9
A
B
Hari ke- 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 6 – 7 – 8 – 9 – 10 – 11 – 12 – 13 – 14 – 15 – 16 - 17 C Gambar 8 Teknik penyuntian PGF2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 09.00-10.00, 12.00-13.00, dan 16.00-17.00 Penentuan Status Estrus dan Parameter Pengukuran Status estrus ditentukan dengan dimasukkannya pejantan pengusik pada kelompok kambing betina. Kambing betina yang menunjukkan gejala diam saat dinaiki pejantan pengusik merupakan kambing dengan status estrus puncak. Pengamatan dilakukan 3 kali sehari selama 1 jam yaitu pada pukul 09.00-10.00; 12.00-13.00 dan 16.00-17.00. Penentuan status estrus ini dilakukan 5 hari berturut-turut setelah injeksi kedua. Parameter pengukuran yang digunakan yaitu: 1. Respon Estrus Respon estrus merupakan jumlah hewan yang menunjukkan gejala estrus setelah perlakuan sinkronisasi. Respon estrus x 100% 2. Onset Estrus Onset estrus merupakan waktu timbulnya estrus dihitung mulai dari injeksi kedua sampai pertama kali timbul gejala estrus. 3. Durasi Estrus Durasi estrus atau lamanya estrus dihitung mulai dari pertama kali hewan menunjukkan gejala estrus sampai dengan estrus yang terakhir.
Analisis data Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan persentase kejadian estrus (respon estrus), durasi estrus, onset estrus serta tingkat keseragaman estrus dari kedua kelompok perlakuan penyuntikan pada hewan coba. Analisa data ditentukan dengan ada tidaknya perbedaan yang nyata antara respon estrus, onset estrus, durasi estrus serta tingkat keseragaman estrus dan diuji statistik dengan uji sampel dengan menggunakan uji t.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyuntikan hormon PGF2α terdapat beberapa metode yang telah umum digunakan yaitu intravulva dan intramuskular, selain itu dapat diaplikasikan dengan metode intrauterin. Beberapa hasil pengamatan parameter estrus dapat dilihat sebagai berikut :
10
Respon Estrus Senyawa prostaglandin menyebabkan terjadinya estrus dengan melisiskan CL secara serentak selama masa dari pertengahan sampai akhir dari siklus dan hanya efektif bila CL yang sedang aktif untuk dilisiskan, oleh sebab itu diperlukan dua kali perlakuan dengan jarak 8-12 hari (Tomaszewska et al. 1991). Penelitian ini menggunakan PGF2α dengan zat aktif dinoprost dengan pertimbangan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stevenson dan Phatak (2010) yang menyatakan bahwa dinoprost lebih efektif daripada cloprostenol dalam menurunkan konsentrasi progesteron pada sapi dalam 72 jam. Hasil pengamatan respon estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α yang kedua dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva Kode Umur Hewan Hewan (tahun) M14 1.5 M77 4 M25 2.5 K22 2.5 M61 3.5 K13 1.5 M53 2.5 H14 3.5 M30 2.5 K20 1.5 Keterangan : + : Hewan menunjukkan gejala estrus - : Hewan tidak menunjukkan gejala estrus
Respon + + + + + -
Tabel 2 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular Kode Umur Hewan Hewan (tahun) K08 2.5 M91 3.5 K24 1.5 S00 2.5 M52 2.5 K14 1.5 K12 2.5 K18 1.5 K23 1.5 S01 1.5 Keterangan : + : Hewan menunjukkan gejala estrus - : Hewan tidak menunjukkan gejala estrus
Respon + + + -
Respon estrus yang ditunjukkan melalui presentase kejadian estrus lebih tinggi pada kambing dengan metode penyuntikan intravulva dari pada metode penyuntikan intramuskular. Hasil penelitian didapatkan 50% kambing atau 5 dari 10 ekor kambing menunjukkan respon estrus pada pemberian PGF2α dengan metode penyuntikan intravulva, sedangkan pada penyuntikan intramuskular hanya 30% kambing atau 3 dari 10 ekor kambing. Respon estrus yang rendah kemungkinan dapat disebabkan karena kurangnya dosis hormon yang diberikan. Dosis penyuntikan hormon PGF2α pada kambing adalah 6-8 mg (Arthur 1996) atau 10-15 mg secara intramuskular pada kambing atau domba (Booth dan
11
McDonald 1982), sedangkan pada penelitian ini diberikan PGF2α dengan dosis 5 mg. Pertimbangan penggunaan dosis tersebut didasarkan pada perkiraan bobot kambing yang digunakan adalah 1/5 dari bobot sapi, dimana Noroprost® yang digunakan dengan ketentuan 5 ml per ekor sapi yang mengandung 25 mg dinoprost sehingga diambil keputusan menggunakan hormon sebanyak 1 ml per ekor kambing yang mengandung dinoprost 5 mg. Siregar et al. (2010) berpendapat bahwa pada penyuntikan hormon PGF2α secara intravulva memberikan respon estrus lebih banyak karena lokasinya yang lebih mudah untuk didistribusikan melalui mekanisme counter current. Pada vulva hormon PGF2α yang disuntikkan mula-mula berada pada sel-sel di bawah kulit. Menurut Hardjopranjoto (1995), secara anatomi lapisan dalam bibir vulva berupa mukosa yang bergambung dengan vestibulum vaginae di depannya. Pemberian darah sama dengan pada vagina yaitu arteri uterina. Arteri ovarica (pensuplai darah pada ovarium) dan vena uterina terletak sangat berdekatan sehingga memungkinkan perpindahan hormon seperti PGF2α dan steroid dari pembuluh vena ke arteri. Semakin banyaknya hewan yang menunjukkan gejala estrus maka dapat dikatakan bahwa metode tersebut tepat untuk diaplikasikan. Berdasarkan banyaknya respon estrus maka metode penyuntikan intravulva dapat dijadikan pilihan yang tepat dalam melakukan sinkronisasi estrus pada kambing PE.
Onset Estrus Onset estrus merupakan waktu timbulnya estrus dihitung mulai dari injeksi kedua sampai pertama kali timbul gejala estrus (Fonseca et al. 2005). Hasil pengamatan onset estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α yang kedua dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva Kode Hewan M25 K22 M61 H14 M30
Umur Hewan (tahun) 2.5 2.5 3.5 3.5 2.5 Rata-rata ( )
Onset Estrus (jam) 70.50 29.10 22.31 22.30 70.36 42.91
Tabel 4 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular Kode Hewan K08 M91 K18
Umur Hewan (tahun) 2.5 3.5 1.5 Rata-rata ( )
Onset Estrus (jam) 22.25 70.43 76.75 56.48
Onset estrus pada penyuntikan intravulva berkisar 22.30-70.50 jam dengan rata-rata 42.91 jam, sedangkan pada metode penyuntikan intramuskular onset estrus berkisar 22.25-76.75 jam dengan rata-rata 56.48 jam. Pada penelitian ini
12
dengan melihat rata-rata dapat dikatakan onset estrus pada metode penyuntikan intravulva lebih cepat dari pada metode penyuntikan intramuskular. Hasil penelitian Setiadi dan Aepul (2010) pada domba garut didapatkan onset estrus yang lebih lama yaitu 32.63±3.07 pada penyuntikan PGF2α secara intamuskular. Ras hewan juga mempengaruhi perbedaan dari onset estrus (Tambing et al. 2001). Perbedaan onset estrus pada kedua metode tersebut diduga berkaitan erat dengan lokasi penyuntikan intravulva yang memungkinkan hormon PGF2α lebih mudah untuk didistribusikan langsung melalui mekanisme counter current (Siregar et al. 2010), oleh sebab itu pada penyuntikan intravulva memiliki onset estrus yang lebih pendek dari pada penyuntikan intramuskular. Faktor umur juga memberikan kontribusi mengenai perbedaan onset estrus pada kedua metode penyuntikan tersebut. Pada penyuntikan secara intravulva memiliki rata-rata umur kambing yang lebih tua daripada kelompok hewan penyuntikan intramuskular dan dimungkinkan memiliki pertumbuhan folikel yang lebih cepat, dimana dalam pertumbuhan folikel akan dihasilkan cukup banyak estrogen yang menyebabkan ternak menunjukkan tanda-tanda estrus (Tomaszewska et al. 1991). PGF2α dalam siklus reproduksi normal, dihasilkan oleh endometrium dari uterus, kemudian dalam perjalanannya PGF2α masuk ke dalam vena uterina menuju ke ovarium. PGF2α ditemukan dalam darah vena uterina dalam konsentrasi tinggi pada hari ke-15 dari siklus estrus (Hardjopranjoto 1995). Tingginya kadar PGF2α yang bersifat luteolitik dalam arteri menyebabkan vasokonstriktor pembuluh darah uteroovarian sehingga aliran darah menuju CL berkurang. Hal ini mengakibatkan iskhemia dan starvasi pada CL (Booth dan McDonald 1982). Iskemia merupakan keadaan sel yang kekurangan oksigen dan starvasi merupakan keadaan sel yang kekurangan kalori (Murray et al. 1996), dengan demikian lisisnya sel granulosa pada CL dikontrol vaskularisasi darah, transpor oksigen, nutrisi serta hormon, disamping itu hipertofi pada sel granulosa CL, hiperplasi dari jaringan ikat fibroblas dan vaskularisasi darah yang minim pada CL berkontribusi dalam penurunan ukuran dari CL (Sangha et al. 2002). Apabila terjadi regresi pada CL maka akan terjadi ovulasi dan hewan memberikan respon estrus (Booth dan McDonald 1982). Normalnya kambing akan mengalami estrus dengan onset estrus 1-3 hari setelah injeksi kedua PGF2α dengan dosis 10-15 mg secara intramuskular (Booth dan McDonald 1982). Semakin cepat onset estrus yang diperoleh maka mengindikasikan semakin tepat pula metode tersebut untuk diaplikasikan karena akan mempermudah peternak untuk segera melakukan perkawinan pada ternaknya, sehingga lebih meningkatkan efesiensi waktu dalam manajemen peternakan khususnya untuk menikatkan populasi ternak. Berdasarkan onset estrus maka metode penyuntikan intravulva dapat dijadikan pilihan yang tepat dalam melakukan sinkronisasi estrus pada kambing PE.
Durasi Estrus Durasi estrus atau lamanya estrus adalah waktu yang dihitung mulai dari pertama kali hewan menunjukkan gejala estrus sampai dengan estrus yang terakhir (Fonseca et al. 2005). Hasil pengamatan durasi estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α yang kedua dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
13
Tabel 5 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva Kode Hewan M25 K22 M61 H14 M30
Umur Hewan (tahun) 2.5 2.5 3.5 3.5 2.5 Rata-rata ( )
Durasi Estrus (jam) 30.58 48.08 96.15 71.80 30.06 55.33
Tabel 6 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular Kode Hewan K08 M91 K18
Umur Hewan (tahun) 2.5 3.5 1.5 Rata-rata ( )
Durasi Estrus (jam) 30.38 30.73 24.13 28.41
Pada metode penyuntikan intravulva durasi estrus berkisar 30.06-96.15 jam dengan rata-rata 55.33 jam, sedangkan pada metode intramuskular durasi estrus berkisar 24.13-30.73 jam dengan rata-rata 28.41 jam. Pada metode penyuntikan intravulva didapatkan rata-rata durasi estrus yang lebih lama dibandingkan pada metode penyuntikan intramuskular. Perbedaan durasi estrus dari kedua metode tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kadar prostaglandin yang sampai pada CL. Hafez dan Hafez (2000) berpendapat bahwa ada sebagian prostaglandin yang mengendap di darah, sehingga ada kemungkinan pada metode penyuntikan intravulva memiliki kadar prostaglandin yang lebih tinggi untuk melisiskan CL mengingat rute perjalanan prostaglandin pada pembuluh darah lebih pendek jaraknya dari pada metode penyuntikan intramuskular. Lama birahi pada kambing PE adalah 25-40 jam (Tambing et al. 2001), pada penelitian ini didapatkan metode penyuntikan intravulva memiliki rata-rata durasi estrus lebih lama yaitu 55.33 jam. Durasi estrus pada kambing kacang antara 32-45 jam, kambing Boer 37 jam (Tambing et al. 2001), domba garut 30.95±4.32 (Setiadi dan Aepul 2010). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan selain oleh adanya perbedaan bangsa dan tata laksana pemeliharaan terutama pengelolaan reproduksi, juga oleh faktor gelombang pertumbuhan folikel (follicle development wave). Perbedaan lamanya estrus juga bergantung pada jumlah dan kualitas folikel yang berbeda. Jumlah folikel yang banyak berkorelasi pula dengan estrogen yang dihasilkan juga semakin banyak sehingga dimungkinkan durasi estrus yang dihasilkan akan lama. Gelombang pertumbuhan folikel dalam satu siklus berahi pada kambing saat ini belum diketahui dengan pasti, sehingga sangat sulit untuk menentukan dengan tepat aplikasi hormonal untuk program penyerentakan estrus dan waktu inseminasi karena waktu ovulasi tidak diketahui. Kontrol gelombang pertumbuhan folikel sangat penting dalam program superovulasi dan sinkronisasi estrus, yaitu mempengaruhi lama siklus estrus dan panjang fase luteal (Tambing et al. 2001).
14
Perbedaan karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva dan intramuskular dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7
Karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva dan intramuskular
Metode Penyuntikan
Respon estrus (%)
± SD (jam)
Onset estrus Durasi estrus Intravulva 50 42.91 ± 25.27a 55.33 ± 28.47a Intramuskular 30 56.48 ± 29.81a 28.41 ± 3.71a Ket: Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)
Kualitas estrus yang dihasilkan pada metode penyuntikan intravulva dapat dikatakan lebih baik dengan melihat onset estrus yang lebih cepat dan durasi estrus yang lebih lama daripada metode penyuntikan intramuskular, namun menurut perhitungan statistik kedua metode penyuntikan tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal tersebut mengindikasikan metode penyuntikan intravulva lebih tepat untuk diaplikasikan pada kambing PE. Deteksi birahi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan. Hal ini penting dalam program inseminasi buatan sehingga inseminasi dapat dilakukan pada saat yang tepat (Tomaszewska et al. 1991).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil kualitas estrus pada metode penyuntikan intravulva lebih baik dari pada intramuskular. Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tentang hormonal dan keadaan folikel.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2011. Cara budidaya ternak kambing etawa. [terhubung berkala] http://budidayanews.blogspot.com/2011/02/cara-budidaya-ternakkambing-etawa.html [10 Juli 2011]. Arthur GH, Noakes DE, Pearson H, Parkinson TJ. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Ed ke-7. London: The Bath Pr. Aziz A. 2011. Mengenal kambing peranakan etawa (PE). [terhubung berkala] http://www.etawafarm.com/2011/12/mengenal-kambing-peranakanetawa_pe.html [10 Juli 2011]. Blitek A, Waclawik A, Kaczmarek MM, Kiewisz J, Ziecik AJ. 2010. Effect of estrus induction on prostaglandin content and prostaglandin synthesis