50
HASIL DAN PEMBAHASAN Arahan Kawasan Hutan Kawasan Hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44/Menhut-II/2003 Saat ini kawasan hutan di Kabupaten Deli Serdang yang secara formal masih diakui adalah 80.083 ha (32,02 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44/MenhutII/2003 tanggal 16 Pebruari 2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Sumatera Utara. Sebaran luasan dan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Deli serdang tertera dalam Tabel 13 dan Gambar 5. Tabel 13. Kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44/ Menhut-II/2003 No
Fungsi Kawasan
Luas (ha)
1
Hutan suaka alam
22.185
2
Hutan lindung
7.465
3
Hutan produksi terbatas
7.654
4
Hutan produksi
5
Hutan produksi konversi
41.843
Luas kawasan hutan
936 80.083
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Pada umumnya
kawasan hutan di Kabupaten Deli Serdang telah
dikukuhkan dan mempunyai nomor register, dan sebagian besar masyarakat sekitar hutan telah mengetahuinya. Kawasan hutan secara “clear and clean” baik secara legal formal maupun kondisi tutupannya merupakan faktor utama dalam upaya perlindungan dan pelestarian kawasan hutan terutama pada kawasan suaka alam dan hutan lindung. Adapun wilayah yang secara fungsinya ditetapkan sebagai kawasan hutan suaka alam di Kabupaten Deli Serdang adalah :
51
Gambar 5. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Deli Serdang
52
1) Cagar Alam /Taman Wisata Sibolangit (register 5/D) Secara administrasi kawasan ini terletak di Desa Sibolangit Kecamatan Sibolangit (± 40 Km dari kota Medan) dengan luas 120 ha yang terdiri dari Cagar Alam Sibolangit (zona inti) dan Taman Wisata Alam. Kawasan ini didirikan pada tahun 1914 oleh J. A. Lrozing sebagai Kebun Raya Sibolangit yang merupakan cabang dari Kebun Raya Bogor yang dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 636/Kpts/Um/ 1980 ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam Sibolangit. Kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki beraneka ragam tumbuhan tidak hanya sebagai koleksi bagi ilmu pengetahuan (laboratorium alam) juga merupakan kawasan pengembangan pariwisata. Potensi vegetasi yang banyak dijumpai didominasi oleh pohon-pohon besar seperti : angsana (Pterocarpus indicus), nyamplung (Calophyllum inophillum), meranti (Shorea, sp), juga terdapat jenis tanaman palem, pinang dan durian. Bahkan pada kawasan Taman Wisata Sibolangit juga ditemukan salah satu tumbuhan yang tergolong langka dan mempunyai daya tarik tersendiri, yaitu bunga bangkai (Amorphophallus titanum). Sedangkan satwa yang sering dijumpai adalah jenis kera dan lutung disamping juga jenis lainnya seperti babi hutan, trenggiling dan kancil. 2) Suaka Margasatwa Karang Gading Kawasan ini secara administratif pemerintahan terletak di (2) dua Kabupaten yaitu di Kabupaten Deli Serdang (berada di Kecamatan Labuhan Deli dan Hamparan Perak) dan di Kabupaten Langkat. Kawasan ini merupakan kawasan ekosistem hutan pantai (mangrove) yang telah disyahkan sejak tanggal 24 September 1932 oleh Gubernur Pesisir Timur Pulau Perca, yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tahun 1980 dengan No. 811/Kpts/Um/11/1980 dengan status sebagai kawasan Suaka Margasatwa, dengan total luas 15,765 ha. Adapun kawasan hutan SM Karang Gading yang berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang seluas 6,245 ha (register 2/D). Kawasan SM Karang Gading ini merupakan kawasan ekosistem hutan pantai/mangrove yang vegetasi dominannya adalah dari jenis bakau
53
(Rhizophora
apiculata),
langgadai
(Bruqueira
parviflora),
buta-buta
(excocaria sp), nyirih (Xylocarpus granatum) dan nipah (Nipa frustican). Sedangkan jenis satwa yang banyak dijumpai adalah Kera (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata) dan burung raja udang (Alcedo althis). Selain itu juga terdapat elang laut, ular, ikan dan beberapa jenis mamalia lainnya. Kawasan ini juga mempunyai potensi
yang dapat
dikembangkan sebagai lokasi ekowisata seperti rekreasi hutan bakau, memancing dan lokasi fotografi. 3) Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan Kawasan Tahura Bukit Barisan ini merupakan Tahura ketiga di yang ditetapkan di Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden RI No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988. Tahura Bukit Barisan ini adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan lindung meliputi: hutan lindung Sibayak I dan hutan lindung Simancik, hutan lindung Sibayak II dan hutan lindung Simancik II dan hutan lindung Sinabung serta kawasan konservasi lainnya yang terdiri dari CA/TW Sibolangit, SM Langkat Selatan, TW Lau Debukdebuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit. Secara umum luas Tahura adalah 51,600 ha yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Tanah Karo dan Kabupaten Simalungun. Adapun kawasan Tahura yang terletak di Kabupaten Deli Serdang adalah hutan lindung Sibayak I (register I/D) seluas 7.030 ha dan hutan lindung Simancik I (register I/SG) seluas 9.800 ha. Vegetasi didominasi oleh jenis pohon jenis lokal maupun jenis yang berasal dari luar. Beberapa jenis tersebut adalah Pinus merkusii, Altingia exelsa, Schima walichii, Podocarpus sp, Toona sureni, dan jenis lain seperti durian, pulai, aren, rotan dan lainnya. Sedangkan jenis satwa yang sering dijumpai adalah kera, siamang, babi hutan, kancil, burung rangkong dan lainnya. Adapun potensi lain yang penting adalah potensi ekowisata dan laboratorium alam.
54
Gambar 6. Cagar Alam Sibolangit di Kabupaten Deli Serdang Kawasan hutan yang fungsinya ditetapkan sebagai hutan produksi pada umumnya belum mempunyai batas yang jelas dan teregister, kecuali pada kawasan hutan Belawan (register 3/D) dan kawasan hutan Percut (register 4/D) yang berfungsi sebagai kawasan sebagai hutan produksi terbatas. Kawasan ini merupakan kawasan ekosistem pantai/mangrove seperti pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading yang mempunyai fungsi utama sebagai penyangga (Buffer) dari daratan, pelindung abrasi dan tempat hidup berbagai macam jenis satwa dan ikan. Kawasan hutan produksi lainnya yang belum sepenuhnya ditata batas secara penuh dan belum dikukuhkan (ter-register) mempunyai potensi konflik kepentingan dalam penggunaan/peruntukkan kawasan. Hal ini menjadi tugas bagi Pemerintah Daerah Kabupaten yang telah diberikan wewenang dalam mengelola sumberdaya alam secara berimbang dan berkelanjutan.
55
Kawasan Hutan berdasarkan Skoring Fisik Kawasan Analisis skoring fisik wilayah dilakukan dengan mengevaluasi 3 (tiga) parameter penentu fisik wilayah yaitu kemiringan lereng, jenis tanah dan intensitas curah hujan berdasarkan kriteria arahan klasifikasi fungsi kawasan Departemen Kehutanan. Hasil skoring terhadap parameter fisik tersebut menunjukkan bahwa kawasan hutan yang harus tetap dipertahankan baik secara fisik dan fungsi kawasannya adalah 9.590 ha (3,84 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang). Kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan yang berfungsi lindung. Kawasan hutan ini terletak di bagian hulu wilayah Kabupaten Deli Serdang yaitu di Kecamatan Kutalimbaru, STM Hilir, Sibiru-biru, STM Hulu, Gunung Meriah dan Sibolangit seperti tertera pada Tabel 14 dan Gambar 7. Tabel 14. Kawasan hutan berdasarkan skoring fisik kawasan Nilai Indeks/Skoring
Fungsi kawasan
1 Kutalimbaru
230
Hutan lindung
1.208
2 STM. Hilir
225
Hutan lindung
636
3 Sibiru-biru
220
Hutan lindung
117
4 Sibolangit
200
Hutan lindung
1.902
5 STM Hulu
190
Hutan lindung
3.107
6 Gunung Meriah
180
Hutan lindung
2.619
No
Kecamatan
Luas keseluruhan
Luas (ha)
9.590
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan lindung yang secara fungsinya merupakan pengatur sistem hidro-orologis bagi kawasan di bagian bawahnya. Kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai kawasan resapan air yang dapat dimanfaatkan dalam penyediaan air minum terutama bagi masyarakat sekitarnya. Mengingat fungsinya yang sangat penting tersebut, maka kawasan hutan ini secara mutlak harus tetap dipertahankan fisiknya sebagai kawasan hutan dengan ekosistem yang ada di dalamnya tanpa adanya gangguan yang akan mempengaruhi fungsi ekologis di dalamnya.
56
Gambar 7. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Hasil Skoring Fisik Kawasan
57
Kawasan Hutan berdasarkan Kemampuan Lahan Hasil analisis kemampuan lahan menunjukkan bahwa lahan di wilayah Kabupaten Deli Serdang terdiri dari kelas kemampuan I-VIII. Berdasarkan analisis kemampuan lahannya tersebut, sebagian besar wilayah Kabupaten Deli Serdang merupakan kawasan dengan kelas kemampuan lahan I-IV yang merupakan lahan yang sesuai untuk dimanfaatkan sebagai areal pertanian dan pekebunan atau pemanfaatan produktif lainnya. Berdasarkan kelas kemampuan lahannya, maka kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan adalah areal dengan kelas kemampuan VII-VIII. Hasil analis menunjukkan bahwa areal yang berdasarkan kelas kemampuan lahannya dikategorikan sebagai kelas VII-VIII adalah 24.029 ha (9,62 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang). Hasil evaluasi kemampuan lahan tersebut tertera dalam Tabel 15 dan Gambar 8. Tabel 15 menunjukkan bahwa lahan dengan kelas kemampuan lahan VII dan VIII adalah kawasan dengan bentang lahan perbukitan, pegunungan, plato dan strato volkan. Bentang lahan ini pada umumnya dijumpai dibagian hulu (upstream areas) serta memiliki kemiringan lereng yang curam dan terjal. Hal ini menggambarkan bahwa kawasan yang harus tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan adalah kawasan yang secara fisik luasan dan vegetasi penutup lahannya adalah kawasan yang berada pada bagian hulu wilayah Kabupaten Deli Serdang. Perlindungan kawasan ini sangat penting dilakukan, karena keberadaan kawasan ini memberikan pengaruh yang langsung terhadap keberadaan kawasan yang ada di bagian bawahnya (hilir), terutama sebagai kawasan resapan air dan kawasan perlindungan dari bahaya longsor dan banjir bagi kawasan pemukiman dan kawasan kawasan pertanian.
58
Tabel 15. Satuan lahan dan peruntukan lahan berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan No
Uraian bentang lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
dataran aluvial peralihan ke marin dataran banjir dari sungai meander dataran banjir dari sungai meander kipas aluvial dan koluvial dataran pasang surut estuarian cekungan muda dataran pasang surut rawa dataran pasang surut dataran pantai rawa belakang pantai kompleks beting pantai berselang cekungan muda beting pantai muda dataran dataran tinggi tuf toba masam dataran tinggi tuf toba masam dataran rendah dan kaki lereng tuf toba masam dataran rendah dan kaki lereng tuf toba masam statovolkan, tuf intermedir dan basis dataran dan platovolkan perbukitan volkan pegunungan volkan dataran dan platovolkan dataran volkan stratovolkan kipas volkan lereng terjal daerah pemukiman luas keseluruhan
*)uas didasarkan perhitungan di peta
Jenis tanah eutropepts, fluvaquents, tropaquepts tropofluvents, tropaquepts tropaquepts eutropepts, fluvaquents, tropaquepts hydraquents, eutropepts hydraquents, tropaquents hydraquents, sulfaquents sulfaquents, Hydraquents tropaquents, hydraquents tropaquents, tropaquepts hydraquents, tropopsamments tropopsamments haploqouxs, dystropepts hydrandepts, dystropepts hydrandepts, dystropepts dystropepts, kandiudults tropaquepts, dystropepts dystrandepts, hydrandepts, troporthens eutrandepts hapludoxs dystropets,hapludoxs eutrandepts dystropepts, dystrandepts, hydrandepts, tropaquepts, dystropepts -
Kelas kemampuan I IV IV III II I II II II II II III V II III III II II IV VII VIII VII III VII III VIII -
Peruntukan lahan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan non hutan hutan hutan hutan non hutan hutan non hutan hutan non hutan
Luas (ha) ha (%) 9,558 3.83 6,294 2.52 982 0.39 849 0.34 6,003 2.40 4,144 1.66 3,740 1.50 7,357 2.95 2,028 0.81 11,890 4.76 1,679 0.67 1,045 0.42 880 0.35 481 0.19 452 0.18 33,181 13.28 47,588 19.05 34,214 13.70 12,994 5.20 2,125 0.85 13,586 5.44 5,101 2.04 6,703 2.68 1,929 0.77 30,827 12.34 1,288 0.52 2,854 1.14 249,772 100,00
59
Gambar 8. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Kemampuan Lahannya
60
Kawasan Hutan berdasarkan Tutupan Lahan Analisis kawasan hutan berdasarkan tutupan lahannya dilakukan untuk mengevaluasi kondisi vegetasi penutupan lahan pada saat ini dan perubahan penutupan/penggunaan lahan yang terjadi pada kawasan hutan. Analisis ini didasarkan atas kondisi penutupan lahan kawasan hutan yang masih bervegetasi (berupa hutan) berdasarkan hasil dari interpretasi citra landsat ETM tahun 2005 oleh Departemen Kehutanan. Hasil interpretasi tersebut adalah berupa peta landcover/land use Kabupaten Deli Serdang tahun 2005. Hasil analisis menunjukkan bahwa luas kawasan hutan yang penutupan lahan eksistingnya masih berupa hutan adalah 19.113 ha (7,65 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) seperti tertera pada Tabel 16 dan Gambar 9. Tabel 16. Kawasan hutan yang masih berhutan di Kabupaten Deli Serdang No
Fungsi kawasan (SK Menhut)
1
Hutan suaka alam (HSA)
2 3
Hutan lindung Hutan produksi terbatas (HPT)
4 5
Hutan produksi Hutan konversi Luas keseluruhan
Kondisi tutupan berhutan (ha) 15,716 1,520 944 933 19.113
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Luas tutupan lahan yang masih berhutan ini sangat kecil bila dibandingkan dengan luas penunjukan kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.44/Menhut-II/2003 yaitu seluas 80.083 ha atau 32,02 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang (Tabel 13). Hal ini mengambarkan bahwa telah terjadi perubahan penutupan/penggunaan lahan yang cukup significant yaitu seluas 60.970 ha pada kawasan hutan akibat dari pengunaan lahan untuk pemanfaatan produktif lainnya berupa pertanian, perkebunan dan areal tambak.
61
Gambar 9. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Kondisi Tutupan Lahan
62
Arahan Kawasan Hutan di Kabupaten Deli Serdang Analisis untuk menentukan kawasan hutan yang lazim dikembangkan saat ini adalah dengan melakukan analisis bio-fisik kawasan. Salah satu teknik yang dilakukan adalah dengan cara mengkombinasikan parameter bio dan fisik kawasan berupa bentang lahan, topografi dan vegetasi yang ada di atasnya, meliputi fisiografi, geologi, tanah, topografi dan vegetasi pada kawasan tersebut (Smalley, 1984 dalam Cruz R. V. O. 1999). Berdasarkan hasil dari analisis yang dilakukan, secara umum arahan kawasan hutan yang harus dipertahankan adalah 50.009 ha (20,02 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) yang terdiri dari kawasan hutan lindung seluas seluas 27.983 ha (11,20 %) dan suaka alam seluas 22.026 ha (8,82 %) sepeti tertera
pada
Tabel
17.
Arahan
kawasan
hutan
ini
merupakan
hasil
kompilasi/penggabungan dari beberapa analisis kawasan hutan yang telah dilakukan seperti pada halaman sebelumnya. Teknik analisis yang dilakukan adalah dengan melakukan overlay (union) antara peta kawasan hutan berdasarkan skoring fisik kawasan, peta kawasan hutan berdasarkan kemampuan lahannya, serta peta kawasan hutan berdasarkan kondisi eksisting. Selanjutnya hasil overlay tersebut dikompilasi dengan kawasan konservasi berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan (SK Menhut No. 44/Menhut-II/2003) menjadi peta arahan kawasan hutan seperti tertera pada Gambar 10. Tabel 17. Hasil analisis dan arahan kawasan hutan di Kabupaten Deli Serdang No 1 2 3 4 1 2
Kawasan hutan Analisis kawasan hutan Skoring fisik kawasan Kemampuan lahan Tutupan lahan yang masih berhutan Penunjukan kawasan hutan (SK. Menhut) Arahan kawasan hutan Hutan lindung Hutan konservasi Luas arahan kawasan hutan
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Luas (ha)
%
9.590 24.029 19.113 80.083
3,84 9,62 7,65 32,06
27.983 22.026 50,009
11,20 8,82 20,02
63
Gambar 10. Peta Arahan Kawasan Hutan di Kabupaten Deli Serdang
64
Arahan kawasan hutan ini merupakan arahan kawasan hutan yang harus tetap dipertahankan baik dari luasan fisik kawasan maupun dari sistem ekologis yang ada di dalamya yakni berupa hutan primer dan hutan sekunder tanpa adanya gangguan yang akan mengubah keseimbangan ekosistem yang ada. Luasan kawasan hutan ini memang masih relatif kecil yakni sekitar 20,02 % dari luas wilayah bila dibandingkan dengan adanya kebijakan pusat untuk mempertahankan kawasan hutan minimal 30 % dari luas lahan/wilayah. Akan tetapi kawasan ini berdasarkan kondisi biofisiknya diharapkan mampu untuk menyeimbangkan pemanfaatan sumberdaya alam yang ada demi keberlanjutan hidup manusia khususnya yang berada di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada kawasan hutan yang telah ditetapkan berdasarkan penunjukan kawasan hutan (SK Menhut), bahwa sampai saat ini telah terjadi degradasi hutan yang cukup significant akibat dari okupasi kawasan hutan tersebut menjadi areal/kawasan non hutan baik berupa lahan pertanian, perkebunan maupun sebagai lahan tambak. Kerusakan kawasan hutan yang telah terjadi ini mengakibatkan luas tutupan lahan berhutan menjadi terus berkurang seiring dengan bergulirnya waktu. Salah satu upaya yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam menuntaskan permasalahan tersebut adalah dengan melakukan pemantapan kawasan hutan secara “clear and clean” maupun dengan membuat kesepahaman antara stake holders di daerah mengenai kewenangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan tersebut.
65
Arahan Kawasan Lindung Identifikasi Kawasan Lindung berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 Identifikasi kawasan lindung dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Berdasarkan kriteria/jenis kawasan lindung yang terdapat dalam Keppres dimaksud, bahwa tidak semua kriteria/jenis kawasan lindung tersebut terdapat di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Hal ini disebabkan karena di wilayah Kabupaten Deli Serdang tidak terdapat kawasan bergambut, danau/waduk dan cagar budaya. Hasil analisis dari berbagai parameter yang digunakan dalam kajian ini menunjukkan bahwa daerah yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung adalah 96.764 ha (38,74 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang). Kawasan lindung tersebut terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya (hutan lindung), kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai, sempadan pantai dan kawasan mata air), kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka maragasatwa), kawasan rawan bencana alam, dan kawasan lindung lainnya (hutan bakau) seperti tertera pada Tabel 18 dan Gambar 11. Tabel 18. Kawasan lindung hasil analisis di Kabupaten Deli Serdang No
Jenis kawasan lindung
1 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya - Hutan lindung 2 Kawasan perlindungan setempat - Sempadan sungai - Sempadan pantai - Mata air 3 Kawasan Suaka Alam - Cagar Alam - Suaka Margasatwa - Tahura 4 Kawasan rawan bencana alam 5 Kawasan lindung lainnya - Kawasan pantai berhutan bakau ` Total Luas Kawasan Lindung *) Luas didasarkan perhitungan di peta
ha
Luas
%
27.983
11,20
29.935 335 8
11,98 0,13 0,00
120 5.383 16.523 11.435
0,05 2,16 6,62 6,62
5.042 96.764
2,09 38,74
66
Gambar 11. Peta Kawasan Lindung di Kabupaten Deli Serdang
67
Kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya Berdasarkan hasil analisis, kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya di wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah kawasan hutan lindung. Kawasan hutan lindung diperoleh dari hasil skoring fisik kawasan dan analisis kemampuan lahan ditambah dengan kawasan hutan lindung lainnya yang telah ditetapkan dalam peta penunjukan kawasan hutan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Luas kawasan hutan lindung adalah 27.983 ha (11.20 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang), yang tersebar di Kecamatan Kutalimbaru, Pancurbatu, Bangun Purba, STM Hilir, STM Hulu, Sibolangit, Sibiru-biru, Gunung Meriah dan Percut Sei Tuan. Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologi untuk menjamin ketersediaan unsur hara, air tanah dan air permukaan.
Gambar 12. Hutan Lindung Sibayak di Kabupaten Deli Serdang
68
Kawasan perlindungan setempat Berdasarkan hasil analisis, kawasan perlindungan setempat yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang adalah sempadan sungai, sempadan pantai dan kawasan sekitar mata air. Kawasan perlindungan setempat berupa sempadan sungai terdiri dari sempadan sungai besar (utama) yang ditetapkan sebesar 100 meter kanan-kiri sungai dan sempadan sungai kecil yang ditetapkan 50 meter kanan-kiri sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Berdasarkan hasil analisis, luas sempadan sungai adalah 29.935 ha (11,98 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kawasan perlindungan setempat berupa sempadan pantai ditetapkan sebesar 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan sebagai penyangga (buffer) untuk melindungi pantai dari abrasi akibat gelombang air laut, serta menjaga keberlangsungan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis, luas sempadan pantai adalah 335 ha (0,13 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) yang terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Kawasan lindung sekitar mata air didasarkan atas sebaran mata air yang digunakan oleh masyarakat dan PDAM Tirta Deli yang tedapat di wilayah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sekitar radius 200 meter di sekeliling mata air. Perlindungan terhadap mata air dilakukan untuk melindungi mata air sebagai sumber air bersih bagi masyarakat terhadap gangguan yang dapat merusak kualitas dan kuantitas air minum tersebut. Sebaran mata air yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 8 (delapan) titik mata air yang tersebar di Danau Linting (Kecamatan STM Hulu), desa Penen (Sibiru-Biru), Gunung Rinti (STM Hilir) serta Bandar Baru, Batu layang, Durian Sirugum, Bukum, Sibolangit yang berada di Kecamatan Sibolangit.
69
Gambar 13. Sempadan Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang Kawasan suaka alam Berdasarkan hasil analisis, kawasan suaka alam yang berada di Kabupaten Deli Serdang adalah cagar alam dan suaka margasatwa dan tahura. Kawasan suaka alam ini merupakan kawasan konservasi yang telah ditetapkan oleh Deapartemen Kehutanan dan saat ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Propinsi Sumatera Utara yang merupakan unit pelaksana teknis dari Departemen Kehutanan. Kawasan konservasi ini secara umum berfungsi sebagai kawasan yang memberikan perlindungan bagi keanekaragaman biota, tipe ekosistem dan kekhasan lainya yang bermanfaat sebagai sumber plasma nutfah, kepentingan ilmu pengetahuan dan rekreasi. Saat ini Kabupaten Deli Serdang memiliki kawasan suaka alam berupa Cagar Alam/Taman Wisata Sibolangit seluas 120 ha dan Suaka Margasatwa Karang Gading seluas 5.383 ha serta kawasan Tahura Bukit barisan seluas 16.523 ha sebagaimana dijelaskan pada pada halaman sebelumnya.
70
Kawasan lindung lainnya Berdasarkan hasil analis, kawasan lindung lainnya yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang adalah kawasan hutan pantai/mangrove. Kawasan mangrove ini terdapat di bagian utara yaitu terutama pada sekitar pantai yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka.
Perlindungan terhadap ekosistem
hutan mangrove ini diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan penyangga (buffer), terhadap gelombang pasang (tsunami). Keberadaan hutan mangrove ini juga sangat penting fungsinya terutama sebagai pelindung utama pantai dari abrasi laut serta merupakan habitat utama bagi ikan, udang, kepiting. Hasil analisis menunjukkan bahwa luas keseluruhan kawasan hutan mangrove yang ada di Kabupaten Deli Serdang adalah 5.042 ha (2,02 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) yang tersebar di Kecamatan Hamparan Perak, Percut Sei Tuan, Pantai Labu dan Labuhan Deli.
Gambar 14. Hutan Bakau Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
71
Kawasan rawan bencana Berdasarkan hasil analisis, kawasan rawan bencana di Kabupaten Deli Serdang adalah kawasan rawan bahaya longsor. Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana baik yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh manusia. Kawasan rawan bencana yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang didasarkan atas lokasi/kawasan yang sering terjadi longsor yang disebabkan karena tingkat kerentanan gerakan tanah yang tinggi berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Sumatera Utara. Kawasan rawan bencana ini seluas 11,435 ha atau (4,58 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung guna mencegah kerugian yang lebih besar bagi manusia.
Gambar 15. Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kabupaten Deli Serdang
72
Arahan Penataan Ruang Sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka Pemerintah Daerah Kabupaten diwajibkan untuk menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) sebagai acuan makro dalam perencanaan pembangunan. Rencana tata ruang yang disusun tersebut, berdasarkan fungsi utama kawasannya terbagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan data luas wilayah Kabupaten Deli Serdang dan hasil analisis kawasan lindung sesuai dengan Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka secara umum arahan perencanaan tata ruang di Kabupaten Deli Serdang adalah kawasan lindung dengan luas 96.764 ha (38,74 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) serta kawasan budidaya dan kawasan tertentu dengan luas 153.016 ha (61,26 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) seperti tertera pada Tabel 19 dan Gambar 16. Tabel 19. Arahan penataan ruang di Kabupaten Deli Serdang No
Luas
Jenis kawasan
1
Kawasan lindung
2
ha
%
96.764
38,74
Kawasan budidaya dan kawasan tertentu
153.016
61,26
Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang
249.772
100,00
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Arahan penataan ruang berdasarkan hasil analisis kawasan lindung sesuai dengan Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, telah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang telah mengamanatkan perlindungan terhadap kawasan lindung sebesar 30 % dari luas wilayah Kabupaten/Kota. Arahan penataan ruang ini diharapkan merupakan suatu arahan perencanaan pemanfaatan
ruang
makro
di
Kabupaten
Deli
Serdang
yang
telah
mengintegrasikan keseimbangan antara daerah hulu dan hilir dalam suatu ekosistem, sehingga terwujud pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya secara serasi, nyaman produktif dan berkelanjutan.
73
Gambar 16. Peta Arahan Penataan Ruang di Kabupaten Deli Serdang
74
Penyimpangan Fungsi Kawasan Lindung Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan Propinsi Rencana penataan ruang di Kabupaten Deli Serdang saat ini secara formal tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 11 Tahun 2001 tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Deli Serdang Tahun 1999-2009 dan Peraturan Daerah Propinsi Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2018. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten No. 11 Tahun 2001 tersebut, wilayah Kabupaten Deli Serdang terbagi menjadi kawasan lindung dengan luas 43.859 ha (17,56 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) dan kawasan budidaya dengan luas 205.913 ha (82,44 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) seperti tertera pada Tabel 20. Sedangkan berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Nomor 7 Tahun 2003 tersebut, wilayah Kabupaten Deli Serdang menjadi kawasan lindung seluas 37.639 ha (15,07 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) dan kawasan budidaya seluas 21.133 ha (84,93 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) seperti tertera dalam Tabel 21. Tabel 20. Rencana tata ruang (RTRW) Kabupaten Deli Serdang tahun 1999-2009 No
Jenis kawasan
(ha)
Luas
(%)
43.859
17,56
Kawasan budidaya
205.913
82,44
Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang
249.772
100,00
I
Kawasan lindung
II
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Tabel 21. Rencana tata ruang (RTRW) Propinsi Sumatera Utara di Kabupaten Deli Serdang tahun 2003 – 2018 No
Jenis kawasan
I
Kawasan lindung
II
(ha)
Luas
(%)
37.639
15,07
Kawasan budidaya
212.133
84,93
Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang
249.772
100,00
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
75
Penutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi penutupan/ penggunaan lahan eksisting di wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah analisis Citra Landsat ETM+ tahun 2005. Interpretasi dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra dibantu dengan unsur-unsur interpretasi yang unik. Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan diperoleh 12 (dua belas) jenis penggunaan lahan yaitu : 1) Hutan lahan kering sekunder 2) Hutan rawa/mangrove, 3) Hutan tanaman industri (HTI), 4) Perkebunan, 5) Kebun campuran, 6) Pertanian lahan kering/tegalan 7) Pemukiman, 8) Semak/belukar, 9) Sawah, 10) Tambak, 11) Tanah terbuka dan 12) Tubuh air. Sebaran penutupan/penggunaan lahan eksisting tersebut didominasi oleh pertanian lahan kering campuran (48,18% dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) dan perkebunan (20,84 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang).
Adapun
sebaran pola penutupan/penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Deli Serdang secara lengkap tertera pada Tabel 22. Tabel 22. Penutupan/penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Deli Serdang No
Tipe penutupan/penggunaan lahan
ha
Luas
(%)
17.393
6,96
1.370
0,55
350
0,14
Pemukiman
16.744
6,70
5
Perkebunan
52.041
20,84
6
Pertanian lahan kering/tegalan
63.806
25,55
7
Kebun campuran
56.404
22,58
8
Sawah
17.342
6,94
9
Semak/belukar
9.127
3,65
10
Tambak
7.856
3,15
11
Tanah terbuka
1.806
0,72
12
Tubuh air
5.533
2,22
1
Hutan lahan kering sekunder
2
Hutan rawa/mangrove
3
Hutan tanaman industri
4
Luas wilayah keseluruhan
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
249,772
100.00
76
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kondisi Penutupan/Penggunaan Lahan Analisis dilakukan untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi, khususnya pada kawasan lindung terhadap rencana tata ruang wilayah. Analisis yang dilakukan adalah analisis perbandingan antara RTRW Propinsi Sumatera Utara di wilayah Kabupaten Deli Serdang dan RTRW Kabupaten Deli Serdang dengan kondisi eksisting penutupan/penggunaan lahan. Hasil overlay antara peta RTRWP tahun 2003 dan peta penggunaan lahan tahun 2005, menunjukkan bahwa terdapat 16.934 ha atau 45,29 % dari kawasan lindung dalam RTRWP yang penutupan lahannya masih berupa hutan lahan kering, 799 ha (2,14 % dari luas kawasan lindung) berupa hutan rawa/mangrove serta adanya penggunaan lahan berupa perkebunan seluas 1.574 ha (4,14 %), pertanian lahan kering/tegalan seluas 461 ha (1,23%), kebun campuran seluas 8.889 ha (23,77 %), sawah seluas 957 ha (2,56%), semak belukar seluas 6.598 ha (17,65%), tambak 1.075 ha (2,87%) tanah terbuka seluas 9 ha (0,02 %) dan tubuh air 123 ha (0,33 %) pada kawasan lindung seperti tertera pada Tabel 23. Tabel 23. Penutupan/penggunaan lahan eksisting berdasarkan RTRW Propinsi Sumatera Utara di Wilayah Kabupaten Deli Serdang tahun 2003-2018 No Penggunaan lahan eksisting 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa/mangrove Hutan tanaman industri Pemukiman Perkebunan Pertanian lahan kering Kebun campuran Sawah Semak/belukar Tambak Tanah terbuka Tubuh Air Luas keseluruhan Prosentase
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Rencana tata ruang Kabupaten Deli Serdang Kawasan lindung Kawasan budidaya (ha) (%) (ha) (%) 16.934 45,29 339 0,16 799 2,14 425 0,20 351 0,17 16.626 7,83 1.547 4,14 50.434 23,75 461 1,23 63.245 29,78 8.889 23,77 47.408 22,32 957 2,56 17.395 8,19 6.598 17,65 7.288 3,43 1.075 2,87 6.69 3,15 9 0,02 1.796 0,85 123 0,33 383 0,18 37.392 212.38 14,97 100,00 85,03 100,00
77
Berdasarkan hasil analisis, terdapat penyimpangan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang dimanfaatkan sebagai kawasan produktif/budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung kawasan lindung dimaksud. Penyimpangan yang terjadi di dalam RTRW Propinsi Sumut di wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah 28,47 % yaitu adanya pemanfaatan lahan berupa perkebunan (4,14 %), pertanian lahan kering/tegalan (1,23 %), sawah (2,56 %), semak belukar (17,65 %), tambak (2,87 %) dan tanah terbuka (0.02 %) seperti tertera pada Gambar 17.
50 45.29
%
40 30
23.77 17.65
20 10
4.14
1.23
2.56
2.87
0.02 0.33
H
H
ut an
la
ha n
ke ut ring an s ra e k un w a/ m de r an Pe rta P e g ro n v l a i a n rk e e b ha n laha una ke n ri n n k er g ca i n g / m pu ra n Se Sa m ak wa h /b el uk ar Ta Tam na ba h te k rb u Tu ka bu h Ai r
0
2.14
Gambar 17.
Grafik Penutupan/Penggunaan Lahan Kawasan Lindung di dalam RTRW Propinsi Sumut di Kabupaten Deli Serdang
Hasil overlay antara peta RTRW Kabupaten Deli Serdang tahun 1999-2009 dan peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2005, menunjukkan bahwa seluas 16.443 ha atau 39,71 % luas kawasan lindung dalam RTRWP merupakan hutan lahan kering sekunder dan seluas 1.231ha (2,97 % dari luas kawasan lindung) merupakan hutan rawa/mangrove. Selain itu, pada kawasan yang dialokasikan sebagai kawasan lindung terdapat penggunaan lahan berupa perkebunan seluas 2.698 ha (6,52 %), pertanian lahan kering/tegalan seluas 1.017 ha (2.46 %), kebun campuran seluas 10.515 ha (25,40 %), sawah seluas 688 ha (1,66 %), semak
78
belukar seluas 5.836 ha (14,10 %), tambak 2.505 ha (6,05 %), tanah terbuka seluas 72 ha (0,17 %) dan tubuh air 398 ha (0,96 %) seperti tertera pada Tabel 24. Tabel 24. Penutupan/Penggunaan lahan eksisting di wilayah Kab. Deli Serdang berdasarkan RTRW Kab. Deli Serdang tahun 1999-2009 No Penggunaan lahan eksisting 1
Hutan lahan kering sekunder
2
Rencana tata ruang Kabupaten Deli Serdang Kawasan lindung Kawasan budidaya (ha) (%) (ha) (%) 16.443
39,71
972
0,47
Hutan rawa/mangrove
1.231
2,97
517
0,25
3
Hutan tanaman industri
-
351
0,17
4
Pemukiman
1
0,00
16.765
8,05
5
Perkebunan
2.698
6,52
49.411
23,71
6
Pertanian lahan kering
1.017
2,46
62.871
30,17
7
Kebun campuran
10.515
25,40
45.963
22,06
8
Sawah
688
1,66
16.676
8,00
9
Semak/belukar
5.836
14,10
8.141
3,91
10
Tambak
2.505
6,05
4.685
2,25
11
Tanah terbuka
72
0,17
1.737
0,83
12
Tubuh Air
398
0,96
279
0,13
Luas wilayah keseluruhan Prosentase
-
41.404
208.368
16,58
83,42
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Berdasarkan hasil analisis, terdapat penyimpangan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung kawasan lindung dimaksud. Penyimpangan pemanfaatan ruang terhadap kawasan lindung di dalam RTRW Kabupaten Deli Serdang adalah 30,96 % yaitu adanya pemanfaatan lahan berupa perkebunan (6,52%), pertanian lahan kering/tegalan (2,46 %), sawah (1,66%), semak belukar (14,10%), tambak (6,05%) dan tanah terbuka seluas (0.17%) seperti tertera pada Gambar 18.
79
50 40
39.71
%
30
25.4
20
14.1
10
6.52 2.97
0
1.66
0.17 0.97
H ut an
la ha n ke H r ut an ing se ra ku w a/ nd m er an gr ov Pe e m Pe u ki rta P ni erk ma an n e la bun h Ke a a bu n k n er n in ca g m pu ra n Se S m aw ak a h /b el uk ar Ta Ta m na ba h te k rb Tu uka bu h A ir
0
6.05 2.46
Gambar 18. Penggunaan/Penutupan Lahan Kawasan Lindung di dalam RTRW Kabupaten Deli Serdang Penyimpangan pemanfaatan ruang ini tidak terlepas dari tidak ditaatinya dokumen rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dimana rencana tata ruang wilayah
belum
menjadi
komitmen
aparat
terkait
dalam
pelaksanaan
pembangunan, sehingga seringkali penerapan kebijakan daerah yang terkait dengan penggunaaan lahan dan penataan ruang belum sepenuhnya didasarkan dengan dokumen RTRW dimaksud. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Hal ini harusnya menjadi dasar kepatuhan yang harusnya dilaksanakan dalam upaya penaataan ruang wilayah demi kepentingan bersama. Penegakan hukum bagi pelanggar rencana tata ruang yang belum dilaksanakan memberikan andil yang besar dalam penyimpangan pemanfaatan ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pihak swasta. Faktor lain penyebab penyimpangan pemanfaatan ruang adalah kurangnya sosialisasi RTRW baik dalam proses penyusunan maupun setelah dokumen RTRW disyahkan kepada setiap stake holders dan yang terpenting kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebenarnya telah
80
menyebutkan bahwa dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang diharuskan mengakomodasi usulan masyarakat dan menuntut peran aktif masyarakat dalam proses penyusunannya. Kurang terlibatnya peran masyarakat dalam penataan ruang, khususnya penataan kawasan lindung, mengakibatkan tidak adanya rasa empati/memiliki dari masyarakat terhadap kawasan lindung, sehingga seringkali dikalahkan dengan pemanfaataan lainnya, yang bernilai ekonomis tinggi. Sehingga dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan penataan ruang, pelaksanaan hak, kewajiban dan peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantu terwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta menaati keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang.
81
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kawasan Lindung berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Kawasan lindung di wilayah Kabupaten Deli Serdang yang telah ditetapkan dalam RTRW Propinsi Sumut di Kabupaten Deli Serdang adalah 37.639 ha (15,07 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang) dan RTRW Kabupaten Deli Serdang adalah 43.859 ha (17,56 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang). Sedangkan kawasan lindung berdasarkan hasil analisis sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 adalah 96.764 ha (38,74 % dari luas wilayah Kabupaten Deli Serdang). Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa masih banyak lahan yang seharusnya berfungsi lindung namun dalam dokumen RTRW yang telah dibuat belum ditetapkan sebagai kawasan lindung. Hasil overlay antara peta RTRW Propinsi Sumut di wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan peta kawasan lindung hasil analisis berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990, menunjukkan bahwa kawasan yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung dan telah dialokasikan sebagai kawasan lindung dalam RTRWP adalah 55,11 % dari luas kawasan lindung berdasarkan Keppres dan selebihnya 44,89 % dialokasikan tidak sesuai dengan Keppres, yaitu sebagai kawasan budidaya seperti tertera pada Tabel 25. Tabel 25. Kawasan lindung hasil analisis dalam RTRW Propinsi Sumatera Utara di Kabupaten Deli Serdang No
Kawasan lindung hasil analisis
1 Kawasan perlindungan bawahannya
RTRW Prop. Sumut di Kab. Deli Serdang Kawasan lindung Kawasan budidaya (ha) (ha) 24.552
3.245
2 Kawasan perlindungan setempat
4.831
24.799
3 Kawasan rawan bencana
1.189
10247
21.914
109
128
4.455
Luas total
52.614
42.855
Prosentase
55,11
44,89
4 Kawasan suaka alam 5 Kawasan lindung lainnya
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Hasil overlay antara peta RTRW Kabupaten Deli Serdang dan peta kawasan lindung hasil analisis berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990,
82
menunjukkan bahwa kawasan yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung dan telah dialokasikan sebagai kawasan lindung dalam RTRWK adalah 54,73 % dari luas kawasan lindung berdasarkan Keppres dan selebihnya 45,27 % dialokasikan tidak sesuai dengan Keppress dimaksud, yaitu sebagai kawasan budidaya seperti tertera pada Tabel 26. Tabel 26. Kawasan lindung hasil analisis dalam RTRW Kabupaten Deli Serdang No
Kawasan Lindung Hasil Analisis
RTRW Kabupaten Deli Serdang Kawasan Lindung Kawasan Budidaya (ha) (ha)
1 Kawasan perlindungan bawahannya
20.822
7.111
5.403
24.867
812
10.623
20.846
1.180
5.042
-
Luas total
52.925
43.781
Prosentase
54,73
45,27
2 Kawasan perlindungan setempat 3 Kawasan rawan bencana 4 Kawasan suaka alam 5 Kawasan lindung lainnya
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam dokumen RTRW yang saat ini secara legal berlaku tidak mengakomodasi kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai, sempadan pantai) serta kawasan rawan bencana yang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung termasuk dalam kriteria penyusunan dokumen RTRW. Sehingga menyebabkan prosentase kawasan lindung yang telah ditetapkan dan dialokasikan dalam RTRW masih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah
(Propinsi
dan
Kabupaten)
tidak
konsisten
dalam
menegakkan
aturan/kebijakan dalam penentuan kawasan lindung, dimana tidak semua kriteria/parameter fisik kawasan lindung yang terdapat di wilayah Kabupaten Deli Serdang dijadikan dasar dalam menetapkan kawasan lindung. Sehingga kualitas dokumen RTRW menjadi yang kurang lengkap dan perlu untuk diperbaiki/revisi menjadi dokumen RTRW yang lebih baik, tegas dan berkualitas.
83
Kawasan Lindung berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan Penggunaan Lahan Eksisting. Hasil overlay antara peta kawasan lindung hasil analisis berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan peta penggunaan lahan 2005 menunjukkan bahwa secara keseluruhan telah terdapat pelanggaran terhadap Keppres No. 32 Tahun 1990 dimaksud, seluas 33.072 ha atau 34,95 % dari luas kawasan lindung seperti tertera pada Tabel 27.
Hasil ini didasarkan adanya
pemanfaatan lahan secara intensif (kegiatan budidaya) pada kawasan lindung berupa pemukiman sebesar 1,53 %, pertanian lahan kering sebesar 15,09 %, sawah sebesar 3,36 %, tambak sebesar 3,74 %, tanah terbuka sebesar 0,37 % dan lahan yang ditumbuhi oleh semak/belukar seluas 10,86 %. Hasil pengamatan di lapangan terhadap beberapa lokasi kawasan lindung, menunjukkan bahwa memang telah terdapat penyimpangan pemanfaatan kawasan lindung dimaksud. Penyimpangan tersebut banyak disebabkan oleh aktivitas masyarakat sekitar yang memanfaatkan lahan untuk penggunaaan lahan perkebunan, pertanian (sawah/ladang), tambak dan kegiatan produktif lainnya ataupun untuk digunakan sebagai tempat pemukiman. Mengingat masih banyaknya kegiatan budidaya yang dilakukan pada kawasan lindung dan dilakukan secara terus-menerus dan meluas dan tidak segera diantisipasi oleh Pemerintah Daerah maka kemungkinan permasalahan/ kerugian berupa bencana alam akan terjadi akibat dari terganggunya sistem ekologis (fungsi lindung) di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Beberapa alternatif antisipasi yang mungkin bisa dilaksanakan adalah berupa pemantapan kawasan lindung yang ada berupa penetapan kawasan lindung yang clear dan clean (kepemilikan, kewenangan dan status hukum), penunjukan stake holders/instansi pengelola kawasan lindung yang jelas secara kewenangan, pemanfataan kawasan lindung secara kemitraan (colaborative management) dengan mengedepankan tradisi lokal yang arif (wisdom traiditional), serta upaya diseminasi/penyuluhan yang lebih intensif terhadap keberadaan kawasan lindung dimaksud.
84
Tabel 27. Penggunaan lahan eksisting pada kawasan lindung berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 Penggunaan lahan Kondisi Eksisting Hutan tanaman Pemukiman Perkebunan Pertanian kebun Sawah lahan kering campuran industri
Kawasan lindung hasil analisis
Hutan lahan kering
Hutan rawa/ mangrove
1
Kawasan perlindungan bawahannya
14.796
182
187
1
9
267
7.574
467
4.076
2
Kawasan perlindungan setempat
1.750
356
20
1.359
4.262
8.305
7.368
2.166
3
Kawasan rawan bencana
-
-
-
90
723
4.655
4.910
4
Kawasan suaka alam
1.5108
608
-
-
1.516
219
5
Kawasan lindung lainnya
-
549
-
1
59
Luas keseluruhan
31.654
1.695
207
1.451
Prosentase
33,45
1,79
0,22
1,53
No
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Semak/ Tambak belukar
Tanah terbuka
Tubuh air
345
2
36
2.151
-
137
479
-
921
-
136
-
632
546
2.518
772
10
89
831
40
4
608
2.421
64
297
6.569
14.277
20.524
3.183
10.274
3.538
349
901
6,94
15,09
21,69
3,36
10,86
3,74
0,37
0,95
85
Analisis Tekanan Penduduk Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk tempat tinggal dan tempat berusaha menjadi semakin besar dan pemanfaatan lahan yang tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem. Kualitas lingkungan dan sumberdaya alam di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk, sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh aktifitas manusia dalam mencukupi kebutuhan hidupnya selalu membutuhkan ruang, terutama jika berbasis lahan seperti kegiatan pertanian yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat Indonesia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sedangkan luas lahan relatif tetap, antara lain berakibat pada penurunan luas kepemilikan lahan pertanian hingga tidak lagi mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan hidup petani. Kondisi tersebut dapat mendorong petani untuk memperluas lahan garapannya hingga ke lahan-lahan yang memiliki fungsi lindung, seperti lahan yang memiliki kelerengan tinggi, ditepi sungai atau bahkan merambah ke hutan lindung. Secara tradisional interaksi antara masyarakat dengan sumberdaya alam di dalam kawasan lindung telah berlangsung sejak lama, seiring dengan sejarah keberadaan manusia. Interaksi ini semakin intensif, dipicu oleh pemahaman masyarakat sekitar hutan atau kawasan lindung, bahwa sumber daya alam dikawasan lindung merupakan sumberdaya terbuka (open acces) yang dianugerahkan Tuhan untuk kesejahteraan manusia. Kondisi ini menyebabkan sulit dihindarinya interaksi antara sumberdaya alam dalam kawasan lindung dan masyarakat, dan harus mendapat perhatian dari berbagai pihak sehingga dapat diarahkan pada hal-hal positif yang mendukung upaya pelestarian keaneka ragaman hayati dalam kawasan lindung. Menurut Soemarwoto (1989), tekanan penduduk disebabkan lahan pertanian disuatu daerah tidak cukup untuk mendukung kehidupan penduduk pada tingkat yang dianggap layak.
Karena itu penduduk berusaha untuk mendapatkan
tambahan pendapatan dengan membuka lahan baru atau pergi ke kota. Dorongan untuk membuka lahan atau/dan untuk pergi ke kota disebut tekanan penduduk.
86
Indikasi adanya tekanan penduduk terhadap suatu wilayah dapat dilihat dengan nilai indeks tekanan penduduk. Menurut persamaan Soemarwoto indeks tekanan penduduk dipengaruhi oleh proporsi jumlah masyarakat yang bekerja dalam bidang pertanian dalam wilayah tersebut (f), luas lahan minimal yang dapat memberikan hasil untuk hidup layak atau setara 640 kg beras/tahun (z), tingkat pertumbuhan penduduk (r), serta luas lahan pertanian (L) dan jumlah seluruh penduduk (P).
Luas lahan pertanian yang dapat memberikan hasil untuk
memenuhi kehidupan yang layak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah produktivitas lahan serta jenis tanaman yang dibudidayakan. Proporsi jumlah penduduk yang berusaha dibidang pertanian juga sangat menentukan dalam perhitungan indeks tekanan penduduk, karena dianggap penduduk yang berusaha dibidang pertanian berpotensi untuk memanfaatkan ruang atau kawasan dalam memenuhi kebutuhannya. Kekurangan lahan pertanian pada kawasan budidaya menyebabkan dorongan yang cukup kuat untuk memanfaatkan kawasan hutan untuk budidaya pertanian. Perlu diingat pernyataan ini tidak sepenuhnya benar karena tidak semua perambah hutan berprofesi sebagai petani.
Demikian pula dengan angka pertumbuhan penduduk, semakin besar
angka pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan nilai indeks tekanan penduduk. Berdasarkan data Kecamatan dalam angka tahun 2005, rata-rata kepadatan penduduk geografis Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2005 adalah 633 jiwa/km2. Desa yang terpadat penduduknya adalah desa Kenangan Baru, Kecamatan Percut Sei Tuan (39.590 jiwa/km2), sedangkan desa yang terjarang penduduknya adalah desa Liang Pematang, Kecamatan Gunung Meriah (5 jiwa/ km2). Rata-rata kepadatan penduduk agraris adalah 9 jiwa/ha lahan pertanian, dengan kepadatan tertinggi di desa Lubuk Pakam Tiga, Kecamatan Lubuk Pakam (238 jiwa/ha) dan kepadatan terendah di desa Kenangan Baru, Kecamatan Percut Sei Tuan (0 jiwa/ha). Kepadatan penduduk agraris sangat ditentukan oleh proporsi jumlah keluarga petani dan luas lahan pertanian yang tersedia, seperti sawah, ladang/tegalan atau kebun. Jumlah penduduk agraris di Kabupaten Deli Serdang yang mencapai 70 %, di mana diantaranya merupakan keluarga pertanian yang
87
berbasis lahan, berakibat pada terjadinya tekanan yang semakin berat pada sumber daya lahan dan sumberdaya alam pada umumnya, terutama yang terdapat didalam kawasan lindung, jika pemanfaatannya tidak dilakukan secara bijaksana. Oleh karena itu, dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan suatu wilayah, yang antara lain diwujudkan dalam kegiatan penataan ruang, tekanan terhadap lahan, terutama yang bersumber dari penduduk (tekanan penduduk), penting untuk diketahui sebagai salah satu bentuk “peringatan dini” terhadap kemungkinan kerusakan lingkungan. Dalam perhitungan ini nilai kebutuhan lahan pertanian minimum untuk mendapatkan kehidupan yang layak diasumsikan seragam yaitu 0,75/ha/orang. Hal ini dibuat karena minimnya data jenis tanaman yang dibudidayakan dan tingkat produktivitas pada kawasan tersebut, dan sebagian besar petani disana memiliki kebiasaan yang sering mengganti jenis komoditi yang dibudidayakan, sehingga untuk memudahkan perhitungan ditetapkan sebesar 0,75 sesuai dengan tabel rata-rata kebutuhan minimal standar kehidupan yang disampaikan oleh Soemarwoto (1989). Berdasarkan nilai indeks tekanan penduduk, dari 403 Desa yang terdapat di wilayah Kabupaten Deli Serdang (Gambar 20), terdapat 91 desa yang dapat dikatakan tidak ada tekanan yang berarti terhadap lahan (nilai Indeks tekanan penduduk 1) dan 312 desa lainnya memiliki nilai indeks tekanan penduduk > 1.
Jumlah desa = 403
23%
>1 <=1 77%
Gambar 19. Pembagian Desa Berdasarkan Indeks Tekanan Penduduk
88
Berdasarkan hasil overlay antara peta indeks tekanan penduduk dengan peta arahan kawasan lindung menunjukkan bahwa seluas 66,59 % kawasan yang berfungsi lindung berada pada wilayah-wilayah yang memiliki tekanan penduduk (nilai Indeks Tekanan Penduduk > 1) (Tabel 28). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan lindung yang ada berada pada desa-desa yang mempunyai indeks tekanan penduduk yang tinggi yang sangat berpotensi pada terjadi penyimpangan kawasan lindung akibat dari pemanfaaan budidaya/produktif pada kawasan kawasan lindung di Kabupaten Deli Serdang. Tabel 28. Distribusi wilayah berdasarkan indeks tekanan penduduk Luas (ha) Indeks Tekanan Indeks Tekanan Penduduk > 1 Penduduk 1
No
Jenis Kawasan Lindung
1
Kawasan perlindungan bawahannya
16.876
10.039
2
Kawasan perlindungan setempat
19.751
8,012
3
Kawasan suaka alam
13.835
7.464
4
Kawasan rawan bencana
6.287
5.149
5
Kawasan lindung lainnya
3.214
3
59,966
30.126
66,59
33,64
Luas keseluruhan Prosentase
*) Luas didasarkan perhitungan di peta
Masalah tekanan penduduk yang tinggi dipengaruhi oleh kuantitas maupun kualitas penduduk. Makin besar jumlah penduduk maka akan menyebabkan kebutuhan lahan semakin besar, begitupun juga dengan kebutuhan pemanfaatan lahan pertanian yang akan semakin besar. Tekanan penduduk yang tinggi tersebut selain dipengaruhi jumlah petani dan jumlah lahan pertanian yang ada, juga dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam mengelola lahan secara efiseien dan efektif.
Hal ini mengakibatkan bahwa kebutuhan lahan pertanian akan
semakin bertambah dengan semakin tingginya tekanan penduduk. Tekanan penduduk ini mengindikasikan bahwa akan terjadi perluasan lahan pertanian pada kawasan non pertanian terutama pada kawasan open acces (kawasan lindung) kepada pemanfaatan budidaya guna memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan lindung yang memprihatinkan dan ketergantungan terhadap sumberdaya alam serta terbatasnya peluang usaha dan kesempatan kerja di sekitar kawasan lindung seringkali
89
menjadi penyebab ketidak pedulian terhadap kualitas lingkungan dan rendahnya upaya konservasi. Salah satu alternatif upaya peningkatan kepedulian masyarakat sekitar kawasan lindung ini terhadap kondisi lingkungan sekitarnya adalah dengan penggunaan insentif dan disinsentif ekonomis, seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Adapun bentuk insentif ekonomis dapat berbentuk langsung dan tidak langsung.
Intensif langsung biasanya berupa pemberian bantuan yang dapat
dinikmati langsung oleh masyarakat, misalnya bantuan bibit tanaman pertanian, ternak, uang dan sebagainya. Sedangkan intensif tidak langsung biasanya dalam bentuk peningkatan capacity building (pemberdayaan masyarakat) berupa pelatihan keterampilan, budidaya pertanian, konservasi dan lainnya. Adapun disinsentif yang biasa diberlakukan adalah pemberian denda, pajak dan hukuman lainnya (sesuai dengan kebijakan dan peraturan lainnya).