IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Karakterisasi Kacang Hijau Bahan baku yang digunakan dalam suatu proses produksi sangat berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada proses pembuatan sari kacang hijau ini perlu dilakukan penelitian pendahuluan mengenai karakterisasi kacang hijau yang digunakan. Adapun hasil karakterisasi kacang hijau disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Hasil karakterisasikacang hijau Hasil Penelitian (%b.b)
Penelitian sebelumnya * (%)
Kadar air
10.72
7.49–8.45
Kadar abu
4.14
3.64–4.24
Kadar lemak
4.70
0.57–1.86
Kadar protein
22.29
24.26–28.50
Kadar serat Kadar karbohidrat (by difference)
4.52
7.49–8.45
Parameter Uji
53.63
54.25–58.69
Ket: *= sience direct
Hasil karakterisasi kacang hijau menunjukkan bahwa komponen terbesar penyusun kacang hijau adalah karbohidrat, yaitu sebesar 53.63%, padahal menurut literatur kadar karbohidrat kacang hijau berkisar 54.25–58.69%. Hal ini disebabkan karena kandungan lemak kacang hijau pada bahan penelitian cukup besar sehingga nilai karbohidrat berkurang. Nilai karbohidrat dihitung dengan cara by difference, yaitu pengurangan jumlah komponen bahan total dengan jumlah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat dan kadar protein.Karbohidrat merupakan sumber kalori utama dan mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, dan tekstur (Winarno 1995). Karbohidrat dalam bahan makanan terdiri dari dua jenis yaitu karbohidrat yang dapat dicerna (pati) dan yang tidak dapat dicerna (serat) oleh tubuh dalam sistem metabolisme. Komponen terbesar kedua dari kacang hijau yaitu protein. Kadar protein kacang hijau yang didapat dari hasil penelitian yaitu 22.29% sedikit lebih rendah dibanding literatur. Sedangkan menurut Astawan (2009) protein yang terkandung dalam biji kacang hijau cukup tinggi yaitu sekitar 22.2 g/100 g. Protein ini merupakan salah satu zat penting yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.Protein dibutuhkan untuk pembentukan enzim, antibodi, dan beberapa hormon. Kadar air dalam pangan dapat diketahui dengan melakukan pemanasan terhadap bahan pangan yang ingin diketahui kandungan airnyasampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Pada penelitian, penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven yang pertama-tama bahan dipanaskan pada suhu ±105oC. Hal ini disebabkan kacang hijau tahan atau stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan, lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu, bahan dimasukkan dalam
19
desikator untuk mencegah bahan menyerap uap air dari udara sekeliling hingga mencapai bobot yang konstan. Bobot sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapat berat konstannya, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel, setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan. Berdasarkan data analisis diatas, dapat dilihat bahwa kadar air kacang hijau sebesar 10.72%. Sedikit berbeda dengan data yang didapat diliteratur yaitu sekitar 7.49-8.45%. Hal ini karena kacang hijau dibeli dari pasar, sehingga penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik akan menyebabkan nilai kadar air meningkat sehingga terjadi proses penyerapan air dan berakibat pada penurunan mutu produk. Kacang hijau tersebut biasanya ditempatkan di dalam karung atau wadah terbuka. Semakin tinggi nilai kadar air, maka semakin mudah mikroorganisme tumbuh dan umur simpan semakin pendek sesuai dengan literatur yang meyebutkan bahwasemakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada(Ilham 2010). Protein, karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi dalam aktivitas tubuh manusia, sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup. Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh menghasilkan 9.3 kalori/g lemak, sedangkan protein dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 4.1 dan 4.2 kalori/g (Winarno 1997). Menurut Winarno (1997) sekitar 96% bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Kadar abu secara kasar menggambarkan kandungan mineral dari suatu bahan pangan. Meskipun sedikit, tubuh membutuhkan unsur mineral sebagai zat pembangun dan pengatur. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan dibakar sampai bebas karbon. Kadar abu suatu bahan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan menunjukkan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar abu dari biji kacang hijau yaitu sebesar 4.14% sesuai dengan rentang nilai yang didapat di literatur yaitu berkisar dari 3.64–4.24%. Kacang hijau memiliki kandungan lemak yang rendah, namun memiliki kandungan protein yang tinggi. Lemak dalam tubuh berguna sebagai cadangan energi untuk aktivitas tubuh. Kacang-kacangan merupakan sumber lemak nabati. Lemak nabati umumnya kaya akan polyunsaturated fatty acid (PUFA), yaitu asam lemak tak jenuh yang mempunyai dua atau lebih ikatan rangkap. Kandungan lemak dalam biji kacang hijau sangat rendah yaitu hanya 1.2 g/100 gr. Berdasarkan penelitian, kadar lemak kacang hijau bernilai 4.70% menunjukkan hasil yang berbeda. Begitu pula dengan nilai kadar serat dan kadar air, hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan angka diluar rentang dari literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan varietas, lokasi tumbuh, dan teknik budaya. Keragaman zat gizi tanaman pangan diakibatkan oleh banyaknya faktor yang saling bergantungan, terutama faktor genetik, sinar surya, curah hujan, topografi, tanah, lokasi, musim, pemupukan, dan derajat pemasakan. Susunan tanaman pangan dari galur yang sama tetapi tumbuh pada tempat berbeda, sering berbeda (Astawan 2009).
20
Serat termasuk kedalam karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh usus manusia, namun keberadaan serat ini sangat penting. Hasil analisis, kadar serat kacang hijau hanya sebesar4.52% jauh lebih kecil dibandingkan dengan data yang diperoleh dari literatur yang berkisar 7.49– 8.45%. Ini menunjukkan biji kacang hijau yang digunakan untuk bahan penelitian mempunyai kadar serat yang lebih rendah dari biasanya padahal serat merupakan salah satu komponen penting bagi tubuh. Menurut Santoso dan Bambang(2005), faktor-faktor seperti spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang dikonsumsi, dan perlakuan terhadap bahan pangan tersebut, sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan fisik dari serat makanan serta berpengaruh juga terhadap peran fisiologis dalam tubuh.
4.1.2. Pembuatan Sari Kacang Hijau Dalam pembuatan sari kacang hijau, pertama kali dilakukan proses sortasi terhadap biji kacang hijau yang digunakan. Sortasi dimaksudkan untuk membuang kotoran dan menghilangkan biji yang rusak. Sortasi yang dilakukan secara manual dengan mengambil kotoran yang ada dan membuang biji yang mengambang dalam air. Sortasi ini perlu dilakukan karena karekteristik biji kacang hijau yang kurang seragam. Somaatmadja (1974) menyatakan bahwa sifat tanaman kacang hijau yang tidak menguntungkan antara lain berbunga terus-menerus, sehingga pada satu pohon terdapat buah masak, buah muda dan bunga. Pada waktu panen, kemungkinan buah muda dan bunga ikut terambil yang menyebabkan biji yang dihasilkan kurang seragam. Sebelum kacang hijau dimasak, dilakukan perendaman dalam air. Selama kacang hijau direndam, kacang hijau akan menyerap air sehingga biji akan mengembang. Perendaman biji kacang hijau bertujuan untuk memudahkan pemasakan pada tahap selanjutnya. Perendaman air yang terlalu lama akan menyebabkan biji kacang hijau berkecambah. Biji yang berkecambah akan mempengaruhi baik pada nilai gizinya maupun sifat fungsionalnya. Perendaman kacang hijau juga dimaksudkan untuk melunakkan struktur selular kacang hijau dan mempermudah pengupasan kulit kacang hijau akan tetapi perendaman yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan (Sundarsih 2009). Dalam penelitian ini dilakukan perendaman selama 12 jam. Setelah direndam dan ditiriskan, kacang hijau siap untuk dimasak. Pemasakan ini bertujuan untuk menghilangkan bau langu kacang hijau. Seperti halnya pada kebanyakan tanaman leguminosa lainnya, kacang hijau mempunyai aroma langu pada waktu mentah. Bau langu ini disebabkan oleh enzim lipoksigenase. Pemanasan akan menginaktifkan enzim ini. Disamping itu pemanasan akan menginaktifkan tripsin inhibitor sehingga diharapkan daya cerna sari kacang hijau yang dihasilkan akan meningkat (Ulum 1997). Kacang hijau yang telah dimasak siap untuk diblender dan ditambahkan air masak dengan perbandingan bobot kering kacang hijau dengan air sebesar 1:8 mengacu pada penelitian Triyono (2010) yang menyatakan bahwa pembuatan sari kacang hijau yang paling disukai adalah dengan proporsi penambahan air 1:8. Setelah diblender, selanjutnya ampasnya dipisahkan dengan penyaringan menggunakan kain saring. Terakhir dilakukan proses pasteurisasi pada suhu 60°C selama ± 30 menit untuk mengurangi aktivitas biologis mikroorganisme.
21
4.1.3. Penentuan Bahan Penstabil Dan Konsentrasi CMC. Sebelum penelitian utama, telah dilakukan penentuan bahan penstabil dan konsentrasi yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Bahan penstabil yang digunakan antara lain maltodekstrin dan CMC dengan jumlah konsentrasi yang sama. Berdasarkan hasil pengujian ini CMC merupakan bahan penstabil yang dapat mengikat sari kacang hijau dalam air dengan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan bahan penstabil maltodekstrin, untuk itu CMC dipergunakan untuk proses pembuatan minuman sari kacang hijau pada penelitian selanjutnya. Selain itu pada penelitian pendahuluan ini dicari konsentrasi CMC yang akan ditambahkan dalam minuman sari kacang hijau.Berdasarkan hasil uji stabilitas suspensi sari kacang hijau di dapat jumlah CMC dengan konsentrasi 0.1% merupakan hasil terbaik, sehingga untuk penelitian selanjutan konsentrasi CMC yang dipergunakan adalah 0.1%. Hal ini disebabkan karena CMC sebagai bahan penstabil lebih efektif daripada maltodekstrin dalam mempertahankan mutu sari kacang hijau dilihat dari penampakan secara visual.
0.05%
0.1%
0.2%
0.3%
0.4%
endapan Gambar 8. Penentuan konsentrasi CMC Karboksimetil selulosa merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2-10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Nussinovitch 1997). Konsentrasi CMC yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan pengendapan. Pemakaian CMC dengan konsentrasi 0.1-0.5% sudah biasa digunakan untuk mempertahankan stabilitas suspensi sari buah, namun stabilitas suspensi dan mutu terbaik belum direkomendasikan dengan tepat secara khusus bagi sari kacang hijau. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi CMC yang tepat untuk menghasilkan sari kacang hijau yang stabil dan tetap berkualitas baik.
4.2. PENELITIAN UTAMA 4.2.1. Pengujian Sari Kacang Hijau 1) Kadar Protein Kadar protein merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui banyaknya jumlah nitrogen yang terkandung di dalam produk yang dianalisis. Semakin banyak jumlah nitrogen yang terkandung di dalam produk maka nilai kadar protein produk tersebut semakin besar.Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan
22
Kadar Protein (%)
amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai kadar protein. Tidak berpengaruhnya faktor waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap nilai kadar protein perlakuan adalah karena kurang lebarnya selang waktu maupun amplitudo yang digunakan serta disebabkan oleh nitrogen yang hilang akibat proses sonikasi relatif kecil. Begitu pula dengan interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01), hal ini diduga karena faktor waktu dan amplitudo tidak mempengaruhi nilai kadar protein, sehingga interaksinya juga tidak berpengaruh nyata maka tidak dilakukan uji lanjut Duncan. 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00
0.33
0.30 0.25
0.26
0.29
0.26
0.27
0.25
0.23
0.25
Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar9.
Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap kadar protein sari kacang hijau
Histogram kadar protein yang disajikan pada Gambar 9menunjukkan bahwa nilai kadar protein yang telah disonikasi tidak jauh berbeda hasilnya dengan kontrol yaitu berkisar antara 0.23-0.33 (%bb). Kadar protein tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 0.33% dan yang terendah pada perlakuan A3B2 (60menit:30%) sebesar 0.23%, ketidakseragaman nilai kadar protein yang dihasilkan karena saat penelitian pengupasan kulit ari kacang hijau tidak seragam sehingga menyebabkan nilai kadar protein pun berbeda. Pengupasan kulit ari kacang hijau akan menurunkan kadar tannin. Barrog et al. (1985) menyatakan bahwa kandungan tannin pada kacang hijau terpusat pada kulitnya yaitu 3.95 mg/100 mg bobot kering dan berbagai perlakuan seperti perendaman, perkecambahan, pembakaran dan perebusan dapat mengurangi kadar tannin. Tannin adalah senyawa fenolik yang mempunyai BM 500-3000 dan dapat bereaksi dengan protein membentuk komplek yang tidak larut. Perebusan kacang hijau selama 30 menit dapat menurunkan kadar tannin sampai 73%. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa produk sari kacang hijau yang dihasilkan mempunyai kadar protein yang rendah. Rendahnya protein bisa disebabkan oleh perlakuan perendaman dan pemanasan yang menyebabkan protein dalam kacang hijau terdenaturasi sehingga tidak larut air. Selain itu, pada saat ekstraksi protein yang terekstrak dalam air sedikit dan sisanya tertinggal pada residu. Pemanfaatan residu tersebut bisa digunakan
23
sebagai campuran pakan ternak. Residu dikeringkan sampai terbentuk tepung dan dicampurkan dengan bahan lain seperti tepung ikan dan diolah berbentuk pellet (Ulum 1997). Protein yang dipengaruhi oleh pemanasan, sinar ultraviolet, gelombang ultrasonik, pengocokan yang kuat atau bahan-bahan kimia tertentu dapat mengalami proses denaturasi. Denaturasi protein itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan konfigurasi tiga dimensi molekul protein tanpa menyebabkan kerusakan ikatan peptida.Radiasi sinar ultraviolet dan panas memberikan energi kinetik pada protein dan menyebabkan atom-atom tervibrasi cukup cepat sehingga merusak ikatan hidrogen. Radiasi sinar ultraviolet juga dapat merusak ikatan peptida didekat lingkar aromatik dalam molekul protein. Sedangkan Gelombang ultrasonik dapat merusak lingkar aromatik yang ada dalam molekul protein, yang berakibat hilangnya interaksi hidrofobik yang terjadi karena dua lingkar aromatik yang berdekatan (Sumardjo 2009).
Gambar 10. Gelombang ultrasonik merusak interaksi hidrofobik Sumber :Sumardjo (2009)
Menurut Sundarsih (2009), menurunnya kadar protein dengan semakin lamanya perendaman disebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga komponen protein terlarut dalam air. Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan lunaknya struktur biji kacang hijau sehingga air lebih mudah masuk kedalam struktur selnya.
2) Kadar Lemak Kadar lemak merupakan salah satu parameter yang penting untuk menentukan mutu suatu produk. Produk bermutu yang terkait dengan kadar lemak tergantung dari harapan atau keinginan konsumen, apakah produk tersebut diharapkan berkadar lemak tinggi atau rendah. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap kadar lemak. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap kadar lemak, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai kadar lemak sari kacang hijau hasil penelitian berkisar antara 0.64-1.62 (%bb). Kadar lemak yang cukup rendah tersebut menguntungkan karena dengan kondisi itu maka produk semakin tahan lama atau tidak mudah tengik serta aman dikonsumsi bagi mereka yang memiliki berat badan berlebih. Kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 1.62% dan yang terendah pada perlakuan A1B2 (20menit:30%) sebesar 0.64%. Hal ini bisa disebabkan karena ketidakseragaman pengupasan kulit kacang hijau akan membuat lemak dalam bahan baku lebih mudah terdekomposisi oleh panas saat pemasakan. Menurut Gaman dan Sherrington (1981), dekomposisi trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol dan asam lemak. Menurut (Astawan 2009), kacang hijau mempunyai kadar lemak yang rendah. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak
24
Kadar Lemak (%)
jenuh dan 27% asam lemak jenuh. Umumnya kacang-kacangan memang mengandung lemak tak jenuh tinggi. Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan. 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1.62 1.31 0.89
0.86 0.64
0.73
1.35 0.97
0.82
0.65
Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 11. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap kadar lemak sari kacang hijau Gambar 11 memperlihatkan bahwa kadar lemak kontrol lebih besar dibandingkan dengan kadar lemak perlakuan. Hal ini disebabkan karena proses sonikasi dapat menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak, sehingga nilai kadar lemak perlakuan lebih rendah. Ketika gelombang ultrasonik melewati medium cair atau setengah cair (jaringan lemak) akan membentuk gelembung udara yang akan membentur membran sel lemak atau lemak dengan kecepatan sangat tinggi (microjetting/microstreaming) menyebabkan sel lemakrusak. Lemak akan terurai menjadi gliserol dan asam lemak. 3) Total Padatan Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan pada tingkat kepercayan 99% tetapi waktu sonikasi berpengaruh nyata terhadap total padatan pada tingkat kepercayaan 95%. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Total padatan sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara 9.61-14.94 persen. Total padatan tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 14.94% karena kontrol tidak dilakukan proses sonikasi, sehingga tidak adanya pemecahan partikel oleh gelombang ultrasonik dan yang terendah pada perlakuan A3B3 (60 menit:40%) sebesar 9.6%. Hal ini disebabkan semakin lama waktu sonikasi dan semakin tinggi amplitudo gelombang ultrasonik maka partikel yang dipecahkan semakin banyak, ukuran partikelnya semakin kecil serta larutan makin
25
homogen.Prinsip dari pengujian ini yaitu sampel diuapkan dalam cawan, ditimbang dan dikeringkan sampai bobot konstan dalam oven pada 103-105°C. Penurunan bobot bahan selama pengeringan cawan merupakan padatan total. Sonikasi menghasilkan gelembung tekanan rendah dan tekanan tinggi yang bergantian dalam cairan, mengarah ke pembentukan dan pecahnya gelembung vakum. Fenomena ini diistilahkan dengan cavitation dan menyebabkan adanya rongga yang terjadi akibat transfer gelombang yang diberikan. Efek ini digunakan untuk memecah gumpalan dan menggiling partikel menjadi ukuran mikro atau nanometer. Dalam aspek ini, sonikasi merupakan alternatif unuk penghancuran berkecepatan tinggi dan pengaduk pembakar butiran sari kacang hijau.
Total Padatan (%)
16
14.94 12.07 12.21 12.44
12
11.27 10.72 10.85
9.88
9.77
9.61
8 4 0 Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 12. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap total padatan sari kacang hijau
4) pH (Derajat keasaman) Nilai pH adalah salah satu faktor penting untuk menentukan kualitas suatu produk pangan, perubahan nilai pH yang signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk pangan. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu penyebab produk olahan menjadi cepat rusak. pH sering menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam makanan dan produk yang dihasilkan. Menurut Jay et.al. (2005) sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh pada pH 6.0-8.0. Sebagian besar kapang berkembang pada pH 4.0-8.0. Nilai pH di luar 2.0-10 umumnya bersifat merusak. Beberapa jenis jasad renik dalam bahan pangan seperti khamir dan bakteri asam laktat tumbuh baik pada kisaran nilai pH 3.0-6.0.Selain itu nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman produksemakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin tinggi.
26
pH
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai pH. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai pH. Hal ini disebabkan karena proses sonikasi yang telah dilakukan tidak menguramgi atau menambah nilai pH perlakuan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai pH sari kacang hijau hasil penelitian berkisar antara 6.56-6.67 termasuk kedalam jenis minuman netral. Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan A3B1(60 menit : 20%) yaitu sebesar 6.67 dan yang terendah pada perlakuan A1B1 (20 menit : 20%) sebesar 6.56. Berdasakan Gambar 13 dapat diketahui bahwa kisaran pH tersebut merupakan kondisi yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri neutrofil (suka suasana netral). 7 6 5 4 3 2 1 0
6.57
6.56
6.60
6.58
6.64
6.57
6.60
6.67
6.65
6.61
Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 13. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap pH sari kacang hijau 5) Viskositas Viskositas atau kekentalan dapat dikatakan sebagai gesekan dalam fluida. Viskositas atau kekentalan juga dapat diartikan sebagai sifat cairan yang memiliki gesekan atau hambatan ketika cairan tersebut sedang bergerak. Dalam cairan, viskositas disebabkan oleh adanya gaya kohesi antar molekul. Sedangkan dalam gas, viskositas terjadi karena adanya tumbukan antara molekul (partikel) di dalam gas tersebut (Giancoli 2001). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi memberikan pengaruh yang nyata (p<0.01) terhadap nilai viskositas. Dilihat dari hasil uji Duncan perlakuan A0(kontrol) berbeda nyata terhadap perlakuan A1 (20 menit), A2(40 menit) dan A3(60 menit). Perlakuan A2 berbeda nyata terhadap perlakuan A1(20 menit) dan A2(40 menit) tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A3(40 menit). Sedangkan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yangberbeda nyata (p>0.01). Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak
27
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0.01) terhadap nilai viskositas, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai viskositas sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara 26.67-44.03 Cp. Nilai viskositas tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 44.03 Cp hal ini karena kontrol tidak mengalami proses sonikasi sama sekali sehingga tidak adanya pemecahan pertikel oleh gelombang ultrasonik dan yang terendah pada perlakuan A3B3 (60 menit:40%) sebesar 26.67 Cp. Data hasil pengukuran terlihat bahwa semakin lama waktu sonikasi, dan semakin besar amplitudo gelombang ultrasonik yang digunakan, maka nilai viskositas semakin kecil. Penurunan viskositas ini disebabkan karena pecahnya partikel dan granula menjadi ukuran yang lebih kecil membentuk molekul agregat sehingga mengurangi kemampuan menyerap air. Penurunan viskositas ini menunjukkan adanya penurunan jumlah partikel terlarut dalam larutan setelah sonikasi. Sonikasi memutuskan rantai polimer CMC melalui proses kavitasi yang terjadi dalam medium larutan sari kacang hijau tersebut. Putusnya rantai CMC menjadikan larutan kurang kental jika dibandingkan kondisi sebelumnya. Semakin lama waktu pemberian gelombang ultrasonik pada larutan sari kacang hijau, maka proses terpotongnya rantai kimiawi CMC juga semakin banyak.
Viskositas (Cp)
50 40 30
44.03 36.63 35.91 38.80
30.91 29.43 32.04 32.51 30.62
26.67
20 10 0 Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 14. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap viskositas sari kacang hijau Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula terhadap kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat didalamnya. Dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Viskositas dari setiap fluida berbeda-beda, fluida yang mudah mengalir misalnya air yang tegangan luncurnya relatif kecil sehingga viskositasnya juga relatif kecil.
28
Viskositas fluida sangat dipengaruhi oleh suhu, jika suhu naik viskositas gas bertambah sedangkan viskositas cairan berkurang. Produk pangan dikatakan kental jika nilai viskositasnya tinggi dan sebaliknya jika nilai viskositasnya rendah disebut encer. Perubahan nilai viskositas dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan atau penurunan mutu pangan(Fafa 2008).
6) Total Padatan Terlarut Nilai total padatan terlarut menunjukkan persen total padatan terlarut dalam suatu larutan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama penguapan dan pemanasan, biasanya dinyatakan dalam satuan % gula sukrosa atau °Brix. Analisis zat padat terlarut mengukur jumlah zat padat yang larut dalam air. Sebagian besar komponen yang terkandung terdiri atas komponenkomponen yang larut air seperti glukosa, fruktosa, suksrosa dan protein yang larut air. Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat hand refractometer. Gambar 15menunjukkanhistogram pengukuran nilai total padatan terlarut secara lengkap. Nilai total padatan terlarut sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara 8.75-9°Brix, nilai total padatan terlarut yang bernilai 9°Brix terdapat pada perlakuan A1B2, A2B2 dan A2B3 dan perlakuan yang lain bernilai 8.75°Brix. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik pada minuman sari kacang hijau tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai total padatan terlarut dengan tingkat kepercayaan 99%. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan terlarut, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Total Padatan Terlarut ( brix)
8.75
8.75
9
8.75
8.75
9
9
8.75
8.75
8.75
8 6 4 2 0 Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 15. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap total padatan terlarut
29
Winarno (1995) menerangkan bahwa indeks refraksi dipengaruhi oleh air dan gula dalam bahan yang diukur, sehingga nilai total padatan terlarut yang rendah menunjukkan bahwa hidrolisis sukrosa belum berlangsung keseluruhan. Dengan demikian nilai TPT yang semakin rendah akan memberikan hasil yang semakin baik, karena mengindikasikan bahwa produk belum mengalami kerusakan yang berarti. Suhu sonikasi yang semakin tinggi mempercepat proses hidrolisis pati menjadi gula yang lebih sederhana seperti glukosa dan fruktosa (gula invert). Pati adalah senyawa polisakarida yang tidak larut dalam air, sedangkan glukosa dan fruktosa adalah senyawa monosakarida yang larut dalam air, sehingga terurainya pati menjadi glukosa dan fruktosa menyebabkan nilai total padatan terlarut pada beberapa sampel meningkat. Padatan terlarut yang terkandung dalam suatu produk terdiri atas komponen-komponen yang terlarut dalam air seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan komponen lain. Pada kadar air tinggi, kadar total padatan terlarut akan rendah dan sebaliknya. Pada kadar air rendah akan semakin banyak padatan yang dapat larut dalam air persatuan berat bahan. Peningkatan total padatan terlarut kemungkinan juga disebabkan karena adanya reaksi Maillard tahap awal yaitu reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna dan larut dalam air (Syarief dan Halid 1993).
7) Uji Mikrobiologi Pada penelitian ini mutu mikrobiologi yang diuji meliputi uji TPC, kapang dan khamir dengan dua dan tiga kali pengenceran serta uji Salmonella dan E.Coli dengan satu dan dua kali pengenceran. Data hasil pengujian mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 6. Minuman sari kacang hijau memiliki pH yang netral berkisar 6.56-6.67 termasuk kelompok minuman netral. Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa mikroorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Berdasarkan nilai pH minuman sari kacang hijau, dapat dilihat bahwa mikroorganisme mempunyai sedikit potensi untuk tumbuh. Selain itu, produk minuman sari kacang hijau sudah melewati dua kali tahap pasteurisasi yang dapat membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian termofilik. Metode TPC hanya menghitung jumlah koloni tanpa melihat jenis mikroba yang terdapat dalam produk tersebut. Hasil analisis nilai TPC menunjukkan bahwa jumlah mikroba sari kacang hijau menunjukkan nilai negatif pada semua sampel dan kedua pengenceran kecuali perlakuan -2
A3B2 pada pengenceran 10 terdapat 2x102 koloni/g produk. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kontaminasi saat pengujian dilakukan. Bakteri yang mungkin tumbuh dalam minuman sari kacang hijau adalah bakteri golongan mesofil atau neutrofil (senang akan suasanan netral). Menurut Muchtadi (1995), kerusakaan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa pelunakan, terjadinya asam, terbentuknya gas, lendir, busa dan lain-lain. Pembusukan yang disebabkan pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan bahan pangan tidak aman untuk dikonsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain suhu, air, gas seperti oksigen dan karbondioksida, serta pH. Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Mikroorganisme yang dapat merusak produk minuman sari kacang hijau adalah mikroba yang termasuk kedalam golongan psikrofil dan mesofil. Bakteri psikrofil adalah bakteri yang dapat hidup pada rentang suhu (-5)-30°C dan memiliki suhu optimum pertumbuhan
30
15°C. Sedangkan bakteri mesofil adalah bakteri yang dapat hidup pada rentang suhu 15-50°C dan suhu optimum pertumbuhan 35-40°C.Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin pertumbuhan mikroba terhambat (Wasetiawan 2009). Tabel 6. Hasil uji mikrobiologi TPC Mikroba
10
-2
Kapang
10
-3
10
-2
10
-3
E.coli 10
-1
10
Salmonella -2
10
-1
10
A1B1
-
-
-
-
-
-
-
-
A1B2
-
-
-
-
-
-
-
-
A1B3
-
-
-
-
-
-
-
-
A2B1
-
-
-
-
-
-
-
-
A2B2
-
-
-
-
-
-
-
-
A2B3
-
-
-
-
-
-
-
-
A3B1
-
-
-
-
-
-
-
-
A3B2
2
-
-
-
-
-
-
-
A3B3
-
-
-
-
-
-
-
-
Kontrol
-
-
-
-
-
-
-
-
-2
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu pemanasan juga ditujukan untuk memperoleh aroma, tekstur, dan penampakan yang lebih baik (Fardiaz 1989). Uji keberadaan koliform dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri koliform dalam produk yang diuji serta untuk memastikan bahwa koliform yang biasanya mengkontaminasi produk melalui air yang digunakan dalam proses pembuatan produk tidak tumbuh pada produk sari kacang hijau. Keberadaan koliform dapat dijadikan sebagai indikasi kehigienisan suatu produk pangan. Kelompok koliform mencangkup bakteri yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, batang gram negatif, dan tidak membentuk spora. Koliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35°C (Lay 1994). Berdasarkan penelitian, semua sampel menunjukkan hasil yang negatif baik -1
-2
pada pengenceran 10 maupun 10 , sehingga dapat dipastikan minuman sari kacang hijau sangat aman untuk dikonsumsi.
31
Salmonella adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bukan pembentuk spora yang terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang semuanya diketahui bersifat patogen baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan pangan. Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan. Oleh karena itu pengujian Salmonella pada minuman sari kacang hijau sangat penting untuk dilakukan. Hasil -1
-2
penelitian semua sampel menunjukan hasil yang negatif baik pada pengenceran 10 maupun 10 . Kapang dan khamir terdapat secara luas di alam dan dapat mencemari makanan melalui peralatan yang tidak disanitasi dengan baik atau melalui udara yang tercemar. Kapang dan khamir dapat tumbuh dominan dalam makanan atau minuman pada kondisi a w dan pH rendah, kandungan garam tinggi atau memiliki kandungan gula yang tinggi. Pada ekosistem pangan, khamir dapat tumbuh bersama-sama dengan mikroorganisme lain dan dapat tumbuh bersama berinteraksi saling menguntungkan atau merugikan. Suhu optimum untuk pertumbuhan khamir berbeda-beda, namun kapang dan khamir mempunyai suhu optimum petumbuhan 25-30 °C(Fardiaz 1989). Pengujian dilakukan pada pengenceran 10-2 dan 10-3. Setelah agar membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 48 jam. Hasilnya menunjukkan nilai negatif pada semua perlakuan maupun kontrol. Uji mikrobiologi terhadap total bakteri, E.coli, kapang khamir dan Salmonella semuanya menunjukkan nilai yang negatif kecuali sampel dengan waktu sonikasi 60 menit dan amplitudo 30% hal ini disebabkan karena pH sari kacang hijau mendekati netral serta dilakukannya proses termal sebanyak dua kali serta proses sonikasi merupakan salah satu cara untuk membunuh mikroorganisme.
4.2.2. Stabilitas Suspensi Kestabilan sari kacang hijau dilihat dengan ada atau tidaknya endapan pada produk. Pada hari pertama penyimpanan (24 jam), sari kacang hijau kontrol dan A1B1 (20 menit : 20%) sudah mulai terbentuk endapan pada suhu ruang maupun suhu lemari es. Setelah hari kedua mulai terlihat endapan lagi pada sampel A1B2 (20 menit : 30%), A1B3 (20 menit : 40%) dan A2B1 (40 menit : 20%). Warna endapan masih cerah dan masih sama dengan warna sari kacang hijau. Setelah tiga hari penyimpanan, endapan yang terbentuk semakin jelas dan semakin mengendap ke dasar botol. Hanya sampel A3B2 (60 menit : 30%) dan A3B3 (60 menit : 40%) yang tidak terbentuk endapan selama tiga hari penyimpanan baim pada suhu ruang maupun suhu lemari es. Endapan yang terbentuk pada sari kacang hijau tidak terlalu berbeda dengan adanya perlakuan penyimpanan pada dua suhu yang berbeda, yang membedakannya hanyalah warna endapan yang terbentuk. Suhu yang lebih tinggi maka akan menghasilkan warna yang lebih tua pada endapan yang terbentuk. Hal ini dimungkinkan karena suhu tinggi mempercepat kerusakan pigmen pada produk sari kacang hijau. Hasil uji stabilitas berdasarkan penampakan visual menunjukkan bahwa stabilitas tertinggi sari kacang hijau selama tiga hari penyimpanan baik pada suhu ruang (28°C) maupun sahu lemari es (4°C) diperoleh pada perlakuan sonikasi 60 menit dan amplitudo sebesar 40% sedangkan stabilitas terendah diperoleh pada perlakuan tanpa perlakuan sonikasi dan amplitudo (kontrol). Tingginya stablitias sari kacang hijau akibat perlakuan sonikasi 60 menit disebabkan karena banyaknya partikel yang dipecahkan oleh gelombang ultrasonik sehingga laju pengendapan menurun, serta adanya penambahan bahan penstabil CMC sebesar 0.1%.
32
Gambar 16. Uji stabilitas suhu ruang setelah tiga hari CMC mempunyai ion Na+CMC yang cukup banyak sehingga partikel-partikel endapan yang terdapat dalam sari kacang hijau terikat dan dapat membentuk struktur gel. Penjelasan ini didukung oleh Nussinovitch (1977) yang menyatakan bahwa Na +CMC memiliki sifat ionik yang dapat menarik partikel-partikel endapan yang terdapat dalam sari kacang hijau sehingga dapat membentuk struktur gel dan meningkatkan kekentalan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa CMC dapat mengentalkan dan menstabilkan larutan karena reaksinya dengan air dan protein. Rendahnya stabilitas pada kontrol karena semua partikel yang ikut tersuspensi dalam sari kacang hijau ini mengendap. Hal ini diduga karena tidak adanya pemecahan partikel sama sekali oleh gelombang ultrasonik yang mampu mengecilkan ukuran partikel sehingga laju pengendapan jauh lebih cepat. Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Nandar 2009). Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya. Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat. Koloid hidrofobik tidak terlarut dalam air dan tidak sepenuhnya dapat basah oleh air,tetapi kolid hidrofobik terdispersi sebagai molekul yang sangat kecil. Disebabkan ketidakstabilannya, koloid hidrofobik dapat tersuspensi sebagai partikel individu dalam jangka waktu yang cukup lama. Partikel-partikel tersebut dapat bergabung satu sama lain sehingga membentuk agregat. Agregasi partikel dapat dikenal juga sebagai koagulasi dan flokulasi. Gabungan partikel dapat terdiri dari ukuran partikel yang bermacam-macam dan konsentrasi yang berbeda-beda pula. Penggabungan partikel merupakan akibat lanjutan dari tumbukan antar partikel, dimana laju tumbukan sebanding dengan konsentrasi dari dua partikel yang saling bertumbukan (Gregory 2006). Stabilitas fisik suspensi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada
33
kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking (Nandar 2009). Tabel 7. Hasil pengamatan stabilitas suspensi secara visual 1 2 Sampel 4°C 28 °C 4°C 28 °C 4°C
3 28 °C
Kontrol
+
+
+
+
+
+
A1B1
+
+
+
+
+
+
A1B2
-
-
+
+
+
+
A1B3
-
-
+
+
+
+
A2B1
-
-
+
+
+
+
A2B2
-
-
-
-
+
+
A2B3
-
-
-
-
+
+
A3B1
-
-
-
-
+
+
A3B2
-
-
-
-
-
-
A3B3
-
-
-
-
-
-
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Berdasarkan uji stabilitas ini, sari kacang hijau dapat digolongkan menjadi suspensi sistem flokulasi yaitu partikel terflokulasi terikat lemah,cepat mengendap, dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. Sifat dari sistem flokulasi yaitu partikel merupakan agregat yang bebas, sedimentasi terjadi cepat, sedimen terbentuk cepat, sedimen tidak membentuk cake yang keras dan mudah terdispersi kembali seperti semula, wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata (Nandar 2009). Suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikelbenar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus halusdan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok endapan harus cepat terdispersikembali (Priyambodo 2007).Dengan dilakukannya proses sonikasi dan ditambahkan bahan penstabil CMC, maka minuman sari kacang hijau yang dihasilkan cukup stabil dengan tidak mengurangi kandungan gizinya. Sampel terbaik dari uji stabilitas ini adalah A3B3 (60 menit : 40%).
34
4.2.3. Uji Ukuran Partikel Uji ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel sari kacang hijau yang dihasilkan dari proses sonikasi. Menggunakan dua cara yaitu pengujian dengan mikroskop digital pada semua sampel dan uji PSA (Particle Size Analyzer) pada sampel yang stabilitasnya paling baik dengan kontrol sebagai pembandinganya. Mikroskop adalah suatu alat yang dapat memperbesar benda hingga ribuan kali. Sebuah mikroskop digital terdiri dari mikroskop biasa dengan kamera digital yang dibangun ke dalamnya. Gambar yang terlihat melalui mikroskop digital dapat diproyeksikan ke monitor komputer dan disimpan pada file komputer. Perbedaan utama antara mikroskop optik dan mikroskop digital adalah pembesarannya. Mikroskop perbesaran optik dilakukan dengan mengalikan perbesaran lensa oleh pembesaran lensa mata. Karena mikroskop digital tidak memiliki sebuah lensa mata, pembesaran tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode ini. Sebaliknya untuk perbesaran mikroskop digital dilakukan dengan berapa kali lebih besar sampel adalah direproduksi pada monitor. Oleh karena itu, pembesaran akan tergantung pada ukuran monitor (Sativa 2011). Berdasarkan uji mikroskop terlihat jelas bahwa sampel kontrol (yang tidak diberi perlakuan) ukuran partikelnya masih sangat besar dan berkelompok. Setelah dilakukan proses sonikasi, partikel mulai terpecah menjadi bagian yang lebih kecil dan homogen, namun untuk sonikasi dengan waktu 20 menit meskipun partikel sudah mulai terpecah oleh gelombang ultrasonik tetapi masih ada beberapa partikel yang ukurannya cukup besar. Begitu pula dengan waktu sonikasi 40 menit, tapi terlihat semakin lama waktu sonikasi dan semakin besar amplitudo gelombang ultrasonik yang digunakan, maka ukuran partikel akan semakin kecil dan homogen, hal ini ditunjukkan dengan seragamnya gambar yang didapat dari uji mikroskop yaitu pada Lampiran 9. Tabel 8. Hasil uji ukuran partikel Sampel Ukuran Partikel Kontrol
88.9-241.2 µm
A1B1
3.2-85.8 µm
A1B2
1.8-47.3 µm
A1B3
1.8-40.8 µm
A2B1
2.2-34.0 µm
A2B2
3.2-16.2 µm
A2B3
2.2-11.7 µm
A3B1
2.7-10.5 µm
A3B2
2.2-7.6 µm
A3B3
0.5-0.8 µm
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
35
Uji PSA atau analisis ukuran partikel digunakan untuk menggambarkan distribusi ukuran partikel dalam sampel. Analisis ukuran partikel dapat diterapkan untuk bahan padat, suspensi, emulsi, bahkan aerosol. Ada banyak metode yang dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel suatu larutan. Pengujian PSA ini menggunakan prinsip difraksi laser, dimana ketika sinar cahaya (laser) tersebar oleh sekelompok partikel, sudut hamburan cahaya berbanding terbalik dengan ukuran partikel (misal ukuran partikel yang lebih kecil, semakin besar sudut hamburan cahaya). Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisis gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submikron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi (menggumpal) yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi. Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Lusi 2011). Sampel yang diuji merupakan sampel terbaik dari hasil uji stabilitas dan uji mikroskop yaitu sampel dengan perlakuan A3B3 (60 menit:40%) dan kontrol sebagai pembanding. Berdasarkan hasil pengujian (Lampiran 10), diperoleh ukuran partikel sari kacang hijau berkisar dari 500-800 nm sedangkan kontrol berkisar 1300-6000 nm karena alat yang digunakan hanya bisa membaca dari 0.6-7000 nm. Padahal, berdasarkan uji mikroskop partikel sari kacang hijau kontrol bisa mencapai 340 mikron atau setara dengan 240.000 nm. Dengan demikian perlakuan sonikasi selama 60 menit dengan amplitudo gelombang ultrasonik sebesar 40% cukup efektif untuk mengecilkan ukuran partikel dari rata-rata 240 mikron menjadi 500-600nanometersehingga dapat meningkatkan stabilitas suspensi sari kacang hijau.
4.2.4. Uji Organoleptik Uji organoleptik adalah disiplin ilmu yang menganalisa dan mengukur respon indera manusia terhadap komposisi produk yang dapat digunakan sebagai alat pengukuran daya terima terhadap produk (Susiwi 2009). Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang sangat sensitif. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen. Panelis yang dipilih dalam uji ini adalah panelis agak terlatih yang berjumlah 20 orang. Menurut Soekarto (1985), panelis yang termasuk kedalam panelis agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Penilaian panelis meliputi kesukaan terhadap warna, aroma, dan rasa dari minuman sari kacang hijau. Pada penelitian ini uji organoleptik lebih difokuskan kepada penerimaan suatu produk. Uji penerimaan bersifat lebih subjektif, oleh karena itu beberapa panelis yang memiliki kecenderungan ekstrim (sangat suka atau sangat tidak suka terhadap suatu produk) tidak dapat digunakan pada uji penerimaan. Uji penerimaan dapat dilakukan dengan menggunakan panelis yang agak terlatih. Contoh pembanding atau contoh baku tidak digunakan pada uji penerimaan. Tanggapan harus diberikan segera dan secara spontan, bahkan tanggapan yang sudah diberikan tidak boleh ditarik kembali meskipun kemudian timbul keraguan. Tanggapan kesukaan yang dihasilkan bersifat sangat pribadi, sehingga kesan seseorang tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan dari suatu produk (Lawless dan Heymann 1999).
36
1.
Respon Panelis terhadap Warna
Skor Penerimaan Warna
Warna minuman sari kacang hijau yang dihasilkan dari penelitian ini umumnya hijau kekuningan. Hasil uji hedonik terhadap warna minuman sari kacang hijau menunjukkan skor penerimaan 4.60-5.45, hal ini membuktikan bahwa panelis menyukai warna minuman sari kacang hijau. Nilai skor penerimaan tertinggi dihasilkan dari perlakuan A2B2 (40 menit:30%), sedangkan skor terendah dihasilkan dari perlakuan A3B2 (60 menit:30%). 6
5.2
5.3
5.35
5
5.4
5.45
5.4 4.7
4.6
4.85
5
4 3 2 1 0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kontrol Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 17. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap warna minuman sari kacang hijau Warna adalah faktor pertama yang dinilai konsumen ketika membeli bahan pangan, meskipun penentuan bahan makanan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizinya (Winarno 2002). Skor penerimaan panelis terhadap warna sari kacang hijau yang disonikasi dengan berbagai variasi waktu dan amplitudo gelombang ultrasonik diperlihatkan pada Gambar 17. Hasil analisis ragam uji hedonik dengan tingkat kepercayaan 99% menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna produk minuman sari kacang hijau sehingga dilakukan uji Duncan. Pada Lampiran 14 terdapat sembilan sampel yang memiliki rataan tertinggi dan berbeda nyata antar satu sampel dengan sampel lainnya hanya sampel A2B3 (40 menit : 40%) dan A2B2 (40 menit : 30%) yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
2.
Respon Panelis terhadap Rasa
Citarasa bahan makanan terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Pada umumnya panelis menyukai karena rasa manisnya sari kacang hijau. Gambar 18 memperlihatkan bahwa skor penerimaan panelis terhadap rasa sari kacang hijau perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kontrol. Dilihat dari histogram, rasa yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan A2B1 dengan skor 5.3 dan perlakuan yang paling banyak tidak
37
disukai adalah perlakuan A3B1 dengan skor 3.1. Hasil analisis ragam uji hedonik dengan tingkat kepercayaan 99% menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berbeda nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa produk minuman sari kacang hijau sehingga dilakukan uji Duncan. Pada Lampiran 16 terdapat delapan sampel yang memiliki rataan tertinggi dan berbeda nyata antar satu sampel dengan sampel lainnya hanya sampel A3B1(60 menit : 20%) dan kontrol serta A2B3 (40 menit : 40%) dan A2B1 (40 menit : 20%) yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
Skor Penerimaan Rasa
6
5.05
4.95
5.05
5.3
5
5.2 4.6
5
4.05 3.55
4
3.75
3 2 1 0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kontrol Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 18. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap rasa minuman sari kacang hijau
3.
Respon Panelis terhadap Aroma
Aroma atau bau makanan sering menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Aroma baru dapat dikenali apabila berbentuk uap dan molekul-molekul komponen aroma tersebut harus sampai menyentuh silika sel ofaktori. Pada umumnya aroma atau bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2002). Walaupun semua sampel yang diujikan berasal dari bahan yang sama (sehingga memiliki aroma yang sama), namun hasil skor rata-rata penerimaan yang diperoleh masing-masing sampel bervariasi dan terbukti berbeda nyata. Karena tingkat kepekaan setiap panelis berbeda-beda, sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa tingkat kepekaan diperoleh dari pembawaan lahir (bakat), juga latihan dan pengalaman yang lama (Soekarto 1985). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan waktu sonikasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma minuman sari kacang hijau. Sampel yang memiliki skor penerimaan rata-rata yang paling tinggi terhadap atribut aroma adalah sampel dengan perlakuan A2B1 (40menit:20%) sebesar 5.75, sedangkan skor terendah terdapat pada perlakuan A3B2 (60 menit : 30%) sebesar 3.1. Skor
38
penerimaan panelis terhadap aroma minuman sari kacang hijau yang disonikasi dengan berbagai variasi waktu dan amplitudo gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 19.
Skor Penerimaan
6
5.25
5.15
5.25
5.75
5.65
5.5
5
3.95
4
3.3
3.1
3.3
3 2 1 0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kontrol Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 19. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap aroma minuman sari kacang hijau Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa panelis dominan menyukai aroma dari sari kacang hijau, namun ada beberapa sampel yang tidak disukai. Hasil analisis ragam uji hedonik dengan tingkat kepercayaan 99%menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berbeda nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma produk minuman sari kacang hijau sehingga dilakukan uji Duncan. Berdasarkan perhitungan terdapat delapansampel yang memiliki rataan tertinggi dan berbeda nyata antar satu sampel dengan sampel lainnya hanya sampel A3B1(60 menit:20%) dan A3B3 (60 menit:40%) serta A2B2 (40 menit:40%) dan A2B1 (40 menit:20%) yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata bisa dilihat pada Lampiran 18.Gambar 19 memperlihatkan bahwa skor penerimaan panelis terhadap aroma sari kacang hijau perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kontrol. Sampel terbaik berdasarkan uji organoleptik adalah A2B1 (40 menit : 20%) karena dari ketiga parameter uji organoleptik memiliki skor yang paling tinggi dibandingkan denggan sampel lainnya.
39