HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisika dan Mekanika Tanah Sifat fisika tanah Hasil pengukuran dan pemeriksaan sifat fisika tanah yang terdiri dari : kadar air, specific gruvity, volume fase tanah, permeabilitas, konsistensi tanah, uji pemadatan standar (proctor test) untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi kering maksimum, dan distribusi partikel (lihat Gambar 14). Pemeriksaan sifat fisika tanah ini dilakukan terhadap kondisi tanah tidak terganggu dan dipadatkan. Pengambilan tanah dilakukan terhadap tiga titik pada lokasi longsor yaitu : (a) lereng atas, (b) lereng tengah, dan (c) lereng bawah.
Kurva distribusi partikel tanah longsor di Mulyajaya Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut
I.OOE-05
I.OOE-04
I.OOE-03
LWE-02
I.OOE-01
I.WE+OO
I.OOE+OI
Diameter prlikel,D (mm) +Aws
+hl'aengah
-Rawah
F
Gambar 14. Kuwa distribusi ukuran partikel tanah
I.OOE+OZ
Hasil pengukuran kadar air rata-rata untuk kondisi tanah tidak terganggu 47,82 % menurun bila dipadatkan menjadi 29,43 % mendekati kadar air optimum 28,83 %. Kurva pemadatan tanah tertera pada Gambat 15. Porositas tanah rata-rata
pada kondisi tidak terganggu 68,30 % menurun bila dipadatkan menjadi 53,54 %. Hasil pemeriksaan volume fase tanah terjadi perubahan antara kondisi sampel tanah tidak terganggu dengan yang dipadatkan, selengkapnya tertera pada tabel berikut ini. Tabel 12. Hasil pemeriksaan dan pengujian sifat fisika tanah di lokasi longsor
Ke(erangan : IJnd. = tidak terganggu; Camp. = dipadatkan
Hasil analisis distribusi partikel tanah menurut USDA adalah bertekstur liat berdebu, sedangkan menurut linrfied adalah pasir berlempung (SC). Batas cair ( L L ) rata-rata 36,29 % dengan batas plastis (PL) rata-rata 35,15 % serta indeks plastisitas (IP)rata-rata 1,14 %.
Kmdar air, w (46)
Gambar 15.
Kurva uji pemadatan standar tanah di Desa Mulyajaya Kecamatan Banjanvangi
Sifat mekanik tanah Pemeriksaan sifat mekanik tanah dilakukan uji triaksial (lrimiul test), karena dapat mengukur tekanan air pori. Uji triaksial ini dapat membuat kondisi pengujian mendekati keadaan longsor yang terjadi di lapangan, yaitu pada saat dalam keadaan jenuh karena naiknya muka air tanah yang dapat meningkatkan berat isi tanah dan berkurangnya kohesi. Pengujian dilaksanakan pada keadaan tanpa konsolidasi terlebih dahulu dan teralirkan (unconsolidated drained test). Sampel tanah yang diuji
terdiri dua kondisi tanah yaitu : kondisi tidak terganggu dan dipadatkan dengan pemadatan standar (proctor test). Untuk analisis longsor diperlukan data berat isi tanah (y), kohesi efektif (c '), dan sudut gesek dalam efektif
(4'). Nilai
c ' dan
4' didapat dengan melakukan uji
triaksial yang juga dapat mengukur tekanan air pori (u). Hasil uji triaksial diolah dengan membuat diagram Mohr-Coulomb (Das, 1993). Hasil uji triaksial selengkapnya tertera pada berikut ini. Tabel 13. Hasil uji traksial untuk sampel tanah di lokasi longsor
tanah dan kohesi efektif apabila tanah dipadatkan. Pada kondisi sampel tanah tidak terganggu, besarnya kohesi rata-rata 0,145 kgucm2 (4'
=
20,258") sedangkan bila
dipadatkan kohesi rata-rata 0,722 kgf7cm2 (6 = 28,482") Perbedaan kohesi efektif dan sudut gesek dalam efektif sangat dipengaruh oleh tekstur tanah. Jadi variasi nilai c ' dan
4' bisa terjadi pada suatu lahan pertanian, walaupun jenis tanahnya sama.
Demikian juga berat volume tanah
meningkat jika dilakukan pemadatan dari
1,439 t/m3 (tidak terganggu) menjadi 1,732 t/m3 (dipadatkan). Hasil uji triaksial selengkapnya tertera pada Lampiran 15.
Penyusunan Program Komputer Penyusunan program komputer untuk mempermudah analisis stabilitas lereng dan pendimensian teras. Prosedut analisis stabilitas lereng dan pembuatan teras dilakukan dengan bantuan komputer, menggunakan bahasa program Visual Basics 6.0. Persamaan matematis yang merupakan penggarnbaran analisis stabilitas
lereng dan perencanaan teras, baik metode USSCS maupun Humi diubah ke dalam bahasa program komputer sehingga menjadi suatu program yang dapat menentukan stabilitas lereng, perencanaan teras, dan pemeriksaan stabilitas lereng berteras.. Untuk analisis stabilitas lereng data masukannya adalah bentuk geometri lereng yang diubah ke dalam sistim koordinat, curah hujan, sifat fisika dan mekanik tanah seperti : permeabilitas (k) dan intensitas hujan harian (Xr) periode tertentu untuk analisis muka air tanah, berat isi tanah (y'), kohesi efektif (c'), dan sudut geser dalam efektif (#). Sedangkan untuk perencanaan teras data masukannya ditentukan oleh metode disain teras yang dipilih. Untuk metode disain teras USSCS, yaitu : kemiringan lereng
(9,panjang
lereng (L), faktor CP untuk menentukan penutup
lahan, erodibilitas tanah (K), infiltrasi 0,curab hujan (CH), dan data masukan untuk merencanakan saluran teras dan drainase. Untuk metode disain teras Humi, yaitu : kemiringan lereng (9,panjang lereng (L), erosivitas (R), erodibilitas (K), faktor C dan P atau faktor CP, kedalaman tanah efektif (D), erosi yang diperbolehkan (T), dan data untuk perencanaan saluran teras dan drainase. Program ini juga menyediakan analisis : (a) erosivitas hujan tahunan dengan data masukan hujan bulanan, (b) erodibilitas (K) dengan data masukan : distribusi
butiran tanah (% pasir halus, % debu, dan % liat), persentase bahan organik, kode tekstur tanah, dan kelas permeabilitas, dan (c) program penunjang lainnya. Data masukan dalam program ini berbentuk form yang telah disediakan oleh bahasa program Visual Basics 6.0. Program ini secara keseluruhan dapat dijalankan tanpa bantuan bahasa program Visual Basics 6.0 bila telah dibuat dalam bentuk berekstensi EXE, sehingga menjadi program analisis yang dapat berdiri sendiri. Program ini diberi nama "Slope Design". Hasil keluaran dari program ini adalah : (a) untuk analisis stabilitas lereng, yaitu : nilai faktor keamanan lereng dan sketsa bidang longsor pada lereng tersebut, baik untuk prediksi longsor rotasi maupun longsor translasi dan (b) disain teras, yaitu : parameter dimensi teras termasuk saluran dan tanggul serta sketsa teras hasil disain. Semua nilai keluaran di tampilkan dalam bentuk tabel TextBox yang tersedia dalam bahasa program Visual Basics 6.0. Program ini telah diuji keabsahan hasilnya dengan melakukan perhitungan manual. Susunan struktur sebagian bahasa program utama terdapat pada Lampiran 16 dan diagram alir program tertera pada Lampiran 17. Perencanaan Teras Metode USSCS dan Hurni
Teras tradisional di lokasi secara umum dapat dibagi 3 (tiga) kemiringan lahan, yaitu : 25 %, 27 %, dan 48 %. Pada lahan tersebut dilakukan simulasi disain n teras metode USSCS dan Hurni. Bentuk lahan hasil disain teras USSCS dan Hurni di lokasi penelitian tertera pada Gambar 16.
r I
-
-
- - - --
-
-
-
-
Beduk Iahan hasil &spin teras USSCS dun Humi d lokasi pnelitian
I
I
Gambar 16. Bentuk lahan hasil disain teras USSCS dan Hurni di lokasi penelitian Hasil perhitungan V1 dan HI dengan program Slope Design disajikan dalam Tabel 14. Lereng atas mempunyai kemiringan rata-rata 27 %, lereng tengah 48 %, dan lereng bawah 25 % Tabel 14. Nilai V1 dan HI disain teras USSCS dan Hurni di lokasi longsor
30 %, dan nilai VI terlalu besar untuk pelaksanaan galian(nrt) dan timbunan Wll)di lapangan.
Nilai disain VI teras USSCS jauh lebih besar dari nilai VI teras Humi, demikian juga dengan HI-nya. Khusus teras Humi terpilih dua tipe teras, yaitu C2
(teras dengan tampingan rumput) untuk kemiringan lahan 25 % dan 27 %, sedangkan untuk S
=
48 % terpilih tipe C3 (teras dengan tampingan batu). Pada S
=
48 %,
metode USSCS tidak menganjurkan untuk dibuat teras karena lebih besar dari 30 %, tetapi dalam analisis ini tetap dihitung dengan VI
=
8,07 m. VI yang sangat besar
tersebut sulit untuk pelaksanaan galian (cut) dan timbunan (fill)di lapangan.. Analisis Stabilitas Lereng Analisis stabilitas lereng teras aktual Hasil analisis stabilitas lereng menggunakan program slope Design menunjukkan bahwa lereng berada dalam keadaan aman bila muka air tanah tidak diperhitungkan dalam perhitungan faktor keamanan (Fs).Analisis ini dilakukan terhadap setiap karakterisik contoh tanah yang diambil di lokasi longsor, baik untuk kondisi tidak terganggu maupun dipadatkan. Salah satu bentuk perhitungan stabilitas untuk klarifikasi longsor di lapangan dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil perhitungan Fs selengkapnya tertera pada Tabel 15..
Tabel 15. Hasil perhitungan faktor keamanan lereng (Fs)aktual di lokasi longsor
Hasil analisis pada Tabel 15 terlihat lereng tidak stabil pada saat muka air tanah diperhitungkan atau tanah &lam keadaan mendekati jenuh. Kondisi tanah tidak terganggu Fs (tanpa muka air tanah) = 1,222 sedangkan Fs (muka air tanah) = 0,306. Tanah dipadatkan Fs (tanpa muka air tanah) = 2,091 dan Fs (muka air tanah) = 0,977.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi muka air tanah pada suatu sangat menentukan stabilitas lereng tersebut.
Gambar 17. Analisis stabilitas lereng untuk longsor aktual di Kampung Rinyem Desa Mulyajaya Kecamatan Banjanvangi Analisis Stabilitas Lereng pada Disain Teras USSCS dan Hurni
Disain teras USSCS dan Humi pada lokasi longsor dengan kemiringan lahan 25 %, 27 %, dan 48 % hasil simulasi seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Nilai faktor keamanan kedua disain tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 16. Nilai Fs dari disain teras USSCS dan Hurni
Nilai Fs teras USSCS dan Humi pada tabel di atas dianalisis untuk dua kondisi : (1) tanpa memperhitungkan kedalaman
muka air tanah (tmat) dan
(2) dengan memperhitungkan muka air tanah (mat). Pembahasan selanjutnya diuraikan berikut ini. a. kemiringan lahan 25 %. Nilai Fs longsor rotasi teras USSCS tidak stabil Fs(tmat) = 0,75 dan menurun untuk Fs(mat)
=
0,12, sedangkan analisis longsor translasi stabil untuk Fs(tmat)
=
1,96 dan menjadi tidak stabil untuk Fs(mat) = 0,97. Teras Humi tipe C2 tidak stabil untuk longsor rotasi Fs(tmat) = 0,95 dan menurun untuk Fs(mat) = 0,31, sedangkan analisis longsor translasi stabil untuk Fs(tmat) = 1,96 dan menjadi tidak stabil untuk Fs(mat) = 0,96. b. kemiringan lahan 27 % Teras USSCS tidak stabil Fs(tmat) = 0,74 dan menurun untuk Fs(mat) = 0,11, sedangkan analisis longsor translasi stabil untuk Fs(tmat) = 1,83 dan menjadi tidak stabil untuk Fs(mat) Fs(tmat)
=
=
0,91. Teras Humi tipe C2 tidak stabil untuk longsor rotasi
0,93 dan menurun untuk Fs(mat)
=
0,30, sedangkan analisis longsor
translasi stabil untuk Fs(tmat) = 1,81 dan menjadi tidak stabil untuk Fs(mat) = 0,89.
c. kemiringan lahan 48 % Teras USSCS pada S = 48 % tidak dianjurkan untuk membuat teras bangku. Setelah dilakukan analisis stabilitas lereng teras USSCS tidak stabil Fs(tmat) = 0,72 dart menurun untuk Fs(mat) = 0,09, sedangkan analisis longsor translasi stabil untuk Fs(fmat) = 1,07 dan menjadi tidak stabil untuk Fs(mat) = 0,55. Teras Humi tipe C2
stabil untuk longsor rotasi Fs(tmat)
=
1,70 dan menurun untuk Fs(mat)
sedangkan analisis longsor translasi stabil untuk Fs(tmat)
=
=
1,08,
1,62 dan stabil untuk
Fs(mat) = 1,O1. teras Humi tipe C3 lebih aman karena terdapat tampingan batu pada talud teras yang berfungsi sebagai dinding penahan. Simulasi Analisis Stabilitas Lereng pada Berbagai Kerniringan Lahan a. Teras tradisional Hasil analisis stabilitas lereng longsor translasi untuk teras tradisional pada berbagai kemiringan lahan (kedalaman tanah 0,9 m) tertera pada Gambar 18. Untuk kondisi tanah tidak terganggu (undisturb) lereng mulai tidak stabil pada S
=
54 %
maka Fs(tmat) = 0,96 clan S = 26% maka Fs(mat) = 0,93. Sedangkan untuk kondisi tanah dipadatkan, semua kemiringan lahan menunjukkan stabilitas lereng stabil. b. Teras USSCS dan Humi Hasil perhitungan VI teras USSCS dan Humi untuk berbagai nilai kemiringan lahan tertera pada Tabel 17. Dari Tabel 17 dapat disimpulkan bahwa VI teras USSCS meningkat terhadap kemiringan lereng (kecuali teras USSCS modifikasi), demikian juga untuk teras Humi terjadi peningkatan, namun sangat tergantung terhadap tipe teras yang terpilih pada saat disain. Khusus untuk teras Humi pada tipe C1 (saluran tanpa teras), nilai VI yang ada pada Tabel 17 bukan harga VI sebenamya, namun merupakan jarak antara saluran drainase lahan secara vertikal.
Kuwa hubungan kemiringan lahan (S) terhadap hktor keamrmnan lereng (Fs) untuk longsor haashi di lokasi longsor
Gambar 18. Kuwa hubungan kemiringan lahan terhadap faktor keamanan untuk longsor translasi Hasil perhitungan VI pada Tabel 17, dilakukan simulasi analisis stabilitas lereng dengan program Slope Design. Simulasi stabifitas lereng dilakukan terhadap a kemiringan dua tipe longsor, yaitu : Iongsor rotasi dan translasi. K u ~ hubungan lahan dengan faktor keamanan lereng untuk disain teras Hurni, USSCS, dan USSCS modifikasi tertera pada Gambar 19. Hasil simulasi menunjukkan bahwa terjadinya penurunan stabilitas lereng terhadap peningkatan kemiringan lereng. Teras Hurni secara umum lebih stabil dari teras USSCS, terutama untuk disain terpilih tipe C3 (teras dengan tampingan batu),
57 namun untuk longsor translasi, mulai tidak stabil pada S = 54% maka Fs(mat) = 0,97, sedangkan untuk tipe C2 (teras dengan tampingan rumput) mulai longsor rotasi pada S = 22 % maka Fs(tmat) = 0,942 dan Fs(mat) = 0,3 12 serta longsor translasi pada S = 26% maka Fs(mat) = 0,93. Tabel 17. Nilai Vl teras USSC dan Hurni untuk berbagai kemiringan lahan
Keterangan : * bukan V1 sebenarnya namun merupakan jarak vertikal saluran drainase tanpa teras pada tipe C1 Khusus terras Humi, tipe teras ditentukan oleh warna.sebagai berikut.
-
I
- -
-
-
--
-
Kuwa hubungan kemiringan lahan (S) terhadap faktor keamanan (Fs)untuk desain twas Hurni, USSCS, dan USSCS modiRkasi di Desa Mulyajaya Kecamatan Banjamanpi
Gambar 19. Kurva hubungan kemiringan lahan (S) untuk disain teras Hurni, USSCS, dan USSCS modifikasi Hasil disain teras USSCS pada S longsor rotasi Fs(tmat)
=
=
6 % sudah tidak stabil dimana untuk
0,983 dan bila terjadi rembesan longsor Fs(mat)
=
0,519
pada S = 2 %, sedangkan untuk longsor translasi mulai tidak stabil pada S = 18 % maka I.:k(mat)
= 0,96.
Untuk teras USSCS dimodifikasi, hasil disain pada S = 10 %
sudah tidak stabil dimana untuk longsor rotasi Fs(tmat)
=
0,942 dan jika muka air
tanah diperhitungkan longsor rotasi Fs(rnat) = 0,578 pada S = 6 %, sedangkan untuk longsor translasi mulai tidak stabil pada S
=
18 % maka Fs(mat)
=
0,96 dan
Fs(tmat) = 0,98.pada S = 50 %. Hasil perhitungan Fs selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Simulasi disain teras dan analisis stabilitas lereng untuk teras USSCS, USSCS modifikasi, dan Hurni di disajikan pada Lampiran 19, Prosedur simulasi disain teras dan analisis stabilitas lereng dalam bentuk tampilan program Slope Design disajikan pada Lampiran 20. Hampir semua perhitungan disain teras dan analisis stabilitas lereng dilakukan dengan program Slope Design. Alternatif Penanggulang Bencana Longsor pada Lahan Pertanian
Penanggulangan pada lokasi longsor dilakukan perbaikan kondisi lahan tersebut untuk menghindari kejadian longsor berikutnya. Hal ini dilakukan agar secepatnya lahan yang rusak dapat digunakan kembali. Perbaikan lokasi longsor dilakukan dengan menata kembali bentuk lereng agar menjadi lebih stabil, yaitu membuat lereng lebih datar atau memperkecil ketinggian lereng dan dengan memperhatikan serta memperbaiki saluran air. Hal ini dilakukan untuk mencegah atau mengurangi besarnya limpasan, meningkatkan tegangan air pori, dan erosi yang umumnya merupakan pendorong terjadinya longsor. Jarak antar saluran (L) dibuat sebesar 4 (empat) kali dalarnnya (D), yaitu L
=
4 D. Lapisan atas tanah (top soil)
yang terbuang pada saat longsor dan terkumpul di kaki lereng hams dikembalikan lagi ke lahan agar lahan tetap subur.
60 Pembuatan bronjong di kaki lereng sebagai beban konter (countenueighl). Bronjong dibuat di lapangan dengan bentuk bak dari jala-jala kawat yang diisi dengan batu kali yang cocok ukurannya. Matras jala-jala kawat ini diperkuat dengan kawatkawat besar atau baja tulangan pada ujung-ujungnya. Penataan kembali pengynaan lahan, khususnya lahan pertanian pada daerah kritis dan rawan longsor seperti pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 15%. Pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 15 % tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai lahan persawahan. Hal ini dikarenakan penggunaan lahan untuk sawah sangat intensif dan banyak memerlukan air. Sedangkan jenis tanah pada Kecamatan Banjarwangi mempunyai jenis tanah Asosiasi Podsolik dengan sifat fisik batuan dasar pembentuknya berupa tufa setengah lapuk yang meluluskan air dan mudah lunak bila jenuh air. Berdasarkan perhitungan muka air pada lereng seperti yang terlihat pada Gambar 20, maka disarankan letak sawah yang terdekat dengan pinggir lereng minimal jaraknya 3 m dari bibir lereng, karena saat penggenangan garis muka air (garis depresi) akan memotong lereng (Gambar 20).
Gambar 20. Garis depresi yang memotong lereng (FATETA, 2002)
Bagian lereng yang berada di bawah garis depresi akan senantiasa dalam kondisi jenuh, sehingga daya dukung, kekuatan geser dan sudut luncur alamiahnya menurun pada tingkat yang paling rendah. Selain itu akan terjadi aliran rembesan keluar permukaan lereng dan akan tejadi sembulan yang mengakibatkan timbulnya keruntuhan-keruntuhan atau longsoran kecil pada permukaan lereng yang apabila dibiarkan akan menimbulkan longsoran yang lebih besar. Pembuatan bronjong di kaki lereng selain sebagai beban konter juga akan menurunkan garis depresi rembesan pada lereng sehingga tidak memotong lereng (lihat Gambar 21), karena bronjong juga bersifat filter di kaki lereng.
Gambar 21. Bronjong sebagai beban konter dan filter (FATETA, 2002)
Penggunaan lahan dengan kemiringan lebih dari 15 % untuk persawahan tanpa usaha konservasi walaupun dilakukan penterasan masih terancam bahaya longsor seperti yang terlihat pada Gambar 22. Terlihat bahwa tidak ada vegetasi pada dinding tanggul untuk memperkuat dinding dan tidak ada pengaturan saluran air. Pengatwan saluran air diperlukan dengan memberi penguatan agar tidak mudah erosi, kemudian ;igar air*
d u a p dan melewati puncak tanggul.
Gambar 22. Pembentukan lahan sawah pada lereng tanpa memperhatikan usaha konse~asitanah dan air (FATETA, 2002) Usaha penguatan pada dinding tanggul seperti pemadatan tanah, pembentuk tanggul luar yang diberi pasangan batu (stone pitching) atau dinding penahan (vertical retaining wall) seperti yang diajurkan oleh Hurni (lihat Lampiran 5 dan
Lampiran 6), seperti yang terlihat pada Gambar 23. Pada Gambar 23 juga terlihat adanya pengaturan saluran air yang baik.
Gambar 23. Contoh lahan persawahan dengan penguatan dinhng dari pasangan batu (stone prtching) dan penataan saluran air irigasi dan drainase (FATETA, 2002)