29
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum UPT T&R BNN UPT T&R
BNN diresmikan pada tahun 1974 oleh Almh. Ibu Tien
Soeharto dengan nama Wisma Pamardi Siwi sesuai dengan Bakolak Inpres No.6 tahun 1971 sebagai pilot project DKI Jakarta. Wisma Pamardi Siwi didirikan sebagai tempat tahanan wanita dan anak-anak nakal sebelum perkaranya diajukan ke pengadilan. Wisma Pamardi Siwi terletak di Jl. MT. Haryono no. 11, Cawang, Jakarta Timur yang kini menjadi kantor Badan Narkotika Nasional. Tahun 1985 menurut surat keputusan Kapolri No.Pol Skep/ 08/VII/1985 tentang perubahan organisasi Polri, Dinas Pamardi Siwi maka wisma Pamardi Siwi berubah menjadi Rumwattik Pamardi Siwi. Rumwattik Pamardi Siwi ini berfungsi sebagai tempat rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan korban narkoba. Pada tahun 1997 dikembangkan Klinik Nazatra Dis Dokkes PMJ sebagai pendukung pelayanan dalam bidang rehabilitasi medik dalam rangka pelayanan terpadu (medik dan sosial) bagi korban narkoba dan trauma. Menurut keputusan Presiden RI No. 17 tahun 2002 tentang BNN dan sesuai Keputusan Ketua BNN No: Kep 02/IV/2002 tanggal 25 Januari serta disempurnakan dengan Kep No. 20/ XII/2004/BNN maka Rumwattik Pamardi Siwi berubah menjadi Unit T&R Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi. Kini menjadi UPT T&R Badan Narkotika Nasional (UPT T & R BNN). Bentuk penanganannya adalah membantu para korban narkoba dan HIV/AIDS. UPT T & R BNN ini terletak di Jl. HR Mayjen Edi Sukma, desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong, Bogor. Visi institusi ini adalah menjadi pusat pelayanan dan rujukan nasional dalam bidang terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Selain itu misi dari institusi adalah memberikan pelayanan terapi dan rehabilitasi secaraterpadu dan profesional, mendidik dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam bidang pelayanan
terapi dan rehabilitasi, melakukan operational research
dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan terapi dan rehabilitasi. Alur pelayanan UPT T&R
BNN terdiri dari initial intake, detoksifikasi,
entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge program. Initial intake merupakan tahap seseorang yang akan menjalani terapi dan rehabilitasi. Tahap ini berupa wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, body spotcheck, penandatanganan inform concent. Tahap kedua detoksifikasi selama 2 minggu.
30
Penanganan gejala putus zat (withdrawal syndrome) berupa perbaikan fisik dan mengatasi komplikasi, pemeriksaan medis, terapi simptomatik, dan terapi aktivitas kelompok. Tahap ketiga entry unit selama 2 minggu. Fase stabilisasi pasca putus zat berupa assesment, menstabilkan mental dan emosional, pengenalan program rehabilitasi, psikoterapi dan hipnoterapi, dan kesepakatan pelayanan rehab. Tahap keempat bergabung ke program primary unit selama 6 bulan. Rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community (TC) dengan penggalian bakat, minat, dan potensi. Fase program TC terdiri dari fase younger member, middle member, dan older member. Tahap selanjutnya adalah re-entry program selama 5 bulan. Re-entry program merupakan program
lanjutan TC berupa terapi
vocational (keterampilan) dan resosialisasi dengan melibatkan residen pada kegiatan di luar lembaga serta program pencegahan kekambuhan. Discharge program merupakan tahap akhir setelah menyelesaikan program primary dan reentry, residen dinyatakan selesai program, dan selama 3 bulan akan mendapatkan bimbingan lanjutan. Karakteristik Individu Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki yang sedang menjalani rehabilitasi pada tahap primaryyang disebut dengan residen.Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, jenis narkoba yang pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, dan pengetahuan gizi residen. Usia Usia residen yang menjalani rehabilitasi di UPT T&R BNN terdiri dari remaja, dewasa muda, dan dewasa madya. Menurut Hurlock (2001), dewasa muda dimulai pada usia 20-40 tahun, dewasa madya dimulai pada usia 41-60 tahun, dan dewasa lanjut dimulai pada usia 61 tahun hingga kematian. Sebagian besar residen berusia 20-40 tahun (63.6%) yang tergolong sebagai dewasa muda, 27.3 persen tergolong dewasa madya, dan 9.1 persen tergolong remaja (Tabel 5). Tabel 5 Sebaran usia residen. Sebaran Usia Remaja (<20 tahun) Dewasa muda (20-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Total
n 5 35 15 55
Contoh % 9.1 63.6 27.3 100
31
Pendidikan Tingkat pendidikan residen sebagian besar telah tamat SMA (81.8%). Residen dengan gelar strata satu sebanyak 4 orang (7.3%) sebanding dengan residen yang hanya lulusan SMP dan sisanya adalah lulusan diploma sebesar 3.6 persen (Tabel 6). Tabel 6 Pendidikan residen. Pendidikan
Contoh %
n
Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/sederajat Akademi/diploma Universitas/sarjana
4 45 2 4
7.3 81.8 3.6 7.3
Total
55
100.0
Jenis Narkoba yang Digunakan Jenis narkoba yang pernah digunakan residen yaitu narkotika (18.18%), psikotropika (50.91%), dan keduanya (narkotika dan psikotropika) sebanyak 30.91 persen (Tabel 7). Narkotika yang pernah digunakan residen antara lain putaw/heroin dan methadone, sedangkan psikotropika yang pernah digunakan residen yaitu shabu, ganja, dan extacy. Tabel 7 Jenis narkoba yang pernah digunakan. Jenis narkoba
n
%
Narkotika Psikotropika Keduanya
10 28 17
18,18 50,91 30,91
Total
55
100
Narkoba yang pernah digunakan residen sebagian besar tergolong narkotika golongan I dan psikotropika golongan I. Narkotika dan psikotropika golongan Iadalah narkoba yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi yang menyebabkan ketergantungan (Martono 2006). Alasan Konsumsi Narkoba Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar pada awalnya coba-coba (43.64%), stres dan ada masalah (20%), pengaruh teman
(14.5%),
rasa
nikmat
dan
kebutuhan
(12.73%),
serta
sebagai
penyemangat kerja (9.09%) (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan Buntje dalam Yurliani (2007) yang menyebutkan adanya faktor individu (kepribadian, rasa ingin tahu, usia, dorongan kenikmatan) dan faktor lingkungan (ketidakharmonisan
32
keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, dan pengaruh teman) yang menyebabkan seseorang mengkonsumsi narkoba. Tabel 8 Alasan penggunaan narkoba. Contoh
Alasan Penggunaan Narkoba
n
Coba-coba (rasa ingin tahu) Pengaruh teman Penyemangat kerja Stres, ada masalah
24 8 5 11
% 43.64 14.55 9.09 20.00
Nikmat, kebutuhan Total
7 55
12.73 100
Riwayat Penyakit Residen yang memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 43.64% sedangkan residen yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 56.36 persen. Tabel 9 menjelaskan penyakit yang sedang dan pernah dialami residen yaitu HIV, hepatitis C, tifoid, asma, pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi, TBC, hernia, dan terdapat juga yang memiliki komplikasi. Sebanyak 7.3 persen residen mengidap hepatitis C, 5.5 persen residen mengidap HIV, 5.5 persen mengidap HIV disertai TBC, dan 5.5 persen mengidap HIV disertai hepatitis C. Beberapa penyakit yang dialami residen merupakan akibat dari penggunaan narkoba. Menurut Clara et al. (2001), akibat jangka panjang dari penggunaan narkoba antara lain terjadi gangguan pada hati dan ginjal, tubberculosis paru(TBC paru), HIV, anemia, dan malaria. Tabel 9 Riwayat penyakit residen. Riwayat Penyakit HIV Hepatitis C Tifoid Asma Pnemonia Diabetes Hipertensi Asam urat Alergi Malaria Hernia Tidak ada Total
Contoh n
% 3 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 31 55
18.3 7.3 3.6 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 56.4 100
Pengetahuan Gizi Menurut Enger et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang. Selain pendapatan, peningkatan pendidikan serta pengetahuan
33
tentang pangan dan gizi diperlukan agar masyarakat dapat memperbaiki konsumsi pangan dan gizi sekaligus kesehatan mereka. Riyadi (1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan ke dalam pemilihan pangan dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai dan keadaan kesehatan seseorang.Berikut ini disajikan tabel tingkat pengetahuan gizi residen. Tabel 10 Tingkat pengetahuan gizi residen. Pengetahuan Gizi Kurang Sedang Baik Total Rata-rata ± SD
Contoh N % 16 29.1 25 45.5 14 25.5 55 100 71.4 ± 14.9
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan residen yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang sebesar 29.1 persen. Sebanyak 45.5 persen memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang dengan rata-rata skor 71.4 dan 25.5 persen memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya konsentrasi dan terganggunya daya pikir residen akibat penggunaan narkoba. Menurut Miller (2010), narkoba dapat mengubah struktur otak dan mengganggu fungsi otak. Obat-obatan terlarang itu mengakibatkan gangguan penilaian, kurangnya kontrol diri, ketidakmampuan untuk mengatur emosi, dan kurangnya motivasi, memori atau fungsi belajar. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN adalah kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen. Alur kerja penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN dapat dilihat pada Gambar 3. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan UPT T&R BNN dalam menyediakan makanan sebagai proses untuk memenuhi kebutuhan residen dan memperbaiki status gizi. Setiap hari dapur penyelenggara makanan menyediakan makanan untuk ± 400 orang yang ditujukan untuk staff pegawai dan residen tahap detoksifikasi, entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge program. Bentuk penyelenggaraan makanan yang dilakukan UPT T&R BNN untuk menyelenggarakan makanan residen dan staf pekerja adalah dengan
34
sistem
swakelola,
melaksanakan
dimana
semua
UPT
kegiatan
T&R
BNN
bertanggung
penyelenggaran
jawab
makanan.
untuk Sistem
pendistribusian penyajian penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN berupa desentralisasi.
Menurut
Depkes
(1991),
menyatakan
bahwa
distribusi
desentralisasi yaitu penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, di ruang makan makanan disajikan dalam bentuk porsi.
Perencanaan menu dan kebutuhan
Pemesanan dan pembelian
Penerimaan
Penyimpanan
Persiapan
Pengolahan/pemasakan
Pendistribusian
Penyajian Gambar 3 Alur penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN. Input Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan makanan institusional dikarenakan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaran ini umumnya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah, lembaga rehabilitasi, dan lain-lain (Moehyi 1992). Anggaran dana untuk penyelenggaraan tersebut berasal dari negara yang diberikan kepada Kepala UPT T&R BNN. Biaya makan untuk residen dan staff pekerja tidak dapat dijelaskan oleh koordinator dapur, karena dapur tidak
35
diberikan anggaran
untuk belanja dan semua pembiayaan dilakukan oleh
pegawai Kepala UPT T&R BNN. Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN diawasi oleh koordinator dapur yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kesiapan sarana dan prasarana produksi yang dibantu oleh seorang master koki. Jumlah tenaga kerja di dapur UPT T&R BNN sebanyak 21 orang yang terdiri dari 1 orang koordinator, 1 orang master koki, 6 orang juru masak, 10 orang bagian pemotongan, 2 orang petugas kebersihan, dan 1 orang bagian penyimpanan. Pendidikan terakhir pegawai dapur seluruhnya adalah sekolah menengah atas (SMA). Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi pegawai di dapur UPT T&R BNN, yang terpenting adanya niat kerja, semangat, dan ulet bekerja. Jam kerja pegawai yaitu tiga hari bekerja dan tiga hari libur. Pegawai yang bekerja di dapur tidak memiliki baju kerja khusus. Pegawai dibebaskan untuk memakai baju apa saja, yang terpenting baju itu rapi dan sopan. Beberapa tata tertib yang juga harus dipatuhi pegawai yaitu meminta izin jika tidak bekerja, mencuci tangan sebelum bekerja, dan tidak merokok. Luas bangunan dapur penyelenggaraan makanan sebesar ± 200 m 2. Ruangan dapur penyelenggaraan makanan terdiri dari ruang pengolahan makanan, penyimpanan bahan makanan kering, ruang penerimaan bahan makanan, ruang koordinator dapur, serta kamar tidur pegawai dan toilet di bagian atas. UPT T&R BNN menyediakan kamar tidur yang digunakan pegawai untuk beristirahat dan tidur.Selain itu juga ruang dapur terletak bersebelahan dengan ruang laundry. Tempat sampah yang disediakan dapur penyelenggaraan makanan sebanyak 2 buah. Tempat sampah ini berbentuk silinder yang berukuran kecil. Sisa-sisa kulit dan potongan sayuran serta bahan mentah lainnya biasanya dikumpulkan menggunakan plastik besar kemudian diletakkan di samping dapur yang selanjutnya akan diangkut oleh mobil sampah setiap pagi dan sore. Sarana pencucian peralatan masak terletak di dapur. Peralatan yang telah dicuci diletakkan pada rak yang berada di samping tempat pencucian. Terdapat juga kotak obat-obatan P3K di ruang penerimaan. Alat-alat masak yang digunakan yaitu: kompor, rice cooker, wajan, panci, pisau, talenan, ulekan, blender, mixer, oven, alat pemanggang, dan lain-lain.
36
Proses Penyelenggaraan Makanan Perencanaan
menu.
Sebelum
merencanakan
menu
diperlukan
perencanaan kebutuhan gizi. Perencanaan kebutuhan gizi bertujuan mengetahui jumlah zat gizi yang dibutuhkan dan harus terpenuhi oleh setiap residen. Berikut ini rata-rata kebutuhan gizi yang dibutuhkan residen dalam satu hari. Tabel 11 Rata-rata kebutuhan gizi residen. Zat gizi
Energi (kkal)
Kebutuhan
2720
Protein (g) 66
Menu disusun oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang kemudian disetujui oleh Kepala UPT. Penyusunan menu yang akan diolah disesuaikan dengan selera residen/pegawai dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Pada perencanaan menu penting pula untuk menentukan siklus menu. Penetapan siklus menu ini dilakukan untuk mencegah kebosananan. Siklus menu umumnya direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari (Yuliati & Santoso 1995). Susunan menu sehari pada umumnya di dapur UPT T & R BNN dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Kerangka menu penyelenggaraan makanan di UPT T & R BNN. Waktu Makan Pagi
Kelompok Bahan Makanan Makanan pokok I Makanan pokok II Lauk hewani/ nabati Sayur Minuman
Selingan pagi
Snack
Siang
Makanan pokok Lauk hewani Lauk nabati Sayur Buah
Selingan sore
Snack
Malam
Makanan pokok Lauk hewani Lauk nabati Sayur Minuman
Bahan Makanan Beras Mie kering, soun, bihun Telur, daging ayam, nugget, tempe, tahu Sayuran Teh manis Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti Beras daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan tempe, tahu Sayuran pisang, semangka, jeruk Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti Beras daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan tempe, tahu Sayuran Teh manis
37
Siklus menu di UPT T & R BNN yaitu menggunakan siklus 10 hari ditambah hari ke 31 memakai menu khusus. Menu yang telah disusun terkadang mengalami perubahan sedikit disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan yang ada di dapur. Apabila bahan makanan yang dibutuhkan telah tersedia di dapur atau bahan makanan tersebut terdapat dalam kondisi yang baik, maka menu akan dibuat sesuai dengan yang telah direncanakan. Namun, jika tidak maka juru masak akan mengganti beberapa menu dengan menu yang lain dengan memperhatikan selera residen untuk mencegah kebosanan. Menu yang disediakan penyelenggara makanan untuk residen adalah sama, kecuali residen yang sedang sakit. Makanan untuk residen yang sakit akan diganti sesuai rekomendasi ahli gizi. Umumnya jenis makanan yang diganti adalah makanan pokok yaitu dari nasi menjadi bubur. Namun, lauk pauk dan sayur juga dapat diganti apabila reisden mengalami alergi terhadap makanan tertentu. Lauk pauk yang umumnya diganti misalnya ikan teri yang diganti dengan telur. Selain siklus menu, standar porsi makanan yang diberikan kepada residen sebaiknya juga diperhatikan. Hal ini dapat memberikan kemudahan dalam menghitung kebutuhan pangan. Berikut ini standar porsi yang dapat menjadi acuan dalam menyajikan makanan. Tabel 13 Standar porsi makanan.
Makanan pokok
Bahan Makanan Nasi Bubur Mie
Lauk Hewani
Ayam
50
Telur Daging Ikan
50 50 50
Tahu Tempe
100 50
Kelompok Bahan pangan
Lauk Nabati Sayur Buah
Standar Porsi (g) 300 400 50
100 Sesuai satuan penukar
Kebutuhan makanan terbanyak terdapat pada kebutuhan beras yaitu sebesar 12.85 ton. Berikut ini adalah tabel taksiran kebutuhan selama tiga bulan yang dibuat oleh penulis agar dapat membantu penyelenggara makanan dalam merencanakan kebutuhan dan merencanakan anggaran dana yang dilakukan
38
Kepala UPT T&R BNN (Tabel 14). Taksiran kebutuhan ini dihitung berdasarkan standar porsi dan siklus menu selama 10 hari pada bulan Juli hingga September 2011. Standar porsi yang digunakan berasal dari penimbangan ketersediaan. Hal ini dikarenakan standar porsi dapur menggunakan takaran rumah tangga seperti centong nasi dan centong sayur. Kebutuhan makanan dihitung sesuai dengan jumlah residen dan staff yang menjadi konsumen penyelengara makanan yaitu sebanyak 400 orang. Tabel 14 Taksiran kebutuhan makanan penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN selama 3 bulan (Juli-September). Kelompok Bahan Makanan Makanan pokok Lauk hewani Lauk hewani
Lauk nabati
Sayur
Buah Susu Gula Minyak
Bahan makanan Beras Mie kering Tepung terigu Ayam Daging sapi Telur Ikan mujair Ikan nila Ikan teri Ikan bawal Ikan lele Ati ampela Tahu Tempe Bayam Jagung Nangka Terong Daun singkong Wortel Kacang panjang Toge Sawi Buncis Pisang Semangka Jeruk Pepaya Gula Minyak
Ukuran porsi (g) 300 50
Frekuensi pemberian 30 3
70 40 60 50 50 50 50 50 50 100 50 50 50 100 100 100 50
8 5 8 1 1 1 1 1 1 7 12 2 4 2 1 1 5
50
2
50 50 50 70 100 100 100 200 26
3 5 3 6 2 1 1 1 20
Kebutuhan (ton) 12.85 0.16 0,11 2.95 1.22 1.73 0.27 0.27 0.19 0.27 0.43 0.32 2.27 2.16 0.39 0.72 0,72 0,36 0,54 0,9 0,36 0,54 0,9 0,54 1,51 0,72 0.36 0.36 0.72 1.08 1.09
Pemesanan dan pembelian bahan makanan. Pemesanan bahan makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Koordinator dapur mencatat bahan makanan yang akan dipesan. Pemesanan makanan hanya dilakukan melalui telepon oleh koordinator dapur kepada supplier. Hal ini
39
dilakukan berdasarkan rasa kepercayaan antara koordinator dapur dengan supplier. Pemesanan
bahan
makanan
basah
dilakukan
seminggu
sekali
sedangkan bahan kering dilakukan sebulan sekali. Hal ini disebabkan bahan makanan basah lebih cepat rusak sedangkan bahan makanan kering dapat bertahan cukup lama. Bahan makanan berupa sayuran dan buah-buahan akan datang setiap hari dan bahan-bahan kering akan datang setiap seminggu sekali. Penerimaan bahan makanan. Penerimaan dilakukan oleh koordinator dapur dan didampingi oleh master koki. Koordinator dapur dan master koki memeriksa bahan makanan yang datang untuk disesuaikan dengan pemesanan dan spesifikasi. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai dengan spesifikasi maka barang akan dikembalikan dan diganti dengan yang lebih baik pada hari yang sama. Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum pada faktur pembelian, mutu bahan makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Yulianto & Santoso 1995). Menurut Depkes RI (1993), seleksi bahan makanan yang masih segar dan yang sudah busuk atau tidak sesuai dengan spesifikasi pada saat memesan harus sudah dilakukan pada saat pembelian atau penerimaan bahan makanan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, seperti 1) makanan yang tidak dapat dimakan karena sudah kadaluarsa; 2) jika harus mengganti makanan, maka sering terjadi zat gizi dari bahan makanan pengganti tidak sesuai dengan bahan makanan yang diterima; 3) dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti diare, muntah-muntah, sakit kepala, dll. Penyimpanan. Bahan makanan yang telah diperiksa kemudian disimpan ke dalam gudang penyimpanan. Penyimpanan bahan makanan yang ada di dapur UPT T & R BNN terbagi menjadi dua yaitu penyimpanan bahan makanan basah dan penyimpanan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan basah disimpan di dalam chiller dan freezer. Bahan makanan yang biasanya disimpan di chiller adalah sayuran, tahu, tempe, bakso, dan lain-lain. Freezer digunakan untuk menyimpan daging-dagingan, ikan, nugget, dan lain-lain. Namun, sebelum disimpan bahan makanan seperti, sayur-sayuran yang
40
disimpan di dalam chiller tidak dilakukan proses pembersihan dahulu, sedangkan daging-dagingan dan ikan dilakukan proses pembersihan. Hal ini menurut koordinator dapur disebabkan sayur-sayuran yang dibeli sudah terlihat bersih sehingga tidak perlu dicuci dahulu. Penyimpanan bahan makanan kering disimpan di dalam gudang kering. Gudang kering berisi beras, gula pasir, telur, kecap, susu, minyak, dan lain-lain. Gudang kering belum memenuhi standar yang menyebutkan apabila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan ( jarak makanan dengan lantai 15 cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm, jarak makanan dengan langit-langit 60 cm, bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Hal ini karena bahan makanan kering ada yang diletakkan dilantai dan tidak tersusun dengan rapi. Metode penyimpanan makanan yang digunakan dapur UPT T & R BNN yaitu first in first out (FIFO) yang artinya bahan makanan yang masuknya lebih dahulu di keluarkan terlebih dahulu sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan di keluarkan belakangan (Yuliati & Santoso 1995). Pengolahan. Pengolahan bahan makanan memiliki dua tahapan pengerjaan yaitu persiapan dan pemasakan. Tujuan dari persiapan adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan (Mukrie et al 1990). Persiapan bahan makanan yang dilakukan di dapur UPT T
& R BNN sebelum mengolah bahan makanan antara lain
mengupas, memotong, dan mencuci. Hal ini belum sesuai dengan pernyataan Mukrie et al 1990, yang menyebutkan persiapan meliputi pengerjaan bahan makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak yaitu membersihkan, mencuci, mengupas, memotong, merendam, mengiris, dan lain-lain. Proses persiapan dilakukan beberapa jam sebelum pengolahan. Seluruh tenaga kerja turut melakukan proses persiapan. Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai. Proses pemasakan bahan makanan dilakukan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam. Pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam dilakukan oleh 8 orang, yang masing-masing dilakukan
41
pada pukul 03.00-06.00, 08.00-11.00, dan 14.00-17.00 WIB. Jumlah porsi yang harus disediakan setiap hari oleh dapur yaitu 400 porsi. Menurut Mukrie et al 1990, tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan. Proses Distribusi. Setelah proses pemasakan selesai, selanjutnya adalah pendistribusian makanan kepada seluruh residen dan staf.Makanan ditempatkan sedangkan
pada wadah seperti termos nasi dan wadah plastik besar, makanan
untuk staff
diletakkan di
stereo
foam.
Makanan
didistribusikan ke pantry tiap unit. Waktu pendistribusian makanan di dapur UPT T & R BNN dibagi menjadi 4 waktu, yaitu makan pagi, selingan pagi, makan siang dan selingan sore, serta makan malam. Pendistribusian makan dimulai pada pukul 06.00, selingan pagi pada pukul 08.30, makan siang bersamaan dengan selingan sore diberikan pada pukul 11.30, dan makan malam diberikan pada pukul 17.30. Penyajian makanan. Makanan untuk residen yang berada di unit detoksifikasi dan entry unit dsajikan oleh petugas dapur sedangkan untuk unit primary, re-entry, dan discharge disajikan oleh residen bagian pantry. Makanan dibagikan dalam jumlah yang sama dan residen diharuskan untuk menghabiskan semua makanan yang tersedia. Alat makan untuk residen berupa plato, sendok, garpu, dan gelas. Setelah makan setiap residen diwajibkan untuk mencuci alat makan mereka sendiri dan bagian pantry membersihkan wadah makanan kemudian mengembalikannya ke dapur. Proses pengawasan. Proses pengawasan terhadap seluruh tahapan produksi makanan di UPT T&R BNN dilakukan oleh koordinator dapur. Kegiatan pengawasan yang dilakukan berupa kesesuaian menu, resep, dan rasa. Pengendalian terhadap hama juga dilakukan oleh UPT T&R BNN yaitu pembasmian lalat dengan semprot nyamuk. Meskipun telah dibasmi pada kenyataannya masih banyak lalat yang hinggap saat proses pemasakan. Hal ini juga dikhawatirkan akan mengkontaminasi makanan dengan adanya lalat dan pembasmian dengan semprot nyamuk. Menurut (POM 2011), racun serangga mempunyai toksisitas akut yang rendah pada manusia, hal ini disebabkan kecepatan metabolisme tubuh membuat senyawa ini tidak aktif, tetapi bila tertelan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan dan kematian. Tandatanda keracunan yang terjadi bila terkena kulit adalah iritasi lokal dan kulit
42
menjadi kering, bila terhirup oleh hidung menyebabkan iritasi saluran nafas atas seperti rhinitis dan radang kerongkongan. Racun ini juga bisa menjadi agen pencetus alergi pada pasien yang sensitif bila menghirup racun ini secara berulang, oleh karena itu dapat menyebabkan bersin, batuk, nafas pendek dan sakit di bagian dada pada anak-anak yang mengidap asma dan alergi, sedangkan bila tertelan dapat menimbulkan mual, muntah dan diare, tertelan racun ini dalam dosis yang tinggi (200 – 500 ml) menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat dan dapat mengakibatkan sesak nafas serta koma. Pencatatan. Pencatatan yang dilakukan ialah laporan absen harian pegawai serta inventaris peralatan. Absen pegawai dicatat setiap hari dan direkapitulasi sebulan sekali sedangkan inventaris peralatan dicatat setiap ada alat-alat yang rusak dan jika kekurangan alat maka koordinator akan menggantinya. Laporan absen pegawai dan penggantian alat selanjutnya diserahkan kepada Kepala UPT T&R BNN. Namun demikian, belum ada pengawasan
yang
dilakukan
pihak
luar
UPT
T&R
BNN
mengenai
penyelenggarakan makanan. Output Penyelenggaraan Makanan Ketersediaan makanan adalah output dari penyelenggaraan makanan. Ketersediaan makanan diamati berdasarkan banyaknya jumlah makanan yang disediakan oleh pihak dapur UPT T&R BNN untuk memenuhi kebutuhan zat gizi residen. Ketersediaan energi dan protein residen dihitung dengan menimbang bahan makanan sebelum dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan selama dua hari, berikut disajikan rata-rata ketersediaan makanan untuk tiap residen yang tidak sakit. Tabel 15 Ketersediaan makanan yang disediakan oleh dapur UPT T&R BNN. Menu Hari 1 Hari 2 Total
Energi (kkal) 3033 2795 2914
Protein (g) 99,7 76,9 88,4
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa ketersediaan energi dan protein yang disajikan pada hari yang berbeda dan dengan menu yang berbeda belum memiliki kandungan gizi yan seragam. Rata-rata ketersediaan energi dan protein paling tinggi berasal dari hari pertama. Hal ini dikarenakan lauk nabati dan hewani pada hari pertama menyumbangkan energi dan protein yang lebih tinggi daripada di hari kedua. Hidanganyang disajikan pada hari pertama berupa nasi, oreg tempe, telur dadar, abon sapi, teh manis, ikan teri, sayur daun singkong,
43
bakwan, pisang, ayam goreng, tempe goreng, tumis labu+daun melinjo, roti dan puding. Sedangkan hidangan di hari kedua berupa nasi, telur semur, tumis sawi+tahu+wortel, tempe goreng, teh manis, roti, gudeg, opor ayam, kerupuk, sambal, semangka, bolu, daging rolade, cap cai, dan tahu goreng. Ketersediaan dilakukan untuk melihat jumlah energi dan protein dari ketersediaan telah melebihi kebutuhan atau belum, sehingga jika ketersediaan telah mencukupi maka kebutuhan residen akan terpenuhi. Berikut ini tabel kebutuhan, ketersediaan, dan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen. Tabel 16 Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen. Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (g)
Ketersediaan
Kebutuhan
2914 88,37
2720 66
Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan (%) 107,13 133,89
Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk energi sebesar 107.13 persen, sedangkan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk protein sebesar 133.89 persen. Tingkat ketersediaan protein agak sangat berlebih sehingga dapat menyebabkan tingkat konsumsi protein residen pun kelebihan, sehingga sebaiknya ketersediaan protein tidak melebihi 120 persen. Menurut Depkes (1996) tingkat konsumsi protein ≥ 20 persen AKG termasuk ke dalam kategori kelebihan.
Hal ini menunjukkan ketersediaan makanan dari
dapur telah melebihi kebutuhan residen. Kelebihan ketersediaan bermanfaat untuk mengurangi resiko residen kekurangan zat gizi. Konsumsi Pangan Frekuensi Makan. Frekuensi makan semua residen dalam sehari adalah 3 kali sehari makan utama dan 2 kali makan selingan. Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Waktu makan residen telah ditetapkan secara teratur yaitu makan pagi pukul 07.00, selingan pagi (snack time) pukul 09.15, makan siang pukul 12.30,
selingan sore (snack time)
diberikan
bersamaan dengan makan siang, dan makan malam pada pukul 19.30. Kebiasaan Sarapan. Kebiasaan sarapan residen selama di rehabilitasi 76.36 persen mengatakan selalu sarapan setiap hari, 21.82 persen mengatakan kadang-kadang, dan 1.82 persen mengatakan tidak pernah sarapan (Tabel 16). Salah-satu kebiasaan makan yang sehat adalah membiasakan diri untuk sarapan pagi dan mengonsumsi makanan sehat. Menurut Radita (2007), seseorang yang tidak sarapan akan merasa lebih lapar pada siang dan malam
44
hari daripada mereka yang sarapan, sehingga memacu mereka untuk mengonsumsi lebih banyak makanan pada siang hari dan malam hari. Tabel 17 Sebaran kebiasaan sarapan residen. Kebiasaan sarapan Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total
n
% 76.6 21.2 1.82 100
42 12 1 55
Pemilihan Menu. Susunan menu sarapan residen 98.18 persen yaitu nasi dan lauk pauk sedangkan 1.82 persen residen tidak sarapan. Teh manis merupakan minuman yang diminum 67.27 persen residen saat sarapan dan 32.73 persen meminum air putih saat sarapan. Susunan menu makan siang residen 80 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah; sebanyak 16.36 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur; dan 3.64 persen hanya mengkonsumsi nasi dan lauk pauk. Susunan menu makan malam residen adalah nasi, lauk pauk, dan sayur (76.36%), dan sebanyak 23.64 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah (Tabel 18). Tabel 18 Sebaran pemilihan menu residen. Pemilihan Menu Menu Sarapan Nasi dan lauk pauk Tidak ada Total Minuman saat sarapan Teh manis air putih Total Menu makan siang Nasi dan lauk pauk Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur, buah Total Menu makan malam Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur, buah Total
%
n 54 1 55
98.18 1.82 100
18 37 55
32.73 67.27 100
2 9 44 55
3.64 16.36 80.00 100
42 13 55
76.36 23.64 100
Kebiasaan Konsumsi Air Putih dan Suplemen.Sebanyak 56.36 persen residen memiliki kebiasaan mengonsumsi air putih sebanyak 5-8 gelas sehari, 29.09 persen lebih dari 8 gelas sehari, dan 14.55 persen kurang dari 5 gelas sehari. Konsumsi suplemen untuk menambah daya tahan tubuh juga digunakan oleh 23.64 persen residen sedangkan sisanya 76.36 persen tidak mengkonsumsi suplemen (Tabel 19).
45
Tabel 19 Sebaran kebiasaan konsumsi air putih dan suplemen. Konsumsi Air Putih < 5 gelas 5 - 8 gelas > 8 gelas Total Suplemen Ya Tidak Total
n
% 8 31 16 55
14.55 56.36 29.09 100
13 42 55
23.64 76.36 100
Jenis dan Jumlah Konsumsi Residen. Secara umum, menu makan lengkap seluruh residen sama yaitu nasi, lauk pauk, dan sayur, baik untuk makan pagi, siang, maupun malam. Bahan pangan sumber energi bagi seluruh residen terutama adalah beras. Pangan sumber protein hewani yang sering dikonsumsi residen yaitu ayam, telur, ikan basah, dan ikan teri sedangkan untuk sumber protein nabati berasal dari tempe dan tahu. Sayur yang sering dikonsumsi residen berasal dari sayuran golongan B yaitu bayam, jagung, nangka, terong, daun singkong, wortel, kacang panjang, toge, sawi, dan buncis. Selain itu buahbuahan yang sering dikonsumsi residen yaitu pisang, semangka, jeruk, dan pepaya. Rata-rata konsumsi energi residen sebesar 2531 kkal sedangkan ratarata konsumsi protein residen sebesar 79.19 g. Sumbangan energi terbesar berasal dari beras yaitu rata-rata 1224 kkal. Hal ini dikarenakan porsi nasi yang diberikan untuk satu kali makan sebanyak 300 gram. Berikut ini tabel rata-rata jumlah konsumsi residen. Tabel 20 Rata-rata konsumsi residen. Kelompok Bahan Makanan Makanan pokok Protein hewani
Protein nabati Sayur
Bahan Makanan Beras Mie kering Ayam Telur Ikan Teri Tempe Tahu Bayam Jagung Nangka Terong Daun singkong Wortel Kacang panjang
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr) 771.56 45 61.32 41.5 40.73 24 45.92 76.51 31.5 20.17 42.82 43.63
Energi (kkal) 1373 151.65 185.18 67.23 35.03 18.48 68.42 52.03 11.34 61.92 21.84 10.47
Protein (g) 16.20 3.56 11.16 5.31 6.52 3.84 8.40 5.97 1.10 1.59 0.86 0.48
38.45 19.13
28.07 8.03
2.61 0.23
15.17
6.67
0.41
46
Tabel 20 (lanjutan) Rata-rata konsumsi residen. Kelompok Bahan Makanan Sayur Buah
Susu Gula Total
Bahan Makanan Toge Sawi Buncis Pisang Semangka Jeruk Pepaya Susu Gula
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr) 15 16,42 18,75 57,64 85,98 90 74,35 30 30
Energi (kkal) 3.45 3.61 6.56 57.06 24.07 40.50 34.20 152.70 109.20 2531
Protein (g) 0.44 0.38 0.45 0.69 0.43 0.81 0.37 7.38 0.00 79.19
Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai 93.27 persen sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen dalam sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen (Tabel 20). Tingkat konsumsi protein masih dalam kategori normal (90-119% AKG) (Depkes 1996). Tingkat konsumsi protein yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata konsumsi energi. Tingginya konsumsi protein residen tidak ada artinya jika konsumsi energi masih kurang, karena protein makanan akan diubah menjadi energi untuk memenuhi kekurangan energi tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Namun, jika konsumsi protein terus meningkat dan melebihi batas maka dapat berpengaruh tidak baik. Kelebihan protein dalam makanan yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar nitrogennya dikeluarkan dalam bentuk urea. Beban yang harus dikerjakan dalam menyaring dan membuang hasil metabolisme oleh ginjal, meningkat bila konsumsi protein meningkat (Winarno 1993). Tabel 21 Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan. Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (g)
Konsumsi
Kebutuhan
2531 79.19
2720 66
Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan (%) 93.05 119
Selain itu, tidak semua residen mengkonsumsi makanan yang disediakan dapur
penyelenggaraan
makanan.
Terdapat
beberapa
contoh
yang
mengkonsumsi kurang atau bahkan lebih dari yang disediakan. Hal ini disebabkan setiap residen memiliki selera dan kesukaan yang berbeda-beda. Berikut ini tabel konsumsi, ketersediaan, dan rata-rata konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN.
47
Tabel 22 Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN. Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (g)
2531
2914
Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan (%) 86.85
79.19
88,37
89.61
Konsumsi
Ketersediaan
Berdasarkan Tabel di atas tingkat konsumsi energi residen terhadap ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat konsumsi protein residen terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar ketersediaan makanan telah melebihi konsumsi danmakanan yang telah disediakan dikonsumsi oleh residen. Diduga ini juga disebabkan oleh tidak diizinkannya residen untuk membeli makanan di luar dapur dan jarangnya residen mendapatkan makanan dari keluarga. Tingkat konsumsi energi diperoleh dari jumlah konsumsi energi sehari dibagi dengan kebutuhan energi dikalikan 100 persen, berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Harris Benedict (Almatsier 2008). Kebutuhan energi dihitung menggunakan faktor koreksi umur, berat badan dan tinggi badan aktual (untuk status gizi normal), serta menggunakan umur, tinggi dan berat badan ideal menurut umur (untuk status gizi kurang/lebih dari normal). Tingkat konsumsi energi dan protein menurut Depkes (1996) terdiri dari defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG), dan kelebihan ≥
20%
K
. Berikut ini Tabel 23
menjelaskan tingkat konsumsi energi. Tabel 23 Sebaran tingkat kecukupan energi residen. Tingkat konsumsi energi Defisit tingkat berat
N
% 4
7.3
Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan
6 10
10.9 18.2
Normal Kelebihan
31 4
56.4 7.3
Total
55
100
Tingkat konsumsi energi residen sebanyak 56.4 persen termasuk dalam tingkatan normal, 7.3 persen termasuk defisit tingkat berat, 10.9 persen defisit tingkat sedang, 18.2 persen defisit tingkat ringan, dan 7.3 persen termasuk kelebihan. Konsumsi energi yang masih kurang diduga karena selera residen yang merasa bosan dengan menu makanan dapur penyelenggara. Hal ini diduga juga disebabkan oleh beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengukuran
48
konsumsi pangan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain bisa disebabkan oleh responden dan enumerator, lupa, kesalahan dalam menduga ukuran porsi dan The Flat Slope Syndrome. The Flat Slope Syndrome adalah suatu kecenderungan dimana responden akan melaporkan lebih pada konsumsi yang sedikit (overestimate low intakes) atau melaporkan sedikit pada konsumsi yang berlebihan (underestimate highintakes) (Gibson 2005). Menurut Kusharto dan Sa’diyyah 200 ), metode recall konsumsi yang digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi ukuran rumah tangga (urt) kedalam satuan berat, serta adanya variasi intepretasi besarnya ukuran antar responden. Selain itu, tingkat konsumsi energi residen dapat dibedakan berdasarkan riwayat penyakit yang dialami residen. Tabel 23 menjelaskan bahwa residen yang memiliki riwayat penyakit, tingkat konsumsi energinya berada dalam tingkatan normal (50%), defisit tingkat berat 12.5 persen, defisit tingkat ringan (20.83%), defisit tingkat berat (12.5%),dan defisit tingkat sedang (4.17%). Tingkat konsumsi energi residen yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam tingkatan normal (64.52%), defisit tingkat sedang (16.13%), defisit tingkat ringan (16.13%), dan kelebihan (3.23%). Tabel 24 Tingkat konsumsi energi dengan riwayat penyakit residen. Tingkat Kecukupan Energi
Ada n
Defisit tingkat berat
Riwayat Penyakit Tidak ada %
N
%
3
12.5
0
0
Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan
1 5 12 3
4.17 20.83 50 12.5
5 5 20 1
16.13 16.13 64.52 3.23
Total
24
100
31
100
Tingkat konsumsi protein merupakan Jumlah konsumsi protein aktual dibagi dengan jumlah kecukupan yang dianjurkan dikalikan dengan 100 persen. Menurut WNPG (2004), angka kecukupan protein yang dianjurkan pada pria umur 19-64 tahun adalah 60 g. Berikut ini tabel sebaran tingkat konsumsiprotein residen
49
Tabel 25 Sebaran tingkat konsumsi protein residen. Tingkat kecukupan protein
n
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan
% 1 3 6
1.8 5.5 10.9
Normal
30
54.5
Kelebihan
15
27.3
Total
55
100
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa sebanyak 54.5 persen tingkat konsumsi protein residen dalam kategori normal. Residen yang tingkat konsumsi proteinnya tergolong berlebih terdapat 27.3 persen. Hal ini diduga residen tidak melakukan pembatasan pangan sumber protein baik nabati maupun hewani. Residen cenderung menambah jumlah lauk pauk yang masih tersisa. Tingkat konsumsi protein residen yang kelebihan juga diduga disebabkan oleh jumlah ketersediaan protein yang terlalu tinggi sehingga jika residen mengkonsumsi semua sumber protein maka konsumsi proteinnya akan lebih besar dari kebutuhan. Tingkat konsumsi protein berdasarkan riwayat penyakit residen dijelaskan pada Tabel 26. Residen dengan riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada tingkatan normal sebanyak 50 persen, kelebihan 33.33 persen, defisit tingkat ringan 8.33 persen, defisit tingkat berat dan sedang masing-masing 4.17 persen. Residen yang tidak ada riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada tingkatan normal sebanyak 58.06 persen, kelebihan 22.58 persen, defisit tingkat ringan 12.90 persen, dan defisit tingkat sedang 6.45 persen. Tabel 26 Tingkat konsumsi protein dengan riwayat penyakit residen. Tingkat Konsumsi Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Ada n 1 1 2 12 8 24
Riwayat Penyakit Tidak ada % n % 4.17 0 0 4.17 2 6.45 8.33 4 12.90 50 18 58.06 33.3 7 22.58 100 31 100
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi, penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Soekirman (2000) menyatakan bahwa status gizi dapat ditentukan dengan beberapa ukuranukuran gizi tertentu atau kombinasinya. Menurut Supariasa (2001) Beberapa
50
cara pengukuran status gizi yaitu pengukuran antropometri, klinik, dan biokimia dan biofisik.Pengukuran klinik dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratorik yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Pemeriksaan biofisik dilakukan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya. Pada penelitian ini pengukuran status gizi menggunakan cara pengukuran antropometri dengan mengukurberat badan dan tinggi badan, yang selanjutnya status gizi dinilai berdasarkan indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan sebuah instrumen sederhana yang dapat digunakan untuk menilai status gizi. Pemakaian IMT khususnya untuk melihat kekurangan dan kelebihan berat badan. Data yang dikumpulkan adalah berat badan pada awal rehabilitasi dan pada saat penelitian serta tinggi badan residen. Data berat badan residen pada awal rehabilitasi diperoleh dari unit gizi dan pada saat penelitian menggunakan
pengukuran
antropometri
berat
badan
dan
tinggi
untuk
menentukan indeks massa tubuh (IMT). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan status gizi residen pada awal rehabilitasi dan setelah menjalani rehabilitasi. Gambar 3 dijelaskan grafik perubahan berat badan residen pada awal rehabilitasi dan setelah menjalani rehabilitasi. Terjadi peningkatan berat badan pada awal masuk (BB1) dan saat penelitian (BB2). Berat badan residen pada awal masuk berkisar antara 45 kg hingga 88 kg dengan rata-rata 62.4 ± 10.7 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 50 kg hingga 94 kg dengan rata-rata 67.1 ± 10.4. Tinggi badan residen berkisar antara 150 cm hingga 188 cm dengan rata-rata 169.2 ± 7.2.IMT residen pada awal masuk berkisar antara 16.27 hingga 28.09 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 17.6 hingga 29.4 cm.
51
Perubahan Berat Badan Berat (kg) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
BB1 BB2
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 Responden
Gambar 4 Grafik perubahan berat badan residen. Berdasarkan pengkategorian IMT, status gizi residen pada awal masuk 16.4 persen dalam kategori gizi kurang, 50.9 persen gizi baik, 32.7 persen gizi lebih. Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori gizi baik (56.4%), gizi lebih (40.00%),dan gizi kurang (3.6%) (Tabel 27). Hal ini menunjukkan terdapat perubahan status gizi residen pada awal masuk dengan pada saat penelitian. Hasil uji statistik paired sample test menunjukkan bahwa rata-rata nilai status gizi pada awal masuk (21.8 ± 3.4) berbeda nyata dengan rata-rata status gizi pada saat penelitian (23.4 ± 3.2) pada p<0.01. Tabel 27 Status gizi residen. Kategori Status Gizi Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Total Peningkatan
status
gizi
Awal Masuk N % 9 16.4 28 50.9 18 32.7 55 100.0 residen
Penelitian n % 2 3.6 31 56.4 22 40.0 55 100.0
diduga
karena
tidak
adanya
penatalaksanaan diet khusus kepada residen yang menghitung kebutuhan sesuai dengan kondisi residen. Upaya yang dapat dilakukan agar status gizi residen menjadi baik dan tidak terjadi peningkatan terus menerus yaitu dengan lebih memperhatikan kesehatan residen, tingkat ketersediaan makanan, kebutuhan gizi residen, dan peningkatan aktivitas fisik (olahraga) untuk residen yang mengalami kelebihan status gizi. Menurut Weiss et.al (2007) dalam penelitiannya, dikatakan bahwa kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan IMT, yang dimana peningkatan IMT tersebut dapat menurunkan tingkat aktivitas fisik.
52
Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi Hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi dilakukan dengan uji statistik Pearson. Hasil uji menunjukkan terdapat hubungan negatif yang nyata antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi energi maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi energi maka semakin menurun (gizi kurang). Tingkat konsumsi protein dan status gizi memiliki hubungan negatif yang nyata (r = -0.560, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi protein maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi protein maka semakin menrun (gizi kurang). Hal ini terlihat dari residen yang mengurangi konsumsi makan dikarenakan mengalami kegemukan. Selain itu residen yang memiliki status gizi kurang (kurus) akan meningkatkan konsumsi makannya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh status gizi yang baik. Faktor kesehatan juga mempengaruhi status gizi residen. Menurut Khomsan (2004), status gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor makanan dan kesehatan. Masalah gizi tidak hanya dipengaruhi oleh ketidakseimbangan asupan makanan, tetapi juga oleh penyakit menular, misalnya campak, malaria, diare, infeksi pernafasan, dan penyakit keras.Pada penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 43.6 persen residen mempunyai penyakit penyerta antara lain HIV, hepatitis C, TBC, dan diabetes.