Bab 4
4.1
Hasil dan Pembahasan
Pembuatan dan Kitosan
Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan meliputi tahap penghilangan protein, penghilangan mineral, dan konversi kitin yang diisolasi menjadi kitosan melalui tahap deasetilasi. Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan sebanyak 100,00 gram dan menghasilkan kitosan sebanyak 16,45 gram. Rincian pengurangan massa pada tiap tahap pembuatan kitosan diperlihatkan pada Tabel 4.1. Kitosan yang diperoleh disintesis melalui dua kali deasetilasi. Hal ini dilakukan karena kitosan yang melalui satu kali tahap deasetilasi tidak larut dalam CH3COOH 1% dan memiliki derajat deasetilasi yang kecil, yaitu sebesar 69,68%. Kitosan yang melalui dua kali tahap deasetilasi larut dalam CH3COOH 1% dan memiliki derajat deasetilasi sebesar 83,23% dengan
sebesar 4,65×105 g/mol. Perhitungan
dan derajat deasetilasi dapat dilihat
pada Lampiran A dan Lampiran B.
Tabel 4.1 Rincian massa yang tersisa pada tiap tahap pembuatan kitosan* Proses
Massa (g)
Rendemen (%)
Deproteinasi
50,23
50,23
Demineralisasi
23,00
23,00
Deasetilasi (1×4 jam)
20,46
20,46
Deasetilasi (2×4 jam)
16,45
16,45
*Massa limbah udang kering 100,00 g
Spektrum serapan infra-merah untuk kitin dan kitosan ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Puncak-puncak yang muncul pada spektrum serapan infra-merah kitin dan kitosan identik. Perbedaan muncul pada transmitan (%T) puncak pada bilangan gelombang 1658 cm-1 (gugus C=O amida). Pada bilangan gelombang ini (1658 cm-1), kitin memiliki
nilai serapan yang lebih besar daripada kitosan. Spektrum ini sesuai dengan hasil yang diharapkan karena menunjukkan bahwa gugus C=O amida pada kitin telah berkurang, yang berarti kitosan berhasil disintesis.
100 %T 95
3448.72
70
65
586.36 559.36 528.50
750.31 696.30
894.97 975.98 950.91
1157.29 1116.78
3269.34
75
1072.42 1014.56
3111.18
80
1658.78 1629.85
2962.66 2929.87 2887.44
1568.13
85
1313.52
1377.17
90
60 4500 4000 sampel 4
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 4.1 Spektrum serapan infra-merah kitin.
Tabel 4.2 Jenis vibrasi gugus-gugus pada kitosan. Bilangan Gelombang (cm-1)
Jenis Vibrasi
3000 – 3500
Ulur O-H, N-H
2875,86
Ulur C-H, -CH3
1658,78
Ulur C=O (amida)
1585,49
Tekuk C-H
1381,03
Regang C-O-C
27
100 %T
659 .66
3442.94
80
1082.07 1031.92
11 51.5 0
85
15 85.4 9
1658.78
90
1 381.03
287 5.86
95
75
70 4500 4000 Khitosan
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 4.2 Spektrum serapan infra-merah kitosan (dua kali deasetilasi).
4.2
Pembuatan Karboksimetil Kitosan
Pembuatan karboksimetil kitosan dilakukan melalui dua jalur. Jalur pertama adalah sintesis karboksimetil kitosan dati bahan baku kitin. Jalur kedua adalah sintesis karboksimetil kitosan dari bahan baku kitosan. Konduktivitas proton pada kitosan amat bergantung pada gugus amina yang dimilikinya. Pada jalur sintesis kedua, reaksi antara kitosan dengan asam kloroasetat memungkinkan terjadinya substitusi pada gugus amina membentuk suatu N,O-karboksimetil kitosan. Substitusi pada gugus amina ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan turunnya konduktivitas dari kitosan yang telah termodifikasi. Oleh karena itu, jalur sintesis pertama dilakukan untuk mendapatkan suatu O-karboksimetil kitosan. Hal ini dapat terjadi karena gugus amina pada kitin terlindungi oleh gugus asetil (dalam bentuk asetamida). Setelah karboksimetil kitin terbentuk, deasetilasi dilakukan untuk mengubah gugus asetamida menjadi gugus amina (deproteksi gugus amina).
4.2.1 Kitin sebagai bahan baku Sintesis karboksimetil kitin dilakukan melalui dua metode, yaitu metode homogen dan metode heterogen. Karboksimetil kitin yang dihasilkan melalui metode homogen sangat 28
sedikit jumlahnya sehingga sangat tidak memungkinkan untuk dideasetilasi dan dijadikan membran. Hal ini disebabkan karena kitin yang terlarut dalam pelarut 5% LiCl/DMAc hanya kitin yang memiliki massa molekul rata-rata kecil dan kelarutannya pun hanya 15%. Karboksimetil kitin yang dihasilkan melalui metode heterogen jumlahnya banyak, yaitu 18,33 gram sehingga memungkinkan untuk dideasetilasi dan dijadikan membran. Pada metode heterogen kitin dan asam kloroasetat direaksikan dalam bentuk padatan. Spektrum IR karboksimetil kitin melalui metode heterogen ini dapat dilihat pada Lampiran C. Berdasarkan spektrum serapan IR, antara kitin dan karboksimetil kitin tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga disimpulkan bahwa sintesis karboksimetil kitin yang dilakukan tidak berhasil. Hasil uji kelarutan karboksimetil kitin metode homogen, metode heterogen, dan kitin terhadap pelarut organik dan pelarut anorganik (pelarut-pelarut yang digunakan telah dijelaskan pada Sub-bab 3.5.3) menunjukkan hasil yang negatif, yaitu tidak larut pada semua pelarut tersebut. Dari hasil uji kelarutan tersebut terlihat jelas bahwa baik karboksimetil kitin dengan cara homogen maupun dengan cara heterogen memiliki kelarutan yang sama terhadap pelarut-pelarut yang digunakan. Dari hasil uji juga diperoleh kesimpulan bahwa karboksimetil kitin yang disintesis memiliki kelarutan yang sama dengan kitin. Perbandingan antara kelarutan kitin dengan karboksimetil kitin mendukung kesimpulan yang diperoleh dari spektrum serapan IR kedua polimer tersebut, yaitu sintesis karboksimetil kitin tidak berhasil. Hasil uji kelarutan ini digunakan juga untuk membedakan antara karboksimetil kitin dengan karboksimetil kitosan berdasarkan sifat kelarutannya pada berbagai pelarut.
4.2.2 Kitosan sebagai bahan baku Hasil uji kelarutan kitosan dan karboksimetil kitosan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Kitosan larut dalam HCl 0,1 M dan CH3COOH 2% sesuai dengan literatur [6]. Menurut literatur [18] dan [23], karboksimetil kitosan larut dalam aqua dm dan NaCl 1%, sama dengan hasil yang diperoleh dari pengujian kelarutan yang dilakukan. Larutnya karboksimetil kitosan pada aqua dm menunjukkan bahwa adanya gugus karboksimetil pada kitosan meningkatkan hidrofilisitas dari kitosan. Spektrum serapan IR karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Puncak pada 1624,06 cm-1 (vibrasi asimetrik gugus karboksilat) dan 1413, 82 cm-1 (vibrasi simetrik gugus karboksilat) menunjukkan bahwa karboksimetilasi telah terjadi. Jika dibandingkan dengan spektrum serapan IR kitosan, puncak pada bilangan gelombang 3446,79 cm-1 menjadi lebih 29
lebar dan lemah. Perubahan puncak serapan ini menandakan bahwa karboksimetilasi terjadi pada gugus amina dan hidroksil primer pada unit glukosamin struktur kitosan [9]. Puncak serapan hidroksil pada karboksimetil kitosan lebih lebar daripada puncak serapan hidroksil pada kitosan. Ini menunjukkan bahwa karboksimetil kitosan memiliki hidrofilisitas yang lebih tinggi daripada kitosan (sesuai dengan hasil uji kelarutan).
Tabel 4.3. Perbandingan kelarutan antara kitosan dengan karboksimetil kitosan (CMChitosan). Sampel
Pelarut NaOH 0,5 M
HCl 0,1 M
NaCl 1%
Aqua dm
CH3COOH 2%
DMF
DMAc
THF
Aseton
Kitosan
-
+
-
-
+
-
-
-
-
CMChitosan
-
+
+
+
+
-
-
-
-
Keterangan: - = tidak larut; + = larut
100 %T 95
85
1624.06
1527.62
80
1153.43 1089.78 1064.71 1014.56
1413.82 1381.03
2065.76
90
2924.09
75
70
3446.79
65
60
55 4500 4000 sampel 3
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar 4.3 Spektrum serapan infra-merah karboksimetil kitosan.
Hasil uji kelarutan dan analisis spektrum serapan IR menunjukkan bahwa sintesis karboksimetil kitosan dari kitosan telah berhasil dilakukan. Posisi karboksimetilasi pada karboksimetil kitosan yang diperoleh tidak bisa ditentukan dengan spektrum IR (perlu analisis lebih lanjut dengan 13C-NMR). 30
4 4.3
Analissis Termal
S Suhu operasio onal PEMFC berada di anntara 50oC – 80 8 oC [14]. Oleh karena ituu, material yanng a akan digunakkan sebagai membran m elekktrolit haruslaah memiliki kkestabilan terrmal yang baaik p pada rentanng suhu terrsebut. Kesttabilan term mal sangat penting unttuk mencegaah t terdegradasin nya membran elektrolit kettika PEMFC beroperasi. b A Analisis term mogravimetri (TGA) ( kitosan menunjukkkan bahwa kitosan terdegraadasi pada suhhu 3309,8oC. Kennaikan suhu menyebabkaan lepasnya air yang terpperangkap daan berinterakksi d dengan kitosan. Sebagiann besar air terlepas pada suhu s 122,4oC dan setelahh itu kestabilaan t termal terjagaa hingga akhiirnya kembalii mengalami penurunan p m massa pada suhhu 286,9oC daan t terdegradasi pada p 309,8oC (lihat Gambbar 4.4). Padaa suhu dekom mposisi, kitosan yang tersiisa s sebanyak 69,7% dari masssa awal. Anallisis DSC meenunjukkan baahwa kitosan memiliki suhhu p penguapan 1115,4oC (lihat Lampiran L D).
G Gambar 4.4 Kurva analisis termograavimetri kitossan.
A Analisis TGA A karboksimeetil kitosan menunjukkan bahwa b karbokksimetil kitosan terdegradaasi p pada suhu 2209,8oC. Kennaikan suhu menyebabkann lepasnya aair yang terpperangkap daan b berinteraksi dengan d karbooksimetil kitoosan. Sebagiaan besar molekul air terleepas pada suhhu 882,0oC dan pada suhu 1189,1oC terjaadi penurunan n massa yanng drastis hiingga akhirnyya k karboksimetil l kitosan terdegradasi t pada suhu u 209,8oC. Pada suhu dekomposisi, k karboksimetil l kitosan telaah terdegradaasi sebanyak 35,9% dari massa awal. Analisis DS SC
3 31
m menunjukkan n bahwa karrboksimetil kitosan mem miliki suhu penguapan 102,2oC (lihhat L Lampiran D)..
G Gambar 4.5 Kurva analisis termograavimetri karb boksimetil kiitosan.
K Kitosan mem miliki rantai yang lebih kompak daaripada karbooksimetil kittosan. Hal ini i d dikarenakan karboksimetiil kitosan meemiliki guguss karboksimeetil yang relaatif lebih bessar d daripada gug gus hidroksil pada kitosann. Gugus karb boksimetil inni menyebabk kan jarak anttar r rantai pada kaarboksimetil kitosan k lebih jauh daripada pada kitosaan. Rongga ini menyebabkaan j jumlah molekkul air yang berada pada celah antar rantai karbokksimetil kitossan lebih bessar d daripada padaa kitosan. Kaarena perbedaaan celah itu pula, interakksi antara air dengan guguusg gugus pada kitosan k (guguus hidroksil dan amina) lebih kuat daripada d interraksi antara air a d dengan gugu us-gugus padaa karboksimeetil kitosan. Kuatnya inteeraksi ini meenyebabkan air a l lebih sulit terlepas dari kito osan. Dari peenjelasan ini, hasil h TGA daapat dijelaskan n dengan baikk. P Perbedaan suuhu penguapaan pada kitossan dan karbo oksimetil kitoosan dapat diigunakan untuuk m menjelaskan hidrofilisitas kedua polimer ini. Kurva DSC kitosann berbentuk sempit. Artinyya, a yang terikkat (melalui ikatan air i hidroggen) dengan gugus g hidrokksil dan aminna pada kitosaan l lepas secara serempak ketika k suhu penguapan tercapai. t Infoormasi lainnyya yang dappat d diperoleh addalah sebagiaan besar moolekul-moleku ul air langsuung terikat dengan gugus h hidroksil dann amina, dan hanya sedikkit molekul aiir yang terjebbak pada cellah antar ranttai p polimer kitossan. Kurva DSC karboksim metil kitosan lebih lebar ddaripada kurvaa DSC kitosaan. 3 32
Artinya, pada karboksimetil kitosan, air terlepas secara perlahan. Pada karboksimetil kitosan, air yang pertama kali menguap bukanlah molekul air yang langsung berikatan dengan gugus hidroksil, amina, atau karboksilat, melainkan molekul air yang terikat dengan molekul air lainnya. Ketika suhu penguapan tercapai, molekul air yang langsung terikat dengan gugusgugus tersebut dan molekul air yang terjebak pada celah antar rantai polimer karboksimetil kitosan mulai terlepas (menguap). Dari penjelasan ini, kurva DSC dapat dijelaskan dengan baik. Hasil analisis termal menunjukkan bahwa kitosan dan karboksimetil kitosan memiliki kestabilan termal yang baik pada suhu operasional PEMFC (50oC – 80oC). Akan tetapi, kitosan memiliki kestabilan termal yang lebih baik daripada karboksimetil kitosan.
4.4
Pembuatan Membran
Pelarut yang digunakan pada pembuatan membran adalah CH3COOH 2%. Membran dibuat melalui teknik inversi fasa dengan menggunakan cawan petri untuk mencetak membran. Larutan kitosan dan karboksimetil kitin dituangkan ke cawan petri, lalu pelarut dibiarkan menguap pada suhu kamar sehingga terjadi perubahan fasa dari cair menjadi padat (membran). Larutan NaOH 2M yang ditambahkan ke dalam cawan petri berfungsi sebagai non-pelarut (non-solvent) atau koagulan. Membran karboksimetil kitosan yang diperoleh lebih rapuh dan mudah robek dibandingkan dengan membran kitosan. Penurunan sifat mekanik ini disebabkan karena masuknya gugus karboksimetil (-CH2COOH) ke dalam rantai polimer kitosan menyebabkan terjadinya peningkatan fleksibilitas rantai polimer sehingga kekompakan antar rantai polimer mengalami penurunan [24].
4.5
Karakterisasi Membran
4.5.1 Analisis kapasitas penukar ion Penentuan kapasitas penukar ion menunjukkan bahwa kitosan dan karboksimetil kitosan memiliki nilai kapasitas penukar ion yang tidak berbeda jauh. Kitosan memiliki kapasitas penukar ion sebesar 5,385 meq g-1 sedangkan karboksimetil kitosan memiliki kapasitas penukar ion sebesar 5,137 meq g-1. Kedua membran ini memiliki nilai kapasitas penukar ion yang lebih besar daripada Nafion®. Kapasitas penukar ion Nafion® adalah 0,91 meq g-1 [14]. Tingginya kapasitas penukar ion yang dimiliki oleh kitosan disebabkan oleh tingginya nilai derajat deasetilasi kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi, semakin banyak gugus amina 33
bebas yang dimiliki oleh kitosan. Dengan meningkatnya jumlah gugus amina bebas ini, kapasitas penukaran ion (dalam hal ini proton, H+) akan meningkat juga. Membran karboksimetil kitosan seharusnya memiliki kapasitas penukar ion yang lebih besar daripada kitosan. Dari hasil yang diperoleh, ada dugaan bahwa proton hanya berinteraksi dengan gugus karboksilat (pada gugus karboksimetil kitosan).
4.5.2 Analisis potensial membran Hasil pengukuran dan curve fitting potensial membran kitosan dan karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh Gambar 4.6. Karboksimetil kitosan memiliki potensial membran yang lebih tinggi daripada kitosan. Dari pengolahan data dengan piranti lunak Origin® diperoleh hasil seperti yang tercantum pada Tabel 4.4. Nafion® memiliki nilai Q+X+ sebesar 0,536 mol L-1 [14].
Tabel 4.4 Nilai muatan efektif (Q+X+), W, dan perbandingan mobilitas kation terhadap . mobilitas anion Q+X+ (mol L-1)
W
Kitosan
0,00405
-0,26669
0,5789
Karboksimetil Kitosan
0,00658
-0,30328
0,5346
Membran
Karboksimetil Kitosan (Data Eksperimen) Karboksimetil Kitosan (Hasil Fitting) Kitosan (Data Eksperimen) Kitosan (Hasil Fitting)
35 30 25
Δφ (mV)
20 15 10 5 0 -5 -10 1E-3
0,01
0,1
1
-1
C2 (mol L )
Gambar 4.6 Kurva potensial membran terhadap konsentrasi KCl yang bervariasi. 34
Besarnya muatan efektif menunjukkan efektivitas gugus-gugus ionik pada suatu membran elektrolit. Membran karboksimetil kitosan memiliki nilai kapasitas penukar ion yang sedikit lebih kecil daripada membran kitosan, tetapi muatan efektifnya lebih besar daripada membran kitosan sehingga dapat dikatakan bahwa membran karboksimetil kitosan memiliki transpor kation yang lebih efektif daripada membran kitosan. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan Nafion® yang memiliki kapasitas penukar ion yang lebih kecil, karboksimetil kitosan masih kurang efektif. Pada analisis potensial membran, larutan elektrolit yang digunakan adalah KCl. Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa kitosan memiliki mobilitas kation yang lebih besar daripada karboksimetil kitosan. Hal disebabkan oleh adanya perbedaan kekuatan interaksi antara kation (K+) dengan gugus –COO- pada karboksimetil kitosan dan dengan gugus –NH2 pada kitosan. Interaksi antara ion K+ dengan gugus –COO- lebih kuat daripada interaksi antara ion K+ dengan gugus –NH2. Larutan KCl dipilih sebagai larutan elektrolit karena mobilitas ion K+ dan mobilitas ion Cldi dalam air hampir sama. Akibatnya, beda potensial yang ditimbulkan oleh perbedaan antara mobilitas kation dengan anion dapat dihilangkan. Jika beda potensial ini tidak dihilangkan, analisis berikutnya akan sulit untuk dilakukan karena ada ketidaksamaan antara jenis ion di dalam membran dengan ion yang ada pada larutan ruah [14].
4.5.3 Analisis permeabilitas metanol Membran elektrolit pada PEMFC harus memiliki sifat fuel barrier yang baik. Ini berarti bahwa membran kitosan dan mebran karboksimetil kitosan ini harus memiliki sifat fuel barrier yang baik. Aplikasi pada DMFC mengharuskan kedua membran ini memiliki sifat permeabilitas metanol yang rendah sehingga sifat fuel barrier yang dimiliki membran ini baik. Hasil pengolahan data (Lampiran F) menunjukkan bahwa kitosan memiliki permeabilitas metanol yang lebih kecil daripada karboksimetil kitosan. Artinya, kitosan memiliki sifat fuel barrier yang lebih baik daripada karboksimetil kitosan. Pada Tabel 4.5 disajikan data permeabilitas metanol untuk kitosan, karboksimetil kitosan, dan Nafion® 117. Permeabilitas metanol kitosan dan karboksimetil kitosan tidak dapat langsung dibandingkan dengan permeabilitas metanol Nafion® 117. Hal ini dikarenakan sel pengukuran permeabilitas yang digunakan berbeda. Walaupun permeabilitas metanol membran karboksimetil kitosan lebih besar sepuluh kali dari membran kitosan, membran ini masih bisa diaplikasikan pada DMFC.
35
Tabel 4.5 Perbandingan permeabilitas metanol untuk membran kitosan, karboksimetil kitosan, dan Nafion® 117. Membran
Permeabilitas Metanol (cm2 s-1)
Kitosan
5,1807 × 10-7
Karboksimetil Kitosan
2,3621 × 10-6
Nafion® 117 [25]
2,76 × 10-7
Peningkatan permeabilitas metanol pada karboksimetil kitosan diakibatkan oleh masuknya gugus karboksilat pada kitosan. Gugus karboksilat yang berukuran besar menyebabkan jarak antar rantai pada karboksimetil kitosan lebih besar daripada jarak antar rantai pada kitosan. Dengan membesarnya jarak antar rantai jumlah metanol yang dapat melewati celah antar rantai akan semakin besar. Model permeabilitas metanol pada kitosan dan karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh Gambar 4.7. Pada Gambar 4.7(a) terlihat bahwa kitosan memiliki rantai yang lebih kompak daripada karboksimetil kitosan. Molekul-molekul metanol akan berinteraksi cukup baik dengan gugus hidroksil atau gugus amina pada kitosan sehingga molekul metanol yang lainnya tidak dapat melewati celah antar rantai karena tertahan (“tersumbat”) oleh molekul metanol yang berinteraksi dengan gugus-gugus tersebut. Rantai 1 H3 C
O H
H3C
O OH
H
NH2
OH
NH2
NH2 OH
Rantai 2
(a)
Rantai 1 O H3C
H
O
O H3 C
H2N H
H
NH2
H
O
C O H
H2N
CH3 O
CH2
H3C
O
OH
Rantai 2
H
O
CH3
OH
(b)
Gambar 4.7 Model transpor metanol pada (a) kitosan dan (b) karboksimetil kitosan.
Pada Gambar 4.7(b) terlihat bahwa karboksimetil kitosan memiliki jarak antar rantai yang lebih renggang daripada kitosan. Molekul-molekul metanol berinteraksi dengan gugus-gugus 36
pada karboksimetil kitosan (gugus karboksilat, hidroksi, dan amina) sama baiknya dengan interaksi yang dijumpai pada kitosan. Namun, karena karboksimetil kitosan memiliki jarak antar rantai yang lebih renggang, karboksimetil kitosan tidak memiliki efek “penyumbatan” seperti yang dijumpai pada kitosan.
4.5.4 Analisis impedance spectroscopy (IS) Analisis IS dilakukan ketika kondisi membran basah. Kurva Nyquist untuk membran kitosan dan karboksimetil kitosan yang diperoleh dari pengukuran konduktivitas proton ditunjukkan oleh Gambar 4.8. Daerah setengah lingkaran dan daerah Warburg pada kurva Nyquist untuk membran kitosan dan membran karboksimetil kitosan saling berhimpit sehingga tahanan membran tidak dapat ditentukan dari kurva Nyquist. Akan tetapi, dengan mengalurkan kurva Bode, tahanan membran pada saat frekuensi ambang (threshold) dapat ditentukan (Lampiran G).
500
400
-Z'' (Ω)
300
200
100
Karboksimetil Kitosan Kitosan 0 0
100
200
300
400
500
Z' (Ω)
Gambar 4.8 Kurva Nyquist untuk membran kitosan dan karboksimetil kitosan.
Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa karboksimetil kitosan memiliki konduktivitas proton yang lebih besar daripada kitosan. Namun, jika dibandingkan dengan Nafion® yang memiliki konduktivitas proton 10-2 – 10-1 S cm-1 [14], kedua membran ini masih memiliki nilai konduktivitas proton yang rendah. Dari IS, besarnya nilai frekuensi ambang dapat juga diperoleh. Dengan mengetahui nilai frekuensi ambang, mekanisme transpor proton dapat diketahui. Frekuensi ambang membran 37
kitosan dengan membran karboksimetil kitosan berbeda. Ini berarti transpor proton pada membran kitosan berbeda dengan transpor proton pada membran karboksimetil kitosan. Pada kitosan, transpor proton melibatkan gugus amina sedangkan pada karboksimetil kitosan transpor proton melibatkan gugus karboksilat.
Tabel 4.6 Hasil analisis impedance spectroscopy
σ (S cm-1)
fambang (Hz)
Kitosan
1,565 × 10-3
1815,09
Karboksimetil Kitosan
2,382 × 10-3
1522,76
Membran
Pada membran dengan sistem asam-basa, transpor proton sangat dipengaruhi oleh kekuatan gugus asam atau gugus basa yang dimiliki oleh membran tersebut. Semakin kuat keasaman atau kebasaan dari gugus tersebut, nilai konduktivitas proton dari membran polielektrolit bersistem asam-basa akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis IS dan penalaran konsep asam-basa, mekanisme transpor proton pada membran bersistem asam-basa dapat diperkirakan secara secara kualitatif dan sederhana. Jika ditinjau dari teori asam-basa Bronsted-Lowry, gugus –COO- adalah basa kuat (basa konjugasi dari asam lemah, -COOH) sedangkan gugus –NH2 adalah suatu basa lemah dan gugus –NH3+ adalah suatu asam kuat (asam konjugasi dari –NH2). Karena gugus -COOadalah basa kuat dan gugus –COOH adalah asam lemah, gugus –COO- “senang” untuk menerima proton dan setelah gugus tersebut terprotonasi sulit untuk terdeprotonasi (karena gugus –COOH adalah asam lemah). Berbeda dengan gugus –COO-, gugus –NH2 adalah suatu basa lemah dan asam konjugasinya, gugus –NH3+, adalah asam kuat. Protonasi memang akan lebih sulit, tetapi setelah protonasi terjadi, deprotonasi gugus –NH3+ mudah untuk terjadi (lihat Gambar 4.9). Mekanisme transpor proton pada kitosan telah dijelaskan pada Sub-bab 2.6 (hal. 10). Pada kitosan, transpor proton berlangsung melalui mekanisme Grothus. Mekanisme transfer proton pada membran karboksimetil kitosan diramalkan berlangsung melalui mekanisme Grothus juga (secara dominan). Ada tiga mekanisme yang diperkirakan: •
Mekanisme transpor proton I (Gambar 4.10),
•
Mekanisme transpor proton II (Gambar 4.11), dan
•
Mekanisme transpor proton III (Gambar 4.12).
38
CH2OH
CH2OH
O
HO
NH2
CH2OCH2COO-
O
H+
O
O
HO
n CH2OCH2COOH
H+
O
HO
O
NH3
n
(a)
CH2OCH2COOH
H+
O
HO NH2
O
O
O
HO
n
NH2
n
NH3
n
CH2OCH2COO-
O
O
HO NH3
n
(b)
Gambar 4.9 Reaksi protonasi (a) kitosan dan (b) karboksimetil kitosan.
Mekanisme transpor proton I terjadi apabila gugus karboksimetil tersubstitusi pada gugus hidroksil di atom C-6. Mekanisme transpor proton II dan III terjadi apabila gugus karboksimetil tersubstitusi pada gugus amina di atom C-2. Mekanisme transpor proton I dijelaskan secara sederhana oleh Gambar 4.10. Pada mekanisme ini, sistem asam-basa yang serupa dengan suatu ion zwitter terbentuk. Apabila ditinjau dari sudut pandang rantai 1, rantai 1 bertindak sebagai asam (-COOH) dan rantai 2 bertindak sebagai basa (-NH2). Namun, hal yang sebaliknya diperoleh apabila ditinjau dari sudut pandang rantai 2. Dari sudut pandang rantai 2, rantai 2 bertindak sebagai asam (-NH3+) dan rantai 1 bertindak sebagai basa (-COO-). Pada kondisi ini (Gambar 4.10), proton diperebutkan oleh gugus karboksilat dan gugus amina sehingga proton akan “terombangambing” di antara dua gugus tersebut. “Terombang-ambing”-nya proton ini menyebabkan proton tidak “dimiliki” secara “utuh” oleh gugus karboksilat dan gugus amina sehingga proton akan mudah berpindah ke “terowongan” yang dibentuk oleh molekul-molekul air yang saling berikatan hidrogen. Meningkatnya kemudahan perpindahan proton menyebabkan terjadi peningkatan konduktivitas proton.
39
O
Rantai 1 OCH2
H
O
H
O
H
H
O
H
H
O OCH2
H+
C O H
H
H
O
H
O
H
H
Rantai 2
O
H
H
O
H
H
(2)
Rantai 2 H+
C
(1)
N H2
O OCH2
H
H
H
Rantai 1
O H
H
H
Rantai 1
O
N H2
O H
H O
Rantai 2 H+
C
N H2
O H O
H
H
O H
H
O H
H
O H
H H
O
H
H
(3)
Gambar 4.10 Mekanisme transpor proton I pada karboksimetil kitosan (1 – 3).
Mekanisme transpor proton II dan III hampir serupa. Perbedaan antara mekanisme II dan mekanisme III terletak pada posisi transpor proton yang terjadi. Perbedaan ini terlihat dengan jelas dari Gambar 4.11 (mekanisme II) dan Gambar 4.12 (mekanisme III). Pada mekanisme transpor proton II (Gambar 4.11), gugus karboksilat membantu terjadinya proses transpor proton. Adanya gugus amina sekunder (2°) yang terikat pada atom C-α menyebabkan kerapatan elektron sedikit tertarik ke arah gugus amina 2°. Berkurangnya kerapatan elektron pada gugus karboksilat menyebabkan ikatan antara gugus karboksilat dengan proton melemah. Dengan melemahnya ikatan antara gugus karboksilat dengan proton, proton akan lebih mudah terlepas dan berpindah ke “terowongan” air. Dengan demikian, peningkatan keasaman gugus –COOH dengan kehadiran gugus amina akan meningkatkan konduktivitas proton membran karboksimetil kitosan jika dibandingkan dengan membran kitosan. 40
H H
H
O
H
H
O
H
H
H
O
H
O
H H
O
H O
HN
H2 C
H+
C
e-
O
(1) H H
O
H H
O
H H
H
O
H H
O
H H
O
H
O
HN
H2 C
H+
C
e-
O
(2) H H
O
H H
O
H H
O H
H H
O
H H
O
H
O
HN
H2 C
e-
H+
C O
(3) Gambar 4.11 Mekanisme transpor proton II pada karboksimetil kitosan (1 – 3).
Pada mekanisme transpor proton III (Gambar 4.12), gugus amina 2° membantu terjadinya proses transpor proton. Adanya gugus karboksilat yang terikat pada atom C-α menyebabkan kerapatan elektron tertarik ke arah gugus karboksilat. Berkurangnya kerapatan elektron pada gugus amina menyebabkan ikatan antara gugus amina dengan proton melemah. Dengan melemahnya ikatan antara gugus amina dengan proton, proton akan lebih mudah berpindah ke “terowongan” air. Dengan demikian peningkatan keasaman gugus –RR’NH2+ dengan masuknya gugus karboksilat (-COO-) menyebabkan konduktivitas proton membran karboksimetil kitosan lebih tinggi daripada konduktivitas proton membran kitosan.
41
H H
O
H
H H
O
H
H
O
H
H
H
O
H
H
NH
O
H
O H2 C
H+
C
e-
O
(1) H H
O
H H
H
H
H
O
H
O
H
H
H
NH
H2 C
H
O
H
O
O H+
C
e-
O
(2) H H
O
H
H H
H
O
H
O
H H
O
H H
O
O
H
H2N
H2 C
e-
H+
C O
(3) Gambar 4.12 Mekanisme transpor proton III pada karboksimetil kitosan (1 – 3).
Melalui ketiga mekanisme transpor proton ini, alasan mengenai tingginya konduktivitas proton membran karboksimetil kitosan dibandingkan dengan membran kitosan dapat dijelaskan. Di antara ketiga mekanisme ini, mekanisme transpor proton yang diperkirakan memiliki nilai konduktivitas proton tertinggi adalah mekanisme I (melalui sistem kepemilikan proton bersama).
42