HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Pury Tepung pury merupakan tepung yang dibuat dengan bahan dasar pupa ulat sutera (Bombyx mori). Ulat sutera yang sudah membentuk kokon dan telah melalui proses pemintalan benang sutera, akan menghasilkan limbah berupa pupa ulat sutera. Dalam upaya membuat usaha serikultur ini menjadi “zero waste industry”, pupa ulat sutera tersebut diolah menjadi tepung pury. Tepung pury diperoleh dengan mengukus pupa dan mengambil liquid pupa. Liquid pupa kemudian dilakukan mixing dengan 10 % maizena sehingga tepung pury dapat diolah kembali menjadi bahan pangan lainnya. Pengadaan Bahan Baku Penelitian diawali dengan memperoleh bahan baku untuk membuat tepung pury. Bahan baku ini didapatkan melalui pembudidayaan ulat sutera di University Farm Sukamantri. Jenis ulat sutera yang dibudidayakan adalah jenis Bombyx mori. Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi melewati 4 stadia, yaitu telur, larva, ulat, pupa dan ngengat (Atmosoedarjo et al 2000). Siklus hidup ulat sutera selama 30-35 hari dari awal telur di budidayakan hingga menjadi kokon yang siap dipintal dan diambil benang suteranya disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Siklus hidup ulat sutera Sumber : Artanti (2003) Pembudidayaan dilakukan di ruangan khusus yang memungkinkan ulat sutera dapat hidup dan berkembang dengan meminimalkan gangguan hama. Suhu diruangan diusahakan dijaga konstan sesuai suhu ruang. Bombyx mori
23
mampu hidup, berkembang dan beradaptasi pada suhu 24-300 Celcius dengan kelembaban 60-80% dan aliran udara yang baik (Atmosoedarjo et al 2000). Selama perkembangbiakan, ulat sutera mengalami 5 fase kehidupan. Berikut tahap perkembangan berat dan panjang tubuh ulat sutera selama fase perkembangan. Tabel 11 Perkembangan berat badan dan panjang tubuh ulat sutera Fase Perkembangan
Berat Badan
Panjang Tubuh
Instar ke satu
1 kali
1 kali
Instar ke dua
20 kali
10 kali
Instar ke tiga
120 kali
20 kali
Instar ke empat
230 kali
220 kali
Instar ke lima
2640 kali
1800 kali
Ulat matang
10.000 kali
140.000 kali
Sumber : JICA (1985) dalam Sihombing (2002)
Langkah awal dalam pengadaan bahan baku adalah pembudidayaan ulat sutera dengan menyiapkan telur yang telah dipesan kepada Pusat Pembibitan Ulat sutera (PPUS) Candiroto, Temanggung Jawa Tengah. Selanjutnya, telur yang telah dikirim dari PPUS memasuki tahap penetasan di University Farm Sukamantri. Penetasan (inkubasi) membutuhkan ruangan untuk menyimpan dan menetaskan telur ulat sutera yang memenuhi persyaratan, yakni bersih, kelembapan antara 75-80% dan temperatur 250C. Pada masa penetasan, penerangan dibuat tidak terlalu kuat sehingga agak gelap. Keadaan ini dilakukan sampai dengan fase bintik hitam pada telur dengan jelas terlihat (Sihombing 2002). Telur yang telah melewati fase bintik hitam selanjutnya dipindahkan ke kadang ulat kecil (KUK). Fase ini disebut Hakitate yaitu masa pengurusan ulatulat yang baru menetas hingga pertama kalinya ulat diberi makan. Ulat tersebut disebar dalam wadah berbentuk persegi yang terlebih dahulu. Makanan yang diberikan pada ulat sutera adalah daun dari tumbuhan daun murbei yang ditanam disekitar University Farm. Selanjutnya ulat ditutup dengan kertas bertujuan untuk menghindari ulat dari serangan hama. Fase perkembangan ulat sutera diselingi oleh fase moulting. Moulting adalah ulat memasuki masa tidur atau istirahat. Ulatulat tidur selama 24-48 jam namun pada saat instar 1 hingga 3 ulat rata-rata tidur hanya selama 20 jam. Setelah ulat melewati instar ke-5, ulat memasuki masamasa pengokonan dengan tanda-tanda:
24
1. Tubuh ulat menjadi bening dan transparan, 2. Tubuh mengecil, 3. Nafsu makan berkurang, bahkan akhirnya sama sekali tidak mau makan, 4. Kotoran yang dikeluarkan warnanya hijau, menandakan bahwa makanan sudah tidak dicerna lagi, 5. Dari mulutnya keluar serat-serat sutera (fibroin) (Sihombing 2002). Kokon yang siap panen berwarna putih berbentuk lonjong melekat disisi tempat pembiakan. Setelah ulat membentuk kokon dengan pupa di dalamnya maka akan terbentuk pula fibroin. Fibroin adalah protein bentuk serat, tidak larut dalam air dan tahan akan hidrolisis oleh air ataupun enzim-enzim. Protein yang terkandung dalam pupa ulat sutera mencapai 60-75% (Sihombing 2002). Dalam teknik pemintalan sutera, kokon yang sudah siap untuk dipintal biasanya memasuki tahap pengovenan untuk memastikan pupa yang ada di dalam kokon agar tidak berubah menjadi ngengat dan kupu-kupu. Pada penelitian ini, tahap pengovenan ditiadakan. Hal ini bertujuan untuk memanfaatkan pupa yang ada di dalam kokon untuk disortasi dan dijadikan tepung yang kaya zat gizi. Pembuatan tepung Pembuatan tepung pupa diawali dengan proses pengukusan pupa yang telah melewati masa sortasi. Metode pemanasan ini digunakan karena lebih efektif dan meminimalisir kehilangan zat gizi selama pemanasan. Menurut Miyatani (2008) pemanasan dapat menyebabkan hilang atau rusaknya zat gizi bahan pangan, sebagai pemicu utama adalah kontak langsung produk dengan air atau minyak pada perebusan dan penggorengan. Pemasakan awal dengan panas akan mempengaruhi karakteristik pupa, seperti nilai gizi, sifat fungsional, karakteristik organoleptik dan karakteristik fisik. Menurut Fellows (2000) perlakuan dengan menggunakan panas akan mengakibatkan pengaruh yang berakibat positif maupun negatif. Pengaruh positif proses pemanasan akan mengakibatkan denaturasi protein yang akan meningkatkan daya cerna protein dan menurunkan aktivitas tripsin inhibitor. Pengaruh negatif pemanasan adalah adanya destruksi asam amino sensitif panas, terbentuk ikatan silang pada molekul dan reaksi Mailard karena protein bereaksi dengan gula. Pada penelitian ini, dampak negatif dari pemasakan dapat diminimalisir dengan teknik pengukusan dan pengaturan waktu yang efektif. Tidak adanya kontak langsung antara pupa dan air dalam pengukusan dapat meminimalisir penurunan nilai gizi pupa terutama protein. Menurut Owusu dan Apenten (2002)
25
selama proses pengukusan, kandungan air dalam pupa akan keluar dan menjadi uap air. Uap air akan tertahan di ruang tertutup dan sebagian uap air akan kembali masuk ke dalam pupa sehingga tekstur pupa akan melunak. Selama proses pengukusan juga akan terjadi inaktivasi enzim, penurunan ekstraksibilitas protein,
penurunan
faktor
antinutrisi,
peningkatan
kualitas
protein
dan
peningkatan daya cerna protein. Waktu pengukusan adalah 15 menit setelah air kukusan benar-benar mendidih (1000 Celcius). Air yang digunakan untuk mengukus akan berubah menjadi berwarna kehijauan, keruh dan beraroma menyengat. Hal ini disebabkan banyaknya komponen larut air yang terlarut dalam air yang digunakan untuk pengukusan. Air tersebut juga berminyak karena adanya minyak yang keluar karena suhu panas yang terbawa oleh air. Akan tetapi, kandungan minyak yang terbawa pada pupa hasil pengukusan tidak terlalu banyak karena tidak adanya kontak langsung antara air dengan pupa. Proses selanjutnya adalah pengambilan ekstrak dari pupa yang telah dikukus. Alat bantu yang digunakan adalah saringan yang rapat sehingga didapatkan ekstrak atau liquid yang bersih. Selanjutnya liquid melalui tahap mixing dengan penambahan maizena. Mixing (Blending) adalah suatu teknik dalam pengolahan produk pangan dengan pencampuran dua atau lebih komponen dengan pendispersian satu dengan lainnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan tekstur kompak pada ekstrak pupa untuk memudahkan dalam pengolahan berikutnya (Fellows 2000). Tepung tapioka yang dicampurkan berjumlah 10% dari total liquid yang didapatkan. Hasil campuran liquid dan tapioka disebut pasta. Sebelum dilakukan proses penepungan dengan menggunakan drum dryer terlebih dahulu pasta dikondisikan pada suhu lemari es selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk membentuk tekstur solid yang memudahkan dalam proses penepungan. Selanjutnya, pasta di proses dengan menggunakan drum drier. Pengering drum atau yang biasa disebut drum drier digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk bubuk atau pasta. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain (Doni 2002). Menurut Fellows (2000) suhu pada drum driers berkisar antara 1201700C. Bahan akan dicampur sedemikian rupa sehingga tercampur merata dan mempunyai terkstur seragam. Penggilingan dilakukan oleh roda-roda pada drum drier. Hasil dari pengeringan dengan drum drier akan dihasilkan tepung pury yang akan dijadikan bahan baku dalam pembuatan nugget.
26
Kandungan Gizi Tepung Pury Tepung yang dihasilkan akan diuji secara proksimat untuk mengetahui kandungan gizi. Kadungan gizi yang dianalisis adalah kadar abu, air, protein, lemak dan karbohidrat. Hasil kandungan gizi dibandingkan dengan nilai kandungan gizi dari penelitian sebelumnya (Astuti 2009) sebagai pembanding (Tabel12). Tabel 12 Kandungan gizi tepung pury Parameter
Analisis Astuti (2009)*, **
Kadar air Abu Protein Lemak Karbohidrat
10,40*** 3,14 33,44 25,72 27,3
Analisis Uji** 3,3*** 4,2 31,8 23,9 37,4
*Astuti (2009): kandungan gizi tepung pury ** Berdasarkan persentase basis kering *** Basis basah (%BB) Berdasarkan Tabel 12 terlihat perbedaan pada nilai hasil analisis kedua uji. Perbedaan yang sangat besar ditunjukkan pada nilai kadar air tepung pury yang diduga karena perbedaan metode dalam pembuatan tepung. Pada penelitian Astuti (2009) pembuatan tepung dilakukan dengan kombinasi pemanfaatan drumdrier dan metode sederhana homeindustry. Hal ini diduga juga memberikan hasil yang berbeda pada kandungan gizi tepung pury lainnya. Menurut Pereira (2002) pupa panggang memiliki kandungan air 3,95%bb, abu 3,64%bk, protein 51,1%bk dan lemak 34,4%bk. Berikut penjelasan hasil uji analisis tepung pury. Kadar air. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan (Winarno 2004). Berdasarkan Tabel 12 diketahui kandungan air dari tepung pury adalah 3,3% (%bb). Kadar air yang berkisar antara 3-7% akan mencapai kestabilan optimum sehingga pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan dapat dikurangi (Winarno 1997 dalam Fauziah 2011). Kadar air hasil penelitian Astuti (2009) adalah 10,4%bb. Perbedaan kadar air tepung pury pada kedua uji diduga karena adanya perbedaan metodologi dalam proses pembuatan tepung pury. Pada penelitian Astuti (2009) dilakukan metode kombinasi penepungan dengan drum drier dengan oven, sedangkan pada penelitian inii hanya menggunakan drum drier. Menurut Doni (2002) Keuntungan penggunaan
27
drum drier adalah kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis, dapat memperbaiki daya cerna, mempengaruhi sanitasi dan mengawetkan. Menurut Pereira (2002) pupa panggang memiliki kandungan air 3,95%bb tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian ini. Hasil ini dapat menjadi indikator perbedaan kadar air pupa menjadi tepung pury. Pengolahan dapat menurunkan kadar air pury. Kadar abu. Abu merupakan bahan anorganik (mineral) dalam bahan pangan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil analisis diketahui kandungan abu hasil analisis adalah 4,2% (%bk). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya adalah 3,14%bk. Menurut Pereira (2002) kandungan abu pada pupa panggang adalah 3,64% (%bk). Perbedaan kadar abu diduga karena ketelitian dalam melakukan analisis yang berbeda. Kadar protein. Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Hartono 2005). Berdasarkan hasil analisis, kadar protein tepung pury adalah 31,8%bk sedangkan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya sebesar 33,34%bk. Menurut Pereira (2002), pupa sebagai bahan dasar dalam pembuatan tepung pury mengandung protein yang tinggi. Pupa memiliki kandungan protein yang lebih baik dari kedelai sehingga dapat dijadikan salah satu pangan sumber protein. Kadar Lemak. Lipida meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal dalam makanan, malam, fosfolipida, sterol dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia (Winarno 1997). Berdasarkan hasil analisis diketahui kadar lemak tepung pury 23,9%bk tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu 25,72%bk. Menurut Pereira (2002) kandungan lemak pupa panggang adalah 34%bk. Perbedaan kandungan lemak pupa dan tepung pury diduga dipengaruhi faktor pengolahan. Kadar Karbohidrat. Karbohidrat merupakan zat gizi makro pada makanan. Semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) (Winarno 1997). Kadar karbohidrat tepung pury hasil analisis adalah 37,4%bk berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya 27,3% (Astuti 2009). Perbedaan kadar karbohidrat antara kedua uji diduga perbedaan perlakuan terhadap analisis tepung pury. Kadar karbohidrat juga dipengaruhi zat gizi
28
lainnya karena perhitungan jumlah karbohidrat yang digunakan adalah analisis by-difference. Pembuatan Nugget Tapury Bahan yang digunakan untuk pembuatan nugget adalah tepung pury, tahu, tepung terigu, tepung tapioka, tepung roti, telur, bawang putih, bawang bombay, gula halus, garam halus dan susu full cream. Penggunaan tepung pury digunakan sebagai bahan substitusi tahu. Tepung pury yang digunakan adalah hasil dari proses pembuatan tepung pury dari pembiakan ulat sutera (Bombyx mori). Tingkat substitusi yang digunakan dalam pembuatan nugget ada 6 taraf, yaitu 0%(F0), 60%(F1), 70%(F2), 80% (F3), 90%(F4), dan 100%(F5). Penentuan tingkat substitusi ini dilakukan melalui trial and error dan formulasi dengan standar produk dengan klaim tinggi protein. Tingkat persentase menyatakan proporsi substitusi tepung pury dengan tahu, bukan dengan adonan keseluruhan. Tepung terigu dan tepung tapioka ditambahkan sebagai bahan pengisi adonan nugget. Menurut Manley (2000) tepung terigu adalah salah satu bahan yang mempengaruhi proses pembuatan adonan dan menentukan kualitas akhir produk berbasis terigu. Tepung terigu memiliki kandungan protein unik yang membentuk suatu massa lengket dan elastis ketika dibasahi air. Protein tersebut dikenal dengan gluten. Gluten merupakan campuran antara dua kelompok atau jenis protein gandum, yaitu glutenin dan gliadin. Menurut Pomeranz (1991) tepung tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin, sedangkan tepung terigu mempunyai kandungan amilosa sebesar 25% dan amilopektin sebesar 75%. Kombinasi tersebut berguna untuk mempertahankan keteguhan gel karena amilosa berperan penting dalam keteguhan gel. Menurut Ernawati (2001) penggunaan campuran tepung terigu dengan tepung tapioka dengan rasio 1:1 sebanyak 15% pada nugget menunjukkan hasil yang terbaik dan mendekati produk komersial dibanding tepung terigu saja atau tepung tapioka saja. Tahap pertama pembuatan nugget adalah pencampuran bahan penyusunnya. Tahu terlebih dahulu dikukus untuk meminimalisir kadar air dalam tahu. Pada pengukusan, bahan akan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga kandungan air dalam bahan pangan dapat menguap dan meminimalisir kadar air (Fellows 2000). Formula F0 dan F5 merupakan formula kontrol bawah dan atas sehingga pada kedua formula tidak dilakukan subtitusi tepung pury dan tahu. Tahu yang telah dikukus dicampurkan dengan tepung pury, terigu dan tapioka.
29
Sementara itu bawang putih dan bawang bombay dihaluskan. Setelah itu, semua bahan dicampurkan dan diaduk secara merata. Adonan siap untuk dikukus dengan dicetak terlebih dahulu. Pencetakan adonan menggunakan cetakan dari bahan stainless still dengan ketebalan yang seragam. Tahap selanjutnya adalah pengukusan adonan yang telah dicetak. Suhu pada pengukusan dapat mencapai 1000C. Pengukusan adalah proses pemasakan yang paling baik dalam mempertahankan nilai gizi pangan (Miyatani 2008). Pemanasan terjadi melalui air kukusan yang dipanaskan sehingga secara tidak langsung mempengaruhi suhu bahan. Suhu tinggi yang konstan diharapkan dapat memberikan kematangan yang merata dan cepat pada adonan nugget. Indikator kematangan nugget ketika ditusuk dengan benda seperti sendok sudah tidak lengket. Setelah matang, adonan nugget diangkat dan didinginkan pada suhu ruang sekitar 10 menit. Setelah dingin, dilakukan tahap batter dan breader nugget. Disiapkan bahan berupa tepung terigu, telur dan tepung roti. Adonan nugget dipotong-potong berbentuk persegi panjang secara seragam. Selanjutnya nugget dilumuri tepung terigu, telur dan tepung roti secara berturut-turut. Pelumuran nugget dengan terigu dan telur disebut tahap batter. Batter adalah pencampuran bahan dengan bahan lain untuk memberikan penampakan, tekstur dan daya terima yang lebih baik (Fellows 2000). Menurut Ragil (2010) Batter juga bertujuan sebagai perantara agar nugget dapat dilumuri breader. Breader yang diberikan adalah tepung roti yang memberikan warna dan aroma khas yang dapat menarik konsumen dan meminimalisir bau asli dari tepung pupa. Produk nugget biasanya dipasarkan dalam bentuk siap goreng, sehingga setelah tahap ini dilalui, nugget disimpan di lemari es. Tahap selanjutnya adalah penggorengan nugget untuk siap dikonsumsi. Teknik yang digunakan dalam penggorengan adalah deep frying. Deep frying adalah teknik penggorengan dimana semua bagian dari bahan mendapatkan suhu merata di semua permukaan (Fellows 2000). Hal ini bertujuan untuk menghasilkan nugget dengan kematangan merata. Menurut Ketaren (2008) pada proses penggorengan dengan metode deep-frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200-2050C. Proses penggorengan bertujuan meningkatkan karakteristik warna, rasa dan aroma pupa karena adanya reaksi Mailard.
30
Karakteristik ini dipengaruhi oleh jenis minyak, lama pemakaian minyak, suhu penggorengan, waktu penggorengan, ukuran dan karakteristik permukaan makanan dan perlakuan terhadap makanan setelah penggorengan (Fellows 2000). Setelah digoreng nugget siap untuk dikonsumsi. Nugget yang telah digoreng terdiri atas 6 formula diujikan pada uji organoleptik. Sifat Organoleptik Nugget Tapury Uji organoleptik nugget dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji kesukaan (hedonik) panelis terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dengan enam tingkat formula substitusi, yaitu kontrol atau substitusi 0%(F0) 60%(F1), 70%(F2), 80%(F3), 90%(F4), dan 100%(F5). Panelis berjumlah 30 orang bersifat panelis semi-terlatih dari mahasiswa Gizi Masyarakat. Uji organoleptik dilakukan dengan teknik skala garis 1 sampai 9 dimana masing-masing skala mempunyai nilai tertentu sesuai dengan indikator yang diukur. Uji hedonik dilakukan untuk menentukan formula terpilih yang mewakili kesukaan panelis terhadap produk. Uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung pury dan tahu terhadap mutu warna, rasa, tekstur, aroma dan penilaian umum secara keseluruhan nugget. Warna Warna nugget merupakan salah satu parameter yang dapat dianalisis secara organoleptik. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna nugget dari 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan warna coklat kehitaman dan 9 menunjukkan warna putih gading. Pada uji hedonik (kesukaan), panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaannya dengan skala 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan bahwa panelis amat sangat tidak suka terhadap warna sampel, dan 9 berarti panelis amat sangat suka terhadap warna sampel. Sampel yang dianalisis adalah nugget kontrol dan formula yang disubstitusi. Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik warna disajikan pada Gambar 6.
31
Gambar 6 Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik warna Rata-rata panelis memberikan penilaian mutu hedonik untuk warna sebesar 7.15 (warna kuning emas) pada nugget F0; 5,53 (warna kuning kecoklatan) pada Formula F1; 5,43 (warna coklat kekuningan) pada Formula F2; 3,66 (warna coklat muda) pada Formula F3, 3,6 (warna coklat muda) pada Formula F4 dan 3,68 (coklat muda) pada Formula F5.
Berdasarkan hasil sidik ragam, dapat
diketahui bahwa perlakuan substitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap warna nugget. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan, diketahui formula F2 memiliki warna kuning kecoklatan sedangkan kontrol memiliki warna kuning emas. Nilai F1 lebih coklat dari F2, sedangkan formula lainnya lebih cenderung berwarna lebih coklat. Perubahan warna nugget dipengaruhi oleh reaksi mailard pada penggorengan dan konsentrasi tepung pury. Menurut Miyatani (2008) penambahan tepung pury berkontribusi memberikan warna kecoklatan pada bahan pangan Berdasarkan uji hedonik (kesukaan), rata-rata panelis menyukai nugget kontrol, agak menyukai nugget Formula F1 dan F2 serta agak tidak menyukai ketiga formula lainnya. Berdasarkan hasil sidik ragam, dapat diketahui bahwa perlakuan subsitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap warna nugget kontrol maupun nugget tapury (Lampiran 5). Berdasarkan uji lanjut duncan, diketahui formula F1 dan F2 memiliki nilai kesukaan rata-rata terhadap parameter warna lebih besar dibanding formula substitusi lainnya. Formula F2 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan Formula F1, akan tetapi berbeda nyata terhadap kontrol (F0). Secara rata-rata Formula F2 memiliki nilai kesukaan
32
tertinggi pada parameter warna dibanding formula substitusi lainnya. Menurut Persagi (2011) syarat makanan jajajan sehat memiliki warna yang netral alami dan tidak mencolok. Aroma Aroma dari suatu produk dapat diketahui ketika ransangan diterima indera penciuman melalui sistem penciuman (Meilgaard 1999). Pengaromaan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makananan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh. Indera pengaroma berfungsi untuk menilai aroma dari suatu produk atau komoditi baik berupa pangan maupun non pangan. Dalam banyak hal enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Aroma nugget merupakan salah satu parameter yang dapat dianalisis secara organoleptik. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna nugget dari 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan aroma amat sangat amis dan 9 menunjukkan aroma amat sangat harum. Pada uji hedonik (kesukaan), panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaannya dengan skala 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan bahwa panelis amat sangat tidak suka terhadap aroma sampel, dan 9 berarti panelis amat sangat suka terhadap aroma sampel. Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik warna disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik aroma
33
Rata-rata panelis memberikan penilaian mutu hedonik untuk aroma sebesar 6,23 (agak harum) pada nugget F0; 4,79 (netral) pada Formula F1; 5,02 pada (netral) Formula F2; 4,19 (agak amis) pada Formula F3, 3,98 (agak amis) pada Formula F4 dan 4,49 (agak amis) pada Formula F5. Berdasarkan hasil sidik ragam, dapat diketahui bahwa perlakuan substitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap aroma nugget. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan, diketahui formula kontrol memiliki aroma agak harum, formula F1 dan F2 beraroma netral, sedangkan formula lainnya lebih cenderung beraroma amis. Menurut Budijanto (2007) bau langu atau amis disebabkan enzim lipoksigenase yang aktif dengan penghancuran jaringan. Enzim lipoksigenase menghidrolisa asam lemak tidak jenuh menghasilkan senyawa volatil. Enzim lipksigenase banyak pada produk tinggi protein. Berdasarkan uji hedonik (kesukaan), rata-rata panelis agak menyukai nugget kontrol, menganggap biasa untuk nugget Formula F1 dan F2 serta agak tidak menyukai ketiga formula lainnya. Berdasarkan hasil sidik ragam, ternyata perlakuan subsitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap aroma nugget (Lampiran 5). Berdasarkan uji lanjut duncan F2 memiliki nilai kesukaan paling tinggi diantara formula substitusi lainnya, dimana formula F2 tidak berbeda nyata dengan kontrol dan F1. Formula F2 berbeda nyata dengan F3, F4 dan F5. Perubahan aroma nugget diduga dipengaruhi oleh sifat dasar protein pada tepung pury dan proses pengolahan. Secara rata-rata Formula F2 memiliki nilai kesukaan tertinggi pada indikator aroma dibanding formula substitusi lainnya. Menurut Persagi (2011) makanan jajanan yang sehat memiliki aroma yang tidak apek. Rasa Rasa merupakan salah satu sifat dari makanan, minuman dan bumbu dapat didefenisikan kumpulan hasil persepsi dari stimulasi indera yang digabungkan dengan stimulasi pencernaan berupa kesan yang diterima melalui ransangan kimia dari suatu produk di mulut (Meilgaard 1999). Rasa nugget merupakan salah satu parameter yang dapat dianalisis secara organoleptik. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna nugget dari 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan rasa sangat sepat sekali dan 9 menunjukkan sangat gurih. Pada uji hedonik (kesukaan), panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaannya dengan skala 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan bahwa panelis
34
amat sangat tidak suka terhadap rasa sampel, dan 9 berarti panelis amat sangat suka terhadap rasa sampel. Sampel yang dianalisis adalah nugget kontrol dan nugget substitusi. Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik warna disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik rasa Rata-rata panelis memberikan penilaian mutu hedonik untuk rasa sebesar 6,76 (gurih) pada nugget F0; 5,56 (agak gurih) pada Formula F1; 5,54 (agak gurih) pada Formula F2; 4,57 (hambar) pada Formula F3, 4,85 (hambar) pada Formula F4 dan 4,29 (agak sepat) pada Formula F5. Berdasarkan hasil sidik ragam, dapat diketahui bahwa perlakuan substitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap warna nugget. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan, diketahui formula kontrol memiliki rasa gurih, formula F1 dan F2 memiliki rasa agak gurih, sedangkan formula lainnya lebih cenderung hambar dan agak sepat. Menurut Miyatani (2008) penambahan tepung pury mempengaruhi rasa dari produk pangan. Berdasarkan uji hedonik (kesukaan), rata-rata panelis menyukai nugget kontrol, agak menyukai nugget Formula F1 dan F2 serta menganggap biasa ketiga formula lainnya. Berdasarkan hasil sidik ragam, ternyata perlakuan subsitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rasa nugget kontrol maupun nugget tapury (Lampiran 5). Berdasarkan uji lanjut duncan, Formula F2 memiliki nilai tertinggi diantara formula substitusi lainnya dan tidak berbeda nyata dengan kontrol dan F1. Secara rata-rata Formula F2 memiliki nilai kesukaan tertinggi pada indikator rasa dibanding formula substitusi
35
lainnya. Menurut Persagi (2011) syarat makanan jajanan yang sehat berasa netral dan tidak berbumbu tajam. Tekstur Tekstur dapat didefenisikan sebagai manifestasi sensori dari struktur suatu produk (Meilgaard 1999). Tekstur nugget merupakan salah satu parameter yang dapat dianalisis secara organoleptik. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna nugget dari 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan tekstur sangat padat sangat keras dan 9 menunjukkan renyah. Pada uji hedonik (kesukaan), panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaannya dengan skala 1 hingga 9, angka 1 menunjukkan bahwa panelis amat sangat tidak suka terhadap tekstur sampel, dan 9 berarti panelis amat sangat suka terhadap tekstur sampel. Sampel yang dianalisis adalah nugget kontrol dan nugget formula substitusi. Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik warna disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Histogram data hasil uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik tekstur Rata-rata panelis memberikan penilaian mutu hedonik untuk tekstur sebesar 6,19 (padat agak empuk) pada nugget F0; 5,68 (padat agak empuk) pada Formula F1; 6,27 (padat agak empuk) pada Formula F2; 5,52 (padat) pada Formula F3, 4,48 (padat) pada Formula F4 dan 5,09 (padat) pada Formula F5. Berdasarkan hasil sidik ragam, dapat diketahui bahwa perlakuan substitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap warna nugget. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan, diketahui formula kontrol, F1 dan F2 memiliki
36
tekstur padat agak empuk, sedangkan formula lainnya lebih cenderung bertekstur padat. Berdasarkan uji hedonik (kesukaan), rata-rata panelis agak menyukai nugget kontrol dan F2, menganggap biasa nugget Formula F1 dan F3 serta agak tidak menyukai formula lainnya. Berdasarkan hasil sidik ragam, ternyata perlakuan subsitusi tepung pury dan tahu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rasa nugget kontrol maupun nugget tapury. Menurut uji lanjut duncan, diketahui Formula F2 memiliki penerimaan tertinggi diantara formula substitusi lainnya. F2 tidak berbeda nyata denga kontrol dan F1.Secara rata-rata Formula F2 memiliki nilai kesukaan tertinggi pada indikator tekstur dibanding formula substitusi lainnya. Keseluruhan Uji Hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis penerimaan dalam uji organoleptik. Uji hedonik ini meminta panelis untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat penerimaan panelis secara umum terhadap suatu produk pangan yang diuji secara organoleptik dapat diketahui melalui indikator penilaian keseluruhan. Berikut gambar hasil penilaian panelis terhadap indikator keseluruhan nugget.
Gambar 10 Hasil uji hedonik parameter keseluruhan nugget tapury
37
Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan nugget tapury menunjukan bahwa rata-rata panelis memberikan penilaian suka terhadap formula F0, agak suka terhadap Formula F2 dan F1, sedangkan F3, F4, dan F5 cenderung agak tidak disukai.
Formula F2 memiliki penilaian tertinggi diantara formula substitusi
lainnya sehingga direkomendasikan untuk menjadi formula terpilih. Pertimbangan Formula Terpilih Penentuan formula terpilih dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pengujian sifat organoleptik. Secara umum, bedasarkan hasil pengujian hedonik dan mutu hedonik, Formula F1 dan F2 memiliki nilai paling tinggi diantara formula substitusi lainnya. Nilai rata-rata produk berada pada rentang di atas 5. Untuk menentukan formula terpilih diantara keduanya dilakukan
pertimbangan
pemanfaatan tepung pury dalam pembuatan produk nugget. Diantara formula F1 dan F2 didapatkan bahwa formula dengan pemanfaatan tepung pury tertinggi adalah F2. Formula uji dan formula terpilih disajikan pada Gambar 11.
Fo
F1
F2
F3
F4
F5
Gambar 11 Formula uji dan formula terpilih Nugget tapury formula kedua sebagai nugget terpilih kemudian diuji sifat fisik dan kimianya untuk melihat kandungan zat gizi yang terkandung dalam nugget yang didapat melalui analisis proksimat. Nugget tapury formula kedua juga dianalisis daya cerna protein dan Total Plate Count. Sifat Fisik Nugget Tapury Pengujian sifat fisik dilakukan dengan menentukan kekerasan nugget. Alat yang digunakan pada analisis ini adalah Texture Analyzer yang prinsip kerjanya mengikuti prinsip kerja mulut manusia dimana probe bergerak sesuai pengunyahan mulut manusia. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekerasan nugget yang ditambahkan tepung pury menjadi lebih rendah dari pada nugget tanpa penambahan tepung pury (kontrol). Berikut hasil pengukuran kekerasan dengan tekstur analyzer untuk masing-masing perlakuan (Tabel 13).
38
Tabel 13 Hasil Uji Kekerasan Nugget Sampel
Nilai Kekerasan 581,1 399,4
Kontrol Terpilih
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai kekerasan nugget dengan penambahan tepung pury lebih kecil dibandingkan tanpa penambahan (kontrol). Hal ini diduga karena tepung pury dapat memberikan efek renyah pada makanan disebabkan kandungan protein yang dikandungnya. Menurut Oekenfull (1997) protein dapat meningkatkan kemampuan gelasi sehingga dapat membentuk fleksibilitas atau kemampuan protein untuk terdenaturasi dan membentuk jaringan dengan ikatan silang. Hasil uji T-Test (beda) menyatakan bahwa kekerasan nugget terpilih tidak berbeda nyata dengan kontrol (p>0,05). Total Plate Count Total Plate Count (TPC) adalah suatu teknik yang digunakan untuk menentukan jumlah mikroba yang terdapat pada suatu bahan pangan. Salah satu metode yang digunakan Bacteriological Analitical Manual (BAM). BAM adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis mikrobiologi yang telah terstandar menurut AOAC. Berikut hasil analisis TPC nugget kontrol dan terpilih berdasarkan metode BAM (Tabel 14). Tabel 14 Pengukuran Jumlah Mikroba dengan Metode BAM Kode sampel Nugget Kontrol Nugget Terpilih
Jumlah Koloni (Rata-rata) 5,4 x 102 <2,5x102
Berdasarkan Tabel 14 diketahui jumlah koloni pada formula kontrol dan terpilih berada pada kisaran 102. Menurut SNI untuk pangan segar dan beku (2000) jumlah total mikroba maksimal pada produk pangan yang termasuk pada kategori aman adalah <104. Produk nugget tapury dapat dikategorikan produk aman dan dapat dikonsumsi. Menurut Faridah et al (2010) jumlah mikroba yang terdapat di dalam produk pangan dapat menjadi indikator daya simpan produk pangan tersebut. Jumlah dan jenis mikroba yang terdapat didalam bahan pangan dipengaruhi oleh jenis flora normal dan cara penanganan produk pangan setelah pemanenan.
39
Analisis Kandungan Gizi Nugget Tapury Analisis nugget dengan substitusi tepung pury yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat makanan, besi, kalsium, dan seng. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel 15. Tabel 15 Kandungan gizi nugget formula kontrol, tapury formula terpilih dan SNI Nugget Ayam (100 gram)* Komposisi Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kadar serat total Kadar besi (mg) Kadar kalsium (mg) Kadar seng (mg)
Kontrol
Formula Terpilih
SNI
%bb
%bk
%bb
%bk
%bb**
38.3 1.95 6.78 14.66 38.31 15.39
2.49 11.0 23.78 62.06 24.95
32.3 2.36 11.97 19.72 33.64 21.25
3.06 17.68 29.14 49.7 31.39
Max 60 Min 12 Max 20 Max 25 Max 40
5.33 2.22 66.21
7.19 6.25 66.34
* Jumlah 100 gram nugget terdiri atas 4 buah nugget tapury. **Max= maksimal, Min= minimal Kadar air Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak dapat digantikan senyawa lainnya. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Bahkan dalam bahan pangan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta bijibijian, terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno 2004). Kadar air nugget kontrol adalah 38,3% dan nugget terpilih adalah 32.3% persentase berat basah. Kadar air nugget terpilih berada pada kisaran dibawah nugget kontrol. Proses penggorengan akan menurunkan kadar air produk akibat penguapan atau pembebasan kadar air pada bagian luar produk (Fellows 2000). Menurut standar Nasional Indonesia (SNI) tentang nugget ayam, kadar air maksimal adalah 60% (%bb) (BSN 2002). Jadi kadar air nugget hasil penelitian masih memenuhi syarat dalam standar SNI Nugget ayam. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar air nugget terpilih berbeda nyata dengan kadar air nugget kontrol (p>0,05). Hal ini diduga oleh tingginya kadar serat pada tepung pury jika dibandingkan dengan tahu. Sebaliknya, tahu memiliki kadar air yang jauh lebih tinggi walaupun telah diminimalisir dengan pengukusan sebelum pengolahan nugget.
40
Kadar abu Abu merupakan residu anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Bahan pangan selain mengandung bahan organik dan air, juga mengandung mineral atau bahan-bahan anorganik. Fungsi mineral bagi tubuh manusia adalah sebagai pengatur dan pembangun. Jumlah dan komposisi abu pada pengembangan produk dipengaruhi bahan dan metode pengabuan. (Pomeranz dan Meloan 1994). Hasil analisis kadar abu nugget kontrol adalah 1,95% dan nugget terpilih adalah 2,36% berdasarkan persentase berat basah. Kadar abu nugget dengan penambahan tepung pury lebih tinggi dari nugget kontrol. Kadar abu dari nugget dapat berasal dari mineral-mineral yang tinggi yang terdapat pada tepung pury. Menurut Pomeranz dan Meloan (1994) kadar mineral bahan pangan produk hewani berkisar dari 1% hingga 4% dari jumlah bahan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar abu nugget terpilih tidak berbeda nyata dengan kadar abu nugget kontrol (p>0,05). Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh yang juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dalam bahan pangan pada umumnya menentukan mutu dari suatu produk terutama yang berasal dari daging (Winarno 2004). Kadar protein nugget kontrol adalah 6,78% dan kadar protein nugget terpilih adalah 12% berdasarkan persentase berat basah. Kadar protein formula terpilih lebih tinggi dari kontrol. Hal ini dikarenakan komposisi bahan pangan pada kedua formulasi pun berbeda sehingga hasil analisis kadar protein formula yang ditambahkan tepung pury yang didapat dalam penelitian lebih tinggi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang nugget ayam, kadar protein minimal adalah 12% (%bb) (BSN 2002), jadi kadar protein nugget hasil penelitian sebesar 12,49% (%bb), masih memenuhi persyaratan dalam standar SNI nugget ayam. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar protein nugget terpilih berbeda nyata dengan kadar protein nugget kontrol (p<0,05). Hal ini diduga karena tingginya kandungan protein pada tepung pury. Tepung pury yang merupakan hasil olahan dari ulat sutera merupakan salah satu bahan pangan sumber
41
protein. Kadar protein pada pupa dapat mencapai 51,1% dari berat badannya (Pereira 2002). Ulat sutera merupakan jenis serangga holometabola ordo lepidoptera yang memiliki kandungan protein, mineral dan lipid yang tinggi. Kandungan zat gizi ini dapat dimanfaatkan untuk membuat jenis bahan pangan yang bermanfaat untuk kehidupan manusia (Goldsmith dan Wilkins 2006). Kadar lemak Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif, dan juga salah satu zat makanan yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia (Winarno 2004). Isitilah lipida meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal dalam makanan, fosfolipida, sterol, dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Lemak mempunyai sifat yang sama yaitu larut dalam pelarut nonpolar, seperti etanol, eter, kloroform dan benzena (Almatsier 2006). Kadar lemak nugget kontrol adalah 14,66% dan kadar lemak nugget terpilih adalah 19,02% berdasarkan persentase berat basah. Kadar lemak formula terpilih lebih tinggi dari kontrol. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang nugget ayam, kadar lemak maksimal adalah 20% (%bb) (BSN 2002), jadi kadar lemak nugget hasil penelitian sebesar 19,74% (%bb), masih memenuhi persyaratan dalam standar SNI nugget ayam. Perbedaan kadar lemak nugget formula terpilih dengan kontrol diduga dikarenakan komposisi bahan pangan pada kedua formulasi pun berbeda sehingga hasil analisis kadar lemak formula yang ditambahkan tepung pury hasil penelitian lebih tinggi. Selain itu, penggorengan dengan metode deep frying juga diduga dapat meningkatkan kandungan lemak bahan. Transfer panas yang merata terhadap sampel pada penggorengan dengan metode deep frying akan mempengaruhi transfer minyak ke dalam produk, sehingga kadar minyak dari produkpun akan meningkat (Fellows 2002) Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar lemak nugget terpilih tidak berbeda nyata dengan nugget kontro (p>0,05). Pupa ulat sutera merupakan salah satu bahan pangan sumber lemak. Pupa mengandung asam lemak esensial seperti asam linoleat. Pupa juga mengandung lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated) yang dapat menghindari resiko gangguan kardiovaskular (Pereira et al 2002).
42
Kadar karbohidrat Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi uatama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah. Semua jenis karbohidrat terdiri dari unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Perbandingan antara hidrogen dan oksigen pada umumnya adalah 2:1 seperti halnya dalam air. Karbohidrat yang penting dalam tubuh dibagi dalam dua golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga memberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak dan membantu pengeluaran feses (Almatsier 2006). Kadar karbohidrat nugget kontrol adalah 38.31% dan kadar karbohidrat nugget terpilih adalah 33,64% berdasarkan persentase berat basah. Kadar karbohidrat kontrol lebih tinggi dari formula terpilih. Hal ini diduga kontribusi karbohidrat dari tahu yang lebih besar pada nugget kontrol. Menurut SNI (2002), kandungan maksimal karbohidrat pada nugget ayam 25% (%bb), jadi kadar nugget hasil penelitian tidak sesuai dengan standar SNI. Hal ini dapat terjadi karena perhitungan untuk karbohidrat mengggunakan metode carbohydrat by difference sehingga dipengaruhi oleh kandungan zat gizi lainnya seperti: air, abu, lemak, dan protein. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar karbohidrat nugget terpilih tidak berbeda nyata dengan nugget kontrol (p>0,05). Hal ini diduga perbedaan kandungan karbohidrat pada tahu dan tepung pury. Komposisi zat gizi karbohidrat pada tepung pury adalah 27,3g/100 gram (Astuti 2009). Kadar Serat Pangan Serat makanan (dietary fiber) adalah salah satu bagian dari makanan yang tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat makanan tidak mempunyai nilai gizi (kalori) dibandingkan dengan bagian makanan lainnya seperti lemak, protein dan karbohidrat. Makin tinggi kadar serat dalam sesuatu makanan dianggap makin rendah nilai gizi makanan tersebut. Serat makanan didefinisikan sebagai sisa-sisa skeletal sel-sel tanaman yang tahan terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia (Muchadi 2010). Serat makanan dapat terbagi atas serat larut dan tidak larut air. Serat larut air mudah difermentasi, sehingga pertumbuhan dan perkembangan bakteri kolon menyebabkan bertambahnya berat feses. Serat makanan tidak larut air,
43
terutama lignin yang terdapat dalam dedak gandum pada umumnya tidak mengalami proses fermentasi (Almatsier 2006). Kadar serat pangan total dihitung berdasarkan serat pangan larut dan tidak larut air pada pangan. Kadar total serat nugget kontrol adalah 15,39% dan nugget terpilih adalah 21,25% berdasarkan persentase berat basah. Menurut SNI untuk produk nugget ayam (2002), tidak terdapat standar khusus untuk serat makanan produk nugget. Hasil kadar serat nugget formula terpilih lebih besar dari pada nugget kontrol diduga karena tingginya kadar serat pada tepung pury. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar serat pangan nugget terpilih tidak berbeda nyata dengan nugget kontrol (p>0,05. Mineral Mineral disusun atas komponen abu yang jumlahnya berbeda untuk setiap jenis bahan pangan. Kalsium pada umumnya tinggi pada produk susu, kacang-kacangan, sereal, ikan, telur dan sayuran. Jumlah kalsium yang rendah pada umumnya terdapat pada bahan yang mengandung gula, pati dan minyak. Zat besi tinggi pada padi-padian dan sereal. Sumber zat besi lainnya adalah kacang-kacangan, daging, unggas, ikan, dan telur. Sedangkan buah dan sayur memiliki kandungan zat besi yang rendah (Pomeranz and Meloan 1994). Kadar Besi Selain mengandung zat gizi makro, nugget juga mengandung zat gizi mikro seperti mineral. Salah satu mineral yang dikandung adalah zat besi. Kadar besi nugget kontrol adalah 5,33 mg/100 g, sedangkan nugget tapury sebesar 7,19 mg/100 g. Berdasarkan uji beda, menunjukkan bahwa kadar besi nugget terpilih berbeda nyata dengan nugget kontrol (p<0.05). Persentase terhadap angka kecukupan zat besi anak-anak menurut WKNPG (1998), nugget kontrol mencukupi 38% kebutuhan zat besi anak-anak, sedangkan nugget tapury mencukupi 51% kebutuhan zat besi anak-anak perhari. Menurut Persagi (2011) sumber utama zat besi adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan zat besi adalah rendahnya tingkat penyerapan zat besi di dalam tubuh, terutama sumber zat besi nabati yang hanya diserap 1-2%. Pemanfaatan pangan olahan hewani dalam penyediaan zat besi lebih mudah diserap dan dimanfaatkan dalam tubuh.
44
Kadar Kalsium Kadar kalsium nugget kontrol adalah 66,21 mg/100 g, sedangkan nugget tapury 66,34 mg/100 g. Berdasarkan uji beda, menunjukkan bahwa kadar kalsium nugget terpilih tidak berbeda nyata dengan nugget kontrol (p>0.05). Persentase terhadap angka kecukupan kalsium anak-anak menurut WKNPG (1998), nugget kontrol mencukupi 9% kebutuhan kalsium anak-anak, sedangkan nugget tapury mencukupi 9,4 kebutuhan kalsium anak-anak. Menurut WHO (1998) Kalsium merupakan salah satu komponen penting sistem difusi dalam tubuh. Kalsium berguna dalam pembentukan tulang dan berpengaruh terhadap tumbuh kembang. Anak-anak merupakan kelompok umur yang rentan terhadap defesiensi kalsium. Untuk itu dibutuhkan asupan kalsium dari berbagai sumber salah satunya nugget tapury. Kadar Seng Keberadaan seng pada suatu bahan pangan atau makanan bersamaan dengan besi akan berkorelasi negatif dalam hal penyerapannya. Hal ini dikarenakan muatan ion Zn yang sama dengan Fe pada saat penyerapan yaitu 2+, Zn2+ dan Fe2+. Kadar Zn pada nugget kontrol sebesar 2,22 mg/100 g. sedangkan nugget tapury 6,25 mg/100 g. Berdasarkan uji beda, menunjukkan bahwa kadar seng nugget terpilih berbeda nyata dengan nugget kontrol (p<0.05). Persentase terhadap angka kecukupan seng anak-anak menurut WKNPG (1998), nugget kontrol mencukupi 15% kebutuhan seng anak-anak, sedangkan nugget tapury mencukupi 41,6% kebutuhan seng anak-anak. Menurut Pereira (2002) seng merupakan mineral esensial yang dibutuhkan tubuh sebagai penunjang tumbuh dan berkembang, nafsu makan dan kulit. Menurut WHO (1998) seng merupakan salah satu mineral esensial yang berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, lipid, protein serta menjaga kesolidan organ dan sel. Kandungan Asam Lemak Lemak dan minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi 2 golongan, yaitu 1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed uncooked) dan 2) lemak yang dimasak bersama bahan pangan atau dijadikan medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan. Lemak terdiri atas trigliserida dan asam lemak (Ketaren 2008). Hasil analisis asam lemak nugget kontrol dan tapury menyatakan bahwa asam lemak potensial yang terkandung yaitu asam palmitat, oleat dan linolenat.
45
Berdasarkan uji beda (T-test) diketahui penambahan tepung pury tidak berbeda nyata (p>0,05) untuk indikator asam palmitat dan oleat, dan berbeda nyata (p<0,05) untuk indikator asam linolenat. Hal ini mengindikasikan tingginya kadar asam linolenat pada nugget tapury. Menurut Pereira et al (2003) tepung pury mengandung berbagai jenis asam lemak seperti asam oleat, linolenat dan asam archidonat. Asam lemak linolenat merupakan salah satu asam lemak esensial yang terkandung di dalam pupa Bombyx mori, dengan kandungan dapat mencapai 24,4% (Perreira 2003). Asam lemak essensial ini dapat mencegah timbulnya gejala artherosclerosis, karena penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang disebabkan oleh tertumpuknya kolesterol pada pembuluh-pembuluh darah
tersebut
(Ketaren
2008).
Pengaruh
penggorengan
juga
diduga
berkontribusi dalam meningkatkan asam lemak nugget. Menurut Suryani dan Sudartiningsih (2009) penggorengan dapat mempengaruhi oksidasi asam lemak linoleat menjadi asam lemak linolenat dan oksidasi asam lemak linolenat menjadi asam lemak arachidonat. Kandungan asam oleat yang tidak berbeda nyata antara nugget kontrol dan formula terpilih
diduga dipengaruhi faktor
penggorengan. Kontribusi minyak nabati pada penggorengan meningkatkan kandungan asam oleat. Daya Cerna Protein Daya cerna menurut Fennema (1996) adalah proporsi nitrogen pangan yang dapat diserap setelah proses pencernaan. Prinsip dasar pengukuran daya cerna protein secara in vitro
dengan teknik multienzim adalah dengan
menghidrolisis sampel protein dengan larutan enzim. Berikut tabel daya cerna protein nugget tapury yang dibandingkan dengan nugget tapury (Tabel 16). Tabel 16 Daya Cerna Protein Nugget Tapury No. 1. 2.
Sampel Nugget kontrol Nugget terpilih
Daya Cerna Protein 91,58 85,69
Analisis untuk menentuan daya cerna protein menunjukkan bahwa protein dalam nugget tapury memiliki daya cerna cukup tinggi 85,69%, sehingga nugget tapury dapat disebut sebagai kudapan yang berprotein tinggi yang mudah dicerna dan dapat digunakan pada diversifikasi produk pangan tinggi protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Fennema (1996) yang menyatakan bahwa melalui proses biologis, protein dapat di dapat dari makanan. Protein dari makanan haruslah bersifat mudah dicerna, tidak beracun, dan mengandung cukup zat gizi.
46
Nilai daya cerna protein nugget formula terpilih cenderung lebih rendah dari nugget kontrol. Menurut Fennema (1996) beberapa hal yang mempengaruhi daya cerna protein adalah konformasi protein, faktor antinutrisi, ikatan dengan senyawa lain seperti polipeptida dan serat serta pengolahan. Dalam hal ini, proses pengolahan yaitu deep-frying menurunkan nilai daya cerna protein nugget tapury. Pada penggorengan dapat terjadi reaksi Mailard yang dapat menurunkan daya cerna protein (Miyatani 2008). Menurut Seiquer (2006) reaksi Mailard dapat terjadi akibat proses pengolahan pada suhu tinggi dan secara signifikan dapat merusak asam amino lisin dan menurunkan daya cerna protein. Kehilangan daya cerna protein selama penggorengan dengan metode deep frying rata-rata lebih rendah dibanding dibakar atau di asap (Boskou dan Elmadfa 2000). Daya cerna protein atau nilai gizi dari protein adalah jumlah dari manfaat protein yang dikonsumsi untuk tujuan vital seperti pertumbuhan, penggantian jaringan yang rusak, menunjang kerja metabolisme tubuh, reproduksi dan hal lainnya. Daya cerna protein salah satunya dipengaruhi oleh komposisi asam amino pada protein tersebut. Hal ini akan mempengaruhi seberapa besar protein tersebut dapat diserap dan dimanfaatkan dalam tubuh. Pangan yang baik adalah yang mengandung protein dengan asam amino yang seimbang, kelebihan asam amino yang satu dengan yang lainnya secara berlebihan dapat memberikan pengaruh negatif (Potter dan Hotchkiss 1997). Analisis Harga Nugget Tapury Analisa biaya dilakukan untuk mengetahui perkiraan biaya yang akan dikeluarkan sebelum melakukan suatu usaha. Penggolongan biaya menurut perubahan volume produk terdiri dari biaya tetap, variabel, dan semi variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya konstan, tidak dipengaruhi oleh intensitas atau aktivitas volume kegiatan sampai dengan tingkat usaha tertentu . Simangunsong (1991) diacu dalam Dewi (2011), menyatakan bahwa biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan intensitas volume kegiatan, misalnya biaya bahan baku dan biaya bahan penolong lainnya. Biaya semi variabel adalah biaya variabel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti beban tenaga kerja, peralatan, dan umur peralatan. Analisis biaya pembuatan dilakukan berdasarkan harga masing-masing komponen penyusun, peralatan yang digunakan, jumlah pekerja dan kapasitas produksi . Profit atau laba diperoleh karena produk dijual dengan harga tertentu.
47
Dengan demikian, harga jual merupakan inti dari seluruh kegiatan usaha (Bartono 2005 dalam Dewi 2011). Sebelum dilakukan perhitungan biaya pembuatan nugget maka perlu dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui harga tepung pury dan harga bahan lainnya. Berdasarkan analisis yang dilakukan (Lampiran 11), harga untuk nugget kontrol pada tingkat pabrik adalah Rp 14.948,00/kg sedangkan harga hingga sampai ke retailer beserta pajaknya adalah Rp 22.699,00/kg. Harga untuk nugget terpilih pada tingkat pabrik adalah Rp 17.210,00/kg sedangkan harga hingga sampai ke retailer ditambah pajak adalah Rp 26.133/kg. Total biaya produksi adalah total biaya bahan per kg produk (biaya variabel) dan total biaya dasar produksi. Biaya seluruh bahan baku meliputi biaya tepung pury, tahu, terigu, tapioka, tepung roti, telur, susu full cream, dan rempah. Biaya dasar produksi adalah penjumlahan dari total biaya penyusutan alat, harga sumber energi, upah pekerja, biaya pengangkutan per produk dan over head dalam satuan per kg produk. Biaya penggunaan peralatan meliputi biaya untuk pembelian oven, roller, pisau, loyang, kuas, dan gunting. Dalam penggunaan peralatan,
terdapat
perawatan,
penyusutan
alat
sehingga
juga
perlu
dipertimbangkan. Biaya untuk sumber energi yang digunakan adalah biaya pengeluaran untuk listrik dan gas. Berdasarkan perhitungan harga, dapat diketahui harga nugget pury per gram zat gizi (protein) yang disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Harga per g zat gizi Merek
harga per kg (Rp)
Kontrol
per 100 gram 100
6,89
harga per g Protein (Rp) 329.4
100
12,49
209.2
100
15,6
339.9
BDD
P
22.699 Nugget Tapury Nugget Ayam Pasaran*
26.133 63.000
*Nugget Ayam Mc Donald Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa harga protein per gram nugget terpilih lebih rendah dibandingkan dengan harga kontrol dan harga nugget pasaran. Oleh sebab itu. pengembangan produk pangan nugget tapury sangat bermanfaat untuk dilakukan. Selain memberikan harga yang relatif murah. juga dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi bahan pangan yang belum dimanfaatkan secara maksimal dipasaran.
48
Analisis Kontribusi Zat Gizi Nugget Tapury Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan terjeman dari Recommended Dietary Allowance (RDA). AKG adalah jumlah zat gizi yang dibutuhkan setiap orang yang mencukupi untuk membuat tubuhnya sehat. AKG merupakan kecukupan rata-rata (97-98%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas fisik dan faktor fisiologis (Eich dan Lisa 2005). Anjuran konsumsi nugget tapury per hari sebagai kudapan tinggi protein pada gambar 12. Kandungan Gizi Serving Size 100 gram = 4buah nugget tapury Protein (g) : 12,00 Lemak (g) : 19.72 Karbohidrat (g) : 33,64 Serat (g) : 21,25 Besi (mg) : 7,19 Kalsium (mg) : 6,25 Seng (mg) : 66,34
Gambar 12 Anjuran konsumsi jumlah nugget tapury perhari (*%bk, **%bb) Produk nugget pada penelitian ini menekankan kontribusi protein yang diberikan terhadap pemenuhan AKG Anak-anak. Menurut BPOM (2007), pangan dapat dikatakan tinggi protein jika sedikitnya memenuhi 20% dari kebutuhan total sehari. Kebutuhan total sehari untuk protein adalah 60gram/hari, sehingga protein yang harus dipenuhi minimal adalah 12 gram. Kandungan protein formula nugget terpilih adalah 12,49g/100 g, berarti untuk memenuhi target tinggi protein maka jumlah nugget tapury yang harus dikonsumsi yaitu 4 buah.