HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2,5 oLS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran 0,76 – 4,10 m det-1, sedangkan ke arah selatan yakni pada perairan sekitar 5 oLS angin cenderung lebih kuat dan berada pada kisaran 0,75 – 6,61 m det-1. Pada musim timur (Juni – Agustus) di perairan barat Sumatera bertiup angin muson tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0,90 – 6,61 m det-1. Kecepatan angin pada musim timur umumnya lebih kuat dari pada musim lainnya. Puncak kecepatan angin berada pada bulan Agustus dan September, saat dimana angin muson tenggara telah terbentuk dengan sempurna (Gambar 9 F, G, H). Selama musim peralihan II (September – November) di perairan barat daya Sumatera masih bertiup angin muson tenggara, namun kekuatannya mulai lemah yaitu antara 2,16 – 4,0 m det-1. Di dekat ekuator yakni di sekitar 2,5 oLS angin bertiup dengan arah berubah-ubah dengan kecepatan yang lebih lemah yakni berkisar antara 1,2 – 2,1 m det-1 (Gambar 9 I, J, K). Pada musim barat (Desember – Februari) bertiup angin barat. Kecepatan angin di perairan barat daya Sumatera pada bulan Desember berkisar antara 1,40 – 2,19 m det-1 dan dengan bertambahnya waktu kecepatan angin mengalami peningkatan dimana pada bulan Februari kecepatannya berkisar antara 1,63 – 3.71 m det-1. Di perairan sekitar 2,5 oLS, selama musim barat, kecepatan
angin
barat
berada
pada
kisaran
1,13
–
4,10
m
det-1
(Gambar 9 L, A, B). Pada musim peralihan I (Maret – Mei), di perairan barat Sumatera, mulai terjadi perubahan arah tiupan angin dengan pola yang berubah-ubah kecuali pada bulan Maret dimana masih bertiup angin barat. Kecepatan angin pada musim ini hampir merata dan cenderung lemah. Pada bulan Maret hingga April angin bertiup dengan kecepatan 0,75 – 3,06 m det-1 dan kemudian mulai menguat seiring dengan mulai berkembangnya angin muson tenggara di selatan Jawa pada bulan Mei (Gambar 9 C, D, E).
33
B
A 5
Januari
5
0
Lintang
Lintang
0
Februari
-5
-10
-5
-10
-15 90
95
100
105
110
115
-15 90
120
95
100
C 5
Lintang
Lintang
-5
120
110
115
120
110
115
120
April
-5
-10
-10
-15 90
95
100
105
110
115
-15 90
120
95
100
F
E Mei
5
Juni
0
Lintang
0
-5
-5
-10
-10
-15 90
105
Bujur Timur
Bujur Timur
Lintang
115
0
0
5
110
D
Maret
5
105
Bujur Timur
Bujur Timur
95
100
105
Bujur Timur
110
115
120
-15 90
95
100
105
Bujur Timur
Keterangan Vektor (m/det) 1 2 4 6 8 10
Gambar 9.
Pola sebaran angin bulanan rata-rata (m det-1) berdasarkan data rataan bulanan angin ECMWF dari tahun 1990 - 2002. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.
34
G 5
H
Juli
5
0
Lintang
Lintang
0
Agustus
-5
-10
-5
-10
-15 90
95
100
105
110
115
-15 90
120
95
100
Bujur Timur
September
5
Bujur Timur
Lintang
-5
120
110
115
120
110
115
120
Oktober
-5
-10
-10
-15 90
95
100
105
110
115
-15 90
120
95
100
K
L
November
5
Desember
0
Lintang
0
-5
-5
-10
-10
-15 90
105
Bujur Timur
Bujur Timur
Lintang
115
0
0
5
110
J
I 5
105
Bujur Timur
95
100
105
Bujur Timur
110
115
120
-15 90
95
100
105
Bujur Timur
Keterangan Vektor (m/det) 1 2 4 6 8 10
Gambar 9.
Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember.
35
Perairan selatan Jawa – Sumbawa selama musim timur (Juni – Agustus) bertiup angin muson tenggara (Gambar 9 F, G, H). Pada musim ini, kecepatan angin berkisar antara 5,23 – 8,02 m det-1 dengan kecepatan maksimum terlihat pada bulan Agustus di perairan selatan Jawa Barat yaitu berkisar antara 7,87 – 8,02 m det-1. Di bulan Juni, angin muson tenggara yang bertiup di selatan Jawa memiliki kecepatan yang hampir seragam yaitu berkisar antara 6,67 – 7,00 m det1
dan cenderung lebih kuat dari tiupan angin muson tenggara di selatan Bali -
Sumbawa. Selama bulan Juli – Agustus, angin muson tenggara di selatan Jawa – Sumbawa menunjukkan peningkatan kecepatan dengan pola sebaran yang semakin melemah ke arah timur.
Di selatan Jawa Barat kecepatan angin
-1
berkisar antara 7,66 – 8,02 m det , sedangkan di selatan Jawa Timur 6,65 – 7,47 m det-1 dan di selatan Bali – Sumbawa berkisar antara 5,23 – 6,48 m det-1. Susanto et al. (2001) mengatakan bahwa angin muson tenggara yang bertiup di sepanjang pantai Selatan Jawa mencapai maksimum pada bulan Juli – Agustus di perairan selatan Jawa Barat yakni di sekitar 105 oC. Pada musim peralihan II, di perairan selatan Jawa – Sumbawa mulai terjadi perubahan pola angin.
Di selatan Jawa masih bertiup angin muson
tenggara sedangkan di selatan Bali - Sumbawa berkembang angin tenggara hingga angin selatan (Gambar 9 I, J, K).
Meskipun kekuatan angin muson
tenggara di perairan selatan Jawa mulai berkurang tetapi secara umum kecepatannya terlihat masih cukup kuat. Kecepatan angin pada bulan Oktober berkisar antara 6,04 – 7,39 m det-1 dan di bulan November berada pada kisaran 4,68 – 6,32 m det-1.
Pada musim ini pola sebaran angin memperlihatkan
kecenderungan melemahnya angin ke arah timur. Artinya kecepatan angin di selatan Jawa Barat lebih kuat dari pada selatan Jawa Timur dan kecepatan angin di selatan Jawa Timur lebih kuat dari pada selatan Bali - Sumbawa. Adapun kecepatan angin di selatan Jawa Barat berkisar antara 5,14 – 8,18 m det-1, di selatan Jawa Timur berkisar antara 3,91 – 7,06 m det-1 dan di selatan Bali – Sumbawa berkisar antara 1,63 – 4, 15 m det-1. Di perairan selatan Jawa - Sumbawa selama musim barat (Desember – Februari) bertiup angin muson barat laut. Pada bulan Desember di perairan ini mulai berkembang angin barat daya dan selanjutnya secara sempurna menjadi angin barat pada bulan Februari. Di selatan Jawa pada bulan Desember, angin bertiup dengan kekuatan yang hampir homogen yakni sekitar 3,02 – 3,49 m det-1 dan mulai melemah ke selatan Bali - Sumbawa (1,63 – 3,09 m det-1). Di bulan
36
Januari, di selatan Jawa – Sumbawa kecepatan angin hampir homogen yaitu 1,49 - 2,97 m det-1 dan selanjutnya mengalami peningkatan kecepatan dimana bulan Februari kecepatan angin berkisar antara 2,45 - 4,35 m det-1. Secara umum, pada musim barat, sebaran kecepatan angin di selatan Jawa Barat dan Bali – Sumbawa cenderung hampir sama kekuatannya, namun bila dibandingkan dengan selatan Jawa Timur terlihat bahwa kecepatan angin di selatan Jawa Barat dan Bali - Sumbawa sedikit lebih lemah dari kekuatan angin yang bertiup di selatan Jawa Timur.
Angin di selatan Jawa Timur bertiup dengan kekuatan
-1
2,52 – 4,35 m det , di selatan Jawa Barat berkisar antara 1,49 – 3,59 m det-1 sedangkan di selatan Bali – Sumbawa berada pada kisaran 1,86 – 3,23 m det-1 (Gambar 9 L, A, B). Selama musim peralihan I (Maret – Mei), di selatan Jawa - Sumbawa angin terlihat mengalami perubahan arah dan kecepatannya (Gambar 9 C, D, E). Pada bulan Maret, di perairan dekat pantai selatan Jawa - Sumbawa, angin barat terlihat mulai melemah (0,47 – 2,16 m det-1), sedangkan di perairan dengan posisi lebih tinggi dari 10o LS mulai terbentuk angin muson tenggara. Secara keseluruhan, pada bulan Maret angin yang bertiup di perairan pantai selatan Jawa – Sumbawa memperlihatkan kecenderungan melemahnya kekuatan ke arah timur. Pada bulan April dan Mei sebaran angin di selatan Jawa – Sumbawa memperlihatkan mulai berkembangnya angin muson tenggara dengan kecepatan di selatan Jawa secara umum terlihat lebih seragam dan sedikit lebih tinggi kecepatannya bila dibandingkan dengan kecepatan angin di selatan Bali – Sumbawa. Kecepatan angin pada bulan April di perairan dekat pantai selatan Jawa berkisar antara 4,23 – 4,34 m det-1 sedangkan pada bulan Mei berkisar antara 6,33 – 6,41 m det-1. Berdasarkan hasil analisis pola sebaran angin tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa angin muson yang bertiup di atas perairan barat Sumatera dan perairan selatan Jawa - Sumbawa dicirikan oleh pembalikan arah tiupan angin secara musiman. Pembalikan arah angin disebabkan karena adanya perubahan tekanan di daratan sekitarnya sebagai akibat dari berubahnya posisi matahari (Wyrtki, 1961). Akibatnya secara musiman baik arah maupun kecepatan angin yang bertiup di atas perairan ini selalu berubah ubah. Namun secara umum, hampir sepanjang tahun angin yang bertiup di sepanjang pantai barat Sumatera cenderung lebih lemah dengan kekuatan yang hampir seragam bila di bandingkan dengan perairan selatan Jawa - Sumbawa.
Di perairan barat
37
Sumatera, pola sebaran angin memperlihatkan peningkatan kecepatan ke arah selatan, sedangkan di perairan sekitar pantai selatan Jawa - Sumbawa kecepatan angin yang bertiup sangat bervariasi baik secara spasial maupun temporal . Pola sebaran gesekan angin bulanan rata-rata untuk komponen angin sejajar garis pantai dan tegak lurus garis pantai di perairan sekitar pantai barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa disajikan pada Gambar 10 - 11 serta Lampiran 3. Di perairan barat Sumatera terutama di sekitar 2,5 oLS, sepanjang tahun gesekan angin komponen sejajar pantai dan tegak lurus pantai berada < 0,02 N m-2 bahkan secara umum gesekannya < 0,01 N m-2. Pola sebaran gesekan angin memperlihatkan kecenderungan menguat ke arah selatan. Di perairan sekitar 5 oLS gesekan angin hampir sepanjang tahun memperlihatkan lebih kuatnya gesekan angin komponen sejajar pantai dari pada komponen tegak lurus pantai. Secara musiman. gesekan angin komponen sejajar pantai lebih kuat terjadi pada musim timur yakni pada saat bertiup angin muson tenggara dengan kekuatan antara 0,029 – 0,081 N m-2 sedangkan secara bulanan, terkuat pada bulan September dengan kekuatan antara 0,057 – 0,081 N m-2. Perairan sekitar Selat Sunda juga memperlihatkan pola sebaran gesekan angin permukaan yang berbeda secara musiman. Secara keseluruhan sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai cenderung homogen dari bulan Desember - April (0,002 – 0,0087 N m-2) dan mengalami peningkatan pada bulan Mei – November.
Pola sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai
menunjukkan melemahnya gesekan angin dari barat daya ke arah Selat Sunda. Secara umum, gesekan angin komponen sejajar pantai lebih kuat terjadi pada bulan Agustus – Oktober dimana berkisar antara 0,06 – 0,123 N m-2. Sebaran gesekan angin komponen tegak lurus pantai di perairan ini memiliki variasi sebaran barat laut – tenggara. Secara keseluruhan sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai di perairan barat Sumatera memperlihatkan bahwa pada bulan April – November gesekan angin cenderung bekerja ke arah barat laut sedangkan pada bulan Desember – Maret bekerja ke arah tenggara.
38
B
A 5
5
Januari
Februari
0
Lintang (°)
Lintang (°)
0
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
120
90
95
100
Bujur Timur (°BT)
C
120
115
120
115
120
April
0
0
Lintang (°)
Lintang (°)
115
5
Maret
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
120
90
95
Bujur Timur (°BT)
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
E
F
5
5
Mei
Juni
0
0
Lintang (°)
Lintang (°)
110
D
5
-5
-10
-5
-10
-15
90
105
Bujur Timur (°BT)
-15 95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
115
120
90
95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
N m-2
Gambar 10.
Sebaran gesekan angin bulanan rata-rata komponen sejajar pantai berdasarkan data rataan bulanan komponen angin ECMWF dari tahun 1990 – 2002. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.
39 G
H
5
5
Juli
Agustus 0
Lintang (°)
Lintang (°)
0
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
120
90
95
100
Bujur Timur (°BT)
115
120
5
Oktober
September
0
0
Lintang (°)
Lintang (°)
110
J
I 5
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
120
90
95
Bujur Timur (°BT)
100
105
110
115
120
115
120
Bujur Timur (°BT)
K
L
5
5
Desember
November
0
0
Lintang (°)
Lintang (°)
105
Bujur Timur (°BT)
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
115
120
90
95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
N m-2
Gambar 10.
Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember.
40 A
B
5
5
Februari
Januari
0
Lintang (°)
Lintang (°)
0
-5
-10
-5
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
120
90
95
100
Bujur Timur (°BT)
C 5
120
115
120
115
120
D April
Lintang (°)
Lintang (°)
115
0
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
90
120
95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
Bujur Timur (°BT)
E
F 5
5
Mei
Juni 0
Lintang (°)
0
Lintang (°)
110
5
Maret
0
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
105
Bujur Timur (°BT)
95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
115
120
90
95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
N m-2
Gambar 11.
Sebaran gesekan angin bulanan rata-rata komponen tegak lurus garis pantai berdasarkan data rataan bulanan komponen angin ECMWF dari tahun 1990 – 2002. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.
41
H
G 5
5
Agustus
Juli
0
Lintang (°)
Lintang (°)
0
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
120
90
95
100
Bujur Timur (°BT)
115
120
5
Oktober
September
0
Lintang (°)
0
Lintang (°)
110
J
I 5
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
115
90
120
95
100
105
110
115
120
Bujur Timur (°BT)
Bujur Timur (°BT)
K
L
5
5
Desember
November
0
0
Lintang (°)
Lintang (°)
105
Bujur Timur (°BT)
-5
-5
-10
-10
-15
-15
90
95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
115
120
90
95
100
105
110
115
120
Bujur Timur (°BT)
N m-2
Gambar 11.
Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember.
42
Perairan selatan Jawa - Sumbawa merupakan perairan yang lebih dinamis bila dibandingkan dengan perairan barat Sumatera. Di perairan selatan Jawa - Sumbawa, oleh karena kekuatan dan arah angin yang bertiup selalu berubah secara musiman maka gesekan angin juga memperlihatkan variasi baik secara spasial maupuin temporal. Secara umum pada perairan sekitar 10 oLS, gesekan angin komponen sejajar pantai yang berperan terhadap transpor Ekman memperlihatkan kekuatan yang besar selama musim timur (Juni – Agustus). Gesekan angin komponen sejajar pantai pada musim timur berada pada kisaran 0,02 – 0,10 Nm-2 dengan nilai terbesar dijumpai pada bulan Agustus. sebaran
gesekan
angin
komponen
sejajar
pantai
selama
musim
Pola ini
memperlihatkan lebih kuatnya gesekan angin di selatan Jawa Barat dari pada di selatan Jawa Timur - Sumbawa. Gesekan angin komponen sejajar pantai juga memperlihatkan variasi utara – selatan dimana gesekan angin melemah ke arah pantai.
Perubahan gesekan angin komponen sejajar pantai ke arah pantai
secara drastis terjadi di perairan selatan Jawa Timur. Seperti halnya dengan gesekan angin komponen sejajar pantai, gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai juga memperlihatkan nilai yang tinggi pada musim timur dan berada pada kisaran 0,02 – 0,07 N m-2 dengan pola sebaran yang cenderung melemah ke arah timur dari perairan selatan Jawa Barat serta melemah ke arah pantai (variasi utara –selatan). Pada bulan Oktober dan November saat angin muson tenggara mulai melemah, gesekan angin komponen sejajar pantai di selatan Jawa – Sumbawa juga melemah dan berada pada kisaran 0,005 – 0,074 N m-2.
Namun secara
umum di selatan Jawa, gesekan angin komponen sejajar pantai terlihat masih cukup kuat dimana berada pada kisaran 0,016 – 0,074 N m-2 dengan pola sebaran yang menunjukkan melemahnya gesekan angin ke arah timur dari perairan selatan Jawa Barat. Sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai juga masih memperlihatkan variasi utara-selatan dimana gesekan angin melemah ke arah pantai. Sebaran gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai pada bulan Oktober dan November di selatan Jawa – Sumbawa juga terlihat masih cukup kuat dengan pola sebaran yang menunjukkan lebih kuatnya gesekan angin di perairan selatan Jawa Barat dan cenderung melemah ke arah timur.
Pola
sebaran gesekan angin menunjukkan semakin melemah ke arah pantai. Gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai di selatan Jawa pada bulan
43
Oktober dan November berada pada kisaran 0,02 – 0,07 N m-2 sedangkan di selatan Bali berkisar antara 0,006 – 0,02 N m-2. Pada bulan Desember, dimana mulai berkembang angin barat, kekuatan angin yang bertiup mulai melemah. Hal ini berpengaruh terhadap besarnya gaya gesekan angin baik komponen sejajar pantai maupun tegak lurus garis pantai. Gesekan angin selanjutnya cenderung melemah selama musim barat. Secara umum pada bulan November dan Desember, gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai memperlihatkan kekuatan yang lebih besar dari pada gesekan angin komponen sejajar pantai.
Hal ini berarti bahwa di
perairan selatan Jawa - Sumbawa, gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai pantai lebih berperan terhadap pola dan arah tiupan angin. Pada bulan Maret gesekan angin mencapai kekuatan terlemah.
Di
perairan selatan Jawa - Sumbawa pada bulan April, angin muson tenggara terlihat mulai berkembang meskipun dengan kekuatan yang lemah tetapi hal ini sangat berperan terhadap meningkatnya kekuatan gesekan angin.
Gesekan
angin komponen sejajar pantai dan tegak lurus garis pantai selanjutnya menguat selama bulan Mei dengan pola sebaran yang hampir homogen. Dengan demikian di perairan selatan Jawa – Sumbawa hampir sepanjang tahun gesekan angin komponen sejajar pantai cenderung bergerak ke arah barat kecuali pada bulan Desember – Februari, sedangkan gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai hampir sepanjang tahun bergerak ke utara.
Sebaran Anomali Tinggi Paras Laut (ATPL) Hasil analisis sebaran ATPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa berdasarkan data TOPEX/POISEDON dari tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada Gambar 12 serta Tabel 2 dan 3. Sebaran ATPL di dekat pantai perairan selatan Jawa - Sumbawa pada musim timur (Juli – Agustus) umumnya berada di bawah level surface (z=0) kecuali pada bulanan Juni yang masih berada di atas level surface (Gambar 12 F, G, H). Menurunnya paras laut mulai terlihat pada bulan Juni dan semakin menurun pada bulan Juli dan Agustus, terutama di perairan selatan Jawa Timur – Bali. Penurunan ATPL kemudian terlihat berkembang dari selatan Jawa Timur – Bali ke arah barat hingga Selat Sunda dan ke arah timur hingga selatan Sumbawa pada bulan Agustus. Pada bulan Juli, ATPL bulanan rata-rata untuk tiap lokasi di selatan Jawa Tengah – Sumbawa (Lokasi 7 – 11) berada di
44
bawah level surface, dengan ATPL rata-rata terendah berada di selatan Jawa Timur – Bali (Lokasi 8 dan 9) yakni sekitar – 4 cm (Tabel 3). Di Lokasi 8, ATPL berkisar antara +0,24 hingga -7,75 cm sedangkan pada Lokasi 9 berkisar antara +0,99 hingga 9,23 cm. Pada bulan Agustus, di sepanjang perairan dekat
Gambar 12.
A
B
C
D
E
F
Sebaran anomali Tinggi Paras Laut (ATPL) bulanan rata-rata (cm) berdasarkan data tujuh harian ATPL dari 2001 – 2005. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.
45
Gambar 12.
G
H
I
J
K
L
Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember.
pantai selatan Jawa – Sumbawa (Lokasi 5 – 11) ATPL berada di bawah level surface yaitu -1,22 hingga -15,64 cm dengan nilai ATPL rata-rata terendah berada pada Lokasi 8 (selatan Jawa Timur) yakni sekitar – 9,64 cm (Tabel 3). Di selatan Jawa Timur – Bali, sebaran ATPL pada bulan Agustus berkisar antara 1,2 hingga – 15,64 cm (Gambar 12 H).
46
Tabel 2.
Anomali Tinggi Paras Laut bulanan rata-rata (cm) pada bulan Januari – Juni di setiap lokasi pengamatan.
Lokasi
Nilai
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1
Maks. Min. Rerata Sd.
1.50 -3.54 -1.68 1.49
-5.53 -6.85 -6.20 0.28
-5.71 -7.46 -6.48 0.43
-0.16 -3.08 -1.76 0.77
13.24 6.50 10.58 1.87
9.84 6.35 8.14 1.06
2
Maks. Min. Rerata Sd.
1.00 -2.82 -0.77 1.08
-0.87 -6.42 -3.92 1.43
-3.56 -5.98 -4.94 0.66
1.46 -2.90 -0.79 1.30
14.17 6.41 11.17 2.20
12.60 8.20 10.61 1.27
3
Maks. Min. Rerata Sd.
1.24 -1.78 0.02 0.90
-1.00 -4.76 -2.76 1.03
-2.28 -5.69 -3.91 1.03
2.93 -2.45 0.20 1.47
18.13 7.44 12.36 3.07
12.78 8.27 11.81 0.89
4
Maks. Min. Rerata Sd.
0.02 -2.23 -1.53 0.66
-0.58 -2.62 -1.63 0.62
-3.53 -5.08 -4.27 0.42
2.88 -1.26 1.16 1.14
12.39 7.22 10.00 1.59
11.54 6.07 9.34 1.33
5
Maks. Min. Rerata Sd.
2.69 -2.45 -0.07 1.46
-0.34 -2.91 -1.58 0.70
-1.80 -4.72 -3.36 0.92
3.15 0.56 2.16 0.60
12.32 4.83 9.10 2.37
11.24 7.16 9.91 1.29
6
Maks. Min. Rerata Sd.
4.40 2.33 3.52 0.43
1.69 -3.10 -0.74 1.30
0.43 -2.79 -0.99 0.89
1.79 -1.12 0.08 0.88
11.72 4.47 8.29 2.26
11.98 6.40 10.03 1.52
7
Maks. Min. Rerata Sd.
5.42 2.30 4.24 0.82
4.75 -1.70 0.92 1.67
2.89 0.24 1.69 0.67
3.24 -0.65 1.06 1.19
11.48 3.66 7.96 2.29
11.12 5.17 8.73 1.61
8
Maks. Min. Rerata Sd.
6.45 3.46 5.15 0.75
5.44 -1.31 2.02 2.11
3.24 0.49 1.75 0.70
2.95 0.40 1.52 0.64
10.88 4.81 8.26 1.73
9.06 3.62 6.49 1.45
9
Maks. Min. Rerata Sd.
3.98 -0.51 1.73 1.20
3.86 -2.51 1.00 1.68
4.99 0.25 2.91 1.20
2.82 -0.68 1.08 0.87
7.74 2.96 4.69 1.16
4.55 0.26 2.41 1.08
10
Maks. Min. Rerata Sd.
3.06 -0.55 1.36 0.93
4.07 -0.73 2.02 1.32
3.06 -1.39 1.47 1.41
2.43 -0.36 1.19 0.82
5.03 0.79 3.03 1.01
2.04 -0.77 0.65 0.74
11
Maks. Min. Rerata Sd.
4.67 -0.21 1.58 1.32
5.71 -1.50 3.06 1.94
2.76 -0.86 0.82 0.98
1.43 -1.45 -0.15 0.78
5.58 -1.57 1.56 2.04
4.06 -0.22 1.99 0.88
Keterangan: Maks. Min. Sd +
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi = ATPL di bawah level surface = ATPL di atas level surface
47
Tabel 3.
Anomali Tinggi Paras Laut bulanan rata-rata (cm) pada bulan Juli – Desember di setiap lokasi pengamatan.
Lokasi
Nilai
Juli
1
Maks. Min. Rerata Sd.
3.25 1.76 2.44 0.38
2
Maks. Min. Rerata Sd.
3
Agustus
September
Oktober
November
Desember
-0.07 -3.01 -1.37 0.68
-1.56 -3.13 -2.42 0.42
2.68 -1.51 0.56 1.13
9.06 5.15 7.17 1.00
8.12 5.87 6.88 0.64
3.74 1.42 2.32 0.69
-0.01 -4.80 -1.82 1.15
-1.03 -3.80 -2.54 0.75
4.31 -1.81 0.08 1.76
10.07 5.74 8.26 1.08
10.17 7.49 8.63 0.72
Maks. Min. Rerata Sd.
4.98 2.84 4.05 0.55
0.41 -2.24 -1.05 0.70
-1.24 -10.39 -4.33 2.33
4.50 -2.41 0.35 2.12
11.15 5.40 8.17 1.69
13.12 6.33 10.14 1.70
4
Maks. Min. Rerata Sd.
4.39 1.08 2.13 0.86
-0.75 -6.92 -3.77 1.68
-2.53 -10.51 -7.00 2.25
0.54 -2.23 -1.43 0.75
7.84 4.38 5.99 1.06
10.71 7.30 9.44 0.89
5
Maks. Min. Rerata Sd.
5.36 -0.96 1.91 1.85
-2.02 -9.12 -5.53 2.38
-4.02 -11.05 -7.63 2.32
0.07 -5.18 -1.91 1.40
5.53 2.18 3.95 1.08
10.24 2.57 6.67 2.36
6
Maks. Min. Rerata Sd.
4.47 -3.56 0.09 1.96
-0.68 -11.09 -5.74 3.36
-2.56 -10.40 -6.75 2.59
-1.40 -4.49 -3.53 0.75
4.40 1.21 3.13 1.00
11.16 0.74 5.66 3.39
7
Maks. Min. Rerata Sd.
0.85 -5.42 -1.63 1.83
1.06 -10.77 -5.41 3.62
-2.81 -12.72 -7.32 2.98
-3.33 -8.60 -5.06 1.14
4.82 0.67 3.35 1.06
10.49 -0.37 5.08 2.95
8
Maks. Min. Rerata Sd.
0.24 -7.75 -3.97 2.33
-2.13 -15.31 -9.64 3.90
-5.74 -18.52 -12.89 3.08
-5.93 -10.84 -8.43 1.48
5.56 0.30 3.95 1.38
12.59 6.81 10.40 1.66
9
Maks. Min. Rerata Sd.
0.99 -9.23 -3.96 3.14
-1.17 -15.64 -8.87 4.50
-4.67 -19.78 -13.13 5.15
-3.38 -9.33 -6.80 1.85
4.57 -4.46 -0.12 3.06
12.14 -0.96 5.48 3.96
10
Maks. Min. Rerata Sd.
1.13 -7.48 -2.73 2.32
0.85 -10.75 -5.23 3.57
-6.03 -14.27 -9.84 2.40
-0.81 -7.43 -4.54 1.82
1.46 -3.92 -1.04 1.21
5.59 -0.81 2.57 1.75
11
Maks. Min. Rerata Sd.
0.30 -7.80 -3.90 2.36
2.48 -10.16 -4.28 3.28
-3.23 -12.65 -7.40 2.74
0.49 -5.86 -2.58 1.91
-0.23 -3.49 -1.49 0.90
4.34 1.95 3.04 0.59
Keterangan: Maks. Min. Sd +
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi = ATPL di bawah level surface = ATPL di atas level surface
48
Pada musim timur (Juni – Agustus), sebaran ATPL di Selat Sunda (Lokasi 4) memperlihatkan perubahan tinggi paras laut antara bulan Juni dan bulan Juli – Agustus (Gambar 12 F – H).
Pada bulan Juni dan Juli ATPL
umumnya berada di atas level surface. Di bulan Juni ATPL berada pada kisaran +6,07 hingga +11,54 cm dan di bulan Juli berkisar antara +1,08 hingga +4,39 cm, sedangkan pada bulan Agustus, ATPL umumnya berada di bawah level surface yakni berada pada kisaran -0,75 hingga -6,92 cm dengan nilai rata-rata -3,77 cm (Tabel 2 dan 3). Selama musim timur sebaran ATPL di barat Sumatera sangat homogen dan berada sedikit di atas dan di bawah level surface. Di bulan Juli umumnya ATPL berada pada kisaran 0 hingga +5 cm sedangkan pada bulan Agustus berkisar antara +3,79 cm hingga -5 cm, kecuali di dekat pantai barat Bengkulu yang cenderung lebih rendah yakni berada pada kisaran -3 hingga -8 cm (Gambar 12 F – H). Keadaan ini menunjukkan adanya indikasi upwelling di perairan dekat pantai barat Bengkulu. Sama seperti di perairan sekitar Selat Sunda, di barat Sumatera (Lokasi 1 – 3) ATPL bulanan rata-rata untuk setiap lokasi menunjukkan tingginya paras laut pada bulan Juni dan selanjutnya mengalami penurunan pada bulan Juli dan Agustus. Pada bulan Agustus yang umumnya telah berada di bawah level surface (Tabel 2 dan 3). Pada musim peralihan II (September – November), sebaran ATPL di selatan Jawa – Sumbawa memperlihatkan perbedaan pola sebaran antara bulan September dengan bulan Oktober – November. Di bulan September, paras laut cenderung semakin menurun dari bulan Agustus, namun di bulan Oktober November terjadi kenaikan paras laut.
Pada bulan September ATPL di dekat
pantai perairan selatan Jawa - Sumbawa berada pada posisi yang sangat rendah di bawah level surface terutama di perairan selatan Jawa Timur - Bali, khususnya pada posisi 114 - 115 oBT dan meluas ke timur hingga 115,7 oBT, ke barat hingga 112,7 oBT (Gambar 12 I – K).
ATPL di daerah ini berada pada kisaran
-15 hingga -20 cm. Di bulan Oktober, secara keseluruhan sebaran ATPL berada pada kisaran -2 hingga -11 cm dengan pola sebaran yang menunjukkan peningkatan ATPL ke arah timur dan barat dari perairan selatan Jawa Timur dan Bali. Secara umum, ATPL di selatan Jawa Barat terlihat lebih tinggi dari pada selatan Lombok - Sumbawa. Pada bulan November, paras laut semakin naik dan di sepanjang perairan selatan Jawa anomali tinggi paras laut berada pada
49
kisaran +2 hingga +5,5 cm, sedangkan di selatan Bali - Sumbawa berkisar antara 0 hingga -5 cm. Rendahnya ATPL selama bulan Juli - September di dekat pantai perairan selatan Jawa – Sumbawa dan Selat Sunda mengindikasikan adanya pergerakan massa air menjauhi pantai.
Massa air yang bergerak menjauhi pantai
menyebabkan terjadinya kekosongan massa air sehingga mengakibatkan paras laut di perairan dekat pantai turun. Secara teoritis keadaan ini dapat memicu terjadinya upwelling yang mengangkat massa air dalam ke lapisan permukaan untuk mengisi kekosongan massa air lapisan permukaan.
Kuatnya indikasi
upwelling pada bulan Juli – September di perairan ini terlihat pada perairan selatan Jawa Timur – Bali (Lokasi 8 dan 9) yang dicirikan melalui sebaran ATPL dan ATPL bulanan rata-rata per lokasi yang berada jauh di bawah level surface (Gambar 12 dan Tabel 2 dan 3). Penyebab utama terjadinya penurunan paras laut di perairan dekat pantai selatan Jawa - Sumbawa dan Selat Sunda adalah bertiupnya angin muson tenggara dimana kekuatan gesekan angin komponen sejajar pantai lebih besar dari pada bulan – bulan lainnya. Secara umum, pada musim timur dan bulan September, pola sebaran ATPL di perairan dekat pantai selatan Jawa – Sumbawa memperlihatkan tinggi paras laut di selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah (Lokasi 5 -7) lebih tinggi dari pada selatan Jawa Timur – Sumbawa (Lokasi 8 – 11). Selama musim peralihan II, sebaran ATPL di barat Sumatera terlihat mengalami peningkatan bahkan lebih tinggi dari perairan dekat pantai selatan Jawa - Sumbawa. Di bulan Oktober ATPL berada pada kisaran 0 hingga +7 cm dengan pola sebaran yang menunjukkan peningkatan paras laut ke arah ekuator. Di bulan November, sebaran ATPL terlihat semakin meningkat dari bulan Oktober dan berada pada kisaran +2,5 hingga +12 cm dengan ATPL tertinggi terdapat pada perairan sekitar 5,4 oLS dan 102 oBT. Dengan demikian pada bulan Oktober mulai terjadi penumpukan massa air di perairan barat Sumatera dan terus berkembang pada bulan November. Pada musim barat yang ditandai dengan bertiupnya angin barat di perairan selatan Jawa - Sumbawa terlihat adanya penumpukan massa air di perairan dekat pantai. Penumpukan massa air secara maksimum terjadi pada bulan Desember.
Keadaan ini ditandai dengan makin meningkatnya ATPL
dimana berada pada kisaran 5 – 12 cm di atas level surface (Gambar 12 L, A dan B). Pusat penumpukan massa air pada bulan Desember umumnya terjadi di
50
selatan Jawa Timur (Lokasi 8) dengan sebaran ATPL berada pada kisaran +6,81 hingga +12,59 cm dan nilai ATPL rata-rata +10,40 cm (Tabel 3). Pada bulan Januari sebaran ATPL menunjukkan lebih tingginya paras laut di perairan selatan Jawa Tengah yakni pada Lokasi 6 – 8 dari pada bagian lain dari perairan selatan Jawa – Sumbawa dengan rata-rata ATPL berturut-turut adalah +3,52, +4,24 dan +5,15 cm (Tabel 2). Di perairan barat Sumatera selama bulan Desember ATPL masih cukup tinggi meskipun cenderung mulai menurun dari bulan November. Anomali tinggi paras pada bulan Desember berkisar antara +5 hingga +15 cm.
Di
bulan
Januari, sebaran ATPL telah berada di bawah level surface dan semakin menurun pada bulan Februari yakni berkisar antara -6 hingga -12 cm dengan ATPL terendah di sekitar pantai barat Bengkulu. Pada musim peralihan I, khususnya pada bulan April, ATPL di perairan barat Sumatera menunjukkan peningkatan dan berada pada kisaran 0 hingga – 2,5 cm kecuali di perairan sekitar Selat Sunda dimana ATPL lebih tinggi dan berada hingga +2,5 cm.
Pada bulan Mei, sebaran ATPL terus mengalami
peningkatan dan berada pada kisaran +10 hingga +18 cm. Pusat ATPL yang tinggi pada bulan Mei berada pada perairan sekitar 5,4 oLS dan 103,3 oBT. Tingginya ATPL di perairan ini memberikan gambaran terjadinya penumpukan massa air. Di perairan selatan Jawa – Sumbawa, pada musim peralihan I, sebaran ATPL memperlihatkan perbedaan antara perairan selatan Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur – Sumbawa. Pada bulan Maret, ATPL perairan selatan Jawa Tengah – Bali lebih tinggi dari pada perairan selatan Jawa Barat dan selatan Lombok – Sumbawa. Pada bulan April, hampir di sepanjang pantai selatan Jawa – Sumbawa terjadi peningkatan tinggi paras laut terutama di perairan selatan Jawa Barat. ATPL di perairan Jawa Barat berada pada kisaran +5 hingga +12 cm. Secara umum dari sebaran ATPL bulanan rata-rata (Gambar 12) dan nilai ATPL bulanan rata-rata untuk setiap lokasi pengamatan (Tabel 2 dan 3) memperlihatkan bahwa selama setahun terjadi dua kali penumpukkan massa air di perairan selatan Jawa - Sumbawa yakni pada bulan Mei - Juni dan bulan November - Desember. Kekosongan massa air yang di tandai dengan paras laut yang sangat rendah di sepanjang selatan Jawa – Sumbawa terjadi selama musim timur (Juli – Agustus) dan juga pada bulan September – Oktober, serta
51
pada bulan Januari - Maret di perairan selatan Jawa Barat. Bila membandingkan ATPL perairan selatan Jawa barat dan Jawa Timur maka dapat dikatakan bahwa selama musim timur (Juli – Agustus) dan bulan September - Oktober paras laut di perairan selatan Jawa Timur lebih rendah dari Jawa Barat dan sebaliknya pada musim barat (Januari – Maret) paras laut di perairan selatan Jawa Barat lebih rendah dari perairan selatan Jawa Timur. Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Selama musim peralihan I sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera cenderung homogen dan berada pada kisaran 29,13 – 30,01 oC, sedangkan di selatan Jawa berkisar antara 26,61 – 29,33 oC dan di selatan Bali – Sumbawa berkisar antara 28,41 – 29,94 oC (Gambar 13 C- E). Pola sebaran SPL bulanan rata-rata juga memperlihatkan bahwa pada bulan April massa air permukaan perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa lebih hangat dari pada bulan Maret.
SPL bulanan rata-rata pada bulan Maret dan April
umumnya berada pada kisaran di atas 29 oC, kecuali pada daerah sekitar 11,5 12,5 LS dan 100,5 – 105,5 oBT dimana sedikit lebih rendah yakni berkisar 28,71 – 29,11 oC. Di perairan selatan Jawa – Sumbawa (Lokasi 6 – 11) pada bulan Mei, SPL terlihat mulai menurun dan berada di bawah 29 oC hingga 27, 83 oC. Pola sebaran SPL di perairan selatan Jawa – Sumbawa pada bulan Mei menunjukkan semakin menurunnya nilai SPL dari selatan Jawa Barat ke arah timur, sedangkan di perairan barat Sumatera, SPL semakin meningkat ke utara. Secara keseluruhan SPL bulanan rata-rata pada bulan Maret di perairan barat Sumatera hingga selatan Jawa - Sumbawa berkisar antara 28,18 – 29,82 oC, sedangkan pada bulan April 28,19 – 30,01 oC dan bulan Mei 27,83 – 29,99 oC. Sebaran SPL bulanan rata-rata pada musim peralihan I (Maret – Mei) di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa cenderung lebih hangat dibandingkan dengan musim lainnya.
Hangatnya massa air permukaan laut
disebabkan karena angin yang bertiup pada musim ini cenderung lemah sehingga bahang yang dilepaskan dari permukaan laut menjadi lebih kecil. Lemahnya angin mengakibatkan percampuran masa air kolom perairan tidak terjadi secara baik sehingga stratifikasi suhu perairan semakin kuat. Dampaknya suhu permukaan laut menjadi hangat. Selain itu perairan barat Sumatera juga dipengaruhi Arus Sakal Katulistiwa yang cenderung membawa massa air hangat di sepanjang ekutor dari bagian barat Samudera Hindia.
52
A
B Januari
Februari
0
Lintang (°)
Lintang (°)
0
-5
-5
-10
-10
-15
-15 95
100
105
110
95
115
100
Maret
115
April
0
Lintang (°)
Lintang (°)
0
-5
-10
-5
-10
-15
-15 95
100
105
110
115
95
100
Bujur Timur (°BT)
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
F
E Mei
Juni
0
Lintang (°)
0
Lintang (°)
110
D
C
-5
-5
-10
-10
-15
-15 95
100
105
110
95
115
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Bujur Timur (°BT)
H
G Juli
Agustus
0
Lintang (°)
0
Lintang (°)
105
Bujur Timur (°BT)
Bujur Timur (°BT)
-5
-10
-5
-10
-15
-15 95
100
105
Bujur Timur (°BT)
110
115
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
(oC) Gambar 13.
Sebaran SPL bulanan rata-rata berdasarkan data rataan bulanan SPL NOAA dari tahun 1990 – 2005. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni; G = Juli; H = Agustus.
53
I
J September
-5
Oktober
0
Lintang (°)
Lintang (°)
0
-5
-10
-10
-15
-15 95
100
105
110
95
115
100
105
November
-5
-10
Desember
0
Lintang (°)
Lintang (°)
115
L
K 0
110
Bujur Timur (°BT)
Bujur Timur (°BT)
-5
-10
-15
-15 95
100
105
110
Bujur Timur (°BT)
115
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
(oC) Gambar 13.
Lanjutan. I = September; J = Oktober; L = Desember.
K = November;
Di perairan barat Sumatera, selama musim timur (Juli – Agutus), sebaran SPL menunjukkan terjadinya penurunan suhu perairan bila dibandingkan dengan musim peralihan I (Gambar 13 F - H). Pada bulan Juni massa air permukaan laut terlihat masih cukup hangat yakni 29,08 – 29,85 oC, sedangkan pada bulan Juli – Agustus, SPL terlihat semakin menurun, dimana pada bulan Juli berkisar antara 28,53 – 29,45 oC, bulan Agustus 28,01 – 29,22 oC. Selama musim timur sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera menunjukkan peningkatan ke arah ekuator. Di perairan selatan Jawa - Sumbawa, perubahan SPL selama musim timur (Juni – Agustus) terlihat cukup tinggi yakni berkisar antara 25,76 – 28,92 oC. Sebaran SPL bulanan rata-rata menunjukkan bahwa pada bulan Juni SPL lebih tinggi (27,03 – 28,92 oC) dari pada bulan Juli (26,34 – 28,10 oC) dan Agustus (25,76 – 27,42 oC), sedangkan secara spasial, bagian timur perairan selatan Jawa Timur memiliki massa air yang lebih dingin dari pada massa air bagian barat perairan selatan Jawa (Gambar 13 F – H). Massa air permukaan
54
yang dingin ini semakin meluas pada bulan Agustus dengan SPL terendah 25,76 oC di perairan sekitar posisi 9,5 oLS dan 115,5 oBT (selatan Jawa Timur – Bali). Dinginnya massa air perairan pantai dari pada perairan lepas pantai di bagian timur perairan selatan Jawa menunjukkan indikasi terjadinya upwelling yang mengangkat massa air dalam yang dingin. Umumnya SPL pada bulan Agustus di perairan selatan Jawa Timur berkisar antara 25,9 – 26,6 oC. Berdasarkan Tabel 4 dan 5, di perairan selatan Jawa – Sumbawa pada musim timur, terlihat adanya sedikit pergeseran nilai SPL rendah ke barat seiring dengan bertambahnya waktu. Pada bulan Juni, SPL rata-rata terendah berada pada Lokasi 10 dan 11. Di Lokasi 10, SPL berkisar antara 27,47 - 27,76 oC dengan nilai rata-rata yaitu 27,60 oC sedangkan pada Lokasi 11 SPL berkisar antara 27,39 – 27,60 oC dengan nilai rata-rata 27,50 oC. Pada bulan Juli, SPL rata-rata terendah terlihat pada Lokasi 8 dan 9 yaitu 26,66 oC dan 26,68 oC. Sebaran SPL pada bulan Juli di Lokasi 8 berkisar antara 26,66 – 27,05 oC sedangkan di Lokasi 9 berkisar antara 26,55 – 26,83 oC. Sebaran SPL pada bulan Agustus menunjukkan semakin dinginnya massa air dimana SPL rata-rata terendah di jumpai pada Lokasi 7 dan 8 yakni berturut-turut adalah 26,09 oC dan 26,10 oC dengan sebaran SPL di kedua lokasi ini berkisar antara 25,91 – 26,40 oC. Pada musim peralihan II (September – November), di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa, sebaran SPL menunjukkan perbedaan antara bulan September dengan bulan Oktober - November (Gambar 13 I - K). Pada bulan September, SPL masih sangat rendah selanjutnya mengalami peningkatan pada bulan Oktober – November. Di perairan barat Sumatera, bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, sebaran SPL pada bulan September memiliki nilai yang paling rendah. SPL yang rendah juga terlihat selama musim peralihan I di daerah sekitar ekuator.
Rendahnya SPL juga terlihat pada bulan
September di sepanjang perairan selatan Jawa – Sumbawa. Dari Tabel 5 juga menunjukkan terjadi sedikit pergeseran pusat SPL terendah dari bulan Agustus ke arah barat dimana pada bulan September, SPL rata-rata terendah berada pada Lokasi 6 – 8 dengan SPL 26,38 oC, 26,21 oC dan 26,31 oC. Sebaran SPL di Lokasi 6 berkisar antara 26,23 - 26,53 oC, di Lokasi 7 berkisar antara 26,09 – 26,47 oC sedangkan di Lokasi 8 SPL berkisar antara 26,09 – 26,79 oC.
55
SPL bulanan rata-rata (oC) pada bulan Januari – Juni di setiap lokasi pengamatan.
Tabel 4.
Lokasi
Nilai
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1
Maks. Min. Rerata Sd.
29.15 29.05 29.10 0.04
29.25 28.95 29.07 0.11
29.50 29.32 29.38 0.06
29.75 29.54 29.64 0.07
29.85 29.60 29.72 0.09
29.72 29.40 29.56 0.13
2
Maks. Min. Rerata Sd.
29.10 28.95 29.03 0.05
29.18 28.91 29.03 0.10
29.44 29.27 29.34 0.06
29.67 29.43 29.54 0.09
29.78 29.41 29.61 0.15
29.58 29.22 29.40 0.15
3
Maks. Min. Rerata Sd.
29.01 28.86 28.92 0.05
29.02 28.83 28.90 0.06
29.31 29.18 29.23 0.04
29.52 29.35 29.43 0.07
29.68 29.31 29.50 0.15
29.41 29.03 29.22 0.16
4
Maks. Min. Rerata Sd.
28.89 28.82 28.86 0.02
28.85 28.79 28.83 0.02
29.27 29.14 29.20 0.05
29.59 29.28 29.41 0.11
29.55 29.10 29.33 0.18
29.24 28.67 28.98 0.21
5
Maks. Min. Rerata Sd.
29.01 28.81 28.90 0.06
28.83 28.79 28.81 0.01
29.22 29.12 29.16 0.04
29.42 29.20 29.29 0.08
29.31 28.84 29.05 0.15
28.92 28.24 28.56 0.21
6
Maks. Min. Rerata Sd.
29.20 28.96 29.09 0.09
28.83 28.77 28.80 0.02
29.14 29.09 29.12 0.01
29.28 29.18 29.23 0.04
29.01 28.76 28.90 0.11
28.46 28.07 28.28 0.15
7
Maks. Min. Rerata Sd.
29.25 29.05 29.18 0.06
28.92 28.80 28.86 0.04
29.19 29.11 29.15 0.02
29.28 29.17 29.22 0.04
28.94 28.53 28.69 0.12
28.31 27.73 27.95 0.18
8
Maks. Min. Rerata Sd.
29.24 29.16 29.20 0.03
28.96 28.89 28.91 0.02
29.19 29.08 29.13 0.04
29.29 29.14 29.20 0.05
28.76 28.41 28.56 0.12
28.07 27.60 27.79 0.14
9
Maks. Min. Rerata Sd.
29.36 29.21 29.28 0.06
29.07 28.92 28.99 0.05
29.27 29.11 29.19 0.06
29.30 29.15 29.23 0.06
28.56 28.41 28.49 0.06
27.77 27.58 27.68 0.09
10
Maks. Min. Rerata Sd.
29.50 29.33 29.39 0.06
29.13 28.98 29.05 0.06
29.30 29.18 29.24 0.04
29.30 29.24 29.26 0.03
28.56 28.33 28.43 0.08
27.76 27.47 27.60 0.11
11
Maks. Min. Rerata Sd.
29.73 29.40 29.56 0.11
29.40 29.02 29.21 0.13
29.53 29.22 29.38 0.11
29.46 29.25 29.34 0.08
28.44 28.32 28.39 0.05
27.60 27.39 27.50 0.07
Keterangan: Maks. Min. Sd
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi
56
SPL bulanan rata-rata (oC) pada bulan Juli – Desember di setiap lokasi pengamatan.
Tabel 5.
Lokasi
Nilai
1
Maks. Min. Rerata Sd.
2
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
29.29 28.84 29.08 0.18
28.93 28.31 28.64 0.25
28.70 28.02 28.37 0.28
28.50 28.02 28.27 0.20
28.73 28.56 28.66 0.07
28.82 28.71 28.78 0.04
Maks. Min. Rerata Sd.
29.07 28.60 28.84 0.19
28.67 28.01 28.34 0.27
28.44 27.69 28.07 0.30
28.36 27.77 28.07 0.22
28.67 28.37 28.53 0.11
28.79 28.65 28.71 0.05
3
Maks. Min. Rerata Sd.
28.84 28.31 28.58 0.20
28.38 27.70 28.05 0.28
28.21 27.39 27.81 0.33
28.38 27.56 27.97 0.28
28.80 28.19 28.50 0.20
28.80 28.57 28.69 0.07
4
Maks. Min. Rerata Sd.
28.58 27.76 28.22 0.30
28.09 26.98 27.60 0.41
27.96 26.73 27.39 0.47
28.32 27.22 27.74 0.42
28.80 27.99 28.37 0.31
28.81 28.53 28.66 0.10
5
Maks. Min. Rerata Sd.
28.10 27.21 27.61 0.27
27.42 26.38 26.81 0.32
27.25 26.26 26.64 0.32
27.71 26.90 27.22 0.29
28.38 27.65 28.01 0.27
28.72 28.33 28.55 0.14
6
Maks. Min. Rerata Sd.
27.44 26.90 27.19 0.19
26.61 26.16 26.40 0.16
26.53 26.23 26.38 0.14
27.27 26.95 27.11 0.14
28.29 27.75 28.02 0.19
28.81 28.42 28.63 0.14
7
Maks. Min. Rerata Sd.
27.16 26.55 26.77 0.19
26.40 25.91 26.09 0.15
26.47 26.09 26.21 0.11
27.27 27.00 27.08 0.08
28.35 27.89 28.17 0.15
28.88 28.45 28.73 0.14
8
Maks. Min. Rerata Sd.
27.05 26.54 26.66 0.16
26.56 25.91 26.10 0.19
26.79 26.09 26.31 0.21
27.75 27.06 27.27 0.22
28.94 28.26 28.49 0.22
29.18 28.78 28.95 0.13
9
Maks. Min. Rerata Sd.
26.83 26.55 26.68 0.11
26.45 26.09 26.25 0.13
26.85 26.34 26.57 0.18
27.95 27.37 27.64 0.22
29.11 28.59 28.86 0.20
29.35 29.04 29.20 0.12
10
Maks. Min. Rerata Sd.
26.83 26.59 26.71 0.10
26.46 26.26 26.37 0.09
26.95 26.66 26.82 0.10
28.12 27.80 27.98 0.12
29.29 29.00 29.15 0.11
29.55 29.31 29.43 0.09
11
Maks. Min. Rerata Sd.
26.74 26.52 26.62 0.07
26.46 26.31 26.39 0.06
27.10 26.84 26.97 0.08
28.44 28.07 28.23 0.12
29.65 29.27 29.43 0.13
29.89 29.52 29.68 0.13
Keterangan: Maks. Min. Sd
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi
57
Rendahnya SPL di perairan barat Sumatera pada bulan September kemungkinan disebabkan oleh kuatnya tiupan angin yang mengakibatkan bahang dari kolom perairan lebih banyak dilepaskan ke udara, upwelling serta kemungkinan
karena
adanya
pengaruh
Arus
Katulistiwa
Selatan
yang
berkembang lebih jauh ke utara dimana arus ini membawa massa air dingin dari perairan selatan Jawa yang mengalami pengangkatan massa air.
Menurut
Wyrtki (1961) selama bulan Juli hingga Oktober ketika angin muson tenggara bertiup di sekitar pantai Jawa dengan kekuatan penuh, poros Arus Katulistiwa Selatan bergeser ke utara dan berbelok di perairan lepas Selat Sunda. Dinginnya massa air di perairan selatan Jawa pada musim timur dan bulan September – Oktober merupakan dampak dari upwelling yang terjadi di bagian timur perairan selatan Jawa. Di perairan selatan Bali – Sumbawa pada bulan Oktober - November, sebaran SPL menunjukkan sedikit lebih hangatnya massa air dari pada perairan selatan Jawa. Hangatnya massa air disebabkan oleh adanya suplai massa air hangat dari arah timur daerah pengamatan dan pengaruhnya semakin kuat pada bulan November. Pada musim barat (Desember – Februari), massa air permukaan perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa mulai menghangat (Gambar 13 L, A dan B). Di perairan selatan Bali - Sumbawa, terlihat adanya suplai massa air hangat dari bagian timur perairan dimana SPL mengalami peningkatan dan berada pada kisaran antara 28,41 – 29,94 oC namun di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa SPL masih lebih rendah dengan kisaran antara 26,61 – 29,54
o
C.
Di bulan Januari dan Februari, massa air permukaan semakin
menghangat dan umumnya SPL berada pada kisaran 29 oC. Pada musim barat, pola sebaran SPL menunjukkan bahwa pusat massa air dengan SPL sedikit lebih rendah terlihat terus mengalami pergeseran ke arah barat setelah musim peralihan II dan mencapai Lokasi 3 – 5 yang terletak di perairan barat Sumatera pada bulan Januari.
Pada bulan Oktober dan
November, pusat massa dengan SPL terendah berada di Lokasi 5 -7 dan pada bulan Desember di Lokasi 4 dan 5 (Tabel 5). Bergesernya pusat sebaran SPL yang lebih rendah ke arah barat setelah musim timur kemungkinan di sebabkan karena sisa massa air dingin akibat upwelling di selatan Jawa Timur yang bergerak ke arah barat.
Selain itu
kemungkinan disebabkan karena angin muson tenggara yang bertiup di selatan Jawa Barat hingga perairan sekitar Selat Sunda masih cukup kuat bila di
58
bandingkan dengan tiupan angin di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur sehingga bahang yang dilepaskan dari perairan ke udara lebih besar terjadi di selatan Jawa Barat – Selat Sunda dari pada selatan Jawa Tengah – Jawa Timur. Angin muson tenggara membawa udara dingin dari daratan Australia sehingga mengakibatkan suhu udara lebih dingin dari pada suhu perairan sehingga memungkinan terjadi pelepasan bahang ke udara. Selain itu, angin yang kuat juga berperan terhadap percampuran massa air kolom perairan yang berdampak terhadap dinginnya massa air permukaan.
Pada bulan September, angin
bulanan rata rata di sekitar perairan selatan Jawa Barat dan Selat Sunda berada pada kisaran 7,25 – 8,18 m det-1, bulan Oktober 6,15 – 7,39 m det-1 dan bulan November 4,84 – 6,32 m det-1 sedangkan di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur, angin bulanan rata-rata cenderung lebih lemah yakni pada bulan September berada pada kisaran 5,96 – 7,27 m det-1, pada bulan Oktober berkisar antara 3,91 – 6,37 m det-1 dan pada bulan November berada pada kisaran 3,91 – 5,14 m det-1 Setelah musim timur SPL di perairan selatan Jawa – Sumbawa terlihat mengalami peningkatan dan cenderung cukup tinggi namun kondisi yang berbeda terlihat di perairan barat Sumatera dimana SPL cenderung lebih rendah. Pada bulan Oktober dan November, SPL rata-rata cenderung lebih rendah di Lokasi 5 – 7, pada bulan Desember SPL rendah berada Lokasi 4 dan 5, serta pada bulan Januari SPL cenderung lebih rendah di perairan barat Sumatera (Lokasi 3 – 5). Tingginya SPL di selatan Jawa Timur – Sumbawa setelah musim timur selain disebabkan karena tidak lagi terjadinya upwelling kemungkinan juga karena kuatnya pengaruh massa air hangat dari perairan Indonesia Timur. Secara spasial, sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan selatan Jawa – Sumbawa (Lokasi 5 – 11) sepanjang tahun menunjukkan variabilitas yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan perairan barat Sumatera (Lokasi 1 – 4).
Di
perairan barat Sumatera semakin ke utara sebaran SPL menunjukkan peningkatan dengan pola sebaran yang cenderung homogen dimana suhu sepanjang tahun berkisar antara 27 – 30 oC. Hangatnya massa air di perairan barat Sumatera karena perairan ini merupakan area Arus Sakal Katulistiwa (ASK) yang membawa massa air hangat di sepanjang ekuator dari bagian barat Samudera Hindia.
Wyrtki (1961) mengatakan bahwa Arus Sakal Katulistiwa
berkembang sepanjang tahun dan terletak di selatan ekuator yakni pada area 3 o
LS dan 5 oLS dan berkembang lebih ke selatan pada bulan Januari hingga
59
Maret serta mengalami peningkatan arus pada bulan Maret dan April. Perluasan area sebaran AKS ke selatan ekuator di perairan barat Sumatera pada bulan Januari hingga Maret dan peningkatan arus pada bulan Maret dan April sangat berpengaruh terhadap pola sebaran SPL di perairan barat Sumatera. Hal mana terlihat melalui peningkatan SPL selama periode ini dan perluasan massa air hangat ke arah selatan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera dan perairan selatan Jawa Sumbawa memperlihatkan variasi yang cukup tinggi baik secara spasial maupun secara temporal (Gambar 13 A - L). Secara temporal, SPL memperlihatkan perubahan pola sebaran secara musiman sedangkan secara spasial terlihat adanya perbedaan sebaran SPL antar lokasi pengamatan pada waktu bersamaan atau pada waktu yang berbeda.
Secara spasial perbedaan ini
disebabkan oleh proses dinamika massa air yang terjadi di dalam perairan sebagai akibat dari pengaruh musim yang terjadi pada perairan ini.
Secara
temporal, variasi SPL terlihat cukup tinggi pada musim timur terutama pada bulan Agustus dan September sedangkan pada musim barat, yakni pada bulan Januari - Maret massa air terlihat cenderung lebih hangat dan homogen.
Sebaran Nitrat Nitrat di perairan barat Sumatera hampir sepanjang tahun berada dalam konsentrasi yang sangat rendah dengan pola sebaran yang cenderung homogen (0,003 – 0,090 µmol l-1) kecuali pada bulan September – Desember di barat daya Sumatera dimana terjadi peningkatan konsentrasi hingga 0,2 µmol l-1. Selama bulan April dan Mei adalah saat-saat dimana sebaran nitrat permukaan laut di perairan barat Sumatera berada dalam konsentrasi yang sangat rendah, yakni berkisar antara 0,003 – 0,010 µmol l-1 (Gambar 14 A – L dan Tabel 6). Rendahnya konsentrasi nitrat permukaan laut di perairan barat Sumatera juga terlihat melalui gambar sebaran melintang nitrat pada bulan Februari, September dan Desember (Lampiran 4) yang cenderung rendah konsentrasinya pada permukaan laut dengan pola sebaran yang homogen hingga kedalaman 50 – 75 m dan garis isonitrat yang cenderung datar. Hal ini menggambarkan bahwa pada bulan Februari, September dan Desember, pengangkatan massa air yang cenderung lemah kurang berpengaruh terhadap penambahan konsentrasi nitrat pada permukaan perairan barat Sumatera.
60
Gambar 14.
A
B
C
D
E
F
G
H
Sebaran nitrat permukaan laut bulanan rata-rata (µmol l-1) berdasarkan data rataan bulanan nitrat NOBM dari 1997 – 2005. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni; G = Juli; H = Agustus.
61
Gambar 14.
I
J
K
L
Lanjutan. I = September; J = Oktober; L = Desember.
K = November;
Di bulan Agustus, sebaran nitrat bulanan rata-rata memperlihatkan pusat konsentrasi tertinggi dengan kisaran 1,5 – 7,8 µmol l-1 dijumpai di perairan selatan Bali – Sumbawa yakni pada daerah sekitar 9,68 – 11,69 (Gambar 14 H).
o
LS
Pusat konsentrasi nitrat yang tinggi tersebut merupakan
perkembangan dari pusat konsentrasi nitrat pada bulan Juli yaitu berkisar antara 0,5 – 5,8 µmol l-1 (Gambar 14 G).
Pada bulan Agustus terjadi peningkatan
konsentrasi nitrat secara signifikan di perairan selatan Jawa Timur yakni pada daerah sekitar 9,01 – 9,68 oLS dan 110 – 113,75 oBT, dimana konsentrasinya meningkat menjadi lebih dari 1 - 2,5 µmol l-1 bila dibandingkan dengan sebaran nitrat pada bulan Juli yang rata-rata konsentrasinya kurang dari 1 µmol l-1. Perubahan dengan ciri demikian mengindikasi kuatnya upwelling pada daerah tersebut. Pada bulan September, nitrat di perairan selatan Jawa – Sumbawa terus mengalami peningkatan konsentrasi.
Di perairan selatan Jawa – Sumbawa
konsentrasi nitrat berkisar antara 1,2 – 7,8 µmol l-1. Pusat konsentrasi tertinggi berada pada daerah 9,01 – 9,68 oLS dan 110 – 113,75 oBT dengan kisaran konsentrasi nitrat antara 3,4 – 6,0 µmol l-1 (Gambar 14 I). Daerah ini diduga merupakan pusat terjadinya upwelling pada bulan September.
62
Konsentrasi nitrat bulanan rata-rata (µmol l-1) pada bulan Januari – Juni di setiap lokasi pengamatan.
Tabel 6.
Lokasi
Nilai
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1
Maks. Min. Rerata Sd.
0.034 0.011 0.018 0.008
0.016 0.005 0.009 0.004
0.010 0.004 0.007 0.002
0.004 0.003 0.004 0.000
0.005 0.004 0.004 0.001
0.009 0.005 0.006 0.001
2
Maks. Min. Rerata Sd.
0.110 0.022 0.051 0.032
0.012 0.006 0.008 0.002
0.008 0.004 0.005 0.002
0.004 0.003 0.003 0.001
0.005 0.003 0.004 0.001
0.007 0.004 0.005 0.001
3
Maks. Min. Rerata Sd.
0.415 0.061 0.193 0.127
0.071 0.007 0.022 0.025
0.007 0.004 0.005 0.001
0.004 0.003 0.004 0.001
0.004 0.003 0.004 0.000
0.006 0.004 0.005 0.001
4
Maks. Min. Rerata Sd.
0.654 0.544 0.605 0.046
0.364 0.255 0.301 0.044
0.104 0.026 0.054 0.034
0.010 0.006 0.007 0.002
0.010 0.004 0.006 0.003
0.010 0.005 0.007 0.002
5
Maks. Min. Rerata Sd.
1.212 0.711 0.954 0.235
0.719 0.370 0.542 0.149
0.309 0.120 0.211 0.079
0.030 0.007 0.018 0.009
0.011 0.005 0.007 0.002
0.013 0.008 0.010 0.002
6
Maks. Min. Rerata Sd.
1.212 0.526 0.882 0.308
1.027 0.361 0.691 0.257
0.683 0.269 0.419 0.173
0.373 0.023 0.139 0.142
0.083 0.006 0.025 0.029
0.014 0.008 0.011 0.002
7
Maks. Min. Rerata Sd.
1.510 0.197 0.814 0.548
0.669 0.014 0.299 0.280
0.402 0.025 0.210 0.163
0.220 0.032 0.121 0.069
0.036 0.015 0.025 0.009
0.016 0.009 0.012 0.003
8
Maks. Min. Rerata Sd.
1.181 0.548 0.894 0.213
1.016 0.017 0.465 0.418
0.914 0.004 0.399 0.395
1.075 0.020 0.438 0.392
1.202 0.048 0.482 0.458
0.430 0.024 0.142 0.158
9
Maks. Min. Rerata Sd.
2.170 0.800 1.253 0.519
1.084 0.017 0.397 0.444
0.914 0.004 0.158 0.371
1.075 0.020 0.481 0.520
1.283 0.394 0.852 0.359
1.168 0.098 0.458 0.376
10
Maks. Min. Rerata Sd.
2.922 0.352 1.204 1.016
1.090 0.029 0.528 0.386
0.970 0.009 0.332 0.491
1.046 0.027 0.369 0.499
1.391 0.625 1.035 0.307
1.869 0.562 1.092 0.453
11
Maks. Min. Rerata Sd.
2.922 0.631 1.436 0.928
1.090 0.538 0.728 0.225
0.963 0.016 0.452 0.417
1.046 0.054 0.546 0.463
1.461 0.625 1.110 0.350
1.962 0.876 1.364 0.510
Keterangan: Maks. Min. Sd
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi
63
Kuatnya upwelling di selatan Jawa Timur pada musim timur juga terlihat melalui sebaran melintang nitrat di perairan selatan Jawa – Flores pada bulan Agustus – September 1990, berdasarkan hasil Ekspedisi Kapal Riset Baruna Jaya I. Hal ini diperlihatkan melalui garis isonitrat yang menanjak secara tajam ke arah pantai pada Transek 3 dan 4 yang terletak di perairan selatan Jawa Timur – Bali dan selatan Flores. Menanjaknya lereng isonitrat juga terlihat di perairan selatan Jawa Tengah (Tansek 2) dan Jawa Barat (Transek 1) namun tidak seterjal di perairan selatan Jawa Timur – Flores (Transek 3 dan 4) (Lampiran 4). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada musim timur di sepanjang perairan dekat pantai selatan Jawa – Sumbawa terjadi upwelling dimana upwelling lebih kuat terjadi di perairan selatan Jawa Timur. Meluasnya upwelling di perairan selatan Jawa Timur hingga perairan selatan Jawa Barat juga terlihat melalui sebaran melintang nitrat di perairan selatan Jawa pada bulan September berdasarkan data WOD (Lampiran 5). Dari sebaran melintang nitrat terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi pengangkatan massa air yang berpengaruh terhadap pengkayaan nitrat pada lapisan permukaan. Hal mana ditandai dengan menanjaknya lereng isonitrat ke arah pantai perairan Jawa Barat. Pada bulan Oktober, sebaran konsentrasi nitrat di sepanjang perairan selatan Jawa – Sumbawa terlihat cukup tinggi. Tingginya konsentrasi diduga karena terjadinya akumulasi penambahan nitrat dari upwelling yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya. Sebaran nitrat di bulan Oktober berkisar antara 1,3 – 7,9 µmol l-1 dengan pusat konsentrasi nitrat tertinggi bergeser ke arah timur yakni ke perairan selatan Bali. Di perairan selatan Bali, konsentrasi nitrat berada pada kisaran dari 5,8 - 6,2 µmol l-1 (Gambar 14 J).
Selain karena kemungkinan
adanya akumulasi nitrat dari bulan bulan sebelumnya, masih tingginya konsentrasi nitrat di selatan Jawa kemungkinan juga karena masih terjadi upwelling meskipun dengan kekuatan yang semakin berkurang.
Keadaan ini
juga terlihat melalui gambar sebaran melintang nitrat pada bulan Oktober berdasarkan data WOD yang menunjukkan lereng isonitrat yang sedikit menanjak ke arah pantai (Lampiran 5). Peningkatan konsentrasi nitrat yang cukup signifikan di perairan selatan Jawa – Sumbawa selama musim timur hingga bulan Oktober kemungkinan di sebabkan karena adanya upwelling. Indikasi upwelling di perairan selatan Jawa
64
– Bali menunjukkan lebih kuatnya upwelling di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur (Lokasi 8 dan 9), yang terlihat melalui peningkatan konsentrasi yang lebih tinggi dari perairan lainnya. Pada bulan Juli di Lokasi 8, konsentrasi nitrat bulanan rata-rata berkisar antara 0,369 – 1,443 µmol l-1 dengan nilai rata-rata 0,721 µmol l-1 sedangkan di Lokasi 9, sebaran nitrat pada permukaan laut berkisar antara 0,517 – 1,443 µmol l-1 dengan nilai rata-rata 0,960 µmol l-1. Pada bulan Oktober hampir di sepanjang permukaan perairan selatan Jawa – Sumatera terjadi peningkatan konsentrasi nitrat. Di Lokasi 8, sebaran nitrat permukaan perairan pada bulan Oktober meningkat hingga berada pada kisaran 2,639 – 6,151 µmol l-1 dengan konsentrasi rata-rata 4,691 µmol l-1 sedangkan di Lokasi 9 meningkat hingga berkisar antara 3,182 – 6,151 µmol l-1 dengan konsentrasi rata-rata 4,561 µmol l-1 (Tabel 7). Pada bulan November, di perairan selatan Jawa – Sumbawa, sebaran nitrat
menunjukkan
penurunan
konsentrasi
konsentrasinya terlihat masih cukup tinggi.
namun
secara
keseluruhan
Di perairan selatan Jawa –
Sumbawa, konsentrasi nitrat berada pada kisaran 0,5 – 7,2 µmol l-1.
Pusat
sebaran nitrat dengan konsentrasi tertinggi terlihat semakin bergerak ke arah timur tepatnya di perairan selatan Lombok yakni posisi 9,68 oLS dan 116,25 – 117,5 oBT dengan konsentrasinya sekitar 5,2 µmol l-1 (Gambar 14 K). Berkurangnya konsentrasi nitrat di perairan selatan Jawa – Sumbawa, khususnya di perairan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah pada bulan November disebabkan karena tidak terjadi upwelling yang mengangkat massa air kaya nutrien. Hal ini terlihat melalui sebaran melintang nitrat di selatan Jawa Barat – Jawa Tengah yang memperlihatkan pola garis isonitrat yang cenderung mendatar (Lampiran 5). Pada bulan Desember, sebaran nitrat di perairan selatan Jawa – Sumbawa terus memperlihatkan penurunan konsentrasi. signifikan umumnya terjadi di perairan selatan Jawa.
Penurunan secara Konsentrasi nitart di
selatan Jawa berkisar antara 0,8 – 1,6 µmol l-1, sedangkan di selatan Bali Sumbawa meskipun mengalami penurunan konsentrasi namun secara umum konsentrasi nitrat masih cukup tinggi yakni mencapai 4,5 µmol l-1 (Gambar 14 L). Di perairan selatan Jawa – Sumbawa, selama bulan Januari – Maret sebaran nitrat bulanan rata-rata menunjukkan penurunan konsentrasi dan mencapai nilai minimum pada bulan Maret.
Pada bulan April, mulai terjadi
peningkatan konsentrasi nitrat dan mencapai puncaknya pada bulan Oktober.
65
Konsentrasi nitrat bulanan rata-rata (µmol l-1) pada bulan Juli – Desember di setiap lokasi pengamatan.
Tabel 7.
Lokasi
Nilai
1
Maks. Min. Rerata Sd.
2
Juli
Agustus
September
0.015 0.007 0.010 0.003
0.067 0.015 0.033 0.018
0.307 0.091 0.194 0.088
Maks. Min. Rerata Sd.
0.013 0.008 0.010 0.002
0.081 0.028 0.055 0.021
3
Maks. Min. Rerata Sd.
0.022 0.012 0.016 0.005
4
Maks. Min. Rerata Sd.
5
November
Desember
0.211 0.047 0.129 0.079
0.176 0.034 0.103 0.059
0.229 0.033 0.128 0.072
0.545 0.254 0.424 0.114
0.669 0.408 0.541 0.124
0.499 0.258 0.382 0.109
0.380 0.204 0.273 0.068
0.250 0.072 0.132 0.078
1.001 0.494 0.656 0.212
1.061 0.642 0.809 0.177
0.855 0.461 0.639 0.181
0.801 0.316 0.506 0.173
0.210 0.038 0.107 0.069
1.234 0.555 0.913 0.301
2.199 1.527 1.859 0.292
2.426 1.588 2.084 0.410
1.688 1.224 1.502 0.178
1.321 0.912 1.116 0.158
Maks. Min. Rerata Sd.
0.234 0.085 0.165 0.065
1.690 1.088 1.400 0.280
2.935 1.763 2.394 0.476
3.211 1.989 2.709 0.502
2.484 1.858 2.150 0.294
1.807 1.015 1.413 0.340
6
Maks. Min. Rerata Sd.
0.294 0.054 0.171 0.090
2.089 0.933 1.403 0.436
2.995 1.991 2.629 0.387
4.334 2.450 3.155 0.751
3.478 1.858 2.638 0.650
2.258 0.434 1.326 0.621
7
Maks. Min. Rerata Sd.
0.440 0.176 0.301 0.091
2.515 0.956 1.663 0.606
3.844 2.434 3.197 0.555
5.379 2.635 4.091 0.968
3.914 2.718 3.363 0.503
2.023 1.190 1.701 0.321
8
Maks. Min. Rerata Sd.
1.443 0.369 0.721 0.383
2.315 1.143 1.731 0.455
6.072 1.783 3.664 1.605
6.151 2.639 4.691 1.351
4.138 1.848 2.924 0.768
2.561 0.666 1.441 0.693
9
Maks. Min. Rerata Sd.
1.443 0.517 0.960 0.340
2.315 1.359 1.825 0.386
6.072 2.032 3.915 1.436
6.151 3.182 4.561 1.228
4.266 2.872 3.594 0.521
2.611 0.881 1.894 0.760
10
Maks. Min. Rerata Sd.
1.908 0.685 1.161 0.466
3.451 1.603 2.488 0.708
5.267 2.972 4.076 0.801
6.207 3.439 4.642 1.112
5.231 2.258 3.873 1.188
4.549 1.585 2.869 1.320
11
Maks. Min. Rerata Sd.
3.833 0.685 1.795 1.226
4.729 1.837 3.109 1.084
5.954 3.800 4.488 0.874
6.108 3.439 5.022 1.007
5.231 3.121 4.388 0.840
4.549 1.585 3.070 1.099
Keterangan: Maks. Min. Sd
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi
Oktober
66
Rendahnya konsentrasi nitrat permukaan laut di perairan selatan Jawa – Sumbawa pada bulan Maret – April disebabkan karena tidak terjadi fenomena upwelling. Hal ini terlihat melalui sebaran melintang nitrat berdasarkan survei Baruna Jaya pada bulan Maret – April 1990 yang menunjukkan pola garis isonitrat yang cenderung mendatar ke arah pantai pada setiap kedalaman perairan di ke empat transek pengamatan yang tersebar di perairan selatan Jawa Barat hingga selatan Flores (Lampiran 4). Dengan demikian secara temporal sebaran nitrat bulanan rata-rata di permukaan perairan selatan Jawa – Sumbawa memperlihatkan pola yang berbeda. Akan tetapi hampir sepanjang tahun konsentrasi nitrat di daerah ini lebih tinggi dari pada perairan barat Sumatera. Dalam setahun, sebaran nitrat dengan konsentrasi tinggi dan menyebar sangat luas dijumpai pada bulan Agustus hingga Desember. Puncak konsentrasi tertinggi terdapat pada bulan Oktober.
Daerah dengan pusat konsentrasi nitrat yang tinggi tersebut mulai
terlihat berkembang pada bulan Juli saat dimulainya musim timur. Kondisi ini kemungkinan disebabkan karena terjadi upwelling. Fenomena upwelling merupakan faktor utama peningkatan konsentrasi nutrien pada lapisan permukaan perairan. Faktor lainnya adalah pola arus yang membawa massa air permukaan dari perairan sekitarnya yang kaya nutrien. Dinamika massa air suatu badan perairan sangat tergantung dari perubahan musim atau pola angin yang bertiup di atas permukaan perairan.
Dengan
demikian secara temporal sebaran nutrien di lapisan permukaan perairan akan bervariasi antar musim dan tempat.
Berdasarkan sebaran konsentrasi nitrat
bulanan rata-rata di permukaan perairan diperoleh bahwa secara temporal dan spasial, sebaran nitrat di perairan barat Sumatera dan perairan selatan Jawa Sumbawa memperlihatkan pola yang berbeda. Perairan barat Sumatera secara umum memiliki sebaran konsentrasi nitrat yang rendah bila dibandingkan dengan perairan selatan Jawa – Sumbawa. Di perairan selatan Jawa – Sumbawa, sebaran nitrat pada musim timur hingga bulan Oktober menunjukkan peningkatan konsentrasi nitrat ke arah timur dari perairan selatan Jawa Barat. Tingginya konsentrasi nitrat di perairan selatan Bali – Sumbawa (Lokasi 10 dan 11) pada musim timur hingga bulan Oktober (Tabel 7)
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh masukan massa air dari
perairan bagian timur Indonesia dan upwelling yang terjadi di perairan selatan Jawa Timur – Bali.
67
Sebaran Fosfat Di perairan selatan Jawa – Sumbawa, sebaran fosfat permukaan laut pada musim timur saat bertiup angin muson tenggara (data Baruna Jaya I) memperlihatkan tingginya konsentrasi di perairan dekat pantai selatan Jawa Timur – Bali yakni mencapai konsentrasi 0,25 µmol l-1. Pola sebaran fosfat di perairan selatan Jawa memperlihatkan berkurangnya konsentrasi dari perairan selatan Jawa Timur ke arah barat. Di perairan selatan Jawa Tengah konsentrasi fosfat berkisar antara 0,2 – 0,25 µmol l-1, sedangkan di perairan selatan Jawa Barat konsentrasinya kurang dari 0,2 µmol l-1 (Gambar 15).
Lintang Selatan (°LS)
-6
-8
-10
-12 104
106
108
110
112
114
116
118
Bujur Timur (°BT)
Gambar 15. Sebaran mendatar fosfat (µmol l-1) pada musim timur di perairan selatan Jawa – Sumbawa berdasarkan data Baruna Jaya I
Tingginya konsentrasi fosfat di permukaan perairan dekat pantai selatan Jawa Timur – Bali dan selatan Jawa Tengah selama musim timur disebabkan karena terjadinya pengkayaan fosfat dari lapisan dalam yang terangkat sebagai dampak dari terjadinya upwelling. Indikasi terjadinya upwelling terlihat melalui sebaran garis isofofat pada grafik sebaran melintang fosfat Transek 2 dan Transek 3 yang menunjukkan menanjaknya garis isofosfat 0,2 – 2 µmol l-1 pada kedalaman 0 – 400 m ke arah pantai (Lampiran 6).
Pada Transek 3 yang
terletak di perairan selatan Jawa Timur - Bali garis isofosfat terlihat menanjak cukup terjal dari perairan sekitar 10,5 oLS ke arah pantai dimana garis isofosfat
68
0,8 µmol l-1 menanjak dari kedalaman sekitar 110 m ke kedalaman 50 m sedangkan garis isofosfat 1,2 µmol l-1 menanjak dari kedalaman sekitar 190 m hingga kedalaman sekitar 80 m di perairan dekat pantai. Di perairan selatan Jawa Tengah (Tansek 2) garis isofosfat 0,8 µmol l-1 terlihat menanjak dari kedalaman 100 m pada perairan sekitar 9,5 oLS hingga 80 m di perairan dekat pantai dan isofosfat 1,2 µmol l-1 menanjak dari kedalaman 150 m hingga 110 di perairan dekat pantai. Berbeda dengan perairan selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur - Bali, sebaran melintang fosfat di perairan selatan Jawa Barat dan selatan Sumbawa tidak memperlihatkan kemiringan garis isofosfat secara signifikan ke arah pantai. Dengan demikian, pengkayaan nutrien di perairan ini tidak seintensif seperti yang terjadi di perairan selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur - Bali. Berdasarkan data WOD-NODC (Lampiran 5), sebaran melintang fosfat di perairan selatan Jawa Barat juga memperlihatkan pola yang berbeda antara bulan Agustus dengan bulan September.
Pada bulan September, sebaran
melintang fosfat memperlihatkan menanjaknya garis isofosfat 0,25 – 2,5 µmol l-1 pada lapisan kedalaman 0 – 400 m dari selatan ke utara (dekat pantai) dimana peningkatan konsentrasi fosfat di perairan dekat pantai terutama terjadi pada kedalaman 25 – 150 m. Pada bulan Oktober, sebaran melintang fosfat di perairan selatan Jawa masih memperlihatkan menanjaknya garis isofosfat ke arah pantai sedangkan di bulan November garis isofosfat cenderung mendatar.
Berdasarkan sebaran
tersebut dapat dikatakan bahwa pada bulan Oktober, upwelling masih terjadi di selatan Jawa terutama di selatan Jawa Barat namun kekuatannya mulai melemah. Sebaran fosfat permukaan laut perairan selatan Jawa - Sumbawa selama musim peralihan I (Maret – April) cenderung homogen dengan konsentrasi rendah yakni berkisar antara 0,1 – 0,25 µmol l-1. Secara umum, konsentrasi fosfat di perairan selatan Jawa Timur - Bali sedikit lebih tinggi dari pada perairan lainnya (Gambar 16).
Rendahnya konsentrasi fosfat di permukaan laut juga
terlihat melalui sebaran melintang fosfat yang homogen hingga kedalaman 100 m (Lampiran 6). Di perairan barat Sumatera, berdasarkan data WOD-NODC, sebaran melintang fosfat yang menyebar dari utara ke selatan pada daerah sekitar bujur 94,4 – 95 oBT pada bulan Februari memperlihatkan rendahnya konsentrasi di
69
lapisan permukaan namun pada kedalaman 25 – 200 m di perairan sekitar 8 oLS ada indikasi terjadinya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan.
Hal ini
terlihat melalui garis isofosfat yang menanjak dari perairan sekitar 3 oLS menuju 8
o
LS dan selanjutnya mengalami penurunan ke arah selatan.
Di bulan
September dan Desember, sebaran menegak fosfat tidak memperlihatkan adanya indikasi penaikan massa air.
Sebaran fosfat di permukaan laut
cenderung homogen dengan konsentrasi yang rendah.
Lintang Selatan (°LS)
-6
-8
-10
-12
104
106
108
110
112
114
116
118
Bujur Timur (°BT)
Gambar 16 . Sebaran mendatar fosfat (µmol l-1) pada musim peralihan I di perairan selatan Jawa – Sumbawa berdasarkan data Baruna Jaya I
Sebaran Silikat Sebaran konsentrasi silikat di perairan selatan Jawa - Sumbawa memperlihatkan pola yang berbeda baik antara lokasi maupun secara musiman. Berdasarkan sebaran mendatar silikat permukaan perairan selatan Jawa – Sumbawa, terlihat adanya peningkatan konsentrasi selama musim timur bila dibandingkan dengan musim peralihan I (Gambar 17 dan 18). Pada musim timur, peningkatan konsentrasi silikat secara signifikan terjadi di perairan sekitar pantai Jawa Timur – Sumbawa dengan kisaran konsentrasi antara 8 – 11 µmol l-1 sedangkan di selatan Jawa Tengah dan Jawa Barat berkisar antara 6 – 8 µmol l-1. Secara umum sebaran silikat di perairan selatan Jawa Tengah lebih tinggi konsentrasinya dari pada perairan selatan Jawa Barat sedangkan pada musim peralihan I, sebaran silikat di selatan Jawa -
70
Bali cenderung homogen dengan kisaran konsentrasinya antara 4 – 7 µmol l-1 dan di selatan Lombok – Sumbawa, konsentrasinya sedikit lebih tinggi dan berada pada kisaran 6,2 – 9,8 µmol l-1.
Lintang Selatan (°LS)
-6
-8
-10
-12
104
106
108
110
112
114
116
118
Bujur Timur (°BT)
Gambar 17. Sebaran mendatar silikat (µmol l-1) pada musim timur di perairan selatan Jawa – Sumbawa berdasarkan data Baruna Jaya I
Lintang Selatan (°LS)
-6
-8
-10
-12
104
106
108
110
112
114
116
118
Bujur Timur (°BT)
Gambar 18.
Sebaran mendatar silikat (µmol l-1) pada musim peralihan I di perairan selatan Jawa – Sumbawa berdasarkan data Baruna Jaya I
71
Terjadinya peningkatan konsentrasi silikat permukaan perairan selatan Jawa – Sumbawa disebabkan karena terjadi pengangkatan massa air lapisan dalam. Keadaan ini terlihat melalui sebaran melintang silikat yang menunjukkan menanjaknya garis isofosfat dari arah laut menuju pantai pada Transek 2, 3, dan 4 yang terletak di perairan selatan Jawa Tengah – Sumbawa (Lampiran 7). Menanjaknya garis isofosfat secara tajam terjadi pada Transek 3 yang terletak di perairan selatan Jawa Timur – Bali dimana garis isosilikat 10 µmol l-1 terlihat menanjak dari kedalaman 125 m di perairan sekitar 12,5 oLS menjadi 0 m di daerah sekitar 9,2 oLS sedangkan isosilikat 15 µmol l-1 menanjak dari kedalaman 200 m hingga 60 m di perairan sekitar 9 oLS. Keadaan ini mengindikasikan terjadinya pengangkatan massa air secara baik di perairan ini.
Indikasi
terjadinya pengangkatan massa air dalam yang kaya nutrien juga terjadi di perairan selatan Jawa Tengah (Transek 2) dan selatan Sumbawa (Transek 4) namun tidak sekuat perairan selatan Jawa Timur – Bali. Hal ini ditandai dengan menanjaknya garis isofosfat ke arah pantai namun tidak seterjal seperti yang terjadi di perairan selatan Jawa Timur – Bali. Berbeda dengan sebaran melintang silikat di perairan selatan Jawa Barat (Transek 1) pada bulan Agustus (Lampiran 7) yang tidak memperlihatkan terjadinya pengangkatan massa air, sebaran melintang silikat di perairan ini pada bulan
September
berdasarkan
data
WOD-NODC
(Lampiran
5)
justru
memperlihatkan terjadinya pengangkatan massa air yang ditandai dengan menanjaknya garis isosilikat dari selatan ke arah pantai.
Dengan demikian
selama musim timur hampir di sepanjang perairan dekat pantai selatan Jawa – Sumbawa terjadi pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan. Pada bulan Oktober dimana berakhirnya musim timur, sebaran melintang silikat di perairan selatan Jawa masih memperlihatkan terjadinya peningkatan konsentrasi pada lapisan permukaan yang ditandai dengan menanjaknya garis isosilikat ke arah pantai, akan tetapi di bulan November dan Desember, sebaran melintang silikat tidak lagi menunjukkan adanya pengkayan nutrien pada lapisan permukaan.
Keadaan ini terlihat melalui pola sebaran melintang silikat yang
cenderung mendatar garis isosilikatnya (Lampiran 5). Pada musim peralihan I, sebaran menegak silikat menunjukkan pola yang berbeda dengan musim timur dimana garis isosilikat cenderung datar kecuali Transek 4 yang sedikit menanjak ke arah pantai (Lampiran 7). Pada lapisan permukaan,
silikat
cenderung
homogen
namun
secara
keseluruhan
72
konsentrasinya lebih tinggi di perairan selatan Jawa Timur – Sumbawa dari pada perairan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah. Mendatarnya garis isofosfat juga terlihat melalui sebaran melintang silikat pada bulan April berdasarkan data WOD – NODC (Lampiran 5) Di perairan barat Sumatera, sebaran silikat permukaan laut pada musim barat (Februari) di daerah sekitar 94,5 – 95 oBT dan 3,5 – 12 oLS cenderung rendah dan berkisar antara 2,4 – 4 µmol l-1. Pada daerah sekitar 3,5 - 5 oLS sebaran melintang silikat memperlihatkan lebih dalamnya lapisan homogen yakni sekitar 50 m dengan konsentrasi berkisar antara 2,4 – 2,52 µmol l-1 bila dibandingkan dengan bagian perairan lainnya di sebelah selatan.
Di bagian
o
selatan khususnya di perairan sekitar 7 – 9 LS, lapisan homogen terlihat cukup dangkal.
Dangkalnya
lapisan
pengangkatan massa air dalam.
homogen
disebabkan
karena
terjadinya
Hal ini terlihat melalui garis isofosfat yang
menanjak dari utara ke perairan ini dan selanjutnya menurun ke arah selatan. Pola sebaran melintang silikat di perairan barat Sumatera selama bulan September dengan arah barat laut – tenggara dan pada bulan Desember dengan arah timur – barat tidak memperlihatkan adanya penaikan massa air namun secara keseluruhan sebaran silikat permukaan laut pada bulan Desember sedikit lebih tinggi dari pada bulan September.
Konsentrasi silikat pada bulan
-1
September berkisar antara 1,6 – 2,4 µmol l , sedangkan pada bulan Desember berkisar antara 1,77 – 4,0 µmol l-1.
Sebaran Klorofil-a Berdasarkan Gambar 19 B – D terlihat bahwa sebaran horisontal klorofila di permukaan perairan barat Sumatera dan perairan selatan Jawa - Sumbawa selama bulan Februari - April menyebar secara homogen dengan tingkat konsentrasi yang sangat rendah (< 0,2 mg m-3), kecuali di perairan sekitar Selat Sunda (Lokasi 4), pantai Cilacap dan selatan Bali dimana konsentrasinya sedikit lebih tinggi. Di sekitar Selat Sunda konsentrasi klorofil-a mencapai 0,6 mg m-3 sedangkan di sekitar pantai Cilacap pada bulan April konsentrasinya berkisar antara 1 – 2 mg m-3. Di perairan selatan Bali yakni daerah sekitar 9,4 oLS dan 115 oBT, sebaran klorofil-a pada bulan Februari memperlihatkan mulai terjadi peningkatan konsentrasi (0,6 mg m-3) dan terus menunjukkan peningkatan konsentrasi dan luasan daerah sebarannya dari selatan Bali - Sumbawa (Lokasi 9 – 11) dan ke selatan menyebar hingga lintang 10 oLS pada bulan April.
73
Konsentrasi klorofil-a pada daerah ini berkisar antara 0,3 – 0,6 mg m-3. Konsentrasi klorofil-a bulanan rata-rata per lokasi tertinggi di perairan selatan Jawa – Sumbawa pada bulan April ditemukan pada Lokasi 9 yakni 0,25 mg m-3.
Gambar 19.
A
B
C
D
E
F
Sebaran klorofil-a bulanan rata-rata (mg m-3) pada permukaan laut berdasarkan data rataan bulanan klorofil-a SeaWiFS dari tahun 1997 – 2005. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.
74
Gambar 19.
G
H
I
J
K
L
Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember
Pada bulan Mei, sebaran klorofil-a di perairan selatan Jawa - Sumbawa menunjukkan peningkatan konsentrasi, namun di perairan lepas pantai barat Sumatera terjadi penurunan (< 0,1 mg m-3). Di perairan barat Sumatera sebaran klorofil-a memperlihatkan konsentrasi antara 0,1 – 0,2 mg m-3 di sekitar kepulauan Mentawai dan selanjutnya semakin meningkat ke arah pantai Barat Sumatera (2 – 3,8 oLS) dengan konsentrasi 0,2 mg m-3 hingga 1 mg m-3 (Gambar 19 E). Di perairan selatan Jawa, konsentrasi klorofil-a bulanan ratarata sekitar 0,2 mg m-3 sedangkan di selatan Bali - Sumbawa terjadi peningkatan
75
konsentrasi (0,2 – 1,5 mg m-3) dengan daerah sebaran yang semakin meluas ke selatan. Pusat sebaran konsentrasi klorofil-a tertinggi berada di perairan selatan Bali (Lokasi 9) dengan kisaran konsentrasi antara 0,175 – 1,096 mg m-3 dengan nilai rata-rata 0,36 mg m-3 (Tabel 8). Sebaran klorofil–a dengan konsentrasi tinggi juga terlihat meluas di perairan sekitar pantai Cilacap. Selama musim timur, sebaran klorofil-a memperlihatkan peningkatan konsentrasi di sepanjang selatan Jawa – Sumbawa (Gambar 19 F – H). Pada bulan Juni, di selatan Jawa – Sumbawa klorofil-a berkisar antara 0,107 – 2,979 mg m-3 (Gambar 19 F).
Berdasarkan sebaran klorofil-a di 7 lokasi
pengamatan yang berada di selatan Jawa – Sumbawa diperoleh bahwa klorofil-a rata-rata tertinggi berada pada Lokasi 9 yaitu sebesar 0,433 mg m-3 (Tabel 8). Pada bulan Juli, sebaran klorofil-a di selatan Jawa – Bali berkisar antara 0,136 – 3,418 mg m-3 sedangkan di selatan Flores – Sumbawa konsentrasi lebih rendah yaitu pada kisaran 0,137 – 1,176 mg m-3 (Gambar 19 G). Sebaran klorofil-a pada bulan Juli per lokasi pengamatan menunjukkan bahwa pusat konsentrasi klorofil-a tinggi mengalami penyebaran ke arah barat hingga mencapai selatan Jawa Tengah. Sepanjang selatan Jawa Tengah – Sumbawa (Lokasi 8 – 11) pada bulan Juli, sebaran klorofil-a berkisaran antara 0,252 – 1,212 mg m-3 dengan konsentrasi tertinggi berada pada Lokasi 8 dan 9. Di Lokasi 8 klorofil-a berkisar antara 0,284 – 0,964 mg m-3 dengan nilai rata-rata 0,434 mg m-3 sedangkan di Lokasi 9 klorofil-a berkisaran antara 0,300 - 1,212 mg m-3 dengan nilai rata-rata 0,494 mg m-3 (Tabel 9). Pada bulan Agustus di perairan selatan Jawa – Sumbawa, klorofil-a terlihat terus mengalami peningkatan konsentrasi. Sebaran klorofil-a di selatan Jawa – Bali berada pada kisaran 0,133 – 5,807 mg m-3 sedangkan di selatan Flores – Sumbawa berkisar antara 0,128 – 1,500 mg m-3 (Gambar 19 H). Berdasarkan lokasi pengamatan diperoleh bahwa sebaran klorofil-a di selatan Jawa (Lokasi 5 – 9) berkisar antara 0,208 – 2,129 mg m-3 dengan konsentrasi rata-rata tertinggi berada pada Lokasi 8 dan 9. Di Lokasi 8, klorofil-a berkisar antara 0,299 – 2,129 mg m-3 dengan nilai rata-rata 0,580 mg m-3, sedangkan di Lokasi 9 klorofil-a berkisaran antara 0,279 mg m-3 dengan nilai rata-rata 0,567 mg m-3.
Di selatan Bali – Sumbawa (Lokasi 10 – 11), konsentrasi klorofil-a
berada pada kisaran 0,263 – 0,980 mg m-3 (Tabel 9)
76
Klorofil-a permukaan laut bulanan rata-rata (mg m-3) pada bulan Januari – Juni di setiap lokasi pengamatan.
Tabel 8.
Lokasi
Nilai
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1
Maks. Min. Rerata Sd.
0.185 0.097 0.130 0.018
0.135 0.087 0.109 0.010
0.136 0.088 0.106 0.011
0.122 0.089 0.102 0.008
0.106 0.075 0.090 0.007
0.130 0.080 0.096 0.010
2
Maks. Min. Rerata Sd.
0.301 0.108 0.163 0.046
0.296 0.093 0.121 0.022
0.131 0.084 0.109 0.011
0.125 0.088 0.105 0.007
0.153 0.077 0.096 0.011
0.143 0.093 0.115 0.012
3
Maks. Min. Rerata Sd.
0.517 0.096 0.149 0.071
0.206 0.094 0.127 0.020
0.135 0.068 0.102 0.015
0.185 0.092 0.125 0.017
0.152 0.088 0.112 0.016
0.167 0.100 0.137 0.014
4
Maks. Min. Rerata Sd.
0.514 0.092 0.187 0.098
0.728 0.098 0.164 0.088
0.723 0.101 0.180 0.088
0.369 0.107 0.162 0.055
0.305 0.111 0.158 0.044
0.469 0.130 0.196 0.072
5
Maks. Min. Rerata Sd.
0.444 0.091 0.134 0.047
0.382 0.092 0.142 0.048
0.465 0.081 0.125 0.050
0.502 0.091 0.135 0.052
0.325 0.124 0.148 0.028
0.629 0.121 0.182 0.076
6
Maks. Min. Rerata Sd.
0.280 0.081 0.117 0.040
0.329 0.087 0.133 0.048
0.375 0.086 0.126 0.058
0.399 0.099 0.137 0.051
0.349 0.120 0.155 0.047
0.413 0.134 0.180 0.054
7
Maks. Min. Rerata Sd.
0.152 0.082 0.107 0.013
0.229 0.093 0.127 0.023
0.193 0.087 0.111 0.018
0.184 0.099 0.123 0.013
0.217 0.121 0.144 0.015
0.306 0.157 0.183 0.019
8
Maks. Min. Rerata Sd.
0.228 0.095 0.128 0.027
0.216 0.096 0.147 0.026
0.224 0.090 0.131 0.029
0.216 0.113 0.145 0.018
0.299 0.139 0.177 0.033
0.510 0.199 0.285 0.070
9
Maks. Min. Rerata Sd.
0.321 0.083 0.145 0.052
0.694 0.107 0.173 0.091
0.363 0.098 0.168 0.060
0.687 0.135 0.261 0.116
1.096 0.175 0.374 0.170
1.425 0.225 0.433 0.190
10
Maks. Min. Rerata Sd.
0.246 0.076 0.103 0.025
0.251 0.093 0.129 0.034
0.391 0.083 0.124 0.050
0.506 0.099 0.173 0.084
1.432 0.153 0.265 0.148
0.535 0.214 0.325 0.073
11
Maks. Min. Rerata Sd.
0.146 0.080 0.097 0.011
0.204 0.090 0.117 0.016
0.224 0.083 0.100 0.018
0.297 0.102 0.137 0.038
0.412 0.165 0.240 0.061
0.600 0.234 0.349 0.069
Keterangan: Maks. Min. Sd
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi
77
Klorofil-a permukaan laut bulanan rata-rata (mg m-3) pada bulan Juli – Desember di setiap lokasi pengamatan.
Tabel 9.
Lokasi
Nilai
1
Maks. Min. Rerata Sd.
2
Juli
Agustus
September
0.356 0.090 0.119 0.027
0.179 0.090 0.123 0.015
0.180 0.081 0.121 0.018
Maks. Min. Rerata Sd.
0.188 0.098 0.128 0.018
0.182 0.111 0.142 0.015
3
Maks. Min. Rerata Sd.
0.333 0.127 0.196 0.043
4
Maks. Min. Rerata Sd.
5
November
Desember
0.314 0.086 0.130 0.038
0.207 0.104 0.151 0.019
0.261 0.097 0.147 0.028
0.208 0.104 0.160 0.023
0.280 0.082 0.157 0.038
0.196 0.077 0.156 0.023
0.763 0.110 0.218 0.106
0.350 0.151 0.204 0.032
0.491 0.164 0.270 0.076
2.389 0.118 0.416 0.329
0.943 0.148 0.282 0.104
0.707 0.134 0.217 0.103
0.549 0.165 0.277 0.094
0.736 0.193 0.314 0.103
0.720 0.195 0.385 0.122
1.060 0.167 0.401 0.159
0.810 0.140 0.294 0.140
0.556 0.098 0.173 0.078
Maks. Min. Rerata Sd.
0.669 0.176 0.241 0.094
1.117 0.208 0.310 0.151
2.154 0.246 0.476 0.328
3.688 0.159 0.539 0.444
0.896 0.105 0.236 0.119
0.436 0.096 0.130 0.044
6
Maks. Min. Rerata Sd.
0.579 0.170 0.245 0.084
1.055 0.232 0.340 0.158
1.190 0.264 0.407 0.224
1.410 0.203 0.420 0.237
1.533 0.169 0.412 0.269
0.437 0.095 0.152 0.061
7
Maks. Min. Rerata Sd.
0.469 0.207 0.276 0.054
0.774 0.256 0.357 0.101
1.040 0.264 0.429 0.155
1.992 0.210 0.507 0.325
1.423 0.178 0.430 0.165
0.654 0.088 0.152 0.083
8
Maks. Min. Rerata Sd.
0.964 0.284 0.434 0.157
2.129 0.299 0.580 0.402
2.326 0.342 0.682 0.414
3.307 0.270 0.947 0.642
1.616 0.203 0.506 0.309
0.926 0.136 0.292 0.180
9
Maks. Min. Rerata Sd.
1.212 0.300 0.494 0.193
1.665 0.279 0.567 0.309
2.361 0.246 0.661 0.412
2.550 0.202 0.599 0.406
1.072 0.129 0.383 0.206
0.782 0.101 0.202 0.122
10
Maks. Min. Rerata Sd.
0.908 0.252 0.363 0.094
0.980 0.265 0.399 0.109
0.883 0.194 0.403 0.154
1.069 0.152 0.295 0.132
0.395 0.097 0.163 0.058
0.245 0.091 0.120 0.028
11
Maks. Min. Rerata Sd.
0.701 0.285 0.405 0.074
0.793 0.263 0.426 0.112
0.824 0.221 0.366 0.123
0.581 0.135 0.249 0.103
0.304 0.109 0.142 0.031
0.234 0.091 0.110 0.016
Keterangan: Maks. Min. Sd
= nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi
Oktober
78
Di perairan selatan Jawa – Sumbawa, peningkatan konsentrasi klorofil-a mengalami puncaknya pada bulan September dan Oktober.
Pada bulan
September, sebaran klorofil-a bulanan rata-rata di Lokasi 5 berkisar antara 0,246 – 2,159 mg m-3, Lokasi 6 berkisar antara 0,264 – 1,190 mg m-3, Lokasi 7 berada pada kisaran 0,264 – 1,040 mg m-3, Lokasi 8 berkisar antara 0,342 – 2,326 mg m-3, Lokasi 9 berkisar antara 0,246 – 2,361 mg m-3, Lokasi 10 berkisar antara 0,194 – 0,883 mg m-3 dan Lokasi 11 berkisar antara 0,221 – 0.824 mg m-3 (Tabel 9).
Pada bulan September, sebaran klorofil-a di selatan Jawa – Bali
berkisar antara 0,122 – 5,803 mg m-3 sedangkan di selatan Flores – Sumbawa berkisar antara 0,105 – 2,563 mg m-3 (Gambar 19 I). Pada bulan Oktober, klorofil-a bulanan rata-rata di perairan selatan Jawa – Sumbawa berada pada kisaran 0,096 - 9,481 mg m-3 (Gambar 19 J). Berdasarkan analisis sebaran klorofil-a pada 7 lokasi pengamatan di perairan selatan Jawa – Sumbawa menunjukkan bahwa sebaran klorofil-a di Lokasi 5 berkisar antara 0,159 – 3,688 mg m-3,
Lokasi 6 berkisar antara 0,203 –
-3
1,410 mg m , Lokasi 7 berada pada kisaran 0,0,210 – 1,992 mg m-3, Lokasi 8 berkisar antara 0,270 – 3,307 mg m-3, dan di Lokasi 9 klorofil-a berada pada kisaran 0,202 – 2,550 mg m-3, sedangkan di Lokasi 10 dan 11 berturut-turut klorofil-a berada pada kisaran 0,151 – 1,069 mg m-3 dan 0,135 – 0,581 mg m-3 (Tabel 9).
Di perairan selatan Jawa Barat dan selatan Flores - Sumbawa,
sebaran klorofil-a secara umum memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari perairan selatan Jawa Tengah – Bali (Gambar 19 J). Berdasarkan sebaran klorofil-a selama bulan Juni hingga Oktober di perairan selatan Jawa – Sumbawa diperoleh bahwa pusat sebarn klorofil-a tertinggi berada daerah sekitar posisi 8,4 – 8,6 oLS dan 113 – 114,2 oBT (selatan Jawa Timur). Di daerah tersebut, sebaran klorofil-a pada bulan Juni berkisar antara 0,415 – 2,979 mg m-3, di bulan Juli berkisar antara 0,748 – 3,418 mg m-3, pada bulan Agustus berkisar antara 2,092 – 5,540 mg m-3, bulan September berkisar antara 1,886 – 5,803 mg m-3 dan bulan Oktober berkisar antara 1,303 – 9,481 mg m-3 (Gambar 19 F - J). Selama musim timur, pola sebaran klorofil-a di perairan sekitar Selat Sunda menunjukkan peningkatan konsentrasi dan meluasnya daerah sebaran ke arah barat hingga 102 oBT dan mencapai puncak sebaran tertinggi (2,5 mg m-3) pada bulan Oktober. Selama bulan Januari hingga Juni, sebaran klorofil-a di perairan ini cenderung homogen dan rendah.
79
Di perairan lepas pantai barat Sumatera, selama bulan Juni - Agustus konsentrasi klorofil-a cenderung homogen dan berada pada berkisar antara 0,1 – 0,2 mg m-3 dan kemudian mengalami sedikit penurunan konsentrasi pada bulan September, yakni berkisar antara 0,1 – 0,15 mg m-3. Pada bulan Oktober sebaran
klorofil-a
mengalami
sedikit
peningkatan
konsentrasi
dengan
konsentrasi rata-rata sekitar 0,2 mg m-3. Secara umum, pada Juni hingga Oktober, sebaran horisontal klorofil-a pada permukaan laut memperlihatkan perubahan pola sebaran bila dibandingkan dengan musim barat dan peralihan I, terutama di perairan selatan Jawa Sumbawa. Di selatan Jawa - Sumbawa terjadi peningkatan konsentrasi klorofila baik di perairan sekitar pantai maupun di perairan lepas pantai selama musim timur dan peralihan II.
Sebaran klorofil-a dengan konsentrasi yang tinggi
semakin meluas ke barat hingga perairan selatan Jawa Barat dan Selat Sunda dan juga meluas ke selatan (laut lepas). Hendiarti et al. (2004) berdasarkan pengamatannya diperoleh bahwa puncak sebaran klorofil-a di Timur
terjadi
pada
bulan
September
dengan
konsentrasi
selatan Jawa 2
mg
m-3.
Meningkatnya konsentrasi klorofil-a dan meluasnya daerah sebaran klorofil-a dengan konsentrasi tinggi memiliki hubungan yang erat dengan peningkatan konsentrasi nitrat dan menurunnya suhu permukaan laut di perairan ini selama musim timur.
Karateristik perairan yang demikian menunjukkan bahwa di
perairan selatan Jawa - Sumbawa terjadi fenomena fisik massa air yang memicu terjadinya peningkatan konsentrasi klorofil-a pada permukaan perairan. Pada bulan November meskipun konsentrasi klorofil-a masih terlihat cukup tinggi di perairan selatan Jawa - Sumbawa, namun konsentrasi dan luasan daerah sebaran dengan konsentrasi yang tinggi mulai berkurang terutama di perairan selatan Bali hingga Lombok.
Berkurangnya luasan daerah sebaran
konsentrasi klorofil-a yang tinggi dan menurunnya konsentrasi klorofil-a terus berlanjut pada bulan Desember dan mencapai kondisi terendah pada bulan Januari.
Pada saat ini hampir di sepanjang perairan yang mendekati pantai
selatan Jawa konsentrasinya sangat kecil yakni sekitar 0,2 mg m-3 dan lebih rendah lagi di perairan selatan Lombok – Sumbawa. Di perairan barat Sumatera selama bulan November, sebaran konsentrasi klorofil-a menunjukkan peningkatan konsentrasi di daerah sekitar pantai (mencapai 2 mg m-3) dan meluas hingga sekitar bagian barat perairan kepulauan Mentawai.
Sebaran klorofil-a di sekitar perairan kepulauan Mentawai berada
80
pada kisaran 0,3 - 0,4 mg m-3.
Di bulan Desember, sebaran klorofil-a
memperlihatkan peningkatan konsentrasi baik di perairan lepas pantai maupun di sekitar perairan dekat pantai Sumatera, sedangkan di bulan Januari, terjadi penurunan konsentrasi di hampir semua bagian perairan. Dari Tabel 8 dan 9 terlihat bahwa klorofil-a permukaan laut bulanan ratarata per lokasi pengamatan memperlihatkan perbedaan nilai antara ke 11 lokasi pengamatan. Dalam setahun, hampir di semua lokasi pengamatan, konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada bulan September dan Oktober, sedangkan lokasi yang memiliki variasi sebaran klorofil-a yang tinggi berada pada Lokasi 8 dan 9 (Jawa Timur). Ke dua lokasi ini diduga sebagai daerah pusat upwelling.
Transpor Ekman Hasil analisis transpor Ekman melalui garis sepanjang 2,5o dengan menggunakan data gesekan angin komponen sejajar pantai bulanan rata-rata pada grid 2,5o x 2,5o yang terdekat dengan garis pantai di perairan barat Sumatera dan perairan selatan Jawa - Sumbawa dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21 serta Lampiran 8. Gambar 20 dan 21 memperlihatkan bahwa pada musim barat (Desember – Februari) seiring dengan berkembangnya angin barat laut di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa, transpor Ekman cenderung bergerak ke arah pantai (nilai positif/tanda +) sedangkan di bagian barat daya Selat Sunda,
transpor Ekman memiliki pola yang berbeda dimana pada bulan
Desember – Januari cenderung bergerak ke arah laut lepas (nilai negatif/tanda -) namun pada bulan Februari, transpor Ekman bergerak ke arah pantai. Volume
transpor
Ekman
di
Lintasan
I
selama
musim
barat
memperlihatkan lebih tingginya massa air yang ditanspor ke arah pantai di barat Sumatera dari pada selatan Jawa Barat (Gambar 20). Volume transpor Ekman pada bulan Desember di daerah sekitar 2,5 oLS (Posisi 1) sebesar 0,245 Sv dan semakin meningkat pada bulan Januari dan Februari. Pada bulan Februari volume transpor Ekman mencapai 0,803 Sv. Di sekitar 5 oLS (Posisi 2), volume transpor Ekman ke arah pantai selama musim barat cenderung lemah yaitu pada bulan Desember sebesar 0,046 Sv dan pada bulan Februari sebesar 0,195 Sv. Lemahnya transpor Ekman ke arah pantai juga terlihat di selatan Jawa Barat (Posisi 4 dan 5). Di selatan Jawa Barat volume transpor Ekman pada bulan Desember berkisar antara 0,046 – 0,064 Sv dan mengalami peningkatan pada
81
bulan Februari hingga berada pada kisaran 0,136 – 0,190 Sv. Di perairan sekitar
A
B
Transpor Ekman pada Musim Barat
Transpor Ekman pada Musim Peralihan I
1.0
1.0
0.5
0.5
Volume (Sv)
Volume (Sv)
Selat Sunda transpor Ekman secara umum terlihat sangat lemah.
0.0 -0.5 -1.0 97.5
100.0
102.5
105.0
0.0 -0.5 -1.0
107.5
97.5
100.0
Bujur Timur Jan
Feb
Mrt
105.0
Apr
107.5
Mei
C
D
Transpor Ekman pada Musim Timur
Transpor Ekman pada Musim Peralihan II
0.5
0.5
0.0
0.0 Volume (Sv)
Volume (Sv)
Des
102.5 Bujur Timur
-0.5 -1.0
-0.5 -1.0 -1.5
-1.5 -2.0
-2.0
97.5
100.0
102.5
105.0
Gambar 20.
Juli
97.5
100.0
102.5
105.0
107.5
Bujur Timur
Bujur Timur Juni
107.5
Agst
Sep
Okt
Nov
Volume Transpor Ekman bulanan rata-rata (Lintasan I). A = musim barat; B = musim peralihan I; C = musim timur; D = musim peralihan II. + = tanspor Ekman menuju pantai; - = transpor Ekman menjauhi pantai. Posisi Lintasan I dapat dilihat pada Gambar 6.
Selama musim barat transpor Ekman pada Lintasan II memperlihatkan bahwa di perairan barat Sumatera, volume transpor Ekman ke arah pantai cenderung lebih besar di perairan dekat ekuator (Posisi 7) bila dibandingkan dengan perairan barat daya Sumatera (Posisi 8) (Gambar 21). Di perairan barat Sumatera (Posisi 7 dan 8), transpor Ekman menunjukkan peningkatan volume transpor massa air ke arah pantai dari bulan Desember hingga Februari. Di bulan Desember volumenya sebesar 0,620 Sv (Posisi 7) dan 0,032 Sv (Posisi 8), sedangkan pada bulan Februari sebesar 1,049 Sv (Posisi 7) dan 0,366 Sv (Posisi 8). Di perairan sekitar barat daya Selat Sunda (Posisi 9 – 12), transpor Ekman pada bulan Desember cenderung bergerak ke arah laut lepas dengan
82
volumenya berada pada kisaran 0,56 – 0,356 Sv sedangkan pada bulan Februari, transpor Ekman telah mengalami perubahan arah yakni bergerak ke arah pantai dengan volume transpor yang sangat kecil yakni berkisar antara 0,012 – 0,111 Sv. Di perairan selatan Jawa (107,5 – 120 oLS), volume transpor Ekman pada bulan Desember berkisar antara 0,016 – 0,133 Sv dengan transpor tertinggi terlihat di perairan selatan Jawa Timur – Bali (Posisi 15 dan 16) yaitu berturut-turut sebesar 0,131 Sv dan 0,133 Sv. transpor Ekman di sepanjang perairan selatan Jawa – Sumbawa kemudian mengalami peningkatan dimana pada bulan Februari volumenya berkisar antara 0,154 – 0,367 Sv dengan volume terbesar di perairan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah.
A
B
Transpor Ekman pada Musim Barat
Ekman Transpor pada Musim Peralihan I 1.5
1.5
1.0
Volume (Sv)
Volume (Sv)
1.0
0.5
0.5 0.0
0.0
-0.5 -0.5 92.5
97.5
102.5
107.5
112.5
-1.0
117.5
92.5
97.5
102.5
Bujur Timur Jan
Feb
Mrt
112.5
Apr
117.5
Mei
C
D
Transpor Ekman pada Musim Timur
Transpor Ekman pada Musim Peralihan II
0.5
0.5
0.0
0.0
Volume (Sv)
Volume (Sv)
Des
107.5
Bujur Timur
-0.5 -1.0 -1.5
-0.5 -1.0 -1.5
-2.0 92.5
97.5
102.5
107.5
112.5
117.5
-2.0 92.5
97.5
102.5
Bujur Timur Juni
Juli
112.5
117.5
Agst Sep
Gambar 21.
107.5
Bujur Timur Okt
Nov
Volume transpor Ekman bulanan rata-rata (Lintasan II). A = musim barat; B = musim peralihan I; C = musim timur; D = musim peralihan II. + = tanspor Ekman menuju pantai; - = transpor Ekman menjauhi pantai. Posisi Lintasan II dapat dilihat pada Gambar 6.
83
Secara keseluruhan dari pada musim barat, transpor Ekman di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa menunjukkan pergerakan massa air ke arah pantai dan semakin meningkat volumenya dari bulan Desember hingga Februari. Pergerakan transpor Ekman ke arah pantai juga terlihat melalui sebaran ATPL yang cenderung lebih tinggi di perairan dekat pantai barat Sumatera hingga selatan Jawa – Sumbawa dari pada di laut lepas. Keadaan ini menunjukkan terjadinya penumpukan massa air di perairan dekat pantai (Gambar 12 L, A, B). Hal ini sejalan dengan berkembangnya angin muson barat laut yang mencapai puncaknya pada bulan Februari. Selama musim peralihan I, volume transpor Ekman di Lintasan I menunjukkan perbedaan antara bulan Maret, April dan Mei (Gambar 20). Pada bulan Maret, volume transpor Ekman di selatan Jawa Barat dan Selat Sunda sangat kecil yaitu 0,003 Sv di perairan selatan Jawa Barat dan 0,043 Sv di sekitar Selat Sunda, namun di barat Sumatera (2,5 oLS), volume transpor Ekman ke arah pantai terlihat masih cukup besar yakni 0,323 SV.
Di bulan April,
transport Ekman pada Lintasan I terlihat bergerak ke arah laut kecuali pada perairan sekitar 2,5 oLS (barat Sumatera) yang masih bergerak ke arah pantai. Pada bulan Mei, transpor Ekman di sepanjang Lintasan I terlihat bergerak menjauhi pantai dengan volume yang lebih besar dari pada bulan April. Volume transpor Ekman terbesar di perairan Selat Sunda pada bulan Mei yaitu sebesar 0,707 Sv sedangkan di perairan selatan Jawa Barat sebesar 0,372 Sv dan barat Sumatera sebesar 0,073 Sv. Transpor Ekman pada Lintasan II selama musim peralihan I di perairan barat daya Selat Sunda (Posisi 9, 10, 11) dan selatan Jawa – Sumbawa (Posisi 12 – 18) terlihat mulai bergerak menjauhi pantai pada bulan Maret dan semakin meningkat volumenya pada bulan Mei, sedangkan di barat Sumatera (Posisi 7 dan 8) memiliki pola yang berbeda dimana pada bulan Maret massa air bergerak ke arah pantai namun di bulan Mei massa air telah bergerak menjauhi pantai. Pada bulan Maret, volume transpor Ekman ke arah pantai di barat Sumatera sebesar 0,542 Sv (Posisi 7). Di barat daya Selat Sunda dan selatan Jawa – Sumbawa, transpor Ekman terlihat bergerak menjauhi pantai dengan volume transpor lebih besar di barat daya Selat Sunda yakni 0,122 Sv (Posisi 10) dari pada di selatan Jawa – Sumbawa (0,001 – 0,060 Sv). Pada bulan Mei terjadi peningkatan volume transpor Ekman menjauhi pantai di sepanjang pantai barat Sumatera hingga selatan Jawa – Sumbawa.
Volume transpor Ekman pada
84
bulan Mei di selatan Jawa sekitar 0,7 Sv, di barat daya Selat Sunda berkisar antara 0,6 – 0,7 Sv, sedangkan di perairan barat Sumatera berada pada kisaran 0,08 – 0,4 Sv. Secara keseluruhan, pada musim peralihan I (Maret – Mei), transpor Ekman di perairan Selat Sunda dan perairan selatan Jawa - Sumbawa memperlihatkan pola yang berbeda dengan perairan barat Sumatera dimana di perairan Selat Sunda dan perairan selatan Jawa - Sumbawa massa air terlihat bergerak menjauhi pantai dan semakin menguat pada bulan Mei. Pergerakan transpor Ekman menjauhi pantai mulai terlihat secara jelas pada bulan April di perairan sekitar Selat Sunda dan selatan Jawa – Sumbawa. Hal ini disebabkan karena pada bulan April merupakan awal mulai berkembangnya angin muson tenggara di bagian selatan perairan selatan Jawa dan semakin menguat pada bulan Mei. Pada musim timur (Juni – Agustus), di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa, terjadi peningkatan transpor Ekman menjauhi pantai (Gambar 20). Pada bulan Juni, volume terbesar berada pada perairan barat daya Selat Sunda yakni 0,87 Sv (Posisi 3) dan 0,50 Sv (Posisi 4) sedangkan di perairan barat Sumatera sebesar 0,1 Sv (Posisi 1) dan 0,52 Sv (Posisi 2) serta di selatan Jawa Barat sebesar 0,29 Sv (Posisi 5). Pada bulan Juli, volume transpor Ekman terbesar pada Lintasan I berada pada perairan sekitar barat daya Sumatera dan Selat Sunda (Posisi 2 – 4) dimana berkisar antara 0,71 – 1,17 Sv, sedangkan di selatan Jawa Barat (Posisi 5) volumenya 0,42 Sv dan di barat Sumatera (Posisi 1) volumenya 0,16 Sv. Pada bulan Agustus volume transpor Ekman terbesar berada di perairan barat daya Sumatera dan Selat Sunda (Posisi 2 dan 3) yaitu 1,48 Sv (Posisi 2) dan 1,59 Sv (Posidi 3) dan semakin berkurang volumenya ke arah selatan Jawa Barat (Posisi 5) dan ke arah barat Sumatera (Posisi 1). Selama musim timur transpor Ekman di Lintasan II (Gambar 21) menunjukkan bahwa di perairan selatan Jawa – Bali, massa air bergerak ke arah laut lepas dengan volumenya berkisar antara 0,82 – 0,88 Sv (Posisi 12 – 16), sedangkan di selatan Sumbawa dan di barat Sumatera volumenya sedikit lebih rendah.
Di selatan Jawa pada bulan Juni, volume transpor Ekman terbesar
berada di perairan selatan Jawa Timur (Posisi 15) yakni sebesar 0,88 Sv. Selama bulan Juli dan Agustus, transpor Ekman mengalami peningkatan secara signifikan terutama di perairan barat daya Selat Sunda dan selatan Jawa Barat –
85
Jawa Tengah.
Pada bulan Juli di barat daya Selat Sunda, volume transpor
Ekman berkisar antara 0,97 – 0,98 Sv sedangkan di selatan Jawa Barat – Jawa Tengah berkisar antara 1,00 – 1,05 Sv. Di bulan Agustus, volume Transpor Ekman di barat Sumatera hingga selatan Jawa Barat berada pada kisaran 1,05 – 1,33 Sv dengan volume terbesar berada di perairan barat daya Sumatera (Posisi 9) yakni sebesar 1,33 SV. Di perairan selatan Jawa Tengah – Sumbawa pada bulan Agustus, volume transpor Ekman umumnya lebih kecil dari perairan selatan Jawa Barat dimana di selatan Jawa Tengah – Sumbawa volume transpornya berkisar antara 0,46 – 0,96 Sv. Peningkatan transpor Ekman menjauhi pantai pada musim timur disebabkan karena semakin kuat bertiup angin muson tenggara di perairan ini. transpor Ekman mencapai keadaan maksimum pada bulan Agustus, saat angin muson tenggara telah terbentuk dengan sempurna. Secara keseluruhan, pada bulan Juni dan Juli, transpor Ekman di perairan barat Sumatera lebih kecil dari pada di barat daya Selat Sunda dan selatan Jawa - Sumbawa. Peningkatan transpor Ekman pada bulan Juli terutama di perairan barat daya Selat Sunda dan perairan selatan Jawa dengan pola sebarannya menunjukkan sedikit lebih tinggi volume transpor di selatan Jawa dari pada di barat daya Selat Sunda. Pada bulan Agustus, sebaran transpor Ekman menjauhi pantai dengan volume tertinggi dijumpai di perairan barat daya Selat Sunda dan semakin berkurang volumenya ke arah timur dan barat laut. Dengan demikian selama musim timur, transpor Ekman di perairan selatan Jawa - Sumbawa menunjukkan lebih besar volume Transpor Ekman di perairan selatan Jawa Barat dari pada selatan Jawa Timur - Sumbawa. Tingginya transpor Ekman di perairan selatan Jawa barat dan barat daya Selat Sunda dikarenakan angin muson tenggara yang bertiup di perairan ini lebih kuat dari pada di perairan selatan Jawa Timur - Sumbawa. Lebih besarnya transpor Ekman menjauhi pantai pada musim timur terutama di perairan sekitar Selat Sunda dan selatan Jawa – Sumbawa bila dibandingkan dengan musim lainnya juga terlihat melalui sebaran ATPL yang semakin menurun dari bulan Juni hingga Agustus (Gambar 12 F, G, H). Rendahnya ATPL yang berada jauh di bawah level surface pada perairan dekat pantai menunjukkan terjadinya pergerakan massa air menjauhi pantai. Selama musim peralihan II, transport Ekman di Lintasan I terlihat bergerak menjauhi pantai dengan volume terbesar di barat daya Selat Sunda. Pada bulan September terjadi peningkatan transpor Ekman dari bulan Agustus,
86
volume massa air yang di transpor di barat daya Selat Sunda (Posisi 3 dan 4) berkisar antara 0,920 - 1,756 Sv, di barat Sumatera (Posisi 1 dan 2) sebesar 0,914 – 1,733 Sv sedangkan di selatan Jawa Barat (Posisi 5) sebesar 0,473 Sv. Pada bulan Oktober dan November, variasi transpor Ekman menunjukkan semakin meningkatnya volume transpor dari daerah sekitar ekuator perairan Barat Sumatera ke Selat Sunda dan kemudian mengalami penurunan volumenya ke arah selatan Jawa Barat. Di bulan Oktober, volume transpor Ekman di sekitar perairan selat Sunda sebesar 1,285 Sv (Posisi 3), di selatan Jawa Barat sebesar 0,287 Sv (Posisi 5), sedangkan di barat daya Sumatera dan di barat Sumatera, volumenya sebesar 0,896 Sv (Posisi 2) dan 0,119 Sv (Posisi 1). Pada bulan November, transpor Ekman mengalami penurunan secara signifikan terutama di perairan barat Sumatera.
Volume transpor Ekman terbesar pada bulan
November berada di perairan barat daya Selat Sunda (Posisi 3) yakni sebesar 0,819 Sv. Selama musim peralihan II transpor Ekman menjauhi pantai di Lintasan II terlihat mulai berkurang dari bulan September hingga November. Pada bulan September, di perairan barat Sumatera hingga barat daya Selat Sunda (Posisi 7 – 12) transpor Ekman terlihat sangat tinggi yakni berkisar antara1,039 – 1,516 Sv dengan volume terbesar berada di barat daya Sumatera (Posisi 9), sedangkan di selatan Jawa – Sumbawa, transpor Ekman menunjukkan variasi timur – barat dimana semakin ke timur volumenya semakin berkurang. Transpor Ekman pada bulan September di selatan Jawa Barat sebesar 0,962 Sv, di selatan Jawa Tengah sebesar 0,806 Sv dan di selatan Jawa Timur – Bali berkisar antara 0,535 – 0,722 Sv. Seperti halnya dengan bulan September, pola transpor Ekman pada bulan Oktober dan November juga memperlihatkan semakin berkurangnya volume transpor dari barat daya Selat Sunda ke arah timur (selatan Jawa – Sumbawa) dan ke arah barat laut (barat Sumatera). Pada bulan Oktober, volume transpor Ekman terbesar berada pada Posisi 9 dan 10 yakni sebesar 1,129 Sv dan 1,139 Sv sedangkan pada bulan November, volume terbesar dijumpai pada Posisi 10 yakni sebesar 0,910 Sv. Tingginya transpor Ekman meninggalkan pantai di barat daya Selat Sunda selama musim peralihan II kemungkinan disebabkan karena tiupan angin muson tenggara masih kuat, sedangkan lebih rendahnya transpor Ekman di selatan Jawa Tengah – Sumbawa di sebabkan karena angin mulai lemah dan terjadi perubahan arah angin.
Rendahnya transpor Ekman pada bulan
87
November di barat Sumatera disebabkan karena mulai berkembangnya angin barat. Lebih besarnya transpor Ekman menjauhi pantai selama bulan September – Oktober dari pada bulan November di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa juga terlihat melalui sebaran ATPL lebih rendah selama bulan September – Oktober (Gambar 12 I, J, K). Menurut Susanto et al. (2001), transpor Ekman di sepanjang pantai selatan Jawa dan barat Sumatera selama bulan-bulan terjadinya upwelling (Juni – Oktober) menunjukkan adanya perubahan pusat sebaran upwelling ke arah barat seiring dengan perubahan angin di perairan selatan Jawa dan barat Sumatera. Hendiarti et al. (2005) mengatakan bahwa selama bertiupnya angin muson tenggara (Juli – Oktober), di permukaan laut lepas pantai selatan Jawa massa airnya dingin dengan konsentrasi klorofil tinggi sebagai respon terhadap transpor Ekman yang menyebabkan terjadinya upwelling.
Transpor Vertikal Massa Air Fenomena upwelling dan downwelling digambarkan melalui analisis transpor vertikal massa air pada lapisan Ekman. Gambar 22 dan 23; Lampiran 9 dan 10.
Hasil ditampilkan pada
Nilai negatif menunjukkan terjadi
pengangkatan massa air (upwelling) dan nilai positif menunjukkan tenggelamnya massa air. Selama musim barat (Desember – Februari) di barat Sumatera transpor vertikal menunjukkan terjadinya pengangkatan massa air dengan kecepatan yang sangat rendah kecuali di perairan sekitar posisi 5 oLS. Di perairan yang mendekati ekuator (Grid 1 dan 2) kecepatan vertikal berada pada kisaran 0,44 – 0,64 m hari-1 dan volume massa air yang terangkat berkisar antara 0,44 – 0,64 m3 hari-1, sedangkan di bagian barat daya Sumatera, kecepatan vertikal massa air cenderung rendah yaitu pada kisaran 0,11 – 0,28 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat sebesar 0,11 – 0,28 m3 hari-1. Selama musim peralihan I (Maret – Mei) kecepatan upwelling di perairan barat daya Sumatera terlihat sangat lemah. Di bulan Maret, kecepatan vertikal massa air menunjukkan variasi barat laut – tenggara dimana semakin meningkat ke barat laut (ekuator).
Di dekat ekuator perairan barat Sumatera (5 oLS),
kecepatan pengangkatan massa air sebesar 0,3 – 0,4 m hari-1 dengan volume massa air sebesar 0,3 – 0,4 m3 hari-1, sedangkan di barat daya Selat Sunda
88
Lintang Selatan (°LS)
A -5
Januari
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
B -5
Februari
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
C -5
Maret
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
D -5
April
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
(m hari-1) Gambar 22.
Kecepatan transpor vertikal massa air bulanan rata-rata (m hari-1) berdasarkan data angin ECMWF dari tahun 1990 – 2002. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April. - = upwelling; + = downwelling.
89
Lintang Selatan (°LS)
E -5
Mei
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
F -5
Juni
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
G -5
Juli
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
H -5
Agustus
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
(m hari-1) Gambar 22.
Lanjutan. E = Mei; F = Juni; G = Juli; H = Agustus. - = upwelling; + = downwelling.
90
Lintang Selatan (°LS)
I -5
September
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
J -5
Oktober
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
K -5
November
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
L -5
Desember
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
(m hari-1) Gambar 22.
Lanjutan. I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember. - = upwelling; + = downwelling.
91
Lintang Selatan (°LS)
A -5
Januari
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
B -5
Februari
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
C -5
Maret
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
D -5
April
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
m3 hari-1
Gambar 23.
Volume transpor vertikal massa air bulanan rata-rata (m3 hari-1) berdasarkan data angin ECMWF dari tahun 1990 – 2002. A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April. - = upwelling; + = downwelling.
92
Lintang Selatan (°LS)
E -5
Mei
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
F -5
Juni
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
G -5
Juli
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
H -5
Agustus
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
m3 hari-1
Gambar 23.
Lanjutan. E = Mei; F = Juni; G = Juli; H = Agustus. - = upwelling; + = downwelling
93
Lintang Selatan (°LS)
I -5
September
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
J -5
Oktober
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
K -5
November
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
Lintang Selatan (°LS)
L -5
Desember
-10
95
100
105
110
115
Bujur Timur (°BT)
m3 hari-1
Gambar 23.
Lanjutan. I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember. - = upwelling; + = downwelling
94
kecepatan pengangkatan massa air berada dibawah 0,2 m hari-1. Pada bulan April dan Mei, kecepatan vertikal di perairan dekat pantai barat daya Sumatera menunjukkan variasi barat daya – timur laut dimana kecepatan pengangkatan massa terlihat meningkat ke arah timur laut (pantai barat Lampung dan Selat Sunda). Kecepatan pengangkatan massa air di sekitar pantai barat Lampung dan Selat Sunda pada bulan April sekitar 0,2 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat sekitar 0,2 m3 hari-1 dan pada bulan Mei sekitar 0,14 – 0,26 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat berkisar antara 0,14 – 0,26 m3 hari-1. Pada musim timur (Juni – Agustus) saat bertiup angin muson tenggara, terjadi peningkatan kecepatan upwelling di perairan barat Sumatera terutama di perairan dekat ekuator. Kecepatan pengangkatan massa air pada bulan Juni – Agustus di dekat pantai barat Lampung dan Selat Sunda berkisar antara 0,1 – 0,4 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat berada pada kisaran 0,1 – 0,4 m3 hari-1. Selama musim peralihan II (September – November), kecepatan vertikal massa air di dekat pantai perairan barat daya Sumatera dan Selat Sunda menunjukkan penurunan kecepatan pengangkatan massa air bila dibandingkan dengan musim timur. Pada bulan September, Kecepatan pengangkatan massa air pada bulan September berkisar antara 0,02 – 0,26 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat berkisar antara 0,02 – 0,26 m3 hari-1, pada bulan Oktober kecepatannya berkisar antara 0,07 - 0,44 m hari-1 dengan volume massa air berada pada kisaran 0,07 - 0,44 m3 hari-1 dan di bulan November kecepatannya berkisar antara 0,17 – 0,26 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat berada pada kisaran 0,17 – 0,26 m3 hari-1. Secara umum, pada musim peralihan II, kecepatan pengangkatan massa air dari bagian dasar lapisan Ekman lebih tinggi di dekat ekuator perairan barat Sumatera dari pada perairan sekitar selat Sunda. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan di sekitar ekuator perairan barat Sumatera (5 oLS) hampir sepanjang tahun cenderung terjadi pengangkatan massa air dengan kecepatan yang sangat lambat, kecuali pada bulan Desember – Februari yang umumnya lebih tinggi kecepatannya.
Indikasi lebih kuat
upwelling pada bulan Desember – Februari bila dibandingkan dengan bulan lainnya juga didukung oleh sebaran ATPL yang umumnya berada di bawah level surface serta besarnya transpor Ekman yang bergerak menjauhi pantai (0,5 –
95
0,8 SV). ATPL di sekitar ekuator perairan barat Sumatera (5 oLS) pada bulan Februari berada pada kisaran -6 hingga –12 cm. Perairan barat daya Selat Sunda, hampir sepanjang tahun kecepatan vertikal massa air tidak menunjukkan suatu perubahan yang besar. Kecepatan pengangkatan massa air dengan nilai sedikit lebih tinggi hanya terjadi pada bulan Mei - Juni yakni pada kisaran 0,247 – 0,255 m hari-1 dan pada bulan November – Desember dengan kecepatan berkisar antara 0,178 – 0,218 m hari-1. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh angin muson tenggara pada musim timur serta masih kuatnya angin tenggara di perairan barat daya Sumatera dan sekitar Selat Sunda pada bulan November – Desember. Perairan selatan Jawa – Sumbawa, transpor vertikal massa air pada musim barat (Desember – Februari) memperlihatkan perubahan arah transpor vertikal massa air antara bulan Desember dengan bulan Januari – Februari. Pada bulan Desember hampir di sepanjang pantai selatan Jawa – Sumbawa kecepatan vertikal massa air terlihat sangat rendah (mendekati nol) kecuali pada perairan selatan Jawa Barat dimana kecepatan pengangkatan massa air terlihat masih cukup kuat (0,142 m hari-1) dan di perairan selatan perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur terjadi downwelling dimana kecepatannya 0,138 m hari-1 dengan volume massa air yang tenggelam sebesar 0,138 m3 hari-1. Pada bulan Januari dan Februari, di sepanjang pantai selatan Jawa terjadi dwonwelling dimana kecepatan tertinggi berada pada perairan antara perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur yaitu sekitar 0,5 m hari-1 dengan volume massa air yang tenggelam sebesar 0,5 m3 hari-1. Pada bulan Maret, saat angin yang bertiup di perairan selatan Jawa Sumbawa mulai lemah dengan arah yang selalu berubah-ubah, kecepatan transpor vertikal hampir mendekati nol (Gambar 22). Artinya hampir tidak terjadi pergerakan vertikal massa air. Peningkatan transpor vertikal mulai terlihat pada bulan April dengan kecepatan pengangkatan massa air tertinggi dijumpai di perairan selatan Jawa Timur – Bali yakni 0,656 m hari-1. Diperkirakan bahwa perairan selatan Jawa - Bali merupakan lokasi mulai berkembang upwelling di selatan Jawa - Sumbawa (Gambar 22 dan 23).
Pada bulan Mei, upwelling
terlihat mulai meluas di selatan Jawa – Sumbawa dengan kecepatan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan bulan April.
Pada bulan Mei, kecepatan
pengangkatan massa air di selatan Jawa Timur berkisar antara 1,0 – 1,3 m hari-1 dengan volume massa air berada pada kisaran 1,0 – 1,3 m3 hari-1, di perairan
96
selatan Jawa Tengah kecepatannya 0,84 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat sekitar 0,84 m3 hari-1 sedangkan di selatan Jawa Barat kecepatan pengangkatan massa air 0,5 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat sebesar 0,5 m3 hari-1. Seiring dengan makin berkembangnya angin muson tenggara di selatan Jawa – Sumbawa pada musim timur, maka upwelling terlihat semakin intensif dan meluas di sepanjang pantai selatan Jawa – Bali.
Upwelling mencapai
kondisi maksimal pada bulan Juli dan Agustus dengan kecepatan pengangkatan massa air pada bulan Juli berkisar antara 0,71 – 1,70 m hari-1 dengan volumenya berada pada kisaran 0,71 – 1,70 m3 hari-1 dan di bulan Agustus, kecepatannya 0,8 – 1,6 m hari-1 dengan volume transpor 0,8 – 1,6 m3 hari-1.
Secara
keseluruhan pada musim timur, pola sebaran upwelling terlihat semakin meningkat ke arah timur dari perairan selatan Jawa Barat dengan kecepatan maksimum dijumpai di perairan selatan Jawa Timur dan selanjutnya mengalami penurunan ke arah selatan. Dengan demikian pusat upwelling di perairan dekat pantai selatan Jawa pada musim timur diperkirakan berada pada daerah sekitar 110 – 112,5 oBT. Pada bulan September hingga November, angin muson tenggara yang bertiup di perairan selatan Jawa - Sumbawa terlihat mulai lemah, namun transpor vertikal massa air di perairan selatan Jawa masih menunjukkan adanya penaikkan massa air dengan kecepatan yang semakin lemah yakni berada pada kisaran
0,427 – 1,262 m hari-1 dengan volume massa air antara 0,427 –
1,262 m3 hari-1. Secara keseluruhan di perairan ini, kecepatan pengangkatan massa air terlihat masih cukup tinggi pada bulan September dan Oktober terutama di perairan selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan kecepatan vertikalnya berada pada kisaran 1,038 – 1,594 m hari-1 dan volume massa air yang terangkat berada pada kisaran 1,038 – 1,594 m3 hari-1. Indikasi terjadinya upwelling di perairan selatan Jawa - Bali selama musim timur, dan secara khusus di perairan selatan Jawa Timur yang ditunjukkan melalui kecepatan transpor vertikal yang cukup tinggi dari bagian dasar lapisan Ekman ke permukaan perairan. Indikasi terjadinya upwelling juga ditunjukkan dengan menurunnya SPL hingga 26 oC pada bulan Agustus dan rendahnya ATPL yang mencapai level minimum (-16 cm) serta tingginya konsentrasi nitrat di perairan selatan Jawa Timur.
97
Gambaran tentang fenomena upwelling di selatan Jawa juga terlihat melalui sebaran melintang suhu yang menunjukkan menanjaknya isoterm cukup tajam ke arah pantai selama bulan Agustus hingga September 1990 terutama pada Transek 3 yang terletak di perairan selatan Jawa Timur – Bali (Gambar 24). Pada Transek 3, lereng isoterm 8 – 26 oC terlihat menanjak cukup terjal ke arah pantai di kedalaman 0 – 600 m, sedangkan dari sebaran suhu melintang pada Transek 2 dan 4 terlihat bahwa lereng isoterm menanjak sedikit agak landai ke arah pantai bila dibandingkan dengan Transek 3. Di perairan Jawa Barat, upwelling cenderung lemah hal mana terlihat melalui sebaran melintang suhu pada Transek 1 yang mencirikan lereng isoterm 12 – 26 oC yang agak menanjak agak landai ke arah pantai. Transpor Ekman selama musim timur juga memperlihatkan adanya indikasi terjadinya upwelling pada perairan sekatan Jawa – Bali.
Transpor
Ekman yang bergerak menjauhi pantai pada musim timur terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan musim lainnya. Lebih besarnya transpor Ekman menjauhi pantai pada musim timur di perairan selatan Jawa – Bali disebabkan karena bertiupnya angin muson tenggara dengan kecepatan angin yang umumnya lebih tinggi dari pada kecepatan angin pada musim lainnya.
Transpor Nutrien Analisis suplai nutrien secara vertikal di lapisan Ekman pada beberapa grid pengamatan yang mengalami upwelling dilakukan dengan menggunakan data nutrien pada berbagai kedalaman dari hasil survei Baruna Jaya I dan data WOD-NODC (Tabel 10). Hasil analisis memperlihatkan bahwa upwelling di selatan Jawa selama bulan Agustus sangat berperan dalam menyuplai nutrien ke lapisan permukaan perairan terutama di selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur (Grid 27 dan 29). Pada Grid 27, kecepatan vertikal sebesar 1,136 m hari-1 dan volume massa air yang terangkat dari kedalaman 59,31 m sebesar 1135,997 l hari-1. Dari volume massa air yang terangkat tersebut terkandung fosfat dengan suplainya sebesar 408,959 µmol hari-1, silikat sebesar 7.327,178 µmol hari-1 dan nitrat sebesar 5.861,742 µmol hari-1. Di Grid 29, kecepatan upwelling sebesar 0,843 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat dari kedalaman 59,69 m sebesar 843,198 l hari-1 dan nutrien yang disuplai sebesar 708,286 µmol hari-1 (fosfat), 11.585,540 µmol hari-1 (silikat), dan 9.418,521 µmol hari-1 (nitrat).
Meskipun
98
kecepatan suplai nutrien pada Grid 27 lebih tinggi dari pada Grid 29, namun suplai nutrien terbesar terlihat pada Grid 29. Hal ini disebabkan karena Grid 29 merupakan tempat dimana mulai berkembangnya upwelling di selatan Jawa. Keadaan ini mengakibatkan konsentrasi nutrien pada kedalaman 59 m lebih tinggi di perairan selatan Jawa Timur dari pada selatan Jawa Barat.
Gambar 24.
A. Transek 1
B. Transek 2
C. Transek 3
D. Transek 4
Sebaran melintang suhu di perairan selatan Jawa - Bali pada Musim Timur (24 Agustus 1990 – 15 September 1990). Posisi Transek dapat dilihat pada Lampiran 1.
99
Tabel 10.
Bulan
Volume massa air dan konsentrasi nutrien yang terangkat (upwelling) di beberapa gird pengamatan per m2.
Grid
Bujur Timur (oBT)
Lintang (oLS)
DE (m)
WE (m/hari)
Konsentrasi Nutrien (µmol l-1) Fosfat
Silikat
Nitrat
Sumber Data Nutrien
Februari
3 7
95.00 95.00
7.67 12.49
30.02 32.70
-0.286 -0.182
0.25 0.11
3.24 2.72
1.16 0.14
WOD WOD
April
9 12 21
105.62 106.21 106.78
9.12 11.04 12.88
34.83 46.59 49.92
-0.288 -0.094 -0.056
0.22 0.17 0.12
2.95 3.82 3.88
0.24 0.14 0.11
WOD WOD WOD
Agustus
9 27 29
105.47 110.00 114.50
7.54 8.50 9.00
75.69 59.31 59.69
-0.798 -1.136 -0.843
0.35 0.36 0.84
10.72 6.45 13.74
0.48 5.16 11.17
BJ I BPPT BJ I BPPT BJ I BPPT
September
1 9
94.00 105.62
5.00 9.12
79.20 76.59
-0.073 -0.798
0.66 1.12
7.79 21.48
8.87 14.61
WOD WOD
Oktober
9
106.87
9.90
67.00
-0.573
0.77
15.34
18.76
WOD
November
9
106.09
9.41
54.09
-0.518
0.45
11.36
5.53
WOD
Desember
3 5 8 9
95.34 100.67 103.33 105.17
8.00 8.75 9.13 9.13
36.74 33.09 34.05 29.76
-0.279 -0.184 -0.178 -0.142
0.14 0.11 0.12 0.06
3.12 3.36 2.94 3.5
0.4 0.19 0.18 0.17
WOD WOD WOD WOD
Bulan
Grid
Bujur Timur (oBT)
Lintang (oLS)
Februari
3 7
95.00 95.00
April
9 12 21
Agustus
Konsentrasi Nutrien yang Terangkat Fosfat (µmol/hari)
7.67 12.49
Volume Massa Air yang Terangkat (l/hari) 286.419 181.507
71.605 19.966
927.998 493.700
332.246 25.411
105.62 106.21 106.78
9.12 11.04 12.88
288.269 93.721 56.484
63.419 15.933 6.778
850.393 358.014 219.157
69.185 13.121 6.213
9 27 29
105.47 110.00 114.50
7.54 8.50 9.00
798.000 1135.997 843.198
279.300 408.959 708.286
8554.560 7327.178 11585.540
383.040 5861.742 9418.521
September
1 9
94.00 105.62
5.00 9.12
72.549 798.098
47.882 893.870
565.156 17143.152
643.509 11660.217
Oktober
9
106.87
9.90
572.598
440.900
8783.650
10741.935
November
9
106.09
9.41
517.674
232.953
5880.773
2862.736
Desember
3 5 8 9
95.34 100.67 103.33 105.17
8.00 8.75 9.13 9.13
279.494 183.971 177.949 142.037
39.129 20.237 21.354 8.664
872.021 618.143 523.169 497.130
111.798 34.955 32.031 24.146
Keterangan: DE WE BJ I WOD
= Kedalaman lapisan Ekman = Kecepatan vertikal (- = upwelling) = Baruna Jaya I = World Ocean Data
Silikat (µmol/hari)
Nitrat (µmol/hari)
100
Di selatan Jawa Barat (Grid 9), upwelling terlihat terjadi selama musim timur hingga Desember. Selama musim timur, upwelling cenderung lebih kuat namun lebih lemah dari upwelling yang terjadi di selatan Jawa Tengah – Bali dan semakin melemah di bulan Oktober – Desember. Pada musim Timur (Agustus – September), rata-rata kecepatan upwelling pada bagian dasar lapisan Ekman (± 76 m) di perairan ini sekitar 0,798 m hari-1 dengan volume massa air yang terangkat sebesar 798 l hari-1. Meskipun kecepatan dan volume massa air yang terangkat pada bulan Agustus dan September hampir sama besar namun nutrien yang terangkat selama bulan September lebih besar dari pada bulan Agustus. Hal ini kemungkinan karena pengaruh upwelling yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya yang mengakibatkan konsentrasi nutrien pada kedalaman yang sama lebih besar konsentrasinya pada bulan September. Besarnya nutrien yang terangkat
pada
bulan
Agustus
sebesar
279,300
µmol
hari-1
(fosfat),
8.554,560 µmol hari-1 (silikat), dan 383,040 µmol hari-1 (nitrat), sedangkan pada bulan September sebesar 893,870 µmol hari-1 (fosfat), 17.143,152 µmol hari-1 (silikat), dan 11.660,217 µmol hari-1 (nitrat). Pada bulan Oktober di perairan ini, meskipun upwelling mulai melemah, namun nutrien yang terangkat terlihat masih efektif terhadap peningkatan kesuburan perairan.
Hal ini disebabkan karena
besarnya suplai nutrien yang terangkat serta dangkalnya lapisan Ekman. Di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Barat, upwelling yang terjadi selama musim barat (Desember dan Februari) dan musim peralihan (April) tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pengkayaan nutrien pada permukaan perairan. Hal ini disebabkan karena uwpelling terlihat sangat lemah sebagai respon terhadap perubahan arah dan kekuatan angin.
Indikasi Upwelling Secara temporal dan spasial, sebaran SPL dan ATPL bulanan rata-rata di selatan Jawa selama musim timur memperlihatkan semakin menurunnya SPL dan ATPL dari bulan Juni hingga September. SPL dan ATPL terendah dijumpai di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur dengan pusatnya di selatan Jawa Timur. Rendahnya SPL dan ATPL di perairan ini merupakan respon terhadap bertiupnya angin muson tenggara yang mengakibatkan terjadinya transpor Ekman ke arah selatan atau barat daya dan menyebabkan terjadinya kekosongan massa air di perairan dekat pantai. Akibatnya ketebalan lapisan permukaan perairan di perairan dekat pantai menjadi berkurang dan lapisan
101
termoklin menjadi lebih dangkal. Keadaan ini menyebabkan terangkatnya massa air dalam yang dingin dan kaya nutiren ke lapisan permukaan untuk mengisi kekosongan massa air. Hal ini merupakan indikasi terjadinya upwelling. Indikasi terjadinya upwelling juga didukung oleh tingginya konsentrasi nitrat, fosfat, silikat, dan klorofil-a permukaan laut. Pusat sebaran SPL dan ATPL bulanan rata-rata terendah di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur menandakan bahwa upwelling di perairan ini lebih kuat dari pada perairan selatan Jawa Barat dan perairan selatan Flores Sumbawa. Hasil perhitungan kecepatan vertikal massa air menjelaskan bahwa selama musim timur terjadi pengangkatan massa air di sepanjang perairan dekat pantai selatan Jawa – Sumbawa dan perairan barat Sumatera dengan kecepatan vertikal tertinggi dijumpai di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur. Selama musim timur kecepatan vertikal tertinggi di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur di jumpai pada bulan Juli – Agustus. Akan tetapi tingginya kecepatan pengangkatan massa air ke permukaan tidak didukung oleh besarnya transpor Ekman (MYE) yang meninggalkan pantai.
Susanto et al. (2006)
berdasarkan analisis harmonik dan data ocean color bulanan rata-rata mengatakan bahwa bertiup angin muson tenggara menyebabkan upwelling yang membawa massa air dingin dan kaya nutrien ke lapisan permukaan dan meningkatkan produktivitas primer di perairan selatan Jawa dan barat Sumatra. Kondisi yang berbeda terlihat pada saat muson barat laut yang menyebabkan terjadinya downwelling di perairan barat Sumatra dan selatan Jawa. Karena selama musim timur angin yang bertiup dan gesekan angin komponen sejajar pantai (τx) di selatan Jawa Timur lebih lemah dari pada di selatan Jawa Barat (Gambar 9 F, G, H dan 10 F, G, H) maka transpor Ekman di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur lebih kecil dari pada transpor Ekman di perairan selatan Jawa Barat (Gambar 20 dan 21).
Secara teoritis, gesekan
angin komponen sejajar pantai yang mengakibatkan transpor Ekman merupakan penyebab utama terjadinya upwelling maka seharusnya upwelling di perairan selatan Jawa Barat lebih kuat dari pada di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur. Dengan melihat keadaan di atas, maka upwelling di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur tidak hanya disebabkan oleh transpor Ekman yang bergerak menjauhi pantai (MYE) tetapi kemungkinan juga disebabkan oleh gradien gesekan angin komponen sejajar dan tegak lurus garis pantai yang lebih besar di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur dari pada di selatan Jawa Barat
102
(Gambar 10 F, G, H dan Gambar 11 F, G, H). Besarnya gradien gesekan angin terutama
gesekan
angin
komponen
tegak
lurus
garis
pantai
(∂τy/∂y)
mengakibatkan terjadinya perbedaan transpor Ekman komponen sejajar garis pantai (MxE) antara perairan dekat pantai dan laut lepas. Berdasarkan Tabel 11, Gambar 25 dan Lampiran 11 terlihat bahwa selama musim timur, di perairan dekat pantai selatan Jawa (ke laut lepas hingga 10 oLS) gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai ke arah laut lepas (∂MxE/∂y) menunjukkan perubahan secara positif dimana transpor Ekman massa air yang bergerak ke arah barat di perairan dekat pantai lebih kecil dari pada laut lepas, sedangkan di bagian perairan
10 – 15 oLS gradien transpor Ekman
komponen sejajar garis pantai menuju laut lepas (∂MxE/∂y) menunjukkan perubahan secara negatif dengan nilai yang sangat kecil. Kecilnya perubahan transpor Ekman komponen sejajar garis pantai dari posisi 10 oLS ke 15 oLS karena gesekan angin komponen menegak garis pantai umumnya memiliki kekuatan yang hampir sama. Di selatan Jawa Barat (107,5 oBT dan 7,9 – 10,0 oLS), gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai untuk jarak 1o ke arah laut lepas (∂MxE/∂y) pada bulan Juni sebesar 199,01 kg det-1 m-1, sedangkan pada bulan Juli dan Agustus berturut-turut adalah 233,82 kg det-1 m-1 dan 207,79 kg det-1 m-1. Di selatan Jawa Tengah (110 oBT dan 7,9 – 10,0 oLS), gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai untuk jarak 1o ke arah laut lepas (∂MxE/∂y) sebesar 640,12 kg det-1 m-1 (Juni), 853,46 kg det-1 m-1(Juli) dan 993,51 kg det-1 m-1 (Agustus), sedangkan di selatan Jawa Timur (112.5 oBT dan 8,5 – 10,0 oLS) sebesar 784,99 kg det-1 m-1 (Juni), 1037,38 kg det-1 m-1 (Juli) dan 1231,55 kg det-1 m-1 (Agustus).
Dengan demikian secara spasial, gradien
transpor Ekman komponen sejajar garis pantai ke arah laut lepas selama musim timur di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur lebih besar dari pada di selatan Jawa Barat (Tabel 11 dan Gambar 25 A – C). Di perairan selatan Jawa (perairan dekat pantai hingga 10 oLS), gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai menunju laut lepas (∂MxE/∂y) selama musim timur menunjukkan peningkatan dari bulan Juni hingga Agustus Keadaan tersebut di atas memberi gambaran bahwa upwelling di selatan Jawa terjadi di bagian perairan dekat pantai hingga 10 oLS, sedangkan di bagian perairan 10 – 15 oLS tidak terjadi upwelling. Gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai menunju laut lepas (∂MxE/∂y) selama musim timur juga
103
menunjukkan lebih intensif upwelling bulan Agustus dari pada bulan Juni – Juli dengan pusat upwelling di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur. Di perairan selatan Bali – Sumbawa (115 dan 117 oBT) gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai ke arah laut lepas (∂MxE/∂y) menunjukkan perubahan secara negatif yang dicirikan dengan lebih besarnya transpor Ekman ke arah barat di dekat pantai dari pada laut lepas. Di perairan ini, semakin ke laut lepas, gradien transpor Ekman komponen sejajar pantai mengalami perubahan yang sangat kecil.
Hal ini menunjukkan bahwa gesekan angin
komponen menegak garis pantai lebih kuat di perairan dekat pantai dari pada perairan lepas pantai dan juga kekuatan gesekan angin komponen menegak pantai di perairan laut lepas (> 12,5 oLS) cenderung konstan Lebih besarnya gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai yang bergerak ke arah barat di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur ( dekat pantai hingga 10 oLS) kemungkinan yang menyebabkan lebih intensifnya upwelling di perairan ini bila dibandingkan dengan perairan selatan Jawa. Lebih kecilnya transpor Ekman komponen sejajar garis pantai di perairan dekat pantai mengakibatkan paras laut menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan perairan laut lepas yang memiliki transpor Ekman ke arah barat yang lebih besar. Perbedaan tinggi paras laut tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan tekanan pada lapisan Ekman dimana tekanan air lebih tinggi di perairan dekat pantai dari pada laut lepas. Dampaknya massa air akan bergerak dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah dan menyebabkan terjadinya kekosongan massa air lapisan permukaan yang mengakibatkan terjadinya mengangkatan massa air dalam (upwelling). Dengan demikian semakin besar gradien positif transpor Ekman komponen sejajar pantai menuju laut lepas maka kecepatan vertikal upwelling akan semakin kuat dan upwelling akan menjadi lemah bila gradien transport Ekman komponen sejajar pantai semakin kecil. Berdasarkan gradien transpor Ekman sejajar garis pantai ke arah laut lepas dapat (∂MxE/∂y) terlihat bahwa upwelling selama musim timur di selatan Jawa terjadi pada bagian perairan dekat pantai hingga 10 oLS. Hal mana juga dikatakan oleh Purba (1995) berdasarkan perhitungan deformasi radius Rossby bahwa upwelling yang terjadi di perairan selatan Jawa berada pada radius sekitar 40 km dari garis pantai.
104
Tabel 11. Gradien transpor Ekman komponen sejajar pantai per 1 oLS ke arah laut lepas (∂MxE/∂y) di perairan selatan Jawa – Sumbawa selama musim timur.
Lokasi
Selatan JaBar
Selatan JaTeng
Selatan JaTim
Selatan Bali
Selatan Flores
Bujur Timur o ( BT)
107.5
110.0
112.5
115.0
Lintang Selatan o ( LS)
Jarak (m)
7.9 10.0
Juni
Juli
Agustus
MXE
∂MxE/∂y
MXE
∂MxE/∂y
MXE
∂MxE/∂y
230143
836.72 1248.68
199.01
1240.58 1724.59
233.82
1627.31 2057.44
207.79
10.0 12.5
277950
1248.68 1080.09
-67.44
1724.59 1379.44
-138.06
2057.44 1598.00
-183.78
12.5 15.0
277950
1080.09 1164.66
33.83
1379.44 1318.62
-24.33
1598.00 1388.86
-83.66
7.9 10.0
230143
20.56 1345.60
640.12
26.56 1793.22
853.46
18.95 2075.51
993.51
10.0 12.5
277950
1345.60 1007.66
-135.18
1793.22 1378.56
-165.86
2075.51 1558.88
-206.65
12.5 15.0
277950
1007.66 999.36
-3.32
1378.56 1208.60
-67.98
1558.88 1323.69
-94.08
8.5 10.0
171217
139.06 1347.94
784.99
140.10 1737.66
1037.38
188.66 2085.25
1231.55
10.0 12.5
277950
1347.94 935.34
-165.04
1737.66 1284.15
-181.40
2085.25 1409.40
-270.34
12.5 15.0
277950
935.34 830.55
-41.92
1284.15 1085.25
-79.56
1409.40 1236.00
-69.36
8.8 10.0
138975
1298.51 1191.29
-85.78
1781.42 1497.11
-227.45
1980.15 1529.41
-360.59
10.0 12.5
277950
1191.29 891.43
-119.94
1497.11 1178.54
-127.43
1529.41 1214.09
-126.13
12.5 15.0
277950
891.43 708.76
-73.07
1178.54 927.36
-100.47
1214.09 1023.18
-76.36
10.0 12.5
277950
1136.37 834.82
-120.62
1412.83 1062.83
-140.00
1274.61 1047.92
-90.68
12.5 15.0
277950
834.82 588.35
-98.59
1062.83 735.50
-130.93
1047.92 774.01
-109.56
117.5
Keterangan: 1. Selama bulan Juni – Agustus, transpor Ekman komponen sejajar pantai (MxE) di perairan selatan Jawa – Sumbawa bergerak ke arah barat. 2. MXE (kg det-1m-1) 3. ∂MxE/∂y (kg m-1det-1/1o)
105
o
Selatan Jawa Barat (107.5 oBT)
Selatan Jawa Tengah (110 BT) 2500
1000
500
-1
1500
-1
-1 -1
1500
B
2000
(kg det m )
Transpor Ekman Komponen x
A
2000
(kg det m )
Transpor Ekman Komponen x
2500
1000
500
0
0 7
9
11
13
15
7
9
Lintang Selatan (oLS) Juni
Juli
Agustus
Juni
o
15
Juli
Agutus
Selatan Bali (115 BT)
2500
1000
500
(kg det m )
-1
1500
D
2000 -1
-1
C
1500
-1
Transpor Ekman Komponen x
2500
2000
(kg det m )
13
o
Selatan Jawa Timur (112.5 BT)
Transpor Ekman Komponen x
11
Lintang Selatan (oLS)
1000
500
0
0 7
9
11
13
7
15
9
Juli
13
15
Lintang Selatan ( LS)
Lintang Selatan ( LS) Juni
11
o
o
Agustus
Juni
Juli
Agustus
o
Selatan Flores (117.5 BT)
E
2000 -1
(kg det m )
1500
-1
Transpor Ekman Komponen x
2500
1000
500
0 7
9
11
13
15 o
Lintang Selatan ( LS) Juni
Gambar 25.
Juli
Agustus
Gradien transpor Ekman komponen sejajar pantai ke arah laut lepas di perairan selatan Jawa – Sumbawa selama musim timur. A = Selatan Jawa Barat; B = Selatan Jawa Tengah; C = Selatan Jawa Timur; D = Selatan Bali; E = Selatan Flores.
106
dimana tekanan air lebih tinggi di perairan dekat pantai dari pada laut lepas. Dampaknya massa air akan bergerak dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah dan menyebabkan terjadinya kekosongan massa air lapisan permukaan yang mengakibatkan terjadinya mengangkatan massa air dalam (upwelling). Dengan demikian semakin besar gradien positif transpor Ekman komponen sejajar pantai menuju laut lepas maka kecepatan vertikal upwelling akan semakin kuat dan upwelling akan menjadi lemah bila gradien transport Ekman komponen sejajar pantai semakin kecil. Selain itu, kuatnya upwelling di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur kemungkinan juga disebabkan oleh arus yang mengalir di perairan tersebut. Berdasarkan gambar pola arus permukaan perairan selatan Jawa selama musim Timur (Wyrtki, 1961)
Arus Katulistiwa Selatan (AKS) di selatan Jawa Timur
terlihat lebih kuat bila dibandingkan dengan perairan selatan Jawa Barat.
Letak
perairan selatan Jawa Timur yang lebih dekat dengan poros AKS dan kuatnya AKS yang mengalir ke arah barat mengakibatkan paras laut di perairan dekat pantai menjadi lebih rendah. Berbeda dengan perairan selatan Jawa Timur, di selatan Jawa Barat letak AKS yang lebih ke selatan diperkirakan merupakan penyebab muka air di perairan selatan Jawa Barat lebih tinggi dari pada Jawa Timur. Purba (2007) mengatakan bahwa lebih dekatnya poros AKS di pantai selatan Jawa Timur dibandingkan di selatan Jawa Barat menyebabkan kecepatan arus di perairan dekat pantai selatan Jawa Timur lebih tinggi dari pada di selatan Jawa Barat. Lebih rendahnya arus di selatan Jawa Barat karena dalam pergerakannya AKS sedikit ke arah barat daya di selatan Jawa Barat. Selanjutnya menurut Purba (2007) bahwa semakin kuatnya arus ke arah barat di selatan Jawa Timur harus diimbangi oleh gradien tekanan tegak lurus pantai yang mengakibatkan paras laut harus lebih rendah di pantai dan hal ini diperkirakan menjadi penyebab lebih besarnya total transpor massa air menjauhi pantai di selatan Jawa Timur bila dibandingkan dengan perairan selatan Jawa Barat.
Selain itu, lemahnya
upwelling di selatan Jawa Barat selama musim timur kemungkinan disebabkan karena lebih kecilnya gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai yang bergerak ke arah barat antara perairan dekat pantai dan perairan laut lepas (∂MxE/∂y) (Gambar 25 A). Di perairan selatan Bali dan Flores (115 dan 117,5 oBT), selama musim timur, upwelling terlihat sangat lemah. Keadaan ini kemungkinan disebabkan
107
karena gradien transpor Ekman komponen sejajar garis pantai antara perairan dekat pantai dan laut lepas (∂MxE/∂y) bersifat negatif dimana transpor Ekman komponen sejajar pantai lebih besar di perairan dekat pantai dari pada laut lepas (Gambar 25 D, E). Akibatnya terjadi kemiringan paras laut ke arah pantai dan memungkinkan massa air laut lepas bergerak menuju pantai.
Selain itu
lemahnya upwelling kemungkinan disebabkan karena perairan ini jauh dari poros AKS yang diduga berperan dalam meningkatkan total transpor massa air permukaan meninggalkan pantai di selatan Jawa Timur.
Dengan demikian
upwelling yang cenderung lemah di bagian perairan ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh gesekan angin komponen sejajar pantai yang memungkinan massa air bergerak menjauhi pantai. Seperti halnya dengan perairan selatan Jawa, upwelling juga terlihat di perairan barat daya Selat Sunda dan barat Sumatera pada bulan Oktober – Desember namun dengan kekuatan yang lebih lemah. Faktor utama upwelling di bagian perairan ini adalah angin muson tenggara yang terlihat masih bertiup hingga bulan November. Tiupan angin muson tenggara menyebabkan transpor Ekman menjauhi pantai di barat daya Selat Sunda pada bulan Oktober yang berada pada kisaran 0,6 – 1,3 Sv sedangkan di barat Sumatera sebesar 0,9 Sv (daerah sekitar 5 oLS). Lemahnya upwelling di perairan barat daya Selat Sunda dan barat Sumatera juga terlihat melalui sebaran SPL dan ATPL bulanan ratarata yang tidak terlalu rendah bila di bandingkan dengan selatan Jawa Sumbawa. Selain itu upwelling di perairan barat daya Selat Sunda kemungkinan juga disebabkan karena lebih dekatnya dengan poros AKS yang mengalir dengan kuat dan mengalami pembelokan ke arah barat daya. Berdasarkan Tabel 4 dan 5 terlihat ada sedikit pergeseran nilai SPL terendah ke arah barat.
Pada bulan Juli, massa air dengan SPL terendah
terlihat di selatan Jawa Timur – Bali (Lokasi 8 dan 9), bulan Agustus dan September berada pada Lokasi 7 dan 8 (Jawa Tengah – Jawa Timur). Pada bulan Oktober, nilai SPL rata-rata terendah berada di Lokasi 6 dan 7 (selatan Jawa Barat – Jawa Tengah) dan selanjutnya pada bulan November berada di selatan Jawa Barat (Lokasi 6 dan 5). Pergeseran nilai SPL terendah di selatan Jawa kemungkinan disebabkan karena bergeraknya massa air dingin akibat upwelling di selatan Jawa Timur ke arah barat serta juga kemungkinan karena masih kuatnya tiupan angin di selatan Jawa Barat setelah musim timur sehingga
108
bahang yang dilepaskan dari permukaan laut ke udara lebih besar dari pada di selatan Jawa Timur. Peningkatan sebaran klorofil-a di perairan selatan Jawa – Sumbawa dan perairan barat Sumatera selama musim timur merupakan respon terhadap peningkatan intensitas upwelling. Penyebab peningkatan konsentrasi klorofil-a yakni upwelling yang mensuplai nutrien dalam jumlah yang cukup ke lapisan permukaan perairan. Peningkatan klorofil-a secara signifikan terlihat di selatan Jawa Tengah – Jawa Timur (Lokasi 8 dan 9) yang merupakan area dimana upwelling terjadi secara intensif dengan kecepatan yang cukup tinggi. Berdasarkan Gambar 26 terlihat bahwa di selatan Jawa Timur (Lokasi 9), ratarata nilai klorofil-a meningkat dari 0,29 mg m-3 pada bulan Juni menjadi 0,95 mg m-3 pada bulan Oktober. Peningkatan konsentrasi klorofil-a pada setiap lokasi pengamatan memperlihatkan hubungannya dengan nilai ATPL dan SPL. Nilai ATPL dan SPL yang rendah di setiap lokasi pengamatan biasanya selalu diikuti dengan meningkatnya konsentrasi nitrat.
Menurut Hendiarti et al. (2004)
berdasarkan hasil pengukuran CTD di area pusat upwelling perairan selatan Jawa Timur diperoleh bahwa pada bulan September SPL berada pada kondisi yang rendah yakni 26,5 oC namun memiliki konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi yakni berada pada kisaran 0,6 – 1 mg m-3, sedangkan pada bulan Maret, SPL cukup tinggi yakni berkisar antara 28,5 – 29 oC dan konsentrasi klorofil-a sangat rendah yakni sekitar 0,1 mg m-3. Secara umum dari Gambar 26 terlihat bahwa di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa, nilai rata-rata klorofil-a bulanan rata-rata untuk setiap lokasi memperlihatkan peningkatan konsentrasi selama musim timur dan selanjutnya mencapai konsentrasi tertinggi pada bulan Oktober. Peningkatan konsentrasi klorofil-a selalu bersamaan dengan menurunnya ATPL dan SPL serta meningkatnya konsentrasi nutrien. Keadaan yang demikian menunjukkan bahwa peningkatan klorofil-a pada permukaan laut untuk setiap lokasi pengamatan kemungkinan disebabkan karena adanya upwelling. Hal ini ditandai dengan nilai SPL yang rendah dan ATPL yang berada di bawah level surface. Pada bulan Oktober, intensitas upwelling di selatan Jawa telah berkurang namun nilai klorofil-a bulanan rata-rata untuk tiap lokasi berada pada konsentrasi yang cukup tinggi. Hal ini kemungkinan karena terjadinya akumulasi jumlah nutrien pada lapisan permukaan yang terangkat saat upwelling selama musim timur.
109
I
I 1.0
0.8
15 10
29
4.0
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
0.0
25
SPL
3.0
0 -5 -10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
SPL
Nitrat
1.0
10
29
4.0 3.0
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
25
0.0
SPL
28 0 -5
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
ATPL
5 0.6
Nitrat
-10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Nitrat
SPL
ATPL
III
III 1.0 0.8
15
30
5.0
10
29
4.0
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
25
0.0
SPL
0.4
Nitrat
3.0
0 -5 -10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
ATPL
5 28
0.6
SPL
Nitrat
IV
ATPL
IV
1.0
0.8
15
30
5.0
10
29
4.0
5
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
25
0.0 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
Gambar 26.
Nitrat
28
SPL
3.0
Nitrat
0.6
0
ATPL
Klorofil-a
15
30
5.0
0.8
Klorofil-a
ATPL
II
II
Klorofil-a
ATPL
5 28
0.6
Nitrat
Klorofil-a
30
5.0
-5 -10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des SPL
ATPL
Klorofil-a (mg m-3), Nitrat (µmol l-1), SPL (oC), ATPL (cm) bulanan rata-rata per lokasi pengamatan. I = Lokasi 1; II = Lokasi 2; III = Lokasi 3; IV = Lokasi 4. Posisi lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5.
110
V
V 1.0
0.8
15 10
29
4.0
5
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
0.0
25
SPL
3.0
0 -5 -10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
SPL
Nitrat
VI
ATPL
VI
1.0
30
5.0
0.8
4.0
29
0.6
3.0
28
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
25
15 10
ATPL
SPL
5
Nitrat
Klorofil-a
ATPL
28
0.6
Nitrat
Klorofil-a
30
5.0
0 -5
0.0 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
Nitrat
SPL
ATPL
VII
1.0
30
5.0
15 10
29
0.8
4.0
0.6
3.0
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
25
5
0.0
0 -5 -10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
ATPL
28
SPL
Nitrat
SPL
Nitrat
VIII
ATPL
VIII
1.0
30
5.0
0.8
4.0
29
0.6
3.0
28
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
0.0
25
15 10
SPL
Nitrat
5 0
ATPL
Klorofil-a
-15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
VII
Klorofil-a
-10
-5
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
Gambar 26.
Nitrat
-10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des SPL
ATPL
Lanjutan. V = Lokasi 5; VI = Lokasi 6; VII = Lokasi 7; VIII = Lokasi 8. Posisi lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5.
111
IX
IX 1.0
0.8
15 10
29
4.0 3.0
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
0.0
25
28
SPL
0 -5 -10 -15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
SPL
Nitrat
ATPL
X
X 1.0 0.8
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
25
SPL
3.0
0.4
-5
-10
-15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
0
28
0.6
0.0
5
29
4.0
Nitrat
SPL
Nitrat
XI
XI
1.0
30
5.0
0.8
4.0
29
0.6
3.0
28
0.4
2.0
27
0.2
1.0
26
0.0
0.0
15 10
SPL
5
Nitrat
Klorofil -a
ATPL
0
ATPL
Klorofil-a
30
5.0
ATPL
Klorofil-a
ATPL
5 0.6
Nitrat
Klorofil-a
30
5.0
-5
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Klorofil-a
Gambar 26.
Nitrat
-10
25
-15 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des SPL
ATPL
Lanjutan. IX = Lokasi 9; X = Lokasi 10; XI = Lokasi 11. Posisi lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5.
Bila membandingkan karakteristik massa air perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur pada bulan Maret dan Agustus maka pada bulan Maret karakteristik massa air dicirikan dengan SPL tinggi, konsentrasi nitrat rendah dan ATPL berada di atas level surface
sedangkan pada bulan Agustus, puncak
terjadinya upwelling, SPL dan ATPL sangat rendah dengan konsentrasi nitrat tinggi.
Kuatnya upwelling di perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur
dengan kecepatan vertikal transpor 1,6 m hari-1 dan volume massa air yang terangkat 1,6 m3 hari-1 pada bulan Agustus mengakibatkanterjadinya peningkatan
112
konsentrasi nitrat sebanyak 10,58 kali lebih tinggi dari konsentrasi nitrat bulanan rata-rata pada bulan Maret yakni dari 0,399 µmol l-1 menjadi 1,731 µmol l-1 bahkan menjadi 23,85 kali lebih tinggi pada bulan September.
Akibat
peningkatan konsentrasi nitrat, klorofil-a di perairan ini mengalami peningkatan konsentrasi sebanyak 3,43 kali pada bulan Agustus dan 4,21 kali pada bulan September jika dibandingkan dengan konsentrasi klorofil-a pada bulan Maret. Di bulan Maret, nilai klorofil-a rata-rata 0,131 mg m-3 dan menjadi 0,580 mg m-3 pada bulan Agustus dan 0,682 mg m-3 pada bulan September. Di perairan barat Sumatera dan barat daya Selat Sunda berdasarkan perhitungan
kecepatan
transpor
vertikal
memperlihatkan
lemahnya
pengangkatan massa air selama musim timur. Keadaan ini juga terlihat melalui ATPL yang tidak terlalu rendah yakni rata-rata sekitar -5 cm.
Lemahnya
upwelling mengakibatkan konsentrasi klorofil-a permukaan perairan tidak mengalami peningkatan secara siginifikan. Kecepatan vertikal massa air selama musim timur di perairan barat Sumatera berada pada kisaran 0,09 – 3,6 m hari-1 sedangkan di barat daya Selat Sunda berkisar antara 0,03 – 0,25 m hari-1. Di perairan barat Sumatera (Lokasi 1 dan 2), konsentrasi nitrat dan klorofil-a terendah berada pada bulan April. Nilai klorofil-a rata-rata per lokasi pada bulan April sebesar 0,102 mg m-3 (Lokasi 1) dan 0,105 mg m-3 (Lokasi 2) sedangkan nitrat sebesar 0,004 µmol l-1 (Lokasi 1) dan 0,005 µmol l-1 (Lokasi 2). Pada musim timur, klorofil-a dan nitrat terlihat mengalami peningkatan konsentrasi dan terus meningkat hingga bulan Oktober dimana pada bulan Oktober konsentrasi klorofil-a berada pada kisaran 0,13 – 0,16 mg m-3 atau mengalami peningkatan sebanyak 1.3 – 1,5 kali dari konsentrasi pada bulan April sedangkan nitrat mengalami peningkatan konsentrasi sebanyak 32 kali (Lokasi 1) dan 108 kali (Lokasi 2) dari bulan April dimana konsentrasi nitrat pada bulan Oktober sebesar 0,129 µmol l-1 (Lokasi 1) dan 0,541 µmol l-1 (Lokasi 2). Perairan barat daya Selat Sunda (Lokasi 4), nilai klorofil-a dan nitrat permukaan laut selama musim timur memperlihatkan peningkatan konsentrasi yang lebih besar dari perairan barat Sumatera.
Pada bulan Mei, klorofil-a dan
nitrat berada pada tingkat konsentrasi yang sangat rendah. Konsentrasi klorofil-a pada bulan Mei berkisar antara 0,111 – 0,305 mg m-3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,158 mg m-3 dan meningkat 2 kali lebih banyak pada bulan Agustus dan 2,5 kali pada bulan Oktober dimana nilai konsentrasi klorofil-a rata-rata pada bulan Agustus sebesar 0,314 mg m-3 dan pada bulan Oktober sebesar
113
0,401 mg m-3.
Konsentrasi nitrat pada bulan Mei sebesar 0,006 µm l-1 dan
meningkat menjadi 0,913 µmol l-1 pada bulan Agustus serta 2,084 µmol l-1 pada bulan Oktober. Dengan demikian di barat daya selat Sunda nitrat pengalami peningkatan sebanyak atau 152 kali pada bulan Agustus dan 347 kali pada bulan Oktober bila dibandingkan dengan konsentrasi nitrat pada bulan Mei. Secara umum, upwelling di perairan sekitar Selat Sunda lebih lemah dari perairan selatan Jawa. Namun demikian dari sebaran klorofil-a terlihat bahwa cenderung lebih tinggi bila di bandingkan dengan konsentrasi klorofil-a di selatan Jawa Barat. Keadaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh karekateristik perairan Selat Sunda yang massa airnya selama musim timur di pengaruhi oleh massa air Laut Jawa dan massa air yang masuk ke Samudera Hindia dan massa air selatan Jawa yang disuplai melalui AKS. Menurut Hendiarti (2003) bahwa variasi spasial dan temporal karakteristik massa air Selat Sunda dipengaruhi oleh masuknya massa air dari Laut Jawa dan Samudera Hindia.
Hubungan klorofil-a dengan suhu permukaan laut (SPL) Di perairan selatan Jawa Timur – Bali (Lokasi 8 dan 9), sebaran konsentrasi klorofil-a terlihat lebih tinggi dari pada lokasi lainnya dimana konsentrasi yang tinggi berada pada kisaran SPL 24,5 – 26,5 oC (Gambar 27). SPL yang sangat rendah merupakan indikasi kuatnya upwelling yang terjadi di Lokasi 8 dan 9. Di Lokasi 8 di jumpai konsentrasi klorofil-a maksimum yakni 3,5 mg m-3 pada suhu 24,5 oC. Selain itu di Lokasi 8 dan 9 juga terlihat sebaran konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada kisaran SPL 27 – 29 oC.
Keadaan
demikian disebabkan karena pada saat tersebut Lokasi 8 dan 9 sudah tidak terjadi lagi upwelling atau upwelling mulai lemah sehingga massa air permukaan perairan menjadi hangat akan tetapi akibat upwelling yang terjadi pada bulanbulan sebelumnya menyebabkan terjadinya akumulasi nutrien. Kondisi ini masih memicu peningkatan konsentrasi klorofil-a.
Hal ini terlihat melalui sebaran
klorofil-a pada Oktober hingga Desember dimana konsentrasinya cenderung cukup tinggi. Hendiarti et al. (2004) berdasarkan hasil analisis data SeaWiFS dan AVHRR mendapatkan bahwa selama muson tenggara di perairan selatan Jawa Timur konsentrasi klorofil-a lebih tinggi dari 0,8 mg m-3 dan SPL lebih rendah dari 28 oC merupakan indikasi terjadinya upwelling pada daerah tersebut. Di perairan selatan Jawa Barat (Lokasi 5 dan 6), pola hubungan SPL dengan klorofil-a cenderung hampir sama dimana konsentrasi klorofil cenderung
114
rendah meskipun massa air dingin. Hal ini terlihat melalui gambar hubungan sebaran SPL dengan klorofil-a yang umumnya berada < 0,5 mg m-3 pada kisaran suhu 25 – 32 oC. Namun demikian dari gambar hubungan SPL dan klorofil-a terlihat ada sejumlah data pengamatan yang menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi klorofil-a mencapai 0,5 – 1,5 mg m-3 pada sebaran SPL rendah ( 25 – 27 oC).
I
II
4.0
4.0
3.0
Klorofil-a
Klorofil-a
3.0
2.0
1.0
2.0
1.0
0.0
0.0 24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
24
25
26
27
28
SPL
4.0
4.0
3.0
3.0
Klorofil-a
Klorofil-a
30
31
32
33
29
30
31
32
33
29
30
31
32
33
IV
III
2.0
2.0
1.0
1.0
0.0
0.0 24
25
26
27
28
29
30
31
32
24
33
25
26
27
28
SPL
SPL
V
VI
4.0
4.0
3.0
3.0
Klorofil-a
Klorofil-a
29
SPL
2.0
1.0
2.0
1.0
0.0
0.0 24
25
26
27
28
29
SPL
Gambar 27.
30
31
32
33
24
25
26
27
28
SPL
Sebaran hubungan SPL (oC) dengan klorofil-a (mg m-3) sepanjang tahun pada setiap lokasi pengamatan. I = Lokasi 1; II = Lokasi 2; III = Lokasi 3; IV = Lokasi 4; V = Lokasi 5; VI = Lokasi 6. Posisi stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5
115
VIII
VII 4.0
4.0
3.0
Klorofil-a
Klorofil-a
3.0
2.0
2.0
1.0
1.0
0.0
0.0 24
25
26
27
28
29
30
31
32
24
33
25
26
27
28
30
29
30
31
32
33
X
IX 4.0
4.0
3.0
3.0
Klorofil-a
Klorofil-a
29
SPL
SPL
2.0
2.0
1.0
1.0
0.0
0.0
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
24
25
26
27
28
31
32
33
SPL
SPL
XI 4.0
Klorofil-a
3.0
2.0
1.0
0.0 24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
SPL
Gambar 27.
Lanjutan. VII = Lokasi 7; VIII = Lokasi 8; IX = Lokasi 9; X = Lokasi 10; XI = Lokasi 11. Posisi stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5
Di perairan barat Sumatera (Lokasi 1 – 3) secara umum, sepanjang tahun sebaran SPL yang rendah tidak menunjukkan hubungan dengan klorofil-a yang tinggi. Hal ini juga terlihat melalui sebaran SPL dan klorofil-a bulanan rata-rata (Gambar 13 dan 19) dimana pada 99 dan 101 oBT klorofil-a tidak mengalami peningkatan konsentrasi secara signifikan meskipun SPL mengalami penurunan. Berbeda dengan perairan barat Sumatera, hubungan klorofil-a dengan SPL di perairan sekitar Selat Sunda (Lokasi 4) memperlihatkan pola yang sedikit berbeda dimana klorofil-a umumnya rendah dan sedikit mengalami peningkatan konsentrasi menjadi 0,5 – 1,0 mg m-3 pada kisaran SPL 26,5 – 29,5 oC.
116
Peningkatan klorofil-a di perairan ini terjadi pada bulan Agustus dan September. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pengaruh massa air yang kaya nutrien dari perairan selatan Jawa yang yang disuplai oleh oleh AKS dan massa air dari perairan Indonesia yang masuk melalui Selat Sunda yang umumnya lebih kaya kandungan nutirennya. Menurut Hendiarti et al. (2004), Selat Sunda secara musiman di pengaruhi oleh transpor massa air dari Laut Jawa dan Samudera Hindia. Karakteristik massa air yang ditranspor dari Laut Jawa selama bulan Juni hingga September yaitu massa air dengan SPL lebih tinggi dari 29,5 oC dan konsentrasi klorofil-a lebih dari 0,5 mg m-3. Keadaan ini memungkinkan massa air perairan sekitar Selat Sunda menjadi lebih hangat namun mengandung konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi dari waktu-waktu lainnya. Secara umum sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan selatan Bali – Sumbawa lebih rendah dari perairan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur. Dengan demikian sebaran SPL yang rendah di selatan Bali – Sumbawa tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan konsentrasi klorofil-a. Pada kisaran SPL 28 – 33 oC, konsentrasi klorofil-a pada umumnya sekitar 0,2 mg m-3 sedangkan pada kisaran SPL 26 – 28 oC klorofil-a mengalami sedikit peningkatan konsentrasi dimana berada pada kisaran 0,5 – 1,0 mg m-3. Dengan demikian dari gambar hubungan sebaran SPL dengan klorofil-a pada setiap daerah pengamatan (Gambar 27) secara umum terlihat bahwa klorofil-a mengalami peningkatan konsentrasi pada SPL yang rendah yakni < 27 oC. Keadaan ini terlihat hampir di sepanjang perairan dekat pantai selatan Jawa Timur - Sumbawa. Peningkatan SPL di sepanjang perairan barat Sumatera hingga selatan Jawa – Sumbawa pada musim barat tidak berdampak terhadap perubahan konsentrasi klorofil-a. Pada musim barat, massa air terlihat cukup hangat (29 – 31 oC) dan konsentrasi klorofil-a rendah yakni ≤ 0,2 mg mg m-3 (Gambar 28 A). Pada musim peralihan I, mulai dinginnya massa air di perairan selatan Jawa
Timur
–
Sumbawa
memberikan
pengaruh
terhadap
peningkatan
konsentrasi klorofil-a. Hal ini terlihat melalui peningkatan konsentrasi klorofil-a dari bulan Maret hingga bulan Mei bersamaan dengan menurunnya SPL. Di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah, SPL pada musim peralihan I terlihat masih cukup tinggi terutama pada bulan Maret dan April namun pada bulan Mei, telah mengalami penurun namun tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsentrasi klorofil-a (Gambar 28 B).
117
32
1.6
31
1.4
30
1.2
29
1.0
28
0.8
27
0.6
26
0.4
25
0.2
24
Klorofil-a
SPL
A
0.0 99
101
103
105
107
109
111
113
115
117
119
Bujur Timur SPL Des
SPL Jan
SPL Feb
Klo-Des
Klo-Jan
Klo-Feb
32
1.6
31
1.4
30
1.2
29
1.0
28
0.8
27
0.6
26
0.4
25
0.2
24
Klorofil-a
SPL
B
0.0 99
101
103
105
107
109
111
113
115
117
119
Bujur Timur SPL Mrt
SPL Apr
SPL Mei
Klo-Mrt
Klo-Apr
Klo-Mei
32
1.6
31
1.4
30
1.2
29
1.0
28
0.8
27
0.6
26
0.4
25
0.2
24
Klorofil-a
SPL
C
0.0 99
101
103
105
107
109
111
113
115
117
119
Bujur Timur SPL Jun
Gambar 28.
SPL Jul
SPL Ags
Klo-Jun
Klo-Jul
Klo-Ags
Grafik SPL (oC) dan Klorofil-a (Klo) (mg m-3) bulanan rata-rata di sepanjang perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa. A = musim barat; B = musim peralihan I; C = musim timur. Lintasan pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8.
118
32
1.6
31
1.4
30
1.2
29
1.0
28
0.8
27
0.6
26
0.4
25
0.2
24
Klorofil-a
SPL
D
0.0 99
101
103
105
107
109
111
113
115
117
119
Bujur Timur SPL Sep
Gambar 28.
SPL Okt
SPL Nov
Klo-Sep
Klo-Okt
Lanjutan. D = musim peralihan II. dapat dilihat pada Gambar 8.
Klo-Nov
Lintasan pengamatan
Berdasarkan Gambar 28 C, di sepanjang perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa selama musim timur, SPL mengalami penurunan namun klorofil-a mengalami peningkatan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi klorofil-a secara signifikan terjadi di selatan Jawa Timur – Bali (111 – 115 oBT). Pada bulan Agustus SPL berada pada kisaran < 27 oC dengan konsentrasi klorofil-a lebih besar dari 0,8 mg m-3. Di perairan selatan Bali juga dijumpai klorofil-a yang cukup tinggi yakni 1,5 mg m-3 dengan SPL sekitar 25 oC. Pada musim peralihan II, konsentrasi klorofil-a di sepanjang perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa terlihat masih cukup tinggi namun mulai mengalami penurunan konsentrasi dari bulan September hingga November.
Penurunan konsentrasi klorofil-a dari bulan September hingga
November terlihat mengikuti peningkatan SPL (Gambar 28 D). Dengan berasumsi bahwa SPL yang lebih rendah dari perairan di sekitarnya merupakan karakteristik massa air upwelling, maka dapat dikatakan bahwa sebaran klorofil-a permukaan perairan sangat berhubungan erat dengan pola sebaran SPL.
Atau dapat dikatakan bahwa bila SPL rendah akibat
upwelling maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya konsentrasi klorofil-a akan rendah bila SPL tinggi. Berdasarkan hasil analisis transpor Ekman dan transpor vertikal terlihat bahwa pada musim timur terjadi upwelling hampir di sepanjang perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa sebagai respon terhadap bertiupnya angin muson tenggara. Dengan menggunakan asumsi bahwa SPL yang rendah
119
karena
terjadinya
upwelling
sangat
berhubungan
dengan
peningkatan
konsentrasi klorofil-a maka dilakukan analisis regresi linear untuk melihat hubungan SPL dengan klorofil-a pada musim timur di sepanjang pantai barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa dengan menggunakan data MODIS AQUA klorofil-a dan SPL di sepanjang lintasan pengamatan (Gambar 8). Hasil analisis
regresi
menunjukkan
bahwa
di
perairan
barat
Sumatera
(99 – 103,5 oBT), peningkatan konsentrasi klorofil-a meskipun dalam konsentrasi yang sangat sedikit (< 0,35 mg m-3).
Keadaan tersebut tidak menunjukkan
hubungan yang cukup erat terhadap penurunan SPL. Adapun model persamaan hubungan klorofil-a dengan SPL adalah: Klorofil-a = 1,750 – 0,054 SPL dengan R2 = 0,39 (Gambar 29 A) dan koefisien korelasinya (r) adalah -0,58. Di perairan sekitar Selat Sunda memperlihatkan korelasi negatif yang cukup erat (r = -0,76) dimana semakin menurun SPL akan diikuti dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a.
Adapun model persamaan hubungan klorofil-a dengan
SPL di perairan sekitar Selat Sunda adalah: Klorofil-a = 6,608 – 0,213 SPL dengan R2 = 0,57 (Gambar 29 B). Berbeda dengan massa air perairan barat Sumatera yang cenderung lebih hangat selama musim timur, massa air perairan selatan Jawa umumnya lebih dingin. Massa air dingin tersebut disebabkan karena intensitas upwelling lebih kuat di selatan Jawa dari pada barat Sumatera. Perairan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah (105 – 110 oBT) dan selatan Jawa Timur – Bali
(110 –
o
115 BT) selama musim timur (Gambar 29 C, D), penurunan SPL hingga < 28 oC sangat erat hubungannya dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a. Di selatan Jawa Timur – Bali, daerah pusat upwelling, tingginya konsentrasi klorofil-a hingga mencapai kisaran 0,9 – 2,5 mg m-3 umumnya berada pada suhu 24,5 – 25,5 oC, sedangkan di selatan Jawa Barat – Jawa Tengah pada SPL 25,5 – 27,5 oC, klorofil-a berada pada konsentrasi antara 0,4 – 0,8 mg m-3. Hal ini menunjukkan bahwa perairan dimana upwelling terjadi secara intensif, penurunan SPL sangat berhubungan dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a. Model
persamaan
yang
memperlihatkan
hubungan
SPL
dengan
konsentrasi klorofil-a selama musim timur di selatan Jawa Barat – Jawa Tengah adalah: Klorofil-a = 2,990 – 0, 092 SPL dengan R2 = 0,48
120
A
B
0.6
1.0
0.5
Klorofil-a = 1,750 - 0,054 SPL
0.8
Klorofil-a
Klorofil-a
2
R = 0,39
0.4 0.3 0.2
0.6 0.4
Klorofil-a = 6,608 - 0,213 SPL 2
R =0,57
0.2
0.1 0.0
0.0
27.5
28.5
29.5
30.5
26
27
28
SPL
C
30
D 3.0
1.0 Klorofil-a = 2,990 - 0,092 SPL
0.8
2.5
2
Klorofil-a = 8,480 - 0,289 SPL
R = 0,48
Klorofil-a
Klorofil-a
29
SPL
0.6 0.4 0.2
2
R = 0,51
2.0 1.5 1.0 0.5
0.0
0.0 25
26
27
28
29
30
24
25
26
SPL
27
28
29
SPL
E 2.0
Klorofil-a
1.5
Klorofil-a = 3,25 - 0,101 SPL 2
R = 0,17 1.0
0.5
0.0 25
26
27
28
29
SPL
Gambar 29.
Grafik hubungan klorofil-a (mg m-3) dan SPL (oC) selama musim timur di sepanjang perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Sumbawa. A = Perairan barat Sumatera (99 – 103,5 oBT); B = Perairan Sekitar Selat Sunda (103,5 – 105 oBT); C = Perairan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah (105 – 110 oBT); D = Perairan selatan Jawa Tengah – Bali (110 – 115 oBT); E = Perairan selatan Bali – Sumbawa (115 – 119 oBT). Posisi lintasan pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8.
dan koefisien korelasinya (r) adalah -0,72, sedangkan di selatan Jawa Timur – Bali model persamaannya adalah: Klorofil-a = 8,840 – 0,289 SPL dengan R2 = 0,51
121
dengan koefisien korelasinya (r) adalah -0,71. Dari kedua model persamaan tersebut terlihat bahwa kuatnya upwelling yang menyebabkan menurunnya SPL di selatan Jawa Timur – Bali lebih erat hubungannya dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a bila dibandingkan dengan perairan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah yang lebih lemah intensitas upwelling. Perairan selatan Flores – Sumbawa selama musim timur, secara linear penurunan SPL tidak memberikan respon terhadap peningkatan konsentrasi klorofil-a.
Berdasarkan analisis regresi diperoleh model persamaan sebagai
berikut: Klorofil-a = 3,25 – 0,101 SPL dengan R2 = 0,17 dan koefisien korelasi (r) adalah -0,41. Tidak ada hubungan antara penurunan SPL terhadap konsentrasi klorofil-a kemungkinan disebabkan karena upwelling yang terjadi di perairan ini lebih lemah jika dibandingkan dengan perairan selatan Jawa. Dinginnya massa air selama musim timur di perairan selatan Flores – Sumbawa kemungkinan diakibatkan karena terjadinya transfer bahang oleh badan perairan yang cenderung hangat ke udara yang lebih dingin yang berasal dari daratan Australia. Selain itu lebih hangatnya massa air di perairan ini bila dibandingan dengan selatan Jawa – Bali kemungkinan juga di pengaruhi oleh massa air dari perairan Indonesia yang cenderung lebih hangat. Menurut Chong et al. (2000) bahwa massa air yang masuk ke Samudera Hindia melalui perairan bagian timur selama muson tenggara akan membawa massa air hangat namun kaya nutrien. Kemungkinan hal ini yang mengakibatkan SPL di perairan selatan Bali – Sumbawa cenderung lebih hangat dari selatan Jawa Timur namun memiliki konsentrasi nitrat yang cukup tinggi. Dengan demikian dari analisa regresi untuk melihat hubungan penurunan SPL terhadap peningkatan klorofil-a di sepanjang perairan dekat pantai barat Sumatera hingga selatan Jawa – Sumbawa menunjukkan bahwa perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Bali selama musim timur memiliki korelasi negatif yang sangat erat dengan korelasi tertinggi berada di perairan selatan Jawa Timur – Bali. Bebeda dengan perairan barat Sumatera dan selatan Jawa – Bali, di perairan selatan Flores – Sumbawa (115 – 117 oBT) tidak menunjukkan korelasi yang erat antara penurunan SPL dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a. Dari analisa hubungan klorofil-a dengan SPL dapat dikatakan bahwa rendahnya SPL akibat upwelling memiliki korelasi negatif yang erat dengan
122
peningkatan klorofil-a namun rendahnya SPL bukan karena upwelling tidak memberikan respon terhadap peningkatan konsentrasi klorofil-a. Kuatnya hubungan penurunan SPL dan peningkatan konsentrasi klorofil-a selama musim timur di barat Sumatera dan selatan Jawa disebabkan karena terjadi upwelling, terutama di perairan selatan Jawa Timur – Bali.
Upwelling
menyebabkan terangkatnya massa air dingin dan kaya nutrien ke lapisan permukaan. Keadaan ini akan mempengaruhi karakteristik massa air permukaan serta berpengaruh terhadap fotosintesis fitoplankton. Keadaan ini terlihat melalui tingginya nilai korelasi negatif (r = -0,81) di selatan Jawa Timur – Bali bila dibandingkan dengan perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Barat – Jawa Tengah.
Penaflor et al. (2007) berdasarkan hasil pengamatan kelimpahan
fitoplankton di Selat Luson dengan menggunakan data MODIS mendapatkan bahwa tingginya konsentrasi klorofil-a memberikan korelasi negatif yang sangat erat dengan SPL.
Artinya SPL yang rendah selama upwelling bersamaan
dengan meningkatnya kelimpahan fitoplankton.
Hubungan klorofil dengan nitrat Secara spasial, analisa hubungan klorofil di perairan barat Sumatera dan perairan
selatan
Jawa
-
Sumbawa
pada
ke
11
lokasi
pengamatan
memperlihatkan pola hubungan yang berbeda (Gambar 30 dan Lampiran 12). Di perairan barat Sumatera (Lokasi 1 – 3) peningkatan konsentrasi nitrat meskipun dalam konsentrasi yang rendah namun sangat berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi klorofil. Hasil analisa regresi memperlihatkan bahwa secara linear peningkatan konsentrasi klorofil merupakan fungsi dari peningkatan konsentrasi nitrat.
Dari analisa regresi diperoleh model persamaan untuk
Lokasi 1 sebagai berikut: Klorofil = 0,0918 + 0,390 Nitrat dengan R2 = 0,662 (Gambar 30 I) dan koefisien korelasinya (r) adalah 0,81. Model persamaan ini dapat menjelaskan 66,2 % data pengamatan yang ada. Model persamaan yang menjelaskan hubungan peningkatan konsentrasi nitrat terhadap peningkatan klorofil untuk Lokasi 2 adalah: Klorofil = 0,120 + 0,177 Nitrat dengan R2 =0,731 (Gambar 30 II), dan korelasinya (r) adalah 0,86, sedangkan untuk Lokasi 3 model persamaannya adalah: Klorofil = 0,131+ 0,118 Nitrat dengan R2 =0,577 (Gambar 30 III), dan koefisien korelasinya (r) adalah 0,76.
123
I
II 0.3
0.2
0.2
Klorofil
Klorofil
0.3
0.1
0.1
Klorofil = 0,092 + 0,390 Nitrat 2
R = 0,66
Klorofil = 0,120 + 0,177 Nitrat 2
R = 0,73 0.0
0.0 0.0
0.1
0.1
0.2
0.2
0.3
0.3
0.4
0.0
Nitrat
0.2
0.4
0.6
0.8
Nitrat
III
IV
0.3
0.4
0.3
Klorofil
Klorofil
0.2
0.2
0.1
0.1
Klorofil = 0,131 + 0,118 Nitrat
Klorofil = 0,134 + 0,061 Nitrat
2
R = 0,58
2
R = 0,43
0.0
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
0.0
0.5
1.0
1.5
Nitrat
2.0
2.5
3.0
Nitrat
V
VI 0.6
0.4
0.4
Klorofil
Klorofil
0.6
0.2
0.2 Klorofil = 0,144 + 0,063 Nitrat
Klorofil = 0,132 + 0,063 Nitrat
2
R = 0,42
2
R = 0,56
0.0
0.0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
Nitrat
Gambar 30.
2.5
3.0
3.5
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
Nitrat
Sebaran hubungan Klorofil (mg m-3) dengan Nitrat (µmol l-1) sepanjang tahun pada setiap lokasi pengamatan. I = Lokasi 1; II = Lokasi 2; III = Lokasi 3; IV = Lokasi 4; V = Lokasi 5; VI = Lokasi 6.
124
VII
VIII
0.6
0.8
0.6
K lorofil
Klorofil
0.4
0.4
0.2
0.2
Klorofil = 0,139 + 0,058 Nitrat
Klorofil = 0,149 + 0,071 Nitrat
2
R = 0,62
2
R = 0,60
0.0
0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
0.0
Nitrat
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
Nitrat
IX
X
1.0
0.6
0.8
Klorofil
Klorofil
0.4 0.6
0.4
0.2 0.2
Klorofil = 0,170 + 0,0277 Nitrat
Klorofil = 0,198 + 0,58 Nitrat
2
2
R = 0,20
R = 0,34
0.0
0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
0.0
7.0
1.0
2.0
3.0
Nitrat
4.0
5.0
6.0
7.0
Nitrat
XI 0.6
Klorofil
0.4
0.2 Klorofil = 0,175 + 0,025 Nitrat 2
R = 0,16 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
Nitrat
Gambar 30.
Lanjutan. VII = Lokasi 7; VIII = Lokasi 8, IX = Lokasi 9; X = Lokasi 10; XI = Lokasi 11.
Dengan demikian di perairan barat Sumatera terutama pada Lokasi 1 dan 2, peningkatan konsentrasi klorofil terlihat sangat merespon peningkatan konsentrasi nitrat meskipun dalam konsentrasi yang sedikit. Secara umum di perairan barat Sumatera, nitrat berada dalam konsentrasi yang kecil dan bila terjadi peningkatan konsentrasi maka nitrat dengan efektif akan digunakan oleh fitoplankton untuk fotosintesis. Akibatnya klorofil di permukaan laut mengalami peningkatan konsentrasi. Dengan demikian di perairan barat Sumatera, nitrat
125
merupakan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton.
Artinya pertumbuhan
fitoplankton sangat berpengaruh terhadap konsentrasi nitrat perairan. Lokasi 7 dan 8 yang terletak di perairan selatan Jawa Tengah - Jawa Timur (Gambar 30 VII dan VIII) dan merupakan area pusat terjadinya upwelling selama musim timur secara linear memperlihatkan korelasi positif yang cukup tinggi antara klorofil dengan nitrat.
Artinya peningkatan konsentrasi klorofil
secara linear merupakan fungsi dari konsentrasi nitrat.
Dengan demikian
peningkatan konsentrasi nitrat akibat upwelling di perairan ini sangat berperan dalam meningkatkan laju pertumbuhan fitoplankton. Analisis regresi linear untuk melihat hubungan klorofil dengan nitrat pada Lokasi 7 mendapatkan model persamaan sebagai berikut: Klorofil = 0,139 + 0,0577 Nitrat dimana persamaan ini dapat menjelaskan 61,6% (R2) dari data pengamatan yang ada dengan koefisien korelasinya (r) adalah 0,79, sedangkan di Lokasi 8 diperoleh model persamaan yang dapat menjelaskan 60,1% (R2) data pengamatan, yaitu: Klorofil = 0,149 + 0,0708 Nitrat dengan koefisien korelasinya (r) adalah 0,76. Meskipun model persamaan di atas hanya dapat menjelaskan 61,6% dan 60,2% data yang ada namun secara keseluruhan terlihat bahwa peningkatan konsentrasi nitrat (Gambar 14) sangat berperan dalam meningkatkan jumlah konsentrasi klorofil di permukaan perairan (Lampiran 13).
Dengan demikian di
Lokasi 7 dan 8, nitrat merupakan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton. Menurut Woesik et al. (2007), pengkayaan nutrien di perairan selatan Jawa Timur – Bali pada musim timur saat terjadinya upwelling menyebabkan pelimpahan fitoplankton dan mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi klorofil hingga berada pada kisaran 10 – 15 mg m-3. Upwelling yang terjadi di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa selama muson tenggara menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi nitrat pada lapisan
permukaan.
Peningkatan konsentrasi nitrat akan berdampak
terhadap peningkatan konsentrasi klorofil. Dengan demikian di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur, nitrat merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. bahwa
nitrogen
merupakan
faktor
Menurut Tett and Edwards (1984)
pembatas
yang
dominan
terhadap
pertumbuhan fitoplankton di laut terutama pada zona eufotik, sedangkan Fiedler et al. (1991) mengatakan bahwa distribusi NO3 mempunyai hubungan
126
yang sangat erat dengan produktivitas fitoplankton, dimana hubungan akan semakin kuat apabila didukung oleh ketersediaan nutrien dan pola arus yang ada. Cubbage at al. (1999) mengatakan bahwa konsentrasi klorofil di perairan akan meningkat dengan meningkatnya suplai nitrogen. Menurut Kunz and Diehl (2005) bahwa pengkayaan nitrat dan peningkatan kedalaman tercampur secara positif memberikan pengaruh terhadap konsentrasi klorofil-a, sedangkan Dandonneau et al. (2004) mengatakan bahwa konsentrasi klorofil pada permukaan perairan secara umum merespon kuatnya dampak siklus musiman energi matahari dan intensitas suplai nutrien secara vertikal serta stabilitas vertikal kolom perairan. Lokasi 4 – 6 yang terletak di perairan sekitar Selat Sunda dan perairan selatan Jawa Barat (Gambar 30 IV – VI) juga memperlihatkan korelasi antara peningkatan klorofil terhadap peningkatan nitrat.
Akan tetapi nilai korelasi di
perairan ini lebih rendah dari perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur. Adapun koefisien korelasi (r) untuk Lokasi 4 adalah 0,65 dan Lokasi 5 sebesar 0,65 serta 0,74 untuk Lokasi 6. Pengaruh peningkatan klorofil terhadap peningkatan konsentrasi nitrat juga terlihat melalui sebaran klorofil bulanan rata-rata (Lampiran 13) dan sebaran nitrat bulanan rata-rata (Gambar 14) yang menunjukkan peningkatan konsentrasi klorofil selama bulan Agustus – September seiring dengan peningkatan konsentrasi nitrat. Namun tingginya nitrat pada perairan ini di bulan Oktober hingga Desember tidak memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap peningkatan konsentrasi klorofil di permukaan perairan. Perairan selatan Jawa Timur – Bali (Gambar 30 IX), hubungan klorofil dengan nitrat terlihat (r) masih cukup erat meskipun lebih rendah dari perairan Jawa pada umumnya yakni 0,56 dan semakin ke timur yakni di selatan Bali Sumbawa (Lokasi 10 -11), klorofil dan nitrat tidak memperlihatkan suatu bentuk hubungan keterikatan yang sangat erat (Gambar 30 X, XI). Adapun koefisien korelasi (r) untuk Lokasi 10 dan 11 berturut-turut adalah 0,45 dan 0,41. Dengan demikian peningkatan konsentrasi nitrat secara signifikan tidak mempengaruhi peningkatan konsentrasi klorofil. Sebaran nitrat yang selalu tinggi hampir sepanjang tahun di perairan selatan Bali - Sumbawa kemungkinan bukan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Di perairan ini, peranan nitrat dalam meningkatkan konsentrasi klorofil hanya terlihat pada bulan Juni - September namun pada
127
bulan Oktober - Desember dimana nitrat berada dalam konsentrasi yang tinggi, sebaran konsentrasi klorofil terlihat lebih rendah. Rendahnya konsentrasi klorofil di saat nitrat berada dalam konsentrasi yang tinggi kemungkinan disebabkan karena fitoplankton telah mencapai suatu keadaan jenuh terhadap nitrat sehingga pertumbuhan fitoplankton tidak tergantung lagi pada konsentrasi nitrat. Selain itu kemungkinan karena terjadi peningkatan populasi zooplankton yang selanjutnya memanfaatkan fitoplankton sebagai makanannya. Menurut Barber and Chaves (1991) berdasarkan pengamatan laju produktivitas primer di perairan ekuator samudera Pasifik mengatakan bahwa di Pasifik Barat dimana nitrat (NO3) berada pada kisaran 0 – 12 µm l-1, laju produktivitas secara linear merupakan fungsi dari konsentrasi nutrien. Akan tetapi di Pasifik Timur dimana nitrat berada pada kisaran 12 – 28 µm l-1, laju produktivitas tidak lagi tergantung pada konsentrai nutrien. Pomeroy (1991) mengatakan bahwa laju pertumbuhan fitoplankton akan sebanding dengan meningkatnya konsentrasi nutrien hingga mencapai suatu konsentrasi yang saturasi. Setelah keadaan ini, pertumbuhan fitoplankton tidak tergantung lagi pada konsentrasi nutrien. Masih tingginya konsentrasi nitrat pada bulan Oktober – Desember di perairan selatan Bali – Sumbawa kemungkinan karena pengaruh masuknya massa air dari perairan Indonesia yang diantaranya melalui Selat Lombok serta dari massa air laut Sawu yang mengalir ke arah barat. Menurut Potemra et al. (2003) bahwa pada bulan Juni dan Juli upwelling Ekman di Laut Sawu mencapai maksimum yakni sebesar 0,35 m hari-1.