15
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Contoh Terpilih Dengan memperhatikan tingkat ketelitian dalam pengujian hipotesis Ho : µ aksel = µ reg , dimana diketahui σ2 aks = (1,794)2 tidak sama dengan σ2 reg = (2,630)2, maka pengambilan banyaknya contoh acak untuk masing-masing kelas menggunakan teknik Diamond seperti pada persamaan 14. Karena pengujian bersifat dua arah, maka pada tabel Z, nilai K α dibaca pada K α/2 = K0,025 = 1,96, sedangkan Kβ =K0,05 =1,645. Diketahui σ 1 = 1,794, σ 2 = 2,630, N 1 = 20 orang, dan N 2 = 320 orang. Dengan mengambil nilai d sebesar 2,5 maka diperoleh nilai n 1 = 17, dan n2 = 24. Komposisi data contoh dan populasinya berdasarkan jenis kelaminnya (L = laki-laki, dan P = perempuan) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi Contoh antara Kelas Akselerasi dan Reguler Kelas Akselerasi Reguler Jumlah
Populasi
Contoh
L
P
L
P
Jml
6
14
5
12
17
139
181
10
14
24
145
195
15
26
41
Data 41 contoh acak yang terpilih ini memiliki rataan nilai UN 8,423 dan berdistribusi normal dengan ragam homogen. Hasil uji normalitas dan uji kehomogenan ragam dari rataan nilai UN pada data contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
16
99
95 90 80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
7,0
7,5
8,0
8,5 RATAAN UN
9,0
9,5
(a)
KLS
0
1 0,3
0,4
0,5 0,6 0,7 0,8 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
0,9
KLS
0
1 7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
9,5
RATA UN
(b) Gambar 2 Uji Normalitas (a) dan Uji Homogen Ragam (b) Dari Rataan UN Pada Data Contoh Validasi dan Reliabilitas Angket Ada tiga kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : angket siswa akselerasi (model I), angket untuk guru kelas akselerasi (model II), dan angket alumni (model III). Ketiga angket itu kemudian diukur koefisien validasi dan reliabilitasnya. Validasi diukur dengan menggunakan metode Pearson, sedangkan reliabilitas diukur dengan menggunakan uji Alpha Croncbach. Angket Siswa Akselerasi (model I) Pada angket siswa akselerasi, ada 15 pertanyaan dengan pilihan jawaban : Sangat Setuju (SS) diberi skor 5, Setuju (S) diberi skor 4, Ragu-ragu (R) diberi
17
skor 3, Tidak setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak setuju (STS) diberi skor 1. Koefisien validasi dari tiap butir pernyataan dan rataan skornya ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Validasi angket siswa akselerasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pernyataan Guru membuat rencana pengajaran (RP) sebelum mengajar Guru membawa perlengkapan mengajar Guru mengajar sesuai rencana pengajaran Menggunakan media belajar, seperti alat peraga & slide pembelajaran. Selesai mengajar memberikan banyak PR atau tugas Memeriksa dan memberi nilai PR Memberi pengayaan dalam rangka memperluas materi Memeriksa catatan siswa Dalam mengajar menyelipkan motivasi belajar KKM kelas akselerasi lebih tinggi dari reguler Soal-soal kelas akselerasi lebih sulit dari reguler Fasilitas yang diberikan sekolah sudah memadai Guru selama mengajar, full di dalam kelas Sampai saat ini tidak ada anak akselerasi yang perlu diremedial Kepribadian dan tampilan bapak/ibu guru layak diteladani.
Koef. Validasi
Rataan skor
0,65
4,33
-0,05 0,75
4,00 4,40
0,61
4,23
0,41 0,63
3,13 3,60
0,68
3,93
0,65 0,60 0,21 0,24 0,58 0,30
3,13 4,60 4,47 4,20 4,00 3,07
0,40
2,47
0,65
3,67
Menurut Azwar (2003), koefisien validasi ≥ 0,3 merupakan koefisien yang sudah memuaskan. Dengan kata lain, soal test yang memiliki koefisien sama dengan 0,3 atau lebih dianggap sudah valid. Berdasarkan data di atas terdapat 3 soal yang kurang valid, yaitu : soal no 2, 10, dan 11. Karenanya ketiga soal tersebut tidak akan digunakan dalam penelitian sebelum dilakukan perbaikan. Dalam kasus soal no 10 sebenarnya memang sebuah fakta bahwa Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) kelas akselerasi ditetapkan lebih tinggi dari pada kelas reguler, dan umumnya siswa tahu karena itu menjawab antara setuju (S) atau sangat setuju (SS). Hal ini menyebabkan koefisien validasinya menjadi kecil (< 0,3) dan akhirnya soal 10 tidak valid. Reliabilitas soal-soal dalam angket model I memiliki skor 0,767 atau cukup tinggi dan memuaskan sehingga perangkat test ini dapat digunakan dalam
18
penelitian. Skor reliabilitas ini meningkat menjadi 0,806 ketika soal yang tidak valid, yaitu no 2, 10, dan 11 dibuang. Angket Guru Kelas Akselerasi (model II) Soal angket untuk guru terdiri atas 15 soal dengan bentuk jawaban menggunakan skala ordinal, yaitu : Sering (skor 3), Kadang-kadang (skor 2), belum/tidak pernah (skor 1). Koefisien validasi dan ratan skor tiap soal dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Validasi Angket Guru Kelas Akselerasi Soal Pernyataan No 1 Setiap mengajar membawa perlengkapan mengajar 2 Membuat rencana pengajaran (RP) 3 Setiap mengajar sesuai dengan RP Setiap mengajar menggunakan media pembelajaran, 4 seperti alat peraga/ slide pembelajaran 5 Memberi banyak tugas/PR kepada siswa 6 PR diperiksa dan diberi nilai Memberikan remedial bagi siswa akselerasi yang 7 belum tuntas. 8 Memeriksa catatan siswa 9 Memberi materi pengayaan/ perluasan materi Bapak/ibu suka marah di kelas saat ada siswa 10 diketahui tidak mengerjakan tugas/PR? 11 Suka memberi pujian pada siswa. 12 Suka memberi motivasi belajar. 13 Jika kelas gaduh, bapak/ibu akan marah. Sewaktu mengajar, siswa akselerasi tidak tertib di 14 kelas. 15 Merasa kewalahan saat mengajar siswa akselerasi Angket
Koef. Validasi 0,39 0,51 0,30
Rataan skor 2,8 2,9 2,9
0,43
2,3
0,93 0,30
2,6 2,9
0,52
2,7
0,40 0,62
2,6 2,5
-0,34
1,9
0,69 0,30 0,51
2,8 2,9 2,2
0,47
1,6
0,35
1,2
untuk guru kelas akselerasi (model II) ini memiliki reliabilitas
0,752 sehingga hasil angket ini dapat dipakai sebagai alat uji dalam penelitian. Hasil angket ini dapat memberi informasi yang akurat tentang sikap dan layanan guru terhadap siswa akselerasi. Angket Alumni (model III) Responden angket ini terdiri dari siswa kelas akselerasi dan kelas reguler yang terpilih sebagai contoh acak. Dari 20 butir soal angket untuk alumni, ada 9 butir soal yang memiliki kriteria kurang valid, karena koefisien validasinya kurang dari 0,3. Pada bagian A (fasilitas sekolah) ada 4 soal, yaitu: no 1, 2, 4, dan
19
6; bagian B (kualitas KBM) ada 2 soal, yaitu: no 8, dan 9; dan bagian C (Sikap) ada 3 soal, yaitu: no 14, 19 dan 20. Jawaban berbentuk : Ya/Tidak dengan skor 1 (Ya) atau 0 (Tidak). Koefisien validasi dan rataan skornya ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Validasi Angket Alumni Bagian
Soal No 3
A Fasilitas
5 7 10
B KBM
11 12 13 15
16 C Sikap 17
18
Pernyataan Kursi dan meja kelas akselerasi berbeda dengan reguler Siswa diberi keluasaan menggunakan note book & internet setiap hari. Kegiatan out bond/ studi ilmiah kelas akselerasi terpisah dari reguler Setiap guru menguasai materi yang diajarkan. Selesai mengajar, guru memberi banyak PR. PR yang diberikan membantu meningkatkan penguasaan materi siswa Informasi hasil test/UH diterima dengan cepat tidak lebih 10 hari. Dalam diskusi saya merasa punya gagasan yang lebih baik dari orang lain. Saya suka mempengaruhi orang lain dalam setiap kesempatan agar mereka melakukan apa yang saya inginkan. Dalam banyak hal saya merasa punya banyak kelebihan sehingga saya memang pantas mendapat pujian. Siswa tidak perlu mengurusi kebersihan. Lebih baik diserahkan kepada petugas kebersihan saja.
Koef. Validasi
Rataan Skor
0,64
0,366
0,62
0,366
0,60
0512
0,45
0,488
0,56
0,439
0,63
0,488
0,36
0,317
0,62
0,512
0,43
0,390
0,50
0,439
0,62
0,512
Angket ini memiliki reliabilitas sebesar 0,723 sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian. Selanjutnya peubah-peubah penjelas pada masing-masing bagian A ={A 3
=
X 53 , A 5 = X 55 , A7 = X 57 }, B ={B 10 =X 63 ,
B 11 =X 64 , B 12 =X 65 , B 13 =X 66 } dan C = {C 15 =X 72 , C 16 =X 73 , C 18 =X 74 } dari angket ini akan menjadi beberapa variabel bebas dalam regresi dalam mencari faktorfaktor berpengaruh terhadap nilai UN.
20
Hasil Angket Siswa dan Guru Kelas Akselerasi Berdasarkan rataan skornya pada Tabel 4 di atas (tanpa soal no 2, 10, dan 11), rataan skor terendahnya adalah 2,47 yaitu pada soal no 14. Ini dapat diartikan bahwa sekalipun anak akselerasi ternyata diantara mereka ada sekitar 49,4% yang perlu atau sudah pernah diremedial. Terendah kedua adalah 3,07 tentang kehadiran guru penuh di kelas, ada kurang lebih 61,4% siswa menilai ragu-ragu guru dapat penuh di dalam kelas selama kegiatan KBM. Sedangkan rataan skor tertingginya adalah 4,60 untuk soal no 9 tentang motivasi belajar. Ini dapat diartikan bahwa ternyata sekalipun di kelas akselerasi,
sebagian besar siswa
(92%) menilai guru masih banyak memberi motivasi. Berdasarkan rataan skor pada Tabel 5 di atas, rataan terendahnya adalah 1,2 untuk soal no 15 ini tentang kemampuan guru mengendalikan kelas. Dengan skor 1,2 dapat diartikan bahwa ada guru sebanyak 40% tidak dapat mengendalikan suasana kelas. Hasil angket yang cukup mengejutkan adalah pengakuan sebagian guru (90%) yang menyebutkan kadang-kadang atau hampir sering memberi remedial pada siswa akselerasi (soal no 7 dengan skor 2,7). Ini sesuai dengan pengakuan siswa akselerasi bahwa memang benar ada remedial di kelas akselerasi. Berkaitan dengan PR, ada sebanyak 86,7% guru suka memberi banyak PR kepada siswa kelas akselerasi, dan 96,7% dari gurunya memeriksa dan memberi nilai PR. Pada Tabel 6 berdasarkan rataan skor tertingginya terdapat 51,2% siswa mengetahui kegiatan out bond atau studi ilmiah antara kelas reguler dan akselerasi terpisah, sementara untuk kualitas KBM terdapat sekitar 48,8% siswa menyebutkan guru menguasai materi yang diajarkannya, dan pada peubah sikap terdapat sekitar 51,2% responden setuju bahwa kegiatan kebersihan sebaiknya diserahkan kepada petugas kebersihan.
Stabilitas Prestasi Kelas Akselerasi Periode 2004 - 2009 A. Berdasarkan nilai UN Stabilitas nilai UN ini berhubungan dengan kemampuan sekolah/program akselerasi dalam mempertahankan atau mungkin meningkatkan rataan nilai mapel
21
UN yang telah diraihnya. Gambar 3 a s/d d memperlihatkan rataan UN pada
Nilai UN
10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5
9,08 8,54
8,80
8,53 8,49
7,94
Nilai UN
masing-masing mapel UN. 10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5
8,17
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Tahun
9,54
9,83
9,47
(b) 9,66 9,03
8,30
2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Nilai UN
Nilai UN
8,78 8,82
2004 2005 2006 2007 2008 2009
(a) 10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5
8,98 8,33 8,52
10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5
8,35 7,80 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
(c) (d) Gambar 3 Rataan Nilai UN Bhs Indonesia (a), Bhs Inggris (b), Matematika (c), dan IPA (d) Rataan UN akselerasi pada mapel bhs Indonesia, bhs Inggris, dan Matematika mulai tahun 2004 hingga 2006 menunjukkan adanya peningkatan. Tetapi setelah tahun 2006 hingga 2009, rataan UN bhs Indonesia, bhs Inggris, dan IPA (UN IPA mulai tahun 2008) cenderung menurun. Rataan UN Matematika juga sebenarnya menunjukkan gejala menurun, walaupun pada UN 2009 rataan UN Matematika ini kembali naik. Pada Gambar 4 di bawah menunjukkan kurva rataan UN per tahun untuk masing-masing mapel Bhs Indonesia, Bhs Inggris, Matematika, dan IPA. Nampak bahwa kurva rataan UN Matematika selalu berada di atas kurva rataan UN mapel yang lain. Ada tiga kemungkinan yang menyebabkannya, yaitu: 1) para siswa lebih menguasai mapel Matematika dari pada mapel UN lainnya, 2) tingkat kesukaran mapel Matematika lebih rendah (mudah) dari pada mapel UN lainnya,
22
dan 3) para siswa lebih menyukai pelajaran Matematika dari pada mapel UN
Nilai UN
lainnya. 10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5 7,0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 4 Kurva Rataan Nilai UN Mapel Bhs Indonesia ( Bhs Inggris ( ), Matematika ( ), dan IPA (
), )
Namun secara keseluruhan, prestasi kelas akselerasi dalam nilai UN ini tiap tahunnya monoton menurun dan pada dua tahun terakhir mendekati rataan UN kelas regular (Gambar 5). Rataan UN Aksel
10,0
9,30
Nilai UN
9,5 9,0 8,5
Rataan UN Reg
8,19
8,87 8,46
8,77
9,02 8,44
8,68 8,51
8,53 8,29
2008
2009
8,0 7,5
7,37
7,0 6,5 2004
2005
2006
2007 Tahun
Gambar 5 Rataan Nilai UN per Tahun antara Kelas Akselerasi dan Reguler. Jika melihat potensi siswa akselerasi yang memiliki IQ yang sangat tinggi, dan didukung dengan fasilitas yang lengkap, maka sudah semestinya mereka punya prestasi yang jauh lebih baik. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan, sebab akan memberikan citra yang buruk pada reputasi SMPN 252 dan khususnya program akselerasinya. Pada Gambar 6 di bawah secara jelas diperlihatkan sebaran nilai UN masing-masing siswa akselerasi tiap tahunnya. Berdasarkan nilai UN tertingginya, siswa yang memiliki UN tertinggi (*) pada tahun 2009 masih yang terendah
23
dibandingkan nilai UN tertinggi pada tahun yang lainnya. Fakta ini makin memperkuat bahwa prestasi UN kelas akselerasi tahun 2009 adalah terburuk selama periode 2004-2009. 10,0
9,5
(x)
Rataan UN
9,0
8,5 8,0
7,5 7,0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 6 Sebaran Nilai UN Siswa Kelas Akselerasi Periode 2004-2009 Selain faktor KBM di kelas, tentu ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap hasil UN kelas akselerasi. Beberapa literatur menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar/seperti UN, diantaranya adalah model kelas, tingkat kecerdasan atau IQ, fasilitas sekolah, keikutsertaan siswa dalam bimbingan belajar, KBM di sekolah hingga faktor sikap dan motivasi, dan bahkan jenis kelamin. B. Berdasarkan Jumlah Alumni yang Diterima di SMA Favorit SMAN 61 Jakarta merupakan salah satu SMAN terfavorit di Jakarta Timur pilihan siswa
SMPN 252 Jakarta tiap tahunnya, khususnya kelas akselerasi.
Posisi kedua ditempati oleh SMAN 81 Jakarta dan disusul SMAN 8 Jakarta. Tabel 7 Distribusi Alumni Akselerasi di SMA Favorit Periode 2004-2009 SMA Tahun SMA 3 SMA 8 SMA 21 SMAN 61 SMA 68 SMA 81 SMA Taruna Jumlah
2004 3 5 1 2 11
2005 2006 2007 2008 2009 Total 1 1 2 2 3 1 1 10 2 2 5 4 1 3 2 20 1 2 1 7 4 2 4 18 2 8 14 7 10 6 56
24
Sebaran nilai UN setiap siswa akselerasi yang diterima di SMA favorit selama periode 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah. 10,0
9,5
Rataan UN
9,0
8,5 8,0
7,5 7,0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 7 Sebaran Nilai UN Akselerasi di SMA Favorit ( Non Favorit ( )
) dan SMA
Sedangkan data sentral untuk siswa kelas akselerasi yang diterima di SMA favorit dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Deskripsi Nilai UN Siswa Akselerasi yang Diterima di SMA Favorit Tiap Tahun Tahun Total Siswa SMA Favorit Rataan Minimum Maksimum 2004 20 11 8,50 8,15 9,25 2005 19 8 9,23 9,06 9,56 2006 19 14 9,50 9,27 9,83 2007 19 7 9,26 8,64 9,73 2008 20 10 8,72 8,19 9,10 2009 20 6 8,97 8,81 9,10 Adanya perbedaan nilai minimum UN dari siswa yang diterima di SMA favorit tiap tahunnya menunjukkan bahwa secara umum batas minimal (passing grade) nilai UN untuk diterima di SMA favorit berubah setiap tahunnya. Walau demikian perubahan passing grade tentu tidak akan mempengaruhi secara signifikan terhadap jumlah alumni pada suatu sekolah atau program yang telah memiliki kualitas tinggi.
Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Nilai UN Dengan contoh acak yang terpilih sebanyak 41 siswa yang terdiri atas 17 siswa kelas akselerasi (L = 5, dan P = 12), dan 24 siswa kelas reguler (L = 10,
25
dan P = 14) akan diselidiki tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai UN. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh itu diantaranya : model kelas unggulan/reguler (X 1 ), IQ (X 2 ) , lama waktu mengikuti bimbingan belajar atau bimbel (X 3 ), besar biaya bimbel (X 4 ), fasilitas sekolah (X 5 ), skor kepuasan KBM (X 6 ), dan sikap mental (X 7 ), hingga variabel jenis kelamin (X 8 ); dimana 0 = wanita, dan 1 = laki-laki. Untuk mengetahui sejauh mana korelasi antara peubah bebas dengan respon UN secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara hubungan antara peubah bebas dan responnya (rataan UN) yang memiliki korelasi signifikan dapat dilihat pada Tabel 9, yaitu : dua peubah penjelas KBM (X 63 , X 65 ), dan tiga peubah penjelas sikap (X 72 , X 74 , dan X 75 ) Tabel 9 Korelasi Signifikan antara Peubah Bebas dan Peubah Respon X 63 Koef. Corr 0,632 Nilai P
X 65
X 72
X 74
X 75
0,640 0,626 0,574
0,395
0,000 0,000 0,000 0,000
0,011
Tabel 10 Hasil Analisis Pada Regresi Linier Berganda Penduga
Koef.
SE
Konstanta Kls IQ Bimbel Biaya X 53 X 55 X 57 X 63 X 64 X 65 X 66 X 72 X 73 X 74 X 75 Sex
7,112 0,302 0,044 -0,015 0,000 0,050 -0,005 -0,145 0,364 0,242 0,121 -0,078 0,304 0,035 0,153 0,312 -0,018
1,054 0,450 0,118 0,067 0,000 0,300 0,170 0,174 0,158 0,170 0,190 0,182 0,159 0,154 0,184 0,153 0,137
T 6,75 0,67 0,38 -0,22 0,80 0,17 -0,03 -0,84 2,31 1,42 0,64 -0,43 1,91 0,23 0,83 2,04 -0,13
Nilai P 0,000 0,509 0,711 0,825 0,434 0,870 0,975 0,412 0,030 0,168 0,528 0,671 0,068 0,822 0,416 0,053 0,895
VIF 17,6 9,0 3,4 2,5 7,5 2,4 2,7 2,2 2,5 3,2 2,6 2,3 2,0 3,0 2,1 1,6
26
Selanjutnya semua peubah bebas diregresikan terhadap respon nilai UN. Mula-mula menggunakan regresi linier berganda biasa, dan diperoleh out put Minitab seperti pada Tabel 10 di atas dengan s = 0,3381; R-Sq = 74,6% dan R-Sq(adj) = 57,7%. Namun beberapa peubah bebas pada Tabel 9 tersebut menunjukkan adanya multikolinier dimana nilai varian inflation factor (VIF) ≥ 5 (Iriawan dkk, 2006), dan Nilai P tiap peubah umumnya lebih besar dari α = 5%. Tabel 10 memperlihatkan model linier hanya mengandung satu peubah yang berpengaruh, yaitu x63 tentang KBM. Padahal berdasarkan koefisien korelasi antara peubah bebas dengan respon seperti pada Tabel 9 sebelumnya, setidaknya terdapat lebih dari satu peubah bebas yang berkorelasi signifikan dengan respon UN. Dengan demikian model linier tersebut tidak dapat memberikan dugaan yang baik dan tidak signifikan pada taraf α = 5%. Salah satu cara untuk mengatasi gejala multikolinier seperti kasus di atas adalah dengan menggunakan teknik regresi stepwise. Pada regresi stepwise, pemilihan peubah bebas dimulai dari peubah yang memiliki korelasi tertinggi terhadap respon. Peubah bebas yang saling berkorelasi diwakili oleh peubah bebas yang lebih signifikan. Hasil out put regresi stepwise dengan program Minitab 14 dapat dilihat pada Lampiran 3. Model terbaik dicapai pada step ke-10 memiliki persamaan
yˆ i = 7,739 + 0,38x 63(i) + 0,35x 72(i) + 0,23x 74(i) + 0,26x 75(i)
(15)
dengan i =1, 2, …, 41, dimana x 63 adalah peubah penjelas ke-3 dari enam peubah penjelas KBM, sedangkan x 72 , x 74 , dan x 75 merupakan peubah penjelas dari tujuh peubah penjelas peubah sikap. Persamaan (15) di atas memiliki nilai Cp Mallows minimum 1,1, dan koefisien determinasi = 72,41% serta R-sq (adj) = 66,56%. Uji secara parsial pengaruh peubah bebas x 63(i) , x 72(i) , x 74(i) , dan x 75(i)
memperlihatkan nilai P
masing-masing peubah tersebut kurang dari taraf α = 5% sehingga Ho ditolak. Itu artinya bahwa peubah-peubah tersebut berpengaruh signifikan terhadap rataan UN pada taraf α = 5%. Model regresi terbaik ini justru tidak mengandung faktor-faktor yang urgent, seperti: Kls (X 1 ), IQ (X 2 ), dan fasilitas (X 5.. ) yang selama ini menjadi
27
prioritas utama dan khas yang membedakan perlakuan antara kelas akselerasi dengan reguler. Potensi IQ siswa akselerasi seolah tidak tereksplorasi dengan baik. Sebaliknya peubah penjelas sikap (X 72 , X 74 , dan X 75 ) dalam persamaaan 16 yang identik dengan karakter percaya diri, dan superior, menurut Siswanto (2007) karakter tersebut berpengaruh nyata pada prestasi siswa. Secara rinci Wingkel (1984) dalam Khairurrazi (2010) menyebutkan bahwa sikap ini merupakan perpaduan yang dipengaruhi oleh komponen perasaan, pengetahuan, pengalaman, dan motivasi. Umumnya siswa yang memiliki sikap positif akan memiliki motivasi yang tinggi untuk meraih yang lebih baik. Pada contoh acak yang terpilih, ada siswa SMPN 252 Jakarta dengan IQ 94 (kategori IQ rata-rata) tapi berprestasi dapat duduk di kelas VIII dan IX unggulan, dan terakhir ia masuk ke SMAN 81 JKT (SMA favorit) tahun 2009. Bahkan Utari Anggriafi, siswi yang ber-IQ 89 duduk di kelas 9.8 memperoleh nilai UN 9,26 dan merupakan nilai UN tertinggi di antara data contoh terpilih (Tabel 14). Atau seorang siswa tuna rungu seperti Thomas Alpha Edison yang dikategorikan idiot oleh guru SD-nya sehingga akhirnya Thomas kecil keluar dari sekolah, namun kemudian ia menjadi seorang ilmuan terhebat dalam jumlah penemuannya hampir 1100 invensi (Tiner JH, 2005). Bagi Thomas, penemuan yang belum ditemukan bukanlah sebuah kegagalan, tetapi dirinya menganggapnya sebagai penemuan atau cara untuk tidak boleh diulanginya lagi. Ia bekerja keras sehingga, konon untuk memperoleh sebuah penemuan saja harus melewati ratusan kali “kagagalan”. Ini membuktikan bahwa keberhasilan butuh kerja keras dan motivasi (sikap positif). Sementara IQ dan keberbakatan (Gifted) belum dapat menjamin keberhasilan di masa depan. Konteks sikap dalam perspektif Wingkel (1984) dalam Khairurrazi (2010) tidak berbeda dengan hidayah. Kita tahu bahwa hidayah tidak bergantung kepada IQ, tidak pula pada status sosial seseorang, ataupun status ekonomi; miskin atau kaya. Siapa saja punya kesempatan mendapatkan hidayah khususnya bagi mereka yang ingin (termotivasi) mengubah nasibnya (dari alam kegelapan ke kehidupan penuh cahaya/petunjuk). Misalnya dalam Al Qur’an surat Ar Ra’du (QS.13) ayat 11 (versi Depag, 1971) dengan tegas berbunyi:
28
….Sesungguhnya Allah tidak akan merobah nasib suatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… maka orang yang tahu konsep ini (siapa saja), dari mana pun ia mengetahuinya, kemudian dirinya memahami dan meyakini (merasakan) yang diperkuat dengan pengalaman (sekolah kehidupan), selanjutnya berupaya melaksanakannya (termotivasi) maka sudah pasti ia akan memperoleh hasil atau keadaan yang lebih baik dari pada mereka yang tidak berusaha untuk mengubah nasibnya. Dalam hal ini, pengetahuan dan pengalaman siswa di SMPN 252 Jakarta membentuk sikap kuat pada diri mereka sehingga muncul dominan. Hasil angket siswa (Model I) menunjukkan bahwa 92% siswa menilai guru selalu menyisipkan motivasi dalam KBM. Karena itu dapat dipahami, mengapa peubah penjelas KBM x 63 , dan peubah penjelas sikap (x 72 , x 74 , x 75 ) pada persamaan (15) di atas berpengaruh terhadap hasil belajar atau nilai UN mereka dibandingkan faktorfaktor lainnya, termasuk IQ, maupun fasilitas. Senada dengan Wingkel, menurut Azwar (2002, hal. 4-5) dalam Khairurrazi (2010), sikap merupakan perpaduan dari perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar.
Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Peluang siswa ke SMA Favorit. Pada langkah ini, semua peubah bebas termasuk rataan nilai UN diregresikan untuk mencari faktor yang berpengaruh terhadap peluang seorang siswa diterima/tidak diterima di SMAN unggulan/favorit. Respon Y = 1 menyatakan siswa yang diterima di SMAN favorit, sedangkan Y = 0 untuk siswa yang tidak diterima di SMA favorit. Dugaan untuk parameter dilakukan melalui metode iteratif pada turunan pertama fungsi L-likelihood. Kriteria parameter terbaiknya adalah yang dapat menghasilkan fungsi L-likelihood maksimum. Sedangkan uji parsial tiap parameternya menggunakan Wald atau berdasarkan signifikansinya nilai P. Dengan menggunakan contoh acak 41 responden lulusan tahun 2009 (terdiri atas 17 lulusan kelas akselerasi dan 24 lulusan kelas reguler) dan taraf α = 5%, hasil regresi logistik pada tahap awal secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada tahap ini, tidak satupun parameter penduga yang signifikan pada taraf
29
α = 5%. Dari 19 peubah penduga terdapat lima (5) penduga yang memiliki nilai P = 1,000 yaitu: IQ, bimbel (X 3 ), X 55 , X 57 , dan X 72 . Pada tahap kedua, peubahpeubah yang memiliki nilai P terbesar dikeluarkan (direduksi) dari model. Hasil running tahap 2 dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada tahap ke-2 juga tidak ada satupun koefisien penduga yang signifikan. Langkah selanjutnya, lakukan berkalikali hal yang sama dimana peubah-peubah yang memiliki nilai P terbesar dikeluarkan dari model. Akhirnya pada tahap ke-4, muncul satu peubah penduga yaitu X 74 (salah satu peubah penjelas dari peubah sikap) yang cukup signifikan pada taraf α = 5%. Pada tahap ini nilai Log likelihood maks = -9,906 dengan statistik G = 29,760 dan DF = 9 serta nilai P (model) = 0,000. Berikut ini out put Minitab, hasil running regresi logistik tahap ke-4. Tabel 11 Hasil Analisis Regresi Logistik Eliminasi Backward Tahap 4 Penduga Konstanta X 63 X 64 X 65 X 66 X 73 X 74 X 75 Sex (1) Rata UN
Koef.
SE
-49,024 27,601 -2,554 1,834 -3,107 2,245 -2,118 2,997 -3,016 2,412 -0,858 1,993 5,599 2,860 2,641 2,379 -3,486 2,071 5,781 3,410
Z -1,78 -1,39 -1,38 -0,71 -1,25 -0,43 1,96 1,11 -1,68 1,70
Nilai P 0,076 0,164 0,166 0,480 0,211 0,667 0,050 0,267 0,092 0,090
Rasio Odd
0,03
BB
SK 95% BA
0,00
1,77
Berdasarkan Tabel 11 di atas, peubah kelas (X 1 ), IQ (X 2 ) dan fasilitas (X 5 ..) bahkan tidak muncul sebagai peubah berpengaruh terhadap peluang siswa diterima di SMA favorit. Peubah IQ dikeluarkan dari model pada tahap ke-2, sedangkan peubah kelas dikeluarkan dari model pada tahap ke-3. Ini menunjukkan sampai tahap ke-4 ini, hanya peubah penjelas sikap (X 74 ) yang signifikan. Model liniernya memiliki persamaan Logit [ πˆ (xi )] = 5,599x 74(i)
dengan i = 1, 2, …,41
(16) Dari hasil regresi logistik stepwise dengan backward tahap 4 diperoleh juga nilai Chi-square untuk beberapa metode uji kebaikan model di bawah ini.
30
Tabel 12 Uji Kebaikan Model Tahap 4 Metode
Chi-square DF Nilai P
Pearson
20,115
31
0,933
Deviance
19,812
31
0,940
8,582
8
0,379
Hosmer-Lemeshow
Berdasarkan Tabel 12 di atas dimana semua nilai Chi-square mendekati sekitar derajat bebasnya, maka persamaan 18 di atas yang hanya mengandung satu peubah penjelas (sikap) x 74 sudah dikategorikan mencukupi sebagai model yang layak (baik) pada taraf α = 5%. Reduksi terus dilanjutkan terhadap peubah-peubah penduga yang memiliki nilai P terbesar hingga tahap ke-10. Hasil running regresi logistiknya secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 13 Hasil Analisis Regresi Logistik Eliminasi Backward Tahap 10 Penduga
Koef.
Konstanta -21,708 X 74 3,030 Sex (1) -1,630 Rata UN 2,269 Log L = -13,303
SE
Z
Nilai P
Rasio Odd
SK 95% BB BA
12,619 -1,72 0,085 1,333 2,27 0,023* 1,082 -1,51 0,132 0,20 0,02 1,63 1,487 1,53 0,127 Statistik G = 22,965, DF = 3, dan Nilai P = 0,000 *) Nyata pada taraf α = 5%
Ternyata peubah penduga yang berpengaruh hasil regresi logistik pada tahap 10 dan tahap 4 adalah tetap sama, yaitu peubah penjelas X 74 (sikap). Persamaan yang hanya memuat peubah penjelas X 74 juga menunjukkan model yang baik (layak). Hal ini dapat dilihat dari Goodness of Fit Tests dengan metode Pearson, Deviance maupun Hosmer Lemeshow, dimana semua nilai Chi-square-nya mendekati atau kurang dari derajat bebasnya (Lampiran 4). Hasil ini cukup menarik, sebab peluang seorang siswa SMPN 252 JKT diterima di SMA favorit (Y = 1) tidak dipengaruhi oleh nilai UN. Gambar scatterplot berikut barang kali dapat menjelaskan bahwa rataan UN bukan satusatunya penentu seorang siswa diterima di SMA favorit.
31
(*)
1,0
FAVORIT
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0 7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
9,5
RA TA UN
Gambar 8 Sebaran UN Data Contoh di SMA Pilihan antara Kelas Akselerasi ( ), dan Kelas Reguler (
)
Berdasarkan Gambar 8 di atas, secara umum siswa yang diterima di SMA favorit tahun 2009 memiliki rataan nilai UN sangat tinggi dimana nilai terendahnya adalah 8,81 yaitu siswa akselerasi, kecuali kelas reguler (kode 0) memiliki rataan nilai UN hanya 7,25 (*). Siswa reguler tersebut dapat masuk (diterima) ke SMA favorit melalui jalur Ujian Mandiri (UM), bukan nilai UN. Tabel 14 di bawah ini lebih rinci lagi bahwa peubah kelas, IQ, dan bahkan nilai UN bukanlah satu-satunya penentu seorang siswa diterima di SMA favorit. Berikut ini daftar ranking nilai UN dari 41 siswa pada data contoh. Tabel 14 Ranking UN Data Contoh, Kls, IQ dan SMA Pilihannya Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 . 40 41
Nama Utari Anggriafi Diza Faras K. Fikri Muhammad Nadya Dhaifina Dita Ayu Assica Permata Deviyanti Edwar Budiman Akhmad Fathoni Fauzan Akbar Denalia Aurika Beatrix Michela . . . Vera Ridhani
Kelas 9.8 9.1 9 Aks 9 Aks 9.1 9 Aks 9.1 9.1 9.4 9.1 9 Aks 9 Aks . . . 9.6
IQ 89 94 131 131 121 140 131 100 94 114 140 131 . . . 105
Rata UN SMAN 9,26 68 9,13 81 9,10 81 9,06 81 9,01 81 8,96 61 8,95 61 8,93 61 8,93** 71 8,85* Taruna 8,83 61 8,81 61 . . . . . . 7,25* MH Tamrin
Keterangan Favorit Favorit Favorit Favorit Favorit Favorit Favorit Favorit Non favorit Ujian Mandiri Favorit Favorit Non favorit Ujian Mandiri
Pada Tabel 14 di atas, Fauzan Akbar (*) dan Vera Ridhani (*) adalah contoh dua siswa yang diterima SMA favorit bukan berdasarkan nilai UN, melainkan
32
melalui jalur ujian mandiri. Sebaliknya Akhmad Fathoni (**) peringkat sembilan pada data contoh yang punya nilai UN lebih tinggi dari Fauzan Akbar, tetapi lebih memilih SMAN 71 – SMA pendamping favorit/unggulan sebagai pilihan pertama. Dengan nilai UN yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 9,00) ini membuat Akhmad Fathoni ragu dapat diterima di SMA favorit, karenanya lebih berprinsip yang penting berada di level aman. Siswa yang seperti Akhmad Fathoni ini barang kali cukup banyak (tidak punya keberanian dengan UN yang tidak terlalu tinggi), demi keamanan lebih memilih SMAN pendamping unggulan. Sementara siswa dengan nilai UN biasa atau bahkan rendah seperti Vera sangat jarang memiliki keberanian untuk masuk ke SMA favorit. Untuk masuk ke SMA favorit tidak ditentukan oleh nilai UN maupun peruntungan semata, melainkan perlu keberanian, dan percaya diri (sikap positif). Vera Ridhani telah membuktikan bahwa sekalipun nilai UN yang sangat rendah tetapi dapat masuk ke SMA favorit (khusus untuk SMA favorit yang membuka jalur UM). Nilai UN siswa yang diterima di SMA non favorit tidak identik lebih rendah dari nilai UN siswa yang diterima di SMA favorit. Berikut ini Tabel 15, nilai minimum dan maksimum UN siswa akselerasi lulusan periode 2004-2009 yang memperlihatkan bahwa nilai UN yang tidak berpengaruh pada peluang siswa diterima di SMA favorit. Tabel 15 Nilai Minimum dan Maksimum UN Siswa Akselerasi antara di SMA non Favorit dan SMA Favorit SMA Non Favorit SMA Favorit Luluan (Th) Min Maks Min Maks 2004 7,10 9,12* 8,15 9,25 2005
8,05
9,00
9,06
9,56
2006
8,24
9,20
9,27
9,83
2007
8,04
9,62*
8,64
9,73
2008
7,63
9,25*
8,19
9,10
2009
7,45
8,80
8,81
9,10
Pada Tabel 15 di atas, ada siswa akselerasi lulusan tahun 2004, 2007, dan 2008 di SMA non favorit yang memiliki nilai UN lebih tinggi (*) dari pada siswa akselerasi yang diterima di SMA favorit pada tahun yang sama.
33
Berdasarkan penjelasan di atas maka ada tiga alasan, mengapa nilai UN tidak berpengaruh pada peluang siswa diterima di SMA favorit, yaitu: 1. SMA favorit bukan sebagai pilihan pertama. Salah satu penyebabnya karena faktor strategis, mencari sekolah yang mudah dijangkau lokasinya. 2. Sikap/prinsip siswa yang mengambil posisi aman dengan mengambil SMA pendamping unggulan dari pada SMA favorit. 3. Siswa yang memiliki nilai UN yang rendah tetapi memiliki sikap positif dan mau berjuang keras sehingga punya kesempatan masuk SMA favorit lewat jalur ujian mandiri (UM). Pada Gambar 9 di bawah memperlihatkan rasio alumni SMPN 252 JKT yang di SMA favorit antara jalur UN dan UM. UM 17%
UN 83%
Gambar 9 Rasio (%) Alumni di SMA Favorit antara Jalur UN dan UM Dari 12 alumni pada data contoh yang masuk ke SMA favorit, ada 17% diantaranya melalui jalur UM. Oleh karenanya para siswa yang memiliki UN yang rendah seperti Vera, asal mereka memiliki sikap mental positif dan mau struggle (bekerja keras untuk menebus ‘kesalahan’ karena UN yang tidak tinggi), maka mereka masih berpeluang diterima di SMA favorit melalui jalur UM. Berdasarkan hasil regresi logistik pada tahap 10 terdapat 348 pasangan sukses-gagal (12 x 29), yang terdiri atas jumlah pasangan siswa yang berpeluang lebih besar gagalnya untuk masuk SMA favorit (concordant) ada sebesar 92,5%, sedangkan jumlah siswa berpeluang sukses (gagal lebih sedikit) diterima di SMA favorit (discordant) ada sebesar 6,9%, dan jumlah siswa yang berpeluang sama antara sukses dan gagalnya (Ties) ada sebesar 0,6%. Sementara berdasarkan peringkat rasio odd yang terdekat dengan taraf nyata α = 5%, hanya ada peubah Sex. Dari rasio odds 0,20 untuk sex(1) menunjukkan bahwa perbandingan siswa laki-laki yang gagal diterima di SMA favorit ada 0,20 lebih besar dari siswa wanitanya. Atau sebaliknya siswa wanita berpeluang gagal
34
diterima di SMA favorit 1/0,20 atau sekitar 5 kali lebih besar dari siswa lakilakinya, walau kurang signifikan pada taraf α = 5%. Perbandingan Prestasi antara Kelas Akselerasi dan Reguler Dengan menggunakan metode regresi (stepwise dan logistik biner), pada sub bab sebelumnya telah dibuktikan bahwa peubah kelas tidak berpengaruh nyata terhadap nilai UN maupun peluang seorang siswa diterima di SMA favorit dengan tingkat kepercayaan 95%. Berikut ini akan diuraikan pengaruh peubah kelas dengan menggunakan uji banding dua rataan. A. Berdasarkan Nilai UN Tahun 2009 Berikut ini rataan nilai per mapel UN antara kelas akselerasi dan reguler berdasarkan data 41 contoh di SMPN 252 Jakarta. Tabel 16 Bound of Error (d) Rataan UN Pada Contoh antara Kelas Akselerasi dan Reguler Kelas
L
P
JML
IND
Akselerasi
5
12
17
8,47
8,19
Reguler
10
14
24
8,31 0,16
Bound of error (d)
INGG MAT
IPA
RATA
9,63
7,78
8,52
8,09
9,02
7,99
8,35
0,10
0,61
-0,21
0,16
Pada awal penentuan jumlah contoh acak yang diambil dengan teknik Diamond (1981) dalam Aunuddin (2005) telah ditetapkan bahwa nilai bound of error d maksimal adalah 0,25 dalam range sepuluh. Kita lihat pada Tabel 16 di atas, nilai d antara rataan UN kelas akselerasi dan reguler pada data contoh hanya sebesar 0,16 (dari 8,52 – 8,35). Karena nilai d pada contoh (0,16) ≤ 0,25 (bound of error), maka Ho tidak dapat ditolak. Artinya bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari perlakuan model kelas terhadap nilai UN seorang siswa dengan tingkat kepercayaan 95%. Masa belajar siswa kelas akselerasi memang hanya dua tahun, tetapi di SMPN 252 Jakarta jumlah Jam Pelajaran (JP) mereka sampai lulus sekolah relatif tidak berbeda dengan jumlah JP kelas reguler. Banyaknya Pekan Efektif (PE) per semester dan total JP antara kelas akselerasi dan reguler sampai mereka tamat SMP khususnya pada mapel UN (bhs Indonesia, Bhs Inggris, Matematika, dan IPA) dapat dilihat pada Tabel 17.
35
Tabel 17 Jumlah PE, Total JP antara Kelas Akselerasi dan Reguler PE/semester PE di smstr 6 Total PE Mapel UN/pekan Total JP
Kelas
a
b
c=5a + b
d
cxd
Akselerasi
13
9
74
6 JP
444
Reguler
19
11
106
4 JP
424
Menurut CGIS-Net Assessment System (2008) dalam Muhammad (2010), siswa program akselerasi hanya membutuhkan pengulangan belajar 1 - 2 kali saja untuk menguasai suatu materi, sedangkan siswa kelas reguler membutuhkan pengulangan sebanyak 6 - 8 kali. Sehingga kelas akselerasi dapat belajar lebih cepat dari kelas reguler. Itu sebabnya mengapa siswa akselerasi mendapatkan layanan percepatan. Dengan demikian seharusnya total JP kelas akselerasi kurang dari total JP kelas reguler. Tetapi pada Tabel 17 di atas, ternyata total JP kelas akselerasi justru lebih banyak dari pada total JP kelas reguler. Jika total JP kelas akselerasi lebih banyak, sementara hasil belajar (UN) sama dengan kelas reguler, maka sebenarnya kualitas program kelas akselerasi patut dipertanyakan. Layanan program akselerasi di SMPN 252 Jakarta yang meliputi : perluasan materi (enrichment), dan pendalaman materi (extension) belum dilakukan secara optimal. Sementara layanan percepatan (acceleration) pada kelas akselerasi seharusnya tidak perlu disiati dengan menambah porsi belajar di siang hari, setelah para siswa kelas IX reguler pulang. B. Berdasarkan Peluang ke SMA Favorit di Tahun 2009 Seperti halnya nilai UN, kriteria prestasi juga dapat dilihat berdasarkan jumlah siswa yang diterima di SMA/sekolah lanjutan favorit. Proporsi siswa yang diterima di SMA favorit dirumuskan sebagai berikut pˆ i =
pˆ (1 − pˆ i ) xi , sehingga ragam contohnya s2 (i) = i , ni ni
dengan x i menyatakan banyak siswa yang diterima di SMA favorit dari kelas ke- i = 1, 2 pada contoh acak, dan n i menyatakan jumlah siswa dalam kelompok ke-i pada contoh acak dengan i =1, 2.
36
Berikut ini prestasi kelas akselerasi dan reguler berdasarkan jumlah alumninya yang diterima di SMA favorit pada tahun 2009. Tabel 18 Perbandingan Siswa SMPN 252 Diterima di SMA Favorit Tahun 2009 Berdasarkan Data Contoh SMA Ragam Selisih Proporsi Kelas Contoh Favorit Contoh proporsi Akselerasi n1 =17 x1 = 5 pˆ 1 = 0,2941 0,0122 Reguler n2 =24 x2 = 7 pˆ 2 = 0,2917 0,0086 0,0024 Beda proporsi antara kedua contoh acak pada Tabel 18 di atas akan diuji dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Karena ragam populasi antara kelas akselerasi dan kelas reguler tidak sama, dimana kelas akselerasi
σ 12 = (1,794)2 dan kelas reguler σ 22 = (2,630)2 maka uji BNT menggunakan rumus t (0,025; v =
34)
x
s12 s 22 + (Montgomery, 2001 hal. 47) sehingga diperoleh nilai n1 n 2
BNT = 0,06824. Uji BNT ini akan digunakan untuk menguji hipotesis Ho :
tidak ada
perbedaan jumlah alumni yang diterima di SMA favorit antara kelas akselerasi dan kelas reguler. Sementara selisih proporsi = | pˆ 1 − pˆ 2 | = 0,0024 dan kurang dari BNT = 0,06824 maka Ho tidak dapat ditolak pada taraf α = 5%. Artinya prestasi kelas akselerasi dan reguler dalam peluang siswa diterima di SMA favorit tidak berbeda nyata dengan tingkat kepercayaan 95%. Dengan kata lain, model kelas tidak berpengaruh signifikan terhadap peluang siswa diterima di SMA favorit pada taraf α = 5 %. Hasil ini sama dengan kesimpulan dengan menggunakan teknik regresi logistik sebelumnya. Dengan demikian semua siswa SMPN 252 Jakarta, apapun kelasnya punya peluang yang sama untuk diterima di SMA favorit baik melalui jalur UN maupun UM.