40
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis Lokasi penelitian ini yaitu PKBM Citra Pakuan terletak di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Sebagai salah satu kecamatan yang berada di bawah wilayah administratif Kota Bogor dan dikelilingi oleh lima kecamatan di Kota Bogor, Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi Kota Bogor. Sebagai “Pusat Kota”, Kecamatan Bogor Tengah mempunyai curah hujan rata-rata 4.000 mm/tahun. Begitu tingginya curah hujan tersebut sehingga sering disebut sebagai daerah “pengirim” banjir ke Jakarta melalui dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane. Luas wilayah Kecamatan Bogor Tengah adalah 813 Ha, yang meliputi 11 kelurahan, 100 RW, dan 446 RT, dengan jumlah penduduk sebanyak 91.236 jiwa, terdiri dari laki-laki 45. 474 jiwa dan perempuan 45. 762 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 21. 660 KK. Kecamatan Bogor Tengah di Utara berbatasan dengan Kelurahan Kedung Jaya dan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, di Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bondongan dan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, di Timur berbatasan dengan Jalan Tol Jagorawi, Kelurahan Baranangsiang dan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Cisadane dan Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat.
Keadaan Penduduk berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin. Berdasarkan catatan akhir di Kantor Kecamatan Bogor Tengah sampai tahun 2007, penduduk Kecamatan Bogor Tengah terbanyak di Kelurahan Tegallega berjumlah 14.141 jiwa, Kelurahan Kebon Kelapa berjumlah 10.456 jiwa, Kelurahan Babakan Pasar berjumlah 10.038 jiwa, dan yang terendah adalah Kelurahan Pabaton berjumlah 2.918 jiwa. Penduduk lebih banyak bermukim di kawasan kota yang sangat padat, dan sebagian pada kawasan perumahan lama. Pada komplek perumahan baru, sebagian besar dihuni oleh para pendatang. ( Tabel 5 )
41
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 No.
Umur
Jenis Kelamin Jumlah % Laki-laki Perempuan 1 0–4 4,004 3,917 7,921 8.5 2 5–9 3,900 4,149 8,049 8.7 3 10 – 14 4,130 4,034 8,164 8.8 4 15 – 19 4,175 4,417 8,592 9.3 5 20 – 24 3,935 3,969 7,904 8.5 6 25 – 29 3,495 3,388 6,883 7.4 7 30 – 34 3,463 3,418 6,881 7.4 8 35 – 39 3,393 3,519 6,912 7.4 9 40 – 44 3,191 3,177 6,368 6.9 10 45 – 49 3,019 3,099 6,118 6.6 11 50 – 54 2,807 2,695 5,502 5.9 12 55 – 59 2,694 2,762 5,456 5.9 13 60 – 64 2,323 2,145 4,468 4.8 14 65 - keatas 1,352 1,419 2,771 3.0 Jumlah 46,474 46,331 92,805 100.0 Sumber: Data Statistik Kantor Kecamatan Bogor Tengah Tahun 2007 Data Tabel 5 di atas dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, yaitu;
(1) usia belum produktif, yaitu antara 0 sampai 14 tahun sebanyak 24.134 orang; (2) usia produktif, yaitu antara 15 sampai 59 tahun sebanyak 60.616 orang; dan (3) usia tidak produktif, yaitu antara 60 tahun ke atas sebanyak 7.239 orang. Jumlah usia produktif sebanyak 60.616 orang menunjukan bahwa sumber daya manusia yang tersedia berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam mendukung pembangunan, khususnya di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.
Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Bogor Tengah terdiri atas 3.075 orang tidak tamat SD, 15.137 orang Tamat SD, 18.366 orang Tamat SLTP, 20.668 orang Tamat SLTA, 8.513 orang Tamat D1 dan D2, 5.896 orang S-1, 1.478 orang S-2, dan 523 0rang S-3. (Tabel 6) .
42
Tabel 6. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 Tingkat Pendidikan Jumlah % Tidak tamat SD 3,075 4.2 Tamat SD 15,137 20.6 Tamat SLTP 18,366 24.9 SLTA 20,668 28.1 Akademi/D-1/D-2 8,513 11.6 S-1 5,896 8.0 S-2 1,478 2.0 S-3 523 0.7 Jumlah 73,656 100.0 Sumber: Data Statistik Kantor Kecamatan Bogor Tengah, Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 6 di atas, mayoritas tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Bogor Tengah adalah SLTA, dengan jumlah 20.668 orang atau sekitar 28,1% dari jumlah total 73.656 orang. Hal ini menunjukan bahwa program wajib belajar 9 tahun yang dianjurkan oleh pemerintah sudah tercapai dengan baik, walaupun masih ada 24,2% dari masyarakat Kecamatan Bogor Tengah belum tuntas wajib belajar 9 tahun. (Tabel 7).
Tabel 7. Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 Uraian Kondisi 2005 Target 2007 Jumlah melanjutkan sekolah: a. SD/MI/PA 100.150 100.500 b. SLTP/MTS/PB 56.320 69.000 c. SLTA/MA 25.339 29.245 Angka putus sekolah: a. SD/MI 166 153 b. SLTP/MTS 319 295 c. SLTA/MA 165 158 Angka partisipasi sekolah murni: d. SD/MI/PA 96 98 e. SLTP/MTS/PB 87 89 f. SLTA/MA 52 54 Sumber: Renstra Kota Bogor dan Data BPS, 2005 Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa angka partisipasi sekolah pada tingkat Sekolah Dasar cukup tinggi, akan tetapi terus menurun sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan.
Angka putus sekolah kondisi di
kecamatan ini juga masih cukup tinggi pada tahun 2005, yaitu dari SD sampai
43
SLTA sebesar 650 orang. Angka putus sekolah yang paling tinggi adalah pada tingkat SLTP/MTS yang mencakup 49 persen dari total angka putus sekolah. Kemungkinan terbesar dari tingginya angka putus sekolah ini disebabkan oleh faktor ekonomi pada kelompok masyarakat yang kurang mampu dan berpendidikan rendah.
Keadaan Penduduk Berdasarkan Kegiatan Ekonomi Mayoritas penduduk Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan aktivitas ekonomi adalah sebagai pedagang pemilik toko sebesar 421 orang atau 42%, pedagang sembako sebesar 160 atau 16%, dan rumah makan sebesar 110 atau 11%. Sisanya adalah penduduk yang beraktivitas sebagai wiraswasta. Penduduk yang beraktifitas sebagai petani tidak tertera dalam daftar laporan di Kecamatan Bogor Tengah , karena Kecamatan Bogor Tengah termasuk ke dalam wilayah kota, sehingga lahan pertaniannya sempit. Lahan pertanian banyak berubah menjadi
pemukiman,
salah
satunya
perumahan
dan
pertokoaan/pusat
perbelanjaan. (Tabel 8).
Tabel 8. Keadaan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah menurut Aktivitas ekonomi Aktivitas ekonomi Toko Bank Wartel Apotik Sembako Fotocopy Penjahit Mebel Salon Pangkas rambut Praktek dokter PT Hotel CV Jasa Hukum Komputer Jumlah
Jumlah jiwa 421 39 31 27 160 29 23 19 20 10 7 41 20 21 15 11 1.004
% 42 4 3 3 16 3 2 2 2 1 1 4 2 2 1 1 100
44
Sumber: Data Statistik Kantor Kecamatan Bogor Tengah Tahun 2007 Penduduk
yang beraktifitas sebagai petani tidak tertera dalam daftar
laporan di Kecamatan Bogor Tengah , karena Kecamatan Bogor Tengah termasuk ke dalam wilayah kota, sehingga lahan pertaniannya sempit. Lahan pertanian banyak
berubah
menjadi
pemukiman,
salah
satunya
perumahan
dan
pertokoaan/pusat perbelanjaan.
Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan Sejarah Pendirian PKBM Citra Pakuan Berdirinya
PKBM
Citra
Pakuan
dilatarbelakangi
karena
adanya
keprihatinan salah seorang warga masyarakat (penyelenggara PKBM Citra Pakuan). Keprihatinan ini timbul karena melihat: (1) tingginya angka anak putus sekolah SD dan SLTP, (2) tingginya angka pengangguran, (3) tingginya angka kemiskinan di lingkungan tersebut. Di samping itu latar belakang pendidikan Pengelola adalah guru MI (Madrasah Ibtidaiyyah), di mana pada saat itu masyarakat lebih dominan memilih SD daripada MI. Bagi masyarakat yang berekonomi rendah, untuk masuk MI saja dirasakan sangat berat, padahal biaya untuk masuk MI jauh lebih murah daripada masuk SD. Pada tahun 1998 Pengelola masuk dan ditawari untuk mengikuti pelatihan tutor “buta aksara”. Setelah mengikuti pelatihan itu Pengelola menerapkan kepada masyarakat terutama ibu-ibu di lingkungan sekitarnya. Pada tahun 1999, penyelenggaraan Paket A, Paket B, dan Paket C dirintis dengan mengelola paket-paket tersebut bekerjasama dengan Penilik Dinas Pendidikan Luar Sekolah yang diperuntukan kepada anak jalanan yang berlokasi di daerah Ramayana dan Pasar Bogor. Tahun 2001 anak-anak yang mengikuti Paket A dan Paket B diuji kemampuannya dan hasil uji kemampuan itu ternyata sangat memuaskan. Pada saat itu Pengelola, masih mengelola PKBM di Pulau Geulis Babakan Pasar, termotivasi untuk mendirikan Paket yang serupa. Pengelola kemudian mendirikan PKBM Citra Pakuan yang berjalan sampai saat ini.
Tujuan utama pendirian PKBM ini adalah Pengelola tidak menginginkan
PLS (pendidikan Luar Sekolah) dipandang sebelah mata. Pengelola berharap bahwa pendidikan non-formal yang diselenggarakan oleh Dinas PLS dapat setara
45
dengan pendidikan formal, sehingga masyarakat dapat benar-benar merasakan manfaat dan dapat menerima keberadaan Program PLS seperti PADU, Paket A KF, Paket A setara SD, Paket B setara SLTP, Paket C setara SLTA, KBU, dan lain-lain. Berdasarkan penyelenggara
hasil
PKBM
wawancara
Citra
Pakuan,
dengan target
Pengelola yang
ingin
selaku dicapai
pihak dari
penyelenggaraan Paket B ini adalah agar warga belajar yang sudah lulus Paket B dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan berikutnya, baik itu melanjutkan ke Paket C ataupun ke sekolah formal yaitu SLTA sesuai dengan hasil /nilai yang diperolehnya, serta dapat memiliki keterampilan sebagai bekal untuk melajutkan hidupnya yang menghasilkan dan layak di masa yang akan datang, disesuaikan dengan kondisi warga belajar. Keberadaan Paket B dan kegiatan lainnya di PKBM ini, menurut Tutor Paket B mendapat tanggapan yang sangat positif dari masyarakat. Masyarakat merasa terbantu dengan adanya program-program yang diselenggarakan. Meskipun posisi Kelurahan Babakan Pasar ini berada di tengah kota, namun angka pengangguran masih tinggi, tingkat pendidikan penduduknya relatif rendah, dan tingkat kemiskinan juga masih tinggi. Berdasarkan data dari Renstra Kota Bogor dan Data BPS tahun 2005 jumlah penduduk miskin di Kecamatan Bogor Tengah tahun 2005 mencapai 4.585 orang. Bentuk partisipasi nyata dari masyarakat terhadap Program Paket B dan program yang lainnya yang berada di PKBM, menurut Tutor, adalah diberikannya kebebasan untuk menggunakan gedung yang dimiliki masyarakat untuk proses pembelajaran. Hal itu sangat membantu kelancaran proses belajar mengajar di Paket B.
46
Sarana dan Prasarana
Tabel 9. Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan Jenis
Jumlah
Keadaan
Keterangan
Gedung ruang PKBM
3 ruang
Baik
Pengelola
Gedung Ruang Majlis
3 ruang
Baik
Masyarakat
Ruang kantor
1 ruang
Baik
Gdg PKBM
Kamar mandi/WC
2 ruang
Baik
-
Ruang komputer
1 ruang
Baik
Sewa
Komputer
5 unit
Baik
Dana life skill
Mesin jahit
4 unit
Baik
Dana life skill
Kursi plastik
60 buah
Meja kursi tutor
Sedang
Swadaya
2 set
Baik
Bantuan prop
Lemari kantor
1 buah
Baik
Bantuan prop
Lemari mainan
1 buah
Baik
Bantuan prop
Mesin obras
1 buah
Baik
Bantuan prop
Kursi belajar lipat
30 buah
Baik
Swadaya
Meja jongkok
29 buah
Baik
Swadaya
3 buah
Baik
Bantuan prop
Perlengkapan sablon
2 set
Baik
Dana program
Perlengkapan memasak
1 set
Baik
Dana program
700 buah
Baik
Dana program
Papan tulis
Buku-buku paket B
Sarana dan prasarana yang dimiliki PKBM Citra Pakuan cukup baik. Jenis, jumlah, dan kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki PKBM ini dapat dilihat berdasarkan Tabel di atas.
Sumber Dana Dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran di Program Kejar Paket B dana diperoleh dari pemerintah secara Block grant dan dana life skill.
47
Proses Pembelajaran Warga belajar yang mengikuti proses pembelajaran di Paket B Citra Pakuan adalah warga masyarakat yang memiliki karakteristik sebagai berikut; (1) berusia produktif antara 13-33 tahun atau lebih, (2) sudah lulus Paket A dan sederajat, (3) anak putus sekolah SLTP (droped out), (4) diutamakan dari masyarakat sekitarnya, namun tidak menutup kemungkinan masyarakat luar lingkungan sekitarnya. Proses pembelajaran di Kejar Paket B sangat bervariasi. Terdapat warga belajar yang masuk siang, biasanya warga belajar yang belum memiliki pekerjaan atau belum bekerja tetap, sehingga tidak ada halangan untuk masuk siang (kelas produktif). Terdapat juga warga belajar yang masuk sore hingga malam hari, yaitu biasanya warga belajar yang sudah bekerja dan mereka tidak dapat belajar di siang hari (kelas karyawan). Peserta Paket B umumnya terdiri atas warga belajar yang sudah memiliki pekerjaan dengan berbagai macam jenis pekerjaan seperti karyawan DLLAJJR, karyawan pabrik, toko, tukang parkir, salon, pedagang asongan, PNS, dan lain-lain. Namun demikian, ada juga sebagian warga belajar yang belum memiliki pekerjaan. Proses pembelajaran berlangsung dua kali dalam seminggu, yaitu pada siang hari dan sore hari, terjadual hari Selasa, Rabu, dan Jumat. Berdasarkan program pembelajaran di Paket B terdapat dua kelompok mata ajaran, yaitu kelompok mata pelajaran dan kelompok kecakapan hidup. Kelompok mata pelajaran meliputi: (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Sedangkan kelompok kecakapan hidup meliputi: (1) kecakapan personal, yang meliputi beriman kepada tuhan YME, berakhlak mulia, berpikir rasional, memahami diri sendiri, percaya diri, bertanggung jawab untuk pembelajaran pribadi, dapat menghargai, dan menilai diri sendiri; (2) kecakapan sosial, yang meliputi kompetensi bekerja sama dalam kelompok, menunjukkan tanggung jawab sosial, mengendalikan emosi, dan berinteraksi dalam masyarakat dan budaya lokal serta
48
global; (3) kecakapan intelektual, meliputi menguasai pengetahuan, menggunakan metode dan penelitian ilmiah, bersikap ilmiah, mengembangkan kapasitas sosial dan berpikir strategis untuk belajar sepanjang hayat, serta berkomunikasi secara ilmiah; (4) kecakapan vokasional, meliputi keterampilan bermata pencaharian seperti menjahit, otomotif dan keterampilan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan dari penggabungan kedua kompetensi ini adalah agar warga belajar setelah lulus Kejar Paket B dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keahliannya, juga tidak menutup kemungkinan warga belajar dapat membuat usaha atau membuka peluang usaha sendiri. Sebagian besar responden setelah lulus Kejar Paket B ini melanjutkan sekolah ke Paket C setara dengan SLTA, ke sekolah formal yaitu SLTA, mendapatkan kesempatan bekerja di pabrik, salon, dan membuka usaha sendiri seperti berjualan bakso atau menjual hasil dari kerajinan tangan. Pembelajaran di Paket B menggunakan pendekatan induktif, partisipatif andragogis,
dan
berbasis
lingkungan.
Sedangkan
metode
pembelajaran
menggunakan metode kooperatif, metode interaktif, metode eksperimen, tutorial, diskusi, penugasan, praktek, belajar mandiri, demonstrasi (peragaan), observasi, simulasi, dan studi kasus.
Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai PKBM Citra Pakuan baik dalam kegiatan perlombaan maupun hasil akhir program kesetaraan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari prestasi yang diperoleh dalam berbagai macam kegiatan perlombaan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Masyarakat. (Tabel 10). Selain itu, hasil pembelajaran program kesetaraan yang dicapai tergolong dalam kategori baik.
49
Tabel 10. Prestasi yang diperoleh dalam kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan Tahun Jenis Lomba
Juara
2004
Lomba keteladanan Dikmas dalam Rangka 2 Kejar Paket B Hardiknas tahun 2004
2006
Lomba keteladanan Dikmas Lomba keteladanan Dikmas
1 tutor paket B 1 Kejar Paket B
Sumber: Data dari PKBM Citra Pakuan
Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran
Faktor Internal Faktor internal responden yang ditelaah dalam studi ini adalah usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi keluarga, motivasi, terhadap Paket B.
pandangan warga belajar
Analisis derkriptif terhadap setiap faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
Usia Mayoritas responden merupakan kelompok usia muda dengan usia di bawah 20 tahun sebanyak 53.3 persen. Sementara yang berusia diantara 20-30 tahun adalah 33.3 pesen, dan responden dewasa berusia lebih dari 30 tahun adalah sebesar 13.4 persen. (Tabel 11).
Tabel 11. Jumlah responden menurut golongan usia Umur < 20 tahun 20 - 30 tahun > 30 tahun Jumlah
% 53.3 33.3 13.4 100.0
Keterangan: n = 31
Hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di lapangan menunjukan bahwa sebagian besar responden berasal dari lulusan Paket A, dan ada beberapa dari sekolah formal (SD), ada juga yang pindahan dari SLTP karena
50
disebabkan faktor ekonomi, daya fikir, dan kenakalan anak di SLTP serta warga belajar yang mengikuti ujian kesetaraan saja dikarenakan tidak lulus pada ujian nasional di sekolah formal. Keragaman latar belakang responden sebelum masuk Paket B ini mengakibatkan keragaman usia responden. Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan menerima warga belajar dari beragam usia dikarenakan kebutuhan dari masyarakat. Ketetapan yang diberikan oleh Diklusepora tentang aturan penerimaan warga belajar untuk Paket B berkisar antara usia 16-33 tahun. Warga belajar yang berusia 16-33 tahun sebanyak 20 orang setiap kelompok belajarnya dibiayai oleh pemerintah dan mereka dalam mengikuti proses belajarnya tidak dipungut biaya lagi, kecuali pada saat kelulusan untuk ijazah, itupun diserahkan kepada pihak penyelenggara untuk menetapkan besaran anggarannya. Jika ada warga belajar yang melebihi usia 33 tahun maka warga belajar menanggung sendiri biaya yang sudah ditetapkan, karena tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Usia adalah faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses belajar. Pengaruh usia dapat langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung
dapat
dilihat dari perkembangan kemampuan belajar. Umur 25 tahun adalah umur yang optimal untuk belajar. Umur 46 tahun kemampuan belajar mulai menurun dan akan menurun drastis pada umur 60 tahun. Oleh karena itu kadang-kadang usia dijadikan salah satu dijadikan syarat untuk mengikuti pendidikan. Pengaruh tidak langsung dapat melalui sikap, kesehatan, kematangan fisik, dan kematangan mental.
Jenis Kelamin Mayoritas responden (64.5%) adalah laki-laki. Jenis kelamin warga pelajar dapat berpengaruh terhadap efektifitas belajar. Hal ini umumnya tergantung pada materi belajar. Ada materi-materi yang dapat diterima dengan baik oleh pelajar wanita maupun pria. Akan tetapi kadang-kadang ada materi yang hanya dapat diberikan atau digunakan oleh pelajar wanita saja atau pria saja.
Seorang
pendidik harus memperhatikan jenis kelamin pelajar sesuai dengan materi yang diajarkan.
51
Pekerjaan Pokok Seluruh responden (31 orang), mayoritas responden belum bekerja yaitu sebesar 61.3 %.
Mereka praktis belajar dengan melanjutkan sekolah di Paket C.
Responden yang sudah bekerja adalah sebesar 38.7 %. Mereka umumnya bekerja sambil belajar pada malam atau sore hari. Jenis pekerjaan mereka antara lain adalah pegawai DLLAJR, satpam, karyawan, ngamen, pegawai swasta, pelayan toko, sopir, penjaga toko, karyawan restoran, buruh, dan PNS. Status Sosial Ekonomi Keluarga Status sosial ekonomi keluarga peserta Paket B didasarkan atas empat peubah yaitu (a) pendidikan orangtua, (b) pekerjaan orangtua, (c) tempat tinggal, dan (d) penghasilan orangtua. Berdasarkan empat peubah tersebut selanjutnya status sosial ekonomi keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu status rendah, menengah dan tinggi. Mayoritas responden memiliki status sosial ekonomi keluarga dalam kategori rendah (80.6 %), sebanyak 19.4 % yang memiliki status sosial ekonomi keluarga menengah. Hal ini sesuai dengan aturan yang buat oleh Dinas DIKLUSEPORA, bahwa Paket B diperuntukan bagi warga masyarakat yang tidak memiliki kemampuan dalam ekonomi (ekonomi lemah).
Pandangan Warga Belajar terhadap Paket B Dilihat dari pandangan responden terhadap Paket B, mayoritas (61.3%) sangat memahami Paket B, dan 35% cukup mengetahui Paket B, dan sisanya 3.2% tidak tahu Paket B (Tabel 12).
Tabel 12. Jumlah responden menurut pandangan responden terhadap Paket B Pandangan responden terhadap Paket B Tidak tahu Cukup tahu Sangat tahu Keterangan: n=31
% 3.2 35.5 61.3
52
Motivasi Dilihat dari segi motivasi, mayoritas responden atau sekitar 77,4% memiliki motivasi yang tinggi, 19,4% memiliki motivasi sedang, dan 3,2% memiliki motivasi yang rendah (Tabel. 13).
Tabel 13. Jumlah responden menurut motivasi Motivasi
%
Rendah
3.2
Sedang
19.4
Tinggi
77.4
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Motivasi responden untuk mengikuti Kejar Paket B bersumber dari dalam diri (intrinsik) dan motivasi dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi yang bersumber dari dalam diri adalah upaya responden untuk meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan diri untuk meraih peluang melanjutkan sekolah dan peluang kerja. Kebanyakan responden sebelum masuk Kejar Paket B adalah warga belajar yang telah lulus Paket A setara SD, dan ada beberapa yang putus sekolah dari sekolah formal biasanya karena kenakalan, ketidakmampuan dan keterbatasan responden untuk mengikuti pelajaran yang diberikan di sekolah formal, keterbatasan ekonomi orangtua, atau motivasi responden sendiri yang rendah untuk belajar di sekolah formal. Motivasi yang bersumber dari luar diri responden (ekstrinsik) antara lain mayoritas dipengaruhi oleh ajakan teman dan disuruh orangtua. Tidak menutup kemungkinan sebagian kecil ada juga karena inisiatif sendiri. Responden yang berinisiatif sendiri untuk masuk kejar Paket B sangat tinggi motivasinya. Mereka sangat ingin melanjutkan sekolah agar setelah lulus dapat bekerja atau melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Namun demikian ada kekhawatiran pada beberapa responden, bahwa setelah menamatkan pendidikan di Paket B mereka dapat diterima di sekolah formal ataupun di perguruan tinggi. Jadi jelas bahwa motivasi responden sangatlah besar untuk tetap melanjutkan
53
pendidikan di Paket B hingga lulus dan melanjutkan pendidikan ke Paket C, walaupun tersirat kekhawatiran di antara mereka.
FAKTOR EKSTERNAL
Fasilitas Mayoritas responden yaitu sebesar 77,4% menyatakan bahwa fasilitas PKBM cukup memadai dan kondisinya cukup baik, sehingga warga belajar dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada dengan cukup leluasa tanpa dipungut biaya dalam pemanfaatannya. (Tabel 14).
Tabel 14 Jumlah responden menurut penilaian terhadap sarana dan prasarana Fasilitas
%
Kurang memadai
9.7
Cukup memadai
77.4
Sangat memadai
12.9
Jumlah Keterangan: n=31
100.0
Faktor-faktor fasilitas fisik seperti alat bantu pengajaran, alat peraga, ruang dan fasilitasnya, dan sarana mobilitas, berpengaruh terhadap proses belajar. Rabindranatagore di dalam Soedijanto (1978 ) mengatakan bahwa belajar dapat dilakukan di mana saja, akan tetapi belajar dengan ruangan yang nyaman dan perlengkapannya yang cukup, hasilnya jelas akan lain dibandingkan dengan belajar tanpa fasilitas.
Materi Mayoritas responden menilai materi yang diajarkan oleh Kejar Paket B cukup baik (54,8%), dan sangat baik(35,5%), sisanya (9,7%) responden menilai materi kurang baik. Hal ini berarti bahwa secara umum materi yang diajarkan oleh tutor dinilai sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan warga belajar. Kejar Paket B di Citra Pakuan menerapkan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan PLS, yaitu kurikulum yang terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok
54
pertama adalah kelompok mata pelajaran dan kelompok yang kedua adalah kelompok kecakapan hidup. Perbandingan yang disarankan adalah kelompok mata pelajaran berkisar 60 persen dan kelompok kecakapan hidup berkisar 40 persen. Akan tetapi di Kejar Paket B Citra Pakuan pembagian persentase antara kelompok mata pelajaran berkisar 40 persen dan kecakapan hidup 60 persen. Pembagian persentase yang berbeda dengan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh Dinas PLS ini tidak menyalahi peraturan kurikulum yang sudah ditetapkan, karena kurikulum dapat dibuat lentur disesuaikan dengan kebutuhan warga belajarnya (Tabel 15).
Tabel 15. Jumlah responden menurut penilaian terhadap materi pembelajaran Penilaian terhadap materi
%
Kurang baik
9.7
Cukup baik
54.8
Sangat baik
35.5
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Seorang guru dalam proses pembelajaran di tuntut untuk mengadakan pilihan terhadap materi pelajaran yang tersedia atau yang dapat disediakan. Sejumlah pilihan yang tepat, dibutuhkan sebagai kriteria. Berdasarkan kriteria itu dapat dipilih materi pelajaran yang sesuai. Adapun kriteria itu adalah: (1) materi/bahan pelajaran harus relevan dengan tujuan instruksional yang akan dicapai, (2) materi pelajaran harus memungkinkan menghasilkan perilaku yang diharapkan di tampilkan oleh siswa (perilaku di ranah kognitif, afektif, atau psikomotorik), (3) materi pelajaran harus memungkinkan untuk menguasai tujuan instruksional menurut aspek isi, (4) materi pelajaran harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu (keadaan awal siswa yang aktual), (5) materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, (6) materi pelajaran harus membantu untuk melibatkan siswa secara aktif, (7) materi pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktis yang diikuti, (8) materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran yang tersedia.
55
Kualitas pengajar Kualitas pengajar dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi gaya mengajar tutor yang bervariasi, keahlian penggunaan fasilitas dalam pengajaran, dan komunikasi yang terjalin antara tutor dengan warga belajar. Mayoritas responden yakni sebanyak 58% menilai kualitas pengajar cukup baik, sebanyak 35,5% responden menilai sangat baik, dan 6.5% menyatakan kualitas pengajarnya kurang baik. (Tabel 16).
Tabel 16. Jumlah responden menurut penilaian terhadap kualitas pengajar Kualitas Pengajar
%
kurang baik
6.5
Cukup baik
58.1
sangat baik
35.5
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Staf pengajar dalam Program Paket B diharapkan dapat memiliki kompetensi profesional, personal dan sosial. Pendidik memiliki kompetensi profesional berupa penguasaan materi pembelajaran, pedagogik, andragogik, dan pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan non-formal, memiliki kompetensi personal yang berupa kepribadian yang dapat menjadi teladan, berakhlak mulia, sabar, ikhlas, dan memiliki kompetensi sosial dalam berkomunikasi dan bergaul
secara efektif. Sedangkan dari sudut kualifikasi akademik pengajar diharapkan memiliki pendidikan minimal SPG/ SGO/ Diploma II dan yang sederajat untuk Paket A dan Paket B, guru SMP/ MTs untuk Paket B, tenaga lapangan Dikmas untuk latar belakang jurusan pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran; kyai, ustadz di pondok pesantren dan tokoh masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan; nara sumber teknis (NST) dengan kompetensi atau kualifikasi sesuai dengan mata pelajaran keterampilan yang dimiliki, seperti penyuluh pertanian atau kelompok tani nelayan andalan (KTNA), dan lain-lain.
56
Intensitas Pengajaran Dalam pandangan responden, intensitas pengajaran dipandang tergolong dalam kategori cukup (58,1%), kurang (25,8%), dan sangat baik (16,1%). (Tabel 17). Tabel 17. Jumlah responden menurut penilaian terhadap Intensitas Pengajaran Intensitas Pengajaran
%
Kurang baik
25.8
Cukup baik
58.1
Sangat baik
16.1
Jumlah
100.0
Keterangan: n=31
Intensitas pengajaran dilihat dari banyaknya
kegiatan pengajaran dan
jumlah jam dalam setiap pertemuan. Intensitas pengajaran di Kejar Paket B berlangsung seminggu dua kali yaitu pada hari Selasa dan Rabu siang. Bagi warga belajar yang sudah bekerja disediakan hari Sabtu, dan proses pembelajarannya
berlangsung
pada
sore
hingga
malam
hari.
Dalam
pelaksanaannya jadual belajar sangat lentur dan tidak terikat, disesuaikan dengan waktu yang tersedia dan dimiliki warga belajar, sehingga warga belajar dapat terus mengikuti proses belajar dan tidak ketinggalan pelajaran karena ketidaksesuaian waktu belajar dengan kegiatan lain yang tidak dapat ditinggalkan.
Lokasi Pembelajaran Mayoritas responden (87,1%) menyatakan lokasi pembelajaran tidak sulit dijangkau. (Tabel 18)
Tabel 18. Jumlah responden menurut jarak ke lokasi belajar Jarak Sulit dijangkau Cukup sulit dijangkau Tidak sulit dijangkau Jumlah Keterangan: n=31
% 3.2 9.7 87.1 100.0
57
Kelompok belajar Paket B memprioritaskan warga belajarnya yang tidak mampu dalam hal ekonomi dan belum menuntaskan pendidikan dasar sembilan tahun. Untuk lokasi pembelajaran indikator penilaiannya berdasarkan
jarak
tempuh antara rumah warga belajar dengan tempat pembelajaran, ongkos transportasi yang diperlukan, dan alat transportasi yang dipakai. Oleh karena itu, dari sisi lokasi mayoritas peserta menganggap lokasinya mudah dijangkau, akan tetapi ada juga warga belajar yang di luar wilayah Tegallega sehingga mereka cukup sulit dan memerlukan waktu yang panjang untuk belajar di Paket B Citra Pakuan.
Dorongan Orang Tua Mayoritas responden (83.9%) menyatakan dorongan orang tua terhadap responden besar, dan sekitar 16.1% menyatakan dorongan itu kecil.
Hal ini
disebabkan Paket B sudah mulai diakui keberadaan dan kesetaraannya oleh para orangtua, sehingga mereka mendukung anaknya untuk masuk dan belajar di Paket B. Disamping itu Paket B adalah wadah untuk warga masyarakat yang ingin belajar namun memiliki ketidakmampuan atau keterbatasan ekonomi, sehingga orangtua memilih Kejar Paket B sebagai pilihan pendidikan yang diambil untuk anak-anak mereka. Di samping itu biaya masuk ke sekolah formal setingkat SLTP dianggap mahal, apalagi yang berada di Kota Bogor.
Bagi sekelompok
masyarakat hal itu sangat memberatkan, sehingga orangtua memilih Kejar Paket B sebagai pengganti atau pilihan sekolah yang dapat ditempuh.
Peluang Melanjutkan Sekolah Seluruh responden (100%) menyatakan bahwa peluang melanjutkan sekolah setelah lulus Paket B adalah besar. Hal ini sesuai dengan harapan penyelenggara baik dinas pendidikan PLS ataupun penyelenggara program pendidikan pada PKBM, bahwa warga belajar Paket B setelah lulus diharapkan dapat melanjutkan sekolah baik itu ke Paket C atau ke sekolah formal yaitu SLTA sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan warga belajar masing-masing.
58
Peluang Kerja Seluruh responden menilai bahwa peluang kerja atau usaha setelah lulus Paket B besar (100%). Dilihat dari kenyataan yang dialami responden, 38,7 persen dari mereka sudah bekerja dengan bermacam-macam jenis pekerjaan dari mulai tukang parkir, DLLAJR, penjaga toko, pelayan toko, bengkel, berdagang sampai dengan PNS. Responden yang belum bekerja biasanya karena mereka setelah lulus Paket A atau SD langsung melanjutkan sekolah ke Paket B atau SLTP dan Paket C, sedangkan responden yang sudah bekerja biasanya mereka yang terhenti beberapa tahun untuk bekerja, setelah mendapatkan pekerjaan mereka melanjutkan ke Paket C untuk menambah keterampilan, pengetahuan ataupun untuk mendapatkan ijazah. Namun tidak menutup kemungkinan ada juga responden yang memang terhambat karena faktor motivasi yang kurang.
KEEFEKTIVAN Keefektivan
pembelajaran
terdiri
dari
pengetahuan,
sikap,
dan
ketrampilan. Perubahan yang terjadi dalam ketiga aspek itulah yang menentukan tingkat keefektivan pembelajaran. Analisis deskriptif terhadap masing-masing faktor keefektivan tersebut adalah sebagai berikut. Pengetahuan Pengetahuan responden diambil dari hasil ujian kesetaraan yang diselenggarakan oleh Diklusepora. Berdasarkan nilai itu, pengetahuan responden tergolong dalam kategori tinggi (71%), sedang (19,4%), dan rendah (9,7%). Sebagian besar responden memiliki pengetahuan dalam kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa program Paket B yang diselenggarakan PKBM Citra Pakuan telah mencapai standar yang tinggi dalam sisi pengetahuan. (Tabel 19).
Tabel 19. Jumlah responden menurut Pengetahuan Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi Total Keterangan: n=31
% 9.7 19.4 71.0 100.0
59
Sikap Sikap responden tergolong dalam kategori tinggi (71%), dan sedang (29%), dan tidak ada yang dalam kategori rendah.
Sikap ini dilihat dari
keinginan, semangat, dan keyakinan responden untuk melanjutkan sekolah dan bekerja.
Hal ini menunjukan bahwa mayoritas responden memiliki semangat,
keinginan, dan keyakinan yang tinggi untuk terus melanjutkan sekolah dan bekerja.
Responden sangat optimis setelah lulus mereka dapat melanjutkan
pendidikan dan bekerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Hal ini terbukti mayoritas lulusan Paket B periode 2005 dan 2006 dapat melanjutkan sekolah, bekerja, dan sekolah bekerja. Walaupun pendidikan lanjutan yang dapat dimasuki adalah di Kejar Paket C setara SLTA dan sebagian lagi bekerja dan melanjutkan pendidikan di Paket C pada sore hingga malam hari.
Ketrampilan Dari sisi ketrampilan, mayoritas responden merasa ketrampilan mereka dalam kategori sedang (64,5%), tinggi (22,6%), dan rendah (12,9%). Tidak seperti dalam pengetahuan dan sikap, tingkat ketrampilan yang ada dirasakan sedang oleh mayoritas responden.
Dalam menyediakan pembelajaran tentang
keterampilan, Kejar Paket B terlebih dahulu mengindentifikasi keterampilan apa yang dibutuhkan dan keterampilan apa yang sedang marak pada saat ini. Namun pengadaan ketrampilan itu sendiri disesuaikan dengan keadaan anggaran yang ada. Biasanya pengadaan keteampilan ini bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu yang juga menyelenggarakan berbagai jenis keterampilan, seperti tempat kursus komputer, bengkel, salon, pengrajin kue dan keterampilan produktif lainnya yang dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Dalam pengadaan keterampilan tersebut, warga belajar memilih keterampilan yang diminati, peserta, sehingga dalam proses belajar mengajar warga belajar dapat bersungguh-sungguh dalam mempelajari apa yang diberikan oleh tutor.
Namun
tidak
tertutup
kemungkinan ada warga belajar yang tidak bersungguh-sungguh dalam mempelajari keterampilan yang ditawarkan, hal itu kemungkinan karena kurangnya motivasi atau minat warga belajar kepada keterampilan yang ditawarkan atau karena faktor-faktor lain. (Tabel 20).
60
Tabel 20. Jumlah responden menurut penilaian tentang ketrampilan Keterampilan
%
Rendah
12.9
Sedang
64.5
Tinggi
22.6
Jumlah
100.0
Hubungan Antara Faktor Internal- Eksternal dengan Keefektivan Pengkajian hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan keefektivan, dilakukan kajian hubungan silang antara faktor internal dengan keefektivan, kemudian faktor eksternal dengan keefektivan. Dari uji hubungan ini terlihat hubungan yang nyata antar satu peubah dengan peubah lainnya.
Hubungan Faktor Internal Dengan Keefektivan Faktor-faktor berasal dari dalam diri responden yang diduga berhubungan dengan keefektivan pembelajaran Paket B terdiri atas lima peubah yang diamati, yaitu umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi keluarga, motivasi, pandangan responden terhadap Paket B. (Tabel 21). Tabel 21. Hubungan antara faktor internal responden dengan keefektivan pembelajaran Paket B (korelasi Spearman) Peubah (X) Internal Umur Jenis Kelamin Status sosial Motivasi Pandangan
Pengetahuan -0.127 -0.208 -0.040 0.041 -0.040
Sikap 0.002 -0.067 0.018 -0.014 -0.149
Keterampilan
KEEFEKTIVAN
0.328 -0.024 -0.462** -0.126 0.180
0.029 -0.178 -0.463** -0.090 -0.013
** Hubungan sangat nyata pada taraf 0.01 * Hubungan nyata pada taraf 0.05
Hasil uji hubungan dengan analisis rank Spearman menunjukan hasil sebagai berikut:
61
Umur tidak berhubungan nyata dengan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan, maupun nilai keefektivan total. Hal itu kemungkinan disebabkan bahwa Program Kejar Paket B di desain untuk kelompok usia yang beragam mulai dari usia 15 tahun sampai 44 tahun. Sasaran Paket B sendiri beragam dengan karakteristik mereka yang lulus Paket A/ SD/MI, belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun, putus SMP/MTs, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan). Dengan demikian, uji hubungan yang menyatakan faktor umur tidak berhubungan secara nyata dengan tingkat keefektivan total beserta unsur-unsurnya dapat dipahami. Berdasarkan pendapat Soedijanto (1994), salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah umur. Umur dan kapasitas belajar dari warga belajar merupakan faktor yang tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan suatu proses belajar. Kemampuan belajar seseorang akan meningkat sampai puncaknya pada umur 25 tahun. Hal ini kerena fungsi organ tubuh yang mendukung proses belajar semakin sempurna. Sesudah itu relatif tetap dan akan menurun pada umur 46 tahun, dan akhirnya menurun drastis pada umur 65 tahun. Hal ini berkaitan dengan mundurnya fungsi otot pendukung, kejenuhan belajar, dan sulitnya pengaturan tata nilai. Jenis kelamin tidak berhubungan nyata dengan keefektivan total maupun unsur-unsur di dalamnya. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa Program Kejar Paket B tidak mengklasifikasikan jenis kelamin dalam proses pembelajaran. Tidak ada materi yang khusus di berikan kepada siswa perempuan atau laki-laki. Kelompok materi yang diajarkan terbagi menjadi dua yaitu kelompok mata pelajaran dan kelompok kecakapan hidup. Kelompok kecakapan hidup dipilih secara bebas oleh siswa sesuai dengan kebutuhannya. Status sosial ekonomi keluarga berhubungan sangat nyata dan negatif dengan keefektivan total.
Jika dilihat lebih jauh, faktor keefektivan yang
berhubungan secara nyata adalah ketrampilan. Namun dapat dilihat dari tabel di atas, bahwa hubungan antara status sosial dan keefektivan adalah negatif. Jadi
62
dapat dikatakan bahwa dengan semakin tingginya status sosial, keefektivannya justru semakin rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kenyataan bahwa Paket B ditujukan untuk golongan dengan status sosial yang rendah. Jadi semakin tinggi status sosial keluarga responden, maka keefektivannya semakin rendah. Dengan kata lain, warga yang berlatar belakang status sosial tinggi relatif tidak cocok sebagai peserta dalam Program Kejar Paket B. Menurut Spencer dalam Sugihen (1996) status seseorang atau sekelompok orang dapat ditentukan (untuk kebutuhan analisis) oleh suatu indeks. Indeks seperti ini dapat diperoleh dari jumlah rata-rata skor, misalnya, yang dicapai seseorang dalam masing-masing bidang, seperti pendidikan, pendapatan tahunan keluarga, dan pekerjaan dari kepala rumah tangga. Motivasi tidak berhubungan nyata dengan keefektivan, maupun setiap unsur dari keefektivan baik sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Secara teoritis motivasi
seharusnya
memiliki
hubungan
positif
terhadap
keefektivan
pembelajaran. Namun dalam kasus ini tidak terdapat hubungan yang nyata. Hal itu kemungkinan disebabkan Program Kejar Paket B adalah satu-satunya alternatif pendidikan di jalur pendidikan non-formal yang diselenggarakan setara dengan SLTP, sehingga warga belajar yang tidak dapat masuk pada jalur pendidikan formal mendapat peluang untuk terus melanjutkan sekolah dan mendapat peluang untuk mendapatkan ijazah untuk bekal mencari kerja. Menurut Rusyan dkk (1989; 99) yang memberikan pengertian: “Motivasi merupakan penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari oleh adanya suatu keinginan/kebutuhan. Berkaitan dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti keseluruhan daya penggerak di dalam diri para siswa/warga belajar/peserta didik yang dapat menimbulkan, menjamin, dan memberikan arah pada kegiatan belajar, guna mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Motivasi belajar, maka siswa/warga belajar/peserta didik dapat mempunyai intensitas dan kesinambungan dalam proses pembelajaran/pendidikan yang diikuti. Pandangan warga belajar terhadap Program Kejar Paket B tidak berhubungan nyata dengan keefektivan maupun unsur-unsur didalamnya.Hal itu disebabkan mayoritas warga belajar di Program Kejar Paket B sudah mengetahui
63
bahwa Program Kejar Paket B adalah suatu program pendidikan non-formal yang hasilnya disetarakan dengan SLTP. Sehingga kekurangan dan kelebihan dari hasil program tersebut dapat di pahami. Di antara faktor internal yang memiliki hubungan nyata dengan keefektivan total adalah status sosial ekonomi keluarga yang berhubungan negatif dengan keefektivan pembelajaran Program Kejar Paket B.
Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Faktor-faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan keefektivan pembelajaran Paket B terdiri atas delapan peubah yang diamati, yaitu fasilitas, materi belajar, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, jarak belajar, dorongan orangtua, peluang sekolah, dan peluang kerja. Hubungan faktor internal tersebut disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Hubungan antara faktor eksternal responden dengan keefektivan pembelajaran Paket B Peubah External
Pengetahuan
Keterampilan
KEEFEKTIVAN
Fasilitas Materi Belajar Kualitas Pengajar Intensitas Pengajaran Jarak Dorongan Ortu Peluang Sekolah Peluang Kerja
-0.101 0.190 0.426*
Sikap 0.525** 0.146 0.226
-0.071 0.339 -0.244
0.226 0.429* 0.452*
0.093 -0.127 0.431* 0.042 0.030
0.295 0.304 0.123 0.419* 0.329
0.226 -0.159 0.165 -0.244 0.475**
0.377* -0.112 0.373* 0.067 0.362*
** Hubungan sangat nyata pada taraf 0.01 * Hubungan nyata pada taraf 0.05 Hasil uji korelasi silang faktor eksternal dengan efektifitas pembelajaran menunjukkan hal-hal berikut: Fasilitas berhubungan nyata positif dengan sikap tetapi tidak berhubungan nyata dengan keefektivan total. Hal itu dapat dikatakan bahwa semakin baik fasilitas yang dimiliki maka akan semakin mempengaruhi peningkatan sikap warga belajar. Tersedianya fasilitas
yang baik, akan mempengaruhi proses
pembelajaran. Program Paket B adalah Program pendidikan non- formal, dimana dalam proses pembelajarannya sangat fleksibel. Sebagai pendidikan non-formal
64
fasilitas tidak mempengaruhi secara kuat. Proses pembelajaran dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kondisi dan kemampuan sasaran atau warga belajar. Berdasarkan teori, para ahli telah sepakat bahwa fasilitas atau media pendidikan dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada dua alasan, mengapa media atau fasilitas dapat bermanfaat dalam proses belajar siswa antara lain: bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik; metode mengajar akan lebih berfariasi, sehingga tidak menimbulkan kebosanan; siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan; Dalam pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Materi berhubungan nyata positif dengan keefektivan total. Hal itu dapat dikatakan semakin sesuai materi yang diberikan maka akan semakin efektif kegiatan belajar mengajarnya. Materi yang diberikan di Kejar Paket B tergolong sangat baik, karena materi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan responden, sehingga apa yang menjadi kebutuhan responden dapat terpenuhi walaupun tidak maksimal. Berdasarkan teori materi pelajaran harus sejalan dengan ukuran yang digunakan dalam kurikulum bidang studi yang bersangkutan. Kriteria pemilihan materi pelajaran yang akan dikembangkan dalam sistem pembelajaran mendasari penentuan strategi belajar mengajar yaitu:
dan
kriteria tujuan
pembelajaran, meteri pelajaran supaya terjabar, relevan dengan kebutuhan siswa, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, materi pelajaran mengandung segi-segi etik, materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis, dan materi pelajaran bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi guru yang ahli, dan masyarakat. (Harjanto,2003). Kualitas pengajar berhubungan positif nyata pada pengetahuan dan efektifitas total. Hal itu dapat dikatakan bahwa semakin berkualitas pengajarnya maka semakin mempengaruhi peningkatan pengetahuan warga belajar dan akhirnya semakin efektif kegiatan belajar mengajarnya.
Berdasarkan hasil
65
analisis kualitas pengajar di Paket B tergolong sangat baik. Hal itu kemungkinan disebabkan tutor yang ada di Paket B berasal dari bidang Keguruan dan ilmu pendidikan, disamping itu staf pengajarnya atau tutor memiliki pengalaman mengajar pada sekolah formal, sehingga para tutor dapat membuat suasana belajar dengan baik dan warga belajar dapat belajar dengan menyenangkan tanpa ada tekanan atau rasa tidak suka. Berdasarkan teori salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menyukseskan
pembelajaran adalah kualitas pengajarnya baik di lembaga
pendidikan formal maupun non-formal.
Bloom (1976) berpendapat bahwa
kualitas pengajaran sangat menentukan keberhasilan siswa. Kualitas pengajaran tergantung dari bagaimana cara menyajikan guru materi yang harus dipeljari, bagaimana guru menggunakan pemberian peneguhan (reinforcement), bagaimana cara guru mengaktifkan siswa supaya berpartisipasi dan merasa terlibat dalam proses belajar, bagaimana cara guru memberikan informasi kepada siswa tentang keberhasilan mereka. Semua ini berkisar pada keterampilan didakstis yang dimiliki guru. Kunci keberhasilan guru tidak begitu terletak dalam penguasaan keterampilan didaktis sebanyak mungkin, lebih-lebih dalam kemampuan menggunakan keterampilan yang dimiliki, sesuai dengan situasi dan kondisi kelas serta gaya mengajar si guru sendiri. Intensitas pengajaran berhubungan nyata dengan keefektivan total. Hal itu dapat dikatakan semakin banyak intensitas pengajaran maka semakin efektif proses pembelajarannya. Mayoritas responden menyatakan intensitas pengajaran di Paket B cukup. Intensitas pengajaran di Kejar Paket B (non-formal) dilakukan 2 kali dalam seminggu atau disesuaikan dengan kondisi warga belajarnya. Jika dilakukan lebih banyak lagi maka kemungkinan akan lebih efektif dan menjawab kebutuhan warga belajarnya. Jarak belajar tidak berhubungan nyata dengan keefektivan maupun semua unsur di dalamnya. Hal itu disebabkan karena Program Kejar paket B lebih memprioritaskan warga belajarnya adalah warga masyarakat yang berada disekitar tempat pelaksanaan program tersebut, sehingga tidak mempengaruhi terhadap proses pembelajaran.
66
Dorongan orangtua berhubungan nyata dengan pengetahuan maupun dengan keefektivan total. Mayoritas responden menyatakan dorongan orang tua sangat besar terhadap responden dalam mengikuti Kejar Paket B. Tingginya dorongan orang tua akan menambah semangat warga belajar untuk belajar lebih baik sehingga akan mempengaruhi peningkatan pengetahuan pada warga belajar. Peluang sekolah tidak berhubungan nyata dengan keefektivan maupun semua unsur di dalamnya. Hal itu disebabkan Kejar Paket B sudah disetarakan dengan SLTP, sehingga warga belajar yang telah lulus Paket B secara otomatis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya baik ke SLTP mapun ke Paket C sesuai dengan nilai yang diperoleh. Peluang kerja berhubungan nyata dengan keefektivan total. Kejar Paket B di desain untuk tujuan agar warga belajar setelah lulus dapat melanjutkan sekolah dan mendapatkan kesempatan kerja, sehingga kurikulum yang dibuat untuk menjawab kebutuhan dari tujuan diadakannya Kejar paket B. Mengingat kondisi pada saat ini, bahwa kesempatan kerja kebanyakan membutuhkan lulusan SLTA atau Paket C (minimal), maka apabila responden lulusan Paket B tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup, peluang kerja akan sulit diperoleh tetapi jika responden lulusan Paket B memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup maka akan mendapatkan peluang kerja, minimal berwiraswasta sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Faktor-faktor eksternal, yang berhubungan nyata dengan keefektivan dan unsur-unsurnya adalah materi pembelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orangtua, dan peluang kerja. Fasilitas, jarak dan peluang sekolah yang tidak berhubungan nyata dengan keefektivan. Namun demikian, kualitas pengajar berhubungan nyata baik dengan keefektivan total maupun unsur keefektivan totalnya yaitu pengetahuan. Jadi di antara faktor eksternal yang ada, kualitas pengajarlah yang memiliki hubungan kuat dengan keefektivan total melalui pengetahuan.
Hal itu dapat dikatakan bahwa semakin berkualitas
pengajarnya maka semakin mempengaruhi peningkatan pengetahuan warga belajar dan akhirnya semakin efektif kegiatan belajar mengajarnya.
Kualitas
pengajar yang baik di Kejar Paket B adalah pengajar yang dapat memahami
67
kebutuhan warga belajarnya, baik itu kebutuhan yang dirasakan maupun kebutuhan yang di inginkan oleh warga belajar. Implikasi penting dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Latar belakang status sosial ekonomi keluarga dari warga belajar merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program Paket B.
Dari sisi kebijakan, kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan luar
sekolah yang menjadikan warga belajar dari golongan ekonomi lemah sebagai sasaran utama program Paket B sudah tepat sasaran. Oleh karena itu sasaran ini perlu lebih dipertajam, daripada memperluas program ini pada kalangan dengan status ekonomi yang lebih baik, yang seringkali hanya dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan ijasah yang setara dengan SLTP. Dari sisi praktis, penyelenggara Paket B dapat menjadikan status sosial ekonomi ini sebagai kriteria penting dalam melakukan seleksi warga belajarnya. 2. Kualitas
pengajar
memiliki
hubungan
penting
dalam
keefektivan
pembelajaran Program Paket B. Dari sisi kebijakan, kualitas pengajar ini memerlukan perhatian lebih oleh Pemerintah.
Pemerintah telah memiliki
aturan mengenai kualitas Pengajar yang dapat mengajar pada Paket B, namun perhatian yang lebih besar baik dalam bentuk alokasi dana maupun evaluasi dan monitoring, justru biasanya bukan pada aspek ini.
Penyelenggaraan
program ini biasanya diuntungkan dari adanya sukarelawa yang sukarela dan memiliki motivasi yang tinggi untuk berbagi melalui pengajaran di Paket B. Pelatihan dan pengembangan untuk para Tutor Paket B merupakan langkah yang sangat membantu peningkatan keefektivan pembelajaran paket B. Implikasi praktis bagi penyelenggara Paket B, dengan mengetahui bahwa kualitas pengajar merupakan faktor penting yang berhubungan dengan keefektivan yang terpenting adalah bagaimana program Paket B dapat terus meningkatkan kualitas pengajarnya. Hal ini dapat dimulai dari rekuritmen staf pengajar.
Staf pengajar dengan kualifikasi yang baik dan memiliki
komitmen tinggi merupakan langkah awal untuk menyediakan pengajar yang baik. Keterbatasan dana dan renumerasi yang diberikan kepada staf pengajar seringkali menjadi kendala di lapangan.