IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT. Agar Sehat Makmur Lestari, Pasuruan. Hasil pengujian atau analisa limbah cair dilakukan terhadap COD, NH3-N, NO3-N dan TKN dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengujian limbah cair industri tepung agar-agar No 1. 2. 3. 4.
Parameter
Satuan
Hasil Analisa
COD
mg/l
545-754
TKN
mg/l
NH3-N
mg/l
NO3-N
mg/l
247.90-335.20 96.32-158.49 0.75-4.39
Hasil pengamatan terhadap karakteristik limbah cair yang dilakukan dalam penelitian ini didapatkan nilai untuk COD berkisar antara 545-754 mg/L, TKN (Total Kjeldahl Nitrogen) berkisar 247.90-335.20 mg/L, amonia (NH3) berkisar 96.32-158.49 mg/L dan Nitrat (NO3) berkisar 0.754.39 mg/L. Tingginya hasil analisa limbah dikarenakan adanya beban organik yang tinggi yang disebabkan oleh proses produksi pengolahan rumput laut menjadi tepung agar-agar. Limbah cair industri agar-agar berasal dari proses produksi tepung agar-agar dimana terdapat pencucian bahan baku dan pencampuran reaksi-reaksi kimia buat pembentukan tepung agar-agar. Proses tersebut terjadi saat proses produksi tepung agar-agar yang menyebabkan beberapa senyawa organik akan terbawa dalam limbah cair.
24
B. AKLIMATISASI LUMPUR AKTIF Aklimatisasi lumpur aktif berfungsi untuk memberikan
kondisi
pertumbuhan mikroorganisme yang ditandai dengan meningkatnya padatan tersuspensi (MLSS) dan padatan volatil tersuspensi (MLVSS) dan juga ditandai dengan perubahan warna pada lumpur tersebut. Aklimatisasi ini bertujuan untuk mengkondisikan lumpur yang akan digunakan agar dapat berfungsi dengan baik dalam menurunkan beban limbah. Tahap aklimatisasi merupakan tahap pengkondisikan lumpur aktif sehingga mikroorganisme dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya, hal ini ditandai dengan naiknya MLSS dan MLVSS dari 8 488 mg/L menjadi 10 428 mg/L dan 2 395 mg/L menjadi 3203 mg/L. nilai MLSS dan MLVSS selama aklimatisasi lumpur aktif diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik MLSS dan MLVSS selama aklimatisasi lumpur aktif Pada Gambar 2, memperlihatkan grafik hubungan antara waktu proses dengan perolehan biomassa. Pada awal proses pola pertumbuhan mikroba tidak menunjukan adanya fase adaptasi, tetapi langsung tumbuh dan berkembang dengan laju bertumbuhan konstan. Pada awal pertumbuhannya bakteri tumbuh dengan kecepatan relatif konstan sampai pada hari ke-5. Pada fase ini sel 25
bakteri dapat tumbuh dan berkembang dengan baik karena kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhannya terutama senyawa organik sebagai sumber karbon dan nutrien tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah. Dengan demikian pada fase ini mikroorganisme akan terus tumbuh dan berkembang (fase ini dinamakan fase logaritmik/fase pertumbuhan eksponensial). Sampai hari ke-4, pertumbuhan biomassa berjalan dan mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-4 dimana biomassa pada hari ke-5 mencapai hasil tertinggi yaitu dengan nilai MLSS 9 334 mg/L dan MLVSS 2 670 mg/L. Selama tahap aklimatisasi terjadi perubahan warna suspensi dari hitam menjadi kecoklatan serta terjadi peningkatan biomassa dan penurunan COD, hal ini menunjukan adanya aktivitas mikroorganisme pada lumpur aktif, yang mampu memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang terdapat pada limbah. Lama tahap aklimatisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kondisi mikroba dalam lumpur aktif yang digunakan, pH, temperatur dan nutrisi.
C. START UP REAKTOR Proses start up dilakukan dengan memberikan aerasi pada lumpur yang telah dimasukan kedalam reaktor dan dialirkan limbah secara kontinyu dengan laju air influen rata-rata 5 liter/hari. Konsentrasi lumpur aktif yang diambi dimasukan antara 70 – 80 % dari total volume reaktor. proses ini dilakukan hingga lumpur aktif siap digunakan, ditandai dengan kemampuan menurunkan beban COD yang mulai konstan. Keberhasilan start up juga ditentukan oleh profil laju pembebanan COD. Terdapat dua profil pembebanan COD yang penting, yaitu profil efisiensi maksimum dan profil beban maksimum. Pada profil efisiensi maksimum pembebanan dimulai dengan beban COD yang rendah dengan waktu tinggal hidrolik yang lama kemudian beban ditingkatkan tahap demi tahap ketika tingkat efisiensi penurunan COD maksimum. Pada laju pembebanan maksimum, sejak awal bioreaktor dibebani dengan COD yang tinggi dan waktu tinggal hidrolik yang tepat (Heijne et al., 1989).
26
Gambar 3. Grafik COD selama start up lumpur aktif Pada Gambar 3, hasil pengamatan selama proses start-up menunjukan bahwa terjadi penurunan nilai COD seiring dengan fungsi waktu yaitu ratarata sebesar 440 mg/L. kestabilan rata-rata penyisihan selama proses start-up ini menunjukan nilai yang relatif sama dengan kondisi direaktor sampai kondisi tunak. Hasil start up reaktor memperlihatkan bahwa reaktor siap untuk digunakan dan sudah berfungsi dengan baik. Setelah pengamatan hari ke-12 reaktor sudah pada kondisi tunak (steady state) dan hasil kinerja reaktor mencapai tingkat penyisihan rata-rata COD 80.95%.
D. PENENTUAN NILAI F/M Pengamatan terhadap waktu detensi (HRT) untuk setiap nilai F/M berbeda menunjukkan kondisi yang serupa, yaitu semakin lama waktu HRT, maka efisiensi yang di dapat akan semakin besar. Efesiensi penyisihan untuk waktu HRT 0,5 hari dapat menyisihkan sampai 40% . Pada HRT 1 hari tingkat penyisihan COD antara 25-55%, dan untuk HRT 1.5 hari efesiensi penyisihannya mencapai 30-65%. Sedangkan pada HRT 2 hari dan HRT 2.5 hari mendapatkan tingkat efisiensi penyisihan COD sebesar 40-70%. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama waktu HRT
27
limbah cair didalam pengolahan limbah cair, maka semakin tinggi juga tingkat penyisihan nilai COD. Pada penyisihan COD pada kondisi F/M 0.1, nilai efluen yang dihasilkan pada HRT 2.5 hari rata-rata sebesar 210 mg/L dengan efesiensi penyisihannya sebesar 53.30%. Hal ini disebabkan adanya substrat yang banyak
dalam
reaktor
yang
belum
mampu
dimanfaatkan
oleh
mikroorganisme. Pada penyisihan COD pada kondisi F/M 0.2, perolehan nilai terbaik nilai efluen yang dihasilkan pada HRT 2.5 hari rata-rata sebesar 160.58 mg/l. Hal ini disebabkan adanya substrat yang melimpah dalam reaktor yang mampu dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Sehingga bahan organik pencemar dapat terdegradasi dengan tingkat penyisihan sebesar 61.79%.
Gambar 4. Penyisihan COD pada kondisi nilai F/M dan HRT Pada efisiensi penyisihan secara laboratorium, tingkat penyisihan terjadi perbedaan yang signifikan antara perbandingan nilai F/M 0.3 dengan F/M 0.4. Pada nilai F/M 0.3 nilai rata-rata efluen COD sebesar 112.20 mg/L dengan tingkat penyisihan sebesar 76.64%. sedangkan pada
28
F/M 0.4 tingkat penyisihan COD sebesar 54.72%. Pada kondisi ini nilai F/M 0.3 merupakan kondisi ideal yang dimana substrat yang terdapat dalam bahan pencemar dengan baik dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan pencemar organik. Efisiensi penyisihan COD yang terjadi akibat penggunaan substrat COD oleh mikroorganisme selama proses kontiyu dengan waktu tinggal hidrolik 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari. Penelitian ini dimaksudkan itu mengetahui
nilai F/M terbaik yang akan diaplikasikan ke lapangan dengan pendekatan penyisihan nilai COD. Dari hasil penelitian untuk penentuan nilai F/M, didapat nilai F/M terbaik dengan kondisi nilai F/M 0.2 dan 0.3 dengan besar penyisihan 61.79 % dan 76.64 dalam keadaan HRT 2.5 hari.
E. KONDISI PROSES 1. pH Pengamatan pada nilai pH selama proses aerobik yang berlangsung menunjukan nilai kisaran pH netral dan stabil antara 7.2-7.75 (Gambar 5
dan lampiran 5 ). Mikroorganisme memerlukan suatu kondisi pH yang optimum agar dapat bekerja dengan baik, kondisi ppH H yang ekstrim terlalu asam atau basa akan menghambat mikroorganisme. Menurut Clark et al (1977), kisaran normal pH dalam pengoperasian lumpur aktif berkisar
antara 6-9. HRT 2.5
2
1.5
1
0.5
HARI
Gambar 5. Grafik derajat keasaman (pH) pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari 29
Pada Gambar 5, nilai pH pada kondisi niai FM 0.1 awal proses nilai pH mengalami kenaikan dari 7.60 menjadi 7.80 setelah itu terjadi penurunan nilai pH menjadi 7.80. Nilai pH dengan kondisi nilai FM 0.2 pada awal proses cenderung mengalami penurunan sampai hari ke-16 dengan pH 7.5, kemudian nilai pH naik kembali pada hari ke-25 dengan pH 7.6. Sedangkan kondisi pH pada keadaan nilai F/M 0.3 penurunan pada hari pertama dan mengalami peningkatan sampai hari ke-11 dengan pH 7.8. Penurunan dan kenaikan pH selama proses berlangsung tidak terlalu besar sehingga pH dalam sistem bioreaktor berada pada kisaran netral dan cenderung stabil, hal ini juga terjadi pada kondisi FM 0.4 dan FM 0.5 . Grafik tersebut memperlihatkan perubahan nilai pH walaupun kecil yang menunjukan kecenderungan menurun selama proses aerobik. Hal ini mungkin
disebabkan
karena
terjadinya
proses
nitrifikasi
yang
menyebabkan nitrogen amonia teroksidasi menjadi nitrat, dengan semakin terakumulasi nitrat yang terbentuk maka nilai pH cenderung menurun. Selain itu, proses oksidasi juga dapat menurunkan nilai pH, dengan terlepasnya ion hidrogen dari ikatan kompleks yang akan menyebabkan konsentrasi H+ di dalam reaktor meningkat, selanjutnya akan menurun nilai pH (Tchobanoglous dan Burton, 1991). Akan tetapi seiring dengan proses tersebut, proses nitrifikasi juga akan mengurangi kandungan protein dan gugus nitrogen organik lainnya yang akan menyebabkan pH naik, namun perubahan itu tidak terlalu nyata (Jenie dan Rahayu, 1990). Hal ini mengakibatkan pH selama proses cenderung netral dan stabil. Hampir semua mikroba dapat hidup pada selang ph 5 – 9, tetapi pH yang stabil akan membantu proses biologis yang optimal, sebaliknya fluktuasi pH akan mengganggu proses biologis yang terjadi (Gaudy and Gaudy (1980) dan Sterrit and Lester (1988)).
30
2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) Selama pengamatan nilai DO pada setiap HRT menunjukan kecenderungan yang relatif stabil dengan kisaran rata-rata nilai DO antara
3.40 – 3.59 yang memenuhi batas syarat minimum yaitu 2 mg/L (Metcalf and Eddy, 1991). Kandungan oksigen terlarut yang kurang dari 1.5 mg/L akan mengakibatkan terbentuknya bakteri berfilamen yang akan menurunkan pengendapan lumpur. Kandungan oksigen terlarut yang lebih dari 4 mg/L tidak akan meningkatkan efisiensi proses, selain hanya memperbesar biaya proses. Menurut Benefield dan Randal Randalll (1980) sistem aerasi yang baik mampu menjaga kandungan oksigen terlarut dalam reaktor sebanyak 2 mg/L atau lebih. Kekurangan suplai oksigen dalam reaktor akan menyebabkan kegagalan dalam proses. Nilai DO selama pengamatan dengan waktu tinggal 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari dapat dilihat pada gambar 6 dan lampiran 5. 3.54 3.52 3.5 3.48 3.46
FM 0.1
3.44
FM 0.2
3.42
FM 0.3
3.4
FM 0.4
3.38
FM 0.5
3.36 3.34 3.32 0
5
10
15
20
25
30
Gambar 6. Grafik DO pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Mikroorganisme membutuhkan oksigen untuk dapat menggunakan bahan organik yang terkandung dalam limbah. Bahan organik tersebut dioksidasi untuk penyediaan energi dalam rangka pemeliharaan fungsi sel dan sintesa sel (pertumbuhan). Dalam hal ini, oksigen berfungsi sebagai
31
akseptor elektron yang dilepaskan pada saat rreaksi eaksi pembentukan energi. Reaksi ini dibantu oleh enzim-enzim intraselular sebagai katalisator. Hasil reaksinya adalah sejumlah energi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan mikroorganisme.
3. Suhu Kondisi lingkungan akan sangat berpengaruh dalam kehidupan
biologis, oleh karena itu didalam suatu unit perlakuan pengolahan limbah secara biologis kondisi lingkungan proses ini perlu dikendalikan. Pengaturan kondisi untuk menyakinkan bahwa mikroorganisme berada didalam media yang tepat untuk tumbuh. Nilai suhu selama pengamatan dengan waktu tinggal 2.5; 2; 1.5; 1;
Suhu
0.5 hari dapat dilihat pada gambar 7 dan lampiran 5. 28.0 27.9 27.9 27.8 27.8 27.7 27.7 27.6 27.6 27.5 27.5
FM 0.1 FM 0.2 FM 0.3 FM 0.4 FM 0.5
0
5
10
15
20
25
30
Hari ke-
Gambar 7. Grafik suhu pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Selama pengamatan, nilai suhu setiap HRT menunjukan kisaran
stabil pada 27.5 oC – 27.9 oC baik dikondisi FM 0.1 samapai FM 0.5, dimana nialai tersebut telah memenuhi persyaratan suhu optimum untuk aktivitas aerobik pada kisaran suhu mesofilik. Temperatur adalah parameter penting dalam sistem pengolahan biologis karena pengaruh
sangat besar terhadap pertumbuhan mikroorganisme, dan pada temperatur optimum mikroorganisme akan tumbuh dengan baik. Menurut Metcalf dan
32
Eddy (1991) kisaran suhu Mesophilic adalah 20 oC - 50 oC dan optimum
pada 25 oC - 40 oC. Didalam sistem terjadi pertumbuhan sel-sel bakteri dimana pada pertumbuhan terjadi berbagai reaksi metabolisme yang juga meliputi reaksi eksergonik yaitu reaksi yang mengeluarkan energi panas. Selain itu, aktivitas biodegradasi limbah oleh mikroba juga dapat meningkatkan suhu, namun secara fisik adanya pengadukan limbah dan pemasokan oksigen oleh aerator menyebabkan suhu cenderung stabil, aerator membantu meratakan dan menstabilkan suhu pada kisaran suhu ruang.
F. PENERAPAN PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH Pada proses lumpur aktif, mikroorganisme aerobik yang tersuspensi digunakan untuk menangani limbah cair. Mikroorganisme tumbuh dalam flok yang mengandung sejumlah bakteri yang secara bersama-sama terakumulasi. Untuk menyatakan jumlah populasi bakteri secara aktual banyak mengalami kesulitan, sebagai pendekatan digunakan parameter uji MLSS ((Mixed Mixed liqour
Suspended Solid) atau MLVSS ((Mixed Mixed Liqour Volatile Suspended Solid), hasil pengukuran MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2
33
Gambar 9. Grafik MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.3 Hasil pengukuran biomassa selama proses aer aerobik obik seperti terlihat pada gambar, menunjukan bahwa semakin lama waktu tinggal hidrolik (HRT) maka biomassa dalam reaktor akan semakin besar jumlahnya, hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai MLSS dan MLVSS pada kondisi nilai F/M 0.2 dimana
pada waktu tinggal hidrolik yang lebih lama yaitu HRT 2.5 hari memperoleh rata-rata nilai MLSS 3 206 mg/L dan MLVSS 1 506 mg/L, sedangkan pada waktu tinggal hidrolik (HRT) yang lebih singkat yaitu HRT 0.5 hari
memperoleh rata-rata nilai MLSS sebesar 1 604 mg/L dan MLVSS 754 mg/L. Sedangkan pada kondisi nilai F/M 0.3 dimana waktu tinggal hidrolik (HRT) 2.5 hari, nilai rata-rata MLSS 2 956 mg/L dan MLVSS 1 280 mg/L.
Dan untuk nilai rata-rata pada waktu tinggal 0.5 hari mendapatkan 1 288 mg/L dan MLVSS 882 mg/L. Kinerja HRT semakin lama semakin meningkatkan MLSS, hal ini disebabkan terjadinya pembentukan dan pertumbuhan mikrooganisme pada kolam lumpur aktif.
34
1. Penurunan COD Pada proses pengolahan limbah cair pada kondisi nilai F/M 0.2, penurunan bahan organik ditandai pada Gambar 10, yaitu nilai rata-rata influen yang masuk kedalam sistem reaktor berkisar antara 390.8 mg/L sampai 457.8 mg/L, sedangkan nilai rata-rata efluen yang dikeluarkan berkisar antara 101.15 mg/L sampai 317.72 mg/L. Pada gambar menunjukan adanya penurunan konsentrasi COD yang signifikan pada tiap-tiap perlakuan waktu tinggal. Penurunan rata-rata konsentrasi COD pada HRT 2.5 hari yaitu dari 457.8 mg/L menjadi 101.15 mg/L, pada HRT 2 hari yaitu dari 436.8 mg/L menjadi 113.42 mg/L, HRT 1.5 hari yaitu dari 422.6 mg/L menjadi 213.43 mg/L, HRT 1 hari yaitu dari 406.8 mg/L menjadi 299.58 mg/L, dan HRT 0.5 hari yaitu dari 390.8 mg/L menjadi 317.72 mg/L. Sedangkan pada kondisi nilai F/M 0.3 penurunan COD ditandai pada Gambar 11, dimana nilai rata-rata influen yang masuk pada reaktor antara 408.75 mg/L sampai 480 mg/L, sedangkan nilai rata-rata efluen yang dikeluarkan berkisar antara 140 mg/L sampai 351.82 mg/L. Penurunan konsentrasi COD dipengaruhi oleh waktu tinggal. Penurunan rata-rata konsentrasi pada HRT 2.5 hari dari 480 mg/L menjadi 148 mg/L, pada HRT 2 hari yaitu dari 422.34 mg/L menjadi 140 mg/L, HRT 1.5 hari yaitu dari 420.88 mg/L menjadi 227.6 mg/L, HRT 1 hari yaitu dari 408.75 mg/L menjadi 319.20 mg/L, dan HRT 0.5 hari yaitu dari 390.8 mg/L menjadi 351.82 mg/L. Penurunan bahan organik yang ditentukan dengan nilai COD selama proses aerobik terutama disebabkan karena terdegradasinya bahan organik oleh mikroba. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak menggunakan bahan organik yang terkandung didalam air limbah untuk memenuhi kebutuhan nutriennya. Kondisi ini didukung oleh ketersediaan bahan organik dalam air limbah dan suplai oksigen yang cukup dengan adanya aerasi.
35
Gambar 10. Grafik COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2
Gambar 11. Grafik COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.3 Secara umum proses degradasi senyawa organik karbon berlangsung dalam kondisi aerobik dengan menggunakan oksigen bebas oleh bakteri, yang menghasilkan karbon dioksida dan air, serta diikuti oleh turunnya nilai COD air limbah karena berkurangnya kandungan senyawa senyawa karbon dalam air limbah. Perlakuan waktu tinggal menyebabkan terjadi kontak antara mikroorganisme
36
dengan bahan organik tersebut dalam waktu yang berbeda dan akhirnya mempengaruhi dekomposisi senyawa organik menjadi CO2, H2O dan beberapa senyawa stabil serta menjadikan massa mikroorganisme bertambah banyak. Efisiensi penyisihan COD yang terjadi akibat penggunaan substrat COD oleh mikroorganisme selam proses aerobik dengan waktu tinggal hidrolik 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2 dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Efesiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi F/M 0.2 " $ %" $ &' (
! "#
,- #
" $ %" $ &' (
)
,- #
)*
+ )!
.#
Tabel 6. Efesiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi F/M 0.3 " $ %" $ &' (
! "#
,- #
" $ %" $ &' ( ,- #
)
)*
+ )!
.#
Pada gambar hasil pengamatan terhadap penurunan COD menghasilkan perhitungan penyisihan substrat COD yang cukup besar, dari sistem reaktor kontiyu dengan menggunakan lumpur aktif pada beberapa variasi HRT penyisihan ini hampir sama dengan yang dilakukan oleh Gonzales (1996) yang juga menggunakan sistem lumpur aktif, dimana penurunan kandungan
37
bahan organik pada air limbah diperoleh sebesar 18.70 – 77.91% pada kondisi nilai F/M 0.2. Sedangkan pada kondisi F/M 0.3 penurunan kandungan organik pada air limbah diperoleh antara 13.93 – 69.17 %.
!
Gambar 12. Grafik efisiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Efisiensi penyisihan COD mencapai nilai yang cukup besar pada HRT 2.5 hari, dimana dengan waktu tinggal hidrolik lebih lama akan memberikan cukup kesempatan bagi mikroorganisme untuk mengurai senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair untuk pertumbuhan dan sintesa sel, sehingga bioreaktor pengolahan secara aerobik ini mencapai efisiensi penyisihan COD terbaik pada waktu tinggal hidrolik 2.5 hari dengan kondisi nilai F/M 0.2 yaitu mencapai 77.91% dengan rata-rata nilai COD 101.15 mg/L. Pada waktu tinggal dibawah 0.5 hari penyisihannya akan lebih rendah dari 18.7% dengan kadar COD yang masih tinggi. Sedangkan pada HRT 2 hari didapatkan penyisihan sebesar 74.03% dengan nilai rata-rata COD 113.42 mg/L , sedangkan pada HRT 1 dan 1.5 hari didapatkan nilai yang tidak berbeda jauh yaitu sebesar 49.50% dengan nilai COD rata-rata 213.43 mg/L, tetapi nilai ini masih diatas baku mutu limbah cair, biasanya industri menghendaki proses pengolahan limbah dengan waktu tinggal yang relatif rendah dengan efisiensi penyisihan yang tinggi. 38
Pada kondisi nilai F/M 0.3, efisiensi penyisihan COD pada HRT 2.5 hari, efisiensi penyisihan COD yaitu mencapai 69.17% dengan rata-rata nilai COD 148 mg/L. Pada waktu tinggal dibawah 0.5 hari penyisihannya akan lebih rendah dari 13.93% dengan kadar COD yang masih tinggi. Sedangkan pada HRT 2 hari didapatkan penyisihan sebesar 66.85% dengan nilai rata-rata COD 140 mg/L , sedangkan pada HRT 1 sebesar 45.92% dengan nilai COD rata-rata 227.6 mg/L. Dari hasil yang didapat nilai yang masuk dalam baku mutu limbah cair memiliki waktu tinggal HRT 2.5 hari, dimana pada nilai F/M 0.3 tingkat penyisihannya sebesar 69.17%. Sedangkan pada nilai F/M 0.2 sebesar 77.91 %. 2. Penurunan Total Kjedahl Nitrogen (TKN) Nilai efesiensi penurunan TKN pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
/ /
Gambar 13. Grafik efisiensi penyisihan TKN pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Efisiensi penurunan TKN semakin tinggi dengan bertambahnya HRT yang dapat dilihat yaitu pada nilai F/M 0.2 didapatkan nilai sebsar 39.21% dan pada nilai F/M 0.3 sebesar 26.50%. Dengan peningkatan penurunan
39
penyisihan TKN dapat memperlihatkan mikroorganisme menggunakan nitrogen total sebagai proses oksidasi yang terdapat pada limbah.
40