HASIL DAN PEMBAHASAN Kenampakan dan Tekstur PJT Pati jagung yang digunakan berupa serbuk putih halus, yang sesudah dicampur dengan HCl dan NaH 2 PO 4 −Na 2 HPO 4 membentuk pasta, tetapi setelah dikenai gelombang mikro berubah menjadi kering.Hal ini mengindikasikan telah terjadi reaksi taut silang fosfat pada kondisi basah (Fang et al. 2008) dan reaksi fosforilasi pada kondisi kering (Deetae et al. 2008).Panas yang timbul akibat gelombang mikro membuat air yang terdapat dalam campuran, baik yang ditambahkan maupun hasil reaksi esterifikasi menguap sehingga PJT membentuk granul kecil yang kasar (Gambar 1).Apabila digerus PJT menghasilkan serbuk yang lebih padat dibandingkan PJ. Gelombang mikro meningkatkan getaran air yang dapat menghancurkan susunan kristal lamelar amilopektin dan memecahkan granul PJ menjadi lebih rapat sebagaimana dilaporkan oleh Palav &Seetharaman (2007).
Gambar 1 Pati jagung (kiri) dan pati jagung terfosforilasi (kanan)
DSP PJT Berdasarkan hasil perhitungan serapan relatif C−O−P spektrum inframerah diperoleh kisaran DSP 0.573−0.787. Nilai DSP maksimum sebesar 0.787 didapat pada kondisi pH 6, daya gelombang mikro 500 W selama 10 menit (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa DSP yang dihasilkan tinggi karena menurut Stahl et al. (2007) DSP tinggi melebihi nilai 0.12. Nilai ini lebih tinggi daripada yang telah dilakukan Jyothi et al. (2008)yang telah menyintesis pati singkong terfosforilasi dengan mencampurkan pati singkong dengan larutan Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 menghasilkan DSP 0.017−0.084, sehingga fosfat yang tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian ini yang menggunakanpadatan Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 . Reagen Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 Campuran Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 dipilih sebagai reagen fosforilasi karena tidak beracun, dapat menghasilkan DSP tinggi pada suasana asam dan basa (Stahl et al. 2007), dapat menyebarkan gelombang mikro dalam proses fosforilasi PJ
5
sehingga tumbukan lebih kuat (Ryyniinen 1995), dan memiliki nilai pH reaksi mendekati pH suspensi pati yang berkisar pada pH netral. Campuran Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 memiliki efisiensi reaksi yang lebih baik (Luo et al. 2009;Passauer et al.2010) apabila dibandingkan dengan natrium heksametafosfat (Maneesriraj et al. 1998), POCl 3 (Yoneya et al. 2003), epiklorohidrin (Ackar et al. 2010), trinatrium tripolifosfat (TNTPP) (Błaszczak et al. 2010), dan trinatrium trimetafosfat (TNTMP) (Sang et al. 2010). POCl 3 sangat efisien jika digunakan pada suspensi pati dengan keberadaan garam netral pada pH > 11.Epiklorohidrin sukar larut dalam air dan memiliki ukuran yang tidak seragam.Selain itu POCl 3 dan epiklorohidrin beracun, mudah terbakar,dan dapat mencemari lingkungan (Nor-Nadiha et al. 2010).Natrium heksametafosfat, TNTPP, dan TNTMPmerupakan agen penaut silang yang efisien untuk patitetapi masih menghasilkan derajat substitusi yang rendah (Sang et al. 2010). Pengaruh Daya Gelombang Mikro pada Reaksi Fosforilasi Pati jagung terfosforilasi disintesis dengan mengatur daya gelombang mikro, waktu, dan pH reaksi fosforilasi untuk mendapatkan kondisi reaksi fosforilasi yang menghasilkan DSP maksimum. Pati jagung, HCl, dan campuran Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 apabila diberi gelombang mikro akan memposisikan diri terhadap gelombang mikrodalam hitungan detik sehingga bertumbukan dan bereaksi membentuk ikatan ester fosfat. Gelombang mikro menjadikan gugusfosfatmenjadi lebih reaktif terhadap pati dibandingkan pemanasan konvensional (Yu et al. 1996).Semakin tinggi daya, semakin tinggisuhu yang ditimbulkan.Oleh karena itu daya yang digunakan dalam sintesis PJT tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menghanguskan campuran. Pada penelitian ini digunakan daya 500 dan 800 W. Pada daya 500 W dihasilkan DSP maksimumsebesar 0.787 karena gelombang mikro yang diberikan dapat mereaksikan fosfat dengan gugus hidroksil pati dan menguapkan air tanpa merusak ikatan ester fosfat yang terbentuk (Luo et al. 2009). Hal berbeda ditunjukkan ketika daya gelombang mikro 800 W menyebabkan penurunan DSP PJTdibandingkan daya 500 W. Pemberian daya gelombang mikro lebih dari 800 W dapatmenghanguskan PJT dan memutuskan ikatan ester fosfat yang terbentuk.Teknik gelombang mikro digunakan untuk memberikan energi maksimum melalui tumbukan (Deetae et al. 2008), menguapkan air yang dihasilkan,dan menghindari kemungkinan hidrolisis ikatan ester yang terbentuk. Pengaruh pHPada Reaksi Fosforilasi Reaksi fosforilasi PJ memerlukan kondisi pH tertentu supaya reaksinya optimum.Nilai DSP maksimum dicapai pada saat pH campuran 6.Pemberian gelombang mikro dapat meningkatkan gerakan HCl untuk bertumbukan, memotong ikatan hidrogen dan memudahkan ion fosfat bereaksi dengan –OH pati bebas (Shogren 2003).Pada pH campuran 6, protonasi fosfat untuk reaksi fosforilasi akan lebih mudah terjadi dibandingkan reaksi hidrolisis ikatan glikosida. Hal ini senada seperti yang dilakukan oleh Błaszczak et al. (2010), yang menyatakan bahwa reaksi fosforilasi dapat menghasilkan DSP maksimum pada kisaran pH 6.0−6.5. Pada saat pH campuran 4 dan 5, ikatan glikosida dalam pati
6
jagung dapat terhidrolisis sehingga protonasi fosfat berkurang. Akibatnya reaksi esterifikasi fosfat dengan gugus hidroksil pati jagung menjadi kurang optimum.Hal ini dibuktikan dengan menurunnya nilai DSP pada saat pH campuran 4 dan 5.Reaksi fosforilasi pati secara umum terjadi pada pH basa, yaitu 8-11, apabila menggunakan pereaksi TNTMP dan TNTPP.Kondisi basa tersebut dibutuhkan untuk memutuskan fosfat dari senyawa TNTMP dan TNTPP yang dapat terjadi pada kondisi basa, selanjutnya bereaksi dengan gugus hidroksil pati. Gelombang mikro memungkinkan reaksi fosforilasi pati jagung terjadi pada pH netral, karena perekasi Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 dapat bereaksi dengan bantuan gelombang mikro pada kondisi netral. Pati fosfat dapat diklasifikasikan menjadi pati fosfat monoester dan pati fosfat diester. Pati fosfat monoester dapat dibuat dengan cara mereaksikan serbuk pati dengan TNTPPpada pH 7 dengan suhu 150−160 ºC. Reaksi taut silang dapat dipercepat pada pH 8−10 menghasilkan pati fosfat diester.Pada pH di bawah 9 gugus fosfat TNTPPmengalami protonasi membentuk pati monofosfat. Pada pH diatas 10, gugus –OH pati dapat terionisasi menyerang pusat fosfat pada TNTPPmembentuk pati pirofosfat dan bereaksi lebih lanjut dengan menyerang gugus –OH pati yang lain membentuk pati difosfat (Lim & Seib 1993).
Pengaruh Waktupada Reaksi Fosforilasi Fosforilasi PJ dengan bantuan gelombang mikro memerlukan waktu 10 menit. Hal ini lebih cepat daripada yang dilakukan oleh Błaszczak et al. (2011) yang memerlukan waktu 2 jam untuk fosforilasi pati pada kondisi basa dan 45 menit jika dilakukan pada kondisi asam. Bahkan Sang et al. (2007) memerlukan waktu 3 jam untuk fosforilasi pati pada pH 11.5 dan suhu 45ºC.Waktu reaksi lebih dari 10 menit menunjukkan penurunan nilai DSP.Hal ini disebabkan setelah 10 menit campuran mendapatkan energi gelombang mikro yang berlebihan (Banik et al. 2003) yang dapat memutuskan ikatan ester fosfat yang terbentuk dan menghanguskan campuran (Luo et al.2009). Analisis DSP dengan Metode Permukaan Respons Berdasarkan hasil metode permukaan respons,faktor pH, daya gelombang mikro, dan waktu mempengaruhi keragaman nilai DSP fosforilasi PJ sebesar 72.6%. Ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap DSP PJT, semakin kecil nilai P, semakin kuat pengaruhnya. Daya gelombang mikro (P = 0.004) memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap DSP PJT dibandingkan pH (P = 0.014) dan waktu reaksi (P = 0.038) (Lampiran 2). Hal ini membuktikan bahwa teknik gelombang mikro sangat membantu proses fosforilasi PJ dibandingkan pH dan waktu reaksi.Ketiga faktor tersebutdapat berinteraksi secara sinergis maupun antagonis dalam mempengaruhi nilai DSP PJT.Derajat subtitusi fosfat sangat dipengaruhi oleh interaksi daya gelombang mikro–waktu (P = 0.005) dibandingkan interaksi pH–daya (P = 0.006) dan pH–waktu (P = 0.358) (Gambar 2).Hal ini sejalan dengan nilai DSP maksimum yang dihasilkan oleh pengaruh interaksi daya–waktu, yaitu ±0.725, sedangkan interaksi pH–daya memiliki nilai
7
DSP PJT yang lebih kecil ±0.030 dibandingkan DSP PJT akibat pengaruh interaksi sinergis pH–waktu, yaitu sebesar 0.720. A
B
C
Gambar 2 Kontur dan grafik (A) interaksi pH–daya terhadap nilai DSP, (B) kontur dan grafik interaksi pH–waktu terhadap nilai DSP dan (C) kontur dan grafik interaksi daya–waktu terhadap nilai DSP
Model permukaan responssintesis PJT dengan bantuan gelombang mikro dapat dituliskan sebagai berikut: DSP= [(0.152432) + (0.069564 pH) + (0.000585 daya) + (0.027477 waktu) – (0.000103 pH × daya) + (0.001926 pH× waktu) – (0.000033 daya × waktu)]. Apabila model ini diuji pada kondisi maksimum sintesis PJT, yaitu pH 6, daya 500W dan waktu 10 menit menghasilkanDSP sebesar 0.778. Nilai tersebutsedikit lebih rendah dibandingkan DSP optimum
8
penelitian PJT, yaitu 0.787.Terdapat pengaruh faktor lain sebesar 27.4% yang mempengaruhi nilai DSP PJT yang tidak dapat dijelaskan oleh daya gelombang mikro, pH dan waktu reaksi. Faktor lain ini dapat berupa ukuran partikel PJ, luas wadah reaksi, konsentrasi Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 , dan komposisi amilosaamilopektin dalam PJ. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai DSP maksimum diperlukan desain reaksi yang lebih detil untuk memperjelas pengaruh tiap-tiap faktor dalam mempengaruhi nilai DSP. Fosforilasi PJ lebih mudah terjadi pada amilosa dibandingkan amilopektin (Blennow et al. 2002).Teknik gelombang mikro menjadikan fosforilasi dapat terjadi pada keduanya karena selain membantu mereaksikan ion fosfat dengan gugus hidroksil pati melalui tumbukan, gelombang mikro juga dapat memotong struktur amilopektin dan menjadikannya lebih mudah bereaksi dengan ion fosfat (Palav & Seetharaman 2007).Dengan demikian, fosforilasi pati dapat diperkirakan melalui panjangnya rantai amilopektin (Blennow et al. 2000).Pati memiliki gugus –OH bebas dengan posisi ekuatorial pada C2, C3, dan C6 (Leszczyñski 2004). Posisi –OH pada C3 dan C6 memungkinkan serangan ion fosfat lebih tinggi karena kedudukannya yang terbuka, namun apabila mempertimbangkan struktur 3–dimensi amilosa maka serangan ion fosfat akan lebih mudah mengenai –OH pada C3 yang mengarah keluar ulir dibandingkan –OH pada C6 yang berada dalam ulir amilosa (Ritteet al. 2006). Spektrum Inframerah PJT Ikatan ester fosfat yang terbentuk akibat reaksi antara gugus fosfat dengan gugus hidroksil pati terlihat pada serapan spectrum inframerah PJT pada daerah 990 cm-1yang menunjukkan regangan ikatan C−O−P.Spektrum inframerah PJTmenunjukkan kenaikan puncak serapan dibandingkan spektrum inframerahPJ(Gambar 3), yaitu pada bilangan gelombang 3409 cm-1 (regangan OH), 2933 cm-1 (regangan C–H), dan 1158 cm-1 (regangan C–O). Gambar 3 tidak memperlihatkankenaikan serapan yang signifikan pada 2360 cm-1 yang menunjukkan taut silang fosfat pada pati (Wanrosli et al. 2011).
Gambar 3 Spektrum inframerah PJT (A) dan PJ (B)
9
Serapan pada 1651cm-1 menunjukkan pembentukan ikatan hidrogen secara intramolekuler antara air dan gugus fosfatpada PJT (Liu et al. 2012).Pada daerah lain spektrum inframerah PJT, terdapat serapan pada 1325 (regangan C-H), 1200 (P=O), dan 990 cm-1 (C−O−P) yang merujuk pada ikatan fosfat pada pati monoester fosfat (Zhang & Wang 2009). Hal ini diperkuat oleh penelitian Passauer et al. (2010) pada pati terfosforilasi TNTPP–TNTMP yang memiliki puncak serapan yang sama.
Pencirian Fisiko-Kimia PJT Pencirian fisiko-kimia PJTdilakukan untuk melihat pengaruh reaksi fosforilasi terhadap perubahan struktur PJ menjadi PJT.Granula pati dapat mengalami perubahan morfologi akibatreaksi esterifikasi fosfat dengan gugus hidroksil PJ. Hasil pencirian fisiko-kimia PJT ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pencirian fisiko-kimia PJT Sifat Fisiko-Kimia Kadar air Nilai pH Daya mengembang Kapasitas absorpsi air Kepadatan total Kelarutan Adsorben [Hg]2+ Adsorben biru metilena
Satuan (%) (%) (mg/g) (g/mL) (%) (%) (%)
PJT 12.5 6.33 35.4 430.00 0.747 1.32 73.3 73.6
PJ 5.0 6.67 67.3 673.33 0.506 0.07 47.3 35.3
Kadar Air Keberadaan air sebagai hasil reaksi esterifikasi dapat memicu hidrolisis ikatan ester yang telah terbentuk.Oleh karena itu keberadaan air dalam reaksi fosforilasi PJ harus dikontrol.PJT memiliki kandungan air 12.7%lebih besar dibandingkan PJ, yaitu 5.0%. Peningkatan air pada PJT disebabkan oleh penambahan larutan HCl. Campuran PJ, larutan HCl, dan Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 akan matang bahkan hangus apabila memiliki kandungan air yang banyak sehingga reaksi esterifikasi fosfat akan terganggu. Begitupun jika air yang ditambahkan sedikit akan berpengaruh pada proses homogenisasi campuran PJ, larutan HCl, dan Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 sehingga tumbukan yang diakibatkan oleh pemberian gelombang mikro tidak menghasilkan reaksi yang maksimum. Apabila PJ ditambahkan HCl tanpa diberikan gelombang mikro maka kandungan airnya mencapai 33.5%.Reaksi esterifikasi tidak memerlukan air sebagai media reaksi karena gelombang mikro akan menggerakkan fosfat, larutan HCl, dan PJ kemudian bertumbukan yang menghasilkan ikatan ester fosfat. Air yang dihasilkan selama proses esterfikasi fosfat tidak akan menghidrolisis ikatan ester yang terbentuk karena tumbukan yang diakibatkan oleh pemberian gelombang mikro menguapkan air tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang mikro dapat menguapkan air (Palav & Seetharaman 2006) dan ikut mengendalikan air selama reaksi fosforilasi (Staroszczyk 2009), sehingga fosforilasi PJ dalam suasana asam dapat terjadi dalam waktu lebih singkat (Deetae et al. 2008). 10
Nilai pH Pati jagung terfosforilasi mempunyai pH 6.33, lebih rendah dibandingkan pH PJ, yaitu 6.67.penurunan nilai pH PJT dikarenakan penambahan larutan HCl. Pati jagung terfosforilasi diharapkan mempunyai pH netral sehingga aman apabila diaplikasikan dalam produk pangan. Berdasarkan hasil tersebut, untuk mendapatkan DSP tinggi maka fosforilasi PJ dapat dilakukan pada kondisi pH netral.Hal ini berbeda sekali dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada kondisi basa (Stahl et al. 2007). Fosforilasi pati dalam kondisi basa dapat menyebabkan warna pati menjadi kekuning-kuningan (Manoi & Rizvi 2010) dan muatan negatif pada ion fosfat akan bertolakan dengan gugus –OH pada pati, sehingga dapat menurunkan DSP (Lim & Seib 1993).Perubahan nilai pH pada PJ dan PJT akan mempengaruhi morfologi granula pati (Nor-Nadiha et al.2010). Daya Mengembang dan Kapasitas Absorpsi Air Daya mengembang PJT sebesar 35.4% lebih kecil dibandingkan PJT, yaitu 67.3%. Campuran air, asam, PJ, dan Na 2 HPO 4 −NaH 2 PO 4 akan menyerap gelombang mikro dan memposisikan diri. Perubahan orientasi ini menyebabkan tumbukan, menimbulkan panas, dan merusak ikatan hidrogen (Palav & Seetharaman 2006). Granula PJT hancur dan menjadi lebih rapat sehingga proses penyerapan air menjadi lebih sulit (Palav & Seetharaman 2007). Hal inilah yang mengakibatkan kapasitas absorpsi PJT sebesar 430.00 mg/g lebih kecil dibandingkan PJ, yaitu 673.33 mg/g. Hal ini sangat berbeda apabila sintesis dilakukan pada kondisi basah dan pH basa. NaOH dapat merusak dan menghidrolisis bagian amorf pada granula pati sehingga granula pati menjadi terstabilkan oleh ikatan hidrogen yang terbentuk, kondisi ini akan menyebabkan pertambahan daya mengembang granul pati (Karim et al. 2008). Kepadatan Total dan Kelarutan Kepadatan total PJT lebih tinggi (0.747 g/mL) dibandingkan PJ (0.506 g/mL).Gelombang mikro dapat masuk sampai tingkat molekuler PJ (Banik et al. 2003) sehingga tumbukan air, ion fosfat, dan PJ dapat menyebabkan hancurnya sisi amorf granul pati. Gugus fosfat dalam PJT mengakibatkan tertariknya struktur 3−dimensi pati sehingga granula PJ menjadi lebih padat (Palav &Seetharaman 2007). Hal ini menjadikan PJT lebih mudah larut dalam air dibandingkan PJ.Kelarutan PJT lebih besar (1.32%) dibandingkan kelarutan PJ (0.07%). Peningkatan nilai kelarutan PJT disebabkan oleh gugus fosfat mampu berikatan hidrogen secara intramolekuler dengan molekul air, sehingga kelarutan PJT meningkat sejalan dengan pendapat Sang et al. (2010). Kejernihan PJT memiliki kejernihan yang lebih tinggi dibandingkan PJ (Gambar 4).Kejernihan PJT naik tajam pada hari pertama, yaitu dari 5.9% menjadi 70.8% sedangkan kenaikan hari berikutnya tidak terlalu signifikan akibat telah terjadi kesetimbangan gaya tolak-menolak antarmolekul PJT. Hal tersebut sangat berbeda dengan kejernihan PJ yang hanya mencapai 17.9%.Kenaikan kejernihan PJT disebabkan oleh gugus fosfat pada PJT yang memposisikan diri dalam struktur 3−dimensi PJT sehingga antarrantai amilosa maupun amilopektin menjadi lebih
11