HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif besar dilakukan pemotongan parsial dengan cara mengurangi jumlah enzim restriksi atau waktu pemotongan yang digunakan. Dengan menggunakan jumlah enzim restriksi yang sedikit, enzim restriksi tidak akan memotong DNA genom pada seluruh situs pengenalan yang ada dan hanya memotong pada beberapa situs saja sehingga menghasilkan fragmen-fragmen DNA genom yang relatif panjang. Ukuran 7-20 kb DNA T. langsdorffiana didapat dari pemotongan 1
g
DNA dengan 0.01 unit Sau3AI (Takara) pada 37ºC selama 30 menit. Pada konsentrasi 0.015, 0.02 dan 0.04 U/µg DNA, DNA genom terpotong menjadi fragmen DNA yang lebih kecil (Gambar 7). Pada kedelai, pemotongan 1 g pb
5000 5000 3000 4000 3000 2000 3000
15000 10000 5000 9416 4000 3000
1500 2000
2000
1
2
3
4
5
1000
Gambar 7 Fragmen DNA T. langsdorffiana hasil pemotongan parsial dengan Sau3AI. Lajur 1 = marker 1 kb ladder (Bexel Biotechnology); lajur 2 = DNA/Sau3AI 0.01 U; lajur 3 = DNA/Sau3AI 0.015 U; lajur 4 = DNA/Sau3AI 0.02 U; lajur 5 = DNA/Sau3AI 0.04 U. DNA selama 30 menit pada 37oC dengan 0.01 U Sau3AI menghasilkan fragmen yang berukuran besar (Suharsono 2002, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa pemotongan DNA genom tumbuhan dengan konsentrasi sekitar 0.01 U/µg DNA pada suhu 37oC selama 30 menit dapat digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan fragmen DNA yang berukuran besar walaupun hasil pemotongan sangat ditentukan oleh beberapa faktor seperti kemurnian DNA, spesies asal DNA,
20
keadaan (kemurnian) enzim restriksi (Sau3AI), lama dan suhu inkubasi (Suharsono 2002, 2007). DNA genom yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi Sau3AI tervisualisasi sebagai usapan (smear). Usapan ini merupakan kumpulan fragmenfragmen DNA hasil potongan tersebut yang sangat bervariasi ukurannya. Enzim Sau3AI mengenali situs spesifik 5 -GATC-3 dan memotong situs tersebut sebelum nukleotida G sehingga pemotongan DNA T. langsdorffiana menggunakan enzim Sau3AI menghasilkan ujung menggantung GATC. Untuk menghindari terjadinya penyambungan antarpotongan DNA, ujung-ujungnya telah diperlakukan dengan penambahan nukleotida dGTP dan dATP sehingga ujung menggantungnya menjadi GA. Ujung GA dari satu fragmen DNA T. langsdorffiana tidak dapat menyambung dengan ujung GA dari fragmen DNA T. langsdorffiana lainnya. Vektor fage
yang dipotong dengan XhoI yang mengenali
situs spesifik 5 -CTCGAG-3 dan memotong diantara C dan T pada situs tersebut, menghasilkan ujung menggantung TCGA. Penambahan nukleotida dCTP dan dTTP pada ujung situs sisipan (TCGA) dari vektor fage
menghasilkan ujung
menggantung TC sehingga tidak akan terjadi penyambungan antar vektor. Ujung menggantung GA dari fragmen DNA T. langsdorffiana hanya cocok dengan ujung menggantung TC dari vektor sehingga proses penyambungan akan terjadi antara DNA T. langsdorffiana dan vektor. Spesifikasi kecocokan antara ujung DNA T. langsdorffiana dan vektor fage
menyebabkan efisiensi perakitan vektor
rekombinan menjadi tinggi.
Konstruksi Fage Rekombinan Terbentuknya plak pada hamparan putih bakteri menunjukkan bahwa proses transveksi fage
ke dalam E. coli berhasil dengan baik. Ini juga berarti
bahwa proses pengemasan hasil ligasi DNA fage berhasil dengan baik. Jika bakteriofage menginfeksi suatu biakan cair bakteri, maka suspensi biakan berwarna jernih. Sedangkan pada bakteri yang disebar di atas permukaan media padat, fage
tidak bisa menginfeksi seluruh bakteri karena tidak dapat berdifusi
secara bebas. Partikel fage yang dibebaskan dari sel bakteri yang sudah lisis hanya bisa menginfeksi sel bakteri lain yang berdekatan. Akibatnya akan terlihat daerah
21
bening yang disebut dengan plak pada sebaran bakteri. Menurut Dale (1994), jumlah plak berkorelasi dengan jumlah partikel fage yang ditransveksikan pertama kali. Oleh sebab itu, agar penghitungan jumlah fage tidak salah maka jumlah bakteri yang diinfeksi harus sama dengan atau lebih besar daripada jumlah fage. Pengemasan hasil ligasi 0.5
g DNA T. langsdorffiana dengan
BlueSTAR-1 dengan rasio molaritas 2.9 : 1 menghasilkan titer sebesar 1.7 x 105 plaque forming unit (pfu) tiap ml. Fage yang terbentuk pada penelitian ini relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengemasan DNA ke dalam protein mantel berjalan dengan baik. Untuk mengetahui jumlah klon rekombinan, pustaka genom yang terbentuk diambil 10 µl dan diencerkan 100 kali dan 1000 kali, kemudian ditransveksikan ke E. coli galur ER1647 dan diseleksi biru-putih (Gambar 8).
Plak rekombinan
plak non rekombinan
Gambar 8 Seleksi biru-putih terhadap plak. Terbentuknya plak jernih menunjukkan bahwa bakteriofage mengandung DNA sisipan untuk membentuk lambda rekombinan. Penggunaan X-gal pada penelitian ini bertujuan untuk membedakan lambda rekombinan dan bukan rekombinan. Plasmid pBlueSTAR-1 mengandung gen lacZ yang menyandikan βgalaktosidase. Pada lacZ terdapat daerah yang disebut daerah pengklonan ganda. Pada daerah pengklonan ini, terdapat banyak situs restriksi dari berbagai enzim restriksi. Bila gen lacZ tersisipi DNA asing, gen lacZ tidak diekspresikan sehingga β-galaktosidase tidak disintesis. Tidak adanya β-galaktosidase menyebabkan X-gal tidak dapat dihidrolisis. X-gal bersifat kromogen yang akan menghasilkan warna biru bila dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa. Warna biru itu sendiri terikat
22
pada galaktosa, dan hanya akan kelihatan jika galaktosa terlepas dari X-gal. Plak yang berwarna jernih menunjukkan bahwa plak tersebut tersusun dari fage rekombinan karena adanya DNA sisipan pada gen lacZ. Hasil seleksi biru-putih menunjukkan bahwa pustaka genom T. langsdorffiana yang dikonstruksi pada penelitian ini mengandung rata-rata 8% fage rekombinan (Tabel 1). Tabel 1 Hasil seleksi biru-putih terhadap pustaka genom T. langsdorffiana Percobaan
I
Pengenceran
Jumlah plak (pfu)
% Plak rekombinan
Biru (non rekombinan)
Jernih (rekombinan)
Total
100 x
171
6
177
1.77 x 105
3.4
1000 x
14
2
16
1.6 x 105
12.5
1.7 x 105
8
2.6 x 105
4
2.2 x 105
6
Rata-rata percobaan I II
Konsentrasi (pfu/ml)
100 x
249
11
Rata-rata percobaan I dan II
260
Walaupun proses pengemasan fage berjalan dengan baik, jumlah fage rekombinan yang terbentuk relatif kecil dibandingkan dengan pustaka genom kedelai kultivar Slamet dan Lumut (Suharsono 2002, 2007). Rendahnya jumlah fage rekombinan yang terbentuk dapat disebabkan oleh proses ligasi yang tidak berlangsung dengan baik sehingga tidak semua fragmen DNA T. langsdorffiana dapat menyambung dengan DNA vektor. Rendahnya efisiensi ligasi ini dapat disebabkan oleh tidak sempurnanya proses fill-in pada saat pembentukan ujung-ujung fragmen DNA T. langsdorffiana. Rendahnya efisiensi ligasi dan fill-in sangat dipengaruhi oleh kemurnian DNA. Isolasi DNA T. langsdorffiana tidak mudah karena mengandung polisakarida. Polisakarida ini sangat mengganggu dalam isolasi DNA karena mempunyai sifat fisik yang mirip DNA. Proses isolasi DNA memerlukan pemanasan dalam melisis sel, dan dalam keadaan panas, polisakarida berbentuk seperti lendir yang menyerupai DNA. Pada saat DNA diendapkan dengan sentrifugasi, polisakarida juga mengendap bersama-sama dengan DNA. Meskipun telah diberikan PVP untuk mengikat polisakarida seperti prosedur Chang et al. (1993), polisakarida
23
yang berbentuk gel tetap terbentuk dan bercampur dengan DNA. Menurut Renner (2001), ekstraksi dalam proses isolasi DNA seringkali diulang beberapa kali karena daun melastomataceae mengandung produk sekunder yang menyebabkan DNA sangat sulit untuk diisolasi. Kemurnian dan keutuhan DNA sangat menentukan keberhasilan percobaan pada tahap-tahap selanjutnya.
Ukuran DNA Sisipan Untuk mengetahui ukuran DNA T. langsdorffiana yang tersisip di dalam vektor, satu plak yang berwarna jernih diambil dengan ujung pipet mikro berukuran 200 µl yang telah dipotong ujungnya sehingga berukuran sedikit lebih besar dari ukuran plak. Fage yang terdapat di gel dielusi dalam 500 l bufer SM selama semalam. Fage ini ditransveksikan ke E. coli galur BM25.8 yang dapat mensintesis rekombinase cre. Rekombinase cre menginduksi terjadinya proses rekombinasi pada situs loxP yang dimiliki vektor
BlueSTAR-1 (Suharsono
2007) sehingga membentuk plasmid pBlueSTAR-1 rekombinan yang mengandung DNA T. langsdorffiana. Proses rekombinasi pada dua situs loxP pada rekombinan menghasilkan plasmid pBlueSTAR-1 dan DNA T. langsdorffiana sebagai sisipan (Gambar 9).
Gambar 9 DNA T. langsdorffiana menggantikan daerah lacZ, lambda, EMC, lambda, EMC dari vektor fage .
24
Proses eksisi terbaik terjadi bila suspensi fage hasil elusi diencerkan 100 kali sebelum dilakukan transveksi pada E. coli galur BM25.8 seperti pada hasil Suharsono (2002, 2007). Pengenceran ini dimaksudkan agar terbentuk plak yang menyebar dan terpisah satu dengan lainnya. Plasmid yang berada di dalam E. coli galur BM25.8 tidak efisien dalam melakukan perbanyakan sehingga setelah diisolasi, plasmid tersebut diintroduksikan ke dalam E. coli galur DH5 . Keberadaan plasmid di dalam E. coli DH5
diseleksi dengan ampisilin,
sehingga hanya bakteri yang mengandung plasmid rekombinan adalah yang tumbuh di media tersebut. Adanya gen resistensi terhadap antibiotik di dalam plasmid rekombinan memudahkan proses seleksi terhadap klon bakteri yang membawa plasmid rekombinan. E. coli DH5
yang tidak mengandung plasmid
rekombinan mengalami kematian pada media yang mengandung ampisilin. Untuk mengetahui ukuran sisipan, plasmid pBlueSTAR-1 rekombinan dipotong dengan enzim restriksi EcoRI. EcoRI adalah suatu enzim restriksi yang berasal dari E. coli RY 13 yang mengenali dan memotong rangkaian spesifik 6 pb yaitu 5 -GAATTC-3 dan secara teoritis memotong DNA pada sekuen spesifik tersebut sekali setiap 4096 pb (46). Ujung potongan yang dihasilkan enzim restriksi ini adalah ujung kohesif/“sticky” ends (Old & Primrose 1989; Murray et al. 1996). Pemotongan plasmid pBlueSTAR-1 rekombinan dengan EcoRI menghasilkan dua fragmen DNA yang masing-masing berukuran sekitar 2.1 kb dan 10 kb (Gambar 10). Fragmen DNA berukuran 2.1 kb adalah vektor plasmid pBlueSTAR-1 dan fragmen yang berukuran 10 kb adalah DNA T. langsdorffiana yang tersisip di dalam plasmid pBlueSTAR-1. pb 10000
10000 6000
1
2
Insert berukuran 10000 pb
4000 3000 2500 2000
Vektor berukuran 2.1 kb
1500
Gambar 10 Plasmid rekombinan yang dipotong dengan EcoRI. Lajur 1 = marker 1 kb ladder (Promega); lajur 2 = vektor rekombinan/EcoRI.
25
Ukuran DNA sisipan yang relatif besar yaitu 10 kb ini sangat bermanfaat dalam konstruksi pustaka genom karena pustaka genom hanya membutuhkan titer rekombinan yang relatif sedikit untuk memuat semua informasi genetik yang dimiliki oleh suatu organisme. Ukuran yang besar juga sangat bermanfaat dalam isolasi gen utuh dan pemetaan fisik karena dapat mengandung lebih dari satu gen (Suharsono 2002, 2007). Gen pada eukariot rata-rata berukuran 1346 pb (Xu et al. 2006). Vektor lain yang dapat digunakan untuk mengklon fragmen-fragmen yang besar adalah BAC dan YAC, sehingga kedua vektor ini sering digunakan untuk konstruksi pustaka genom, tetapi kedua vektor ini lebih sulit untuk direkayasa dibandingkan dengan fage.
Ukuran Pustaka Genom Konstruksi pustaka genom bertujuan untuk mengoleksi genom dari suatu organisme di dalam klon-klon rekombinan. Setiap klon rekombinan adalah turunan yang berasal dari sel tunggal hasil introduksi fage yang membawa molekul DNA rekombinan yang sama ke sel E. coli. Untuk mengetahui derajat kelengkapan suatu pustaka genom, maka informasi ukuran genom dari suatu organisme harus diketahui. Ukuran pustaka genom dari suatu organisme tergantung dari jumlah DNA dari genom haploid organisme tersebut. Karena ukuran genom T. langsdorffiana belum diketahui, maka ukuran genom Dissotis canescens digunakan sebagai dasar perhitungan derajat kelengkapan pustaka genom karena kedua spesies tersebut termasuk dalam famili Melastomataceae. Menurut Hanson et al. (2001), genom haploid Dissotis canescens berukuran 1.81 x 105 kb sehingga dalam keadaan diploid menjadi 3.62 x 105 kb. Untuk memuat seluruh genom ini dengan ukuran sisipan 10 kb, maka pustaka genom memerlukan 3.62 x 104 klon rekombinan bila fragmen DNA sisipan tidak saling tumpang tindih. Bila potongan DNA sisipan merupakan daerah yang tumpang tindih letaknya di dalam genom, maka pustaka genom ini memerlukan jumlah klon rekombinan lebih besar daripada 3.62 x 10 4. Pada penelitian ini, volume fage yang disintesis adalah 500 µl, sedangkan titer fage rekombinannya adalah 8% sehingga jumlah total fage rekombinan adalah 6.8 x 103 pfu. Dengan menggunakan rumus N = (ln (1-P))/( ln (1-f)), N = jumlah