HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Eksistensi Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Sosial RI, sebenarnya bukan hal yang baru. Unit kerja ini sudah ada sejak tahun 1975 yang pada saat itu masih beralamat di Jl. Ir. H. Juanda 36 Jakarta, kemudian tahun 1984 dikukuhkan dengan nama Pusdiklat Pegawai Depsos yang didukung dengan surat keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12/HUK/1984 tentang kebijakan pelaksanaan pendidikan dan latihan pegawai di lingkungan Departemen Sosial. Pada awal kegiatannya Pusdiklat Pegawai melaksanakan programprogram ujian kedinasan, pendidikan dan pelatihan penjenjangan untuk dapat memenuhi formasi kepegawaian di lingkungan Depsos RI. Perkembangan selanjutnya Pusdiklat pegawai bukan hanya melaksanakan program diklat penjenjangan dan ujian dinas saja akan tetapi lebih mengarah pada kediklatan teknis, fungsional dan profesi bagi jajaran pegawai Departemen Sosial. Pelaksanaannyapun bukan hanya di pusat, namun dilaksanakan juga pada sejumlah Balai Kesejahteraan Tenaga Sosial (KTS) di daerah. Pada tahun 1995, Pusdiklat Pegawai digabung dengan Pusdiklat Tenaga Sosial dengan nomenklatur Pusdiklat Pegawai dan Tenaga Sosial (Pusdiklat Pegnagsos) dengan program dan kegiatan yang sama berlangsung hingga tahun 1999. Ketika Departemen Sosial RI dibubarkan pada tahun 2001, maka berubah nomenklatur menjadi Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN) dan merger dengan
Departemen
Kesehatan
menjadi
Departemen
Kesehatan
dan
Kesejahteraan Sosial (Depkes Kesos). Demikian pula Pusdiklat Pegawai Tenaga Sosial (Pegnasos) berubah nama menjadi Pusdiklat Kesejahteraan Sosial.
58
Ketika Departemen Sosial RI dihidupkan kembali nomenklatur Pusdiklat Kesejahteraan Sosial kembali muncul dengan nama Pusdiklat Pegawai yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Sosial RI nomor 06/HUK/2001.
Gambaran Umum Responden Pegawai yang diteliti pada Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Pegawai Departemen Sosial RI berjumlah 60 orang, terdiri dari jabatan fungsional sebanyak 20 orang (33,3 persen), jabatan struktural sebanyak 10 orang (16,7 persen) dan sisanya staf sebanyak 30 orang (50 persen). Seluruh pegawai di Pusdiklat Pegawai Depsos menjadi responden yang dianalisis dalam penelitian ini. Secara rinci menurut umur, pendidikan, pangkat/golongan, dan masa kerja disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik responden No
X2 Karakteristik Pegawai
1
X21 Umur
2
X22 Pendidikan
3
4
5
X23 Pangkat/ Golongan
X24 Masa Kerja
Jabatan Klasifikasi
Fungsional
Jumlah
Struktural
Staf
Orang
(%)
28- 37 th
0
1
9
10
16,7
38- 47 th 48- 57 th 58- 67 th
4 10 6
4 5 0
16 5 0
24 20 6
40,0 33,3 10,0
< SLTA Diplo – S1
0 16
0 5
15 15
15 36
25,0 60,0
S2
3
4
0
7
11,7
S3 Gol II
1 0
1 0
0 7
2 7
3,3 11,7
Gol III
1
6
23
30
50,0
Gol IV 1-11 th
19 0
4 1
0 4
23 5
38,3 8,3
12- 22 th 23- 33 th 34- 44 th
5 10 5
5 4 0
18 8 0
28 22 5
46,7 36,7 8,3
20
10
30
60
100,0
Jumlah
59
Rata-rata umur responden adalah 46 tahun dengan kisaran 28 – 65 tahun; 40 persen pegawai tergolong berusia antara 38-47 tahun. Sekitar tujuh tahun ke depan terdapat 16 orang pegawai akan pensiun, terdiri sebanyak 6 orang pejabat fungsional, dan 10 orang di luar pejabat fungsional. Tingkat pendidikan formal responden sebagian besar (60 persen pegawai) telah berpendidikan Diploma - S1. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Ini berarti pegawai berpotensi dapat memahami tugas-tugas pokok yang harus dilaksanakannya. Sebagian besar responden (50 persen pegawai) berada pada Golongan III, ini dikarenakan masa kerja rata-rata pegawai sudah cukup lama bagi mereka yang memulai kariernya dengan pendidikan SLTA dan program diploma. Bagi pegawai yang mulai kariernya dengan pendidikan S1 secara otomatis masuk pada pangkat dan golongan III. Syarat yang harus dipenuhi bagi staf untuk dapat diangkat setingkat di atas pangkat/golongannya adalah: sekurang-kurangnya mereka telah menduduki pangkat dan golongan minimal selama empat tahun dan pangkat/golongan tersebut masih memungkinkan untuk naik sesuai dengan peraturan yang berlaku serta telah memenuhi syarat untuk diusulkan kenaikan pangkatnya dengan mempertimbangkan Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai (DP3). Bagi pegawai yang berada pada jabatan struktural, dapat naik pangkat istimewa setiap dua tahun sekali apabila ketika menduduki jabatan belum memenuhi pangkat minimal
pada jabatan tersebut.
Khusus untuk jabatan
fungsional dapat diusulkan kenaikan pangkat setingkat di atas dua tahun sekali, apabila telah memenuhi persyaratan yaitu angka kredit yang telah ditetapkan. Malahan apabila jumlah kredit yang dikumpulkan melebihi dari target yang ada, maka angka kredit tersebut menjadi tabungan dan dapat dipakai untuk kenaikan pangkat berikutnya.
60
Rata-rata masa kerja pegawai telah bekerja selama 20 tahun dengan kisaran 1–44 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Pegawai telah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di bidang tugas pokoknya. Di samping itu, sejak tahun 1995 pemerintah menetapkan kebijakan ”zero growth” yaitu tidak menerima pegawai baru bagi seluruh instansi pemerintah kecuali ada beberapa instansi yang diberi izin untuk merekrut pegawai baru. Baru
pada tahun 2003 dengan berlakunya Undang-
undang 22 dan 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah, diadakan kembali penerimaan pegawai baru.
Berdasarkan distribusi responden terlihat bahwa
sebesar 46,7 persen pegawai memiliki masa kerja dari 12-22 tahun.
Kepemimpinan Pusdiklat Depsos
Kepemi mpinan pemimpin di Pusdiklat Depsos yang dianalisis terdiri dari kemampuan pemimpin dalam: menantang proses, mengilhamkan wawasan bersama, memungkinkan orang lain bertindak, menjadi penunjuk jalan dan membesarkan hati para follower-nya (Konsep Posner, 1989: 7-13).
Hasil
penelitian disajikan pada Tabel 2.
Menantang Proses
Sebagian pegawai (50 persen) menyatakan bahwa kepemimpinan yang ada tergolong kurang berani menantang proses.
Hal ini berarti bahwa para
pemimpin yang ada kurang berani mengkritisi dari kebiasaan dan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Selain itu, kenyataan yang ada di lapangan para pimpinan yang ada dapat dinilai masih kurang berani mengambil resiko; untuk melakukan inovasi dan terobosan supaya bisa menemukan cara baru dan lebih baik untuk
61
melakukan perubahan-perubahan untuk kemajuan lembaga/organisasi. Ini menunjukkan bahwa pemimpin bekerja hanya pada aturan-atruan baku yang ditetapkan untuk dapat menyelamatkan diri dari status quo (jabatan). Dengan prinsip asal pimpinan yang di atas “senang”, tanpa mau mengambil resiko yang penting tetap pada kedudukan jabatannya, walaupun mengorbankan organisasi dan staf.
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan penilaian terhadap Prinsip-prinsip kepemimpinan No
1
2
3
4
5
X1 Prinsip Kepemimpinan
Klasifikasi
Jabatan (%) FungStrukStaf sional tural 35,0 40,0 63,3
X11 Menantang Proses
Rendah (skor 15-20) Sedang (skor 21- 26) Tinggi (skor 27-32)
65,0 0,0
50,0 10,0
X12 Mengilhamkan wawasan bersama X13 Memungkinkan orang lain bertindak
Rendah (skor 11-16)
80,0
Sedang (skor 17- 22)
10,0
Tinggi (skor 23-28)
Jumlah Orang
(%)
30
50,0
36,7 0,0
29 1
48,3 1,7
40,0
43,3
33
55,0
40,0
53,4
22
36,7
10,0
20,0
3,3
5
8,3
Rendah (skor 11-15)
55,0
50,0
20,0
22
36,7
Sedang (skor 16- 20)
35,0
20,0
50,0
24
40,0
Tinggi (skor 21-25)
10,0
30,0
30,0
14
23,3
X14 Menjadi petunjuk jalan
Rendah (skor 8- 13) Sedang (skor 14- 19)
25,0 70,0
50,0 40,0
0,0 90,0
10 45
16,7 75,0
5,0
10,0
10,0
5
8,3
X15 Membesarkan Hati
Rendah (skor 104-141) Sedang (skor 142-179)
25,0 55,0
20,0 40,0
43,3 33,3
20 25
33,3 41,7
Tinggi (skor 180- 217)
20,0
40,0
23,4
15
25,0
Tinggi (skor 20-25)
Mengilhamkan Wawasan Bersama Pemimpin harus mampu memberi ilham bagi munculnya wawasannya sebagai wawasan orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama. Para pemimpin yang ada di Pusdiklat Pegawai Depsos dalam hal menghadirkan wawasan bersama tergolong dalam kategori rendah, hal tersebut dinyatakan 55 persen pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa para pimp inan kurang mampu
62
untuk memahami kebutuhan, impian, harapan dan aspirasi para pegawai yang dipimpinnya, sehingga perasaan memiliki “sense of belonging” dari staf/bawahan kurang tercemin, ini membuat pemimpin tidak mampu untuk bertindak secara tegas.
Memungkinkan Orang lain Bertindak
Para pemimpin yang ada tergolong cukup baik dalam memberikan kepercayaan atau pendelegasian wewenang kepada para pegawainya untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai unit kerjanya masing-masing tanpa melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan hal tersebut dinyatakan oleh 40 persen pegawai.
Hal ini berarti
para pemimpin
cukup memberikan kebebasan
(keleluasaan) kepada bawahannya untuk mengeluarkan ide, pendapat/gagasan demi kemajuan organisasi.
Selain itu data ini dapat pula
mengindikasikan
bahwa para pimpinan yang ada tergolong cukup baik dalam membuat bawahannya merasa kuat, mampu, dan memiliki keyakinan terhadap nilai yang ada dalam organisasi.
Menjadi Penunjuk Jalan Pemimpin yang dapat menjadi penunjuk jalan pada bawahannya adalah pemimpin yang mampu memberikan wawasan untuk memecahkan masalah yang dihadapi para bawahannya dalam penyelesaian tugas-tugas. Sebagian besar (75 persen pegawai) menyatakan bahwa para pemimpin yang ada tergolong cukup baik dalam memberikan penunjuk jalan bagi para bawahannya. Hal terlihat dari kenyataan di lapangan bahwa para pimpinan memiliki cukup kepedulian terhadap masalah-masalah yang dihadapi para bawah annya dan tetap konsisten pada keputusan yang telah menjadi kesepakatan bersama,
63
walaupun situasi dan kondisi dapat mengubah semua keadaan ini, dengan alasan yang bermacam-macam.
Membesarkan Hati Membesarkan hati adalah freku ensi pimpinan untuk menghargai setiap usaha individu dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.
Se besar 41,7 persen
pegawai menyatakan bahwa para pemimpin yang ada tergolong cukup baik dalam membesarkan hati para bawahannya. Hal ini terlihat dari usaha pimpinan untuk
menghargai
keberhasilan
hasil
kerja
para
bawahannya
dengan
memberikan “uang lelah” dan rasa terima kasih walaupun sifatnya insidental dalam bentuk pengakuan, tetapi sudah dapat memberikan dorongan bagi staf dan bawahan untuk bekerja lebih baik.
Budaya Organisasi Budaya organisasi yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri atas: nilai (value), kepercayaan (belief), dan sistem merit (merit system) . Hasil penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan budaya organisasi No
X3 Budaya Organisasi
1
X31 Nilai (value)
2
X32 Kepercayaan (belief)
3
X33 Sistem Merit
Klasifikasi Tidak jelas (skor 8- 12) Kurang jelas (skor 13- 17) Jelas (skor 18-22)
Jabatan (%) FungStruksional tural 40,0 60,0 55,0 30,0
Jumlah Staf
Orang
(%)
40,0 56,7
26 31
43,3 51,7
5,0
10,0
3,3
3
5,0
Tidak yakin (skor 8-10)
50,0
80,0
56,7
35
58,3
Kurang yakin (skor 11-13) Yakin (skor 14-16)
40,0 10,0
20,0 0,0
40,0 3,3
22 3
36,7 5,0
Tidak baik (skor 7-12) Kurang baik (skor 13-18)
45,0 45,0
20,0 60,0
43,3 53,3
24 31
40,0 51,7
Baik (skor 19- 24)
10,0
20,0
3,4
5
8,3
64
Nilai (Value) Nilai (Value) adalah nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam organisasi seperti inisiatif individu, toleran terhadap tindakan yang berisiko dan pengarahan yang ditaati oleh seluruh pegawai. Nilai ini dimanifestasikan dalam bentuk norma-norma/aturan-aturan. Norma adalah pedoman perilaku standar yang dapat diterima oleh orang-orang yang ada dalam organisasi. Nilai yang dianut masing-masing organisasi berbeda-beda. Nilai adalah suatu ketentuan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Bila tidak ada nilai dan norma maka kehidupan organisasi kacau balau. Sebagian besar 51,7 persen pegawai menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada dalam organisasi tergolong pada kategori kurang jelas.
Kenyataan yang ditemukan di lokasi
penelitian, nilai-nilai yang dianut oleh para pegawai di antaranya nilai-nilai gotong royong, nilai toleransi yang sudah menjadi pola yang ditaati bersama , walaupun sering muncul ego individualis dari seluruh anggota organisasi.
Kepercayaan (Belief)
Keyakinan adalah segala sesuatu yang dianggap benar oleh sistem sosial. Keyakinan tertent u harus dimiliki oleh anggota-anggota yang ada dalam organisasi. sama.
Sedapat mungkin organisasi direkatkan dalam keyakinan yang
Keyakinan berfungsi sebagai perekat sistem sosial.
Makin banyak
keyakinan bersama dalam suatu organisasi, maka semakin kompak organisasi tersebut. Sebagian besar (58,3 persen pegawai) tergolong tidak yakin terhadap sesuatu yang dianggap benar oleh orang-orang yang ada dalam organisasi. Karena segala sesuatu yang diyakin benar itu, dapat dilihat oleh staf kepada para pemimpin yang di sekitarnya, sehingga contoh dan keteladanan itu tergantung bagaimana sang pemimpin bertindak.
65
Sistem Merit (Merit System) Sistem merit
tergolong kurang baik (51,7 persen pegawai) .
Hal ini
menunjukkan bahwa belum berjalannya secara baik mekanisme pengangkatan seseorang untuk menduduki jabatan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh sistem merit tersebut. Apalagi segala sesuatu ditentukan oleh kantor pusat, walaupun usulan yang datangnya dari unit kerja kadangkala belum mendapat perhatian sepenuhnya. Pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan tertentu didasarkan atas kecakapan dan kemampuan (kompetensi) yang dimiliki dengan melalui uji kepatutan/kelayakan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan banyak pihak. Belum berubahnya secara baik paradigma lama, yang dianut oleh sekelompok orang yang memiliki hubungan perkoncoan dan sebagainya. Selain itu diperlukan persyaratan lain seperti berdasarkan pada daftar urut kepangkatan (DUK) yang sudah menjadi suatu ketentuanpun belum pula berjalan dengan baik.
Seringkali pengangkatan seseorang dalam suatu
jabatan didasari atas keinginan kelompok orang yang “memilki” kewenangan atau dengan cara KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) sehingga seseorang yang diangkat dalam suatu jabatan tertentu tanpa melalui seleksi sebagaimana yang disyaratkan. Kalaupun ada persyaratan yang ditetapkan ini merupakan formalitas saja, untuk membuktikan pada khalayak bahwa mekanisme/prosedur sudah dijalankan sebagaimana yang telah ditentukan. Dengan demikian apabila sudah dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku, diharapkan pejabat tersebut mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik, sehingga memberikan kontribusi terhadap kemajuan organisasi.
66
Motivasi Kerja Motivasi kerja adalah suatu dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk bertindak atau berbuat sesuatu, karena ada hal-hal yang ingin ia peroleh dengan tindakan tersebut. Dalam penelitian ini yang dianalisis tentang motivasi kerja adalah motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Tidak ada satupun staf yang memiliki motivasi kerja yang baik. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian dan
penghargaan
yang
diberikan
pimpinan
kepada
stafnya. Data ini
mengindikasikan bahwa pimpinan harus lebih memberikan perhatian yang lebih pada stafnya agar dapat menumbuhkan motivasinya untuk bekerja lebih baik dengan cara menerapkan sistem ganjaran dan hukuman yang tegas. Hasil penelitian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan motivasi kerja No
1
2
3
Y1 Motivasi Kerja
Y11 Motivasi Intrinsik
Y12 Motivasi Ekstrinsik
Y1 Motivasi Kerja
Jabatan ( % ) Klasifikasi Tidak termotivasi (Skor 15- 21) Kurang termotivasi (Skor 22- 28) Termotivasi (Skor 29-35) Tidak termotivasi (Skor 15- 25) Kurang termotivasi (Skor 26- 36) Termotivasi (Skor 37- 47) Tidak termotivasi (Skor 30- 45) Kurang termotivasi (Skor 46- 61) Termotivasi (Skor 62- 87)
Fungsional
Struktural
Jumlah Staf
Orang
(%)
25,0
10,0
20,0
12
20,0
70,0
90,0
80,0
47
78,3
5,0
0,0
0,0
1
1,7
25,0
10,0
20,0
12
20,0
70,0
80,0
76,7
45
75,0
5,0
10,0
3,3
3
5,0
15,0
10,0
20,0
10
16,7
80,0
80,0
80,0
48
80,0
5,0
10.0
0,0
2
3.3
67
Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah dorongan yang tumbuh dalam diri pegawai untuk bekerja.
Pegawai Pusdiklat , kurang memiliki motivasi intrinsik untuk
bekerja hal ini dinyatakan oleh 78,3 persen pegawai. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan untuk bekerja sudah berasal dari dalam dirinya kurang sehingga hal ini dapat dijadikan bahan pemikiran para pimpinan dalam rangka mencapai prestas i kerja yang baik. Apabila dianalisis berdasarkan jabatan, pada masing-masing jabatan baik struktural, fungsional maupun staf, motivasi kerja masih perlu untuk ditingkatkan karena seluruhnya berada pada kategori kurang termotivasi.
Motivasi Ekstrinsik Berdasarkan hasil penelitian dorongan yang berasal dari luar diri responden untuk bekerja juga tergolong kurang termotivasi
(75,0 persen
pegawai). Dorongan untuk bekerja lebih baik berasal dari aturan-aturan yang ada dalam organisasi. Selain itu peran pimpinan juga menentukan dorongan untuk bekerja sesuai dengan unit kerjanya. Pegawai menyadari bahwa lingkungan tempat bekerja yang kondusif juga mendorong untuk bekerja lebih baik.
Hal lain yang bisa mendorong juga karena adanya imbalan yang
ditawarkan bagi pegawai yang berprestasi. Hukuman yang ketat terhadap para pegawai yang melanggar aturan juga menjadi dorongan untuk bekerja lebih baik.
Prestasi Kerja
Prestasi kerja yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi konsistensi bekerja dan perilaku pegawai dalam bekerja.
Prestasi kerja staf lebih baik
dibandingkan dengan jabatan struktural dan fungsional.
Hal ini disebabkan
68
karena staf terikat oleh perintah atasan dan aturan-aturan yang mewajibkan para staf untuk bekerja lebih baik. Disamping itu, staf tidak memiliki kewenangan yang lebih dibandingkan dengan jabatan struktural dan fungsional. Hasil penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan prestasi kerja No
1
2
3
Jabatan (%)
Y2Prestasi Kerja
Y21 Konsistensi Bekerja
Y22 Perilaku bekerja
Y2 Prestasi Kerja
Klasifikasi Tidak konsisten (Skor 5-10) Kurang konsisten (Skor 11- 16) Konsisten (Skor 17- 22) Tidak baik (Skor 12- 16) Kurang baik (Skor 17- 21) Baik ( Skor 22-26) Rendah (Skor 22-27) Sedang (Skor 28-33) Tinggi (Skor 34- 39)
Fungsional
Struktural
Jumlah Staf
Orang
(%)
65,0
80,0
13,5
25
41,7
35,0
10,0
16,7
25
41,7
0,0
10,0
30,0
10
16,6
35,0
0,0
3,3
8
13,6
45,0
60,0
80,0
39
65,0
20,0 20,0 70,0 10,0
40,0 10,0 80,0 10,0
16,7 6,7 56,7 36,6
13 7 39 14
21,7 11,7 65,0 23,3
Konsistensi Bekerja Konsistensi bekerja adalah ketekunan/ketahanan bekerja di dalam bidang tugas yang dibebankan kepada pegawai tersebut.
Tingkat tidak konsistensi
bekerja pegawai berada pada pegawai yang menduduki jabatan struktural (80,0 persen) hal ini disebabkan karena para pejabat struktural bekerja yang merasa memiliki ”power”, untuk bertindak tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Sehingga yang harus menyesuaikan diri terhadap perintah pimpinan atau atasan, adalah para staf. Seringkali kebijakan yang telah ditetapkan berubah-ubah disesuaikan dengan kebutuhan sang pemimpin tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dengan perubahan tersebut. Sehingga yang harus menyesuaikan diri dengan keinginan pimpinan adalah staf, walaupun seringkali terjadinya konflik kepentingan antara pimpinan dan staf.
69
Secara keseluruhan jumlah pegawai yang konsistensi bekerja sebanyak 16,6 persen, ini menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan yang serius, harus dicarikan jalan keluarnya oleh para pimpinan yang menjadi panutan bagi bawahannya. Demikian pula dengan perilaku bekerja secara keselurahn baru mencapai 21,7
berbuat sesuai dengan keinginannya.
Apalagi pada jabatan
fungsional, yang bebas untuk bekerja secara mandiri tanpa harus tergantung pada perintah atasan.
Perilaku Bekerja Perilaku bekerja pegawai Pusdiklat Pegawai Depsos tergolong kurang baik (65,0 persen pegawai).
Hal ini berarti pegawai tetap memprioritaskan
pekerjaan kantor walaupun sedang menghadapi masalah pribadi. Pe rilaku yang tergolong tinggi juga ditunjukkan dari adanya kerjasama dengan pimpinannya, sesama pegawai, maupun dengan bawahannya. Biasanya target penyelesaian pekerjaan dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Apabila dilihat berdasarkan jabatan maka pegawai yang menduduki jabatan struktural menunjukkan perilaku bekerja yang paling baik dibandingkan dengan jabatan fungsional dan staf. Hal ini disebabkan jabatan struktural dianggap ”lahan basah” yang memiliki banyak aktivitas yang mendapatkan imbalan materi yang lebih baik dibandingkan dengan jabtan fungs ional dan staf.
Pengaruh Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Terdapat pengaruh yang nyata antara variabel kepemimpinan menantang proses dengan motivasi kerja.
Semakin sering pemimpin berani menantang
proses yang berjalan secara alami, maka para bawahan akan berusaha terus
70
untuk mengikuti pimpinannya sehingga timbul dorongan untuk menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.
Tabel 6. Pengaruh prinsip-prinsip kepemimpinan terhadap motivasi kerja No
Prinsip-prinsip Kepemimpinan
1 2 3 4 5
Menantang proses Mengilhamkan wawasan bersama Memungkinkan orang lain bertindak Menjadi petunjuk jalan Membesarkan hati
Motivasi Kerja Koefisien regresi 0,600** 0,651** 0,701** 0,606** 0,649**
Nilai-p 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Keterangan: n = 60 orang; nilai-p = peluang kesalahan (galat) ** Berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Pengaruh variabel mengilhamkan wawasan bersama terhadap motivasi kerja menunjukkan angka 0,651 dengan taraf signifikansi sangat nyata (α = 0,01). Semakin sering pimpinan mampu menjadi penunjuk atau instruksi atau menginternalisasikan tugas-tugas yang ada di dalam unit kerja masing-masing maka motivasi pegawai itu semakin meningkat.
Paling tidak staf akan
mengetahui atau menguasai apa yang seharusnya ia lakukan. Hal ini terjadi karena setiap staf mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan.
Selain itu,
setiap staf juga akan mengetahui apa yang akan ia dapatkan dari apa yang telah ia kerjakan, hal ini akan lebih memperjelas tugas-tugas dan peranan masingmasing staf pada unit kerjanya. Terdapat pengaruh yang nyata variabel kepemimpinan memungkinkan orang lain bertindak dengan motivasi kerja . Semakin sering kesempatan yang diberikan pimpinan kepada stafnya untuk melaksanakan tugas, maka semakin tinggi motivasi kerja staf untuk melaksanakan pekerjaan. Selain itu, pimpinan yang mampu membuat stafnya merasa mampu dan yakin dapat melaksanakan pekerjaan akan meningkatkan motivasi kerjanya. Hubungan
yang terjalin
71
berdasarkan kepercayaan dan keyakinan antara pimpinan dan stafnya akan semakin me ningkatnya motivasi kerja staf. Menjadi penunjuk jalan juga berpengaruh secara nyata dengan motivasi kerja. Apabila seorang pemimpin sering menyalahkan staf dalam pelaksanaan tugas-tugasnya maka dapat menurunkan motivasi kerja staf yang bersangkutan. Sebaliknya, apabila pimpinan sering memberikan arahan atau pencerahan dan menginternalisasikan tugas-tugas yang ada maka motivasi kerja stafnya akan meningkat. Kenyataan di lapangan sering ditemukan bahwa apabila pimpinan dalam melaksanakan fungsi supervisi (pembinaan) dalam pelaksanaan tugas yang hanya menyalahkan saja akan menurunkan motivasi kerja stafnya. Sebaiknya apabila ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan bawahannya maka pimpinan tidak boleh menuding secara langsung pada kesalahan bawahannya tetapi seharusnya dapat memberikan solusi cara pemecahan masalah yang sedang dihadapi para bawahannya tersebut. Apabila langsung disalahkan begitu saja maka bawahan akan takut berbuat sehingga tidak ada menurunkan motivasi kerjanya. Variabel kepemimpinan membesarkan hati berpengaruh secara sangat nyata dengan motivasi kerja. Hal ini berarti pimpinan akan dapat meningkatkan motiasi kerja stafnya jika mampu membesarkan hati stafnya. Apabila pimpinan sering memberikan pengakuan (recognition) terhadap keberhasilan kerja staf nya maka hal ini dapat menumbuhkan motivasi kerja para bawahannya.
72
Pengaruh Karakteristik Pe gawai terhadap Motivasi Kerja Matrik regresi antara variabel kepemimpinan yang terdiri atas: umur (X21), pendidikan (X22), pangkat/golongan (X23) dan masa kerja (X24) dengan motivasi kerja (Y1) seperti disajikan pata Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh unsur-unsur karakteristik pegawai terhadap motivasi kerja No 1 2 3 4
Karakteristik pegawai Umur Pendidikan Pangkat/golongan Masa kerja
Motivasi kerja Koefisien regresi Nilai-p 0,126 0,169 0,069 0,299 0,152 0,123 0,202 0,061
Keterangan: n = 60 orang; n ilai-p = peluang kesalahan (galat) ** Berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Tidak terdapat pengaruh yang nyata antara variabel karakteristik pegawai dengan motivasi kerja. Data ini berarti karakteristik pegawai Pusdiklat Pegawai Depsos tidak berpengaruh terhadap motivasi kerjanya. Hal ini terjadi karena karakteristik pengawai yang mendekati homogen (seragam) ditambah lagi usia rata-rata pegawai yang sudah cukup tua membuat mereka sudah semakin monton dalam pekerjaan nya. Selain itu pegawai yang sudah lama berada pada satu tempat unit kerja sudah semakin jenuh dengan tugas-tugas rutin yang ia hadapai. Walaupun di satu sisi semakin meningkatnya keterampilan dalam bidang tugasnya, di sisi lain menimbulkan kejenuhan bagi pegawai yang bersangkutan. Jarangnya terjadi rotasi atau perputaran di lingkungan kerja ini juga sebagai penyebab tidak langsung belum cukup kuat dapat mempengaruhi motivasi kerjanya. Dari segi pendidikan yang mayoritas berpendidikan sarjana S1 ditambah dengan pangkat yang sudah cukup tinggi dan masa kerja yang lama membuat kurang termotivasi untuk dapat meningkatkan prestasi kerja.
73
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja Tabel 8. Pengaruh unsur-unsur budaya organisasi terhadap motivasi kerja No 1 2 3
Budaya Organisasi Nilai (Value) Kepercayaan (belief) Sistem merit (Merit system)
Motivasi Kerja Koefisien regresi 0,386** 0,474** 0,632**
Nilai-p 0,001 0,000 0,000
Keterangan: n = 60 orang; nilai-p = peluang kesalahan (galat) ** Berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Nilai (Value) mempengaruhi secara sangat nyata motivasi
kerja.
Ini
berarti semakin banyak nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang yang ada dalam organisasi akan meningkatkan motivasi kerja pegawai Pusdiklat Pegawai Depsos.
Hal ini didukung oleh kenyataan di lapangan bahwa nilai-nilai yang
dianut seperti: organisasi yang membutuhkan inovasi baru dalam rangka mengikuti perkembangan lingkungan sekitar, organisasi mendukung ide-ide baru yang dapat lebih meningkatkan mutu baik anggota maupun organisasi itu sendiri, organisasi mendukung kreatifitas dari orang-orang yang ada dalam organisasi sehingga kebutuhan pasar dapat terpenuhi dan pengguna jasa pusdiklat ini merasa memperoleh nilai tambah, organisasi mendukung tindakan pegawai yang menginginkan perubahan sistem kerja yang lebih baik dan setiap pegawai diberikan kewenangan yang proporsional sesuai dengan kemampuan masingmasing staf sehingga tidak selalu harus tergantung pada orang lain ini cukup kuat mempengaruhi motivasi kerja pegawai. Kepercayaan (belief) mempengaruhi secara sangat nyata motivasi kerja pegawai di Pusdiklat Pegawai Depsos.
Ini berarti kepercayaan yang dianut
dalam organisasi yang meliputi: kepercayaan organisasi pada pegawai untuk mengambil bidang pekerjaan yang menjadi tugas pokoknya dan tugas tambahan lainnya, kepercayaan organisasi pada setiap pegawai untuk dapat bebas
74
mempertanggungjawabkan pekerjaan yang telah
dilaksanakannya dengan
berdasar pada akuntabilitas publik, dan kepercayaan organisasi pada pegawai untuk menduduki posisi jabatan sesuai kompetensinya dengan melalui uji kepatutan dan kelayakan sangat kuat mempengaruhi motivasi kerja pegawai di Pusdiklat Pegawai Depsos. Sistem merit (merit system) berpengaruh secara sangat nyata terhadap motivasi kerja pegawai. Ini berarti sistem merit yang terdiri atas: pengangkatan jabatan berdasarkan kecakapan yang dimiliki pegawai, kejelasan karir pegawai untuk menduduki suatu jabatan tertentu, prestasi yang luar biasa dari pegawai akan dijadikan dasar dalam pengangkatan suatu jabatan tertentu cukup kuat mempengaruhi motivasi kerja pegawai di Pusdiklat Pegawai Depsos. Sehingga menjadi pemicu bagi staf untuk bekerja sesuai dengan kemampuan yang ada, dengan keyakinan bahwa apa yang mereka kerjakan tersebut akan menjadikan bahan pertimbangan bagi pimpinan dalam pengangkatan atau promosi jabatan tertentu. Inilah yang menjadikan kenapa sistem merit berpengaruh secara nyata terhadap motivasi kerja.
Pengaruh Kepemimpinan terhadap Prestasi Kerja Pemimpin harus berani menantang proses yang berjalan secara alami. Pemimpin adalah pelopor. orang yang bersedia melangkah ke luar dan memasuki apa yang belum diketahui. Mereka bersedia mengambil resiko, melakukan inovasi dan percobaan supaya bisa menemukan cara baru dan lebih baik untuk melakukan banyak hal. Pemimpin adalah pengguna awal. Pemimpin adalah orang yang sanggup belajar, mereka belajar dari kegagalan mereka di samping dari keberhasilan mereka. Namun, tabel 9 menunjukkan bahwa prinsipprinsip kepemimpinan yang mampu menimbulkan inisiatif bagi para bawahan
75
untuk berbuat dan bertindak yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerja pegawai, ternyata belum cukup kuat untuk mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Kepemimpinan inilah yang mungkin perlu untuk dikaji ulang secara bersama -sama oleh seluruh anggota organisasi. Tidak mustahil belum tingginya prestasi kerja yang dicapai oleh staf berasal dari kurang efektif dan efisiennya suatu kepemimpinan, akan tetapi mungkin sebaliknya berasal dari staf yang memang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan.
Tabel 9. Pengaruh prinsip-prinsip kepemimpinan terhadap prestasi kerja No 1 2 3 4 5
Prinsip-prinsip kepemimpinan Menantang proses Mengilhamkan wawasan bersama Memungkinkan orang lain bertindak Menjadi penunjuk jalan Membesarkan hati
Prestasi kerja Koefisien regresi Nilai-p 0,747 0,279 0,447 0,521 0,157 0,818 0,254 0,721 0,181 0,546
Keterangan: n = 60 orang; nilai-p = peluang kesalahan (galat) ** Berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Prinsip menantang proses tidak berpengaruh nyata terhadap prestasi kerja pegawai. Hal ini disebabkan dengan kurangnya inisiatif pimpinan untuk berani keluar dari tradisi yang ada dalam organisasi, dengan segala konsekuensi yang akan ditimbulk. Selain itu, pimpinan juga kurang berani mengambil risiko untuk melakukan suatu inovasi dan terobosan supaya dapat menemukan cara baru yang lebih baik untuk melakukan perubahan-perubahan organisasi dalam dengan disesuaikan kebutuhan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Prinsip mengilhamkan wawasan bersama juga tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan prestasi kerja pegawai. Hal ini bisa berasal dari kepemimpinan yang ada, tetapi juga tidak menutup kemungkinan dari anggota staf yang kurang mampu menterjemahkan apa yang menjadi keinginan dari
76
pimpinan. Walaupun ada beberapa prestasi yang sudah dicapai oleh individuindividu dalam organisasi seperti: beberapa pegawai telah mencapai gelar pendidikan pascasarjana baik magister maupun doktoral, akan tetapi masih banyak ditemukan pegawai yang hanya berpendidikan sarjana (S1) yang belum mau meningkatkan kompetensi diri dengan berinisiatif untuk mengikuti proses belajar baik formal maupun non formal. Padahal untuk mengilhamkan wawasan bersama dituntut kemampuan intelektual yang baik agar dapat
mencapai
prestasi yang lebih baik. Peningkatan kemampuan intelektual ini hanya dapat dicapai dari proses belajar sepanjang hayat. Ke depan, pimpinan dituntut dapat mengilhamkan wawasan bersama untuk merangsang para pegawainya untuk mau terus belajar karena tidak ada cara lain meningkatkan kualitas sumberdaya manusia selain dengan proses belajar (learing process). Proses belajar tidak hanya melalui pendidikan formal akan tetapi bisa ditempuh melalui jalur pendidikan non-formal maupun dari pengalaman empiris dalam interaksi dengan sesama pegawai, maupun masyarakat di sekitarnya. Sebagai suatu lembaga pendidikan formal di lingkungan Depsos, sudah seharusnya pemimpin-pemimpin yang ada di Pusdiklat Pegawai ini mampu menerapkan prinsip mengilhamkan wawasan bersama dengan keteladanan dalam proses belajar. Prinsip memungkinkan orang lain bertindak tidak berpengaruh secara nyata dengan prestasi kerja pegawai. Hal ini terjadi karena pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya kurang mampu memberikan apresiasi bagi staf untuk dapat berinisiatif sehingga timbul dalam dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa harus diinstruksikan oleh atasannya terlebih dahulu. Demikian pula dengan pendelegasikan kewenangan kepada staf pimpin belum secara penuh memberikan kepercaya an, sehingga dalam pengambilan keputusan yang sifatnya segera staf belum berani untuk memutuskan sendiri, karena adanya kekhawatiran akan terjadi kesalahan, maka keputusan yang diambil selalu
77
memperoleh persetujuan dari pimpinan. Dengan demikian keputusan yang diambil oleh staf selalu ada intervensi dari pihak pimpinan. Inilah yang menjadi kendala bagi staf untuk meningkatkan prestasi kerjanya, sehingga kreativitas yang ada tidak dapat berkembang secara alami. Prinsip menjadi penunjuk jalan tidak berhubungan secara nyata dengan prestasi kerja pegawai. Hal ini disebabkan pemimpin kurang memberikan perhatian secara penuh terhadap permasalahan yang dihadapi oleh staf, karena rentang kendali yang begitu luas dengan tidak memberikan kepercayaan kepada staf secara penuh dan dan kalaupun ada pendelegasian kewenangan ini hanya merupakan ”simbolis” saja, sehingga menjadikan banyaknya masalah-masalah yang dihadapi oleh staf tidak diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan proporsianal yang terutama tugas-tugas yang sifatnya mendesak (emergency). Sebagai pemegang kewenangan tertinggi di unit kerjanya, seharusnya sebagai pemimpin ia harus mampu menjalankan fungsi-fungsi dari kepemimpinan sehingga menjadi penunjuk jalan bagi staf dalam melaksanakan tugas. Kemampuan
manage seluruh komponen yang ada dalam unit kerjanya,
sekaligus mampu memberikan apresiasi terhadap bawahan untuk melakukan sesuatu yang dapat menunjang tercapainya tujuan organisasi. Inisiasi
inilah
yang kelihatannya belum berjalan secara maksimal ditubuh kepemimpinan Pusdiklat Depsos ini. Prinsip membesarkan hati adalah pemimpin akan berhasil jika mampu membesarkan hati anak buah untuk berjalan terus, menunjukkan kepada staf bahwa mereka bisa menghadapi segala macam masalah dan rintangan, dan memberikan pengakuan terhadap keberhasilan individu atau kelompok. Para pemimpin yang hebat dapat menemukan keseimbangan antara mendapatkan hasil dengan bagaimana cara me ndapatkannya. Banyak orang membuat
78
kesalahan dengan berpikir
bahwa mendapatkan hasil adalah segalanya bagi
suatu pekerjaan. Mereka mengejar hasil tanpa membangun sebuah tim atau tanpa membangun sebuah organisasi yang memiliki kapasitas untuk berubah. Pekerjaan pemimpin yang sebenarnya adalah mendapatkan hasil dan untuk melakukannya dengan cara yang dapat membuat organisasi menjadi sebuah tempat yang hebat untuk bekerja --- sebuah tempat di mana staf merasa senang untuk datang bekerja, bukan hanya sekedar menerima perintah dan mencapai angkat target yang ditetapkan. Kinerja dapat meingkat ketika diberikan semangat Pengakuan pribadi dan perayaan kelompok menciptakan semangat dan momentum yang dapat membawa kelompok atau unit kerja untuk terus maju, bahkan pada saat menghadapi tantangan terberat. Pada saat yang sama, fokus yang konstan terhadap siapa yang perlu diberi pengakuan (regocnition) dan kapan perlyu dirayakan walaupun secara sangat sederhana. Kenyataan yang ditemukan di lapangan sangatlah jauh berbeda, sehingga inilah membuat prinsip membesarkan hati tidak berpengaruh secara nyata terhadap prestasi kerja pegawai. Memang menyenangkan menjadi seorang pemimpin, memiliki pengaruh amat memuaskan, dan menggairahkan memiliki begitu banyak
orang yang
menyambut setiap katanya. Dalam banyak cara yang terlalu halus, amat mudah tergoda oleh kekuasaan dan arti penting dirinya. Semua pemimpin ”jahat” telah terinfeksi oleh penyakit kebanggaan diri, mereka menggelembung akibat rasa bangga yang terlalu berlebihan, dan menuju akhir kehancuran mereka sendiri. Untuk menghindari hal ini terjadi adalah salah satunya memiliki rasa malu yang yang tinggi. Rasa malu adalah salah satu-satunya cara untuk mengatasi konflik dan kontradiksi kepemimpinan. Pemimpin dapat menghindari rasa bangga yang berlebihan hanya jika menyadari bahwa ia hanyalah manusia yang masih
79
membutuhkan bantua orang lain. Miliki rasa malu agar muncul kesediaan untuk mengambil langkah mundur dan mengoreksi diri. Fenomena ini yang mungkin menggejala di lingkungan kepemimpinan pusdiklat pegawai Depsos di masa lampau.
Pengaruh Karakteristik Pegawai terhadap Prestasi Kerja
Karakteristik
pegawai
terdiri:
umur
pegawai,
tingkat
pendidikan,
pangkat/golongan, dan masa kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pegawai tidak berpengaruh secara nyata terhadap prestasi kerja pegawai sebagaimana terlihat dalam tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Karakteristik Pegawai terhadap prestasi kerja No 1 2 3 4
Karakteristik Pegawai Umur Pendidikan Pangkat/Golongan Masa Kerja
Prestasi kerja Koefisien regresi Nilai-p -0,263 0,222 0,116 0,953 0,014 0,995 0,318 0,127
Keterangan: n = 60 orang; nilai-p = peluang kesalahan (galat) ** Berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Umur pegawai sebagian besar berada pada tingkat umur 38 - 57 tahun yang berarti sudah mencapai pada tahap mendekati pensiun, hal ini sangat mempengaruhi sekali tingkat motivasinya dalam mencapai prestasi kerja. Di samping itu kenyataan di lapangan kepemimpinan dari pemimpin yang ada di pusdiklat belum mampu membuat para staf untuk bekerja lebih giat lagi agar menghasilkan prestasi yang
baik. Kondisi ini juga ditunjang dengan berbagai
aspek yang tidak mendukung ke arah peningkatan prestasi kerja tersebut sebagai contoh; kurangnya penghargaan pimpinan terhadap hal-hal yang seharusnya patut untuk diberikan penghargaan sebaliknya malah diabaikan saja.
80
Belum meratanya perhatian pimpinan terhadap seluruh anggota organisasi, dikarenakan masih adanya sifat pilih kasih, yang membuat anggota yang alain merasa kurang memperoleh perhatian tersebut. Sebaliknya perhatian ini hanya diberikan kepada ”teman-teman” dekat pimpinan saja. Demikian pula dengan beban tugas yang tumpang-tindih, walaupun sudah ada kejelasan di dalam tupoksi masing-masing unit. Ini menimbulkan saling lepas tangan apabila terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya. Demikian pula dengan tugas-tugas yang ”ada uang
lelahnya”
masing-masing
ingin
dapat
melaksanakannya
walaupun
sebenarnya bukan menjadi tanggungjawab dari unit kerjanya. Belum berjalannya secara konsekuen peraturan pemerintah nomor 30 tentang disiplin pegawai negeri sipil (PNS) serta sistem ”reward and funishmen” belum dijalankan secara tegas bagi siapa saja yang berprestasi atau
yang melanggar, akibat tidak
perbedaan yang nyata antara pegawai berprestasi dengan yang biasa-biasa saja. Masalah lainnya adanya rasa sungkan ”ewuh pakeruh” terhadap sesama teman sejawat terutama bagi mereka yang lebih senior, sehingga aturan yang ada menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya yang ini mengakibatkan terganggunya seluruh aspek kehidupan organisasi. Tingkat pendidikan juga belum dapat mempengaruhi tingkat prestasi kerja pegawai, walaupun hampir 85 persen pegawai berpendidikan antara SLTA sampai pada sarjana (S1). Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti usia yang sudah mendekati masa purna bakhti sehingga kurang adanya dorongan bagi staf untuk bekerja lebih maksimal. Di samping itu bagi pegawai atau staf yang sudah terlalu lama di suatu tempat di mana mulai ia diterima menjadi pegawai sampai akan memasuki masa pensiun belum pernah dimutasikan ke bidang tugas lainnya, mulai dirasuki oleh rasa jenuh, dan ini kurang mendapat perhatian dari pihak pimpinan. Oleh sebab itu perlu suatu kearifan pemimpin untuk melihat masalah-masalah ini secara mendasar, sehingga dapat diambil
81
langkah-langkah yang kongkrit dan ini akan mengakibatkan adanya semangat bagi staf untuk bergairah bekerja yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerjanya. Pangkat/golongan pegawai yang ada di Pusdiklat Depsos ini hampir 85 persen sudah menduduki pada level pangkat dan golongan III dan IV, ini juga yang menjadi permasalahan yang ada di lapangan. Terutama masalah sedikitnya jumlah jabatan struktural yang tersedia, sedangkan jumlah pangkat pegawai yang dapat menduduki jabatan tersebut cukup banyak, sehingga dapat menimbulkan persaingan di antara pegawai. Tidak jarang dapat menimbulkan prustasi bagi mereka yang memiliki ambisi untuk menduduki jabatan tersebut, yang dianggap memiliki peluang lebih banyak untuk menghasilkan ”uang”. Sedangkan jabatan fungsional yang ada masih kurang mendapatkan perhatian dari sebagian pegawai, ini disebabkan jabatan fungsional bukan merupakan ”lahan basah”, di samping itu memerlukan suatu ketekunan tersendiri bagi mereka yang menduduki jabatan fungsional ini. Karena pejabat fungsional bekerja tidak harus diperintah oleh pimpinan, mereka lebih banyak kerja mandiri dan harus kreatif untuk mencari lahan pekerjaan untuk menghasilkan ”point” dan sekaligus ”koin”,
ini tidak mudah bagi mereka yang belum terbiasa bekerja
secara mandiri. Masa kerja sebagian besar pegawai (50 persen) di Pusdiklat ini sudah mencapai masa kerja antara 12 – 33 tahun yang berarti sudah cukup lama, bergelut dengan pekerjaan kediklatan. Ini juga sering menjadi masalah tersendiri dalam peningkatan prestasi kerja, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa adanya kejemuan bagi pegawai yang sudah mancapai masa kerja lebih dari 20 tahun berada pada lingkungan yang sama. Sehingga bekerja sudah dianggap hanya melepas ”kewajiban” saja, tidak terpacu untuk meningkatkan prestasi kerja yang maksimal, bekerja merupakan cara yang terbaik bagi mereka yang hampir
82
mencapai usia pensiun. Datang ke kantor hanya untuk menghabiskan waktu sambil menunggu datangnya masa pensiun. Bekerja bukan lagi menjadi sesuatu yang menantang untuk menghasilkan sesuatu prestasi, sehingga di sinilah diperlukan seorang pemimpin yang mampu memberikan ”suntikan” motivasi agar staf
tetap
bergairah
menghadapi
pekerjaannya,
dengan
memberikan
penghargaan yang layak bagi suatu prestasi kerja.
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Prestasi Kerja
Budaya organisasi terdiri dari: nilai (value), kepercayaan (belief) dan sistim merit (merit system), tidak pengaruh secara nyata terhadap prestasi kerja, sebagaimana yang disajikan pada tabel 11. Tabel 11. Pengaruh budaya organisasi terhadap prestasi kerja No 1 2 3
Budaya organisasi Nilai (Value) Kepercayaan (Belief) Sistem Merit (Merit System)
Prestasi kerja Koefisien regresi Nilai-p 0,357 0,864 0,272 0,372 0,179 0,185
Keterangan: n = 60 orang; nilai-p = peluang kesalahan (galat) ** Berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Nilai (value) dalam organisasi Pusdiklat Pegawai pada kenyataan empiris sudah lama berkembang di sini, dan nilai-nilai ini dianggap sudah menjadi bagian dari kehidupan organisasi serta diakui dan ditaati oleh seluruh anggota organisasi. Namun pada kenyataannya nilai-nilai yang berkembang ini belum mampu memberikan konstribusi terhadap peningkatan prestasi kerja pegawai. Hal ini disebabkan belum sepenuh seluruh anggota
organisasi merasakan
manfaat yang ada dari nilai-nilai tersebut. Saat ini nilai-nilai itu hanya merupakan
83
aturan-aturan yang tidak tertulis secara formal, sehingga makna yang terkandung di dalamnya tidak dilaksanakan dengan
kesadaran yang mendalam. Maka
hasilnya pun tidak berdampak positif terhadap peningkatan prestasi kerja para staf. Hal ini belum dapat dimanfaatkan oleh pimpinan yang ada sehingga nilainilai tadi tidak memiliki arti penting bagi kehidupan para anggota organisasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi kerja. Oleh sebab itu dibutuhkan pemimpin yang mampu menterjemahkan arti dari nilai-nilai yang ada dalam organisasi, sekaligus mampu mensosialisasikan makna yang terkandung dalam nilai tersebut dan apa manfaat yang dapat diperoleh oleh setiap anggota organisasi dengan memahami nilai organisasi ini. Kepercayaan (beleif) pegawai di Pusdiklat tidak berpengaruh secara nyata terhadap prestasi kerja, ini disebabkan kepercayaan yang ada dalam organisasi hanya merupakan pelengkap saja, dengan demikian belum mempunyai kekuatan untuk dapat dapat memberikan suatu dorongan yang terhadap pegawai untuk meningkatkan presatasi kerjanya. Kepercayaan ini juga tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian pimpinan dalam menjalankan kepemimpinannya untuk terciptanya suatu prestasi kerja.
Pengaruh M otivasi Kerja terhadap Prestasi Kerja Tidak terdapat pengaruh yang nyata antara variabel motivasi kerja pegawai dengan prestasi kerja.
Hal ini disebabkan oleh motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik yang tergolong sedang dan prestasi kerjanya juga tergolong sedang maka belum cukup kuat motivasi kerja berpengaruh secara nyata terhadap prestasi kerja pegawai. Sebagaimana hasil penelitian disajikan seperti dalam tabel 12.
84
Tabel 12. Pengaruh motivasi kerja dengan prestasi kerja No 1 2
Motivasi kerja Motivasi Intrinsik Motivasi Ekstrinsik
Prestasi kerja Koefisien regresi Nilai-p 0,072 0,293 - 0,057 0,332
Keterangan: n = 60 orang; nilai-p = peluang kesalahan (galat) ** Berpengaruh sangat nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Motivasi instrinsik tidak berpengaruh nyata terhadap prestasi kerja, ini disebabkan apa yang dikerjakan oleh staf atau pegawai tidak memiliki suatu daya tarik tersendiri bagi dirinya, sehingga tidak berdampak terhadap peningkatan prestasi kerjanya. Seandainya sesuatu apa yang ia kerjakan itu dengan senang hati atau ada hal-hal yang dapat memperoleh hasil dan dirasakan manfaatnya, maka ia berusaha bekerja keras untuk menyelesaikannya. Inilah merupakan tugas dari seorang pemimpin untuk dapat memacu motivasi kerja para pegawainya yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerjanya. Demikian pula hal dengan motivasi ekstrinsik tidak berpengaruh secara nyata terhadap prestasi kerja pegawai, hal ini disebabkan karena kurangnya penguatan oleh pimpinan yang dimulai dari hal-hal yang kecil seperti memberikan pujian sampai memberikan hadiah sebagai hadiah. Seharusnya tugas-tugas yang ada dikantor harusnya mempertinggi motivasi instrinsik sebanyak mungkin. Ini secara sederhana berarti bahwa
pimpinan harus
mencoba agar pegawai mereka tertarik dengan materi pekerjaan yang disampaikan oleh pimpinannya. Di samping itu ada hal lain yang mungkin juga dapat meningkatkan motivasi ekstrinsik, yaitu berupa imbalan yang layak bagi mereka yang mampu menyelesaikan tugas-tugas mereka secara baik , apalagi tugas tersebut di luar dari tugas rutinnya.
Prinsip Kepemimpinan
Menantang Proses
0,600**
Mengilhamkan Wawasan Bersama
0,651**
Memungkinkan Org Lain Bertindak
0,747 0,447
0,157
0,701** 0,606**
Penunjuk Jalan
0,254
E
0,649** Membesarkan Hati
0,126 Karakteristik Peg
Umur
0,069
Pendidikan
Motivasi Kerja
Intrinsik
Ekstrinsi k
0,072 -0,263
0,116
0,202
Masa Kerja
0,318
P
0,014
0,179
B. Organisasi
0,386** 0,357
Nilai (Value)
Prestasi Kerja
- 0,057
0,152 Pangkat/Golongan
0,181
0,474**
0,272
Kepercayaan (Belief)
0,632** Sistem Merit
85
Gambar 2. Pengaruh Antar Variabel Penelitian