IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PEMILIHAN FORMULA Pada penelitian ini, formula awal yang dibuat mengacu pada Salamah et al (2006) yaitu 1.5% hidrokoloid, 28% gula pasir, dan 7% glukosa. Permen yang dihasilkan dari formula tersebut mengalami sineresis yang ditandai dengan munculnya titik air pada kemasan setelah 24 jam penyimpanan. Sineresis adalah peristiwa keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel (Winarno 1992). Sineresis pada permen jelly ini dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Sineresis Permen Jelly Untuk mengetahui penyebab sineresis tersebut, dilakukan uji sineresis. Uji sineresis pertama ditujukan untuk mengetahui penyebab terjadinya sineresis karena proses atau sifat dari pembentuk gel yang digunakan. Ada dua jenis pembentuk gel yang digunakan pada uji sineresis pertama, yaitu gelatin 8% (kontrol) dan campuran karagenan konjak (1:1) 1.5%. Dalam pengujian ini, bahan lain seperti gula pasir, glukosa, asam sitrat, flavor, pewarna, dan XOS ditambahkan dalam jumlah yang sama untuk tiap perlakuan yaitu masing-masing 28%, 7%, 0.2%, 0.1%, 0.001%, dan 3% dari total bahan. Proses pembuatan permen jelly untuk kedua perlakuan ini juga sama. Gelatin dengan konsentrasi 8% dipilih sebagai pembanding karena gelatin merupakan pembentuk gel yang umum digunakan pada pembuatan permen jelly. Menurut Lees dan Jackson (1983), jumlah gelatin yang dibutuhkan untuk menghasilkan gel yang memuaskan berkisar antara 512% tergantung kekerasan produk akhir yang diinginkan. Berdasarkan penelitian Paranginangin (2009), gelatin yang menghasilkan penerimaan dan karakteristik tekstur terbaik adalah pada konsentrasi 8%. Hasil uji sineresis dari dua perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.
Persen Sineresis
1,5 1,08 1 0,5 0
0 Karagenan : Konjak (1:1)
Kontrol (tanpa oven)
Gambar 16. Hasil uji sineresis pengaruh jenis pembentuk gel.
Hasil uji sineresis pada Gambar 16 menunjukkan bahwa persen sineresis yang terjadi pada permen jelly campuran karagenan dan konjak 1:1 sebesar 1.08% sedangkan pada permen jelly gelatin tidak terjadi sineresis (0%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sineresis pada permen jelly prebiotik bukan karena proses, melainkan sifat dari pembentuk gel yang digunakan pada pembutan permen jelly karena proses pembuatan permen jelly untuk kedua perlakuan sama. Permen jelly karagenan dan konjak mengalami sineresis kerena gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan bersifat mudah pecah yang ditandai dengan tingginya sineresis (Fardiaz 1989). Sementara itu, permen jelly gelatin tidak mengalami sineresis karena sineresis pada gelatin akan terjadi pada titik isoelektriknya sedangkan pH permen jelly bukan merupakan titik isoelektrik gelatin (Jones 1977). Karena sineresis yang terjadi disebabkan oleh jenis pembentuk gel yang digunakan sementara jenis pembentuk gel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah campuran konjak dan karagenan yang mengalami sineresis, maka perlu dilakukan formulasi kembali untuk mengatasi sineresis pada permen jelly ini. Untuk mengatasi sineresis, dilakukan beberapa variasi formulasi seperti variasi pembentuk gel yaitu 1.5% atau 2.5%, variasi perbandingan karagenan dan konjak yaitu 1:1 atau 2:1, serta variasi jumlah gula pasir dan glukosa yang ditambahkan yaitu 28% gula pasir dan 7% glukosa atau 20% gula pasir dan 5% glukosa. Proses dan jumlah XOS, asam sitrat, flavor, dan pewarna yang ditambahkan pada pembuatan permen jelly untuk semua formula sama. Setiap formula yang dihasilkan akan diukur nilai sineresisnya melalui uji sineresis. Hasil uji sineresis dapat dilihat pada Gambar 17.
1,5
1,34
Persen sineresis
1,08 1
B
A 0,5 0,27
C
0
0
D
E
0 (28:7)
(20:5) Rasio gula pasir : glukosa
A = konjak dan karagenan (1:1) 1.5% C = konjak dan karagenan (1:1) 1.5% E = konjak dan karagenan (2:1) 1.5%
B = konjak dan karagenan (1:1) 2.5% D = konjak dan karagenan (1:1) 2.5%
Gambar 17. Hasil uji sineresis pengaruh konsentrasi pembentuk gel, jumlah gula pasir dan glukosa, dan rasio konjak dan karagenan Hasil uji sineresis pada Gambar 17 menunjukkan peningkatan konsentrasi pembentuk gel (campuran karagenan dan konjak 1:1) dari 1.5% menjadi 2.5% pada formula yang menggunakan 28% gula pasir dan glukosa 7% tidak dapat menurunkan sineresis tetapi justru meningkatkan sineresis dari
26
1.08% menjadi 1.34%. Hal ini dikarenakan jumlah gula dan glukosa yang tinggi menghambat pembentukkan gel karagenan sehingga gel yang terbentuk terlalu lemah untuk mengikat air ditambah lagi sifat gula yang higroskopis menyerap air lebih banyak dan menyebabkan sineresis menjadi lebih tinggi. Sementara hasil uji sineresis menunjukkan penurunan jumlah gula dan glukosa yang ditambahakan dari 28% gula pasir dan glukosa 7% menjadi 20% gula pasir dan glukosa 5% pada konsentrasi pembentuk gel (campuran karagenan dan konjak 1:1) 1.5% menurunkan sineresis dari 1.08% menjadi 0.27%. Hal ini dikarenakan jumlah gula dan glukosa yang tidak terlalu tinggi menyebabkan pembentukkan gel karagenan yang lebih baik sehingga air terikat lebih baik. Hasil uji sineresis menunjukkan peningkatan konsentrasi pembentuk gel (karagenan dan konjak 1:1) dari 1.5% menjadi 2.5% pada formula yang menggunakan 20% gula pasir dan glukosa 5% semakin menurunkan sineresis bahkan hingga 0% atau tidak terjadi sineresis tetapi permen yang dihasilkan menjadi terlalu keras dan sulit digigit. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah gula pasir yang menyebabkan pembentukan gel yang lebih baik yang akan mengikat air dengan lebih kuat dan total padatan yang semakin meningkat sehingga air yang terikat tidak terlalu banyak. Walupun formula yang menggunakan 20% gula pasir, 5% glukosa, dan 2.5% pembentuk gel tidak mengalami sineresis, permen jelly yang dihasilkan terlalu keras sehingga tidak akan disukai konsumen. Untuk itu perlu dilakukan formulasi dengan cara lain yang dapat menghilangkan sineresis selain meningkatkan konsentrasi pembentuk gel yang digunakan. Pada formulasi selanjutnya dilakukan variasi perbadingan karagenan dan konjak yaitu 1:1 dan 1:2. Sementara untuk persen gula, glukosa, XOS dan pembentuk gel (campuran konjak dan karagenan) yang digunakan pada kedua formula tetap yaitu masing-masing 20%, 5%, 3%, dan 1.5% dan proses pembuatannya pun sama. Hasil pengujian menunjukkan peningkatan jumlah konjak ternyata dapat menghilangkan sineresis pada permen jelly. Hal ini dikarenakan efek sinergisme antara konjak dan karagenan. Penambahan konjak glukomanan dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al 1995). Akan tetapi tekstur permen jelly menjadi sangat elastis sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk dan sulit dipotong. Selain itu, pada formula karagenan dan konjak 1:2, saat kering permen jelly berbentuk pipih dan sulit digigit. Karena perlakuan-perlakuan lain yang dapat mengilangkan sineresis menghasilkan permen jelly yang kurang baik dalam tekstur dan bentuk, maka formula yang dianggap cukup baik adalah formula dengan konsentrasi hidrokoloid (karagenan dan konjak) 1.5%, gula pasir 20%, dan glukosa 5% kerena memiliki nilai sineresis yang tidak terlalu besar yaitu 0.27%, bentuk yang tidak mudah berubah, dan tektur yang tidak telalu keras. Untuk mengatasi sineresis yang masih terjadi sebesar 0.27%, diakukan uji coba pelapisan yang diharapkan dapat mengatasi sineresis. Ada dua bahan yang digunakan sebagai pelapis yaitu gula pasir granula kecil dan campuran tepung tapioka dengan tepung gula dengan perbandingan (1:1). Pengamatan uji coba pelapis hanya dilakukan secara kualitatif dan hasil uji coba pelapis dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Pelapisan Hasil Pengamatan Kualitatif Perlakuan
24 jam
48 jam sampai 96 jam
Kontrol (tanpa pelapis)
Sineresis
Sineresis
Gula pasir
Tidak sineresis, gula kering
Tidak sineresis, gula kering
Tapioka : tepung gula (1:1)
Tidah sineresis, pelapis basah
Sineresis
27
Hasil uji pelapisan menujukkan bahwa pelapis yang cocok untuk menghilangkan sineresis adalah gula pasir. Gula pasir dapat menghilangkan sineresis karena gula pasir dapat mengikat air yang keluar dari jelly (Satuhu, 2004).
4.2 KARAKTERISTIK TEKSTUR PERMEN JELLY PREBIOTIK Dalam penelitian ini, karakteristik tekstur yang diukur adalah kekerasan, elastisitas, dan kelengketan permen jelly prebiotik.
4.2.1 Kekerasan Menurut Rosental (1999), kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada objek. Kekerasan merupakan salah satu kriteria penting pada permen. Permen yang terlalu keras akan sulit dikonsumsi sedangkan permen yang terlalu lunak terkesan sebagai permen yang sudah lama disimpan dan tidak lagi layak dikonsumsi. Kekerasan permen jelly prebiotik diukur menggunakan textur analyzer stabel micro system. Kekerasan dilihat dari nilai puncak pada tekanan pertama. Nilai puncak yang semakin besar menujukkan semakin keras permen jelly dan sebaliknya nilai puncak semakin kecil menujukkan semakin lunak permen jelly. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata nilai kekerasan permen jelly prebiotik berkisar antara 146.60 gf sampai 722.15 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 175.68 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 146.60 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 166.28 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 176.75 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 247.60 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 299.20 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 722.15 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 663.93 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 554.53 gf. Permen jelly dengan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 3% mempunyai ratarata nilai kekerasan sebesar 498.20 gf, perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 486.50 gf, dan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 450.15 gf. Perlakuan konjak tanpa karagenan tidak dapat diukur karena tidak membentuk gel. Hal ini dikarenakan gel konjak akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10 (Jhonson 2000). Sementara permen jelly komersial mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 80.23 gf. Grafik nilai rata-rata kekerasan permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 18.
28
800 Rasio konjak dan karagenan
Kekerasan
600
(1:1) 400
(1:2) (1:3) Karagenan
200
kontrol
0 XOS 3%
XOS 4%
XOS 5%
Konsentrasi XOS Gambar 18. Grafik rata-rata kekerasan permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol. Berdasarkan Gambar 18 terlihat bahwa peningkatan konsentrasi karagenan dalam campuran konjak karagenan menyebabkan kekerasan permen jelly semakin meningkat. Hal ini diduga kerena sifat gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan itu sendiri. Menurut BeMillerr dan Whistler (1996), kappa karagenan menghasilkan gel yang bertekstur keras dan reversible. Peningkatan konsentrasi kappa karagenan, akan menghasilkan gel yang semakin keras. Akan tetapi, pada permen jelly yang hanya menggunakan karagenan tanpa campuran konjak, memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dibanding dengan campuran konjak dan karagenan 3:1. Hal ini diduga terjadi karena efek sinergisme antara konjak dan karagenan dalam campuran konjak dan karagenan. Penambahan konjak dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al 1995). Imeson (2000) juga menambahkan bahwa gel dari kombinasi konjak dengan kappa karagenan menghasilkan gel dengan nilai kekuatan gel empat kali lebih besar dibanding gel dari kappa karagenan saja. Sementara untuk pengaruh konsentrasi XOS, dalam Gambar 18 terlihat bahwa konsentrasi XOS tidak terlalu berpengaruh terhadap kekerasan permen jelly prebiotik. Bila dilakukan pambandingan dengan permen jelly komersial yang menggunakan gelatin, permen jelly dari campuran karagenan maupun karagenan saja, memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan sifat gel dari gelatin. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet. Hasil analisis ragam menujukkan bahwa permen jelly dengan penambahan XOS dan penggunan karagenan dan konjak sebagai pembentuk gel berbeda nyata dengan permen jelly komersial. Setelah dilakukan uji lanjut Multiple comparison dunnet terhadap kekerasan permen jelly, hasil uji menujukkan bahwa permen jelly prebiotik yang tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan permen jelly komersial.adalah permen jelly dengan campuran karagenan dan konjak dengan perbandingan 1:1 dengan XOS 4% dan XOS 5%.
4.2.2 Elastisitas Menurut Rosental (1999), elastisitas didefinisikan sebagai laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi perubahan bentuk (deformasi). Elastisitas merupakan karakteristik fisik penting pada permen jelly, kerena menurut SNI 3547-2-2008 tekstur kenyal merupakan ciri
29
permen jelly. Elastisitas permen jelly prebiotik diukur menggunakan texture analyzer stabel micro system. Elastisitas dihitung dengan cara membandingkan jarak yang ditempuh produk pada tekanan kedua hingga mencapai nilai gaya maksimum dengan jarak yang ditempuh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata nilai elastisitas permen jelly prebiotik berkisar antara 0.82 sampai 1.00. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 1.00, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.99, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 1.00. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.94, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.96, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.94. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.80, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.88, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.84. Permen jelly dengan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.86, perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.82, dan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.82. Perlakuan konjak tanpa karagenan tidak dapat diukur karena tidak membentuk gel. Hal ini dikarenakan gel konjak akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10 (Jhonson 2000). Semantara permen jelly komersial mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 1.00. Grafik nilai rata-rata elastisitas permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 19.
1,05
Elastisitas
Rasio konjak dan karagenan 0,95
(1:1) (1:2) (1:3)
0,85
0,75 XOS 3%
XOS 4%
XOS 5%
Konsentrasi XOS Gambar 19. Grafik rata-rata elastisitas permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol.
30
Berdasarkan Gamabar 19, elastisitas permen jelly semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi karagenan dalam campuran karagenan dan konjak. Hal ini diduga terjadi karena sifat gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan. Gel kappa karagenan bersifat kuat namun kaku dan memiliki tingkat sineresis yang tinggi (Imeson 2000). Sementara bila dilakukan pembandingan elastisitas antara permen jelly yang campuran karagenan dan konjak 3:1 dengan permen jelly yang hanya menggunakan karagenan, nilai elastisitasnya tidak berbeda. Hal ini diduga kerena jumlah konjak pada campuran karagenan dan konjak 3:1 sangat sedikit sehingga tidak meningkatkan elastisitas. Bila dilakukan pembandingan dengan produk komersial, elastisitas permen jelly dari campuran konjak dan karagenan 1:3maupun karagenan saja, memiliki nilai elastisitas yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan sifat gel yang dihasilkan oleh gelatin bersifat lebih elastis dibandingkan dengan gel yang dihasilkan kappa karagenan. Perbedaan elastisitas ini dikarenakan perbedaan senyawa penyusun. Karagenan tersusun atas polisakarida sedangkan gelatin tersusun atas peptida yang mengakibatkan elstisitasnya lebih tinggi (Pye 1996 dalam Subaryono 2006). Sementara untuk pengaruh konsentrasi XOS, dalam Gambar 19 terlihat bahwa konsentrasi XOS tidak terlalu berpengaruh terhadap elastisitas permen jelly prebiotik. Hasil analisis ragam menujukkan bahwa permen jelly dengan penambahan XOS dan penggunan karagenan dan konjak sebagai pembentuk gel berbeda nyata dalam hal elastisitas dengan permen jelly komersial. Sementara setelah dialkukan uji lanjut Multiple comparison dunnet terhadap elastisitas permen jelly yang dihasilkan menujukkan bahwa permen jelly dengan campuran karagenan dan konjak 1:1 dan 1:2 dengan XOS 3% , XOS 4% dan XOS 5% tidak berbeda nyata dengan permen jelly komersial.
4.2.3 Kelengketan Menurut Rosental (1999), kelengketan (gumminess/stickiness) didefinisikan sebagai tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan (memecah) pangan semi padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Kelengketan merupakan salah satu karakteristik penting pada permen termasuk permen jelly. Permen yang terlalu lengket akan sulit untuk kunyah dan sudah pasti tidak akan disukai. Kelengketan permen jelly prebiotik diukur dengan texture analyzer stable microsystem. Kelengketan dihitung dengan mengalikan nilai kekerasan dengan luasan di bawah kurva pada penekanan kedua dibagi luasan di bawah kurva pada penekanan pertama. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata nilai kelengketan permen jelly prebiotik berkisar antara 118.76 gf sampai 459.70 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 133.34 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 118.76 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 132.95 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 138.88 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 171.91 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 214.38 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 459.70 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 440.23 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 360.96 gf. Permen jelly dengan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 3% mempunyai ratarata nilai kelengketan sebesar 346.65 gf, perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 4%
31
mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 302.81 gf, dan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 370. 50 gf. Perlakuan konjak tanpa karagenan tidak dapat diukur karena tidak membentuk gel. Hal ini dikarenakan gel konjak akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10 (Jhonson 2000). Sementara permen jelly komersial mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 67.98 gf. Grafik nilai rata-rata kelengketan permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 20. 600 Rasio konjak dan karagenan
Kelengketan
450
(1:1)
300
(1:2) (1:3) 150
karagenan
0 XOS 3%
XOS 4%
XOS 5%
Konsentrasi XOS Gambar 20. Histogram rata-rata kelengketan permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol. Berdasarkan Gambar 20, kelengketan permen jelly prebiotik meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi karagenan dalam campuran konjak dan karagenan. Hal ini diduga karena nilai kelengketan dipengaruhi oleh nilai kekerasan yang ditunjukkan dengan penentuan nilai kelengketan dengan mengalikan nilai kekerasan dengan luasan di bawah kurva penekanan kedua dibagi dengan luasan di bawah kurva pada penekanan pertama. Alasan tersebut juga yang diduga menjadi penyebab nilai kelengketan permen jelly campuran konjak dan karagenan maupun karagenan saja menjadi lebih tinggi bila dibandingkan permen jelly komersial yang terbuat dari gelatin. Selain itu, berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa konsentrasi XOS juga tidak memepengaruhi kelengketan permen jelly prebiotik. Hasil analisis sidik ragam menujukkan bahwa bahwa permen jelly dengan penambahan XOS dan penggunan karagenan dan konjak sebagai pembentuk gel berbeda nyata dalam hal kelengketan dengan permen jelly komersial. Setelah dilakukan uji lanjut Dunnett’s multiple comparison terhadap kelengketan permen jelly yang dihasilkan, hasil uji lanjut menujukkan bahwa semua perlakuan berbeda nyata dengan permen jelly komersial.
4.3 KARAKTERISTIK SENSORI PERMEN JELLY PREBIOTIK Suatu produk baru baik produk pangan yang benar-benar belum ada sebelumnya ataupun produk hasil pengembangan produk yang telah ada akan dikatakan berhasil bila diterima oleh
32
masyarakat. Salah satu cara untuk menentukan daya terima konsumen adalah melalui uji sensori. Dari tiga uji sensori yang umum digunakan, uji yang digunakan untuk menentukan derajat kesukaan dan ketidaksukaan suatu produk adalah uji hedonik atau metode uji afektif. Uji hedonik yang umum dilakukan menggunakan 70-100 panelis yang umum menggunakan produk (Lawless dan Heymann 2010). Uji sensori permen jelly prebiotik menggunakan 70 panelis tidak terlatih dengan empat parameter yaitu rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan, dengan skala 1-7. Permen jelly yang diuji sensori adalah permen jelly dengan campuran konjak dan karagenan dengan perbandingan 1: 1 serta konsentrasi XOS yang ditambahkan 3%, 4 %, dan 5%. Ketiga formula tersebut merupakan formula terbaik dari hasil uji tekstur karena formula tersebut paling mendekati permen jelly komersial. Hal ini ditunjukkan dengan formula tersebut tidak berbeda nyata (α =0.05%) dengan permen jelly komersial dalam hal kekerasan dan elastisitas pada uji lanjut dunnet. Berdasarkan penelitian subjektif peneliti, permen jelly yang akan diuji pada uji organoleptik memiliki kerakteristik kurang kenyal dibanding permen jelly komersial, gula yang menempel terlalu banyak sehingga rasa cenderung terlalu manis, aroma strawberry cukup kuat, dan warna merah yang menarik.
4.3.1 Rasa Rasa didefinisikan sebagai sensasi yang diterima oleh alat pengecap yang ada di rongga mulut. Rasa ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indra perasa (trigeminal) pada rongga mulut. Rasa memegang peranan yang sangat penting dalam citarasa pangan dan citarasa merupakan penentu yang handal untuk diterima atau tidaknya suatu produk oleh konsumen (Wijaya 2009). Menurut Winarno (1992), penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Hasil uji sensori terhadap rasa tiga permen jelly terbaik hasil analisis tekstur berkisar antara 3 sampai 7 (antara agak tidak suka sampai sangat suka). Perlakuan penambahan XOS 3% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.63 yang berarti panelis memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 3%, perlakuan penambahan XOS 4% memiliki nilai ratarata kesukaan sebesar 5.66 yang berarti panelis juga memberikan penilaian antara agak suka dan suka tarhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 4% dan perlakuan penambahan XOS 5% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.70 yang berarti penelis memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 5%. Histogram rata-rata penilaian panelis terhadap rasa permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 21.
Nilai penerimaan
6
5,63
5,66
5,7
5 4 3 XOS 3%
XOS 4%
XOS 5%
Konsentrasi xilo-oligosakarida Gambar 21. Histogram hasil uji sensori rasa permen jelly prebiotik
33
Hasil analisis ragam terhadap rasa permen jelly prebiotik menunjukkan bahwa ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (α=0.05), yang berarti bahwa ketiga perlakuan penambahan XOS sebesar 3%, 4%, dan 5% tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian rasa permen jelly prebiotik oleh konsumen. Hal ini diduga karena penambahan XOS pada ketiga perlakuan hanya berbeda 1% dan kemanisan XOS hanya 50% kemanisan sukrosa sehingga tidak terlalu mempengaruhi rasa terutama rasa manis pada permen jelly.
4.3.2 Aroma
Nilai penerimaan
Aroma adalah sensasi dari senyawa volatil yang diterima oleh hidung (Wijaya 2009). Menurut Winarno (1992), aroma makanan banyak menentukan kelezatan suatu makanan. Histogram rata-rata penilaian panelis terhadap aroma permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 22.
6
5,56
5,59
XOS 3%
XOS 4%
5,89
5 4 3 XOS 5%
Konsentrasi xilo-oligosakarida Gambar 22. Histogram hasil uji sensori aroma permen jelly prebiotik Hasil uji sensori terhadap aroma tiga permen jelly terbaik hasil analisis tekstur berkisar antara 3 sampai 7 (antara agak tidak suka sampai sangat suka). Perlakuan penambahan XOS 3% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.56 yang berarti panelis memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen terhadap jelly prebiotik dengan XOS 3%, perlakuan penambahan XOS 4% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.59 yang berarti panelis juga memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 4% dan perlakuan penambahan XOS 5% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.89 yang berarti penelis memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 5%. Berdasarkan rata-rata kesukaan aroma dari ketiga permen jelly, permen jelly dengan nilai kesukaan terbesar adalah permen jelly dengan penambahan XOS 5%, sedangkan nilai kesukaan terendah adalah permen jelly dengan penambahan XOS 3%. Hasil analisis ragam terhadap aroma permen jelly prebiotik menujukkan bahwa ketiga perlakuan berbeda nyata (α=0.05), yang berarti bahwa ketiga perlakuan penambahan XOS sebesar 3%, 4%, dan 5% memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian aroma permen jelly prebiotik oleh konsumen. Uji lanjut multiple comparison Duncan menunjukkan bahwa permen jelly prebiotik dengan penambahan XOS 3% dan 4% berada pada subset yang sama dan berarti permen jelly tidak berbeda nyata sedangkan permen jelly prebiotik dengan XOS 5% berada pada subset yang berbeda dan berarti berbeda nyata dengan permen jelly prebiotik dengan XOS 3% dan 4%. Berdasarkan nilai rating, panelis memberikan nilai lebih tinggi pada permen jelly prebiotik XOS 5%, dengan penilaian antara agak suka sampai suka. Hal ini diduga terjadi karena, XOS yang memiliki aroma seperti susu yang mendukung aroma dari flavor strawberry yang ditambahkan dan pada penambahan XOS 5% aroma strawberry dapat terdeteksi lebih kuat oleh panelis.
34
4.3.3 Kekenyalan Tekstur merupakan hal penting dalam makanan terutama makanan lunak seperti permen jelly. Menurut SNI 3547-2-2008, sifat kenyal merupakan salah satu ciri permen jelly sehingga kekenyalan menjadi parameter takstur yang penting pada permen jelly. Hasil uji sensori terhadap kekenyalan tiga permen jelly terbaik hasil analisis tekstur berkisar antara 2 sampai 7 (antara tidak suka sampai sangat suka). Perlakuan penambahan XOS 3% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 4.80 yang berarti panelis memberikan penilaian antara netral dan agak suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 3%, perlakuan penambahan XOS 4% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 4.50% yang berarti panelis juga memberikan penilaian antara netral dan agak suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 4% dan perlakuan penambahan XOS 5% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.61 yang berarti penelis memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 5%. Berdasarkan rata-rata kesukaan aroma dari ketiga permen jelly, permen jelly dengan nilai kesukaan terbesar adalah permen jelly dengan penambahan XOS 5%, sedangkan nilai kesukaan terendah adalah permen jelly dengan penambahan XOS 4%. Histogram rata-rata penilaian panelis terhadap kekenyalan permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 23.
Nilai penerimaan
6
5
5,61 4,8 4,5
4
3 XOS 3%
XOS 4%
XOS 5%
Konsentrasi xilo-oligosakarida Gambar 23. Histogram hasil uji sensori kekenyalan permen jelly prebiotik Hasil analisis ragam terhadap kekenyalan permen jelly prebiotik menunjukkan bahwa ketiga perlakuan berbeda nyata (α=0.05), yang berarti bahwa ketiga perlakuan penambahan XOS sebesar 3%, 4%, dan 5% memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian kekenyalan permen jelly prebiotik oleh konsumen. Uji lanjut multiple comparison Duncan menunjukkan bahwa permen jelly prebiotik dengan penambahan XOS 3% dan 4% berada pada subset satu dan berarti permen jelly XOS 3% tidak berbeda nyata dengan permen jelly XOS 4%.Sementara itu, permen jelly prebiotik dengan XOS 3% dan 5% berada pada subset dua dan berarti permen jelly XOS 3% tidak berbeda nyata dengan permen jelly XOS 5% tetapi permen jelly prebiotik dengan XOS 5% berbeda dengan XOS 4%. Hal ini diduga terjadi karena proses pengeringan dengan oven yang kurang seragam sehingga ada permen jelly yang terlalu kering dan kemungkinan permen jelly prebiotik dengan XOS 4%. Akibat tekstur yang terlalu kering, kekenyalan dari permen menurun dan mempengaruhi penilaian panelis Berdasarkan nilai
35
rating, panelis memberikan nilai lebih tinggi pada permen jelly prebiotik XOS 5% dengan penilaian antara agak suka sampai suka.
4.3.4 Keseluruhan Penerimaan secara keseluruhan merupakan penerimaan dengan menilai keseluruhan atribut yang ada pada produk meliputi rasa, aroma, penampakan, tekstur, dan atribut lain yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penerimaan secara keseluruhan akan menjadi kunci untuk menentukan suatu produk disukai atau tidak disukai sehingga konsumen memutuskan mau mengonsumsi produk tersebut atau tidak. Hasil uji sensori terhadap keseluruhan atribut pada tiga permen jelly terbaik hasil analisis tekstur berkisar antara 3 sampai 7 (antara agak tidak suka sampai sangat suka). Perlakuan penambahan XOS 3% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.40 yang berarti panelis memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 3%, perlakuan penambahan XOS 4% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.20 yang berarti panelis juga memberikan penilaian antara agak suka dan suka tarhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 4% dan perlakuan penambahan XOS 5% memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 5.66 yang berarti penelis memberikan penilaian antara agak suka dan suka terhadap permen jelly prebiotik dengan XOS 5%. Berdasarkan rata-rata kesukaan rasa dari ketiga permen jelly, permen jelly dengan nilai kesukaan terbesar adalah permen jelly dengan penambahan XOS 5%, sedangkan nilai kesukaan terendah adalah permen jelly dengan penambahan XOS 4%. Histogram rata-rata penilaian panelis terhadap rasa permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 24.
Nilai penerimaan
6,5 5,5
5,41
5,66 5,2
4,5 3,5 XOS 3%
XOS 4%
XOS 5%
Konsentrasi XOS Gambar 24. Histogram hasil uji sensori keseluruhan permen jelly prebiotik Hasil analisis ragam terhadap keseluruhan atribut permen jelly prebiotik menunjukkan bahwa ketiga perlakuan berbeda nyata (α=0.05), yang berarti bahwa ketiga perlakuan penambahan XOS sebesar 3%, 4%, dan 5% memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian aroma permen jelly prebiotik oleh konsumen. Uji lanjut multiple comparison Duncan menunjukkan bahwa permen jelly prebiotik dengan penambahan XOS 3% dan 4% berada pada subset yang sama dan berarti permen jelly tidak berbeda nyata sedangkan permen jelly prebiotik dengan XOS 5% berada pada subset yang berbeda dan berarti berbeda nyata dengan permen jelly prebiotik dengan XOS 3% dan 4%. Berdasarkan nilai rating, panelis memberikan nilai lebih tinggi pada permen jelly prebiotik XOS 5% dengan penilaian antara agak suka sampai suka.
36
4.4 NILAI GIZI PERMEN JELLY PREBIOTIK Bahan pangan terdiri dari empat komponen utama yaitu karbohidrat, protein, lemak, air dan turunan-turunannya. Selain itu, bahan pangan juga tersusun dari komponen-komponen anorganik dalam bentuk kandungan mineral, dan komponen organik lainnya dalam jumlah yang relatif kecil, misalnya vitamin, enzim, pengemulsi, asam, antioksidan, pigmen, dan komponen-komponen citarasa (flavor). Jumlah komponen-komponen tersebut berbeda-beda pada masing-masing bahan pangan. Tergantung pada susunan, kekerasan atau tekstur, citarasa, warna, dan nilai makanan (Muchtadi 2008). Nilai gizi dari permen jelly prebiotik terbaik hasil uji sensori yaitu permen jelly dengan campuran karagenan dan konjak 1:1 dan XOS 5% dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Informasi nutrisi permen jelly prebiotik campuran konjak dan karagenan 1:1 dengan XOS 5 % dan permen jelly komersial Informasi nutrisi Takaran saji : 5 g Rata-rata jumlah per
Rata-rata jumlah per 100 gram % AKG
Permen jelly prebiotik
Permen jelly komersial*
0.90%
362.12 kkal
346 kkal
sajian Energi
18.10 kkal
Protein
0.04 g
0.10%
0.96 g
4.50 g
Lemak Total
0.06 g
0.02%
1.00 g
0.00 g
Karbohidrat Total
4.36 g
1.34%
87.32 g
82.00 g
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal. Kebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah *sumber : Kemasan permen jelly komersial Berdasarkan informasi nutrisi di atas, zat gizi terbesar yang terdapat pada permen jelly prebiotik adalah karbohidrat sedangkan lamak dan protein jumlahnya relatif kecil. Setiap 100 gram permen jelly prebiotik menggandung 87.32 gram karbohidrat sedangkan lemak hanya 1.00 gram dan protein hanya 0,96 gram. Bila dibandingkan dengan permen jelly komersial, jumlah karbohidrat per sratus gram permen jelly prebiotik lebih tinggi dibandingkan permen jelly komersial. Akan tetapi, jumlah protein permen jelly prebiotik lebih rendah dibandingkan permen jelly komersial. Karbohidrat permen jelly prebiotik lebih tinggi dikarenakan pada pembuatan permen jelly prebiotik ditambahkan xilo-oligosakarida yang merupakan karbohidrat dari golongan oligosakarida. Selain itu, bahan pembentuk gel yang digunakan adalah campuran konjak dan karagenan merupakan karbohidrat dari golongan polisakarida. Sementara pada permen jelly komersial kandungan proteinnya lebih tinggi dikarenakan bahan pembentuk gel yang digunakan adalah gelatin. Gelatin tersusun atas peptida (Pye 1996 dalam Subaryono 2006).
4.5 STABILITAS PREBIOTIK XILOOLIGOSAKARIDA PADA PERMEN JELLY PREBIOTIK Pada proses pembuatan permen jelly dilakukan penambahan prebiotik xilo-oligosakarida. Xilo-oligosakarida yang ditambahkan pada permen jelly terbaik hasil analisis tekstur dan sensori
37
adalah sebanyak 5% dari total bahan atau setara dengan 16.84% dari total bahan kering. Kemurnian xilo-oligosakarida yang digunakan pada pembuatan permen jelly adalah 95% sehingga xilooligosakarida yang ditambahkan pada permen jelly adalah 16.00 % dari total bahan kering. Setelah dilakukan analisis kadar xilo-oligosakarida menggunakan HPLC diketahui kadar xilooligosakarida pada permen jelly prebiotik adalah 15.17%. Xilo-oligoasakaarida tersebut tersusun atas 2.95% campuran xylotetraosa, xilopentosa, dan xiloheksaosa, 1.77% xylotriosa, 0.50% xylobiosa, dan 9.95% xilosa. Berdasarkan hasil tersebut, konsumsi 4 buah permen jelly prebiotik per hari dengan berat per buah permen 2.5 gram akan setara dengan konsumsi 1.4 gram xilo-oligosakarida sehingga dapat meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacilli dalam usus secara signifikan. Adapun konsumsi maksimum permen jelly prebiotik yang tidak menimbulkan diare adalah 31 buah permen per hari dengan berat per buah permen 2.5 gram atau setara dengan konsumsi 11.78 gram xilooligosakarida. Hasil anlisis HPLC dapat dilihat pada Gambar 25. 16
350
xylopentaos/xylohexaos xylotetraose
6
-2 0
1
2
3
4
5
6
7
8.93 9.57 SBN
7.41 7.69 8.17
6.48 6.30
6.89
50 SBN
0
150
100
SBN
2
SBN
4
200
3.64
8
250
2.45
10
Response - MilliVolts
12 Response - MilliVolts
Permen jelly prebiotik 300
9.45 xylose
14
6.34 6.52 6.90 xylotriose 7.68 xylobiose
Standar XOS
0
8
9 10 11 12 13 14 15
Time- Minutes
0
1
2
3
4
5
6 7 Time-Minutes
8
9
10
11
12
Gambar 25. Kromatogram kandungan XOS pada standar XOS dan permen jelly prebiotik terbaik Bila dibandingkan dengan jumlah yang ditambahkan, xilo-oligosakarida pada produk akhir yang terdeteksi oleh HPLC sedikit lebih rendah. Walupun terjadi penurunan, xilo-oligosakarida tetap dapat dikatakan relatif stabil selama proses pembuatan permen jelly terutama terhadap proses pengovenan pada suhu 55°C selama 24 jam kerena penurunan yang terjadi kurang dari 1%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Xiao et al (2007) dan Vazquez et al. ( 2000) yang menyatakan XOS memiliki stabilitas yang baik ketika dipanaskan dan bersifat stabil terhadap kisaran pH yang luas.
38