14
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon induk jeruk pamelo yang sehat yang telah memasuki fase dewasa. Bahan stek diambil dari bagian pucuk pada cabang tanaman. Pada penelitian ini perbanyakan stek menggunakan teknologi sedehana non mist propagation system. Stek ditanam dalam media tanam berupa arang sekam dan diletakkan dalam rumah sungkup yang terbuat dari plastik bening untuk menjaga kelembaban. Areal penyetekan terletak di bawah naungan paranet dengan persentase naungan sebesar 65%. Suhu rata-rata harian di dalam sungkup berkisar 26.4 – 31.9oC dengan rata-rata kelembaban relatif harian berkisar 78 – 89%. Kondisi ini memungkinkan stek untuk membentuk perakaran. Pada minggu-minggu awal penyetekan, sebagian daun yang disisakan pada stek mengalami kelayuan dan kemudian gugur. Daun yang gugur kemudian digantikan oleh tunas baru yang muncul dari mata tunas pada ketiak daun, beberapa stek mulai tumbuh tunas pada 3 MST. Serangan penyakit yang terjadi selama penelitian adalah serangan cendawan. Serangan cendawan dikendalikan dengan penyemprotan fungisida dithane dengan konsentrasi 2 g/l.
a
b
Gambar 2. (a) Area Pemeliharaan Stek, (b) Gejala Serangan Cendawan pada Stek
15
Hasil Analisis Ragam Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis auksin berpengaruh nyata pada peubah persentase stek berakar, namun tidak berpengaruh pada persentase stek berkalus, persentase stek bertunas, persentase stek berakarbertunas, jumlah akar, panjang akar, diameter akar, jumlah tunas, panjang tunas, diameter akar, dan jumlah daun baru (Tabel 1). Perlakuan konsentrasi berpengaruh nyata pada persentase stek berkalus, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, persentase stek berakarbertunas, panjang akar, diameter akar, panjang tunas, dan diameter tunas, namun tidak berpengaruh pada peubah jumlah akar, jumlah tunas, dan jumlah daun yang terbentuk (Tabel 1). Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam terhadap Peubah yang Diamati pada 10 MST Jenis Auksin (J)
Perlakuan Konsentrasi (K)
Interaksi (J*K)
Persentase Stek Berkalus Persentase Stek Berakar Persentase Stek Bertunas Persentase Stek Berakar-bertunas
tn * tn
* * *
tn tn tn
tn
*
tn
Jumlah Akar Panjang Akar Diameter Akar
tn tn tn
tn * *
tn tn tn
Jumlah Tunas Panjang Tunas Diameter Tunas Jumlah Daun Baru
tn tn tn tn
tn * * tn
tn tn tn tn
Peubah
Keterangan: * : berpengaruh nyata pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata
16
Pembentukan Kalus Kalus merupakan jaringan yang terbentuk sebelum tumbuhnya akar pada stek. Kalus terbentuk pada bagian dasar stek ketika ditempatkan dalam kondisi lingkungan yang mendukung. Kalus adalah massa yang tidak teratur dari sel-sel parenkim
pada
berbagai
tahap
lignifikasi.
Pertumbuhan
kalus
adalah
proliferasi dari sel-sel muda di dasar stek di wilayah kambium vaskular (Hartmann et al., 1990).
Gambar 3. Pembentukan Kalus pada Pangkal Stek Jeruk Pamelo Persentase Stek Berkalus Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh pada peubah persentase stek berkalus pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA dan IBA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dalam mempengaruhi pembentukan kalus pada stek jeruk pamelo (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Berkalus pada 10 MST Perlakuan Jenis Auksin NAA IBA Konsentrasi Auksin (ppm) 0 100 150 200 250 Interaksi
Persentase stek berkalus (%) 20.00 32.00 13.33 b 13.33 b 23.33 ab 43.33 a 36.67 ab tn
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
17
Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berkalus pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berkalus yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Rataan persentase stek berkalus tertinggi diperoleh pada konsentrasi 200 ppm sebesar 43.33%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana (2009) yang menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berkalus pada stek apokad. Stek yang diberi auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berkalus yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Menurut Hartmann et al. (1990) pada stek sering terjadi akar pertama muncul melalui kalus, sehingga mengarah kepada asumsi bahwa pembentukan kalus sangat penting untuk pengakaran. Namun pada kebanyakan jenis tanaman, pembentukan kalus dan pembentukan akar tidak bergantung satu sama lain. Pembentukan Akar Terbentuknya akar pada stek merupakan penentu keberhasilan stek batang. Akar merupakan organ tanaman yang penting karena memiliki fungsi yang cukup banyak, diantaranya sebagai penyangga batang dan penyerap unsur hara, mineral, dan air dari dalam tanah (Ashari, 1995). Akar yang terbentuk pada stek merupakan akar adventif (Hartmann et al., 1990).
Gambar 4. Akar Adventif yang Terbentuk pada Stek Jeruk Pamelo Persentase stek berakar Perlakuan jenis auksin berpengaruh terhadap peubah persentase stek berakar pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 3 menunjukkan pemberian jenis auksin
18
IBA menghasilkan persentase stek berakar yang lebih besar dibandingkan jenis auksin NAA. Menurut Hartmann et al. (1990) IBA merupakan jenis auksin terbaik yang umum digunakan, karena tidak bersifat toksik bagi tanaman pada selang konsentrasi yang luas dan efektif untuk memacu perakaran pada sebagian besar tanaman. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa IBA lebih baik dalam memacu perakaran dibandingkan dengan auksin lainnya, konsentrasi IBA dapat bertahan pada tingkat yang tepat khususnya pada tahap pembentukan akar selanjutnya. Tabel 3. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Berakar pada 10 MST Perlakuan Jenis Auksin NAA IBA Konsentrasi Auksin (ppm) 0 100 150 200 250
Persentase stek berakar (%)
Interaksi
tn
14.67 b 26.67 a
6.67 b 13.33 b 20.00 ab 36.67 a 26.67 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berakar pada umur 10 MST (Tabel 1). Tabel 3 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berakar yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berakar yang tertinggi sebesar 36.67%. Pemberian auksin dengan konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm menunjukkan adanya peningkatan persentase stek berakar, namun pada konsentrasi 250 ppm persentase stek berakar cenderung sedikit menurun. Ferguson dan Young (1985) dan Sabbah et al. (1991) menyatakan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh pada stek beberapa spesies jeruk lebih efisien
19
dalam memacu perakaran. Selanjutnya Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa pemberian auksin NAA dan IBA dalam jumlah tertentu pada berbagai spesies tanaman yang berbeda dapat memberikan respon yang bervariasi. Pemberian auksin pada konsentrasi yang tepat dapat memacu perakaran namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik bagi tanaman. Stek jeruk pamelo yang berhasil membentuk akar dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Perakaran Stek Jeruk Pamelo pada Umur 10 MST Hasil penelitian de Andres et al. (2004) pada tanaman Colutea Istria dan penelitian Husen dan Pal (2007) pada tanaman Tectona grandis menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persentase stek berakar. Stek yang diberi auksin menghasilkan persentase berakar yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Penelitian Raju and Prasad (2010) mengenai penggunaan jenis dan konsentrasi hormon auksin pada tanaman Celasturs paniculatus menunjukkan bahwa persentase stek berakar tergantung pada jenis dan konsentrasi hormon yang digunakan. Konsentrasi hormon adalah faktor yang signifikan dalam induksi perakaran. Auksin mempunyai peran penting dalam perkembangan akar adventif, meningkatkan persentase perakaran, meningkatkan kualitas akar dan keseragaman dalam perakaran dari stek (Husen dan Pal, 2007; Opuni-Frimpong et al., 2008). Pemberian auksin eksogen dapat menyebabkan adanya perubahan pada aktivitas enzim dan kandungan kofaktor yang memungkinkan terbentuknya keseimbangan hormonal serta inisiasi primordia akar dan perkembangan akar (Husen, 2008).
20
Jumlah akar, panjang akar, dan diameter akar Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap jumlah akar, panjang akar, dan diameter akar pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam memacu pertumbuhan akar pada stek jeruk pamelo (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Pertumbuhan Akar pada 10 MST Perlakuan
Jumlah Akar
Panjang Akar (cm)
Diameter Akar (cm)
Jenis Auksin NAA IBA
0.47 0.95
0.60 1.04
0.02 0.04
Konsentrasi (ppm) 0 100 150 200 250 Interaksi
0.17 0.70 0.70 1.07 0.90 tn
0.21 c 0.40 bc 0.62 abc 1.47 a 1.41 ab tn
0.01 c 0.02 bc 0.03 abc 0.06 a 0.04 ab tn
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan konsentrasi auksin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah akar yang terbentuk pada 10 MST (Tabel 1). Namun dapat dilihat bahwa stek yang diberi auksin menghasilkan nilai rataan jumlah akar yang lebih besar dibandingkan kontrol (0 ppm), meskipun secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 4). Hasil penelitian Amri et al. (2010) pada stek Dalbergia melanoxylon menunjukkan bahwa stek yang diberi auksin menghasilkan akar yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap panjang akar dan diameter akar pada stek jeruk pamelo pada umur 10 MST (Tabel 1). Tabel 4 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan panjang akar dan diameter akar yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Pemberian auksin eksogen menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol.
21
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Husen dan Pal (2007) pada stek Tectona grandis dan penelitian Husen (2008) pada stek Dalbergia sissoo yang menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap panjang akar stek. Stek yang diberi auksin menghasilkan akar yang lebih panjang dibandingkan kontrol.
Pembentukan Tunas dan Daun Pembentukan tunas sangat penting sebagai tahap awal primordia daun. Daun merupakan organ tanaman yang memiliki jumlah klorofil terbesar yang berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan sumber energi bagi tanaman (Ashari, 1995).
Gambar 6. Tunas dan Daun pada Stek Jeruk Pamelo Persentase stek bertunas Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap persentase stek bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam mempengaruhi pembentukan tunas pada stek jeruk pamelo (Tabel 5). Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 5 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek bertunas yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, dan 250 ppm. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Febriana (2009) pada stek
22
apokad yang menunjukkan bahwa konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase bertunas pada 10 MST. Pemberian auksin 200 ppm pada stek apokad menghasilkan persentase stek bertunas yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Tabel 5. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Bertunas pada 10 MST Perlakuan Jenis Auksin NAA IBA Konsentrasi Auksin (ppm) 0 100 150 200 250 Interaksi
Persentase stek bertunas (%) 13.33 9.33 6.67 b 10.00 b 10.00 b 26.67 a 3.33 b tn
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan rataan persentase stek bertunas yang tertinggi terdapat pada penggunaan konsentrasi 200 ppm sebesar 26.67%. Persentase stek bertunas secara umum mengalami peningkatan pada penggunaan auksin dengan konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm namun pada penggunaan konsentrasi 250 ppm persentase stek bertunas cenderung menurun. Rataan stek bertunas pada konsentrasi 250 ppm lebih rendah daripada konsentrasi 0 ppm (kontrol), meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Hartmann et al. (1990) aplikasi auksin buatan pada stek batang menggunakan konsentrasi tinggi dapat menghambat perkembangan tunas, bahkan terkadang tidak terjadi pembentukan tunas meskipun pembentukan akar telah cukup. Panjang dan diameter tunas Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh pada peubah panjang dan diameter tunas pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam mempengaruhi pertumbuhan tunas pada stek jeruk pamelo (Tabel 6).
23
Tabel 6. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Panjang dan Diameter Tunas pada 10 MST Perlakuan Jenis Auksin NAA IBA Konsentrasi (ppm) 0 100 150 200 250 Interaksi
Panjang Tunas (cm)
Diameter Tunas (cm)
0.11 0.14
0.02 0.02
0.03 b 0.12 ab 0.15 ab 0.32 a 0.01 b tn
0.01 b 0.02 b 0.02 b 0.05 a 0.01 b tn
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap panjang dan diameter tunas pada 10 MST (Tabel 1). Tunas yang mempunyai panjang dan diameter lebih besar diduga memiliki potensi lebih besar untuk berkembang menjadi cabang dan daun baru. Tabel 6 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan panjang tunas yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 250 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 100 ppm dan 150 ppm. Pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan diameter tunas yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, dan 250 ppm. Hasil penelitian Khan et al. (2006) pada tanaman Rosa damascene dan penelitian Husen dan Pal (2007) pada tanaman Tectona grandis menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen berpengaruh pada panjang tunas yang terbentuk pada stek.
Jumlah tunas dan daun baru yang terbentuk Perlakuan jenis auksin dan konsentrasi auksin tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas pada 10 MST (Tabel 1). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana (2009) pada stek apokad yang menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi auksin hingga 200 ppm tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas yang terbentuk pada stek.
24
Tabel 7. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun yang Terbentuk pada 10 MST Perlakuan Jenis Auksin NAA IBA
Jumlah Tunas
Jumlah daun (helai)
0.21 0.20
0.08 0.16
Konsentrasi Auksin (ppm) 0 100 150 200 250
0.17 0.17 0.10 0.53 0.07
0.00 0.16 0.10 0.33 0.00
Interaksi
tn
tn
Perlakuan jenis auksin dan konsentrasi auksin juga tidak berpengaruh terhadap jumlah daun yang terbentuk pada 10 MST (Tabel 1). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Irwanto (2001) yang menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen tidak memberikan pengaruh pada jumlah daun yang terbentuk pada stek pucuk Shorea montigena. Banyaknya jumlah daun yang terbentuk tergantung pada banyaknya jumlah tunas yang terbentuk, dimana jumlah tunas yang banyak akan menghasilkan jumlah daun yang banyak. Tabel 7 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan rataan jumlah tunas dan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan konsentrasi lainnya, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata.
Keberhasilan Stek Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang memiliki sifat yang sama dengan induknya (Widiarsih et al., 2008). Pembentukan akar dan tunas pada stek penting bagi stek untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman sempurna.
25
Persentase stek berakar-bertunas Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap persentase stek berakarbertunas pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 8 menunjukkan bahwa jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam mempengaruhi persentase stek berakar-bertunas pada stek jeruk pamelo. Pemilihan jenis auksin selain harus mempertimbangkan tingkat keefektifan terhadap keberhasilan stek juga perlu mempertimbangkan faktor ekonomis karena harga auksin NAA dan IBA memiliki perbedaan yang besar. Tabel 8. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek Berakar-bertunas pada 10 MST Perlakuan Jenis Auksin NAA IBA Konsentrasi (ppm) 0 100 150 200 250 Interaksi
Persentase stek berakar-bertunas (%) 8.00 10.67 3.33 b 6.67 b 6.67 b 26.67 a 3.33 b tn
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berakar-bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 8 menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berakar-bertunas yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, dan 250 ppm. Persentase stek berakar-bertunas yang tertinggi didapat pada pemberian konsentrasi auksin 200 ppm sebesar 26.67%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk pembentukan akar dan tunas pada stek jeruk pamelo, pemberian konsentrasi auksin 200 ppm dengan metode perendaman merupakan konsentrasi yang terbaik diantara konsentrasi yang dicobakan. Stek yang berhasil membentuk akar dan tunas memiliki peluang hidup yang lebih besar. Tunas pada stek dapat berkembang menjadi daun yang memiliki
26
fungsi penting bagi stek. Keberadaan akar dan daun pada stek memiliki peranan penting untuk stek bertahan hidup, terutama dalam hal penyediaan makanan. Persentase keberhasilan stek pada penelitian ini masih tergolong rendah. Persentase keberhasilan stek tertinggi hanya sebesar 26.67%. Rendahnya persentase keberhasilan ini berkaitan dengan rendahnya daya hidup stek. Jumlah stek yang dapat bertahan hidup hingga 10 MST hanya sebesar 50% dari total stek yang ditanam. Tingginya tingkat kematian stek diduga berkaitan dengan faktor bahan stek yang digunakan. Beberapa bahan stek yang digunakan kemungkinan membawa spora cendawan yang berasal dari tanaman induk jeruk pamelo sehingga pada saat penyetekan muncul serangan cendawan yang kemudian menyebabkan kematian jaringan pada beberapa stek. Kematian stek juga diduga akibat kegagalan stek dalam membentuk akar sehingga stek tidak dapat bertahan hidup. Pemilihan tanaman induk yang sehat dapat mengurangi terjadinya serangan penyakit pada saat penyetekan sehingga dapat meningkatkan persentase keberhasilan stek. Pemilihan umur bahan stek yang tepat juga dapat meningkatkan persentase keberhasilan stek. Bahan stek yang memiliki cadangan karbohidrat yang cukup akan lebih mudah dalam berakar dan bertunas karena cadangan karbohidrat tersebut diperlukan sebagai sumber energi dalam pembentukan akar dan tunas.