HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Gambaran Umum Provinsi Papua
Gambar 4 Peta Provinsi Papua Papua merupakan provinsi yang terletak di wilayah paling timur Indonesia. Provinsi Papua memiliki luas wilayah 317.062 km2 yang membawahi 19 kabupaten dan 1 kota dengan 250 kecamatan. Secara geografis Provinsi Papua terletak pada 130 - 1400 Bujur Timur dan 2025’ Lintang Utara - 90 Lintang Selatan (BPS 2007). Jumlah penduduk di provinsi ini mencapai 1.875.388 Jiwa dengan komposisi 970.299 orang pria dan 905.089 orang wanita. Mayoritas penduduk lokal memiliki pendidikan rendah, hal ini dapat dibaca dari tingginya (52%) jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (Anonim 2009). Provinsi Papua memiliki keragaman yang tinggi dalam kondisi biofisik seperti iklim, topografi, dan vegetasi (Petocz dan Tucker 1987 diacu dalam Kepas 1990). Keragaman ini juga dijumpai dalam kondisi budaya, adat, kepercayaan, dan bahasa (± 250 bahasa daerah). Wilayah ini memiliki delapan zone ekosistem yaitu rawa pasang surut, rawa air tawar, jalur pantai laut, sabana dan padang rumput, hutan tropik basah, hutan montane bawah, hutan montane atas, dan pegunungan alpin. Wilayah ini memiliki iklim tropik basah, kondisi iklim daerah sangat dipengaruhi oleh topografi yang tidak rata. Provinsi Papua terdapat banyak suku dan di antara suku-suku tersebut masih sulit bekerja sama. Beberapa suku yang cukup besar di antaranya adalah suku Arfak, Dani, Yali, Asmat, dan Ekagi (Boelaars 1986 diacu dalam Kepas 1990). Setiap suku mempunyai karakteristik dalam memanfaatkan sumberdaya,
sehingga menghasilkan sistem pertanian yang berbeda. Kebutuhan hidup masyarakat Papua umumnya dipenuhi dari kegiatan bercocok tanam, meramu, peternakan, dan perikanan. Jenis tanaman pangan yang diusahakan adalah ubi jalar,
ubi
kayu,
dan
keladi.
Di
dataran
rendah,
tanaman
tersebut
ditumpangsarikan dengan tebu, pisang, jagung, dan sebagainya. Masyarakat pegunungan mengusahakan kentang, bawang merah atau bawang putih, serta sayuran lainnya, seperti yang dilakukan di sekitar Pegunungan Arfak atau di Pegunungan Jayawijaya (Kepas 1990). Gambaran Umum Kampung Tablanusu, Distrik Depapre Distrik Depapre adalah salah satu distrik yang berada di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Distrik ini terletak di sebelah utara dari Kabupaten Jayapura dan berbatasan dengan Samudera Pasifik yaitu di sepanjang pesisir pantai dan di bawah gunung Dafonsoro Utara (Cycloop). Daerah ini beriklim tropis, memiliki dua musim yaitu musim kemarau dari bulan April-September dan musim hujan dari bulan Oktober-Maret. Curah hujan rata-rata 2.435 mm/tahun dan jumlah hari hujan tertinggi berkisar 167 hari. Suhu udara rata-rata berkisar antara 20,50-34,40 C. Kondisi topografinya, memiliki wilayah sebagian besar berbukit-bukit dengan kemiringan lereng berkisar 450-750 ke arah utara dan mempunyai dataran atau lembah yang cukup luas. Letak Distrik Depapre di atas permukaan bukit antara 3.200 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Distrik Depapre adalah 187,34 km2 dan secara geografis terletak antara 20,43’-20,43’ lintang selatan dan 1400,24’-1400,41’ bujur timur. Distrik Depapre memiki tujuh kampung yaitu Kampung Kendate, Kampung Entiyebo (Tablanusu), Kampung Waiya, Kampung Tablasupa, Kampung Yepase, Kampung Wambena, dan Kampung Yewena. Masyarakat Depapre dalam sistem kekerabatan, menganut sistem kepemimpinan ondoafi (kepala suku). Masyarakat ini memiliki suku tanah merah (Tepra) yang menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu keturunan ditarik melalui
garis
keturunan
laki-laki
(ayah).
Rata-rata
masyarakat
Depare
berpendidikan rendah karena faktor kemampuan ekonomi yang rendah dan faktor jauhnya jangkauan transportasi dari kampung ke pusat kota atau tempat pendidikan selanjutnya (SMP dan SMA), minimya sarana transportasi baik melaui darat maupun laut dan faktor dorongan mental dari orang tua kurang mendukung.
Entiyebo atau Tablanusu merupakan salah satu kampung yang berada di Distrik Depapre, kampung ini memiliki luas wilayah sebesar 230,5 ha dengan ketinggian 5 m dari permukaan laut. Pada sebelah utara, kampung ini berbatasan dengan Lautan Pasifik, sebelah selatan dengan Kampung Maribu, sebelah barat dengan Kampung Kendate dan sebelah timur berbatasan dengan Kampung Waiya. Topografi daerah ini adalah pantai. Kampung ini memiliki tingkat populasi sebesar 394 Jiwa dengan 81 kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu bekerja sebagai
nelayan,
dimana
pada
umumnya
masih
menggunakan
pola
penangkapan ikan secara tradisional. Masyarakat masih mencari ikan di laut menggunakan alat-alat yang masih sederhana sehingga hasil tangkapannya belum maksimal. Masyarakat Kampung Tablanusu ada yang bekerja sebagai petani. Jenis tanaman pangan yang dihasilkan adalah cokelat, mangga, durian, langsat, duku, rambutan, nangka, salak, pisang, dimana bibit-bibit tanaman yang dihasilkan tersebut diberikan oleh pemerintah daerah setempat sebagai program pemberdayaan masyarakat. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Rumah tangga adalah sekumpulan orang yang terdiri dari seorang ayah, ibu, anak, dan orang lain atau keluarga yang tinggal di bagian atau keseluruhan bangunan fisik dari suatu rumah dan mengkonsumsi makanan dari satu dapur atau sekelumpulan orang yang tinggal di bawah satu atap dan melakukan aktifitas bersama-sama dengan seluruh anggota rumah tangga (Sukandar 2007). Menurut Sanjur (1982), jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran untuk pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga. Total jumlah sampel keluarga dalam penelitian ini adalah 48. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga adalah sedang (5,4) (Hurlock 1998). Hal ini dapat disebabkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu sudah cukup berpartisipasi dalam program keluarga berencana (KB) yang dicanangkan oleh pemerintah.
Umur Orang Tua Responden pada penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di Kampung Tablanusu. Berikut merupakan sebaran orang tua yaitu KK dan isteri KK berdasarkan kelompok umur. Tabel 2 Sebaran orang tua berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur (tahun) 19-29 30-49 50-64 ≥65 Total Rata-rata ± SD
KK n % 3 6,3 28 58,3 12 25,0 5 10,4 48 100,0 47,7 ± 11,4
Isteri KK n % 5 10,4 30 62,5 10 20,8 3 6,3 48 100,0 43,9 ± 10,2
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa persentase terbesar umur KK di Kampung Tablanusu adalah pada kelompok umur 30-49 tahun yaitu sebesar 58,3%, sedangkan persentase umur terendah berada pada kelompok umur 19-29 tahun, yaitu hanya sebesar 6,3%. Rata-rata umur KK adalah 47 tahun. Begitu pula dengan persentase umur terbesar isteri KK yaitu berada pada kelompok umur 30-49 tahun, dengan persentase sebesar 62,5%. Rata-rata umur isteri KK adalah 43 tahun. Kelompok umur tersebut termasuk ke dalam kelompok umur dewasa madya (WKNPG 2004). Sebagian besar umur responden dalam usia reproduktif, dimana memiliki kecenderungan untuk lebih giat bekerja sehingga bisa menghasilkan pendapatan yang lebih untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih makanan yang murah tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1996). Berikut merupakan sebaran tingkat pendidikan KK dan isteri KK.
Tabel 3 Sebaran orang tua berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SMP SMA Perguruan Tinggi
n 2 3 14 7 17 5
KK % 4,2 6,3 29,2 14,6 35,4 10,4
Umur (tahun) 58,5±6,4 54,3±10,1 53,8±8,8 48,3±9,5 39,5±9,4 49,8±14,5
Isteri KK n % 1 2,1 6 12,5 16 33,3 10 20,8 12 25,0 3 6,3
Umur (tahun) 62,0±0 52,3±9,2 46,7±8,4 40,9±8,1 38,1±11,5 39,7±2,1
Total
48
100,0
47,7 ± 11,4
48
43,9 ± 10,2
100,0
Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan terakhir KK di Kampung Tablanusu adalah SMA dengan persentase sebesar 35,4%, sedangkan hanya sebesar 4,2% KK yang tidak bersekolah. Persentase terbesar untuk tingkat pendidikan isteri KK adalah tamat SD dengan persentase sebesar 33,3%, sedangkan isteri KK yang tidak bersekolah hanya sebesar 2,1%. Rata-rata KK dan isteri KK yang tidak sekolah usianya sudah tua, dengan rata-rata usia masing-masing yaitu 58 dan 62 tahun. Faktor yang dapat menyebabkan orang tua tidak sekolah atau hanya tamat SD dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi adalah faktor kemampuan ekonomi yang rendah dan faktor jauhnya jangkauan transportasi dari kampung ke pusat kota atau tempat pendidikan selanjutnya (SMP dan SMA), minimnya sarana transportasi baik melaui darat maupun laut dan faktor dorongan mental dari orang tua kurang mendukung. Jenis Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk pada umumnya juga meningkat mutunya (Suhardjo 1989). Jenis pekerjaan masyarakat Kampung Tablanusu cukup beragam, mulai dari sebagai nelayan, petani, pegawai negeri sipil (PNS), wirausaha, perangkat desa, wirausaha, dan pensiunan PNS. Jenis pekerjaan pada masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran jenis pekerjaan orang tua Jenis pekerjaan Petani Nelayan Petani dan nelayan PNS Wirausaha Perangkat desa Pensiunan PNS Ibu Rumah tangga Karyawan swasta Total
KK n 0 19 11 8 0 4 3 0 2 47
Isteri KK % 0,0 40,4 23,4 17,0 0,0 8,5 6,4 0,0 4,3 100,0
n 2 0 0 4 4 0 1 37 0 48
% 4,2 0,0 0,0 8,3 8,3 0,0 2,1 77,1 0,0 100,0
Berdasarkan tabel di atas, secara umum mayoritas KK bekerja sebagai nelayan dengan persentase sebesar 40,4%. Adapun KK yang bekerja sebagai nelayan merangkap sebagai petani adalah sebesar 23,4%, sedangkan kepala KK yang bekerja sebagai PNS sebesar 17,0%, sisanya bekerja sebagai perangkat desa, pensiunan PNS dan karyawan swasta. Sementara itu, sebagian besar jenis pekerjaan isteri KK adalah sebagai ibu rumah tangga dengan persentase sebesar 77,1%, sisanya bekerja sebagai PNS, wirausaha, petani, dan pensiunan PNS. Faktor alam yang mendukung sebagai daerah dengan topografi pantai, disertai pendidikan yang rendah yaitu hanya tamat SD (tidak memiliki keahlian khusus) merupakan alasan yang melatarbelakangi sebagian besar KK memilih bekerja sebagai nelayan. Pendapatan Per Kapita Keluarga Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Garis kemiskinan daerah pedesaan Provinsi Papua yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Papua tahun 2011 adalah sebesar Rp 262.626/kapita/bulan. Pendapatan per kapita keluarga masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5 Sebaran pendapatan per kapita per bulan keluarga berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Papua Kategori
n
%
Miskin (< Rp 262.626/kap/bln)
17
35,4
Tidak miskin (> Rp 262.626/kap/bln)
31
65,6
Total
48
100,0
Rata-rata ± SD
Rp 474.499 ± 348.099
Pendapatan per kapita per bulan keluarga berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Papua pada masyarakat Kampung Tablanusu sebesar 65,6% dalam kategori tidak miskin dan sebesar 35,4% dalam kategori miskin. Rata-rata pendapatan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu adalah sebesar Rp 474.499/kapita/bulan. Jika dilihat dari jenis pekerjaannya, mayoritas pekerjaan masyarakat Kampung Tablanusu adalah sebagai nelayan yang pendapatannya tidak menentu. Pendapatan tergantung dari jumlah tangkapan ikan yang diperoleh, jika jumlahnya lebih banyak maka pendapatan akan lebih tinggi. Jumlah tangkapan ikan yang diperoleh tergantung pada musimnya, dimana pada musim kemarau jumlah tangkapan ikan lebih banyak dibanding musim hujan. Hal ini disebabkan oleh pada musim kemarau, waktu penangkapan tidak dibatasi oleh faktor cuaca (Junaidi 1997). Profesi selain sebagai nelayan adalah PNS dan karyawan swasta yang pendapatannya lebih konstan. Pola Konsumsi Pangan Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut dalam jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan bahwa jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan, distribusi makanan di antara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan, dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya.
Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Pola konsumsi pangan disini meliputi frekuensi konsumsi pangan di dalam keluarga. Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, dan kali per bulan. Akan tetapi, pada penelitian ini frekuensi konsumsi pangan keluarga diukur dalam satuan kali per hari dengan metode recall dan bertanya langsung kepada responden. Frekuensi konsumsi pangan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan frekuensi konsumsi pangan dalam sehari Frekuensi
n
%
2 3
25 23
52,1 47,9
Total
48
100,0
Frekuensi konsumsi pangan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu, dimana hal tersebut dapat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memiliki frekuensi konsumsi pangan yaitu dua kali dalam sehari dengan persentase sebesar 52,1%. Keluarga yang memiliki frekuensi konsumsi pangan dua kali dalam sehari, biasanya dilakukan pada siang dan malam hari. Masyarakat Kampung Tablanusu hanya mengkonsumsi makanan selingan seperti roti dan beraneka kue (donat, bakpao, kue sendok), serta didampingi dengan minuman hangat seperti teh, kopi atau susu pada saat sarapan. Hal ini dapat dikarenakan oleh faktor ekonomi dan tidak biasanya sarapan dengan pangan pokok (nasi). Kebiasaan Makan Bersama Keluarga Kebiasaan makan bersama dalam keluarga, menurut Tan, et al. (1979) diacu dalam Sukandar (2007) adalah sebuah kebiasaan sangat penting untuk dilakukan karena banyak keuntungan yaitu mereka dapat mengkonsumsi makanan yang sama secara bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga dan
setiap
anggota
keluarga
memiliki
kesempatan
yang
sama
untuk
berkomunikasi satu sama lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan makan bersama di dalam keluarganya, dapat terlihat dari persentase kebiasaan makan bersama keluarga yaitu sebesar 93,8%. Selain itu, sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan makan bersama dalam keluarga sebanyak dua kali
dalam sehari, hal ini ditunjukkan dengan persentase frekuensi makan bersama dalam keluarga yaitu sebesar 83,3%. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan frekuensi makan bersama dalam sehari Frekuensi 0 1 2 3 Total
n 3 2 40 3 48
% 6,3 4,2 83,3 6,3 100,0
Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan makan bersama pada pagi dan malam hari, yaitu pada makan pagi (sarapan) dan makan malam, hal ini disebabkan oleh pada siang hari KK tidak berada di rumah karena sedang bekerja, sedangkan anak-anak sedang bersekolah. Kebersamaan merupakan salah satu alasan mengapa masyarakat Kampung Tablanusu memilih untuk menerapkan kebiasaan makan bersama di dalam keluarga. Prioritas Pangan dalam Keluarga Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita, dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan. Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah sangat penting untuk mencapai gizi baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang di dalam keluarga. Anak, wanita yang mengandung, dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Orang tua memerlukan pangan yang akan membantu memperbaiki jaringan tubuh yang usang dan robek. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi dan zat makanan yang cukup (Suhardjo 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu tidak menerapkan prioritas pangan di dalam keluarga, yang berarti setiap anggota keluarga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase tidak adanya prioritas pangan dalam keluarga sebesar 75,0%.
Tabel 8 menggambarkan pembagian pangan dalam keluarga menurut individu yang diutamakan. Sebesar 75,0% keluarga yang tidak mengutamakan seorang pun untuk mendapatkan prioritas dalam pembagian pangan, sedangkan sebesar 18,8% keluarga yang mengutamakan KK dalam pembagian pangan, sisanya sebesar 4,2% mengutamakan anak, dan sebesar 2,1% mengutamakan KK dan anak. Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan anggota keluarga yang menerima prioritas dalam pembagian pangan Anggota rumah tangga yang mendapat prioritas
n
%
Tidak seorang pun Kepala keluarga Anak Kepala keluarga dan anak
36 9 2 1
75,0 18,8 4,2 2,1
48
100,0
Total
Kebiasaan Sarapan Keluarga Sarapan (makan pagi) adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktifitas fisik pada pagi hari (Khomsan 2005). Menurut beberapa kajian, frekuensi konsumsi pangan yang baik adalah tiga kali dalam sehari. Hal ini karena tidak mungkin seseorang memenuhi kebutuhan gizinya hanya dari satu atau dua kali makan setiap harinya. Waktu makan yang sering ditinggalkan adalah makan pagi (Madanijah 1994). Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Ada dua manfaat sarapan diantaranya yaitu sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik, sehingga berdampak positif terhadap produktifitas kerja. Manfaat sarapan yang kedua adalah sarapan dapat memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Melewatkan sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga menimbulkan rasa pusing, gemetar, dan rasa lelah. Jika hal ini terjadi maka tubuh akan membongkar persediaan tenaga yang ada di jaringan lemak tubuh. Berikut merupakan sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan masyarakat Kampung Tablanusu.
Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan kebiasaan sarapan dalam keluarga KK Kebiasaan sarapan Sering Jarang
n 45 3
% 93,8 6,3
Total
48
100,0
Isteri KK n % 45 93,8 3 6,3
Anak n % 45 93,8 3 6,3
48
48 100,0
100,0
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa baik KK, isteri KK, dan anak sering menerapkan kebiasaan sarapan di pagi hari dengan persentase sebesar 93,8%. Sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu menerapkan kebiasaan sarapan dikarenakan agar memiliki tenaga untuk persiapan bekerja. Ada beberapa masyarakat yang mengkonsumsi pangan pokok seperti nasi pada saat sarapan, akan tetapi ada pula masyarakat yang hanya mengkonsumsi roti dan beraneka kue (donat, bakpao, dan kue sendok), serta didampingi dengan minuman hangat seperti teh, kopi, atau susu. Menurut khomsan (2005), jenis makanan untuk sarapan akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang dan bila sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri nasi, sayur atau buah, lauk pauk, dan susu dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral. Frekuensi Konsumsi menurut Kelompok Pangan Keluarga Konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor agroekosistem, dimana orang mengkonsumsi pangan tergantung pada apa yang diproduksi di daerah lokalnya (Sukandar 2007). Selain itu, faktor budaya juga dapat mempengaruhi nilai sosial dari setiap jenis pangan yang ada. Berikut merupakan rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 10 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan serealia Jenis serealia Beras/Nasi Mie Instan Tepung terigu Jagung Sagu Roti
Frekuensi konsumsi (kali/bulan) 83,1 13,3 10,5 4,0 17,7 15,5
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % 48 100,0 45 93,8 44 91,7 39 81,3 44 91,7 44 91,7
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa beras merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu dengan rata-rata frekuensi konsumsi yaitu 83,1 kali per bulan, sedangkan sagu hanya
dikonsumsi 17,7 kali per bulan. Hal ini dapat dikarenakan oleh beras lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan sagu. Diperlukan tenaga kerja yang cukup banyak dan waktu yang lama dalam memproduksi sagu hingga layak untuk dikonsumsi, sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi beras yang lebih mudah diperoleh (banyak dijual). Selain itu, beberapa masyarakat Kampung
Tablanusu
berpendapat
bahwa
mengkonsumsi
beras
dapat
memberikan rasa kenyang lebih lama dibandingkan dengan mengkonsumsi sagu. Pangan serealia yang jarang dikonsumsi adalah jagung dengan rata-rata frekuensi konsumsi hanya 4,0 kali per bulan. Berikut merupakan rata-rata frekuensi konsumsi pangan umbi-umbian masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 11 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan umbi-umbian Jenis umbi-umbian
Frekuensi konsumsi (kali/bulan)
Singkong Betatas/Ubi jalar Kentang Talas/keladi
9,9 6,5 0,5 6,7
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % 47 97,9 42 87,5 28 58,3 42 87,5
Jenis pangan umbi-umbian yang sering dikonsumsi adalah singkong dengan rata-rata frekuensi konsumsi 9,9 kali per bulan. Sementara itu, jenis pangan umbi-umbian yang paling jarang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah kentang, dimana rata-rata frekuensi konsumsi kentang hanya 0,5 kali per bulan. Jenis pangan umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, dan talas biasanya dikonsumsi sebagai cemilan atau makanan ringan di sore hari. Jenis pangan tersebut banyak ditanam di pekarangan rumah masyarakat Kampung
Tablanusu,
sehingga
mudah
untuk
diperoleh
tanpa
harus
mengeluarkan uang untuk membeli. Kentang tidak ditanam di daerah Kampung Tablanusu, biasanya di olah menjadi sayur sop. Tabel
12
menggambarkan
frekuensi
konsumsi
pangan
hewani
masyarakat Kampung Tablanusu. Jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah ikan laut dengan ratarata frekuensi konsumsi adalah 66,8 kali per bulan. Hal ini dikarenakan oleh sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu bekerja sebagai nelayan, sehingga mudah untuk memperoleh ikan laut. Selain ikan laut, telur ayam juga sering dikonsumsi dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 18,4 kali per bulan. Jenis pangan hewani yang jarang dikonsumsi adalah daging babi, daging kambing, dan daging sapi. Hal ini karena ketiga pangan hewani tersebut tidak
tersedia di pasar. Pangan hewani yang diperjualbelikan di pasar hanya daging ayam, telur, dan ikan, sedangkan daging babi, daging sapi, dan daging kambing tidak tersedia. Masyarakat Kampung Tablanusu mengaku bahwa hanya mengkonsumsi
daging
babi,
daging
kambing,
dan
daging
sapi
jika
diselenggarakan acara kampung di daerahnya. Tabel 12 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan hewani Jenis pangan hewani Daging sapi Daging kambing Daging babi Daging Ayam Telur Ayam Ikan air laut Ikan air tawar Udang Kerang/bia Cumi Ikan Asin Kepiting
Frekuensi konsumsi (kali/bulan) 0,1 0,0 1,1 2,2 18,4 66,8 10,0 0,6 2,6 1,7 0,0 0,5
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % 3 1 17 34 42 47 35 8 22 28 2 8
6,3 2,1 35,4 70,8 87,5 97,9 72,9 16,7 45,8 58,3 4,2 16,7
Kelompok kacang-kacangan merupakan kelompok pangan yang cukup sering dikonsumsi masyarakat umum, akan tetapi masyarakat Kampung Tablanusu kurang mengkonsumsi kelompok pangan ini. Berdasarkan data pada tabel 16 dapat diketahui bahwa rata-rata frekuensi konsumsi untuk pangan tempe dan tahu masing-masing hanya 10,4 dan 13,1 kali per bulan. Hal ini dikarenakan tahu dan tempe hanya dapat diperoleh di pasar, sedangkan hari pasar di Kampung Tablanusu hanya tiga hari yaitu pada hari selasa, kamis, dan sabtu. Kelompok pangan kacang-kacangan yang paling jarang dikonsumsi adalah kacang kedelai dengan rata-rata frekuensi konsumsi hanya 0,1 kali per bulan. Tabel 13 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan nabati Jenis pangan nabati Tempe Tahu Kacang kedelai Kacang hijau Kacang tanah
Frekuensi konsumsi (kali/bulan) 10,4 13,1 0,1 1,9 1,5
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % 42 42 2 33 14
87,5 87,5 4,2 68,8 29,2
Tabel 14 menjelaskan frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran. Sayuran merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, dimana cukup sering dikonsumsi masyarakat pada umumnya, begitu pula dengan masyarakat Kampung Tablanusu. Kelompok pangan sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah sayur daun singkong, daun pepaya, dan bunga pepaya. Hal ini dikarenakan oleh masyarakat Kampung Tablanusu menanam ketiga jenis sayuran tersebut di pekarangan rumah atau di ladang kebun, sehingga mudah untuk diperoleh tanpa harus membeli. Sementara itu, kelompok pangan sayuran yang paling jarang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah sayur sawi, wortel, dan buncis. Tabel 14 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sayuran Jenis sayuran Bayam Wortel Sawi Buncis Kangkung Daun singkong Daun pepaya Bunga pepaya Tauge
Frekuensi konsumsi (kali/bulan) 20,8 3,9 6,6 4,1 21,5 25,3 25,7 25,7 0,8
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % 41 85,4 33 68,8 28 58,3 33 68,8 44 91,7 45 93,8 45 93,8 44 91,7 10 20,8
Tabel 15 Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan buah-buahan Jenis buahbuahan Pisang Jambu Jeruk Mangga Nangka Pepaya Rambutan Tomat
Frekuensi konsumsi (kali/bulan) 10,6 1,3 3,5 0,6 0,4 9,9 0,8 0,2
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % 43 89,6 18 37,5 27 56,3 21 43,8 11 22,9 39 81,3 17 35,4 3 6,3
Kelompok pangan buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, biasanya dikonsumsi sebagai pangan penutup setelah mengkonsumsi makanan pokok. Kelompok pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah buah pisang dan pepaya dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 10,6 dan 9,9 kali per bulan. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu menanam buah pisang dan pepaya di pekarangan rumah ataupun di ladang kebun, sehingga lebih mudah
untuk memperoleh kedua jenis buah tersebut tanpa harus mengeluarkan uang untuk membelinya. Kelompok pangan buah-buahan yang jarang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah buah mangga, rambutan, dan jambu. Hal ini karena walaupun beberapa masyarakat memiliki pohon mangga dan rambutan di pekarangan rumah ataupun di ladang perkebunan, akan tetapi mangga dan rambutan merupakan buah musiman, sehingga jarang dikonsumsi. Tabel 16 Rata-rata Frekuensi konsumsi kelompok pangan susu Frekuensi konsumsi (kali/bulan)
Jenis susu Susu segar Susu bubuk Susu kaleng
6,1 17,5 8,4
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan n % 12 25,0 23 47,9 14 29,2
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kelompok pangan susu yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah susu bubuk dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 17,5 kali per bulan, sedangkan yang jarang dikonsumsi adalah susu segar dengan rata-rata frekuensi konsumsi adalah 6,1 kali per bulan. Susu tidak hanya dikonsumsi oleh anak-anak, akan tetapi ada beberapa orang tua yang juga mengkonsumsi susu. Cara Mengolah dan Memperoleh Pangan Keluarga Faktor lingkungan budaya dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat, dimana budaya dapat menentukan apa yang akan digunakan sebagai makanan, dalam keadaan bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak memakannya dan apa saja makanan yang dianggap sebagai pantangan (taboo), serta bagaimana cara mengolah, memperoleh, dan mengkonsumsi makanan tersebut (Suhardjo 1989). Tabel 17 sampai dengan Tabel 22 menunjukkan daftar pangan dan cara mengolah atau memasak pangan yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Berikut merupakan daftar pangan serealia dan cara mengolah pangan.
Tabel 17 Daftar pangan serealia serta cara mengolah yang diterapkan Cara Mengolah Jenis serealia
Tanpa dimasak
Beras/Nasi Mie instan Tepung terigu Jagung Sagu Roti
Dikukus
Direbus
Dibakar
Digoreng
9
9 9 9
9 9
9
9 9 9
9
Pangan serealia sebagian besar diolah atau dimasak dengan cara digoreng, direbus, dan dikukus. Namun untuk beberapa jenis serealia seperti jagung, sagu, dan roti dapat diolah dengan cara dibakar. Sagu dapat diolah dengan cara dibakar atau dijadikan papeda, yaitu dengan cara menyiram sagu dengan air panas dan mengaduknya sampai membentuk papeda. Sagu yang telah diolah menjadi papeda dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5 Jenis pangan sagu yang telah diolah menjadi papeda Tepung terigu biasanya digunakan untuk membuat roti, beraneka kue seperti kue donat, bakpao, ataupun kue sendok. Kue sendok adalah kue yang dibuat dari tepung yang dicairkan dengan meggunakan air, diberikan gula pasir, lalu dibentuk dengan sendok dan kemudian digoreng. Tabel 18 Daftar pangan umbi-umbian serta cara mengolah yang diterapkan Jenis umbi-umbian Singkong Ubi jalar/betatas Kentang Talas/Keladi
Dikukus
9 9 9 9
Cara Mengolah Direbus Dibakar
9 9 9 9
9
Digoreng
9 9 9 9
Jenis pangan talas/keladi merupakan pangan yang bisa diolah dengan bermacam-macam cara pengolahan, di antaranya dikukus, direbus, dibakar, dan digoreng. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah talas/keladi
menjadi sebuah kue yang dinamakan kue pandey. Kue ini dibuat dengan cara menumbuk keladi terlebih dahulu, setelah itu dicampurkan dengan kelapa parut, direbus kemudian dibentuk bola-bola. Selain keladi, singkong juga dapat diolah menjadi kue pandey. Masyarakat Kampung Tablanusu juga mengolah keladi dengan cara ditumbuk lalu ditambahkan gula merah, setelah itu dibakar. Talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6 Jenis pangan talas/keladi yang telah diolah menjadi kue pandey Jenis pangan betatas/ubi jalar biasanya diolah dengan cara diparut lalu ditambahkan tepung terigu dan digoreng. Masyarakat Kampung Tablanusu menamakan kue tersebut dengan sebutan kue sarang burung. Tabel 19 menggambarkan daftar pangan hewani serta cara mengolah atau memasak yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 19 Daftar pangan hewani serta cara mengolah yang diterapkan Jenis pangan hewani Daging sapi Daging kambing Daging Babi Daging Ayam Telur Ayam Ikan kawalina Ikan kombong Ikan bandeng Ikan mujair Udang Kerang/bia Cumi Ikan Asin Kepiting
Direbus
Cara Mengolah Dibakar Digoreng
9 9 9 9 9
9
9 9
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Diasap
9
Berdasarkan Tabel 19 di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada jenis pangan hewani yang diolah dengan cara dikukus atau tanpa dimasak. Sebagian besar pangan hewani diolah dengan cara digoreng, seperti ikan laut maupun ikan air tawar, daging sapi, daging kambing, daging ayam, dan lainnya. Pengolahan dengan cara diasap hanya diterapkan pada daging sapi. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah jenis pangan ikan menjadi abon. Masyarakat ini mengolah atau memasak kerang atau biasa disebut bia laut dengan cara ditumis. Masyarakat Kampung Tablanusu mengolah ikan bubara dengan cara dibakar atau digoreng, dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Jenis ikan laut (ikan bubara) yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu Kacang-kacangan merupakan pangan sumber nabati. Beberapa jenis kacang-kacangan dan olahannya yang disajikan pada tabel di bawah ini adalah kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, tempe, dan tahu. Kacang tanah dapat diolah dengan cara digoreng dan direbus, sedangkan kacang hijau hanya dapat diolah dengan cara direbus yaitu dibuat bubur dengan menambahkan santan atau susu. Sementara itu, masyarakat terbiasa mengolah tempe dan tahu dengan cara digoreng, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 20. Tabel 20 Daftar pangan nabati serta cara mengolah yang diterapkan Jenis pangan nabati Tempe Tahu Kacang kedelai Kacang hijau Kacang Tanah
Cara Mengolah Direbus Digoreng
9 9 9 9 9
9
Sayuran merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, berikut merupakan daftar jenis sayuran dan cara mengolah yang diterapkan.
Tabel 21 Daftar jenis sayuran serta cara mengolah yang diterapkan Jenis sayuran Bayam Wortel Sawi Buncis Kangkung Daun singkong Daun pepaya Bunga pepaya Daun ubi/petatas Genemo Lilin Gedi Mentimun Tauge
Tanpa Dimasak
Cara Mengolah Dikukus Direbus
9
9
9
9
Ditumis
9 9
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
9
9
Sayuran merupakan jenis pangan yang biasanya diolah dengan cara direbus ataupun ditumis, tetapi ada juga sayuran yang dapat langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu, seperti wortel dan mentimun. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengolah bunga pepaya dengan cara ditumis dan dicampurkan dengan sayur daun singkong, selain itu dapat dicampurkan pula dengan sayur kangkung, sedangkan sayur wortel dan buncis biasanya diolah menjadi sayur sop. Jenis sayur bunga pepaya yang ditumis dengan campuran daun singkong dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 8 Jenis sayur yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu Buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan mineral. Buahbuahan pada umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah atau tanpa diolah terlebih dahulu. Buah pisang merupakan jenis buah yang bisa diolah dengan bermacam-macam cara seperti dikukus, direbus, dibakar, dan digoreng. Masyarakat
Kampung
Tablanusu
biasanya
menjadikan
pisang
ataupun
olahannya sebagai teman minum teh atau kopi pada pagi atau sore hari. Tabel
berikut menyajikan beberapa jenis buah-buahan beserta cara pengolahan yang biasanya diterapkan. Tabel 22 Daftar jenis buah-buahan serta cara mengolah yang diterapkan Cara Mengolah Jenis buahbuahan Pisang Jambu Jeruk Mangga Nangka Pepaya Rambutan
Tanpa dimasak
9 9 9 9 9 9 9
Dikukus
Direbus
Dibakar
Digoreng
9
9
9
9
Tabel 23 sampai Tabel 28 menunjukkan daftar pangan dan cara memperoleh pangan yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Cara memperoleh pangan dibagi menjadi lima cara yaitu melalui cara pembelian, cara menanam atau memelihara, cara barter dan memperoleh dari alam (berburu atau memancing). Berikut merupakan daftar pangan serealia dan cara memperoleh pangan. Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan serealia yang dikonsumsi Jenis serealia Beras/Nasi Mie instan Tepung terigu Jagung Sagu
Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam Pemberian 91,7 0,0 8,3 100,0 0,0 0,0 100,0 0,0 0,0 89,6 10,4 0,0 72,9 27,1 0,0
Kelompok pangan serealia sebagian besar diperoleh dengan cara pembelian. Sebagian besar beras diperoleh dengan cara pembelian, akan tetapi ada yang diperoleh melalui pemberian oleh kantor (beras jatah). Tidak ada kelompok pangan serealia yang berasal dari barter dan memperoleh dari alam. Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan umbi-umbian yang dikonsumsi Jenis umbi-umbian Singkong Ubi jalar/betatas Kentang Talas/Keladi
Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam 45,8 52,1 100,0 54,2
54,2 47,9 0,0 45,8
Jenis pangan umbi-umbian seperti singkong, sebagian besar diperoleh melalui menanam sendiri di pekarangan rumah ataupun di ladang kebun,
sedangkan kentang sebagian besar diperoleh melalui pembelian. Tidak ada kelompok pangan umbi-umbian yang diperoleh dari barter maupun memperoleh dari alam. Tabel 25 menunjukkan daftar kelompok pangan hewani dan cara memperolehnya yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan hewani yang dikonsumsi Jenis pangan hewani Daging sapi Daging kambing Daging Babi Daging Ayam Telur Ayam Ikan air laut Ikan air tawar Udang Kerang/bia Cumi Ikan Asin Kepiting
Pembelian 12,5 10,4 35,4 77,1 95,8 14,6 33,3 16,7 16,7 16,7 100,0 16,7
Asal pangan yang dikonsumsi Memelihara Pemberian Memperoleh dari alam 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 4,2 0,0 0,0 4,2 0,0 0,0 4,2 0,0 0,0 0,0 2,1 83,3 64,6 0,0 0,0 0,0 2,1 81,3 0,0 2,1 81,3 0,0 2,1 81,3 0,0 0,0 0,0 0,0 2,1 81,3
Lainnya 87,5 89,6 60,4 18,8 0,0 0,0 2,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh jenis pangan hewani seperti ikan laut, udang, kerang/bia, cumi, dan kepiting dari alam dengan cara memancing atau menjaring sendiri. Sebagian besar masyarakat kampung Tablanusu memperoleh ikan air tawar dengan cara memelihara sendiri. Terdapat 64,6% masyarakat yang memiliki keramba sendiri untuk memelihara ikan air tawar. Jenis ikan air tawar yang dipelihara di antaranya ikan mujair, ikan nila, dan ikan bandeng. Berikut merupakan gambar keramba yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Tablanusu.
Gambar 9 Keramba yang digunakan masyarakat untuk memelihara ikan air tawar Jenis pangan hewani seperti daging sapi, daging kambing, dan daging babi, sebagian besar diperoleh melalui lainnya, lainnya berarti diperoleh melalui acara yang diselenggarakan di Kampung Tablanusu.
Tabel 26 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan nabati yang dikonsumsi Jenis pangan nabati Tempe Tahu Kacang kedelai Kacang hijau Kacang Tanah
Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa kelompok pangan kacangkacangan sebesar 100,0% diperoleh melalui pembelian. Tidak ada kelompok pangan kacang-kacangan yang diperoleh melalui menanam sendiri, barter, dan pemberian oleh orang lain. Kelompok pangan sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu sebagian besar diperoleh melalui menanam sendiri di pekarangan rumah atau di ladang kebun. Jenis sayuran tersebut antara lain daun singkong, daun pepaya, bunga pepaya, daun ubi/betatas, sayur genemo, lilin, dan gedi, sedangkan jenis sayur seperti bayam, wortel, sawi, buncis, dan kangkung sebagian besar diperoleh dengan cara pembelian. Tidak ada kelompok pangan sayuran yang diperoleh melalui barter, memperoleh dari alam, dan pemberian. Hal tersebut ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 27 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan sayuran yang dikonsumsi Jenis sayuran Bayam Wortel Sawi Buncis Kangkung Daun singkong Daun pepaya Bunga pepaya Daun ubi/petatas Genemo Lilin Gedi
Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam 77,1 22,9 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 31,3 68,8 35,4 64,6 37,5 62,5 31,3 68,8 35,4 64,6 35,4 64,6 35,4 64,6
Tabel 28 menunjukkan daftar pangan buah-buahan yang dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu dan cara memperoleh pangan yang diterapkan. Tabel 28 Sebaran keluarga berdasarkan asal pangan buah-buahan yang dikonsumsi Jenis buah-buahan
Asal pangan yang dikonsumsi Pembelian Menanam Pemberian
Pisang Jambu Jeruk Mangga Nangka Pepaya Rambutan
35,4 83,3 97,9 27,1 89,6 37,5 58,3
62,5 14,6 2,1 60,4 10,4 60,4 39,6
2,1 2,1 0,0 12,5 0,0 2,1 2,1
Kelompok pangan buah-buahan sebagian besar diperoleh dengan cara pembelian kecuali pisang, mangga, dan pepaya. Ketiga jenis pangan tersebut diperoleh dengan cara menanam sendiri di pekarangan rumah atau di ladang kebun. Sebesar 12,5% jenis buah mangga diperoleh melalui pemberian oleh orang lain. Tidak ada kelompok pangan buah-buahan yang diperoleh melalui memperoleh dari alam maupun barter. Pantangan Pangan (Taboo) Pantangan atau tabu merupakan fungsi dari kebiasaan makan, yaitu suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Ada pantangan atau tabu makanan yang berdasarkan agama dan bukan berdasarkan agama atau kepercayaan. Pantangan atau tabu merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan datang. Banyak faktor yang mendasari tabu makanan, misalnya karena magis, kepercayaan, takut berkomunikasi, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Suhardjo (1989), tabu makanan adalah salah satu unsur dari sosial budaya yang beragam di Indonesia. Beberapa jenis bahan makanan dilarang untuk dikonsumsi oleh anakanak, ibu hamil, ibu menyusui, ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan makanan yang bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat, terutama anak-anak. Berikut merupakan daftar pangan yang dipantang oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 29 Daftar tabu makanan dan alasannya Golongan umur Semua
Jenis pangan Ikan Gurano
Alasan Kulit melepuh dan diare
Wanita hamil
Ikan Cakalang Ikan Pari Ikan Bubara Cumi-cumi
Pendarahan saat melahirkan Kulit rusak Tubuh anak akan berwarna kuning Anak akan mengalami “biji perut”
Wanita dewasa
Udang Ikan Puri
Alergi Leher menegang
Ibu menyusui
Minuman dingin
Bayi akan mengalami flu
Orang sakit
Kelapa tua
Mulut akan keluar
Marga Suwae
Kepiting bercorak bola Ikan sejenis Bubara
Nenek moyang Nenek moyang yang dikawal ikan tersebut (Jika mengonsumsi, tubuh akan bengkak)
Marga Soumilena
Soa-soa Ikan Suwo
Nenek moyang berasal dari hewan tersebut Kulit akan mengalami kudis
Marga Yowe
Udang jenis lobster
Nenek moyang berasal dari laut
Marga Dormena
Burung Kasuari
Nenek moyang berasal dari hewan tersebut
Tabel di atas menunjukkan beberapa jenis pangan yang dipantang oleh beberapa masyarakat Kampung Tablanusu, di antaranya adalah wanita hamil yang dipantang untuk mengkonsumsi ikan bubara dan cumi-cumi, yang dipercayai masing-masing akan menyebabkan tubuh anak berwarna kekuningan dan anak akan mengalami “biji perut”. Selain itu, di Kampung Tablanusu ada pantangan pangan berdasarkan marga keluarga, di antaranya adalah marga Suwae yang dipantang mengkonsumsi kepiting yang bercorak bola pada cangkang dan ikan sejenis bubara, hal ini karena masyarakat yang bermarga Suwae percaya bahwa ikan dan kepiting tersebut merupakan pengawal nenek moyang mereka, dan jika tetap mengkonsumsinya maka dipercayai tubuh akan mengalami pembengkakan. Selain marga Suwae, marga Soumilena juga memiliki kepercayaan bahwa jenis hewan Soa-soa (sejenis binatang melata) adalah asal nenek moyang mereka, sehingga tidak boleh mengkonsumsinya. Jika mengkonsumsi jenis ikan Suwo, maka kulit akan mengalami kudis. Selain marga Suwae dan Soumilena, marga Yowe dan Dormena juga memiliki tabu makanan. Marga Yowe dilarang untuk mengkonsumsi udang jenis lobster, dikarenakan oleh nenek moyang berasal dari laut, sedangkan marga Dormena memiliki pantangan untuk mengkonsumsi burung kasuari, dikarenakan menurut kepercayaan, nenek moyang berasal dari burung tersebut. Menurut Suhardjo (1989), tidak semua asal dan penyebab tabu makanan dapat diusut, bahkan alasan kebanyakan tidak logis dan tidak dapat dimengerti.
Dalam penelitian ini, tidak semua masyarakat Kampung Tablanusu mempercayai tabu makanan, bahkan sebagian besar tidak memiliki pantangan pangan, masyarakat mengkonsumsi semua bahan pangan yang tersedia. Preferensi Pangan Keluarga Menurut Pilgrin (1957) diacu dalam Suhardjo (1989), preferensi pangan (food preferences) merupakan tindakan atau ukuran suka atau tidak suka seseorang terhadap pangan. Fisiologi, perasaan, dan sikap integrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Berikut merupakan daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 30 Daftar pangan yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu Daftar pangan Serealia dan umbi-umbian : Sagu Singkong Ubi jalar/betatas Talas/keladi Hewani : Ikan laut Sayuran : Bayam Kangkung Daun singkong Bunga pepaya Buah-buahan : Pisang Snak : Kue pandey Kue sendok
n
%
30 14 13 18
62,5 29,2 27,1 37,5
40
83,3
11 13 14 13
22,9 27,1 29,2 27,1
11
22,9
13 13
27,1 27,1
Berdasarkan data preferensi pangan yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa sebesar 62,5% masyarakat Kampung Tablanusu menyukai jenis pangan sagu, hal ini dapat dikarenakan oleh sagu biasa diolah menjadi papeda yang merupakan makanan favorit masyarakat Papua khususnya masyarakat Kampung Tablanusu. Masyarakat Kampung Tablanusu biasanya mengkonsumsi papeda didampingi dengan ikan kuah kuning dan sayur tumis bunga pepaya. Ikan laut merupakan pangan hewani yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu dengan persentase sebesar 83,3%, hal ini karena ikan laut mudah diperoleh oleh masyarakat Kampung Tablanusu. Pisang merupakan jenis buah yang disukai oleh masyarakat Kampung Tablanusu, hal ini dapat dikarenakan
oleh kemudahan dalam memperoleh buah tersebut dan buah pisang merupakan buah yang dapat diolah dengan bermacam-macam cara pengolahan. Kue pandey dan kue sendok merupakan jenis pangan snak yang paling digemari oleh masyarakat Kampung Tablanusu, hal ini karena selain rasanya yang enak, dapat dibuat sendiri dengan mudah. Konsumsi Pangan Keluarga Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dapat dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan (Martianto 1992). Dari hasil pengumpulan data recall konsumsi pangan keluarga selama 24 jam sebanyak satu kali, diperoleh data konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu per kapita per hari seperti tersaji pada Tabel 31. Tabel 31 Rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari berdasarkan kelompok bahan pangan Kelompok bahan makanan Serealia : Beras Sagu Tepung terigu Mie Instan Umbi-umbian : Singkong Ubi jalar/betatas Talas/keladi Pangan hewani : Ikan Non ikan Pangan Nabati Sayur dan buah : Sayur Buah Total
Konsumsi pangan (g/kap/hr) 372,93 295,64 31,01 44,73 1,55 13,04 4,28 4,86 3,89 134,53 125,97 8,56 25,68 107,12 86,26 20,86 653,30
% 45,3 4,7 6,8 0,2 0,7 0,7 0,6 19,3 1,3 3,9 13,2 3,2 100,0
Ditinjau dari jumlah konsumsi berbagai kelompok bahan pangan, terlihat bahwa konsumsi serealia per kapita per hari sebanyak 372,93 g. Konsumsi pangan per kapita per hari terutama disumbang oleh beras. Konsumsi beras per kapita per hari sebanyak 295,64 g atau 45,3% dari total konsumsi pangan per
kapita per hari. Konsumsi umbi-umbian meliputi singkong, ubi jalar/betatas, dan talas/keladi masing-masing sebanyak 4,28 g, 4,86 g, dan 3,89 g. Konsumsi pangan hewani terutama didominasi oleh ikan. Konsumsi ikan per hari sebanyak 125,97 g atau 19,3% dari total konsumsi pangan per kapita per hari. Konsumsi pangan nabati sebanyak 25,68 g/kap/hr. Konsumsi pangan sayur-sayuran dan buah-buahan per kapita per hari sebanyak 107,12 g, terdiri dari 86,26 g sayuran dan 20,86 g buah-buahan. Susunan Menu Makanan Keluarga Susunan menu makanan umumnya terdiri dari berbagai bahan makanan yang tersedia dan mudah diperoleh, baik berupa bahan makanan sumber karbohidrat (makanan pokok), sumber protein, sumber vitamin maupun sumber mineral. Dari seluruh keluarga yang diamati, beras dan ikan laut selalu tersedia dalam susunan menu makanan. Selain beras, jenis pangan sagu juga terdapat dalam susunan menu makanan masyarakat Kampung Tablanusu, ada beberapa masyarakat yang mengkonsumsi beras dan sagu dalam satu waktu makan. Masyarakat mengaku tidak enak badan jika tidak mengkonsumsi sagu, tetapi jika hanya mengkonsumsi sagu saja tidak mengenyangkan sehingga mengkonsumsi kedua jenis pangan tersebut. Hanya sebagian kecil keluarga yang mengkonsumsi sumber protein hewani seperti telur ayam dan non ikan, sebagian besar mengkonsumsi ikan laut, hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan sehingga ketersediaannya melimpah dan relatif murah. Jenis sayuran yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Tablanusu adalah daun singkong, bunga pepaya, kangkung, dan bayam. Masyarakat Kampung Tablanusu jarang mengkonsumsi buah-buahan, hanya sebagian kecil keluarga yang mengadakan buah-buahan seperti pisang, pepaya, dan jeruk manis dalam susunan menu makanannya. Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Keluarga Pada
dasarnya
mengkonsumsi
suatu
bahan
makanan
adalah
mengkonsumsi zat gizi yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Oleh karena itu, tujuan mengkonsumsi suatu bahan makanan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi. Dari hasil analisis data recall 1x24 jam, diperoleh data konsumsi pangan untuk mengetahui asupan dan tingkat
kecukupan gizi. Data rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein per kapita per hari tersaji pada Tabel 32. Tabel 32 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein Zat Gizi
Asupan zat gizi
Tingkat kecukupan gizi (%)
Energi (kkal)
1641±433
75,1±18,1
Protein (g)
38,9±12,0
81,5±21,5
Berdasarkan data asupan zat gizi baik energi dan protein di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata asupan energi dan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu masih tergolong rendah atau di bawah angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan, dimana angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan adalah 2200 kkal/kapita/hari dan angka kecukupan protein (AKP) yang dianjurkan adalah 52 gram/kap/hari (WKNPG 2004). Jika tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (>120%), maka sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada Tabel 33 dan Tabel 34. Tabel 33 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan energi Defisit tingkat berat (<70%) Defisit tingkat sedang (70-79%) Defisit tingkat ringan (80-89%) Normal (90-119%) Kelebihan (>120%) Total
n 22 9 7 10 0 48
% 45,8 18,8 14,6 20,8 0,0 100,0
Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi keluarga masyarakat Kampung Tablanusu tergolong dalam kategori defisit tingkat berat yaitu 45,8%. Tidak ada keluarga di Kampung Tablanusu yang tergolong ke dalam kategori kelebihan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar keluarga tergolong ke dalam kategori defisit adalah rendahnya porsi konsumsi pangan sumber energi, hal ini dapat dikarenakan oleh kurangnya frekuensi konsumsi pangan keluarga yaitu hanya dua kali dalam sehari. Dapat diketahui bahwa sebagian besar frekuensi konsumsi pangan masyarakat Kampung Tablanusu hanya dua kali dalam sehari. Sebagaimana dijelaskan menurut Khomsan (2003), bahwa frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin
besar. Begitu pula menurut Suhardjo (1989), untuk menghindari terjadinya masalah gizi sebaiknya frekuensi makan tiga kali sehari. Tabel 34 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein Defisit tingkat berat (<70%) Defisit tingkat sedang (70-79%) Defisit tingkat ringan (80-89%) Normal (90-119%) Kelebihan (>120%) Total
n 17 7 6 17 1 48
% 35,4 14,6 12,5 35,4 2,1 100,0
Tingkat kecukupan protein keluarga masyarakat Kampung Tablanusu sebagian besar tergolong kedalam kategori defisit tingkat berat dan normal dengan presentasi sebesar 35,4%. Kecukupan protein dipengaruhi oleh faktorfaktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, faktor fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Masyarakat Kampung Tablanusu lebih sering mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan laut dibandingkan pangan nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Hal ini karena sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan sehingga pangan hewani seperti ikan laut mudah untuk diperoleh tanpa harus dibeli. Selain itu, masyarakat Kampung Tablanusu jarang sekali mengkonsumsi jenis pangan hewani lainnya seperti daging sapi, daging kambing, daging babi maupun daging ayam karena harus menempuh jarak yang jauh untuk memperolehnya dan harganya relatif mahal. Kurangnya variasi dan porsi pangan sumber protein dapat menyebabkan keluarga masyarakat Kampung Tablanusu mengalami defisit protein. Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Individu Berdasarkan hasil analisis data recall 1x24 jam, diperoleh data konsumsi pangan untuk mengetahui asupan dan tingkat kecukupan gizi individu. Berikut merupakan rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu masyarakat Kampung Tablanusu. Tabel 35 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein individu Zat gizi Energi (kkal) Protein (g)
Asupan zat gizi 1616±560
Tingkat kecukupan gizi (%) 73,9±20,8
38,2±15,3
79,8±27,6
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata asupan zat gizi baik energi maupun protein individu masyarakat Kampung Tablanusu masih tergolong rendah atau di bawah angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Jika
tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (7079%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan kelebihan (>120%), maka sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 36 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
n 118 52 33 45 9 257
% 45,9 20,2 12,8 17,5 3,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan energi sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat, yaitu dengan persentase sebesar 45,9%, sedangkan masyarakat yang tergolong ke dalam kategori normal hanya sebesar 17,5%. Terdapat 3,5% masyarakat yang tergolong ke dalam kategori kelebihan energi. Faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar masyarakat mengalami defisit energi adalah kurangnya konsumsi pangan sumber energi, hal ini dikarenakan oleh frekuensi konsumsi pangan yang hanya dua kali dalam sehari. Selain itu, menu makanan yang kurang beragam dan tidak seimbang juga dapat menyebabkan masyarakat Kampung Tablanusu mengalami defisit energi. Tabel 37 Sebaran individu berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
n 106 36 26 61 28 257
% 41,2 14,0 10,1 23,7 10,9 100,0
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu sebagian besar tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 41,2%, sedangkan masyarakat yang tergolong ke dalam kategori normal hanya sebesar 23,7%. Sebesar 10,9% masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori kelebihan protein. Faktor yang dapat menyebabkan sebagian besar masyarakat mengalami defisit protein adalah kurangnya konsumsi pangan sumber protein, hal ini dapat disebabkan oleh frekuensi konsumsi pangan hanya
dua kali dalam sehari. Pangan sumber protein yang kurang beragam merupakan faktor yang dapat menyebabkan masyarakat Kampung Tablanusu mengalami defisit protein. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 38 menggambarkan tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin masyarakat Kampung Tablanusu, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat kecukupan gizi masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar (52,9%) masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki mengalami defisit tingkat berat lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan. Faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah angka kecukupan energi (AKE) laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan angka kecukupan energi (AKE) perempuan, selain itu tingkat aktifitas laki-laki juga lebih tinggi karena bekerja lebih berat dibandingkan dengan tingkat aktifitas perempuan. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 38 Tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis kelamin Tingkat kecukupan energi Defisit tingkat berat Defisit tingat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total Rata-rata ± SD
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 74 52,9 44 37,6 27 19,3 25 21,4 13 9,3 20 17,1 23 16,4 22 18,8 3 2,1 6 5,1 140 100,0 117 100,0 71,8±19,5
76,4±22,2
Tabel 39 menggambarkan tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin pada masyarakat Kampung Tablanusu, berdasarkan data pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar (47,0%) masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan mengalami defisit tingkat berat lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki. Faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin laki-laki mengkonsumsi pangan sumber protein lebih banyak
dibandingkan dengan masyarakat Kampung Tablanusu yang berjenis kelamin perempuan. Dalam waktu sekali makan, masyarakat berjenis kelamin laki-laki bisa mengkonsumsi 2-4 potong lauk hewani seperti ikan, sedangkan masyarakat berjenis kelamin perempuan hanya 1-2 potong. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 39 Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis kelamin Tingkat kecukupan protein Defisit tingkat berat Defisit tingat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total Rata-rata ± SD
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 51 36,4 55 47,0 26 18,6 10 8,5 14 10,0 12 10,3 32 22,9 29 24,8 17 12,1 11 9,4 140 100,0 117 100,0 80,0±27,0 78,6±28,5
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein berdasarkan Kelompok Umur Tabel 40 menggambarkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan kelompok umur anak-anak, remaja, dan dewasa pada masyarakat Kampung Tablanusu. Berdasarkan data pada tabel di bawah ini, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi pada kelompok umur anak paling rendah dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan energi kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini dapat dikarenakan oleh rendahnya konsumsi pangan sumber
energi
oleh
anak-anak
terutama
nasi.
Susahnya
anak-anak
mengkonsumsi nasi dapat menyebabkan defisit energi pada anak-anak. Rata-rata tingkat kecukupan protein pada kelompok umur anak dan dewasa lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan protein pada kelompok umur remaja. Hal ini dapat dikarenakan oleh anak-anak gemar mengkonsumsi ikan laut, sehingga porsi lauk hewani seperti ikan lebih banyak dikonsumsi dalam waktu satu kali makan. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 40 Rata-rata tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur (%) Zat gizi Energi Protein
Tingkat kecukupan gizi berdasarkan kelompok umur (%) Anak Remaja Dewasa 65,9±17,4 75,4±19,6 76,7±22,0 83,3±24,0 67,0±24,4 84,5±28,9
Jika tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan kelompok umur dikategorikan menurut Departemen Kesehatan (2006) menjadi defisit tingkat
berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan kelebihan (>120%), maka sebaran tingkat kecukupan energi dan protein masyarakat Kampung Tablanusu berdasarkan kelompok umur yaitu kelompok umur anak, remaja, dan dewasa dapat dilihat pada Tabel 41 sampai dengan Tabel 46. Tabel 41 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur anak Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Kelompok Umur (tahun) 4-6 7-9 n % n % n % 14 63,6 8 53,3 10 45,5 5 22,7 4 26,7 6 27,3 1 4,5 1 6,7 5 22,7 1 4,5 2 13,3 1 4,5 1 4,5 0 0,0 0 0,0 22 100,0 15 100,0 22 100,0 1-3
Total n % 32 54,2 15 25,4 7 11,9 4 6,8 1 1,7 59 100,0
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi pada kelompok umur anak-anak tergolong ke dalam defisit tingkat berat, baik pada rentang umur 1-3 tahun, 4-6 tahun, dan 7-9 tahun. Tabel 42 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur remaja Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Kelompok Umur (tahun) 10-12 13-15 16-19 n % n % n % 5 22,7 11 64,7 10 38,5 9 40,9 3 17,6 4 15,4 4 18,2 1 5,9 5 19,2 4 18,2 2 11,8 5 19,2 0 0,0 0 0,0 2 7,7 22 100,0 17 100,0 26 100,0
n 26 16 10 11 2 65
Total % 40,0 24,6 15,4 16,9 3,1 100,0
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok umur remaja tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 40,0%. Kelompok umur yang tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat berada pada rentang umur 13-15 tahun dan 16-19 tahun. Tabel 43 Tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur dewasa Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Kelompok Umur (tahun) 20-45 46-59 ≥60 n % n % n % 42 50,6 15 39,5 3 25,0 13 15,7 4 10,5 4 33,3 11 13,3 4 10,5 1 8,3 15 18,1 12 31,6 3 25,0 2 2,4 3 7,9 1 8,3 83 100,0 38 100,0 12 100,0
Total n % 60 45,1 21 15,8 16 12,0 30 22,6 6 4,5 133 100,0
Sebagian besar kelompok umur dewasa tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 45,1%. Kelompok umur yang mengalami defisit tingkat berat berada pada rentang umur 20-45 tahun dan 4659 tahun. Berdasarkan data pada tabel tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit pada semua kelompok umur, baik kelompok umur anak, remaja, maupun dewasa. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber energi, serta menu makanan yang kurang beragam dan seimbang. Berikut merupakan tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur. Tabel 44 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur anak Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Kelompok Umur (tahun) 4-6 7-9 n % n % n % 7 31,8 5 33,3 5 22,7 3 13,6 1 6,7 7 31,8 1 4,5 3 20,0 1 4,5 10 45,5 6 40,0 6 27,3 1 4,5 0 0,0 3 13,6 22 100,0 15 100,0 22 100,0 1-3
Total n % 17 28,8 11 18,6 5 8,5 22 37,3 4 6,8 59 100,0
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar kelompok umur anak-anak tergolong ke dalam kategori normal dengan persentase sebesar 37,3%. Kelompok umur anak yang tergolong ke dalam kategori normal berada pada rentang umur 1-3 tahun dan 4-6 tahun. Sementara itu, kelompok umur anak-anak pada rentang umur 7-9 tahun, sebagian besar tergolong ke dalam kategori defisit tingkat sedang. Tabel 45 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur remaja Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Kelompok Umur (tahun) 10-12 13-15 16-19 n % n % n % 14 63,6 14 82,4 13 50,0 5 22,7 0 0,0 5 19,2 2 9,1 2 11,8 2 7,7 1 4,5 0 0,0 5 19,2 0 0,0 1 5,9 1 3,8
Total n % 41 63,1 10 15,4 6 9,2 6 9,2 2 3,1
22
65 100,0
100,0
17 100,0
26
100,0
Tingkat kecukupan protein pada kelompok umur remaja, sebagian besar tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat, baik pada rentang umur 10-12
tahun, 13-15 tahun, maupun 16-19 tahun. Hanya sebagian kecil yang tergolong ke dalam kategori normal. Tabel 46 Tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur dewasa Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Kelompok Umur (tahun) 20-45 46-59 ≥60 n % n % n % 31 37,3 12 31,6 5 41,7 9 10,8 6 15,8 0 0,0 9 10,8 6 15,8 0 0,0 21 25,3 6 15,8 6 50,0 13 15,7 8 21,1 1 8,3
Total n % 48 36,1 15 11,3 15 11,3 33 24,8 22 16,5
83
133 100,0
100,0
38
100,0
12
100,0
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok umur dewasa tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 36,1%. Kelompok umur dewasa yang tergolong ke dalam kategori defisit tingkat berat berada pada rentang umur 20-45 tahun dan 46-59 tahun. Sementara itu, kelompok umur dewasa pada rentang umur ≥60 tahun, sebagian besar tergolong ke dalam kategori normal dengan persentase sebesar 50,0%. Berdasarkan data pada tabel tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu tergolong ke dalam kategori defisit, terutama pada kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya porsi konsumsi dan variasi pangan sumber protein. Hubungan antar Variabel Hubungan antara Karakteristik Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman,
menunjukkan
tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) (p>0,05, r=-0,154) dan isteri KK (p>0,05, r=-0,694), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05, r=0,122), dan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan besar keluarga (p>0,05, r=-0,215). Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar masyarakat Kampung Tablanusu memperoleh pangan yang dikonsumsinya dari hasil menanam atau memelihara sendiri bahan pangannya, terutama kelompok pangan sayuran dan buah-buahan, berikut pula kelompok pangan hewani seperti ikan laut yang dapat diperoleh dengan mudah dari alam, sehingga sebagian besar masyarakat
Kampung Tablanusu tidak perlu mengeluarkan uang untuk memperoleh bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Sebagaimana dinyatakan oleh Suhardjo (1989), bahwa bila kebutuhan akan pangan dapat dipenuhi oleh produksi sendiri, maka penghasilan dalam bentuk uang tidak menentukan kapasitas bahan pangan.
Kelemahan
mengumpulkan
data
metode
recall
konsumsi
1x24
pangan,
jam
yang
sehingga
digunakan
kurang
dalam
representatif
menggambarkan kebiasaan makan masyarakat Kampung Tablanusu dapat pula mempengaruhi tingkat kecukupan energi. Hubungan antara Karakteristik Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dan Spearman, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) (p>0,05, r=-0,110) dan isteri KK (p>0,05, r=0,034), tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan pendapatan per kapita keluarga (p>0,05, r=0,018) dan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan besar keluarga (p>0,05, r=-0,217). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecukupan protein antara lain : 1) Umur, 2) Jenis kelamin, 3) Ukuran tubuh terutama berat badan, 4) keadaan fisiologis, dan 5) Iklim atau altitude. Faktor lain yang turut mempengaruhi kecukupan protein adalah mutu protein dan tingkat konsumsi energi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Kurangnya variasi protein yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan hewani lain selain ikan akibat kurangnya akses kepada pangan sumber protein lainnya dapat pula mempengaruhi tingkat kecukupan protein masyarakat Kampung Tablanusu. Selain itu, kelemahan metode recall 1x24 jam yang digunakan dalam mengumpulkan data konsumsi pangan, sehingga kurang representatif menggambarkan kebiasaan makan masyarakat Kampung Tablanusu dapat pula mempengaruhi tingkat kecukupan protein.