37
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Tipologi Ruang Terbuka Hijau Jenis ruang terbuka hijau yang dijumpai di kawasan RW 08 Kelurahan
Lenteng Agung yaitu: pekarangan, jalur hijau jalan (tepi jalan, median jalan, dan pulau jalan), ruang terbuka hijau pada fasilitas umum dan fasilitas sosial, bantaran sungai, bantaran rel kereta api, dan pemakaman. Berikut ini adalah tipologi dari masing-masing ruang terbuka hijau yang ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15 Tipologi Ruang Terbuka Hijau Jenis RTH Pekarangan Sempit Sedang Luas Jalur hijau jalan Tepi jalan Separator jalan Pulau jalan RTH Fasum dan Fasos
Luas (m2) 78.900
Fisik Non alami
800
Non alami Non alami Non alami
100 900 7.200
Kepemilikan Bentuk Fungsi Privat Area Produksi, sosial budaya, estetika, ekologi Estetika, ekologi Publik Jalur Publik Jalur Publik Area
Non alami
Publik
Area
Bantaran sungai Bantaran rel
33.100
Alami
Publik
Jalur
4.500
Non alami
Publik
Jalur
Pemakaman
5.800
Non alami
Publik
Area
Sosial budaya, estetika, ekologi Ekologi, produksi Ekologi, estetika Sosial budaya, ekologi
39
5.2.
Klasifikasi RTH berdasarkan kepemilikan, fungsi, dan bentuk
5.2.1. Pekarangan Pekarangan atau halaman rumah merupakan salah satu area ruang terbuka hijau privat. Luas pekarangan adalah sisa dari luas kavling dikurangi dengan luas ruang terbangun. Rumah penduduk di kawasan ini tersebar di seluruh area penelitian. Menurut Arifin (2009), pekarangan berdasarkan luasan dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: (i) kecil, pekarangan dengan luas kurang dari 120 m2 (ii) sedang, pekarangan dengan luas 120-400 m2 (iii) besar, pekarangan dengan luas 400-1000 m2 (iv) sangat besar, pekarangan dengan luas lebih dari 1000 m2 Masing-masing RT pada kawasan ini terdiri atas sekitar 50 rumah. Dengan asumsi bahwa skala penelitian adalah kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung, maka jumlah sampel yang diambil adalah jumlah rumah pada kawasan tersebut yang dianggap sebagai jumlah populasi (N) sebanyak 700 rumah. Dalam situasi ini derajat kecermatan yang diambil 10%, yang menunjukkan bahwa tingkat kecermatan studi dikategorikan cermat untuk tingkat kepercayaan 90%.
≈ 88
Maka berdasarkan perhitungan, jumlah sampel pekarangan yang akan diambil adalah 88 secara random atau acak untuk mewakili 700 rumah yang terdapat pada tapak. Dari hasil perhitungan terhadap hasil pengamatan 88 rumah pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung terdapat 8,70% rumah dengan pekarangan berukuran luas, 10,87% pekarangan berukuran sedang, dan 80,43% berukuran sempit, seperti yang tertera pada Gambar 9 berikut:
40
4%
7%
besar sedang kecil 89%
Gambar 9 Presentase Pekarangan berdasarkan Ukuran
Gambar 8
Pada proses pengamatan, sampel masing-masing pekarangan dipilih secara acak yang diharapkan dapat mewakili pemanfaatan untuk ukuran yang berbedabeda. Dari gambar dapat terlihat bahwa pada umumnya terdiri dari pekarangan sempit yang menunjukkan semakin terbatasnya upaya penyediaan RTH di area rumah. Kriteria penanaman vegetasi untuk berbagai ukuran kavling berbeda-beda satu sama lain. Hal ini terkait dengan presentase kebutuhan terhadap ruang terbuka hijau berdasarkan luas area yaitu sebesar 10% pada RTH privat serta kondisi eksisting masing-masing pekarangan. Kriteria penanaman vegetasi dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16 Syarat Penanaman Vegetasi pada Pekarangan Ukuran Jenis Kavling < 120 m2 120 – 400 m2 400 – 1000 m2 > 1000 m2 Relatif sempit
Syarat/Kewajiban Penanaman Minimal Satu pohon pelindung, semak dan perdu Dua pohon pelindung, semak dan perdu Tiga pohon pelindung, semak dan perdu Lebih dari tiga pohon pelindung, semak dan perdu Pot dan tanaman gantung
Komposisi Jenis yang Cukup dengan Penutup tanah/rumput Penutup tanah/rumput Penutup tanah/rumput Penutup tanah/rumput Memanfaatkan ruang di atas saluran drainase
Adapun Gambar 10, 11, dan 12 berikut adalah contoh layout pekarangan dengan berbagai ukuran:
41
Gambar 10 Penataan Pekarangan Ukuran Sempit
42
Keterangan gambar:
Pohon Peneduh
Semak
Penutup Tanah
Tabel 17 Syarat Penanaman pada Sampel Pekarangan Sempit Sampel 1 2 Satu Pohon • • Semak dan Perdu • • Penutup Tanah • • Keterangan: • = ada
3 • • -
Pada pekarangan sempit, ataupun tanpa lahan tersisa di halaman rumah, kondisi penanaman yang dijumpai adalah penggunaan pot yang ditata di atas perkerasan, digantung, ditempel pada tembok, maupun disusun vertikal. Lokasi penataan adalah pada bagian depan rumah. Sebagian besar memilih penutup tanah berupa perkerasan dibandingkan dengan vegetasi. Hal ini disebabkan oleh pemeliharaan elemen softcape dianggap lebih intensif daripada elemen hardscape. Pada rumah yang masih memiliki sisa halaman, hampir seluruhnya dapat dijumpai penanaman pohon yang mengindikasikan bahwa keberadaan pohon dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan semak ataupun ground cover.
43
Gambar 11 Penataan Pekarangan Ukuran Sedang
44
Keterangan gambar:
Pohon Peneduh
Semak
Penutup Tanah
Tabel 18 Syarat Penanaman pada Sampel Pekarangan Sedang Sampel Dua Pohon Semak dan Perdu Penutup Tanah Keterangan: • = ada
1 • • -
2 • • •
3 • -
Pada pekarangan berukuran sedang, masih dijumpai penggunaan penutup tanah berupa perkerasan dan tanah. Pada tipe ukuran ini, perkerasan pada pekarangan dimanfaatkan sebagai area parkir kendaraan bagi pemilik rumah. Penataan pekarangan ini juga berlokasi di halaman rumah bagian depan, seperti pada pekarangan berukuran sempit. Selain itu terdapat beberapa macam tanaman yang ditata dalam pot sehingga mudah untuk dipindahkan sewaktu-waktu apabila lahan pekarangan akan digunakan untuk keperluan tertentu. Penanaman pohon dapat dijumpai di seluruh pekarangan berukuran sedang.
45
Gambar 12 Penataan Pekarangan Ukuran Luas Keterangan gambar:
Pohon Peneduh
Semak
Penutup Tanah
46
Tabel 19 Syarat Penanaman pada Sampel Pekarangan Luas Sampel Tiga Pohon Semak dan Perdu Penutup Tanah
1 • • •
2 • • •
Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, 2008
Keterangan: • = ada Pekarangan berukuran luas masih jarang ditemui pada kawasan ini, namun pemanfaatan pekarangan pada sampel yang diamati telah memenuhi kriteria penanaman vegetasi. Hal ini terkait dengan potensi luasan pekarangan yang memungkinkan adanya variasi penataan lebih baik dibandingkan dengan ukuran pekarangan lain yang lebih sempit. Penataan pekarangan pada tipe ukuran ini memiliki berbagai variasi lokasi, baik pada bagain depan, samping, maupun pada area dalam dan belakang rumah. Beberapa sampel yang diamati, terdapat beberapa ragam pemanfaatan pekarangan. Kebutuhan dan selera pemilik rumah merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penggunaan dan penataan elemen taman. Di bawah ini merupakan beberapa foto dari pekarangan yang diamati.
a
b
c
Gambar 13 Contoh Ukuran Pekarangan a) Sempit, b) Sedang, dan c) Luas Banyaknya rumah dengan pekarangan sempit membuktikan bahwa ruang terbuka hijau pada lahan privat juga rawan untuk dikonversi menjadi fungsi lahan terbangun. Pekarangan belum mendapat perhatian pada pembangunan rumah, terutama pada permukiman padat penduduk. Namun di sisi lain, penyediaan ruang terbuka hijau pada lahan privat seperti halaman atau pekarangan bangunan berpotensi besar menyumbangkan manfaat bagi ruang terbuka hijau kota.
47
Fungsi yang dimiliki oleh pekarangan terkait erat dengan elemen penyusunnya. Elemen yang terdapat pada suatu tapak akan menciptakan karakter tapak itu. Fungsi produksi pekarangan dapat muncul dari keberadaan elemenelemen yang berfungsi sebagai sarana pembudidayaan atau perkembangbiakan dan menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga, seperti pembudidayaan tanaman pada kebun ataupun di dalam pot, serta adanya kandang binatang untuk perkembangbiakan. Fungsi ekologi diwujudkan dari peran vegetasi dalam merekayasa iklim mikro di sekitar halaman rumah. Fungsi sosial budaya muncul dari pemakaian elemen-elemen taman
yang mengakomodasi
kebutuhan
penggunanya untuk bersosialisasi ataupun elemen yang mencerminkan kebiasaan dan budaya setempat, seperti adanya bangku taman ataupun ruang-ruang yang disediakan untuk penggunaan bersama. Sedangkan fungsi estetika akan terpenuhi apabila terdapat pemilihan dan penataan elemen-elemen taman secara menarik sehingga menciptakan nilai visual yang tinggi.
Elemen Lanskap Pekarangan Hardscape Elemen keras atau hardscape pada taman maupun pekarangan berfungsi sebagai pengisi lahan untuk tujuan tertentu. Pada lokasi penelitian ini, elemen hardscape yang paling banyak digunakan adalah pot. Gambar 14 berikut ini adalah contoh elemen taman yang pada umumnya berada di pekarangan dan juga terdapat di pekarangan warga RW 08 Kelurahan Lenteng Agung:
48
(%) 100 80 60 40
20 0
Gambar 14 Grafik Presentase Kepemilikan Hardscape di Pekarangan Berdasarkan pengamatan di lapang mengenai elemen-elemen keras atau hardscape, maka dilakukan perbandingan jumlah keberadaan masing-masing elemen terhadap jumlah keseluruhannya dengan hasil seperti yang ditampilkan pada Gambar 15 sebagai berikut:
Paving 25,62 Lampu 4,63
Tempat sampah 5,56 Kolam 1,54
Pagar 25,00 Pergola 1,70
Pot 27,93
Sculpture 0,46 Gazebo 0,93
Pot gantung 2,47 Kandang 4,17
Gambar 15 Presentase Preferensi Hardscape di Pekarangan Penjelasan dari masing-masing hardscape di pekarangan akan diuraikan seperti berikut: a.
Pot Elemen yang paling banyak dimiliki warga di pekarangan adalah pot, yaitu
sebanyak 90,05 %. Hal ini dikarenakan banyaknya rumah warga yang memiliki
49
sisa ruang terbuka sempit atau bahkan tidak ada. Salah satu strategi penghijauan yang digunakan agar lingkungan rumah tetap hijau adalah dengan menggunakan tanaman dalam pot sehingga preferensi pemanfaatan lahan rata-rata oleh masingmasing pemilik rumah di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung tertinggi juga adalah untuk memiliki pot tanaman di pekarangan, yaitu sejumlah 27,93 %. Pot yang digunakan terdiri atas berbagai bahan dan ukuran sesuai dengan selera, luas lahan yang tersedia, dan jenis tanaman yang dipakai. Peletakannya adalah di tepi halaman, sapanjang garis bangunan, maupun diletakkan di lahan atap bangunan. Pot yang ditata dengan rapih dan teratur menghasilkan fungsi estetika yang tinggi. b.
Pavement Elemen yang banyak digunakan selanjutnya dalah paving atau perkerasan
yaitu sebanyak 82,59 %. Sebagian besar rumah warga memiliki ruang terbuka yang didominasi oleh perkerasan dengan pemanfaatan beragam, antara lain: sebagai carport atau ruang meletakkan kendaraan, ruang tempat menjemur, maupun untuk meletakkan barang-barang yang tidak terpakai. Keterbatasan lahan hijau di pekarangan menyebabkan tingginya suhu pada siang hari serta menimbulkan genangan air pada saat hujan karena air tidak dapat meresap ke permukaan paving. Pilihan penggunaan perkerasan pada pekarangan secara ratarata adalah sebesar 25,62 % dibandingkan elemen hardscape lainnya. c.
Pagar Pemanfaatan pagar adalah sebagai pembatas dan panghalang pandang dari
arah luar menuju ke rumah ataupun sebaliknya. Berdasarkan pengamatan, pagar di pekarangan warga berupa pagar alami, yaitu menggunakan tanaman dan nonalami, yaitu menggunakan bahan kayu, semen, dan besi. Dari hasil pengamatan, terdapat 80,60 % rumah yang memiliki pagar di pekarangannya dan pilihan untuk memiliki pagar dibandingkan elemen yang lain adalah sebesar 25 %. d.
Tempat Sampah Tempat sampah terdapat di dalam maupun luar pekarangan. Tempat
sampah yang dijumpai pada pengamatan sebanyak 17,91 % dari rumah warga berupa keranjang sampah dan bak sampah permanen yang berfungsi untuk
50
menampung kotoran dan sisa-sisa keperluan rumah tangga yang sudah tidak digunakan. Tujuan penggunaan tempat sampah di area pekarangan adalah untuk menghindari bau dan kotor dalam rumah, serta memudahkan pengangkutan oleh petugas sampah setempat. Sebagian penduduk telah menggunakan tempat sampah komposter, yaitu sejenis wadah sampah yang sekaligus berfungsi untuk membusukkan sampah organik rumah tangga hingga menjadi kompos sehingga dapat dimanfaatkan kembali untuk tanaman maupun dijual. Preferensi penggunaan elemen tempat sampah di pekarangan adalah sebesar 5,56 % dibandingkan elemen lainnya. e.
Lampu Taman Sebanyak 14,93 % rumah yang diamati telah memanfaatkan lampu di
pekarangan. Fungsinya adalah sebagai penerangan di malam hari. Namun sebagian besar pekarangan tidak dilengkapi lampu terkait luasan lahan yang terbatas sehingga dianggap tidak memerlukan penerangan untuk pekarangan. Keberadaan lampu taman sesuai dengan fungsi estetika pekarangan. Elemen ini memiliki nilai preferensi oleh pemilik pekarangan sebesar 4,63 %.
f.
Kandang Fungsi produksi pada pekarangan dapat dipenuhi melalui perkebunan dan
peternakan sederhana dengan memanfaatkan lahan yang ada. Sebanyak 3,69 % rumah warga terdapat kandang binatang sebagai perkembangbiakan binatang maupun sekedar mengembangkan hobi. Binatang yang menjadi pilihan untuk dipelihara antara lain ayam, burung, dan ikan. g.
Pot Gantung Selain pot di permukaan tanah, pot gantung merupakan alternatif untuk
penghijauan pada lahan-lahan privat dengan luas terbatas. Sebanyak 7,96 % dari rumah warga menggunakan elemen pot gantung pada pekarangan. Pot juga dapat disusun menempel di permukaan dinding. Hal ini sesuai dengan fungsi ekologi dan estetika pekarangan, yaitu dapat merekayasa iklim mikro sekaligus memberi keindahan pekarangan. Berdasarkan pengamatan, pot gantung ditempatkan di sekitar teras rumah ataupun menggantung di percabangan pohon. Apabila
51
dibandingkan dengan elemen hardscape lain di pekarangan, maka elemen pot gantung memiliki nilai preferensi sebesar 2,47 %. h.
Pergola Sebanyak 5,47 % dari jumlah rumah pengamatan memiliki pergola di
pekarangannya, yaitu berupa pergola alami dan buatan. Pergola alami menggunakan tanaman sebagai kanopinya, sedangkan pergola nonalami menggunakan penutup dari seng atau plastik fiber. Pergola dimanfaatkan sebagai kanopi di depan pintu masuk ataupun pintu pagar untuk memberi kesan teduh dan nyaman terutama saat siang hari, dan mereduksi basah kepada objek-objek di bawahnya ketika hujan. Pengaturan pergola yang baik menciptakan nilai keunikan dan keindahan tersendiri. Hal ini sesuai dengan fungsi estetika dan fungsi ekologi pekarangan. Nilai preferensi elemen pergola memiliki perbandingan 1,70 % terhadap elemen-elemen lain. i.
Kolam Unsur air pada kolam dimanfaatkan sebagai penyejuk pekarangan, di mana
suara gemericik air menciptakan akustik alami. Selain itu, kolam digunakan sebagai habitat tumbuhan dan satwa air sehingga memenuhi fungsi estetika dan ekologi pekarangan. Sebanyak 4,98 % dari jumlah pengamatan mempunyai kolam di pekarangan. Faktor yang mempengaruhi sedikitnya jumlah pemilik kolam adalah pembuatan dan pengelolaan yang tinggi, serta keterbatasan lahan yang tersedia. Beberapa pemilik rumah membuat kolam di pekarangan depan, dan sebagian ada pula yang membuat kolam di pekarangan samping maupun belakang. Nilai preferensi masyarakat terhadap elemen kolam dibandingkan dengan elemen-elemen lain adalah 1,54 %. j.
Gazebo Fungsi utama gazebo adalah sebagai tempat berkumpul di ruang luar. Dari
beberapa rumah yang diamati, sebanyak 2,99 % memiliki gazebo di pekarangannya. Selain fungsi sosial yang tinggi, gazebo juga mempunyai peran dalam meningkatkan nilai estetika. Faktor yang mempengaruhi kepemilikan gazebo adalah luasan lahan, biaya, dan letak penempatan yang baik, sehingga gazebo hanya terdapat di sebagian rumah saja. Preferensi masyarakat untuk
52
memilih gazebo di pekarangan dibandingkan elemen-elemen lain adalah sebesar 0,93 %. k.
Sculpture Sculpture merupakan elemen tambahan di pekarangan. Fungsinya
utamanya adalah sebagai estetika taman. Pada pengamatan, terdapat 1,49 % dari jumlah pekarangan yang memiliki sculpture dan sebagian besar menggunakan batu sebagai bahannya. Pada pekarangan gaya Bali, sculpture dimanfaatkan untuk proses ibadah. Nilai preferensi masyarakat terhadap kepemilikan sculpture di pekarangan dibandingkan elemen-elemen lain adalah sebesar 0,46 %. Gambar 16 di bawah in merupakan contoh elemen hardscape yang dijumpai pada pekarangan di lokasi penelitian.
Gambar 16 Penggunaan Elemen Hardscape di Pekarangan Softscape Struktur ruang terbuka hijau yang dijumpai di halaman rumah pada kawasan ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu pohon, semak, ground cover, dan tanaman
53
merambat. Gambar 17 berikut adalah perbandingan kepemilikan masing-masing struktur pada rumah warga RW 08 Kelurahan Lenteng Agung:
Gambar 17 Grafik Presentase Kepemilikan Softscape di Pekarangan
Gambar 18 Presentase Keberadaan Softscape di Pekarangan Peran vegetasi pada bangunan rumah sangat penting dalam memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau privat. Rumah dengan pekarangan luas memungkinkan penanaman beberapa batang pohon, namun berbeda dengan pekarangan sempit atau bahkan tanpa pekarangan akan memiliki tantangan dalam mempertahankan keberadaan area hijau di dalamnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada rumah-rumah sampel, elemen softscape yang peling banyak dimiliki adalah semak, baik yang ditanam langsung maupun ditanam pada pot, sedangkan elemen yang paling sedikit dijumpai adalah tanaman rambat. Hal ini kemungkinan diakibatkan karena kurangnya pengetahuan warga mengenai jenis dan peran tanaman rambat terutama untuk memanfaatkan lahan yang terbatas.
54
5.2.2. Jalur Hijau Jalan Pemanfaatan ruang terbuka hijau jalur jalan pada jalur lalu lintas adalah ruang terbuka hijau yang dibangun dan disediakan pada bagian jalan yang direncanakan khusus untuk jalur kendaraan, parkir maupun kendaraan berhenti. Jalur hijau yang seharusnya tersedia pada perkotaan banyak mengalami okupasi oleh penggunaan jalan kendaraan dan bangunan-bangunan di sepanjang jalan terutama pada kawasan dengan intensitas penggunaan tinggi. Peran utama jalur jalan adalah menyediakan rasa aman bagi siapapun yang memanfaatkannya. Sedangkan penghijauan merupakan salah satu cara untuk menciptakan kenyamanan guna mendukung pemanfaatan jalur jalan. Lokasi jalur hijau jalan pada kawasan penelitian dapat dilihat pada Gambar 19 di bawah ini.
Gambar 19 Lokasi Jalur Hijau Jalan Pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung terdapat bentuk pemanfaatan ruang terbuka hijau pada jalur tepi jalan, separator jalan, serta pulau jalan dengan pembahasan sebagai berikut:
55
a.
Tepi Jalan Jalur hijau tepi jalan yang menjadi topik pembahasan pada penelitian ini
merupakan jalur yang terdapat di tepi jalan utama, yaitu jalur jalan yang memiliki intensitas penggunaan oleh kendaraan dan pejalan kaki yang tinggi, serta merupakan penghubung antar wilayah kota. Berdasarkan peraturan pembangunan yang umum berlaku, suatu perpetakan akan memiliki garis sempadan bangunan yang merupakan batasan daerah terbangun. Bagian dari perpetakan di antara garis sempadan jalan dan garis sempadan bangunan adalah daerah terbuka tanpa bangunan. Pada bagian ini daerah hijau menjadi penting karena selain memiliki fungsi ekologis, juga merupakan elemen estetis yang secara visual dapat langsung dinikmati dari arah jalan. Pola pemanfaatan ruang terbuka hijau pada sepanjang jalan utama ini membentuk pola linier yang memanjang dikarenakan bentukan ruang-ruang di tepi jalan ini merupakan suatu jalur penghubung secara linier antaraktivitas atau bangunan
rumah
maupun
bangunan-bangunan
perdagangan
sehingga
menimbulkan sejumlah akumulasi pengunjung yang tinggi secara periodik berdasarkan waktu berlangsungnya aktivitas sepanjang jalur sirkulasi jalan utama. Adanya beberapa bangunan dengan aktivitas perdagangan dan jasa yang terletak berdekatan satu sama lain dalam kawasan ini, maka dengan sendirinya akan menjadi daya tarik yang kuat untuk menjadi tempat pemberhentian sedangkan pengguna jalan yang memiliki intensitas tinggi adalah kendaraan satu arah dan pejalan kaki. Ruang terbuka hijau pada tepi jalan terbentuk secara binaan atau dibuat secara sengaja untuk memenuhi tujuan tertentu dan akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan kebutuhan transportasi. Jalur jalan dimanfaatkan oleh kendaraan pribadi, angkutan umum, sepeda, dan pejalan kaki. Penggunaan yang didominasi oleh kendaraan bermotor dengan satu arah menyebabkan arus kendaraan memiliki kecepatan cenderung tinggi. Hal ini tidak didukung oleh penyediaan ruang yang aman bagi pejalan kaki maupun kendaraan tidak bermotor lainnya. Terdapat dua ruas jalan utama berbeda pada kawasan ini yang terbagi berdasarkan perbedaan tujuan perjalanan, ruas jalan pertama terletak di antara bangunan-bangunan utama dan ruas jalan kedua terletak di antara bangunan dengan bantaran rel kereta api.
56
Ruas pertama Ruas jalan pertama terletak di antara bangunan-bangunan berupa
perumahan maupun bangunan umum yang menghubungkan secara satu arah dari Lenteng Agung menuju Depok. Pola pembagian ruang pada jalan ini secara garis besar terdiri atas jalan kendaraan, saluran drainase, dan ruang utilitas. Jalan kendaraan memiliki lebar sekitar 6 meter dan pada tepinya berbatasan dengan ruang utilitas yang digunakan untuk perangkat jalan seperti tiang listrik, lampu jalan, papan penunjuk arah, serta sekaligus sebagai akses pejalan kaki. Kemudian terdapat saluran drainase terbuka di sepanjang tepinya, juga drainase tertutup pada beberapa titik.
Gambar 20 Lokasi RTH Tepi Jalan Ruas Pertama Pola tepi jalan pertama secara umum dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 21 Ilustrasi Pola Tepi Jalan pada Ruas Pertama
57
Saluran drainase terletak di sisi kiri dan kanan jalan dengan lebar 1 – 1.5 meter. Jarak antara batas badan jalan dengan saluran drainase adalah sekitar 1 meter, sedangkan 1 meter setelah batas saluran drainase merupakan batas bangunan. Selain permukaan yang terbuka, terdapat pula saluran drainase tertutup terutama pada bagian depan setiap pintu gerbang bangunan sepanjang tepi jalan sebagai akses bagi pemiliknya. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 22 ini.
Gambar 22 Kondisi Saluran Drainase di Ruas Jalan Pertama Shelter bus terletak di depan SMAN 38, yaitu pada ruas jalan bagian awal. Shelter ini merupakan fasilitas yang disediakan bagi pelajar di sekitarnya untuk memudahkan penggunaan sarana transportasi bus, namun pada kenyataan di lapang, pengguna paling intensif yang berada di tapak adalah pedagang kaki lima. Jalur pedestrian juga hanya terdapat di depan SMAN 38, yaitu selebar 3 meter, yang dilengkapi dengan beberapa pohon peneduh yang menjadikan pedestrian merasa nyaman. Selain di lokasi tersebut, jalur pedestrian kurang mendapat perhatian yang dibuktikan dengan tidak tersedianya ruang yang cukup untuk berjalan dengan nyaman dan aman (Gambar 23). Rata-rata lebar ruang yang tersedia untuk berjalan kaki tidak lebih dari 80 cm, atau lebih kecil dari standar jalan untuk satu orang. Selain itu, jalan bagi pejalan kaki sering digunakan oleh sepeda motor yang bergerak melawan arus sehingga kebutuhan ruang bagi pejalan kaki semakin tidak terpenuhi.
58
Gambar 23 Kondisi Jalur Pedestrian pada Ruas Jalan Pertama Di sepanjang ruas jalan utama terdapat baberapa papan penunjuk arah dan penunjuk tempat yang terletak pada hampir setiap persimpangan gang di mana terdapat lokasi-lokasi penting di dalamnya seperti kantor kelurahan dan sekolah. Selain itu, setiap jarak 20-25 meter terdapat lampu jalan dan tiang listrik di sisi kiri dan kanan jalan. Lampu dan tiang listrik berada pada bahu jalan, yaitu tepat di depan batas bangunan. Peranan vegetasi sebagai peneduh maupun pengarah tidak tersedia di tepi jalan utama. Sebagian besar pohon maupun semak yang terlihat adalah milik rumah-rumah yang terletak di tepi jalan. Jarak antara garis sempadan bangunan dan garis sempadan jalan sangat sempit sehingga tidak tersedia ruang yang cukup untuk penanaman. Hal ini menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan ketika memanfaatkan jalan akibat teriknya suasana di sekitar jalan terutama pada siang hari. Titik yang paling nyaman berada di depan SMAN 38 di mana selain memiliki jalur pedestrian lebar dan shelter bus, juga terdapat tiga pohon peneduh untuk memberi naungan kepada masyarakat yang memanfaatkan ruang di sekitarnya.
Ruas kedua Ruas jalan kedua berada di antara permukiman RW 08 Kelurahan Lenteng
Aguung dan jalur rel kereta api. Jalan kedua meruapakan jalur satu arah yang mengakomodasikan kendaraan bermotor dari arah Lenteng Agung untuk memutar arah balik dengan memotong jalur kereta. Berbeda dengan ruas jalur pertama, jalur ini memiliki fasilitas jalan yang lebih baik seperti jalur pejalan kaki dan vegetasi peneduh. Gambar 24 di bawah ini menunjukkan lokasi ruas jalan kedua.
59
Gambar 24 Lokasi RTH Tepi Jalan Ruas Kedua Penggunaan ruang pada ruas jalan kedua dapat dilihat pada Gambar 26 berikut ini.
Gambar 25 Ilustrasi Pola Tepi Jalan pada Ruas Kedua Lebar jalan utama ini adalah sekitar 8 meter dan dilengkapi dengan jalur pejalan kaki sebesar 1,7 meter yang nyaman karena terdapat pohon peneduh di sepanjang jalan. Saluran drainase terletak pada sisi luar jalan setelah jalur pedetrian dengan lebar 1 meter. Jenis pohon yang mendominasi penanaman di sepanjang ruas jalan ini adalah kenari, petai cina, lamtoro, mengkudu, dan kecrutan. Selain pohon, pada beberapa bagian tepi jalan juga ditanami dengan semak seperti pandan dan teh-tehan seperti pada contoh Gambat 26 berikut.
60
Gambar 26 Kondisi Tepi Jalan Ruas Kedua
Elemem Lanskap Ruas jalan pertama dan kedua memiliki elemen hardscape yang serupa, namun sangat berbeda pada elemen softscape. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21 di bawah ini. Tabel 20 Elemen Hardscape pada Tepi Jalan Ruas Pertama - Pot tanaman - Saluran drainase - Lampu jalan
Ruas Kedua - Jalur pedestrian - Pot tanaman - Saluran drainase - Lampu jalan
Sumber: Hasil pengamatan lapang
Tabel 21 Elemen Softscape pada Tepi Jalan Klasifikasi Semak
Nama Latin Acalipha macrophyla Pandanus pygmaeus Pohon Eugenia aquea Leucaena glauca Leucaena leucocephala Morinda citrifolia Plumeria rubra Spathodea campanulata Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Teh-tehan Pandan Jambu air Lamtoro Petai cina Mengkudu Kamboja Kecrutan
Penutupan lahan oleh vegetasi sepanjang ruas jalan pertama adalah sebesar 5% dari total panjang ruas tepi jalan, sedangkan pada ruas jalan kedua vegetasi menutupi 48% dari total panjang ruas tepi jalan.
63
64
b.
Separator Jalan Separator jalan adalah bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh
kendaraan, dengan bentuk memanjang sejajar jalan dimaksudkan untuk memisahkan jalur. Separator jalan berada sepanjang 120 meter dan hanya terdapat pada ruas kedua jalan utama di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung. Separator jalan ini memisahkan antara jalur cepat dan jalur lambat di depan stasiun Universitas Pancasila. Dengan lebar 3 meter, separator ini mimiliki jalur pedestrian selebar 1,5 meter, saluran drainase sebesar 0,5 dan sisanya sebagai tempat penanaman pohon dan ground cover (Gambar 29). Secara keseluruhan, lokasi separator jalan berada pada tapak dengan kemiringan datar.
Gambar 27 Gambar 28
Gambar 29 Penggunaan Ruang Separator Jalan Adanya separator jalan selain berfungsi sebagai pembatas antara jalur cepat dan jalur lambat kendaraan, juga berfungsi untuk meningkatkan keamanan bagi pejalan kaki yaitu sebagai tempat tunggu bagi penyeberang jalan. Pengguna yang memiliki intensitas pemanfaatan tertinggi adalah mahasiswa, dengan aktivitas menyebrang dan menunggu kendaraan umum terjadi dari pagi hingga malam
hari.
Untuk fasilitas penyeberangan jalan, telah tersedia jembatan
penyeberangan, namun sebagian besar pejalan kaki memilih untuk menyeberang dengan singgah melalui median jalan karena jembatan penyeberangan dianggap kurang efisien. Separator jalan ini juga dapat dimanfaatkan yaitu dengan adanya ruang bagi penanaman vegetasi sebesar 1 meter.
65
Vegetasi yang terdapat pada median jalan ini berupa pohon-pohon untuk peneduh sekaligus sebagai penyerap polusi yang diakibatkan oleh intensitas kendaraan bermotor sekitar yang tinggi seperti kersen dan kenari, serta ground cover berupa rumput sebagai penyerap air dan menutupi permukaan tanah (Gambar 30).
Gambar 30 Kondisi Separator Jalan
Elemem Lanskap Separator jalan ini memiliki elemen hardscape berupa saluran drainase dan jalur pedestrian di sepanjang jalur separator. Sedangkan elemen softscape yang dapat dijumpai adalah dua jenis pohon yaitu kersen (Muntingia calabura) dan kenari (Canarium sp.). Tanaman ini memenuhi fungsi ekologi untuk menyerap polutan, menyerap bising, dan menahan angin. Gambar 31 memeperlihatkan tampak potongan pengunaan ruang pada separator jalan.
67
c.
Pulau Jalan Selain pada tepidan separator, bagian dari jalur hijau jalan yaitu pulau
jalan atau traffic island. Terdapat dua buah pulau jalan di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung yang terletak di awal dan akhir persimpangan jalan utama dengan bentuk segitiga. Masing-masing pulau jalan memiliki luas 420 dan 480 m2. Pulau jalan merupakan salah satu ruang terbuka hijau binaan yang dirancang untuk memenuhi fungsi utamanya sebagai pengatur lalu lintas dan pembatas jalan. Pulau jalan ini juga dimanfaatkan sebagai sarana penunjuk arah, di mana terdapat papanpapan penunjuk arah sarta beberapa media publikasi. Lokasi kedua pulau jalan ditunjukkan pada Gambar 32 berikut ini.
Gambar 31
Gambar 32 Lokasi RTH Pulau Jalan Pulau jalan yang terdapat di kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung umumnya memiliki lahan yang relatif sempit dan berisi vegetasi berupa semak dan ground cover agar tidak menghalangi pandangan bagi pengemudi kendaraan. c.1.
Pulau Jalan 1 Pulau jalan ini memiliki luas sebesar 420 m2 dan terletak di awal
perpecahan jalan yang memisahkan ruas jalan utama menjadi dua bagian. Terdapat pagar yang mengelilingi tapak untuk mencegah penggunaan di dalamnya. Lokasi pulau jalan yang berada pada persimpangan banyak
68
dimanfaatkan sebagai tempat menaruh papan-papan penunjuk arah dan penunjuk tempat. Penataan penanaman vegetasi memenuhi aspek fungsional namun kurang memperhatikan fungsi estetika. Pemilihan vegetasi kurang semarak dan penataannya kurang teratur, berbanding terbalik dengan potensi pulau jalan sebagai identitas kawasan di mana seharusmya dapat dirancang agar memiliki daya tarik sekaligus simbol kawasan. Gambar 33 di bawah ini merupakan kondisi RTH pulau jalan pertama.
G
c.2.
Gambar 33 Kondisi Pulau Jalan Pertama
Pulau Jalan 2 Pulau jalan kedua terletak di akhir persimpangan jalan yang menyatukan
kembali dua ruas jalan yang berbeda dan keberadaannya sekaligus sebagai batas wilayah RW 08 Kelurahan Lenteng Agung. Pulau jalan ini lebih besar dibandingkan dengan pulau jalan pertama, yaitu seluas 480 m2 dan memiliki variasi vegetasi yang lebih beragam seperti: spider lily, dracaena, dan lili paris. Terdapat pagar yang mengelilingi pulau jalan ini, namun ada celah pada salah satu sisinya yang tidak berpagar untuk sirkulasi pengelolaan. Penataan ruang terbuka hijau pada pulau jalan kedua penting sebagai pintu keluar kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung. Kondisi pemanfaatan eksisting pada saat ini selain ditanami oleh berbagai vegetasi juga sebagai tempat menaruh papan iklan. Kondisi RTH pulau jalan kedua dapat dilihat pada Gambar 34 berikut.
69
Gambar 34 Kondisi Pulau Jalan Kedua Elemen Lanskap Keberadaan elemen lanskap pada kedua pulau jalan dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23 di bawah ini. Tabel 22 Elemen Hardscape pada RTH Pulau Jalan Pulau Jalan Pertama - Papan penunjuk arah dan tempat - Pagar pembatas
Pulau Jalan Kedua - Billboard iklan - Pagar pembatas - Tugu batas wilayah - Jalur sirkulasi pejalan kaki
Sumber: Hasil pengamatan lapang
Tabel 23 Elemen Softscape pada Tepi Jalan Klasifikasi Ground cover
Nama Latin Axonopus compressus Chlorophytum comosum Imperata cylindrica Semak Aerva sanguinolenta Hibiscus sabdariffa Dracaena marginata ‘Tricolor’ Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Rumput paetan Lili paris Ilalang Bayam merah Spider lily Dracaena
Penataan elemen lanskap pada pulau jalan ini berfungsi untuk memenuhi fungsi estetika agar menambah nilai visual bagi pengendara yang melintasi.selain itu RTH pulau jalan ini juga memiliki fungsi ekologi untuk menyerap polutan. Layout kedua pulau jalan disajikan pada Gambar 35 dan 36 berikut.
70
72
5.2.3. RTH pada Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Ruang terbuka hijau publik atau kepemilikan bersama merupakan fasilitas yang harus diperhatikan sebagai pemenuhan salah satu kebutuhan sosial masyarakat. Ruang terbuka hijau publik dapat berupa taman, lapangan olahraga, lapangan bermain, dan sebagainya. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdapat di kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung terbagi atas ruang terbuka hijau berupa taman lingkungan, halaman sekolah, serta halaman fasilitas lainnya seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 37 ini.
Gambar 35 Gambar 36
Gambar 37 Lokasi RTH pada Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial a.
Taman Lingkungan Pada lokasi penelitian, taman lingkungan yang dapat dijumpai sebagian
besar adalah taman olahraga. Terdapat beberapa area yang memiliki taman olehraga tingkat rukun tetangga (RT). Wujud taman lingkungan berupa taman olahraga disebabkan salah satunya adalah keterbatasan lahan yang tersisa untuk ruang terbuka hijau publik sehingga dengan adanya taman olahraga yang didominasi oleh rumput maupun tanah diharapkan dapat menghasilkan fungsi yang beragam (multifungsi). Taman ini selain dimanfaatkan oleh warga setempat untuk berolahraga, juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan lainnya seperti bermain bagi anak-anak dan event-event pada akhir pekan.
73
Karena taman lingkungan di kawasan ini ditujukan untuk menampung aktivitas olahraga warga setempat, maka penutupan lahan didominasi oleh tanah ataupun perkerasan. Seluruh taman lingkungan terletak dikelilingi oleh permukiman warga. Pada tepi taman
dibatasi oleh bebrapa pohon penaung,
semak, serta beberapa groundcover. Terdapat 6 lokasi taman lingkungan, dan hanya 4 di antaranya yang sering dimanfaatkan warga dengan intensitas penggunaan cukup tinggi. Lokasi-lokasi tersebut dapat dilihat pada gambar sebelumnya. Jenis olahraga yang menjadi standar dalam pemanfaatan tamantaman ini adalah badminton, beberapa yang lain adalah voli. Masing-masing taman olahraga ini memiliki luas rata-rata 350 m2 . Pemanfaatan oleh warga terutama anak-anak terjadi pada sore hari. pada siang hari suasana di masing-masing lokasi taman dirasa sangat terik karena penataan vegetasi yang sedemikian rupa sehingga jarang terjadi aktivitas siang hari (Gambar 38). Sedangkan pada akhir pekan, pemanfaatan RTH taman olahraga ini juga terjadi pada pagi hari oleh orang dewasa dan anak-anak.
Gambar 38 Kondisi RTH Taman Lingkungan
74
Elemen Lanskap Keberadaan elemen lanskap pada RTH taman lingkungan pada kawasan penelitian ini terdiri atas hardscape berupa conblock, lampu sorot, serta bebatuan. Sementara itu, elemen softscape dapat dilihat pada Tabel 24 berikut. Tabel 24 Elemen Softscape pada RTH taman lingkungan Klasifikasi Semak
Nama Latin Bismarckia nobilis Cordyline fruticosa Dracaena sp. Heliconia sp. Sansiviera sp. Pohon Averrhoa pentandra Carica papaya Eugenia aquea Mangifera indica Muntingia calabura Nephelium lappaceum Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Palem bismark Hanjuang merah Dracaena Pisang hias Lidah mertua Belimbing Pepaya Jambu air Mangga Kersen Rambutan
RTH taman lingkungan pada dasarnya merupakan area untuk memenuhi kebutuhan sosial dan budaya penduduk yaitu dengan memanfaatkannya sebagai tempat berkumpul dan beraktivitas. Selain itu, penataan RTH dapat menciptakan fungsi estetika sehingga pengguna taman mendapatkan merasakan keindahan dan kenyamanan. Contoh layout taman lingkungan pada lokasi penelitian ini disajiakan pada Gambar 39 dan 40 di bawah ini.
74
77
b.
Sekolah Terdapat tujuh buah sekolah pada lokasi ini yaitu SMA 38, SMP 98, MAN
13, SMK 62, SMP 242, SMP YPM, dan SD N 07 Pagi. Masing-masing sekolah memiliki luasan dan penggunaan ruang yang bervariasi. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bagian yang mengisi ruang terbuka, luasan RTH yang dijumpai mulai dari 158 m2 hingga 1233 m2. Rata-rata luasan RTH pada semua sekolah yaitu 526 m2. Ruang terbuka hijau di sekolah dapat berupa kebun, taman sekolah, jalur hijau, lapangan rumput, hutan sekolah, atau taman tanaman obat keluarga (TOGA). Sedangkan ruang terbuka terbangun merupakan ruang terbuka yang berisi elemen keras penunjang kegiatan outdoor. Elemen keras tersebut dapat berupa tempat parkir, shelter, area duduk-duduk, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Gambar 41 menunjukkan kondisi RTH pada beberapa sekolah. Penggunaan ruang terbuka terbangun memiliki tingkat aktivitas yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pada ruang terbuka hijau. Hal ini disebabkan oleh tingkat mobilitas yang tinggi pada setiap aktivitas yang dilakukan sehingga pergerakan di atas perkerasan dirasa lebih mudah dilakukan daripada di atas rumput atau groundcover. Namun adanya ruang terbuka hijau memeberikan kenyamanan tersendiri terutama untuk aktivitas pasif seperti duduk-duduk serta memiliki nilai visual tinggi dalam memecah kemotononan bangunan yang terkesan kaku. Tabel 25 berikut menampilkan perbandingan luas area sekolah dan penggunaannya. Tabel 25 Luasan Ruang dalam Lingkungan Sekolah
Sekolah
Luas (m2)
Ruang Terbuka (m2)
SMA 38 4539 1293 SMP 98 4099 1289 MAN 13 5913 153 SMK 62 5177 2259 SMP 242 3861 1083 SMP YPM 1888 853 SD 07 2622 1295 Rataan 4014 1372 Sumber: Survey dan Data Sekolah
Ruang Terbuka Hijau (m2) 158 347 185 1233 483 853 423 526
Ruang Terbuka Terbangun (m2) 1135 942 1347 1026 600 0 872 864
Ruang Terbangun (m2) 3246 2810 4381 2918 2778 1034 1327 2642
Koefisien Dasar Bangunan (%) 71.5 % 68.6 % 74.1 % 56.4 % 72.0 % 54.8% 50.6 % 64.0 %
78
a
b
c
d
Gambar 39 Gambar 40
Gambar 41 Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Halaman Sekolah (a) SMPN 242 (b) SMKN 62 (c) SMAN 38 (d) SMPN 98 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa koefisien dasar bangunan secara rata-rata masih di atas 50% atau lebih besar daripada luas ruang terbuka. Sedangkan ruang terbuka hijau sendiri hanya sebesar 15% dari luas masingmasing sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan ruang terbuka hijau di sekolah belum dapat memenuhi kebutuhan ruang bagi aktivitas siswa dibandingkan.dengan di dalam bangunan. Secara umum, tapak berbentuk segi empat baik beraturan maupun tak beraturan. Lapangan olahraga sebagai tempat aktivitas outdoor utama terletak di tengah-tengah bangunan berbentuk letter U. Posisi ini ditemukan hampir pada semua sekolah di kawasan ini, di mana sebagian besar beralaskan perkerasan atau paving. Pada bagian depan koridor kelas biasanya dibuat planter box atau bak tanaman yang umumnya disusun berjajar. Bak tanaman tersebut diisi oleh tanaman hias seperti perdu maupun groundcover. Pada beberapa sekolah juga menggunakan tanaman dalam pot ataupun pot gantung untuk memberikan suasana hijau dan indah karena keterbatasan lahan.
79
Gambar 42 Planter Box dan Tanaman dalam Pot di Sekolah Menurut Sari (2006), luasan ruang terbangun yang ideal bagi sebuah sekolah adalah sebesar 40%, sedangkan luasan ruang terbuka sebesar 60% dari luasan total tanah yang ada. Dengan komposisi ruang terbuka terbangun masksimal sebesar 37% dan ruang terbuka hijau minimal sebesar 23% serta koefisien dasar bangunan maksimal 40%, maka Tabel 26 berikut ini adalah luasan masing-masing ruang ideal pada sekolah. Tabel 26 Luasan Ruang dalam Lingkungan Sekolah Ruang Terbangun (m2) Sekolah
Luas Eksisting
SMA 38 SMP 98 MAN 13 SMK 62 SMP 242 SMP YPM SD 07
4539 4099 5913 5177 3861 1888 2622
3246 2810 4381 2918 2778 1034 1327
Seharusnya (maks 40%) 1816 1640 2365 2071 1545 755 1049
Ruang Terbuka Hijau (m2) Seharusnya Eksisting (min 23%) 158 1044 347 943 185 1360 1233 1191 483 888 853 434 423 603
Ruang Terbuka Terbangun (m2) Seharusnya Eksisting (maks 37%) 1135 1679 942 1517 1347 2188 1026 1916 600 1429 0 698 872 970
Sumber: Survey dan Data Sekolah, 2011.
Penggunaan ruang-ruang pada sekolah terlihat belum memenuhi standar ideal secara luas area. Hal ini terlihat dari hampir seluruh sekolah memiliki selisih perbandingan antara luas ideal dan eksisting yang cukup tinggi. Keberadaan ruang terbuka hijau belum mendapat perhatian yang optimal sehingga perlu adanya penataan dan pengelolaan ruang terbuka untuk memaksimalkan fungsi-fungsi yang masih dapat dimanfaatkan.
80
Elemen Lanskap Elemen hardscape pada sekolah memiliki banyak variasi, antara lain pot tanaman, pot gantung, pagar taman, kolam, planter box, batu hias, serta sculpture. Elemen softscape juga terdiri atas berbagai jenis tanaman yang disajikan pada Tabel 27 di bawah ini. Tabel 27 Elemen Softscape pada RTH Sekolah Klasifikasi Ground cover
Nama Latin Axonopus compressus Duranta erecta Sansiviera sp. Semak Adenium abesum Bougenvillea sp. Cordyline fruticosa Dracaena sp. Heliconia sp. Hiibiscus rosasinensis Ixora sp. Pohon Acras zapota Araucaria heterophyla Cinnamomum burmanii Crysalidocarpus lutescense Ficus lyrata Mangifera indica Muntingia calabura Nephelium lappaceum Merambat dan epifit Asplenium nidus Piper betle Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Rumput paetan Duranta Lidah mertua Adenium Bugenvil Hanjuang merah Dracaena Pisang hias Kembang sepatu Soka Sawo Cemara norflok Kayu manis Palem kuning Biola cantik Mangga Kersen Rambutan Kadaka Sirih
Fungsi ruang bergantung pada aktivtas yang ada di dalamnya. Secara garis besar, aktivitas di sekolah dapat dibagi menjadi fungsi edukatif dan fungsi non edukatif. Ruang edukatif adalah ruang yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar sedangkan ruang non edukatif adalah ruang yang digunakan untuk menunjang kegiatan selain belajar mengajar. Tanaman yang ada di lingkungan sekolah terdiri atas pohon, semak, atau perdu, penutup tanah, dan tanaman merambat. Struktur ruang terbuka hijau ini dapat memiliki fungsi produksi, ekologi, sosial budaya, serta estetika. Fungsi yang paling dirasakan adalah fungsi ekologi. Adanya berbagai vegetasi pada sekolah dimanfaatkan untuk menurunkan suhu, mengontrol angin, peredam bising, dan penyerap polutan sehingga dapat menunjang berbagai aktivitas di sekolah dan
81
membuat suasana menjadi nyaman. Fungsi estetika muncul pada penataan vegetasi pada tempat-tempat tertentu untuk menghasilkan visual menarik, seperti pada area masuk dan taman-taman di depan kelas. Penataan vegetasi juga memiliki peran sebagai pembentuk identitas sekolah,oleh karena itu nilai estetika sangat dipengaruhi oleh ruang terbuka hijau yang baik. Fungsi sosial budaya berkaitan erat dengan aktivitas di dalam sekolah, keberadaan ruang terbuka hijau dapat mengakomodasi kenyamanan berbagai kegiatan. Sedangkan fungsi produksi dihasilkan oleh penggunaan ruang terbuka hijau sebagai area edukasi yang dapat menghasilkan pendapatan bagi sekolah seperti kegiatan pembudidayaan tanaman oleh siswa. Sebagai contoh, dari tujuh buah sekolah, masing-masing sekolah telah memenuhi fungsi ekologi pada RTHnya, maka fungsi ekologi tersebut bernilai 100%. Sedangkan fungsi produksi hanya dipenuhi satu dari tujuh sekolah, maka fungsi tersebut bernilai 14,3%. Nilai untuk masing-masing fungsi dapat dilihat pada Gambar 43. % 100 80 60 100,0 40
71,4
85,7
20 14,3 0
produksi
ekologi
sosial budaya
estetika
Gambar 43 Fungsi Ruang Terbuka Hijau pada Sekolah Gambar 44 berikut ini merupakan salah satu contoh layout dari pemanfaatan ruang terbuka hijau di SMP 242 Jakarta.
83
c.
Fasilitas Lainnya Bentuk ruang terbuka pada fasilitas umum dan fasilitas sosial yang akan
dibahas pada bagian ini adalah RTH pada masjid dan puskesmas. Masjid Nurul Huda merupakan masjid utama yang sering digunakan oleh sebagian besar masyarakat pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung. Masjid ini terletak tepat di tepi jalan utama sehingga banyak digunakan pula oleh kendaraan yang melintas. Luas total area masjid adalah 1060 m2 dengan luas bangunan sebesar 520 m2. Artinya, masjid ini memiliki ruang terbangun sebesar 49 % , sedangkan ruang terbuka terbangun sebesar 45 % dan ruang terbuka hijau 6 %. Pembangunan masjid yang belum sepenuhnya selesai tidak mengganggu pemanfaatannya sebagai tempat ibadah, namun ruang terbuka yang belum tertata mengakibatkan kurang nyamannya aktivitas di luar masjid. Saat ini ruang terbuka yang ada dimanfaatkan sebagai lahan parkir bagi pengunjung masjid dan tempat bermain bagi anak-anak sekitar pada sore hari. Pada siang hari, suasana sekitar masjid dirasa sangat terik akibat halaman yang gersang sehingga pengunjung tidak nyaman berada terlalu lama di luar bangunan masjid. Dengan adanya ruang terbuka hijau dapat meningkatkan fungsi ekologi dan estetikanya yang akan mendukung karakter dari masjid itu sendiri. Vegetasi yang terdapat pada tapak adalah beberapa pohon di tepi pagar sekitarnya.
Gambar 44
Gambar 45 Kondisi RTH Halaman Masjid
84
Contoh fasitas umum lainnya yaitu puskesmas. Di bagian depan pintu masuk terdapat sebah taman kecil yang terdiri atas semak dan groundcover seluas 35 m2. Penataan pada RTH ini memiliki fungsi estetika cukup baik, letaknya yang lebiih tinggi dari permukaan tanah bertujuan untuk pemanfaatan secara pasif.
Gambar 46 Kondisi RTH Halaman Puskesmas Elemen Lanskap Pada kedua jenis RTH ini, tidak banyak elemen hardscape yang dapat dijumpai, yaitu papan penunjuk tempat serta conblock sebagaisirkulasi kendaraan dan pejalan kaki. Jenis elemen softscape dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini. Tabel 28 Elemen Softscape pada RTH Halaman Fasilitas Umum Klasifikasi Ground cover
Nama Latin Axonopus compressus Rhoeo discolor Semak Canna sp. Pohon Carica papaya Mangifera indica Muntingia calabura Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Rumput paetan Adam hawa Kana Pepaya Mangga Kersen
Penataan RTH pada halaman fasilitas umum ini lebih menonjolkan pemenuhan fungsi estetika dengan penggunaan beberapa tanaman lanskap hias. Selain itu terdapat fungsi ekologi sebagai pengontrol suhu udara di sekitarnya. Gambar 48 dan 49 di bawah ini menunjukkan layout RTH pada halaman fasilitas umum.
84
87
5.2.4. Bantaran Sungai Lokasi RW 08 Lenteng Agung dilewati oleh aliran Sungai Ciliwung, sehingga salah satu ruang terbuka hijau penting yang dimiliki oleh kawasan ini adalah ruang terbuka hijau bantaran sungai. Fungsi utama ruang terbuka hijau ini adalah fungsi ekologi yaitu melindungi sungai dari berbagai gangguan yang dapat merusak kondisi sungai dan kelestariannya. Bantaran sungai pada kawasan ini termasuk pada sungai tidak bertanggul yang terletak di pinggiran kota. Berdasarkan alur sungai, aliran yang melewati kawasan penelitian ini merupakan aliran sungai utama dari DAS Ciliwung bagian hilir.
Gambar 47 Gambar 48
Gambar 49 Lokasi RTH Bantaran Sungai Bantaran sungai ini merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau alami berupa jalur atau koridor yang membentang sepanjang 750 meter dan memiliki lebar rata-rata sebesar 30 meter. Kondisi bantaran sungai hampir seluruhnya ternaungi oleh pepohonan besar seperti rambutan, mangga, bambu, durian, serta berbagai semak liar. dan menjadikan bantaran sungai ini berbada dari ruang-ruang terbuka hijau lainnya di kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung (Gambar 50).
88
Gambar 50 Kondisi Bantaran Sungai Malanson (1993) merangkum beberapa nilai potensial dari ekosistem di bantaran sungai yang terdiri dari nilai biologi (ekologi), ekonomi (produksi) dan sosial pada Tabel 29 sebagai berikut: Tabel 29 Nilai Potensial Ekosistem Bantaran Sungai Fungsi Ekologi Ekonomi
Sosial
Ideal Habitat bagi keanekaragaman spesies vegetasi dan satwa Penghasil kayu yang besar Mengurangi resiko banjir di bagian hilir Mendukung produktivitas sekunder pada pertanian dan peternakan Natural heritage Rekreasi Laboratorium alami untuk pendidikan dan penelitian
Eksisting Terdapat berbagai macam jenis vegetasi dan satwa Vegetasi di sekitar bantaran sungai memiliki nilai produktif yang dapat menghasilkan kayu maupun buah Fungsi sosial budaya belum terpenuhi karena kondisi eksisting ini belum mendapat pengelolaan untuk memungkinkan dilakukan pemanfaatan sosial secara optimum
Sumber: Malanson (1993) dan hasil pengamatan
Bantaran sungai memiliki fungsi ekologi yang tinggi. Menurut Fabos, Ahern, dan Lindult (1993) dalam Rosita Sari (2001), jalur hijau sungai memiliki dua fungsi ekologi yaitu: 1. Meningkatkan, menyimpan, dan memelihara keanekaragaman hayati vegetasi dan satwa 2. Mengendalikan kualitas lingkungan, pola aliran (streamline) dan daerah banjir (wetland) melakui sistem buffering (daerah penyangga hijau).
89
Kedua fungsi ekologi ini telah terpenuhi oleh bantaran sungai yang terdapat pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya keragaman vegetasi, bahkan beberapa tanaman seperti durian dan kecapi yang dahulu banyak tumbuh namun sekarang semakin hilang, keberadaanya masih dapat dijumpai pada bantaran sungai tersebut. Melalui variasi vegetasi, selain berfungsi sebagai habitat berbagai satwa, juga memiliki peran dalam mengendalikan kualitas lingkkungan dengan mencegah dampak dari kemungkinan bencana alam dan mempengaruhi iklim mikro di sekitarnya. Selain memiliki fungsi ekologi, pemanfaatan bantaran sungai juga berpotensi untuk menghasilkan fungsi ekonomi/produksi. Beberapa bagian ruang terbuka hijau pada bantaran sungai yang terlah dimanfaatkan oleh warga untuk ditanami vegetasi, hasilnya dapat menjadi pemasukan atau penghasilan tambahan. Jalur hijau sungai mempunyai faktor-faktor daya tarik yang juga terdapat pada jalur hijau sungai yang melintasi kawasan ini yang ditunjukkan pada Tabel 30 berikut: Tabel 30 Daya Tarik Jalur Hijau Sungai Daya Tarik Sungai menurut Green Daya Tarik Jalur Hijau Sungai dan Tunstall pada Lokasi Penelitian Daya tarik vegetasi dan satwa liar yang Terdapat berbagai macam vegetasi ada di dalam dan sekitar sungai namun tidak ada satwa liar khusus pada kawasan bantaran sungai Daya tarik jalur hijau sengai sebagai Tidak terdapat lokasi yang nyaman tempat berjalan atau sekedar duduk- untuk tempat berjalan maupun duduk duduk Daya tarik suara aliran sungai
Suara aliran sungai cukup terdengan dari batas terluar bantaran
Sumber: Green dan Tunstall dalam Rosita Sari, 2001.
Dapat terlihat bahwa untuk menjadi sebuah objek wisata, bantaran sungai pada kawasan ini belum cukup dapat menyediakan atraksi menarik bagi pengunjung. Meskipun memiliki potensi wisata, namun perlu adanya pengelolaan yang baik untuk dapat mewujudkan bantaran sungai ini menjadi area rekreasi. Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, untuk bantaran sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, penetapan garis sempadan minimal 50 meter. Namun rata-rata ruang
90
terbuka hijau yang tersisa hanya 30 meter, sisanya sebagian besar terokupasi oleh permukiman penduduk. Selain itu beberapa bagian terdapat lokasi pembuangan sampah ilegal oleh warga. Banyak warga yang tinggal di sekitar area ini sebagai tempat membuang sampah rumah tangga karena dianggap lebih mudah dan tidak perlu mengeluarkan biaya daripada membuang di tempat-tempat pembuangan sampah yang telah disediakan. Selain itu beberapa rumah masih dapat dijumpai pada bagian-bagian yang seharusnya bebas dari pembangunan. Hal ini menimbulkan bahaya bagi keselamatan warga yang tinggal dekat dari badan air sungai serta bagi kelestarian sungai itu sendiri. Belakangan ini telah diadakan kembali perbaikan terhadap kualitas bantaran sungai, di mana pembuangan sampah mulai diperhatikan dan dikelola oleh penduduk setempat serta pemanfaatan beberapa titik sebagai lokasi penanaman berbagai vegetasi.
Elemen Lanskap Pada kawasan bantaran sungai, tidak dijumpai keberadaan elemen hardscape karena sifat fisiknya alami. Namun terdapat banyak jenis elemen softscape antara lain dapat dilihat pada Tabel 31 Tabel 31 Elemen Softscape pada RTH Bantaran Sungai Klasifikasi Ground cover dan Semak
Nama Latin Duranta erecta Nephrolepis exaltata Ortosipon aristatus Pohon Bambusa vulgaris Jathropa podakrica Mangifera indica Musa paradisiaca Nephelium lappaceum Samanea saman Tectona grandis Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Duranta Paku jejer Kumis kucing Bambu Jarak Mangga Pisang Rambutan Ki Hujan Jati
Menurut Waryono (2010), bantaran sungai adalah lahan pada kanan dan kiri badan sungai yang ditumbuhi oleh vegetasi alami spesifik (riparian) dan dipengaruhi oleh batuan dasar sebagai bagian dari struktur sungai. Riparian adalah bagian dari sungai yang secara langsung ataupun tidak langsung masih dipengaruhi oleh proses sungai itu (Malanson,1993). Vegetasi riparian sangat berperan dalam: mencegah erosi pada tepi sungai, menstabilkan saluran sungai,
91
dan menjaga kualitas air sungai. Pada bantaran sungai di kawasan ini, terdapat berbagai jenis vegetasi riparian dangan distribusi acak atau menyebar, keberadaan vegetasi ini memberi manfaat sesuai sebagaimana mestinya, namun adanya aliran air sungai yang membawa sampah menyebabkan kualitas air menjadi buruk dan tingkat pencemaran air yang cukup tinggi ini tidak dapat tertangani oleh vegetasi.
5.2.5. Bantaran Rel Kereta Bantaran rel kereta merupakan ruang terbuka hijau berbentuk jalur atau koridor yang sengaja direncanakan dan dirancang untuk kepentingan keamanan. Jalur ini membentang sepanjang 1,13 kilometer di sebelah timur rel kereta dan memiliki lebar rata-rata 5 meter yang dimanfaatkan untuk bangunan kios perdagangan di stasiun dan daerah hijau. Lokasi bantaran rel kereta disajikan pada Gambar 51 berikut ini.
Gambar 51 Lokasi Bantaran Rel Kereta Sebesar 19,17% dari panjang tepi lintasan kereta digunakan sebagai bangunan-bangunan perdagangan dan jasa selain fiisilitas pendukung sistem transportasi kereta. Penggunaan lahan di kawasan tepian lintas kereta tanpa izin ini bertentangan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta. Arah dan pola pembangunan kota Jakarta yang berjalan dan terjadi saat ini diselenggarakan berdasarkan kebijakan pembangunan jangka panjang, yaitu Rencana Tata Ruang
92
dan Wilayah 2010 Propinsi DKI Jakarta, sebagai tindak lanjut dari UndangUndang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Ruwasja kereta yang mencapai jarak 15-20 meter dari batas kiri dan kanan rel kereta merupakan daerah yang harus dikosongkan dari segala bentuk bangunan selain fasilitas pendukung sistem transportasi kereta. Ditinjau dari Peraturan No. 69 Tahun 1998, penggunaan lahan diizinkan selama tidak mengganggu sistem transportasi kereta. Kelemahan penegakan peraturan dan kemudahan pemberian izin sewa oleh pemerintah pada akhirnya menyebabkan semakin bertambahnya bangunan liar dengan berbagai orientasi kepentingan tanpa mempertimbangkan kenyamanan dan keamanan lingkungan sekitar (Artitya dkk, 2010). Penggunaan Lahan Bantaran rel kereta api pada RW 08 Kelurahan Lenteng Agung ini terdiri atas 3 meter daerah hijau, 1 meter saluran drainase, dan 1 meter jalur pedestrian pada sisi luar, sedangkan pada sisi dalam yang berbatasan langsung dengan rel kereta api merupakan hamparan batu dan kerikil. Daerah hijau terdapat di sepanjang bantaran rel kereta api kecuali sekitar 35 meter yang digunakan untuk bangunan kios. Sedangkan saluran drainase berfungsi sebagai tempat limpahan air hujan sekaligus pembatas antara derah hijau dengan jalur pejalan kaki. Jalur pejalan kaki di sepanjang bantaran rel tidak banyak digunakan karena terlalu terik pada siang hari, hembusan angin yang sangat kuat, dan tidak ada objek tujuan yang dihubungkan oleh jalur tersebut. Pada beberapa titik terdapat jalan setapak melintasi rel yang digunakan pejalan kaki untuk menyeberang tanpa melewati jembatan penyeberangan.
Gambar 52 Batas Area Bantaran Rel Kereta Vegetasi pada Bantaran Rel Kereta Gangguan yang disebabkan oleh transportasi kereta bagi masyarakat dan pengguna lahan di kawasan tepian adalah gangguan kebisingan, getaran dan debu.
93
Kebisingan yang dialami suatu areal yang terletak dekat dengan kereta diakibatkan oleh suara mesin, pertambahan kecepatan sehingga pertumbukan antar sambungan gerbong lebih jelas terdengar, serta getaran dari rel kereta tersebut. Getaran dapat dirasakan hingga mencapai jarak 10 meter, demikian pula debu yang berterbangan yang dapat dirasakan di sekitar daerah perlintasan. Getaran, yang merupakan gerak suatu struktur atau setiap benda padat lain disebabkan adanya beberapa gaya bolak-balik, tidak terlalu berpengaruh bagi keselamatan masyarakat tetapi cukup berpengaruh terhadap kenyamanan beraktivitas di kawasan tepian. Bising dan getaran dapat diredam melalui penanaman vegetasi penutup tanah ataupun perdu. Debu dilihat tidak terlalu berpengaruh bagi masyarakat karena tidak banyak aktivitas yang saat ini dilakukan di sekitar tepian rel oleh manusia, namun apabila gangguan oleh debu tersebut terjadi dalam intensitas waktu yang lama maka akan mengakibatkan terganggunya kesehatan saluran pernafasan. Pencemaran debu dapat diatasi dengan menggunakan vegetasi penjerap yang efektif, karena dapat menjaring butiran debu yang terangkat melalui udara. Jenis vegetasi yang terdapat di sepanjang bantaran rel pada kawasan ini didominasi pepohonan antara lain tabebuia, bambu, kamboja, kapuk, dan pagoda. Penanaman masing-masing pohon dilakukan secara berjajar berkelompok dan bermanfaat sebagai penghalang pandang serta penyerap debu dan bising. Adanya RTH pada bantaran rel ini juga memiliki manfaat untuk mereduksi dampak bagi area sekitarnya apabila terjadi kecelakaan kereta. Kualitas visual merupakan aspek yang tidak kalah penting yang dapat dinikmati masyarakat selama perjalanan, juga bagi masyarakat yang berada di sekitar tepian lintas kereta. Ketertiban, kebersihan, dan keamanan adalah beberapa faktor yang apabila dipenuhi akan mendukung kenyamanan visual. Penataan jalur hijau dapat membantu terciptanya keindahan visual dan melalui tajuknya dapat menjadi penghalang bagi visual yang tidak diinginkan. Kondisi RTH bantaran sungai ditunjukkan pada Gambar 53 berikut ini.
94
Gambar 53 Kondisi Bantaran Rel dengan Pagar dan Vegetasi Pola tata ruang eksisting bantaran rel kereta api di sisi timur rel kawasan ini dapat dilihat pada Gambar 54 di bawah ini.
Gambar 54 Penggunaan Ruang Bantaran Rel Berdasarkan pembagian ruang, bantaran rel ini terdiri atas ruang utilitas, ruang penyangga, dan ruang penggunaan lahan (Artitya, 2010). Ruang utilitas adalah area sekitar jalur kereta yang merupakan tempat segala perangkat untuk mendukung lintasan kereta. Pada lokasi ini ruang utilitas berisi batu dan kerikil yang berfungsi antara lain sebagai: - Bantalan pemberat; dengan adanya lapisan batu kerikil ini rel dapat berdiri dengan stabil.
95
- Penyerap getaran; megurangi goncangan yang terjadi ketika kereta api melintas. - Penahan dan memperlancar aliran air di saat hujan; mencegah terjadinya pengikisan tanah atau erosi pada tanah di sekitar rel. - Penghambat pertumbuhan rerumputan; mencegah penggemburan tanah yang diakibatkan pertumbuhan rumput agar tanah tetap stabil. Pada ruang penyangga terdapat berbagai vegetasi yang berfungsi sebagai penyerap polusi, pereduksi bising, dan penghalang pandang. Ruang ini juga dipertimbangkan sebagai ruang yang aman bagi kereta dan kawasan tepian apabila terjadi kecelakaan. Sedangkan ruang penggunaan lahan adalah area di mana terdapat pemanfaatan secara umum di luar aktivitas perkeretaapian. Pada bantaran ini tidak terdapat ruang transisi antara ruang bebas lintas kereta dengan ruang penggunaan lahan yang kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan lahan di perkotaan.
Elemen Lanskap Elemen hardscape yang terdapat di sepanjang RTH bantaran rel kereta di lokasi penelitian antara lain pagar pembatas, batu kerikil, conblock sebagai jalur sirkulasi pejalan kaki, serta saluran drainase. Sementara itu elemen softscape dapat dilihat pada Tabel 32 berikut ini.
96
Tabel 32 Elemen Softscape pada RTH Bantaran Rel Kereta Klasifikasi Ground cover dan Semak
Nama Latin Curcuma domestica Euphorbia tirucali Ortosipon aristatus Pohon Actocarpus heterophyllus Bambusa vulgaris Ceiba pentandra Chrysapyllum cainito Clerodendrum paniculatum Erythirina variegate Erythrina crytagali Eugenia aquea Leucaena leucocephala Plumeria alba Pterocarpus indicus Tabebuia sp. Tectonia grandis Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Kunyit Patah tulang Kumis kucing Nangka Bambu Kapuk Sawo duren Pagoda Dadap kuning Dadap merah Jambu air Petai cina Kamboja Angsana Tabebuia Jati
Pemanfaatan bantaran rel kereta api pada kawasan ini dapat ditampilkan secara praktis pada tabel perbandingan antara pemanfaatan ideal dan eksistingnya sebagai berikut: Tabel 33 Pemanfaatan RTH Bantaran Rel Kereta Pemanfaatan Ideal Pemanfaatan Eksisting Terdapat saluran drainase Telah terdapat saluran drainase Melarang segala bentuk pendirian Sebanyak 28% area bantaran rel bangunan di sepanjang bantaran rel berupa bangunan selain pendukung sistem transportasi kereta Terdapat ruang utilitas, penyangga, dan Tidak terdapat ruang penyangga transisi sebelum bertemu oleh ruang karena keterbatasan lahan penggunaan lahan Terdapat vegetasi penyerap bising, Telah terdapat vegetasi penyerap getaran, dan debu bising, polusi, dan penghalang pandang Melakukan pengaturan peletakan posisi Vegetasi di sepanjang rel tertata tanaman secara teratur dan berpola
98
5.2.6. Pemakaman Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman di samping memiliki fungsi utama sebagai tempat penguburan jenazah juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro, serta tempat hidup berbagai satwa. Selain itu pemakaman memiliki fungsi sosial bagi masyarakat sekitar. Petak makam yang berada pada tapak sangat beragam dan bervariasi dengan pola tidak teratur. Petak makam memiliki bentuk dan karakteristik yang berbeda karena adanya penggunaan elemen yang beragam mulai dari kayu, beton, marmer, ataupun hanya menggunakan rumput saja. Lokasi RTH pemakaman dapat dilihat pada Gambar 56 di bawah ini.
Gambar 55
Gambar 56 Lokasi RTH Pemakaman Pemakaman di kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung memiliki luas sekitar 5.800m2 yang terletak pada koordinat 6˚ 20' 18''S - 6˚ 20' 21''S dan 106˚ 50' 16'' T - 106˚ 50' 20'' T. Lokasi pemakaman ini dikelilingi permukiman warga dan pada sisi barat dibatasi oleh jalur jalan. Pemakaman ini dapet diakses melalui sebuah pintu utama, juga melalui dua buah jalan pintas dari rumah warga. Dengan topografi yang relatif datar, kemungkinan terjadinya erosi atau pengikisan tanah sangat kecil karena kemampuan tanah yang tahan terhadap erosi serta mempunyai drainase yang baik.
99
Gambar 57 Kondisi Sekitar RTH Pemakaman Lokasi ini sehari-harinya dimanfaatkan warga sebagai tempat penguburan dan ziarah. Beberapa warga yang tinggal di sekitar lokasi juga melintasi area pemakaman ini sebagai jalan alternatif menuju ke jalan lingkungan terdekat. Secara umum, penutupan lahan pada pemakaman terdiri atas perkerasan pada masing-masing kuburan dan vegetasi pada bagian-bagian yang tersisa. Selain penggunaan hard material, tanaman merupakan salah satu elemen penyusun utama di dalam pemakaman. Pada tapak, terdapat tanaman yang dibiarkan tumbuh liar dan ada pula yang sengaja ditanam. Fungsi tanaman tersebut adalah untuk memberikan kesan kesatuan dengan alam sekitarnya, juga menurunkan iklim mikro sebagai fungsi konservasi lingkungan, jenis tanaman yang ditemukan pada tapak cukup beragam dengan klasifikasi penggunaan yang berbeda pula. Pada umumnya tanaman yang ditemukan pada tapak merupakan jenis pohon, semak , dan ground cover (Gambar 58).
Gambar 58 Kondisi RTH Pemakaman
100
Penampakan dari tanaman-tanaman tersebut secara keseluruhan kurang indah karena belum tertata dengan baik dan kurang terawat. Pada beberapa blok makam, tanaman terlihat rimbun dan rapat sehingga menimbulkan kesan gelap dan seram, sedangkan pada blok makam lainnya terlihat gersang tanpa tanaman peneduh (Gambar 59).
Gambar 59 Perbandingan Kondisi Visual oleh Tutupan Vegetasi Pemanfaatan ruang terbuka hijau pada kawasan pemakaman ditetapkan bahwa luas koefisien dasar hijau sebesar 50% dari luas kawasan harus dihijaukan, dengan tingkat liputan vegetasi daerah hijau yang harus ditanami minimal 80% dari luas koefisien dasar hijau dan 20% sisanya dapat dibangun dengan perkerasan menggunakan beton atau paving yang dapat dimanfaatkan untuk jalur pejalan kaki bagi pengunjung serta dapat menjadi pembatas antara area makam dengan area sirkulasi. Hal ini menunjukkan bahwa luasan ruang terbuka hijau pada area pemakaman kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung telah/belum memenuhi standar menurut pedoman penyediaan ruang terbuka hijau perkotaan. Selain luasan yang harus dipenuhi, pemanfaatan ruang terbuka hijau pemakaman ditunjang dengan peningkatan kualitas dengan penyeragaman bentuk dan ukuran makam. Pada lokasi penelitian, bentuk dan ukuran makam bervariasi sesuai dengan keinginan pihak yang bersangkutan. Pola letak makam tidak beraturan, pada satu sisi berposisi vertikal dan pada sisi lain dengan posisi horizontal. Zonasi makam diperlukan dalam pengaturan pemakaman meskipun tidak semua pemakaman memperhatikan, pembatasan blok dimaksudkan untuk memberikan pengarah dan batas yang jelas antara zona pemakaman yang dibedakan atas kepercayaan dan agama orang yang dimakamkan, misalnya zona
101
untuk muslim dan nasrani. Pada area pemakaman di lokasi penelitian terdapat pemanfaatan pribadi oleh warga yang tinggal di sekitarnya, seperti menjemur pakaian dan memelihara hewan ternak, namun tidak melanggar kriteria yang melarang penempatan bangunan masif pada area pemakaman.
Gambar 60 Penyalahgunaan Pemanfaatan Pemakaman oleh Warga Untuk mencapai luasan ruang terbuka hijau pada pemakaman,dapat dicapai dengan upaya pemenuhan aspek-aspek pada Tabel 34 sebagai berikut: Tabel 34 Perbandingan Kondisi Eksisting Pemakaman dengan Standar Aspek Sirkulasi
Batas Tapak
Makam
Jarak Zonasi
Kriteria Batas antarblok pemakaman berupa jalur pedestrian dengan lebar 150 – 200 cm Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi dengan pagar buatan
Ukuran makam 1 x 2 meter Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan Jarak antar makam minimal 0,5 meter Pemakaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan kondisi setempat
Eksisting Jalur pedestrian terdistribusi secara acak Batas terluar pemakaman dengan pagar buatan, pada beberapa sisi tidak terdapat batas tapak yang jelas Ukuran makam bervariasi Ada makam yang dilakukan penembokan Jarak antarmakam bervariasi Tidak ada pembagian blok
Elemen Lanskap Penggunaan hardscape pada pemakaman di kawasan penelitian ini didominasi oleh keramik dan batu sabagai nisan dari masing-masing makam.
102
Selain itu terdapat pagar dan tembuk pembatas yang terdapat di salah satu sisi pemakaman, yaitu sisi depan yang menghadap ke jalan. Adanya kandang ternak yang dijumpai di lokasi ini merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan oleh warga setempat. Macam-macam tanaman pengisi elemen softscape dapat dilihat pada tabel 35 di bawah ini. Tabel 35 Elemen Softscape pada RTH Pemakaman Klasifikasi Ground cover dan Semak
Nama Latin Adenium sp. Codiaeum sp. Euphorbia tirucali Impatiens sp. Jasminium sambac Pachira aquatica Pleomele angustifolia Pohon Artocarpus communis Artocarpus heterophyllus Felicium decipiens Jathropa podakrica Mangifera indica Nephelium lappaceum Plumeria rubra Sumber: Hasil pengamatan lapang
Nama Lokal Adenium Puring Patah tulang Pacar air Melati Pacira Suji Sukun Nangka Kerai payung Jarak Mangga Rambutan Kamboja
Penataan RTH di pemakaman selain bertujuan mengurangi terik pada siang hari, juga menjaga meningkatkan nilai estetika untuk mengurangi kesan menakutkan. Jenis tanaman yang mendominasi merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi atau menghasilkan buah yang dapat dikonsumsi langsung.
5.3.
Kualitas Ruang Terbuka Hijau
5.3.1. Penutupan Lahan oleh Vegetasi Secara garis besar, daerah hijau pada perpetakan dapat diwujudkan dalam tiga kelompok besar, berdasarkan jenis atau wujud tanaman, yaitu: hjau rumput atau pengalas, hijau perdu atau semak, dan hijau pepohonan. Ketiga kelompok tersebut memiliki peran masing-masing sesuai posisi dalam rencana lanskap. Joga dan Ismaun (2011) membagi lima kelas kualitas RTH berdasarkan komponen struktur dan tingkat kerapatan vegetasi dalam satuan lahan yang dapat
103
menjalankan proses ekologis pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung, yaitu seperti pada Tabel 36 di bawah ini. Tabel 36 Kualitas RTH berdasarkan Tingkat Penutupan oleh Vegetasi Jenis Ruang Terbuka Hijau Pekarangan RTH pada Fasum dan Fasos
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5
• •
• •
Pemakaman
•
Jalur Hijau
•
• • • •
Bantaran Sungai
•
Bantaran Rel KA
Keterangan: Kelas 1: Sangat Rendah (hamparan rumput/penutup tanah) Kelas 2: Rendah (rumput/penutup tanah dan semak) Kelas 3: Sedang (penutup tanah dan pohon) Kelas 4: Tinggi (semak dan pohon) Kelas 5: Sangat tinggi (penutup tanah, semak, dan pohon membentuk kerapatan tinggi).
1
2
3
4
5 Gambar 61 Kondisi Penutupan Lahan oleh Vegetasi dari Kelas 1 – 5
104
Dari tabel terlihat bahwa kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung didominasi oleh ruang terbuka hijau kelas 3. Daerah hijau tidak selalu harus berupa taman atau kebun yang pasif yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Daerah hijau dapat berupa taman aktif, seperti tempat bermain anak-anak atau sarana olahraga ruang luar. Lahan Kelas 1 yang berfungsi sebagai lahan aktif yang dimanfaatkan dengan intensitas tinggi. Vegetasi pada lahan kelas 1 didominasi oleh ground cover berupa rumput sehingga selain sebagai pendukung aktivitas juga dapat berfungsi sebagai area hijau. Sebagian besar fasilitas di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung milik bersama, berupa lapangan olahraga maupun halaman sekolah dan masjid, menggunakan perkerasan dan hamparan rumput. Lahan Kelas 2 memiliki struktur berupa penutup tanah dan semak. Pada kawasan ini, lahan kelas 2 dapat dijumpai dalam bentuk pekarangan dan pulau jalan. Sedangkan lahan kelas 3 hampir serupa dengan kelas 2, namun mulai dijumpai pohon. Keberadaan pohon yang tertata akan menjadikan suatu area memiliki kualitas ekologi yang cukup tinggi. Pada lokasi peneitian, lahan ini dapat berwujud pekarangan, halaman gedung, taman olahraga, jalur hijau, serta bantaran sungai. Lahan kelas 4 merupakan tingkat ekologi yang tinggi karena terdiri atas semak dan pepohonan. Lahan kelas ini dapat dijumpai dalam bentuk pekarangan, pemakaman, dan beberapa titikjalur hijau. Lahan Kelas 5 pada bantaran sungai dengan kerapatan tinggi memiliki nilai ekologis tinggi, terutama pemanfaatan energi matahari oleh tanaman semakin efisien, dan semakin besar nilai penutupan kanopi oleh vegetasi berarti semakin dapat mengontrol bahaya terjadinya erosi Berdasarkan jenis vegetasi, terdapat perbedaan antara lahan ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan untuk aktivitas bersifat pasif dan aktif. Pemanfaatan lahan oleh aktivitas aktif cenderung didominasi oleh tanaman ground cover di mana memberikan kemudahan bagi pengguna untuk berpindah-pindah tempat atau melakukan kegiatan yang membutuhkan pergerakan tinggi. Sedangkan lahan dengan tujuan pemanfaatan aktivitas pasif mementingkan fungsi estetika yang tinggi berupa vista/good view agar dapat dinikmati oleh pengguna seperti pada beberapa pekarangan, atau menonjolkan fungsi ekologi untuk memberi manfaat
105
bagi alam seperti pada bantaran sungai. Rekapitulasi vegetasi yang terdapat pada lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran (Tabel 49)
5.3.2. Pengaruh Vegetasi terhadap Ameliorasi Iklim Mikro Laurie (1986) mengungkapkan standar kelembaban bagi kenyamanan manusia dalam beraktivitas berkisar antara 40% – 75%. Pada daerah tropis, kondisi kenyamanan dirasakan manusia bila berada pada suhu 27˚C - 28˚C. Menurut Munandar (2010) pada umumnya daerah yang bervegetasi yang tumbuh baik mampu menekan suhu rata-rata tahunan sebesar 1˚C hingga 2˚C. Fluktuasi suhu harian di daerah yang bervegetasi sangat rapat akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan daerah terbuka. Tajuk vegetasi yang rapat akan menahan atau bahkan menurunkan efek peningkatan radiasi sinar matahari dan menahan turunnya suhu minimum pada malam hari. menurut Griffits (1976) dalam Munandar (2010) pada musim panas, suhu di bawah tegakan vegetasi akan lebih rendah dibandingkan daerah terbuka, sebab tajuk pohon mempunyai kemampuan menyerap sebagian besar radiasi matahari. Temperature Humidity Index (THI) adalah indeks yang menunjukkan tingkat kenyamanan suatu area secara kuantitatif berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara relatif. Dalam penelitian ini sampel suhu diambil pada waktu pagi, siang, dan sore hari, masing-masing di dua tempat yang berbeda yaitu dengan naungan pohon dan tanpa naungan pohon. Dengan menggunakan THI dapat diketahui tingkat kenyamanan dari masing-masing ruang terbuka hijau, apabila nilai THI di antara 21 hingga 27 maka dikatakan nyaman. Menurut Fandeli (2009) THI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: THI = Temperature Humidity Index T
= Suhu udara rata-rata (˚C)
RH = Relative Humidity rata-rata (%)
106
Nilai rata-rata suhu udara (T) harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Sedangkan nilai rata-rata kelembaban relatif (RH) harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dengan menggunakan perhitungan rumus di atas, dapat diketahui bahwa Termal Humidity Index rata-rata dari keseluruhan jenis ruang terbuka hijau sampel di atas batas kenyamanan, yaitu sebesar 28,9. Bredasarkan posisi pengambilan data, adanya naungan pohon memiliki nilai THI yang lebiih kecil dibandingkan dengan tanpa naungan.. Artinya keberadaan vegetasi yang memberikan naungan pada ruang terbuka hijau terbukti dapat meningkatkan kenyamanan dengan memperbaiki nilai THI. Data mengenai suhu, kelembaban, dan nilai THI dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini.
Tabel 37 Daftar Suhu, Kelembaban, dan THI Jenis RTH Pekarangan Tepi dan separator jalan Pulau jalan
Fasum dan Fasos
Bantaran sungai
Bantaran rel KA
Pemakaman Rataan
Posisi Naungan pohon Tanpa naungan pohon Naungan pohon Tanpa naungan pohon Naungan pohon Tanpa naungan pohon Naungan pohon Tanpa naungan pohon Naungan pohon Tanpa naungan pohon Naungan pohon Tanpa naungan pohon Naungan pohon Tanpa naungan pohon
Pagi 27 28
Suhu (˚C) Siang Sore 35 30 40 33
Rataan 29,8 32,3
Pagi 72 71
Kelembaban (%) Siang Sore 51 55 45 49
THI
Rataan 59,3 55,0
27,3 29,3
28 30
39 44
31 33
31,5 34,3
70 65
41 33
52 48
54,3 48,7
28,6 30,7
29 29
41 43
32 35
32,8 34,0
68 66
44 37
51 48
54,3 50,3
29,8 30,6
28 29
33 42
30 33
29,8 33,3
66 66
52 33
54 50
57,3 49,7
27,2 29,9
26 26
28 29
27 27
26,8 27,0
85 85
83 81
84 84
84,0 83,3
25,9 26,1
29 31
37 42
32 36
31,8 35,0
66 55
49 33
52 47
55,7 45,0
28,9 31,2
27 29
34 46
31 36
29,8 35,0
67 66
62 33
53 50
60,7 49,7
27,4 31,5
28,3
38,1
31,9
31,6
69,1
48,4
55,5
57,7
28,9
108
5.4.
Kuantitas Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan didasarkan pada
kebutuhan manusia untuk memenuhi aktivitas sosialnya. Penyediaan ruang terbuka hijau publik salah satunya dapat dihitung melalui pendekatan parsial (Dahlan, 2004) yaitu menyisihkan sebagian luasan kota untuk kawasan ruang terbuka hijau yang akan diterapkan pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung ini dengan dua cara: 1) persen luas area dan 2) luasan per kapita.
5.4.1. Berdasarkan persen luas Terdapat banyak undang-undang yang mengatur tentang ruang terbuka hijau dan berbagai peraturan lainnya yang menyatakan keragaman presentase untuk penyediaan ruang terbuka hijau. UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan bahwa luasan ruang terbuka hijau kota minimal sebaesar 30% dengan 20% milik publik dan 10% privat. Proses
perhitungan
dilakukan
melalui
analisis
citra
dengan
mengidentifikasi penutupan lahan oleh bangunan dan vegetasi. Penutupan lahan oleh vegetasi diasumsikan sebagai RTH. Untuk RTH publik, perhitungan luas telah didapatkan dari hasil identifikasi sebelumnya. Sedangkan selisih antara hasil perhitungan analisis citra dan identifikasi RTH publik merupakan RTH privat. Dengan mengacu pada undang-undang dan analisis tersebut maka didapat perhitungan RTH pada RW 08 Kelurahan Lenteng Agung sebagai berikut. Tabel 38 Luas Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbangun (m2)
Luas (m2)
Eksisting
470.000
338.700
Standar (maks 70%) 280.000
Ruang Terbuka Hijau Publik (m2) Standar Eksisting (min 20%) 52.400 94.000
Ruang Terbuka Hijau Privat (m2) Eksisting Standar (min 10%) 78.900 47.000
Dari perhitungan luas RTH publik di lokasi penelitian, diperoleh luas RTH publik sebesar 11,16% dan RTH privat sebesar 15,92%. Apabila dibandingkan dengan standar minimum penyediaan RTH, maka dapat disimpulkan bahwa secara persen luas, kebutuhan RTH publik masih belum terpenuhi. Banyaknya ruang terbangun saat ini juga melebihi standar yang telah ditetapkan, yaitu
109
mencapai nilai 70,98%. Persebaran penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 62 di bawah ini.
Gambar 62 Peta Penutupan Lahan berdasarkan Analisis Citra (Sumber: gambar olahan berdasarkan Google Earth 2010)
110
5.4.2. Berdasarkan luasan per kapita Menurut Dahlan (2004), pendekatan yang kedua yaitu penentuan luasan runag terbuka hijau publik berdasarkan jumlah penduduk. Ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam rangka memenuhi aktivitas sosial masyarakat perlu memperhatikan jumlah penduduk setempat sebagai pengguna utamanya. Pada pendekatan ini juga terdapat variasi standar yang harus dipenuhi, namun perhitungan yang diterapkan pada perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung ini akan mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Kebutuhan masyarakat terhadap ruang terbuka hijau untuk memenuhi aktivitas sosial memiliki kapasitas yang berbeda pada setiap cakupan wilayah. Pada tingkat rukun tetangga (RT), kebutuhan warga terhadap ruang terbuka hijau adalah 1 m2/jiwa. Sedangkan pada tingkat rukun warga (RW) dibutuhkan 0.5 m2/jiwa penduduk. Rata-rata penduduk per RT di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung yaitu 385 jiwa, maka dengan syarat luas per kapita kebutuhan ruang terbuka hijau yang telah ditetapkan, perlu adanya penyediaan ruang terbuka hijau di tingkat RT masing-masing seluas 385 m2 dan di tingkat RW seluas 2705 m2. Adapun perhitungan kebutuhan RTH disajikan pada Tabel 39 berikut ini. Tabel 39 Kebutuhan RTH di Berdasarkan Jumlah Penduduk RT 001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 RW
Jumlah Penduduk (jiwa) 565 741 452 126 213 254 165 567 733 209 395 114 248 627 Jumlah 5.409
Kebutuhan RTH (m2 ) 565 741 452 126 213 254 165 567 733 209 395 114 248 627 5.409 2.705
Aktual (m2 ) 350 860 125 610 275 200 2.420 -
111
Kebutuhan RTH pada tingkat RT berdasarkan luas per kapita adalah 5.409 2
m dan pada tingkat RW dibutuhkan RTH sebesar 2.705 m2. Saat ini, pada lokasi penelitian terdapat ruang terbuka hijau tingkat lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh publik hanya memiliki luas total 2.420 m2, maka terlihat bahwa pada tingkat RT, masih belum memenuhi stardar kebutuhan RTH berdasarkan luasan per kapita. Sedangkan pada tingkat RW yang seharusnya tersedia 2.705 m2, pada kenyataannya belum tersedia RTH untuk pemanfaatan publik.
5.5.
Rekomendasi Pengendalian Ruang Terbuka Hijau Penentuan strategi pengendalian kondisi ruang terbuka hijau di kawasan
RW 08 Kelurahan Lenteng Agung baik kualitas maupun kuantitasnya adalah dengan menggunakan analisis SWOT. Caranya adalah dengan menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh ruang terbuka hijau di lokasi tersebut, hasil diskusi dengan beberapa warga setempat, serta hasil pengamatan. Faktor internal terdiri atas kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan faktor eksternal terdiri atas peluang (opportunities) dan ancaman (threats). 5.5.1. Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman ˗
Kekuatan (Strength) a. Jenis ruang terbuka hijau beragam Jenis ruang terbuka hijau yang terdapat pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung sangat bervariasi. Keragamannya dapat terlihat dari hasil pengamatan berupa ruang terbuka hijau pekarangan hingga pemakaman. Hal ini merupakan kekuatan besar yang berguna untuk kawasan ini sendiri dan untuk penyumbang ruang terbuka hijau kota. b. Terdapat kelompok masyarakat peduli lingkungan Kelompok peduli lingkungan bermula dari pemimpin RW yang kemudian mulai menyebar di kalangan masyarakat. Perhatian utama kelompok ini adalah kelestarian sungai, kebersihan rumah tangga, dan penghijauan pada permukiman.
112
c. Terdapat tempat pengolahan sampah rumah tangga Pada kawasan RW 08 ini telah terdapat satu pusat pengolahan sampah rumah tangga organik untuk mengurangi pembuangan sampah ke tingkat daerah. Sampah organik diolah untuk menjadi pupuk kompos yang kemudian dijual dan dipakai kembali untuk penghijauan setempat. Sedangkan sampah nonorganik dikumpulkan untuk dijual sehingga kedua-duanya berguna untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta menghasilkan pendapatan tambahan bagi kawasan tersebut. d. Pemanfaatan pot pada lahan terbatas Pemanfaatan pot merupakan salah satu cara menghijaukan lahan-lahan dengan luasan terbatas dan juga berguna untuk penghijauan dalam ruangan. Kondisi perkotaan dengan kepadatan bangunan tinggi yang menyebabkan terbatasnya jumlah lahan terbuka dapat diatasi dengan menghijaukan ruang-ruang yang tersisa semaksimal mungkin dengan penanaman pada pot. Pada permukiman warga di kawasan ini telah banyak terdapat pemanfaatan pot pada permukiman dan bangunanbangunan lain. Hal ini menjadi bukti bahwa banyak warga kota yang menyadari kebutuhan terhadap ruang terbuka hijau. e. Penghijauan telah dilakukan pada fasilitas umum dan fasilitas sosial Penyediaan ruang terbuka hijau pada bangunan sekolah, masjid, lapangan terbuka, dan sebagainya telah mendapat perhatian dari masyarakat. Upaya ini menjadi salah satu bentuk kepedulian lingkungan
dalam
kehidupan
sehari-hari
sekaligus
memenuhi
kebutuhan sosial manusia melalui keberadaan ruang terbuka hijau. ˗
Kelemahan (Weakness) a. Terlalu banyak pelaku pengelolaan Berbagai bentuk ruang terbuka hijau mendapat pengelolaan yang berbeda oleh pihak yang berbeda pula. Pengelolaan yang tidak terorganisir dalam satu kawasan menyebabkan ketidakseragaman lanskap pada kawasan yang bersangkutan dan terjadi kesimpangsiuran dalam pelaksanaannya sehingga pada beberapa ruang terbuka hijau justru kurang mendapat perhatian.
113
b. Dominasi oleh bengunann permukiman yang cukup padat Kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung didominasi oleh bangunan permukiman. Ruang terbuka yang tersisa merupakan ruang-ruang yang siap dijadikan ruang terbangun oleh pemiliknya. Sebagian besar ruang yang telah ada merupakan ruang terbangun sehingga menyisakan sedikit ruang terbuka terutama ruang terbuka hijau. c. Bantaran sungai sebagai tempat pembuangan sampah ilegal Ruang terbuka hijau yang memiliki luasan besar pada kawasan ini adalah bantaran sungai. Selain itu, bantaran sungai memiliki peran yang sangat besar bagi kelestarian ekosistem di sekitarnya. Gangguan yang terjadi terhadap bantaran sungai dapat berakibat buruk bagi banyak pihak. Pada beberapa titik masih terdapat lokasi pembuangan sampah rumah tangga oleh warga karena dianggap lebih praktis dan dengan biaya yang lebih kecil darpipada iuran pengelolaan sampah yang legal. d. Kurangnya inisiatif warga untuk peduli pada penghijauan Masalah penghijauan kurang mendapat perhatian dari warga karena dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi. Maskipun banyak aktivitas lingkungan yang telah dijalankan secara bersama-sama namun partisipasi yang terlihat tidak antusias. Pengelolaan terhadap lingkungan hanya dilakukan oleh kelompok tertentu yang bersedia terlibat secara sukarela. e. Tidak ada perhatian terhadap jalur hijau jalan Jalur hijau jalan merupakan sarana pembentuk wajah atau identitas kawasan setempat yang dapat dilihat secara langsung bagi pengguna yang melintas, namun kondisinya saat ini kurang mendapat perhatian dari warga baik pada penyediaan kelengkapannya maupun pengelolaan elemen-elemen pembentuk yang telah ada. f. Ketidaksesuaian jumlah ruang terbuka hijau terhadap kebutuhan Penyediaan ruang terbuka hijau publik merupakan sarana untuk menampung aktivitas sosial masyarakat yang ketentuan luasannya telah ditetapkan pada undang-undang. Kondisi aktual di berbagai bagian kota, termasuk pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung, ruang
114
terbuka hijau yang ada belum memenuhi kebutuhan berdasarkan jumlah penduduk sehingga akivitas sosial masyarakat tidak dapat ditampung oleh ruan terbuka hijau yang ada. ˗
Peluang (Opportunities) a. Bantuan penghijauan oleh banyak pihak Aktivitas kepedulian lingkungan yang telah dilakukan oleh warga RW 08 Kelurahan Lenteng Agung mendapat sambutan positif oleh berbagai kalangan baik pemerintahan maupun pihak swasta. Banyak bantuan yang ditawarkan berupa sarana dan prasarana penghijauan serta dukungan kerjasama dari berbagai pihak. b. Ruang terbuka hijau pada lahan privat menyumbang peran cukup besar Proporsi ruang terbangun dan ruang terbuka pada bangunan privat yang terdapat pada kawasan ini secara aktual lebih besar daripada jumlah yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Secara luasan keseluruhan, kondisi ini dapat mendukung kebutuhan ruang terbuka hijau kota berdasarkan ketetapan yang ada. c. Fungsi Jakarta Selatan sebagai catchment area Kelurahan Lenteng Agung merupakan bagian dari Kecamatan Jagakarsa, yaitu salah satu kecamatan yang memiliki luasan ruang terbuka lebih besar daripada ruang terbangun di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dapat mendukung fungsi Jakarta Selatan sebagai catchment area dengan mempertahankan dan mengoptimalkan fungsi dari runag terbuka hijau yang saat ini terdapat pada kawasan RW 08.
˗
Ancaman (Threats) a. Pembangunan di perkotaan yang semakin berkembang Pertumbuhan
penduduk
dan
perpindahan
penduduk
ke
kota
mengakibatkan peningkatan kebutuhan terhadap tempat tinggal yang pada akhirnya membutuhkan konversi ruang-ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. b. Tingginya harga tanah di perkotaan Mahalnya harga tanah menjadikan para pengembang dan pemilik tanah lainnya
memanfaatkannya
untuk
membangun
sesuatu
yang
115
menghasilkan
keuntungan
besar
secara
ekonomi
daripada
mempertahankan dalam bentuk ruang terbuka hijau. c. Bencana alam Terjadinya siklus banjir di Jakarta dan bencana alam lainnya merupakan faktor yang mempengruhi eksostem kota, termasuk di antaranya mengganggu keberadaan ruang terbuka hijau.
5.5.2. Penilaian Faktor Internal dan Eksternal Sebelum melakukan pembobotan faktor internal dan eksternal, terlebih dahulu ditentukan tingkat kepentingan dari masing-masing faktor tersebut. Setiap faktor internal dan eksternal diberi nilai berdasarkan tingkat kepentingannya. Setelah memperoleh tingkat kepentingan dari setiap faktor internal dan eksternal (Tabel 40 dan 41), selanjutnya dilakukan pembobotan. Tabel 40 Tingkat Kepentingan Faktor Internal RTH pada RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Simbol S1 S2 S3 S4 S5 Simbol W1 W2 W3 W4 W5 W6
Faktor Kekuatan (Strength) Jenis ruang terbuka hijau beragam Terdapat kelompok masyarakat peduli lingkungan Terdapat tempat pengolahan sampah rumah tangga Pemanfaatan pot pada lahan terbatas Penghijauan telah dilakukan pada fasilitas umum dan fasilitas sosial Faktor Kelemahan (Weakness) Terlalu banyak pelaku pengelolaan Dominasi oleh bengunann permukiman yang cukup padat Bantaran sungai sebagai tempat pembuangan sampah ilegal Kurangnya inisiatif warga untuk peduli pada penghijauan Tidak ada perhatian terhadap jalur hijau jalan Ketidaksesuaian jumlah ruang terbuka hijau terhadap kebutuhan
Tingkat Kepentngan Kekuatan yang sangat besar Kekuatan yang besar Kekuatan yang besar Kekuatan yang sangat besar Kekuatan yang besar Tingkat Kepentingan Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang berarti Kelemahan yang berarti Kelemahan yang berarti Kelemahan yang sangat berarti
116
Tabel 41 Tingkat kepentingan faktor eksternal RTH pada RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Simbol O1 O2 O3 Simbol T1 T2 T3
Faktor Peluang (Opportunities) Bantuan penghijauan oleh banyak pihak Ruang terbuka hijau pada lahan privat menyumbang peran cukup besar Fungsi Jakarta Selatan sebagai catchment area Faktor Ancaman (Threats) Pembangunan di perkotaan yang semakin berkembang Tingginya harga tanah di perkotaan Bencana alam
Tingkat Kepentngan Peluang yang sangat tinggi Peluang yang sangat tinggi Peluang yang sedang Tingkat Kepentingan Ancaman yang sangat besar Ancaman yang besar Ancaman yang sedang
Setelah diperoleh bobot dari masing-masing faktor strategis internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan penentuan peringkat (rating) yaitu Tabel 42 dan 43. Kemudian rating tiap faktor tersebut dikali dengan bobot untuk memperoleh skor pembobotan yang tercantum dalam matriks IFE dan EFE (Tabel 44 dan 45). Tabel 42 Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal RTH Kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Simbol S1 S1 1 S2 1 S3 1 S4 1 S5 2 W1 2 W2 1 W3 1 W4 1 W5 1 W6
S2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2
S3 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2
S4 3 1 1 1 2 2 1 1 1 1
S5 W1 W2 W3 W4 W5 W6 Total Bobot 3 2 2 3 3 3 3 28 0,13 2 1 1 2 2 2 2 16 0,07 2 1 1 2 2 2 2 16 0,07 3 2 2 3 3 3 3 26 0,12 1 1 2 2 2 2 16 0,07 3 2 3 3 3 3 27 0,12 3 2 3 3 3 3 27 0,12 2 1 1 2 2 2 16 0,07 2 1 1 2 2 2 16 0,07 2 1 1 2 2 2 16 0,07 2 1 1 2 2 2 16 0,07 220 1,00 Total
117
Tabel 43 Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal RTH Kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Simbol O1 O2 O3 T1 T2 T3
O1 2 1 2 1 1
O2 2 1 2 1 1
O3 3 3 3 3 2
T1 2 2 1 1 1
T2 3 3 1 3
T3 3 3 2 3 3
1
Total
Total 13 13 6 13 9 6 60
Bobot 0,22 0,22 0,10 0,22 0,15 0,10 1,00
Tabel 44 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) RTH kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Faktor strategis internal Kekuatan Jenis ruang terbuka hijau beragam Terdapat kelompok masyarakat peduli lingkungan Terdapat tempat pengolahan sampah rumah tangga Pemanfaatan pot pada lahan terbatas Penghijauan telah dilakukan pada fasilitas umum dan fasilitas sosial Kelemahan Terlalu banyak pelaku pengelolaan Dominasi oleh bengunan permukiman yang cukup padat Bantaran sungai sebagai tempat pembuangan sampah ilegal Kurangnya inisiatif warga untuk peduli pada penghijauan Tidak ada perhatian terhadap jalur hijau jalan Ketidaksesuaian jumlah ruang terbuka hijau Total
Bobot
Rating
Skor
0,13 0,07 0,07 0,12 0,07
4 3 3 4 3
0,51 0,22 0,22 0,47 0,22
0,12 0,12 0,07
1 1 2
0,12 0,12 0,15
0,07
2
0,15
0,07 0,07 1,00
2 2 27
0,15 0,15 2,46
Tabel 45 Matriks External Factor Evaluation (EFE) RTH Kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Faktor strategis eksternal Peluang Bantuan penghijauan oleh banyak pihak Ruang terbuka hijau pada lahan privat menyumbang peran cukup besar Fungsi Jakarta Selatan sebagai catchment area Ancaman Pembangunan di perkotaan yang semakin berkembang Tingginya harga tanah di perkotaan Bencana alam Total
Bobot
Rating
Skor
0,22
4 4
0,87 0,87
0,22 0,10
2
0,20
0,22 0,15 0,10 1,00
1 2 3 16
0,22 0,30 0,30 2,75
118
Menurut David (2008), jika nilai total skor IFE dan EFE lebih dari 2,5 makan nilai tersebut menunjukkan kondisi yang kuat. Berdasarkan perhitungan IFE dan EFE yang ditampilkan pada tabel, kondisi internal RTH pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung lemah karena memiliki nilai di bawah 2,5 yaitu 2,46, namun kondisi eksternalnya kuat karena memiliki nilai 2,75. Dari skor yang didapat dari pembobotan rangking di atas, akan diketahui posisi RTH kawasan pada kuadran tertentu yang dapat menyatakan kekuatan dan kelemahannya melalui matriks internal-eksternal (IE). Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu skot total matriks IFE pada sumbu x dan skor total matriks EFE pada sumbu y. Total skor metriks IFE adalah 2,46 dan total skor matriks EFE adalah 2,75. Hasil pemetaan matriks IFE dan EFE untuk RTH kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung dapat dilihat pada Gambar 63 berikut:
Gambar 63 Matriks Internal-Eksternal (IE) RTH kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Berdasarkan nilai total skor IFE dan EFE, kondisi ruang terbuka hijau pada kawasan RW 08 Kelurahan Lenteng Agung berada di kuadran V. Kuadran V menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau ini berada pada posisi hold and maintain. Strategi yang sesuai adalah strategi seperti pengembangan produk, dalam hal ini program optimalisasi fungsi dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang telah ada.
5.5.3. Matriks SWOT Setelah melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal, kemudian akan dianalisis ke dalam matriks SWOT untuk mendapatkan langkah-langkah
119
pengendalian ruang terbuka hijau yang sesuai. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 46 berikut ini. Tabel 46 Matriks SWOT RTH RW 08 Kelurahan Lenteng Agung Ekternal
Internal Strength (Kekuatan) 1. Jenis ruang terbuka hijau beragam 2. Terdapat kelompok masyarakat peduli lingkungan 3. Terdapat tempat pengolahan sampah rumah tangga 4. Pemanfaatan pot pada lahan terbatas 5. Penghijauan telah dilakukan pada fasilitas umum dan fasilitas sosial
Opportunities (Peluang) 1. Bantuan penghijauan oleh banyak pihak 2. Ruang terbuka hijau pada lahan privat menyumbang peran cukup besar 3. Fungsi Jakarta Selatan sebagai catchment area
Strategi SO 1. Membentuk komunitas peduli lingkungan beserta kelengkapannya untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi dan ekologi 2. Penerapan sistem insentif dan disinsentif bagi pihakpihak yang berpartisipasi dalam mengelola RTH
Threats (Ancaman) 1. Pembangunan di perkotaan yang semakin berkembang 2. Tingginya harga tanah di perkotaan 3. Bencana alam
Strategi ST 3. Variasi ragam penanaman dari material atau alat-alat yang telah dimiliki warga
Weakness (Kelemahan)
Strategi WO
Strategi WT
1. Terlalu banyak pelaku pengelolaan 2. Dominasi oleh bengunan permukiman yang cukup padat 3. Bantaran sungai sebagai tempat pembuangan sampah ilegal 4. Kurangnya inisiatif warga untuk peduli pada penghijauan 5. Tidak ada perhatian terhadap jalur hijau jalan 6. Ketidaksesuaian jumlah ruang terbuka hijau terhadap kebutuhan
4. Penetapan pengelola RTH yang jelas dan terintegrasi 5. Peningkatan proporsi RTH privat agar memiliki peran lebih besar dalam memenuhi standar RTH kota
6. Penegakan peratuhan mengenai koefisien dasar hijau pada setiap RTH terutama pada permukiman dan bangunan lain 7. Optimalisasi pemanfaatan RTH yang memiliki nilai ekologi tinggi agar tidak terokupasi oleh masyarakat dan memiliki fungsi produksi untuk tambahan pendapatan warga
120
5.5.4. Pembuatan Tabel Rangking Alternatif Strategi Penentuan alternatif strategi untuk pengendalian kondisi ruang terbuka hijau pada kawasan RW 08 Kelurahan Lentang Agung dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Tabel 47 di bawah ini menunjukkan perangkingan dari alternatif strategi pengelolaan yang diperoleh dari matriks SWOT. Tabel 47 Perangkingan alternatif strategi RTH RW 08 Kelurahan Lenteng Agung No
Alternatif strategi
1
Membentuk komunitas peduli lingkkungan beserta kelengkapannya untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi dan ekologi Penerapan sistem insentif dan disinsentif bagi pihak-pihak yang berpartisipasi dalam mengelola RTH Peningkatan proporsi RTH privat agar memiliki peran lebih besar dalam memenuhi standar RTH kota Penetapan pengelola RTH yang jelas dan terintegrasi Optimalisasi pemanfaatan RTH yang memiliki nilai ekologi tinggi agar tidak terokupasi oleh masyarakat dan optimalisasi fungsi produksi untuk tambahan pendapatan warga Variasi ragam penanaman dari material atau alat-alat yang telah dimiliki warga Penegakan peraturan mengenai koefisien dasar hijau pada setiap RTH terutama pada permukiman dan bangunan lain
2
3
4 5
6
7
Keterkaitan dengan unsur SWOT S1, S2, S3, S4, O1
Skor
Rangking
2,28
1
S1, S2, S3, S5, O1
2,03
2
W2, W6, O1, O2
2,00
3
W1, W2, W3, W5, O1, O3 W2, W3, W4, T2, T3
1,60
4
1,01
5
S2, S4, T2
0,99
6
W2, W6, T1, T2
0,78
7
Tabel di atas adalah hasil rekomendasi dari rumusan permasalahan yang ada untuk mempertahankan dan mengoptimalkan fungsi serta pemanfaatan RTH di kawasan penelitian ini. Masing-masing strategi memiliki peringkat kepentingan
121
yang telah diurutkan, di mana peringkat 1 adalah strategi yang paling diunggulkan, sedangkan peringkat 2 hingga 7 adalah strategi yang dapat dilaksanakan setelahnya.
5.6.
Rekomendasi Penggunaan Lahan Berdasarkan analisis, maka didapat rumusan permasalahan utama pada
RTH di lokasi ini antara lain: -
semakin berkurangnya area terbuka publik akibat konversi lahan,
-
belum terpenuhinya kebutuhan RTH publik berdasarkan persen luas dan luas per kapita.
-
kualitas RTH berdasarkan tingkat kerapatan penutupan oleh vegetasi pada beberapa tipe RTH belum optimal Kondisi perkembangan pembangunan akan mengancam keberadaan ruang-
ruang terbuka hijau sehingga perlu perhatian untuk mempertahankan luasan dan kondisi RTH di kawasan perkotaan. Untuk menjaga keberadaan RTH, perlu ditentukan area-area yang tidak diperbolehkan dibangun. Rekomendasi ini berdasarkan ketentuan penggunaan lahan untuk ruang terbuka hijau sesuai dengan kebutuhan dan peran masing-masing tipe RTH sehingga secara umum area di dalam kawasan ini akan dibagi menjadi area tanpa pembangunan, area semi-bangunan, dan area bangunan, di mana masing-masing area memiliki porsi RTH yang berbeda-beda. Selain itu terdapat pula titik-titik lokasi ideal taman publik berdasarkan kebutuhan per kapita untuk masing-masing wilayah dalam kawasan. Penjelasan untuk masing-masing ruang dapat dilihat di bawah ini:
122
-
Area tanpa pembangunan Tujuan dari area pembangunan atau dapat disebut dengan wilayah limit adalah mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi dan pengaruh yang tinggi bagi keberlangsungan ekosistem sekitarnya. Peruntukan area ini hanya untuk menjaga kualitas alam, sedangkan keberadaan kawasan terbangun tidak dapat ditolerir (Sujarto, 1991) karena adanya pembangunan dikhawatirkan akan menimbulkan dampak merugikan. Termasuk dalam area ini yaitu bantaran sungai dan bantaran rel kereta api (Gambar 64).
Gambar 64 Area Tanpa Pembangunan -
Area semi-pembangunan Maksud dari area semi pembangunan atau wilayah kendala adalah ruangruang terbuka milik publik yang keberadaannya menunjang aktivitas seharihari masyarakat. Pada area ini, pengembangan kawasan terbangun dapat dilakukan secara terbatas dengan memperhatikan kelestarian lingkungan (Sujarto, 1991) serta selama masih sesuai dengan ketentuan atau kebutuhan dan tidak mendominasi lebih dari RTH yang ada. Pemakaman, jalur hijau jalan, serta taman lingkungan merupakan RTH yang termasuk dalam kelompok area semi-bangunan yang terdapat dalam lokasi penelitian (Gambar 65).
123
Gambar 65 Area Semi Pembangunan -
Area pembangunan Maksud dari area pembangunan atau wilayah pengembangan adalah area di mana kawasan terbangun dapat dikembangkan secara optimal (Sujarto, 1991). Ruang-ruang bersifat privat yang dapat akan dibangun maupun telah terbangun menyediakan RTH minimal sebesar 10% dari luas area sebagai ketentuan minimal Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan RTH kawasan perkotaan sekaligus bermanfaat bagi kenyamanan lingkungan sekitar bangunan.
Gambar 66 Area Pembangunan
124
Persebaran penutupan lahan eksisting secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 67 berikut.
Gambar 67 Persebaran Penutupan Lahan Penentuan area pada peta adalah berdasarkan RTH esisting yang kemudian disesuaikan dengan standar atau ketentuan yang telah dibahas pada masingmasing subbab sebelumnya, yang akan dijelaskan secara singkat pada Tabel 48 di bawah ini. Tabel 48 Rekomendasi Penggunaan Lahan Jenis RTH Pekarangan Jalur hijau jalan Tepi jalan Separator jalan Pulau jalan RTH Fasum dan Fasos Taman lingkungan Halaman sekolah Fasilitas lainnya Bantaran sungai Bantaran rel Pemakaman Total
Ketentuan Minimal 10% dari luas kavling 20-30% dari RUMIJA Eksisting Eksisting Berdasarkan jumlah penduduk Minimal 23% dari luas kavling Minimal 10% dari luas kavling Jarak minimal 50 m dari badan air RUMIJA rel kereta min 6 m Sesuai eksisting
Potensi RTH (m2) 5.500 100 900 8.100 37.500 6.600 5.800 64.500
125
Penjelasan mengenai potensi masing-masing ruang terbuka hijau berdasarkan regulasi yang berlaku akan dijelaskan sebagai berikut. -
Pekarangan dan halaman bangunan Pekarangan dan halaman bangunan merupakan RTH privat, sehingga
berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, minimal tersedia RTH sebasar 10% dari luas wilayah. -
Jalur hijau jalan Berdasarkan Peraturn Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008
tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan kelas jalan. Panjang jalan utama pada kawasan penelitian ini adalah 1000 meter dan terdapat dua ruas jalan yang sama panjang. Rata-rata lebar ruang milik jalan pada kedua ruas adalah 11 meter sehingga dengan penyediaan RTH sesuai dengan syarat yang ditetapkan, jalur hijau jalan memiliki peran penyumbang luas RTH sebesar 5.500 m2. Sementara itu, kawasan ini juga memiliki dua buah pulau jalan mesing-masing dengan luas 480 m2 dan 420 m2. -
Taman Lingkungan Taman publik yang terdapat di kawasan penelitian ini merupakan area
untuk memfasilitasi kebutuhan penduduk di tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). Taman RT ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT. Berdasarkan standar kebutuhan ruang penduduk, luas minimal RTH yang harus disediakan adalah 1 m2 per penduduk dan berada pada radius kurang dari 300 meter dari rumah-rumah yang dilayani dengan mempertimbangkan jarak tempuh pejalan kaki (Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, 2008). Dari jumlah penduduk total, yaitu 5409 jiwa, maka perlu penyediaan taman sebesar 5409 m2 yang terdistribusi di masing-masing RT dengan luas berbeda-beda menurut jumlah penduduk bersangkutan.
126
300 meter
Gambar 68 Penyediaan RTH Taman RT Taman rukun warga (RW) memiliki luas minimal 0,5 m2 per penduduk dan berada pada radius kurang dari 1000 meter dari rumahrumah
penduduk
yang
dilayaninya
(Pedoman
Penyediaan
dan
Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, 2008). Untuk memenuhi kebutuhan penduduk tingkat RW, maka luas taman yang perlu disediakan adalah 2700 m2.
1.000 meter
Gambar 69 Ilustrasi Penyediaan RTH Taman RW -
Bantaran sungai Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, untuk bantaran sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, penetapan garis sempadan minimal 50 meter (Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, 2008). Dengan jalur hijau ini membentang sepanjang 750 meter, maka diperkirakan kawasan ini memiliki potensi RTH sebasar 3,75 ha.
127
area penggunaan lahan
jarak minimum 50 meter
sungai
Gambar 70 Ilustrasi Penyediaan RTH pada Bantaran Sungai Gambar 71 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan
-
Bantaran rel kereta Berdasarkan PP No. 69 Tahun 1998, Rumija untuk jalan rel yang terletak di permukan tanah adalah sebidang tanah atau bidang lain di kiri dan kanannya yang digunakan untuk pengamanan konstruksi rel. Dengan memanfaatkan Rumija rel kereta sebagai RTH, yaitu 6 meter dari Rumaja, dan membentang sepanjang 1.100 meter sesuai eksisting maka bantaran rel memiliki potensi RTH sebesar 6.600 m2. Apabila dijumlahkan, RTH publik yang terdapat di RW 08 Kelurahan
Lenteng Agung yang mencakup jalur hijau jalan, taman lingkungan, bantaran sungai, bantaran rel kereta, dan pemakaman, adalah 64.500 m2. Atau sebesar 13,5,% dari luas wilayah RW 08. Meskipun belum memenuhi standar 20% menurut peraturan tentang RTH publik, namun terdapat peningkatan dari RTH sebelumnya. Peta perbandingan eksisting dan rekomendasi area-area penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 71 dan 72 berikut ini.
125