HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Profil PT. Arutmin Indonesia PT. Arutmin adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batubara terbesar di Indonesia. PT. Arutmin pertama kali menandatangani kontrak penambangan batubara dengan pemerintah Indonesia pada tahun 1981 dan merupakan perusahaan swasta penghasil batubara terlama di Indonesia. Perusahaan mengoperasikan lima tambang – Senakin, Satui, Mulia, Asam Asam dan Batulicin serta terminal ekspor batubara yang bertaraf internasional. Tambang Senakin, Satui dan Batulicin memiliki kandungan bituminous bertaraf dunia, sedangkan Tambang Mulia dan Asam - Asam memiliki kandungan subbituminous yang sangat memadai. PT. Arutmin Indonesia mendapatkan izin dari pemerintah Republik Indonesia melalui Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) No. J2/ Ji.DU/ 45/ 1981 pada tanggal 2 November 1981. Perjanjian tersebut berupa izin untuk melakukan eksplorasi dan pengembangan Blok 6 di Kalimantan, tepatnya di Provinsi Kalimantan Selatan.
Sumber: Data Comdev PT. Arutmin Tambang Batulicin
Gambar 3 Denah Tambang PT. Arutmin Indonesia di Kalimantan Selatan
36 Selama kurun waktu 20 tahun, PT. Arutmin Indonesia, yang semula berperan sebagai tambang percobaan, saat ini telah menjadi pemasok batubara bertaraf internasional, dan telah mengirim lebih dari 15 juta ton batubara per tahunnya ke pasar domestik dan ekspor. Kontrak jangka panjang PT. Arutmin Indonesia mencakup simpanan dengan jumlah tinggi batubara jenis bituminous dan sub-bituminous yang dinilai cukup untuk produksi selama sepuluh tahun ke depan. Dengan kadar reaktif yang tinggi serta karakter pembakaran yang unggul, batubara PT. Arutmin Indonesia
dinilai
sangat
sesuai
untuk
memenuhi
kebutuhan
konsumsi
pembangkit listrik dan industri. Peresmian terminal pengangkut North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT) pada tahun 1994 berhasil meningkatkan daya saing dan keandalan dari batubara PT. Arutmin Indonesia. Fasilitas ini memiliki kemampuan untuk pengiriman sampai dengan 14 juta ton batubara setiap tahunnya ke pasar internasional (Arutmin 2011). Program Pengembangan Masyarakat PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin menyadari bahwa kegiatan eksploitasi sumberdaya alam (batubara) tidak bisa tidak menimbulkan dampak eksternal baik terhadap aspek lingkungan maupun aspek sosial. Menyadari fakta tersebut, maka PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, sejak kehadirannya di lokasi eksploitasi tambang, telah menyiapkan visi pemberdayaan masyarakat. Dalam visi pemberdayaan masyarakat di PT. Arutmin ditegaskan betapa tingginya
komitmen
moral
perusahaan
untuk
membantu
peningkatan
kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat lokal (khususnya komunitas miskin atau tidak berdaya dan terkena dampak langsung kegiatan usaha penambangan). Penegasan komitmen tersebut menyiratkan bahwa, bagi perusahaan, dana untuk keperluan pemberdayaan masyarakat terutama bagi masyarakat lingkar tambang, bukan lagi sekedar pengeluaran yang sia - sia, buang - buang uang (wasting money) atau sebagai ungkapan “belas kasihan” perusahaan (shareholder) tetapi merupakan investasi sosial yang sejajar dengan investasi lain yang harus bermanfaat bagi masyarakat lingkar tambang khususnya komunitas miskin atau tidak berdaya dan terkena dampak langsung terhadap
37 kegiatan usaha penambangan serta menguntungkan bagi perusahaan, baik secara finansial maupun non-finansial. Konsisten
dengan
filosofi
bisnis
tersebut,
maka
perusahaan,
melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui suatu departemen khusus yang disebut Community Development Department. Skema dari struktur organisasi Community Development Department Tambang Batulicin dapat dilihat pada Gambar 4. Superintendent External Affairs & Community Development
Coordinator External Affairs
Officer External Relation
Coordinator Community Development
Officer Community Development
Community Relation
Yayasan Gada Ulin
CFCD (Corporate Forum for Community Development)
Gambar 4 Struktur Organisasi Community Development Department PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin Gerakan Pemberdayaan Urang Batulicin Melalui Community Development, PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin juga membentuk suatu yayasan, yang disebut Yayasan Gada Ulin
38 (Gerakan Pemberdayaan Urang Batulicin) yang berada pada tambang Batulicin, Kalimantan Selatan. Latar belakang didirikannya yayasan ini sebagai respon keprihatinan terhadap kondisi daerah Batulicin pada saat tahun 2003 - 2005 dimana saat itu marak terjadi PETI (Penambang Tanpa Ijin) yang beroperasi. Akibatnya lingkungan Batulicin menjadi hancur, ekosistem rusak, jalanan penuh debu, serta terjadi perubahan drastis kondisi sosial di masyarakat secara umum. Hal – hal tersebut yang kemudian mendasari lahirnya Gada Ulin. Pembentukan yayasan dengan status yang berbadan hukum dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dari awal telah dibangun untuk tidak bergantung pada perusahaan, tetapi dapat berbagi peran dalam penanganan dengan Gada Ulin. Perusahaan bersama dengan Gada Ulin menyusun seperangkat sistem pemberdayaan masyarakat yang terukur, terencana dan mampu memandirikan masyarakat, sebagaimana dijelaskan berikut ini: -
Tujuan Pokok, mencakup minimal dua sasaran, yaitu: a. Memberdayakan masyarakat melalui pemberdayaan institusi lokal dan komunitas (kelompok sasaran) khususnya komunitas miskin atau tidak berdaya dan terkena dampak langsung usaha penambangan agar meningkat status sosial ekonominya menjadi mandiri dan berkesinambungan; b. Berpartisipasi membangun daerah agar memungkinkan kemampuan daerah berkembang secara baik, termasuk setelah perusahaan tambang ditutup (pengakhiran tambang).
-
Hubungan kerja, mencakup tiga pihak, yakni PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Pemerintah Daerah, dan seluruh komponen dalam masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya yang dibangun dalam bentuk kesetaraan, kedamaian dan saling menguntungkan, serta mencakup pembagian tanggung jawab yang jelas dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.
-
Metoda, mencakup penyesuaian dengan keadaan di lapangan dan isu isu sosial, lingkungan dan pengakhiran tambang yang perlu disikapi melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Visi CSR PT. Arutmin yang dituangkan dalam Gada Ulin adalah
berdayanya masyarakat lingkar tambang menjadi mandiri dan sejahtera. Misinya
39 adalah memberdayakan sumber daya lokal dengan berpegang pada nilai - nilai adat dan budaya setempat. Adapun tujuan dari Gada Ulin adalah membangun struktur komunitas yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam menciptakan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat lokal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pengelola Gada Ulin kemudian merumuskan strategi dan program yang terukur, terencana dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan akhir yaitu kemandirian masyarakat. Penyelenggaraan Gada Ulin pada tahap Perintisan atau Penumbuhan dan Penguatan memadukan beberapa strategi untuk mencapai visi, misi dan tujuan, yaitu: 1.
Membangun
kemitraan
atas
dasar
saling
menguntungkan
antara
perusahaan, masyarakat, pemerintah dan mitra kerja 2.
Hidup berdampingan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi, harmonis dan saling percaya
3.
Membangun keswadayaan masyarakat dalam rangka mengelola dan mengembangkan potensi sumberdaya lokal
4.
Berbasis komunitas, sumberdaya lokal dan kearifan lokal
5.
Melaksanakan prinsip - prinsip pengembangan masyarakat
6.
Menyiapkan kemandirian masyarakat pasca tambang
7.
Menggerakkan keswadayaan, partisipasi pemangku kepentingan dan menyediakan dana mitra
8.
Yayasan Gada Ulin sebagai “Executing Agency” dalam penyelenggaraan Gada Ulin
9.
Menyediakan sumberdaya pendamping yang inovatif dan kreatif dari kader kader desa (Serasi 2009) Skema dari struktur organisasi Yayasan Gada Ulin dapat dilihat pada
Gambar 5. Penerima manfaat diorganisir dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Di tingkat desa, dibentuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPMD) yang bertindak sebagai penyelenggara Gada Ulin dan Lembaga Keuangan Desa (LKD) bertindak sebagai pengelola dana mitra Gada Ulin. Koordinasi pengawasan mandiri di tingkat desa melibatkan institusi pemerintah desa termasuk Badan Perwakilan Desa. Fasilitator Desa (Fasdes) ditempatkan sebagai tenaga pendamping di bawah supervisi Koordinator Fasilitator Desa (KOSFASDES) untuk membantu, mendorong, dan membimbing
40 kegiatan KSM-KSM, LPMD, dan LKD di desa sasaran. Di tingkat kecamatan, secara khusus tidak dibentuk institusi khusus Gada Ulin, tetapi camat dan aparat kecamatan secara tidak langsung melibatkan diri dengan berbagai peran pokok yang akan dijelaskan pada bagian lain yang didampingi Koordinator Fasilitator Desa. Di tingkat kabupaten, dibentuk satu badan independen berbadan hukum yaitu Yayasan Gada Ulin, bertindak sebagai penyelenggara dan pengelola program Community Development Gada Ulin. Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) yang ditunjuk Manajemen Arutmin bertindak sebagai “executing agency” program - program Community Development Gada Ulin.
Gambar 5 Struktur Organisasi Kelembagaan Gada Ulin Bidang Program CSR Bidang program dan subprogram yang difasilitasi oleh Gada Ulin dan PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin dapat dikelompokkan sebagai berikut:
41 1.
Bidang Sosial dan Budaya Komponen ini meliputi pemenuhan kebutuhan dasar bagi berkembangnya
tata nilai dan norma yang selama ini ada di komunitas. Dalam hal ini perusahaan ikut serta dalam kegiatan masyarakat yang sifatnya mempertahankan rasa solidaritas, kerjasama, dan lainnya. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan penghargaan dan ikut mendorong penumbuhan kegiatan sosial, seni dan budaya yang selama ini ada di masyarakat. Stimulan dana untuk kegiatan keagamaan, kepemudaan, seni dan olahraga. 2.
Bidang Pendidikan Tujuan dari program CSR di bidang ini adalah agar kebutuhan pendidikan
dasar masyarakat dapat terpenuhi baik secara swadaya maupun dengan melibatkan pemerintah. Komponen ini meliputi pemberian beasiswa, pemberian insentif bagi guru-guru, stimulan dana dan alat penunjang, hibah untuk pembangunan sekolah, penyediaan sarana pendidikan maupun bentuk lainnya. 3.
Bidang Kesehatan Komponen ini meliputi stimulan berupa dana operasional posyandu,
bantuan dana dan alat penunjang kesehatan, bantuan pengobatan darurat di klinik tambang, serta berbagai pelatihan yang terkait dengan bidang kesehatan. 4.
Bidang Ekonomi Pogram CSR di bidang ini adalah program-program yang ditujukan untuk
pemandirian komunitas melalui penciptaan peluang-peluang ekonomi. Peluang ekonomi yang dibangun sebisa mungkin merupakan usaha yang tidak terkait langsung dengan perusahaan (PT. Arutmin Indonesia). Tidak ada batasan mengenai jenis usaha ekonomi yang bisa dibangun dengan catatan bahwa usaha tersebut sebisa mungkin menggunakan sumberdaya lokal dan bukan usaha yang dilarang hukum. 5.
Bidang Infrastruktur Komponen ini meliputi perawatan, perbaikan, maupun pembangunan
baru prasarana dan sarana dasar termasuk pelestarian lingkungan pemukiman desa sesuai dengan kebutuhan komunitas. Pembangunan sarana dan prasarana harus mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan dasar dan terselenggaranya kegiatan lain sebagai akibat pembangunan tersebut.
42 Desa Binaan PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin Lokasi yang dipilih PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin untuk penyelenggaraan Gada Ulin meliputi 12 desa terdekat sekitar operasional perusahaan. Ketentuan pemilihan lokasi seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Ketentuan Pemilihan Lokasi Desa Sasaran No.
Tingkat Jarak/ Radius dari Operasi Perusahaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Radius 1 (< 5 Km) Radius 1 (< 5 Km) Radius 1 (< 5 Km) Radius 1 (< 5 Km) Radius 2 (< 20 Km) Radius 2 (< 20 Km) Radius 2 (< 20 Km) Radius 2 (< 20 Km) Radius 3 (21 - 40 Km) Radius 3 (21 - 40 Km) Radius 3 (21 - 40 Km) Radius 3 (21 - 40 Km)
Jenis Terkena Dampak dari Operasi Perusahaan Dampak Dampak Non Dampak Non Dampak Dampak Dampak Non Dampak Non Dampak Dampak Dampak Non Dampak Non Dampak
Sifat Terkena Dari Operasi Perusahaan Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung Langsung Tidak Langsung
Peringkat
Prioritas 1 Prioritas 4 Prioritas 5 Prioritas 10 Prioritas 2 Prioritas 6 Prioritas 7 Prioritas 11 Prioritas 3 Prioritas 8 Prioritas 9 Prioritas 12
Berdasarkan ketentuan tersebut maka didapat lima desa diantaranya menjadi prioritas pertama karena menerima dampak dan tujuh desa lainnya menjadi prioritas tambahan (Tabel 4) (Gada Ulin 2007). Tabel 4 Nama Desa Sasaran No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Desa Sungai Dua Tungkaran Pangeran Sarigadung Mekar Sari Mentewe Bulu Rejo Suka Damai Rejosari Dukuh Rejo Manunggal Mangkalapi Teluk Kepayang
Status Desa Non-Dampak Dampak Dampak Dampak Dampak Non-Dampak Non-Dampak Non-Dampak Non-Dampak Non-Dampak Non-Dampak Dampak
Jumlah Gakin 321 KK 356 KK 217 KK 164 KK 210 KK 201 KK 271 KK 195 KK 105 KK 398 KK 87 KK 158 KK
Keterangan Non Transmigan Non Transmigan Non Transmigan Non Transmigan Non Transmigan Transmigan Transmigan Transmigan Transmigan Transmigan Non Transmigan Non Transmigan
Profil Desa Sarigadung Desa Sarigadung adalah salah satu desa di wilayah kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten
Tanah
Bumbu,
Provinsi
Kalimantan
Selatan.
Desa
Sarigadung termasuk ke dalam salah satu desa binaan PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. Desa ini memiliki luas wilayah kurang lebih 70,22 km2, yang terbagi menjadi sebelas Rukun Tetangga (RT).
43 Secara geografis, desa ini berbatasan dengan Desa Gunung Antasari di Sebelah Utara, Desa Suka Damai di Sebelah Selatan, Desa Manunggal di Sebelah Barat dan Desa Baroqah di Sebelah Timur. Jarak dari kantor Desa Sarigadung ke ibukota kecamatan (Desa Kampung Baru) berkisar 5 km dengan perkiraan waktu tempuh ± 25 menit (Kecamatan dalam Angka 2008). Penduduk Desa Sarigadung berdasarkan data yang didapat dari BPS Kabupaten Tanah Bumbu dan Kantor Kecamatan Simpang Empat tahun 2008 berjumlah 4.262 jiwa dengan kepadatan penduduk 60 jiwa/km2 dan jumlah rumah tangga sebanyak 1.079 rumah tangga. Sedangkan menurut data hasil pemetaan sosial Desa Sarigadung tahun 2010, jumlah penduduk Desa Sarigadung mencapai 4.584 jiwa dengan 1.283 rumah tangga. Jumlah pengangguran di Desa Sarigadung dapat dikatakan relatif sedikit, yaitu 20 orang. Hanya saja, jumlah keluarga miskin masih dapat dikatakan cukup banyak, yaitu 217 KK. Berbagai program bantuan di Desa Sarigadung cukup banyak, baik yang berasal dari pemerintah maupun non pemerintah. Program – program tersebut di antaranya adalah: 1.
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) PNPM Program ini berupa pengadaan sarana dan prasarana air bersih 10 buah
yang terletak di hampir seluruh RT, kecuali RT 11. Pengadaan kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dan pelatihan keterampilan menjahit. 2.
Program Desa Sejahtera Bersujud Program ini berupa bantuan pembuatan infrastruktur jalan, bantuan modal
pra koperasi sebesar Rp 20 Juta/Tahun, pembuatan jembatan baru, perbaikan jembatan, pengadaan air bersih (pembuatan sumur bor), dan pembuatan gapura jalan. 3.
Program Beras Miskin (Raskin) Program Raskin merupakan subsidi pangan sebagai upaya dari
Pemerintah
untuk
meningkatkan
ketahanan
pangan
dan
memberikan
perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin. Sasarannya adalah terbantu dan terbukanya akses beras keluarga miskin yang telah terdata dengan kuota tertentu sesuai dengan hasil musyawarah desa atau kelurahan dengan harga bersubsidi di tempat, sehingga dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan keluarga miskin. Program berupa penjualan beras terhadap warga –
44 warga miskin dengan harga yang murah. Pemerintah menetapkan harga beras Raskin adalah Rp 1.000,00 /kg. 4.
Bantuan bupati Program ini berupa pemberian uang bantuan dari bupati kepada keluarga
- keluarga miskin sebesar Rp 20.000,00 tiap bulan. Bantuan bupati diberikan secara kumulatif setiap tiga bulan sekali. Program CSR PT. Arutmin Indonesia di Desa Sarigadung 1.
Bidang Ekonomi Program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin di Desa
Sarigadung yang paling menonjol adalah program dana mitra yang dikelola oleh Lembaga Keuangan Desa (LKD). Dana mitra adalah dana yang berasal dari perusahaan dan disalurkan kepada pihak (masyarakat) desa melalui GADA ULIN, yang dapat digunakan sebagai pinjaman bergulir (berputar kembali ke anggota lain) untuk kegiatan usaha-usaha produktif maupun untuk dana bergulir rehabilitasi atau renovasi perumahan sederhana yang layak huni. Meskipun pihak LKD tidak perlu mengembalikan dana mitra kepada GADA ULIN, namun dana ini wajib dikelola secara profesional, bertanggung jawab, transparan, dan akan diperiksa secara teratur oleh pihak ketiga yang ditentukan oleh GADA ULIN. Dana yang digulirkan kepada masyarakat atau pengguna bersifat “komersial”, yaitu harus dikembalikan dengan disertai jasa atau bagi hasil sebesar atau equivalen 1 persen per bulan. Pengenaan jasa atau bagi hasil ini sebesar 1 persen dimaksudkan agar dana tersebut tidak berkurang nilainya dari waktu ke waktu dan dengan demikian akan dapat dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya. Pada dasarnya, sasaran dari program dana mitra ini adalah peminjaman dana secara berkelompok oleh masyarakat yang diwadahi di dalam kelompok swadaya masyarakat (KSM). Tujuannya adalah agar masyarakat dapat membangun usaha secara bersama-sama. Namun, pada pelaksanaannya, lebih banyak masyarakat yang meminjam dana mitra secara individu dibandingkan secara berkelompok. Alasan utamanya adalah karena adanya sistem “Tanggung Renteng”, yaitu apabila terjadi kerugian pada suatu usaha yang dilakukan oleh anggota KSMnya, maka kerugian tersebut ditanggung bersama-sama oleh seluruh anggota KSM tersebut.
45 Adapun syarat memperoleh dana mitra Gada Ulin secara umum ialah: a. Terdapat usulan tertulis (rencana rinci) yang berasal dari anggota KSM atau dari KSM b. Usulan tertulis telah diseleksi dan dinyatakan layak, atau usulan telah diperbaiki setelah sebelumnya dinyatakan tidak layak c. Usulan yang layak akan disusun menurut giliran (prioritas atau daftar tunggu) d. Usulan yang boleh diajukan untuk dibiayai dana pinjaman bergulir adalah usaha yang bergerak di bidang pertanian, peternakan, perikanan, usaha mikro (sangat kecil) dan usaha kecil (modal kerja atau alat pendukung produksi), angkutan penyiraman (pengairan), perumahan sederhana (layak huni), usaha pariwisata. Sementara itu, usulan yang dilarang adalah
pembuatan
atau
penjualan
senjata
dan
obat
terlarang,
penyimpanan dana berjangka pada lembaga keuangan, kegiatan yang melibatkan pembebasan tanah (baik untuk program maupun bukan), dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat investasi awal (bukan modal kerja, alat produksi tertentu, dan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat). 2.
Bidang Pendidikan Program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin di Desa
Sarigadung pada bidang pendidikan berupa pemberian beasiswa kepada sejumlah murid SDN 1 Sarigadung dan SMKN 1 Batulicin yang disebut Beasiswa Abadi. Beasiswa ini diberikan kepada sejumlah siswa yang berprestasi dan yang berasal dari keluarga kurang mampu. Pihak perusahaan menetapkan agar proporsi pemberian beasiswa dapat seimbang (50:50) terhadap siswa yang berprestasi dan siswa yang kurang mampu dari total penerima beasiswa di suatu sekolah. 3.
Bidang Kesehatan Program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin di Desa
Sarigadung pada bidang kesehatan berupa pelatihan kader posyandu, bantuan dana pemberian makananan tambahan, serta pemberian fasilitas alat-alat posyandu. Bantuan dana PMT diberikan di dua posyandu yang ada di desa Sarigadung, yaitu posyandu Kasih Ibu yang terletak di kantor desa dan posyandu
46 Alamanda yang terletak di Kompi. Besarnya dana PMT adalah Rp 100.000,00 per bulan dimana dana dikucurkan setiap 3 bulan sekali. Fasilitas alat-alat posyandu yang diberikan oleh perusahaan berupa timbangan bayi, tensimeter, timbangan dewasa, stetoskop, dan timbangan bayi gantung. Bantuan operasi katarak pernah diadakan bagi warga Desa Sarigadung, namun tidak ada warga yang mendaftar untuk mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu, di Desa Sarigadung juga pernah diadakan sunatan massal gratis oleh PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. Karakteristik Demografi Keluarga Besar Keluarga Besar atau ukuran keluarga (family size) merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga contoh dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi tiga seperti yang disajikan pada Tabel 5. Mengacu pada penetapan Hurlock (1980), yang disebut keluarga kecil adalah yang memiliki anggota keluarga kurang dari dan sama dengan 4 orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota 5 sampai 7 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 8 orang. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (≥ 8 orang) Min-max Rataan ± SD Nilai uji p
CSR (n=35) n % 29 82,9 6 17,1 0 0,0 2-7 4,20±1,30
Non CSR (n=35) n % 30 85,7 5 14,3 0 0,0 1-7 3,86±1,45 0,303
Total (n=70) n % 59 84,3 11 15,7 0 0,0 1-7 4,03±1,38
Tabel 5 memperlihatkan sebaran keluarga contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga (besar keluarga) dan sasaran
CSR (keluarga penerima
manfaat CSR dan keluarga non CSR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh, baik contoh yang berasal dari keluarga penerima manfaat CSR maupun keluarga yang bukan penerima manfaat CSR termasuk ke dalam keluarga kecil. Rataan jumlah anggota keluarga contoh secara keseluruhan adalah 4,03 orang. Jumlah anggota keluarga paling sedikit adalah satu orang sedangkan paling banyak berjumlah tujuh orang.
47 Secara umum, keluarga contoh CSR memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga contoh non CSR, walaupun hasil uji beda secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Rataan jumlah anggota keluarga contoh CSR sebanyak lima orang dan keluarga contoh non CSR sebanyak empat orang. Usia Kepala Keluarga dan Istri Usia kepala keluarga. Usia kepala keluarga dari keseluruhan keluarga contoh berkisar antara 26 sampai dengan 85 tahun dengan rataan 44,41 tahun. Terdapat tiga keluarga yang tidak memiliki kepala keluarga karena sudah meninggal atau karena perceraian. Oleh karena itu, jumlah contoh pada variabel umur kepala keluarga hanya 67 keluarga. Sedangkan keluarga contoh yang tidak memiliki istri sebanyak empat orang, sehingga data pada umur istri jumlah contoh hanya 66 keluarga. Pada penelitian ini, pembagian rentang usia menggunakan pendapat Hurlock (1980), yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh memiliki kepala keluarga termasuk dalam kategori dewasa madya (usia antara 41-60 tahun) dan hanya sepertiganya yang berusia dewasa lanjut. Dengan kata lain hampir tiga perempat dari keluarga contoh masih berada pada usia produktif. Rataan usia kepala keluarga pada keluarga CSR lebih tinggi daripada rataan usia pada keluarga non CSR. Rataan pada keluarga CSR sebesar 45,63 tahun, sedangkan rataan pada keluarga non CSR sebesar 43,20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia kepala keluarga CSR lebih tua dibandingkan keluarga non CSR. Tabel 6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia kepala keluarga CSR (n=34)1 n % 11 32,4 20 58,8 3 8,8 26-70 45,63±13,24
Usia Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa akhir (>60 tahun) Min-max (tahun) Rataan ± SD (tahun) NIlai uji p 1
2
Non CSR (n=31)2 n % 11 35,5 15 48,4 5 16,1 28-85 43,20±19,87 0,549
Ket : Meninggal/Pisah sebanyak 1 orang; Meninggal/Pisah sebanyak 4 orang
Total (n=65) N % 22 33,8 35 53,8 8 12,3 26-85 44,41±16,8
48 Persentase terbesar usia kepala keluarga, baik pada keluarga CSR maupun keluarga non CSR berada pada kategori usia dewasa madya. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,1) antara usia kepala keluarga pada keluarga CSR dengan keluarga non CSR. Usia istri. Adapun usia istri berkisar antara 21 sampai dengan 65 tahun. Lebih dari separuh usia istri, baik yang berada pada keluarga CSR dan keluarga non CSR berada pada kategori usia dewasa awal (Tabel 7). Usia termuda istri adalah 21 tahun dan tertua 65 tahun dengan rataan 38,91 tahun. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) antara usia istri pada keluarga CSR dengan keluarga non CSR. Rataan usia istri pada keluarga CSR lebih rendah dibandingkan dengan keluarga non CSR. Rataan keluarga CSR sebesar 38,26 tahun, sedangkan rataan keluarga non CSR sebesar 39,57 tahun. Sekilas hal ini menunjukkan bahwa usia istri keluarga non CSR lebih tua dibandingkan keluarga CSR. Tabel 7 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia istri Usia Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa akhir (>60 tahun) Min-max (tahun) Rataan ± SD (tahun) NIlai uji p
CSR (n=33)1 n % 19 57,6 14 42,4 0 0,0 24-60 38,26±12,64
Non CSR (n=33)2 n % 17 51,5 14 42,4 2 6,1 21-65 39,57±14,93 0,692
Total (n=66) n % 36 54,5 28 42,4 2 3,0 21-65 38,91±13,74
Ket : 1 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang; 2 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang
Karakteristik Sosial Keluarga Pendidikan Kepala keluarga dan Istri Pendidikan
Kepala
keluarga.
Pendidikan
seseorang
akan
mempengaruhi pola pikir dan perilaku orang tersebut dalam kehidupan sehari hari. Proporsi terbesar kepala keluarga dari keluarga CSR maupun keluarga non CSR memiliki jenjang pendidikan tamat SD dengan persentase masing - masing berturut - turut sebesar 35,3 persen dan 38,7 persen (Tabel 8). Dengan demikian sebagian besar kepala keluarga dari keluarga contoh yang tinggal di Desa Sarigadung masih memiliki pendidikan yang rendah. Bahkan masih terdapat delapan belas persen kepala keluarga dari keluarga contoh yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
49 Tabel 8
Sebaran keluarga contoh berdasarkan jenjang pendidikan kepala keluarga
Jenjang pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Diploma/PT
CSR (n=34)1 n % 5 14,7 7 20,6 12 35,3 8 23,5 2 5,9 0 0,0
Non CSR (n=31)2 n % 7 22,6 9 29,0 12 38,7 3 9, 7 0 0,0 0 0,0
Ket : 1 Meninggal/Pisah sebanyak 1 orang; 2 Meninggal/Pisah sebanyak 4 orang
Total (n=65) n 12 16 24 11 2 0
% 18,5 24,6 36,9 16,9 3,1 0,0
Kepala keluarga pada keluarga CSR memiliki pendidikan yang lebih tinggi daripada keluarga non CSR. Jenjang pendidikan kepala keluarga pada keluarga CSR cukup beragam yaitu mulai dari tidak sekolah hingga tamat SLTA. Berdasarkan Tabel 8 dapat terlihat bahwa tidak ada kepala keluarga dari keluarga CSR maupun keluarga non CSR yang pernah mengenyam pendidikan diploma maupun perguruan tinggi. Pendidikan istri. Tidak berbeda jauh dengan kepala keluarga, istri pada keluarga contoh juga proporsi terbesarnya berpendidikan sekolah dasar (39,4%). Hampir separuh istri (45,5%) dari keluarga CSR memiliki jenjang pendidikan tamat SD. Jenjang pendidikan istri pada keluarga CSR pun cukup beragam yaitu mulai dari tidak sekolah hingga tamat SLTA. Persentase terbesar istri keluarga non CSR berjenjang pendidikan tidak tamat SD sebesar 36,4 persen. Tabel 9 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jenjang pendidikan istri Jenjang pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Diploma/PT
CSR (n=33)1 n % 6 18,2 8 24,2 15 45,6 2 6,1 2 6,1 0 0,0
Non CSR (n=33)2 n % 9 27,3 12 36,4 11 33,3 1 3,0 0 0,0 0 0,0
Ket : 1 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang; 2 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang
Total (n=66) n 15 20 26 3 2 0
% 22,7 30,3 39,4 4,5 3,0 0,0
Pembagian lama pendidikan didasarkan pada kewajiban belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah. Dengan demikian, lama pendidikan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kurang dari sembilan tahun dan lebih dari sembilan tahun. Berdasarkan hasil tabulasi silang ditemukan bahwa seluruh kepala keluarga pada keluarga non CSR menempuh pendidikan selama kurang dari
50 sembilan tahun. Adapun, pada keluarga CSR masih terdapat sedikit kepala keluarga (5,9%) yang menempuh pendidikan selama lebih dari sembilan tahun (Tabel 10). Hasil analisis uji beda secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) antara lamanya pendidikan kepala keluarga pada keluarga CSR dengan keluarga non CSR. Tabel 10
Sebaran keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan kepala keluarga
Lama pendidikan ≤ 9 tahun >9 tahun Min-max Rataan ± SD NIlai uji p
CSR (n=34)1 n % 32 94,1 2 5,9 0-12 5,46±3,53
Non CSR (n=31)2 n % 31 100,0 0 0,0 0-9 3,77±3,08 0,160
Total (n=65) n 63 2
% 96,9 3,1
0-12 4,61±3,39
Ket : 1 Meninggal/Pisah sebanyak 1 orang; 2 Meninggal/Pisah sebanyak 4 orang
Hanya 6,1 persen istri pada keluarga CSR yang menempuh pendidikan lebih dari 9 tahun (Tabel 11), sedangkan pada keluarga non CSR seluruh istri menempuh pendidikan kurang dari 9 tahun. Hasil analisis uji beda secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) antara lamanya pendidikan istri pada keluarga CSR dengan keluarga non CSR. Tabel 11 Sebaran lama pendidikan istri dan statistiknya Lama pendidikan ≤ 9 tahun >9 tahun Min-max Rataan ± SD NIlai uji p
CSR (n=33)1 n % 31 93,9 2 6,1 0-12 4,54±3,31
Non CSR (n=33)2 n % 33 100 0 0,0 0-9 3,37±2,76 0,160
Total (n=66) n 64 2
% 97,0 3,0
0-12 3,96±3,08
Ket : 1 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang; 2 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang
Kemampuan Baca Tulis Aksara Latin Jika dilihat dari melek aksara baik dari membaca maupun menulis aksara latin ternyata sebagian besar dari kepala keluarga, baik yang berasal dari keluarga CSR maupun keluarga non CSR dapat membaca dan menulis. Proporsi kepala keluarga yang buta aksara pada keluarga non CSR lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR (Tabel 12).
51 Tabel 12
Sebaran keluarga contoh berdasarkan kemampuan baca dan tulis aksara latin kepala keluarga
Kemampuan Baca Tulis Aksara Latin Tidak bisa baca dan tulis Bisa baca Bisa tulis Bisa baca dan tulis
n 5 0 0 29
CSR (n=34)1 % 14,7 0,0 0,0 85,3
Non CSR (n=31)2 n % 8 25,8 1 3,2 0 0,0 22 71,0
Total (n=65) n % 13 20,0 1 1,5 0 0,0 51 78,5
Ket : 1 Meninggal/Pisah sebanyak 1 orang; 2 Meninggal/Pisah sebanyak 4 orang
Hampir tiga perempat istri, baik yang berasal dari keluarga CSR maupun keluarga non CSR termasuk mampu dalam hal baca dan tulis. Proporsi istri yang buta aksara pada keluarga non CSR lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR (Tabel 13). Tabel 13
Sebaran keluarga contoh berdasarkan kemampuan baca dan tulis aksara latin istri
Kemampuan Baca Tulis Aksara Latin Tidak bisa baca dan tulis Bisa baca Bisa tulis Bisa baca dan tulis
CSR (n=33)1 n % 6 18,2 0 0,0 1 3,0 26 78,8
Non CSR (n=33)2 n % 11 33,3 0 0,0 0 0,0 22 66,7
Ket : 1 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang; 2 Meninggal/Pisah sebanyak 2 orang
Total (n=66) n 17 0 1 48
% 25,8 0,0 1,5 72,7
Keterlibatan dalam Program CSR Program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Arutmin Indonesia di Desa Sarigadung terdapat tiga jenis, yaitu program ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Dalam penelitian ini, contoh keluarga CSR berasal dari keluarga – keluarga yang telah terlibat dalam salah satu program CSR. Sebagian besar contoh keluarga CSR merupakan peserta program CSR di bidang ekonomi yang berjumlah 29 keluarga. Contoh keluarga CSR yang mengikuti program CSR di bidang pendidikan berjumlah 4 keluarga, sementara contoh keluarga CSR yang mengikuti program CSR di bidang kesehatan berjumlah 2 orang. Pengambilan contoh keluarga CSR paling banyak berasal dari bidang ekonomi dikarenakan jumlah peserta program CSR di bidang ekonomi secara keseluruhan paling banyak dibandingkan dengan program – program yang lain.
52
Gambar 6 Sebaran contoh keluarga CSR berdasarkan jenis program CSR Bantuan yang Diterima di Luar CSR Selain program bantuan CSR dari PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, keluarga di Desa Sarigadung juga memperoleh bantuan berupa Raskin (Beras Miskin), Askeskin (Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin), BLT (Bantuan Langsung Tunai), dan bantuan bupati (Tabel 14). Jenis bantuan yang paling banyak diterima oleh keluarga contoh adalah bantuan Raskin, diikuti oleh bantuan Askeskin serta BLT. Tabel 14
Sebaran contoh berdasarkan bantuan yang pernah diterima keluarga Pra dan Saat CSR
Bantuan yang Diterima
CSR Pra (n=35)
Non CSR (n=35)
Saat (n=35)
Raskin
71,4
42,9
62,9
Askeskin
31,4
17,1
20,0
BLT
28,6
0,0
0,0
0,0
8,6
11,4
Bantuan bupati
Persentase keluarga CSR yang mendapat bantuan Raskin dan Askeskin antara pra dan saat CSR mengalami penurunan, yakni dari masing-masing 71,4 persen dan 31,4 persen menjadi 42,9 persen dan 17,1 persen. Persentase keluarga CSR yang mendapat bantuan BLT antara pra dan saat CSR juga mengalami penurunan, dari 28,6 persen menjadi 0 persen. Hal ini dikarenakan pada saat ini program bantuan BLT sudah tidak diadakan lagi oleh pemerintah di Desa Sarigadung. Sementara itu, terdapat kenaikan persentase keluarga CSR yang mendapat bantuan bupati antara pra dan saat CSR. Hal ini dikarenakan program bantuan bupati baru berjalan akhir - akhir ini saja.
53 Persentase keluarga non CSR yang mendapat bantuan Raskin, Askeskin, dan bantuan bupati lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR saat ini. Sementara itu, tidak ada keluarga, baik dari keluarga CSR maupun non CSR yang mendapat bantuan BLT dikarenakan ketiadaan program saat ini. Karakteristik Ekonomi Keluarga Pekerjaan Kepala keluarga dan Istri Pekerjaan
Kepala
keluarga.
Kepala
keluarga
pada
umumnya
merupakan pencari nafkah utama (a main breadwinner) dalam keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pra CSR kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan utama adalah 88,6 persen, dan mengalami kenaikan menjadi 91,4 persen saat keluarga mendapat bantuan CSR. Namun untuk pekerjaan tambahan, tidak terdapat perubahan proporsi kepala keluarga yang memiliki pekerjaan tambahan pada pra dan saat mendapat CSR. Hanya 20 persen kepala keluarga pada keluarga CSR yang memiliki pekerjaan tambahan. Selanjutnya terdapat 11,4 persen kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan utama pada pra CSR, yang kemudian persentasenya menurun menjadi 8,6 persen pada saat CSR (Tabel 15). Tabel 15
Sebaran persentase contoh berdasarkan pekerjaan utama dan tambahan kepala keluarga (persentase) Pra, Saat, dan Non CSR CSR
Jenis Pekerjaan
Tidak bekerja Petani Pedagang Peternak Buruh Ojek Pegawai swasta Lain-lain1 Ket:
1
Pekerjaan Utama Pra Saat (n=35) (n=35) 11,4 8,6 25,7 25,7 8,6 8,6 0,0 0,0 31,4 25,7 8,6 5,7 5,7 17,5 8,6 8,6
Pekerjaan Tambahan Pra Saat (n=35) (n=35) 80,0 80,0 0,0 2,9 0,0 0,0 0,0 0,0 8,6 5,7 5,7 0,0 0,0 0,0 5,7 11,4
Non CSR Pekerjaan Pekerjaan Utama Tambahan Saat Saat (n=35) (n=35) 14,3 68,6 8,6 20,0 0,0 5,7 0,0 5,7 14,3 34,3 0,0 0,0 5,7 0,0 8,6 14,3
Tukang kayu, pencari ikan, bengkel, pendulang emas, pendulang pasir, penjaga masjid, pengemis, pensiunan tentara, tukang urut, pemilik kos, pemburu, pencari arang, pencari kayu
Pada keluarga CSR, secara umum pekerjaan utama kepala keluarga terbagi ke dalam lima jenis pekerjaan, yaitu petani, pedagang, buruh, ojek, dan pegawai swasta. Jenis pekerjaan utama dengan persentase terbesar pra CSR adalah buruh, yaitu 31,4 persen, diikuti dengan petani (25,7%), serta pedagang dan ojek (masing-masing 8,6%). Sementara itu, jenis pekerjaan utama dengan
54 persentase terbesar saat CSR adalah buruh dan petani (masing-masing 25,7%), diikuti dengan pegawai swasta (17,1%), serta pedagang (8,6%). Pekerjaan sampingan kepala keluarga CSR terbagi ke dalam tiga jenis pekerjaan, yaitu petani, buruh, dan ojek. Jenis pekerjaan sampingan dengan persentase terbesar pra CSR adalah buruh, yaitu 8,6 persen, diikuti dengan ojek (5,7%). Sementara itu, jenis pekerjaan sampingan dengan persentase terbesar saat CSR adalah buruh, yaitu 5,7 persen, diikuti dengan petani (2,9%). Terdapat tren perubahan pekerjaan sampingan kepala keluarga pada pra dan saat CSR, dari ojek menjadi petani. Pada keluarga non CSR, secara umum pekerjaan utama kepala keluarga terbagi ke dalam lima jenis pekerjaan, yaitu petani, pedagang, peternak, buruh dan
pegawai swasta. Sama halnya dengan keluarga CSR, jenis pekerjaan
utama dengan persentase terbesar adalah buruh, yaitu 34,3 persen, selanjutnya diikuti dengan petani (20%). Pekerjaan sampingan kepala keluarga terbagi ke dalam dua jenis pekerjaan, yaitu petani dan buruh. Jenis pekerjaan sampingan dengan persentase terbesar adalah buruh, yaitu 14,3 persen, diikuti dengan petani (8,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kepala keluarga dari keluarga non CSR yang tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR saat ini. Sebaliknya, proporsi kepala keluarga dari keluarga CSR yang tidak memiliki pekerjaan tambahan lebih tinggi dibandingkan keluarga non CSR. Pekerjaan istri. Meskipun kepala keluarga merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi istri atau anggota keluarga lain untuk bekerja. Hal ini juga berlaku pada keluarga contoh. Tabel 16 menunjukkan bahwa pada pra CSR istri yang mempunyai pekerjaan utama adalah 37,1 persen, dan mengalami kenaikan menjadi 45,7 persen saat keluarga mendapat bantuan CSR. Pada saat pra CSR, tidak terdapat istri yang memiliki pekerjaan tambahan (0%), namun setelah mendapat bantuan CSR terdapat 5,7 persen istri dari keluarga CSR yang memiliki pekerjaan tambahan. Selanjutnya terdapat 62,9 persen istri yang tidak memiliki pekerjaan utama pada pra CSR, yang kemudian persentasenya menurun menjadi 54,3 persen pada saat CSR. Pada keluarga CSR, secara umum pekerjaan utama istri terbagi ke dalam tiga jenis pekerjaan, yaitu petani, pedagang, dan buruh (Tabel 16). Jenis pekerjaan utama dengan persentase terbesar pra CSR adalah pedagang, yaitu
55 22,9 persen, diikuti dengan petani dan buruh (masing-masing 2,9%). Sementara itu, jenis pekerjaan utama dengan persentase terbesar saat CSR adalah pedagang, yaitu 22,9 persen, diikuti dengan pembantu rumah tangga (11,4%), serta pegawai swasta (2,9%). Jenis pekerjaan sampingan istri pada saat CSR mayoritas cenderung menjadi pedagang (2,9%). Perubahan jumlah istri yang memiliki pekerjaan sampingan sebelum dan sesudah adanya CSR sangat sedikit. Tabel 16
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan utama dan tambahan istri (persentase) Pra, Saat, dan Non CSR CSR
Jenis Pekerjaan
Tidak bekerja;
Petani Pedagang Buruh Pegawai swasta PRT Lain-lain1
Pekerjaan Utama Pra Saat (n=35) (n=35) 62,9 54,3 2,9 0,0 22,9 22,9 2,9 0,0 0,0 2,9 0,0 11,4 8,6 8,6
Pekerjaan Tambahan Pra Saat (n=35) (n=35) 100,0 94,3 0,0 0,0 0,0 2,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,9
Non CSR Pekerjaan Pekerjaan Utama Tambahan Saat Saat (n=35) (n=35) 60,0 97,1 0,0 0,0 17,1 0,0 5,7 0,0 2,9 0,0 8,6 0,0 5,7 2,9
Ket: 1 tukang urut, pemilik kontrakan, kader, dukun beranak
Pada keluarga non CSR, secara umum pekerjaan utama istri terbagi ke dalam empat jenis pekerjaan, yaitu pedagang, buruh, pegawai swasta dan pembantu rumah tangga. Sama halnya dengan keluarga CSR, jenis pekerjaan utama dengan persentase terbesar adalah pedagang, yaitu 17,1 persen, selanjutnya diikuti dengan pembantu rumah tangga (8,6%), dan buruh (5,7%). Hanya terdapat satu orang istri yang memiliki pekerjaan sampingan, yaitu sebagai tukang urut (2,9%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa istri dari keluarga non CSR yang tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR saat ini dengan perbedaan proporsi yang tidak terlalu jauh, yaitu sebesar 5,7 persen. Begitu pula halnya dengan proporsi istri yang tidak memiliki pekerjaan tambahan, istri dari keluarga non CSR yang tidak memiliki pekerjaan tambahan lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR dengan perbedaan sebesar 2,9 persen. Setelah berjalannya program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, dapat terjadi perubahan kerja kepala keluarga dan istri yang berasal dari keluarga penerima manfaat CSR, baik pada pekerjaan utama maupun tambahan (Tabel 17). Sebagian besar kepala keluarga masih menjalankan
56 pekerjaan utamanya sama seperti sebelumnya, namun lebih dari separuh kepala keluarga masih tidak memiliki pekerjaan tambahan. Lebih dari seperempat istri tidak memiliki pekerjaan utama dan sebagian besar istri tidak memiliki pekerjaan tambahan. Tabel 17
Sebaran contoh berdasarkan perubahan pekerjaan utama dan tambahan kepala keluarga dan istri saat CSR
Perubahan Kerja Kepala keluarga Tetap bekerja Bekerja menjadi tidak bekerja Tidak bekerja menjadi bekerja Tetap tidak bekerja Istri Tetap bekerja Bekerja menjadi tidak bekerja Tidak bekerja menjadi bekerja Tetap tidak bekerja
Pekerjaan Utama n %
Pekerjaan Tambahan n %
29 2 3 1
82,9 5,7 8,6 2,9
3 4 4 24
8,6 11,4 11,4 68,6
7 6 9 13
20,0 17,1 25,7 37,1
0 0 2 33
0,0 0,0 5,7 94,3
Pola Pendapatan Keluarga Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari seluruh pemasukan uang yang diterima oleh keluarga baik yang berasal dari pendapatan (diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah) anggota keluarga maupun sumber - sumber lain seperti pinjaman dan bantuan dari berbagai pihak. Besarnya pendapatan keluarga akan mempengaruhi daya beli keluarga tersebut. Pendapatan keluarga dalam penelitian ini dinyatakan dalam rupiah per bulan. Pada keluarga CSR, rataan pendapatan keluarga pada saat CSR lebih besar dibandingkan pra CSR (Tabel 18). Pendapatan keluarga pra CSR memiliki rataan sebesar Rp 1.134.750,00 per bulan, sedangkan pada saat CSR Rp 1.731.100,00 per bulan. Hasil analisis dengan uji-t memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara keduanya dengan nilai p sebesar 0,000 atau lebih kecil dari α = 0,01. Proporsi terbesar keluarga pada kondisi pra CSR (37,1 persen) dan saat CSR (34,3 persen) memiliki pendapatan antara satu juta rupiah sampai dengan dua juta rupiah. Terdapat penurunan proporsi keluarga yang memiliki pendapatan di bawah Rp 500.000,00 sebesar 20 persen.
57 Tabel 18
Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga per bulan dan penerimaan CSR CSR
Pendapatan Keluarga (Rp/bulan) < Rp 500.000 Rp 500.000 – 999.999 Rp 1.000.000 – 1.999.999 Rp 2.000.000 – 4.999.999 ≥ Rp 5.000.000 Total Min-Max (Rp 000) Rataan ± SD (Rp 000) p-value
Non CSR (n=35) Pra (n=35) Saat (n=35) n % n % n % 28,6 3 8,6 11 31,4 10 37,1 8 22,9 8 22,9 13 37,1 34,3 13 12 6 17,1 3 8,6 11 31,4 5 14,3 1 2,9 1 2,9 0,0 0 35 100,0 100,0 35 100,0 35 90,1–5.000 167–5.334 60–3.000 1.134,75±1.001,85 1.731,1±1.205,57 950,25±739,92 0,002*** 0,000***
Ket: *** nyata pada p<0,01
Dilihat dari penerimaan CSR, rataan pendapatan keluarga penerima CSR lebih besar daripada keluarga non CSR. Pendapatan keluarga CSR memiliki rataan sebesar Rp 1.731.100,00 per bulan, sedangkan keluarga non CSR Rp 950.250,00 per bulan. Hasil analisis dengan uji-t memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara keduanya dengan nilai p sebesar 0,002 atau lebih kecil dari α = 0,1. Pada keluarga CSR, proporsi terbesar keluarga (34,3 persen) memiliki pendapatan antara satu juta rupiah sampai dengan dua juta rupiah. Adapun pada keluarga non CSR proporsi terbesar (37,1 persen) memiliki pendapatan antara lima ratus ribu sampai dengan satu juta rupiah. Pendapatan
per
kapita.
Tingginya
pendapatan
keluarga
belum
mencerminkan kemampuan mengkonsumsi bagi setiap anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga tersebut dalam mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga akan semakin besar pula beban yang ditanggung oleh seluruh anggota keluarga tersebut. Oleh karena itu pendapatan per kapita lebih menggambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya. Nilai pendapatan perkapita diperoleh dari membagi pendapatan keluarga dengan besar keluarga atau jumlah anggota keluarga. Hasil pada Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan total keluarga contoh per bulan per kapita adalah Rp 300.570,00 pra-CSR dan Rp 441.896,00
saat-CSR.
Hal
ini
berarti
pendapatan
keluarga
mengalami
peningkatan saat keluarga mendapat bantuan CSR dari PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. Analisis statistik uji beda berpasangan antara pendapatan pra-CSR dan saat-CSR dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
58 nyata (p=0,000) antara keduanya. Hal ini berarti, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam pendapatan per kapita keluarga CSR saat keluarga mendapat bantuan program CSR. Tabel 19
Sebaran pendapatan per kapita keluarga per bulan berdasarkan penerimaan CSR
Kategori Pendapatan Total Keluargaab Miskin Hampir Miskin Hampir Tidak Miskin Tidak Miskin Total Min-max Rataan ± SD p-value
CSR Pra (n=35) n % 14 40,0 0 0,0 5 14,3 45,7 16 35 100 22.500-1.000.000 300.570±234.915 0,000***
Saat (n=35) N % 11 31,4 2 5,7 4 11,4 51,4 18 35 100,0 41.700-1.100.000 441.896±301.721
Non CSR (n=35) n
% 51,4 18 5 14,3 0 0,0 12 34,3 35 100,0 15.900-860.000 285.660±239.216 0,019**
Ket: ** nyata pada p<0,05; *** nyata pada p<0,01 a. Untuk Saat-CSR digunakan Garis Kemiskinan (GK) wilayah kabupaten Tanah Bumbu tahun 2005 sebesar Rp 159.347, sedangkan untuk saat-CSR digunakan Garis Kemiskinan (GK) wilayah kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009 sebesar Rp 219.500 b. Menggunakan kriteria dari Berita Resmi Statistik No. 47/IX/1 September 2006 (Miskin : < GK (Garis Kemiskinan), Hampir Miskin : 1,00-1,25 GK, Hampir Tidak Miskin : 1,25-1,50 GK dan Tidak Miskin : > 1,50 GK)
Hasil kategorisasi pendapatan per kapita keluarga dengan menggunakan standar garis kemiskinan terlihat bahwa hampir separuh contoh keluarga sebelum adanya program CSR berada dalam kategori miskin. Setelah adanya program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin pada tahun 2006 hingga tahun 2011, terdapat penurunan keluarga miskin sebesar 8,6 persen, sehingga proporsi contoh keluarga CSR yang berada dalam kategori miskin menjadi kurang dari sepertiganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program CSR telah mampu menurunkan proporsi keluarga miskin setelah berjalan lima tahun walaupun tingkat penurunannya masih belum mencapai target (kurang dari 100 persen). Hasil tabulasi silang pendapatan per kapita keluarga CSR dan non CSR dengan menggunakan standar garis kemiskinan menunjukkan bahwa kurang dari sepertiga contoh keluarga CSR termasuk dalam kategori miskin. Adapun lebih dari separuh contoh keluarga non CSR termasuk dalam kategori kurang dari garis kemiskinan (Rp 219.500) atau terkategori miskin. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara pendapatan per kapita keluarga CSR dengan keluarga non CSR dimana pendapatan total keluarga CSR lebih tinggi dibandingkan keluarga non CSR.
59 Kontribusi Anggota Keluarga terhadap Pendapatan Total Keluarga. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pendapatan total keluarga adalah hasil penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga yang bekerja dan dari pendapatan lain seperti bantuan atau santunan, dan lain-lain. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kepala keluarga mempunyai kontribusi terbesar (61,2% pra-CSR; 61,1% saat-CSR) terhadap pendapatan total keluarga (Tabel 20), baik pra maupun saat CSR, serta secara statistik adalah berbeda nyata (p=0,007). Hal ini sangat wajar mengingat tugas kepala keluarga adalah sebagai pencari nafkah utama (a main breadwinner). Kontribusi pendapatan total keluarga selanjutnya adalah dari istri yang menyumbang 23,4 persen pra-CSR dan anak yang menyumbang 17,5 persen saat-CSR. Anggota keluarga lain yang menyumbang terhadap pendapatan keluarga pra-CSR tidak ada sama sekali dan meningkat menjadi 4,9 persen pada saat-CSR. Terdapat perbedaan yang nyata kontribusi anak terhadap pendapatan keluarga pada pra dan saat CSR. Pada saat CSR, kontribusi anak terhadap pendapatan mengalami peningkatan sebesar 2,1 persen. Peningkatan kontribusi anak ini disebabkan oleh peningkatan usia anak yang semakin dewasa, sehingga
anak
dapat
bekerja
dan
memiliki
pendapatan
sendiri
yang
disumbangkan terhadap keluarganya. Sementara itu, kontribusi istri dan anggota keluarga lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pra dan saat CSR. Tabel 20 Kontribusi anggota keluarga terhadap rata-rata pendapatan total keluarga (Rp/bulan) pra dan saat CSR Kontributor Kepala keluarga Istri Anak Anggota Keluarga lain Pendapatan Total
Pra CSR (n=35) Rata-Rata % 693.545,7 61,2 264.057,1 23,4 174.285,7 15,4 0 0,0 1.134.746
Saat CSR (n=35) Rata-Rata % 1.056.966 61,1 285.285,7 16,5 304.285,7 17,5 84.571,43 4,9 1.731.109
Uji beda (t-test) 0,007** 0,810 0,051* 0,182
Ket: * nyata pada p<0,1; ** nyata pada p<0,05
Pada perbandingan antara keluarga CSR dan keluarga non CSR (Tabel 21), dapat terlihat bahwa kepala keluarga tetap mempunyai kontribusi terbesar (61,1% CSR; 71,6% non CSR) terhadap pendapatan total keluarga, serta secara statistik adalah berbeda nyata (p=0,071). Kontribusi pendapatan total keluarga selanjutnya pada keluarga CSR adalah dari anak yang menyumbang 17,5 persen terhadap pendapatan total keluarga, sementara pada keluarga non CSR adalah istri yang menyumbang sebesar 16,6 persen. Terdapat anggota keluarga
60 lain pada keluarga CSR yang menyumbang terhadap pendapatan total keluarga sebesar 4,9 persen, dan tidak ada anggota keluarga lain pada keluarga non CSR yang menyumbang terhadap pendapatan total keluarga. Tabel 21
Kontribusi anggota keluarga terhadap rata-rata pendapatan total keluarga (Rp/bulan) CSR dan Non CSR
Kontributor Kepala keluarga Istri Anak Anggota Keluarga lain Pendapatan Total
CSR (n=35) Rata-Rata 1.056.966 285.285,7 304.285,7 84.571,4 1.731.109
% 61,1 16,5 17,5 4,9
Non CSR (n=35) Rata-Rata % 681.114,3 71,6 158.848,6 16,6 113.142,9 11,8 0 0,0 950.248,6
Uji beda (t-test) 0,071* 0,220 0,211 0,182
Ket: * nyata pada p<0,1
Pola Pengeluaran Keluarga Pengeluaran Keluarga. Pengeluaran keluarga adalah nilai total barang dan jasa yang dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga. Pengeluaran keluarga dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran bukan untuk pangan. Porsi pengeluaran tersebut akan mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu keluarga. Tabel 22 menunjukkan bahwa persentase pengeluaran untuk pangan pada keluarga CSR hampir sama besarnya dengan keluarga non CSR. Tabel 22 Sebaran persentase pengeluaran pangan dan non pangan contoh Pengeluaran Pangan Non Pangan Total
CSR Rp 1.088.440 709.302,9 1.797.743
% 60,5 39,5 100
Non CSR Rp 827.861 501.818 1.329.680
% 62,3 37,7 100
Tabel 23 menunjukkan sebaran keluarga contoh berdasarkan besarnya pengeluaran keluarga.
Pengeluaran keluarga contoh berkisar antara Rp
270.500,00 per bulan sampai dengan Rp 5.011.700,00 per bulan dengan rataan Rp 1.563.710,00 ± Rp 917.500,00. Persentase terbesar adalah keluarga dengan pengeluaran keluarga antara Rp 1.000.000,00 sampai dengan Rp 1.999.999,99 per bulan atau sebanyak 40 persen. Analisis antar kelompok memperlihatkan rataan pengeluaran keluarga CSR Rp 1.797.740,00 per bulan lebih tinggi dari pengeluaran keluarga non CSR sebesar Rp 1.329.680,00 per bulan. Hal ini juga terbukti dari hasil uji beda rataan (uji-t) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang menyimpulkan adanya
61 perbedaan yang signifikan antara rataan pengeluaran keluarga CSR dan keluarga non CSR dengan p-value sebesar 0,032. Tabel 23
Sebaran keluarga contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per bulan dan penerimaan CSR
Pengeluaran Keluarga (Rp/bulan) < Rp 500.000 Rp 500.000 – 999.999 Rp 1.000.000 – 1.999.999 Rp 2.000.000 – 4.999.999 ≥ Rp 5.000.000 Total Min-Max (Rp 000) Rataan ± SD (Rp 000) p-value
CSR (n=35) n
% 1 2,9 7 20,0 48,6 17 9 25,7 1 2,9 100,0 35 499,5-5.011,7 1.797,74±923,83
Non CSR (n=35) N % 3 8,6 37,1 13 11 31,4 8 22,9 0,0 0 100,0 35 270,5-3.708,6 1.329,68±861,5 0,032**
Total (n=70) n
% 4 5,7 20 28,6 40,0 28 17 24,3 1 1,4 70 100,0 270,5-5.011,7 1.563,71±917,5
Ket: ** nyata pada p<0,05
Pengeluaran per kapita. Pengeluaran rata - rata per kapita per bulan adalah biaya yang dikeluarkan untuk semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Garis Kemiskinan Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009 (BPS 2009) berada pada angka Rp 219.492/kap/bln. Dengan mengacu pada Garis Kemiskinan Tanah Bumbu 2009, contoh dibagi ke dalam empat kategori, yaitu miskin (< Rp 219.500), hampir miskin (Rp 219.500-Rp 274.375), hampir tidak miskin (Rp 274.376-329.250), dan tidak miskin (> Rp 329.250). Tabel 24 Sebaran contoh dan statistik pengeluaran per kapita Pengeluaran per kapita Miskin (< Rp 219.500) Hampir Miskin (Rp 219.500-Rp 274.375) Hampir Tidak Miskin (Rp 274.376-329.250) Tidak Miskin (>329.250) Min-max Rataan ± SD Nilai uji p
CSR (n=35) n % 5 14,3
Non CSR (n=35) n % 10 28,6
Total (n=70) n % 15 21,4
3
8,6
6
17,1
9
12,9
5
14,3
1
2,9
6
8,6
22
62,9
18
51,4
40
57,1
122.217-941.250 449.835±208.668,9
111.433-927.163 350.565±180.785,6 0,037**
111.433-941.250 400.200±200.150,1
Ket: ** nyata pada p<0,05
Tabel 24 menunjukkan bahwa sebaran contoh berdasarkan pengeluaran antara keluarga CSR dan keluarga non CSR sangat beragam. Hal yang menarik adalah lebih dari separuh contoh, baik pada keluarga CSR maupun keluarga non CSR masuk dalam kategori tidak miskin. Adapun keluarga contoh yang termasuk
62 ke dalam kriteria miskin hanya seperempatnya. Namun berdasarkan hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara pengeluaran keluarga CSR dengan non CSR. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pengeluaran keluarga CSR dengan non CSR. Kepemilikan Aset Rumah merupakan salah satu kebutuhan penting bagi setiap keluarga. Jenis rumah contoh sebagian besar adalah non permanen (85,7%) yang terbuat dari kayu khas kalimantan. Sementara, atap rumah keluarga contoh mayoritas menggunakan asbes (41,4%). Pada keluarga CSR, sebagian besar kepemilikan rumah keluarga contoh adalah rumah sendiri (Tabel 25), diikuti oleh rumah milik orangtua (5,7%) dan menumpang di rumah milik orang lain (2,9%). Sementara pada keluarga non CSR, sebagian besar kepemilikan rumah keluarga contoh adalah rumah sendiri (85,7%), diikuti oleh rumah kontrakan (5,7%) dan menumpang di rumah milik orang lain (5,7%). Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan status kepemilikan rumah dan luas rumah Status Kepemilikan dan Luas Rumah Status kepemilikan rumah Sendiri Kontrak Milik Orangtua Lainnya Kategori luas rumah per kapita ≤ 8 m2 > 8 m2 Min-max Rataan ± SD Nilai uji p
n
CSR (n=35) %
Non CSR (n=35) n %
32 0 2 1
91,4 0,0 5,7 2,9
30 2 1 2
85,7 5,7 2,9 5,7
11 24
31,4 68,6
14 21
40,0 60,0
3-49 13,6±10,2
3-40 11,7±8,7 0,394
Rata - rata rumah per kapita keluarga CSR adalah 13,6 m2 dengan persentase keluarga yang memiliki rumah dengan luas lebih dari 8 m2 adalah sebanyak 68,6 persen serta berkisar antara 3 m2 hingga 49 m2 per kapita. Sementara, rata - rata rumah per kapita keluarga non CSR adalah 11,7 m2 dengan persentase keluarga yang memiliki rumah dengan luas lebih dari 8 m2 adalah sebanyak 60 persen serta berkisar antara 3 m2 hingga 40 m2 per kapita. Rata - rata rumah per kapita keluarga CSR lebih tinggi dibandingkan keluarga
63 non CSR, walaupun hasil uji beda secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Tabel 25). Aset adalah salah satu bentuk sumberdaya materi yang dimiliki keluarga yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh keluarga tersebut (Raines 1964). Secara umum aset keluarga dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam, yaitu kendaraan, ternak, alat elektronik, mebel, alat rumah tangga, dan lainnya (Tabel 26). Kepemilikan kendaraan berupa motor pada keluarga CSR mengalami peningkatan. Saat ini sebagian besar keluarga contoh memiliki motor. Sementara kepemilikan sepeda mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena saat ini sepeda dianggap sudah ketinggalan jaman. Secara umum, kepemilikan ternak pada keluarga CSR mengalami penurunan. Sebagian
contoh
mengatakan
bahwa
mahalnya
biaya
merawat
ternak
menyebabkan mereka berhenti beternak. Alat elektronik yang terbanyak dimiliki oleh hampir tiga perempat keluarga CSR adalah televisi. Terdapat beberapa alat elektronik yang persentase kepemilikannya meningkat saat CSR, seperti video/CD dari 34,3 persen pra CSR menjadi 48,6 persen saat CSR, komputer dari tidak ada sama sekali pra CSR menjadi 5,7 persen saat CSR, HP dari 51,4 persen pra CSR menjadi 97,1 persen saat CSR, televisi dari 62,9 persen pra CSR menjadi 77,1 persen saat CSR, Rice Cooker dari 22,9 persen menjadi 48,6 persen saat CSR, serta kulkas dari 17,1 persen menjadi 40 persen saat CSR. Kepemilikan mebel hanya meningkat sedikit pada meja makan, lemari pakaian, dan lemari buku. Tidak terdapat peningkatan sama sekali pada kepemilikan kursi tamu, tempat tidur, dan lemari hias. Secara umum, kepemilikan alat rumah tangga pada keluarga CSR mengalami peningkatan, meskipun tidak terlalu besar. Tidak terdapat peningkatan pada kepemilikan tabungan dan terdapat sedikit peningkatan pada kepemilikan perhiasan. Hal yang paling ekstrim adalah melonjaknya kepemilikan hutang setelah adanya CSR sebesar hampir 50 persen. Pada saat CSR, 29 dari 35 contoh punya hutang. Artinya seluruh contoh bidang ekonomi terlibat hutang dari awal CSR hingga saat ini. Hasil perbandingan kepemilikan aset antara keluarga CSR dengan keluarga
non
CSR
menunjukkan
terdapat
beberapa
perbedaan.
Jenis
kepemilikan aset yang berbeda antara keluarga CSR dan keluarga non CSR adalah kepemilikan motor, HP, kursi tamu, lemari buku, mesin cuci, rice cooker, kulkas, dan hutang. Hal yang menarik untuk dilihat bahwa secara umum, proporsi
64 kepemilikan aset pada keluarga CSR lebih tinggi dibandingkan keluarga non CSR. Terdapat beberapa jenis aset yang telah dimiliki oleh keluarga CSR namun belum dimiliki oleh keluarga non CSR, seperti sapi, komputer, mesin cuci, serta kompor gas. Proporsi kepemilikan aset keluarga non CSR yang lebih tinggi dari keluarga CSR hanya pada kepemilikan ayam dan tempat tidur. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi bahwa kondisi keluarga CSR lebih baik dibandingkan keluarga non CSR. Tabel 26
Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset pra dan saat CSR (persentase)
Kepemilikan Aset Kendaraan Motor Sepeda Ternak Sapi Ayam Bebek Alat Elektronik Radio/Tape Video/CD Kipas angin Komputer HP Televisi Rice Cooker Kulkas Mebel Kursi tamu Meja makan Tempat tidur Lemari pakaian Lemari hias Lemari buku Alat Rumah Tangga Lemari makan Mesin cuci Mesin jahit Kompor gas Kompor minyak Lainnya Tabungan Perhiasan Hutang
Pra CSR (n=35)
Saat CSR (n=35)
Delta
Non CSR (n=35)
57,1 71,4
80,0 57,1
22,9 -14,3
57,1 54,3
2,9 68,6 20,0
2,9 40,0 14,3
0,0 -28,6 -5,7
0,0 54,3 20,0
42,9 34,3 37,1 0,0 51,4 62,9 22,9 17,1
25,7 48,6 34,3 5,7 97,1 77,1 48,6 40,0
-17,2 14,3 -2,8 5,7 45,7 14,2 25,7 22,9
31,4 40,0 31,4 0,0 65,7 68,6 31,4 40,0
17,1 5,7 34,3 85,7 40,0 22,9
17,1 11,4 34,3 91,4 40,0 28,6
0,0 5,7 0,0 5,7 0,0 5,7
2,9 2,9 51,4 82,9 22,9 8,6
22,9 5,7 2,9 2,9 85,7
28,6 11,4 2,9 5,7 88,6
5,7 5,7 0,0 2,8 2,9
20,0 0,0 20,0 8,6 2,9
14,3 62,9 34,3
14,3 65,7 82,9
0,0 2,8 48,6
2,9 54,3 48,6
65 Kesejahteraan Subjektif Menurut Suandi (2007), kesejahteraan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri dan bukan orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Berdasarkan Tabel 27, lebih dari 60 persen contoh merasa sudah cukup puas dengan kondisi keluarganya sebelum dan setelah mengikuti program CSR. Proporsi contoh yang merasa tidak puas pada saat sebelum mengikuti program CSR
lebih
tinggi
dibandingkan
setelah
adanya
CSR.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa sebelum adanya program CSR, tidak ada contoh yang merasa puas dengan kondisi keluarganya. Namun, setelah mengikuti program CSR terdapat sebagian kecil contoh (20%) yang merasa puas terhadap kondisi keluarganya. Hasil uji beda Wilcoxon menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) antara kesejahteraan subjektif keluarga sebelum dan sesudah mengikuti program CSR. Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif pra dan saat CSR Kategori Kesejahteraan Keluarga Tidak Puas (0,0% - 33,3%) Cukup Puas (33,4% - 66,6%) Puas (66,7% - 100%) Min-max Rataan ± SD Nilai uji p
pra CSR (n=35) Saat CSR (n=35) n % n % 12 34,3 7 20,0 23 21 60,0 65,7 0 0,0 7 20,0 12,5-65,6 15,6-81,3 39,03±14,79 51,08±17,5 0,000***
Ket: *** nyata pada p<0,01
Dalam penelitian ini, terdapat enam belas aspek kesejahteraan subjektif keluarga, yaitu keadaan keuangan keluarga, keadaan makanan keluarga, keadaan tempat tinggal keluarga, keadaan materi atau aset keluarga, keadaan spiritual atau mental keluarga, keadaan kesehatan fisik keluarga, upaya bertahan hidup keluarga, gaya manajemen pekerjaan, keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi keluarga, keterlibatan kepala keluarga atau istri dalam perkumpulan desa, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki kepala keluarga, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki istri, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki anak, perasaan kepala keluarga atau istri terhadap sekolah anak, perasaan kepala keluarga atau istri terhadap penghasilan saat ini, dan kebahagiaan hubungan perkawinan.
66 Sebagian besar contoh menyatakan tidak puas terhadap keadaan keuangan keluarga pada saat sebelum mengikuti program CSR, namun setelah mengikuti program CSR hanya separuh contoh yang menyatakan tidak puas sementara sebanyak 11,4 persen menyatakan puas. Pada saat sebelum CSR, hampir separuh contoh menyatakan tidak puas dan cukup puas dengan keadaan makanan keluarga (45,7%), sedangkan pada saat ini, terdapat peningkatan proporsi contoh yang menyatakan cukup puas (60%) dengan keadaan makanan keluarga. Lebih dari separuh contoh (60%) menyatakan tidak puas dengan keadaan tempat tinggal mereka sebelum mengikuti program CSR dan pada saat CSR, proporsi contoh yang merasa tidak puas menurun menjadi 40 persen walaupun masih menjadi proporsi yang terbesar (Tabel 28). Tabel 28
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pertanyaan keluarga kesejahteraan subjektif
contoh
penerima
CSR
berdasarkan
Pra CSR (n=35)
Saat CSR (n=35)
TP
CP
P
TP
CP
P
Uji beda (p)
80,0 45,7
17,1 45,7
2,9 8,6
42,9 17,1
45,7 60,0
11,4 22,9
0,000*** 0,002***
60,0
31,4
8,6
40,0
37,1
22,9
0,015**
71,4
28,6
0,0
28,6
45,7
25,7
0,000***
45,7
31,4
22,9
34,3
37,1
28,6
0,165
22,9
45,7
31,4
40,0
31,4
28,6
0,169
48,6 25,7
40,0 40,0
11,4 34,3
22,9 8,6
51,4 40,0
25,7 51,4
0,023** 0,018**
31,4
20,0
48,6
14,3
17,1
68,6
0,012**
42,9
14,3
42,9
31,4
20,0
48,6
0,098*
37,1
42,9
20,0
28,6
37,1
34,3
0,023**
28,6
57,1
14,3
22,9
62,9
14,3
0,157
42,9
37,1
20,0
40,0
31,4
28,6
0,102
40,0
34,3
25,7
40,0
28,6
31,4
0,414
68,6
28,6
2,9
45,7
48,6
5,7
0,007***
2,9
48,6
48,6
2,9
51,4
45,7
0,317
Pertanyaan Keadaan keuangan keluarga Keadaan makanan keluarga Keadaan tempat tinggal keluarga Keadaan materi/aset keluarga Keadaan spiritual/mental keluarga Keadaan kesehatan fisik keluarga Upaya bertahan hidup keluarga Gaya manajemen pekerjaan Keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi keluarga Keterlibatan kepala keluarga/ istri dalam perkumpulan desa Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki kepala keluarga Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki istri Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki anak Perasaan kepala keluarga/ istri terhadap sekolah anak Perasaan kepala keluarga/ istri terhadap penghasilan saat ini Kebahagiaan hubungan perkawinan
Ket: TP=Tidak Puas; CP=Cukup Puas; P=Puas * nyata pada p<0,1; **nyata pada p<0,05; *** nyata pada p<0,01
67 Dalam hal keadaan materi atau aset keluarga, hampir tiga perempat contoh menyatakan tidak puas pada saat sebelum CSR. Sementara pada saat CSR terjadi peningkatan kepuasan sehingga hampir separuh contoh menyatakan cukup puas. Pada saat sebelum CSR, proporsi terbesar contoh menyatakan tidak puas dengan keadaan spiritual atau mental keluarga. Namun setelah CSR, terdapat peningkatan kepuasan dimana proporsi terbesar contoh menyatakan cukup puas dengan keadaan spiritual atau mental keluarga. Terdapat hal yang menarik pada aspek keadaan kesehatan fisik keluarga. Hampir separuh contoh menyatakan cukup puas dengan keadaan kesehatan fisik keluarga pada saat sebelum mengikuti CSR, namun pada saat CSR hampir separuh contoh menyatakan tidak puas terhadap aspek tersebut. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor penuaan yang dialami oleh contoh. Semakin tua maka kondisi kesehatan pun semakin menurun, sehingga contoh merasa tidak puas dengan penurunan kondisi tersebut. Hampir separuh contoh menyatakan tidak puas dengan upaya bertahan hidup yang keluarga mereka lakukan pada saat sebelum mengikuti program CSR. Namun, setelah mengikuti program CSR hampir separuh contoh menyatakan cukup puas dengan hal tersebut. Sebanyak 40 persen contoh menyatakan cukup puas terhadap gaya manajemen pekerjaan yang terdapat pada keluarga mereka sebelum CSR dan pada saat CSR lebih dari separuh contoh menyatakan puas terhadap hal tersebut. Hampir separuh contoh (48,6%) menyatakan puas dengan keterlibatan istri mereka dalam aktivitas ekonomi keluarga pada saat sebelum mengikuti program CSR dan kepuasannya meningkat sebesar 20 persen pada saat CSR. Proporsi contoh yang merasa tidak puas dan puas dengan keterlibatan kepala keluarga atau istri dalam perkumpulan desa pada saat sebelum CSR adalah sama, yaitu sebesar 42,9 persen. Sementara pada saat CSR proporsi terbesar contoh menyatakan puas terhadap keterlibatan kepala keluarga atau istri dalam perkumpulan desa. Proporsi terbesar contoh menyatakan cukup puas terhadap pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki kepala keluarga dan istri pada saat sebelum dan sesudah CSR. Sementara dalam hal pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki anak serta perasaan kepala keluarga atau istri terhadap sekolah anak, proporsi terbesar contoh menyatakan tidak puas terhadap hal tersebut baik sebelum dan sesudah CSR. Lebih dari separuh contoh menyatakan tidak puas dengan
68 penghasilan yang mereka dapatkan pada saat sebelum CSR, setelah mengikuti program CSR hampir separuh contoh menyatakan puas. Aspek kebahagiaan hubungan perkawinan cenderung tetap, contoh merasa cukup puas dengan keadaan perkawinannya baik sebelum dan sesudah CSR. Hasil uji beda secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan kondisi kepuasan pada keluarga penerima CSR dalam hal keadaan keuangan keluarga, keadaan makanan keluarga, keadaan tempat tinggal keluarga, keadaan materi atau aset keluarga, upaya bertahan hidup keluarga, gaya manajemen pekerjaan, keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi keluarga, keterlibatan kepala keluarga atau istri dalam perkumpulan desa, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepala keluarga, perasaan kepala keluarga atau istri terhadap penghasilan saat ini sebelum dan sesudah mengikuti program CSR. Tabel 29
Sebaran contoh berdasarkan keluarga CSR dan Non CSR
Kategori Kesejahteraan Keluarga Tidak Puas (0,0% - 33,3%) Cukup Puas (33,4% - 66,6%) Puas (66,7% - 100%) Min-max Rataan ± SD Nilai uji p
n
kategori
kesejahteraan
subjektif
CSR (n=35) Non CSR (n=35) % n % 7 20,0 9 25,7 21 22 60,0 62,9 7 20,0 4 11,4 18,8-96,9 15,6-81,3 46,70±17,96 51,08±17,5 0,192
Berdasarkan Tabel 29, lebih dari separuh contoh merasa sudah cukup puas dengan keadaan keluarganya selama ini (60% pada keluarga CSR dan 62,9% pada keluarga non CSR). Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) antara kesejahteraan subjektif keluarga CSR dengan keluarga non CSR. Pada aspek keadaan keuangan keluarga (Tabel 30), hampir separuh contoh keluarga CSR (45,7%) merasa cukup puas dengan keadaan keuangan keluarga mereka, sementara lebih dari separuh contoh keluarga non CSR (68,6%) menyatakan tidak puas. Proporsi terbesar contoh, baik pada keluarga CSR maupun keluarga non CSR, menyatakan cukup puas terhadap keadaan makanan keluarga. Hampir separuh contoh keluarga CSR dan keluarga non CSR menyatakan tidak puas dengan keadaan tempat tinggal mereka saat ini dan keadaan kesehatan fisik keluarga. Hampir separuh contoh pada keluarga CSR (45,7%) menyatakan cukup puas dengan keadaan materi atau aset keluarga, sedangkan lebih dari separuh
69 contoh keluarga non CSR menyatakan tidak puas (60%). Lebih dari seperempat contoh pada keluarga CSR menyatakan cukup puas dengan keadaan spiritual atau mental keluarga, sementara hampir separuh contoh pada keluarga non CSR menyatakan tidak puas. Tabel 30
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pertanyaan keluarga contoh penerima berdasarkan kesejahteraan subjektif CSR (n=35)
Pertanyaan Keadaan keuangan keluarga Keadaan makanan keluarga Keadaan tempat tinggal keluarga Keadaan materi/aset keluarga Keadaan spiritual/mental keluarga Keadaan kesehatan fisik keluarga Upaya bertahan hidup keluarga Gaya manajemen pekerjaan Keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi keluarga Keterlibatan kepala keluarga/ istri dalam perkumpulan desa Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki kepala keluarga Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki istri Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki anak Perasaan kepala keluarga/ istri terhadap sekolah anak Perasaan kepala keluarga/ istri terhadap penghasilan saat ini Kebahagiaan hubungan perkawinan
CSR
dan
non
Non CSR (n=35)
CSR Uji beda (p)
TP 42,9 17,1
CP 45,7 60,0
P 11,4 22,9
TP 68,6 40,0
CP 25,7 48,6
P 5,7 11,4
0,034** 0,030**
40,0
37,1
22,9
51,4
37,1
11,4
0,221
28,6
45,7
25,7
60,0
28,6
11,4
0,009**
34,3
37,1
28,6
40,0
22,9
37,1
0,906
40,0
31,4
28,6
48,6
20,0
31,4
0,734
22,9 8,6
51,4 40,0
25,7 51,4
51,4 17,1
34,3 31,4
14,3 51,4
0,020** 0,740
14,3
17,1
68,6
20,0
17,1
62,9
0,567
31,4
20,0
48,6
8,6
14,3
77,1
0,009***
28,6
37,1
34,3
28,6
34,3
37,1
0,876
22,9
62,9
14,3
40,0
22,9
37,1
0,821
40,0
31,4
28,6
37,1
20,0
42,9
0,416
40,0
28,6
31,4
57,1
17,1
25,7
0,236
45,7
48,6
5,7
62,9
25,7
11,4
0,290
2,9
51,4
45,7
8,6
25,7
65,7
0,181
Ket: TP=Tidak Puas; CP=Cukup Puas; P=Puas **nyata pada p<0,05; ***nyata pada p<0,01
Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR telah merasa cukup puas dengan upaya bertahan hidup yang dijalankan oleh keluarga mereka, sedangkan lebih dari separuh contoh pada keluarga non CSR menyatakan tidak puas. Lebih dari separuh contoh (51,4%), baik pada keluarga CSR maupun keluarga non CSR, menyatakan puas terhadap gaya manajemen pekerjaan yang keluarga mereka lakukan. Lebih dari separuh contoh merasa telah puas dengan keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi keluarga dan keterlibatan kepala keluarga atau istri dalam perkumpulan desa. Lebih dari seperempat contoh pada
70 keluarga CSR merasa cukup puas dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh kepala keluarga mereka, sedangkan lebih dari seperempat contoh pada keluarga non CSR merasa telah puas. Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR merasa cukup puas dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh istri mereka, sedangkan hampir separuh contoh pada keluarga non CSR merasa tidak puas. Hampir separuh responden pada keluarga CSR merasa tidak puas dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki anak mereka, sebaliknya hampir separuh contoh merasa telah puas. Hampir separuh contoh menyatakan tidak puas terhadap sekolah anak mereka, baik pada keluarga CSR maupun non CSR. Hampir separuh contoh keluarga CSR menyatakan cukup puas dengan penghasilan saat ini, sedangkan lebih dari separuh contoh keluarga non CSR menyatakan tidak puas. Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR merasa cukup bahagia dengan perkawinan mereka, sedangkan lebih dari separuh contoh pada keluarga non CSR telah merasa puas dengan hubungan perkawinannya. Hasil uji beda secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan kondisi kepuasan antara keluarga penerima manfaat CSR dan keluarga yang bukan penerima manfaat CSR dalam hal keadaan keuangan keluarga, keadaan makanan keluarga, keadaan materi atau aset keluarga, upaya bertahan hidup keluarga, serta keterlibatan kepala keluarga atau istri dalam perkumpulan desa. Pengetahuan Tentang CSR Berdasarkan Tabel 31, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga CSR mengenai program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin lebih tinggi dibandingkan keluarga non CSR. Terdapat proporsi yang sama pada keluarga CSR antara contoh yang memiliki pengetahuan rendah dan tinggi mengenai pelaksanaan program CSR, yaitu sebesar 40 persen. Lebih dari tiga perempat contoh keluarga non CSR memiliki pengetahuan yang rendah mengenai
pelaksanaan
menunjukkan
terdapat
program
CSR.
Hasil
uji
perbedaan
yang
nyata
(p<0,01)
pengetahuan keluarga CSR dengan keluarga non CSR.
beda
Mann-Whitney antara
tingkat
71 Tabel 31
Sebaran pengetahuan responden contoh berdasarkan kategori keluarga CSR dan Non CSR
Kategori Pengetahuan
n
Rendah (0,0% – 33,3%) Sedang (33,4% – 66,6%) Tinggi (66,7% – 100%) Total Min-max Rataan ± SD Nilai uji p
CSR (n=35) Non CSR (n=35) % n % 14 27 40,0 77,1 7 20,0 7 20,0 14 1 2,9 40,0 35 100 35 100 13,3-93,3 0,0-73,3 50,7±26,2 18,5±20,6 0,000***
*** nyata pada p<0,01
Berdasarkan Tabel 32, terlihat bahwa lebih dari separuh contoh keluarga CSR mengetahui bahwa PT. Arutmin Indonesia adalah perusahaan yang bergerak
di
bidang
pertambangan
Batu
Bara,
PT.
Arutmin
Indonesia
melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial,
sementara
sebagian
besar
contoh
keluarga
non
CSR
tidak
mengetahuinya. Hampir separuh contoh pada keluarga CSR dan sebagian besar contoh keluarga non CSR tidak mengetahui bahwa yayasan Gada Ulin adalah yayasan yang dibentuk oleh PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR mengetahui bahwa PT. Arutmin Indonesia pernah memberikan bantuan kepada masyarakat dan untuk kepentingan desa, sebaliknya lebih dari separuh contoh pada keluarga non CSR
tidak
mengetahuinya. Hampir separuh contoh pada keluarga CSR dan sebagian besar contoh pada keluarga non CSR tidak mengetahui tujuan PT. Arutmin Indonesia melaksanakan program CSR di desa mereka. Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR mengetahui bidang-bidang program CSR PT. Arutmin Indonesia, sementara sebagian besar contoh pada keluarga non CSR tidak mengetahuinya. Sebagian besar contoh, baik pada keluarga CSR maupun keluarga non CSR tidak mengetahui siapa saja yang termasuk ke dalam target penerima Beasiswa Abadi. Hampir seluruh contoh pada keluarga CSR dan lebih dari separuh contoh pada keluarga non CSR mengetahui bahwa keluarga miskin dan KSM dapat mengajukan pinjaman ke LKD. Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR mengetahui bahwa program dana mitra adalah program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin di bidang ekonomi, sementara hampir seluruh keluarga non CSR tidak mengetahuinya. Hampir seluruh contoh pada keluarga CSR mengetahui bahwa
72 Tabel 32
Pertanyaan keluarga contoh penerima CSR berdasarkan pengetahuan CSR (persentase)
No.
Pertanyaan
1 2 3 4
5
6
7 8 9 10 11
12 13 14
15
PT Arutmin adalah perusahaan pertambangan Batu Bara PT Arutmin melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Yayasan Gada Ulin dibentuk oleh PT Arutmin PT Arutmin pernah memberikan bantuan kepada masyarakat dan untuk kepentingan desa Tujuan PT Arutmin melaksanakan CSR adalah memberdayakan masyarakat lingkar tambang menjadi mandiri dan sejahtera Program CSR PT Arutmin (gada ulin) mencakup bidang ekonomi, kesehatan, infrastruktur, dan pendidikan Beasiswa Abadi diberikan kepada siswa yang pintar dan kurang mampu Keluarga miskin dan KSM dapat mengajukan pinjaman ke LKD Program dana mitra adalah program CSR PT Arutmin di bidang ekonomi Uang yang diperoleh dari program dana mitra tidak perlu dikembalikan Setiap keluarga yang meminjam ke LKD, wajib membayar jasa 1 % dari jumlah pinjaman setiap bulannya PT, Arutmin memberikan bantuan dana untuk PMT PT, Arutmin memberikan bantuan sumur bor di RT 01 dan RT 05 Penggolongan keluarga miskin yang diberdayakan oleh CSR PT, Arutmin ditentukan berdasarkan kriteria yang dirumuskan oleh musyawarah desa, Tambang PT Arutmin di Batulicin suatu saat akan tutup
CSR (n=35) TT
S
dan
Non
Non CSR (n=35) B
TT
S
B
CSR
p-value
45,7
0,0
54,3
71,4
0,0
28,6
0,030**
45,7
0,0
54,3
82,9
0,0
17,1
0,001***
45,7
11,4
42,9
80,0
17,1
2,9
0,000***
34,3
5,7
60,0
65,7
5,7
28,6
0,009***
48,6
5,7
45,7
80,0
5,7
14,3
0,004***
45,7
2,9
51,4
85,7
2,9
11,4
0,000***
85,7
5,7
8,6
91,4
5,7
2,9
0,307
2,9
2,9
94,3
40,0
0,0
60,0
0,001***
37,1
2,9
60,0
91,4
0,0
8,6
0,000***
8,6
0,0
91,4
57,1
2,9
40,0
0,000***
14,3
2,9
82,9
77,1
2,9
20,0
0,000***
74,3
0,0
25,7
97,1
0,0
2,9
0,007***
45,7
0,0
54,3
71,4
5,7
22,9
0,007***
51,4
37,1
11,4
91,4
5,7
2,9
0,167
60,0
17,1
22,9
74,3
11,4
14,3
0,360
Ket: TT=Tidak Tahu; S=Salah; B=Benar ** nyata pada p<0,05; *** nyata pada p<0,01
73 uang yang diperoleh dari program dana mitra perlu dikembalikan, sementara pada keluarga non CSR masih terdapat lebih dari separuh contoh yang tidak mengetahui bahwa uang yang berasal dari PT. Arutmin perlu dikembalikan. Sebagian besar contoh pada keluarga CSR mengetahui bahwa setiap keluarga miskin yang meminjam ke LKD, berkewajiban membayar jasa sebesar 1 persen dari jumlah pinjaman setiap bulannya, sementara sebagian besar contoh pada keluarga non CSR tidak mengetahui hal tersebut. Sebagian besar contoh, baik pada keluarga CSR maupun pada keluarga non CSR tidak mengetahui bahwa PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin memberikan bantuan dana untuk PMT (Pemberian Makanan Tambahan) di posyandu Desa Sarigadung. Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR mengetahui adanya bantuan sumur bor dari PT. Arutmin di RT 01 dan 05, sementara hampir tiga perempat contoh pada keluarga non CSR tidak mengetahuinya. Lebih dari separuh contoh pada keluarga CSR dan hampir seluruh contoh pada keluarga non CSR tidak mengetahui bahwa penggolongan keluarga miskin yang diberdayakan oleh CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin ditentukan berdasarkan kriteria yang dirumuskan oleh musyawarah desa. Lebih dari separuh contoh, baik pada keluarga CSR dan keluarga non CSR tidak mengetahui bahwa tambang PT. Arutmin di Batulicin suatu saat akan tutup. Hasil uji beda statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pengetahuan antara keluarga CSR dan keluarga non CSR mengenai bidang usaha PT. Arutmin, kesadaran bahwa PT. Arutmin melaksanakan program CSR di desanya, siapa yang mendirikan Yayasan Gada Ulin, kesadaran bahwa PT. Arutmin pernah memberikan bantuan kepada masyarakat dan untuk kepentingan desa, tujuan pelaksanaan CSR, bidang program CSR PT. Arutmin, pinjaman ke LKD, program dana mitra, pengembalian uang dari program dana mitra, kewajiban membayar jasa 1 persen dari jumlah pinjaman setiap bulannya, bantuan dana PT. Arutmin untuk PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan bantuan sumur bor PT. Arutmin di RT 01 dan RT 05. Persepsi terhadap PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek tertentu berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara langsung didukung dengan sumber
informasi
untuk
mencapai
kepercayaan
terhadap
suatu
objek.
Berdasarkan penelitian, persepsi dilihat dari pengetahuan dan pandangan
74 seseorang mengenai keberadaan PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, tujuan, kualitas pelaksanaan, dan dampak dari pelaksanaan program CSR perusahaan tersebut. Tabel 33 menjelaskan mengenai persepsi keluarga penerima manfaat CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin terhadap pelaksanaan program CSR. Lebih dari tiga perempat contoh berada pada kategori tinggi yang berarti bahwa pelaksanaan program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin dinilai baik. Tabel 33 Sebaran contoh keluarga CSR berdasarkan persepsi terhadap program CSR Kategori Persepsi CSR Kurang Baik (0,0% – 33,3%) Cukup Baik (33,4% – 66,6%) Baik (66,7% – 100%) Total Min-max Rataan ± SD
CSR (n=35) n
% 5 3 27 35
14,3 8,6 77,1 100
0-100 70,8±32,1
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar contoh menyetujui bahwa PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin memiliki kepedulian terhadap masyarakat, program-program CSR selalu bermanfaat, program CSR murni bertujuan baik, program CSR memberikan kemudahan dalam hal fasilitas desa, program CSR memberikan kontribusi dalam hal kesehatan masyarakat, kualitas pelaksanaan program CSR PT. Arutmin sangat bagus, bantuan dari PT. Arutmin berpengaruh terhadap perekonomian keluarga, serta CSR PT. Arutmin berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Sementara, proporsi contoh sama besarnya antara yang setuju dan netral dalam hal persepsi terhadap kesesuaian antara pelaksanaan program CSR dengan janji yang diberikan oleh pihak perusahaan sebelumnya (Tabel 34).
75 Tabel 34 Persentase contoh keluarga CSR berdasarkan jawaban persepsi CSR No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Persepsi CSR PT Arutmin memiliki kepedulian terhadap masyarakat Program-program CSR PT Arutmin selalu bermanfaat Program CSR yang diterapkan PT Arutmin ini murni bertujuan baik Program CSR PT Arutmin memberikan kemudahan dalam hal fasilitas desa Program CSR dari PT Arutmin memberikan kontribusi dalam hal kesehatan masyarakat Pelaksanaan program CSR PT. Arutmin telah sesuai dengan apa yang direncanakan dan disosialisasikan sebelumnya Kualitas pelaksanaan program CSR PT Arutmin sangat bagus Bantuan dari PT Arutmin berpengaruh terhadap perekonomian keluarga CSR PT Arutmin berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga
Tidak Setuju
Netral
Setuju
0,0
20,0
80,0
0,0
14,3
85,7
0,0 0,0
17,1 17,1
82,9 82,9
11,4
22,9
65,7
2,9
48,6
48,6
0,0
28,6
71,4
31,4
14,3
48,6
17,1
17,1
65,7
Manfaat CSR Manfaat yang dirasakan keluarga saat mengikuti program CSR terlihat pada kategori skor dimana lebih dari separuh contoh (57,1%) menilai bahwa program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin termasuk dalam kategori cukup bermanfaat dengan rata-rata skor sebesar 34,63 (Tabel 35). Hal ini disebabkan sebagian besar item manfaat yang dirasakan keluarga adalah termasuk tetap atau tidak mengalami perubahan saat keluarga mengikuti program CSR hingga saat ini. Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan manfaat program CSR Manfaat CSR Rendah (0,0% – 33,3%) Sedang (33,4% – 66,6%) Tinggi (66,7% – 100%) Total Min-max Rataan ± SD
CSR (n=35) n
% 0 20 15 35 43,3-83,3 65,4±10,3
0,0 57,1 42,9 100
Berdasarkan 15 pertanyaan terkait dengan kondisi keluarga saat mengikuti program CSR, beberapa item mengalami kenaikan, yakni pendapatan total keluarga, pengeluaran pangan keluarga, pengeluaran non pangan keluarga, jumlah penguasaan aset, modal untuk usaha, serta kualitas pekerjaan. Selanjutnya berdasarkan pengakuan contoh, pengeluaran pangan keluarga,
76 jumlah makanan keluarga, jumlah tabungan keluarga, kemampuan memberikan pinjaman untuk kerabat, kualitas pendidikan anak, kualitas kesehatan keluarga, kualitas hubungan dalam keluarga, hubungan sosial dengan tetangga, konflik atau pertengkaran dalam keluarga, serta kualitas tempat tinggal tidak mengalami perubahan saat keluarga mengikuti program CSR (Tabel 36). Tabel 36 Persentase contoh keluarga CSR berdasarkan jawaban manfaat CSR No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Manfaat CSR Pendapatan total keluarga Pengeluaran pangan keluarga Pengeluaran non pangan keluarga Jumlah penguasaan aset Modal untuk usaha Jumlah makanan keluarga Jumlah tabungan keluarga Kemampuan memberikan pinjaman untuk kerabat Kualitas pendidikan anak Kualitas kesehatan keluarga Kualitas pekerjaan Kualitas hubungan dalam keluarga Hubungan sosial dengan tetangga Konflik/pertengkaran dalam keluarga Kualitas tempat tinggal
Turun 2,9 2,9 0,0 0,0 0,0 2,9 2,9
Tetap 45,7 48,6 45,7 25,7 37,1 51,4 85,7
Naik 51,4 48,6 54,3 74,3 62,9 45,7 11,4
8,6 0,0 17,1 8,6 0,0 0,0 8,6 0,0
74,3 65,7 71,4 40,0 88,6 88,6 88,6 74,3
17,1 34,3 11,4 51,4 11,4 11,4 2,9 25,7
Hubungan antara Jenis Program yang Diterima dengan Kesejahteraan, Pengetahuan, Manfaat, dan Persepsi Tabel 37 menunjukkan bahwa seluruh contoh penerima program di bidang kesehatan dan lebih dari tiga perempat contoh penerima program di bidang ekonomi tergolong dalam kategori tidak miskin. Sementara itu, seluruh contoh penerima program di bidang pendidikan tergolong dalam kategori miskin. Berdasarkan uji chi-square terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0,01) antara jenis program yang diterima dengan kesejahteraan objektif keluarga. Separuh contoh penerima program di bidang kesehatan telah merasa puas dengan kondisi keluarganya. Lebih dari separuh contoh penerima program di bidang ekonomi merasa cukup puas dengan kondisi keluarganya. Sementara itu, tiga perempat contoh penerima program di bidang pendidikan merasa tidak puas dengan kondisi keluarganya. Berdasarkan uji chi-square terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara jenis program yang diterima dengan kesejahteraan subjektif keluarga.
77 Tabel 37
Sebaran contoh penerima program berdasarkan jenis program yang diterima, kesejahteraan, manfaat, pengetahuan, dan persepsi
Variabel Kesejahteraan Objektif Miskin Tidak Miskin Kesejahteraan Subjektif Tidak Puas Cukup Puas Puas Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi Manfaat Rendah Sedang Tinggi Persepsi Kurang Baik Cukup Baik Baik
Ekonomi (n=29) n %
Pendidikan (n=4) n %
Kesehatan (n=2) n %
P-value
7 22
24,1 75,9
4 0
100 0
0 2
0 100
0,006***
4 19 6
13,8 65,5 20,7
3 1 0
75 25 0
0 1 1
0 50 50
0,046**
11 6 12
37,9 20,7 41,4
2 1 1
50 25 25
1 0 1
50 0 50
0,921
0 14 15
0 48,3 51,7
0 4 0
0 100 0
0 2 0
0 100 0
0,066*
5 7 17
17,2 24,2 58,6
0 2 2
0 50 50
0 1 1
0 50 50
0,688
Ket: * nyata pada p<0,1; ** nyata pada p<0,05; *** nyata pada p<0,01
Hampir separuh contoh penerima program di bidang ekonomi dan separuh contoh penerima program di bidang kesehatan memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai program - program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. Sementara itu, separuh contoh penerima program di bidang pendidikan memiliki pengetahuan yang rendah. Berdasarkan uji chi-square tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis program yang diterima dengan pengetahuan CSR keluarga. Lebih dari separuh contoh penerima program di bidang ekonomi menilai bahwa program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin sangat bermanfaat bagi mereka. Sementara, seluruh contoh penerima program di bidang pendidikan dan kesehatan menilai bahwa program CSR cukup bermanfaat. Berdasarkan uji chi-square terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,1) antara jenis program yang diterima dengan manfaat CSR yang dirasakan oleh keluarga. Lebih dari separuh contoh penerima program di bidang ekonomi dan separuh contoh penerima program di bidang pendidikan dan kesehatan berada
78 pada kategori tinggi, artinya pelaksanaan program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin dinilai baik. Berdasarkan uji chi-square tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis program yang diterima dengan persepsi keluarga terhadap CSR. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Keluarga Sekitar Tambang Dalam menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif digunakan model analisis regresi linear berganda. Dalam model ini, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga adalah penerima manfaat CSR, jumlah anggota keluarga, umur kepala keluarga, lama pendidikan kepala keluarga, pekerjaan istri utama saat CSR, serta total pengetahuan. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dengan penghasilan per kapita keluarga sebagai variabel dependent diperoleh nilai Adjusted R square sebesar 0,186 (Tabel 38). Hal ini berarti, model hanya dapat menjelaskan faktor faktor
yang
mempengaruhi
kesejahteraan
objektif
keluarga
dengan
menggunakan indikator garis kemiskinan sebesar 18,6 persen. Tabel 38
Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan objektif keluarga di sekitar Tambang Batulicin Variabel
Konstanta Penerima manfaat CSR (0=tidak, 1=ya) Besar keluarga (orang) Umur kepala keluarga (tahun) Lama pendidikan kepala keluarga (tahun) Pekerjaan istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Pengetahuan CSR (skor) F Sig R Square Adjusted R Square
β (Tidak Terstandarisasi) 558.912,7 182.787,9
β (Terstandarisasi) 0,327
-85.936,6 1.461,982
-0,422 0,087
0,000*** 0,439
3.779,2
0,046
0,692
34.815,4
0,062
0,583
-0,028
0,833
-1.863,7
Sig 0,008 0,020**
3,630 0,004** 0,257 0,186
Ket: ** nyata pada p<0,05; *** nyata pada p<0,01
Dari enam variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif, diperoleh dua variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan secara signifikan. Penerima manfaat CSR berpengaruh secara positif dan besar keluarga berpengaruh secara negatif terhadap kesejahteraan objektif keluarga
79 sekitar tambang. Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan objektif keluarga sekitar tambang adalah besar keluarga dengan nilai koefisien β terstandarisasi sebesar 0,422. Keikutsertaan dalam program CSR akan meningkatkan kesejahteraan objektif yang dilihat dari pendapatan perkapita keluarga. Keluarga yang mengikuti program CSR akan mengalami peningkatan pendapatan perkapita keluarga sebesar Rp 182.787,90. Sementara, penambahan satu anggota keluarga pada keluarga CSR akan menurunkan kesejahteraan objektif, dimana keluarga tersebut akan mengalami penurunan pendapatan perkapita keluarga sebesar Rp 85.936,60 (Tabel 38). Tabel 39
Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif keluarga di sekitar Tambang Batulicin Variabel
Konstanta Penerima manfaat CSR (0=tidak, 1=ya) Besar keluarga (orang) Umur kepala keluarga (tahun) Lama pendidikan kepala keluarga (tahun) Pekerjaan istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Pengetahuan CSR (skor) Penghasilan per kapita (Rp/bulan) F Sig R Square Adjusted R Square
β (Tidak Terstandarisasi) 26,4 0,18
β (Terstandarisasi)
Sig
0,016
0,000 0,919
0,966 -0,018 0,284
0,235 -0,052 0,170
0,087* 0,672 0,182
0,721
0,063
0,608
-0,060 4,492x10-6
-0,045 0,223
0,759 0,111
1,243 0,293 0,123 0,024
Ket: *nyata pada p<0,1
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda (Tabel 39) diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,024. Artinya model hanya dapat menjelaskan sebesar 2,4 persen faktor - faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga subjektif. Dari tujuh variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif, hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh secara signifikan, yaitu besar keluarga dengan nilai koefisien β terstandarisasi sebesar 0,052 dan memiliki pengaruh yang positif. Artinya penambahan satu anggota keluarga pada keluarga CSR akan meningkatkan kesejahteraan subjektif keluarga, dimana keluarga tersebut akan mengalami peningkatan skor kesejahteraan subjektif keluarga sebesar 0,966 (Tabel 39).
80 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Keluarga Penerima Manfaat CSR Dalam menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif digunakan model analisis regresi linear berganda. Dalam model ini, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga penerima manfaat CSR adalah besar keluarga, umur kepala keluarga, lama pendidikan kepala keluarga, pekerjaan istri utama saat CSR, pengetahuan CSR, manfaat CSR, serta persepsi terhadap CSR. Tabel 40
Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan objektif keluarga penerima manfaat CSR di sekitar Tambang Batulicin Variabel
Konstanta Besar keluarga (orang) Umur kepala keluarga (tahun) Lama pendidikan kepala keluarga (tahun) Pekerjaan istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Pengetahuan CSR (skor) Persepsi CSR (skor) Manfaat CSR (skor) F Sig R Square Adjusted R Square
β (Tidak Terstandarisasi) -264.703,4 -103.246,9 1.204 13.811,4
β (Terstandarisasi)
Sig
-0,445 0,053 0,162
0,686 0,025** 0,775 0,330
137.534,1
0,230
0,209
-14.442,2 18.331,9 33.401,6
-0,188 0,176 0,343
0,347 0,406 0,069*
1,813 0,126 0,320 0,143
Ket: *nyata pada p<0,1; ** nyata pada p<0,05
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda faktor - faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif keluarga penerima manfaat CSR diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,143. Hal ini berarti bahwa 14,3 persen faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif keluarga penerima manfaat CSR dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa hanya terdapat dua dari tujuh variabel yang mempengaruhi kesejahteraan objektif keluarga penerima manfaat CSR secara signifikan. Variabel tersebut adalah besar keluarga dan manfaat CSR. Besar keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap kesejahteraan objektif, sementara manfaat CSR memiliki pengaruh positif (Tabel 40). Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan objektif keluarga penerima manfaat CSR adalah besar keluarga dengan nilai koefisien β terstandarisasi sebesar 0,445. Penambahan
satu
anggota
keluarga
pada
keluarga
CSR
akan
menurunkan kesejahteraan objektif yang dilihat dari pendapatan per kapita
81 keluarga, dimana keluarga tersebut akan mengalami penurunan pendapatan perkapita keluarga sebesar Rp 103.246,90 (Tabel 40). Semakin contoh merasakan manfaat CSR yang dilihat dari peningkatan skor manfaat CSR, maka akan
meningkatkan
kesejahteraan
objektif.
Keluarga
yang
mengalami
peningkatan skor manfaat CSR akan mengalami peningkatan pendapatan perkapita keluarga sebesar Rp 33.401,60. Tabel 41
Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif keluarga penerima manfaat CSR di sekitar Tambang Batulicin Variabel
β (Tidak Terstandarisasi) 4,121 0,859 0,051 0,390
Konstanta Besar keluarga (orang) Umur kepala keluarga (tahun) Lama pendidikan kepala keluarga (tahun) Pekerjaan istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Pengetahuan CSR (skor) Manfaat CSR (skor) Persepsi CSR (skor) Penghasilan per kapita (Rp/bulan) F Sig R Square Adjusted R Square
β (Terstandarisasi)
Sig
0,200 0,120 0,246
0,737 0,345 0,522 0,152
4,013
0,362
0,062*
-0,165 0,613 -0,026 2.273x10-6
-0,116 0,339 -0,013 0,122
0,570 0,093* 0,950 0,533
1,642 0,161 0,336 0,131
Ket: *nyata pada p<0,1
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda faktor - faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif keluarga penerima manfaat CSR, diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,131. Artinya model hanya dapat menjelaskan sebesar 13,1 persen faktor - faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga subjektif. Dari delapan variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif, terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan dan positif yaitu pekerjaan istri dan manfaat CSR (Tabel 41). Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan subjektif keluarga penerima manfaat CSR adalah pekerjaan istri dengan nilai koefisien β terstandarisasi sebesar 0,362. Keluarga
dengan
istri
yang
bekerja
akan
meningkatkan
skor
kesejahteraan subjektif keluarga sebesar 4,013. Semakin contoh merasakan manfaat CSR yang dilihat dari peningkatan skor manfaat CSR, maka akan meningkatkan kesejahteraan subjektif. Keluarga yang mengalami peningkatan skor manfaat CSR akan mengalami peningkatan skor kesejahteraan subjektif keluarga sebesar 0,613.
82 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pelaksanaan program Corporate Sosial Responsibility PT. Arutmin Indonesia terhadap kesejahteraan keluarga di sekitar Tambang Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan kondisi kesejahteraan keluarga penerima manfaat CSR (keluarga CSR) pada saat sebelum dan sesudah mengikuti program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin serta membandingkan kondisi kesejahteraan antara keluarga penerima manfaat CSR dan keluarga bukan penerima manfaat CSR (keluarga non CSR). Program CSR yang diamati meliputi program di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Tingkat kesejahteraan keluarga dapat diukur dengan berbagai indikator, baik secara kuantitatif maupun kualitatif atau secara objektif maupun subjektif. Dalam penelitian ini tingkat kesejahteraan keluarga di sekitar Tambang Batulicin diukur dengan menggunakan indikator objektif dan subjektif. Indikator kesejahteraan keluarga objektif yang digunakan adalah Garis Kemiskinan BPS, sementara indikator kesejahteraan subjektif diukur dari 16 butir pertanyaan tentang kepuasan responden terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, kualitas rumah, kualitas pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan pemenuhan kebutuhan sosial di dalam masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada beberapa karakteristik antara keluarga penerima manfaat CSR dan keluarga bukan penerima manfaat CSR. Terdapat peningkatan kepala keluarga dan istri yang memiliki pekerjaan utama berturut-turut sebesar 2,9 persen dan 8,6 persen pada saat sebelum dan sesudah CSR. Pada saat pra CSR, tidak terdapat istri yang memiliki pekerjaan tambahan (0%), namun setelah mendapat bantuan CSR terdapat 5,7 persen istri dari keluarga CSR yang memiliki pekerjaan tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa program CSR, terutama program dana mitra dapat menciptakan sejumlah pekerjaan baru terhadap keluarga, karena keluarga dapat memiliki modal untuk melakukan suatu usaha. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa proporsi kepala keluarga dan istri dari keluarga non CSR yang tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR saat ini. Dari sisi pendapatan keluarga, terdapat perbedaan yang signifikan pada pendapatan keluarga sebelum dan sesudah menerima CSR, serta terdapat perbedaan yang signifikan pada pendapatan keluarga antara keluarga penerima CSR dan keluarga non CSR saat ini. Keluarga CSR memiliki rataan pendapatan
83 Rp 1.731.100,00 per bulan saat CSR, lebih besar daripada sebelum CSR yang hanya memiliki rataan pendapatan Rp 1.134.750,00 per bulan dan keluarga non CSR yang hanya memiliki rataan pendapatan
Rp 950.250,00
per bulan.
Demikian pula dengan pendapatan per kapita. Rataan pendapatan per kapita keluarga pada saat CSR sebesar Rp 441.895,00 per bulan, lebih besar dibandingkan sebelum CSR yang hanya memiliki rataan pendapatan per kapita Rp 300.570,00 dan keluarga non CSR Rp 285.660,00 per bulan. Sama halnya dengan pendapatan keluarga, rataan pengeluaran keluarga CSR juga terhitung lebih besar daripada keluarga non CSR. Rataan pengeluaran keluarga CSR sebesar Rp 1.797.740,00 per bulan lebih tinggi dari pengeluaran keluarga non CSR sebesar Rp 1.329.680,00 per bulan. Sementara itu rataan pengeluaran per kapita pada keluarga CSR sebesar Rp 449.835,00 per bulan lebih tinggi dari pengeluaran per kapita keluarga non CSR sebesar Rp 350.565,00 per bulan. Proporsi pengeluaran keluarga untuk pangan pada keluarga CSR sebesar 60,5 persen. Angka ini lebih rendah daripada keluarga non CSR yaitu 62,3 persen. Seorang ekonom yang bernama Engel membuat suatu teori yang terkenal dengan teori Engel, yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli makanan (Sumarwan 2004). Tingginya pendapatan menunjukkan tercapainya kesejahteraan keluarga secara objektif. Hasil penelitian ini juga mendukung teori Engel. Baik keluarga CSR maupun keluarga non CSR saat ini masih belum dapat dikatakan sejahtera karena lebih dari separuh pengeluarannya digunakan untuk pembelian pangan. Dilihat dari segi kepemilikan aset, terdapat peningkatan kepemilikan aset keluarga sebelum dan sesudah menerima program CSR. Peningkatan yang paling melonjak adalah kepemilikan pada beberapa alat elektronik, seperti VCD, handphone, televisi, rice cooker, dan kulkas. Terdapat perbedaan kepemilikan aset antara keluarga CSR dan non CSR yaitu berupa kepemilikan motor, HP, kursi tamu, mesin cuci, rice cooker, televisi, kulkas, dan hutang. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian Simanjuntak (2010) dimana secara umum peningkatan kepemilikan aset saat keluarga mendapat program bantuan (dana PKH) lebih kepada pembelian beberapa alat elektronika. Hal ini menjadi indikasi pola hidup yang konsumtif yang telah menjadi budaya yang melekat pada masyarakat miskin. Contoh sederhana adalah kepemilikan handphone, yang
84 saat ini telah beralih menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat dari semua kalangan. Padahal bukan hanya handphonenya saja yang harus dibeli, namun kebutuhan pulsa juga akan memberatkan pengeluaran keluarga. Hal menarik yang perlu dicermati dari data penelitian adalah sebanyak 34,3 persen keluarga CSR mengaku memiliki hutang sebelum mengikuti program CSR, yang ternyata memiliki peningkatan menjadi hampir tiga kali lipat (82,9%) setelah mengikuti program CSR. Proporsi kepemilikan hutang pada keluarga CSR (82,9%) juga hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan keluarga non CSR (48,6%). Hal ini disebabkan oleh adanya program dana mitra yang berupa pinjaman bergulir untuk kegiatan usaha - usaha produktif. Trennya adalah ketika suatu keluarga telah mampu melunasi hutangnya pada suatu periode, keluarga tersebut akan melakukan pinjaman kembali untuk mengembangkan usahanya, sehingga banyak keluarga CSR yang masih terlilit hutang. Pelaksanaan program CSR secara bertahap dan belum menyeluruh di wilayah Desa Sarigadung dapat menyebabkan perbedaan pengetahuan dan persepsi bagi masyarakat. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pengetahuan keluarga CSR dengan keluarga non CSR mengenai program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. Hal yang menarik pada keluarga CSR adalah terdapat proporsi yang sama besar antara keluarga yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan rendah. Lebih dari tiga perempat keluarga non CSR dan hampir separuh keluarga CSR memiliki pengetahuan yang rendah. Hal yang lebih mengejutkan adalah masih banyak keluarga yang tidak mengetahui apa itu PT. Arutmin, bahkan ada yang menyebutkan bahwa PT. Arutmin adalah perusahaan semen. Masih banyak juga keluarga yang tidak mengetahui bahwa PT. Arutmin sering memberikan bantuan kepada masyarakat Sarigadung dan bahwa Yayasan Gada Ulin dibentuk oleh PT. Arutmin. Tiga poin tersebut
menjadi
indikator
sangat
minimnya
pengetahuan
masyarakat.
Kurangnya sosialisasi diduga menjadi persoalan utama dalam hal ini. Padahal kekuatan utama pencitraan perusahaan adalah dari sosialisasi. Sangat disayangkan apabila perusahaan telah banyak membuang dana untuk kegiatan pemberdayaan namun tidak mendapat citra baik dari kegiatan tersebut. Sebagai contoh, pada pelaksanaan beasiswa Abadi, seperti dikatakan oleh salah satu responden bahwa sebelumnya dia tidak tahu adanya beasiswa Abadi hingga saat dia mau bayaran sekolah ke Tata Usaha (TU), dikatakan bahwa dia tidak
85 perlu
bayaran
lagi
karena
mendapat
beasiswa
Abadi.
Tidak
terdapat
pengumuman di sekolah bahwa PT. Arutmin akan memberikan beasiswa, pihak yang tahu hanya guru dan para penerima beasiswa tersebut. Hal ini mengindikasikan masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pendamping. Manfaat utama yang dirasakan dari program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin bagi masyarakat adalah adanya peningkatan pendapatan total keluarga, pengeluaran non pangan keluarga, jumlah kepemilikan aset, serta modal usaha. Sejalan dengan penelitian Simanjuntak (2010), peningkatan pendapatan total keluarga juga dirasakan sebagai manfaat utama dari adanya Program Keluarga Harapan (PKH), program sejenis guna memberdayakan keluarga - keluarga miskin. Dampak dari pelaksanaan program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin pada tahun 2006 hingga tahun 2011 dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga, baik secara objektif maupun subjektif. Dilihat dari segi kesejahteraan objektif, semenjak berjalannya program CSR, terdapat penurunan keluarga miskin sebesar 8,6 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program CSR telah mampu menurunkan proporsi keluarga miskin setelah berjalan lima tahun walaupun tingkat penurunannya belum mencapai target (kurang dari 100%). Penurunan proporsi keluarga miskin ini disebabkan telah terbukanya peluang usaha bagi keluarga penerima program, dimana mereka dapat meminjam uang di LKD sebagai modal usaha. Hanya saja, pada pelaksanaannya, masih banyak juga keluarga yang gagal dalam melakukan usaha dan mengembalikan pinjaman. Program pinjaman dana mitra ini bagaikan dua sisi mata uang. Apabila suatu keluarga dapat melakukan pinjaman dan menjalankan usaha dengan terencana maka pinjaman ini dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga tersebut, akan tetapi banyak juga keluarga yang gagal dalam menjalankan usahanya dan kehabisan modal sehingga pinjaman ini dapat semakin membelit keluarga tersebut dengan kemiskinan. Walaupun demikian, hasil tabulasi silang pendapatan per kapita keluarga CSR
dan
non
CSR
dengan
menggunakan
standar
garis
kemiskinan
menunjukkan bahwa hanya kurang dari sepertiga contoh (31,4%) keluarga CSR yang termasuk dalam kategori miskin. Adapun lebih dari separuh contoh keluarga non CSR termasuk dalam kategori kurang dari garis kemiskinan (Rp 219.500) atau terkategori miskin. Hal ini juga menunjukkan bahwa program CSR
86 bekerja dalam hal peningkatan kesejahteraan keluarga terbukti dengan kondisi kesejahteraan keluarga CSR yang lebih baik. Berdasarkan kesejahteraan subjektif, terdapat peningkatan kepuasan keluarga sebelum dan sesudah menerima CSR. Pada saat sebelum CSR, tidak ada keluarga yang merasa puas dengan kondisi keluarganya, namun setelah adanya program CSR terdapat 20 persen keluarga yang sudah merasa puas. Hal ini sejalan dengan peningkatan pendapatan yang terjadi pada keluarga sebelum dan sesudah CSR. Semakin baik kondisi ekonomi keluarga maka keluarga tersebut cenderung semakin puas. Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan subjektif keluarga CSR dengan keluarga non CSR secara keseluruhan. Padahal kondisi kesejahteraan objektif antara keluarga CSR dan non CSR berbanding terbalik. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan pernyataan Syarief dan Hartoyo (1993) bahwa suatu keluarga, walau tinggal di bawah garis kemiskinan, mungkin merasa lebih sejahtera, karena merasa lebih bersyukur atas karunia-Nya, merasa semua keinginannya sudah terpenuhi, merasa telah hidup selaras dengan alam, dan alasan lainnya. Keluarga non CSR diasumsikan seperti pernyataan tersebut, sehingga mereka walaupun lebih miskin namun cenderung lebih menerima apa yang ada. Pengukuran
kesejahteraan
objektif
tidak
dapat
menggambarkan
kebahagiaan atau kesejahteraan subjektif. Contohnya, masyarakat Jepang perkotaan dengan kesejahteraan objektif (dalam hal ini Indeks Pengembangan Manusia/HDI) adalah tinggi, namun tidak tergolong tinggi dalam rangking kesejahteraan subjekif. Selanjutnya hasil studi Eaterlin dan Angelescu (2009) dalam Simanjuntak (2010) terhadap data dari 37 negara, mengkonfirmasikan tidak adanya hubungan antara pendapatan dan kebahagiaan di negara maju, berkembang atau negara transisi, walaupun pada satu titik waktu, peningkatan dalam pendapatan akan mengarah pada peningkatan kebahagiaan, terutama untuk negara-negara lebih miskin. Secara keseluruhan, kenaikan pertumbuhan ekonomi negara tidak secara signifikan mempengaruhi kebahagiaan penduduk. Walaupun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa item kesejahteraan subjektif antara keluarga CSR dan keluarga non CSR. Item yang berbeda secara signifikan tersebut adalah keadaan keuangan, keadaan makanan, keadaan aset, upaya bertahan hidup keluarga dan keterlibatan kepala keluarga atau istri dalam perkumpulan desa. Keadaan keuangan, keadaan
87 makanan dan keadaan aset keluarga terkait dengan kondisi perekonomian keluarga tersebut. Pendapatan keluarga CSR yang lebih baik dibandingkan keluarga non CSR menyebabkan keadaan keuangan, keadaan makanan dan keadaan aset keluarga CSR lebih baik dibandingkan dengan keluarga non CSR, sehingga kepuasan keluarga CSR terhadap keadaan keuangan, keadaan makanan dan keadaan aset lebih tinggi pula dibandingkan dengan keluarga non CSR. Keluarga yang mengikuti program CSR, terutama di bidang ekonomi, memiliki lebih banyak pilihan upaya bertahan hidup bagi keluarganya. Bentuk program CSR di bidang ekonomi berupa pinjaman modal menyebabkan terbukanya kesempatan bagi keluarga - keluarga miskin untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan keluarganya melalui pelaksanaan berbagai jenis usaha yang mereka minati dan sesuai ketentuan program. Hal ini tentunya berpengaruh pada kepuasan keluarga CSR terhadap upaya bertahan hidup keluarga yang lebih tinggi dibandingkan keluarga non CSR. Hal yang menarik adalah kepuasan keluarga non CSR terhadap keterlibatan mereka dalam perkumpulan desa lebih tinggi dibandingkan keluarga CSR. Padahal, hampir seluruh contoh pada keluarga non CSR tidak pernah mengikuti perkumpulan desa dikarenakan jauhnya jarak antara rumah mereka dengan kantor desa sehingga mereka merasa malas untuk hadir. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga non CSR walaupun pasif, namun mereka merasa sudah puas dengan keterlibatannya dalam perkumpulan desa. Sifat pasif keluarga non CSR merupakan salah satu alasan mengapa mereka tidak mau mencoba mengikuti program CSR. Hasil uji statistik dengan menggunakan regresi linear berganda menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif keluarga penerima manfaat CSR adalah besar keluarga dan manfaat CSR. Besar keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap kesejahteraan objektif keluarga. Hal ini sejalan dengan penelitian Muflikhati (2010) yang menyatakan bahwa keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih sedikit memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera dibandingkan keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah anggota keluarga bukan merupakan potensi untuk meningkatkan kesejahteraan, tetapi justru menjadi beban karena dengan pendapatan keluarga yang sama, semakin banyak anggota keluarga akan menjadikan pendapatan per kapita menjadi semakin rendah. Manfaat CSR memiliki pengaruh positif terhadap
88 kesejahteraan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa apabila suatu program pemberdayaan keluarga dilaksanakan dengan sistem perencanaan yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga. Setelah lima tahun pelaksanaan program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, saat ini telah dapat terlihat hasil yang cukup positif. Hasil uji statistik dengan menggunakan regresi linear berganda menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif keluarga penerima manfaat CSR adalah pekerjaan istri dan manfaat CSR. Pekerjaan
istri
dan
manfaat
CSR
memiliki
pengaruh
positif
terhadap
kesejahteraan yang dirasakan oleh keluarga penerima manfaat CSR. Apabila seorang istri dalam suatu keluarga memiliki pekerjaan tetap, yang tentunya memiliki penghasilan yang tetap pula maka keluarga tersebut merasa lebih sejahtera. Hal ini sejalan dengan studi Widyanti et al. (2009) yang menyatakan bahwa bertambahnya orang dewasa yang bekerja dalam rumah tangga akan sangat berpengaruh positif terhadap kapasitas dan kondisi ekonomi keluarga. Pengukuran terhadap kesejahteraan subjektif dalam penelitian ini tidak terlepas dengan kepuasan terhadap kondisi keuangan keluarga. Kondisi ekonomi keluarga yang baik dapat menciptakan kepuasan bagi suatu keluarga. Terwujudnya kondisi ekonomi keluarga yang lebih baik, salah satunya dapat melalui istri yang bekerja dan memiliki penghasilan untuk keluarganya. Manfaat CSR berpengaruh positif terhadap kepuasan yang dirasakan oleh penerima program tersebut. Kepuasan tersebut dapat tercapai karena terbukanya kesempatan bagi keluarga - keluarga miskin di Desa Sarigadung untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui perilaku keterlibatan dalam program CSR. Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan secara objektif belum meningkat secara signifikan, namun kepuasan secara subjektif dapat terwujud karena keluarga – keluarga tersebut merasa telah berusaha dan melakukan proses agar kesejahteraan keluarga mereka dapat meningkat. Hasil uji statistik dengan menggunakan regresi linear berganda menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif keluarga di sekitar tambang adalah keikutsertaan dalam program CSR dan besar keluarga. Keikutsertaan dalam program CSR memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan objektif keluarga. Keluarga yang mengikuti program CSR memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan objektif keluarganya yang
89 terlihat pada peningkatan pendapatan perkapita. Program CSR, baik di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan memberikan manfaat secara langsung terhadap keluarga yang mengikutinya. Keluarga yang mengikuti program CSR di bidang ekonomi memperoleh pinjaman modal yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut merupakan tambahan pendapatan bagi keluarga. Keluarga yang mengikuti program CSR di bidang pendidikan memperoleh beasiswa berupa SPP sekolah gratis karena telah ditanggung oleh PT. Arutmin, sehingga uang yang dialokasikan untuk membayar SPP sekolah dapat ditabung. Keluarga yang mengikuti program CSR di bidang kesehatan memiliki penambahan keterampilan dari kegiatan pelatihan - pelatihan kesehatan. Keterampilan yang bertambah dapat digunakan sebagai softskill untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Sama halnya dengan kesejahteraan objektif keluarga penerima manfaat CSR, besar keluarga juga memiliki pengaruh negatif terhadap kesejahteraan objektif keluarga di sekitar tambang. Namun yang menarik, besar keluarga juga memiliki pengaruh secara signifikan dan positif terhadap kesejahteraan subjektif keluarga di sekitar tambang. Hal ini terkait dengan upaya bertahan hidup yang dirasakan oleh keluarga. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak merasa memiliki banyak sumberdaya untuk membantu melakukan upaya agar keluarganya tetap dapat bertahan hidup, membantu meningkatkan kesejahteraan dan memperoleh banyak dukungan moril sehingga secara subjektif mereka merasakan kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga sedikit. Keterbatasan Penelitian Terdapat beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu: 1) salah satu tujuan penelitian adalah mengetahui kondisi keluarga sebelum mengikuti program CSR yang digali dengan menggunakan metode retrospektif. Kelemahan dari metode retrospektif adalah data yang diperoleh sangat ditentukan oleh kemampuan contoh untuk mengingat; 2) penelitian ini merupakan studi kasus pelaksanaan CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin di Desa Sarigadung yang dilakukan dengan teknik pemilihan contoh secara purposive, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi sebagai gambaran umum dampak pelaksanaan CSR di Indonesia; 3) Ketersediaan data keluarga miskin yang direpresentasikan oleh hasil pemetaan sosial menjadi salah satu hambatan penelitian ini. Data yang tidak update dapat menyebabkan