43
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum lokasi penelitian3 Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar bagi mahasiswa baru IPB selama tahun pertama. Program TPB dibentuk pada tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru dengan undangan ke sekolah menengah di seluruh pelosok tanah air Visi dan Misi. TPB IPB memiliki visi “Program Pendidikan TPB merupakan subsistem penyelenggara pendidikan di Institut Pertanian Bogor yang memberikan pelayanan pendidikan dasar berkualitas”, dengan misi Program Pendidikan TPB menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas untuk menghasilkan lulusan TPB yang siap, bersemangat, bermotivasi tinggi untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di IPB dengan mengembangkan sikap dan semangat prima dari dosen, mahasiswa, dan pegawai. Tujuan. TPB IPB memiliki tujuan antara lain untuk mencetak mahasiswa: (1) Bertaqwa dan beriman kepada Tuhan YME, berwawasan kenegaraan dan kebangsaan. (2) Berfikir logis, sistematis, kuantitatif, dan mampu berkomunikasi ilmiah secara lisan atau tertulis. (3) Kompeten dalam prinsip produksi biomasa dan pengelolaannya untuk keperluan dan kebutuhan manusia. (4) Kompeten dalam prinsip dasar fisika, kimia, dan sosial-ekonomi untuk menguasai aspek pra-produksi, produksi dan pasca produksi biomasa. (5) Memiliki profesionalisme, moral dan etika, kepedulian terhadap masyarakat, nilai-nilai dan lingkungan, serta berjiwa wirausaha. Pemilihan program studi awalnya dilakukan setelah mahasiswa lulus TPB dengan mata kuliah seragam, namun sejak tahun 1993 pemilihan program studi sudah dapat dilakukan sejak mendaftar ke IPB. Perubahan mendasar sistem pendidikan TPB dimulai sejak tahun 1995, dimana mahasiswa TPB tidak lagi memperoleh mata kuliah yang seragam. Mata kuliah yang diberikan bersifat paket untuk setiap program studi sesuai program studi yang dipilih mahasiswa sejak pertama kali mendaftar di IPB. Kurikulum baru TPB dihasilkan dari lokakarya kurikulum pada tahun 1999. Kurikulum baru tersebut membagi mata kuliah Matematika, Biologi, dan Fisika menjadi dua jenis. Matematika dibagi menjadi Matematika A (terdiri dari Matematika 3
http://www.tpb.ipb.ac.id/
44
Dasar dan Kalkulus I) dan Matematika B (terdiri dari Pengantar Matematika dan Kalkulus). Biologi menjadi Biologi A, Biologi B, dan Biologi Hewan, serta Fisika Umum menjadi Fisika Umum A dan Fisika Umum B. Mata kuliah Sosiologi Dasar dan Bahasa Inggris II dihapuskan. Pada kurikulum baru tersebut, selain Kimia Dasar dan Kimia Umum, dibuka kelas untuk mata kuliah Kimia Organik. Pada tahun 2003 diadakan Lokakarya Peningkatan Mutu Pendidikan TPB. Keputusan mendasar dari Lokakarya tahun 2003 adalah perubahan indeks prestasi drop out (DO) dari < 1.30 menjadi < 1.50. Perubahan mendasar ini tentunya memberikan konsekuensi kepada Direktorat Pendidikan TPB untuk meningkatkan mutu pelayanan akademiknya. Pada tahun 2004 diberlakukan Kurikulum Mayor Minor, mahasiswa TPB memilih mayor (keahlian utama) setelah lulus TPB, kemudian sejak tahun 2007 pemilihan mayor dilakukan ketika mendaftar ke IPB . Direktorat
TPB
merupakan
badan
yang
menyelenggarakan
kegiatan
administrasi akademik dan kemahasiswaan. Direktorat Pendidikan TPB berkantor di Kampus IPB Darmaga dengan didukung oleh beberapa tenaga administrasi. Direktorat Pendidikan TPB menggunakan ruangan untuk proses perkuliahan seperti aula (auditorium atau teater), kelas besar, ruang seminar atau kelas kecil. Seluruh ruangan tersebut di gunakan juga untuk pelaksanaan ujian selama semester berlangsung. Ruang aula dan kelas besar dapat menampung sebanyak 150 mahasiswa, sedangkan kelas-kelas kecil umumnya digunakan untuk kelas responsi dengan kapasitas 50 sampai 60 mahasiswa. Ruangan tersebut tersebar di Kampus IPB Darmaga, yang sebagian besar juga diperuntukkan bagi proses belajar mengajar Fakultas. Dengan jumlah mahasiswa TPB yang mengakses ruangan tersebut berkisar antara 2.800 sampai 3.000 (tahun akademik 2000-2001 sebesar 2.924, belum termasuk mahasiswa yang mengambil kuliah ulang), maka diperlukan pengaturan jadwal kuliah dan ruang secara ketat dan teratur. Banyaknya ruangruang kelas dan laboratorium tidak dapat menunjukkan rasio yang baik terhadap kenyamanan proses belajar mengajar secara utuh di TPB sepanjang tahun. Saat ini, laboratorium yang digunakan untuk praktikum mata kuliah dasar di TPB (Fisika, Kimia dan Biologi) merupakan fasilitas yang dimiliki dan digu nakan bersama oleh jurusan terkait di FMIPA. Laboratorium merupakan kebutuhan primer, namun demikian TPB belum mampu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan praktikum secara perorangan. Kapasitas tiap laboratorium sangat terbatas, sehingga penjadwalan penggunaan laboratorium menjadi sangat ketat. Material dan peralatan yang dipakai dalam praktikum senantiasa digunakan bersama dalam kelompok besar. Ketersediaan teknisi yang terampil juga sangat terbatas.
45
Fasilitas lain yang diberikan oleh IPB untuk mahasiswa TPB yaitu asrama. Asrama TPB dibangun sebagai sarana untuk membangun kebersamaan dalam berbagai perbedaan latar belakang, seperti agama, budaya, suku, dan ekonomi. Mahasiswa TPB diwajibkan tinggal di asrama selama satu tahun, dan mengikuti seluruh kegiatan didalamnya. Mahasiswa TPB tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 3.646 orang, terdiri dari 1.514 (41.5%) mahasiswa laki-laki dan 2.116 (58.5%) mahasiswa perempuan, jumlah ini lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya. Mahasiswa TPB mendapatkan mata kuliah paket yang wajib mereka ambil pada saat Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Jumlah mata kuliah yang mahasiswa ambil pada saat TPB sebanyak 14 mata kuliah, dengan bobot SKS (Sistem Kredit Semester) yang telah ditentukan, dan mahasiswa harus menempuh sebanyak 36 SKS pada saat TPB. Pembagian jadwal mata kuliah ditentukan oleh Direktorat Pendidikan TPB. Mahasiswa TPB dibagi menjadi dua kelompok kelas, yaitu kelas A dan kelas B. Mahasiswa kelas A mengambil mata kuliah pada saat semester satu berbeda dari mahasiswa kelas B. Pada semester satu, kelompok kelas A mengambil Mata Kuliah sebagai berikut: Agama, Bahasa Indonesia, PIP, Pengantar Matematika, Kimia, Biologi, dan Ekonomi Umum, sedangkan Kelas B mengambil Mata Kuliah PPKn, PIP, Bahasa Inggris, Olah Raga dan Seni, Pengantar Matematika, Fisika dan Sosiologi Umum, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4 yang menampilkan daftar mata kuliah mahasiswa TPB tahun 2010. Tabel 4 Daftar Mata Kuliah TPB Tahun 2010 No
Mata Kuliah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pendidikan Agama PPKn Bahasa Indonesia PIP Bahasa Inggris Olah Raga dan Seni Pengantar Matematika Kalkulus Kimia Biologi Fisika Ekonomi Umum Sosiologi Umum Pengantar Kewirausahaan Total SKS
SKS 3 (2-2) 3 (2-2) 2 (1-2) 2 (2-0) 3 (2-2) 1 (0-2) 3 (2-2) 3 (2-2) 3 (2-3) 3 (2-3) 3 (2-3) 3 (2-2) 3 (2-2) 1 (1-0) 36
Ket Responsi Responsi Responsi Responsi Responsi Responsi Praktikum Praktikum Praktikum Responsi Responsi
Sem. Ganjil v v v v v v v v v v v v
Sumber: Data Direktorat Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama tahun 2010/2011 (diolah)
Sem. Genap v v v v v v v v v v v v
46
Karakteristik Individu Karakteristik individu contoh pada penelitian ini dibedakan atas jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, fakultas, indeks prestasi, wilayah tinggal dan daerah asal, tinggal bersama orang tua, pengalaman wirausaha dan kerja, uang saku, pengeluaran, Kepemilikan tabungan. Karakteristik individu contoh ini dapat menjadi sumber informasi yang berharga bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi terutama terkait dangan program pengembangan minat kewirausahaan mahasiswa TPB IPB. Jenis Kelamin Contoh pada penelitian ini berjumlah 252 orang mahasiswa TPB IPB yang terdiri dari 40.1 persen mahasiswa laki-laki dan 59.9 persen mahasiswa perempuan (Tabel 5). Azzahra (2009) menyatakan mahasiswa laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar berwirausaha dibandingkan dengan mahasiswa perempuan.
Hal ini
dikarenakan kaum laki-laki memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap keluarganya, sehingga motivasi untuk menyejahterakan kehidupan keluarga menjadi salah satu motivasi berwirausaha bagi kaum laki-laki. Alma (2000) menyebutkan salah satu penghambat perempuan untuk berwirausaha adalah adanya anggapan bahwa dengan berwirausaha akan menyita banyak waktu dari mengurus dan merawat keluarga. Usia Usia contoh antara 17 tahun hingga 21 tahun dengan rataan usia 18.7 tahun. Hampir seluruh contoh (98,8%) tergolong dalam fase remaja akhir (18-21 tahun), itu berarti contoh sedang mengembangkan indentitas pribadi, mencari pasangan dan mulai menentukan arah kehidupan di masa mendatang, termasuk penguatan minat karir dan pekerjaan, seperti yang dinyatakan BKKBN (2009), Hurlock (1991), Monks (1999), Muharrifah (2009), Nasution (2007), Sarwono (2007), Al-Migwar (2006), Retnowati (2005), dan Thornburgh (1982) bahwa fase remaja akhir adalah masa yang mendekati kedewasaan, ditandai dengan pencapaian minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual dan ego mencari peluang bersatu dengan orang lain semakin kuat, termasuk mencari pasangan. Selain itu, Yusnita (2008) menyatakan usia 17-18 tahun merupakan fase dimana interaksi mahasiswa dengan keluarga masih cukup kerap dibandingkan dengan interaksi dengan teman, sedangkan disaat usia 19-21 tahun mahasiswa mulai renggang dengan keluarga dan mulai kerap dengan teman. Berdasarkan kreteria tersebut, terdapat 66.4 persen contoh laki-laki dan 63.6 persen yang
47
kemungkinan mulai jarang berkomunikasi dengan keluarga dan lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman mereka. Hal ini berarti semakin besar pengaruh teman dalam kehidupan contoh. Tabel 5 Sebaran Jenis Kelamin, Usia, dan Urutan Kelahiran Contoh Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia (Tahun) Usia 17 Usia 18 Usia 19 Usia 20 Usia 21 Total Rata-Rata ± SB Urutan Kelahiran Anak Sulung Anak Tengah Anak Bungsu Anak Tunggal Total
n
Laki-laki %
n
Perempuan %
n
%
101 101
100.0 100.0
151 151
100.00 100.0
101 151 252
40.1 59.9 100.0
2 2.0 32 31.7 54.5 55 11 10.9 1 1.0 101 100.0 18.8 ± 0.71 43 32 25 1 101
42.6 31.7 24.7 1.0 100.0
1 0.7 54 35.8 61.6 93 3 2.0 0 0.0 151 100.0 18.6 ± 0.53 80 36 29 6 151
53.0 23.8 19.2 4.0 100.0
Total
3 1.2 86 34.1 58.7 148 14 5.6 1 0.4 252 100.0 18.7 ± 0.61 123 68 54 7 252
48.8 27.0 21.4 2.8 100.0
Urutan Kelahiran Urutan kelahiran anak dalam keluarga dapat memperkirakan perilaku remaja (Santrock, 2007). Setiap anak dalam keluarga memiliki kedudukan masing-masing sesuai dengan urutan kelahirannya, yaitu anak tunggal, anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan urutannya dalam keluarga. Hal ini dapat disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orangtua yang berbeda (Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Hasil penelitian menunjukkan hampir separuh contoh (48.8%) merupakan anak sulung (Tabel 5). Santrock (2007) menggambarkan anak sulung sebagai anak yang berorientasi lebih dewasa, penolong, mengalah, lebih mudah cemas, mampu mengendalikan diri, dan kurang agresif dibandingkan dengan saudaranya. Smith (1982) dalam Santrock (2007) menyatakan anak bungsu biasanya dianggap ”bayi” dalam keluarga, walaupun tidak bayi lagi, dan menghadapi resiko ketergantungan lebih besar, sedangkan anak tengah cenderung lebih diplomatis, sering berperan sebagai penengah dalam pertengkaran. Anak tunggal populer dengan konsep anak manja dengan sifat-sifat buruk, seperti tergantung pada orangtua, kurang pengendalian diri, dan sifat ingin menang sendiri. Berdasarkan karakter tersebut, ada kemungkinan anak pertama dan anak tengah memiliki peluang minat kewirausahaan lebih besar dibandingkan urutan kelahiran lainnya.
48
Fakultas Morello et al., (2003) menyatakan terdapat perbedaan minat kewirausahaan mahasiswa dan pilihan jurusan yang diambil, seperti minat kewirausahaan mahasiswa jurusan teknik lebih tinggi dibandingkan minat mahasiswa jurusan ekonomi. Indarti et al. (2008) menemukan mahasiswa Indonesia yang mempunyai latar belakang bisnis dan ekonomi memiliki intensi (minat) kewirausahaan lebih rendah dibandingkan mahasiswa dengan latar belakang non ekonomi dan bisnis. Berdasarkan Tabel 6, contoh paling banyak (25.4%) berasal dari Fakultas Matematika dan IPA dan paling sedikit berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan (4,0%). Latar pendidikan seseorang memegang peranan penting dalam pencapaian karir dan pekerjaan tertentu, namun Suparman (1980) menegaskan kewirausahaan hanya dapat dipelajari dari seorang wirausaha, itu berarti kewirausahaan dapat diajarkan, dibentuk, dan ditempa, asal pada alamat dan wadah yang tepat. Pendidikan kewirausahaan merupakan pendidikan minimun yang harus didapatkan calon wirausaha. Tabel 6 Sebaran Fakultas dan Indeks Prestasi Contoh Karakteristik Fakultas Pertanian Kedokteran Hewan Perikanan dan Ilmu Kelautan Peternakan Kehutanan Teknologi Pertanian Matematika dan IPA Ekonomi dan Manajemen Ekologi Manusia Total Indeks Prestasi < 2.01 2.01 – 2.50 2.51 – 3.00 3.01 – 3.50 > 3.50 Total Rata-Rata ± SB Min-Mak p-value
n
Laki-Laki %
12 2 9 5 11 14 28 16 4 101
11.9 2.0 8.9 5.0 10.9 13.9 27.7 15.8 4.0 100.0
3 3.0 12 11.9 29 28.7 42.6 43 14 13.9 101 100.0 3.03 ± 0.47 1.90 – 4.00
Perempuan n %
n
%
15.2 5.3 6.6 7.3 11.3 8.6 23.8 11.3 10.6 100.0
35 10 19 16 28 27 64 33 20 252
13.9 4.0 7.5 6.3 11.1 10.7 25.4 13.1 7.9 100.0
23 8 10 11 17 13 36 17 16 151
3 2.0 18 11.9 46 30.5 39.1 59 25 16.6 151 100.0 3.03 ± 0.49 1.74 – 4.00 0.489
Total
6 2.4 30 11.9 75 29.8 40.5 102 39 15.5 252 100.0 3.03 ± 0.48 1.74 – 4.00
Seluruh contoh pada penelitian ini memperoleh mata kuliah pengantar kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib mahasiswa tingkat pertama di IPB, hal ini berarti setiap mahasiswa contoh memiliki pendidikan minimun untuk menjadi seorang wirausaha. Hal ini juga yang menjadi alasan tidak adanya perbedaan semangat kewirausahaan mahasiswa di IPB berdasarkan fakultas, seperti yang ditemukan
49
Azzahra (2009) bahwa mahasiswa IPB yang terlibat dalam program kewirausahan (PKMK/PPKM) paling banyak berasal dari Fakultas Teknologi Pertanian (36%), lebih banyak bila dibandingkan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (24%), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (12%), dan Fakultas Ekologi Manusia (12%). Indeks Prestasi Paling banyak contoh (40.5%) memiliki indeks prestasi antara 3.01–3.50 (Tabel 6). Hal ini senada dengan temuan Azzahra (2009) bahwa motivasi berwirausaha paling banyak dimiliki oleh mahasiswa dengan IPK antara IPK 3.01– 3.50, meskipun IP yang tinggi tidak menjamin seorang mahasiswa memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan wirausaha yang baik. Pada kenyataannya, banyak para pengusaha sukses yang tidak memiliki prestasi akademis cemerlang, bahkan ada yang di-drop out dari universitas, namun memiliki mental yang kuat dan visi yang jelas dalam berwirausaha, sehingga dapat berkembang dengan sangat baik. Wilayah Tinggal dan Daerah Asal Lebih separuh dari contoh (53.6%) bertempat tinggal di wilayah pedesaan, dan sisanya (46.4%) tinggal di wilayah perkotaan Tabel 7. Hal ini berarti bahwa motivasi dan kemampuan remaja pedesaan mengakses perguruan tinggi mulai meninggkat, karena Saleh (1986) menemukan calon mahasiswa yang berasal dari wilayah perkotaan memiliki motivasi lebih kuat untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan calon mahasiswa dari wilayah pedesaan, saat melakukan penelitian guna mengetahui faktor-faktor penentu akses remaja pada pendidikan yang lebih tinggi di Indonesia tahun 1986. Fakta lain menunjukkan mahasiswa TPB IPB memiliki keragaman wilayah tinggal dan daerah asal, seperti terlihat pada Tabel 7 bahwa hampir tiga perempat contoh (71.4%) berasal dari Pulau Jawa dan Madura (63.3% berasal dari daerah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten), serta 21.6 persen berasal dari Sumatera dan Kepulauan. Selain itu, terdapat 7.1 persen yang berasal dari wilayah lainnya, seperti Kalimantan dan Kepulauan (3.6%), Sulawesi dan Kepulauan (2.0%), Bali dan Nusa Tenggara (1.2%), dan Papua (4.0%). Daerah asal yang beragam menunjukkan mahasiswa TPB IPB dibentuk dari kebudayaan dan lingkungan lokal yang beragam. Keberagaman cara dan perilaku dalam lingkungan sosial tersebut diharapkan mampu membentuk karakter dan kepribadian yang beragam pula. Fatimah (2006) menyatakan lingkungan sosial memberi banyak pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiopsikologisnya.
50
Tabel 7 Sebaran Contoh Menurut Wilayah Tinggal, Daerah Asal, dan Hidup Bersama Orangtua n
Laki-laki %
48 53 101
47.5 52.5 100.0
69 82 151
21 71 9 101
20.8 70.3 8.9 100.00
19 82 101
18.8 81.2 100.0
Karakteristik Wilayah Tinggal Perkotaan Pedesaan Total Daerah Asal Sumatera dan Kepulauan Jawa dan Madura Lain-lain Total Hidup Bersama Orangtua Tidak Ya Total
Perempuan n %
Total n
%
45.7 54.3 100.0
117 135 252
46.4 53.6 100.0
33 109 9 151
21.9 72.2 6.0 100.00
54 180 18 252
21.4 71.4 7.1 100.00
27 124 151
17.9 82.1 100.0
46 206 252
18.3 81.7 100.0
Hidup Bersama Orangtua Hasil penelitian menunjukkan 81.7 persen contoh tinggal bersama dengan orangtua mereka sewaktu sekolah menengah atas (Tabel 8). Mahasiswa perempuan lebih banyak (82.1%) Hidup bersama orangtua dibandingkan contoh laki-laki (81.2%). Sebanyak 18.3 persen contoh yang tidak hidup bersama orangtua, hidup bersama dengan nenek/kakek, paman/bibi, dan asrama. Kedekatan antara orangtua dan anak berhubungan dengan efektivitas fungsi sosialisasi nilai-nilai dalam keluarga. Desmita (2005) menyatakan kelekatan hubungan antara orangtua dan anak merupakan dasar bagi perkembangan emosi dan sosial anak. Pengalaman Wirausaha dan Pengalaman Kerja Tabel 9 menunjukkan sebagian besar contoh (84.5%) belum memiliki pengalaman wirausaha dan sebanyak 79.0 persen belum memiliki pengalaman kerja. Hal ini berarti hanya terdapat 15.5 persen contoh yang memiliki pengalaman wirausaha, dan sebanyak 21.0 persen contoh yang memiliki pengalaman kerja, sedangkan contoh yang memiliki pengalaman wirausaha dan sekaligus memiliki pengalaman kerja hanya terdapat 5.2 persen, dan terdiri dari 3.6 persen mahasiswa laki-laki dan 1.6 persen mahasiswa perempuan. Tabel 8 Sebaran Contoh Menurut Pengalaman Wirausaha, Pengalaman Kerja, dan Jenis Kelamin Pengalaman Berwirausaha
Pengalaman Kerja Belum Pernah Pernah/Sedang Belum Pernah Total Belum Pernah Pernah/Sedang Pernah/Sedang Total Total
Laki-laki n % 61.4 62 19 18.8 80.2 81 10.9 11 9 8.9 19.8 20 101 100.0
Perempuan n % 73.5 111 21 13.9 87.4 132 9.9 15 4 2.6 12.7 19 151 100.0
Total n 173 40 213 26 13 39 252
% 68.6 15.9 84.5 10.3 5.2 15.5 100.0
51
Selain itu, Tabel 9 menunjukkan jumlah contoh yang berwirausaha lebih sedikit (5.6%) dibanding jumlah contoh yang memiliki pengalaman bekerja. Hal ini menggambarkan kegiatan wirausaha dikalangan mahasiswa TPB IPB masih rendah, namun pada penelitian ini, mahasiswa laki-laki masih dua kali lebih tinggi dibandingkan mahasiwa perempuan dalam hal pengalaman wirausaha dan atau pengalaman
kerja.
kecenderungan lebih
Hal
tersebut
dikarenakan
mahasiswa
besar berwirausaha dibandingkan
laki-laki
memiliki
dengan mahasiswa
perempuan, disebabkan karena persepsi negatif perempuan bahwa wirausaha dapat menjauhkan perempuan dari keluarga (Azzahra, 2009; Alma, 2009). Meskipun Rudy (2010) menyatakan pengalaman kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap minat kewirausahaan mahasiswa, namun secara rasional pasti berbeda mahasiswa yang memiliki pengalaman wirausaha dan kerja dengan mahasiswa yang tidak memiliki keduanya dalam hal jiwa dan minat kewirausahaan. Dahama
dan Bhatnagar (1980)
mengatakan
pengalaman seseorang akan
memberikan kontsribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak. Uang Saku Uang saku yang dimaksud adalah gabungan uang rata- rata yang diperoleh contoh setiap bulan, baik yang bersumber dari orangtua, kakak/saudara, beasiswa, hasil wirausaha atau kerja sendiri. sebanyak 43.3 persen contoh memiliki uang saku antara Rp 333,000-Rp 666,000, dan sebanyak 35.3 persen memiliki uang saku antara Rp 666,001–Rp 999,000. Rataan uang saku mahasiswa laki-laki ± Rp 765,049.50 dan mahasiswa perempuan ± Rp 747,185.43. Kisaran uang saku laki-laki antara Rp 200.000–Rp 3.000.000 dan uang saku perempuan antara Rp 250.000-Rp 2.000.000 (Tabel 10). Proporsi rataan uang saku bulanan terbesar (71.4%) diperoleh dari orangtua, kemudian beasiswa (24.7%), kerja atau wirausaha (2.0%), saudara dan kerabat (1.9%). Hasil uji beda menunjukkan perbedaan (p<0,10) uang saku contoh laki-laki dan perempuan, dimana contoh perempuan rata-rata memiliki uang saku lebih tinggi dibandingkan contoh laki-laki. Azzahra (2009) menemukan mahasiswa dengan uang saku kurang dari Rp 700,000 lebih termotivasi berwirausaha, karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Lebih dari separuh contoh (55.6%) memiliki penghasilan kurang dari Rp 700,000, itu artinya minimal terdapat 140 contoh yang berpeluang memiliki minat berwirausaha.
52
Tabel 9 Sebaran Contoh Menurut Uang Saku, Pengeluaran, Rasio PengeluaranUang Saku, Kepemilikan tabungan Karakteristik Uang Saku (Rp/bulan) Kurang dari 333.000 333.000 – 666.000 666.001 – 999.000 999.001 – 1.332.000 1.332.001 – 1.665.000 Lebih dari 1.665.000 Total Rataan SB p-value Pengeluaran (Rp/bulan) Kurang dari 350.000 350.000-700.000 700.001-1.050.000 Lebih dari 1.050.000 Total Rataan SB p-value Rasio Uang Saku-Pengeluaran Kurang (<1.00) Impas (1.00) Lebih (>1.00) Total p-value Kepemilikan tabungan Tidak Ya Total p-value
Laki-laki %
Perempuan n %
3 3.0 44.5 45 35 34.6 11 10.9 2 2.0 5 5.0 101 100.0 765,049.50 407,162.43
2 1.3 42.4 64 54 35.8 24 15.9 6 4.0 1 0.7 151 100.0 747,185.43 270,543.02 0.068*
5 2.0 43.3 109 89 35.3 35 13.9 8 3.2 6 2.4 252 100.0 754345.24 331461.01
6 5.9 75.3 76 16 15.8 3 3.0 101 100.0 595841.58 254355.14
4 2.6 74.2 112 32 21.2 3 2.0 151 100.0 625728.48 204702.55 0.137
10 4.0 74.6 188 48 19.0 6 2.4 252 100.0 613750.0 225903.95
0 29 72 101
0.0 28.7 71.3 100.0
6 4.0 46 30.4 65.6 99 151 100.0 0.032**
6 75 171 252
2.4 29.8 67.8 100.0
33 68 101
32.7 67.3 100.0
47 31.1 68.9 104 151 100.0 0.396
80 172 252
31.7 68.3 100.0
n
Total N
%
Keterangan: ** = berbeda nyata (α≤0,05); * = berbeda nyata (α≤0,10)
Pengeluaran Hampir tiga perempat contoh (74.6%) memiliki pengeluaran antara Rp 350,000–Rp 700,000, dimana rataan pengeluaran mahasiswa laki-laki per bulan ± Rp 595,841.58 dan mahasiswa perempuan ± Rp 626,192.05. Kisaran pengeluaran mahasiswa laki-laki antara Rp 180,000 hingga Rp 2,000,000 dan Kisaran pengeluaran mahasiswa perempuan antara Rp 300,000-Rp 2,000,000 (Tabel 9). Proporsi rataan pengeluaran terbesar (70.5%) dipergunakan untuk pemenuhan konsumsi, dan sekitar 29.5 persen sisanya dialokasikan untuk buku dan bahan kuliah, hiburan dan rekreasi, internet, pelatihan dan pengembangan diri , investasi, dan lain-lain. Hasil uji beda tidak menunjukkan adanya perbedaan (p>0,10) antara
53
pengeluaran contoh laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti mahasiswa laki-laki memiliki alokasi pengeluaran, aktivitas belajar, kebutuhan bahan kuliah, rekreasi, tempat belanja dan makan yang hampir sama dengan mahasiswa perempuan. Rasio Uang Saku dan Pengeluaran Lebih dari dua pertiga contoh (67.8%) memiliki rasio uang saku dan pengeluaran lebih besar dari satu (>1.00). Hal tersebut berarti sebagian besar contoh memiliki kelebihan uang saku setiap bulannya, besaranya berkisar antara Rp 20,000–Rp 1,500,000, dengan rataan ± Rp 210,118.3. Rasio uang saku dan pengeluaran kurang dari satu (<1.00) berarti uang saku defisit dan hanya terjadi pada mahasiswa perempuan (2.4%), sedangkan yang impas (=1.00) terdapat 29.8 persen (Tabel 9). Mahasiswa laki-laki (71.3%) memiliki kelebihan uang saku (>1.00) lebih banyak dibandingkan mahasiswa perempuan (65.6%). Hasil uji beda yang menunjukkan adanya perbedaan rasio selisih uang saku dan pengeluaran (p≤0.05), dimana mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan. Ada peluang sisa uang saku tersebut dapat dimanfaatkan untuk investasi atau wirausaha, namun hal tersebut sangat bergantung pada karakter/jiwa wirausaha individu, lebih suka ditabung atau digunakan untuk investasi (Faisol, 2002). Kepemilikan Tabungan Tabel 9 menunjukkan sebanyak 68.3 persen mahasiswa memiliki tabungan, dan 31.7 persen tidak. Mahasiswa perempuan (68.9%) lebih banyak memiliki tabungan dibandingkan mahasiswa laki-laki (67.3%). Bila dibandingkan dengan rasio uang saku-pengeluaran, persentase total Kepemilikan tabungan contoh hampir sama (67.8%), namun berbeda jika dibandingkan dengan kategori jenis kelamin. Hal ini berarti ada mahasiswa yang memiliki kelebihan uang saku (>1.00), namun tidak memiliki tabungan, dan ada juga mahasiswa yang memiliki tabungan, namun memiliki uang saku pas atau kurang. Hal ini berarti tidak selamanya kelebihan uang saku menentukan seorang mahasiswa memiliki tabungan. Tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal Kepemilikan tabungan (p≥0.10). Karakteristik Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah, tinggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sama (Guhardja et al., 1992). Keluarga memiliki posisi yang penting bagi pembentukan sumberdaya
54
manusia, karena tempat pertama manusia berinteraksi dimulai dari keluarga. Berdasarkan penelitian dan pengalaman klinis, orangtua merupakan faktor utama dalam belajar anak (Hawadi, 2001). Karakteristik keluarga meliputi usia orangtua, status pernikahan orangtua, ukuran keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, serta penghasilan orangtua. Usia Orangtua Pengkategorian usia pada penelitian ini mengacu pada Hurlock (1991) yang mengategorikan usia menjadi tiga kelompok: dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa lanjut atau lanjut usia (>60 tahun). Berdasarkan klasifikasi tersebut, umur ayah contoh paling banyak tergolong dewasa madya (93.4%) dengan sebaran antara 33-68 tahun dan rata-rata 49.7 tahun, sedangkan sebaran umur ibu antara 31-62 tahun dan rata-rata 45.3 tahun. Sebagian besar umur ibu (82.1%) tergolong dewasa madya (Tabel 10). Fase dewasa madya merupakan masa transisi
dan paling ditakuti diantara fase kehidupan lainnya. Pada masa
dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial. Sebanyak 4.0 persen ayah dan 0.8 persen ibu contoh sudah meninggal dunia. Jumlah ini sudah dikeluarkan dari penghitungan rentang dan rataan umur orangtua contoh. Status Pernikahan Status pernikahan orangtua contoh berdasarkan Tabel 10 menunjukkan sebagian besar (91.3%) berstatus menikah (92.1% mahasiswa laki-laki dan 90.7% mahasiswa perempuan), hal itu berarti hampir seluruh contoh memiliki keluarga utuh. Keluarga yang utuh memberikan peluang besar bagi anak untuk membangun kepercayaan terhadap kedua orang tuanya yang merupakan unsur esensial dalam membantu anak memiliki dan mengembangkan diri (Putri, 2008). Situasi kehidupan orangtua, seperti status pernikahan, pekerjaan, dan keadaan sosial ekonomi sangat mempengaruhi kualitas hubungan antara remaja dan orangtuanya (Papalia et al., 2009). Status orangtua yang utuh (menikah) cenderung memiliki kehangatan yang tinggi dibandingkan dengan orangtua tunggal. Selain itu, remaja laki-laki dan perempuan yang orangtuanya bercerai lebih menunjukkan masalah akademis, psikologis, dan perilaku, dibandingkan teman sebaya yang orangtuanya tidak bercerai (Sun dalam Papalia et al., 2009). Tidak terdapat perbedaan status pernikahan orangtua antara contoh laki-laki dan perempuan (p>0,05).
55
Tabel 10 Sebaran Usia, Status Pernikahan, Ukuran Keluarga Contoh Karakteristik Usia Ayah Dewasa muda (18 - 40 tahun) Dewasa madya (41 - 60 tahun) Dewasa akhir (> 60 tahun) Meninggal Total Usia Ibu Dewasa muda (18 - 40 tahun) Dewasa madya (41 - 60 tahun) Dewasa akhir (> 60 tahun) Meninggal Total Status Pernikahan Menikah Janda/Duda Menikah Lagi Total Ukuran Keluarga Keluarga Kecil (≤4 orang) Keluarga Sedang (5-7 orang) Keluarga Besar (≥8 orang) Total p-value
Laki-laki n %
Perempuan n %
Total n
%
3 90 5 3 101
3.0 89.1 5.0 3.0 100.0
5 136 3 7 151
3.3 90.1 2.0 4.6 100.0
8 226 8 10 252
3.2 89.7 3.2 4.0 100.0
20 78 2 1 101
19.8 77.2 2.0 1.0 100.0
20 129 1 1 151
13.2 85.4 0.7 0.7 100.0
40 207 3 2 252
15.9 82.1 1.2 0.8 100.0
93 6 2 101
92.1 5.9 2.0 100.0
137 9 5 151
90.7 6.0 3.3 100.0
230 15 7 252
91.3 6.0 2.8 100.0
62 28 11 101
61.4 27.7 10.9 100.0
72.9 110 31 20.5 10 6.6 151 100.00 0.008***
172 59 21 252
68.3 23.4 8.3 100.00
Keterangan: *** = berbeda nyata (α≤0,01)
Ukuran Keluarga Ukuran keluarga dalam penelitian ini merupakan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga menurut Hurlock (1991) dan BKKBN (1997) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Ukuran keluarga contoh dalam penelitian ini berkisar antara 2-11 orang, dengan rata-rata 5.2 orang (Tabel 10), dan lebih dari dua pertiga keluarga contoh termasuk kategori keluarga kecil (68.3%). Ukuran keluarga contoh laki-laki lebih besar dibandingkan contoh perempaun (p<0.01). Murdaningsih (2001) menyatakan salah satu penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah jumlah anggota keluarga yang banyak. Hal ini disebabkan karena perhatian dan kasih sayang orangtua menjadi semakin terbagi pada beberapa anak, seperti yang diungkapkan Pulungan (1993) diacuh oleh Ardawati (2004), semakin besar suatu keluarga maka semakin sedikit perhatian yang diperoleh anak dari orangtua.
56
Pendidikan Orangtua Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan kepribadian. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang dapat menjadi faktor penentu dalam komunikasi keluarga. Oleh karena itu, meningkatnya pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung akan menentukan baik buruknya interaksi antar anggota keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2008). Selain itu, orangtua dengan pendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya, lebih terbuka mengikuti perkembangan masyarakat dan informasi, serta sanggup memberikan rangsangan-rangsangan fisik maupun mental sejak dini, mereka juga akan melatih anak-anaknya untuk memiliki sikap sosial yang baik, dan membiasakan untuk hidup disiplin, sehingga anak-anak memiliki sikap atau nilai sosial yang tinggi dibandingkan orangtua berpendidikan rendah (Gunarsa & Gunarsa 2008). Tabel 11 Sebaran Contoh Menurut Pendidikan Orangtua dan Jenis Kelamin Pendidikan Orangtua Ayah Tidak Sekolah SD SMP SMA Akademi/Diploma Perguruan Tinggi Total p-value Ibu Tidak Sekolah SD SMP SMA Akademi/Diploma Perguruan Tinggi Total P-value
n
Laki-laki %
n
Perempuan %
Total n
%
10 12 12 24 9 34 101
9.9 11.9 11.9 23.8 8.9 33.7 100.0
6 4.0 9 6.0 16 10.6 45 29.8 14 9.3 40.4 61 151 100.0 0.009***
16 21 28 69 23 95 252
6.4 8.3 11.1 27.4 9.1 37.7 100.0
9 15 11 31 10 25 101
8.9 14.8 10.9 30.7 9.9 24.7 100.0
7 16 14 54 16 44 151 0.040**
16 31 25 85 26 69 252
6.3 12.3 9.9 33.7 10.3 27.4 100.0
4.6 10.6 9.3 35.7 10.6 29.1 100.0
Keterangan: ** = berbeda nyata (α≤0,05); * = berbeda nyata (α≤0,10)
Pendidikan orangtua contoh berkisar antara tidak sekolah sampai dengan tamat perguruan tinggi. Tingkat pendidikan ayah contoh dalam penelitian ini paling banyak (37.7%) adalah lulusan perguruan tinggi, dan sebanyak 27.4 persen menamatkan SMA, hanya terdapat 6.3 persen yang tidak bersekolah, 8.3 persen yang menamatkan SD, 11.1 persen menamatkan SMP, dan 9.1 persen mencapai tingkat akademi/diploma (Tabel 11). Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.01) pendidikan ayah contoh laki-laki dan ayah contoh perempuan, dalam hal ini pendidikan ayah contoh perempuan lebih tinggi dibandingkan pendidikan ayah contoh perempuan.
57
Berdasarkan Tabel 11 di atas, tingkat pendidikan ibu contoh (33.7%) paling banyak lulusan SMA, 27.4 persen menamatkan Perguruan Tinggi, 12.3 persen hanya menamatkan SD, dan 10.3 persen menamatkan akademi/diploma, dan terdapat 6.3 persen ibu contoh yang tidak bersekolah atau belum tamat SD, serta 9.9 persen mencapai pendidikan sampai SMP. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan ayah contoh lebih tinggi daripada ibu contoh. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05) pendidikan ibu contoh laki-laki dan contoh perempuan, dimana pendidikan ibu contoh perempuan lebih tinggi dibandingkan ibu contoh laki-laki. Penghasilan Orangtua Penghasilan orangtua adalah sejumlah dana yang dihasilkan orangtua contoh per bulan, baik yang diperoleh dari hasil bekerja maupun non bekerja yang dinilai dalam bentuk uang. Tabel 12 menunjukkan pendapatan ayah contoh 25.8 persen berada pada rentang Rp 1,000,000–Rp 2,000,000, kemudian 24.6 persen berpenghasilan di bawah Rp 1,000,000, dan 22.6 persen berpenghasilan antara Rp 2,000,001–Rp 3,000,000. Terdapat 15.1 persen ayah contoh berpenghasilan antara Rp 3,000,001–Rp 5,000,000, 3.6 persen berpenghasilan antara Rp 5,000,001–Rp 10,000,000, dan 2.0 persen yang berpenghasilan di atas Rp 10,000,000, serta terdapat 6.3 persen yang tidak berpenghasilan disebabkan karena tua atau telah meninggal dunia (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran Contoh Menurut Tingkat Penghasilan Orangtua Tingkat Penghasilan Ayah Tidak berpenghasilan < Rp 1,000,000 Rp 1,000,000 – Rp 2,000,000 Rp 2,000,001 – Rp 3,000,000 Rp 3,000,001 – Rp 5,000,000 Rp 5,000,001 – Rp 10,000,000 > Rp 10,000,000 Total p-value Ibu Tidak berpenghasilan < Rp 1,000,000 Rp 1,000,000 – Rp 2,000,000 Rp 2,000,001 – Rp 3,000,000 Rp 3,000,001 – Rp 5,000,000 Rp 5,000,001 – Rp 10,000,000 > Rp 10,000,000 Total p-value Keterangan: ** = nyata pada p ≤ 0.05
Laki-laki n %
Perempuan n %
Total n
%
7 31 26 20 12 4 1 101
6.9 30.7 25.7 19.8 11.9 4.0 1.0 100.0
9 6.0 31 20.5 25.8 39 37 24.5 26 17.2 5 3.3 4 2.6 151 100.0 0.027**
16 62 65 57 38 9 5 252
6.3 24.6 25.8 22.6 15.1 3.6 2.0 100.0
33 30 18 12 6 2 0 101
32.7 29.7 17.8 11.9 5.9 2.0 0.0 100.0
40.4 61 33 21.9 17 11.3 24 15.9 14 9.3 2 1.3 0 0.0 151 100.0 0.371
94 63 35 36 20 4 0 252
37.3 25.0 13.9 14.3 7.9 1.6 0.0 100.0
58
Berbeda dengan ayah, ibu contoh lebih banyak berpenghasilan di bawah Rp 1,000,000 (25.0%), 14.3 persen berpenghasilan antara Rp 2,000,001–Rp 3,000,000, 13.9 persen berpenghasilan antara Rp 1,000,000–Rp 2,000,000. Terdapat 7.9 persen berpenghasilan antara Rp 3,000,001–Rp 5,000,000, dan 1.6 persen berpenghasilan antara Rp 5,000,001–Rp 10,000,000. Tidak terdapat ibu yang berpenghasilan di atas Rp 10,000,000, dan terdapat 37.3 persen ibu yang tidak berpenghasilan, disebabkan sebagian besar mereka adalah ibu rumah tangga. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) pada variabel penghasilan ayah dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada variabel penghasilan ibu di kedua kelompok contoh (Tabel 12). Hal ini kemungkinan karena penghasilan ibu contoh memiliki penghasilan yang beragam dan tersebar pada seluruh kategori penghasilan dalam penelitian ini. Stabilitas ekonomi yang baik dalam keluarga sangat mempengaruhi praktik pengasuhan dan pembentukan karakter anak. Orangtua dengan keadaan ekonomi baik memiliki lebih banyak waktu untuk membimbing anak, karena tidak lagi memikirkan keadaan ekonomi. Sebaliknya, orangtua yang berasal dari keluarga yang miskin, kurang memiliki waktu untuk membimbing anak, karena terlalu memikirkan keadaan ekonominya. Hal ini berdampak pada kurangnya perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik mengikuti peraturan, kurangnya latihan dan penanaman nilai moral (Gunarsa & Gunarsa 2004; Hapsari 2005). Selain itu, keadaan ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap tingkah laku anak. Keadaan ekonomi yang baik akan memberi kesempatan yang luas pada anak untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan dan kesempatan pendidikan yang lebih baik (Gerungan, 1999). Pekerjaan Orangtua Pekerjaan utama ayah contoh paling banyak menjadi PNS/BUMN (35.3%), sisanya ada yang bekerja sebagai persen menjadi pengusaha/pedagang (22.6%), pegawai swasta/honorer (22.3%), petani/nelayan (11.5%), tidak bekerja atau telah pensiun (2.0%), dan TNI/POLRI (0.8%). Sekitar 5.6 persen contoh tidak memberi keterangan terkait pekerjaan ayah contoh (Tabel 12). Selain itu, dalam hal pekerjaan sampingan ayah, sebagian besar ayah contoh tidak memiliki pekerjaan lain (91,7%) selain pekerjaan utama. Terdapat 4.8 persen sebagai pengusaha/pedagang, 1.6 persen sebagai buruh (tani, nelayan, atau bangunan), dan 2.0 persen lain-lain.
59
Tabel 13 Sebaran Contoh Menurut Pekerjaan Orangtua Laki-laki
Karakteristik Pekerjaan Utama Ayah Tidak Menjawab PNS/BUMN Pegawai Swasta/Honorer TNI/POLRI Wirausaha/Pedagang Petani/Nelayan Tidak Bekerja/Pensiun Total Pekerjaan Sampingan Ayah Tidak Punya Wirausaha/Pedagang Lain-lain Total Pekerjaan Utama Ibu Tidak Menjawab PNS/BUMN Pegawai Swasta/Honorer TNI/POLRI Wirausaha/Pedagang Petani/Nelayan Ibu Rumah Tangga (IRT) Total Pekerjaan Sampingan Ibu Tidak Punya/IRT Wirausaha/Pedagang Lain-lain Total
Perempuan n %
n
%
2 30 23 0 27 16 3 101
2.0 29.7 22.8 0.0 26.7 15.8 3.0 100.0
12 59 33 2 30 13 2 151
95 4 2 101
94.1 4.0 2.0 100.0
0 20 10 0 21 11 39 101 98 3 1 101
Total n
%
7.9 39.1 21.9 1.3 19.9 8.6 1.3 100.0
14 89 56 2 57 29 5 252
5.6 35.3 22.2 0.8 22.6 11.5 2.0 100.0
136 8 7 151
90.1 5.3 4.6 100.0
231 12 9 252
91.7 4.8 2.6 100.0
0.0 19.8 9.9 0.0 20.8 10.9 38.6 100.0
1 44 5 1 30 3 67 151
0.7 29.1 3.3 0.7 19.9 2.0 44.4 100.0
1 64 15 1 51 14 106 252
0.4 25.4 6.0 0.4 20.2 5.6 42.1 100.0
97.0 3.0 1.0 100.0
143 8 0 151
94.7 5.3 0.0 100.0
241 11 1 252
95.6 4.4 0.4 100.0
Pekerjaan utama ibu paling banyak (42.1%) adalah ibu rumah tangga (IRT), pensiunan atau tidak bekerja diluar rumah lagi. Terdapat 25.4 persen menjadi PNS/pegawai BUMN, 20.3 persen menjadi pengusaha/pedagang, 6.0 persen sebagai
pegawai
swasta/honorer,
5.6
persen
memiliki
pekerjaan
sebagai
petani/nelayan, dan 0.4 persen bekerja sebagai TNI/POLRI, serta terdapat 0,4 persen contoh tidak memberi keterangan terkait pekerjaan utama ibu mereka (Tabel 13). Adapun pekerjaan sampingan ibu, hampir seluruh ibu contoh (95.6%) tidak memiliki pekerjaan sampingan, namun terdapat 4.4 persen berwirausaha dengan membuka tempat kursus, kios/toko, catering, kerajinan sepatu/sandal, warung makan, dan rental mobil (3.0% laki-laki dan 5.3% perempuan), dan sekitar 0.4 persen menjadi buruh tani musiman.
60
Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi minat seseorang untuk berwirausaha. Lingkungan keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini antara lain: kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan latar belakang budaya. Kualitas Pengasuhan Cara orangtua mendidik anak berpengaruh besar terhadap cara belajar dan berpikir anak. Mustofa (1996) mengatakan bahwa pengalaman masa kecil, serta pola asuh keluarga, tuntutan keluarga, kemungkinan besar ikut berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan meskipun hal ini kadang-kadang tidak disadari oleh individu yang bersangkutan. Tabel 14 memberikan informasi mengenai sebaran persentase contoh yang setuju indikator kualitas pengasuhan. Tabel 14 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Kualitas Pengasuhan (%) No
Indikator Kualitas Pengasuhan
1
Kesedian orangtua memberikan nasehat dan saran bila dibutuhkan Sikap hangat, penuh perhatian dan kasih sayang Kesempatan untuk mengemukakan alasan Penjelasan akibat melanggar sebuah peraturan Kontrol dan pemantauan sewajarnya terhadap berjalannya sebuah peraturan Ruang berkembang sesuai bakat Penjelasan atas manfaat sebuah peraturan Kesepakatan bersama terjadi melalui negosiasi antara orang tua dan anak Fasilitas untuk mengembangkan bakat dan minat
2 3 4 5 6 7 8 9
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
94.7
100.0
96.8
96.0 96.7 92.7
97.0 93.1 94.1
96.4 95.2 93.3
93.4
92.1
92.9
93.4 93.4
91.1 90.1
92.5 92.1
92.7
91.1
92.1
89.4
88.1
88.9
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh mendapatkan sikap hangat penuh perhatian dan kasih sayang dari orangtua (96.4%), mendapatkan nasehat dan saran dari orangtua saat diminta (96.8%), mendapatkan keluasaan ruang berkembang sesuai bakat (92.5%) serta fasilitas untuk mengembangkan minat dan bakat (88.9%). Selain itu, contoh mendapatkan penjelasan atas manfaat (92.1%) dan akibat dari melanggar sebuah peraturan (93.3%), memiliki kesempatan bernegosiasi tentang kesepakatan bersama dengan orangtua (92.1%), kesempatan mengemukakan
alasan/pendapat
(95.2%),
serta
mendapatkan
kontrol
dan
pemantauan sewajarnya terhadap sebuah peraturan yang sedang dijalankan (92.9%). Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan pada dua indikator kualitas pengasuhan antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih baik dalam hal tersedianya kesempatan untuk mengemukakan
61
alasan/pendapat (p=.093) dibandingkan mahasiswa laki-laki, sedangkan mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan dalam hal kesedian orangtua memberikan nasehat dan saran bila dibutuhkan (p<0.01), bahkan seluruh mahasiswa laki-laki setuju bahwa orangtua mereka selalu bersedia jika diminta memberikan nasehat dan saran bila menghadapi persoalan. Hal ini yang mungkin jadi penyebab mahasiswa laki-laki lebih sedikit mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan alasan/pendapat karena mahasiswa laki-laki diberikan kesempatan untuk meminta nasehat dan saran dari orangtua saat dibutuhkan, sehingga tidak memerlukan alokasi waktu khusus mendapatkan penjelasan tentang sebuah peraturan dan kesempatan mengemukan alasan. Mahasiswa laki-laki seolah-olah diberikan lebih banyak kebebasan untuk melakukan sesuatu dan menjalani hidup, sehingga mereka lebih sedikit mendapatkan pengarahan seperti yang terjadi pada mahasiswa perempuan. Kualitas pengasuhan yang semakin baik mengarah pada pengasuhan otoritatif dan semakin kurang baik mengarah pada gaya pengasuhan otoriter. Orang tua yang otoritatif (demokratis) akan menghasilkan anak bahagia, memiliki rasa percaya diri, memiliki regulasi emosi dan kemampuan sosial yang baik, sedangkan orang tua yang permisif (acuh tak acuh) akan menghasilkan anak yang memiliki regulasi emosi yang rendah, pemberontak, menunjukkan tingkah laku yang anti-sosial dan memiliki ketahanan yang rendah dalam menghadapi hal-hal yang menantang (Brooks, 2001 dan Slameto, 2003). Relasi Antar Anggota Keluarga Relasi antar anggota keluarga yang dimaksudkan pada penelitian ini antara lain: perilaku untuk selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain antar anggota keluarga, ketiadaan rasa tertekan untuk memgungkapkan perasaan di dalam keluarga, dan kemudahan untuk mengungkapkan semua perasaan yang sebenarnya pada orangtua. Persentase sebaran contoh yang setuju indikator relasi antar anggota keluarga disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Relasi Antar Anggota Keluarga (%) No 1 2 3
Indikator Relasi antar Anggota Keluarga Anggota keluarga selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain Ketiadaan rasa tertekan untuk mengungkapkan perasaan di dalam keluarga. Kemudahaan mengungkapkan semua perasaan yang sebenarnya pada orangtua.
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
94.7
98.0
96.0
83.4
75.2
80.2
63.6
60.4
62.3
62
Sebanyak 94.7 persen mahasiswa perempuan dan 98.0 persen mahasiswa laki-laki menyatakan terdapat perilaku antar anggota keluarga untuk selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain (Tabel 15). Meskipun terdapat 83.4 persen mahasiswa perempuan dan 75.2 persen mahasiswa laki-laki mengaku tidak ada rasa tertekan untuk mengungkapkan perasaannya di dalam keluarga, namun tidak semua dari contoh, baik mahasiswa perempuan (36.4%) dan mahasiswa laki-laki (39.6%) setuju tentang kemudahan untuk mengungkapkan semua perasaan yang sebenarnya pada orangtua. Hal ini berarti bahwa meskipun mahasiswa yakin bahwa antar anggota keluarga selalu akan menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain, namun masih ada kesulitan untuk mengungkapkan semua perasaan yang sebenarnya pada orangtua. Hasil uji beda pada setiap indikator menunjukkan terdapat dua indikator relasi antar anggota keluarga yang berbeda nyata (p ≤0.01) antar kedua kelompok contoh. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal perilaku untuk selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama lain antar anggota keluarga, dimana mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan, dan dalam hal ada atau tidaknya perasaan tertekan untuk mengungkapkan perasaan pada keluarga, mahasiswa perempuan lebih banyak menjawab tidak ada rasa tertekan dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin karena mahasiswa perempuan lebih terbiasa mengungkapkan perasaannya kepada orang lain, lebih ekspresi, dan emosional. Suasana Rumah Suasana rumah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suasana rumah yang memberikan ketenangan dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugas, perhatian orangtua pada pekembangan belajar dan bergaul, persepsi tentang rumah sebagai tempat yang paling tepat untuk belajar, dan keterlibatan orangtua membantu kesulitan belajar saat di rumah. Menurut Ardawati (2004), suasana rumah yang menyenangkan, hubungan baik antar anggota keluarga, dan melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama keluarga dapat mempengaruhi perasaan betah dan nyaman anak di rumah. Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hubungan dalam keluarga. Hampir seluruh mahasiswa perempuan (92.1%) dan mahasiswa laki-laki (93.1%) menganggap rumah memberikan ketenangan dalam menyelesaikan pekerjaan, dan menganggap rumah adalah adalah tempat paling tepat untuk belajar (82.1% mahasiswa perempuan dan 71.3% mahasiswa laki-laki). Hal ini membuktikan bahwa rumah masih menjadi tempat menyenangkan yang mempengaruhi perasaan betah dan nyaman contoh di rumah. Sebaran persentase contoh pada indikator suasana rumah disajikan pada Tabel 16.
63
Tabel 16 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Suasana Rumah No 1 2 3 4
Indikator Suasana Rumah
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
92.1
93.1
92.5
91.4
86.1
89.3
82.1
71.3
77.8
65.6
58.4
62.7
Rumah memberikan ketenangan dalam menyelesaikan pekerjaan. Perhatian orangtua pada pekembangan belajar dan bergaul Rumah adalah tempat paling tepat untuk belajar Orangtua membantu kesulitan belajar
Selain itu, perhatian orangtua terhadap perkembangan belajar dan bergaul dirasakan oleh 91.4 persen mahasiswa perempuan dan 86.1 persen mahasiswa lakilaki. 65.6 persen mahasiswa perempuan mendapatkan bantuan dari orangtua saat mengalami kesulitan belajar, sedangkan mahasiswa laki-laki hanya 58.4 persen yang mendapatnya. Hasil uji beda menunjukkan terdapat tiga indikator suasana rumah yang berbeda antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Indikator yang dimaksud antara lain: (1) perhatian orangtua pada pekembangan belajar dan bergaul, (2) rumah adalah tempat paling tepat untuk belajar, dan (3) orangtua membantu kesulitan belajar contoh, dimana mahasiswa perempuan lebih baik dari mahasiswa laki-laki pada ketiga indikator. Kondisi Ekonomi Keluarga Keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah akan memaksa ayah sebagai kepala keluarga bekerja lebih keras. Begitupun dengan ibu, turut bertanggung jawab terhadap keluarga, ikut bekerja mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Megawangi, 1993). Kondisi ekonomi yang dimaksudkan
dalam
penelitian
ini
adalah
kemampuan
keluarga
dalam
memperoleh pendidikan, memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti pangan, sandang dan papan, ukuran rumah yang cukup untuk dijadikan tempat tinggal yang layak, dan memberikan uang jajan yang cukup pada anak. Sebaran persentase contoh yang setuju pada indikator kondisi ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 17. Hasil penelitian pada Tabel 17 menunjukkan 90.7 persen mahasiswa perempuan dan 94.1 persen mahasiswa laki-laki mengaku bahwa keluarga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan menyatakan penghasilan keluarga dapat mencukupi kebutuhan untuk memperoleh pendidikan (78.1% mahasiswa perempuan dan 74.3% mahasiswa laki-laki). Bila dibandingkan persentase antara kedua indikator tersebut di atas terlihat bahwa keluarga mahasiswa lakilaki
kurang
memproritaskan
pemenuhan
kebutuhan
akan
pendidikan
dibandingkan mahasiswa perempuan, padahal kemampuan untuk memenuhi
64
kebutuhan sehari-hari lebih besar pada keluarga mahasiswa laki-laki. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan pendidikan orangtua, dimana orangtua mahasiswa perempuan memiliki pendidikan lebih tinggi dibandingkan orangtua mahasiswa laki-laki (Tabel 11). Tabel 17 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Ekonomi Keluarga (%) No 1 2 3 4
Indikator Ekonomi Keluarga Penghasilan keluarga dapat mencukupi kebutuhan memperoleh pendidikan. Keluarga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari Ukuran rumah yang layak bahkan lebih Keluarga memberikan uang jajan yang cukup saat ingin pergi ke sekolah dulu
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
78.1
74.3
76.6
90.7
94.1
92.1
90.1
92.1
90.9
92.1
86.1
89.7
Selain itu, terdapat 92.1 persen mahasiswa perempuan dan 86.1 persen mahasiswa laki-laki telah mendapatkan uang jajan yang cukup saat ingin pergi ke sekolah dulu, dan 90.1 persen mahasiswa perempuan dan 92.1 persen mahasiswa laki-laki mengaku memiliki rumah dengan ukuran yang layak bahkan lebih (Tabel 17). Hasil uji beda menunjukkan terdapat dua indikator ekonomi keluarga yang berbeda antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal kemampuan keluarga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari (p ≤ 0.10), dan kemampuan keluarga dalam memberikan uang jajan yang cukup saat ingin pergi ke sekolah (p ≤ 0.01). Hastuti (2008) menyatakan orangtua yang telah stabil secara ekonomi lebih memiliki peluang untuk dapat memberikan pengasuhan yang relatif lebih baik dibandingkan orangtua yang masih lemah secara ekonomi. Latar Belakang Budaya Latar belakang budaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kebiasaan keluarga yang mempengaruhi sikap seorang anak dalam kehidupannya. Oleh karena itu, menurut Slameto (2003) seorang anak perlu ditanamkan kebiasaankebiasan dan teladan yang baik, agar mendorong anak menjadi semangat dalam meniti karier dan masa depannya. Kebiasaan-kebiasan yang dimaksud antara lain: orangtua dapat memberikan teladan yang baik bagi anaknya, keluarga dapat menjadi inspirasi setiap anggotanya dalam menjalani setiap aktivitas, orangtua dapat mendorong anak untuk sukses dan mandiri, dan keluarga memiliki hubungan baik dengan keluarga luas lainnya (Paman, Bibi, Kakek, Nenek). Persentase sebaran contoh yang setuju pada indikator latar belakang budaya disajikan pada Tabel 18.
65
Tabel 18 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Latar Belakang Budaya (%) No 1 2 3 4
Indikator Latar Belakang Budaya Orangtua memberikan teladan yang baik Keluarga menjadi inspirasi dalam menjalani setiap aktivitas Orangtua mendorong sukses dan mandiri Keluarga memiliki hubungan baik dengan keluarga luas lainnya (Paman, Bibi, Kakek, dan Nenek)
Perempuan (n=151) 94.0
Laki-laki (n=101) 96.0
Total (n=252) 94.8
95.4
93.1
94.4
98.7
98.0
98.4
92.7
95.0
93.7
Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh contoh mendapatkan dorongan orangtua untuk sukses dan mandiri (98.7% mahasiswa perempuan dan 98.0% mahasiswa laki-laki), serta menjadikan keluarga sebagai inspirasi dalam menjalani setiap aktivitas contoh, baik mahasiswa perempuan (95.4%) maupun mahasiswa laki-laki (93.1%). Selain itu, orangtua juga telah memberikan teladan yang baik bagi mahasiswa perempuan (94.0%) dan mahasiswa laki-laki (96.0%), terutama dalam menjalin hubungan baik dengan keluarga luas, seperti dengan paman, bibi, kakek, dan nenek (92.7% mahasiswa perempuan dan 95.0% mahasiswa laki-laki). Hal ini berarti sebagian besar contoh memiliki orangtua yang dapat menjadi tauladan dan menunjukkan kebiasaan-kebiasaan baik bagi contoh. Lingkungan Keluarga Total Lingkungan keluarga total diperoleh dari penjumlahan total skor kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, ekonomi keluarga, dan latar belakang budaya. Hasil tabulasi silang menunjukkan sebanyak 70.3 persen contoh memiliki lingkungan keluarga dengan kategori cukup baik (Tabel 19), dalam hal ini mahasiswa perempuan (66.2%) maupun mahasiswa laki-laki (76.2%) juga terkategori cukup baik. Tabel 19 Sebaran Contoh Menurut Lingkungan Keluarga dan Jenis Kelamin Lingkungan Keluarga Kurang Baik (<33.3) Cukup Baik (33.3-66.7) Baik (>66.7) Total Rataan ± SB (Indeks) Min – Maks (Indeks) p-value
Perempuan n % 12 7.9 100 66.2 39 25.8 151 100.0 53.5 ± 15.73 0.0 – 100.0
Laki-laki n % 12 11.9 77 76.2 12 11.9 101 100.0 50.1 ± 13.66 36.1 – 100.0 0.039**
Total n % 24 9.5 177 70.2 51 20.2 252 100.0 52.1 ± 15.00 0.0 – 77.4
Keterangan: ** = nyata pada p ≤ 0.05
Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan lingkungan keluarga total antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki (p ≤0.05), dalam hal ini mahasiswa perempuan memiliki lingkungan keluarga yang lebih baik dibandingkan
66
mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan mendapatkan lebih baik kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, kondisi ekonomi keluarga, dan latar belakang budaya dibandingkan mahasiswa laki-laki. Lingkungan Pendidikan Lingkungan pendidikan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenjang pendidikan, yaitu lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan universitas. Masing-masing jenjang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi integrasi akademis dan integrasi sosial mengacu pada prasetyo (2005), Pascarella dan Terenzini (1986), Davis dan Murrell (1993), dan Weidman (1989). Lingkungan Pendidikan Sekolah Integrasi Akademik Sekolah. Integrasi akademik sekolah merupakan pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan akademis sekolah, baik di kelas dan luar kelas, terutama mengenai interaksi dengan guru, staf konseling, dan rekanrekan, namun bersifat akademik. Sebagai contoh: mengulang pelajaran, pergi ke perpustakaan, menghadiri seminar ilmiah, mengikuti kelompok belajar, berdiskusi dengan guru tentang pelajaran dan permasalahan aktual, berdiskusi dengan teman sekelas
tentang
pelajaran,
menghadiri
seminar/pelatihan
manajemen
dan
kepemimpinan, menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan, serta mengikuti lomba kreativitas siswa, karya ilmiah remaja, dan pentas seni budaya (Nora, 1993). Sebaran presentase contoh pada indikator integrasi akademis sekolah disajikan pada Tabel 20. Aktivitas terbesar yang dilakukan contoh, baik mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki hampir setiap hari atau beberapa kali dalam sepekan adalah: (1) belajar malam hari mengulang pelajaran yang diterima pagi harinya, (2) mengikuti kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas pelajaran dari guru, dan (3) berdiskusi materi pelajaran dengan teman sekelas setelah pelajaran usai. Adapun aktivitas terbesar yang dilakukan contoh (mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki) beberapa kali sebulan atau beberapa bulan sekali, antara lain: (1) pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku, (2) menghadiri seminar ilmiah di dalam maupun di luar sekolah, (3) berdiskusi dengan guru tentang pelajaran, (4) menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan, (5) menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan, dan (6) mengikuti lomba kreativitas siswa, karya ilmiah remaja, pentas seni budaya, dll.
67
Tabel 20 Sebaran Persentase Contoh Indikator Lingkungan Pendidikan Sekolah (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2 3 4 5
Pernyataan Integrasi Akademik Belajar malam hari mengulang pelajaran pagi hari. Pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku Menghadiri seminar ilmiah Mengikuti kelompok belajar Berdiskusi dengan guru tentang pelajaran Berdiskusi dengan teman sekelas setelah pelajaran usai Menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan Menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan. Ikut serta lomba kreativitas siswa, karya ilmiah remaja, pentas seni budaya, dll. Integrasi Sosial Menghadiri kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kesiswaan yang ada di sekolah Bertamu ke tempat guru di luar jam sekolah, mengulas masalah-masalah aktual, atau sekedar minum teh atau kopi. Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh sekolah maupun teman satu kelas, diluar akademik. Menonton bioskop, konser atau hiburan kesenian dengan teman satu kelas atau sekolah Membantu kegiatan sosial yang diadakan oleh kelas, OSIS atau sekolah
Perempuan (n=151) TP JR SR
Laki-laki (n=101) TP JR SR
0.7
37.7
61.6
8.9
40.6
50.5
6.6 38.4 2.6 6.6
64.9 54.3 48.3 51.7
28.5 7.3 49.0 41.7
19.8 43.6 7.9 13.9
62.4 50.5 43.6 49.5
17.8 5.9 48.5 36.6
1.3
27.2
71.5
4.0
41.6
54.5
32.5
57.0
10.6
24.8
60.4
14.9
47
49.7
3.3
42.6
49.5
7.9
29.1
66.2
4.6
34.7
50.5
14.9
3.3
19.9
76.8
5.0
19.8
75.2
29.1
47.0
23.8
23.8
48.5
27.7
4.0
55.6
40.4
2.0
56.4
41.6
21.2
64.2
14.6
27.7
59.4
12.9
8.6
60.3
31.1
5.9
59.4
34.7
Keterangan: TP (Tidak pernah), JR (Jarang), SR (Sering)
Hasil uji beda menunjukkan beberapa indikator integrasi akademik sekolah yang berbeda nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. mahasiswa perempuan lebih sering melakukannya dibandingkan mahasiswa laki-laki dalam hal: (1) belajar malam hari mengulang pelajaran pagi hari; (2) pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku; (3) berdiskusi dengan guru tentang pelajaran; dan (4) berdiskusi materi pelajaran dengan teman sekelas setelah pelajaran usai; dan (5) dalam hal keikutsertaan lomba kreativitas siswa, karya ilmiah remaja, pentas seni budaya, dll., sedangkan dalam hal keikutsertaan pada seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan, mahasiswa laki-laki lebih sering dibandingkan mahasiswa perempuan (p≤.10). Integrasi Sosial Sekolah. Integrasi sosial sekolah merupakan pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan sosial sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, termasuk interaksi dengan guru, staf konseling, dan rekan-rekan, namun yang bersifat sosial: kelompok interaksi sebaya, kontak informal dengan sekolah, dan keterlibatan dalam organisasi di sekolah (Nora, 1993). Sebaran persentase contoh integrasi sosial sekolah disajikan pada Tabel 20.
68
Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh contoh pada semua indikator integrasi sosial sekolah berkategori jarang, artinya contoh, baik mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan, hanya beberapa kali sebulan atau beberapa bulan sekali dalam satu semester sewaktu masih di SMA untuk: (1) bertamu ke tempat guru di luar jam sekolah, meminta bimbingan belajar, mengulas masalah-masalah aktual, atau sekedar minum teh atau kopi; (2) menghadiri kegiatan yang diadakan oleh sekolah maupun teman satu kelas; (3) menonton bioskop, konser atau hiburan kesenian dengan teman satu kelas atau sekolah; dan (4) membantu kegiatan sosial yang diadakan oleh kelas, osis atau sekolah. Ada satu indikator yang nilainya hampir mendekati nilai tertingginya (sekitar 40%) dan terkategori sering, yaitu indikator keikutsertaan dalam kegiatan yang diadakan oleh sekolah maupun teman satu kelas. Hal ini menunjukkan mahasiswa ikut serta dalam kegiatan sekolah maupun teman sekelas hampir setiap hari/beberapa hari dalam sepekan. Selain itu ada indikator lain yang berkategori sering, yaitu menghadiri kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kesiswaan yang ada di
sekolah. Kegiatan ini dilakukan hampir setiap hari atau
beberapa hari sepekan. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan nyata indikator integrasi sosial sekolah antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan (p>.10). Hal ini berarti mahasiswa perempuan maupun mahasiswa lakilaki memiliki integrasi sosial yang sama. Lingkungan Pendidikan Universitas Integrasi Akademik Universitas. Integrasi akademik universitas merupakan pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan akademis pendidikan, baik di kelas dan luar kelas. Termasuk interaksi dengan dosen, staf akademik, dan rekanrekan, tetapi bersifat akademik (Nora, 1983). Sebaran pesentase contoh pada indikator integrasi akademis universitas disajikan pada Tabel 21. Aktivitas terbesar yang dilakukan contoh hampir setiap hari atau beberapa kali dalam sepekan, baik mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki adalah: (1) belajar malam hari mengulang bahan kuliah yang diperoleh pagi harinya; (2) mengerjakan tugas dari dosen bersama dalam kelompok; (3) melakukan diskusi akademik dengan dosen atau teman; dan (4) berdiskusi dengan teman sekelas setelah kuliah berakhir. Adapun aktivitas yang dilakukan beberapa kali sebulan atau beberapa kali dalam satu semester oleh contoh paling banyak dalam hal: (1) pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku; (2) menghadiri seminar ilmiah; (3) menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan; (4) menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan. Indikator keikutsertaan dalam lomba kreatifitas mahasiswa, dan seni budaya hanya dilakukan oleh mahasiswa laki-laki dengan
69
kategori jarang, sedangkan mahasiswa perempuan sebanyak 55.6 persen tidak pernah melakukannya. Tabel 21 Sebaran Persentase Contoh pada Indikator Lingkungan Pendidikan Universitas (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2
3 4 5
Perempuan (n=151) TP JR SR
Pernyataan Integrasi Akademik Belajar malam hari mengulang pelajaran pagi hari. Pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku Menghadiri seminar ilmiah Mengerjakan tugas dari dosen bersama dalam kelompok Melakukan diskusi akademik dengan dosen atau teman Berdiskusi dengan teman sekelas setelah kuliah berakhir Menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan. Menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan. Mengikuti lomba kreatifitas mahasiswa, seni budaya, dll. Integrasi Sosial Menghadiri kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus Menemui dosen selama lima belas menit atau lebih sehubungan dengan komunikasi informal, meminta bimbingan akademik atau mengulas masalah-masalah aktual. Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh kampus maupun teman kuliah. Menonton bioskop, konser atau hiburan kesenian dengan teman kuliah atau teman satu asrama Membantu kegiatan amal yang diadakan oleh fakultas atau kampus
Laki-laki (n=101) TP JR SR
0.7
35.8
63.6
9.9
33.7
56.4
13.9 4.6
70.2 80.1
15.9 15.2
14.9 8.9
70.3 79.2
14.9 11.9
2.0
38.4
59.6
4.0
43.6
52.5
5.3
44.4
50.3
5.9
41.6
52.5
7.9
27.2
64.9
6.9
39.6
53.5
9.9
81.5
8.6
4.0
76.2
19.8
13.2
78.1
8.6
9.9
75.2
14.9
55.6
38.4
6.0
39.6
50.5
9.9
8.6
41.1
50.3
5.9
34.7
59.4
58.3
35.8
6.0
46.5
37.6
15.8
0.0
75.5
24.5
1.0
63.4
35.6
15.9
76.2
7.9
25.7
60.4
13.9
16.6
67.5
15.9
13.9
67.3
18.8
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, * = nyata pada p ≤ 0.10; TP = Tidak pernah; JR = Jarang; SR = Sering
Hasil uji beda menunjukkan beberapa indikator integrasi akademik universitas yang berbeda nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih sering melakukannya dibandingkan mahasiswa laki-laki dalam hal: (1) belajar malam hari mengulang bahan kuliah yang diperoleh pagi harinya; (2) menghadiri seminar ilmiah yang diadakan di fakultas maupun universitas; dan (3) berdiskusi dengan teman sekelas setelah kuliah berakhir, sedangkan aktivitas yang lebih sering dilakukan mahasiswa laki-laki dibandingkan mahasiswa perempuan
antara
lain:
(1)
menghadiri
seminar/pelatihan
manajemen
dan
kepemimpinan; (2) menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan; dan (3) keikutsertaan dalam lomba kreatifitas mahasiswa, dan seni budaya, dll.
70
Integrasi
Sosial
Universitas.
Integrasi
sosial
universitas
adalah
pengembangan afiliasi yang kuat dengan lingkungan sosial universitas, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, termasuk interaksi dengan dosen, staf akademik, dan rekan-rekan mahasiswa, tapi yang bersifat sosial: kelompok interaksi sebaya, kontak informal dengan fakultas, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan (Nora 1993). Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator integrasi sosial universitas disajikan pada Tabel 21. Hasil penelitian pada Tabel 21 menunjukkan hanya ada satu indikator integrasi sosial yang dilakukan mahasiswa contoh hampir setiap hari atau beberapa kali dalam sepekan, baik mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki, yaitu intensitas kehadiran dalam kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus, dan terdapat 58.3 persen mahasiswa perempuan dan 46.5 persen mahasiswa laki-laki yang tidak pernah menemui dosen sehubungan dengan komunikasi informal, meminta bimbingan akademik atau mengulas masalah-masalah aktual. Selain itu, ada tiga indikator integrasi sosial tertinggi yang dilakukan mahasiswa contoh beberapa kali sebulan atau beberapa kali dalam satu semester, yaitu (1) Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh kampus maupun teman kuliah; (2) Menonton bioskop, konser atau hiburan kesenian dengan teman kuliah atau teman satu asrama; dan (3) Membantu kegiatan amal yang diadakan oleh fakultas atau kampus.Hasil uji beda menunjukkan terdapat tiga indikator integrasi sosial universitas yang berbeda nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa lakilaki,
dimana
mahasiswa
laki-laki
melakukannya
lebih
sering
dibandingkan
mahasiswa perempuan. Ketiga indikator tersebut antara lain: (1) Intensitas kehadiran dalam kegiatan ekstra kurikuler atau organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus; (2) menemui dosen sehubungan dengan komunikasi informal, meminta bimbingan akademik atau mengulas masalah-masalah aktual; dan (3) Menghadiri kegiatan yang diadakan oleh kampus maupun teman kuliah. Lingkungan Pendidikan Total Lingkungan pendidikan total diperoleh dari penjumlahan total skor lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan universitas yang masing-masing terdiri dari integrasi akademik dan integrasi sosial. Hasil tabulasi silang menunjukkan lebih dari separuh contoh (52.4%) dan mahasiswa perempuan (56.3%) memiliki lingkungan keluarga dengan kategori cukup baik, sedangkan mahasiswa laki-laki (48.5%) memiliki lingkungan keluarga dengan kategori kurang baik (Tabel 22). Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua contoh (mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan) dalam hal lingkungan pendidikan
71
(p≤0.10). Hal ini berarti, baik mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan memiliki lingkungan pendidikan total yang hampir sama. Tabel 22 Sebaran Contoh Menurut Lingkungan Pendidikan dan Jenis Kelamin Lingkungan Pendidikan Kurang Baik (<33.3) Cukup Baik (33.3-66.7) Baik (>66.7) Total Rataan ± SB (%) Min – Maks (%) p-value
Perempuan n % 63 41.7 56.3 85 3 2.0 151 100.0 36.3 ± 13.75 9.5 – 96.4
Laki-laki n % 48.5 49 47 46.5 5 5.0 101 100.0 36.4 ± 17.40 5.9 – 95.2 0.477
Total n % 112 44.4 52.4 132 8 3.2 252 100.0 36.3 ± 15.29 5.9 – 96.4
Apabila dibandingkan antara integritas akademik sekolah (Tabel 20) dan integrasi akademik universitas (Tabel 21) dan antara integrasi sosial sekolah (Tabel 20) dan integrasi sosial universitas (Tabel 21), maka dapat ditemukan perbedaan antara keduanya. Pada kebiasaan belajar setiap malam ada kemungkinan contoh masih mempertahankan gaya belajar saat masih sekolah dulu, sedangkan interaksi dengan pengajar mengalami penurunan, dimana intensitas bertemu dengan guru lebih sering dibandingkan bertemu dengan dosen. Bekerja sama dalam kelompok dalam menyelesaikan tugas belajar/kuliah dan intensitas kehadiran dalam seminar ilmiah menjadi lebih sering saat di universitas dibandingkan saat masih di sekolah. Begitu juga dengan menghadiri seminar/pelatihan manajemen dan kepemimpinan, dan menghadiri seminar, workshop dan magang kewirausahaan lebih sering dilakukan saat di universitas dibandingkan di sekolah. Namun terjadi penurunan intensitas saat kuliah dalam hal mengikuti lomba kreatifitas mahasiswa, seni budaya, dan lain-lain. Hal ini mungkin disebabkan karena orientasi saat menjadi mahasiswa, berbeda dengan saat menjadi siswa. Penduga lainya adalah dorongan yang diberikan oleh pengajar atau keluarga saat di universitas tidak sebesar saat berada di sekolah dulu. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa dimensi antara lain: dukungan teman, akses informasi kewirausahaan, kepemilikan jaringan sosial, akses modal, dukungan masyarakat, dan
dukungan guru. Menurut Gunarsa &
Gunarsa (2008), lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya, memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada individu. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Yusniati (2008) menyebutkan intensitas interaksi mahasiswa TPB TA. 2007/2008 sebagian besar dilakukan dengan temannya (56%)
72
dan 84.5 persen diantaranya bertemu lebih dari tiga kali dalam sehari, sedangkan intensitas interaksi dengan komunitas asrama (24%), dosen (11.5%), keluarga (6%), dan pihak-pihak lain (2.5%) dalam sebulan. Dukungan Teman Dukungan teman yang dimaksudkan dalam penelitian ini berupa dorongan teman terhadap keterlibatan contoh dalam wirausaha dan kedekatan dengan temanteman yang berpendapat bahwa dengan berwirausaha akan mencapai kebebaasan finansial dan tidak perlu susah mencari kerja, sehingga mempengaruhi pembentukan persepsi dan minat wirausaha contoh. Hal tersebut senada dengan yang dinyatakan Davidsson dan Honig (2003) bahwa dorongan kuat dari keluarga atau teman dekat berpengaruh positif terhadap munculnya wirausaha baru. Selain itu, seseorang yang memiliki teman dekat atau tetangga yang berwirausaha menurut Davidsson dan Honig (2003) memiliki peluang dua kali lipat untuk menjadi wirausaha baru. Sebaran persentase contoh yang setuju pada indikator dukungan teman disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Dukungan Teman No 1 2 3
Indikator Dukungan Teman Teman-teman percaya dengan memiliki usaha akan membuat lebih mandiri dan memiliki kebebasan finansial Teman-teman berpendapat dengan berwirausaha, tidak perlu susah mencari kerja Teman-teman mendorong berwirausaha bersama
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
93.4
94.1
93.7
77.5
85.1
80.6
78.8
76.2
77.8
Lebih dari tiga perempat mahasiswa perempuan (78.8%) dan laki-laki (76.2%) memiliki teman-teman yang mendorong contoh untuk berwirausaha bersama, dan berpendapat dengan berwirausaha, tidak perlu susah mencari pekerjaan (77.5% mahasiswa perempuan dan 85.1% mahasiswa laki-laki). Sebagian besar contoh, baik mahasiswa perempuan (93.4%) maupun mahasiswa laki-laki (94.1%), mempunyai teman yang percaya dengan memiliki usaha akan membuat lebih mandiri dan memiliki kebebasan finansial (Tabel 23). Berdasarkan uraian tersebut, maka terlihat sebagian besar contoh memiliki teman-teman yang mendukung berwirausaha atau teman-teman yang memiliki keinginan kuat menjadi wirausaha. Hasil uji beda indikator dukungan teman menunjukkan terdapat dua indikator dukungan teman yang berbeda nyata antar kedua kelompok contoh. Perbedaan tersebut terdapat pada indikator: (1) teman-teman percaya dengan memiliki usaha akan membuat lebih mandiri dan memiliki kebebasan finansial (p=.090) dan (2) teman-teman yang berpendapat dengan berwirausaha, tidak perlu susah mencari
73
kerja (p=.015). Pada kedua indikator tersebut, mahasiswa laki-laki memiliki rataan skor lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan. Kepemilikan Informasi Kewirausahaan Kepemilikan informasi kewirausahaan merupakan salah satu modal awal memulai sebuah usaha, karena salah satu karakter seorang wirausaha adalah keinginan kuat memperoleh informasi. Hal ini sudah dibuktikan oleh Singh dan Krishna dalam Indarti et al. (2008) di India bahwa keinginan kuat untuk memperoleh informasi adalah salah satu karakter utama seorang wirausaha. Kepemilikan informasi kewirausahaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah akses informasi bisnis, peluang usaha, dan informasi kewirausahaan lain dari berbagai sumber juga memadai. Sebaran presentase contoh yang setuju pada indikator ketersedian informasi kewirausahaan disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Ketersedian Informasi Kewirausahaan (%) No 1 2 3 4
Indikator Ketersedian Informasi Kewirausahaan Mendapatkan informasi kewirausahaan dari berbagai sumber Memiliki informasi peluang usaha Memiliki informasi kewirausahaan yang memadai Memiliki akses informasi bisnis
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
61.6
74.3
66.7
57.6 43.7 40.4
54.5 49.5 44.6
56.3 46.0 42.1
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh mahasiswa perempuan (57.6%) dan mahasiswa laki-laki (54.5%) memiliki informasi peluang usaha, ada yang berasal dari teman, internet, lembaga kemahasiswaan (BEM, DPM,dan UKM), seminar dan pelatihan kewirausahaan, temu tokoh usaha, serta direktorat pengembangan karir dan alumni universitas. Begitu juga dengan kepemilikan informasi bisnis (40.4% mahasiswa perempuan dan 44.6% mahasiswa laki-laki) paling banyak memperoleh informasi pada sumber yang sama dengan sumber informasi peluang usaha. Hal ini yang membuktikan bahwa mahasiswa perempuan (61.6%) dan mahasiswa laki-laki (74.3%) memperoleh informasi kewirausahaan dari berbagai sumber, meskipun hanya 43.7 persen mahasiswa perempuan dan 49.5 persen mahasiswa laki-laki yang memiliki informasi kewirausahaan memadai dalam arti memberikan kesempatan besar bagi contoh mewujudkannya dalam sebuah usaha atau sekedar menambah keberanian, motivasi dan minat berwirausaha. Hasil uji beda menunjukkan hanya indikator kepemilikan berbagai sumber informasi kewirausahaan yang bebeda nyata antara kedua kelompok contoh, dalam hal ini mahasiswa laki-laki lebih banyak memiliki sumber informasi kewirausahaan dibandingkan mahasiswa perempuan (p=.041).
74
Akses Modal Kristiansen diacuh oleh Indarti et al. (2008) menyatakan akses modal menjadi salah satu penentu kesuksesan suatu usaha. Akses kepada modal merupakan hambatan klasik dalam memulai usahausaha baru, setidaknya terjadi di negaranegara berkembang dengan dukungan lembaga-lembaga penyedia keuangan yang tidak begitu kuat (Indarti et al. 2008). Sebaran contoh yang setuju pada indikator akses modal disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Akses Modal (%) No 1 2 3 4
Indikator Akses Modal
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
74.8
78.2
76.2
46.4 40.4 29.8
50.5 45.5 30.7
48.0 42.5 30.2
Sumber modal berperan sangat penting dalam berwirausaha Memiliki modal sendiri untuk berwirausaha Pengetahuan mendapatkan modal usaha Berhubungan baik dengan sumber modal
Hasil penelitian menunjukan 74.8 persen mahasiswa perempuan dan 78.2 persen mahasiswa laki-laki menyatakan sumber modal berperan sangat penting dalam berwirausaha. Hal ini diartikan bahwa modal dapat menjadi salah satu hambatan utama dalam menjalankan wirausaha. Oleh karena itu, sebanyak 46.4 persen mahasiswa perempuan dan 50.5 persen mahasiswa laki-laki yang memiliki modal sendiri untuk berwirausaha. Selain itu, sebanyak 40.4 persen mahasiswa perempuan dan 45.5 persen mahasiswa laki-laki memiliki pengetahuan tentang cara mendapatkan modal usaha, namun hanya 29.8 persen mahasiswa perempuan dan 30.7 persen mahasiswa laki-laki yang memiliki hubungan baik dengan sumber modal. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada indikator akses modal yang berbeda nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki (p>0.10). Kepemilikan Jaringan Sosial Mazzarol diacuh oleh Indarti et al. (2008) menyatakan kepemilikan jaringan sosial mempengaruhi minat kewirausahaan seseorang, karena kepemilikan jaringan sosial mampu membuka semua kesempatan bisnis yang ada, mengatasi permasalahan modal kerja, teknologi produksi, informasi bisnis, investasi, perubahan kebijakan dan peraturan, sehingga usaha akan lebih efektif dan efisien dan mengurangi resiko usaha. Selain itu, Gregoire et al. diacuh oleh Gadar dan Yunus (2009) menyatakan kepemilikan jaringan sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh pada wirausaha wanita. Sebaran contoh yang setuju pada indikator kepemilikan jaringan sosial disajikan pada Tabel 26.
75
Tabel 26 Sebaran Contoh yang Setuju pada Indikator Kepemilikan Jaringan Sosial (%) No 1 2 3 4
Indikator Kepemilikan Jaringan Sosial Suka berteman dan bergaul Aktif dalam organisasi/perkumpulan tertentu Jaringan pergaulan yang luas Jaringan usaha yang luas
Perempuan (n=151) 96.7 80.1 74.2 29.1
Laki-laki (n=101) 94.1 79.2 77.2 28.7
Total (n=252) 95.6 79.8 75.4 29.0
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar mahasiswa perempuan (96.7%) dan mahasiswa laki-laki (94.1%) suka berteman dan bergaul, serta sebanyak 74.2 persen mahasiswa perempuan dan 77.2 persen mahasiswa laki-laki memiliki jaringan pergaulan yang luas, namun hanya 29.1 persen mahasiswa perempuan dan 28.7 persen mahasiswa laki-laki yang memiliki jaringan usaha yang luas. Selain itu, lebih dari tiga perempat mahasiswa perempuan (80.1%) dan mahasiswa laki-laki (79.2%) aktif dalam organisasi atau perkumpulan tertentu, baik di kampus maupun di luar kampus. Hal ini menunjukkan contoh memiliki peluang untuk bertemu dan menjalin hubungan baik dengan sumber informasi kewirausahaan, mengakses sumber modal, serta mendapatkan dukungan teman dalam
berwirausaha. Hasil uji beda
menunjukkan hanya ada satu indikator yang berbeda nyata antar kedua kelompok contoh. Indikator tersebut adalah indikator kepemilikan jaringan yang luas, dalam hal ini mahasiswa laki-laki memiliki jaringan yang lebih luas dibandingkan mahasiswa perempuan (p=.090). Hal tersebut berarti mahasiswa laki-laki memiliki peluang yang lebih besar dalam berwirausaha. Dukungan Masyarakat Dukungan masyarakat dalam penelitian ini adalah situasi dan kondisi yang mendukung contoh untuk terlibat dalam masyarakat, membangun konsep diri positif tentang kewirausahaan dan mencapai kesuksesan dalam hidup. Seseorang yang memiliki teman dekat atau tetangga yang berwirausaha, memiliki peluang dua kali lipat untuk menjadi seorang wirausaha baru ‘a nascent entrepreneur’ (Davidsson dan Honig 2003).Sebaran contoh yang setuju pada indikator dukungan masyarakat disajikan dalam Tabel 27. Tabel 27 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Dukungan Masyarakat (%) No
Indikator Dukungan Masyarakat
1 2 3
Tetangga banyak yang berwirausaha/berdagang Merasa senang berada di lingkungan tempat tinggal Sering dimintai tolong untuk membantu kegiatan di sekitar rumah (RT, RW, masjid/lainnya) Masyarakat sekitar sangat peduli dengan pendidikan dan mendorong untuk sukses
4
Perempuan (n=151) 66.9 90.7
Laki-laki (n=101) 46.5 90.1
Total (n=252) 58.7 90.5
45.0
52.5
48.0
77.5
71.3
75.0
76
Hasil penelitian menunjukkan sekitar tiga perempat contoh, baik mahasiswa perempuan (77.5%) dan mahasiswa laki-laki (71.3%), hidup dengan masyarakat yang sangat peduli terhadap pendidikan dan mendorong contoh untuk sukses. Hal tersebut yang mungkin menyebabkan contoh, baik mahasiswa perempuan (90.7%) maupun mahasiswa laki-laki (90.1%) merasa senang berada di lingkungan tempat tinggal mereka. Selain itu, contoh sering dimintai tolong untuk membantu kegiatan di sekitar rumah, baik RT, RW, masjid maupun kegiatan lainnya (45.0% mahasiswa perempuan dan 52.5% mahasiswa laki-laki), dan sebanyak 66.9 persen mahasiswa perempuan dan 46.5 persen mahasiswa laki-laki memiliki banyak tetangga yang berwirausaha/berdagang. Wirausahawan yang akan berhasil salah satunya adalah wirausahawan yang memiliki bakat dan selanjutnya dibentuk melalui suatu pendidikan atau pelatihan, serta hidup di lingkungan yang berhubungan dengan dunia usaha (Kemendiknas 2010). Hasil uji beda menunjukkan mahasiswa perempuan memiliki lebih banyak tetangga yang berwirausaha/berdagang dibandingkan mahasiswa laki-laki (p=.002). Selain itu, dibandingkan mahasiswa laki-laki, mahasiswa perempuan merasa lebih senang berada di tempat tinggal asalnya (p=.089), namun contoh yang lebih sering dimintai tolong untuk membantu kegiatan di sekitar rumah, baik RT, RW, masjid maupun lainnya adalah mahasiswa laki-laki (p=.071). Dukungan Guru Dukungan guru yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dorongan guru terhadap contoh untuk berwirausaha dan mempengaruhi pendapat dan keyakinan contoh bahwa dengan berwirausaha akan mencapai kebebasan finansial dan tidak perlu susah mencari kerja. Kelekatan dengan guru menunjukkan peranan guru dalam mempengaruhi pembentukan persepsi dan minat karir contoh. Sebaran contoh yang setuju pada indikator dukungan guru disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Dukungan Guru No 1 2 3
Indikator Dukungan Guru Guru mendorong berwirausaha Guru berpendapat dengan berwirausaha, tidak perlu susah mencari kerja Guru percaya bahwa dengan memiliki usaha akan membuat lebih mandiri dan miliki kebebasan finansial
Perempuan (n=151) 63.6
Laki-laki (n=101) 54.5
Total (n=252) 59.9
68.9
59.4
65.1
80.8
74.3
78.2
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh mahasiswa perempuan (63.6%) dan mahasiswa laki-laki (54.5%) mendapatkan dorongan guru untuk berwirausaha. Sebanyak 80.8 persen mahasiswa perempuan dan 74.3 persen mahasiswa laki-laki memiliki guru yang percaya dengan memiliki usaha akan
77
membuat lebih mandiri dan miliki kebebasan finansial. Selain itu, sebanyak 68.9 persen mahasiswa perempuan dan 59.4 persen mahasiswa laki-laki memiliki guru yang berpendapat dengan berwirusaha, tidak perlu susah mencari kerja. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar kedua kelompok contoh pada seluruh indikator dukungan guru (p>0.10). Lingkungan Sosial Total Lingkungan sosial total diperoleh dari penjumlahan total skor dukungan teman, dukungan
masyarakat,
ketersedian
informasi
kewirausahaan,
akses
modal,
kepemilikan jaringan sosial, dan dukungan guru. Hasil tabulasi silang menunjukkan lebih dari separuh contoh (57.9%), baik mahasiswa perempuan (58.9%) maupun mahasiswa laki-laki (56.4%) memiliki lingkungan sosial total dengan kategori cukup baik (Tabel 29). Tabel 29 Sebaran Contoh Menurut Lingkungan Sosial dan Jenis Kelamin Lingkungan Sosial Total Kurang Baik (<33.4%) Cukup Baik (33.4%-66.7%) Baik (>66.7%) Total Rataan ± SB (%) Min – Maks (%) p-value
Perempuan n % 55 36.4 58.9 89 7 4.6 151 100.0 39.2 ± 15.01 9.1 –90.9
Laki-laki n % 34 33.7 56.4 57 10 9.9 101 100.0 41.2 ± 17.69 6.8 – 100.0 0.158
Total n % 89 35.3 57.9 146 17 6.7 252 100.0 40.0 ± 16.14 6.8 – 100.0
Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan lingkungan sosial yang nyata antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki (p>0.10), meskipun rataan mahasiswa laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemajuan teknologi komunikasi yang membuat seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa batas ruang dan waktu, termasuk membuat lingkungan sosial dan komunitas tertentu. Jiwa Kewirausahaan Jiwa wirausaha yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sifat dan karakter wirausaha yang telah tertanam dalam diri individu sebagai akibat dari proses belajar individu selama hidupnya. Sifat-sifat wirausaha tersebut antara lain: Percaya diri, kreatifitas dan originalitas, berorientasi tugas dan hasil kerja, berorientasi masa depan, berani ambil resiko, berorientasi manusia/kepemimpinan (Alma, 2009; Kemendiknas, kewirausahaan.
2010).
Sifat-sifat
tersebut
diuraikan
menjadi
indikator
jiwa
78
Jiwa Kepemimpinan Jiwa kepemimpinan yang dimaksud adalah sifat suka bergaul, fleksibel, responsif terhadap saran/kritik (Marbun dalam Alma, 2009; Kemendiknas, 2010). Hasil penelitian menunjukkan hampir dua pertiga contoh (63.5%), termasuk mahasiswa perempuan (61.6%) dan mahasiswa laki-laki (66.3%), diikuti dan dipercaya oleh teman atau bawahan di organisasi/kepanitian, dan sebanyak 63.5 persen merasa ada kemudahan dalam memimpin sekelompok orang, yaitu 61.6 persen mahasiswa perempuan dan 66.3 persen mahasiswa laki-laki (Tabel 30). Hasil uji beda menunjukkan mahasiswa laki-laki lebih banyak diikuti dan dipercaya oleh teman atau bawahan, baik di organisasi maupun kepanitian (p<0.10). Hal ini berarti mahasiswa laki-laki lebih punya peluang untuk menjual suatu produk, karena lebih mudah dipercaya dan diikuti oleh orang lain dibandingkan mahasiswa perempuan. Jiwa Kreativitas dan Orisinalitas Sifat inovatif, kreatif, mampu mengatasi masalah baru, inisiatif, mampu mengerjakan banyak hal dengan lebih baik, dan memiliki banyak sumber pengetahuan disebut jiwa kreativitas dan orisinalitas (Marbun dalam Alma, 2009; Kemendiknas, 2010). Hasil penelitian menunjukkan sekitar separuh contoh memiliki ide-ide cemerlang yang akan diwujudkan kelak (85.3%), memiliki imajinasi dan ideide yang baik dalam melakukan setiap aktivitas (81.3%), dan memiliki intuisi yang seringkali terbukti benar (80.2%). Hasil uji beda menunjukkan mahasiswa laki-laki memiliki imajinasi dan ide-ide yang lebih baik dalam setiap aktivitas dibandingkan mahasiswa perempuan (p≤0.05). Hal ini berarti bahwa mahasiswa laki-laki memiliki kemampuan lebih dalam berimajinasi dan membangun ide-de baru dalam menjalankan usaha dibandingkan mahasiswa perempuan. Jiwa Orientasi Masa Depan Berorientasi masa depan adalah sifat pandangan ke depan, dan ketajaman persepsi tentang masa depan (Marbun dalam Alma, 2009; Kemendiknas, 2010). Lebih dari dua pertiga contoh berusaha untuk berprestasi lebih baik meski tanpa bonus finansial (96.4%). Sebanyak 94.0 persen contoh berpendapat bahwa kepuasan kerja lebih penting daripada uang itu sendiri, dan berkeyakinan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara hasil belajar dengan hasil indeks prestasi yang contoh terima (86.1%). Tidak terdapat perbedaan jiwa orientasi masa depan yang nyata pada kedua kelompok contoh berdasarkan hasil uji beda (p≤0.10). Hal ini menunjukkan mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan memiliki kemiripan dalam orientasi masa depan.
79
Tabel 30 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Jiwa Kewirausahaan (%) No 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Indikator Jiwa Kewirausahaan Kepemimpinan Kemudahan memimpin sekelompok orang Diikuti dan dipercaya oleh teman di organisasi/ kepanitiaan Kreativitas-Orisinalitas Memiliki imajinasi dan ide yang baik dalam setiap aktivitas Intuisi seringkali terbukti benar Memiliki ide-ide cemerlang yang akan diwujudkan kelak Orientasi Masa Depan Korelasi/hubungan yang kuat antara hasil belajar dengan hasil IP Kepuasan kerja lebih penting daripada uang itu sendiri Berusaha untuk berprestasi lebih baik meski tanpa bonus finansial Orientasi Tugas-Hasil Kerja Kebutuhan berprestasi tinggi, pekerja keras dan berorientasi pada laba Melihat masalah sebagai tantangan yang harus dipecahkan Kesedian berkorban sementara untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik di masa depan Memiliki standar-standar keberhasilan kuliah yang telah tetapkan Kepercayaan Diri Kepribadian yang mantap dan tidak mudah terombang-ambing oleh pendapat/saran orang lain Pribadi yang independen serta memiliki rasa tanggung jawab tinggi, obyektif dan kritis Orang yang stabil secara emosional, tidak mudah tersinggung/naik pitam, serta memiliki kepekaan sosial tinggi Kemampuan memperoleh cara baru dalam menyelesaikan permasalahan Keberanian Mengambil Resiko Resiko adalah sesuatu yang dapat dikendalikan Metode baru yang belum tentu berhasil patut untuk dipertimbangkan Senang menerapkan dan menerima gagasan baru yang baik meski berpeluang gagal Mau menerima kritik /saran dari teman/bawahan dan lebih responsif
Perempuan (n=151)
Laki-laki (n=101)
Total (n=252)
61.6
66.3
63.5
85.4
89.1
86.9
78.8
85.1
81.3
78.8
82.2
80.2
86.8
83.2
85.3
86.1
86.1
86.1
96.7
90.1
94.0
98.7
93.1
96.4
82.1
82.2
82.1
94.0
98.0
95.6
98.7
98.0
98.4
95.4
93.1
94.4
62.3
73.3
66.7
84.8
92.1
87.7
69.5
76.2
72.2
69.5
73.3
71.0
97.4
96.0
96.8
90.7
93.1
91.7
90.7
93.1
91.7
95.4
94.1
94.8
Jiwa Orientasi Tugas dan Hasil Kerja Jiwa orientasi tugas dan hasil kerja merupakan sifat ingin berprestasi, berorientasi keuntungan, teguh, tekun, determinasi, kerja keras, penuh semangat dan penuh energi (Marbun dalam Alma, 2009; Kemendiknas, 2010). Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh contoh bersedia berkorban sementara waktu demi mendapatkan sesuatu yang lebih baik di masa depan (98.4%), dan sebanyak 95.6
80
persen melihat masalah sebagai tantangan yang harus dipecahkan. Selain itu, contoh memiliki standar-standar keberhasilan kuliah/studi yang telah ditetapkan sendiri (94.4%), dan sekitar separuh contoh memiliki kebutuhan berprestasi tinggi, pekerja keras dan berorientasi pada laba (82.1%). Hasil uji beda menunjukkan mahasiswa laki-laki lebih bersedia berkorban sementara waktu demi mendapatkan sesuatu yang lebih baik di masa depan dibandingkan mahasiswa perempuan (p≤0.10). Hal ini menunjukkan mahasiswa laki-laki memiliki keberanian berkorban dalam berwirausaha dibandingkan mahasiswa perempuan. Jiwa Kepercayaan Diri Jiwa percaya diri adalah sifat yakin, mandiri, individualitas, optimisme, dan dinamis (Marbun dalam Alma, 2009; Kemendiknas, 2010). Sebanyak 87.7 persen contoh merupakan pribadi yang independen, memiliki rasa tanggung jawab tinggi, obyektif dan kritis. Selain itu, contoh juga merupakan orang yang stabil secara emosional, tidak mudah tersinggung dan naik pitam, serta memiliki kepekaan sosial tinggi (72.2%), memiliki kepribadian yang mantap dan tidak mudah terombangambing oleh
pendapat dan saran orang lain (66.7%), dan memiliki kemampuan
memperoleh cara-cara baru dalam menyelesaikan permasalahan (71.0%). Hasil uji beda menunjukkan mahasiswa laki-laki lebih baik pada semua indikator jiwa percaya diri dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini berarti mahasiswa laki-laki memiliki emosi yang lebih stabil dan memiliki kemampuan lebih dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru. Jiwa Keberanian Mengambil Resiko Jiwa keberanian mengambil resiko diartikan sebagai sifat individu yang mampu mengambil resiko, menyukai tantangan, dan tidak takut gagal (Marbun dalam Alma, 2009; Kemendiknas, 2010). Lebih dari separuh contoh berpendapat bahwa resiko adalah sesuatu yang dapat dikendalikan (96.8%), mau menerima kritik dan saran dari teman/bawahan dan lebih responsif (94.8%), berani mencoba metode baru yang belum tentu berhasil menjadi pertimbangan (91.7%), serta senang menerapkan dan menerima gagasan baru yang baik meski terdapat peluang untuk gagal (91.7%). Hasil uji beda menunjukkan mahasiswa laki-laki lebih berani mempertimbangkan metode baru yang belum tentu berhasil (p≤0.05) dan lebih senang menerapkan dan menerima gagasan baru yang baik meski terdapat peluang untuk gagal dibandingkan mahasiswa perempuan (p≤0.05).
81
Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p≤0.10) pada beberapa indikator jiwa wirausaha antar kedua kelompok contoh. Mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan dalam hal: (1) kepribadian yang mantap dan tidak mudah terombang-ambing oleh pendapat dan saran orang lain; (2) pribadi yang independent serta memiliki rasa tanggung jawab tinggi, obyektif dan kritis; (3) orang yang stabil secara emosional, tidak mudah tersinggung dan naik pitam, serta memiliki kepekaan sosial tinggi; (4) melihat masalah sebagai tantangan yang harus dipecahkan; (5) diikuti dan dipercaya oleh teman atau bawahan di organisasi; (6) memiliki imajinasi dan ide-ide yang baik, sedangkan mahasiswa perempuan lebih baik dibandingkan mahasiswa laki-laki dalam hal: (1) kepuasan kerja lebih penting daripada uang itu sendiri; dan (2) berusaha untuk berprestasi lebih baik meski tanpa bonus finansial. Secara keseluruhan indikator jiwa wirausaha dikategorikan dalam Tabel 31 berikut. Tabel 31 Sebaran Contoh Menurut Jiwa Kewirausahaan dan Jenis Kelamin Jiwa Kewirausahaan Kurang Baik (<33.3) Cukup Baik (33.3-66.7) Baik (>66.7) Total Rataan ± SB (Indeks) Min – Maks (Indeks) p-value
Perempuan n % 0 0.0 57.6 87 64 42.4 151 100.0 52.09 ± 14.35 15.0 – 100.0
Laki-laki n % 0 0.0 47 46.5 53.5 54 101 100.0 55.5 ± 15.79 22.5 – 100.0 0.036**
Total n % 0 0.0 53.2 134 118 46.8 252 100.0 53.5 ± 15.01 15.0 – 100.0
Keterangan: ** = nyata pada p ≤ 0.05
Tabel 31 di atas menunjukkan sebanyak 57.6 persen mahasiswa perempuan dan contoh total (53.2%) memiliki jiwa kewirausahaan dengan kategori cukup baik. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan cukup memiliki kepercayaan diri, cukup originalitas dan kreatif, berorientasi tugas dan hasil kerja, berorientasi masa depan, berani mengambil resiko, dan berorientasi manusia atau dengan kata lain memiliki jiwa kepemimpinan yang cukup baik. Berbeda dengan mahasiswa perempuan, sebanyak 53.5 persen mahasiswa laki-laki termasuk kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki memiliki kepribadian yang mantap dan tidak mudah terombang-ambing oleh pendapat dan saran orang lain, pribadi yang independent, serta memiliki rasa tanggung jawab tinggi, obyektif dan kritis, termasuk orang yang stabil secara emosional, tidak mudah tersinggung dan naik pitam, serta memiliki kepekaan sosial tinggi, melihat masalah sebagai tantangan yang harus dipecahkan, memiliki imajinasi dan ide-ide yang baik, serta diikuti dan dipercaya oleh teman atau bawahan di organisasi. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata jiwa wirausaha antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki
82
(p≤0.05), dalam hal ini rataan nilai jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki lebih besar dibandingkan rataan nilai mahasiswa perempuan (Tabel 31). Minat Kewirausahaan Minat kewirausahaan adalah rasa ketertarikan seseorang untuk melakukan kegiatan usaha yang mandiri dengan keberanian mengambil resiko (Yuwono 2008). Steinhoff dan Burgess diacuh oleh Suryana (2006) menyatakan ada tujuh alasan seseorang berminat terhadap kegiatan kewirausahaan, yaitu: ingin memiliki penghasilan yang tinggi, karier yang memuaskan, bisa mengarahkan diri sendiri/tidak diatur oleh orang lain, meningkatkan prestise diri sebagai pemilik bisnis, menjalankan ide atau konsep yang dimiliki secara bebas, kesejahteraan hidup dalam jangka panjang, dan ingin menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Tabel 32 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Minat Kewirausahaan (%) No
Indikator Minat Wirausaha
1 2 3 4 5 6
Ingin penghasilan yang tinggi, meski tidak tetap Pernah mengikuti seminar kewirausahaan Menikmati mata kuliah kewirausahaan Suka membuat sesuatu untuk dijual Ingin bisa mengatur waktu dan diri sendiri Ingin jam kerja yang fleksibel dan lebih pendek Telah mewujudkan minat berwirausaha dengan mendirikan usaha sendiri atau bersama teman-teman Pernah mengikuti program magang kewirausahaan atas keinginan sendiri Lebih suka memiliki pendapatan yang tetap meskipun kecil Ingin membantu orang lain dengan menciptakan lapangan kerja baru Suka pekerjaan yang memungkinkan untuk menjalankan tanggung jawab terhadap keluarga dan kerja. Ingin mengatur pekerjaan dan kantor sendiri Suka mendengar kisah sukses orang lain yang memiliki usaha sendiri
7 8 9 10 11 12 13
94.1 90.1 94.1 52.5 99.0 90.1
Lakilaki (n=101) 99.3 86.8 95.4 62.9 100.0 89.4
49.5
39.1
43.3
37.6
18.5
26.2
48.5
53.6
51.6
97.0
98.7
98.0
96.0
99.3
98.0
97.0
94.7
95.6
96.0
99.3
98.0
Perempuan (n=151)
Total (n=252) 97.2 88.1 94.8 58.7 99.6 89.7
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Hampir seluruh mahasiswa perempuan (94.1%) dan mahasiswa laki-laki (99.3%) menginginkan penghasilan yang tinggi, meski tidak tetap, terbukti hanya 48.5 persen mahasiswa perempuan dan 53.6 persen mahasiswa laki-laki yang lebih suka memiliki pendapatan tetap meskipun kecil (Tabel 32). Selain itu, hampir seluruh mahasiswa perempuan (99.0%) dan mahasiswa laki-laki (100%) menginginkan jam kerja yang fleksibel dan lebih pendek, ingin membantu orang lain dengan menciptakan lapangan kerja baru, ingin bisa mengatur waktu dan diri sendiri, dan
83
ingin mengatur pekerjaan dan kantor sendiri. Hal ini dikarenakan hampir seluruh contoh (98.0%) suka pekerjaan yang memungkinkan untuk menjalankan tanggung jawab terhadap keluarga dan kerja, sehingga tidak ada yang harus dikorbankan salah satunya (96.0% mahasiswa perempuan dan 99.3% mahasiswa laki-laki). Lebih dari lima perenam mahasiswa perempuan (94.1%) dan mahasiswa lakilaki (95.5%) sangat menikmati mata kuliah kewirausahaan yang telah didapatkan pada tingkat pertama, sebagian besar diantaranya pernah mengikuti seminar kewirausahaan (90.1% mahasiswa perempuan dan 86.8% mahasiswa laki-laki) dan suka mendengar kisah sukses orang lain yang memiliki usaha sendiri (96.0% mahasiswa perempuan dan 99.3% mahasiswa laki-laki), namun hanya 37.6 persen mahasiswa perempuan dan 18.5 persen mahasiswa laki-laki yang pernah mengikuti program magang kewirausahaan atas keinginan sendiri (Tabel 32). Selain itu, lebih dari separuh mahasiswa perempuan (52.5%) dan mahasiswa laki-laki (62.9%) suka membuat sesuatu untuk dijual, baik untuk mencari keuntungan pribadi, maupun untuk donatur kegiatan organisasi/kepanitian tertentu. Terdapat 49.5 persen mahasiswa perempuan dan 39.1 persen mahasiswa laki-laki mengaku telah mewujudkan minat berwirausaha dengan mendirikan usaha sendiri atau bersama teman-teman. Hasil uji beda menunjukkan terdapat beberapa indikator minat wirausaha yang berbeda nyata antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan. Mahasiswa laki-laki lebih menikmati mata kuliah kewirausahaan (p<0.10), telah mewujudkan minat berwirausaha dengan mendirikan usaha sendiri atau bersama teman-teman (p<0.05), dan lebih banyak yang pernah mengikuti program
magang
kewirausahaan
atas
keinginan
sendiri
(p<0.01).
Secara
keseluruhan indikator minat wirausaha dikategorikan pada Tabel 33 berikut. Tabel 33 Sebaran Contoh Menurut Minat Kewirausahaan dan Jenis Kelamin Minat Kewirausahaan Kurang Baik (<33.4%) Cukup Baik (33.3%-66.7%) Baik (>66.7%) Total Rataan ± SB (%) Min – Maks (%) p-value
Perempuan n % 1 .7 70.2 106 44 29.1 151 100.0 59.1 ± 14.43 30.8 – 92.3
Laki-laki n % 3 3.0 57.4 58 40 39.6 101 100.0 61.9 ± 16.90 23.1 – 96.1 0.079*
Total n % 4 1.6 65.1 164 84 33.3 252 100.0 60.2 ± 15.50 23.1 – 96.1
Keterangan: ** = nyata pada p ≤ 0.05
Secara keseluruhan, kurang lebih dua pertiga contoh (65.1%), baik mahasiswa laki-laki
(57.4%)
maupun
mahasiswa
perempuan
(70.2%)
memiliki
minat
kewirausahaan dengan kategori cukup baik (Tabel 33), artinya contoh memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku kewirausahaan terkategori cukup baik. Hal ini
84
dibuktikan
dengan
keikutsertaan
contoh
dalam
seminar
kewirausahaan,
mendapatkan mata kuliah kewirausahaan, ingin bisa mengatur waktu dan diri sendiri, ingin penghasilan yang tinggi, meski tidak tetap, ingin menciptakan lapangan kerja baru, suka pekerjaan yang memungkinkan untuk menjalankan tanggung jawab terhadap keluarga dan kerja, ingin jam kerja yang fleksibel dan lebih pendek, serta suka membuat sesuatu untuk dijual. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan minat kewirausahaan yang nyata (p≤0.10) antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Nilai rataan minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan nilai rataan mahasiswa perempuan, artinya mahasiswa laki-laki memiliki minat kewirausahaan lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini dikarenakan laki-laki memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap keluarganya, sehingga motivasi untuk menyejahterakan kehidupan keluarganya menjadi salah satu motivasi berwirausaha (Alma, 2009), Selain itu, Alma (2009) menyebutkan kaum perempuan memiliki beberapa faktor yang dapat menghambat mereka dalam berwirausaha salah satunya adalah persepsi bahwa berwirausaha akan menyita banyak waktu mereka yang harusnya dalokasikan untuk mengurus dan merawat keluarga. Hasil Uji Beda Variabel Penelitian Hasil uji beda dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan yang nyata antar variabel-variabel penelitian berdasarkan jenis kelamin, diantaranya karakteristik individu (indeks prestasi, uang saku, pengeluaran, rasio uang sakupengeluaran, kepemilikan tabungan), karakteristik keluarga (ukuran keluarga, lama pendidikan ayah, lama pendidikan ibu, penghasilan ayah, penghasilan ibu), lingkungan keluarga (kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, kondisi ekonomi keluarga, latar belakang budaya), lingkungan pendidikan (lingkungan pendidikan sekolah, lingkungan pendidikan universitas), lingkungan sosial (dukungan teman, ketersediaan info kewirausahaan, kepemilikan jaringan sosial, akses modal, dukungan masyarakat, dukungan guru), jiwa kewirausahaan (kepemimpinan, kreativitas dan orisinalitas, orientasi masa depan, orientasi tugas dan hasil kerja, kepercayaan diri, keberanian mengambil resiko), dan minat kewirausahaan. Secara keseluruhan hasil uji beda masing-masing variabel penelitian disajikan pada Tabel 34.
85
Tabel 34 Hasil Uji Beda Variabel Penelitian Variabel Karakteristik Individu Indeks prestasi Uang saku Pengeluaran Rasio uang saku-pengeluaran Kepemilikan tabungan Karakteristik Keluarga Ukuran keluarga Lama Pendidikan ayah Lama Pendidikan Ibu Penghasilan ayah Penghasilan Ibu Lingkungan Keluarga (%) Kualitas pengasuhan Relasi antar anggota keluarga Suasana rumah Kondisi ekonomi keluarga Latar belakang budaya Lingkungan Pendidikan (%) Lingkungan pend. sekolah Lingkungan pend. universitas Lingkungan Sosial (%) Dukungan Teman Ketersediaan Info Kewirausahaan Kepemilikan Jaringan Sosial Akses Modal Dukungan Masyarakat Dukungan Guru Jiwa Kewirausahaan (%) Kepemimpinan Kreativitas dan Orisinalitas Orientasi Masa Depan Orientasi Tugas dan Hasil Kerja Kepercayaan Diri Keberanian Mengambil Resiko Minat Kewirausahaan (%)
Total
Uji Beda (p-value)
Perempuan
Laki-laki
3.03 747,185.4 625,728.48 1.20 0.69
3.03 765,049.5 595,841.6 1.28 0.67
3.03 754,345.2 613,750.0 1.23 0.68
0.489 0.068* 0.137 0.032** 0.398
5.03 13.05 12.20 2.47 1.36 53.5 74.7 61.0 62.4 60.3 78.0 36.3 38.0 34.6 39.2 48.7 28.6 44.1 28.7 44.7 43.7 52.1 42.0 48.0 62.0 60.8 40.6 55.6 59.1
5.50 11.60 11.15 2.15 1.35 50.1 72.1 55.3 53.4 55.8 75.6 36.4 35.8 37.0 41.2 54.2 32.5 46.7 32.8 42.9 41.7 55.5 45.8 51.2 62.0 64.0 47.0 59.3 61.9
5.22 12.47 11.78 2.34 1.35 52.1 73.6 58.7 58.8 58.5 77.0 36.3 37.1 35.8 40.0 50.8 30.5 45.4 30.7 43.9 42.7 53.5 43.5 49.2 61.8 62.1 43.3 57.0 60.2
0.008*** 0.009*** 0.040** 0.027** 0.371 0.039** 0.164 0.064* 0.003*** 0.080* 0.226 0.477 0.152 0.127 0.158 0.028** 0.105 0.195 0.084* 0.268 0.311 0.036** 0.126 0.147 0.490 0.129 0.006*** 0.057* 0.079*
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05; * = nyata pada p ≤ 0.1
Hasil uji beda menunjukkan karakteristik individu yang berbeda nyata antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan rasio uang saku-pengeluaran (p=.032), dalam hal ini mahasiswa laki-laki memiliki rataan rasio yang lebih besar dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini karena mahasiswa laki-laki memiliki uang saku yang yang lebih besar dibandingkan mahasiswa perempuan (p=.068) dengan pengeluaran yang tidak berbeda nyata secara statistik (p=.137), sedangkan karekteristik keluarga yang berbeda nyata adalah ukuran keluarga, lama pendidikan ayah, lama pendidikan ibu, penghasilan ayah. Mahasiswa laki-laki memiliki ukuran keluarga yang lebih besar dibandingkan mahasiswa perempuan (p=.008) Ada kemungkinan mahasiswa laki-laki lebih sedikit mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dibandingkan mahasiswa
86
perempuan, karena semakin banyak anggota keluarga, maka semakin semakin sedikit perhatian dan kasih sayang yang diperoleh anak dari orangtua (Murdaningsih 2001; Pulungan 1993 diacuh oleh Ardawati 2004). Lama pendidikan ayah dan ibu mahasiswa perempuan lebih baik dibandingkan mahasiswa laki-laki (p=.009 & p=.040). Orangtua yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi lebih mampu memberikan ransangan fisik dan mental sejak dini, mengembangkan sikap sosial anak, dan membiasakan hidup disiplin dibandingkan orangtua berpendidikan lebih rendah (Gunarsa & Gunarsa 2004; 2008). Selain itu, orangtua juga mampu mengembangkan pola komunikasi dan interaksu yang baik antar anggota keluarga, termasuk komunikasi orangtua-anak. Penghasilan ayah mahasiswa perempuan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan orangtua mahasiswa perempuan memiliki lebih banyak waktu untuk membimbing anak, karena tidak lagi memikirkan keadaaan ekonomi keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2004; 2008). Secara keseluruhan lingkungan keluarga berbeda antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan (p=.039). Perbedaan tersebut menunjukkan mahasiswa perempuan memiliki lingkungan lebih baik dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal serupa juga terjadi pada relasi antar anggota keluarga (p=.064), suasana rumah (p=.003), dan kondisi ekonomi keluarga (p=.080). Mahasiswa perempuan memiliki relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, dan kondisi ekonomi keluarga yang lebih baik dibandingkan mahasiswa laki-laki. Berbeda
dengan
lingkungan
keluarga,
lingkungan
pendidikan
secara
keseluruhan maupun pada variabel penyusunnya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan (p>.10), sedangkan secara keseluruhan lingkungan sosial mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.10), kecuali pada variabel penyusunnya yaitu: dukungan teman dan akses modal (p<0.10). Mahasiswa laki-laki memiliki dukungan teman dan akses modal yang lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini menunjukkan mahasiswa laki-laki lebih banyak memiliki teman yang berpendapat dengan berwirausaha tidak perlu susah mencari pekerjaan dan lebih mudah mencapai kebebasan finansial, serta lebih baik memiliki akses modal dibandingkan mahasiswa perempuan. Secara keseluruhan, mahasiswa laki-laki memiliki jiwa kewirausahaan lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan (p=.036), hal ini ditunjukkan juga oleh jiwa kepercayaan diri (p=.006) dan jiwa keberanian mengambil resiko (p=.057) mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan. Minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki juga lebih baik dibandingkan mahasiswa
87
mahasiswa perempuan (p=.079). Hal ini senada dengan Van der Zwan et al. (2011) yang menyatakan perempuan lebih sulit memulai dan memilih karir sebagai seorang wirausaha dibandingkan laki-laki, namun tidak berbeda antara perempuan dan lakilaki dalam hal kemampuan mengembangkan kewirausahaan, apabila perempuan sudah memilih karir sebagai seorang wirausaha. Hubungan Karakteristik Individu, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Karakteristik individu yang dimasukkan dalam uji korelasi adalah semua variabel karakteristik individu dalam penelitian ini, kecuali variabel fakultas. Hal ini bertujuan agar memperoleh gambaran tentang keterkaitan karakteristik individu dengan jiwa dan minat kewirausahaan. Variabel karakteristik individu yang dimaksud antara lain: jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, Hidup bersama orangtua, wilayah tempat tinggal, daerah asal, indeks prestasi, pengalaman wirausaha, pengalaman kerja, uang saku dan pengeluaran per bulan, serta Kepemilikan tabungan. Karakteristik Individu dan Jiwa Kewirausahaan Berdasarkan hasil uji korelasi pada mahasiswa laki-laki ditemukan karakteristik individu yang berhubungan positif dan nyata dengan jiwa kewirausahaan hanya pengalaman kerja mahasiswa (r=0.165; p=.099). Hal ini menunjukkan mahasiswa laki-laki yang memiliki pengalaman kerja memiliki jiwa kewirausahaan yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Berbeda dengan mahasiswa laki-laki, hasil uji korelasi karakteristik individu mahasiswa perempuan dengan jiwa kewirausahaan yang nyata berhubungan adalah daerah asal (r=.176; p=.031). Hal ini berarti mahasiswa perempuan yang berasal dari luar jawa memiliki jiwa wirausaha yang lebih baik dibandingkan mahasiswa dari pulau Jawa. Tabel 35 Sebaran Koefisien Korelasi antara Karakteristik Individu, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Karakteristik Individu Jenis Kelamin Usia Urutan Kelahiran Hidup bersama orangtua Wilayah Tempat Tinggal Daerah Asal Indeks Prestasi Pengalaman Wirausaha Pengalaman Kerja Uang Saku Pengeluaran Kepemilikan tabungan
Jiwa Kewirausahaan (r) Laki-laki
.146 -.129 .061 -.115 .098 .140 .034 * .165 .160 .146 .162
Perempuan
Total
.070 .086 -.086 .064 ** .176 .020 -.062 .106 -.036 .007 .011
-.113* .117* .001 -.024 -.014 .144** .072 -.006 .147** .069 .065 .073
Minat Kewirausahaan (r) Laki-laki
-.119 -.131 -.100 -.089 .021 .092 .018 .281*** .070 .003 *** .352
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Perempuan
Total
.017 .093 ** -.163 .077 -.008 .031 .108 .186** -.034 -.042 -.073
-.089 -.043 -.002 -.136** .002 .007 .058 .073 .241*** .024 -.026 .112*
88
Secara keseluruhan, karakteristik individu yang berhubungan nyata dan positif dengan jiwa kewirausahaan, baik mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan adalah jenis kelamin (r=-.113; p=.073), usia (r=.117; p=.063), daerah asal (r=.144; p=.022), dan pengalaman kerja (r=.147; p=.020). Hal ini menunjukkan semakin perempuan, maka semakin kurang baik jiwa kewirausahaannya atau dengan arti lain mahasiswa perempuan memiliki jiwa kewirausahan lebih rendah dibandingkan mahasiswa laki-laki. Begitu juga dengan usia, semakin tua usia mahasiswa, maka semakin baik jiwa kewirausahaannya. Karakteristik Individu dan Minat Kewirausahaan Hasil uji korelasi karaketeristik individu mahasiswa laki-laki dengan minat kewirausahaan diperoleh variabel yang berhubungan nyata dan bernilai positif adalah pengalaman kerja (r=.281; p=.004) dan Kepemilikan tabungan (r=.352; p=.000). Mahasiswa laki-laki yang memiliki tabungan cendurung memiliki minat wirausaha yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak, hal ini mungkin disebabkan mahasiswa yang memiliki tabungan memiliki kelebihan uang saku, sehingga lebih bebas untuk mengalokasikannya pada pengeluaran yang lain, termasuk untuk modal wirausaha. Sama halnya dengan pengalaman kerja, mahasiswa laki-laki yang pernah bekerja memiliki minat kewirausahaan yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Hal ini mungkin mahasiswa laki-laki yang pernah bekerja pada orang lain memiliki pengetahuan tentang proses suatu usaha sehingga memunculkan minat lebih baik. Hasil uji korelasi karaketeristik individu mahasiswa perempuan dengan minat kewirausahaan diperoleh variabel yang berhubungan nyata adalah pengalaman kerja (r=.186; p=.022) dan hidup bersama orangtua (r=-.163; p=.045). Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan yang hidup bersama dengan orangtua semasa sekolah dulu cenderung memiliki minat wirausaha yang lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak tinggal dengan orangtua. Hal ini mungkin terjadi karena mahasiswa yang hidup bersama orangtua merasa lebih aman secara finansial dan perlindungan dari krisis, sehingga dorongan mendapatkan tambahan uang saku lebih rendah dibandingkan mahasiswa yang tidak hidup bersama. Secara keseluruhan minat wirausaha berhubungan nyata dengan karakteristik individu antara lain: (1) variabel yang bernilai positif adalah pengalaman kerja (r=.241; p=.000) dan Kepemilikan tabungan (r=.112; p=.075), (2) variabel yang bernilai negatif adalah Hidup bersama orangtua (r=-.136; p=.031).
89
Hubungan Karakteristik Keluarga, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Karakteristik keluarga yang dimasukan dalam uji korelasi antara lain: usia ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, status pernikahan orangtua, ukuran keluarga, pekerjaan utama ayah dan ibu, pekerjaan sampingan ayah dan ibu, serta penghasilan ayah dan ibu. Karakteristik keluarga dan Jiwa Kewirausahaan Hasil uji korelasi menunjukkan hanya variabel penghasilan ibu (r=-.148; p=.070) pada mahasiswa perempuan yang berhubungan nyata dengan jiwa kewirausahaan, sedangkan pada mahasiswa laki-laki maupun pada seluruh contoh tidak ada variabel karakteristik keluarga yang nyata berhubungan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi penghasilan ibu, maka jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan cenderung semakin rendah. Kemungkinan hal ini disebabkan karena alasan finansial dan rasa aman dari krisis, dimana dengan bertambahnya penghasilan ibu, maka pendapatan keluarga akan meningkat (asumsi: ayah tetap berpenghasilan). Tabel 36 Sebaran Koefisien Korelasi antara Karakteristik Keluarga, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Karakteristik Keluarga Usia Ayah Usia Ibu Status Pernikahan Orangtua Ukuran Keluarga Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pekerjaan Utama Ayah Pekerjaan Utama Ibu Pekerjaan Sampingan Ayah Pekerjaan Sampingan Ibu Penghasilan Ayah Penghasilan Ibu
Jiwa Kewirausahaan
Minat Kewirausahaan
Laki-laki
Perempuan
Total
Laki-laki
Perempuan
Total
-.073 .126 -.069 -.047 -.002 -.043 -.043 .034 .025 -.090 .130 .063
-.029 .020 .027 .083 -.103 -.036 .093 .038 -.014 -.029 -.057 -.148*
-.035 .065 -.014 .042 -.070 -.051 .048 .048 -.002 -.056 .007 -.063
.105 .085 -.149 .008 -.034 .153 .065 .069 -.027 -.137 -.007 .201**
-.087 -.013 .021 .052 -.050 -.054 ** .167 .134 -.023 * -.157 ** -.172 -.197**
.000 .031 -.053 .045 -.055 .034 .131** * .112 -.027 -.150** -.110* -.032
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Karakteristik keluarga dan Minat Kewirausahaan Hasil uji korelasi karaketeristik keluarga mahasiswa laki-laki dengan minat kewirausahaan diperoleh variabel yang berhubungan nyata hanya variabel penghasilan ibu (r=.201; p=.044), artinya semakin tinggi penghasilan ibu, maka minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki cenderung semakin baik. Penghasilan ibu yang semakin tinggi berarti penghasilan keluarga juga semakin baik, dengan asumsi ayah tetap bekerja dan berpenghasilan. Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang baik, cenderung tidak menuntut mahasiswa laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih menjanjikan dalam waktu cepat, sehingga
90
kebebasan memilih minat pekerjaan yang diinginkan mahasiswa laki-laki, termasuk berwirausaha dapat dilakukan tanpa dipengerahui keluarga secara langsung. Hal ini berkebalikan pada kondisi mahasiswa perempuan. Hasil uji korelasi karaketeristik keluarga mahasiswa perempuan dengan minat kewirausahaan menunjukan variabel yang berhubungan nyata dan bernilai positif adalah pekerjaan utama ayah (r=.167; p=.041), sedangkan variabel yang nyata dan bernilai negatif adalah penghasilan ayah (r=-.172; p=.034), penghasilan ibu (r=-.197; p=.015), dan pekerjaan sampingan ibu (r=-.157; p=.054). Mahasiswa perempuan yang memiliki ayah dengan pekerjaan utama sebagai wirausaha berhubungan positif dengan minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan dengan penghasilan ayah dan ibu yang lebih tinggi cenderung memiliki minat kewirausahaan yang lebih rendah, hal ini disebabkan karen mahasiswa dengan penghasilan keluarga yang lebih tinggi cenderung memiliki kebebasan finansial tanpa harus bekerja keras untuk mendapatkan tambahan uangsaku. Selain itu, pekerjaan sampingan ibu sebagai wirausaha, semakin menurunkan minat kewirausahaan mahasiswa perempuan, dengan kata lain mahasiswa perempuan yang memiliki ibu dengan pekerjaan sampingan sebagai wirausaha, cenderung memiliki minat kewirausahaan lebih rendah dibandingkan yang bukan wirausaha. Pekerjaan sampingan ibu yang dimaksud antara lain: menjahit, buka warung atau toko, tukang kredit barang (baju, barang) dan catering. Ada kemungkinan keluarga yang memiliki pekerjaan sampingan, selain pekerjaan utamanya, adalah keluarga yang tidak puas dengan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan utama keluarga. Keluarga dengan kondisi finansial yang kurang baik dan mampu menyekolahkan anak sampai ke jenjang universitas, cenderung memiliki tuntutan kepada anak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan lebih baik, misalnya menjadi PNS atau pegawai swasta, sehingga dapat membantu orangtua dalam penghidupan keluarga. Secara keseluruhan minat kewirausahaan berhubungan nyata dan positif dengan karakteristik keluarga pada variabel pekerjaan utama ayah (r=.131; p=.037) dan pekerjaan utama ibu (r=.112; p=.076), sedangkan variabel pekerjaan sampingan ibu (r=-.150; p=.017) dan penghasilan ayah (r=-.110; p=.081) benilai negatif. Pekerjaan utama ayah dan ibu berhubungan positif, itu berarti bahwa semakin ayah dan ibu contoh memiliki pekerjaan utama sebagai wirausaha, maka semakin baik minat kewirausahaan contoh. Berbeda ketika wirausaha hanya dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan ibu sebagai wirausaha bagi contoh akan menurunkan minat kewirausahaan. Pengahasilan ayah yang bernilai negatif
91
menunjukkan semakin tinggi penghasilan ayah, maka semakin lemah minat kewirausahaan mahasiswa. Hal ini secara umum lebih disebabkan oleh uang saku bulanan yang besar dan dorongan orangtua untuk memfokuskan diri pada hal-hal yang
berhubungan
dengan
akademik,
sehingga
contoh
memiliki
minat
kewirausahaan yang kurang baik. Hubungan Lingkungan Keluarga, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Lingkungan keluarga yang dimasukkan dalam uji korelasi dengan jiwa dan minat kewirausahaan adalah: kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan, dan lingkungan keluarga total. Lingkungan Keluarga dan Jiwa Kewirausahaan Hasil
uji
korelasi
menunjukkan
semua
variabel
lingkungan
keluarga
berhubungan nyata dan positif dengan jiwa kewirausahaan, baik pada mahasiswa perempuan, mahasiswa laki-laki, maupun total. Korelasi terbesar pada mahasiswa laki-laki adalah lingkungan keluarga (r=.426; p=.000). Semakin baik lingkungan keluarga, maka semakin baik jiwa kewirausahan mahasiswa laki-laki. Begitu juga hal dengan variabel lingkungan keluarga yang lain: semakin baik kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan, dan lingkungan keluarga total, maka semakin baik jiwa kewirausahaan contoh, baik mahasiswa perempuan maupun laki-laki (Tabel 37) Tabel 37 Sebaran Koefisien Korelasi antara Lingkungan Keluarga, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Lingkungan Keluarga Kualitas Pengasuhan Relasi Antar Anggota Keluarga Suasana Rumah Kondisi Ekonomi Keluarga Latar Belakang Budaya Lingkungan Keluarga
Jiwa Kewirausahaan Laki-laki Perempuan Total .310*** .236*** .255*** .382*** .243*** .283*** *** *** .325 .282 .271*** *** ** .265 .188 .205*** *** *** .383 .235 .291*** *** *** .426 .291 .325***
Minat Kewirausahaan Laki-laki Perempuan Total .367*** ,079 .190*** .337*** .185** .236*** *** ** .277 .191 .203*** .113 .031 .055 .390*** .136* .243*** .400*** .142* .231***
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Lingkungan Keluarga dan Minat Kewirausahaan Hasil uji korelasi dengan minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki diperoleh semua variabel lingkungan keluarga berhubungan nyata dan bernilai positif (p<0.01), kecuali kondisi ekonomi keluarga. Hal ini menunjukkan semakin baik kualitas pengasuhan maka semakin baik minat wirausaha contoh. Begitu juga hal dengan variabel lingkungan keluarga yang lain. Semakin baik relasi
antar
anggota
92
keluarga, suasana rumah, latar belakang kebudayaan, dan lingkungan keluarga mahasiwa laki-laki, maka semakin baik minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Hasil uji korelasi lingkungan keluarga mahasiswa perempuan dengan minat kewirausahaan menunjukan variabel yang berhubungan nyata pada p<0.05 hanya ada dua dan keduanya bernilai positif, yaitu: relasi antar anggota keluarga dan suasana rumah. Hal ini berarti bahwa semakin baik relasi antar anggota keluarga dan suasana rumah maka semakin baik minat kewirausahaan, sedangkan variabel latar belakang budaya dan lingkungan keluarga berhubungan pada p<0.10. Secara keseluruhan hasil uji hubungan minat wirausaha dengan lingkungan keluarga menunjukkan semua variabel lingkungan keluarga berhubungan nyata dan bernilai positif (p<0.01) dengan minat kewirausahaan, kecuali kondisi ekonomi keluarga, sama seperti korelasi dengan mahasiswa laki-laki (Tabel 37). Hubungan Lingkungan Pendidikan, Jiwa, dan Minat Kewirausahaan Lingkungan pendidikan yang diujikorelasikan dengan jiwa dan minat kewirausahaan adalah: integrasi akademik dan sosial sekolah, integrasi akademik dan sosial universitas, lingkungan pendidikan sekolah, lingkungan pendidikan universitas, serta lingkungan pendidikan total. Lingkungan Pendidikan dan Jiwa Kewirausahaan Hasil uji korelasi menunjukkan semua variabel lingkungan pendidikan berhubungan nyata dan bernilai positif dengan jiwa kewirausahaan pada semua contoh (Tabel 38). Hal ini berarti bahwa semakin baik lingkungan pendidikan sekolah, lingkungan pendidikan universitas, serta lingkungan pendidikan total, maka semakin baik jiwa kewirausahaan contoh. Korelasi terkuat lingkungan pendidikan dengan jiwa kewirausahaan mahasiswa terdapat pada lingkungan keluarga total, dan diantara lingkungan pendidikan total yang paling berhubungan kuat terdapat pada mahasiswa laki-laki (p=.552). Tabel 38 Sebaran Koefisien Korelasi antara Lingkungan Pendidikan, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Lingkungan Pendidikan Lingkungan Pend. Sekolah Lingkungan Pend. Universitas Lingkungan Pendidikan Total
Jiwa Kewirausahaan Laki-laki Perempuan Total .424*** .370*** .215*** .551*** .320*** .360*** *** *** .522 .384 .447***
Minat Kewirausahaan Laki-laki Perempuan Total .328*** .003 .420*** .445*** .128 .344*** *** .414 .071 .241***
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
93
Lingkungan Pendidikan dan Minat Kewirausahaan Hasil uji korelasi lingkungan pendidikan mahasiswa laki-laki dengan minat kewirausahaan diperoleh semua variabel yang berhubungan nyata, bernilai positif, yaitu lingkungan pendidikan sekolah (r=.328, p=.001), lingkungan pendidikan universitas (r=.445, p=.000), serta lingkungan pendidikan total (r=.414, p=.000), sedangkan hasil uji korelasi lingkungan pendidikan mahasiswa perempuan dengan minat kewirausahaan tidak ada variabel yang berhubungan nyata (Tabel 38). Hal ini berarti pada mahasiswa perempuan lingkungan pendidikan, termasuk lingkungan sekolah
dan
universitas,
hanya
berhubungan
dengan
pembentukan
jiwa
kewirausahaan, namun tidak sampai menguatkan minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Secara keseluruhan hasil uji korelasi lingkungan pendidikan dengan minat kewirausahaan yang berhubungan nyata dan bernilai positif adalah lingkungan pendidikan sekolah, lingkungan pendidikan universitas, dan lingkungan pendidikan total. Hubungan Lingkungan Sosial, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Lingkungan sosial yang dimasukan dalam uji korelasi dengan jiwa dan minat kewirausahaan antara lain: dukungan teman, dukungan masyarakat, ketersediaan info kewirausahaan, akses modal, kepemilikan jaringan sosial, dukungan guru, dan lingkungan sosial total. Lingkungan Sosial dan Jiwa Kewirausahaan Hasil uji korelasi menunjukkan semua variabel lingkungan sosial berhubungan nyata dan bernilai positif dengan jiwa kewirausahaan pada semua kategori contoh (laki-laki, perempuan, dan total). Hal ini berarti semakin baik dukungan teman, akses modal, ketersediaan info kewirausahaan, kepemilikan jaringan sosial, dukungan masyarakat, dukungan guru, dan lingkungan sosial total, maka semakin baik pula jiwa kewirausahaan (Tabel 39). Variabel yang memiliki hubungan kuat dengan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa laki-laki adalah lingkungan sosial total (r=.458), sedangkan pada mahasiswa perempuan adalah kepemilikan jaringan sosial (r=.520). Lingkungan Sosial dan Minat Kewirausahaan Hasil uji korelasi lingkungan sosial mahasiswa laki-laki dengan minat kewirausahaan diperoleh semua variabel berhubungan nyata dan bernilai positif. Variabel-variabel tersebut antara lain: dukungan teman, dukungan masyarakat, ketersediaan info kewirausahaan, akses modal, kepemilikan jaringan sosial, dukungan guru, dan lingkungan sosial total (Tabel 52). Korelasi terkuat terdapat
94
pada variabel lingkungan sosial total (r=.476, p=.000) dan sub-variabel dukungan teman (r=.443, p=.000). Hal ini berarti semakin baik lingkungan sosial mahasiswa laki-laki, terutama dukungan teman, maka semakin baik minat kewirausahan mahasiswa laki-laki.. Tabel 39 Sebaran Koefisien Korelasi antara Lingkungan Pendidikan, Jiwa dan Minat Kewirausahaan Lingkungan Sosial Dukungan Teman Ketersediaan Info Kewirausahaan Kepemilikan Jaringan Sosial Akses Modal Dukungan Masyarakat Dukungan Guru Lingkungan Sosial Total
Jiwa Kewirausahaan Laki-laki Perempuan Total .202** .207** .215*** .399*** .317*** .360*** *** *** .520 .467*** .397 *** *** .301 .324 .320*** *** .387*** .358*** .337 ** ** .196 .202*** .219 *** *** .503 .485*** .458
Minat Kewirausahaan Laki-laki Perempuan Total .443*** .386*** .420*** .417*** .271*** .344*** *** *** .333 .341 .340*** *** *** .366 .392 .385*** .236** .186** .204*** * *** .185 .340 .262*** *** *** .476 .480 .481***
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Hasil uji korelasi pada mahasiswa perempuan, variabel lingkungan sosial yang nyata berhubungan dengan minat kewirausahaan adalah semua variabel lingkungan sosial. Koefisien korelasi terbesar lingkungan sosial pada mahasiswa perempuan hampir sama dengan mahasiswa laki-laki, yaitu variabel lingkungan sosial total (r=.480, p=.000) dan sub-variabel akses modal (r=.392, p=.000). Secara keseluruhan, hasil uji korelasi lingkungan sosial dengan minat kewirausahaan menunjukkan variabel lingkungan yang berhubungan nyata dan positif adalah semua variabel lingkungan sosial dan lingkungan sosial total. Koefisien korelasi terbesar terdapat pada hubungan antara lingkungan sosial total (r=.481, p=.000), sedangkan koefisien korelasi terbesar dari dimensi lingkungan sosial adalah variabel dukungan teman (r=.420, p=.000). Hal ini berarti yang paling kuat berhubungan dengan minat kewirausahaan contoh adalah dukungan teman. Hubungan Jiwa dan Minat Kewirausahaan Hasil
uji
korelasi
menunjukkan
semua
variabel
jiwa
kewirausahaan
berhubungan nyata dan positif dengan minat kewirausahaan (Tabel 53). Hasil uji korelasi pada mahasiswa laki-laki menunjukkan koefisien korelasi terbesar antara jiwa kewirausahaan dengan minat kewirausahan adalah variabel jiwa kewirausahaan total (r=0.506, p=.000) dan jiwa orientasi tugas dan hasil kerja (r=0.496, p=.000). Hal ini menunjukkan semakin baik orientasi tugas dan hasil kerja mahasiswa laki-laki, maka semakin baik minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Jiwa orientasi tugas dan hasil yang dimaksudkan disini mengacu pada Marbun (1986), Alma (2009), dan Kemendiknas (2010) adalah sifat ingin berprestasi, berorientasi keuntungan, teguh, tekun, determinasi, kerja keras, penuh semangat dan penuh energi.
95
Tabel 40 Sebaran Koefisien Korelasi antara Jiwa Kewirausahaan dan Minat Kewirausahaan Jiwa Kewirausahaan Kepemimpinan Kreativitas dan Orisinalitas Orientasi Masa Depan Orientasi Tugas dan Hasil Kerja Kepercayaan Diri Keberanian Mengambil Resiko Jiwa Kewirausahaan Total
Minat Kewirausahaan Laki-laki Perempuan .282** .234** ** .421** .403 .295** .295** ** ** .496 .393 ** .202* .350 ** .358 .317** ** .506 .449**
Total .260*** *** .415 .294*** .440*** .278*** .342*** .260***
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Korelasi terkuat pada mahasiswa perempuan, ada pada variabel jiwa kewirausahaan total (r=0.449, p=.000) dan jiwa kreativatas dan orisinalitas (r=0.421, p=.000). Hal ini berarti semakin baik sifat inovatif, kreatif, mampu mengatasi masalah baru, inisiatif, mampu mengerjakan banyak hal dengan baik, dan memiliki banyak sumber
pengetahuan
mahasiswa
perempuan,
maka
semakin
baik
minat
kewirausahaanmahasiswa perempuan. Secara keseluruhan, nilai korelasi terbesar hasil uji korelasi antara variabel jiwa kewirausahaan dan minat kewirausahaan adalah variabel jiwa kewirausahaan total (r=0.446, p<0.01), sedangkan sub-variabel yang memiliki koefisien korelasi terbesar adalah orientasi tugas dan hasil (r=0.477, p<0.01). Hal ini berarti minat kewirausahaan paling kuat berhubungan dengan semua pembentuk variabel jiwa kewirausahaan, yaitu percaya diri, originalitas dan kreatifitas, berorientasi tugas dan hasil kerja, berorientasi masa depan, berani ambil resiko, kepemimpinan. Faktor-faktor Pembentuk Jiwa dan Minat Kewirausahaan Penelitian ini menggunakan uji regresi linear berganda dengan metode stepwise dilakukan pada penelitian ini dengan tujuan ingin memperoleh model regresi terbaik terkait faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa kewirausahaan maupun minat kewirausahaan mahasiswa. Metode stepwise adalah metode gabungan antara metode forward dan backward, dimana variabel yang pertama kali masuk adalah variabel yang korelasinya tertinggi dan nyata dengan variabel dependent, kemudian variabel yang masuk kedua adalah variabel yang korelasi parsialnya tertinggi dan masih nyata. Apabila variabel tertentu masuk ke dalam model, maka variabel lain yang ada di dalam model dievaluasi, jika ada variabel yang tidak nyata maka variabel tersebut dikeluarkan sehingga yang tersisa dalam model hanyalah variabel-variabel yang nyata saja. Selain metode stepwise mampu mengatasi multicollinearity dalam sebuah model regresi.
96
Faktor-Faktor Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Model-1 Jiwa Kewirausahaan Variabel bebas (independen) pada Model-1 yang dimasukkan sebagai faktor dalam uji regresi terhadap jiwa kewirausahaan terdiri dari tiga belas variabel karakteristik individu (usia, urutan kelahiran, hidup bersama orangtua, wilayah tempat tinggal, daerah asal, indeks prestasi, pengalaman wirausaha, pengalaman kerja, uang saku dan pengeluaran per bulan, termasuk rasionya, serta kepemilikan tabungan), dua belas variabel karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, status pernikahan orangtua, pendidikan ayah dan ibu, ukuran keluarga, pekerjaan utama ayah dan ibu, pekerjaan sampingan ayah dan ibu, serta penghasilan ayah dan ibu), variabel lingkungan keluarga total, variabel lingkungan pendidikan total, dan variabel lingkungan sosial total. Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan dilakukan dengan uji regresi linear berganda dengan menggunakan metode stepwise Hasil uji regresi linear jiwa kewirausahaan menunjukkan nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adj. R2) yang diperoleh adalah sebesar 0.456 pada mahasiswa lakilaki dan sebesar 0.366 pada mahasiswa perempuan (Tabel 41). Hal ini berarti sebesar 45.6 persen faktor-faktor pada mahasiswa laki-laki dan 36.6 persen faktorfaktor pada mahasiswa perempuan dapat menjelaskan dan mempengaruhi jiwa kewirausahaan mahasiswa, sementara itu, sisanya sebesar 54.4 persen (100%45.6%) pada mahasiswa laki-laki dan sebesar 63.4 persen (100%-36.6%) pada mahasiswa perempuan dijelaskan oleh faktor lain di luar faktor (variabel) yang ada dalam model. Semua variabel dalam model hasil dari uji regresi dengan metode stepwise adalah variabel yang berpengaruh nyata, baik bernilai positif maupun bernilai negatif pada p≤0.10. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang paling berpengaruh nyata pada mahasiswa laki-laki adalah lingkungan pendidikan (β=.475; p=.000). Hal ini berarti bahwa jiwa kewirausahaan diperoleh mahasiswa laki-laki dari lingkungan pendidikan, lebih besar daripada pengaruh lingkungan keluarga (β=.186; p=.029) dan lingkungan sosial (β=.202; p=.031). Apabila lingkungan pendidikan mahasiswa laki-laki mengalami penambahan satu skor, maka nilai jiwa kewirausahaan mengalami peningkatan sebesar 0.205 skor. Berbeda dengan mahasiswa perempuan, faktor yang paling berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan adalah lingkungan sosial (β=.363; p=.000). Hal ini menunjukkan bahwa perpaduan kepemilikan jaringan sosial, akses modal, dukungan teman, guru dan masyarakat menjadi faktor penentu terbentuknya jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan.
97
Apabila terjadi penambahan satu skor lingkungan sosial, maka jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan akan meningkat 0.395 skor. Tabel 41 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Tentang Faktor-Faktor Pembentuk Jiwa Kewirausahaan (Model-1) Variabel Laki-Laki (konstanta) Usia (tahun) Lama Pendidikan Ibu (tahun) Penghasilan Ayah (1 = 5-10 jt; 0 = lainnya) Lingkungan Keluarga (skor) Lingkungan Pendidikan (skor) Lingkungan Sosial (skor) R2 (Adj-R2) F (Sig.) Perempuan (konstanta) Hidup bersama orangtua (0= Tidak; 1=Ya) Daerah Asal (0= Pulau Jawa; 1=Luar Jawa) Urutan Kelahiran Rasio uang saku-pengeluaran bulanan Lingkungan Pendidikan (skor) Lingkungan Sosial (skor) 2 2 R (Adj-R ) F (Sig.) Laki-Laki dan Perempuan (konstanta) Usia (tahun) Jenis Kelamin (0=laki-laki; 1=perempuan) Indeks Prestasi Daerah Asal (0= Jawa; 1=Luar Jawa) Rasio uang saku-pengeluaran bulanan Kepemilikan tabungan (0=tidak; 1=ya) Lama Pendidikan Ibu (tahun) Penghasilan Ayah (1 = 5-10 jt; 0 = lainnya) Lingkungan Keluarga (skor) Lingkungan Pendidikan (skor) Lingkungan Sosial (skor) 2 2 R (Adj-R ) F (Sig.)
Koefisien B -22.776 1.800 -.232 4.770 .139 .205 .164
14.263 -2.258 2.420 .634 -1.423 .137 .359
-12.281 1.374 -1.059 1.179 1.579 -2.112 1.430 -.209 4.340 .075 .152 .282
β
.201 -.175 .148 .186 .475 .202 .489 (.456) 14.997 (.000)
-.151 .190 .136 -.140 .275 .413 .391 (.366) 15.416 (.000)
.139 -.087 .111 .119 -.184 .111 -.152 .091 .117 .325 .334 .432 (.406) 16.577 (.000)
Sig. .096* .011** .034** .006*** .029** .000*** .031**
.000*** .032** .006*** .046** .041** .000*** .000***
.202 .006*** .085* .026** .021** .001*** .045** .003*** .071* .034** .000*** .000***
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10; B = Unstandardized coefficients; β = Standardized coefficients;
Faktor kedua yang berpengaruh nyata terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki adalah lingkungan sosial (β=.202; p=.031). Semakin baik skor lingkungan sosial satu satuan, akan meningkatkan 0.164 skor jiwa kewirausahan mahasiswa laki-laki. Hal ini berbalikan dengan faktor kedua pada mahasiswa perempuan, yaitu lingkungan pendidikan (β=.275; p=.000). Jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan akan meningkat 0.137 skor, jika lingkungan pendidikan meningkat satu skor. Lingkungan keluarga hanya berpengaruh pada mahasiswa lakilaki, tapi tidak pada mahasiswa perempuan. Hal ini menunjukkan terdapat faktor lain
98
yang lebih berpengaruh nyata pada pembentukan jiwa kewiarusahaan mahasiswa perempuan dibandingkan lingkungan keluarga, diantaranya: daerah asal, urutan kelahiran, rasio uang saku-pengeluaran, dan hidup bersama orangtua. Daerah asal dan urutan kelahiran berpengaruh nyata dan positif pada jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan, sedangkan rasio uang saku-pengeluaran dan hidup bersama orangtua berpengaruh nyata dan negatif. Mahasiswa perempuan yang berasal dari luar jawa cenderung memiliki skor jiwa kewiraushaaan yang lebih baik 2.420 satuan dibanding mahasiswa perempuan yang berasal dari pulau jawa. Begitu halnya dengan urutan kelahiran, semakin rendah (besar) urutan kelahiran satu tingkat, maka jiwa kewirausahaan naik sebesar 0.634 skor. Hal ini mungkin karena anak dengan urutan lebih rendah, misal anak pertama (sulung), memiliki tuntutan dan tekanan lebih besar untuk berprestasi. Pada umumnya orangtua berpikir
anak pertama harus mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan
penghasilan yang lebih dari cukup, agar dapat membantu menanggung beban ekonomi keluarga, namun tuntutan dan perlakuan seperti ini jarang terjadi pada anak dengan urutan kelahiran lebih rendah atau bungsu, sehingga anak bungsu kemungkinan akan lebih bebas mengembangkan diri, termasuk mengembangkan jiwa kewirausahannya. Klein (2006)4 menemukan anak kedua memiliki banyak ciriciri kepribadian pengusaha klasik, yaitu kreatif, berani mengambil risiko, fleksibel, dan lebih mungkin untuk menerima paradigma baru daripada anak pertama. Selain itu anak kedua juga lebih fokus pada hubungan, lebih peduli pada kejujuran dan keadilan, meski terkadang kurang akademis dan lebih tertarik pada lingkup internasional daripada anak yang lebih tua. Mahasiswa perempuan yang hidup dengan orang tua sewaktu sekolah memiliki jiwa kewirausahaan lebih rendah 2.258 skor dibandingkan mahasiswa perempuan yang tidak. Hal ini juga terjadi bila mahasiswa perempuan memiliki rasio uang saku-pengeluaran yang semakin besar (>1), maka jiwa kewirausahaannya semakin menurun. Hal ini berarti mahasiswa dengan kelebihan uang saku lebih besar memiliki jiwa kewirausahaan yang lebih rendah dibandingkan mahasiswa dengan rasio yang lebih kecil, bahkan lebih kecil dari satu (<1). Hal ini diperkuat oleh Azzahra (2009) yang menemukan mahasiswa yang lebih termotivasi berwirausaha adalah mahasiswa dengan uang saku kurang dari Rp 700,000, hal ini disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, kelebihan uang saku dapat menjadi tabungan atau investasi berwirausaha, namun hal tersebut menurut Faisol (2002) sangat bergantung pada karakter/jiwa kewirausahaan individu, 4
http://www.businessweek.com/smallbiz/content/jun2006/sb20060601_963616.htm. [terhubung berkala].
99
ada individu dengan kelebihan uang tidak untuk di tabung atau investasi, tapi digunakan untuk membeli barang tersier atau benda lainnya. Faktor lain yang berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa lakilaki antara lain: usia (β=.212; p=.011), penghasilan ayah antara Rp 5-10 juta (β=.148; p=.006), dan lama pendidikan ibu (β=-.175; p=.005). Semakin bertambah satu tahun usia mahasiswa laki-laki, maka jiwa kewirausahaan naik sebesar 1.800 skor. Penghasilan ayah yang berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa lakilaki adalah antara Rp 5-10 juta. Hal ini menunjukkan jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki dengan ayah yang berpenghasilan antara Rp 5-10 juta berbeda dengan penghasilan ayah yang lain sebesar 4.770 skor. Lama pendidikan ibu berpengaruh negatif terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan setiap pertambahan satu tahun masa pendidikan ibu, maka akan menurunkan jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki sebesar 0.232 skor. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh akses pendidikan ibu yang semakin baik mendorong ibu untuk bekrja di luar rumah, sehingga waktu untuk membantu mengembangkan jiwa kewirausahaan anak menjadi lebih terbatas. Hasil total uji regresi linear diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan pada seluruh contoh (mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan) antara lain: usia, jenis kelamin, rasio uang saku-pengeluaran bulanan, kepemilikan tabungan, indeks prestasi, daerah asal, lama pendidikan ibu, penghasilan ayah, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial. Nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adjusted R2) yang diperoleh adalah sebesar 0.406. Hal ini berarti faktor dalam model dapat menjelaskan jiwa kewirausahaan mahasiswa sebesar 40.6 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Variabel yang konsiten berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa, baik mahasiswa perempuan, mahasiswa laki-laki, maupun mahasiswa secara keseluruhan adalah lingkungan pendidikan dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial (β=.334; p=.000) merupakan faktor yang paling berpengaruh nyata terhdap jiwa kewirausahaan mahasiswa. Hal ini menunjukkan perpaduan dukungan sosial teman, guru dan masyarakat, akses modal dan informasi kewirausahaan, serta jaringan sosial
mempengaruhi
secara
nyata
jiwa
kewirausahan
mahasiswa.
Setiap
penambahan satu skor lingkungan sosial, akan menambah 0.282 skor jiwa kewirausahaan mahasiswa. Faktor kedua yang berpengaruh dan konsisten terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa (perempuan, laki-laki, maupun keseluruhan) adalah lingkungan pendidikan (β=.325; p=.000). Setiap penambahan satu skor lingkungan
100
pendidikan, akan menambah 0.152 skor jiwa kewirausahaan mahasiswa. Pengaruh lingkungan keluarga pada model ini tidak sebesar pengaruh lingkungan lainnya (β=.117; p=.034). Setiap penambahan satu skor lingkungan keluarga, akan menambah jiwa kewirausahaan sebesar 0.075 skor. Mahasiswa yang memiliki usia lebih tua, laki-laki, memiliki tabungan, dengan rasio uang saku-pengeluaran lebih rendah, memiliki indeks prestasi yang lebih tinggi, berasal dari luar pulau Jawa dan memiliki ayah dengan pengahasilan antara Rp 5-10 juta memiliki jiwa kewirausahaan lebih baik dibandingkan yang lain. Model-2 Jiwa Kewirausahaan Variabel bebas pada Model-2 yang dimasukkan sebagai faktor dalam uji regresi terhadap jiwa kewirausahaan hampir sama dengan variabel-variabel model-1, hanya saja variabel lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan sosial dipecah menjadi variabel penyusunnya. variabel lingkungan keluarga dibagi menjadi lima, yaitu kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, ekonomi keluarga, dan latar belakang kebudayaan. Variabel lingkungan pendidikan dipecah menjadi: lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan universitas, sedangkan variabel lingkungan sosial dipecah menjadi enam variabel, yaitu: dukungan teman,
dukungan
masyarakat, ketersediaan info
kewirausahaan, akses modal, kepemilikan jaringan sosial, dan dukungan guru. Hasil uji regresi linear jiwa kewirausahaan menunjukkan nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adj-R2) yang diperoleh adalah sebesar 0.477 pada mahasiswa laki-laki dan sebesar 0.407 pada mahasiswa perempuan. Hal ini berarti sebesar 47.7 persen faktor-faktor pada mahasiswa laki-laki dan 40.7 persen faktorfaktor pada mahasiswa perempuan dalam model dapat menjelaskan dan mempengaruhi jiwa kewirausahaan mahasiswa, sementara itu, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model (Tabel 42). Hasil penelitian menunjukkan faktor yang paling berpengaruh nyata terhadap jiwa kewirausahaan pada mahasiswa laki-laki adalah lingkungan pendidikan universitas (β=.462; p=.000). Apabila lingkungan pendidikan naik satu skor, maka jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki bertambah 0.367 skor. Adapun faktor yang paling berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan adalah kepemilikan jaringan sosial. Semakin baik kepemilikan jaringan sosial mahasiswa perempuan satu skor, maka jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan meningkat sebesar 1.329 skor. Gregoire et al. dalam Gadar dan Yunus (2009) menyatakan jaringan sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh pada wirausaha wanita.
101
Tabel 42 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Tentang Faktor-Faktor Pembentuk Jiwa Kewirausahaan (Model-2) Variabel Laki-Laki (konstanta) Usia Penghasilan Ibu (1 = 1-2 juta; 0 = Lainnya) Latar belakang Budaya Lingkungan Pendidikan Universitas Ketersediaan Info Kewirausahaan R2 (Adj-R2) F (Sig.) Perempuan (konstanta) Hidup bersama orangtua (0= Tidak; 1=Ya) Daerah Asal (0= Pulau Jawa; 1=Luar Jawa) Urutan Kelahiran Lingkungan Pendidikan Universitas Kepemilikan jaringan Sosial Dukungan Masyarakat 2 2 R (Adj-R ) F (Sig.) Laki-Laki dan Perempuan (konstanta) Usia Indeks Prestasi Daerah Asal (0= Jawa; 1=Luar Jawa) Rasio Uang saku dan Pengeluaran Kepemilikan tabungan Lama Pendidikan Ibu Penghasilan Ayah (1 = 5-10 juta; 0 = lainnya) Kondisi Ekonomi Keluarga Lingkungan Pendidikan Universitas Ketersediaan Info Kewirausahaan Kepemilikan jaringan Sosial Dukungan Masyarakat 2 2 R (Adj-R ) F (Sig.)
Koefisien B -28.837 2.107 -3.084 .769 .367 .648
10.650 -2.740 2.151 .754 .203 1.329 .799
-11.043 1.315 .985 1.517 -1.926 1.410 -.219 3.947 .381 .273 .402 .790 .503
β
.235 -.188 .233 .462 .217 .503 (.477) 19,213 (.000)
-.184 .168 .162 .221 .402 .236 .430 (.407) 18,134 (.000)
.133 .092 .114 -.168 .110 -.159 .082 .129 .318 .132 .241 .147 .449 (.422) 16,257 (.000)
Sig. .024** .002*** .011** .002*** .000*** .006***
.000*** .007*** .011** .079** .001*** .000*** .001***
.241 .008*** .057* .022** .003*** .045** .002*** .097* .015** .000*** .021** .000*** .006***
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Faktor lain yang berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa lakilaki adalah usia. Hal ini menunjukkan semakin bertambah satu tahun usia mahasiswa laki-laki akan menambah skor jiwa kewiarusahaan sebesar 2.107 satuan. Selain itu, latar belakang budaya keluarga, terkait dengan teladan yang baik dari orangtua dalam keluarga, berpengaruh positif terhadap jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Hal ini berarti pertambahan satu skor latar belakang budaya dalam lingkungan keluarga akan menambah skor jiwa kewirausahaan sebesar 0.769 skor. Mahasiswa laki-laki yang memiliki ibu dengan penghasilan antara Rp 1-2 juta, memiliki skor jiwa kewirausahaan lebih rendah sebesar 3.084 skor dibandingkan dengan ibu yang berpenghasilan lainnya.
102
Pada mahasiswa perempuan, dukungan masyarakat berpengaruh positif terhadap jiwa kewirausahaan. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan yang lebih senang hidup di lingkungan yang peduli terhadap pendidikan dan mendorong untuk sukses, serta lebih banyak tetangga berwirausaha/berdagang, memiliki jiwa kewirausahaan lebih baik sebesar 0.799 skor. Lingkungan pendidikan yang berpengaruh
terhadap
jiwa
kewirausahaan
mahasiswa
perempuan
adalah
lingkungan universitas. Lingkungan pendidikan universitas berkaitan dengan kebiasaan belajar, keterlibatan dalam kegiatan pengembangan diri, seminar ilmiah, kewirausahaan,
lomba
kreativitas
mahasiswa,
keaktifan
dalam
organisasi
kemahasiswaan, serta komunikasi dengan dosen/konselor dalam urusan akademik. Setiap pertambahan satu skor lingkungan pendidikan universitas akan menaikkan jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan sebesar 0.203 skor. Mahasiswa perempuan yang berasal dari luar pulau Jawa dan Madura memiliki jiwa kewirausahaan lebih baik 2.151 skor dibandingkan dengan mahasiswa perempuan yang berasal dari pulau Jawa. Begitu juga dengan urutan kelahiran, semakin tinggi urutan kelahiran, maka jiwa kewirausahaan semakin meningkat. Kenaikan satu tingkat kelahiran akan menaikkan 0.754 skor jiwa kewirausahaan mahasiswa perempuan. Sebaliknya, mahasiswa perempuan yang hidup dengan orangtua sewaktu sekolah dulu memiliki skor jiwa kewirausahaan lebih rendah 2.740 dibandingkan mahasiswa perempuan yang tidak tinggal dengan orangtua. Hasil total uji regresi linear diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan pada seluruh contoh (mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan) antara lain: usia, indeks prestasi, daerah asal, rasio uang sakupengeluaran, kepemilikan tabungan, lama pendidikan ibu, penghasilan ayah, kondisi ekonomi
keluarga,
lingkungan
pendidikan
universitas,
ketersediaan
info
kewirausahaan, kepemilikan jaringan sosial, dan dukungan masyarakat. Nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adusted R2) yang diperoleh adalah 0.422. Hal ini berarti faktor yang ada dalam
model dapat menjelaskan jiwa kewirausahaan
mahasiswa sebesar 42.2 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Variabel yang konsisten ada dalam setiap model baik pada model mahasiswa laki-laki, perempuan, dan keseluruhan hanya variabel lingkungan pendidikan universitas dan menjadi variabel yang paling berpengaruh terhdap jiwa kewirausahaan mahasiswa (β=.318; p=.000). hal ini menunjukkan lingkungan pendidikan universitas memiliki peranan penting terhadap pembentukan jiwa kewirausahaan mahasiswa. Setiap penambahan satu skor lingkungan pendidikan universitas akan meningkatkan jiwa kewirausahaan mahasiswa sebesar 0.273 skor.
103
Variabel lingkungan keluarga yang berpengaruh nyata pada model ini adalah kondisi ekonomi keluarga (β=.129; p=.015). penambahan satu skor kondisi ekonomi keluarga akan meningkatkan jiwa kewirausahaannya sebesar 0.381 skor. Kondisi ekonomi
keluarga
yang
dimaksud
adalah
kemampuan
keluarga
dalam
memperoleh pendidikan, kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan seharihari, seperti pangan, sandang dan papan, ukuran rumah yang cukup untuk dijadikan tempat tinggal yang layak, dan kemampuan memberikan uang yang cukup pada anak, sedangkan variabel lingkungan sosial yang berpengaruh nyata adalah: ketersediaan info kewirausahaan (β=.132; p=.021), kepemilikan jaringan sosial (β=.241; p=.000), dan dukungan masyarakat (β=.147; p=.006). Hal ini menunjukkan lingkungan sosial yang paling besar pengaruhnya adalah kepemilikan jaringan sosial. Setiap kenaikan satu skor jaringan sosial akan meningkatkan 0.790 skor jiwa kewirausahaan mahasiswa. Adapun variabel karakteristik individu dan karakteristik keluarga yang berpengaruh terhadap jiwa kewirausahan mahasiswa pada model ini, sama dengan variabel karakteristik individu dan karakteristik keluarga pada model-1 jiwa kewirausahaan (Tabel 42). Faktor-Faktor Minat Kewirausahaan Mahasiswa Model-1 Minat Kewirausahaan Pada Model-1 untuk menentukan faktor-faktor minat kewirausahaan, variabel bebas yang dimasukkan dalam uji regresi sama dengan Model-1 pada jiwa kewirausahaan yang sebelumnya sebagai variabel terikat (dependen) pada model ini dimasukkan menjadi variabel bebas terhadap minat kewirausahaan. Variabel yang dimasukkan dalam uji regresi linear terdiri dari tiga belas variabel karakteristik individu (usia, urutan kelahiran, hidup bersama orangtua, wilayah tempat tinggal, daerah asal, indeks prestasi, pengalaman wirausaha, pengalaman kerja, uang saku dan pengeluaran per bulan, termasuk rasionya, serta kepemilikan tabungan), dua belas variabel karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, status pernikahan orangtua, pendidikan ayah dan ibu, ukuran keluarga, pekerjaan utama ayah dan ibu, pekerjaan sampingan ayah dan ibu, serta penghasilan ayah dan ibu), variabel lingkungan keluarga total, variabel lingkungan pendidikan total, variabel lingkungan sosial total, dan jiwa kewirausahaan total. Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan dilakukan dengan uji regresi linear berganda dengan menggunakan metode stepwise (Tabel 43). Hasil uji regresi linear minat kewirausahaan menunjukkan nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adjusted R2) yang diperoleh adalah sebesar 0.517 pada
104
mahasiswa laki-laki dan sebesar 0.360 pada mahasiswa perempuan. Hal ini berarti sebesar 51.7 persen faktor-faktor pada mahasiswa laki-laki dan 36.0 persen faktorfaktor pada mahasiswa perempuan dapat menjelaskan dan mempengaruhi minat kewirausahaan mahasiswa, sementara itu, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar faktor yang ada dalam model. Semua variabel dalam model hasil dari uji regresi dengan metode stepwise adalah variabel yang berpengaruh nyata, baik bernilai positif maupun bernilai negatif pada p≤0.10. Faktor yang paling berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki
adalah
kewirausahaan
jiwa
kewirausahaan.
mahasiswa
laki-laki,
Setiap akan
pertambahan menaikkan
satu
0.237
skor skor
jiwa minat
kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Jiwa kewirausahaan yang dimaksud antara lain: kepercayaan diri, kreativitas dan orisinalitas, berorientasi tugas dan hasil kerja, berorientasi masa depan, keberanian mengambil resiko, dan kepemimpinan. Faktor kedua yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki adalah kepemilikan tabungan. Mahasiswa laki-laki yang memiliki tabungan, cenderung memiliki minat kewirausahaan yang lebih 3.376 skor dibandingkan yang tidak memiliki tabungan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap minat mahasiswa laki-laki adalah lingkungan sosial. Penambahan satu skor lingkungan sosial akan meningkatkan minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki sebesar 0.174 skor. Lingkungan keluarga juga berpengaruh minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Setiap penambahan satu skor lingkungan keluarga akan menambah skor minat kewirausahaan sebesar 0.076 skor.Mahasiswa laki-laki yang memiliki ibu dengan penghasilan Rp 5-10 juta memiliki minat kewirausahaan lebih baik 6.801 skor dibandingkan penghasilan ibu yang lain. Umumnya ibu dengan penghasilan yang tinggi, juga memiliki pendidikan yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan setiap penambahan satu tahun lama pendidikan ibu, maka minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki meningkat 0.247 skor. Hal ini berberkebalikan dengan pengaruh ayah terhadap minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Setiap penambahan satu tahun lama pendidikan ayah akan menurunkan minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki sebesar 0.185 skor. Selain itu, ayah yang berpenghasilan antara Rp 5-10 dan berpenghasilan lebih dari Rp 10 juta, akan menurunkan minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki masingmasing sebesar 8.328 skor dan 8.413 skor. Mahasiswa laki-laki dengan keluarga tidak utuh (janda/dua) memiliki minat kewirausahaan lebih rendah 2.392 skor dibandingkan keluarga yang utuh (menikah).
105
Tabel 43 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor Pembentuk Minat Kewirausahaan (Model-1) Variabel Laki-Laki (Konstanta) Kepemilikan tabungan (0= tidak; 1=ya) Hidup dengan orangtua (0= tidak; 1=ya) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Status pernikahan orangtua (0= menikah; 1=janda/duda) Penghasilan ayah (1 = 5-10 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ayah (1 = > 10 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ibu (1 = 5 - 10 juta; 0 = lainnya) Lingkungan keluarga Lingkungan sosial Jiwa kewirausahaan R2 (Adj-R2) F (Sig.) Perempuan (Konstanta) Hidup bersama orangtua (0= tidak; 1=ya) Pengalaman berwirausaha (0= tidak; 1=ya) Pekerjaan sampingan ibu (0= lain, 1=wirausaha) Penghasilan ayah (1 = > 10 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ibu (1 = 2 - 3 juta; 0 = lainnya) Lingkungan sosial Jiwa kewirausahaan 2 2 R (Adj-R ) F (Sig.) Laki-Laki dan Perempuan (Konstanta) Hidup bersama orangtua (0= tidak; 1=ya) Pengalaman kerja (0= tidak; 1=ya) Status pernikahan orangtua (0=menikah; 1=cerai) Lama pendidikan ibu (tahun) Pekerjaan sampingan ibu (0= lain, 1=wirausaha) Penghasilan ayah (1 = 2 - 3 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ayah (1 = 5-10 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ayah (1 = > 10 juta; 0 = lainnya) Lingkungan sosial Jiwa kewirausahaan 2 2 R (Adj-R ) F (Sig.)
Koefisien B 5.641 2.705 -1.624 -.185 .247 -2.392 -8.328 -8.413 6.801 .076 .103 .249
9.869 -1.705 1.361 -2.027 -3.685 -1.376 .211 .168
β
.290 -.145 -.211 .267 -.129 -.372 -.191 .217 .147 .182 .358 .570 (.517) 10,721 (.000)
-.175 .121 -.121 -.158 -.135 .372 .257 .390 (.360) 13,068 (.000)
8.461 -1.457 -.140 1.489 .151 -1.897 -.112 .098 .107 -2.418 -.123 -1.151 -.120 -2.902 -.134 -5.084 -.176 .173 .305 .319 .214 .420 (.396) 17,485 (.000)
Sig. .002*** .000*** .053* .027** .007*** .070* .000*** .010*** .031** .079* .047** .000***
.000*** .009*** .071* .074* .018** .048** .000*** .001***
.000*** .005*** .003*** .027** .040** .016** .019** .009*** .001*** .000*** .000***
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Hidup dengan orangtua semasa sekolah juga berpengaruh nyata terhadap minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan. Mahasiswa laki-laki yang hidup dengan orangtua memiliki minat kewirausahaan lebih rendah 1.624 skor dibandingkan mahasiswa laki-laki yang tidak hidup dengan orangtua, begitu juga dengan mahasiswa perempuan yang hidup dengan orangtua memiliki minat kewirausahaan lebih rendah 1.705 skor dibandingkan yang tidak hidup. Faktor lain yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa perempuan
106
adalah
pengalaman
berwirausaha.
Mahasiswa
perempuan
yang
memiliki
pengalaman wirausaha memiliki minat kewirausahaan lebih baik 1.361 skor dibandingkan yang belum pernah. Sama halnya mahasiswa laki-laki, jiwa kewirausahaan juga berpengaruh terhdapa minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Setiap penambahan satu skor jiwa kewirausahaan, akan meningkatkan minat kewirausahaan mahasiswa perempuan sebesar 0.168 skor. Adapun faktor yang paling berpengaruh nyata pada mahasiswa perempuan adalah lingkungan sosial (β=.372; p=.000). Hal ini berarti bahwa mahasiswa perempuan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Semakin baik lingkungan sosial, semakin baik minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Setiap penambahan satu skor lingkungan sosial akan menambah 0.211 skor minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan yang memiliki ibu dengan pekerjaan sampingan sebagai wirausaha memiliki minat kewirausahaan yang lebih rendah 2.027 dibandingkan mereka yang menjadi tidak punya pekerjaan sampingan. Umumnya keluarga yang memiliki pekerjaan sampingan adalah keluarga yang tidak puas dengan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan utama, apalagi ibu juga ikut terlibat dalam pencarian nafkah. Hal ini menunjukkan masih ada keinginan atau harapan keluarga yang ingin dicapai di masa depan dengan menyekolahkan anak lebih tinggi, mungkin berupa materi maupun immateri. Mahasiswa perempuan kemungkinan lebih didorong untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji yang lebih pasti, sehingga minat kewirausahaan menjadi lebih rendah. Mahasiswa perempuan yang memilik ayah dengan penghasilan lebih dari Rp 10 juta memiliki minat kewirausahaan lebih rendah 3.685 skor dibandingkan penghasilan yang lain. Begitu juga dengan ibu yang berpenghasilan antara Rp 2-3 juta membuat minat kewirausahaan mahasiswa perempuan lebih rendah 1.376 skor dibandingkan penghasilan yang lain. Ada kecenderungan mahasiswa perempuan yang telah memiliki hidup yang mapan dan memiliki uangsaku lebih besar dari Rp 700.000, memiliki minat kewirausahaan yang rendah dibandingkan mahasiswa dengan uangsaku bulanan kurang dari Rp 700.000. Hal ini senada dengan penemuan Azzahra (2009), dimana mahasiswa dengan uang saku yang rendah (kurang dari Rp 700,000) lebih termotivasi untuk berwirausaha, karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hasil total uji regresi linear diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan pada seluruh contoh (mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan) antara lain: hidup bersama orangtua, pengalaman kerja, status
107
pernikahan orangtua, lama pendidikan ibu, pekerjaan sampingan ibu, penghasilan ayah antara Rp 2 - 3 juta, penghasilan ayah antara Rp 5-10 juta, penghasilan ayah yang lebih dari Rp 10 juta, lingkungan sosial, dan jiwa kewirausahaan. Nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adjusted R2) yang diperoleh adalah sebesar 0.396. Hal ini berarti faktor dalam model dapat menjelaskan minat kewirausahaan mahasiswa sebesar 39.6 persen minat kewirausahaan mahasiswa, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Faktor yang paling berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa adalah jiwa kewirausahaan. Setiap penambahan satu skor jiwa kewirausahaan akan menambah 0.214 skor minat kewirausahaan mahasiswa. Faktor lain yang konsisten berpengaruh pada mahasiswa laki-laki, perempuan dan total adalah: hidup dengan orangtua, penghasilan ayah yang lebih besar dari Rp 10 juta, dan lingkungan sosial. Mahasiswa yang hidup bersama orangtua dan penghasilan ayah yang lebih besar dari Rp 10 juta memiliki minat kewirausahaan yang lebih rendah berturut-turut 1.457 skor dan 5.084 skor dibandingkan mahasiswa yang tidak hidup bersama orangtua dan penghasilan ayah selain lebih besar dari Rp 10 juta. Lingkungan pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap minat kewirausahaan pada model ini. Model-2 Minat Kewirausahaan Variabel bebas pada Model-2 yang dimasukkan sebagai faktor dalam uji regresi terhadap minat kewirausahaan hampir sama dengan variabel-variabel Model1, hanya saja variabel lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, dan jiwa kewirausahaan dipecah menjadi variabel penyusunnya. Variabel lingkungan keluarga dibagi menjadi lima, yaitu kualitas pengasuhan, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, ekonomi keluarga, dan latar belakang
kebudayaan.
Variabel
lingkungan
pendidikan
dipecah
menjadi:
lingkungan
pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan universitas, sedangkan variabel lingkungan sosial dipecah menjadi enam variabel, yaitu: dukungan teman, dukungan masyarakat, ketersediaan info kewirausahaan, akses modal, kepemilikan jaringan sosial,
dan
dukungan
guru.
Variabel
jiwa
kewirausahaan
dibagi
menjadi
kepemimpinan, kreativitas dan orisinalitas, orientasi masa depan, orientasi tugas dan hasil kerja, kepercayaan diri, dan keberanian mengambil resiko. Hasil uji regresi linear minat kewirausahaan (Tabel 44) menunjukkan nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adjusted R2) yang diperoleh adalah sebesar 0.543 pada mahasiswa laki-laki dan sebesar 0.426 pada mahasiswa perempuan. Hal ini berarti sebesar 54.3 persen faktor-faktor pada mahasiswa laki-laki dan 42.6
108
persen faktor-faktor pada mahasiswa perempuan dalam model dapat menjelaskan dan mempengaruhi minat kewirausahaan mahasiswa, sementara itu, sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model (Tabel 44). Faktor yang paling berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki adalah jiwa orientasi tugas dan hasil kerja. Setiap penambahan satu skor jiwa orientasi tugas dan hasil kerja akan menambah skor minat kewirausahaan sebesar 1.020 skor. Faktor kedua yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki adalah dukungan teman. Teman yang mendorong untuk berwirausaha bersama, berpendapat bahwa dengan berwirausaha akan mencapai kebebasan finansial dan tidak perlu susah mencari pekerjaan berpengaruh nyata terhadap minat kewirausahaan laki-laki. Penambahan satu skor dukungan teman akan meningkatkan minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki sebesar 1.067 skor. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Davidsson dan Honig (2003) bahwa dukungan kuat dari keluarga atau teman dekat untuk berwirausaha berpengaruh terhadap lahirnya wirausaha baru. Faktor ketiga yang berpengaruh adalah kepemilikan jaringan sosial. Setiap penambahan satu skor kepemilikan jaringan sosial, akan menambah 0.517 skor minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki. Dukungan teman dan kepemilikan jaringan sosial adalah variabel penyusun dari lingkungan sosiaL. Hal ini menunjukkan variabel lingkungan sosial yang berpengaruh nyata terhadap minat kewirausahaan mahasiswa laki-laki hanya ada dua dari enam variabel penyusunnya, yaitu: dukungan teman dan kepemilikan jaringan sosial. Mahasiswa laki-laki yang memiliki tabungan cenderung mempunyai minat kewirausahaan yang lebih baik 2.477 skor dibandingkan yang tidak memiliki tabungan. Depdagri (2007)5 menyatakan tujuan akhir menjadi seorang usahawan bukanlah menjadi pemilik usaha, bisnis atau investor, namun lebih pada keinginan mencapai kebebasan finansial, serta dapat meraih impian dengan cara membangun kebiasaan untuk mengakumulasikan atau menambah aset. Cara yang paling mudah adalah dengan membangun kesadaran bahwa setiap bulan seseorang harus menjadi lebih kaya melalui menabung. Hal ini menunjukkan kepemilikan tabungan menjadi penciri seorang wirausaha sukses. Mahasiswa laki-laki yang memiliki ibu dengan penghasilan antara Rp 1-2 juta dan antara Rp 5-10 juta memiliki minat kewirausahaan lebih baik dibandingkan dengan penghasilan lainnya, masing-masing sebesar 1.731 skor dan 8.945 skor. 5
[Depdagri]. 2007. Pengembangan Kewirausahaan Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (KUMKM). Diklat Teknis Eselon IV Manajemen Ekonomi Masyarakat; Pemberdayaan Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah. Jakarta: Departemen dalam negeri dan Lembaga Administrasi Negara.
109
Tabel 44 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor Pembentuk Minat Kewirausahaan (Model-2) Variabel Laki-laki (Konstanta) Kepemilikan tabungan Status pernikahan orangtua Penghasilan ayah (1 = 5 -10 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ibu (1 = 1 - 2 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ibu (1 = 5 - 10 juta; 0 = lainnya) Dukungan teman Kepemilikan jaringan sosial Jiwa orientasi tugas dan hasil kerja R2 (adj-R2) F (sig.) Perempuan (Konstanta) Hidup bersama orangtua (0= tidak; 1=ya) Pengalaman wirausaha (0= tidak; 1=ya) Penghasilan ibu (1 = 2 - 3 juta, 0=lainnya) Lingkungan pendidikan sekolah Dukungan teman Akses modal Dukungan guru Jiwa orientasi masa depan Jiwa orientasi tugas dan hasil kerja Jiwa kreativitas dan orisinalitas R2 (adj-R2) F (Sig.) Laki-Laki dan Perempuan (Konstanta) Hidup bersama orangtua (0= tidak; 1=ya) Pengalaman kerja Status pernikahan orangtua Lama pendidikan ibu Pekerjaan sampingan ibu (0= lain, 1=wirausaha) Penghasilan ayah (1 = 2 - 3 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ayah (1 = 5 -10 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ayah (1 = > 10 juta; 0 = lainnya) Penghasilan ibu (1 = 5 - 10 juta; 0 = lainnya) Latar belakang budaya Dukungan teman Akses modal Jiwa orientasi tugas dan hasil kerja Jiwa kreativitas dan orisinalitas R2 (adj-R2) F (sig.)
Koefisien B 3.896 2.477 -2.565 -9.327 1.731 8.945 1.067 .517 1.012
9,136 -1.160 1.565 -1.489 -.100 .582 .295 .483 .476 .323 .636
7.466 -1.375 1.257 -1.927 .092 -2.612 -.946 -4.378 -4.615 3.873 .215 .722 .269 .520 .627
β
.266 -.139 -.416 .151 .285 .353 .231 .380 .580 (.543) 15,873 (.000)
-.119 .139 -.146 -.176 .190 .139 .224 .160 .142 .237 .465 (.426) 12,148 (.000)
-.132 .127 -.113 .099 -.133 -.098 -.202 -.160 .120 .100 .238 .123 .214 .217 .475 (.444) 15,319 (.000)
Keterangan: *** = nyata pada p ≤ 0.01, ** = nyata pada p ≤ 0.05, * = nyata pada p ≤ 0.10
Sig.
.003*** .000*** .045** .000*** .034** .004*** .000*** .002*** .000***
.000*** .067* .035** .028** .012** .012** .061* .001*** .038** .087* .002***
.000*** .006*** .010*** .020** .047** .008*** .047** .002*** .001*** .067* .047** .000*** .028** .000*** .000***
110
Berbeda dengan mahasiswa laki-laki, penghasilan ibu yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa perempuan adalah penghasilan ibu antara Rp 2-3 juta dan bernilai negatif. Hal berarti mahasiswa perempuan yang memiliki ibu dengan penghasilan antara Rp 2-3 juta, memiliki minat kewirausahan lebih rendah dibandingkan penghasilan lainnya sebesar 1.489 skor. Adapun faktor yang paling berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa perempuan adalah jiwa kreativitas dan orisinalitas. Mahasiswa perempuan yang memiliki ide-ide cemerlang yang akan diwujudkan kelak, memiliki imajinasi dan ide-ide yang baik dalam melakukan setiap aktivitas, dan memiliki intuisi yang seringkali terbukti benar berpengaruh besar terhadap minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Setiap penambahan satu skor jiwa kreativitas dan orisinalitas akan menambah 0.636 skor minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Jiwa kewirausahaan lain yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa perempuan adalah jiwa orientasi masa depan dan jiwa orientasi tugas dan hasil kerja. Jiwa orientasi masa depan ditunjukkan dengan usaha untuk berprestasi lebih baik meski tanpa bonus finansial, berpendapat bahwa kepuasan kerja lebih penting daripada uang itu sendiri, dan berkeyakinan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara hasil belajar dengan hasil indeks prestasi yang diterima. Penambahan satu skor jiwa orientasi masa depan akan menaikkan 0.476 skor minat kewirausahaan mahasiswa perempuan, sedangkan jiwa orientasi tugas dan hasil kerja berkaitan dengan kepememilikikan standar-standar keberhasilan kuliah/studi yang telah ditetapkan sendiri, melihat masalah sebagai tantangan yang harus dipecahkan, dan bersedia berkorban sementara waktu demi mendapatkan sesuatu yang lebih baik di masa depan, serta memiliki kebutuhan berprestasi tinggi, pekerja keras dan berorientasi pada laba. Setiap penambahan satu satuan skor jiwa orientasi tugas dan hasil kerja akan menaikkan minat kewirausahaan mahasiswa perempuan sebesar 0.323 skor. Pada model ini, variabel penyusun lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap
minat kewirausahaan mahasiswa perempuan ada tiga, yaitu dukungan
teman, akses modal, dan dukungan
guru. Dorongan guru untuk berwirausaha,
berpendapat dengan berwirausaha, tidak perlu susah mencari kerja, serta percaya dengan memiliki usaha akan membuat lebih mandiri dan miliki kebebasan finansial berpengaruh nyata terhadap minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Setiap penambahan satu skor dukungan guru akan menambahan minat kewirausahaan mahasiswa perempuan sebesar 0.483 skor. Selain itu, setiap penambahan satu skor dukungan teman akan menambah minat kewirausahaan mahasiswa perempuan
111
sebesar 0.582 skor. Mahasiswa perempuan yang beranggapan sumber modal berperan sangat penting dalam berwirausaha, memiliki modal wirausaha yang berasal dari diri sendiri, lebih memiliki pengetahuan untuk mendapatkan modal usaha, dan lebih berhubungan baik dengan sumber modal, cenderung memiliki minat kewirausahaan yang lebih baik juga. Setiap penambahan satu skor akses modal akan menambah minat kewirausahaan mahasiswa perempuan sebesar 0.295 skor. Mahasiswa perempuan yang memiliki pengalaman wirausaha memiliki minat kewirausahaan yang lebih baik 1.565 skor dibandingkan yang belum memiliki pengalaman wirausaha. Kasali (2005) diacu oleh Depdagri (2007) menyatakan fokus dan pengalaman usaha merupakan salah satu faktor pendorong seorang wirausaha untuk menjadi pengusaha yang besar dan sukses. Lingkungan pendidikan sekolah berpengaruh negatif terhadap minat kewirausahaan mahasiswa perempuan. Penambahan satu skor lingkungan pendidikan sekolah akan menurunkan minat kewirausahaan mahasiswa perempuan sebesar 0.100 skor. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan yang memiliki prestasi yang tinggi sewaktu sekolah menengah dalam integrasi akademik dan sosial cenderung memiliki minat kewirausahaan yang lebih rendah. Ada kemungkinan mahasiswa perempuan dengan prestasi yang lebih tinggi cenderung menginginkan minat pekerjaan yang memiliki penghargaan yang lebih tinggi di masyarakat, dibandingkan menjadi seorang pengusaha. Selain itu, mahasiswa perempuan yang hidup bersama orangtua memiliki minat kewirausahaan yang lebih rendah dibandingkan yang tidak hidup bersama orang tua semasa sekolah sebesar 1.160 skor. Secara keseluruhan, hasil total uji regresi linear diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat kewirausahaan pada seluruh contoh (mahasiswa lakilaki dan mahasiswa perempuan) antara lain: hidup bersama orangtua, pengalaman kerja, status pernikahan orangtua, lama pendidikan ibu, pekerjaan sampingan ibu, penghasilan ayah antara Rp 2-3 juta, penghasilan ayah antara Rp 5-10 juta, penghasilan ayah yang lebih besar dari Rp 10 juta, penghasilan ibu antara Rp 5-10 juta, latar belakang budaya, dukungan teman, akses modal, jiwa orientasi tugas dan hasil kerja, serta jiwa kreativitas dan orisinalitas. Nilai koefisien determinasi penyesuaian (Adjusted R2) yang diperoleh sebesar 0.444. Hal ini berarti faktor-faktor yang ada dalam model dapat menjelaskan minat kewirausahaan mahasiswa sebesar 44.4 persen, sedangkan sisanya 56.6 persen (100%–44.4%) dijelaskan oleh faktor lain di luar faktor yang ada dalam model. Faktor yang paling berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa adalah dukungan teman (β=.238; p=.000). Penambahan satu skor dukungan teman mengakibatkan penambahan skor minat
112
kewirausahaan mahasiswa sebesar 0.722 skor. Variabel yang konsisten ada dalam model mahasiswa laki-laki, perempuan, dan total adalah dukungan teman dan jiwa orientasi tugas dan hasil kerja. Hal ini menunjukkan kedua variabel tersebut tidak terpengaruh oleh perbedaan jenis kelamin. Setiap penambahan satu skor jiwa orientasi tugas dan hasil kerja akan menaikkan 0.520 skor minat kewirausahaan mahasiswa. Variabel lingkungan keluarga yang berpengaruh nyata hanya latar belakang budaya. Hal ini berarti teladan yang diberikan orangtua terhadap anak dalam keluarga telah berpengatuh positif terhadap minat kewirausahaan mahasiswa. Apabila latar belakang budaya naik satu skor, maka minat kewirausahaan mahasiswa bertambah 0.215 skor. Penghasilan orangtua yang berpengaruh positif hanya penghasilan ibu antara Rp 5-10 juta, sedangkan penghasilan ayah antara Rp 2-3 juta, penghasilan ayah antara Rp 5-10 juta, penghasilan ayah yang lebih besar dari Rp 10 juta berpengaruh negatif. Hal ini berarti ada kecenderungan penghasilan ayah yang terus meningkat menyebababkan minat kewirausahaan mahasiswa menjadi semakin menurun.