IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
E. Keadaan Umum Pulau Bunaken Pulau Bunaken adalah pulau kecil yang berfungsi sebagai daerah wisata yang termasuk di dalam wilayah Kota Manado. Kota Manado sendiri memilki 3 pulau kecil yaitu Pulau Bunaken, Pulau Siladen dan Pulau Manado Tua yang lokasinya berdekatan dengan Kota Manado (Gambar 5). Pulau Bunaken memilki potensi wisata yang sangat dikenal bahkan sampai mancanegara yaitu wisata Taman Lautnya. Kondisi inilah yang mejadikan salah satu visi Kota Manado yaitu untuk menjadi Kota Wisata dunia pada tahun 2010. Bunaken adalah salah satu pulau kecil di Kecamatan Bunaken yang terdiri dari 2 kelurahan yaitu kelurahan Bunaken dan Alung Banua dengan luas daratan 8,08 Km2. Bunaken terletak di sebelah Barat Laut teluk Manado, berjarak sekitar 6 Km dari pusat kota Manado atau 3,5 Km dari Tongkeina di Tanjung Pisok. Akses ke Bunaken dari Manado sangat lancar dengan menggunakan speedboat atau perahu katamaran yang dapat ditempuh dalam waktu 20-50 menit. Kelurahan Bunaken memiliki luas wilayah 535 Ha yang terdiri dari 6 lingkungan dimana lingkungan I-V berada di Pulau Bunaken dan lingkungan VI di Pulau Siladen. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Kelurahan Bunaken sebanyak 2.807 jiwa (769 KK). Sebagian besar penduduk Pulau Bunaken memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (717 orang), petani (160 orang), pengrajin (95 orang) dan swasta/buruh (81 orang). Sebagian kecil lainnya bekerja sebagai pegawai negeri, tukang kayu, pedagang dan jasa. Penduduk Bunaken didominasi oleh etnis sangir dan talaud, minahasa dan gorontalo. Walaupun menjadi daerah tujuan wisata nasional, kondisi beberapa sarana dan prasarana di Bunaken masih terbatas. Akses transportasi dan komunikasi telepon/telepon seluler terlayani dengan baik, namun prasarana pendidikan dan kesehatan masih terbatas. Kelurahan Bunaken hanya memiliki 1 (satu) unit puskesmas pembantu dan 2 posyandu. Dalam bidang pendidikan, terdapat 2 buah TK, 4 buah SD, 1 buah SMP dan belum ada SMA. Sedangkan untuk fasilitas penunjang pariwisata terdapat 26 penginapan/resort dan 14 restoran. Namun demikian di Bunaken belum ada tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang menampung sampah-sampah yang dihasilkan oleh tempat-tempat tersebut.
Gambar 4. Peta Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara
1. Potensi Pulau dan Taman Nasional Bunaken
a. Taman Nasional Bunaken (TNB) Pulau Bunaken dan gugusan pulau-pulau disekitarnya memiliki keindahan alam bawah laut yang luar biasa dan merupakan satu dari 10 terumbu karang paling indah di dunia. Untuk itu, pada tanggal 24 Desember 1991, gugusan pulau-pulau Bunaken, Manado Tua, Siladen (Kota Manado), Mantehage dan Nain (Kab. Minahasa) ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut Bunaken oleh Presiden RI. Selain potensi pariwisata bahari berupa terumbu karang (diving dan snorkling) dan
keindahan pantai, Pulau Bunaken juga memiliki potensi perikanan tangkap, ikan hias, mangrove, padang lamun dan kekayaan flora dan fauna daratan seperti kera hitam Sulawesi (yaki) dan kuskus. Selain daya tarik hamparan terumbu karang yang indah dengan lebar 2,5 km dengan dinding terjal (drop off) mencapai ratusan meter (underwater greatwalls), Taman Nasional Bunaken juga memiliki potensi ikan yang jumlahnya mencapai 2000 jenis, termasuk ikan Raja Laut (Coelacanth) dan habitat laut dalam. Salah satu keunikan Taman Nasional Bunaken adalah kedalaman laut yang memisahkannya dengan daratan Sulawesi (mencapai 1000 meter). Kedalaman ini menjadi semacam barrier yang mengurangi tingkat kerusakan terumbu karang di Bunaken sebagai akibat pengotoran oleh sampah/ limbah dari daratan Kota Manado dan sekitarnya. Taman Nasional Bunaken sudah mendunia, artinya sangat terkenal di dunia oleh karena kekayaan alamnya dan keindahan kehidupan di bawah laut dengan flora dan faunanya yang khas dan bervariasi sehingga banyak disukai para wisatawan mancanegara serta nusantara yang datang untuk melakukan penyelaman maupun sekedar menikmati jalur wisata permukaan air dengan cara berperahu. Setelah Taman Nasional Bunaken ini menjadi terkenal, maka secara kronologis statusnya ditetapkan sebagai berikut: 1. Merupakan salah satu Objek Wisata Kota Manado berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 224 Tahun 1980. 2. Perluasan Objek Wisata Bunaken berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 224 Tahun 1984. 3. Cagar Alam Laut Bunaken dan Manado Tua berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 328/Kpts-II/1986. 4. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 1988, secara administrasi Kawasan Taman Laut Bunaken masuk dalam wilayah Kota Manado. 5. Calon Taman Nasional berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Kehutanan Nomor 444/Menhut-II/1989. 6. Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Bunaken berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 730/Kpts-II/91.
7. Diresmikan sebagai Taman Nasional oleh Presiden RI – Soeharto pada tanggal 24 Desember 1992. 8. Tahun 2000 hingga saat ini dikelola Secara Kolaboratif oleh Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken (DPTNB) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 233 Tahun 2000. Adapun Kedudukan, Tugas, dan Fungsi DPTNB berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 233 Tahun 2000. Tentang Pembentukan Dewan Pengelolaan Taman Laut Nasional Bunaken (DPTNB) Provinsi Sulawesi Utara, adalah sebagai berikut: 1. Kedudukan a. DPTNB adalah wadah bersama Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota, Balai Taman Nasional Bunaken, Instansi terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat setempat, sektor bisnis dan akademis untuk bekerja sama dalam rangka memperkuat pengelolaan Taman Nasional Bunaken sehingga dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. b. DPTNB dipimpin oleh seorang Ketua Dewan yang bawah dan bertanggungjawab kepada gubernur. c. DPTNB berkedudukan di Kota Manado Propinsi Sulawesi Utara. d. Dalam
menjalankan
tugas
harian,
DPTNB
didukung
oleh
Sekretariat Dewan. 2. Tugas a. Memediasi
(menegahi
tapa
keberpihakan)
dan
mengelola
(resolusi) konflik antara pihak. b. Merencanakan Program tahunan dan lima tahunan. c. Memberikan masukan berdasarkan apresiasi anggota dewan kepada instansi terkait tentang pengelolaan Taman Nasional Bunaken. d. Membantu pengamanan dan pengawasan Taman Nasional Bunaken. e. Melakukan pengkajiaan dan penataan kawasan Taman Nasional Bunaken. f.
Melakukan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan Taman Laut Bunaken.
g. Memberi laporan kepada:
-
Pemerintah Pusat secara konsultatif.
-
Gubernur, Bupati dan Walikota secara tehnis operasional.
-
DPRD Sulawesi Utara secara konsultatif.
-
Balai Taman Nasional Bunaken secara koordinatif.
-
Publik secara akuntanbilitas.
h. Memberikan pertimbangan kepada instansi terkait dalam rangka penerbitan izin-izin yang berkaitan dengan pengelolaan Taman Laut Bunaken. i.
Menetapkan Sekretariat Dewan.
3. Fungsi a. Sebagai wadah koordinasi yang bersifat konsultatif. b. Penggalangan dana. c. Pusat
informasi
dan
koordinasi
program-program
yang
berhubungan dengan Taman Nasional Bunaken. Fungsi penggalangan dana DPTNB diatur melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Sulawesi Utara Nomor 142 Tahun 2002 tentang perubahan atas beberapa pasal dalam Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 49 Tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Sulawesi Utara dan Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Pungutan Masuk Pada Kawasan Taman Laut Bunaken. 4. Visi, Misi, dan Tujuan DPTNB, adalah: Visi. Terwujudnya Taman Nasional Bunaken yang lestari dengan pengelolaan berbasis masyarakat secara berkelanjutan. Misi: (a) melestarikan sumberdaya alam hayati dan ekosistem, (b) meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, (c)mengembangkan pariwisata alam di dalam kawasan. Tujuan: (a) tempat pelestarian keanekaragaman hayati (hewan dan tumbuhan), (b)
pendukung kehidupan masyarakat dalam kawasan,
(c) pengembangan pariwisata dalam mendukung pendapatan negara. Adanya kewenangan khusus kepada DPTNB untuk menangani sistem tarif masuk dengan pembagian hasil, yakni 20 persen untuk pihak pemerintah dan 80 persen untuk DPTNB. Sedangkan 95 persen pendapatan dari hasil tarif masuk ditinggalkan di daerah Sulawesi Utara dan digunakan untuk program konservasi.
Sejak Kawasan Taman Nasional Bunaken dikelola oleh DPTNB, maka telah dilakukan sistem zonasi pulau dalam kawasan Taman Nasional Bunaken ber-dasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestariaan Alam Departemen Kehutanan Nomor 147/Kpts/DJ-VI/1997, sebagai berikut : a. Zona Inti, berfungsi sebagai pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta untuk kepentingan ilmu pengetahuaan, pendidikan, dan penelitian. b. Zona Pemanfaatan, berfungsi untuk kegiatan yang berhu-bungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan penelitian juga diperuntukkan bagi pusat pembangunan sarana/pra-sarana dalam rangka pengembangan kepariwisataan alam dan rekreasi. c. Zona Rehabilitas dan Zona Pemulihan, untuk penelitian dan pengembangan
serta
pemulihan
jenis
tumbuhan
(pohon
kehidupan) dan satwa jenis asli. d. Zona Pendukung Perairan, untuk kegiatan wisata alam terbatas. e. Zona Pendukung Daratan, untuk kegiatan wisata alam terbatas. f. Zona Pendukung Umum, untuk kegiatan sebagaimana poin a, d, dan e. Pemanfaatan Kawasan Taman Nasional seperti Kawasan Taman
Nasional
Perundang-undangan
Laut
Bunaken
yang
berlaku,
berdasarkan diamanatkan
Peraturan sebagai
berikut: ”Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk
tujuan
penelitian,
ilmu
pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi” (berdasarkan UU RI Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistem). 5. Kebijakan-kebijakan pengelolaan di TN Bunaken Pengelolaan Potensi sumberdaya alam di Kota Manado, khususnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dituangkan dalam Visi Kota Manado yaitu “Industri perdagangan Kota Manado yang maju, tangguh, dan berdaya saing tinggi di era otonomi daerah dan pasar bebas.” Serta dengan Misinya yaitu: a. Mendorong pemberdayaan ekonomi kerakyatan. b. Penciptaan nilai tambah sumberdaya alam wilayah hinterland.
c. Peningkatan kualitas dan kuantitas produk olahan dalam rangka menghadapi persaingan global. d. Pengembangan rekayasa industri. e. Penciptaan iklim usaha dan mekanisme pasar yang kondusif. Pengelola TN Bunaken didukung oleh Dewan pengelola Taman Nasional Bunaken (DPTNB) sebagai wadah koordinatif dan konsultatif para
pihak
(multistakeholder)
yang
terdiri
dari
Pemerintah
Provinsi.Sulawesi Utara, Bapedalda Sulawesi Utara, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata, Badan Lingkungan Hidup Kota Manado, Balai Taman Nasional Bunaken, Bapedalda Kabupaten Minahasa, Fakultas Perikanan UNSRAT, unsur LSM, dan Forum Masyarakat Peduli TN Bunaken. Dewan Pengelola TN Bunaken ini dimulai sejak tahun 2000 yang mempunyai tugas dan fungsi memperkuat Balai Taman Nasional Bunaken.
b. Potensi Pariwisata Potensi
TN
Bunaken
yang
sangat
menonjol
adalah
“Keanekaragaman hayati-nya” yang sangat tinggi, sehingga TN Bunaken mempunyai nilai konservasi nasional sebagai perwakilan ekosistem tropis Indonesia, dan juga memiliki nilai konservasi internasional sebab lokasi TN Bunaken terletak dipusat keanekaragaman hayati dan pesisir kawasan Indo-Pasifik. Keanekaragaman hayati tersebut meliputi : 1. Ekosistem laut dan Pesisir yang terdiri dari terumbu karang, padang lamun tropis (seagrass), rumput laut (algae), hutan bakau (mangrove), ikan, mamalia laut, invertebrata terumbu karang. 2. Ekosistem daratan (terestial) terdiri dari kawasan hutan tropis (P. Manado Tua) dan kawasan binaan (pertanian dan pedesaan) sebagai daerah penyangga). Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Sebagian besar dari 12 titik penyelaman di Pulau Bunaken berjajar dari bagian tenggara hingga bagian barat laut pulau tersebut. Di wilayah
inilah terdapat underwater great walls, yang disebut juga hanging walls, atau dinding-dinding karang raksasa yang berdiri vertikal dan melengkung ke atas. Dinding karang ini juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan di perairan sekitar Pulau Bunaken. Jenis ganggang yang terdapat di taman nasional ini meliputi jenis Caulerpa sp., Halimeda sp., dan Padina sp. (Wikipedia, 2008).
Keterangan: Pulau Bunaken Kawasan Taman Nasional Bunaken
Gambar 5. Letak Taman Nasional Bunaken, Manado
Musim kunjungan terbaik para wisatawan ke Pulau Bunaken adalaha pada bulan Mei sampai dengan Agustus setiap tahunnya. Taman Nasional Bunaken dapat dicapai melalui Pelabuhan Manado, Marina Blue Banter, Marina Nusantara Diving Centre (NDC) di Kecamatan Molas. Dari Pelabuhan Manado dengan menggunakan perahu motor menuju pulau
Siladen dapat ditempuh ± 20 menit, pulau Bunaken ± 30 menit, pulau Montehage ± 50 menit dan pulau Nain ± 60 menit. Dari Blue Banter Marina dengan menggunakan kapal pesiar yang tersedia menuju daerah wisata di pulau Bunaken dapat ditempuh dalam waktu ± 10-15 menit, sedangkan dari pelabuhan NDC menuju lokasi penyelaman di pulau Bunaken dengan menggunakan speed boat ditempuh dalam waktu ± 20 menit.
c. Potensi Kelautan dan Perikanan Taman Nasional Laut Bunaken (TNLB) merupakan daya tarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri, karena TNLB merupakan perwakilan ekosistem perairan tropis Indonesia yang di dalamnya terdapat ekosistem hutan bakau, padang lamun, rumput laut, terumbu karang serta biota laut yang beraneka ragam jenisnya. Potensi biologi dari kawasan TNLB yaitu habitat lamun dan rumput laut, habitat terumbu karang mendominasi perairan pesisir dan yang paling menarik adalah tebing karang vertikal yang menghujam ke bawah permukaan air hingga mencapai kedalaman 25 – 50 m, serta terdiri dari 58 jenis keluarga binatang karang (coral reef). Karang berkulit keras yang berjasa membentuk dan membangun terumbu karang. Tebing bawah air membentuk banyak ceruk, celah dan rekahan yang merupakan tempat persembunyian berbagai vertebrata dan invertebrata laut. Biota laut terdiri dari akar bahar, karang kipas, karang lunak, hydroid penyengat, cacing laut, bintang laut, teripang, moluska, serta beraneka ragam jenis ikan (± 200 jenis) antara lain warasse, damsel, trigger, sweetlip, unicorn, napoleon, dan sebagainya.
d. Potensi Flora dan Fauna Jenis tumbuhan di hutan bakau Taman Nasional Bunaken yaitu Rhizophora sp., Sonneratia sp., Lumnitzera sp., dan Bruguiera sp. Hutan ini kaya dengan berbagai jenis kepiting, udang, moluska dan berbagai jenis burung laut seperti camar, bangau, dara laut, dan cangak laut.
e. Potensi Perkebunan Tanaman perkebunan yang paling dominan adalah kelapa, mangga, coklat, sukun, dan cengkeh. Disamping itu masyarakat juga banyak menanam pisang, ubikayu, pepaya, talas, jagung, terong dan cabe. Tumbuhan pesisir yang umumnya dijumpai di Pulau Bunaken adalah mangrove yang didominasi oleh jenis lolara (Rhizopora sp.) dan api-api (Avicennia sp.) walaupun tidak terlalu banyak jumlahnya. Umumnya masyarakat desa menggunakan mangrove dan tumbuhan pantai untuk keperluan sehari-hari seperti bahan bangunan, bahan pembuatan perahu, bahan pertanian rumput laut, kayu bakar serta untuk obat-obatan tradisional. Masyarakat di Pulau Bunaken sangat besar kesadarannya terhadap pelestarian lingkungan hal disebabkan semakin berkurangnya pohon besar diwilayah Pulau Bunaken, untuk bahan bangunan dan pembuatan perahu sudah banyak masyarakat yang membeli kayu dari luar kawasan pulau.
Besarnya
kesadaran
masyarakat
ini
dikarenakan
mereka
memahami alam yang mereka miliki (keanekaragaman hayati di wilayah Bunaken) merupakan aset terbesar bagi mereka baik secara langsung maupun tidak langsung.
f.
Potensi Peternakan Peternakan di wilayah Pulau Bunaken umumnya hanya dimiliki oleh
masyarakat lokal. Jenis hewan ternak yang ada jumlahnya juga tidak banyak, misalnya ayam, itik, kambing, dan sapi. Umumnya binatang ternak ini dipelihara hanya untuk kebutuhan sehari-hari, ataupun membantu pekerjaan mereka dan jika ada yang diperjual belikan juga bukan merupakan mata pencaharian utama.
2. Kondisi Masyarakat Lokal Pulau Bunaken Penduduk Pulau Bunaken umumnya merupakan keturunan dari Sangihe dan Talaud dan sehari-harinya menggunakan Bahasa Sangir. Sebagian besar penduduk beragama nasrani/Kristen dan sebagian kecil adalah beragama Islam yang biasanya adalah penduduk yang berasal dari Bajo atau Gorontalo. Pulau Bunaken sudah memiliki sarana pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama. Masyarakat di Pulau Bunaken memiliki motivasi
belajar yang baik. Ini terlihat dari banyaknya remaja dari pulau ini yang melanjutkan pendidikan ke SMA, namun seringkali mereka tidak kembali lagi ke desanya karena mengharapkan kehidupan yang lebih baik di kota Manado. Sebagian besar masyarakat di Pulau Bunaken merupakan petani (perkebunan), nelayan atau keduanya. Petani dikawasan ini menanam kelapa, ubi kayu, ubi jalar dan pisang. Juga terdapat pertanian budidaya rumput laut. Sebagian kecil penduduk lainnya bekerja sebagai pemandu wisata, awak perahu dan pekerja di pondok-pondok wisata. (sumber SBKSDA,1996).
3. Aksesibilitas serta Sarana dan Prasarana Pulau Bunaken terletak sekitar 7 mil dari Pelabuhan Manado yang dapat ditempuh selama 35 menit dari pusat kota dengan menggunakan kapal motor. Umumnya para wisatawan berkunjung ke Pulau Bunaken untuk melakukan kegiatan wisata seperti menikmati taman laut dengan cara sigtseeing
(berkeliling)
naik
perahu
berkaca
(katamaran),
snorkeling
(berenang memakai alat pernapasan), diving (menyelam), dan photografi underwater (foto bawah laut), dan sebagian lainnya bertujuan untuk berjemur badan dan tamasya pantai (Dispar Kota Manado, 2007). Untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut di wilayah Pulau Bunaken disediakan beberapa sarana dan prasarana pendukung seperti; perahu berkaca (katamaran), diving center, cottage (penginapan), rumah makan, pendopo, dan kios-kios cenderamata. Fasilitas yang ada masih perlu ditingkatkan dan yang sudah ada harus lebih diperhatikan dan dipelihara kondisinya.
Peningkatan
dan
pemeliharaan
yang
diberikan
haruslah
mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Daerah setempat melalui dinasdinas terkait, dengan dikelolanya Pulau Bunaken dengan baik dapat dipastikan bahwa akan meningkat pula kunjungan wisatawan ke wilayah tersebut. Makin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bunaken dapat memperbesar peluang pasar pengusaha setempat khususnya kaum wanita pengusahanyanya, sehingga meningkatkan omset penjualan mereka. Hal ini secara tidak langsung juga akan meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Sarana dan prasaran pendukung yang ada di Pulau Bunaken lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Sarana Pendukung di TN Bunaken JENIS
JUMLAH
1 Kantor BTN Bunaken dan 3 kantor seksi wilayah Pondok kerja / jaga/ penelitian 6 Buah Wisma Cinta Alam 1 (satu) buah di pantai Liang Bunaken 3 (tiga) buah: Buhias (P. Mantehage), Menara Pengawas Kebakaran Tawara (P. Bunaken) Wowontulap Satwa Pengintai satwa Peralatan Komunikasi radio Komunikasi di setiap desa Darat dan Laut (Perahu patroli, Nautius, Triton, Kima, Lola, mesin Sarana transportasi tempel) Peralatan selam 16 (enam belas set) Sumber : BPKH IV, Dephut. 2008 Kantor Pengelola
Tabel 3. Sarana dan Prasarana Pondok Wisata di TN Bunaken PRASARANA Akomondasi Transportasi Pertunjukan kebudayaan Fasilitas Rekreasi
JENIS Cottage, homestay (milik masyarakat dan pengusaha) Jasa transportasi laut milik masyarakat dan pengusaha Kesenian tradisional meliputi musik bambu dan tari-tarian Gapura dan loket karcis, dermaga dan pendopo di Bunaken; Jalur lintas Alam gunung Manado Tua dan perahu katamaran milik masyarakat
Sumber : BPKH IV, Dephut. 2008
Fasilitas yang diberikan ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan terhadap para pengunjung, walaupun kondisinya masih terbatas dan sederhana. Fasilitas ini akan terus dikembangkan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada para wisatawan dan mempersiapkan Kota Manado sebagai “Kota Wisata Dunia” pada tahun 2010.
B. Hasil Penelitian
1. Produk unggulan Jenis-jenis produk yang dikembangkan oleh masyarakat Bunaken terdiri atas 3 jenis produk yaitu:
a. Produk Kerajinan Tradisional Produk kerajinan tradisional yang berkembang di pulau Bunaken sangat terkait dengan potensi sumberdaya alam dan aset pariwisata. Produk ini juga didukung oleh bahan baku yang mudah diperoleh dan tersedia disekitar pulau. Hal ini dicirikan dari produk para pengrajin yang umumnya menggunakan potensi alam setempat seperti kayu, kerangkerang mati, dan tempurung kelapa yang jumlahnya cukup banyak.
b. Produk Makanan Olahan Produk makanan olahan yang dijual di daerah ini berasal dari sumber perikanan (hasil tangkapan sekitar pulau) dan non perikanan (hasil
pertanian/perkebunan).
Hasil
perikanan
yang
dimanfaatkan
umumnya diolah menjadi makanan seperti bakso ikan, otak-otak, atau nugget ikan, sedangkan hasil pertanian/perkebunan. Seperti kelapa, sukun, dan pisang biasanya juga diolah menjadi kue (kering atau basah), keripik dan sebagainya.
c. Produk Sablon Kaus Karena keterbatasan bahan baku dan sarana prasarana pendukung, banyak pengusaha dalam bidang cinderamata kaus cenderung hanya menjadi pedagang produk jadi (bukan buatan sendiri). Mereka membeli Kaus atau stiker atau produk sablon lainnya dari Kota Manado. Sama dengan produk kerajinan target pasarnya adalah wisatawan. Usaha ini kurang berkembang karena para wisatawan yang datang ke Pulau Bunaken umunya melalui Kota Manado terlebih dahulu dan memebeli produk sablon di Kota Manado yang kualitas dan harganya lebih kompetitif. Karena kendala inilah para pedagang produk sablon biasanya juga bergabung dengan pedagang kerajinan tangan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan pendekatan MCA, diperoleh hasil bahwa produk usaha unggulan (Fungsi Nilai/FN = 4,333) diikuti oleh produk makanan olahan (FN = 4) dan kemudian produk sablon (FN = 0):
PRODUK UNGGULAN 4.333333333 4
Fungsi Nilai
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Kerajinan Sablon Makanan Olahan 0
1
Produk
Gambar 6.
Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Produk Unggulan.
2. Jenis Usaha Unggulan Perhitungan MCA juga digunakan untuk mengidentifikasi bentuk/jenis usaha unggulan. Berdasarkan data kuisioner dan identifikasi di lapangan, bentuk/ jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) tipe usaha mikro, yaitu: •
Usaha Mandiri, yaitu usaha skala mikro yang dimiliki dan dikelola secara pribadi oleh perorangan atau keluarga, modal usahanya juga diusahakan sendiri, karena cenderung bersifat hanya untuk menambah pendapatan sehari-hari saja.
•
Usaha secara berkelompok yaitu usaha mikro yang dimiliki dan dikelola secara bersama-sama dalam suatu kelompok kerja, yang memiliki bidang usaha yang sama, modal usaha ditanggung bersama begitu juga keuntungannya. Karena modal kerja ditanggung bersama maka resikonya cenderung lebih kecil dari usaha mandiri, walaupun besarnya modal usaha juga terbatas pada kemampuan tiap anggota kelompok. Biasanya usaha ini keberlangsungannya tergantung dari baik atau tidaknya pengurus kelompok mengelola anggotanya.
•
Usaha dengan bermitra (kemitraan) yaitu usaha dalam bentuk kemitraan, biasanya merupakan usaha yang kondisi produksinya sudah lebih kontinu, target pasarnya sudah ada, dan membutuhkan modal yang lebih besar
untuk
pengembangannya.
Kemitraan
biasanya
dilakukan
dengan
pemegang modal (investor), atau lembaga keuangan seperti Bank atau Koperasi. Tapi untuk bekerjasama dan mendapat pinjaman modal dari lembaga keuangan maka usaha tersebut umumnya harus memiliki badan usaha dan persayaratan lainnya.
a. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Berkelompok Keterbatasan sarana pendukung dan tingkat ekonomi masyarakat di pulau bunaken yang ada seperti belum masuknya sarana penerangan (PLN), kurangnya ketersediaan air bersih juga mata pencaharian yang sangat bergantung pada sumberdaya alam menyebabkan para wanita pengusaha di pulau ini mengunggulkan pola usaha secara berkelompok. Pola ini memiliki struktur organisasi usaha yang sederhana yaitu ketua kelompok, sekretaris, dan bendahara. Biasanya 1 kelompok terdiri dari 5 10 orang, yang memiliki bidang kerja yang sama. Dari segi modal usaha dengan sistem bekelompok mereka melakukan iuran dengan jumlah yang disepakati untuk membeli barang dan bahan kebutuhan produksi, pengerjaan produk juga dilakukan secara bersama-sama. Usaha ini cukup sederhana karena modal ditanggung bersama (walaupun jumlahnya terbatas) dan keuntungan pun dibagi secara bersama, sesuai dengan proporsi modal yang diberikan dan pekerjaan yang dihasilkan oleh masing-masing anggota. Selanjutnya sebagian keuntungan mereka sisihkan untuk keperluan kegiatan kelompok (uang kas), misalnya dapat digunakan sebagai cadangan dana untuk membeli bahan baku produksi, juga bisa dipakai atau dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan.
b. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Kemitraan Kondisi ekonomi masyarakat di pulau Bunaken tidak terlalu baik. Usaha mikro yang ada pun belum terlalu berkembang. Pola kemitraan hanya diperlukan jika usaha mereka telah memiki kontinuitas produksi yang pasti. Kemitraan yang biasanya dilakukan adalah dengan lembaga keuangan seperti Bank atau Koperasi dan bahkan ada juga yang bermitra dengan perseorangan. Kendala yang dihadapi para pelaku usaha mikro di wilayah
ini
kurang
mengunggulkan
pola
kemitraan
dikarenakan
persyaratan yang biasanya harus mereka penuhi terlebih dulu, seperti halnya jika ingin meminjam uang kita harus memiliki jaminan, atau jika berupa pembagian hasil maka sebelumnya usaha ini harus di survai disetiap aspek, baik fisik (aset usaha) maupun non fisik (misalnya omset usaha) yang pada akhirnya adalah tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta. Dengan kata lain, kondisi usaha mikro di Pulau Bunaken kurang mendukung atau banyak yang belum memenuhi persyaratan untuk melakukan pola kemitraan usaha.
c. Jenis Usaha dengan Pola Mandiri Usaha dengan pola mandiri kebanyakan dimiliki oleh mereka yang berusaha dibidang makanan, yang juga biasanya dimiliki oleh satu keluarga. Usaha ini umunya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup harian dari pelaku usaha. Perkembangan usaha dengan pola ini sangat lambat. Biasanya mereka yang bertahan dengan pola mandiri umumnya lebih mengandalkan pola mata pencaharian para suami misalnya yang bekerja sebagai nelayan atau tukang perahu. Kelebihan dari usaha mandiri adalah tidak membutuhkan modal besar dan sentuhan teknologi tertentu, sehingga modal usahanya pun kecil. Kekurangan dari usaha dengan pola mandiri adalah lebih sulit untuk maju dan berkembang. Seiring dengan makin banyaknya pelaku usaha di Pulau ini maka mereka yang tidak memiliki modal cukup dan tidak bekerja secara berkelompok, lambat laun akan “tergusur” Berdasarkan perhitungan menggunakan Analisis Multi Kriteria/ Multi Criteria Analysis (MCA) (lihat lampiran 4) yaitu dengan menggunakan rumus FN di atas maka dari ketiga jenis/bentuk usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal di pulau bunaken bentuk usaha dengan cara berkelompok adalah yang paling diunggulkan dan dianggap cocok oleh pelaku usaha perempuan di Pulau Bunaken dengan nilai FN = 2, yang berikutnya adalah bentuk usaha dengan pola kemitraan dengan nilai FN 1,167 dan yang peringkat terakhir adalah bentuk usaha mandiri. Seperti digambarkan pada Gambar 7. Perhitungan Jenis Usaha unggulan dengan MCA.
TABEL BENTUK USAHA 2 2 1.8 1.6 1.
1.4
166666667 1
1.2
Fungsi Nilai
kelompok kemitraan mandiri
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
x
Bentuk Usaha
Gambar 7.
Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Jenis Usaha Unggulan
3. Prioritas Pengembangan Usaha mikro memiliki peran penting di Pulau Bunaken dalam pemberdayaan masyarakat pesisir. Pulau Bunaken yang terkenal dengan industri pariwisata pantai dan laut memberikan peluang masyarakat pesisir untuk mendapatkan penghasilan lebih selain sebagai nelayan, terutama bagi istri nelayan. Umumnya wanita pesisir memegang peranan penting untuk ikut menjaga keberlangsungan ekonomi rumah tangganya. Tidak jarang mereka terlibat aktif dalam kegiatan mencari nafkah untuk menopang pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka. Keterlibatan wanita pesisir ini berada pada sektor perikanan, pariwisata dan lain-lain. Untuk mendukung sektor pariwisata di Pulau Bunaken, Pemerintah Daerah Kota Manado dan Departemen Kelautan dan Perikanan telah mengembangkan beberapa peluang usaha mikro dengan tujuan mendukung pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut. Untuk merumuskan tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken telah diselesaikan dengan Bagan AHP. Pada proses AHP kondisi tersebut dapat digambarkan dalam sebuah hirarki (Gambar 8). Fokus pada tingkat tertinggi adalah pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
Usaha untuk mencapai fokus pengembangan usaha mikro tersebut, melibatkan beberapa stakeholder atau aktor: Stakeholder atau aktor yang berperan didalam mencapai tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah (1) wanita pengusaha/pedagang (WUD) sebagai pelaku utama pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken, (2) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dimana salah satu bidang kerjanya yang mencakup wilayah pulaupulau kecil dan memiliki salah satu program yaitu pemberdayaan perempuan di pulau-pulau kecil berbasis potensi sumberdaya lokal, (3) Dinas Kelautan dan Perikanan (Din KP) sebagai instansi Pemerintah Daerah Kota Manado dalam bidang Kelautan dan Perikanan, (4) Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) sebagai instansi Pemerintah di Kota Manado yang berperan pada pelatihan dan kegiatan UKM di Pulau Bunaken serta (5) LSM/NGO (LNG) sebagai organisasi non pemerintah yang ikut memperhatikan pemberdayaan perempuan di sekitar Pulau Bunaken. Semua stakeholder atau aktor yang terlibat diharapkan mampu memberikan alternatif tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil penelitian, pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken terdapat beberapa faktor yang berperan. Dimana faktor-faktor tersebut meliputi aspek ekonomi (modal usaha), aspek lingkungan (ketersediaan bahan baku dan sumberdaya lain, sarana dan prasarana), teknologi (teknologi usaha) dan aspek sosial (kelembagaan). Apabila faktor tersebut digabungkan menjadi modal usaha (MU) baik modal dalam bentuk finansial maupun pengetahuan bagi pelaku usaha, ketersediaan bahan baku (KBB) yang ada didalam Pulau Bunaken (lokal) ataupun diluar Pulau Bunaken, sarana dan prasarana (SP) yang mendukung pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken, teknologi usaha (TU)
yang
digunakan
pada
produksi
baik
manual
maupun
yang
membutuhkan alat bantu, peluang pasar (PP) dan kelembagaan (KL) di dalam kelompok-kelompok usaha. Alternatif
dari
pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah (1) tenaga kerja wanita (TKW), (2) peningkatan ekonomi keluarga (PEK), (3) usaha mikro yang berkelanjutan (UMB) dan (4) peningkatan pendapatan anggaran daerah (PPAD). Hirarki pada Gambar 8 merupakan proyeksi dari mencari prioritas
alternatif pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken, sehingga berdasarkan prioritas tersebut, pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken menjadi lebih terarah dalam mengetahui prioritas faktor yang berpengaruh dalam pengembangan usahanya.
Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken
Fokus
Aktor/ Stakeholder
Faktor
WUD
MU
Alternatif
DKP
KBB
TKW
Keterangan: • Aktor: •
Faktor:
•
Alternatif:
DinKP
SP
PEK
KUKM
TU
LNG
PP
UMB
KL
PPAD
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), DinKP (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Manado), KUKM (Dinas Koperasi dan UKM Kota Manado), WUD (Wanita Pengusaha/Pedagang), LNG (LSM/NGO). MU (Modal Usaha), KBB (Ketersediaan Bahan Baku), SP (Sarana Prasarana), TU (Teknologi Usaha), PP (Peluang Pasar), KL (Kelembagaan) TKW (Tenaga Kerja Wanita), PEK (Peningkatan Ekonomi Keluarga), PPAD (Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah), UMB (Usaha Mikro Berkelanjutan).
Gambar 8.
Hierarki Pengembangan Usaha Mikro dalam Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken a. Tingkat Aktor/Stakeholder
Mendukung
Tahap pertama pada proses AHP pada hierarki di Gambar 8 adalah mencari urutan prioritas aktor/stakeholder. Untuk menetapkan prioritas pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken dibutuhkan peran aktor atau stakeholder.
Aktor yang terlibat dalam pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan terdiri dari wanita pengusaha/pedagang (WUD), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) dan LSM/NGO (LNG) yang memiliki keterkaitan dengan wilayah pulau Bunaken. Penetapan prioritas berdasarkan besarnya peran masing-masing aktor dalam pengembangan
usaha
mikro
untuk
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken.
b. Tingkat Faktor Peran dari para aktor tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung
pengembangan
usaha
mikro
dalam
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken. Faktor-faktor yang menjadi penentu fokus pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha (MU), ketersediaan bahan baku (KBB), sarana dan prasarana (SP), teknologi usaha (TU), peluang pasar (PP) dan kelembagaan (KL). Penentuan prioritas kriteria pada tingkat faktor adalah berdasarkan faktor yang memiliki peran yang lebih besar untuk mewujudkan fokus utama pada hirarki.
c. Tingkat Alternatif Penilaian pada tingkat hirarki alternatif pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah berdasarkan alternatif yang harus dilakukan terlebih dahulu agar fokus pada tingkat tertinggi dari hirarki yang terbentuk dapat tercapai. Alternatif pengembangan
usaha
mikro
untuk
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken terdiri dari usaha mikro yang berkelanjutan (UMB), tenaga kerja wanita (TKW), peningkatan ekonomi keluarga (PEK) dan peningkatan pendapatan daerah (PPAD).
4. Penetapan Nilai dan Prioritas
a. Tingkat Aktor/Stakeholder Penilaian kriteria pada tingkat aktor/stakeholder didasarkan pada peran masing-masing dalam tujuan pengembangan usaha mikro dalam
mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Expert Choice 9.5 maka urutan prioritas aktor yang berperan dalam pengembangan usaha mikro dalam mendukung
pemberdayaan
perempuan
adalah
wanita
pengusaha/pedagang (0,419), KUKM (0,263), Dinas Kelautan dan Perikanan (0,160), DKP (0,097), dan LSM/NGO (0,062). Aktor-aktor yang berperan
dalam
pengembangan
usaha
mikro
dalam mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken perlu dikoordinasikan agar prioritas tujuan pengembangan usaha dapat terlaksana dengan baik.
1.1) Wanita Pengusaha/Pedagang Wanita pengusaha/Pedagang adalah aktor yang paling berperan dalam pemberdayaan perempuan untuk pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil dari software Expert Choice 9.5, urutan prioritas faktor yang berperan dalam menyelesaikan beberapa alternatif prioritas yang harus dicapai pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha (0,363), ketersediaan bahan baku (0,244), sarana dan prasarana (0,159), teknologi usaha (0,108) peluang pasar (0,077), dan kelembagaan (0,050).
1.2) Dinas Koperasi dan UKM Dinas Koperasi dan UKM yang memberikan peran yang sangat penting dalam pengembangan usaha mikro. Peran tersebut dalam bentuk pengadaan pelatihan dan pengembangan potensi UKM yang ada di Pulau Bunaken. Akan tetapi karena koperasi belum terbentuk di Pulau Bunaken, maka peran tersebut belum terlaksana. Selain itu, KUKM juga memiliki peran untuk mempromosikan kerajinan atau sektor usaha kecil yang bersifat ”endogeneous” dan berbasis sumberdaya lokal. Harapan KUKM terhadap pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah mendorong PUKM untuk lebih ditingkatkan mutunya melalui sosialisasi dan pembinaan, adanya kepastian hukum bagi PUKM dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendorong UKM yang ada. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor KUKM adalah modal usaha (0,354), ketersediaan bahan baku
(0,250), peluang pasar (0,174), sarana dan prasarana (0,104) teknologi usaha (0,069) dan kelembagaan (0,050).
1.3) Dinas Kelautan dan Perikanan Pelaksanaan
program
dari
DKP
pada
tingkat
daerah
membutuhkan peran Dinas Kelautan dan Perikanan. Peran tersebut dapat sebagai pendampingan ataupun supervisi terhadap programprogram dari DKP antara lain pemberdayaan perempuan di pulau kecil.
Hal tersebut menjadi sangat penting karena tanpa adanya
pengawasan, program-program yang telah dijalankan akan terabaikan sehingga menjadi sia-sia. Harapan Dinas Kelautan dan Perikanan di Pulau Bunaken terhadap pengembangan usaha yang dilakukan adalah peningkatan ketrampilan SDM dan pemberian modal usaha. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor Dinas Kelautan dan Perikanan adalah modal usaha (0,368), ketersediaan bahan baku (0,254), sarana dan prasarana (0,162), teknologi usaha (0,102), peluang pasar (0,068), dan kelembagaan (0,045).
1.4) Departemen Kelautan dan Perikanan Salah satu program dari DKP untuk pemberdayaan masyarakat di
Pulau
Bunaken
adalah
dengan
melakukan
pemberdayaan
perempuan berbasis sumberdaya lokal. Dampak yang diberikan dari program ini sangat besar. Kelompok usaha mikro yang semula tidak terorganisir dengan adanya keterlibatan langsung dari DKP maka kelompok-kelompok usaha tersebut menjadi solid dan memiliki struktur
organisasi
yang
juga
solid.
Harapan
DKP
terhadap
pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah meningkatnya perekonomian masyarakat lokal, meningkatnya kualitas perempuan, optimaslisasi pemanfaatan sumberdaya lokal, meningkatnya taraf hidup masyarakat dan meningkatnya pendapatan daerah. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor DKP adalah modal usaha (0,355), ketersediaan bahan baku (0,258), sarana dan prasarana (0,165), teknologi usaha (0,108), peluang pasar (0,068), dan kelembagaan (0,045).
1.5) LSM/NGO Peran LSM/NGO pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah untuk pengembangan pengetahuan sumberdaya manusia di Pulau Bunaken. Peran ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi usaha mikro dan tingkat pengetahuan sumberdaya manusia di Pulau Bunaken. Harapan aktor LSM/NGO dalam pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah adanya pembinaan kepada pelaku usaha dan pemberian modal usaha. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor DKP adalah modal usaha (0,353), ketersediaan bahan baku (0,248), peluang pasar (0,185), sarana dan prasarana (0,101), teknologi usaha (0,067), dan kelembagaan (0,045)
b. Tingkat Faktor Penilaian kriteria pada tingkat faktor adalah berdasarkan pada faktor yang paling berpengaruh dalam mendukung pengembangan usaha mikro dalam pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Expert Choice 9.5 urutan prioritas faktor adalah modal usaha (0,361), ketersediaan bahan baku (0,249), sarana dan prasarana (0,141), peluang pasar (0,107), teknologi usaha (0,094) dan kelembagaan (0,048).
1.1) Modal Usaha Modal usaha menjadi faktor utama dalam menyelesaikan pengembangan usaha mikro bagi wanita pedagang/pengusaha karena usaha mikro yang dikelola tidak akan berjalan tanpa adanya modal usaha. Berdasarkan hasil pengamatan, modal usaha mikro yang dijalankan oleh masyarakat Bunaken lebih dari 60% berasal dari pinjaman/kredit dan bantuan baik hibah ataupun dari keluarga, sehingga faktor modal menjadi priorotas pertama dari aktor wanita pengusaha/pedagang dalam faktor pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Beberapa responden mendapatkan sumber modal dengan mayoritas berasal dari pinjaman/kredit. Kredit yang diperoleh para pengusaha mikro di Pulau Bunaken berasal dari perorangan atau penyedia dana yang memberikan pinjaman modal dengan
jumlah tertentu dan pengembaliannya melalui cara cicilan beserta bunga, waktu pinjaman dan besar bunga tergantung dari kesepakatan antara kedua belah pihak.
60
Persentase
50 40 30 20 10 0 Pinjaman
Bantuan
Bantuan (hibah)
Bantuan (keluarga)
Pribadi/sendiri
Sendiri+bantuan
Jenis Modal
Gambar 9. Sumber Modal Usaha di Pulau Bunaken
1.2) Ketersediaan bahan baku Ketersediaan bahan baku menjadi salahsatu faktor yang mendukung pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Asal bahan baku berasal dari sumber lokal atau Pulau Bunaken sendiri maupun dari luar Pulau Bunaken. Usaha mikro yang selama ini berjalan hampir sebanyak 60% menggunakan bahan baku lokal. Kesadaran masyarakat di Pulau Bunaken sudah cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dari hasil pengisian kuisioner yang memeperlihatkan bahwa semua responden menyatakan kelestarian lingkungan di Pulau Bunaken harus dijaga. Mereka telah menyadari bahwa kelestarian
Persentase sumber bahan baku
lingkungan juga dapat mendukung usaha yang mereka jalankan.
70 60 50 40 30 20 10 0
Luar daerah
Lokal
Asal sumber bahan baku
Gambar 10. Persentase sumber bahan baku usaha mikro di Pulau Bunaken, 2008. 1.3) Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang ada belum mendukung usaha mikro di Pulau Bunaken antara lain seperti transportasi, air bersih, penerangan, komunikasi, sanitasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung penggunaan sarana dan prasarana untuk penggunaan usaha mikro. Presentase 80% lebih dari hasil kuisioner menyebutkan bahwa sarana dan prasarana di Pulau Bunaken belum mendukung kegiatan usaha mikro yang mereka jalankan. Beberapa sarana yang cukup terpenuhi oleh semua usaha adalah transportasi, sedangkan sarana air bersih, penerangan, komunikasi, sanitasi dan kebijakan pemerintah belum dirasakan merata oleh semua pengusaha mikro.
Persentase
100 80 60 40 20 0 Belum mendukung
Sudah mendukung
Kondisi Sarana dan Prasarana
Gambar 11. Sarana dan prasarana di Pulau Bunaken untuk mendukung usaha mikro, 2008.
1.4) Teknologi usaha Pada penelitian ini teknologi yang digunakan pada usaha mikro di Bunaken terbagi menjadi 2 yaitu teknologi yang menggunakan alat bantu dan teknologi manual.
Perbedaan jumlah usaha yang
menggunakan
teknologi
manual
(45,83%)
menggunakan teknologi alat bantu (54,17%).
dan
usaha
yang
Usaha mikro yang
menggunakan teknologi manual/tradisional (belum menggunakan energi listrik) antara lain adalah usaha kerajinan (souvenir) dan usaha sablon kaus.
Sementara usaha pengolahan makanan telah
menggunakan alat bantu yang menggunakan energi listrik seperti food processor, blender, dan sealer (untuk pengemas makanan dalam
Persentase
plastik).
56 54 52 50 48 46 44 42 40
Alat Bantu
Manual
Jenis teknologi
Gambar 12.
Persentase jenis teknologi usaha mikro di Pulau Bunaken
1.5) Peluang pasar Potensi peluang pasar di Pulau Bunaken sangat besar. Mayoritas pengusaha di Pulau Bunaken melakukan pemasaran secara langsung (84%) baik dipasarkan ke pasar lokal maupun di kios yang telah disediakan. Tetapi ada beberapa usaha yang melakukan pemasaran berdasarkan pemesanan terlebih dahulu (16%). Hal ini dikarenakan bahan baku dari luar Pulau Bunaken atau kondisi produk yang diusahakan tidak dapat bertahan lama. Produk dari usaha-usaha mikro yang dipasarkan secara langsung antara lain adalah produk dari usaha kerajinan, sablon dan makanan. Sedangkan pengusaha yang melakukan pemasaran berdasarkan pesanan antara lain adalah produk usaha dari pedagang makanan dan makanan olahan, baik dari hasil perikanan maupun non perikanan.
Lokasi pemasaran dari
semua produk, baik yang dipasarkan secara langsung atau berdasar
pesanan umumnya berada di sekitar Taman Laut Bunaken, Pantai Liang dan Manado.
persentase
100 80 60 40 20 0 Langsung
Berdasar pesanan
Bentuk pemasaran
Gambar 13. Pemasaran produk usaha mikro di Pulau Bunaken
1.6) Kelembagaan Dalam
melakukan
kegiatan
usahanya,
para
wanita
pengusaha/pedagang di Pulau Bunaken membentuk kelompok atau bersama dengan wanita pengusaha yang lain bekerja sama di dalam menjalankan usahanya. Akan tetapi kelompok yang sudah terbentuk tidak solid dan sering berubah-ubah, selain tidak ada bentuk struktur dalam kelompok kerja tersebut. Karenanya, prioritas kelembagaan merupakan kriteria terkecil (0,048) oleh tingkat aktor wanita pengusaha/pedagang pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken.
Walaupun hal ini menjadi faktor terkecil kelembagaan
dalam pengembangan suatu usaha khususnya usaha mikro tetap harus diperhatikan. Kelembagaan usaha mikro di Pulau Bunaken menjadi berubah sejak DKP menjalankan program pemberdayaan perempuan berbasis sumberdaya lokal, sehingga kelompok-kelompok usaha mikro lebih solid dan memiliki struktur organisasi. Suatu usaha tanpa kelembagaan yang tersusun dengan baik membuat usaha tersebut mengalami tumpangtindih dalam pelaksanaan pekerjaan masing-masing personilnya (tenaga kerja).
c. Tingkat Alternatif
Pada tingkat alternatif, penilaian berdasarkan tujuan merupakan unsur yang harus dicapai terlebih dahulu untuk pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Dari perhitungan expert choice diperoleh prioritas alternatif sebagai berikut: peningkatan ekonomi keluarga (0,461), tenaga kerja wanita (0,279), usaha mikro berkelanjutan (0,180) dan peningkatan pendapatan anggaran daerah (0,079).
Berdasarkan hal tersebut, maka alternatif
pertama yang harus dicapai adalah peningkatan ekonomi keluarga, selanjutnya tenaga kerja wanita, usaha mikro berkelanjutan dan terakhir adalah peningkatan pendapatan daerah.
1.1) Peningkatan Ekonomi Keluarga Peningkatan
ekonomi
keluarga
adalah
kondisi
dimana
kebutuhan keluarga yang masih kurang mencukupi dapat terpenuhi. Mayoritas aktor pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken memilih alternatif peningkatan ekonomi keluarga sebagai alternatif pertama yang harus dicapai.
Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi
yang kurang baik pada sebagian besar keluarga pesisir di Pulau Bunaken. Pada keluarga pesisir kebanyakan suami bekerja sebagai nelayan atau tukang perahu, sehingga pendapatan mereka seharihari tidak tetap, tergantung pada musim. Oleh karena itu, kondisi ini menyebabkan
alternatif
peningkatan
ekonomi
keluarga
adalah
sebagai alternatif pertama yang harus dicapai pada pengembangan usaha mikro didalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
1.2) Tenaga Kerja Wanita Tenaga kerja wanita adalah pemberdayaan wanita pada suatu usaha sehingga mutu dari wanita dapat meningkat. Pada keluarga pesisir mayoritas kepala keluarga atau suami bekerja sebagai nelayan atau tukang perahu. Sebagai nelayan, pendapatan mereka adalah tidak tetap karena bergantung pada cuaca dan musim ikan, sedangkan sebagai tukang perahu bergantung pada sektor pariwisata di Pulau Bunaken.
Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan
ekonomi keluarga para pesisir wanita bekerja pula mencari nafkah.
Hal ini terlihat dari mayoritas usaha mikro yang berjalan di Pulau Bunaken umumnya adalah dikerjakan oleh kaum wanita, terutama pada usaha kerajinan.
Usaha ini sangat potensial dikerjakan oleh
wanita, karena ketersediaan bahan baku yang mudah diperoleh, sarana dan prasarana yang mendukung di sekitar area pariwisata, teknologi usaha yang tidak terlalu sulit dan peluang pasar yang potensial.
1.3) Usaha Mikro Berkelanjutan Suatu usaha dapat dikatakan sebagai usaha yang berkelanjutan apabila kontinuitas usaha dapat terus berlangsung. Alternatif usaha mikro berkelanjutan merupakan prioritas ketiga yang harus dicapai, dimana kondisinya dapat tercapai apabila peningkatan ekonomi keluarga dan pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan melihat sumberdaya dan potensi pemberdayaan perempuan yang sangat bagus di Pulau Bunaken, akan tetapi membutuhkan suatu modal usaha bagi mulainya suatu usaha.
Dari potensi sumberdaya lokal yang tersedia dapat
mendukung usaha kerajinan untuk dilaksanakan oleh pelaku usaha kerajinan. Berdasarkan hasil wawancara pada ketiga usaha di Pulau Bunaken yaitu, kerajinan, usaha sablon dan pengolahan makanan, kontinuitas produksi tertinggi pada usaha kerajinan yaitu mencapai 100 buah/bulan. Untuk usaha produk sablon rata mencapai 25 – 50 buah kaus/bulan, sedangkan usaha pengolahan makanan walaupun cukup kontinu produksinya hasilnya cukup bervariasi, berkisar antara Rp. 500.000 – 1.500.000,- /bulan.
1.4) Peningkatan pendapatan anggaran daerah Peningkatan pendapatan anggaran daerah adalah kondisi dimana daerah menerima pendapatan lebih dari suatu bidang usaha yang sama ataupun bidang usaha yang berbeda.
Alternatif
peningkatan pendapatan anggaran daerah sebagai prioritas terakhir yang dapat tercapai. Hal ini dikarenakan pengembangan usaha mikro yang dilakukan di Pulau Bunaken dapat mendukung sektor pariwisata, dimana sektor ini sebagai pendapatan terbesar di Pulau Bunaken
khususnya
dan
kota
Manado
pada
umumnya.
Peningkatan
pendapatan anggaran daerah dapat tercapai apabila prioritas alternatif pertama sampai ketiga telah terlaksana. Hal lain yang dapat meningkatkan pendapatan anggaran daerah adalah penggunaan sumberdaya lokal dalam bahan baku usaha yang akan dijalankan.
Pengembangan Usaha Mikro Dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan Di Pulau Bunaken
Fokus
Aktor/ Stakeholder
Faktor
Alternatif
Keterangan: • Aktor: •
Faktor:
•
Alternatif:
WUD (0,419)
MU (0,361)
TKW (0,279)
DKP (0,097)
KBB (0,249)
DinKP (0,16)
SP (0,141)
PEK (0,461)
KUKM (0,263)
TU (0,094)
UMB (0,180)
LNG (0,062)
PP (0,107)
KL (0,048)
PPAD (0,079)
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), DinKP (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Manado), KUKM (Dinas Koperasi dan UKM Kota Manado), WUD (Wanita Pengusaha/Pedagang), LNG (LSM/NGO). MU (Modal Usaha), KBB (Ketersediaan Bahan Baku), SP (Sarana Prasarana), TU (Teknologi Usaha), PP (Peluang Pasar), KL (Kelembagaan) TKW (Tenaga Kerja Wanita), PEK (Peningkatan Ekonomi Keluarga), PPAD (Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah), UMB (Usaha Mikro Berkelanjutan).
Gambar 14. Prioritas hierarki pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. C. Pembahasan Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal
ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat tercermin dari kemampuan lembaga dan organisasi
dalam menyalurkan aspirasi
masyarakat
pembangunan,
untuk
perencanaan
kegiatan
serta
dalam
memperkuat posisi tawar masyarakat dalam aktivitas ekonomi. Di samping itu juga terdapat permasalahan masih terbatasnya akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan di perdesaan yang antara lain disebabkan masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki, yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara.
1. Pengembangan usaha mikro berbasis potensi SDA dan SDM Berdasarkan potensi SDA di pulau Bunaken yang masih memiliki kondisi alam yang baik. Kondisi alam ini sangat mendukung pengembangan usaha mikro di pulau Bunaken.
a. Produk Kerajinan Tradisional Produk kerajinan tradisional merupakan produk unggulan yang berkembang dengan sangat baik di pulau ini. Rata-rata para pengrajin kerajinan tradisional di pulau ini adalah wanita, begitu juga dengan pedagangnya. Produk kerajinan ini cukup diminati para wisatawan yang berkunjung ke pulau Bunaken, selain harganya cukup murah (berkisar antara Rp. 3.000,- sampai dengan Rp. 50.000,-/ buah), desainnya cukup unik, dan bahan bakunya berasal dari alam, sepert: kayu, tempurung kelapa, kerang mati dan sebagainya. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi gelang, kalung, gantungan kunci, pajangan, kap lampu, dan beberapa produk lainnya. Kualitas produk kerajinan di pulau Bunaken masih rendah dan belum ada pengemasan secara baik, hal ini dikarenakan kurangnya pembinaan dan keterbatasan peralatan yang mereka miliki.
b. Produk Makanan Olahan
Potensi perikanan dan perkebunan yang cukup melimpah merupakan peluang usaha yang sangat baik untuk produk pengolahan makanan. Produk makanan olahan yang berasal dari hasil perikanan diolah menjadi makanan seperti bakso ikan, otak-otak, atau nugget ikan, sedangkan, hasil pertanian/perkebunan, seperti kelapa, sukun, dan pisang biasanya juga diolah menjadi kue (kering atau basah), keripik dan sebagainya. Kualitas (mutu) makanan olahan tersebut juga tidak bisa dibilang cukup baik,
para
pengusaha
makanan
ini
masih
perlu
ditingkatkan
pengetahuannya mengenai kebersihan dan kesehatan makanan, nilai gizi suatu produk makanan, cara penyimpanan makanan yang mudah rusak/basi, serta pengemasan produk makanannya. Rata-rata wanita pengusaha makanan ini menjual makanannya di kios-kios yang ada dipinggir pantai Bunaken, dekat kawasan penginapan para wisatawan. Sebagian kecil lainnya menjual makanan berkeliling kampung, dan ada juga yang menerima pesanan.
c. Produk Sablon Kaus Kendala terbesar dari usaha sablon kaus adalah bahan baku, teknologi (peralatan), juga terbatasnya sarana dan prasarana (di wilayah ini belum ada aliran Listrik dari PLN). Produk sablon yang mereka hasilkan dengan cara penyablonan secara manual yaitu mendesain gambar diatas kertas minyak atau kertas kalkir, kemudian menggunakan ring kayu seperti bingkai yang kemudian digosokkan pada kaus yang akan ditempeli gambar sablon. Tentu saja dengan cara ini kualitas sablon terlihat masih kasar dibanding dengan kualitas sablon di Kota Manado yang sudah menggunakan komputer. Hal inilah yang mengakibatkan para pengusaha di bidang ini cenderung menjadi penjual daripada pembuat produk sablon, kebanyakan dari mereka juga bergabung dengan pedagang kerajinan agar produk yang diperdagangkan kebih bervariasi.
Produk-produk usaha mikro yang berkembang di pulau Bunaken umumnya mengalami kendala yang hampir sama, selain dari modal usaha juga kurangnya pembina kepada mereka, seperti pembinaan mengenai manajemen usaha (produksi, organisasi usaha, keuangan, serta distribusi)
dan pembinaan teknis (standar mutu, pengemasan dan pemasaran). Pentingnya pembinaan ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat, rata-rata program pemerintah daerah tidak mempunyai cukup anggaran untuk menyentuh masyarakat yang tinggal di pulau, pemerintah daerah lebih memprioritaskan masyarakat di wilayah daratan (mindland) daripada masyarakat yang ada di pulau kecil. Kurangnya dana/anggaran untuk melakukan program pemerintah di pulau kecil salah satunya disebabkan oleh faktor aksesibilitas menuju ke pulau kecil menghabiskan biaya yang tidak murah, juga masih kurangnya sarana pendukung di pulau kecil untuk kelancaran program mereka, hal ini mengakibatkan masyarakat di pulau kecil lebih tertinggal dan mengalami kesulitan dari segala aspek dalam pengembangan usaha mereka. Untuk mengatasi hal ini, kiranya perlu dukungan dari semua pihak (stakeholders) baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, swasta (investor), LSM, Koperasi, ataupun Lembaga Keuangan Mikro (LKM) serta peran aktif masyarakat sendiri untuk terus berusaha memajukan usaha mikro di daerahnya. Dengan adanya kerjasama ini, diharapkan pengembangan usaha mikro menjadi lebih terarah (sesuai sasaran) dan lebih cepat dengan hasil yang maksimal.
2. Jenis-jenis usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan diperoleh 3 (tiga) tipe pengorganisasian usaha mikro yang ada di pulau Bunaken, yaitu:
a. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Berkelompok Sebagian besar para pengusaha wanita di Pulau Bunaken melakukan usaha dengan pola berkelompok. Walaupun masih dengan pola yang sangat sederhana, terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota kelompok. Pola usaha berkelompok dipakai pada kebanyakan usaha kerajnan. Para pengrajin tradisionil tersebut bekerjasama dalam segala aspek, dari fase pra-produksi (seperti; modal usaha dan pengumpulan bahan baku), fase produksi (desain, pengerjaan produk, sampai taraf finishing produk), serta pra-produksi (pendistribusian barang dan pemasaran). Pola berkelompok ini juga membuat persaingan harga antar pengusaha dan penjual terjaga, sehingga tidak terjadi persaingan
yang berarti pada para pedagang, karena harga telah disepakati bersama. Wajarlah bila pola ini menjadi unggulan untuk pengorganisasian usaha mikro di Pulau Bunaken.
b. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Kemitraan Pola usaha kemitraan umumnya dipakai oleh pedagang kaus sablon, karena dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang mereka miliki para pedagang kaus sablon ini bermitra dengan penjual kaus yang berada di Kota Manado. Mereka mengambil barang dari Kota Manado yang kemudian mereka jual di Pulau Bunaken. Dengan kondisi ini para pedagang kaus juga tidak harus mengeluarkan modal terlalu besar. Kendala dari pola ini, umumnya untuk melakukan kemitraan mereka harus mendapat kepercayaan dari suplier barang. Tentu saja sebelum mendapat suplier yang tetap mereka harus membeli barang secara tunai.
c. Jenis Usaha dengan Pola Mandiri Usaha Mandiri; usaha ini umumnya dimiliki oleh perseorang, sebagian besar usaha mandiri digunakan oleh pengusaha makanan seperti kue-kue dengan jumlah produksi yang tidak terlalu banyak. Para wanita dengan pola usaha secara mandiri biasanya karena letak tempat tinggal yang berjauhan, sehingga mereka mengalami kesulitan jika harus berusaha secara kelompok. Kendala dari usaha mandiri ini adalah modal usaha, karena jika pada saat mereka tidak memiliki modal untuk memproduksi suatu olahan maka biasanya mereka
tidak dapat
melakukan kegiatan usaha, otomatis mereka juga tidak mendapat penghasilan.
3. Analisis Pola Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken
a. Tingkat Aktor
Berdasarkan penetapan nilai dan prioritas dari hasil perhitungan dengan metode AHP maka dapat disusun suatu alur hierarki yang dapat menjadi acuan sebagai pola pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Pada tingkat aktor wanita pengusaha dan pedagang memilki peran terpenting dalam pengembangan usaha mikro dibandingkan dengan aktor lainnya, hal ini dikarenakan para wanita yang merupakan pengusaha dan pedagang merupakan pelaku usaha di Pulau Bunaken. Untuk mengembangkan suatu usaha tentu saja harus dimulai dari dalam diri pelaku usaha (pengusaha ataupun penjual) itu sendiri. Makin besar kemauan kerja seseorang maka makin tinggi juga peluangnya dalam mengembangkan usaha. Aktor lain yang juga memeliki peranan cukup besar adalah Dinas Koperasi dan UKM kota Manado. Sebagai instansi pemerintah yang bertugas dalam pengembangan UKM, dinas ini seharusnya lebih proaktif membina para perempuan pengusaha dan pedagang di Pulau Bunaken. Fungsi dari Dinas Koperasi dan UKM adalah sebagai spritual asisten yaitu bertugas untuk memberi dorongan dan motivasi kepada para pelaku usaha mikro untuk lebih mengembangkan usahanya. Juga harus dilaksanakan program pembinaan manajemen usaha seperti manajemen organisasi usaha, keuangan dan pemasaran.
b. Tingkat Faktor Pada tingkat faktor berdasarkan perhitungan AHP faktor yang paling berpengaruh dalam mendukung pengembangan usaha mikro dalam pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha dengan nilai 0,361. Sebagian besar pengusaha dan pedagang skala mikro di Pulau Bunaken mengalami kesulitan dalam pengembangan usaha dikarenakan tidak memiliki modal usaha yang cukup. Salahsatu solusi dalam menghadapi hal ini adalah para wanita pengusaha tersbut bekerja secara berkelompok, dan kekurangan modal mereka dapatkan dari pinjaman/kredit.
Jika faktor utama ini dapat diatasi dengan baik
maka pengembangan dan kelangsungan usaha akan lebih baik. Faktor lain yang jufa perlu diperhatikan adalah ketersediaan bahan baku dengan nilai 0,249. Bahan baku usaha mikro di Pulau Bunaken masyoritas berasal dari sumber lokal hampir sebanyak 60% menggunakan bahan
baku lokal. Di Pulau Bunaken sendiri masih banyak potensi SDA yang dapat dimanfaatkan baik potensi dari sektor perikanan maupun nonperikanan.
Potensi SDA yang dimanfaatkan sebagai bahan baku
produksi haruslah digunakan dengan bijaksana untuk mengdhindari eksploitasi lingkungan. Usaha yang menggunakan bahan baku lokal, antara lain adalah beberapa usaha kerajinan dan pedagang atau pengolahan makanan. Akan tetapi, beberapa usaha mikro tersebut juga menggunakan bahan baku dari luar daerah, baik hanya sebagian bahan baku maupun keseluruhan.
c. Tingkat Alternatif Berdasarkan
tingkat
alternatif
untuk
menentukan
prioritas
pengembangan usaha mikro, penilaian berdasarkan tujuan merupakan unsur yang harus dicapai terlebih dahulu untuk pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Tujuan utama dari pengembangan usaha mikro dengan maksud di atas adalah sebagai peningkatan ekonomi keluarga dengan nilai alternatif sebesar 0,461. Mayoritas kondisi ekonomi masyarakat di wilayah pulau Bunaken kurang baik dan jauh dari sejahtera. Mata pencaharian penduduk pulau sebaiknya tidak hanya berasal dari 1 sumber saja (suami) tapi
juga
harus
memilki
alternatif
usaha
lain
sebagai
mata
pencahariannya, alternatif usaha ini adalah usaha mikro yang dijalankan oleh para istri atau wanitanya. Kondisi Pulau Bunaken yang memiliki potensi wisata sangatlah mendukung untuk pengembangan usaha lainnya. Dengan makin berkembangnya usaha mikro yang dijalankan oleh para wanitanya maka ekonomi keluarga otomatis akan mengalami peningkatan kearah yang lebih baik. Alternatif lain yang juga dapat menjadi prioritas pengembangan adalah tenaga kerja wanita (SDM). Pembinaan SDM wanita ini haruslah lebih diprioritaskan untuk lebih meningkatkan kualitas tenaga kerja yang akhirnya menjadi tenaga kerja yang terampil dan akhirnya dapat lebih mandiri. Karenanya pembinaan dan pelatihan dari pihak-pihak terkait harus lebih diperbanyak terutama kedaerah-daerah pulau kecil seperti Bunaken. Pulau yang memilki potensi yang sangat besar dan masih
banyak yang dapat dimanfaatkan serta digali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Pengembangan
usaha
mikro,
kecil
dan
menengah
(UMKM)
diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing. Salah satu tujuan dalam pengembangan usaha skala mikro adalah dalam rangka peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Pengembangan usaha yang paling cocok di wilayah
pulau
kecil
adalah
skala
mikro
dengan
taraf
ekonomi
masyarakatnya yang lemah. Hal ini berkaitan dengan modal usaha yang dipakai tidak terlalu besar, dan usaha ini dapat menjadi alternatif nahkan jika berkembang dapat menjadi sumber mata pencaharian mereka.
4. Analisis Pengembangan Uasaha Mikro berdasarkan Aspek Kajian Berdasarkan perhitungan analisis data dengan metode MCA dan AHP diperoleh hasil bahwa produk unggulan dari para wanita pengusaha di Pulau Bunaken adalah kerajinan tradisionil berbasis sumberdaya lokal, jenis usaha yang paling unggul dan paling baik tanggapannya adalah jenis usaha berkelompok
dalam
satu
bidang
kerja
mereka.
Prioritas
utama
pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau tersebut dikembangkan dengan tujuan peningkatan ekonomi keluarga mereka. Berdasarkan
hasil
perhitungan
tersebut
perlu
juga
dikaji
pola
pengembangan usaha mikro untuk pemberdayaan perempuan berdasarkan pada empat aspek kajian yaitu: (1) aspek ekonomi (2) aspek sosial. (3) aspek lingkungan, dan (4) aspek teknologi. Aspek-aspek tersebut sangat terkait satu sama lain, sehingga untuk lebih mengoptimalkan pengembangan usaha mikro, aspek-aspek tersebut juga harus diperhatikan keberadaannya. Jika digambarkan dalam satu skema pola pengembangan usaha unggulan yang dapat mendukung pemberdayaan perempuan dengan
keterkaitan aspek-aspeknya, di wilayah Pulau Bunaken dapat digambarkan seperti skema pada gambar 15 di bawah ini.
MCA I (PRODUK UNGGULAN)
MCA II (JENIS USAHA UNGGULAN)
KERAJINAN
KELOMPOK
AHP PEK
POLA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO UNGGULAN
Aspek Ekonomi
Aspek Sosial
Aspek Lingkungan
Aspek Teknologi
Gambar 15. Skema Analisis Pola Pengembangan Usaha Mikro
a. Aspek Ekonomi Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan definisi kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi
hak-hak
dasarnya
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang terbatas untuk memulai dan mengembangkan usaha. Permasalahan yang dihadapi antara lain sulitnya mengakses modal dengan suku bunga rendah, hambatan untuk memperoleh ijin usaha, kurangnya perlindungan terhadap kegiatan usaha, rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi. Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar, masih sulit diakses oleh pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar masih lemah dalam kapasitas SDM. Kenyataan ini tidak memberi pilihan lain untuk memperoleh modal dengan cara meminjam dari rentenir dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Masyarakat pulau kecil di indonesia umumnya merupakan bagian dari masyarakat miskin ini. Masyarakat miskin kebanyakan tidak memiliki pemahaman dan ketrampilan yang memadai, cenderung berbuat merusak habitat yang akibatnya juga mengurangi populasi ikan, serta kemampuan prasarana/sarana, teknologi yang kurang mendukung untuk memperoleh hasil
yang
memadai.
Degradasi
lingkungan
wilayah
pesisir
mengakibatkan menurunnya populasi ikan dari 5-10 persen kawasan perikanan
tangkap,
dan
meningkatnya
kesulitan
nelayan
dalam
memperoleh ikan. Untuk menanggulangi masalah ini perlu diterapkan suatu usaha untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di pulau-pulau kecil. Salah satunya adalah melakukan pembinaan agar masyarakat di pulau kecil mampu memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Pemberdayaan perempuan di pulau kecil sangat mendorong terjadinya peningkatan
pendapatan (ekonomi) keluarga, karena dengan diberdayakannya para perempuan di pulau kecil membuat pendapatan dan perekonomian keluarga tidak hanya bergantung dari 1 sumber, yaitu suami, tapi juga berasal dari kaum istri/perempuan. Ditinjau dari aspek ekonomi pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau bunaken memiliki tujuan utama sebagai upaya untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Kendala yang ada biasanya dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana di pulau-pulau
kecil
dan
kondisi
masyarakat
pulau
yang
memiliki
ketergantungan tinggi kepada potensi sumberdaya disekitarnya. Disinilah para perempuan diharapkan mampu secara jeli melihat segala potensi yang bisa mereka kembangkan. Jika mereka kurang kreatif dan peka dengan potensi yang ada disekitarnya, maka mereka akan cenderung hanya memanfaatkan potensi yang ada, tanpa melakukan kegiatan pengolahan bahan baku dasar terlebih dahulu. Padahal nilai jual suatu barang biasanya akan lebih dapat ditingkatkan (lebih mahal) melalui proses produksi atau pengolahan pra-produk terlebih dahulu. Tapi jika mereka memliki pengetahuan yang cukup dan pembinaan yang baik maka kendala-kendala tersebut tidak akan menjadi halangan bagi pengembangan usahanya. Intinya adalah semakin berdaya komunitas perempuan di pulau kecil, maka perekonomian keluarganyapun akan semakin berdaya.
b. Aspek Sosial Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan, permasalahan mendasar
yang
terjadi
selama
ini
adalah
rendahnya
partisipasi
perempuan dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk
praktek
diskriminasi
terhadap
perempuan.
Permasalahan
mendasar lainnya adalah masih terdapatnya kesenjangan partisipasi kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosiokultural
masyarakat.
Dalam
konteks,
sosial,
kesenjangan
ini
mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas. Masalah lainnya
adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan; banyaknya
hukum
dan
peraturan
perundang-undangan
yang
bias
gender,
diskriminatif terhadap perempuan, lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender. Keterbatasan akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan di pulau kecil yang antara lain disebabkan masih kuatnya
pengaruh
nilai-nilai
sosial
budaya
yang
patriarki,
yang
menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara.
Masyarakat di pulau kecil juga
umumnya tertutup karena kondisi mereka yang terpisah dari pulau induknya (mindland). Walaupun pulau Bunaken merupakan pulau tujuan wisata dan sudah dikenal sampai mancanegara, ternyata kondisi sosial masyarakat disana tidak merata. Masyarakat yang tinggal berhadapan dengan pulau induk memiliki keterbukaan terhadap masuknya orang asing, karenanya masyarakat di daerah ini lebih maju daripada masyarakat yang tinggal dibelakang pulau. Dengan demikian, usaha mikro yang dilakukan dengan cara berkelompok dapat menjadi ajang bagi mereka untuk saling bertukar informasi dan meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat pulau. Pola usaha berkelompok yang sudah diterapkan pada usaha mikro di pulau Bunaken untuk membantu anggotanya tetap mendapatkan pemerataan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ada baiknya juga jika pembinaan tidak dilakukan hanya pada satu wilayah saja, sehingga seluruh perempuan di pulau Bunaken dapat memperoleh pengetahuan yang sama tanpa dibatasi oleh kendala tempat tinggal mereka.
c. Aspek Lingkungan Beberapa hal yang menjadi masalah potensi SDA di daerah pulau kecil antara lain; ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan antar kawasan; adanya kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang ilegal dan merusak, seperti illegal fishing; belum optimalnya pengembangan SDA; meningkatnya kerusakan dan pencemaran lingkungan di kawasan pesisir yang menurunkan daya dukungnya; dan belum lengkapnya regulasi dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, termasuk penegakan hukum.
Salah satu upaya dalam penanganannya yaitu, adanya kebijakan yang diarahkan untuk: (1) mengelola sumber daya alam untuk dimanfaatkan secara efisien, adil, dan berkelanjutan yang didukung dengan kelembagaan yang handal dan penegakan hukum yang tegas, (2) mencegah terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih parah, sehingga laju kerusakan dan pencemaran semakin menurun; (3) memulihkan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang rusak; (4) mempertahankan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang masih dalam kondisi baik untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan, serta meningkatkan mutu dan potensinya; serta (5) meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Potensi sumberdaya alam di pulau kecil cukup besar, terutama jika pulau tersebut masih asli, dan jumlah penduduknya tidak terlalu padat. Tapi untuk kondisi pulau Bunaken yang merupakan daerah konservasi maka
masyarakatnya
pun
mengalami
keterbatasan
didalam
memanfaatkan potensi sumberdaya alam disekitarnya. Karena itu mereka harus juga sadar tentang pentingnya kelestarian lingkungan yang dapat menjadi salahsatu aset peningkatan ekonomi mereka. Penangkapan hasil perikanan di daerah ini juga tidak boleh menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, karena dapat merusak kelestarian alam dan mengakibatkan
degradasi
lingkungan
jika
pemanfaatan
potensi
sumberdaya alam dilakukan secara tidak bijaksana. Apalagi, produk unggulan kerajinan tradisional sangat tergantung pada ketersedian bahan baku yang ada disekitar pulau. Jika kondisi lingkungan pulau menjadi rusak otomatis ketersediaan bahan baku juga akan berkurang. Untuk usaha lainnya masih banyak potensi alam yang dapat mereka manfaatkan. Di wilayah Pulau Bunaken sendiri kondisi tanahnya masih cukup baik untuk berkebun. Beberapa wanita pengusaha dibidang pengolahan makanan tidak terlalu repot untuk mecari bahan baku produksi dari hasil kebun, seperti sukun (walaupun musiman), pisang, kelapa dan sebagainya.
Potensi Sumberdaya alam di wilayah Pulau
Bunaken masih cukup baik dan terjaga untuk pengembangan usaha mikronya.
d. Aspek Teknologi Unsur teknologi sangatlah penting dalam pengembangan usaha, baik usaha mikro atau pun usaha yang lebih besar lagi. Untuk usaha mikro sentuhan teknologi biasanya menggunakan peralatan produksi yang masih sederhana. Teknologi juga dibutuhkan sebagai modal usaha dengan cara memberikan pembinaan kepada para pelaku usaha di pulau kecil. Salah satu hal penting dalam sentuhan teknologi, antara lain adalah pengetahuan mengenai ke’’hiegenis”an suatu produk makanan misalnya, ataupun pada cara mengemas suatu makanan atau produk dengan baik dan layak sehingga menarik minat pembeli, atau bagaimana membuat makanan menjadi dapat bertahan lebih lama dengan pengemasan dan prosedur penyimpanan yang tepat. Teknologi ini sangat penting diberikan dalam kaitannya dengan pengembangan usaha mikro, semakin banyak pembinaan dari segi teknologi yang diberikann niscaya usaha mikro pun akan berjalan dengan baik, dan semakin maju.
Berdasarkan kajian-kajian tersebut, serta memperhatikan aspek-aspek yang berperan di dalamnya, dapat dibuat suatu pola dalam pengembangan usaha mikro di pulau Bunaken, untuk mendukung pemberdayaan para wanita pengusaha dan pedagangnya; -
Potensi SDA dan SDM yang produktif di Pulau Bunaken, serta daerah tujuan wisata yang sudah dikenal hingga mancanegara, merupakan aset yang berharga dalam pengembangan usaha mikro. Produk unggulan yang terkait erat dengan potensi SDA adalah produk kerajinan tradisionil, dan rata-rata para pengrajin di pulau ini adalah perempuan. Kreativitas yang berkembang di antara kaum wanita di pulau ini dalam membuat kerajinan tradisional, awalnya hanya untuk mengisi waktu luang, dan jika diperjual belikan sifatnya hanya untuk menambah pendapatan sehari-hari. Masyarakat di pulau ini juga tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pendapatan dari penangkapan ikan. Keterbatasan dalam penangkapan ikan, bukan karena sulit mendapat ikan, tetapi karena di wilayah ini penangkapan ikan hanya boleh dilakukan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan (tradisional), mengingat daerah
ini adalah daerah konservasi. Sejalan dengan hal tersebut, daerah ini juga dicanangkan sebagai Taman Nasional Laut yang memilliki tingkat keunikan tinggi, sehingga masyarakatnya mulai melirik adanya peluang usaha lain diluar sektor perikanan. Jika tangkapan sedang kurang, atau musim yang kurang mendukung untuk menangkap ikan, mereka kemudian mengalih fungsikan kapalnya menjadi kapal penumpang untuk mengangkut para wisatawan dari daratan Manado ke pulau Bunaken. -
Potensi SDA yang tersedia sepert banyaknya bahan-bahan dari alam ataupun bahan yang sudah tak terpakai yang masih bisa mereka manfaatkan, misalnya kayu, tempurung kelapa dan kerang mati, hal ini menimbulkan kreativitas para wanita nelayan di sana. Didukung pula dengan disediakannya sarana seperti tempat berjualan oleh pemerintah daerah yang bekerjasama dengan pengelola Taman Nasional Bunaken. Semakin banyaknya wisatawan yang datang, serta persaingan dengan produk-produk dari luar daerah membuat para pengusaha-pengusaha kerajinan harus lebih kreatif. Untuk mengembangkan usaha mereka juga harus memilki modal yang cukup. Jika mereka ingin meminjam uang dari Bank atau lembaga keuangan lain mereka harus memiliki jaminan, dan jika meminjam dari rentenir maka mereka akan dikenakan bunga yang tinggi. Dengan kondisi tersebut para pengusaha ini bersatu untuk mengurangi kendala yang mereka hadapi dengan membentuk kelompok kerja atau kelompok usaha. Sistem kerja dengan berkelompok juga memilki keuntungan lainnya seperti dapat ditekannya persaingan harga yang tidak sehat, saling bertukar informasi dalam pengembangan produk, dan sejauh ini pola tersebut sangat membantu pengembangan dan kelangsungan usaha mikro, apalagi sesuai kodratnya sebagai perempuan, yang memang memiliki
kecenderungan
bersosialisasi lebih tinggi daripada kaum pria. -
Keunggulan lain dari pola usaha secara berkelompok juga dapat mengatasi permasalahan pengembangan usaha pada masyarakat di pulau kecil seperti Bunaken. Didukung pulau tingkat kekerabatan mereka yang masih tinggi apalagi kebanyakan masyarakat di daerah pulau kecil masih memiliki hubungan keluarga. Untuk pemberdayaan perempuan hal ini juga tidak menjadi kendala bagi mereka yang sudah berumah tangga, dalam pola kerja berkelompok mereka tetap bisa bekerja dengan sambil menjaga anak-anak mereka, karenanya pola ini sangat cocok diterapkan untuk perempuan yang
ingin mengembangkan usahanya. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat akan tercermin dari kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi anggota kelompoknya untuk perencanaan kegiatan usaha, serta dalam memperkuat posisi tawar dalam masyarakat contohnya aktivitas ekonomi. Kelembagaan dalam suatu usaha bersifat penting karena dengan kelembagaan/ pengorganisasian yang kuat maka usaha tersebut akan berjalan dengan lebih stabil. -
Perempuan di pulau kecil seyogyanya tidak lagi hanya menggantungkan perekonomian keluarga kepada para suami saja, tapi juga bisa membaca peluang
dengan
memanfaatkan
potensi
SDA
yang
ada.
Keadaan
masyarakat di pulau kecil yang rata-rata berada dibawah garis kemiskinan akan menjadi lebih baik jika seluruh anggota keluarga juga berdaya, terutama pria dan wanitanya (suami – istri), semakin banyak anggota keluarga yang memilki penghasilan otomatis pendapatan keluarga tersebut akan meningkat dan ini berarti perekonomian keluargapun akan menjadi lebih baik dan lebih layak. -
Keterlibatan pemberdayaan perempuan oleh pemerintah daerah dapat diterapkan dalam: (a) mengidentifikasi produk-produk (b) mengidentifikasi produk-produk unggulan; (c) pengembangan informasi pasar bagi hasil-hasil produk unggulan; (d) peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pelaku ekonomi; (e) peningkatan akses pengusaha dan pedagang usaha mikro kecil kepada sumber-sumber permodalan; (d) perluasan jaringan informasi teknologi dan pemanfaatan riset dan teknologi yang difokuskan untuk mendukung produk unggulan; (e) pengembangan kelembagaan pengelolaan pengembangan usaha;
Jika pola pengembangan tersebut dapat berjalan dengan baik ada beberapa hal yang juga perlu menjadi perhatian untuk membuat suatu usaha dapat berkembang secara berkelanjutan, yaitu dengan diterapkan programprogram yang berpihak kepada pengusaha mikro, khususnya kaum perempuan. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:
1. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal; 2. Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif dengan tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi-hasil dari dana bergulir, sistem tanggung-renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti anggunan; 3. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional dan institusional; 4. Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM); 5. Penyelenggaraan
pelatihan
budaya
usaha
dan
kewirausahaan,
dan
bimbingan teknis manajemen usaha; 6. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha; 7. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha; 8. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui
pendekatan
pembinaan
sentra-sentra
produksi/klaster
disertai
dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan 9. Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan/pulau kecil terutama didaerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan.