33
yang harus dijadikan kawasan konservasi yang berfungsi sebagai penyangga untuk ekosistem di wilayah sekitarnya. Hasil dari musyawarah ini dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bupati Nomor 660/Kep.369-Huk/2007 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut daerah yang isinya ada 10 titik yang dijadikan kawasan konservasi laut daerah. Selanjutnya pada tahun 2010 SK Bupati ini ditindak lanjuti oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk dibuat peta sebaran terumbu karang sekaligus untuk mengevaluasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Analytic Network Process untuk Seleksi Kriteria Identifikasi Kriteria yang Berpengaruh Sektor perikanan dan kelautan dalam pembangunan wilayah memegang peranan penting, mengingat kabupaten Pandeglang mempunyai wilayah laut yang sangat besar. Namun pada kenyataannya banyak terjadi masalah-masalah yang dapat mengancam keberlanjutan sektor perikanan dan kelautan di masa yang akan datang. Hasil survei di lapangan dan wawancara awal mengindikasikan bahwa isu permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir disebabkan oleh konflik kepentingan antar stakeholder. Hal ini ditemukan di kecamatan Carita dimana kondisi aktual saat ini sebagai kawasan pariwisata yang memicu para investor untuk mendirikan hotel-hotel di sepanjang sempadan pantai sedangkan berdasarkan dalam aturan penataan ruang tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan sepanjang sempadan pantai. Selain itu pembangunan PLTU Labuan memicu perubahan kualitas perairan yang mengakibatkan tingginya kekeruhan di sepanjang perairan pantai (KKP 2010) sedangkan pada kawasan ini ada area bernilai tinggi seperti terumbu karang yang harus dilindungi keberadaannya. Tingginya pemanfaatan di sekitar pesisir Pandeglang menyebabkan degradasi lingkungan hal ini terlihat dengan sering terjadinya banjir dan abrasi di beberapa wilayah pesisir sebagai dampak dari kerusakan lingkungan. Berdasarkan Tabel 15 kondisi permasalahan di wilayah pesisir dipicu oleh tumpang tindihnya kewenangan antar instansi terkait yang disebabkan tidak adanya koordinasi lintas sektoral untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi. Selain itu berdasarkan informasi Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pandeglang bahwa belum adanya perencanaan yang terarah dari Pemerintah Daerah untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu karena semua instansi diprioritaskan untuk memenuhi target penghasilan daerah. Hasil wawancara selanjutnya diperoleh 31 kriteria yang keberadaannya penting dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu berdasarkan kriteria ekologis, kriteria sosial ekonomi dan kriteria kebijakan (Tabel 16). Selengkapnya isu dan permasalahan ini disajikan pada Tabel 15.
34
Tabel 15. Isu permasalahan dan faktor penyebab dalam pemanfaatan ruang Isu Permasalahan Pemanfaatan Ruang 1. Konflik kepentingan 2. Degradasi lingkungan 3. Kurangnya pemahaman mengenai pentingnya potensi di kawasan pesisir 4. Tumpangtindihnya kewenangan dalam pemanfaatan ruang 5. Tidak sesuai dengan penataan ruang yang ada 6. Kurangnya koordinasi antar SKPD 7. Belum adanya peraturan daerah tentang zonasi di perairan laut 8. Penetapan rencana tata ruang kurang memperhatikan keberlanjutannya
Solusi Alternatif Permasalahan
Faktor Penyebab 1. Masih egosektoral 2. Orientasi terhadap PAD 3. Terlalu banyak peraturan yang didasarkan pada kepentingan sementara 4. Penyusunan zonasi tidak sesuai dengan kondisi yang ada 5. Dalam penyusunan zonasi tidak melibatkan stakeholder terkait 6. Zonasi yang disusun tidak mengakomodir keinginan dan aspirasi masyarakat 7. Kurangnya sosialisasi zonasi ruang
1. Melaksanakan peraturan UU yang telah ditetapkan 2. Penetapan zonasi wilayah pesisir melalui peraturan daerah 3. Meningkatkan koordinasi antar lembaga dan pemangku kepentingan 4. Melibatkan seluruh stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir 5. Pengumpulan data-data yang tepat dan akurat setiap sektor terkait 6. Menyusun rencana aksi secara komprehensif, sinergi dan terukur
Tabel 16. Kriteria pemanfaatan ruang menurut responden Kriteria Ekologi 1. Kondisi geografis perairan 2. Terdapat ekosistem penting 3. Daya dukung lingkungan 4. Ketersediaan lahan 5. Pencemaran 6. Degradasi lingkungan 7. Pemulihan stok ikan 8. Spesies endemik 9. Keanekaragaman sumberdaya ikan 10. Kualitas perairan 11. Kondisi oseanografi 12. Habitat dan tempat migrasinya ikan 13. Kelestarian SDI dan ekosistem penunjangnya
Kriteria Sosial ekonomi 1. Peluang pasar/pemasaran 2. Adanya sarana dan prasarana 3. Kepadatan aktivitas penangkapan 4. Penggunaan alat tangkap 5. Akses pemodalan 6. Fasilitas perekonomian 7. Transportasi 8. Kontribusi terhadap PAD 9. Infrastruktur jalan
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kriteria Kebijakan Adat kebiasaan / kearifan lokal / kultur yang turun temurun Sumberdaya manusia Kebijakan / peraturan Tingkat pengetahuan masyarakat pesisir Tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi Aksessibilitas Kelembagaan Kerawanan sosial/keamanan Peluang konflik
Tabel 16 menunjukkan fungsi ekologi, kriteria yang menjadi bahan pertimbangan adalah keberadaan ekosistem sebagai habitat makhluk hidup yang berada di wilayah pesisir dan kondisi fisik yang menunjang keberlanjutan ekosistem tersebut. Fungsi sosial ekonomi lebih menekankan kepada kepentingan keberlanjutan hidup manusia dan membangun sarana pendukung untuk menunjang pemanfaatan sumberdaya alam yang berada di wilayah pesisir dan laut. Fungsi kebijakan sebagai alat pengontrol dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada sehingga generasi yang akan datang masih dapat menikmati sumberdaya alam yang ada saat ini. Tahap selanjutnya yaitu pengisian kuesioner kedua yang dilakukan berdasarkan literatur yang ada dan dimodifikasi dengan hasil wawancara pertama untuk mencari kriteria kesesuaian pemanfaatan ruang dan responden diminta untuk memberikan nilai bobot dalam melihat tingkat kepentingan pengaruhnya
35
dalam setiap pemanfaatan ruang. Rekapitulasi hasil pembobotan para responden dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 17. Kriteria parameter dalam wilayah pesisir Fungsi
Kriteria Kesesuaian fisik
Kualitas perairan
Penggunaan lahan Ekologi Area bernila tinggi
Kedekatan dengan sumber pencemar
Resiko bahaya
Pengaruh iklim global Kedekatan dengan sapras penting Sarana transportasi Sosial ekonomi
a. b. c. d. a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. a. b. c. d. a. b. c. a. b. c. d. a. b. a. b. c. a. b. a.
Sarana dan prasarana Struktur populasi penduduk
b. a. b. c.
Tekanan Penduduk RZWP3K Provinsi Kebijakan RTRW
a. b. c. a. b.
Parameter Kedalaman perairan Jarak dari pantai Substrat dasar perairan Kemiringan lereng Suhu permukaan laut Salinitas perairan Kecerahan perairan Kecepatan arus Tinggi gelombang Pemukiman Pertanian Hutan lindung dan produksi Perkebunan Air Ekosistem Terumbu karang Ekosistem Mangrove Ekosistem Padang lamun Keanekaragaman sumberdaya hayati laut Limbah rumah tangga Limbah industri Limbah tumpahan minyak Banjir Abrasi Erosi Sedimentasi Curah hujan Kenaikan permukaan laut Kedekatan dengan jalan raya Kedekatan dengan fasilitas umum Kedekatan dengan fasilitas kesehatan Jumlah angkutan umum Kemudahan akses Sapras tangkap (TPI, Cold storage, pabrik pengolahan es, jetty, docking, SPDN) Sapras budidaya (depurasi dan balai benih ikan) Tingkat kepadatan penduduk Nelayan Tangkap Nelayan Pembudidaya Aktivitas penduduk Kawasan Pemanfaatan umum Kawasan Konservasi Kawasan Strategis tertentu Kawasan lindung Kawasan budidaya
Pada Tabel 17 menunjukkan komposisi kriteria dan parameter yang diambil dalam menilai tingkat kesesuaian lingkungan wilayah pesisir yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
36
a. Kesesuaian fisik Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa kesesuaian fisik wilayah pesisir yang terletak di darat dan di laut selain ditentukan oleh tahapan tektoniknya (apakah labil atau stabil) juga dipengaruhi oleh kegiatan di daratan seperti penggundulan hutan, perubahan iklim global, pembuatan bendungan dan konstruksi bangunan lainnya. Parameter oseanografi seperti arus laut, ombak dan pasang surut memegang peran yang dominan dalam pembentukan morfologi pantai yang pada akhirnya akan menentukan kesesuaian fisik suatu perairan. Faktor yang termasuk dalam kriteria kesesuaian fisik adalah kedalaman perairan, jarak dari pantai, substrat perairan dan kemiringan lereng. Substrat perairan merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi morfologi dari suatu bentuk pantai. Substrat berlumpur lebih banyak terdapat di daerah estuaria yaitu daerah peralihan antara darat dan laut, karena kondisi tersebut mengakibatkan endapan yang dibawa dan didominasi oleh lumpur yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Pantai dengan substrat berpasir komposisi yang terkandung di dalamnya terdiri dari kwarsa dan feldspar, yang merupakan bagian paling banyak dan paling keras dari sisa-sisa pelapukan batu di gunung. Sedangkan pantai berbatu merupakan pantai yang berbatu-batu memanjang ke laut dan terbenam di air. Kedalaman perairan merupakan faktor yang mempengaruhi bentuk topografi bawah laut, kemiringan suatu perairan serta besarnya kecepatan arus dan tinggi gelombang. Faktor jarak dari pantai diukur dari batas area yang mengalami pasang air laut tertinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari wawancara dan survei menunjukkan bahwa kesesuaian fisik perairan di Pandeglang pada umumnya relatif seragam karena kesamaan tipe morfologinya yang membedakannya adalah keterlindungan dari hempasan ombak yang dipengaruhi oleh adanya pulau-pulau kecil di sekitar perairan. b. Kualitas perairan Kualitas air suatu perairan dicirikan oleh karakteristik kimia yang sangat dipengaruhi oleh interaksi antara sumber masukan dari daratan maupun dari laut sekitarnya. Beberapa masalah yang berhubungan dengan air adalah banjir, erosi, kekeringan dan pencemaran lingkungan. Kualitas perairan di pesisir Kabupaten Pandeglang masih dalam kategori di bawah ambang batas daya dukung lingkungan walaupun kondisi saat ini sudah terjadi penurunan kualitas akibat tingginya pemanfaatan manusia di sekitar wilayah pesisir di perairan Selat Sunda ini. Fungsi ekologis kriteria kualitas perairan mencakup faktor suhu, salinitas kecerahan perairan, kecepatan arus dan tinggi gelombang. Suhu dan salinitas merupakan parameter yang menentukan biota laut bisa hidup dan berkembang dalam habitat tersebut Kisaran suhu perairan yang cocok untuk tempat hidup bagi biota laut berkisar antara 29-30°C. Pada kisaran suhu tersebut makhluk hidup bisa melakukan proses reproduksi dan pertumbuhannya dengan optimal. Salinitas perairan lebih banyak dipengaruhi oleh pencampuran dari massa air laut dan air tawar. Kisaran salinitas perairan yang cocok untuk biota dapat hidup dan berkembang optimal adalah 30-31‰. Gelombang dan arus merupakan parameter utama dalam proses erosi, sedimentasi dan abrasi.
37
Kecerahan perairan merupakan parameter yang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan suatu perairan. Tingkat kekeruhan ini tergantung dari komposisi bahan organik dan anorganik yang terkandung di dalamnya. c. Resiko bahaya Resiko bahaya yang sering terjadi di wilayah pesisir adalah bahaya banjir, erosi, abrasi, akresi dan sedimentasi. Banjir merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh kondisi letak suatu wilayah yang berada di bawah permukaan laut. Selain itu disebabkan oleh tingginya gelombang di perairan yang membawa hempasan air ke daratan. Tingginya curah hujan juga mempengaruhi fenomena banjir di suatu wilayah sedangkan daya resap tanah di wilayah tersebut lambat dan konstruksi pembangunan yang tidak mempertimbangkan adanya aliran air. Resiko bahaya abrasi seringkali terjadi akibat besarnya hempasan ombak di sepanjang pesisir pantai tanpa adanya penghalang yang mampu meredamnya. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai peredam gelombang. Abrasi juga dapat mengikis garis pantai sehingga wilayah darat di pesisir tersebut akan mengalami pengurangan luas area di daratan. Banjir dan abrasi merupakan faktor yang saling terkait dalam resiko bahaya, karena abrasi bisa menyebabkan banjir di wilayah pesisir pantai. d. Perubahan iklim global Dampak primer yang ditimbulkan akibat perubahan iklim global cenderung menyebabkan kenaikan muka laut yang mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi banjir di wilayah pesisir, membatasi volume persediaan air tawar dan intrusi, penyusunan kembali sedimen dan tanah pesisir yang renggang, peningkatan salinitas tanah, perubahan iklim gelombang, peningkatan laju erosi pantai dan bukit pasir, kemunduran ke arah darat batas antara perairan tawar dan payau, perubahan vegetasi yang tumbuh di rawa dan tebing, perubahan lokasi fisik batas perairan darat (Dahuri et al. 2001). e. Penggunaan lahan Penggunaan lahan di wilayah pesisir merupakan salah satu aspek penting yang dipertimbangkan dalam kegiatan perencanaan. Tipe penggunaan lahan di wilayah pesisir meliputi pemukiman, pertanian, hutan lindung, hutan produksi, perkebunan dan tubuh air. Pemukiman nelayan di pesisir Pandeglang belum tertata sebagaimana mestinya. Banyak fasilitas penting yang belum tersedia seperti fasilitas kebersihan, kesehatan dan sistem drainase air. Masyarakat yang hidup di wilayah pesisir tidak semuanya bermata pencaharian sebagai nelayan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai petani, pengolah dan pembudidaya. Mengingat kondisi lahan pesisir yang multikompleks dan kaya akan sumberdaya alam, sehingga penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dapat memanfaatkan seluruh sumberdaya alam yang ada. Selain lahan pertanian, wilayah pesisir di Kabupaten Pandeglang juga memiliki kawasan hutan yang dibagi menjadi hutan lindung dan hutan produksi. Penggunaan kawasan lindung terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kehutanan sebagai Kawasan Lindung Nasional (KLN).
38
f. Area bernilai tinggi Ekosistem di perairan yang termasuk dalam area bernilai tinggi adalah terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun. Kondisi yang terjadi di Pandeglang saat ini kawasan hutan mangrove telah mengalami alih fungsi lahan menjadi peruntukkan lain seperti tambak dan pemukiman penduduk. Sedangkan kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan data dari KKP tahun 2010 bahwa luas tutupan di perairan Pandeglang sudah semakin berkurang. Faktor penyebabnya adalah aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti mengambil ikan dengan menggunakan bahan peledak, eksploitasi karang secara besar-besaran, tingginya pencemaran perairan yang menyebabkan banyak karang mati. Keberadaan terumbu karang di alam harus dipertahankan karena menghasilkan produktivitas organik yang tinggi sebagai sumber bahan makanan untuk biota laut yang hidup di dalamnya. Kemampuan produktivitas tinggi ini disebabkan oleh terumbu mampu untuk menahan nutrient dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Di samping itu terumbu karang juga dapat melindungi komponen ekosistem pesisir dan laut lainnya dari tekanan gelombang dan badai. g. Kedekatan dengan sumber pencemar Sumber pencemar di wilayah pesisir Pandeglang sebagian besar berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri. Limbah rumah tangga berasal dari buangan sampah organik dan anorganik serta buangan air hasil pencucian rumah tangga. Sedangkan limbah industri berasal hasil pengolahan proses produksi di pabrik yang kadarnya banyak mengandung komposisi zat-zat kimia berbahaya. Selain kedua sumber pencemar tersebut, pencemar yang sulit sekali untuk dinetralisir oleh mikroorganisme yang hidup di perairan adalah limbah hasil buangan bahan bakar minyak yang berasal dari perahu kapal motor dan air bilasan pencucian dari docking kapal yang bersandar di perairan. Keberadaan PLTU di Kecamatan Labuan telah meningkatkan sumber pencemar yang berbahaya bagi manusia dan organisme laut. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir adalah dengan tidak membangun pemukiman nelayan di sekitar area tersebut serta melakukan pemindahan biota karang yang ada di wilayah tersebut ke daerah yang masih bagus perairannya dengan teknik transplantasi karang. Oleh karena itu pemanfaatan ruang untuk industri dan pelabuhan sebaiknya jauh dari area yang bernilai tinggi untuk mempertahankan keberadaan populasi biota laut agar tetap lestari. h. Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Banten (RZWP3K) RZWP3K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya pada setiap satuan perencanaan yang disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan. Kebijakan penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi Banten merupakan landasan yang mendasari kebijakan penataan ruang wilayah pesisir pada skala Kabupaten. Kondisi saat ini Provinsi Banten telah membuat RZWP3K tingkat provinsi yang mana Kabupaten Pandeglang termasuk di dalam penentuan pola ruang dan struktur ruang yang dalam RZWP3K di kenal istilah
39
kawasan pemanfaatan umum. kawasan konservasi. kawasan alur laut dan kawasan strategis nasional tertentu. Kawasan pemanfaatan umum memuat untuk pemanfaatan perikanan tangkap, budidaya, industri perikanan, pelabuhan, pertanian, pemukiman, pariwisata. Kawasan konservasi meliputi kawasan konservasi perairan, kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Kawasan konservasi maritim, dan sempadan pantai. Sedangkan kawasan strategis tertentu meliputi kawasan strategis dari sudut militer dan kawasan strategis dari sudut kepentingan peninggalan situs dunia. i. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang Rencana tata ruang wilayah merupakan acuan yang menjadi dasar dalam membuat suatu perencanaan pemanfaatan ruang di suatu wilayah. Kabupaten Pandeglang sudah memiliki rencana tata ruang wilayah yang berlaku hingga tahun 2031. Berdasarkan RTRW tersebut menjadi acuan untuk membuat zonasi pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang. Pola ruang wilayah dikenal kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung merupakan kawasan yang keberadaannya harus dipertahankan berdasarkan fungsi ekologisnya seperti untuk cagar alam, taman nasional, sempadan pantai dan kawasan hutan lindung serta dalam pemanfaatannya tidak boleh digunakan untuk pemanfaatan yang lain. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang boleh dimanfaatkan untuk fungsi sosial dan ekonomi meliputi pemukiman perkotaan, persawahan, perkebunan dan hutan produksi. Berdasarkan RTRW tersebut pemanfaatan ruang seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata, pelabuhan dan pemukiman di wilayah pesisir ini hanya boleh dilakukan dalam zona kawasan budidaya, sedangkan untuk pemanfaatan ruang konservasi perairan belum tentu termasuk dalam kawasan lindung dalam RTRW karena beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah kerentanan, keanekaragaman biota yang hidup di perairan tersebut, tingginya nilai ekonomis suatu biota, tingginya aktivitas penduduk di wilayah tersebut dan keberadaan biota langka di perairan tersebut. j. Sarana dan prasarana Keberadaan sarana dan prasarana perikanan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Sarana dan prasarana ini dibagi menjadi sarana dan prasarana perikanan tangkap dan sarana prasarana perikanan budidaya. Sarana prasarana perikanan tangkap meliputi jumlah armada kapal motor nelayan, banyaknya alat tangkap yang digunakan, tempat pelelangan ikan, cold storage (rantai pendingin), pabrik es, bengkel (docking) kapal, dan tempat pengisian bahan bakar untuk kapal motor nelayan (SPDN). Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelangkan hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan sebelum dijual ke konsumen. Sistem rantai pendingin merupakan sarana pembekuan agar ikan tetap segar sebelum dijual ke konsumen. Pabrik es di tempat pelelangan ikan sangat diperlukan oleh nelayan yang akan melaut, karena fungsi es ini merupakan bahan pengawet untuk menyimpan ikan agar tidak busuk dan tetap segar ketika dibawa ke darat. Bengkel (docking) kapal merupakan fasilitas yang digunakan para nelayan untuk memperbaiki kapal motornya yang rusak. Sistem pengisian bahan bakar nelayan (SPDN) merupakan
40
fasilitas yang didanai oleh pemerintah pusat untuk memudahkan para nelayan untuk mengisi bahan bakar kapal motornya yang digunakan untuk melaut. Dengan adanya SPDN yang dibangun di pinggir pantai ini memudahkan nelayan untuk mencari bahan bakar tanpa harus mencari SPBU yang letaknya jauh dari tempat kapal bersandar. Manajemen TPI di Kabupaten Pandeglang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan sedangkan fasilitas perikanan tangkap yang lain pengelolaannya diserahkan perusahaan swasta atau koperasi nelayan yang ada di wilayah tersebut. Sapras perikanan tangkap ini menunjang dalam menentukan besarnya hasil produksi ikan yang diperoleh oleh nelayan dan pada akhirnya berkaitan dengan pendapatan asli daerah berupa retribusi yang akan diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dari sektor perikanan tangkap. Berdasarkan wawancara dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang retribusi yang di peroleh dari hasil penangkapan ikan di setiap tempat pelelangan ikan adalah sebesar 4% dari total nilai produksi yang dilelangkan. Sarana dan prasarana perikanan budidaya meliputi adanya pembangunan depurasi kekerangan, balai benih ikan air tawar dan balai benih ikan pantai. Depurasi kekerangan di Kabupaten Pandeglang dibangun pada tahun 2007 melalui dana APBN pemerintah pusat yang bertujuan untuk pencucian dan pembilasan kerang yang dibudidayakan agar kerang ketika sampai di konsumen sudah dalam keadaan bersih. Balai benih ikan pantai berfungsi untuk pembenihan ikan laut seperti kerapu yang bertujuan untuk memudahkan para pembudidaya kerapu dalam mencari benih berkualitas untuk pembesaran. Sarana prasarana budidaya ini juga bertujuan untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya dalam rangka memenuhi permintaan konsumen akan kebutuhan ikan. k. Sarana Transportasi Sarana transportasi merupakan sarana ekonomi yang menunjang tumbuhnya perekonomian di suatu wilayah, karena transportasi akan memudahkan segala bentuk kegiatan perekonomian yang dilakukan di wilayah pesisir baik di darat maupun di laut. Sarana transportasi di kabupaten Pandeglang terdiri dari angkutan massal seperti angkutan kota dan bis yang beroperasi. Banyaknya sarana transportasi yang beroperasi juga harus didukung dengan pembangunan infrastruktur dan sarana jalan yang akan membuka peluang pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga interaksi yang terjadi menjadi lebih mudah antar pelaku usaha ekonomi di wilayah pesisir. Namun infrastruktur di Kabupaten Pandeglang tidak semuanya bagus masih ada di beberapa daerah sarana jalannya masih berbatu dan sulit di tempuh oleh kendaraan beroda empat dan banjir pada saat hujan. Hal ini masih perlu mendapat perhatian dari pihak pemerintah daerah mengingat untuk mengembangkan suatu wilayah perlu adanya sarana jalan dan transportasi yang mudah untuk ditemui. l. Struktur populasi penduduk Struktur populasi penduduk memegang peranan yang penting dalam kriteria sosial ekonomi. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dalam suatu wilayah dan mata pencaharian penduduk tersebut. Kepadatan penduduk diperoleh dari jumlah individu yang hidup di daerah tersebut per km persegi luas lahan.
41
Sedangkan mata pencaharian penduduk cenderung akan memberikan keterkaitan di semua sektor seperti sektor tenaga kerja, pendidikan dan sebagainya. Struktur populasi penduduk di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang pada umumnya didominasi oleh nelayan penangkap ikan, nelayan pembudidaya serta pengolah hasil perikanan skala tradisional. Dan sebagian besar merupakan pendatang dari daerah Indramayu dan Cirebon yang merantau di pesisir Pandeglang. Sedangkan penduduk aslinya lebih banyak menjadi petani atau merantau ke daerah lain untuk mencari kerja di bidang industri. m. Tekanan Penduduk Tekanan penduduk dalam hal ini lebih menitikberatkan kepada tingkat besarnya pengaruh dari aktivitas manusia yang dilakukan pada suatu daerah tertentu. Tekanan penduduk sangat berkaitan dengan tingginya kepadatan penduduk dan tingginya permintaan penduduk untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papannya. Hal ini yang menyebabkan ekosistem di suatu wilayah yang mempunyai tekanan penduduk yang sangat serius menjadi terganggu keberadaannya. Tekanan penduduk ini salah satu penyebabnya dapat berupa dari kegiatan industri, jasa dan pariwisata. Dalam pemanfaatan ruang kawasan konservasi, tekanan penduduk menjadi salah satu aspek yang harus menjadi bahan pertimbangan agar kawasan tersebut dalam peruntukkannya tidak mengalami gangguan yang bisa merusak ekosistem yang hidup di dalamnya akibat ulah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. n. Kedekatan dengan sapras penting Kedekatan dengan sarana dan prasarana penting merupakan hal yang menjadi perhatian dalam pemanfaatan ruang untuk kawasan pemukiman. Kawasan pemukiman ini dibangun sebagai tempat tinggal dari penduduk yang harus dipenuhi kebutuhan sosial dan ekonominya seperti kebutuhan akan sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana jalan raya dan sarana perekonomian seperti pasar terdekat. Seringkali kedekatan dengan sarana prasarana penting ini yang menjadi bahan pertimbangan seseorang untuk bertempat tinggal di suatu wilayah. Pertimbangan kedekatan dengan sapras penting di pemukiman pesisir Pandeglang belum mendapat perhatian dari pihak pemda karena terbatasnya anggaran untuk membangun sapras tersebut. Hal ini terlihat sarana dan prasarana penting seperti puskesmas, bangunan sekolah, fasilitas umum hanya terdapat di tingkat kecamatan belum menjangkau wilayah pelosok pedesaan. Perencanaan dan pengelolaan ruang di wilayah pesisir semua kriteria yang telah disebutkan di atas bisa dijadikan tolak ukur dalam menentukan kesesuaian penggunaan lahan di wilayah pesisir agar pembangunan yang dilakukan dapat mempertimbangkan semua aspek yang terkait baik sosial dan ekonomi yang berpengaruh di dalamnya tanpa mengesampingkan fungsi ekologis yang menentukan keberlanjutan sumberdaya alam yang terkandung di wilayah tersebut. Analisis ANP untuk Mencari Kriteria Paling Berpengaruh Terhadap Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Pemanfaatan ruang di wilayah pesisir banyak faktor yang saling berpengaruh dan mempengaruhi satu sama lain sehingga untuk menentukan
42
kesesuaian lahan harus mempertimbangkan semua faktor yang berperan dan terkait di dalamnya. Struktur jaringan dalam ANP mempertimbangkan keterkaitan dua aspek yaitu keterkaitan dengan kriteria dalam satu objek (internal) dan keterkaitan dengan kriteria dalam objek yang berbeda (eksternal). Struktur jaringan ini menentukan besarnya tingkat pengaruh yang diperoleh dari analisis ini. Hal ini disebabkan jika suatu kriteria lebih banyak mempengaruhi kriteria lainnya, tingkat dominasi pengaruhnya akan lebih tinggi dalam suatu pemanfaatan ruang. Struktur jaringan ini bisa dilihat pada Gambar 6. Dan ilustrasi keterkaitan setiap kriteria bisa dilihat pada Tabel 18.
Fungsi ekologi: Kualitas perairan, kesesuaian fisik, area bernilai tinggi, resiko bahaya, pengaruh iklim global, penggunaan lahan, kedekatan dengan sumber pencemar
Fungsi Sosek: Struktur populasi penduduk, Sarana transportasi, kedekatan dengan sapras penting, sapras perikanan, tekanan penduduk
Fungsi Kebijakan: RZWP3K Provinsi dan RTRW Kabupaten
Gambar 6. Struktur jaringan kriteria pemanfaatan ruang Pada Gambar 6 dapat dilihat dalam objek ekologi semua kriteria saling terkait satu sama lain dan yang membedakan hanya tingkat seberapa besar pengaruhnya yang diberi dengan nilai bobot. Seperti keberadaan objek ekologi mempengaruhi semua kriteria dalam objek sosial ekonomi dan kebijakan begitu pula dengan kriteria di dalam objek sosial ekonomi dan kebijakan keberadaannya juga memberi dampak pengaruh terhadap keberlanjutan objek ekologi. Agar lebih jelas melihat keterkaitan dalam struktur jaringan ANP dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 18. Contoh matriks keterkaitan kriteria pada jaringan ANP Kluster
Ekologi Sosek Kebijakan Kriteria KF IG Transportasi Sapras RTRW RZWP3K 0 ++ ++++ +++ +++ +++ KF Ekologi ++ 0 ++++ ++ ++ ++ IG Trans + 0 0 +++ +++ +++ Sosek Sapras + 0 +++ 0 +++ +++ RTRW + 0 ++ ++ 0 ++ Kebijakan RZWP3K + 0 ++ ++ ++ 0 Keterangan : 0=tidak memiliki bobot tngkat pengaruh, banyaknya tanda (+) menunjukkan besarnya bobot pengaruhnya KF – Kesesuaian fisik, IG = Pengaruh iklim global
43
Kriteria yang dimasukkan dalam struktur jaringan untuk diberi bobot oleh responden adalah fungsi ekologi meliputi kriteria kesesuaian fisik, kualitas perairan, resiko bahaya, area bernilai tinggi, penggunaan lahan, pengaruh iklim global dan kedekatan dengan sumber pencemar. Sedangkan objek kebijakan meliputi rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten. Dan objek sosial ekonomi meliputi struktur populasi penduduk, sarana transportasi, kedekatan dengan sarana penting, sarana dan prasarana perikanaan dan tekanan penduduk. Hasil pembobotan yang akan dianalisa adalah rataan geometriknya dan dihitung konsistensi rasio atas jawaban yang diberikan oleh para responden. Berdasarkan hasil consistency ratio yang diperoleh dari perhitungan software bernilai 0,00000 yang artinya bernilai kurang dari 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban setiap responden dalam menjawab setiap pertanyaan ini konsisten sehingga hasil dari pembobotan yang diberikan oleh responden bisa dilanjutkan untuk tahap analisa berikutnya yaitu mencari nilai supermatriks tak terboboti (Lampiran 3), supermatriks terboboti (Lampiran 4) dan matriks limit (Lampiran 5). Gambar 7 dan 8 menampilkan salah satu hasil input rataan geometrik dari perbandingan berpasangan ketiga kluster dalam pemanfaatan ruang.
Gambar 7. Direct data dalam ANP
Gambar 8. Salah satu contoh hasil perbandingan Input Direct Data
Hasil dari input data menurut para responden diperoleh matriks kluster antar objek di dalam pemanfaatan ruang yang memberikan gambaran nilai bobot setiap fungsi objek dan kriteria serta pengaruh antar kriteria yang dominan, baik pengaruh kriteria dari fungsi objek itu sendiri (looping) maupun pengaruh kriteria dari fungsi objek lainnya yang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai fungsi pemanfaatan ruang Kluster Nilai Fungsi Presentase (%) Fungsi ekologi 0.3399 33.99 Fungsi kebijakan 0.3488 34.88 Fungsi sosial ekonomi 0.3113 31.13 Jumlah 1.0000 100 Berdasarkan Tabel 19, bahwa kriteria kebijakan dalam menentukan suatu pemanfaatan ruang di wilayah pesisir memiliki tingkat pengaruh sebesar 34.88%
44
sedangkan fungsi ekologi sebesar 33.99% dan sosial ekonomi 31.13%. Hal ini menunjukkan dalam menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir fungsi kebijakan ini yang dominan harus dipertimbangkan keberadaannya karena memiliki pengaruh yang sangat besar dibandingkan dengan kedua fungsi yang lain. Hasil yang diperoleh dari ANP ini adalah limiting supermatrix yang dinormalisasi terhadap faktor (cluster) masing-masing sehingga jumlah setiap kolom untuk setiap faktor adalah sama dengan satu (stokastik). Tabel 20 adalah matriks prioritas yang menunjukkan bobot dan peringkat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Tabel 20 menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan ruang, kriteria yang sangat dominan pengaruhnya adalah kriteria kebijakan RZWP3K Provinsi sebesar 0.1689 atau 16.89% dan kriteria yang paling rendah adalah pengaruh iklim global sebesar 0.0371 atau 3.71%. Hal ini mengandung pengertian bahwa RZWP3K Provinsi dan RTRW Kabupaten sangat berperan sekali dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir di Kabupaten karena keduanya memiliki keterkaitan yang sangat besar pengaruhnya. Tabel 20. Matriks prioritas pemanfaatan ruang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kriteria Pemanfaatan Ruang RZWP3K Provinsi Banten RTRW Kabupaten Pandeglang Sarana Transportasi Struktur populasi penduduk Sapras perikanan Penggunaan Lahan Kesesuaian fisik perairan Resiko bahaya Tekanan penduduk Area bernilai tinggi Kualitas perairan Kedekatan dengan sapras penting Kedekatan dengan sumber pencemar Pengaruh iklim global Jumlah
Prioritas Inter klustera 0.5009 0.4991 0.2215 0.2160 0.2047 0.1710 0.1683 0.1593 0.2039 0.1449 0.1336 0.1539 0.1158 0.1071 3.0000
Prioritas Antar klustera 0.1689 0.1681 0.0667 0.0665 0.0632 0.0608 0.0605 0.0580 0.0565 0.0538 0.0499 0.0479 0.0423 0.0371 1.0000
Persen 16.89 16.81 6.67 6.65 6.32 6.08 6.05 5.80 5.65 5.38 4.99 4.79 4.23 3.71 100.00
Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa
Prioritas dari kriteria pada setiap kluster fungsi dapat diuraikan sebagai berikut: a. Fungsi Ekologi Fungsi ekologi berdasarkan keterkaitan antar kluster memiliki jumlah nilai prioritas sebesar 0.3623 atau 36.23%. Besarnya nilai prioritas setiap kriteria di dalam fungsi ekologi dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21, kriteria di dalam fungsi ekologi yang mempunyai nilai prioritas paling tinggi adalah penggunaan lahan sebesar 0.1710 atau 17.10% dan yang paling rendah adalah pengaruh iklim global hanya sebesar 0.1071 atau 10.71%. Hal ini menunjukkan dalam pemanfaatan ruang yang harus sangat
45
dipertimbangkan adalah kriteria penggunaan lahan karena mempunyai pengaruh paling tinggi diantara kriteria dalam fungsi ekologi yang lain. Hasil rata-rata nilai prioritas dari seluruh kriteria dalam fungsi ekologi sebesar 0.1429 atau 14.3%. Jika dilihat tingkat pengaruhnya dengan kriteria pada fungsi kebijakan dan sosek, kriteria di dalam fungsi ekologi mempunyai rata-rata nilai sebesar 0.0518 yang artinya mempunyai dampak sebesar 5.18% dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Kriteria yang mempunyai nilai di atas rata-rata baik dalam kluster maupun antar kluster adalah penggunaan lahan, kesesuaian fisik, resiko bahaya dan area bernilai tinggi. Tabel 21. Matriks prioritas fungsi ekologi No
Nama
1 2 3 4 5 6 7
Penggunaan Lahan Kesesuaian fisik perairan Resiko bahaya Area bernilai tinggi Kualitas perairan Kedekatan dengan sumber pencemar Pengaruh iklim global Jumlah Rata-rata
Prioritas Inter klustera 0.1710 0.1683 0.1593 0.1449 0.1336 0.1158 0.1071
Prioritas Antar klustera 0.0608 0.0605 0.0580 0.0538 0.0499 0.0423 0.0371
1.00 0.1429
0.3623 0.0518
Persen 6.08 6.05 5.80 5.38 4.99 4.23 3.71 36.23 5.18
Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa
b. Fungsi Sosial Ekonomi Fungsi sosial ekonomi berdasarkan keterkaitan antar kluster memiliki nilai prioritas sebesar 0.3007 atau 30.07%. Nilai ini menunjukkan bahwa kriteria yang termasuk dalam fungsi sosek mempunyai pengaruh sebesar 30.07% untuk menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Besarnya nilai prioritas setiap kriteria di dalam fungsi sosek dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Matriks prioritas fungsi sosial ekonomi No
Nama
1 2 3 4 5
Sarana Transportasi Struktur populasi penduduk Sapras perikanan Tekanan penduduk Kedekatan dengan sapras penting Jumlah Rata-rata
Prioritas Inter klustera 0.2215 0.2160 0.2047 0.2039 0.1539 1.0000 0.2000
Prioritas Antar klustera 0.0667 0.0665 0.0632 0.0565 0.0479 0.3007 0.0601
Persen 6.67 6.65 6.32 5.65 4.79 30.07 6.01
Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa
Berdasarkan Tabel 22, kriteria di dalam fungsi sosek yang mempunyai nilai prioritas paling tinggi adalah sarana transportasi sebesar 0.2215 atau 22.15% dan yang paling rendah adalah kedekatan dengan sapras penting hanya sebesar 0.1539 atau 15.39%. Hal ini menunjukkan dalam pemanfaatan ruang yang harus sangat
46
dipertimbangkan adalah sarana transportasi karena mempunyai pengaruh paling tinggi diantara kriteria dalam fungsi sosek yang lain. Hasil rata-rata nilai prioritas dari seluruh kriteria dalam fungsi sosek sebesar 0.2000 atau 20%. Dan jika dilihat dari tingkat pengaruhnya dengan kriteria pada fungsi kebijakan dan ekologi, kriteria di dalam fungsi sosek bernilai rata-rata sebesar 0.0601 yang artinya berdampak sebesar 6.01% dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Kriteria yang mempunyai nilai di atas ratarata baik inter kluster maupun antar kluster adalah sarana transportasi, struktur populasi penduduk, dan sapras perikanan. c. Fungsi Kebijakan Fungsi kebijakan berdasarkan keterkaitan antar kluster memiliki nilai prioritas sebesar 0.3370 atau 33.70%. Nilai ini menunjukkan bahwa fungsi kebijakan mempunyai pengaruh sebesar 33.70% dalam menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Besarnya nilai prioritas setiap kriteria di dalam fungsi kebijakan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Matriks prioritas fungsi kebijakan No
Nama
1 2
RZWP3K Provinsi Banten RTRW Kabupaten Pandeglang Jumlah Rata-rata
Prioritas Inter klustera 0.5009 0.4991 1.00 0.50
Prioritas Antar klustera 0.1689 0.1681 0.3370 0.1685
Persen 16.89 16.81 33.70 16.85
Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa
Kedua kriteria dalam fungsi kebijakan pada Tabel 23 mempunyai nilai prioritas yang sama sebesar 0.5009 dan 0.4991 atau 50%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kriteria ini memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan suatu pemanfaatan ruang. Hasil rata-rata nilai prioritas dari seluruh kriteria dalam fungsi kebijakan sebesar 0.5000 atau 50%. Dan jika dilihat dari tingkat pengaruhnya antar kluster, kriteria di dalam fungsi kebijakan mempunyai rata-rata nilai sebesar 0.1685 yang artinya mempunyai dampak sebesar 16.85% dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Kriteria yang mempunyai nilai di atas rata-rata baik inter maupun antar kluster adalah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi. Hasil pembobotan yang diperoleh dari para responden menunjukkan bahwa kriteria yang termasuk dalam fungsi kebijakan yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan dari suatu kebijakan. Berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan bahwa rencana tata ruang wilayah yang termasuk dalam fungsi kebijakan memang menjadi dasar acuan dalam membangun suatu wilayah batas administrasi di darat. Sedangkan untuk di wilayah pesisir Undang-undang No. 27 tahun 2007 menyatakan bahwa RZWP3K merupakan suatu strategi penataan ruang yang mengatur tata ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sehingga hasil dalam analisa fungsi kebijakan ini RZWP3K merupakan kriteria yang paling dominan dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah laut dan perairan.
47
Analisis Spasial Analisa spasial pada penelitian ini menggunakan kriteria berdasarkan pedoman rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tahun 2011 dan kriteria berdasarkan hasil ANP. Mengingat kondisi dan kendala yang ada maka data yang diperoleh berupa data sekunder dan keakuratannya dibandingkan dengan kondisi secara deskripsi di lapangan. Kriteria Ekologi a. Kedalaman perairan Bathymetri atau pengukuran kedalaman perairan merupakan pengukuran dan pemetaan dari topografi dasar laut dimana peta bathymetri memberikan informasi mengenai dasar laut. Pemanfaatan peta bathymetri dalam bidang kelautan misalnya dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai. pembangunan jaringan pipa bawah laut dan sebagainya. Batas-batas pantai yang merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan sering ditandai dengan adanya suatu perubahan kedalaman yang berangsurangsur. Bagian-bagian tersebut adalah: - Continental shelf merupakan daerah yang mempunyai lereng yang landai dan berbatasan langsung dengan daratan - Continental slope memiliki lereng yang lebih terjal daripada continental shelf - Continental rise merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian perlahan-lahan menjadi datar pada dasar lautan Berdasarkan data yang diperoleh maka sebaran kedalaman di perairan Kabupaten Pandeglang adalah seperti Gambar 9.
Gambar 9. Sebaran kedalaman perairan Selat Sunda
48
Gambar 9 menyajikan bahwa sebaran kedalaman di kecamatan Carita berkisar antara 10-15 meter di sepanjang pesisir pantai dan di atas 15 meter ke arah laut. Pesisir kecamatan Labuan pada desa Banjarmasin dan Pejamben mempunyai kedalaman di atas 10 meter, desa Caringin dan Teluk di atas 8 meter, desa Sukamaju dan Cigondang di atas 5 meter, sekitar pulau Popole mempunyai kedalaman di 8-10 meter dan kedalaman berkisar antar 0-5 meter hanya terdapat di desa Labuan. Pesisir pantai kecamatan Pagelaran dan Sukaresmi yang berbatasan dengan garis pantai mempunyai kedalaman perairan berkisar antara 0-8 meter dan termasuk perairan dangkal. Sedangkan pada kecamatan Panimbang di desa Panimbang Jaya sebagian besar pesisirnya mempunyai kedalaman 5-8 meter dan berbatasan dengan desa Mekarsari mempunyai kedalaman 0-5 meter. Pada desa Mekarsari, Citeureup dan sebagian desa Tanjung Jaya kedalaman perairan berkisar 0-5 meter, sekitar pulau Liwungan mempunyai kedalaman 10-15 meter. desa Tanjung Jaya dan Banyu Asih sebagian besar wilayah perairannya berkedalaman di atas 15 meter dan di sepanjang pesisir garis pantainya banyak terumbu karang. Sedangkan desa Tangkil sari yang termasuk dalam kecamatan Cimanggu mempunyai kedalaman di atas 8 meter dan sebagian besar desa pesisir di kecamatan Sumur mempunyai kedalaman perairan di atas 15 meter, hanya pada desa Taman Jaya kedalaman di atas 5 meter dan Ujung Jaya di atas 8 meter. Sesuai hasil analisa spasial kedalaman perairan di Kabupaten Pandeglang di perairan sebelah utara memiliki topgrafi perairan yang lebih landai dengan kedalaman berkisar antara 0-15 meter sedangkan pada perairan di bagian selatan kedalamannya cenderung lebih terjal dengan kedalaman berkisar di atas 15 meter. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk topografi dasar laut yang terbentuk akibat proses tektonik yang telah terjadi pada ratusan tahun yang lalu di sepanjang Selat Sunda ini b. Kecepatan arus Data kecepatan arus tahun 2009 di perairan Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Data rataan bulanan kecepatan arus No 1 2 3 4 5 6 7 8
Latitude (Y) -6.875 -6.875 -6.875 -6.625 -6.375 -6.375 -6.125 -6.125
Longitude (X) 105.375 105.625 105.875 105.375 105.375 105.625 105.375 105.625
u_current m/s 0.1759 0.1397 0.1416 0.1507 0.1132 0.1556 0.0624 0.1085
v_current m/s 0.1457 0.1031 0.0569 0.1880 0.1776 0.1555 0.1422 0.1368
Sumber: www.erddap.com
Berdasarkan Tabel 24 nilai u current menunjukkan kecepatan arus dan nilai v current menunjukkan arah angin. Nilai u current yang diperoleh mempunyai nilai maksimum 0.1759 m/s pada lintang -6.875 bujur 105.375 yang berada di bagian perairan selatan Selat Sunda dengan kedalaman perairan kurang dari 20 meter dan nilai minimum 0.0624 m/s pada lintang -6.125 bujur 105.375 yang
49
berada di perairan utara Selat Sunda yang mempunyai kedalaman laut di atas 40 meter. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai u maka ketinggian permukaan laut semakin rendah sedangkan nilai u rendah menunjukkan kedalaman semakin tinggi. Nilai arus u dan v dibuat dalam bentuk peta sebaran dengan menggunakan perangkat lunak Surfer dan hasil yang dapat diperlihatkan seperti Gambar 10 dan Gambar 11 tentang sebaran kecepatan arus di Kabupaten Pandeglang.
Gambar 10. Peta pola arus dan arah angin permukaan perairan Selat Sunda
Gambar 11. Peta sebaran arus permukaan perairan
50
Pada nilai v current, mempunyai nilai maksimum sebesar 0.1889 m/s pada lintang -6.625 bujur 105.375 yang terletak pada teluk taman nasional Ujung Kulon dan nilai v minimum sebesar 0.0569 m/s pada lintang -6.875 bujur 105.875 terletak pada daerah daratan. Hal ini menunjukkan bahwa angin yang bergerak menuju daratan mempunyai nilai paling tinggi sedangkan angin yang bergerak dari daratan mempunyai nilai yang paling rendah. Secara umum kondisi angin yang terjadi di perairan Selat Sunda dipengaruhi oleh sistem angin muson, yang mengalami perubahan arah dua kali dalam setahun, yaitu angin muson barat laut yang bertiup dari barat laut menuju tenggara dan angin muson tenggara yang bertiup dari tenggara menuju barat laut. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa kecepatan arus permukaan di Kabupaten Pandeglang relatif seragam. Namun perairan bagian utara nilainya lebih besar sekitar 0.15-0.25 m/s dibandingkan dengan perairan di selatan sekitar 0.05-0.15 m/s. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oktavia (2011) bahwa variasi beda tinggi muka laut yang dipengaruhi oleh perubahan arah dan kecepatan angin di perairan Selat Sunda menimbulkan kemiringan (slope) permukaan laut. Menurut Oktavia (2011) di perairan selat Sunda arus geostrofik yang timbul menyebabkan massa air mengalir ke arah barat apabila bernilai negatif dan mengalir ke arah timur jika bernilai positif. Hasil penelitian Oktavia (2011) yang dilakukan pada bulan maret 2008 sampai Februari 2009 menunjukkan bahwa selama musim timur (Juni-Agustus) kecepatan rata-rata arus geostrofik berkisar antara 0.14-0.16 m/s yang mengalir ke barat daya menuju Samudera Hindia, sedangkan pada musim barat (DesemberFebruari) kecepatan rata-rata arus geostrofik permukaan berkisar antara 0.14-0.17 m/s dan mengalir ke timur laut menuju laut Jawa. Berdasarkan asumsi tersebut, bahwa data yang diperoleh pada penelitian ini diambil pada saat musim timur dimana arah angin bernilai positif dan bergerak dari barat daya menuju Samudera Hindia dengan rata-rata kecepatan arus berkisar 0.1309 m/s. c. Tinggi gelombang Data tinggi gelombang yang diperoleh pada penelitian ini adalah tinggi gelombang signifikan (significant wave height) yaitu rata-rata tinggi gelombang (dari puncak ke lembah) dari sepertiga gelombang laut tertinggi. Kuat lemahnya gelombang ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin berhembus (duration), dan jarak dari tiupan angin pada perairan terbuka (fetch) sedangkan ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar. Sehingga perairan terbuka tinggi gelombangnya dibandingkan dengan perairan yang lebih tertutup yang dikelilingi oleh daratan dan pulau yang mengelilinginya. Dari hasil analisa spasial bahwa untuk perairan utara kabupaten Pandeglang yang lebih dekat ke Laut Jawa mempunyai kisaran gelombang yang lebih rendah dibandingkan dengan perairan di bagian selatan yang lebih dekat ke Samudera Hindia. Berdasarkan penelitian Kurniawan (2011) bahwa rata-rata tinggi gelombang di wilayah yang berbatasan dengan laut lepas baik Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan, mempunyai rata-rata tinggi gelombang
51
yang relatif lebih tinggi dibanding dengan daerah Laut Jawa, Laut Timor, Banda, Arafuru, Seram dan wilayah perairan antar pulau lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh, sebaran tinggi gelombang perairan selat Sunda di wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Sebaran tinggi gelombang perairan Selat Sunda Perairan Selat Sunda wilayah Kabupaten Pandeglang kondisinya lebih cenderung tertutup karena banyak teluk dan terdapat pulau-pulau kecil di sekitarnya sehingga data tinggi gelombang yang diperoleh berkisar antara 0.0230.700 meter. d. Substrat pantai Substrat perairan merupakan data fisik yang berkaitan dengan kondisi lahan suatu wilayah. Kondisi substrat perairan pada penelitian ini diperoleh dengan cara deskriptif dan observasi langsung ke wilayah penelitian. Menurut Djuwansah (2011) bahwa substrat dipengaruhi oleh hasil perkembangan morfologi pantai yang terjadi semenjak berakhirnya periode kenaikan muka air laut semenjak 5000 tahun yang lalu. Daerah pesisir yang geologinya tersusun dari batuan keras umumnya memiliki kelerengan tinggi yang pola kemiringannya menerus sampai ke dasar laut. Pantai landai yang terbentuk dari sedimen muda memiliki fisiografi yang ditentukan oleh energi aliran air yang mempengaruhi lingkungan pada waktu pengendapannya. Pantai yang didominasi oleh endapan pasang surut akan menghasilkan endapan sedimen dalam bentuk paparan pasang surut yang merupakan dataran berlumpur yang biasanya kemudian ditumbuhi oleh pohon bakau. Substrat lumpur dan karang terdapat di desa Teluk dan Caringin. Lumpur mendominasi di daerah pesisir ke arah darat. Hal ini disebabkan ada sungai besar yang bermuara di daerah tersebut yang membawa endapan lumpur dan pasir ke
52
muara sungai. Substrat karang terdapat di daerah pesisir ke arah laut sekitar karangkabua yang daerahnya didominasi oleh terumbu karang. Namun kondisi terumbu karang di perairan tersebut sudah banyak yang mati sehingga luas tutupannya semakin berkurang akibat endapan lumpur dan sedimen yang dibawa oleh partikel air ke laut. Substrat pasir berlumpur berada di sebagian wilayah Kecamatan Carita, hingga Kecamatan Panimbang yang terletak di sebagian desa Tanjung Jaya. Sebagaimana Gambar 13 dapat dilihat banyak aliran sungai yang mendominasi dan bermuara di daerah tersebut, sehingga menimbulkan endapan pasir bercampur dengan lumpur. Sebaran substrat di perairan Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Sebaran substrat perairan Selat Sunda Substrat pasir berkarang mendominasi di desa Sukanegara dan Sukarame kecamatan Carita serta sepanjang desa Tangkil sari sampai desa Taman jaya kecamatan Sumur. Di daerah-daerah yang jauh dari muara sungai, energi yang mempengaruhi pengendapan adalah gelombang, pasang surut dan arus pantai (Djuwansah 2011). e. Jarak dari pantai Batas jarak dari pantai diukur dari batas wilayah yang mengalami titik pasang air laut tertinggi. Jarak dari pantai ini diperoleh dengan observasi dan survei ke lapangan. Pengkelasannya dibagi menjadi tiga kelas yaitu kurang dari 100 meter, 100-150 dan lebih dari 200 meter. Jarak kurang dari 100 meter terdapat di desa Sukarame, Sukajadi, Carita, Teluk, Panimbang jaya dan Mekarsari. Jarak antara 100-150 terdapat di desa Banjarmasin, Labuan dan Cigondang, dan desa lainnya berjarak lebih dari 200 meter dari pasang surut tertinggi. Jarak pantai ini dipengaruhi oleh arus pasang
53
surut, gelombang, substrat perairan dan kondisi kemiringan lereng wilayah tersebut. Gambar 14 menampilkan sebaran jarak pantai.
Gambar 14. Kondisi jarak pantai di desa pesisir Kabupaten Pandeglang f. Suhu permukaan perairan Sebaran suhu permukaan air laut dibagi ke dalam empat kelas suhu permukaan yaitu kurang dari 27°C, 27-28°C, 28-29°C, dan 29-30°C. Sebaran suhu permukaan air laut di perairan kabupaten Pandeglang relatif lebih homogen (Gambar 15).
Gambar 15. Sebaran suhu permukaan perairan Selat Sunda
54
Di perairan bagian utara lebih dominan pada selang kelas 29-30°C, hal ini bisa terlihat pada Gambar 15 bahwa kecamatan Carita, Labuan, Pagelaran, pesisir Sidamukti dan sebagian Panimbang mempunyai suhu pada selang kelas tersebut. Sedangkan kecamatan Sumur dan desa Banyuasih mempunyai suhu sekitar 2829°C. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Minarto et al. (2008) bahwa karakteristik temperatur di selat Sunda ditandai dengan adanya masukan massa air yang lebih dingin dari samudera Hindia serta massa air yang lebih hangat dari Laut Jawa serta dari daratan Jawa dan Sumatera. Menurutnya bahwa tinggi rendahnya temperatur dipengaruhi pula oleh kondisi kedalaman perairan. Pada kedalaman perairan di atas 50 meter temperatur permukaan relatif lebih dingin dibandingkan perairan dengan kedalaman di bawah 50 meter. g. Jumlah hari hujan Sebaran hari hujan pada suatu daerah dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca. Faktor iklim di Pandeglang lebih dipengaruhi oleh angin muson yang cenderung mengalir ke arah tenggara (Samudera Hindia) dari Laut Jawa. Selain itu pula ketinggian dan kemiringan lahan dari permukaan laut akan meningkatkan curah hujan di wilayah tersebut. Kondisi topografi wilayah yang dikelilingi oleh dataran tinggi akan lebih sering hujan seperti pada kecamatan Sumur, yang wilayahnya sebagian besar berbentuk dataran tinggi. Sedangkan kecamatan yang terletak di bagian utara lebih cenderung landai sehingga curah hujan yang terjadi cenderung lebih sedikit hanya berkisar 120-150 hari rata-rata dalam setahun.
Gambar 16. Sebaran hari hujan di desa pesisir Kabupaten Pandeglang h. Bahaya abrasi Bahaya abrasi yang terjadi pada suatu wilayah lebih cenderung disebabkan oleh arus dan gelombang serta kondisi substrat perairan tersebut. Kondisi perairan dengan kecuraman dasar laut menyebabkan energi gelombang yang sampai ke tepi pantai besar sehingga menimbulkan abrasi yang hasilnya kemudian diendapkan di sepanjang garis pantai berupa endapan pasir.
55
Data bahaya abrasi diperoleh dengan cara wawancara terhadap masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah penelitian. Abrasi ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, kecil, sedang dan besar. Kategori abrasi kecil jika wilayah tersebut mengalami abrasi hanya pada saat gelombang besar, dan belum merubah garis pantai di wilayah tersebut. Kategori sedang, jika abrasi yang terjadi akibat gelombang dan arus yang besar dan sudah mulai mengikis sebagian besar garis pantai. Sedangkan kategori abrasi besar jika abrasi yang ditimbulkan oleh arus dan gelombang sudah menyebabkan terdegradasinya garis pantai sehingga garis pantai di wilayah tersebut menjadi bertambah ke arah darat serta jika musim hujan menyebabkan air laut masuk ke arah daratan. Sebaran abrasi pantai ini dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Bahaya abrasi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Pada Gambar 17 tersebut dapat dilihat abrasi besar terjadi pada desa Sukanegara, Sukarame, Cigondang dan Margagiri merupakan perairan dengan substrat perairannya berupa pasir berkarang dan mempunyai kedalaman perairan di atas 15 meter yang akan menyebabkan gelombang besar sedangkan terumbu karang di daerah tersebut sudah tidak ada akibat sebagian besar karang dan bebatuan yang berfungsi sebagai peredam gelombang di sekitar wilayah tersebut sudah dieksploitasi oleh manusia. Sedangkan abrasi pada desa Mekarsari terjadi disebabkan oleh pengkonversian ekosistem pohon bakau di daerah tersebut menjadi areal tambak. Abrasi sedang terjadi di desa Caringin, Teluk, Tegal papak, dan Cibungur. Pada daerah ini kedalaman perairan hanya berkisar 5-10 meter sedangkan substrat yang ada merupakan pasir berlumpur sehingga gelombang yang datang tidak terlalu besar. Desa Tanjung jaya mempunyai kedalaman di atas 15 meter namun karena terumbu karang di wilayah ini masih dipertahankan keberadaannya
56
sehingga abrasi yang yang terjadi tidak menimbulkan dampak yang serius untuk ekosistem di wilayah pesisir tersebut. Pada desa pesisir yang lain abrasi yang terjadi masih tergolong cukup kecil dan masih dapat di tanggulangi dengan mempertahankan keberadaan ekosistem alami di daerah tersebut dan meminimalisir aktivitas manusia yang dapat merusak karang dan bebatuan di sepanjang garis pantai. Kegiatan manusia yang dapat menimbulkan abrasi antara lain: pengambilan terumbu karang secara besarbesaran dan pengkonversian lahan mangrove untuk peruntukkan lain tanpa memperdulikan keberlanjutan ekosistemnya, pembangunan gedung di sepanjang sempadan pantai yang akan merusak struktur tanah di pantai tersebut, pengerukan pasir pantai dan sebagainya. i. Bahaya banjir Data bahaya banjir diperoleh dari data potensi desa tahun 2012 dan wawancara dari para masyarakat di sekitar wilayah penelitian. Bahaya banjir dibagi menjadi tiga kelas yaitu tidak pernah terjadi, terjadi 1-2 kali dalam setahun atau jarang, dan terjadi lebih dari 2 kali dalam setahun atau dalam kategori sering. Sebaran bahaya banjir yang terjadi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Bahaya banjir di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Bahaya banjir yang sering terjadi dan frekuensinya lebih dari 2 kali dalam setahun terjadi di desa Carita dan Banjarmasin. Hal ini lebih disebabkan oleh pasang air laut yang naik ke darat sedangkan Kecamatan Pagelaran, Sukaresmi dan sebagian Kecamatan Panimbang penyebab banjir disebabkan oleh beberapa faktor antara lain banyaknya volume air sungai yang meluap jika hujan datang dan menyebabkan banjir bandang, daya serap air hujan ke permukaan tanah di
57
daerah ini lambat karena didominasi dengan lumpur berlempung, kondisi topografi wilayah ini bersifat landai sehingga jika air laut pasang sampai ke daratan, dan terjadinya abrasi seperti yang terjadi pada desa Mekarsari. Bahaya banjir yang jarang terjadi dengan frekuensi 1-2 kali dalam setahun terjadi di desa Teluk dan Pejamben lebih disebabkan oleh tingginya curah hujan di wilayah tersebut berdasarkan data tahun 2010 sebesar 4392 mm/Hg yang mengakibatkan meluapnya sungai Cipunteun Agung sedangkan banjir di desa Sumberjaya dan Kertajaya terjadi pada saat musim penghujan dimana curah hujan di wilayah tersebut cukup tinggi berdasarkan data tahun 2010 sebesar 4707 mm/Hg. j. Luas tutupan terumbu karang Terumbu karang adalah bangunan kapur besar yang dibentuk dan dihasilkan oleh binatang karang dan organisme berkapur lainnya, sehingga membentuk ekosistem yang kompak sebagai habitat bagi biota-biota laut (Tuwo 2011). Terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat di wilayah pesisir tropis dan mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting di dalam ekosistem laut. Hasil dari data survei pemetaan tersebut bisa dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Data luas tutupan karang, CFDI, Estimasi kekayaan jenis dan Jumlah spesies Lokasi
Kec.
Karang Kabua Pulau Popole Karang Gundul Pulau Liwungan Batu Hideung
Labuan
Camara
Cigeulis
Kalapa Koneng
Cigeulis
Cigorondo ng
Sumur
Pulau Badul Mantiung
Sumur
Labuan Panimbang Panimbang Cigeulis
Cibitung
Luas ±2 ha, radius ±1000 m ±12 ha, radius ±1000 m ± 2 ha, radius ±1000 m ±50 ha, radius ± 1000 m Panjang pantai ±4 km,lebar perairan ±2 mil laut Panjang pantai ± 5 km,lebar perairan ± 2 mil laut Panjang pantai ± 3 km,lebar perairan ± 3 mil laut Panjang pantai ± 3 km,lebar perairan ± 3 mil laut ± 3 ha, radius ± 1000 m Panjang pantai ± 2 km,lebar perairan ± 2 mil laut
∑ karang hidup (%) 25
CFDI* 24
Estimasi Kekayaan Jenis 60,765
0
0
0
0
Sangat buruk -
42,48
0
0
0
-
70,59
54
162,465
80
Buruk
45
27
70,935
34
Sangat buruk
55
32
87,885
39
Sangat buruk
0
0
0
0
-
65,36
0
0
0
-
69,28
77
240,435
121
Sedang
0
0
0
0
-
Jumlah Spesies 35
Ket: *CFDI = Coral Fish Diversity Index Sumber : Lampiran SK Bupati No.660/Kep.369-Huk/2007 dan Laporan Survey Pemetaan Terumbu Karang, KKP 2010
Kategori
58
Berdasarkan data di Tabel 25 bahwa kawasan yang ditetapkan untuk menjadi kawasan konservasi laut daerah setelah disurvei kembali kondisinya pada tahun 2010 semakin sedikit presentasi luas tutupan karang yang masih hidup. Hal ini disebabkan karena terlalu banyak tekanan baik fisik maupun nonfisik yang mengakibatkan karang banyak yang mengalami pemutihan (bleaching) yang pada akhirnya mengalami kematian. Nilai 0 di beberapa kawasan menunjukkan bahwa di kawasan tersebut sudah tidak dijumpai kembali ekosistem terumbu karang yang masih hidup dan dampaknya secara tidak langsung pula berpengaruh terhadap penurunan populasi ikan-ikan karang atau biota laut lainnya. Sebaran terumbu karang di perairan kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 19. Upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam rangka mempertahankan keberadaan terumbu karang agar tetap lestari adalah dengan teknik transplantasi karang yang bibitnya diperioleh dari karang hidup yang berada di alam. Hal ini sangat efektif sekali dapat menambah presentasi luas tutupan karang hidup. Transplantasi karang ini sudah dilakukan di sekitar Pulau Badul dan Pulau Liwungan. Berdasarkan data di atas luas tutupan karang di wilayah tersebut masih cukup tinggi. Namun untuk nilai CFDI dan keragaman jenis di Pulau Liwungan termasuk kategori buruk dibandingkan dengan di Pulau Badul dengan kategori sedang. Hal ini disebabkan Pulau Liwungan kondisi perairannya sudah mengalami penurunan dan tingkat kekeruhannya cukup tinggi akibat aktivitas manusia di wilayah ini dan mengganggu ekosistem biota laut di sekitarnya. Akibatnya hanya beberapa spesies ikan dan karang yang mampu bertahan pada kondisi tersebut. Sedangkan Pulau Badul kondisi perairannya masih terjaga hal ini ditunjang karena lokasinya berdekatan dengan kawasan lindung Taman Nasional Ujung Kulon yang mana aktivitas dan kegiatan manusia masih sangat terbatas di wilayah ini..
Gambar 19. Sebaran tutupan karang di desa pesisir Kabupaten Pandeglang
59
k. Kemiringan lereng Kemiringan lerang berkaitan dengan topografi bentuk suatu wilayah. Data kemiringan lereng ini diperoleh dari peta bentuk shape file yang dibuat oleh Bappeda Kabupaten Pandeglang untuk rencana tata ruang wilayah tahun 20122031. Pengelompokan kemiringan lereng ini di bagi menjadi empat kelas yaitu landai 0-8%, 8-15%, curam 15-25% dan terjal 25-40%.
Gambar 20. Kemiringan lereng di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Gambar 20 kemiringan lereng di desa pesisir banyak terdapat pada kelas 0-8 % yaitu landai. Hal ini menunjukkan karena ketinggian dengan permukaan laut sangat rendah sedangkan pesisir di desa Sumberjaya dan Kertajaya yang berbatasan dengan garis pantai berada dalam kemiringan lereng 815%. Kawasan dengan kemiringan lereng 15-25% di sekitar pesisir pantai berada di desa Sukajadi dan Sukarame. Kawasan curam dan terjal berada di kawasan taman nasional ujung kulon dan didominasi dengan kawasan hutan lindung. Kriteria Kebijakan a. Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana umum tata ruang merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif yang secara hierarki terdiri atas rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pandeglang di desa pesisir tahun 2012-2031 dapat dilihat pada Gambar 21. Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial budaya, dan/atau
60
lingkungan. Hal ini terkait dengan perwujudan tujuan penataan ruang yang ingin dicapai yaitu ”mewujudkan ruang wilayah kabupaten sebagai pusat agroindustri dan pariwisata di Provinsi Banten yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan”. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi berdasarkan Kawasan Strategi Kabupaten (KSK) meliputi kawasan Pantai Barat Selat Sunda merupakan kawasan yang memiliki potensi dan prospek pengembangan yang tinggi di bidang pariwisata, kawasan Buffer Zona Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang juga sebagai kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup, kawasan koridor Pandeglang – Kaduhejo - Labuan dengan pengembangan fungsi kegiatan wisata kuliner, sentra kerajinan dan produk unggulan, serta kawasan pengembangan jasa perdagangan, kawasan koridor Labuan–Panimbang dengan pengembangan fungsi kegiatan agroindustri penunjang perkotaan.
Gambar 21. Rencana tata ruang wilayah di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Kecamatan Panimbang dalam rencana pengembangan kawasan perkotaan akan dijadikan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp). PKWp merupakan bagian sistem perkotaan provinsi dalam hal ini rencana sistem perkotaan Provinsi Banten. Perkotaan Panimbang memiliki fungsi utama sebagai pusat kegiatan kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata, perekonomian untuk skala regional, jasa keuangan/bank, simpul transportasi dan pusat jasa kemasyarakatan. Sedangkan Kecamatan Labuan di rencanakan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan dengan kriteria sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau kawasan perkotaan
61
yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Selain itu dibentuk juga kawasan minapolitan yang merupakan implementasi dari Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan guna pelaksanaan revitalisasi perikanan serta perlu dikembangkan kegiatan terpadu dalam pembangunan perikanan berbasis kawasan dengan konsepsi minapolitan. Berdasarkan hal tersebut, kawasan minapolitan di Kabupaten memiliki fungsi utama sebagai pusat pengembangan potensi perikanan budidaya air tawar dan laut yang terdapat pada kawasan perdesaan di Kecamatan Panimbang dan Kecamatan Sumur. Dalam mendukung terwujudnya rencana tata ruang wilayah tersebut perlu melibatkan stakeholder dari semua sektor di dalamnya agar penataan ruang yang telah menjadi peraturan daerah sebagai dasar pembangunan dapat dilaksanakan secara optimal dan berkelanjutan. b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Banten RZWP3K Provinsi Banten ini mengacu pada Undang-undang No. 27 tahun 2007. Dalam RZWP3K di atur pola ruang untuk kawasan pariwisata terdapat di sepanjang perairan Carita sampai Anyer, kawasan konservasi terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon. Desa Teluk kondisi saat ini dibangunnya sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. Kawasan perikanan tangkap dalam undangundang diatur batas kewenangan provinsi sepanjang 12 mil kearah laut. Kawasan pesisir yang termasuk dalam kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pandeglang berdasarkan Kawasan Strategi Provinsi (KSP) adalah Kawasan Wisata Tanjung Lesung – Panimbang. Gambar 22 memperlihatkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Banten yang terdapat di kabupaten Pandeglang.
Gambar 22. Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Banten
62
Kriteria Sosial Ekonomi a. Sarana transportasi Sarana transportasi merupakan fungsi ekonomi yang menunjang pembangunan dalam suatu wilayah. Transportasi diperlukan sebagai alat untuk memudahkan manusia dalam melakukan interaksi di bidang perekonomian yang akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Data sarana transportasi dalam penelitian ini bersumber dari Kabupaten dalam angka tahun 2011 dengan melihat jumlah angkutan umum yang beroperasi pada trayek tujuan yang melewati atau ke kecamatan pesisir. Kelas sarana transportasi ini dibagi tiga kelas yaitu kategori banyak jika angkutan umum yang beroperasi kesana macamnya lebih dari dua jenis angkutan umum dan jumlahnya banyak serta beroperasi selama 24 jam. Kategori jarang jika sarana angkutan umum yang ada hanya 1-2 macam jenis angkutan umum dan beroperasi pada jamjam tertentu saja. Kategori tidak ada jika tak ada sarana angkutan umum yang bertujuan ke daerah tersebut dan hanya bisa dilalui dengan transportasi mobil pribadi atau sepeda motor. Gambaran sarana transportasi ini dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Sarana transportasi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Gambar 23 sarana transportasi kecamatan Carita sampai dengan sebagian kecamatan Panimbang dalam kategori banyak. Hal ini karena wilayah tersebut sudah banyak aktivitas manusia yang terjadi saat ini. Pada kondisi sekarang ini kecamatan Carita dengan potensinya sebagai kawasan pariwisata menjadikan daerah ini harus ditunjang dengan sarana transportasi yang memadai. Sarana transportasi di kecamatan Labuan sebagai sarana penunjang untuk pusat industri dan perdagangan di bagian barat Kabupaten Pandeglang. Sedangkan transportasi menuju kecamatan Panimbang untuk menunjang wisata
63
tanjung lesung yang selama ini keberadaannya sudah banyak dikenal oleh turis asing maupun domestik. Sarana transportasi desa Tanjung Jaya dan sebagian Kecamatan Sumur dalam kategori jarang, hal ini disebabkan karena sedikitnya sarana angkutan darat dan hanya pada jam tertentu saja bisa mendapat angkutan umum tersebut namun untuk kendaraan pribadi atau sepeda motor dapat dengan mudah melaluinya karena infrastruktur di wilayah tersebut sudah berupa permukaan jalan beraspal. Daerah dengan sarana transportasi tidak ada, lebih disebabkan oleh topographi wilayah itu cenderung curam serta infrastruktur jalan yang ada masih berupa jalan tanah berkerikil dan sulit dilalui jika musim hujan tiba serta penumpang yang bertujuan ke wilayah tersebut belum banyak. Dalam rencana pengembangan wilayah yang termuat dalam RTRW Kabupaten tahun 2011-2031 bahwa akan dibangun fasilitas sarana prasarana infrastruktur jalan dan sarana transportasi darat seperti terminal bis, stasiun kereta api di kecamatan Labuan dan sarana transportasi udara yaitu pembangunan bandar udara Banten Selatan di kecamatan Panimbang. Rencana tersebut berfungsi untuk memudahkan akses manusia untuk mencapainya dalam menunjang pembangunan kawasan strategis penting bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pandeglang. b. Sarana dan prasarana perikanan Pembangunan sarana dan prasarana perikanan pada kawasan pesisir harus mutlak dilakukan. Mengingat sebagian besar penduduk wilayah pesisir bermata pencaharian sebagai nelayan dan pembudidaya. Sarana dan prasarana perikanan ini dibangun untuk menunjang kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir. Pada desa Sukanegara, Banyuasih dan Taman Jaya terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) namun pada pelaksanaannya TPI ini tidak pernah difungsikan sebagaimana mestinya berdasarkan informasi dari pegawai DKP bahwa retribusi yang ditargetkan pada TPI itu sangat kecil sekali dan terkadang tidak pernah tercapai. Hal ini disebabkan oleh nelayan di desa tersebut jumlahnya masih sedikit dan alat tangkap serta kapal motor yang digunakan masih sederhana. Tempat pelelangan ikan pada desa Carita, Sukaresmi, Citeureup dan Sumberjaya sudah berfungsi dengan baik. Selain itu nelayan yang berada di wilayah ini seringkali mendapat bantuan dari Pemerintah Daerah, Provinsi maupun Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk menambah sarana prasarana penangkapan ikan agar jumlah produksi ikan tangkap yang dihasilkan bisa lebih banyak lagi. Daerah yang mempunyai sarana dan prasarana dalam kategori sangat lengkap dan berfungsi baik adalah Labuan dan Panimbang jaya, karena selain tempat pelelangan ikan yang ada di wilayah ini juga pabrik es, cold storage, SPDN dan kedai pesisir terdapat di kedua TPI ini. Selain itu TPI Labuan sejak tahun 2010 sudah ditingkatkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai yang keberadaannya dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Informasi mengenai sarana prasarana perikanan ini bersumber dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan wawancara dengan pegawai yang bertugas di bidang kelautan serta didukung dengan observasi ke lapangan. Gambaran dari sarana dan prasarana perikanan tangkap dan budidaya laut di Kabupaten Pandeglang bisa dilihat pada Gambar 24.
64
Gambar 24. Sapras perikanan di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Pada desa Panimbang jaya selain TPI yang ada di wilayah ini juga didukung dengan adanya gedung depurasi kerang hijau sebagai sarana dan prasarana pendukung budidaya kerang hijau yang sudah berjalan sejak tahun 2004 silam. Sarana prasarana budidaya lainnya berada di desa Cigorondong kecamatan Sumur yaitu balai benih perikanan pantai (BBIP) yang memproduksi untuk menyediakan benih ikan kerapu yang siap dijual kepada pembudidaya ikan di provinsi Banten. Pengelolaan BBIP dan gedung depurasi kerang saat ini berada di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Berdasarkan pertimbangan keberadaan dan kelengkapan sarana dan prasarana perikanan tangkap maupun budidaya mendorong kecamatan Panimbang dan kecamatan Sumur ditetapkan dengan keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan sebagai kawasan minapolitan. c. Kepadatan penduduk Informasi mengenai kepadatan penduduk diperoleh dari data jumlah penduduk hasil sensus tahun 2010 dibagi dengan luas wilayah perkilometer persegi. Dalam pengkelasan kepadatan penduduk dibagi menjadi empat kelas yaitu 0-50 jiwa/km2, 50-100 jiwa/km2, 100-200 jiwa/km2 dan 200-500 jiwa/km2, seperti terlihat pada Gambar 25. Pada desa Banjarmasin, Pejamben, Caringin, Cigondang, Sidamukti dan Panimbang Jaya kepadatan penduduk yang terjadi dalam kelas 100-200 jiwa/km2 sedangkan di desa Teluk, Sukamaju dan Labuan kepadatan penduduk mencapai 200-500 jiwa/km2. Hal ini disebabkan karena dengan luas wilayah yang kecil namun tingkat pertumbuhan penduduk di desa ini sangat tinggi menyebabkan tingginya kepadatan penduduk. Selain itu pula didukung dengan tersedianya sarana dan fasilitas penting seperti pasar, puskesmas, perbankan dan sarana
65
pendidikan sehingga menjadi alternatif pilihan dari kaum pendatang untuk bertempat tinggal di wilayah ini. Sedangkan pada daerah lain kepadatan penduduknya masih dibawah 100 jiwa/km2. Penyebab dari hal tersebut adalah luas wilayah yang sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduknya masih sedikit dan sebagian besar masih dihuni oleh penduduk asli daerah tersebut.
Gambar 25. Tingkat kepadatan penduduk di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Faktor yang mempengaruhi tingginya pertumbuhan jumlah penduduk adalah jumlah yang datang (kelahiran atau imigrasi) lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang pergi (kematian atau emigrasi). Namun dalam tingginya kepadatan penduduk ini tergantung dari besarnya luas wilayah yang djadikan tempat tinggal bagi penduduk. Kepadatan penduduk ini lebih cenderung disebabkan oleh faktor urbanisasi berkaitan dengan kemudahan aksessibilitas, sarana transportasi dan ketersediaan sarana prasarana penting. Sehingga jika pada suatu wilayah terdapat ketiga faktor tersebut akan menimbulkan motivasi para pendatang untuk datang dan bermukim di wilayah tersebut. d. Nelayan Tangkap Sumberdaya manusia merupakan fungsi sosial yang sangat berperan dalam memanfaatkan sumberdaya alam di bumi ini. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup mencari pekerjaan. Penduduk wilayah pesisir sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan. Namun ada juga penduduk di wilayah pesisir ini berprofesi sebagai pembudidaya ikan, pengolah, petani dan pedagang. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh masing-masing individu manusia.
66
Data mengenai jumlah nelayan di kabupaten Pandeglang ini diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. Pengleompokan jumlah nelayan ini dibagi menjadi empat kelas yaitu 0-100 orang, 100-500 orang, 5001000 orang dan lebih besar dari 1000 orang (Gambar 26). Berdasarkan Gambar 26 bahwa jumlah nelayan terbesar terdapat di desa Teluk dan desa Panimbang Jaya termasuk dalam kelas diatas 1000 orang. Penduduk di desa tersebut sebagian besar berasal pendatang dari kabupaten Indramayu dan Cirebon untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mencari ikan di laut. Nelayan di desa ini sebagian besar sudah menggunakan perahu kapal motor dengan alat tangkap berupa payang, purseseine, pancing, gillnet, jaring rampus dan sebagainya. Desa Citeureup mempunyai jumlah nelayan pada kisaran 500-1000 orang. Namun nelayan pada desa ini lebih banyak pada nelayan bagan dan sero dengan perahu motor yang digunakan masih berukuran 5 gross tonage. Jumlah nelayan berkisar 100-500 terdapat di desa Carita dan Sidamukti. Nelayan di desa Carita lebih banyak menggunakan pancing dan payang. Selain itu karena pantai Carita termasuk dalam kawasan wisata bahari menjadikan banyak penduduk pula penduduknya yang bekerja sebagai pedagang dan pengolah ikan asin. Sedangkan desa Sidamukti di samping sebagai nelayan, adapula penduduknya yang berprofesi sebagai pembudidaya ikan bandeng dan kerang.
Gambar 26. Nelayan tangkap di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Desa Sumberjaya, Taman Jaya, Banyuasih dan Sukanegara mempunyai jumlah nelayan dalam kelas 0-100 orang. Salah satu faktor ini yang menjadi penyebab tempat pelelangan ikan yang berada di wilayah ini kurang berfungsi. Selain itu potensi alam yang terkandung di desa ini selain dari laut juga mempunyai lahan pertanian dan perkebunan yang masih sangat besar untuk digali
67
sehingga penduduk di wilayah tersebut selain nelayan ada juga yang bercocok tanam sebagai petani sawah atau ladang. e. Nelayan pembudidaya Sumberdaya manusia pembudidaya adalah orang yang memelihara dan mengembangbiakan sumberdaya ikan dan non ikan yang bersumber dari perairan laut, tawar dan payau serta bertujuan untuk meningkatkan produksi perikanan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok pangan manusia. Dalam penelitian ini data yang diperoleh hanyalah data pembudidaya laut yang dikategorikan dalam kelas banyak, sedikit dan tidak ada. Pertimbangan dalam pengelompokan kategori itu karena tidak tersedianya data yang akurat mengenai jumlah pembudidaya yang ada dalam suatu daerah di desa pesisir Kabupaten Pandeglang. Sehingga langkah yang ditempuh adalah dengan metode wawancara kepada penyuluh perikanan yang bertugas di masing-masing wilayah pesisir. Hasil dari wawancara ini dapat dilihat pada Gambar 27. Pembudidaya di desa Panimbang Jaya dan Cigorondong termasuk dalam kategori banyak sekitar lebih dari 10 kelompok pembudidaya. Salah satu penyebabnya adalah terdapatnya sarana dan prasarana budidaya laut yang memudahkan para pembudidaya dalam mencari benih ikan yang berkualitas tinggi. Sedangkan daerah yang mempunyai jumlah pembudidaya sedikit adalah desa Banjarmasin, Sidamukti, Mekarsari, Citeureup, Tanjung jaya, Banyuasih, Tangkilsari dan sebagian desa di kecamatan Sumur. Kategori sedikit ini hanya mempunyai sekitar 1-5 kelompok pembudidaya di wilayah tersebut.
Gambar 27. Nelayan pembudidaya laut di desa pesisir Kabupaten Pandeglang
68
Daerah yang lain masuk dalam kategori tidak ada pembudidaya laut. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pembudidaya air payau dan air tawar berada pada daerah ini. f. Tekanan penduduk Tingginya aktivitas manusia dalam suatu wilayah akan memberi dampak yang buruk jika tidak terkontrol. Beberapa kegiatan manusia yang mengancam kelestarian sumberdaya alam antara lain:pemanfaatan berlebih, penggunaan alat tangkap dan teknik yang tidak ramah lingkungan, kegiatan wisata, buangan limbah industri, buangan limbah rumah tangga dan sebagainya. Kriteria dalam tekanan penduduk ini diperoleh dengan wawancara dan survei langsung ke lapangan. Pengelompokkan dalam kriteria ini dibagi menjadi empat kelas, yaitu : sangat serius, serius, kurang serius dan tidak serius. Kelas sangat serius didefinisikan jika pada suatu wilayah mempuyai kepadatan penduduk yang tinggi dan aktivitas manusia di wilayah tersebut sudah menyebabkan tingginya degradasi di wilayah pesisir pantai. Kelas serius didefinisikan jika pada suatu wilayah mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi namun degradasi lingkungan yang terjadi sudah mulai menyebabkan kerugian materiil seperti abrasi dan banjir walaupun sifatnya pada saat tertentu saja. Kategori kurang serius didefinisikan dengan wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk yang rendah dan aktivitas manusia yang terjadi masih di bawah ambang batas daya dukung lingkungan. Sedangkan kategori tidak serius didefinisikan dengan suatu wilayah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang rendah dan aktivitas manusia yang terjadi tidak terlalu berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi. Sebaran tekanan penduduk dapat di lihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Tekanan penduduk di desa pesisir Kabupaten Pandeglang
69
Pada Gambar 28 desa Teluk, Labuan dan Panimbang Jaya mempunyai kategori kelas sangat serius. Hal ini disebabkan karena tingkat aktivitas manusia yang terjadi di wilayah ini sudah sangat tinggi, selain itu jumlah penduduk yang hidup di wilayah ini juga besar dengan luas wilayah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan luas wilayah pada desa pesisir lainnya. Tekanan penduduk yang sangat serius tersebut mengakibatkan wilayah ini sudah mulai terjadi degradasi fisik habitat ekosistem pantai seperti abrasi, banjir serta tingginya pencemaran akibat buangan limbah rumah tangga di sekitar perairan tersebut. Sedangkan kategori serius terdapat di wilayah sebagian kecamatan Carita, Pagelaran dan Sukaresmi. Kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah ini disebabkan karena aktivitas manusia akibat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kecamatan Pagelaran dan pembangunan hotel wisata sekitar sempadan pantai di kecamatan Carita. Pembangunan PLTU ini menimbulkan tingginya kekeruhan di sekitar perairan pesisir Pandeglang yang berdampak pada rusaknya ekosistem perairan. Selain itu dampak yang ditimbulkan lainnya adalah banyak penduduk yang berasal dari luar daerah datang untuk bermukim di wilayah ini, sehingga kepadatan penduduk lambat laun semakin meningkat. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah daerah untuk meminimalisir tingkat kerusakan yang terjadi agar ekosistem perairan tetap lestari dan berkelanjutan. Kategori kurang serius terdapat di desa Sukanegara, Sukarame, Citeureup dan Tanjung jaya. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk di wilayah ini rendah dan aktivitas manusia yang terjadi di wilayah ini hanya bertani dan mencari ikan di laut, sehingga degradasi lingkungan masih bisa ditolerir sesuai daya dukungnya. Wilayah dengan kategori tidak serius terdapat pada kecamatan Cimanggu, Cigeulis dan Sumur. Wilayah tersebut aktivitas manusia dari luar tidak dominan, hanya sebagian penduduk asli wilayah tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bercocok tanam dan berladang serta penduduk yang berusia produktif lebih banyak mencari pekerjaan ke luar daerah. Faktor lain yang mempengaruhinya juga pada wilayah tersebut terdapat kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang membatasi aktivitas manusia berlebihan.
Analisis Kesesuaian dan Peta Arahan Pemanfaatan Ruang Pesisir Analisis kesesuaian lahan dalam pemanfaatan ruang yang dilakukan dalam pengelolaan wilayah pesisir kabupaten Pandeglang meliputi lima peruntukan kesesuaian lahan yaitu pemanfaatan ruang budidaya laut, konservasi perairan, pelabuhan perikanan pantai, pariwisata bahari, dan perikanan tangkap. Analisis yang dilaksanakan bertujuan untuk menilai kelayakan atau kesesuaian lahan dalam rangka penentuan arah pengembangan pembangunan wilayah pesisir bagi lima fungsi kawasan yang dimaksudkan. Hasil analisis kesesuaian lahan untuk masing-masing peruntukan lahan bagi pengelolaan ruang wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang, adalah sebagai berikut :
70
Kesesuaian Lahan Budidaya Laut Luas lahan untuk kesesuaian budidaya laut dapat di lihat pada Tabel 26. Dan untuk jelasnya, peta hasil analisis kesesuaian lahan kawasan budidaya laut dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 29 sedangkan kriteria kesesuaian lahan budidaya laut terdapat pada Lampiran 9. Tabel 26. Luas kesesuaian lahan perikanan budidaya laut Kelas Kesesuaian Lahan Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai Jumlah
Wilayah Darat Selang Luas Presentasi bobot lahan (ha) (%)
Wilayah Laut Selang Luas Presentasi bobot lahan (ha) (%)
158-196 119-157 80-118
66-74 57-65 48-56
12401.35 13560.82 6733.65
37.93 41.48 20.59
32695.81
100.00
7463.07
11.76
23222.21 32774.16
36.59 51.65
63459.44
100.00
Gambar 29. Kesesuaian lahan budidaya laut Lahan wilayah darat pada kelas sesuai mempunyai luas sebesar 12401.35 ha atau sebesar 37.93% dari total luas wilayah darat. Daerah yang mempunyai total bobot di atas nilai tengah selang yaitu desa Cigorondong dengan bobot 195, dan Panimbang jaya dengan bobot 192. Wilayah laut lahan sesuai mempunyai luas sebesar 7463.07 atau 11.76% dari total luas wilayah laut. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian wilayah laut yang sesuai terdapat pada perairan desa Caringin sampai desa Tanjung jaya. Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kesesuaian di wilayah laut ini adalah kondisi substrat perairan merupakan pasir dan pasir berlumpur
71
dengan kedalaman perairan sekitar 8-10 meter merupakan kondisi yang layak untuk dijadikan sebagai lahan budidaya kekerangan dan keramba jaring apung. Pada kelas kurang sesuai, wilayah darat mempunyai luas lahan sebesar 13560.82 ha atau sebesar 41.48% dari total seluruh luas lahan. Daerah yang kurang sesuai paling tinggi adalah desa Cigondang, Citeureup, Margasana, Pejamben, Sidamukti dan Mekarsari. Hal ini disebabkan karena dalam rancana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi, daerah ini dijadikan sebagai kawasan pariwisata dan industri perikanan. Walaupun secara sarana dan prasarana serta infrastruktur menunjang untuk dijadikan kawasan budidaya, tetapi secara kebijakan tidak mendukung hal tersebut. Kelas kurang sesuai di wilayah laut mempunyai luas lahan sebesar 23222.21 ha atau 36.59% dari luas total keseluruhan. Pada wilayah laut di perairan Pandeglang berdasarkan data yang diperoleh mempunyai tinggi gelombang kurang dari 1 meter dan kecepatan arus antara 0.1-0.3 m/s sehingga yang berperan dalam kategori kelas ini adalah kedalaman perairan 4-7 meter atau 11-15 meter dengan substrat pasir berlumpur atau pasir berkarang. Wilayah darat dalam kelas tidak sesuai ini disebabkan karena kriteria kebijakan peruntukan ruangnya untuk daerah konservasi atau pariwisata dengan pembangunan sarana parasana dan infrastruktur yang tidak menunjang untuk dijadikan lahan budidaya. Kritera ini terdapat pada desa Ujung jaya, Taman jaya, Banyuasih, Tangkil sari dan sebagian besar desa di kecamatan Carita. Kriteria kelas tidak sesuai dengan luas lahan 6733.65 ha atau 20.59% dari luas keseluruhan. Wilayah laut tidak sesuai mempunyai luas lahan 32774.16 ha atau 51.65% dari total keseluruhan luas lahan. Desa yang memiliki kriteria tidak sesuai terdapat pada sepanjang perairan panimbang yang berbatasan dengan garis pantai. Hal ini disebabkan karena perairannya kurang dari 5 meter sehingga tidak cocok untuk budidaya laut. Sedangkan perairan bagian selatan lebih disebabkan kedalaman perairannya di atas 10 meter dan faktor kecepatan arus di wilayah ini sering sekali menjadi faktor yang merusak untuk budidaya laut. Kondisi yang terjadi pada saat ini perairan desa Sidamukti sampai dengan desa Tanjung jaya sekitar pulau Liwungan banyak digunakan untuk budidaya kerang hijau dan kerang darah. Sedangkan desa Cigorondong kondisi yang terjadi saat ini dimanfaatkan oleh para pembudidaya untuk budidaya rumput laut dan kerapu. Namun untuk di desa Cigorondong berdasarkan wawancara seringkali mengalami kegagalan jika tiba musim barat, angin bisa merusak semua lahan budidaya karena begitu kencangnya angin bertiup. Pengembangan usaha budidaya laut dilaksanakan di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang, hendaknya memperhatikan berbagai faktor-faktor kesesuaian lahan sebagaimana yang disebutkan dalam analisis kesesuaian lahan di atas. Pada Gambar 29 terlihat ada beberapa kawasan yang dilingkari sebagai wilayah yang sesuai untuk dijadikan kawasan budidaya laut. Pertimbangan penetapan kawasan tersebut adalah kriteria fisik perairan sesuai sebagai habitat biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak walaupun ada beberapa wilayah dalam kategori kurang sesuai namun dengan bantuan peralatan dan teknologi yang tepat juga akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat keberhasilan usaha dan jumlah produksi yang dihasilkan dari kegiatan perikanan budidaya ini. Sedangkan di beberapa wilayah darat walaupun dalam kesesuaiannya termasuk kurang sesuai, namun hal ini tidak menjadi penghalang dalam
72
meningkatkan produksi perikanan budidaya. Melalui pembangunan infrastruktur dan peningkatan sarana dan prasarana wilayah akan menjadi faktor pendukung yang penting bagi pembangunan perikanan di masa akan datang. Hal ini cukup beralasan mengingat produksi perikanan di kabupaten Pandeglang masih di dominasi oleh kegiatan perikanan tangkap, sementara produksi perikanan dari bidang budidaya, terutama budidaya laut masih sangat rendah. Kesesuaian Lahan Konservasi Hasil analisa kesesuaian luas lahan dapat di lihat pada Tabel 27. Dan untuk jelasnya, peta hasil analisis kesesuaian lahan kawasan konservasi dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 30 dan kriteria kesesuaian lahan konservasi sekaligus perhitungan pembobotannya dapat dilihat di Lampiran 10. Tabel 27. Luas kesesuaian lahan konservasi Kelas Kesesuaian Lahan Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai Jumlah
Wilayah Darat Wilayah Laut Luas Luas Selang Presentasi Selang Presentasi lahan lahan bobot (%) bobot (%) (ha) (ha) 167-211 4361.30 13.34 48-59 8455.16 13.32 122-166 21024.55 64.30 36-47 25054.65 39.48 77-121 7309.97 22.36 24-35 29949.64 47.19 32695.81 100.00 63459.44 100.00
Gambar 30. Kesesuaian lahan konservasi Berdasarkan Tabel 27 luas lahan darat untuk kategori sesuai sebesar 4361.30 ha atau 13.34% dari luas total keseluruhan wilayah darat. Hasil analisa menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai bobot paling tinggi untuk sesuai
73
menjadi kawasan konservasi yaitu desa Taman Jaya dan Ujung Jaya. Hal ini disebabkan dan aksess masih sulit sehingga tekanan penduduk di wilayah ini tidak serius. Dalam kebijakan ruang di kabupaten dan provinsi, daerah ini merupakan termasuk dalam kategori kawasan konservasi karena berbatasan langsung dengan Taman Nasional Ujung Kulon. Dengan mempertimbangkan hal tersebut wilayah ini memang layak dijadikan kawasan konservasi untuk mempertahankan fungsi ekologis ekosistem di perairan Pandeglang. Sedangkan untuk lahan di darat yang menjadi kawasan lindung hutan yang dikonservasi terdapat di kecamatan Sumur dari desa Kertamukti sampai desa Ujung Jaya. Hal ini disebabkan berdasarkan rencana struktur ruang Kabupaten, wilayah ini termasuk dalam kawasan lindung. Kelas sesuai untuk wilayah laut mempunyai suhu berkisar 29-30°C, kedalaman perairan kurang dari 5 meter dan luas tutupan karang sebagai habitat biota laut kondisi saat ini keberadaannya masih di atas 60%. Wilayah ini mempunyai luas lahan 8455.16 ha atau 13.32. Perairan yang mempunyai kategori sesuai untuk kondisi tersebut adalah sekitar perairan Taman jaya dan Pulau Badul karena berdasarkan hasil survei lapangan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 masih memiliki luas tutupan karang hidup sebesar 70.59% dengan keanekaragaman biota dalam kategori baik. Sedangkan sepanjang pesisir kecamatan Labuan sampai Panimbang lebih disebabkan oleh faktor kedalaman perairan kurang dari 10 meter dan suhu perairan 29-30°C sehingga sinar matahari yang masuk ke dalam air mengakibatkan peningkatan suhu di permukaan. Kelas kurang sesuai di wilayah darat mempunyai luas sebesar 21024.55 ha atau 64.30%. Berdasarkan hasil analisa wilayah yang berada dalam kelas kurang sesuai terdapat pada kecamatan Carita yaitu desa Sukarame, Sukanegara, Banjarmasin, Panimbang jaya, Tangkil sari dan Banyuasih. Kriteria yang terdapat di kecamatan Carita lebih dikarenakan oleh kawasan ini dalam rencana struktur ruang wilayah termasuk dalam kawasan lindung tetapi aksess menuju ke wilayah tersebut mudah sehingga menimbulkan tekanan penduduk yang serius. Sedangkan pada desa Banyuasih faktor yang lebih dominan adalah sulitnya aksess menuju kesana sehingga tekanan penduduk yang ada masih tidak serius walaupun dalam rencana struktur ruang termasuk dalam kawasan pemanfaatan hutan produksi dan perkebunan. Kategori kurang sesuai pada wilayah laut disebabkan oleh faktor kedalaman perairan antara 5 sampai 10 meter dengan suhu perairan 28-29°C. Kondisi perairan seperti ini masih dapat ditolerir oleh biota tertentu, sehingga keanekaragaman biota dalam perairan ini tidak banyak ragamnya. Luas lahan darat dalam kriteria tidak sesuai sebesar 7309.97 ha atau 22.36%. Desa yang termasuk dalam kategori ini adalah desa Pejamben, Kecamatan Carita sampai dengan Tanjung jaya kecamatan Panimbang. Hal ini disebabkan karena tekanan penduduk di wilayah ini sudah sangat serius ditunjang dalam struktur ruang diprioritaskan untuk kawasan industri dan pariwisata. Kriteria tidak sesuai dalam wilayah laut adalah wilayah yang mempunyai suhu kurang dari 28°C dengan kedalaman perairan di atas 10 meter. Kondisi perairan seperti ini tidak sesuai untuk habitat biota air yang hidup di dalamnya. Hal ini disebabkan produsen dalam melakukan fotosintesis sangat sulit sekali untuk menerima sinar matahari yang masuk ke perairan. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian di atas bahwa wilayah yang sangat sesuai untuk dijadikan kawasan konservasi perairan adalah perairan sekitar pulau Badul, desa Taman jaya sampai desa Ujung jaya Kecamatan Sumur karena dalam
74
rencana tata ruang darat sangat mendukung sekali dalam penetapan zonasi ruang konservasi perairan ini. Kesesuaian Lahan Pariwisata Hasil analisa kesesuaian luas lahan untuk pariwisata bahari dapat di lihat pada Tabel 28. Dan peta hasil analisis kesesuaian lahan kawasan pariwisata dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 31 sedangkan kriteria kesesuaian lahan berdasarkan perhitungan pembobotan dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 28. Luas kesesuaian lahan pariwisata bahari Wilayah Darat Kelas N Selang Luas Presentas Kesesuaian o bobot lahan i (%) Lahan (ha) 1 Sesuai 173-210 8414.56 25.74 2 Kurang sesuai 135-172 16316.78 49.90 3 Tidak sesuai 97-134 7964.48 24.36 Jumlah 32695.81 100.00
Wilayah Laut Selang Luas Presentas bobot lahan i (%) (ha) 66-77 3142.87 4.95 54-65 40869.99 64.40 42-53 19446.58 30.64 63459.44 100.00
Gambar 31. Kesesuaian lahan pariwisata Berdasarkan hasil analisa wilayah darat, desa yang termasuk dalam kategori sesuai ini adalah desa Caringin, Citeureup, Mekarsari, Panimbang jaya, Tanjung jaya dan Sukamaju. Hal ini disebabkan karena kondisi kemiringan lereng di wilayah ini relatif landai, banyaknya trayek transportasi ini dan rencana pengembangan diprioritaskan untuk kawasan perkotaan. Selain itu, kecamatan Panimbang dalam rencana kawasan strategis provinsi Banten untuk meningkatkan
75
pertumbuhan ekonominya akan dikembangkan sebagai kawasan ekonomi khusus yang prioritas pengembangannya di bidang jasa dan pariwisata. Kategori sesuai untuk perairan terdapat di pulau-pulau kecil di kecamatan Sumur khususnya sekitar pulau di desa Kertajaya. Faktor penentu dominan adalah luas tutupan karang masih di atas 75% dan bahaya banjir tidak pernah terjadi walaupun transportasi buruk. Selain itu kondisi alam yang indah dengan laut yang jernih dan jauh dari pencemaran menjadikan banyak wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke daerah ini. Perairan kecamatan Panimbang dan sekitar pulau Liwungan lebih disebabkan karena kedalaman perairan di bawah 8 meter dengan tinggi gelombang kurang dari 1 meter dan kecepatan arus kurang dari 0.1 m/s serta substrat dasar perairannya berupa pasir putih atau pasir berkarang. Wilayah laut berdasarkan hasil analisa luas lahan sebesar 3142.87 ha atau 4.95% dari luas total wilayah. Selanjutnya kategori kurang sesuai di wilayah darat luas lahan 16316.78 ha atau 49.90% dari luas total wilayah. Daerah yang termasuk wilayah ini terdapat di kecamatan Carita yang disebabkan karena rencana struktur ruang diprioritaskan untuk kawasan lindung, dan Kecamatan Pagelaran disebabkan adanya banjir dalam setahun 1-2 kali karena meluapnya volume air sungai Cilemer dan Ciliman dan kemiringan lereng berkisar 8-15% walaupun sarana transportasi di wilayah ini banyak ditemui. Sedangkan desa di sebagian kecamatan Sumur faktor yang berperan di daerah ini adalah sulitnya transportasi dan infrastruktur jalan sangat buruk dan rencana struktur ruang diprioritaskan untuk perkebunan dan persawahan. Walaupun demikian wilayah ini mempunyai kondisi perairan yang sangat menarik untuk dijadikan wisata bahari. Faktor yang berpengaruh dalam kategori kurang sesuai di perairan kecamatan Pagelaran dan Carita adalah kondisi substrat perairan berupa pasir berlumpur dengan kedalaman perairan di atas 10 meter. Sedangkan perairan di kecamatan Sumur mempunyai kedalaman perairan di atas 10 meter dan kecepatan arusnya di atas 0.1 m/s tetapi kondisi substrat perairan adalah pasir berkarang yang masih layak untuk dijadikan kawasan wisata bahari seperti selam dan snorkeling. Daerah yang termasuk dalam kategori tidak sesuai terdapat di desa Tangkilsari, Banyuasih dan sebagian desa di kecamatan Sumur yang berbatasan dengan TNUK yang diprioritaskan untuk kawasan lindung. Luas lahan dalam kategori ini sebesar 7964.48 ha atau 24.36%. Wilayah laut dalam kategori tidak sesuai lebih banyak terdapat pada perairan yang mempunyai kedalaman di atas 15 meter dengan substrat lumpur atau karang. Berdasarkan analisa kesesuaian antara wilayah darat dan laut, wilayah yang sesuai untuk penetapan zonasi pariwisata adalah pesisir kecamatan Panimbang dan kecamatan Sumur di desa Taman Jaya dan Ujung Jaya karena kondisi perairan di sepanjang garis pantai sesuai untuk wisata pantai dan sekitar Pulaupulau kecil di Kabupaten Pandeglang sangat sesuai untuk wisata bahari yang digunakan para penyelam untuk snorkeling dan diving untuk melihat keindahan di bawah laut. Kesesuaian Lahan Pelabuhan Perikanan Pantai Hasil analisa spasial kesesuaian pelabuhan perikanan pantai dapat di lihat pada Tabel 29 dan kriteria kesesuaian lahan untuk kawasan pelabuhan perikanan
76
pantai dapat dilihat pada Lampiran 12. Untuk jelasnya, peta hasil analisis kesesuaian lahan kawasan pelabuhan perikanan pantai dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang dapat dilihat di Gambar 32. Wilayah darat yang masuk dalam kategori sesuai untuk pelabuhan perikanan pantai dengan luas lahan 3864.33 ha atau 11.82% dari luas total wilayah darat. Sesuai hasil analisa diperoleh pada desa Panimbang jaya, Sidamukti dan desa Teluk kecamatan Labuan. Namun untuk nilai bobot paling tinggi terdapat di desa Sidamukti sebesar 225 dan desa Teluk 218, hal ini disebabkan pada daerah ini sarana parasarana perikanan tangkap sangat lengkap dengan bahaya abrasi yang kecil selain itu diperuntukkan juga untuk kawasan perkotaan. Untuk wilayah laut kriteria yang diprioritaskan untuk pelabuhan perikanan pantai adalah kedalaman perairan di atas 9 meter, substrat perairannya lempung berpasir, tinggi gelombang kurang dari 1 meter dan kecepatan arus kurang dari 0.2 m/s. Daerah yang mempunyai kriteria perairan tersebut adalah kecamatan Labuan, perairan desa Sukarame dan sekitar pulau Liwungan kecamatan Panimbang. Tabel 29. Luas kesesuaian lahan pelabuhan perikanan pantai Wilayah Darat Wilayah Laut Luas Luas Selang Presentasi Selang Presentasi lahan lahan bobot (%) bobot (%) (ha) (ha) 1 Sesuai 183-226 3864.33 11.82 64-71 9870.60 15.55 2 Kurang sesuai 139-182 20571.86 62.92 56-63 50110.90 78.97 3 Tidak sesuai 95-138 8259.63 25.26 48-55 3477.94 5.48 Jumlah 32695.81 100.00 63459.44 100.00
Kelas No Kesesuaian Lahan
Gambar 32. Kesesuaian lahan pelabuhan perikanan pantai
77
Untuk kategori kelas kurang sesuai dengan luas lahan 20571.86 ha atau 62.92%. Dalam kategori kurang sesuai desa yang mempunyai bobot paling rendah adalah Cigondang, Cigorondong, Kertajaya, Kertamukti, Taman jaya, Tanjung jaya dan Sumberjaya. Hal ini disebabkan karena aksessibiltas untuk menuju ke wilayah tersebut agak sulit dengan infrastruktur jalan masih buruk, sarana prasarana perikanan tangkap belum tersedia lengkap. Sedangkan untuk wilayah laut kategori kurang sesuai terdapat di perairan Panimbang yang disebabkan faktor substratnya pasir berlumpur namun kedalamannya hanya berkisar 5-10 meter dan di perairan selatan lebih disebabkan oleh substrat perairan didominasi dengan pasir berkarang walaupun kedalamannya di atas 10 meter. Wilayah darat dalam kategori tidak sesuai terdapat pada selang kelas 95-138 dengan luas lahan sebesar 8259.63 ha atau 25.26%. Sedangkan wilayah laut kategori tidak sesuai untuk pelabuhan perikanan pantai lebih disebabkan karena faktor substrat perairan didominasi dengan pasir berkarang dan kedalaman perairan masih antara 0 sampai 5 meter sehingga akan meyulitkan lalu lintas pelayaran kapal motor yang berlabuh di perairan tersebut. Dengan mempertimbangkan semua faktor kesesuaian untuk pelabuhan perikanan pantai maka desa Caringin, Pejamben, Cigondang atau desa Teluk di kecamatan Labuan sangat sesuai untuk kawasan tersebut karena baik kesesuaian lahan di wilayah darat maupun kondisi perairannya sangat memungkinkan untuk dibangun pelabuhan perikanan pantai. Kesesuaian Lahan Perikanan Tangkap Hasil analisa kesesuaian lahan perikanan tangkap disajikan pada Tabel 30. Dan untuk lebih jelas disajikan dalam bentuk peta seperti Gambar 33. Hasil standarisasi pembobotan untuk kesesuaian lahan kawasan perikanan tangkap dapat dilihat pada Lampiran 13. Berdasarkan hasil analisis wilayah yang mempunyai kategori paling sesuai luas lahan 3314.14 ha atau 10.14%. Desa yang mempunyai bobot paling tinggi adalah desa Sidamukti dan desa Teluk. Hal ini didukung dengan nelayan yang berada di wilayah ini jumlah di atas 1000 orang, sarana prasarana yang tersedia sangat lengkap dan berfungsi, sarana transportasi banyak serta didukung dengan struktur ruang. Wilayah perairan di Pandeglang, pada umumnya mempunyai kondisi fisik perairan yang relatif seragam. Berdasarkan data yang diperoleh kecepatan arus di perairan Pandeglang kurang dari 0.3 m/s dan tinggi gelombang kurang dari 1 meter. Perairan di Kabupaten Pandeglang sesuai dijadikan zonasi perikanan tangkap. Faktor yang bisa dijadikan pembatas untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap dan meminimalisir penangkapan yang merusak lingkungan adalah penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dibatasi disesuaikan dengan kondisi perairan dan tidak merusak terumbu karang serta menangkap ikan pada ukuran yang layak untuk ditangkap. Hasil analisa kategori kurang sesuai dengan luas lahan 16031.28 ha atau 49.03% dari luas seluruh desa dalam penelitian ini. Kecamatan yang termasuk dalam kategori ini adalah Carita, Pagelaran, dan sebagian desa di kecamatan Panimbang. Kategori tidak sesuai mempunyai luas lahan 13350.39 ha atau 40.83%. Desa yang termasuk dalam kategori ini adalah desa Banyuasih, Tangkilsari dan hampir sebagian besar desa di Kecamatan Sumur. Faktor dominan
78
di wilayah ini adalah sumberdaya manusia nelayan sedikit, transportasi sulit dan rencana struktur ruang diprioritaskan untuk kawasan lindung atau perkebunan Tabel 30. Luas kesesuaian lahan perikanan tangkap No 1 2 3
Wilayah Darat Wilayah Laut Luas Luas Selang Presentasi Selang Presentasi lahan lahan bobot (%) bobot (%) (ha) (ha) Sesuai 38 196-243 3314.14 10.14 63459.44 100.00 Kurang sesuai 148-195 16031.28 0 49.03 0.00 Tidak sesuai 100-147 13350.39 0 40.83 0.00 Jumlah 32695.81 100.00 63459.44 100.00 Kelas Kesesuaian Lahan
Gambar 33. Kesesuaian lahan perikanan tangkap Dengan mempertimbangkan faktor kesesuaian di darat yaitu tersedianya sapras perikanan tangkap, jumlah nelayan serta aksessibiltas ke wilayah tersebut dalam zonasi perikanan tangkap maka desa Sidamukti, desa Teluk dan Panimbang Jaya sangat sesuai untuk pengembangan infrastruktur perikanan tangkap. Sintesis Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir Pembangunan tata ruang wilayah pesisir agak berbeda dengan tata ruang daratan pada umumnya. Hal ini disebabkan karena wilayah daratan tidak memiliki vertikal zoning seperti halnya di perairan. Dalam perencanaan tata ruang dan pengelolaan kawasan mutlak diperlukan batasan dan deskripsi yang namun perhatian terhadap aspek geo-fisik-kimia, ekologi, teknik fungsional dan juga administratif. Berdasarkan analisis ANP yang berasal dari pembobotan para ahli bahwa kriteria rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dan tata ruang wilayah kabupaten dalam fungsi kebijakan memiliki bobot paling
79
tinggi. Sedangkan pada fungsi ekologi penggunaan lahan, kesesuaian fisik perairan, dan adanya resiko bahaya memegang peranan penting dalam menentukan pemanfaatan suatu wilayah. Dalam fungsi sosial ekonomi yang menjadi bahan pertimbangan adalah kriteria transportasi, struktur populasi penduduk dan sarana prasarana perikanan. Dengan dominansi kriteria hasil analisis kesesuaian lahan peta arahan untuk pemanfaatan ruang di wilayah laut dapat dilihat seperti pada Gambar 34 dan peta arahan untuk pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dapat dilihat di Gambar 35.
Gambar 34. Peta arahan pemanfaatan ruang wilayah laut Kabupaten Pandeglang
Gambar 35. Peta arahan pemanfaatan ruang pesisir Kabupaten Pandeglang
80
Kawasan budidaya laut terdapat di desa Banjarmasin untuk budidaya lobster dan ikan kerapu, Perairan desa Cibungur sampai desa Tanjung jaya sesuai untuk budidaya bandeng kerang hijau dan kerang darah sedangkan desa Cigorondong, Kertajaya, Kertamukti, Sumberjaya, Tunggal jaya sesuai untuk budidaya rumput laut dan ikan kerapu karena memiliki kondisi perairan yang cocok untuk budidaya ini. Dan untuk mendukung pemanfaatan ruang ini pembangunan infrastruktur dan sapras budidaya laut keramba jaring apung dan kekerangan sebaiknya menjadi pusat perhatian pemerintah setempat sebagai sarana peningkatan produksi penghasil PAD. Walaupun sesuai untuk kawasan budidaya namun wilayah tersebut memiliki potensi perairan yang sesuai pula untuk perikanan tangkap. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisa parameter lebih rinci supaya konflik kepentingan dapat diminimalisir. Wilayah yang disarankan sebagai kawasan pariwisata bahari adalah perairan Panimbang dengan desa Mekarsari, Citeureup dan Tanjung Jaya sebagai wilayah penunjang pembangunan sarana transportasi dan aksess menuju ke wilayah tersebut. Sedangkan desa Caringin, Labuan merupakan wilayah penunjang untuk mencapai kawasan wisata Anyer-Carita. Pariwisata bahari harus dikembangkan karena berpotensi penghasil PAD bagi kabupaten Pandeglang dengan meningkatkan infrastruktur yang telah ada. Walaupun wilayah tersebut sesuai untuk pariwisata bahari namun aktivitas perikanan tangkap dan budidaya laut bisa dikembangkan pada perairan ini seperti budidaya keramba jaring apung dapat menjadi objek wisata yang menarik. Pemanfaatan ruang untuk konservasi perairan paling sesuai di sekitar Pulau Badul kecamatan Sumur karena masih memiliki kondisi luas tutupan karang hidup di atas 70.59% dengan kategori keanekaragaman biota dalam kategori baik. Beberapa wilayah bisa dijadikan kawasan taman wisata sebagai sarana rekreasi untuk melihat keindahan alam bawah laut. Aktual pelabuhan berada di desa Teluk yang sebenarnya tidak sesuai karena sering mengalami banjir akibat pasang surut air laut dan sering terjadi pendangkalan di muara sungai Cipunteun Agung. Sehingga disarankan alternatif wilayah pelabuhan adalah di desa Pejamben didukung pula dengan kondisi perairan sesuai untuk kawasan ini. Sedangkan desa Banjarmasin, Caringin dan Cigondang dapat dijadikan sebagai jalur lintas ke kawasan pariwisata AnyerCarita walaupun berdasarkan analisa sesuai juga untuk kawasan pelabuhan perikanan. Pemanfaatan ruang pelabuhan perikanan pantai pada umumnya saling memberi dampak yang positif dengan perikanan tangkap. Hal ini disebabkan dalam perikanan tangkap membutuhkan pelabuhan perikanan untuk mendaratkan hasil tangkapan ikan. Namun perikanan tangkap dalam pemanfaatan ruangnya lebih membutuhkan ruang di wilayah perairan. Wilayah perairan Kabupaten Pandeglang sebagian besar sangat sesuai untuk perikanan tangkap. Wilayah pemanfaatan lainnya pada hasil penelitian ini adalah wilayah yang tidak memenuhi kriteria sesuai dari lima pemanfaatan ruang yang dianalisa. Namun jika dianalisa lebih lanjut tidak menutup kemungkinan sesuai untuk budidaya tambak, pertanian, pemukiman dan sebagainya. Hasil overlay peta pada Gambar 35 dapat dijelaskan pada matriks sintesis pemanfaatan ruang di Tabel 31.
84
Tabel 31. Matriks sintesis pemanfaatan ruang wilayah pesisir kabupaten Pandeglang Pemanfaatan Budidaya Laut: a. Daratan b. Laut
Pariwisata Bahari a. Daratan b. Laut
Luas lahan (ha)
Lokasi
Sumberdaya Jasa/Lingkungan
Desa Banjarmasin 10807.08 Desa Cigorondong, Kertajaya, Kertamukti, Sumberjaya, Tunggal jaya 7330.17 Perairan Desa Cibungur sampai Desa Tanjung jaya 2. Desa Caringin, Labuan, Mekarsari, Citeureup, Tanjung 5282.98 jaya 0.78
311.23
Desa Pejamben
1259.48
Perairan desa Pejamben Caringin Desa Sidamukti, Panimbang jaya dan Teluk Seluruh perairan Pandeglang sepanjang 4 mil,
Budidaya dan Pariwisata
182.10
Penghasil PAD bagi Kabupaten Pandeglang dengan meningkatkan transportasi dan aksess menuju ke wilayah tersebut Membatasi aktivitas kegiatan manusia di hulu agar kualitas perairan tetap terjaga
Carita, Sebagai penyangga ekosistem di darat Konservasi hutan lindung dan kawasan Taman Nasional dan juga dapat dijadikan ekowisata Ujung Kulon Terumbu karang dan ikan karang Perairan Cigorondong, tamanjaya Daerah kawasan inti konservasi perairan karena luas dan sekitar P. Badul tutupan karang masih dalam kategori baik
Pelabuhan Perikanan a. Darat b. Laut
10.69 51486.25
Menyediakan jasa transportasi, akomodasi serta fasilitas yang menunjang untuk kawasan wisata Wisata pantai, snorkling, diving
Desa Sukarame, Tamanjaya, Ujung jaya
4361.30
Perikanan tangkap a. Darat b. Laut
Pengembangan lobster, ikan kerapu Pengembangan rumput laut, ikan kerapu, Pembangunan infrastruktur dan sapras budidaya laut Ikan baronang keramba jaring apung dan kekerangan untuk Budidaya kerang hijau, kerang darah meningkatkan produksi sebagai penghasil PAD
Perairan Panimbang
Konservasi perairan a. Darat b. Laut
324.91
Keterangan
Desa Mekarsari
Pusat pendaratan ikan hasil tangkapan Daerah alternatif pilihan sebagai pengganti kondisi aktual nelayan dan industri perikanan Untuk pembangunan jetty atau tambat yang ada saat ini (desa Teluk) Sumber PAD yang berassal dari hasil produksi penangkapan ikan dan labuh kapal Pengembangan sarana prasarana perikanan dan tempat lelang ikan Ikan tongkol, ikan kembung, ikan teri, ikan banyar, kakap, kerapu dll
Budidaya :Ikan Bandeng atau tambak udang Pariwisata: wisata pantai
Pembangunan TPI, kapal motor, alat tangkap dan sapras untuk meningkatkan hasil tangkapan Pengembangan alat tangkap disesuaikan dengan jenis ikan seperti payang, gillnet, purse seine, pancing, bagan apung dll. Budidaya bisa dilakukan di daratan yang masih mendapat intrusi air laut sedangkan wisata bisa dilakukan untuk sarana transportasi dan aksess menuju kawasan Tanjung Lesung
85
Tabel 30 (Lanjutan) Budidaya, pariwisata, pelabuhan dan perikanan tangkap
Pariwisata dan pelabuhan
933.06
25.98
Sebagian desa Sidamukti, dan Budidaya: Kerang, kepiting sebagian desa Panimbang jaya Penangkapan ikan pelagis dan demersal, kepiting, kakap Pariwisata: jalur lintas menuju kawasan wisata tanjung lesung Sebagian Desa Cigondang
Pariwisata: jalur transportasi ke Pantai Pelabuhan sebagai pusat produksi ikan dan wilayah ini Anyer-Carita merupakan jalur lintas karena RTRW Kabupaten sebagai Pelabuhan: tempat pendaratan hasil wilayah industri tangkapan ikan
Desa Cigondang
Pariwisata, pelabuhan dan perikanan tangkap
Pariwisata dan konservasi Pariwisata dan perikanan tangkap Konservasi dan Pariwisata
506.94
76.13
Pariwisata: jalur transportasi ke Pantai Anyer-Carita Pelabuhan: tempat pendaratan hasil tangkapan ikan Perairan Sumberjaya dan sebagian Wisata Bahari snorkling dan diving untuk Perairan Taman jaya, P. Umang melihat terumbu karang dan ikan-ikan karang
Pemanfaatan lainnya
Sebagai daerah penyangga untuk kawasan pariwisata dan pelabuhan bisa dibangun sarana transportasi (terminal) dan pusat oleh-oleh jajanan khas Pandeglang Daerah konservasi yang masih dapat digunakan untuk wisata (Taman Wisata)
2719.06
Perairan Panimbang yang mempunyai kedalaman dibawah 8 meter
262.65
Sebagian besar perairan Taman Terumbu karang yang berada pada Daerah ini cenderung sebagai kawasan konservasi namun jaya dan Ujung jaya, P. Badul kedalaman 5-8 meter, ikan karang yang aktivitas masih diperbolehkan selama tidak melakukan beragam pengrusakan pada kawasan ini atau bsa dijadikan taman nasional Desa Teluk dan desa Sidamukti
Pelabuhan dan perikanan tangkap
Budidaya: untuk penghasil kekerangan, pariwisata sebagai daerah lintas menuju kawasan wisata dan pusat jajanan seafood, pelabuhan dan penangkapan sebagai sarana pusat produksi penghasil ikan bagi para wisatawan yang berkunjung
769.75
9504.70
Wisata pantai untuk melihat panorama Wisata selam dan wisata pantai laut (sunset), snorkling Perikanan tangkap: ikan karang, teri Penangkapan ikan dengan bubu, pancing, bagan apung
Ikan pelagis dan demersal, sapras Kedua kegiatan ini saling mendukung karena kondisi saat perikanan tersedia lengkap dan berfungsi ini pengembangannya sudah berjalan dengan baik, namun baik sekali sering terkena banjir akibat pasut air laut
Sapras kurang lengkap, transportasi Desa Sukanagara, Banyuasih, jarang, kondisi fisik tidak memenuhi dan Tangkilsari, Kertajaya, Kertamukti RTRW untuk kawasan lindung atau persawahan
Kondisinya kurang sesuai untuk lima pemanfaatan ruang ini namun tidak menutup kemngkinan jika dikaji lebih lanjut untuk pemanfaatan umum lainnya sesuai seperti budidaya tambak, pertanian, relokasi pemukiman nelayan
83
Hasil analisis kesesuaian lahan terhadap pemanfaatan beberapa kawasan di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang menunjukkan terlihat adanya tumpang tindih (overlapping) terhadap beberapa kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan pada beberapa kawasan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang harus benar-benar memprioritaskan wilayah dengan potensi pemanfaatan yang lebih utama dan memerlukan pertimbangan dan kebijakan serta pemahaman yang sinergis antara setiap sektor yang berkepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah yang tumpangtindih tersebut, sehingga konflik pemanfaatan wilayah dapat diminimalisir atau bahkan dapat dihindari. Kondisi yang terjadi saat ini adanya pemanfaatan lahan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang, memberikan dampak yang dapat menurunkan kelangsungan hidup ekosistem yang ada saat ini. Misalnya pembangunan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di kecamatan Labuan, mengakibatkan adanya tingginya kekeruhan di perairan dan kerusakan terumbu karang di sekitar wilayah tersebut, pengambilan ikan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, kegiatan penebangan hutan di hulu yang dapat mengakibatkan sedimentasi di muara sungai. Selain itu, konversi lahan hutan mangrove dan rusaknya terumbu karang di beberapa wilayah pesisir di Kabupaten Pandeglang telah memberikan perubahan terhadap kondisi wilayah pesisirnya yang berdampak pada rentannya wilayah ini terhadap bencana alam yang mungkin terjadi. Pemanfaatan ruang wilayah pesisir hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan dan mengacu pada ketersediaan dan kesesuaian lahan dari setiap sektor pembangunan yang akan dikembangkan serta daya dukung lingkungan dan sumberdaya alam yang dimiliki serta memerlukan penanganan yang mengintegrasikan berbagai pihak yang terkait, baik pemerintah, masyarakat maupun stakeholder lainnya yang berkompetensi dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang. Hasil analisis tersebut jika diaplikasikan di lapangan sangat membantu pemerintah daerah dalam menetukan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Pandeglang. Dan diharapkan dapat menjadi gambaran bagi Pemerintah Daerah kabupaten Pandeglang dalam membuat rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang lebih detil untuk menetapkan kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir kabupaten Pandeglang. Sehingga hasil dari penelitian ini bisa dijadikan asumsi sebagai bahan rekomendasi kebijakan pemerintah daerah untuk penetapan zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Pandeglang. Mengingat tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan peningkatan pemanfaatan sumberdaya secara optimal dan lestari dalam menentukan suatu perencanaan pengelolaan berkelanjutan di wilayah pesisir.