HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Morfologi Analisis
struktur
mikro
dilakukan
dengan
menggunakan
Scanning
Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit hasil sintesis. Terlihat bahwa bentuk partikel, ukuran butir, ukuran pori, dan distribusinya tidak homogen. Dalam aplikasinya sebagai pengganti tulang keadaan tersebut tidak menguntungkan dalam pertimbangan modifikasi pembentukan tulang pengganti dan kekuatan mekaniknya (Toibah A dan Iis S 2008). Untuk itu perlu dilakukan pengontrolan agar didapatkan bentuk partikel, ukuran butir, ukuran pori, dan distribusinya yang homogen.
Pori
Gambar 5. Morfologi scanning electron microscope (SEM) hidroksiapatit hasil sintesis. Morfologi hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan konsentrasi yang divariasi 5, 10, 15, 20, dan 25 % (lampiran 1) teramati bahwa distribusi dan ukuran pori adalah homogen dan terdapat interkoneksi. Pori terbentuk akibat adanya kekosongan ruang karena peregangan dan pelepasan partikel porogen dari jebakan partikel hidroksiapatit akibat pemanasan. Sedangkan interkoneksi pori terbentuk dari proses pelepasan partikel porogen menuju ke permukaan material atau menuju pori yang lain. Ukuran
selama 2 jam. Hasil sintering dikarakterisasi dengan difraktometer sinar-X (XRD), scanning electromicroscope (SEM), fourier transform infra red (FTIR), analisis aktivasi neutron (AAN).
Sintesis hidroksiapatit berpori dilakukan sesuai diagram alir Gambar 3 sebagai berikut :
Asam Phosphat 0,3 M
Kalsium Hidroksida 0,5 M
Pengadukan
Amonia 25 %
Presipitasi Dekantasi
Porogen : PVA, EG, H2O2, PEG
Pencampuran
Pengeringan
100 oC 2 jam
Pirolisis
300 oC 2 jam
Kalsinasi
600 oC 2 jam
Kompaksi Sintering
900 oC 2 jam
Hidroksiapatit Berpori
Gambar 3. Diagram alir sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit berpori.
Gambar 4. Hidroksiapatit hasil sintesis tidak menggunakan dan menggunakan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol. Matrik kode sampel hasil sintesis hidroksiapatit diporosi dan tidak diporosi ditunjukkan pada Table 1. Tabel 1. Matriks kode sampel hidroksiapatit diporosi dan tidak diporosi dengan porogen. Porogen
Konsentrasi Porogen (%) v/v 0
5
10
15
20
25
Hidrogen Peroksida
HS
H5
H10
H15
H20
H25
Polivinil Alkohol
HS
A5
A10
A15
A20
A25
Etilin Glikol
HS
EG5
EG10
EG15
EG20
EG25
Polietilin Glikol
HS
PEG5
PEG10
PEG15
PEG20
PEG25
Keterangan : Sampel dengan kode H15 berarti hidroksiapatit hasil sintesis dari suspensi hidroksiapatit ditambah dengan larutan A (hidrogen peroksida 25 %) sehingga didapatkan konsentrasi larutan A = 15 % v/v, HS adalah kode untuk hidroksiapatit yang tidak ditambah porogen.
pori dapat diketahui dengan menghitung diameter pori menggunakan metode Intercept Heyn. Ukuran pori dihitung dengan rumus : ………………………………….1
………………………………..2 n = jumlah pori dalam lingkaran A = luas lingkaran G = ukuran pori
Gambar 6. Penentuan ukuran pori metode Intecept Heyn Hasil hitung menggunakan persamaan Hyen terhadap hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan konsentrasi yang divariasi 5, 10, 15, 20, dan 25 % ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengaruh jenis dan konsentrasi porogen terhadap ukuran pori. a. HAP+H
b. HAP+PVA
c. HAP+EG
d. HAP+PEG
Gambar 7. menunjukkan bahwa penambahan porogen dapat meningkatkan ukuran pori hidroksiapatit. Hidroksiapatit tanpa penambahan porogen berukuran rerata 0,2 µm, dan akan meningkat sampai 1,15 µm pada penambahan porogen sampai konsentrasi 25%. Porogen polietilen glikol akan menghasilkan ukuran pori terbesar yaitu sampai 1,15 µm, dibandingkan etilin glikol 0,9 µm, polivinil alcohol 0,55 µm, dan hidrogen peroksida 0,5 µm, untuk konsentrasi yang sama. Hal ini terjadi karena polietilin glikol mempunyai massa molekul yang besar dari pada etilin glikol dan hidrogen peroksida. Namun demikian, meskipun polivinil alkohol bermassa molekul yang besar tetapi mempunyai titik nyala yang lebih rendah yaitu 79,44 oC dibandingkan polietilin glikol 287 oC, sehingga ketika proses pemanasan mengalami penyusutan ukuran pori yang lebih besar. Akibatnya ukuran pori yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan ukuran pori hidroksiapatit dengan penambahan porogen polietilin glikol.. Untuk mengetahui stuktur mikro dari hidroksiapatit hasil sintesis tanpa penambahan porogen dan dengan penambahan porogen maka dilakukan analisis fasa menggunakan difraksi sinar-X, disamping itu dapat ditentukan juga fasa lain yang terbentuk atau fasa kontaminan dari hidroksiapatit.
Analisis struktur mikro menggunakan difraksi sinar-X dilakukan terhadap hidroksiapatit produk Aldrich nomor katalog 574791, sampel hasil sintesis tanpa penambahan porogen dan dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan variasi konsentrasi. Data hasil pengukuran dibandingkan dengan data base JCPDS (Joint Committee on Powder Difraction Standards), dengan kode PDF # 011008 (lampiran 3). Lampiran 3. menunjukkan puncak-puncak difraksi sinar-X hidroksiapatit dari PDF #011008 dengan puncak tertinggi pada 2θ : 32,054o; 25,879o; 49.496o; 46,788o; 53,546o; 39,672o; 72,030o; dan 64.177o.
Gambar 8. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit a. Hasil sintesis. b. Aldrich nomor katalog 574791 Gambar
8
menunjukkan
bahwa
hidroksiapatit
hasil
sintesis,
yang
diidentifikasi berdasarkan kedudukan puncak 2θ, mempunyai pola difraksi yang sama dengan hidroksiapatit produksi Aldrich dan sesuai pula dengan pola difraksi rujukan JCPDS (Joint Committee on Powder Difraction Standards) yaitu PDF #0110088. Hal ini menegaskan bahwa hidroksiapatit dapat berhasil disintesis menggunakan metode ini. Namun demikian masih terdapat fasa lain yaitu CaCO 3 ,
meskipun dalam intensitas kecil, yang terbentuk karena adanya kalsium yang belum bereaksi membentuk hidroksiapatit. Pada Gambar 9-12 diperlihatkan pola difraksi sinar-X dari hidroksiapatit menggunakan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan variasi konsentrasi porogen.
f e d c b a
Gambar 9. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit a. tanpa dan penambahan polivil alkohol b. 5 %, c. 10 %, d. 15 %, e. 20 %, f. 25 %
f e d c b a
Gambar 10. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit a. tanpa dan penambahan hidrogen peroksida b. 5%, c. 10%, d. 15%, e. 20%, f. 25%
f e d c b a
Gambar 11. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit. a. tanpa dan penambahan etilin glikol : b. 5 %, c. 10 %, d. 15 %, e. 20 %, f. 25 %
f e d c b a
Gambar 12 Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit. a. tanpa dan polietilin glikol : b. 5%, c. 10%, d. 15%, e. 20%, f. 25%
Pola difraksi sinar-X pada Gambar 9-12 menunjukkan bahwa struktur kristal hidroksiapatit hasil sintesis dengan penambahan dan tanpa penambahan porogen mempunyai pola difraksi yang sama. Hal ini terjadi pada hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol. Masing-masing porogen mempunyai titik didih sebesar 152 oC (hidrogen peroksida);
228 oC (polivinil alkohol); 197,6 oC (etilin glikol); dan 200 oC (polietilin glikol). Pada proses pemanasan sampai 100 oC diharapkan terjadi pelepasan air pelarut, pada suhu 300 oC terjadi penguapan porogen namun demikian kemungkinan masih terjebak diantara partikel hidroksiapatit, sehingga pada pemanasan 600 oC molekul-molekul tersebut dapat terlepas dari penjebakan molekul hidroksiapatit, pelepasan ini mengakibatkan timbulnya pori antar partikel
hidroksiapatit. Proses sintering yang dilakukan pada suhu 900
o
C terjadi
pembentukan fasa hidroksiapatit. Dengan demikian pada saat dilakukan pemanasan sampai suhu sintering semua porogen terlepas dari hidroksiapatit, sehingga tidak mengandung porogen lagi.
Pola difraksi sinar-X pada Gambar 9 menunjukkan bahwa hidroksiapatit hasil sintesis dengan penambahan porogen polivinil alkohol (PVA) mempunyai pola difraksi yang sama dengan hidroksiapatit tanpa porogen, namun demikian terjadi pergeseran puncak-puncak difraksi dengan pola pergeseran yang sama ke arah kiri (sudut difraksi menjadi lebih kecil). Fenomena ini terjadi pula pada penggunaan porogen etilin glikol, hydrogen peroksida, dan polietilin glikol, Gambar 10-12. Pergeseran ini terjadi akibat adanya regangan kisi kristal hidroksiapatit sehingga jarak antar kisi semakin membesar. Regangan kisi dapat disebabkan adanya intertisi porogen pada struktur hidroksiapatit, yang karena pemanasan maka membentuk pori sehingga jarak kisi membesar (meregang). Pergeseran puncak semakin membesar pada penambahan konsentrasi porogen polivinil alkohol sampai 25 %, hal ini berkaitan dengan persamaan Bragg Angels : β cos θ.λ−1 = 2 η sin θ.λ−1 + 0,94 D-1 β = lebar puncak difraksi pada FWHM (radian) θ = sudut Bragg (derajat) λ = panjang gelombang sinar-X = 1,5406 Å D= ukuran kristalit (Å) η = regangan kisi
Dengan membuat kurva hubungan β cos θ.λ−1 versus sin θ.λ−1 (Gambar 13.) maka dapat ditentukan nilai regangan kisi (η) dan ukuran kristalit (D) berdasarkan nilai intersep dan konstanta.
η = 0.9631/2 D = 0,94/0,1408
Gambar 13. Kurva hubungan β cos θ.λ−1 dan sin θ.λ−1
Nilai regangan kisi dan ukuran kristalit ditunjukkan pada Gambar 14-15. Gambar 14-15. memperlihatkan bahwa kenaikan konsentrasi porogen dapat meningkatkan ukuran kristalit dan regangan kisi. Untuk konsentrasi porogen yang sama, hidroksiapatit dengan penambahan porogen etilin glikol mempunyai ukuran kristalit paling kecil sedangkan dengan penambahan polietilin glikol mempunyai ukuran terbesar. Demikian pula regangan hidroksiapatit dengan porogen polivinil alkohol adalah terkecil dan dengan polietilin glikol mempunyai regangan terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa porogen dengan molekul yang lebih besar akan menghasilkan volume intertisi yang lebih besar pula, akibatnya regangan dan ukuran kristalit yang dihasilkan juga lebih besar. Perbesaran ukuran kristalit dipengaruhi oleh perbesaran regangan hidroksiapatit, semakin besar regangan maka semakin besar pula ukuran kristalit. seperti diperlihatkan pada Gambar 16.
d
c b a
Gambar 14. Pengaruh jenis dan kosentrasi porogen terhadap ukuran kristalit hidroksiapatit : a. etilin glikol b. hidrogen peroksida c. polivinil alkohol d. polietilin glikol
d
c b a
Gambar 15. Pengaruh jenis dan kosentrasi porogen terhadap regangan hidroksiapatit a. etilin glikol b. hidrogen peroksida c. polivinil alkohol d. polietilin glikol
Gambar 16. Pengaruh regangan terhadap ukuran kristalit hidroksiapatit pada penambahan porogen. Kristalinitas menunjukkan besarnya fraksi fasa dalam suatu bahan, hal ini menunjukkan tingkat keteraturan fasa dalam bahan. Derajad kristalinitas dihitung dengan membandingkan luas fraksi suatu fasa terhadap jumlah fasa lain dan amorf dalam bahan. Gambar 17 menunjukkan bahwa penambahan porogen sampai 25 % akan menurunkan kristalinitas hidroksiapatit. Hal ini
terjadi pada penggunaan semua
porogen. Namun demikian pada penambahan porogen hidrogen peroksida akan menghasilkann kristalinitas yang paling tinggi dibandingkan kristalinitas yang dihasilkan pada penambahan porogen lain untuk konsentrasi yang sama, sedangkan penambahan etilin glikol menghasilkan kristalinitas paling kecil sampai 20%. Hal ini terjadi karena gugus OH- dari hidrogen peroksida mempromosikan pembentukan struktur kristal hidroksiapatit (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 sehingga lebih mudah terbentuk. Sedangkan porogen polivinil alkohol, etilin glikol, dan polietilin glikol cenderung
menghalangi
pembentukan
kristal
hidroksiapatit,
akibatnya
fraksi
kristal
hidroksiapatit terbentuk pun akan sedikit.
Gambar 17. Pengaruh konsentrasi terhadap kristalinitas hidroksiapatit pada penambahan porogen.
Analisis Struktur Molekul Analisis struktur molekul dilakukan dengan menggunakan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR). Spektrum FTIR hidroksiapatit produk Aldrich nomor katalog 574791 sebagai standar ditunjukkan pada Gambar 18. Pita serapan PO 4 3ditunjukkan dengan bilangan gelombang 584 cm-1, 1038 cm-1, 1045 cm-1, dan 1057 cm-1, pita serapan gugus hidroksil OH- bilangan gelombang 1639 cm-1, 1641 cm-1, dan 1643 cm-1. Sedangkan adanya gugus fungsi karakteristik OH- diperlihatkan oleh adanya bilangan gelombang 3426,89 cm-1. Spektrum ini digunakan sebagai acuan dalam karakterisasi hidroksiapatit
hasil sintesis dan hidroksiapatit
dengan
penambahan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), polivinil alkohol (PVA), etilin glikol (EG), dan polietilin glikol (PEG).
Gambar 18 Spektrum FTIR hidroksiapatit.
Pada Gambar 18 terlihat bahwa puncak-puncak spektrum hidroksiapatit hasil sintesis bersesuaian dengan puncak-puncak spektrum karakteristik hidroksiapatit produk Aldrich (komersial) hal ini ditandai dengan puncak pada bilangan gelombang 1000-1100 cm-1 yang merupakan puncak PO4-3 dan puncak dengan bilangan 32003600 cm-1. Pada bilangan gelombang 2360 terlihat adanya puncak latar ikatan C==C yang berasal dari puncak latar CO 2 . Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji FTIR mendukung hasil uji XRD bahwa hidroksiapatit hasil sintesis sesuai dengan standar hidroksiapatit produk Aldrich nomor katalog 574791. Gambar 19 b. menunjukkan spektrum FTIR dari campuran hidroksiapatit dan hidrogen peroksida tidak menghasilkan penambahan gugus fungsi yang lain dari penyusun hidroksiapatit. Puncak karakteristik PO 4 -3 pada bilangan gelombang 1050 cm-1 dan puncak OH- terlihat pada bilangan gelombang 3400 cm-1. Sedangkan pada Gambar 19 c. hidroksiapatit yang ditambah polivinil alkohol terlihat adanya gugus vinil CH==CH 2 pada bilangan gelombang 1650 cm-1 yang diperkuat 1450 cm-1 dan 950 cm-1.
Gambar 19. Spektrum FTIR sebelum sintering hidroksiapatit dengan porogen Sedangkan gambar 19 d. dan 19 e. menunjukkan gugus fungsi etil (-CH 2 --1
-1
CH 3 ) dengan bilangan gelombang 1450 cm , 1370 cm dan 870 cm
-1
terlihat pada
spektrum hidroksiapatit yang ditambah etilin glikol atau pun polietilin glikol. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum dilakukan sintering maka campuran tersebut membentuk komposit yang masih menunjukkan gugus fungsi masing-masing.
Gambar 20. Spektrum FTIR setelah sintering hasil sintesis hidroksiapatit dengan penambahan porogen
Gambar 20. menunjukkan spektrum FTIR setelah sintering dari hidroksiapatit dengan penambahan porogen, mempunyai spektrum yang sama dengan spektrum FTIR dari hidroksiapatit hasil sintesis, tidak terjadi penambahan puncak. Hal ini terjadi karena pada proses sintering semua porogen mengalami penyubliman dari fasa padat ke gas, sehingga tidak ada porogen yang tertinggal dalam hidroksiapatit. Penyubliman ini meninggalkan ruang berupa pori. Puncak karakteristik PO 4 -3 pada bilangan gelombang 1050 cm-1 dan puncak OH- terlihat pada bilangan gelombang 3400 cm-1. Untuk digunakan sebagai bahan implantasi maka hidroksiapati harus bebas dari logam kandungan berat berbahaya atau dengan kandungan logam berat berbahaya tidak melebihi nilai ambang batas.
Analisis Unsur Kelumit Analisis unsur kelumit dilakukan dengan menggunakan analisis aktivasi neutron bertujuan untuk mengamati kemungkinan adanya kontaminan unsur racun (toxic) dalam hidroksiapatit. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain berupa logam berat arsen (As), merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb). Ambang batas konsentrasi unsur-unsur tersebut dalam bagian tubuh manusia mengacu pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai ambang batas kandungann logam berat tulang No
Logam Berat
Ambang Batas (ppm)
1
Pb
4
2
Cd
25
3
Hg
4
4
As
2
Hasil analisis menggunakan aktivasi neutron, seperti diperlihatkan pada Gambar 21-24, menunjukkan bahwa kandungan unsur yang terdeteksi pada hidroksiapatit hasil sintesis tanpa porogen dan dengan porogen adalah sama. Unsurunsur yang terkandung tersebut adalah kalsium (Ca), kobalt (Co), skandium (Sc), lantanum (La), brom (Br), dan natrium (Na).
Gambar 21. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah hidrogen peroksida.
Gambar 22. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah polivinil alkohol
Gambar 23. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah etilin glikol.
Gambar 24. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah polietilin glikol. Gambar 21-24 menunjukkan bahwa hasil sintering hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol tidak mengandung kontaminan logam berat arsen (As), merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb). Ca merupakan unsure utama pada hidroksiapatit, sedangkan P, O, dan H tidak terdeteksi dengan metode analisis aktivasi neutron. Sedangkan kandungan kontaminan Na, Br, La, Sc, dan Co berasal dari bahan dasar sintesis hidroksiapatit yaitu asam fosfat. Kandungan kontaminan tersebut 10-1–101.8 mg/Kg merupakan nilai yang kecil dan jenis unsurnya pun non toxic. Dengan demikian hidroksiapatit hasil sintesis melalui metode ini dapat diaplikasikan sebagai bahan pengganti tulang atau pun gigi.