HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendekatan Data Cross Section Nilai Ekonomi Aktual (Net Benefit Income Approach) Ekosistem terumbu karang
mempunyai nilai ekonomi yang didasarkan atas
perhitungan manfaat dan biaya pemanfaatan. Berdasarkan tipologi nilai ekonomi total ekosistem ini mempunyai nilai manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dinilai dari keberadaan ekosistem terumbu karang adalah perikanan karang. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah tangkapan perikanan dunia. Sedangkan manfaat tidak langsung diantaranya sebagai jasa ekologis (ecological services) seperti kemampuan menyerap karbon, penahan gelombang. Penelitian ini membatasi estimasi hanya pada manfaat langsung yang berdasarkan kepada produktivitas ekosistem terumbu karang yang mempunya nilai pasar (market base) yaitu ikan karang. Berdasarkan hasil survey pemanfaatan ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate hanya memanfaatkan ikan karang. Ekstraksi terhadap terumbu karang langsung tidak terjadi seperti pengambilan karang baik untuk bahan bangunan maupun untuk aquariun laut. Industri ikan hias di Ternate tidak berkembang seperti di daerah lainnya padahal keanekaragaman ikan hiasnya cukup tinggi. Umumnya nelayan Ternate hanya mengambil ikan konsumsi yang laku di pasar lokal. Selama masa survey tidak ditemukan nelayan yang menggunakan bahan peledak dan bius. Menurut Keterangan nelayan di Pulau
Ternate hanya sewaktu-waktu melakukan penangkapan ikan dengan bahan
peledak jika telah dirasakan bahwa hasil tangkapan menurun. Selain itu Kebiasaaan melakukan peledakan juga tidak oleh semua nelayan. Kebanyakan oleh nelayan pendatang dari daerah Sangir Talaut dan Buton yang tidak berdomisili di Ternate. Mereka datang menangkap ikan kemudian melakukan peledakan dan pergi. Bahkan pernah nelayan Filipina memasuki perairan Ternate dan melakukan peledakan . Rata-rata nelayan Pulau Ternate menangkap ikan karang menggunakan pancing (hand line). Dalam satu trip penangkapan biasanya hanya satu orang nelayan. Penangkapan dilakukan sepanjang musim dan bersifat one day fishing. Banyaknya trip
yang dilakukan oleh nelayan di Pulau Ternate dalam satu bulan sekitar 10- 20 hari. Rata-rata perolehan ikan karang dalam satu trip sekitar 2-4 ekor/jenis. Tabel dibawah merupakan identifikasi perolehan ikan karang konsumsi yang
dominan
di perairan
terumbu karang Pulau Ternate.
Tabel 19. Rincian Estimasi Penerimaan Ikan Karang Nelayan Pancing di Pulau Ternate No
Jenis Ikan
Perolehan/trip (ekor)
Jml trip/tahun
Total Tangkapan/tahun (ekor)
1
Ekor kuning
4,49
174,18
782,41
2
Kuwe
2,60
174,18
452,34
3
Bambangan
2,48
174,18
431,44
4
Kakap
3,45
174,18
600,92
5
Lencam
2,12
174,18
369,26
6
Baronang
2,.46
174,18
428,83
7
Bijinangka
2,39
174,18
415,94
8
Kerapu
1,71
174,18
297,85
Total
21,7
3.778, 99
Sumber : Data primer diolah (2005)
Proporsi hasil tangkapan ikan karang dalam satu trip dapat dilihat pada Gambar 3. Rata-rata tangkapan ikan karang per trip (ekor) Ekor kuning , 4.49
Bijinangka, 2.39 , Baronang, 2.46
Kuwe, 2.6 kerapu, 1.71 Bambangan, 2.48
Kakap, 3.45 Lencam, 2.12
Gambar 3. Proporsi Rata-Rata Tangkapan Ikan Karang Per Trip Nelayan Pancing Di Pulau Ternate Dengan rata- rata tangkapan setahun sebanyak 3.778, 99 ekor dimana rata-rata beratkan karang per ekor adalah 0.5 – 1.5 kg, maka estimasi pertahun ikan karang nelayan di Pulau Ternate
rata-rata tangkapan
sekitar 3,778 ton atau kurang lebih 4
ton. Dengan luas terumbu karang 1,11 ha maka produksi pertahun ikan karang adalah
0.04 ton per km2 per tahun. Jika dibandingkan dengan rata-rata tangkapan ikan karang nelayan di Filipina yang bisa mencapai 15,6 ton/km2/tahun walau bervariasi mulai dari 3 ton/km2/tahun sampai dengan 37 ton/m2 /tahun (White dan Cruz-Trinidad, 1998) hasil tangkapan nelayan Ternate sangat rendah. Sesuai dengan penjelasan McAllister ( 1998 ) bahwa perkiraan produksi perikanan tergantung pada kondisi terumbu karang, kualitas pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat di sekitarnya. Terumbu karang dalam kondisi yang sangat baik mampu me nghasilkan sekitar 18 ton/km2 /tahun, terumbu karang dalam kondisi baik mampu menghasilkan 13 ton/km2 /tahun, dan terumbu karang dalam kondisi yang cukup baik mampu menghasilkan 8 ton/km2 /tahun, dibawah 8 ton /km2 /tahun merupakan produksi pada kondisi buruk. Dengan harga jual ikan karang yang cukup beragam mulai dari Rp 10.000 sampai dengan Rp 25.000 maka pendapatan bersih nelayan dalam satu trip rata-rata Rp 165.603,00
Tabel 20. Rincian estimasi Manfaat Bersih Nelayan Pancing Di Pulau Ternate. Klasifikasi
Rupiah (Rp)
Penerimaan
46.506.417,91
Biaya
17.691.164,78
Pendapatan
28.844.902,39
Dengan estimasi dari pendapatan bersih nelayan maka nilai ekosistem terumbu karang sebagai faktor input bagi produktivitas tangkapan yang menjadi produk akhir bagi masyarakat dapat dikuantifikasi secara moneter. Berdasarkan data survey jumlah nelayan pancing ikan dasar di Pulau Ternate sebanyak 729 orang. Tabel 21. Nilai Estimasi Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate Klasifikasi
Unit
Jumlah
Pendapatan bersih
Rupiah
28.844.902,39
Jumlah Nelayan
Orang
729
Luas
Hektar
1,11
Nilai Aktual
Rupiah
21.027.933.840,00
Nilai Aktual Per Hektar
Rupiah
19.012.598.409,49
Nilai Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Pulau Ternate
NilaiEkonomi(Ha)
21500000000 21000000000 20500000000 20000000000 19500000000 19000000000 18500000000 18000000000 Luas (Ha)
1
1.11
Gambar 4. Nilai Ekonomi Aktual Ekosistem terumbu Karang di Pulau Terna te Total manfaat bersih diperoleh per nelayan pancing ikan dasar di
Pulau Ternate
sebesar Rp 28.844.902,39. Dengan demikian nilai ekonomi aktual ekosistem terumbu karang sebesar Rp 21.027.933.840,00 atau Rp 19.012.598.409,49 ha .
Nilai Manfaat Sekarang A.Present Value Benefit Generate Per Hektare Model- Income Approach Dengan mendiscount aliran bersih dari manfaat terumbu karang yang diambil sebagai indikator nilai sekarang (present value) kemudian membagi total present value dari produksi terumbu karang dengan luasan terumbu karang, maka dapat diperoleh nilai perhektar terumbu karang. Hasil disarikan pada Tabel.22 .
Tabel 22. Nilai Estimasi Manfaat Sekarang (Present Value Benefit) Ekosistem Terumbu Karang Pulau Ternate Klasifikasi
unit
Jumlah
Luas terumbu karang
Hektar
1,11
Present Value benefit
Rupiah
384,542,778.79
Present Value benefit Per Hektar
Rupiah
347,687,865.09
Tabel 22. diatas menunjukkan bahwa
nilai manfaat sekarang dari terumbu karang di
Pulau Ternate sebesar Rp 384,542,778.79 atau sebesar 347,687,865.09 per hektar. Nilai Manfaat Ekonomi Sekarang (Present Value Residual Rent Generate Per Hektare Model -Income Approach) Residual rent merupakan
perbedaan antara biaya faktor produksi dan nilai
ektraksi dari sumbe rdaya. Dimana residual rent dapat dilihat sebagai kontribusi sistem
alam atau pendapatan bersih terhadap nilai ekonomi total. Hasil yang diperoleh dapat disarikan pada Tabel. 23 dibawah. Tabel 23. Nilai Estimasi Present Value Residual rent dari Ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate Klasifikasi
unit
Jumlah
Luasan terumbu karang
Hektar
1,11
Present Value residual rent
Rupiah
239,081,334.38
Present Value residual rent Per Hektar
Rupiah
216,167,571.77
Dari tabel diatas Present Value Residual Rent diperoleh sebesar Rp 239,081,334.38. Dengan luasan terumbu karang 1,11 Ha atau
present value residual rent per hektar
sebesar Rp 216,167,571.77 Gambar 5. Perbandingan antara PV Benefit dan PV Residual Rent Terumbu Karang di
PV Benefit dan PV Residual Rent
Pulau Ternate 400000000.00 350000000.00 300000000.00 250000000.00 200000000.00 150000000.00 100000000.00 50000000.00 0.00
PV Benefit
PV Benefit
PV Residual Rent
1
PV Residual Rent
1.11
Luas Terumbu Karang (Ha)
Present value residual rent per hektar lebih rendah dari present value benefit karena present value residual rent merupakan pendekatan dengan menghitung biaya yang dikeluarkan baik dari faktor produksi maupu biaya dari faktor tenaga kerja.
Analisis Sensitivitas Net Present Value (NPV) Dalam menghitung net present value dari suatu investasi perlu dikaji hal – hal yang akan terjadi jika analisis net present value mengalami kesalahan atau perubahan pada satu atau beberapa faktor sehingga mempengaruhi dalam perhitungan biaya atau manfaat. Dalam menghitung nilai ekosistem terumbu karang (Net Present Value) juga diperlukan analisis sensitivitas karena ada hal mendasar yang mempengaruhi nilai NPV
yaitu luasan tutupan terumbu karang (live coral coverage). Luas terumbu karang ini akan mempengaruhi hasil produksi perikanan karang karena fungsi ekosistem terumbu karang sebagai tempat mencari makan , tempat pengasuhan , tempat berpijah sebagian besar ikan karang sehingga jika habitat ikan karang ini dalam kondisi baik maka output yang dihasilkan juga dalam kualitas yang baik. Pemanfaatan ekosistem terumbu karang oleh nelayan di Pulau Ternate selama ini dengan cara–cara yang destruktif sehingga luasan tutupan terumbu karang mengalami degradasi. Dari olah data citra satelit lansat ETM 7 tahun 2004 maka berhasil dianalisa bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate mengalami degradasi dalam waktu 10 tahun seluas 1,793 ha atau sebesar 61,84 % .dari total luasan yang terhitung. Secara langsung penyusutan luasan ini akan berakibat pada penurunan nilai estimasi dari fungsi dan manfaat ekosistem ini. Indikator yang mudah untuk dilihat adalah berkurangnya keuntunganekonomis dan keuntungan ekologis dari ekosistem terumbu karang tersebut. Dengan melihat pola pemanfaaatan yang destruktif selama 10 tahun maka luasan terumbu karang di Pulau Ternate diasumsikan akan terus mengalami penurunan. Analisis sensitivitas
terhadap
perubahan
luasan
terumbu
karang
dilakukan
dengan
mengasumsikan produksi akan berkurang jika luasa n terumbu karang juga berkurang demikian juga sebaliknya. Analisis sensitivitas net present value dengan asumsi perubahan produksi berkurang
sebesar 25 % jika masyarakat Pulau Ternate tetap
melakukan aktivitas pemanfaatan ekosistem terumbu karang
dengan pola yang sama
dengan saat sekarang (tahun 2005).
Tabel 24. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Berkurang 25 % Menggunakan Pola Pemanfaatan Destruktif No Uraian Saat ini Analisis Sensitivitas 1
Net Present value per Hektar
347,687,865.09
262.577.304,98
2
Present value Residual rent 216,167,571.77
306.491.214,31
per Hektar
Net present value
per hektar mengalami penururna n sebesar
Rp 85,110,560.11
demikian juga dengan NPV Residual Rent mengalami penurunan sebesar
RP
86,418,056.76
Tabel 25. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Bertambah 25 % Menggunakan Pola Pemanfaatan dengan Pengaturan No Uraian Nilai (Rp ) 1
Net Present value per Hektar
445.911.143,80
2
Present value Residual rent per Hektar
129.749.515,01
Demikian pula bila digunakan pola pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan pengaturan sehingga luas tutupan terumbu karang menjadi bertambah. Karena luasan terumbu karang bertambah maka diasumsikan terjadi peningkatan hasil produksi perikanan karang sebesar 25%. Pola pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan ramah lingkungan merupakan tindakan yang harus dilaksanakan oleh stakeholders di Pulau Ternate. Hal ini penting ditekankan karena sumberdaya yang dikelola bersifat open acces sehingga kemungkinan perilaku dalam pemanfaatan serta keputusan pengalokasian sumberdaya merupakan status kepemilikan (property right). Oleh sebab itu perlu adanya suatu peraturan atau regulasi yang mengikat setiap pemanfaat dengan syarat bahwa tidak ada biaya transaksi yang terjadi
untuk mentaati peraturan tersebut. Jika dalam
pelaksanaannya terjadi biaya transaksi maka net present value dari ekosistem terumbu karang akan terus menurun.
Tabel. 26. Rincian tindakan dan penanganan yang harus dilakukan oleh seluruh stakeholders yang memanfaatkan ekosistem terumbu karang Tindakan Tidak menggunakan Bahan Peledak
Penanganan Perlu membuat peraturan lokal yang melarang penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan.Walaupun peraturan tersebut sudah ada di tingkat nasional
Tidak menggunakan trawl
Membuat peraturan melarang penggunaan alat tangkap ikan dengan trawl di sekitar terumbu karang.
Tidak meletakkan Bubu pada area Membuat peraturan mengatur penggunaan dan terumbu karang
peletakan diarea terumbuk karang.
Jangkar
Membuat
peraturan
melarang
perahu
membuang jangkar di area terumbu karang Tidak menggunakan jaring dasar di Membuat peraturan yangmelarang pelemparan area terumbu karang
jaring dasar di area terumbu karang
Penambangan batu karang
Membuat peraturan melarang pengambilan batu karang dijadikan bahan bangunan.
Berjalan diatas karang
Melarang berjalan/menginjakkan kaki di atas terumbu karang
Tidak Sandar kapal motor di perairan Memberikan tanda-tanda diwila yah terumbu dangkal
karang yang dangkal agar para pengemudi perahu dapat melihat wilayah mana yang tidak dapat dilalui karena ditumbuhi karang
Alat pendorong perahu (Kayu, Bambu
Membuat jalur masuk perahu pada wilayah
dan lain-lain)
terumbu karang, sehingga penggunaan kayu mendorong perahu tidak dipergunakan lagi.
Tidak mengambil sebagai cindera Membuat peraturan mata
terumbu karang
melarang pengambilan
dijadikan hiasan,menghapus
kuota untuk ekspor terumbu karang hias.
Dari analisis sensitivitas yang dilakukan berdasarkan faktor endogen maka perbandingan net present value dapat diuraikan pada gamabar 6. dibawah. Gambar 6. Grafik Analisis Sensitivitas Estimasi Net Present Value (NPV) Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate
500,000,000.00 400,000,000.00 300,000,000.00
NPV
200,000,000.00
Residual Rent
100,000,000.00 0.00 Saat ini
Dengan Tanpa Pengaturan Pengaturan
Selain berdasarkan faktor endogen, maka analisis sensitivitas berdasarkan faktor eksogen juga perlu dilakukan. Pada saat penelitian ini dilaksanakan terjadi kenaikan biaya angkut produksi dari desa nelayan ke pusat kota Ternate. Kenaikan biaya angkut sebesar 50 %.
Tabel 27. Perbandingan Net Present Value Dengan Perubahan Biaya Angkut No
Uraian
Nilai (Rp )
1
NPV per hektare sebelum kenaikan biaya angkut
347.687.865,09
2
Present value residual rent per Hektare sebelum kenaikan
216.167.571,77
biaya angkut 3
NPV per hektare sesudah kenaikan biaya angkut
344.306.988,73
4
Present value residual rent per Hektare sesudah kenaikan
160.617.390,65
biaya angkut
Dari tabel perbandingan nilai estimasi Net Present Value diatas maka dengan kenaikan biaya angkut tersebut, terjadi penurunan pendapatan nelayan sebesar 55.550.181,1 per hektar.
Rp
Keterkaitan Ikan Karang Dengan Karang Hidup Dalam menganalisis nilai ekonomi manfaat dari ekosistem terumbu karang perlu dilakukan analisis keterkaitan antara produksi perikanan karang dengan karang hidup sebagai habitatnya. Sebagai indikasi yaitu kondisi karang hidup mencakup diantaranya adalah luasan, dan kesehatan karang. Kesehatan karang dapat diindikasikan dengan tutupan hidup (living coverage) karang batu. Dari laporan team Bakosurtanal yang melakukan survey identifikasi sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Ternate pada bulan Juni 2005 hasilnya adalah luasan terumbu karang hanya tinggal 1,13 Ha, dimana
dibeberapa lokasi stasiun penga matan terjadi
kerusakan terutama karang batu. Hal demikian terjadi baik dibagian selatan maupun utara Pulau Ternate. Tutupan karang batu di stasiun Kastela (bagian Selatan Pulau Ternate) dalam kondisi rusak dengan persentase tutupan karang batu hidup sebesar 21,00 %. Demikian juga dengan kondisi karang batu yang berada di bagian Utara Pulau Ternate. Berdasarkan dari laporan penelitian Hirto (2005) bahwa kondisi karang batu di Perairan Gamalama ditemukan dalam keadaan rusak dengan persentase tutupan sebesar 23 %. Dari kelima stasiun yang diamati 3 stasiun kondisi karangnya dalam keadaan rusak yaitu di stasiun Kastela , Salero dan Gamalama. Hanya di stasiun Sulamadaha dan Takome yang kondisi karangnya dalam keadaan baik dan sangat baik.. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh posisi stasiun pengamatan. Dimana stasiun Takome berada jauh dari area pemukiman penduduk sedangkan stasiun Sulamadaha yang berada di
desa
Sulamadaha yang merupakan area wisata di Kepulauan Ternate. Sedangkan pada ketiga lokasi stasiun yang kondisi karang batunya dalam keadaan rusak
merupakan area
terbuka. Selain itu pada ketiga area terumbu karang yang rusak juga ditemukan pecahan – pecahan botol yang digunakan nelayan setempat sebagai wadah bom rakitan untuk menangkap ikan karang. Dari kelima stasiun penelitian diatas maka kondisi rata-rata karang batu di Kepulauan Ternate dalam keadaan rusak, dengan persentase rata-rata tutupan karang batu hidup sebesar 33,7 %. Adanya kerusakan terumbu karang berdasarkan hasil survey disebabkan oleh praktek penangkapan ikan secara destruktif dengan bahan peledak dan bius,
alat
transportasi seperti pelemparan jangkar, kegiatan pariwisata laut, pemasangan perangkap bubu. Kerusakan terumbu karang juga tidak terhindar dari gangguan yang bersifat biologis seperti pemutihan ( bleaching). Pemutihan ini bisa disebabkan oleh pemangsaan bintang laut (Acanthaster plancii) dan bleacing sebagai akibat peningkatan suhu air laut yang ekstrim .
Tabel 28. Rekapitulasi Persentase Sebaran Tutupan Karang Di Pulau Ternate Jenis Karang
Stasiun Pengamatan
Nama
sulamadaha
Takome
Kastela
Salero
Gamalama
Hard coral
60.36
90.30
21
28
23.2
Soft Coral
3.70
5
5.7
5
37.2
Other fauna
4.5
0
0
0
0.4
Abiotic
13.5
3.5
18.10
15
39.2
Sumber : Data Bakosurtanal dan Hirto ,(2005), PKSPL Unkhair (2006)
Luasan tutupan karang batu diterima sebagai petunjuk yang berarti bagi kondisi karang. Gomez dan Yap (1984) menjelaskan tingginya tutupan karang batu merupakan petunjuk dari karang yang sehat selain diikuti oleh kondisi keragaman jenis karang batu. Pada kelima
stasiun tersebut koloni karang batu
umumnya didominasi oleh
pertumbuhan karang bercabang (Branching Corals) dari marga Goniopora dan Porites dan karang daun Folious Corals dari marga Montipora. Dari hasil penelitian juga ditemukan secara umum 3-4 marga dengan 24 jenis karang batu. Jumlah ini cukup rendah jika dibandingkan dengan area karang yang
dijumpai di wilayah Timur
Indonesia, khususnya di Pulau Watubela Maluku, dimana marga karang batu dijumpai sekitar 44 - 50 (Edrus, 2004). Sedangkan Kondisi karang batu di pulau – pulau kecil yang berada disekitar pulau Ternate dalam kadaan baik. Di stasiun Pulau Hiri kondisi
karang batu hidup
dalam keadaan sangat baik dengan persentase tutupan sebesar 82,60 % sedangkan di Pulau Maitara kondisi karang batu hidup juga dalam kondisi baik dengan persentase tutupan sebesar 77,40 % .
Tabel. 29 Rekapitulasi Keanekaragaman Dan Kelimpahan Masyarakat Di Pulau Ternate
Ikan Karang Konsumsi
Jenis ikan
St.Sula
karang
madaha
St.Takome
St.Kastela
St.Sale ro St.Gamalama ?
Baronang
450
831
0
10
0
1291
Kerapu
1037
350
50
0
0
1437
Lencam
16
0
2
0
1
19
Kakak tua
0
37
0
4
0
41
Bambangan
19
100
1
0
196
316
Kue
2
0
0
2
2
6
ekor kuning
65
6
160
0
0
231
Bijinangka
20
14
48
7
1
90
Sumber:Data Bakosurtanal (2005),Hirto (2005).
Kondisi tutupan karang batu
hidup di Pulau Ternate ini berkorelasi dengan
kelimpahan dan keanekaragaman pada ikan karang konsumsi. Dimana pada kondisi tutupan karang hidupnya baik, maka kelimpahan ikan karang konsumsi juga tinggi. Hal ini dapat dilhat pada stasiun Sulamadaha dengan kondisi karang baik maka kelimpahan ikan karangnya juga tinggi.
Gambar 7. Kurva Interaksi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Kelimpahan Ikan Karang Konsumsi
Kelimpahan
Interaksi antara persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan karang konsumsi di Pulau Ternate 2000 1500 1000 500 0 90.00%
60%
28.00%
23%
Persentase tutupan karang hidup
21%
Demikian juga dengan
keanekaragaman ikan karang konsumsi di masing –
masing stasiun. Dari 8 jenis ikan karang yang umum dikonsumsi oleh masyarakat ratarata hanya mencakup 5 jenis. Hanya satu stasiun yang keanekaragamannya cukup baik yaitu stasiun Sulamadaha dengan mencakup 7 jenis ikan karang konsumsi.
Gambar 8. Interakasi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Keanekaragaman Ikan Karang Konsumsi Di Pulau Ternate
Keanekaragaman
Interaksi antara persentase tutupan karang hidup dengan keanekaragaman ikan karang konsumsi di Pulau Ternate 8 6 4 2 0 1
2
3
4
5
Persentase tutupan karang hidup
Robertson dan Gaines (1986) dalam Westmacott et al.(2000) menjelaskan bahwa interaksi antara ikan karang dengan habitatnya yaitu karang hidup dapat terjadi dalam 3 bentuk. Pertama, hubungan yang terjadi secara langsung dengan karang hidup sebagai tempat perlindungan terutama ikan- ikan yang berukuran kecil. Kedua, hubungan yang menyangkut interaksi makan memakan antara ikan karang dan biota sesil yang berasosiasi dengannya. Ketiga, hubungan yang melibatkan keseluruhan struktur ekosistem dan pola makan pemakan plankton dan karnifor yang berasosiasi dengan karang. Hubungan diatas secara tidak langsung menjelaskan manfaat terumbu karang sebagai feeding ground ikan karang. Fungsi ini akan berjalan bila kesehatan terumbu dalam kondisi terjaga. Menurut Pet-Soede (2000) ada beberapa faktor yang
memberikan sumbangan
terhadap komposisi komunitas ikan di ekosistem karang yang kesemuanya berhubungan dengan struktur fisik dan kompleksitas karang tersebut. Pertama, pada karang sehat keragaman dan kuantitas makanan adalah tinggi dan ini berdampak positif langsung pada keragaman dan kelimpahan ikan. Berbeda halnya jika kondisi karang tidak sehat dimana karang mati akan cepat ditumbuhi oleh alga secara berlebihan. Kemudian alga dimakan oleh herbivora seperti ikan kakatua (parrotfish, Scarus spp.), dan populasi jenis-jenis ini
dapat meningkat. Pemakanan dalam jumlah besar oleh jenis-jenis ini terkadang merusak struktur karang yang
menyebabkan erosi kerangka karang. Tetapi mereka juga
membatasi pertumbuhan alga. Meningkatnya populasi ikan yang kurang bernilai komersial ini merupakan kerugian ekonomis bagi nelayan ikan karang. Kedua, karang menyediakan lingkungan yang tepat untuk kegiatan reproduksi dan penempatan larva ikan dan ini akan turut menentukan struktur komunitas ikan dewasa nantinya (Medley et al., 1983; Eckert, 1987; Lewis,1987diacu dalam Westmacott et al., (2000) Menurut Eggleston, (1995) dalam Westmacott et al. (2000) kondisi karang yang terstruktur kompleks dan sehat akan memaksimalkan jumlah keragaman dan kuantitas ruangan guna kesuksesan reproduksi. Akhirnya, karang menyediakan naungan dan perlindungan dari para predator, khususnya bagi ikan berjenis kecil dan ini mempengaruhi pola kelangsungan hidup dan kelimpahannya saat dewasa. Secara garis besar kondisi karang sehat berdampak positif bagi ketiga faktor tersebut (makanan, reproduksi dan naungan) dan imbalannya adalah peningkatan keragaman dan kelimpahan ikan. Gambar 9. Mata Rantai Karang Sehat dengan Keanekagaman Dan Kelimpahan Ikan Ketersediaaan pangan
Kesehatan Karang
lingkungan yang tepat untuk reproduksi &peletakan larva
Keragaman&kuantitas ikan
Melindungi dari pemangsa
Sumber: (Westmacott et al. 2000) Untuk Melihat adanya hubungan fungsional antara variabel –variabel diatas dimana karang hidup sebagai variabel bebas atau prediktor sedangkan ikan karang konsumsi sebagai variabel tak bebas atau sebagai respon maka dengan meregresikan data persentase tutupan karang batu dan jumlah taksa ikan karang, hasilnya dapat memberikan petunjuk adanya interaksi antara karang hidup dengan ikan karang konsumsi. Jenis ikan yang diregresikan adalah jenis ikan karang konsumsi yang biasa ditangkap oleh nelayan. Rumus Regresi :
Y= a + ßX
Y = Jumlah individu ikan karang konsumsi a = Intercep ß= Konstanta
X = persentase tutupan karang hidup (hard coral) (%) Untuk melihat keeratan hubungan ikan karang dengan substratnya yaitu karang hidup maka total ikan karang konsumsi diregresikan dengan tutupan karang batu. Tabel 30. Hasil Regresi Antara Ikan Karang Konsumsi Dengan Karang Hidup Peubah tak bebas (Y)
Peubah bebas (X)
Intercep(a) Paramaeter(ß) R-square(%)
Ikan Karang Konsumsi Karang Hidup
Nilai R- square merupakan indikasi
- 225
18,7
52,7
terdapat atau tidaknya interaksi antara dua
peubah. Dengan hasil regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan terdapat keterkaitan antara ikan karang konsumsi dengan kondisi karang hidup. Tanda posistif dari variabel bebas sebesar 18,7 berarti bahwa variabel bebas (independent variable) berpengaruh searah terhadap variabel tergantung (dependent variable) artinya jika kondisi tutupan karang batunya dalam keadaan baik
maka kelimpahan dan
keragaman ikan karang konsumsi juga tinggi. Hal ini terjadi pada stasiun Sulamadaha, dengan kondisi karang batu yang baik maka keanekaragaman dan kelimpahan produksi ikan karang cukup tinggi dibandingkan dengan ketiga stasiun yang kondisi terumbu karangnya dalam kategori rusak. Hasil regresi masing–masing spesies ikan konsumsi tidak semuanya menunjukkan adanya hubungan keeratan. Hanya ikan baronang dan ikan kakaktua saja yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang konsumsi. Tabel 31.Hasil Regresi Masing –Masing Ikan Karang Konsumsi Dengan Tutupan Karang Hidup Dimasing –Masing Stasiun Pengamatan Peubah tak bebas
Peubah Bebas
Intercep
Parameter
R-square
Baronang
Karang hidup
-330
12,0
84,7
Kerapu
karang hidup
-83
7,57
23,9
Ekor kuning
karang hidup
98,9
-1,06
19,6
Bijinangka
karang hidup
25,0
-0,171
6,3
Ikan merah
karang hidup
75,2
-0,22
0,6
Lencam
karang hidup
2,30
0,031
1,6
Ikan kuwe
karang hidup
11,23
-0,0088
5,2
Kakatua
karang hidup
-14,8
0,535
83,98
Demikian juga dengan tanda dari variabel bebas bahwa untuk ikan baronang dan ikan kakatua menunjukkan arah yang positif yang berarti bahwa variabel bebas yaitu karang hidup berpengaruh searah terhadap variabel tergantung (ikan karang)
Pendekatan Data Time series Pendugaan nilai manfaat langsung terumbu karang
didekati
dengan data time
series. Dari data statistik perikanan karang Pulau Ter nate selama kurun waktu 10 tahun terjadi fluktuasi yang signifikan. Banyak hal yang menjadi penyebabterjadinya fluktuasi ini diantara adalah perubahan status wilayah dari Kabupaten Maluku Utara menjadi Provinsi Maluku Utara sehingga dalam melakukan pencatatan data menjadi kurang terorganisir. Kemudian adanya dampak dari kerusuhan sosial mengakibatkan pada tahun 1999-2001 banyak nelayan yang meninggalkan (eksodus) Pulau Ternate. Produksi baru kembali mengalami kenaikan setelah tahun 2002 dengan tambaha n nelayan eksodus dari Pulau Halmahera dan sekitarnya. Pergantian tenaga kerja yang cukup tinggi dalam wilayah perikanan ini berimbas pada turun naiknya hasil produksi. Disamping jumlah nelayan yang berkurang, penyebab turunnya produksi juga dipengaruhi oleh makin memburuknya kualitas terumbu karang. Fungsi terumbu karang merupakan input bagi perikanan karang, jika terjadi gangguan pada aliran manfaat ekosistem ini, secara langsung akan berakibat pada penurunan output dari ekosistem ini. Produksi perikanan karang Pulau Ternate selama 10 tahun mengalami penurunan yang signifikan.
Gambar 10. Rekapitulasi Produksi Perikanan Karang Pulau Ternate tahun 1995-2004.
Produksi (TON)
Perikanan Karang PulauTernate
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 1995
1996
1997
1998
1999
2000
Tahun
2001
2002
2003
2004
Tabel 32. Perbandingan Produktivitas Terumbu Karang dengan Luasan Terumbu karang dari tahun 1995-2004 No
Uraian
1.
Produksi ikan karang (ton)
2
Luasan Terumbu Karang (hektar)
1995
2004
885.78
682.64
2,89
1,11
Sumber : Data sekunder diolah, 2005
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa produksi perikanan tahun 1995 sebanyak 885.78 ton, dengan luasan terumbu karang 2.89 Ha. Kemudian pada tahun 2004 produksi
perikanan mengalami penurunan menjadi 682.64 ton sedangkan kondisi luasan terumbu karang berkurang menjadi 1.12 Ha. Produksi ikan karang sebesar 203,14 ton .Selain dipengaruhi oleh luasan terumbu karang produksi juga dipengaruhi oleh effort (usaha) dari nelayan. Tingginya pergantian tenaga kerja dalam wilayah perikanan turut mempengaruhi penurunan produksi selain adanya masalah sosial dimasyarakat pada tahun 1999-2002 . Dengan menggunakan data luasan terumbu karang ,data produksi time series, data trip nelayan pancing selama 10 tahun maka produksi perikanan karang Pulau Ternate tahun 2005 dapat diestimasi berdasarkan model pendugaan hubungan antara jumlah produksi ikan karang (Ct) dengan jumlah upaya tangkap (effort) dan luasan terumbu karang (Lt) dengan model parametrik dibawah ini. C2005 = ß0 + ß1Ln (Li, t--1 )Et + ß2 Ln (Li, t —1 ) Et 2 ++ ß3 C i,t-1 Dari hasil regresi parametri diatas, maka diperoleh estimasi hasil tangkapan ikan karang Pulau Ternate tahun 2005 sebesar 544,592 Ton. Produksi
dugaan tahun 2005 ini
menurun jika dibandingkan dengan produksi tahun 2004 sebesar 682,64 Ton ( Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, 2005). Nilai Kehilangan Manfaat Langs ung Terumbu Karang ( Benefit Lost ) Kawasan terumbu karang yang
berfungsi sebagai daerah pemijahan, daerah
pengasuhan dan daerah mencari makan bagi ikan karang dan biota laut lainnya yang berasosiasi dengannya, maka luasan terumbu karang menjadi input bagi produktivitas
hasil tangkapan ikan karang sehingga jika terjadi perubahan. kawasan terumbu karang akan mempengaruhi aliran nilai manfaat dari kawasan terumbu karang tersebut. Perubahan nilai ekosistem terumbu karang yang terkait dengan jumlah hasil tangkapan ikan karang dapat dikuantifikasi dengan uang. Dari Analisis citra satelit ETM LAPAN untuk tahun 1995 dan 2004 maka selama 10 tahun terjadi degradasi luasan terumbu karang di Pulau Ternate seluas 1,793 Ha, yang berarti juga kehilangan manfaat langsung dari kawasan terumbu karang . Tabel 33. Proporsi luasan terumbu karang tahun 1995 dan 2004. ? Luas (1995-
Tahun
Uraian
1995 (Ha)
2004 (Ha)
2004)(Ha)
2,899
1,11
1,793
Luas tutupan terumbu karang
(%) 61,84
Luasan (Ha)
Gambar 11. Estimasi Degradasi Luasan Terumbu Karang Pulau Ternate Dari tahun 1995-2004 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Ekosistem terumbu karang dalam konteksnya sebagai fungsi dari harga ikan karang dan perubahan luasan terumbu karang sehingga
dengan mengumpulkan data
harga (P), jumlah upaya tangkap (E) dan perubahan luasan terumbu karang (?L) ,dapat diduga nilai kehilangan manfaat langsung selama 10 tahun dari ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate.
Tabel 34. Kehilangan Nilai Manfaat Terumbu Karang Dari Tahun 1995-2004. No
Uraian (Ha dan Rp)
Tahun 1995
Tahun 2004
2,899
1,11
31.026.072.000,00
25. 928..931.600,00
1
Luasan terumbu karang
2
Nilai manfaat terumbu karang
3
Nilai manfaat Hilang
0
5.097.140.400,00
4
Nilai Manfaat Hilang per hektar
0
2.842.800.000,00
Ekonomi
NilaiManfaat
Gam 35000000000 30000000000 25000000000 20000000000 15000000000 10000000000 5000000000 0
bar 12. Perba 1995
Tahun
2004
nding an
nilai manfaat ekonomi antara tahun 1995 da n 2004
Kehilangan kawasan terumbu karang seluas 1,793 ha selama 10 tahun telah menyebabkan kehilangan aliran manfaat langsung ekosistem terumbu karang sebesar Rp 5.097.140.400,00 yang berarti juga kehilangan pendapatan (lost income) bagi nelayan pancing Pulau Ternate sebesar Rp 2.842.800.000,00 perhektar terumbu karang.. Cesar
(1996) memperkirakan bahwa Terumbu karang yang rusak akibat
penangkapan dengan racun dan bahan peledak atau kegiatan pengambilan destruktif sehingga kondisi rusak/hancur sebesar 50% hanya akan menghasilkan 6.000 US Dollar/km2 /tahun, sedangkan area terumbu karang dengan kondisi rusak sebesar
75%
2
rusak hanya menghasilkan sekitar 2.000 US Dollar /km /tahun. Jika dianalogkan dengan kondisi terumbu karang di Ternate maka kerusakan sebesar 33,7 % berdampak pada kerugian ekonomis yang setara dengan 2.000 US Dollar /km2 /tahun. Menilik kerugian ekonomi yang begitu besar akibat pemanfaatan yang tidak memperhatikan daya dukung dan kelestariannya maka upaya untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di Ternate khususnya dan di Indonesia pada saat ini adalah suatu hal yang sangat mendesak untuk dilaksanakan.