29
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Geografi Kelurahan Srengseng Sawah merupakan salahsatu dari 6 (enam) kelurahan
di Wilayah Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan yang dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986. Luas wilayah seluruhnya 674,70 Ha, berbatasan dengan Kelurahan Lenteng Agung dan Kelurahan Jagakarsa sebelah utara, sebelah timur dengan Kali Ciliwung, sebelah selatan dengan Kota Depok, serta sebelah barat dengan Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan Cipedak. Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, meliputi Rukun Warga (RW) 06, 07, dan 08. Mempunyai luas 289 hektar, dengan batas fisik, sebelah utara dengan jalan Mochamad Kahfi sampai dengan jalan Desa Putra, sebelah timur dengan jalan Desa Putra, jalan Pratama, Jalan Wika serta jalan Mangga Bolong Timur dan jalan lapangan Merah, sebelah selatan dengan jalan Desa Putra, Jalan Pratama, jalan Wika, jalan Mangga Bolong Timur, dan jalan lapangan Merah,
serta
sebelah barat dengan jalan Mochamad Kahfi. Sedangkan Komplek Yon Zikon dan komplek Yayasan Desa Putra tidak termasuk dalam kawasan PBBSB. Kondisi geoklimat wilayah dicirikan oleh topografi yang semuanya dataran rendah, dengan suhu udara rata-rata 27 sampai 30 derajat Celsius, ketinggian kurang lebih 50 m di atas permukaan laut (dpl), dan curah hujan tahunan berkisar antara 2000 - 2500 mm. Penduduk. Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan terdiri atas 19 RW (Rukun Warga) dan 156 RT (Rukun Tetangga). Jumlah penduduk pada akhir tahun 2005 sebanyak 46.939 jiwa, terdiri atas 24.438 jiwa pria (52,06%) dan 22.501 jiwa perempuan (47,94%). Kepadatan ratarata penduduk di Kelurahan ini adalah 6.944 jiwa per Km persegi.
30
Mayoritas penduduk di Kelurahan Srengseng Sawah adalah orang Betawi, walaupun sudah banyak penghuni berasal dari luar DKI Jakarta. Jumlah penduduk ditiap RW dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk di Tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah No.
WNI
RW LK
PR
JML
1.
01
1,667
1,696
3,363
2.
02
2,033
1,978
4,011
3.
03
1,965
1,796
3,761
4.
04
943
717
1,660
5.
05
1,942
1,641
3,583
6.
06
1,959
1,765
3,724
7.
07
1,963
1,843
3,806
8.
08
2,295
2,188
4,483
9.
09
3,010
2,674
5,684
10.
10
563
499
1,062
11.
11
637
612
1,249
12.
12
640
670
1,310
13.
13
694
656
1,350
14.
14
669
687
1,356
15.
15
844
867
1,711
16.
16
1,262
1,161
2,423
17.
17
452
402
854
18.
18
404
404
808
19.
19
497
243
740
Jumlah
24,438
22,501
46,939
Sumber: Kelurahan Srengseng Sawah, 2005
Sebagian besar penduduk Kelurahan Srengseng Sawah adalah masyarakat Betawi, sehingga adat-istiadat yang berlaku adalah Budaya Betawi, dan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Namun demikian, kerukunan antar-umat beragama sudah berjalan dengan baik sehingga kehidupan bermasyarakat antara pemeluk agama satu dengan yang lain saling menghormati. Jalan dan Transportasi Arus urbanisasi penduduk telah meningkat diakibatkan pertumbuhan lalu lintas yang semakin cepat. Tingkat pertumbuhan lalu lintas tersebut telah menimbulkan kemacetan di beberapa ruas jalan.
31
Pintu gerbang Situ Babakan yang saat ini merupakan pintu keluar masuk menuju lokasi Situ Babakan yang akan dijadikan wisata air, wisata budaya dan wisata agro terlalu sempit apabila dilalui oleh bus-bus pariwisata.. Dengan kondisi sarana transportasi yang
masih minim tersebut maka akan terjadi
kesulitan bagi bus-bus wisata dengan ukuran cukup besar untuk dapat masuk ke lokasi Situ Babakan. Pendapatan Daerah Sumber pendapatan di kelurahan Srengseng Sawah saat ini adalah berasal dari penerimaan anggaran rutin, bantuan dari Pemerintah Pusat, bantuan dari Pemerintah Daerah Tingkat I, serta dari swadaya masyarakat yang berbentuk swadaya murni dan swadaya gabungan. Kemudian ada pula dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta pungutan retribusi-retribusi.
Sarana dan Prasarana Wisata Wisata Air Lokasi Situ Babakan sebagai kegiatan wisata air terlihat dari bebek air yang saat ini berjumlah sepuluh buah dan dikelola oleh swasta. Bebek air merupakan salah satu daya tarik pengunjung anak-anak maupun orang dewasa, dengan bayaran Rp 6,000 selama setengah jam pengunjung dapat mengelilingi Situ Babakan. Selain itu kegiatan yang paling banyak diminati pengunjung adalah kegiatan memancing. Sarana untuk tempat tinggal wisatawan yang dikelola secara komersial belum terlihat, kecuali Wisma Betawi yang dibangun sebagai rumah contoh untuk tempat beristirahat bagi para pengunjung atau wisatawan. Wisata Budaya Wisata budaya selain difasilitasi oleh ketersediaan rumah Betawi sebagai tempat beristirahat turis/wisatawan juga terlihat dari adanya kesenian budaya Betawi seperti orkes melayu, orkes keroncong, dan gambang kromong masingmasing sebanyak dua perangkat dan qasidah ada 10 kelompok. Selain itu, juga disediakan panggung terbuka tempat pementasan kesenian Betawi berlangsung. Panggung terbuka ini difasilitasi untuk kegiatan kesenian Betawi dan siapa saja diperbolehkan menggunakan panggung ini dengan terlebih dahulu meminta izin
32
kepada petugas (pengelola) Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan (PBBSB) agar jadwal pementasan bisa diatur. Wisata Agro Kegiatan wisata agro, sudah mulai digalakkan dengan melakukan penanaman tanaman
buah dan tanaman hias yang tergolong sudah langka,
misalnya kuping gajah, palem, soka. Masyarakat sekitar lebih banyak menanam tanaman buah yaitu belimbing, jambu biji, dan rambutan. Tanaman langka yang dikembangkan di Situ Babakan antara lain: Buni, Lobi-lobi, Matoa, Nona, dan lain-lain. Tanaman-tanaman langka tersebut sebagian adalah jenis-jenis tanaman lokal yang diharapkan cocok untuk daerah setempat. Ada juga tanaman obat keluarga (TOGA) yang dikembangkan di lokasi Situ Babakan antara lain adalah: Jahe, kencur, mengkudu, dan lain sebagainya. Pelestarian danPengembangan Budaya Betawi Pada tanggal 10 Maret 2005 DPRD DKI Jakarta telah menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi menjadi Peraturan daerah. Di dalam Perda tersebut ditetapkan bahwa budaya Betawi yang dilestarikan dan dikembangkan adalah budaya Betawi yang berkarakter religius, yaitu Islami. Kondisi dan masalah di bidang budaya adalah belum optimalnya pengembangan kesenian dan kebudayaan, serta masih kurangnya pemahaman dan penghargaan masyarakat terhadap nilai-nilai dan tinggalan sejarah dan budaya maupun kepada para pelaku budaya yang mempunyai andil dalam upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan. Dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang sangat beragam diperlukan sentuhan kebijakan dan tindaklanjut untuk mendukung perbaikan infrastruktur sosial budaya yang telah dimiliki. Infrastruktur sosial ini sangat luas karena menyangkut aspek kesejahteraan dan partisipasi aktif masyarakat. Selama ini, pembangunan sosial dan budaya masyarakat di Situ Babakan diarahkan pada pembentukan partisipasi aktif masyarakat, rukun, peduli, mandiri, dan demokratis. Namun demikian, masyarakat
Betawi
belum
memiliki
wadah
khusus
sebagai
tempat
mengapresiasikan karya seni budayanya. Mereka belum dapat untuk setiap saat menyaksikan pertunjukkan kebudayaan dan mendapatkan merchandise khas
33
Betawi, kecuali hanya pada event-event tertentu. Beberapa kebudayaan Betawi yang dapat menjadi kontributor bagi pasar kepariwisataan Jakarta seperti berikut: -
seni musik tradisional (gambang kromong, tanjidor, topeng, rebana, ketimpring,
rebana biang, dan lain-lain,
-
seni tari. (tari topeng, pecak, jali-jali),
-
seni pertunjukan/teater (lenong, ondel-ondel, upacara adat perkawinan, dan lain-lain,
-
seni tradisi islami (sholawatan, ratib, maulid, rajab, nujuh bulan, akekah, dan lain-lain,
-
seni permainan tradisional (tok kadal, petak umpet, galasin, ungkreb, dan lain-lain), dan
-
seni artistik bangunan (ornamen atap menggunakan gigi balang).
Karakteristik Responden Responden dalam studi ini terdiri dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan yang bertempat tinggal di kawasan PBBSB yaitu RW 06, RW 07, dan RW 08. Mereka dipilih sebagai responden karena umumnya mereka terlibat dan mengetahui Budaya Betawi. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 89 persen responden bertempat tinggal di RW 07 dan RW 08 yang jaraknya kurang dari satu kilometer, dan hanya 11 persen responden yang bertempat tinggal di atas satu kilometer dari PBBSB Karakteristik individu responden yang diteliti dalam studi ini adalah usia, pendidikan formal, pendidikan nonformal, pekerjaan (utama dan tambahan), dan pendapatan. Untuk mengetahui kategori responden dari masing-masing indikator dilakukan teknik analisis deskriptif, dan hasilnya dapat dilihat dalam bahasan berikut ini. Usia responden Sebaran usia responden dalam penelitian ini secara keseluruhan berada pada kisaran antara 23-70 tahun, yang terdiri dari empat kelompok usia yaitu usia muda, dewasa, tua, dan sangat tua. Sebaran usia secara keseluruhan menunjukkan bahwa mayoritas responden masuk dalam kategori usia dewasa (35-46 tahun)
yaitu 36 persen, muda
(23–34 tahun) 31 persen, tua (47–58
34
tahun)
28 persen,
dan sangat tua (59-70 tahun) 5,0 persen. Rataan usia
responden menunjukkan angka 41,3 tahun yang berarti masuk pada kategori dewasa. Usia responden dengan kategori dewasa, menunjukkan bahwa responden dalam kategori usia produktif. Dalam mengembangkan perkampungan budaya Betawi Situ Babakan diperlukan sumberdaya manusia yang potensial, berpengalaman sehingga dapat diharapkan mampu bertindak menjadi pemacu dan penggerak kesadaran masyarakat dalam mengembangkan perkampungan budaya Betawi Situ Babakan, sesuai dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No 3 Tahun 2005. Pendidikan Responden. Pendidikan responden dilihat dari pendidikan formal dan nonformal yang diikuti oleh tiap responden. Pendidikan formal responden terdiri atas empat kelompok, yakni tamat SD, tamat SLTP, tamat SMU, dan tamat Perguruan Tinggi/Diploma. Sedangkan pendidikan nonformal dilihat dari frekwensi mereka mengikuti pelatihan dalam satu tahun dan digolongkan atas kategori rendah (1- 2 kali), sedang (3 – 4 kali), dan tinggi (= 5 kali). Tingkat pendidikan formal responden termasuk relatif tinggi, karena terdapat 39 persen lulusan perguruan tinggi/diploma, 37 persen berpendidikan sekolah menengah umum (SMU), 10 persen berpendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), dan 14 persen berpendidikan sekolah dasar (SD). Dengan demikian masyarakat di sekitar Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan dapat diperkirakan memiliki peluang yang cukup besar untuk berkemampuan menyerap inovasi baru seperti PBBSB dan melakukan penilaian terhadap kondisi serta situasi yang berkembang di Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan dimana mereka bertempat tinggal. Tingkat pendidikan nonformal responden dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan diukur dari banyaknya pelatihan yang pernah diikuti. Semakin banyak mengikuti pelatihan maka dianggap semakin tinggi pendidikan nonformalnya. Tidak ada satupun responden yang memiliki pendidikan nonformal yang tergolong pada kategori tinggi, yaitu lebih dari lima kali dalam satu tahun. Sebanyak 15 persen memiliki pendidikan nonformal yaitu telah mengikuti pelatihan empat kali yang berarti masuk pada
35
kategori pendidikan nonformal sedang. Sebanyak 30 persen telah mengikuti pelatihan dua kali dan tergolong pada kategori pendidikan nonformal rendah. Faktor yang menyebabkan rendahnya frekwensi responden dalam mengikuti pelatihan, karena selama ini yang melakukan kegiatan pelatihan hanya dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI jakarta serta dari Dinas Pertanian. Sedangkan Dinas-dinas yang lain belum pernah mengadakan pelatihan. Hal ini dapat dimaklumi karena masing-masing Dinas mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Dengan demikian, rendahnya pengalaman responden dalam mengikuti pelatihan bukanlah disebabkan oleh ketidakpedulian responden akan tetapi lebih banyak disebabkan oleh faktor teknis, yaitu kurangnya pelatihan keteknisan yang melibatkan mereka. Pekerjaan Responden Pekerjaan responden dibagi atas dua bagian, yaitu pekerjaan utama dan tambahan: Pekerjaan utama responden adalah sebagai pekerja di sektor swasta (40%), pegawai negeri sipil (34%), dan di sektor pertanian (26%). Matapencaharian terbesar responden sebagai pegawai swasta dan pegawai negeri sipil dimungkinkan karena sebagian besar responden berpendidikan S1. Responden yang bekerja sebagai petani darat (lahan kering), umumnya adalah dari golongan generasi tua. Selain pekerjaan utama sebagai sumber pendapatan keluarga, sebanyak 39 persen responden memiliki pekerjaan tambahan. Dan sebanyak 27 persen responden bekerja sebagai pembudidaya perikanan dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Terdapat sekitar 125 KJA yang diusahakan oleh penduduk Situ Babakan untuk budidaya ikan mas, nila, dan ikan hias sebagai tambahan pendapatan mereka. Pendapatan Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan responden yang bersumber dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan. Pendapatan responden dikategorikan dalam empat kelompok yaitu pendapatan rendah (Rp1.000,000 – Rp1.500,000/bulan), sedang (Rp1.500,000 – Rp 2.000,000/bulan), tinggi (Rp2.000,000–Rp2.500,000/bulan), sangat tinggi ( > Rp2.500,000/bulan)
Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 59 persen
36
responden berada pada kategori rendah, 21 persen pada kategori tinggi, 11 persen pada kategori sangat tinggi dan 9 persen tergolong pada kategori sedang. Data tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki status ekonomi yang relatif rendah untuk hidup di daerah Jakarta. Rendahnya pendapatan responden antara lain adalah karena mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri, umumnya termasuk pada golongan II a sampai III a, dan atau bekerja sebagai staf. Sedangkan mereka yang bekerja di sektor swasta umumnya hanyalah berstatus sebagai karyawan. Responden yang pendapatannya berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi, bekerja di BUMN, dan umumnya mereka mempunyai penghasilan tambahan dari budidaya ikan dengan mengusahakan keramba jaring apung (KJA).
Aktivitas Komunikasi Aktivitas komunikasi adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh responden
baik dalam menerima informasi maupun dalam menyampaikan
informasi. Penelitian ini mengamati tiga variabel aktivitas komunikasi yang dilakukan responden, yaitu keterdedahan pada media massa (media cetak dan media elektronik), keterdedahan pada saluran interpersonal, dan partisipasi sosial. 1. Keterdedahan Pada Media Massa Tingkat keterdedahan yang diteliti adalah frekuensi, lama dan banyaknya responden membaca koran, majalah, brosur, mendengarkan radio, dan menonton TV yang diukur dalam jam perminggu. a. Keterdedahan terhadap media cetak (Koran dan Majalah) Hasil analisis data keterdedahan responden terhadap media cetak menunjukkan bahwa dari seluruh responden yang diteliti yakni 100 orang, maka sebanyak 75 orang (75%) menyatakan membaca koran dalam satu minggu terakhir, sebanyak 11 orang (11%) membaca majalah dalam satu minggu terakhir dan 14 orang lainnya (14%) tidak membaca media cetak. Sebanyak empat orang (5,33%) menyatakan membaca koran tujuh kali per minggu, 35 orang (46,67%) membaca koran antara satu sampai dua kali per minggu, 26 orang (34,67%) membaca tiga sampai empat kali per minggu, dan 10 orang (13,33%) lainnya membaca koran antara lima sampai enam kali per minggu. Sedang responden
37
yang membaca majalah antara satu sampai dua kali per minggu sebanyak 11 orang (11%). Rendahnya minat membaca responden disebabkan karena
kesibukan
responden, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dimanfaatkan untuk beristirahat sambil mendengar radio atau menonton televisi. Sedang waktu membaca yang disenangi responden adalah pada pagi hari sebanyak 41 persen, sore hari 16 persen, siang hari 11 persen, dan pada malam hari sebesar 18 persen. Responden yang membeli koran sebanyak 58 persen, pinjam dari kantor 12 persen, dan pinjam dari tetangga sebanyak lima persen. Sebanyak 75 orang dari 100 orang responden yang selalu membaca koran menunjukkan bahwa jenis koran Pos Kota menempati urutan pertama terbanyak yang dibaca oleh sebanyak 22 orang (29,33%), disusul Kompas 20 orang (26,67%), Republika 16 orang (21,33%), Media Indonesia delapan orang (10,67%), Merdeka tujuh orang (9,33%), Suara Jagakarsa satu orang (1,33%), dan koran Indo Pos satu orang (1,33%). Pos Kota merupakan media yang banyak dibaca responden karena beritanya lebih mudah dimengerti dan menarik, bahasa yang digunakan adalah bahasa sederhana, dan harganya murah. Sedangkan Kompas dan Republika, beritanya lebih tajam, membuat pembaca lebih berpikir dan harganya juga lebih mahal. Sebanyak 24 orang (32%) dari 75 orang responden mengaku pernah membaca informasi tentang Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan dari media cetak dan 51 orang (68%) tidak pernah membaca tentang Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Kurangnya promosi dan kurangnya berita mengenai PBBSB, membuat objek wisata ini tidak banyak dikenal orang sehingga perkembangannya sangat lambat. Media yang pernah memuat tentang PBBSB adalah Kompas dan dibaca oleh 10 orang (13,33%), Pos Kota dibaca oleh tujuh orang (9,33%), Republika oleh empat orang (5,33%), Suara Jagakarsa, koran Merdeka dan Indo Pos masing-masing dibaca oleh satu orang (1,33%). Keterdedahan media massa cetak lainnya seperti majalah, relatif rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari semua responden yang diteliti, yang membaca majalah selama seminggu, relatif sedikit yaitu sebanyak 11 orang (11%). Kemudian, dari jumlah tersebut yang menyatakan membaca majalah
38
antara satu sampai dua kali per minggu adalah yang paling banyak, yaitu sembilan orang (81,82%), diikuti oleh responden yang membaca majalah antara tiga sampai empat kali per minggu sebanyak dua orang (18,18%). Intensitas keterdedahan media ini berkisar antara nol sampai tujuh jam per minggu. Jenis majalah yang paling disukai responden adalah Hidayah sebanyak tujuh orang (63,64%), Trubus dua orang (18,18%), dan Tempo sebanyak dua orang (18,18%). Responden yang membeli majalah sebanyak sembilan orang (81,81%), dan pinjam dari tetangga sebanyak dua orang (18,18%). b. Keterdedahan terhadap media elektronik Radio Analisis data lebih lanjut menunjukkan bahwa dari jumlah 100 orang responden, ternyata sebanyak 63 orang (63%) mendengarkan siaran radio antara satu sampai dua jam per hari, kemudian 23 orang (23%) mendengarkan radio kurang dari satu jam/hari, dan sebanyak 14 orang (14%) tidak pernah mendengarkan siaran radio. Responden yang tidak mendengarkan siaran radio karena persoalan rutinitas kerja sehingga tidak punya waktu untuk mendengar radio. Namun ada juga responden yang memang tidak mempunyai radio. Sebanyak 86 orang (86%) responden yang mengaku mendengarkan siaran radio dan menurut stasiun radio yang paling banyak diminati maka sebanyak 48 orang (55,81%) mendengarkan Bens Radio, Elsinta sebanyak 14 orang (16,28%), Radio Republik Indonesia (RRI) sebesar 11 orang (12,79%), Ria FM didengar oleh tujuh orang (8,14%), Radio Kayu Manis (RKM) oleh empat orang (4,66%), Radio Asyafiiyah oleh satu orang (1,16%), dan Radio SP FM didengar oleh satu orang (1,16%). Banyaknya minat masyarakat untuk mendengarkan siaran Bens Radio karena saluran tersebut lebih banyak menyiarkan acara yang bernuansa Betawi dimana salahsatu acaranya adalah tentang Budaya Betawi dengan aksen Betawi. Radio ini kepunyaan orang Betawi asli yakni milik Bapak Benyamin Sueb. Setelah beliau tiada, radio ini dikelola oleh anaknya Biem Benyamin yang memang merupakan
salahsatu penggagas berdirinya Budaya Betawi di Situ
Babakan. Acara radio yang paling banyak didengar responden berturut-turut adalah Berita, hiburan, dan lagu yang masing-masing didengar oleh 29 orang (33,72%), 23 orang (26,74%), dan 18 orang (20,93%). Sedangkan acara budaya daerah, dan
39
kuliah subuh, masing-masing didengar oleh sembilan orang (10,47%), dan tujuh orang (8,14%). Hal tersebut memperlihatkan kenyataan bahwa media radio masih tetap dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan. Frekwensi (keseringan) mendengar siaran radio, satu sampai dua kali per minggu sebanyak 27 orang (31,40%), tiga sampai empat kali per minggu sebanyak 21 orang (24,42%), lima sampai enam kali per minggu 20 orang (23,25%), dan
tujuh kali per minggu sebanyak 18 orang (20,93%). Waktu
terbanyak yang digunakan oleh 39 orang responden (45,35%) untuk mendengarkan siaran radio adalah pada pagi hari yakni sebelum mereka mulai melakukan aktivitas kerja, kemudian 32 orang (37,21%) mendengar siaran radio pada malam hari, dan sebanyak 15 orang (17,44%) mendengarkan siaran radio pada siang hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, stasiun radio yang pernah menyiarkan acara tentang PBBSB sangat minim sekali, sehingga keberadaan PBBSB tidak banyak dikenal. Namun demikian Bens radio pernah menyiarkan acara Budaya Betawi, yang dinyatakan oleh sebanyak 21 orang (24,42%) responden yang pernah mendengar acara tersebut. Intisari dari acara itu adalah informasi sekitar Perkampungan Budaya Betawi, adat perkawinan dan pengembangan pelestarian kebudayaan, dan Betawi tempo dulu dan sekarang. Hanya satu orang (1,16%) dari responden yang mengaku pernah mendengarkan siaran tentang PBBSB di stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) dengan intisari siaran tersebut adalah tentang pengenalan budaya betawi. c.
Keterdedahan terhadap media Televisi (TV) Dibandingkan dengan radio, pemanfaatan TV sebagai media hiburan oleh
responden nampak lebih menonjol. Hal ini dapat diilustrasikan dari hasil lapangan, bahwa responden yang menonton TV sebanyak 100 orang (100%), sedangkan responden yang mendengar siaran radio sebanyak 86 orang (86%). Siaran berita dari TV ditonton oleh 98 orang (98%) responden, sedang berita dari radio didengarkan oleh 29 orang (33,72%). Untuk acara musik yang disiarkan dari TV ditonton oleh 46 persen,
berturut-turut film/sinetron, hiburan, dan
kebudayaan ditonton oleh 38 persen, 11 persen dan 5 persen. Hal tersebut memperlihatkan kenyataan bahwa media TV merupakan media informasi yang
40
penting bagi masyarakat. Namun, disamping itu media TV juga merupakan media hiburan, melalui acara-acara yang dikemas dalam berbagai bentuk, seperti musik dan film/sinetron. Frekwensi (keseringan) sebanyak
menonton TV setiap hari dalam seminggu
36 orang (36%), kemudian menyusul sebanyak 31 orang (31%)
menonton TV antara satu sampai dua kali setiap minggu, sebanyak 18 orang (18%) antara tiga sampai empat kali setiap minggu, dan terakhir 15 orang (15%) antara lima sampai enam kali setiap minggu. Sementara berdasarkan intensitas menonton TV, responden dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu: responden yang memiliki intensitas rendah atau menonton TV kurang dari 4.0 jam/minggu (56%), sedang (4.0–11.0 jam per minggu) sebanyak 27 persen responden, dan tinggi (lebih dari 11.0 jam per minggu) sebanyak 17 persen. Intensitas responden menonton TV sangat bervariasi berkisar dari yang terendah sebesar tiga koma lima jam per minggu hingga yang tertinggi 14 jam per minggu, dengan rata-rata sebesar delapan koma lima jam per minggu. Waktu yang paling banyak digunakan untuk menonton TV adalah malam hari yang ditonton oleh sebanyak 56 responden (56%), kemudian 29 orang pada sore hari (29%) , dan 15 orang pada pagi hari (15%). Hal ini mencerminkan bahwa responden memang memanfaatkan malam hari untuk istirahat sambil berkumpul dengan keluarga dan menikmati hiburan ataupun berita teraktual yang terjadi pada hari tersebut. Stasiun TV yang paling banyak diminati oleh responden berturut-turut adalah RCTI (27%), SCTV (20%), TPI (17%), Trans TV (14%), TVRI (12%), Metro TV (3%), ANTV ( 3%), Lativi (2%), dan Indosiar (2%). Banyaknya responden yang menikmati hiburan dari stasiun RCTI, dikarenakan RCTI merupakan stasiun TV swasta yang pertama di Indonesia dan sudah melekat dihati pemirsa.
Acara sinetron keagamaan yang setiap malam ditayangkan
merupakan siaran yang ditunggu-tunggu oleh responden penonton RCTI dan tentunya dengan tidak meninggalkan acara berita yang memang mereka minati juga. Responden yang pernah menonton acara tentang Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan adalah sebanyak 44 orang (44%), sedang 56 persen
41
menyatakan tidak pernah menonton tayangan tentang PBBSB. Penonton yang tidak pernah menonton tayangan tentang PBBSB, bukanlah karena tidak suka dengan tayangan tersebut, tetapi karena faktor jam tayang yang bersamaan dengan tayangan acara lain dari TV lain yang lebih menarik. RCTI merupakan stasiun TV yang sering menayangkan informasi tentang Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Sebanyak 17 orang (17%) menyatakan pernah menonton tayangan tentang PBBSB di RCTI yang dikemas dalam berita Nuansa Pagi di Situ Babakan, Prosesi Adat Betawi, Pembangunan dan Perkembangan PBBSB, dan lain sebagainya. Acara SCTV ditonton oleh sebanyak 10 orang (10%) dengan acara, pentingnya mempertahankan kesenian dan kebudayaan Betawi. Selanjutnya TVRI ditonton oleh enam orang (6%) berita yang disajikan adalah sejarah Betawi, pelestarian dan prosesi perkawinan adat
Betawi. Stasiun televisi Trans ditonton oleh lima orang (5%) yang
menyajikan acara mengenai ragam budaya Betawi, khitanan ala Betawi, dan perkenalan Situ Babakan. Sedangkan Metro TV ditonton oleh tiga orang (3%) dengan sajian acara, pentingnya mempertahankan Rumah Adat Betawi dan Masakan Betawi.
2. Keterdedahan Pada Saluran Interpersonal Keterdedahan pada saluran interpersonal yang diteliti dalam penelitian ini adalah kontak terhadap pembina Perkampungan Budaya Betawi, yang meliputi kontak dengan penyuluh, instansi terkait, pengelola PBBSB, tokoh masyarakat dan sesama anggota masyarakat. Sebanyak 48 orang responden (48%) menyatakan pernah melakukan kontak dengan pembina perkampungan Budaya Betawi, dan 52 orang (52%) mengatakan tidak pernah. Responden yang tidak pernah kontak dengan pembina PBBSB adalah mereka yang tidak terlibat dengan kegiatan yang ada di PBBSB dan mempunyai pekerjaan di luar PBBSB. Sedang sebanyak 48 persen yang mengatakan pernah kontak dengan pembina PBBSB, diantaranya adalah kontak dengan penyuluh sebanyak lima orang (5%), kemudian kontak dengan tokoh masyarakat (9%), kontak dengan pengelola PBBSB (23%), kontak dengan instansi terkait
(7%) dan kontak dengan sesama anggota masyarakat (4%).
42
Dari lima orang
yang melakukan kontak dengan penyuluh maka
sebanyak satu orang melakukan kontak satu sampai dua kali dalam sebulan dan empat orang melakukan kontak tiga sampai lima kali dalam sebulan. Rendahnya kontak dengan penyuluh dikarenakan kesibukan penyuluh sebagai aparat yang harus membina petani-petani yang berada di kecamatan Jagakarsa. Akibat aktivitas penyuluh yang tinggi membuat masyarakat yang akan bertemu dengan penyuluh tidak bisa setiap saat, padahal dalam pengembangan PBBSB peranserta penyuluh sangat diperlukan dalam memotivasi masyarakat untuk melestarikan Budaya Betawi. Responden yang melakukan kontak dengan tokoh masyarakat sebanyak sembilan orang (9%), lima orang melakukan kontak dengan tokoh masyarakat sebanyak satu sampai dua kali dalam sebulan, tiga orang melakukan kontak sebanyak tiga sampai lima kali dalam sebulan dan satu orang melakukan kontak sebanyak tujuh kali dalam sebulan. Adapun hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah tentang kebersihan. Kebersihan bukan milik pengelola PBBSB tetapi milik bersama dan untuk itu kesadaran dari masyarakat keseluruhan, termasuk pengunjung harus selalu lebih ditingkatkan. Keamanan selalu diperhatikan, agar pengunjung yang berada di PBBSB bisa lebih nyaman dan betah berkunjung sambil menikmati pemandangan indah yang diberikan oleh Situ Babakan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan PBBSB memang terkesan lambat, namun pasti. Hal ini telah tercermin dari lingkungan sekitar PBBSB yang kini sudah bernuansa Betawi. Kontak dengan pengelola PBBSB sebanyak 23 orang (23%), dimana 11 orang melakukan kontak sebanyak satu sampai dua kali dalam sebulan, sembilan orang melakukan kontak sebanyak tiga sampai lima kali dalam sebulan, dan tiga orang melakukan kontak sebanyak enam sampai delapan kali dalam sebulan. Dalam pertemuan tersebut seringkali yang dibicarakan adalah tentang kegiatan di PBBSB, kerja sama PBBSB dengan sanggar seni Betawi untuk acara pentas yang selalu diadakan setiap hari minggu dan hari libur, jadwal pentas budaya di lingkungan PBBSB, kemajuan dan pengembangan PBBSB dan kesenian Betawi serta perlombaan tari Betawi. Banyaknya responden yang melakukan kontak dengan pengelola PBBSB dikarenakan, petugas selalu berada dikantor pengelola
43
sehingga lebih mudah untuk dihubungi dan petugas dengan senang hati akan bercerita tentang keberadaan PBBSB. Terdapat tujuh orang responden yang melakukan kontak dengan instansi, seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Suku Dinas Pertanian Jakarta Selatan. Sebanyak tiga orang melakukan kontak antara satu sampai dua kali dalam sebulan, tiga orang melakukan kontak sebanyak tiga sampai lima kali dalam sebulan dan satu orang melakukan kontak sebanyak enam kali dalam sebulan. Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang pembuatan ”turap” di Situ Babakan sebagai upaya mempertahankan dan memajukan Budaya Betawi, dan upaya perbaikan serta produktivitas tanaman di lingkungan PBBSB. Responden yang melakukan kontak sesama anggota masyarakat tentang PBBSB sangat sedikit yakni empat orang (4%). Sebanyak tiga orang melakuka n kontak satu sampai dua kali dalam sebulan dan satu orang melakukan kontak tiga sampai lima kali dalam sebulan. Rendahnya kontak terhadap sesama anggota masyarakat, disebabkan karena responden menganggap apa yang diketahui oleh anggota masyarakat lainnya tentang PBBSB sama saja dengan apa yang sudah mereka ketahui tentang PBBSB.
3. Partisipasi Sosial Partisipasi sosial adalah interaksi dan keterlibatan responden dalam kegiatan sosial dan pertemuan-pertemuan lokal
yang meliputi kegiatan
pengajian, arisan, kerja bakti, dan ronda. Dari 100 orang responden yang diteliti, sebanyak 97 orang (97%) terlibat dalam kegiatan sosial, hanya tiga orang (3%) yang tidak terlibat dalam kegiatan sosial. Responden yang tidak terlibat dalam kegiatan sosial
karena umurnya sudah tua
sehingga tidak mampu untuk
melakukan kegiatan yang memerlukan tenaga fisik. Hasil analisis data tentang partisipasi sosial menunjukkan bahwa dari seluruh responden yang diteliti sebanyak 53 orang (54,64%) melakukan kegiatan pengajian yang dilakukan di masjid dengan frekwensi empat kali dalam sebulan, dan waktu yang digunakan untuk pengajian tersebut adalah tiga jam untuk satu kali pengajian. Hal ini sesuai dengan sifat religius orang Betawi, yang merupaka n
44
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri dan terbukti dari besarnya perhatian dan banyaknya responden yang mengikuti pengajian. Hal inilah yang menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyepakati bahwa budaya Betawi yang perlu dilestarikan dan dikembangkan di PBBSB adalah yang berkarakter religius Islami. Sebanyak 28 responden mengikuti kegiatan arisan. Kegiatan ini diikuti oleh bapak-bapak dan ibu-ibu. Pelaksanaannnya dilakukan dari rumah kerumah yang dilakukan setiap hari Senin setiap minggu, dengan lama mengikuti arisan dua jam. Pada saat melakukan arisan, pernah dibicarakan tentang PBBSB dengan inti pembicaraan adalah tentang kegiatan yang ada di PBBSB, kemajuan PBBSB, kebersihan dan keindahan lingkungan, kelanjutan program PBBSB, melestarikan kesenian dan kebudayaan Betawi. Responden yang melakukan kerja bakti di lingkungan masing-masing sebanyak 16 orang (16%). Kegiatan ini dilakukan setiap hari Minggu, dengan waktu
dua jam. Sewaktu melakukan kerja bakti ternyata responden masih
membicarakan tentang persoalan PBBSB, terutama tentang bagaimana menjaga kebersihan lingkungan dari pengunjung maupun pedagang yang berjualan di sekitar Situ Babakan, menjaga kebersihan Situ Babakan yang menjadi objek wisata air dan sebagainya. Hal lain yang juga penting bagi keamanan adalah ronda. Ronda dilakukan oleh tiga orang setiap malam, dan dilakukan secara bergiliran dari setiap warga yang tinggal di kawasan PBBSB dengan lama meronda setiap malam adalah lima jam. Terbukti dengan adanya ronda, lingkungan sekitar PBBSB lebih aman dari lingkungan lainnya.
Perilaku Masyarakat Perilaku masyarakat diukur berdasarkan tiga indikator yakni pengetahuan, sikap dan tindakan. Masing-masing indikator diukur dengan menggunakan skor pada setiap indikator. Skor dari masing-masing pertanyaan per indikator dijumlahkan sesuai dengan pertanyaan dalam bentuk kuesioner pada tiap responden, sehingga akan mudah diketahui bahwa pernyataan responde n
45
menunjukkan tingkat pemahaman pengetahuan yang dimilikinya dan apakah dengan pengetahuan tersebut dapat menguatkan sikap dan tindakan mereka. Perilaku masyarakat berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan dalam Mengembangkan Perkampungan Budaya betawi Situ Babakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perilaku masyarakat No 1
2
3
Perilaku Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Kategori
Jumlah Jiwa
(%)
Rendah
27
27
Sedang
31
31
Tinggi
42
42
Rendah
21
21
Sedang
45
45
Tinggi
34
34
Rendah
31
31
Sedang
26
26
Tinggi
43
43
a. Pengetahuan Tabel dua menunjukkan bahwa pengetahuan responden berada pada kategori tinggi sebesar 42 persen, kategori sedang 31 persen, dan tingkat kategori rendah 27 persen. Ukurannya adalah melalui pernyataan responden dalam bentuk pertanyaan yang berhubungan dengan Konsep Program Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan (PBBSB) yakni: 1) Tujuan diadakannya PBBSB, 2) Sasaran dari PBBSB, 3) Fungsi dari PBBSB, dan 4) Hak dan kewajiban sebagai penghuni PBBSB, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok jawaban, bila jawaban tepat diberikan skor tiga dan kurang tepat diberikan skor dua untuk jawaban yang tidak tahu diberi skor satu, selanjutnya dikategorikan pengetahuan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Dalam hal ini terlihat bahwa pengetahuan responden dapat dikatakan baik, karena cukup mengetahui dan memahami tentang konsep program PBBSB
46
b. Sikap Sikap responden diukur melalui peryataan dalam bentuk pertanyaan, dimana responden akan memilih salah satu alternatif jawaban. Pertanyaan yang disampaikan kepada responden berkaitan dengan Materi Program Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Jawaban setuju skor tiga, ragu-ragu skor dua dan jawaban kurang setuju skor satu. Kemudian dikategorikan menjadi sikap tinggi, sedang, dan rendah. Kategori responden berdasarkan sikap adalah sebagai berikut: kategori tinggi 34 persen, kategori sedang 45 persen, dan kategori rendah 21 persen. Sikap responden dalam hal ini dapat dikatakan sedang. Hal ini disebabkan karena responden masih ragu-ragu akan keberlangsungan PBBSB, karena yang mereka lihat selama ini adalah Pengembangan PBBSB yang relatif sangat lambat. c. Tindakan Data yang diperoleh tentang tindakan responden menunjukkan bahwa sebanyak 43 persen responden tergolong pada kategori tinggi, kategori sedang 26 persen, dan kategori rendah 31 persen. Ukurannya didasarkan pada pernyataan responden dalam bentuk sajian pertanyaan sebagai upaya yang telah dilakukan atau tidak dilakukan melalui pelaksanaan program Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan, apabila jawabannya adalah melakukan, skor tiga, kadang-kadang diberi skor dua, dan tidak melakukan diberi skor satu. Kemudian tindakan dikategorikan menjadi kategori tinggi, sedang, dan rendah. Dalam hal ini terlihat bahwa responden melaksanakan apa yang ditugaskan kepada mereka sebagai masyarakat yang bertempat tinggal dikawasan PBBSB, seperti setiap rumah harus bernuansa Betawi, menjaga kebersihan Situ Babakan sebagai objek wisata air, dan apabila diperlukan maka masyarakat (responden) yang memiliki jaring apung di Situ Babakan bersedia dipindahkan ke Situ Mangga Bolong. Hubungan Karakteristik Individu Dengan Perilaku Masyarakat Hasil uji antar variabel yang memiliki hubungan adalah yang memiliki nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05. Hasil pengujian statistik seperti terlihat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa karakteristik individu, yaitu pendidikan formal dan nonformal berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan tentang PBBSB, pendapatan dengan sikap berhubungan nyata, dan berhubungan
47
sangat nyata dengan tindakan. Sedangkan lokasi tempat tinggal berhubungan nyata dengan sikap dan berhubungan sangat nyata dengan tindakan. Tabel 4. Analisis korelasi karakteristik individu dengan perilaku masyarakat. Perilaku Karakteristik Individu
Pengetahuan
Sikap ?²
Tindakan
?²
Sig
Sig
?²
Sig
Umur
45,600
0,572
61,378
0,093
41,666
0,729
Pendidikan Formal
18,151
0,006
2,212
0,899
3,708
0,716
Pendidikan Nonformal
13,834
0,088
0,160
0,997
0,141
0,998
Pekerjaan Utama
2,873
0,579
3,375
0,497
2,473
0,649
Pekerjaan Tambahan
5,881
0,437
5,097
0,531
10,625
0,101
Pendapatan
4,581
0,599
15,032
0,020
18,749
0,005
Jenis Kelamin
4,746
0,093
3,756
0,153
0,196
0,907
Lokasi Tempat Tinggal
1,398
0,497
8,262
0,016
13,517
0,001
a. Usia Usia responden dalam mengembangkan PBBSB tidak berhubungan nyata dengan pengetahuan
masyarakat.
Artinya tinggi rendahnya usia
tidak
berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang PBBSB. Hal ini disebabkan karena responden sama-sama merasa bertanggungjawab terhadap perkembangan Budaya Betawi Situ Babakan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa semua responden (tua-muda) dan bahkan masyarakat yang bukan responden dari berbagai kategori usia ternyata memiliki tanggungjawab yang besar akan kelangsungan perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Usia responden tidak berhubungan dengan sikap karena sikap responden terhadap pengembangan PBBSB sangat bervariasi yakni ada yang beranggapan bahwa pengembangan Budaya Betawi Situ Babakan sebagai suatu objek dari salahsatu partai politik dan bahkan masih banyak dari mereka yang belum tahu tentang Budaya Betawi. Walau faktor usia tidak berhubungan dengan tindakan, namun semua responden sangat
mendukung dengan adanya PBBSB di
Kelurahan Srengseng Sawah. Hal ini terbukti dengan keikutsertaan responden dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan di dan oleh PBBSB.
48
b. Pendidikan formal, dan Pendidikan nonformal Pendidikan formal berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan. Berarti responden yang berpendidikan tinggi akan memiliki kemampuan lebih baik di dalam menyerap inovasi baru (seperti PBBSB) sehingga pengetahuannya akan lebih baik dibanding dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Pendidikan nonformal berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan responden tentang PBBSB karena pelatihan yang pernah mereka ikuti
cukup banyak
memberikan informasi tentang PBBSB sehingga pengetahuan mereka lebih baik. Pendidikan formal maupun pendidikan nonformal responden tidak berhubungan dengan sikap dan tindakan.. Kondisi tersebut dapat dipahami, karena responden yang berpendidikan tinggi memilih bekerja disektor formal, seperti pegawai negeri maupun pagawai swasta sehingga perhatian dan ketersediaan waktu mereka dalam mengembangkan PBBSB relatif kurang. Namun mereka tetap sangat mendukung adanya PBBSB di lingkungan mereka, yang dilihat dari partisipasi mereka untuk selalu berusaha menghadiri acara yang diadakan di PBBSB c. Pekerjaan Pekerjaan responden dalam mengembangkan PBBSB tidak berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan. Hal ini dapat dimengerti karena mayoritas responden bekerja sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, pedagang dan pertani. Demikian juga dengan pekerjaan tambahan responden yaitu mayoritas mempunyai Keramba Jaring Apung (KJA) di Situ Babakan. Karena alasan ini maka keterlibatan responden di PBBSB lebih banyak dilakukan pada hari libur atau sore hari setelah mereka pulang dari bekerja. Namun demikian sikap responden terhadap PBBSB tergolong sangat baik. Hal ini terlihat dari aktivitas mereka yang bertempat tinggal di PBBSB dan dahulunya hanya bekerja sebagai petani, sekarang mulai mendirikan warung-warung disekitar Situ Babakan. Dengan dibukanya PBBSB sebagai objek wisata, usaha warung mereka juga dapat menambah penghasilan keluarga. Sebagian besar (69,23%) responden memiliki keramba jaring apung di Situ Babakan. Namun mereka tetap patuh pada peraturan yang di tetapkan. Misal,
49
ketika Pemda DKI Jakarta melarang atau memindahkan keramba jaring apung yang ada di Situ Babakan, mereka akan mematuhinya dengan kesepakatan adanya tempat pengganti untuk usaha budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung yang mereka usahakan. d. Pendapatan Pendapatan
responden
tidak
berhubungan
dengan
pengetahuan.
Pendapatan responden yang relatif rendah untuk ukuran Jakarta, yakni Rp1.000,000 – Rp1.500,000 per bulan tidak memungkinkan bagi mereka untuk mendapatkan informasi tentang PBBSB secara maksimal, karena dengan penghasilan yang rendah, tidak mungkin bagi mereka untuk membeli koran. Tingkat pendapatan yang diperoleh responden belum memenuhi target, karena dengan pendapatan tersebut responden hanya dapat menggunakannya untuk kebutuhan keluarga yang cukup besar. Pendapatan responden berhubungan nyata dengan sikap dan berhubungan sangat nyata dengan tindakan. Hal ini disebabkan responden mempunyai sikap positif yaitu mau menerima berbagai inovasi baru didalam mengembangkan PBBSB. Sebagai contoh, walaupun responden memiliki pekerjaan tetap, ternyata mereka juga memiliki pekerjaan tambahan seperti membuka warung di sekitar lokasi PBBSB. Hal ini berarti
responden begitu sangat terbantu di dalam
memperoleh tambahan pendapatan. Tindakan merupakan implikasi dari penyerapan pengetahuan yang diperoleh responden disamping terjadi perubahan sikap pada diri responden, sehingga jelas bahwa terdapat hubungan antara pendapatan dengan sikap dan tindakan dari responden. Karena dengan perubahan sikap dan tindakan, dapatlah diharapkan adanya peningkatan pendapatan yang difasilitasi oleh adanya pekerjaan tambahan yang dimiliki oleh responden. Umumnya pekerjaan tambahan responden yakni membudidayakan ikan dengan sistem jaring apung. Tindakan responden ini sangat menunjang program pemerintah sekaligus dapat mengembangkan PBBSB sebagai objek wisata agro.. e. Jenis Kelamin Jenis kelamin menunjukkan tidak ada hubungan dengan semua variabel perilaku masyarakat. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan ketika mereka melaksanakan kegiatan di PBBSB.
50
f. Lokasi Tempat Tinggal Lokasi tempat tinggal responden berhubungan nyata dengan sikap dan berhubungan sangat nyata dengan tindakan, hal ini disebabkan sebagian besar responden (89%) bertempat tinggal kurang dari satu km dari PBBSB sehingga mereka mengerti dan memahami keberadaan PBBSB sebagai objek wisata. Hal ini terlihat dari tindakan responden didalam mendukung setiap kegiatan yang diadakan di PBBSB, dengan terlibat secara langsung dalam berbagai bentuk kegiatan yang diadakan. Hubungan Aktivitas Komunikasi Dengan Perilaku Masyarakat Hasil analisis statistik pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa tidak semua variabel aktivitas komunikasi berhubungan dengan semua unsur perilaku masyarakat. Variabel aktivitas komunikasi yang berhubungan sangat nyata adalah keterdedahan pada media massa (cetak dan elektronik), dengan sikap dan tindakan dan keterdedahan pada saluran interpersonal dengan pengetahuan. Sedangkan
partisipasi sosial berhubungan sangat nyata dengan sikap dan
berhubungan nyata dengan tindakan responden terhadap PBBSB. Tabel 5. Analisis korelasi aktivitas komunikasi dengan perilaku masyarakat Perilaku masyarakat Aktivitas Komunikasi
Ketertedahan pada Media
Pengetahuan ?²
Sig
1,831
0,767
13,176 0,412
Sikap ?²
Tindakan Sig
?²
Sig
19,423
0,001
42,322
0,000
0,010
7,516
0,311
5,883
0,208
0,982
23,413
0,000
12,318
0,015
Massa Ketertedahan pada Saluran Interpersonal Partisipasi Sosial
a. Keterdedahan Media Massa Berhubungan sangat nyata dengan Sikap dan Tindakan, tetapi tidak berhubungan dengan pengetahuan Terdapatnya hubungan sangat nyata antara keterdedahan media massa (cetak dan elektronik) dengan sikap dan tindakan responden di dalam mengembangkan PBBSB terjadi karena dua media massa yang tersebar di masyarakat (cetak dan elektronik) relatif banyak dan mudah diterima. Penyampaian pesan dari media massa seperti radio, lebih banyak disampaikan oleh mereka yang mengerti tentang
51
kebudayaan Betawi, sehingga masyarakat lebih mudah memahami dan menerima isi pesan yang disampaikan.. Namun demikian tidak terdapat perbedaan antara keterdedahan media massa dengan pengetahuan, hal ini terjadi karena masyarakat yang berada dilingkungan PBBSB sebagian besar mempunyai pekerjaan diluar PBBSB, sehingga kurang dalam menyerap dan menerima informasi baru yang disampaikan oleh media massa. b. Keterdedahan Saluran Interpersonal Berhubungan dengan Pengetahuan Terdapat hubungan yang sangat nyata antara keterdedahan pada saluran interpersonal dengan pengetahuan dalam mengembangkan PBBSB. Hal ini terlihat dari arah pesan yang cenderung dua arah dimana responden melakukan kontak langsung dengan sumber pesan ( pengelola PBBSB, penyuluh, tokoh masyarakat) untuk memperoleh informasi yang terkait dengan pengembangan PBBSB.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontak personal yang dilakukan oleh responden dengan pembina PBBSB cukup baik yang terlihat dari seringnya responden mengadakan pertemuan dengan pengelola PBBSB, penyuluh dan tokoh masyarakat. Semakin sering responden berhubungan dengan Pembina PBBSB maka informasi yang diperoleh mereka tentang PBBSB semakin banyak dan pengetahuan merekapun meningkat. Tidak terdapatnya hubungan antara saluran interpersonal dengan sikap dan tindakan responden, disebabkan karena terpaan saluran interpersonal tidak merata keseluruh responden, akibatnya responden yang kurang mendapat terpaan saluran interpersonal tidak tanggap akan perubahan yang terjadi mengenai PBBSB. c. Partisipasi Sosial, berhubungan dengan sikap dan tindakan Partisipasi sosial dalam mengembangkan PBBSB, dimaksudkan sebagai kegiatan komunikasi responden dalam suatu pertemuan (Pengajian, Arisan, Kerja Bakti, Ronda). Partisipasi sosial berhubungan sangat nyata dengan sikap dan tindakan, hal ini disebabkan responden secara langsung mengimplementasi apa yang menjadi program dari pihak pengelola PBBSB maupun dari para pembina, tokoh masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial yang secara langsung melibatkan diri responden. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi sosial
52
masyarakat sangat baik dan cenderung untuk mengarah pada perbaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat itu sendiri. Tidak terdapatnya hubungan nyata antara partisipasi sosial pengetahuan dalam mengembangkan PBBSB dikarenakan
dengan
dalam setiap
pertemuan lebih banyak dibicarakan mengenai kegiatan kerohanian. Hal ini sesuai dengan sifat religius orang Betawi yang merupakan pembawaan, dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri dan terbukti dari besarnya perhatian dan banyaknya orang Betawi yang rajin mengikuti pengajian. Hal inilah yang menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyepakati bahwa Budaya Betawi yang perlu dilestarikan dan dikembangkan adalah yang berkarakter religius Islami. Pertemuan lain yang diadakan responden adalah arisan, pada pertemuan ini yang dibahas dan dibicarakan adalah lebih banyak tentang kegiatan kelompok, seperti kegiatan pertanian. Walaupun mereka pernah juga membicarakan pengembangan PBBSB, namun informasi yang didapat tidak banyak. Kerja bakti dan ronda adalah bentuk partisipasi sosial yang ikut diteliti. Dari dua kegiatan ini juga tidak banyak didapat informasi tentang pengembangan PBBSB. Walaupun kegiatan yang dilakukan responden berada dalam kawasan PBBSB, namun kegiatan tersebut lebih banyak bersifat kekebersihan lingkungan dan keamanan lingkungan.