapur dan santri yang tugas piket). Prinsip penyajian menurut Depkes (2001) yang diterapkan PP UQI antara lain prinsip wadah (setiap jenis makanan ditempatkan pada wadah yang terpisah), edible portion (setiap bahan yang disajikan adalah bahan-bahan yang dapat dimakan), bersih (peralatan), handling (tidak ada kontak langsung dengan tubuh) dan tepat penyajian (menu, waktu dan tata hidang, sedangkan untuk volume belum tepat karena kadang masih terdapat santri yang tidak kebagian makanan).
57
Prinsip kadar air dan prinsip panas belum diterapkan pada penyajian di PP UQI, makanan yang berkuah tidak dicampur pada saat menjelang dihidangkan dan tidak dilengkapi dengan alat saji panas, sehingga seringkali menu makanan tersebut sudah dingin ketika akan dimakan. Tidak ada prinsip pemisah dalam pemorsian makanan di PP UQI. Pemorsian dijadikan menjadi satu mulai dari nasi, lauk pauk dan sayur karena wadah yang digunakan adalah piring, mangkuk atau nampan (tidak ada pemisah seperti pada plato), sehingga ketika makanan diporsikan menyatu antara nasi, lauk pauk dan sayur. Sebaiknya diterapkan prinsip pemisah saat pemorsian karena bila santri misalnya tidak menyukai salah satu menu makanan yang disajikan maka santri masih bisa memakan menu makanan lain. Tetapi jika tidak ada pemisah dalam pemorsian, menu makanan yang tidak disukai tadi bercampur dengan menu makanan lain dalam satu wadah, sehingga dikhawatirkan santri malah tidak mau memakan semua menu yang telah diporsikan tersebut karena bercampur dengan menu makanan yang tidak disukainya. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi Energi dan Protein Menurut Harper et al. (1986) konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut selanjutnya menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan serta pertumbuhan. Metode survei konsumsi pangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode estimated food record. Metode estimated food record merupakan salah satu metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu, metode ini disebut juga food records atau diary records (Supariasa et al. 2002). Survei konsumsi pangan pada penelitian ini dilakukan dengan cara meminta contoh untuk mencatat semua yang ia makan dan minum (kecuali air putih) setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) selama 7 hari berturut-turut. Saat di asrama selain mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh asrama, contoh juga mengkonsumsi makanan yang dibeli di kantin asrama atau luar asrama. Oleh karena itu, sebagian dari kebutuhan energi dan zat gizi dipenuhi dari makanan kantin atau luar asrama. Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh PP Sahid adalah 1528 kkal dan 35,53 gram dan pada contoh PP UQI adalah 1555 kkal dan 39,11 gram. Berikut disajikan data secara rinci ratarata konsumsi energi dan protein contoh PP Sahid dan PP UQI pada Tabel 12.
58
Tabel 12 Sebaran contoh menurut rata-rata konsumsi energi dan protein Zat gizi
Makanan asrama
Energi (kkal) Protein (gram)
1170 ± 343 27,29 ± 8,00
Energi (kkal) Protein (gram)
764 ± 428 19,31 ± 11,08
Rata-rata konsumsi Makanan luar asrama PP Sahid 357 ± 265 8,24 ± 6,67 PP UQI 792 ± 403 19,81 ± 10,82
Total 1528 ± 320 35,53 ± 7,98 1555 ± 389 39,11 ± 11,08
Rata-rata konsumsi makanan asrama contoh PP Sahid menyumbangkan energi dan protein lebih banyak dibandingkan rata-rata konsumsi makanan luar asramanya.
Rata-rata
konsumsi
makanan
asrama
contoh
PP
UQI
menyumbungkan energi dan protein lebih sedikit dibandingkan rata-rata konsumsi makanan luar asramanya. Hal tersebut diduga karena faktor kebosanan terhadap menu makanan yang kurang bervariasi, sehingga santri putri di PP UQI mencari makanan dari luar asrama yang cukup beragam jenisnya. Penelitian yang dilakukan oleh Davis & Scoular (1956) pada mahasiswi yang berusia 17-27 tahun di asrama mahasiswi (Home Management House Duplex), North Texas State College, Denton menunjukkan bahwa rata-rata total konsumsi energi mahasiswi masih rendah yaitu sebesar 2174 Kalori/hari. Energi yang direkomendasikan oleh National Research Council’s (NRC) Committee on Food and Nutrition tahun 1941 untuk orang Amerika yaitu 2280 Kalori/hari untuk umur 16-20 tahun dan 2185 Kalori/hari untuk umur >20 tahun. Penelitian pada sampel dan tempat yang sama yang dilakukan oleh Scoular et al. (1956) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein masih rendah yaitu sebesar 52 gram/hari. Protein yang direkomendasikan oleh NRC tahun 1941 untuk orang Amerika yaitu 75 gram untuk umur 16-20 tahun dan 55 gram untuk umur >20 tahun. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan bahwa rata-rata energi dan protein santri putri di PP Sahid dan PP UQI masih dibawah angka kecukupan yang dianjurkan oleh WNPG tahun 2004 (Lampiran 7). Metode survei konsumsi pangan yang dilakukan pada penelitian Davis & Scoular (1956) serta Scoular et al. (1956) yaitu dengan metode dietary record selama 5 hari berturut-turut dan konsumsi makanan ditentukan secara selfselected diet (diet yang dipilih sendiri) dengan cara penyajian makanan asrama berupa prasmanan. Hal tersebut menunjukan bahwa cara penyajian berupa prasmanan tidak memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan cara
59
cafetaria seperti pada penelitian ini. Penyelenggaraan makanan di asrama PP Sahid dan PP UQI belum mampu menyediakan kebutuhan energi sehari bagi santrinya, menu makanan belum cukup baik dari segi besar porsi serta kandungan energi dan zat gizinya. Konsumsi Vitamin Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi remaja sekaligus memerlukan tambahan vitamin di atas kebutuhan semasa bayi dan anak. Asupan thiamin, riboflavin dan niacin harus ditambah sejajar dengan pertambahan energi. Vitamin diketahui berperan dalam proses pelepasan energi dari karbohidrat. Asupan vitamin A, C dan E perlu ditingkatkan untuk menjaga agar sel dan jaringan baru tidak cepat rusak (Arisman 2010). Berikut disajikan data secara rinci rata-rata konsumsi vitamin contoh PP Sahid dan PP UQI. Tabel 13 Sebaran contoh menurut rata-rata konsumsi vitamin Zat gizi
Makanan asrama
Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
323,49 ± 136,36 0,69 ± 0,20 22,24 ± 9,22
Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
50,86 ± 41,75 0,17 ± 0,11 5,81 ± 5,96
Rata-rata konsumsi Makanan luar asrama Total PP Sahid 20,60 ± 30,05 344,09 ± 131,25 28,23 ± 68,81 28,92 ± 68,79 14,49 ± 41,19 36,73 ± 41,73 PP UQI 69,80 ± 59,16 120,65 ± 63,97 14,29 ± 36,85 14,46 ± 36,84 7,48 ± 5,73 13,29 ± 7,58
Rata-rata total konsumsi untuk vitamin pada contoh PP Sahid berturutturut adalah 344,09 RE (vitamin A), 28,92 mg (vitamin B1) dan 36,73 mg (vitamin C) dan pada contoh PP UQI berturut-turut adalah 120,65 RE (vitamin A), 14,46 mg (vitamin B1) dan 13,29 mg (vitamin C). Rata-rata total konsumsi vitamin (A, B1 dan C) pada contoh PP Sahid jauh lebih tinggi dibandingkan pada contoh PP UQI. Hal ini karena menu makanan asrama di PP Sahid menyediakan menu makan yang lebih lengkap (terdapat sayur dan atau buah pada setiap waktu makan) dibandingkan dengan makanan asrama di PP UQI. Rata-rata total konsumsi vitamin (kecuali vitamin B1) pada kedua kelompok contoh belum memenuhi angka kecukupan vitamin yang dianjurkan bagi remaja putri menurut WNPG (2004) (Lampiran 7). Sumber vitamin A dalam bentuk beta-karoten diantaranya banyak terdapat pada minyak sawit merah, sayuran berdaun hijau tua dan berbagai buah yang dagingnya berwarna kuning dan jingga. Begitu pula dengan sumber pangan
60
yang baik akan vitamin C, yaitu berasal dari buah-buahan dan sayuran berwarna hijau. Sumber yang sangat baik akan vitamin B1 (thiamin) meliputi ragi, hati, daging babi, butiran padi-padian utuh, kacang-kacangan dan biji-bijian yang mengandung minyak (Harper et al. 1986). Rata-rata total konsumsi vitamin B1 contoh sudah mencukupi angka kecukupannya, hal tersebut salah satunya diduga berasal dari jenis kue yang mengandung ragi seperti donat. Konsumsi Mineral Kebutuhan akan semua mineral pada remaja meningkat. Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentuk tulang dan otot (Arisman 2010). Kalsium dan fosfor bekerja sama dalam tubuh untuk membentuk tulang dan gigi (Harper et al. 1986). Berikut disajikan data secara rinci rata-rata konsumsi mineral contoh PP Sahid dan PP UQI pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh menurut rata-rata konsumsi mineral Zat gizi
Makanan asrama
Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg)
158,36 ± 49,10 310,63 ± 88,35 6,85 ± 2,01
Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg)
118,91 ± 75,16 182,21 ± 104,25 6,29 ± 3,86
Rata-rata konsumsi Makanan luar asrama Total PP Sahid 859,99 ± 1227,53 1018,35 ± 1224,79 59,73 ± 70,18 370,36 ± 81,57 2,18 ± 1,93 9,03 ± 2,41 PP UQI 615,58 ± 761,27 734,49 ± 741,38 560,30 ± 777,70 742,51 ± 755,59 6,79 ± 4,03 13,09 ± 4,39
Rata-rata konsumsi mineral contoh PP Sahid berturut-turut adalah 1.018,35 mg (kalsium), 370,36 mg (fosfor) dan 9,03 mg (zat besi) dan pada contoh PP UQI berturut-turut adalah 734,49 mg (kalsium), 742,51 mg (fosfor) dan 13,09 mg (zat besi). Rata-rata total konsumsi kalsium contoh PP Sahid lebih tinggi dibandingkan dengan contoh PP UQI. Rata-rata total konsumsi fosfor dan zat besi contoh PP Sahid lebih rendah dibandingan dengan contoh PP UQI. Rata-rata total konsumsi mineral (kecuali kalsium contoh PP Sahid) pada kedua kelompok contoh belum memenuhi angka kecukupan mineral yang dianjurkan untuk remaja putri menurut WNPG (2004) (Lampiran 7). Menurut Harper et al. (1986) bahwa susu dan hasil olahannya merupakan sumber yang baik sekali akan kalsium. Sayuran yang berwarna hijau (kecuali sayuran yang mengandung asam oksalat), biji kacang kedelai dan rumput laut adalah sumber kalsium kedua yang sangat baik. Fosfor tersebar luas dalam
61
pangan. Sumber yang baik akan besi meliputi hati, telur, daging merah, kacangkacangan, buah keras, butiran padi-padian yang utuh, sayuran berdaun hijau dan buah yang dikeringkan (Harper et al. 1986). Rata-rata total konsumsi kalsium pada contoh PP Sahid sudah mencukupi angka kecukupannya, hal tersebut diduga karena rata-rata contoh PP Sahid banyak yang mengkonsumsi susu kemasan dari makanan luar asramanya, disamping diberikannya menu ekstra (tambahan) berupa susu kambing pada menu makan siang di hari rabu. Secara umum rata-rata konsumsi luar asrama contoh PP Sahid lebih rendah dibandingkan contoh PP UQI. Namun, berdasarkan hasil penelitian Dewi (2012) bahwa rata-rata uang jajan/hari (untuk membeli makanan luar asrama) pada contoh PP Sahid (Rp 6.925/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan contoh PP UQI (Rp 2.575/hari). Jenis jajanan yang biasa dikonsumsi oleh contoh PP Sahid (79,1%) dan PP UQI (96,4%) yaitu snack seperti chiki dan gorengan. Snack yang banyak tersedia di kantin sekitar asrama PP Sahid yaitu chiki-chikian sedangkan di PP UQI yaitu gorengan. Snack jenis chiki-chikian selain kurang menyumbangkan energi dan zat gizi juga harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan snack jenis gorengan, sehingga diduga hal tersebut yang menyebabkan rata-rata konsumsi energi dan zat gizi makanan luar asrama contoh PP Sahid lebih rendah dibandingkan contoh PP UQI, tetapi rata-rata uang jajan/hari contoh PP Sahid lebih tinggi dibandingkan contoh PP UQI. Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dan Zat Gizi Tingkat kecukupan konsumsi energi. Departemen kesehatan (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan konsumsi energi menjadi lima kelompok yaitu: 1) defisit tingkat berat (<70% AKG), 2) defisit tingkat sedang (70%-79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80%-89% AKG), 4) normal (90%-119% AKG) dan 5) lebih (≥120% AKG). Tingkat kecukupan konsumsi energi ditentukan kaitannya dengan jumlah yang diperlukan untuk mendukung tingkat pertumbuhan dan mempertahankan berat badan yang diinginkan. Sebagian besar tingkat kecukupan konsumsi energi contoh PP Sahid (88,2%) dan PP UQI (74,7%) berada pada kategori defisit (tingkat ringan, sedang dan berat). Terdapat hanya 10,3% contoh PP Sahid dan 23,0% contoh PP UQI yang memiliki tingkat kecukupan konsumsi energi normal, serta masing-masing 1,5% (contoh PP Sahid) dan 2,3% (contoh PP UQI) yang memiliki tingkat kecukupan konsumsi energi lebih. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, sebaran tingkat kecukupan konsumsi energi pada kedua kelompok contoh tidak
62
berbeda nyata (p>0,05). Hal ini menunjukan bahwa tingkat kecukupan konsumsi energi pada kedua contoh tidak jauh berbeda yaitu rata-rata contoh di kedua kelompok memiliki tingkat kecukupan konsumsi energi kategori defisit (tingkat ringan, sedang dan berat). Data tingkat kecukupan konsumsi energi contoh PP Sahid dan PP UQI dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Tingkat kecukupan konsumsi energi contoh PP Sahid dan PP UQI Tingkat kecukupan konsumsi protein. Departemen kesehatan (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan konsumsi protein menjadi lima kelompok yaitu: 1) defisit tingkat berat (<70% AKG), 2) defisit tingkat sedang (70%-79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80%-89% AKG), 4) normal (90%-119% AKG) dan 5) lebih (≥120% AKG). Konsumsi protein yang rendah pada masa remaja akan menghambat pertumbuhan. Konsumsi energi yang rendah dapat menyebabkan inefesiensi penggunaan protein tubuh. Protein yang seharusnya digunakan untuk sintesis jaringan baru atau perbaikan jaringan tubuh yang rusak akan terhambat fungsinya karena digunakan untuk menutupi kekurangan energi tubuh (Nurdiani 2011). Sebanyak 85,4% contoh PP Sahid dan 72,3% contoh PP UQI mempunyai tingkat kecukupan konsumsi protein pada kategori defisit (tingkat berat, sedang dan ringan). Terdapat hanya 13,2% contoh PP Sahid dan 18,4% contoh PP UQI yang memiliki tingkat kecukupan konsumsi protein normal, serta masing-masing
63
1,5% (contoh PP Sahid) dan 9,2% (contoh PP UQI) yang memiliki tingkat kecukupan konsumsi protein lebih. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, sebaran tingkat kecukupan konsumsi protein pada kedua kelompok contoh adalah berbeda nyata (p<0,05). Data tingkat kecukupan konsumsi protein contoh PP Sahid dan PP UQI dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Tingkat kecukupan konsumsi protein contoh PP Sahid dan PP UQI Tingkat kecukupan konsumsi vitamin. Tingkat kecukupan konsumsi vitamin dikategorikan menjadi dua, yaitu cukup (tingkat kecukupan konsumsi ≥77% AKG) dan defisit (tingkat kecukupan konsumsi <77% AKG) (Gibson 2005). Sebagian besar tingkat kecukupan konsumsi vitamin A contoh PP Sahid (83,8%) adalah defisit dan pada contoh PP UQI seluruhnya (100%) defisit. Sebagian besar (54,4%) contoh PP Sahid memiliki tingkat kecukupan konsumsi vitamin B1 cukup, sedangkan pada contoh PP UQI sebagian besar (55,2%) defisit. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, perbedaan tingkat kecukupan konsumsi vitamin B1 pada kedua kelompok contoh adalah tidak berbeda nyata (p>0,05). Sebagian besar (88,2%) tingkat kecukupan konsumsi vitamin C contoh PP Sahid adalah defisit dan pada contoh PP UQI seluruhnya (100%) defisit. Berikut ini disajikan data tingkat kecukupan konsumsi vitamin pada contoh PP Sahid dan PP UQI.
64
Tabel 15 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan konsumsi vitamin Tingkat kecukupan konsumsi vitamin Cukup Vitamin A Defisit Total Cukup Vitamin B1 Defisit Total Cukup Vitamin C Defisit Total
PP Sahid n 11 57 68 37 31 68 8 60 68
% 16,2 83,8 100,0 54,4 45,6 100,0 11,8 88,2 100,0
PP UQI n 0 87 87 39 48 87 0 87 87
% 0,0 100,0 100,0 44,8 55,2 100,0 0,0 100,0 100,0
Tingkat kecukupan konsumsi mineral. Tingkat kecukupan konsumsi mineral dikategorikan menjadi dua, yaitu cukup (tingkat kecukupan konsumsi ≥77% AKG) dan defisit (tingkat kecukupan konsumsi <77% AKG) (Gibson 2005). Sebagian besar tingkat kecukupan konsumsi kalsium contoh PP Sahid (63,2%) dan PP UQI (69,0%) adalah defisit. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, perbedaan tingkat kecukupan konsumsi kalsium pada kedua kelompok contoh adalah tidak berbeda nyata (p>0,05). Seluruh contoh PP Sahid (100%) memiliki tingkat kecukupan konsumsi fosfor dan zat besi defisit dan sebagian besar contoh PP UQI memiliki tingkat kecukupan konsumsi fosfor (71,3%) dan zat besi (93,1%) pada ketegori defisit. Berikut disajikan data tingkat kecukupan konsumsi mineral contoh PP Sahid dan PP UQI. Tabel 16 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan konsumsi mineral Tingkat kecukupan konsumsi mineral Cukup Kalsium Defisit Total Cukup Fosfor Defisit Total Cukup Zat besi Defisit Total
PP Sahid n % 25 36,8 43 63,2 68 100,0 0 0,0 68 100,0 68 100,0 0 0,0 68 100,0 68 100,0
PP UQI n 27 60 87 25 62 87 6 81 87
% 31,0 69,0 100,0 28,7 71,3 100,0 6,9 93,1 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit merupakan faktor utama yang menyebabkan kurangnya konsumsi energi dan zat gizi contoh. Penelitian yang dilakukan oleh Maesaroh (2007) pada santri remaja putri di Ponpes Aribathul Islami Saribaru Kaliwungu menunjukkan bahwa 71,7% konsumsi energi, 58,5% konsumsi protein, dan
65
71,7% zat besi santri remaja putri dibawah AKG. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan bahwa secara umum tingkat konsumsi energi, protein, dan zat besi contoh masih dibawah AKG. Banyaknya contoh dengan tingkat konsumsi energi dan zat gizi defisit diduga karena tingkat ketersediaan dari makanan asrama belum memenuhi angka kecukupan sehari contoh. Rata-rata ketersediaan makanan asrama di PP Sahid dan PP UQI selama 7 hari secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Restantini (2003) pada santri putri usia 10-18 tahun di Ponpes Persis 85 Banjar yang menunjukkan bahwa 100% tingkat ketersediaan energi dan protein makanan asrama berada di bawah AKG yang dianjurkan. Menurut Adila (2012) bahwa Rata-rata kontribusi energi dan zat gizi dari menu makanan yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan sehari contoh PP Sahid sebagian besar masih kecil persentasenya. Kontribusi yang paling besar yaitu konsumsi vitamin B1 yaitu 64% dari angka kecukupannya. Rata-rata kontribusi energi dan zat gizi contoh PP UQI dari konsumsi menu makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan masih sangat kecil bahkan di bawah 50%. Berikut disajikan tabel rata-rata tingkat ketersediaan dan rata-rata kontribusi energi dan zat gizi dari konsumsi menu makanan asrama di PP Sahid dan PP UQI. Tabel 17 Rata-rata tingkat ketersediaan dan kontribusi energi dan zat gizi dari konsumsi menu makanan asrama di PP Sahid dan PP UQI Zat gizi Energi (kkal) Protein (gram) Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg)
Tingkat ketersediaan (%) PP Sahid PP UQI 67,5 57,1 85,2 62,1 78,3 15,9 78 31,3 46 20,4 28,6 18,2 52,7 29,1 41,8 38,4
Kontribusi menu makanan (%) PP Sahid PP UQI 55,0 37,0 54,0 39,0 54,0 9,0 64,0 16,0 33,0 9,0 16,0 12,0 31,0 19,0 27,0 24,0
Perbandingan antara kontribusi konsumsi terhadap tingkat ketersediaan menu makanan asrama disebut juga dengan tingkat kepatuhan konsumsi. Menurut Nurdiani (2011) bahwa tingkat kepatuhan konsumsi menggambarkan seberapa banyak menu yang disajikan dapat dihabiskan. Berdasarkan Tabel 17
66
dapat diketahui bahwa selain faktor ketersediaan makanan asrama juga karena faktor tingkat kepatuhan konsumsi makanan asrama belum maksimal. Tidak maksimalnya
kepatuhan
konsumsi contoh diduga karena
beberapa hal, yaitu adanya kebosanan contoh terhadap menu makanan dan adanya beberapa makanan yang tidak disukai. Berdasarkan hasil penelitian Adila (2012), sebesar 41% contoh PP Sahid belum mengkonsumsi semua atau satu porsi makanan yang disediakan pesantren. Masih cukup banyak contoh santri PP UQI yang hanya mengkonsumsi ½ bagian makanan (23%) dan ¾ bagian makanan (24%). Selain itu, tidak maksimalnya kepatuhan contoh diduga karena adanya beberapa contoh yang ditemui di lapangan cenderung mengambil jumlah/porsi makanan lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan dengan alasan ingin berdiet karena sangat mementingkan bentuk badannya. Menurut Sediaoetama (2006) bahwa remaja putri sangat mementingkan bentuk badannya, sehingga banyak yang berdiet tanpa nasihat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi. Adanya beberapa contoh yang berdiet tersebut diduga karena pengetahuan gizinya belum baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) menunjukan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan gizi contoh PP Sahid (49%) dan PP UQI (48%) masih dalam kategori sedang. Status Gizi Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status), sedangkan indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa et al. 2002). Menurut Riyadi (2001) bahwa IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), sebagian besar status gizi contoh PP Sahid (69,1%) dan PP UQI (79,3%) adalah normal. Sama halnya berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U), sebagian besar contoh PP Sahid (88,2%) dan PP UQI (75,9%) berada pada status gizi normal. Berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U), sebagian besar contoh PP Sahid (91,2%) dan PP
67
UQI (92,0%) berada pada status gizi baik. Berikut ini disajikan data secara rinci sebaran status gizi contoh PP Sahid dan PP UQI pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh menurut status gizi Status gizi
Indikator IMT/U
Indikator TB/U
Indikator BB/U
Sangat kurus Kurus Normal Overweight Obesitas Total Sangat pendek Pendek Normal Total Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Total
PP Sahid n % 0 0,0 2 2,9 47 69,1 13 19,1 6 8,8 68 100,0 0 0,0 8 11,8 60 88,2 68 100,0 6 8,8 62 91,2 0 0,0 68 100,0
PP UQI n % 1 1,1 0 0,0 69 79,3 13 14,9 4 4,6 87 100,0 5 5,7 16 18,4 66 75,9 87 100,0 7 8,0 80 92,0 0 0,0 87 100,0
Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, perbedaan status gizi (IMT/U dan BB/U) pada kedua contoh adalah tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini menunjukan bahwa status gizi (IMT/U dan BB/U) contoh tidak jauh berbeda yaitu sebagian besar contoh memiliki status gizi (IMT/U) normal dan status gizi (BB/U) gizi baik. Status gizi (TB/U) contoh berdasarkan uji beda Mann-Whitney U adalah berbeda nyata (p<0,05). Hal ini menunjukan bahwa status gizi (TB/U) contoh PP Sahid
lebih banyak yang normal dan lebih sedikit yang pendek
dibandingkan dengan contoh PP UQI. Penelitian yang dilakukan oleh Restantini (2003) pada santri putri usia 1018 tahun di Pondok Pesantren Persis 85 Banjar menunjukkan bahwa sebagian besar santri putri mempunyai status gizi (BB/U) pada kondisi status gizi baik sebesar 97,8% dan sisanya sebesar 2,2% berstatus gizi kurang. Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) bahwa sebagian besar remaja di Provinsi Jawa Barat memiliki status gizi (TB/U dan IMT/U) pada kategori normal, persentase masingmasing sebesar 65,1% (TB/U) dan 88,7% (IMT/U) pada remaja berumur 13-15 tahun dan sebesar 68,9% (TB/U) dan 88,0% (IMT/U) pada remaja berumur 16-18 tahun. Hasil penelitian Restantini (2003) dan hasil Riskesdas (2010) sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa secara umum rata-rata status gizi pada kedua kelompok contoh berada pada kategori normal atau status gizi baik. Hal ini menunjukkan bahwa santri putri yang memiliki tingkat konsumsi kurang
68
belum tentu memiliki status gizi kurang karena status gizi merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya dan konsumsi makanan hanya gambaran bukti sementara dari tingkat konsumsi seseorang serta merupakan konsumsi pada saat diteliti (Roedjito 1989). Status Kesehatan Pengertian sehat menurut WHO (1945) adalah keadaan sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan (Notoatmodjo 2007). Status kesehatan adalah keadaan kesehatan seseorang pada waktu tertentu (Smet 1994 diacu dalam Fitriyani 2008). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar status kesehatan contoh PP Sahid (97,1%) dan PP UQI (88,5%) adalah tidak sehat. Berdasarkan hasil uji beda MannWhitney U, perbedaan status kesehatan pada kedua kelompok contoh adalah berbeda nyata (p<0,05). Berikut disajikan data mengenai sebaran contoh PP Sahid dan PP UQI berdasarkan status kesehatan. Tabel 19 Sebaran contoh menurut status kesehatan Status kesehatan Sehat Tidak sehat Total
PP Sahid n 2 66 68
% 2,9 97,1 100,0
PP UQI n 10 77 87
% 11,5 88,5 100,0
Gejala/jenis penyakit yang paling banyak ditemukan pada sebagian besar contoh yaitu gejala/jenis penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu bibit penyakit seperti bakteri, virus, rickettsia, jamur, cacing dan sebagainya (Entjang 1985). Penyakit yang sangat erat hubungannya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis adalah penyakit infeksi. Terbatasnya penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan air limbah dan lingkungan perumahan yang kotor dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit infeksi (Sukarni 1994). Gejala/jenis penyakit infeksi yang banyak diderita contoh PP Sahid dalam satu bulan terakhir yaitu ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) dengan persentase sebesar 87,9%. Namun, gejala/jenis penyakit infeksi saluran pencernaan pada contoh PP Sahid juga cukup tinggi (68,2%). Gejala/jenis penyakit infeksi yang banyak diderita contoh PP UQI adalah ISP (Infeksi saluran pencernaan) dengan persentase sebesar 84,4%. Namun, gejala/jenis penyakit
69
ISPA pada contoh PP UQI juga cukup tinggi (81,8%). Berikut disajikan data mengenai gejala/jenis penyakit yang diderita oleh contoh PP Sahid dan PP UQI. Tabel 20 Sebaran contoh menurut gejala/jenis penyakit PP Sahid
Gejala/jenis penyakit Gejala/jenis penyakit infeksi Demam ISPA Infeksi saluran pencernaan Penyakit kulit Hepatitis Gejala/jenis penyakit non infeksi Jantung Asma Konstipasi/sembelit Ginjal Lainnya
PP UQI
n
%
n
%
36 58 45 30 0
54,5 87,9 68,2 45,5 0,0
42 63 65 46 1
54,5 81,8 84,4 59,7 1,3
2 5 4 1 4
3,0 7,6 6,1 1,5 6,1
0 1 9 2 2
0,0 1,3 11,7 2,6 2,6
Gejala/jenis penyakit ISPA yang diderita contoh PP Sahid terdiri dari influenza, batuk, faringitis, bronkitis, tuberkulosis (TBC), tonsilitis dan sinusitis. Jenis/gejala penyakit ISPA yang diderita contoh PP UQI terdiri dari influenza, batuk, radang tenggorokan, bronkitis, dan tonsilitis. Jenis/gejala penyakit infeksi saluran pencernaan yang diderita contoh PP Sahid dan PP UQI terdiri atas diare, disentri, kecacingan, demam tipoid, gastritis, dan radang usus. Banyaknya contoh di kedua pesantren yang menderita diare salah satunya diduga karena pengelolaan makanan baik di asrama maupun luar asrama belum memenuhi prinsip hygiene dan sanitasi makanan. Menurut Depkes (2001) bahwa dengan pengelolaan yang baik dan benar akan menghasilkan makanan yang bersih, sehat, aman, dan bermanfaat serta tahan lama.
Berdasarkan
hasil
penelitian
Adila
(2012)
menunjukan
bahwa
penyelenggaraan makanan di PP Sahid dan PP UQI belum laik hygiene dan sanitasi jasaboga menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003. Menurut informasi dari pihak Pesantren UQI, pada tahun 2005 pernah terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada santri PP UQI yaitu wabah muntah berak (muntaber). Penyebab wabah muntaber para santri tersebut diduga berawal dari air minum yang dihasilkan alat penjernih air di kompleks Pesantren UQI. Setelah terjadi KLB tersebut pihak pesantren akhirnya mengganti sumber air minum menjadi perpipaan (PDAM) yang dimasak terlebih dahulu sebelum diminum.
70
Lama dan Frekuensi Sakit Lama sakit. Berdasarkan pengkategorian badan pusat statistik (BPS) tahun 2000, lama sakit dibagi menjadi 1-3 hari, 4-7 hari, 8-14 hari dan >14 hari. Jumlah seluruh contoh PP Sahid yang sakit yaitu 66 orang, sedangkan pada PP UQI jumlah contoh yang sakit yaitu 77 orang. Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa lama sakit sebagian besar contoh PP Sahid (39,4%) dan PP UQI (44,2%) adalah 4-7 hari. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, perbedaan lama sakit pada kedua kelompok contoh adalah berbeda nyata (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan lama sakit pada kedua contoh. Contoh PP Sahid yang menderita sakit selama 1-3 hari (19,7%) jauh lebih rendah dibandingkan contoh PP UQI (36,4%), sedangkan contoh PP Sahid yang menderita sakit selama >14 hari (36,4%) jauh lebih tinggi dibandingan contoh PP UQI (10,4%). Frekuensi sakit dikelompokan menjadi 1 kali/bulan, 2 kali/bulan dan ≥3 kali/bulan. Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa frekuensi sakit sebagian besar contoh PP Sahid (66,7%) adalah 1 kali/bulan, sedangkan pada contoh PP UQI (40,3%) mengalami sakit dengan frekuensi ≥3 kali/bulan. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, perbedaan frekuensi sakit pada kedua kelompok contoh adalah nyata (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan frekuensi sakit pada kedua contoh. Contoh PP Sahid yang memiliki frekuensi sakit 1 kali/bulan (66,7%) jauh lebih tinggi dibandingkan contoh PP UQI (29,9%), sedangkan contoh PP Sahid yang memiliki frekuensi sakit ≥3 kali/bulan (19,7%) jauh lebih rendah dibandingkan contoh PP UQI (40,3%). Berikut disajikan data mengenai lama dan frekuensi sakit pada contoh PP Sahid dan PP UQI. Tabel 21 Sebaran contoh menurut lama dan frekuensi sakit PP Sahid n %
n
Total
13 26 3 24 66
19,7 39,4 4,5 36,4 100,0
28 34 7 8 77
36,4 44,2 9,1 10,4 100,0
Total
44 9 13 66
66,7 13,6 19,7 100,0
23 23 31 77
29,9 29,9 40,3 100,0
Lama dan frekuensi sakit Lama sakit 1-3 hari 4-7 hari 8-14 hari >14 hari Frekuensi sakit 1 kali/bulan 2 kali/bulan ≥3 kali/bulan
PP UQI %
71
Hasil penelitian memperkuat pernyataan bahwa
seseorang yang
kekurangan zat gizi akan mudah terserang panyakit (Supariasa et al. 2002). Selain itu, hasil penelitian ini juga memperkuat pernyataan bahwa keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan dan infeksi saluran pencernaan (Supariasa et al. 2002). Terbatasnya penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan air limbah dan lingkungan perumahan yang kotor dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit infeksi (Sukarni 1994). Skor Morbiditas Menurut Subandriyo (1993), indikator yang dapat digunakan untuk mengukur status kesehatan adalah angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian sakit mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan, serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi dan pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Skor morbiditas dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit untuk setiap gejala/jenis penyakit. Skor morbiditas dikategorikan menurut interval kelas Sugiyono (2009) menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi (40-60). Berikut disajikan data skor morbiditas contoh PP Sahid dan PP UQI. Tabel 22 Sebaran contoh menurut skor morbiditas Skor morbiditas Rendah (skor 0-19) Sedang (skor 20-39) Tinggi (skor 40-60) Total
PP Sahid n 56 10 2 68
% 82,4 14,7 2,9 100,0
PP UQI n 82 5 0 87
% 94,3 5,7 0,0 100,0
Berdasarkan Tabel 22, sebagian besar contoh PP Sahid (82,4%) dan PP UQI (94,3%) berada pada kategori skor morbiditas rendah. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U, perbedaan skor morbiditas pada kedua kelompok contoh adalah berbeda nyata (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan frekuensi sakit dan lama sakit pada kedua kelompok contoh. Skor morbiditas yang semakin tinggi bisa disebabkan oleh dua hal yaitu frekuensi sakit yang sering dan lamanya contoh menderita sakit.
72
Tindakan Pengobatan Menurut Skinner (1938) diacu dalam Notoatmodjo (2007), perilaku pencarian pengobatan merupakan salah satu perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain berobat ke pelayanan kesehatan formal (rumah sakit, puskesmas, klinik, tempat praktek dokter, beli obat di apotek), beli obat di warung dan pengobatan tradisional. Pemanfaatan pelayanan kesehatan formal oleh contoh cukup tinggi. Sebanyak 83,3% contoh PP Sahid dan 61,1% contoh PP UQI mencari pengobatan dengan berobat ke pelayanan kesehatan formal. Pelayanan kesehatan formal yang banyak dimanfaatkan contoh PP Sahid (43,9%) dan PP UQI (16,9%) ketika sakit adalah klinik. PP Sahid dan PP UQI menyediakan klinik sebagai tempat pelayanan kesehatan pesantren. Pertolongan pertama yang dilakukan kepada santri yang sakit adalah dengan membawa ke klinik pesantren. Berikut disajikan data tindakan pengobatan yang dilakukan contoh PP Sahid dan PP UQI ketika sakit. Tabel 23 Sebaran contoh menurut tindakan pengobatan Tindakan pengobatan Rumah sakit Puskesmas Klinik Tempat praktek dokter Apotek Obat warung Obat tradisional Tidak berobat Total
PP Sahid n % 5 7,6 2 3,0 29 43,9 5 7,6 14 21,2 9 13,6 1 1,5 1 1,5 66 100,0
PP UQI n 11 2 13 11 10 25 1 4 77
% 14,3 2,6 16,9 14,3 13,0 32,5 1,3 5,2 100,0
Upaya pengobatan sendiri tanpa memanfaatkan pelayanan kesehatan formal yaitu dengan membeli obat di warung masih banyak pada contoh PP UQI ketika sakit (32,5%). Hal tersebut diduga karena contoh merasa masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa gangguan aktivitas. Menurut Handayani et al. (2003) diacu dalam Fitriyani (2008) bahwa seseorang yang sakit tanpa gangguan aktivitas cenderung melakukan pengobatan sendiri. Kondisi Lingkungan Pemondokan Kondisi lingkungan pemondokan yang diamati meliputi kondisi fisik kamar tidur, sumber air minum, pembuangan sampah, pembuangan kotoran manusia dan pembuangan air limbah. Penilaian terhadap kondisi fisik kamar tidur mengacu kepada kriteria ‘rumah sehat’ menurut Riskesdas (2010) yang diperkuat
73
oleh Kepmenkes No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Kondisi fisik kamar tidur di PP Sahid belum memenuhi kriteria, walaupun atap sudah berflapon, dinding permanen (tembok), lantai keramik, tersedia jendela, ventilasi cukup (>10% luas lantai), namun pencahayaan alami masih kurang (belum menerangi seluruh ruangan) dan padat huni. Satu kamar tidur di PP Sahid dihuni oleh 6 orang dengan luas lantai sekitar 20 m2 (asrama putri) dan sekitar 23 m2 (asrama putri sementara). Begitu juga di PP UQI, kondisi fisik kamar tidur belum memenuhi kriteria, atap sudah berflapon, dinding permanen (tembok), lantai keramik, tersedia jendela, namun ventilasi belum cukup (<10% luas lantai), pencahayaan alami kurang (belum menerangi seluruh ruangan) dan padat huni. Satu kamar tidur di PP UQI dihuni sekitar 35-40 orang dengan luas lantai sekitar 81 m2. Akses terhadap sumber air minum terlindung menurut MDGs 2010 diacu dalam Riskesdas (2010) pada kedua pesantren sudah memenuhi kriteria, sumber air minum di PP Sahid berasal dari penampungan mata air (PMA), sedangkan di PP UQI berasal dari perpipaan/PDAM. Cara pembuangan sampah dikedua pesantren sudah dikategorikan ‘baik’ menurut Riskesdas (2010). Cara pembuangan sampah di PP Sahid yaitu dibuat kompos (sampah organik) dan dikubur dalam tanah (sampah anorganik), meskipun pembuatan kompos belum terkelola dengan baik. Cara pembuangan sampah di PP UQI yaitu diambil petugas untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA Galuga). Akses terhadap sanitasi layak terkait pembuangan tinja (tempat buang air besar/BAB) menurut MDGs 2010 diacu dalam Riskesdas (2010) di PP Sahid sudah memenuhi kriteria, yaitu fasilitas tempat BAB milik sendiri, jenis kloset yang digunakan jenis ‘latrine’ dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik. PP UQI belum memenuhi kriteria terhadap sanitasi layak terkait pembuangan tinja (tempat buang air besar/BAB) karena tempat pembuangan akhir tinjanya langsung dibuang ke sungai melalui pipa yang terhubung dari jamban/kakus. Kriteria pembuangan air limbah menurut Riskesdas (2010) yaitu tersedianya sarana pembuangan air limbah (SPAL) dari air buangan kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain-lain. PP Sahid sudah menyediakan SPAL untuk pembuangan air limbah, sedangkan di PP UQI belum menyediakan SPAL, pembuangan air limbah di PP UQI yaitu disalurkan ke
74
sungai. Data kondisi lingkungan pemondokan PP Sahid dan PP UQI dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Kondisi lingkungan pemondokan PP Sahid dan PP UQI No 1.
Kondisi lingkungan pemondokan Kondisi fisik kamar tidur a. Atap berplafon b. Dinding permanen (tembok/papan) c. Jenis lantai bukan tanah d. Tersedia jendela
2.
3. 4.
5.
e. Ventilasi cukup (luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai) f. Pencahayaan alami cukup (dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata) g. Tidak padat huni (luas kamar tidur minimal 8m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari dua orang tidur) Sumber air minum berupa perpipaan, sumur pompa, sumur gali terlindung, dan mata air terlindung dengan jarak dari sumber pencemaran >10 meter dan air hujan Cara pembuangan sampah yaitu dengan cara diambil petugas, dibuat kompos dan dikubur dalam tanah. Pembuangan tinja (tempat buang air besar/BAB) a. fasilitas tempat BAB milik sendiri atau bersama b. jenis kloset yang digunakan jenis ‘latrine’ c. tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septik atau sarana pembuangan air limbah atau SPAL. Tersedia sarana pembuangan air limbah (SPAL)
Pilihan Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Jawaban PP Sahid PP UQI √
√
√
√
√
√
√
√
√ √
Ya Tidak
√
√
Ya Tidak
√
√
Ya Tidak
√
√
Ya Tidak
√
√
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
√
√
√
√
Ya Tidak
√ √ √ √
75
Hubungan Antar Variabel Hubungan antar variabel dimaksudkan untuk melihat hubungan tingkat kecukupan konsumsi dengan status gizi dan status kesehatan dengan status gizi. Tinggi rendahnya tingkat kecukupan konsumsi akan mempengaruhi status gizi santri putri. Tingkat kecukupan konsumsi yang cukup diharapkan dapat berdampak baik terhadap status gizi santri putri. Berikut disajikan tabel dua arah mengenai hubungan tingkat kecukupan konsumsi energi dengan status gizi (IMT/U) contoh PP Sahid dan PP UQI. Tabel 25 Hubungan tingkat kecukupan konsumsi energi dengan status gizi contoh Variabel (%)
Tingkat Kecukupan Konsumsi energi
Tingkat Kecukupan Konsumsi energi
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih
Sangat kurus
Status gizi (IMT/U) Over Kurus Normal weight PP Sahid
Obesitas
0,0
1,5
38,2
11,8
4,4
0,0
1,5
5,9
2,9
2,9
0,0
0,0
14,7
2,9
1,5
0,0 0,0
0,0 0,0
8,8 1,5 PP UQI
1,5 0,0
0,0 0,0
0,0
0,0
28,7
10,3
1,1
0,0
0,0
17,2
3,4
2,3
1,1
0,0
10,3
0,0
0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
20,7 2,3
1,1 0,0
1,1 0,0
Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh PP Sahid (58,8%) dan PP UQI (56,2%) yang memiliki status gizi normal (IMT/U) ternyata mempunyai tingkat kecukupan konsumsi energi defisit (berat, sedang dan ringan). Hal tersebut pertama diduga karena banyaknya contoh yang berdiet karena merasa bentuk badannya tidak ideal. Menurut Sediaoetama (2006) remaja putri sangat mementingkan bentuk badannya, sehingga banyak yang berdiet tanpa pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi. Kedua, diduga karena status gizi contoh sebelum masuk pesantren sebagian besar sudah mempunyai status gizi baik, sehingga konsumsi yang kurang ketika di asrama tidak langsung merubah status gizinya. Menurut
76
Supariasa et al. (2002) bahwa status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Status gizi merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya dan konsumsi makanan hanya gambaran bukti sementara dari tingkat konsumsi seseorang serta merupakan konsumsi pada saat diteliti (Roedjito 1989). Ketiga, diduga karena ketersediaan makanan asrama belum memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi santri putri. Pihak asrama seharusnya menyediakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi santri putri melalui penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan makanan yang baik dalam segi kualitas dan kuantitas akan menghasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masing-masing santri putri. Selain faktor konsumsi pangan, faktor status kesehatan berpangaruh langsung terhadap status gizi (Riyadi 2001). Status kesehatan yang baik diharapkan dapat berdampak positif terhadap status gizi santri putri. Berikut disajikan tabel dua arah mengenai hubungan antara status kesehatan dengan status gizi (IMT/U) contoh PP Sahid dan PP UQI. Tabel 26 Hubungan status kesehatan dengan status gizi (IMT/U) contoh Variabel (%)
Sangat kurus
Status kesehatan
Sehat Tidak sehat
0,0 0,0
Status kesehatan
Sehat Tidak sehat
0,0 1,1
Status gizi (IMT/U) Over Kurus Normal weight PP Sahid 0,0 2,9 0,0 2,9 66,2 19,1 PP UQI 0,0 9,2 1,1 0,0 70,1 13,8
Obesitas 0,0 8,8 1,1 3,4
Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh PP Sahid (66,2%) dan PP UQI (70,1%) yang memiliki status gizi normal (IMT/U) ternyata memiliki status kesehatan yang tidak sehat. Hal ini diduga karena sebagian
besar contoh banyak yang
sakit karena
kondisi lingkungan
pemondokan belum sepenuhnya memenuhi persyaratan kesehatan serta diduga karena perilaku hidup sehat contoh masih banyak yang kurang baik. Menurut Sukarni (1994) bahwa faktor perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan. Subandriyo (1993) menjelaskan bahwa morbiditas (ukuran tingkat kesakitan) berhubungan erat
77
dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan. Hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi dan zat gizi dengan status gizi (IMT/U) Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan utilisasi
(utilization)
zat
gizi
makanan.
Faktor
yang
secara
langsung
mempengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan status kesehatan (Riyadi 2001). Berdasarkan uji korelasi Spearman, ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi kalsium dengan status gizi (IMT/U) contoh PP Sahid (p<0,01), dan ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi energi dengan status gizi (IMT/U) contoh PP UQI (p<0,05). Secara total contoh, ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi energi dan kalsium terhadap status gizi (IMT/U) contoh (p<0,05). Tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi protein, vitamin (A, B1 dan C), fosfor dan zat besi dengan status gizi (IMT/U) contoh (p>0,05). Adanya hubungan yang tidak nyata (p>0,05) diduga karena contoh dalam penelitian ini homogen. Hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi energi dan zat gizi dengan status kesehatan dan skor morbiditas Uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi energi dan zat gizi dengan status kesehatan dan skor morbiditas pada contoh PP Sahid dan PP UQI (p>0,05). Secara total contoh, ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi vitamin A dengan skor morbiditas contoh (p<0,01), tetapi tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi energi, protein, vitamin (B1 dan C), kalsium, fosfor, dan zat besi terhadap skor morbiditas contoh (p>0,05). Observasi berbasis komunitas yang dilakukan oleh Sommer et al 1980-an mengungkapkan bahwa anak-anak Indonesia yang menderita xeroptalmia ringan dengan atau tanpa penampakan kelainan gizi lain menghadapi kemungkinan terkena diare atai infeksi pernapasan yang besarnya dua hingga tiga kali lipat dibandingkan anak-anak yang tidak menderita xeroptalmia. Defisiensi vitamin A akan meningkatkan risiko morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit infeksi merupakan predisposisi terjadinya defisiensi vitamin A (Gibney et al. 2008). Selain itu, tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan
78
konsumsi energi dan zat gizi dengan status kesehatan contoh (p>0,05). Adanya hubungan yang tidak nyata (p>0,05) diduga karena contoh dalam penelitian ini homogen. Hubungan antara status kesehatan dan skor morbiditas dengan status gizi (IMT/U) Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan status kesehatan (Riyadi 2001). Menurut Roedjito (1989) bahwa infeksi berbagai penyakit akan memperburuk tingkat keadaan gizi, karena zat gizi yang didapat dari makanan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Berdasarkan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara status kesehatan dan skor morbiditas dengan status gizi (IMT/U) pada contoh PP Sahid dan PP UQI (p>0,05). Secara total contoh, tidak ada hubungan yang nyata antara status kesehatan dan skor morbiditas dengan status gizi (IMT/U) contoh (p>0,05). Adanya hubungan yang tidak nyata (p>0,05) diduga karena contoh dalam penelitian ini homogen.