22
HASIL DAN PEMBAHASAN Data spektra campuran senyawa dianalisis menggunakan beberapa metode statistika, yaitu Plot Korelasi, Plot Jarak Euclid, Analisis Komponen Utama (AKU), dan Metode Kemungkinan Maksimum untuk menduga jumlah komponen dari campuran senyawa.
Penentuan penduga terbaik bagi jumlah komponen
dalam suatu senyawa kimia dilakukan dengan membandingkan ketepatan tiap penduga dalam menduga banyaknya komponen dalam senyawa tunggal, campuran senyawa dua komponen, dan campuran senyawa tiga komponen.
Deskripsi Data
Data yang dianalisis dengan beberapa metode statistika adalah data pola spektra UV-Vis dari tiap contoh. Panjang gelombang yang diamati adalah antara 400 nm-1 sampai dengan 200 nm-1 dengan catatan bahwa data direkam setiap 0.2 nm-1 untuk setiap contoh dan akan menghasilkan sebanyak 1000 pengamatan. Salah satu tampak visual dari plot bersama data spektra dari campuran senyawa 3 (tiga) komponen untuk keseluruhan 24 contoh (Gambar 2). Plot Bersama 3.0
Absorban
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
Panjang Gelombang
Gambar 2 Plot bersama data spektra campuran senyawa 3 komponen Jumlah titik puncak (pada Gambar 2) dari setiap contoh bervariasi sehingga diperlukan metode yang tepat untuk memastikan pola data yang ada dalam pola spektra tersebut dan selanjutnya dapat membantu dalam pendugaan jumlah komponen. Struktur data spektra dapat dilihat pada Lampiran 1.
23 Metode Plot Korelasi
Hasil koefisien korelasi tersaji secara lengkap pada Lampiran 2. Setelah melalui teknik pemulusan dengan metode Spline dengan db (derajat bebas) 10 terhadap plot korelasi data log korelasi (Gambar 3), Metode Plot Korelasi memberikan hasil yang tepat pada senyawa tunggal dan campuran senyawa dua komponen. Plot Korelasi menghasilkan satu puncak pada daerah identifikasi untuk senyawa tunggal, yang menunjukkan benar ada satu komponen. Untuk campuran senyawa dua komponen, plot yang dimuluskan menghasilkan kira-kira dua puncak (kecuali di panjang gelombang sekitar 200 nm-1 yang mengandung ‘noise’), namun untuk campuran senyawa tiga komponen plot ternyata menghasilkan hanya dua puncak. Hal ini menunjukkan bahwa Metode Plot Korelasi masih sedikit terpengaruh oleh banyaknya ‘noise‘ atau gangguan variasi yang terlalu besar pada data, sebagaimana Benjathapanun (1998) menyatakan bahwa data spektra UV-Vis secara umum lebih kasar dan saling tumpang-tindih sehingga lebih sulit untuk diketahui.
Panjang Gelombang
0.00000 -0.00005 -0.00010 -0.00015 -0.00020 -0.00025 -0.00030 -0.00035
400
380
360
340
320
300
280
260
240
220
200
400
PLOT KORELASI Senyawa Campuran: Vitamin B1, B6 dan Caffein (Data Spline Smoother) 380
360
340
320
300
280
260
240
220
0.00000 Log(Correl)
0.00 -0.01 -0.02 -0.03 -0.04 -0.05 -0.06 -0.07 -0.08 -0.09 -0.10
200
400
380
360
340
320
300
280
260
240
220
PLOT KORELASI Senyawa Campuran: Vitamin B1 dan Caffein (Data Spline Smoother)
Log(Correl)
Log(Correl)
200
PLOT KORELASI Senyawa Tunggal: Vitamin B1 (Data Spline Smoother)
-0.00200 -0.00400 -0.00600 -0.00800 -0.01000 -0.01200
Panjang Gelombang
Panjang Gelombang
Gambar 3 Pendugaan jumlah komponen dengan Metode Plot Korelasi Metode Plot Jarak Euclid
Hasil pengukuran Jarak Euclid tersaji pada Lampiran 3. Metode Jarak Euclid ternyata tidak terlalu ampuh dalam mengidentifikasi jumlah komponen yang ada pada senyawa kimia. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil identifikasi jumlah puncak pada plot senyawa tunggal, dan campuran senyawa dua komponen dan tiga komponen.
Gambar 4 menunjukkan bahwa setelah melalui teknik
pemulusan dengan metode Spline dengan db (derajat bebas) 10 terhadap plot jarak Euclid, Metode Plot Jarak Euclid tidak menghasilkan jumlah puncak yang sesuai dengan banyaknya komponen pada setiap senyawa yang diujikan.
24
400
380
360
340
320
300
280
260
240
400
380
360
340
320
Log(Correl)
Panjang Gelombang
300
200
400
380
360
340
320
300
280
260
240
220
200
0.000
280
0.005
260
0.010
240
0.015
0.10 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00 220
0.020 Log(Correl)
Log(Correl)
0.025
PLOT JARAK EUCLID Senyawa Campuran: Vitamin B1, B6 dan Caffein (Data Spline Smoother) 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 220
PLOT JARAK EUCLID Senyawa Campuran: Vitamin B1 dan Caffein (Data Spline Smoother)
200
PLOT JARAK EUCLID Senyawa Tunggal: Vitamin B1 (Data Spline Smoother)
Panjang Gelombang
Panjang Gelombang
Gambar 4 Pendugaan jumlah komponen dengan Metode Jarak Euclid Metode Analisis Komponen Utama (AKU)
Dua skor komponen utama pertama dari hasil metode AKU diplotkan dan kemudian dilihat jumlah titik beloknya.
Banyaknya titik belok dapat
mengindikasikan banyaknya komponen yang ada dalam senyawa kimia. Pada Gambar 5, plot skor komponen pertama dan komponen kedua (PC1 dan PC2) dari hasil metode AKU pada senyawa tunggal ternyata menghasilkan satu titik belok (ditandai dengan lingkaran) yang secara tepat menunjukkan adanya satu komponen dalam senyawa tunggal. Namun hasil plot skor komponen pada campuran senyawa dua komponen tidak dapat menunjukkan adanya dua komponen, walaupun untuk campuran senyawa tiga komponen metode ini dapat menunjukkannya dengan relatif lebih tepat (lihat Lampiran 4 mengenai skor komponen).
Ada titik-titik belok lainnya yang menunjukkan masih adanya
‘noise’ pada data (Gambar 5b) sehingga perlu dilakukan analisis yang dapat menghilangkan ‘noise’ sebelum dilakukan metode statistika untuk identifikasi. a
b
PLOT PC1 vs PC2 Senyawa Tunggal: Vitamin B1 2.5
3
2
2
2
1
1
0
0.5 -1
0 -0.5 0
PLOT PC1 vs PC2 Senyawa Campuran: Vitamin B1, B6 & Caffein
1
1.5
-1
c
PLOT PC1 vs PC2 Senyawa Campuran: Vitamin B1 & Caffein
1
2
3
4
-1
-2
0
1
2
3
4
-1
0 -1 0
-2
-3
-1.5
-3
-4
-2
-4
-5
-1
1
2
3
-2
Gambar 5 Pendugaan jumlah komponen dengan Analisis Komponen Utama
4
25 Metode Kemungkinan Maksimum
Metode Kemungkinan Maksimum digunakan untuk mencari Penduga Kemungkinan Maksimum (PKM) yang bertujuan untuk mengetahui dimensi intrinsik dari pola data spektra, yang dapat digunakan untuk menduga banyaknya komponen dalam suatu senyawa kimia.
Nilai PKM sangat dipengaruhi oleh
pemilihan nilai K. Pada Gambar 6, dapat dilihat beberapa hasil nilai PKM pada berbagai nilai K untuk seluruh kombinasi senyawa tunggal maupun campuran yang dicobakan dalam penelitian ini.
Hasil lengkap mengenai proses
penghitungan nilai PKM yang didapat melalui matriks jarak Euclid antar contoh, hasil vektor jarak yang telah diurutkan dan hasil PKM lokal untuk k=3 sampai k=23 tersaji pada Lampiran 5-7. Nilai PKM di Beberapa Nilai K Senyawa Campuran: Vitamin B1 & Caffein
Nilai PKM di Beberapa Nilai K Senyawa Tunggal: Vitamin B1
2.0 1.0 0.0 3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 Nilai K
8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Nilai PKM
6.0 5.0 4.0 3.0
Nilai PKM
Nilai PKM
8.0 7.0
Nilai PKM di Beberapa Nilai K Senyawa Campuran: Vitamin B1, B6, dan Caffein
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 3
5
7
Nilai K
9 11 13 15 17 19 21 23 Nilai K
Gambar 6 Pendugaan Jumlah Komponen dengan PKM Pada Gambar 6 terlihat bahwa nilai PKM (setelah memperhitungkan banyaknya dimensi intrinsik ditambah satu) untuk senyawa tunggal dan campuran dua komponen terus turun seiring dengan bertambahnya nilai K. Nilai PKM yang dapat dipertimbangkan untuk diambil adalah nilai PKM ketika kurvanya melandai atau nilai PKM ke i yang tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai PKM ke i-1. Nilai PKM untuk senyawa tunggal dan campuran senyawa dua komponen belum dapat ditentukan karena nilai PKM masih terus menurun seiring dengan bertambahnya nilai K (Gambar 6). Nilai PKM untuk campuran senyawa tiga komponen terlihat sudah melandai dan tidak cenderung untuk terus menurun, namun demikian perlu diuji lebih lanjut pada nilai K berapa nilai PKM-nya dapat dipilih.
26 Teknik Ekstrapolasi
Tiga teknik ekstrapolasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rataan bergerak, regresi kuadratik dan regresi eksponensial. Pemilihan ketiga teknik ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan pola data. Rataan bergerak dipilih dengan pertimbangan bahwa data dapat bersifat stasioner. Regresi kuadratik dipertimbangkan untuk mengantisipasi pola data yang tidak linear,
sedangkan
teknik
regresi
eksponensial
dipertimbangkan
untuk
mengantisipasi pola yang berbeda dengan kedua teknik tersebut. Ketiga teknik tersebut kemudian dievaluasi baik secara visual maupun hasil pengujian Kuadrat Tengah Galat (KTG). Hasil plot secara visual terhadap ketiga teknik ekstrapolasi yang diterapkan pada data senyawa tunggal dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai Prediksi PKM Senyawa Tunggal: Vitamin B1 (Teknik Peramalan: Regresi Eksponensial)
Nilai Prediksi PKM Senyawa Tunggal: Vitamin B1 (Teknik Peramalan: Rataan Bergerak - 5)
Nilai Prediksi PKM Senyawa Tunggal: Vitamin B1 (Teknik Peramalan: Regresi Kuadratik) 7.00
7.00
6.00
7.00
5.00
6.00
5.00 4.00 3.00 2.00
PKM Prediksi
PKM Prediksi
PKM Prediksi
6.00 4.00 3.00 2.00
1.00
1.00
0.00
0.00
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Nilai K
Nilai K
Nilai K
Gambar 7. Perbandingan Beberapa Teknik Ekstrapolasi Berdasarkan pembahasan dan hasil simulasi data yang telah dilakukan oleh Levina et al. (2007), didapat kesimpulan bahwa plot PKM terhadap nilai K adalah cenderung melandai dan bersifat asimtotik.
Kemudian berdasarkan pustaka
Hanke & Reitsch (1992), teknik ekstrapolasi yang dapat memberikan sifat asimtotik dan sesuai dengan plot pola data PKM adalah teknik regresi eksponensial. Walaupun secara visual teknik rataan bergerak cenderung bersifat asimtotik namun teknik ini tidak dapat digunakan karena sifat dari rataan bergerak sangat tergantung kepada data sebelumnya sehingga tidak dapat dijamin bahwa kurva akan selalu asimtot. Dengan demikian, selanjutnya baik untuk senyawa tunggal maupun campuran senyawa dua dan tiga komponen, akan digunakan teknik ekstrapolasi melalui metode Regresi Eksponensial.
Hasil perhitungan
ekstrapolasi melalui Regresi Eksponensial berikut nilai Kuadrat Tengah Galat (KTG)-nya tersaji pada Lampiran 8-10.
27 Setelah melakukan pendugaan dengan teknik ekstrapolasi melalui metode peramalan, maka didapat hasil bahwa teknik peramalan dengan metode Regresi Eksponensial memberikan bentuk kurva yang secara teoritik dapat lebih diterima dibandingkan dengan metode lainnya, yaitu Regresi Kuadratik maupun Rataan Bergerak. Hasil ekstrapolasi PKM dengan metode Regresi Eksponensial pada nilai K sampai dengan 65 untuk senyawa tunggal, campuran senyawa dua komponen dan campuran senyawa tiga komponen dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai K yang menghasilkan kurva PKM melandai ditentukan dengan menghitung selisih nilai PKM ke-i dengan nilai PKM ke i-1, atau yang disebut juga dengan gradien. Nilai-nilai gradien di setiap nilai K kemudian dibuat angka absolut dan kondisi landai dinyatakan telah dicapai jika gradien tersebut bernilai sangat kecil, yaitu dalam penelitian ini digunakan nilai 0,01.
Penggunaan nilai
gradien 0,01 dapat ditentukan berdasarkan gambar yang menunjukkan kondisi landai. Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa kondisi landai untuk senyawa tunggal telah tercapai pada nilai K=61 dengan hasil pembulatan nilai PKM-nya adalah 1, dan kondisi landai untuk campuran senyawa dua komponen dicapai pada nilai K=35 dengan nilai PKM-nya adalah 2. Untuk campuran senyawa tiga komponen kondisi landai telah tercapai pada K=38 dengan PKM-nya adalah 3. Nilai Prediksi PKM Senyawa Campuran: Vitamin B1 & Caffein (Teknik Peramalan: Regresi Eksponensial)
7.00 PKM Prediksi
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00
7.00
6.00
6.00
5.00 4.00 3.00 2.00
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00
1.00
0.00
0.00
0.00 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Nilai K
Nilai K
Nilai K
Nilai Prediksi Gradien Absolut Senyawa Tunggal: Vitamin B1 (Teknik Peramalan: Regresi Eksponensial) 0.30
Nilai Prediksi Gradien Absolut Senyawa Campuran: Vitamin B1 & Caffein (Teknik Peramalan: Regresi Eksponensial)
Gradien Absolut Prediksi
Gradien Absolut Prediksi
7.00
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05
Cut line 0.00
0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05
Nilai Prediksi Gradien Absolut Senyawa : Vitamin B1, B6 & Caffein (Teknik Peramalan: Regresi Eksponensial)
Gradien Absolut Prediksi
PKM Prediksi
6.00
Nilai Prediksi PKM Senyawa : Vitamin B1, B6 & Caffein (Teknik Peramalan: Regresi Eksponensial)
PKM Prediksi
Nilai Prediksi PKM Senyawa Tunggal: Vitamin B1 (Teknik Peramalan: Regresi Eksponensial)
Cut line
0.00
0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05
Cut line
0.00
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Nilai K
Nilai K
Nilai K
Gambar 8 Teknik Ekstrapolasi terhadap Hasil PKM
28 Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditunjukkan bahwa PKM telah berhasil menduga jumlah komponen yang terkandung pada senyawa tunggal, campuran senyawa dua komponen dan campuran senyawa tiga komponen.
Pemilihan Penduga Terbaik
Tabel 4 memperlihatkan bahwa sekalipun Metode Plot Korelasi dan AKU dapat dipertimbangkan untuk dipakai namun untuk data yang ‘noise’ nya tinggi perlu dilakukan pemulusan data atau teknik lainnya untuk menghilangkan ‘noise’ sebelum mengaplikasikan metode tersebut. Tabel 4. Perbandingan berbagai metode identifikasi jumlah komponen Senyawa Kimia Senyawa Tunggal: Vitamin B1 Senyawa Campuran: Vitamin B1 dan Caffein Senyawa Campuran: Vitamin B1, B2 dan Caffein KESIMPULAN
Plot Korelasi
Metode Analisis Plot Jarak AKU Euclidean
Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik Kurang Baik
Kurang Baik Kurang Baik Baik
Kurang Baik
Baik
PKM Baik Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Dengan demikian, jika jumlah komponen tidak terlalu banyak, yaitu jika jumlah komponennya tidak lebih dari 3 komponen, dapat disimpulkan bahwa PKM adalah penduga yang paling bisa diandalkan untuk menduga jumlah komponen yang terkandung dalam suatu senyawa kimia.