IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KADAR AIR SAMPEL Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum pengeringan osmotik dilakukan untuk memperoleh kadar air awal dari sampel. Sampel untuk tiap perlakuan memiliki kadar air awal yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 647.82~858.74 %b.k. Setelah sampel dimasukkan ke dalam larutan gula selama 5 jam, terjadi penurunan kadar air. Adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut antara sampel dan larutan gula menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik antara air dalam jaringan sampel dengan larutan gula. Hal ini yang menyebabkan keluarnya sejumlah air dari jaringan sampel ke larutan gula, sehingga terjadi penurunan kadar air sampel untuk selang waktu tertentu selama proses pengeringan osmotik. Kadar air akhir sampel yang diperoleh berbeda-beda sesuai dengan perlakuan yang diberikan (dapat dilihat pada Tabel 6). Tabel 6. Kadar air awal dan kadar air akhir sampel (dalam basis kering) selama pengukuran Perlakuan Sampel
Kadar Air Awal (%b.k.)
Kadar Air Akhir (%b.k.)
E0T1C1
718.49
256.75
E0T1C2
847.22
218.90
E0T1C3
762.75
193.07
E0T2C1
647.82
204.26
E0T2C2
836.60
168.76
E0T2C3
718.36
123.42
E1T1C1
675.43
293.60
E1T1C2
665.60
270.07
E1T1C3
858.74
274.34
E1T2C1
816.35
191.44
E1T2C2
756.36
131.37
E1T2C3
842.07
127.35
Pada awal proses pengeringan, penurunan kadar air berlangsung cepat dan semakin lambat di akhir proses pengeringan. Hal ini terlihat pada Gambar 6, 7 dan 8, dimana grafik penurunan kadar air terlihat curam pada waktu awal dan semakin landai pada waktu akhir proses pengeringan, hingga mencapai keseimbangan. Pada awal proses pengeringan, massa air bebas yang terdapat dalam permukaan sampel sangat besar dan perbedaan tekanan osmotik juga masih besar, sehingga air dalam permukaan sampel lebih cepat keluar ke larutan osmotik. Keluarnya air bebas menyebabkan tekanan permukaan sampel menurun, sehingga air pada sampel bergerak menuju permukaan dan bergerak ke larutan osmotik. Penurunan massa air ini berlangsung terus menerus dengan pergerakan air dari
19
Kadar Air (%b.k.)
sampel yang semakin lambat dan mencapai kondisi kesetimbangan. Grafik penurunan massa sampel terhadap waktu dapat dilihat pada Lampiran 4.
1000 800 600 400 200 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 42 oBrix
non-coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix
coating, 50 oC, 42 oBrix
Kadar Air (%b.k.)
Gambar 6. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
1000 800 600 400 200 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 54 oBrix
non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix
coating, 50 oC, 54 oBrix
Kadar Air (%b.k.)
Gambar 7. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
1000 800 600 400 200 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 66 oBrix o
o
coating, 30 C, 66 Brix
non-coating, 50 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
Gambar 8. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
20
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan E1T2C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 50 oC dan konsentrasi larutan 66 oBrix) memiliki kadar air akhir yang rendah yaitu 127.35 %b.k. dengan penurunan kadar air yang paling tinggi dari kadar air awalnya. Sedangkan kadar air akhir yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E1T1C1 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC dan konsentrasi larutan 42 oBrix) sebesar 293.60 %b.k. Penggunaan kitosan sebagai coating mempengaruhi penurunan kadar air sampel. Adanya kitosan dapat menghambat pergerakan air keluar dari sampel. Pada perlakuan suhu 30 oC, sampel yang menggunakan kitosan memiliki penurunan kadar air yang lebih rendah dibandingkan sampel yang tidak menggunakan kitosan. Sedangkan pada perlakuan suhu 50 oC, sampel yang menggunakan kitosan memiliki penurunan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang tidak menggunakan kitosan. Pada suhu yang tinggi molekul-molekul yang terdapat dalam larutan gula bergerak dengan cepat dan tidak teratur. Molekul-molekul gula bergerak mendekati permukaan sampel, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi zat terlarut yang besar antara jaringan sampel dan sekitar permukaan sampel. Oleh karena itu, air dalam jaringan sampel akan cepat dan banyak keluar ke larutan gula. Kenaikan suhu larutan dapat meningkatkan penurunan kadar air sampel. Suhu larutan yang tinggi dapat meningkatkan pindah panas dari larutan ke permukaan dan pusat sampel. Perpindahan panas ini meningkatkan pergerakan molekul air pada sampel sehingga mempercepat perpindahan massa air dari pusat sampel ke permukaan sampel dan dari permukaan sampel ke larutan gula. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya browning pada sampel. Hal selanjutnya yang mempengaruhi penurunan kadar air sampel adalah konsentrasi larutan osmotik. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin tinggi pula penurunan kadar air dari sampel. Pada proses osmosis, air akan bergerak dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik. Kedua larutan ini dibedakan atas konsentrasi zat terlarut dalam pelarutnya, dalam percobaan ini gula sebagai zat terlarut dan air sebagai zat pelarut. Jika perbedaan konsentrasi gula semakin besar maka perbedaan tekanan osmotik antara sampel dengan larutan osmotik akan semakin besar. Perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan perpindahan air dari jaringan sampel ke larutan osmotik akan terjadi semakin cepat. Tabel 7. Nilai parameter pengeringan dari perhitungan model Peleg Perlakuan Sampel
K1
K2
R2
E0T1C1
0.053
0.00203
0.984
E0T1C2
0.053
0.00150
0.972
E0T1C3
0.056
0.00163
0.976
E0T2C1
0.031
0.00223
0.993
E0T2C2
0.043
0.00141
0.980
E0T2C3
0.055
0.00161
0.972
E1T1C1
0.089
0.00243
0.972
E1T1C2
0.118
0.00232
0.931
E1T1C3
0.039
0.00163
0.985
E1T2C1
0.030
0.00154
0.990
E1T2C2
0.024
0.00156
0.993
E1T2C3
0.029
0.00134
0.990
21
Nilai K1 merupakan parameter kinetik yang mempengaruhi laju perpindahan massa air dari sampel ke larutan osmotik. Nilai K1 berbanding terbalik dengan perpindahan massa air dan sangat bergantung pada suhu larutan osmotik. Semakin tinggi suhu larutan osmotik maka nilai K1 semakin kecil. Begitu juga dengan nilai K2 menurun pada suhu larutan yang tinggi. Nilai K2 merupakan parameter yang terkait dengan kadar air kesetimbangan pada waktu yang tak hingga. Koefisien determinasi (R2) dari model Peleg memiliki kisaran nilai antara 0.931~0.990 (dapat dilihat pada Tabel 7), sehingga model Peleg memiliki kelayakan yang tinggi untuk menghitung nilai parameter kadar air dari pengeringan osmotik mangga.
B. PENYUSUTAN VOLUME
Penyusutan Volume (%V/V)
Volume dari sampel terdiri dari volume air dan volume padatan. Adanya sejumlah air yang keluar dari sampel dapat menyebabkan adanya perubahan volume sampel. Volume sampel diukur dari volume awal sampel untuk masing-masing perlakuan. Berdasarkan Gambar 9, 10 dan 11, penyusutan volume sampel akan meningkat terhadap waktu. Gambar 11 memiliki grafik yang lebih curam dibandingkan dengan gambar lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa laju penyusutan volume untuk perlakuan konsentrasi 66 oBrix lebih cepat jika dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 42 oBrix dan 54 oBrix. Perlakuan yang diberikan pada sampel dapat mempengaruhi penyusutan volume sampel. Pemberian kitosan, suhu larutan yang rendah dan konsentrasi larutan yang rendah dapat menurunkan penyusutan volume. Sebaliknya, sampel yang tidak diberi kitosan, suhu larutan yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi akan mengalami peningkatan dalam penyusutan volume. Kitosan dapat bertindak sebagai membran yang melapisi permukaan dari sampel, sehingga kitosan pada sampel dapat mempertahankan bentuk dari sampel tersebut. Suhu larutan yang rendah dan konsentrasi larutan yang rendah dapat menurunkan intensitas keluarnya air dari sampel. Jika air yang keluar dari sampel sedikit, maka penyusutan volume yang terjadi akan rendah. Penyusutan volume terendah terjadi pada perlakuan E0T2C1 (tanpa kitosan, suhu larutan 50 oC, dan konsentrasi larutan 42 oBrix) dan penyusutan volume tertinggi terjadi pada perlakuan E0T2C3 (tanpa kitosan, suhu larutan 50 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix). Data penyusutan volume sampel untuk semua perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 3.
60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 42 oBrix o
o
coating, 30 C, 42 Brix
non-coating, 50 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
Gambar 9. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
22
Penyusutan Volume (%V/V)
60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 54 oBrix o
o
non-coating, 50 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 C, 54 Brix
Penyusutan Volume (%V/V)
Gambar 10. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 66 oBrix o
o
coating, 30 C, 66 Brix
non-coating, 50 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
Gambar 11. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
C. TINGKAT KEHILANGAN AIR/WATER LOSS (WL) Semakin tinggi nilai WL maka menunjukkan tingginya tingkat kehilangan air pada sampel. Dari data yang diperoleh, nilai WL yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E1T2C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 50 oC dan konsentrasi larutan 66 oBrix) yaitu 64.68 %, sedangkan nilai WL yang paling rendah terjadi pada perlakuan E1T1C1 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC dan konsentrasi larutan 42 oBrix) yaitu sebesar 27.70 %. Hal ini menunjukkan tingginya nilai persentase WL berbanding terbalik dengan kadar air akhir dari sampel. Kadar air akhir sampel yang rendah menunjukkan sampel mengalami banyak kehilangan air sehingga nilai WL tinggi, dan sebaliknya kadar air akhir sampel yang masih tinggi berarti sampel mengalami sedikit kehilangan air sehingga nilai WL rendah. Oleh karena itu, faktor-faktor yang menyebabkan tinggi-rendahnya kadar air juga menyebabkan tinggi-rendahnya tingkat kehilangan air pada sampel selama proses pengeringan osmotik. Meningkatnya nilai WL dipengaruhi oleh pemberian kitosan pada sampel. Sampel yang diberi kitosan pada perlakuan suhu 30 oC memiliki nilai WL yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel
23
WL (%)
tanpakitosan pada perlakuan suhu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kitosan dapat menurunkan tingkat kehilangan air pada sampel sehingga nilai WL menjadi rendah. Perlakuan selanjutnya yaitu perbedaan suhu larutan osmotik. Dari perlakuan suhu larutan 30 oC dan suhu larutan 50 oC, diperoleh bahwa nilai WL untuk perlakuan suhu larutan 30 oC lebih rendah dari pada nilai WL untuk perlakuan suhu larutan 50 oC. Jadi, semakin tinggi suhu maka tingkat kehilangan air pada sampel juga semakin tinggi. Adanya perbedaan konsentrasi larutan osmotik yang digunakan juga mempengaruhi nilai WL. Dari Gambar 12, 13 dan 14 diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka nilai WL semakin tinggi dan bentuk grafik semakin curam. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka laju kehilangan air semakin cepat dan tingkat kehilangan air pada sampel semakin tinggi.
70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 42 oBrix o
o
non-coating, 50 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 C, 42 Brix
WL (%)
Gambar 12. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 42 oBrix
70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 54 oBrix o
o
coating, 30 C, 54 Brix
non-coating, 50 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
Gambar 13. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 54 oBrix
24
WL (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 66 oBrix o
o
coating, 30 C, 66 Brix
non-coating, 50 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
Gambar 14. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 66 oBrix Peningkatan WL pada menit-menit awal percobaan sangat besar dan peningkatan tidak terjadi secara signifikan pada akhir waktu percobaan. Dapat dilihat pada Gambar 12, 13 dan 14, dimana bentuk grafik meningkat tajam dan semakin landai pada menit-menit berikutnya. Bentuk grafik akan menjadi konstan hingga mencapai nilai WL∞ untuk waktu yang tak hingga (kondisi kesetimbangan). Besarnya angka WL∞ juga dipengaruhi oleh adanya pemberian kitosan, suhu larutan dan konsentrasi larutan. Tanpa pemberian kitosan, suhu larutan yang tinggi dan konsentrasi yang tinggi akan meningkatkan WL∞. Nilai WL∞ dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai parameter dan koefisien determinasi dari perhitungan WL dengan menggunakan model Azuara
Perlakuan Sampel
WL∞
S1
R2
E0T1C1
34.48
0.030
0.963
E0T1C2
50.00
0.013
0.968
E0T1C3
55.56
0.021
0.978
E0T2C1
34.48
0.039
0.978
E0T2C2
58.82
0.021
0.974
E0T2C3
66.67
0.017
0.961
E1T1C1
28.57
0.045
0.987
E1T1C2
40.00
0.026
0.954
E1T1C3
55.56
0.029
0.982
E1T2C1
55.56
0.034
0.979
E1T2C2
62.50
0.037
0.977
E1T2C3
71.43
0.026
0.974
25
70 60 WL (%)
50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu ( menit) non-coating, 30 oC, 42 oBrix
non-coating, 30 oC, 54 oBrix
non-coating, 30 oC, 66 oBrix
non-coating, 50 oC, 42 oBrix coating, 30 oC, 42 oBrix
non-coating, 50 oC, 54 oBrix coating, 30 oC, 54 oBrix
non-coating, 50 oC, 66 oBrix coating, 30 oC, 66 oBrix
coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 50 oC, 66 oBrix
Gambar 15. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk masing-masing perlakuan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model Azuara Koefisien determinasi (R2) dari model Azuara untuk perhitungan nilai WL memiliki kisaran nilai antara 0.954~0.987, sehingga persamaan pada model Azuara layak untuk menghitung nilai WL pada pengeringan osmotik irisan buah mangga. Untuk mengukur tingkat validasi dari model Azuara, maka dilakukan penggabungan antara grafik WL hasil pengukuran dan grafik WL hasil perhitungan dengan menggunakan model Azuara (terdapat pada Lampiran 5). Penggabungan kedua grafik tersebut dapat dilihat bahwa WL hasil pengukuran mendekati sama dengan WL hasil perhitungan. Walaupun tidak semua titik-titik pada pengukuran berhimpit dengan garis grafik WL hasil perhitungan.
D. PERTAMBAHAN PADATAN TERLARUT/SOLID GAIN (SG) Pengeringan osmotik melibatkan dua aliran material yang berlawanan arah dan terjadi secara simultan, yaitu keluarnya air dari jaringan sampel ke larutan osmotik dan aliran padatan terlarut dari larutan osmotik ke dalam jaringan sampel. Nilai SG merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Semakin tinggi nilai SG maka jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel semakin banyak. Sebaliknya, semakin rendah nilai SG maka jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel semakin sedikit. Dalam pengeringan osmotik diupayakan nilai SG serendah mungkin, karena padatan terlarut yang masuk ke sampel dapat mempengaruhi rasa dari sampel terutama tingkat kemanisan dari sampel. Dari data yang diperoleh, nilai SG yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E0T2C1 (tanpa kitosan, suhu larutan 50 oC, dan konsentrasi larutan 42 oBrix) yaitu 12.75%. Sedangkan nilai SG yang paling rendah terjadi pada perlakuan E1T1C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix) sebesar 4.05%. Peningkatan kehilangan air dari sampel tidak selalu diikuti dengan peningkatan jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Nilai SG juga dipengaruhi oleh pemberian kitosan, suhu larutan, dan konsentrasi dari larutan osmotik. Pemberian coating berupa kitosan pada sampel dapat menurunkan nilai SG. Fungsi dari kitosan yaitu sebagai membran yang dapat menghalangi masuknya padatan terlarut dari larutan osmotik ke jaringan sampel. Nilai SG pada perlakuan suhu 30 oC lebih rendah dari pada nilai SG pada
26
perlakuan suhu 50 oC, dimana kondisi perlakuan yang lain adalah sama. Jadi, semakin tinggi suhu menyebabkan nilai SG semakin tinggi. Pori dalam membran semipermeabel terlalu kecil untuk dapat dilewati oleh molekul gula, tetapi cukup besar untuk dilewati molekul air. Dengan adanya peningkatan suhu larutan dapat memperbesar pori dalam membran semipermeabel, sehingga memungkinkan molekul gula dapat lebih banyak masuk ke dalam jaringan sampel. Tingkat konsentrasi larutan berbanding terbalik dengan kenaikan nilai SG. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka nilai SG semakin rendah, tetapi laju kenaikan nilai SG semakin cepat. Larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi mempunyai molekul-molekul gula yang lebih banyak. Molekul-molekul gula tersebut bergerak acak mendekati sampel dan membentuk membrane pada permukaan sampel. Membran ini dapat berfungsi mencegah masuknya padatan terlarut ke dalam jaringan sampel.
SG (%)
15 10 5 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 42 oBrix o
non-coating, 50 oC, 42 oBrix
o
coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 C, 42 Brix
Gambar 16. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 42 oBrix
SG (%)
15 10 5 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 54 oBrix
non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix
coating, 50 oC, 54 oBrix
Gambar 17. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 54 oBrix
SG (%)
15 10 5 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 66 oBrix
non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix
coating, 50 oC, 66 oBrix
Gambar 18. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 66 oBrix
27
Tabel 9. Nilai parameter dan koefisien determinasi dari perhitungan SG dengan menggunakan model Azuara
Perlakuan Sampel
SG∞
S2
R2
E0T1C1
11.49
0.014
0.969
E0T1C2
11.76
0.013
0.944
E0T1C3
10.10
0.011
0.962
E0T2C1
12.99
0.033
0.955
E0T2C2
13.70
0.009
0.903
E0T2C3
8.77
0.018
0.940
E1T1C1
11.76
0.005
0.984
E1T1C2
10.64
0.002
0.932
E1T1C3
4.37
0.027
0.917
E1T2C1
9.90
0.017
0.935
E1T2C2
11.24
0.026
0.978
E1T2C3
8.85
0.023
0.928
Pengukuran SG pada saat percobaan tidak diukur secara langsung. Nilai SG diperoleh dari pengurangan berat total sampel terhadap berat air yang terkandung dalam sampel. Nilai yang diperoleh dihitung dengan Persamaan 5. Koefisien determinasi (R2) untuk perhitungan nilai SG dengan menggunakan model Azuara memiliki kisaran nilai 0.917~0.984. Penggabungan grafik SG hasil pengukuran dengan grafik hasil perhitungan model Azuara akan menunjukkan validasi dari model. Banyak nilai SG hasil pengukuran berada di atas dan di bawah grafik SG hasil perhitungan model Azuara. Penggabungan kedua grafik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.
12
SG (%)
10 8 6 4 2 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 42 oBrix o
o
non-coating, 30 oC, 54 oBrix o
o
non-coating, 30 oC, 66 oBrix
non-coating, 50 C, 42 Brix coating, 30 oC, 42 oBrix
non-coating, 50 C, 54 Brix coating, 30 oC, 54 oBrix
non-coating, 50 oC, 66 oBrix coating, 30 oC, 66 oBrix
coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 50 oC, 66 oBrix
Gambar 19. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk masing-masing perlakuan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model Azuara
28
Seperti halnya Water Loss, grafik nilai SG juga berbentuk curam pada waktu awal percobaan dan makin landai pada waktu akhir percobaan hingga mencapai nilai SG maksimum untuk waktu yang tak hingga yang dinotasikan dengan SG∞. Nilai SG∞ juga dipengaruhi oleh pemberian kitosan, suhu dan konsentrasi larutan. Pemberian kitosan dan konsentrasi larutan yang tinggi akan menurunkan nilai SG∞, sedangkan suhu larutan yang tinggi dapat meningkatkan SG∞. Nilai SG∞ dapat dilihat pada Tabel 9.
E. RASIO KINERJA/PERFORMANCE RATIO (PR) Performance Ratio (PR) merupakan tingkat kinerja dari proses pengeringan osmotik. Nilai PR yang tinggi menunjukkan proses pengeringan berjalan efektif. Untuk meningkatkan nilai PR, maka nilai WL harus ditingkatkan dan nilai SG yang diperoleh seminimal mungkin. Dari Gambar 20, 21 dan 22 dapat dikatakan bahwa sebagian besar nilai PR konstan tiap waktunya, walaupun ada beberapa nilai PR yang berfluktuatif.
40
PR
30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 42 oBrix o
non-coating, 50 oC, 42 oBrix
o
coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 C, 42 Brix
Gambar 20. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
40
PR
30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 54 oBrix o
o
coating, 30 C, 54 Brix
non-coating, 50 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
Gambar 21. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
29
40
PR
30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit) non-coating, 30 oC, 66 oBrix
non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix
coating, 50 oC, 66 oBrix
Gambar 22. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
Pada Tabel 10 terdapat nilai PR untuk masing-masing perlakuan pada waktu akhir proses pengeringan osmotik. Diperoleh bahwa nilai PR terbesar yaitu 12.2 terdapat pada perlakuan E1T1C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix).
Tabel 10. Nilai Performance Ratio (PR) dari hasil pengukuran dan perhitungan model Azuara untuk masing-masing perlakuan Hasil Pengukuran
Hasil Perhitungan dari Model Azuara
Perlakuan Sampel WL (%)
SG (%)
PR
WL (%)
SG (%)
PR
E0T1C1
32.49
9.28
3.5
30.98
9.30
3.3
E0T1C2
43.65
10.37
4.2
39.97
9.35
4.3
E0T1C3
49.32
8.57
5.8
47.88
7.71
6.2
E0T2C1
33.31
12.75
2.6
31.75
11.78
2.7
E0T2C2
51.22
11.88
4.3
50.71
10.06
5.0
E0T2C3
62.60
8.14
7.7
55.78
7.43
7.5
E1T1C1
27.70
7.32
3.8
26.61
6.94
3.8
E1T1C2
37.81
5.10
7.4
35.45
4.34
8.2
E1T1C3
49.65
4.05
12.2
49.78
3.88
12.8
E1T2C1
50.96
9.01
5.7
50.64
8.24
6.1
E1T2C2
59.23
10.25
5.8
57.34
9.96
5.8
E1T2C3
64.68
8.70
7.4
63.17
7.72
8.2
Berdasarkan hasil perhitungan nilai PR yang paling tinggi juga diperoleh pada perlakuan E1T1C3 yaitu 12.8. Jadi dapat dikatakan bahwa nilai PR dari hasil pengukuran tidak berbeda jauh dengan nilai PR hasil perhitungan dengan model Azuara.
30
V.
PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perlakuan sampel tanpa kitosan, suhu yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi menyebabkan kadar air akhir sampel menjadi rendah. Sebaliknya penggunaan kitosan, suhu yang rendah dan konsentrasi yang rendah menyebabkan kadar air akhir sampel masih tinggi. Perlakuan sampel tanpa kitosan, suhu yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi menyebabkan nilai water loss menjadi tinggi. Sebaliknya penggunaan kitosan, suhu yang rendah dan konsentrasi yang rendah menyebabkan nilai water loss rendah. Sampel yang tidak diberi kitosan, suhu yang tinggi dan konsentrasi larutan yang rendah menyebabkan nilai solid gain menjadi tinggi. Sebaliknya sampel yang diberi kitosan, suhu yang rendah dan konsentrasi larutan yang tinggi menyebabkan nilai solid gain rendah. Penyusutan volume dapat meningkat pada perlakuan tanpa pemberian kitosan pada sampel, suhu larutan yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi. Sebaliknya, penyusutan volume menurun jika sampel diberi kitosan, suhu larutan rendah dan konsentrasi larutan rendah. Perlakuan terbaik yang mempunyai nilai (PR) paling tinggi berdasarkan penelitian ini adalah perlakuan E1T1C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix) dengan nilai PR sebesar 12.2. Model Azuara dapat dikatakan layak dalam memodelkan water loss dan solid gain dalam pengeringan osmotik irisan buah mangga.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya menggunakan beberapa edible coating pada sampel agar diperoleh penggunaan coating yang terbaik untuk pengeringan osmotik pada mangga, model matematis lain untuk menghitung nilai WL dan SG dalam pengeringan osmotik mangga serta penerapan pengeringan osmotik pada beberapa varietas buah mangga atau pada buah lainnya.
31