HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kondisi ruang laboratorium secara umum mendukung untuk pembuatan pupuk kompos karena mempunyai temperatur yang tidak berubah setiap harinya serta terlindung dari sinar matahari langsung. Rataan temperatur di ruang laboratorium adalah 26,8oC atau temperatur setiap harinya berkisar antara 2627oC selama 28 hari pengomposan yang dilakukan secara aerobik. Proses pengangkutan dan pencampuran bahan bedding kuda dapat dilihat pada Gambar 9.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 9. Proses Pengangkutan dan Pencampuran Bedding Kuda (a) Pengambilan dan Pengumpulan Bedding Kuda; (b) Penimbangan Bedding kuda; (c) Pengakutan menuju Laboratorium Pengelolaan Limbah Fakultas Peternakan; dan (d) Pencampuran semua Bahan Bedding Kuda.
23
Kualitas Pupuk Kompos Bedding kuda Pembuatan pupuk kompos harus menghasilkan kualitas yang baik dan disukai pengguna maka dari itu, kualitas pupuk kompos penelitian ini merujuk pada SNI (2004) dengan nomor 19-7030-2004. Kualitas pupuk kompos dilihat dari nilai penyusutan, nilai pH, temperatur, kualitas unsur hara yang tersedia, warna dan juga bau. Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda Nilai penyusutan pupuk kompos bedding kuda diperoleh dari selisih bobot awal dan bobot akhir setelah 28 hari pengomposan. Semakin besar nilai penyusutan maka semakin baik mikroba mengurai bahan organik menjadi kompos. Nilai penyusutan pupuk kompos bedding kuda terbesar yaitu pada perlakuan kontrol dan EM4 dengan nilai yang sama yaitu 38,0% (Gambar 10), hal ini diduga pada kedua perlakuan tersebut mikroba yang terkandung didalamnya lebih aktif dibandingkan perlakuan yang lain. Selama proses pengomposan mikroba aktif mengurai bahan organik menjadi CO2, H2O, humus, unsur hara dan energi yang menyebabkan terjadinya kehilangan CO2 dan H2O yang cukup banyak, sehingga mengalami penyusutan pupuk kompos. Kehilangan senyawa-senyawa tersebut dapat mencapai 20-40% dari bobot awal karena terjadi perombakan bahan organik yang kemungkinan 50% bahan organik telah mengalami penguraian dan penguapan (Soepardi, 1983).
Gambar 10. Persentase Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda Tiap Perlakuan
24
Penambahan aktivator pada bahan yang dikomposkan akan mempercepat proses penguraian (dekomposisi) bahan organik. Seharusnya pada perlakuan dengan penggunaan aktivator mikroba nilai penyusutannya lebih besar daripada kontrol. Perlakuan Orgadec yang memiliki nilai penyusutan terendah (33,5%) diduga mikroba yang terkandung didalamnya belum optimal mengurai bahan organik, hal ini dapat dilihat dari temperatur pengomposan yang belum optimal dan tekstur permukaan bedding kuda yang kering, sehingga proses pengomposan masih berjalan. Hasil sidik ragam penyusutan pupuk kompos menunjukkan nilai P=0,142 (Lampiran Tabel 3) yang berarti nilai penyusutan pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata akibat penggunaan aktivator mikroba yang berbeda. Nilai pH Pupuk Kompos Bedding Kuda Ada tidaknya aktivitas mikroorganisme dapat dilihat dari perubahan nilai pH yang terjadi selama proses pengomposan. Pengomposan bedding kuda menghasilkan nilai pH yang bersifat alkalis disebabkan oleh salah satu sifat bahan organik yang difermentasikan secara aerobik. Menurut Nengsih (2002), pengomposan menghasilkan pupuk bersifat alkalis karena aktivitas mikroba mengurai asam-asam organik menjadi CO2 dan banyak melepaskan kation-kation (K+, Ca2+, Mg2+) hasil dari mineralisasi dalam proses aerobik sehingga menghasilkan pH yang alkalis. Pengomposan secara aerob pada keadaan normal terjadi pada pH netral dan jarang sekali mengalami perubahan yang ekstrim (Polprasert, 1989). Nilai pH bedding kuda yang diamati selama proses pengomposan adalah berfluktuasi tetapi tidak menunjukkan perubahan yang mencolok yaitu berkisar antara 7-8 seperti diperlihatkan pada Gambar 12 hal ini dapat disebabkan nilai pH awal bedding kuda yang digunakan sudah 7. Menurut SNI (2004) nilai pH untuk pupuk organik adalah 6,8-7,5. Nilai pH pada penelitian ini termasuk ke dalam pH netral dan sesuai dengan SNI (2004). Nilai pH yang mendekati netral sangat berguna untuk mengurangi keasaman tanah yang sifat asli dari tanah adalah asam.
25
Gambar 11. Perubahan Rataan Nilai pH Tiap Perlakuan Selama Lima Hari Pengomposan Nilai pH pada pengamatan hari pertama pengomposan yaitu 7 dan mengalami peningkatan menjadi 8 pada hari kedua pengomposan (Gambar 11) hal ini disebabkan dari sumbangan kation-kation basa hasil mineralisasi bahan kompos seperti ammonia. Menurut Dalzell et al. (1987), mineralisasi adalah proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi bahan humus oleh mikroorganisme. Menurut Liao et al. (1995) nilai pH yang alkalis akan memudahkan bahan organik pupuk kompos mengalami volatilisasi amonium, yaitu perubahan senyawa Namonium menjadi gas amonia yang akan dibebaskan ke udara (Gambar 13).
Gambar 12. Perubahan Rataan Nilai pH Tiap Perlakuan Selama Pengomposan
26
Pembentukan asam
pH 9 8 7 6
Perkembangan ammonia
5 4
Wakt A
B
C
D
u
Keterangan: A = Mesofilik ; B = Termofilik ; C = Pendinginan ; dan D = Pematangan
Gambar 13. Perbedaan Nilai pH dalam Tumpukan Kompos (Dalzell et al., 1987) Pada hari-hari selanjutnya nilai pH tetap mengalami perubahan yang tidak terlalu mencolok disebabkan dari aktivitas mikroba yang berbeda dan akhirnya pada hari ke 28 nilai pH menjadi 8 (Gambar 12). Menurut Hardjowigeno (2003), pupuk yang bersifat alkalis dapat meningkatkan nilai pH tanah, sedangkan pupuk yang bersifat asam dapat menurunkan pH tanah yang berarti tanah akan menjadi masam. Temperatur Pupuk Kompos Bedding kuda Temperatur merupakan indikator penting yang menentukan keberhasilan proses pengomposan. Temperatur dapat menunjukkan tingkat kegiatan mikroorganisme yang menguraikan bahan organik menjadi pupuk kompos. Temperatur selama proses pengomposan yang berubah-ubah dalam lima hari pertama pengomposan dapat dilihat pada Gambar 14. Rataan temperatur hasil penelitian pada hari pertama pengomposan adalah
35,9oC±2,53, pada temperatur ini merupakan tahap
penghangatan dan termasuk temperatur fase mesofilik. Menurut CPIS (1992), mikroorganisme mesofilik pada hakekatnya berfungsi memperkecil ukuran partikel zat organik sehingga luas permukaan partikel bertambah.
27
Gambar 14. Perubahan Rataan Temperatur Tiap Perlakuan Selama Lima Hari Pengomposan Pada hari kedua proses pengomposan terjadi peningkatan temperatur hingga mencapai 42oC, temperatur ini merupakan tahap temperatur puncak dan termasuk ke dalam fase termofilik (Gambar 15). Menurut Gaur (1983), bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu yang terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein, sehingga bahan-bahan kompos dapat terurai dengan cepat. Fase termofilik adalah fase dengan temperatur 40-60oC dimana mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik (Sutedjo et al., 1991). Fase termofilik menandakan mikroorganisme mulai aktif mengurai bahan organik dan terjadinya proses penguraian mikroba yang menghasilkan panas pada kompos. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikan temperatur dalam timbunan bahan organik menghasilkan temperatur yang menguntungkan bagi mikroorganisme termofilik. Apabila temperatur melebihi 6570oC maka kegiatan mikroorganisme akan menurun karena kematian organisme akibat panas yang tinggi (Dalzell et al., 1987). Pada hari-hari selanjutnya temperatur pupuk kompos bedding kuda mulai mengalami penurunan karena aktivitas mikroba mulai menurun. Menurut Tiqua et al. (1996), kompos yang matang temperaturnya akan turun mendekati 30oC (Gambar 15). Pada temperatur ini merupakan tahap pendinginan. Setelah temperatur pupuk kompos bedding kuda kurang dari 30oC yang merupakan temperatur tahap pematangan (Dalzell et al., 1987). Hasil sidik ragam
28
temperatur yang didapat pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5 setiap perlakuan tidak berbeda nyata akibat penggunaan aktivator mikroba yang berbeda seperti diperlihatkan pada Lampiran Tabel 5, 7, 9, 11, dan 13.
Gambar 15. Perubahan Rataan Temperatur Tiap Perlakuan Selama Pengomposan C-Organik (Karbon) Pupuk Kompos Bedding Kuda Karbon (C) merupakan penyusun bahan organik. Oleh karena itu, peredarannya selama proses pelapukan sangat penting. Sebagian besar dari energi yang diperlukan oleh mikroorganisme tanah berasal dari oksidasi C. Perubahan yang terjadi dan menyertai reaksi C baik di dalam atau di luar tanah disebut peredaran C. Pelapukan bahan organik menghasilkan CO2 dimana gas tersebut merupakan sumber CO2 tanah. Karbon dioksida yang dihasilkan tanah akan dibebaskan ke udara yang kemudian akan digunakan kembali oleh tanaman, dengan demikian peredaran C telah selesai. Sejumlah kecil CO2 bereaksi di dalam tanah membentuk asam karbonat, Ca-, Mg-, dan K-karbonat atau bikarbonat. Garam-garam tersebut mudah larut dan mudah hilang dalam air drainase dan diserap tanaman, sehingga Ca, Mg, dan K juga CO3-2 dan HCO3- menjadi tersedia bagi tanaman. Hasil lapukan karbon (C) yang dihasilkan jasad mikro adalah CO2, CO3-2, HCO3-1, H2CO3-1, CH4 dan C. Sebagian besar C diperoleh melalui fotosintesis (Soepardi, 1983). Pengomposan dengan cara aerob kurang lebih dua pertiga unsur C menguap menjadi CO2 dan sisanya bereaksi dengan N dalam sel hidup (Dalzell et al., 1987).
29
Karbon (C) mengalami penurunan setelah terjadi proses pengomposan disebabkan bertambahnya unsur-unsur hara lain yang diserap oleh bahan organik pupuk kompos. Penurunan kandungan unsur hara C terbesar adalah (10,07%) pada perlakuan EM4, semakin tinggi nilai penurunan C maka semakin baik karena banyak unsur C yang terbebaskan ke udara yang dilepaskan oleh mikroba dalam bentuk CO2. Penurunan kandungan unsur hara C terendah adalah pada perlakuan Stardec diduga karena pada perlakuan tersebut masih banyak C yang belum terurai oleh mikroba dalam bentuk lignin dari beddingnya (Tabel 6). Pelepasan unsur C tersebut digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001). Hasil analisis unsur hara C-Organik setelah pengomposan sesuai dengan SNI (2004) yaitu berkisar antara 31,11-33,65%. Penggunaan aktivator mikroba yang paling mendekati batas maksimal SNI (2004) adalah Stardec dan Orgadec. Tabel 6. Kandungan C-Organik Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan
Kandungan Unsur Hara C-Organik Penurunan Kandungan Sebelum Sesudah C-Organik Pengomposan Pengomposan ------------------------------------%------------------------------------
Kontrol
41,19
33,65
7,54
EM4
42,76
32,69
10,07
Stardec
38,16
31,91
6,25
Orgadec
40,51
31,11
9,40
Keterangan : SNI (2004) Kandungan C-Organik Minimal 9,80% dan Maksimal 32%
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) N-Total (Nitrogen) Pupuk Kompos Bedding Kuda Amonium hanya dapat dibentuk bila bahan organik mengandung unsur N. Amonium merupakan senyawa yang dibentuk oleh jasad mikro. Protein pecah menjadi asam amino dan senyawa N lainnya yang akhirnya menghasilkan amonium. Nitrat merupakan hasil akhir dari proses nitrifikasi yang merupakan bentuk N yang diperlukan bagi tanaman untuk pertumbuhannya. Bentuk N sangat peka terhadap kehilangan melalui udara dan melalui drainase. Hasil lapukan nitrogen (N) yang dihasilkan jasad mikro adalah NH4+1, NO2-1, NO3-1, dan N2. Reaksi nitrifikasi Soepardi (1983), adalah sebagai berikut :
30
Oksidasi +
2NO2- + 2H2O + 4H+ + energi
2NH4 + 3O2 Enzimatik
Oksidasi 2NO2- + O2
2NO3- + energi Enzimatik
Fungsi N dalam proses pengomposan adalah membentuk enzim-enzim asam amino untuk mempercepat proses pertumbuhan mikroorganisme. Tersedianya N yang tinggi akan mempercepat pengubahan karbohidrat menjadi protein dan kemudian diubah menjadi protoplasma dan sebagian kecil dipergunakan untuk menyusun dinding sel, terutama karbohidrat bebas N seperti Ca pekat, selulosa, dan lignin berkadar N rendah. Tabel 7. Kandungan N-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan
Kandungan Unsur Hara N-Total Penurunan Kandungan Sebelum Sesudah N-Total Pengomposan Pengomposan -----------------------------------------%-----------------------------------
Kontrol
2,19
1,28
0,91
EM4
2,46
1,29
1,17
Stardec
2,02
1,37
0,65
Orgadec
2,10
1,23
0,87
Keterangan : SNI (2004) Kandungan N-Total Minimal 0,40%
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) Penurunan kandungan N tertinggi pada perlakuan EM4 (1,17%) semakin tinggi nilai penurunan semakin kurang baik karena banyak N yang terbebaskan ke udara. Penurunan kandungan N terendah adalah pada perlakuan Stardec hal ini karena nilai N yang terkandung pada perlakuan Stardec dapat diurai dengan baik oleh mikroorganisme sabagai penyusun asam amino untuk dijadikan unsur hara Namonium dan N-nitrat yang dapat digunakan oleh tanaman. Menurut SNI (2004), batas minimal dari jumlah N yang terkandung dalam pupuk organik adalah sebesar 0,4%, sedangkan hasil analisis pupuk kompos bedding kuda pada penelitian berada diatas batas minimal SNI (2004) yaitu berkisar antara 1,23-1,37% seperti diperlihatkan pada Tabel 7.
31
Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda Rasio C/N pupuk kompos merupakan salah satu kriteria yang umum digunakan untuk menentukan tingkat kematangan kompos dan kualitasnya. Namun nilai rasio C/N tidak mutlak sebagai indikator tingkat kematangan kompos, karena hal tersebut dipengaruhi oleh jenis dan tipe bahan organik yang digunakan untuk pengomposan (Hirai et al., 1983). Tabel 8. Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda Rasio C/N Perlakuan
Sebelum Pengomposan 18,8
Sesudah Pengomposan 26,3
Peningkatan Rasio C/N
EM4
17,4
25,4
8,0
Stardec
18,9
23,3
4,4
Orgadec
19,3
25,3
6,0
Kontrol
7,5
Keterangan : SNI (2004) Kandungan Rasio C/N Minimal 10 dan Maksimal 20
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) Peningkatan rasio C/N pupuk kompos bedding kuda tertinggi adalah 8,0 pada perlakuan EM4 (Tabel 8) semakin tinggi nilai peningkatan rasio C/N semakin tidak baik karena banyak N yang terlepaskan ke udara dalam bentuk gas NO2 dan kandungan C yang belum terurai. Penurunan rasio C/N terendah adalah 4,4 pada perlakuan Stardec. Rasio C/N kompos sampah organik domestik yang dibutuhkan tanah adalah sebesar 10-20 (SNI, 2004), sedangkan rasio C/N penelitian ini diatas SNI (2004) yaitu berkisar antara 23,3-26,3 (Tabel 8). Rasio C/N yang tinggi mengakibatkan proses degradasi lambat karena kandungan N rendah, waktu pengomposan lama dan kualitas lebih rendah (Wimbanu, 2005). Rasio C/N yang paling mendekati SNI (2004) adalah Stardec (23,3) hal ini menunjukkan bahwa aktivator Stardec memiliki kualitas yang lebih baik dalam peubah rasio C/N dibanding aktivator yang lainnya. P2O5-Total (Fosfor) Pupuk Kompos Bedding Kuda Fosfor (P) mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme yaitu anabolisme dan katabolisme karbohidrat, selain itu P juga berperan dalam transformasi energi dalam metabolisme lemak pada tanaman. Menurut Hakim et al.
32
(1986), kekurangan P dalam tanah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan menurunnya hasil tanam. Rataan hasil analisis kimia kandungan fosfor (P-Total) pupuk kompos bedding kuda adalah 2,07±0,12 dengan masing-masing perlakuan kontrol (2,12%), EM4 (2,12%), Stardec (2,16%), dan Orgadec (1,89%) disajikan pada Tabel 9. Kandungan P terbesar pada perlakuan Stardec yaitu 2,26% dan terendah pada perlakuan Orgadec yaitu 1,89%. Kandungan analisis P pupuk kompos bedding kuda pada penelitian ini berkisar antara 1,89-2,12%. Hasil analisis pada penelitian ini berada diatas batas minimal SNI (2004) hal ini menunjukkan bahwa kualitas dari kandungan P yang terdapat pada semua perlakuan sesuai dengan SNI (2004) dan baik digunakan untuk tanaman karena P berfungsi sebagai pertumbuhan akar yang sehat dan normal, dan sebagai pembentukan karbohidrat dan cadangan makanan (Sriharti dan Salim, 2002). Tabel 9. Kandungan P2O5-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan
Kandungan Unsur Hara P2O5-Total ---------------------%-------------------
Kontrol
2,12
EM4
2,12
Stardec
2,16
Orgadec
1,89
Rataan
2,07±0,12
Keterangan : SNI (2004) Kandungan P2O5-Total Minimal 0,10%
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) K2O-Total (Kalium) Pupuk Kompos Bedding Kuda Kalium (K) merupakan ion yang bermuatan positif. Unsur hara K diserap perakaran tanaman dalam bentuk kation K+. Ketersediaan unsur K dalam bentuk K2O bagi tanaman cukup penting. Menurut Sosrosoedirjo et al. (1981), unsur hara K di dalam pupuk kompos sebagian besar terdapat dalam bentuk yang larut dalam air dan 90-100% dapat diserap oleh tumbuhan. Kalium (K) berfungsi membantu proses enzimatik dalam pembentukan dan transpor karbohidrat.
33
Tabel 10. Kandungan K2O-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan
Kandungan Unsur Hara K2O-Total ---------------------%-------------------
Kontrol
1,68
EM4
1,73
Stardec
1,71
Orgadec
1,70
Rataan
1,71±0,02
Keterangan : SNI (2004) Kandungan K2O-Total Minimal 0,20%
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) Rataan hasil analisis kimia kandungan K pupuk kompos bedding kuda adalah 1,71±0,02 dengan masing-masing kontrol (1,68%), EM4 (1,73%), Stardec (1,71%), dan Orgadec (1,70%) disajikan pada Tabel 10. Kandungan K terbesar adalah pada perlakuan EM4 dan kandungan K terendah pada perlakuan kontrol. Kandungan batas minimal K menurut SNI (2004) adalah 0,2%, sedangkan pada hasil analisis pupuk kompos bedding kuda penelitian ini berkisar antara 1,68-1,73% atau berada diatas batas minimal SNI (2004) yang menandakan kandungan K sesuai SNI (2004). Penggunaan pupuk kompos bedding kuda merupakan salah satu alternatif penyediaan unsur K karena dapat mencegah pencucian oleh air tanah sebagaimana terjadi pada pupuk K buatan. Kandungan unsur K yang tinggi dapat disebabkan adanya pelapukan bahan organik. Hasil kandungan K yang tinggi ini baik untuk tanaman karena mempercepat pertumbuhan batang tanaman, meningkatkan pembentukan klorofil dan karbohidrat pada buah, meningkatkan kualitas buah, ketahanan terhadap penyakit, penyerapan makanan, mempengaruhi hidratasi, mengatur keseimbangan unsur N dan P, serta berfungsi untuk menguatkan serabut akar (Sriharti dan Salim, 2002). CaO-Total (Kalsium) Pupuk Kompos Bedding Kuda Kalsium (Ca) berfungsi untuk membentuk dinding sel yang dibutuhkan dalam proses pembelahan sel baru oleh mikroorganisme, menyusun dinding-dinding sel tanaman, dan untuk pertumbuhan (Hardjowigeno, 2003). Kalsium (Ca) yang diambil dari dalam tanah oleh tanaman dalam bentuk Ca++. Rataan hasil analisis kimia kandungan Ca pupuk kompos bedding kuda adalah 1,47±0,15 dengan masing-masing
34
perlakuan kontrol (1,43%), EM4 (1,48%), Stardec (1,66%), dan Orgadec (1,29%) (Tabel 11). Tabel 11. Kandungan CaO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan
Kandungan Unsur Hara CaO-Total ---------------------%-------------------
Kontrol
1,43
EM4
1,48
Stardec
1,66
Orgadec
1,29
Rataan
1,47±0,15
Keterangan : SNI (2004) Kandungan CaO-Total Maksimal 25,50%
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) Kandungan Ca terbesar ditemukan pada perlakuan Stardec (1,66%), sedangkan kandungan Ca terendah adalah pada perlakuan Orgadec (1,29%) atau hasil analisis kandungan unsur Ca penelitian ini berkisar antara 1,29-1,66% dan berada jauh dibawah batas maksimal SNI (2004) yaitu sebesar 25,5%. Demikian ini kurang maksimal digunakan untuk tanaman karena kurang mencukupi kebutuhan tanaman yang mengakibatkan tunas dan akar tidak dapat tumbuh (berkembang) karena pembelahan sel tanaman tersebut terhambat. MgO-Total (Magnesium) Pupuk Kompos Bedding Kuda Magnesium (Mg) yang diambil tanaman dari dalam tanah adalah berbentuk Mg++. Hasil analisis kimia kandungan Mg pupuk kompos bedding kuda adalah kontrol (0,48%), EM4 (0,49%), Stardec (0,51%), dan Orgadec (0,47%) dengan rataan 0,49±0,02 disajikan pada Tabel 12. Kandungan Mg terbesar adalah pada perlakuan Stardec dan terendah pada perlakuan Orgadec. Hasil analisis kandungan unsur Mg pada penelitian ini berada dibawah batas maksimal SNI (2004) yaitu 0,6% (Tabel 12) yang berkisar antara 0,47-0,51% yang berarti unsur Mg termasuk dalam SNI (2004). Kandungan Mg sangat baik digunakan untuk tanaman karena dapat berfungsi sebagai pembentuk klorofil, sistem enzim dan pembentukan minyak (Hardjowigeno, 2003). Magnesium (Mg) berperan dalam proses fotosintesis dan pembentukan klorofil bersama zat besi (Sriharti dan Salim, 2002). Gejala kekurangan
35
Mg adalah defisiensi pada daun-daun tua yang akan berwarna kuning karena pembentukan klorofil terganggu, dan pada daun muda akan keluar lendir (Hardjowigeno, 2003). Tabel 12. Kandungan MgO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan
Kandungan Unsur Hara MgO-Total ---------------------%-------------------
Kontrol
0,48
EM4
0,49
Stardec
0,51
Orgadec
0,47
Rataan
0,49±0,02
Keterangan : SNI (2004) Kandungan MgO-Total Maksimal 0,60%
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos Bedding Kuda Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Selain berperan dalam kesuburan tanah, KTK berperan pula dalam meningkatkan penggunaan elemen nutrisi serta berperan dalam melancarkan penyerapan hara dalam tanah oleh tumbuhan. Kapasitas tukar kation didefinisikan sebagai kapasitas untuk menyerap dan mempertukarkan kation dan umumnya dinyatakan dalam satuan miliekuivalen (meq) tiap 100 gram (1 meq/100 g) yang berarti tanah dapat menyerap 1 mg hidrogen tiap 100 gram bahan (Soepardi, 1983). Dalam Taksonomi Tanah, semenjak 1987 satuan meq/100 g diganti menjadi cmol(+)/kg, dimana 1 meq/100 g tanah sama dengan 1 cmol(+)/kg tanah (Hardjowigeno, 2003). Menurut Harada (1993), batas minimal KTK untuk kualitas pupuk kompos adalah 70 meq/100 g (Lampiran Tabel 1) sedangkan hasil analisis KTK penelitian ini berada jauh dibawah yaitu berkisar antara 29,55-33,43 cmol/kg, hasil ini diduga karena pada pupuk kompos bedding kuda hanya mempunyai sedikit ion, baik anion maupun kation. Anion adalah senyawa bermuatan negatif dan kation senyawa bermuatan positif. Hasil analisis kimia nilai KTK pupuk kompos bedding kuda adalah pada kontrol (30,58 cmol/kg), EM4 (32,43 cmol/kg), Stardec (33,43 cmol/kg), dan Orgadec (29,55 cmol/kg) dengan rataan 31,50±1,75 disajikan pada Tabel 13. Nilai
36
KTK terbesar adalah pada perlakuan Stardec, sedangkan yang terendah adalah pada perlakuan Orgadec. Tabel 13. Nilai KTK Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan
Nilai KTK ---------------------cmol/kg-------------------
Kontrol
30,58
EM4
32,43
Stardec
33,43
Orgadec
29,55
Rataan
31,50±1,75
Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011) Kapasitas tukar kation pada tanah berguna bagi tanaman untuk mempermudah penyerapan unsur hara dan juga menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara yang berada di dalam tanah. Semakin tinggi nilai KTK pada pupuk kompos bedding kuda maka semakin baik penggunaan KTK pada tanah. Warna Pupuk Kompos Bedding Kuda Warna pupuk kompos bedding kuda hasil pengomposan mulai mengalami perubahan perlahan-lahan dari feses kuda berwarna hijau menjadi lebih kehitaman disebabkan adanya proses pelapukan bahan organik dan proses oksidasi C yang menyebabkan perubahan warna. Menurut SNI (2004), standar kualitas kompos dari sampah organik domestik pada peubah warna pupuk kompos yaitu warna pupuk kompos berubah menjadi kehitaman. Hasil olahan uji organoleptik warna pupuk kompos bedding kuda dengan 40 orang panelis disajikan pada Tabel 14. Perlakuan kontrol (52,5%), EM4 (10,0%), Stardec (40,0%), dan Orgadec (45,0%) orang panelis menyatakan bahwa warna pupuk kompos bedding kuda adalah berwarna coklat. Panelis menyatakan pupuk kompos bedding kuda berwarna coklat-kehitaman pada perlakuan kontrol (47,5%), EM4 (87,5%), Stardec (60,0%), dan Orgadec (55,0%). Pada perlakuan EM4 2,5% panelis menyatakan warna pupuk kompos bedding kuda berwarna hitam.
37
Tabel 14. Hasil Uji Organoleptik Warna Parameter
Perlakuan Kontrol
EM4
Stardec
Orgadec
--------------------------------%----------------------------Coklat
52,5
10,0
40,0
45,0
Coklat-Kehitaman
47,5
87,5
60,0
55,0
Hitam
0,00
2,50
0,00
0,00
Sumber : Data Olahan (2011) Hasil uji organoleptik warna pupuk kompos bedding kuda yang dilakukan terhadap 40 orang panelis, dihitung menggunakan uji non-parametrik Kruskal Wallis dan hasilnya menunjukkan nilai P=0,002 (P<0,01) (Lampiran Tabel 14) yang artinya warna pada setiap pupuk kompos bedding kuda sangat nyata berbeda akibat penggunaan aktivator mikroba yang berbeda, maka di uji lanjut Tukey dengan hasil uji yaitu kontrol (67,76b), EM4 (102,81a), Stardec (77,70ab) dan Orgadec (73,73ab) (Lampiran Tabel 15) artinya, penggunaan kontrol berbeda dengan penggunaan aktivator EM4 terhadap warna yang dihasilkan, sedangkan penggunaan aktivator EM4 sama dengan penggunaan aktivator Stardec dan Orgadec. Penggunaan aktivator EM4 memiliki nilai tertinggi dibanding dengan penggunaan aktivator yang lain, menandakan penggunaan aktivator EM4 memiliki warna lebih kehitaman (Lampiran 19). Bau Pupuk Kompos Bedding Kuda Untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap bau pupuk kompos bedding kuda dan menyesuaikan dengan SNI (2004) yaitu tidak berbau feses, maka dilakukan uji organoleptik bau terhadap 40 orang panelis. Hasil perhitungan uji non-parametrik Kruskal Wallis menunjukkan penggunaan berbagai aktivator mikroba menghasilkan bau kompos tidak berbeda nyata (Lampiran Tabel 16). Hasil olahan uji organoleptik bau pupuk kompos bedding kuda terhadap 40 orang panelis didapat (Tabel 15) memperlihatkan pada perlakuan kontrol (87,5%), EM4 (90,0%), Stardec (90,0%), dan Orgadec (77,5%) panelis menyatakan pupuk kompos bedding kuda tidak bau feses. Jumlah panelis yang menyatakkan pupuk kompos bedding kuda masih berbau feses adalah 12,5% (kontrol), 10,0% (EM4), 10,0% (Stardec), dan 17,5% (Orgadec).
38
Panelis yang menyatakan pupuk kompos bedding kuda sangat bau feses pada perlakuan Orgadec (5,00%). Tabel 15. Hasil Uji Organoleptik Bau Parameter
Perlakuan Kontrol
EM4
Stardec
Orgadec
--------------------------------%---------------------------Tidak Bau Feses
87,5
90,0
90,0
77,5
Bau Feses
12,5
10,0
10,0
17,5
Sangat Bau Feses
0,00
0,00
0,00
5,00
Sumber : Data Olahan (2011) Pembahasan Umum Proses pengomposan selama 28 hari pada penelitian ini belum menghasilkan kompos yang matang karena dilihat dari rasio C/N yang masih meningkat dan belum mengalami penurunan. Kompos yang matang ditandai dengan rasio C/N yang rendah dan menurun serta kualitas kompos yang sesuai SNI (2004). Pada perlakuan kontrol peubah yang mendekati SNI (2004) adalah penyusutan dan temperatur, diduga mikroba yang ada pada perlakuan kontrol lebih aktif mengurai bahan organik. Pada perlakuan EM4 peubah yang mendekati SNI (2004) adalah penyusutan, C-Organik, K2O-Total, dan warna lebih kehitaman dibandingkan perlakuan yang lain serta tidak berbau feses. Pada perlakuan Stardec peubah yang mendekati SNI (2004) adalah NTotal, rasio C/N, P2O5-Total, CaO-Total, MgO-Total, KTK dan tidak berbau feses. Pada perlakuan Orgadec peubah yang mendekati SNI (2004) adalah C-Organik. Keempat perlakuan diatas yang lebih mendekati SNI (2004) adalah perlakuan Stardec dimana mikroba yang terkandung di dalam Stardec merupakan koloni mikroorganisme aerob lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiosis yang cocok untuk perombakan bedding kuda yang banyak mengandung serasah kayu (serat dan lignin).
39