GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG IURAN PELAYANAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Menimbang
: a. bahwa sebagai pelaksanaan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 1992 tentang pelaksanaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pelaksanaan luran Pelayanan Irigasi serta dalam rangka pelestarian fungsi hasil-hasil pembangunan di bidang irigasi, dipandang perlu mengikutsertakan Petani Pemakai Air untuk menunjang pembiayaan upaya pelestarian fungsi hasil-hasil pembangunan dimaksud; b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a konsideran Menimbang ini dipandang perlu menetapkan pelaksanaan luran Pelayanan Irigasi di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Timur dengan menuangkannya dalam suatu Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974, tentang Pengairan; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, tentang Pemerintahan Desa; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1981, tentang luran Pembiayaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengairan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982, tentang Tata Pengaturan Air; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987, tentang Penyerahan sebagian urusan Pemerintahan di bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988, tentang Koordinasi Kegjatan Instansi Vertikal di Daerah; 9. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984, tentang Susunan Organisasi Departemen; 10. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1969, tentang Pelaksanaan Pengelolaan Pengairan (Pengaturan Air dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi);
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
1
11. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1976, tentang Penyelesaian Pengendalian Kredit Bimas; 12. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1984, tentang Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air, 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1974 tentang Bentuk Peraturan Daerah; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1992 tentang luran Pelayanan Irigasi; 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1992, tentang Pelaksanaan luran Pelayanan Irigasi; 16. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1986 tentang Penyempurnaan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tingkat I; 17. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 1992, tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pelaksanaan luran Pelayanan Irigasi; 18. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingakt I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1986, tentang Irigasi di Jawa Timur; 19. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1987 juncto Nomor 10 Tahun 1991, tentang Perijinan Penggunaan Air di Jawa Timur.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TENTANG IURAN PELAYANAN IRIGASI. BAB I KLETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: a. Pemerintah Daerah Tingkat I, adalah Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur; b. Gubernur Kepala Daerah, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur; c. Kepala Daerah Tingkat II, adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Timur; d. Kepala Cabang Dinas, adalah Kepala Cabang Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Daerah di Jawa Timur; e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Timur; f. Panitia Irigasi Tingkat I, adalah Panitia Irigasi Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
2
g. Panitia Irigasi Tingkat II, adalah Panitia Irigasi Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat Jawa Timur; h. Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA), adalah Wadah Himpunan dari Petani atau Kelompok Tani yang mengelola air irigasi dalam suatu Desa atau petak tersier atau daerah irigasi pedesaan di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur; i. Petani Pernakai Air adalah Penggarap lahan yang dalam menjalankan usahanya mendapat air dari jaringan irigasi; j. luran Pelayanan Irigasi (IPAIR), adalah iuran yang dipungut dari Petani Pemakai Air anggota HIPPA atau jasa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah di bidang Irigasi; k. Badan Musyawarah IPAIR, adalah forum musyawarah di tingkat Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Timur yang keanggotaannya terdiri dari Wakil HIPPA dan Instansi Pemerintah terkait; l. Irigasi, adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian m. Jaringan irigasi, adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukau untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya; n. Daerah irigasi, adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi; o. Petak tersier, adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air irigasi melalui saluran tersier yang sama; p. Rencana Operasi Pembagian Air, adalah rencana pembagian air kepada para petani pemakai air anggota HIPPA dalam petak atau blok tersier, sesuai dengan rencana tanam yang ditetapkan oleh Panitia Irigasi Tingkat II yang bersangkutan; q. Rencana persetujuan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, adalah rencana operasi dan pemeliharaan yang dibuat bersamasama antara Cabang Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Daerah dan HIPPA serta telah mendapatkan pengesahan Kepala Daerah Tingkat II selaku Ketua Panitia Irigasi; r. Daftar Areal Tanam (DAT), adalah daftar lahan yang ditanami pada suatu petak tersier dalam suatu musim tanam; s. Tingkat Pelayanan, adalah jenjang pelayanan yang dapat diberikan kepada petani pemakai air anggota HIPPA dalam suatu jaringan irigasi, berdasarkan kriteria tersediannya air, adanya petak-petak tersier dan tersedianya saluran-saluran pembuang; t. Penelusuran sistem, adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama antara Cabang Seksi dengan beberapa HIPPA guna menetapkan tingkat pelayanan, menentukan rencana eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; u. Daftar Areal Panen (DAP), suatu petak tersier dalam suatu musim tanam; v. Jaringan Utama, adalah saluran induk dan saluran sekunder beserta bangunan-bangunannya.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
3
BAB II SASARAN IPAIR Pasal 2 (1) Dalam rangka mengamankan dan melestarikan hasil-hasil pembangunan di bidang irigasi di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur serta untuk lebih meningkatkan manfaat air irigasi bagi masyarakat petani pemakai air anggota HIPPA di Wilayah yang bersangkutan, diadakan luran Pelayanan Irigasi (IPAIR); (2) IPAIR tersebut pada ayat (l) pasal ini adalah upaya untuk mendukung kegiaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi utama yang telah ada di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Pasal 3 (1) Bagi setiap anggota HIPPA yang telah mempunyai hak atas pelayanan irigasi sesuai dengan Keputusan Panitia Irigasi Tingkat II dan dipandang mampu diwajibkan untuk ikut berperan serta dan mendukung maksud tersebut dalam pasal 2 Peraturan Daerah ini; (2) Peran serta dan dukungan dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan dengan membayar luran Pelayanan Irigasi sesuai dengan kesepakatan bersama dalam Forum Badan Musyawarah; (3) Petani pemakai air anggota HIPPA dimaksud pada ayat (l) meliputi para petani di Daerah Irigasi di seluruh Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, yang Operasi dan pemeliharaannya dilaksanakan oleh Pemerintah; BAB III TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG Pasal 4 (1) Pelaksanaan kegiatan pemungutan IPAIR dimaksud dalam pasal 3 Peraturan Daerah ini, ditugaskan kepada Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan pada jaringan irigasi di wilayahnya, (2) Dalam hal jaringan irigasi meliputi lebih dari satu daerah Tingkat II, koordinasi pelaksanaan IPAIR ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah; (3) Untuk melaksanakan tugas tersebut pada ayat (1) pasal ini Kepala Daerah Tingkat II dibantu oleh Panitia Irigasi dan Badan Musyawarah IPAIR; (4) Dalam melaksanakan tugas dimaksud pada ayat (1), pasal ini Kepala Daerah Tingkat II bertanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dimaksud dalam pasal 4, Kepala Daerah Tingkat II diberi wewenang untuk: a. Menetapkan tingkat pelayanan dalam suatu jaringan irigasi; b. Menetapkan pola tanam bagi daerah irigasi dan daerah jaringan irigasi yang bersangkutan;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
4
c. Mengesahkan rencana operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang bersangkutan; d. Mengesahkan besarnya OPAIR dan prosedur pemungutannya; e. Mengusulkan penggunaan dan IPAIR kepada Guberaur Kepala Daerah; f. Menetapkan pengurangan atau pembebasan IPAIR; g. Mengatur pemberian uang perangsang atas pemungutan IPAIR; (2) Untuk melaksanakan kewenangan dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Daerah Tingkat II dibentuk oleh Panitia Irigasi dan atau Badan Musyawarah IPAIR. Pasal 6 (1) Badan Musyawarah IPAIR dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat II; (2) Badan Musayawarah IPAIR beranggotakan: a. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sebagai Ketua merangkap anggota; b. Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPEDA) Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II sebagai Wakil Ketua merangkap anggota; c. Kepala Cabang Dinas Pekerjaan Umum Penggairan Daerah sebagai Sekretaris merangkap anggota; d. Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat II sebagai bendahara merangkap anggota; e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II sebagai anggota; f. Kepala Dinas Peratnian Tanaman Pangan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II sebagai anggota; g. Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat II sebagai anggota; h. Lima orang wakil Gabungan HIPPA dan setiap daerah irigasi sebagai anggota; (3) Wakil gabungan HIPPA yang duduk di dalam Badan Musyawarah IPAIR tersebut pada ayat (1) huruf h pasal ini dipilih dan diusulkan oleh rapat gabungan HIPPA kepada Kepala Daerah Tingkat II; (4) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Musyawarah IPAIR tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Panitia Irigasi. Pasal 7 Badan Musyawarah IPAIR dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah ini mempunyai tugas: a. Menyusun tatalaksana penarikan IPAIR secara berdayaguna termasuk mengusulkan perangsang untuk pembayar tepat jumlah dan tepat waktu serta usulan yang terkena sanksi atas kealpaan dan petani pemakai air anggota HIPPA; b. Menyusun rencana pemungutan IPAIR; c. Menyusun usulan kebijaksanaan dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana IPAIR;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
5
d. Merumuskan tugas dan kewajiban petugas pengairan dan HIPPA dalam rangka mencapai hubungan kerja yang harmonis dan saling bertanggung jawab; e. Menyusun uraian tugas dan mekanisme kerja Badan Musyawarah; f. Mengusulkan tingkat pelayanan irigasi bagi petani pemakai air anggota HIPPA dalam suatu Daerah Irigasi atau bagian tertentu dari Daerah Irigasi; g. Mengkoordinasikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program IPAIR dan memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan. BAB IV RENCANA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI Pasal 8 (1) Rencana operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dan rencana kegiatan dan rencana biaya untuk operasional pembagian air dan untuk pemeliharaan jaringan irigasi beserta bangunan fasilitasnya; (2) Rencana operasional pembagian air sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini wajib mengupayakan pembagian air secara adil dan merata diantara para petani pemakai air anggota HIPPA dengan memperhatikan intensitas tanam, kebutuhan air tanaman dan kondisi jaringan drainase serta jaringan tersiernya; (3) Rencana pemeliharaan jaringan irigasi sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini wajib dibuat atas dasar kebutuhan nyata untuk pemeliharaan jaringan irigasi beserta bangunan fasilitasnya yang didapat dari basil penelusuran bersama setiap jaringan irigasi oleh Instansi terkait dengan wakil dari HIPPA. BAB V KETENTUAN IPAIR Pasal 9 (1) Besarnya IPAIR yang diwajibkan kepada petani pemakai air anggota HIPPA tersebut dalam pasal 3 Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan dasar Daftar Areal Panen (DAP) dengan memperhatikan: a. Luas tanah yang dimiliki oleh petani; b. Kebutuhan nyata pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang bersangkutan; c. Tingkat pelayanan dalam suatu jaringan irigasi; d. Kemampuan sosial ekonomi petani; e. Kelangkaan air tiap musim tanam; f. Kendala penyediaan air pada sumber-sumber air; g. Jenis komoditi yang ditanam dan pola tanam; h. Intensitas tanam yang dicapai; (2) Penetapan besarnya IPAIR dihitung berdasarkan formulasi: a. Tahun penerapan iuran; b. Faktor orientasi pelayanan; c. Dasar iuran perhektar;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
6
d. Intensitas tanam; e. Biaya pungut; (3) IPAIR digunakan untuk keperluan pembiayaan operasi pemeliharaan jaringan irigasi dan kegiatan penarikan IPAIR.
dan
Pasal 10 (1) Tingkat pelayanan dalam suatu jaringan irigasi ditetapkan oleh Kepala Daerah Tingkat II yang terdiri dari pelayanan tingkat I, II, III, dan IV; (2) Penetapan tingkat pelayanan tersebut pada ayat (1) pasal ini dilakukan berdasarkan fasilitas dan rencana kebutuhan biaya operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi yang bersangkutan serta pertimbangan badan Musyawarah IPAIR. BAB VI TATA CARA PELAKSANAAN IPAIR Pasal 11 (1) Pelaksanaan pemungutan EPAIR kepada petani pemakai air anggota HIPPA dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II yang bersangkutan bekerjasama dengan HIPPA; (2) Untuk pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Dinas Pendapatan Tingkat II dapat minta bantuan Kepala Desa/kelurahan yang bersangkutan; (3) Hasil penerimaan IPAIR secara berkala disetor ke KAS Daerah Tingkat II. Pasal 12 (1) Daftar Areal Tanam (DAT) dimaksud pada ayat (1) pasal 9 Peraturan Daerah ini disusun 2 (dua) minggu setelah awal tanam pada musim tanam yang bersangkutan, pada setiap petak tersier dan dilakukan oleh Kepala Cabang Dinas bersama-sama Instansi terkait dengan mengikut sertakan HIPPA;
(2) Daftar Areal Tanam dimaksud pada ayat (1) pasal ini selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah tutup tanam sudah diserahkan kepada Kepala Dinas pendapatan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan; (3) Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan menjelang panen, pada setiap musim tanam, Kepala Cabang Dinas bersama-sama Instansi terkait dengan mengikutsertakan pengurus HIPPA menyusun daftar areal panen untuk setiap petak tersier; (4) Daftar areal panen dimaksud pada ayat (3) pasal ini selambatlambatnya 1 (satu) minggu sebelum panen telah disampaikan Surat Ketetapan luran (SKI) dan tembusannya disampaikan kepada Panita Irigasi; (5) Kepala Daerah Tingkat II menyampaikan Surat Ketetapan luran (SKI) dimaksud pada ayat (4) pasal ini kepada anggota HIPPA yang bersangkutan untuk segera mendapatkan pelunasannya;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
7
(6) Atas pembayaran IPAIR diberikan tanda bukti pembayaran. Pasal 13 (1) Pemungut IPAIR wajib menyetorkan uang yang diterima selambatlambatnya 24 (dua puluh empat) jam setelah diterima, kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) atas nama pemerintah Daerah Tingkat II dan dimasukkan dalam rekening pelayanan khusus HIPPA/Gabungan HIPPA; (2) BRI Unit Desa selambat-lambatnya dalam 2 (dua) hari setelah menerima setoran IPAIR wajib menyetorkan uang yang diterimanya kepada Kas Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan; (3) Jumlah uang yang tertera pada daftar harus sama dengan jumlah uang yang sudah ditarik dan disetor ke BRI. Pasal 14 (1) Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah berakhiraya masa panen, Badan Musyawarah IPAIR melakukan pemeriksaan dan mengadakan evaluasi atas hasil penarikan IPAIR di dalam Daerah kewenangannya dan mengambil tindakan perbaikan/penyempurnaan seperlunya; (2) Kepala Daerah Tingkat II menyampaikan laporan tahunan kepada Gubernur Kepala Daerah tentang pelaksanaan IPAIR dan mengusulkan langkah-langkah perbaikan jika dipandang perlu. BAB VII PENGGUNAAN DANA IPAIR Pasal 15 (1) Kepala Cabang Dinas melaksanakan program tahunan operasi, pemeliharaan dan pengamanannya untuk tiap jaringan irigasi yang telah disahkan oleh Kepala Daerah Tingkat II; (2) Atas persetujuan Kepala Daerah Tingkat II selaku Ketua Badan Musyawarah IPAIR, Kepala Bagian Keuangan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II mengeluarkan Dana untuk pelaksanaan pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi (3) Dana IPAIR didalam Daerah Irigasi yang bersangkutan tidak dapat digunakan untuk biaya investasi atau rehabilitasi irigasi; (4) Dalam keadaan mendesak, dimana jaringan primer dan sekunder memerlukan perbaikan segera, Kepala Cabang Dinas dapat melaksanakan perbaikan tersebut dan melaporkan kepada Kepala Daerah Tingkat II selaku Ketua Badan Musyawarah IPAIR dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak kejadian; (5) Biaya Administrasi untuk Badan Musyawarah IPAIR guna pelaksanaan pemungutan IPAIR ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh prosen) dari nilai Bruto IPAIR; (6) Pelaksanaan pengggunaan biaya administrasi dimaksudkan pada ayat (5) pasal ini ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah Tingkat II.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
8
BAB VIII PERANGSANG Pasal 16 (1) HIPPA wajib aktif membantu pelaksanaan pemungutan IPAIR dan berhak mendapat 10 % (sepuluh prosen) dari seluruh jumlah hasil penarikan sebagai perangsang; (2) Jumlah perangsang tersebut pada ayat (1) pasal ini menjadi bagian dari dana HIPPA; (3) Perangsang tersebut pada ayat (1) pasal ini di bayar selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sesudah daftar rekapitulasi dan bukti penyetoran IPAIR ke BRI diterima. BAB IX PEMBEBASAN KEWAJIBAN MEMBAYAR Pasal 17 (1) Petani dapat dibebaskan dari kewajiban membayar IPAIR jika karena sesuatu hal sawahnya tidak menghasilkan; (2) Kepala Daerah Tingkat II selaku Ketua Badan Musyawarah IPAIR menetapkan batas-batas suatu keadaan dimana petani tidak wajib membayar IPAIR dengan memperhatikan ketentuan Instruksi Presiden nomor 6 Tahun 1984. (3) Untuk mendapat pembebasan dari kewajiban membayar IPAIR petani harus mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah Tingkat II. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 18 (1) Petani pemakai air yang terlambat melunasi IPAIR dikenakan tambahan pungutan sebesar 0,5 % (setengah prosen) dari penetapan untuk sedap bulan kelambatan; (2) Apabila terjadi kelambatan pembayaran IPAIR yang menyangkut seluruh atau sebagaian besar dari satu petak tersier, saluran air ke petak tersebut dapat ditutup. Pasal 19 (1) Ketentuan serta pedoman-pedoman yang berhubungan dengan pengelolaan irigasi yang tidak sesuai dengan peraturan Daerah ini tidak diberlakukan di dalam pelaksanaan IPAIR ini; (2) Ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini berlaku diseluruh Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Pasal 20 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah, sepanjang mengenai pelaksanaannya.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
9
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Ketua,
Surabaya, 28 Desember 1992 GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR
Ttd ttd TRIMARJONO, SH
SOELARSO
Disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 8 April 1993 Nomor 973.611.35-439 MENTERI DALAM NEGERI ttd MOH.YOGJJES.M Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 19 Mei 1993 Nomor 2 Tahun 1993, Seri B. Sesuai dengan aslinya A.n. GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Sekretaris Wilayah/Daerah ttd Drs. SOEDJITO Pembina Utama Madya NP010016467
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
10
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG IURAN PELAYANAN IRIGASI I. PENJELASAN UMUM. 1. Sejak Pelita I, Pemerintah telah banyak membangunjaringan irigasi yang hasilnya telah dirasakan dengan meningkatnya produktivitas lahan dan tercapainya swasembada pangan. Disatu sisi pembangunan baru sarana irigasi haras terus dilakukan untuk menunjang peningkatan produksi pangan yang senantiasa akan dituntut sejalan dengan pertambahan penduduk, disisi lain operasional dan pemeliharaan sarana irigasi yang sudah ada masih tetap dibiayai oleh Pemerintah. Pada kondisi kemampuan pembiayaan pembangunan yang terbatas, situasi ini berakibat memperkecil kemampuan Pemerintah untuk membiayai pembangunan sarana irigasi/pengairan yang baru atau merehabilitasi sarana yang sudah ada, karena biaya yang terbatas tersebut masih digunakan untuk keperluan operasi dan pemeliharaan sarana yang sudah ada. Oleh karena itu keikutsertaan Petani membiayai keperluan operasi dan pemeliharaan sarana irigasi sudah waktunya untuk dimulai. 2. Upaya mengikutsertakan petani pemakai air dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan sarana irigasi, secara Nasional telah diawali dengan dilaksanakan uji coba pada 5 (lima) Propinsi di Indonesia, dan untuk Jawa Timur adalah dikabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk. Dari hasil uji coba menunjukan bahwa para petani pada dasarnya, setelah menyadari tujuan dan pelaksanaan iuran pelayanan irigasi, mampu dan bersedia membayar dengan rela. 3. Penetapan besarnya iuran yang harus dibayar dilakukan dengan musyawarah dalam forum Badan Musyawarah IPAIR atau Bamus IPAIR, yang didalam susunan keanggotaannya duduk wakil-wakil petani dari setiap Daerah Irigasi. Setelah diperoleh suatu kesepakatan dalam forum Bamus IPAIR mengenai besarnya iuran, selanjutnya Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II selaku Ketua Bamus IPAIR menetapkan besarnya Iuran yang harus dibayar dengan suatu Keputusan. Pelaksanaan IPAIR dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi masing-masing HIPPA. Sedangkan pelaksanaan pengenaan IPAIR kepada para petani pemakai air, wajib diperhatikan tingkat kemampuannya. Pedoman pelaksanaan dan pengenaan IPAIR dimaksud dituangkan dalam petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur. 4. IPAIR bukanlah bentuk lain dari pajak, melainkan merupakan pembayaran atas jasa pelayanan air irigasi. Iuran yang terkumpul digunakan untuk membiayai operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi utama pada setiap jaringan irigasi yang bersangkutan. Hasil iuran yang terkumpul dari para petani pada suatu Daerah irigasi tertentu, tidak boleh digunakan di Daerah irigasi lain. Prinsip yang dianut adalah iuran dari petani, kembali kepada Petani setempat. HIPPA di Jawa Timur pada dasarnya telah diawali pembentukannya melalui ketentuan instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1984 yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 201 Tahun 1984.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
1
Dalam perkembangannya beberapa HIPPA di Jawa Timur telah menunjukan keberhasilan mengelola jaringan irigasi di tingkat usaha tani. 5. Dari pengamatan melalui uji coba, peranan Himpunan petani Pemakai Air dalam proses pelaksanaan IPAIR cukup besar. Oleh karena itu pelaksanaan IPAIR di Jawa Timur perlu dikembangkan secara bertahap sejalan dengan tahapan penyiapan dan pemantapan HIPPA yang akan berperan dalam kegiatan pelaksanaan IPAIR. Untuk itu maka pelaksanaan IPAIR senantiasa harus diawali dengan penyiapan, pembenahan dan penyuluhan terhadap HIPPA, agar tertanam pengertian tentang maksud dan tujuan IPAIR dan diteruskan dengan tumbuhnya kesadaran akan arti penting IPAIR dalam kaitan dengan upaya pendayagunaan dan sekaligus pelestanan serta pengamanan sarana irigasi yang merupakan urat nadi dalam proses produksi pertanian sawah di pedesaan. 6. Atas dasar keberhasilan pelaksanaan IPAIR di Daerah uji coba, selanjutnya Menteri Dalam Negeri berturut-turut telah menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1992 tentang luran Pelayanan Mgasi, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1992 tentang pelaksanaan luran Pelayanan Irigasi dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1992. Dengan berpedoman pada ketiga produk hukum tersebut maka disusunlah Perturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur tentang Pelaksanaan luran Pelayanan Irigasi. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
: Cukup jelas
Pasal 2 ayat (1)
: Periksa Penjelasan angka 1 (satu)
Ayat (2)
: Periksa Penjelasan angka 1 (satu)
Pasal 3 ayat (1)
: Pelaksanaan pengenaan iuran pelayanan irigasi kepada petani angota HIPPA akan dilakukan sesuai dengan luas tanah yang dimiliki.
Ayat (2)
: Periksa Penjelasan Umum angka 2 (dua)
Ayat (3)
: Periksa Penjelasan ayat (1) pasal ini
Pasal 4 dan : Cukup jelas pasal 5 Pasal 6 ayat (l) : Cukup jelas Ayat(f) huruf H
: Gabungan HIPPA adalah perkumpulan yang beranggotakan beberapa HIPPA yang berada di dalam satu jaringan irigasi sekunder.
ayat(3) dan (4)
: Cukup jelas
Pasal 7 dan pasal 8
: Cukup jelas
Pasal 9 ayat (1) : Cukup jelas dan
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
2
Ayat 2
: Cukup jelas
Ayat 3
: Periksa Penjelasan Umum angka 4 (empat)
Pasal 10 ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (2)
: Tingkat Pelayanan tersebut didasarkan pada ketersediaan fasilitas irigasi yang ada: a. Pelayanan Tingkat I Saluran pembawa dan pembuang terletak terpisah, jenis bangunan yang ada permanen, jumlah alat ukur cukup dan satuan pengukur dalam meter kubik. b. Pelayanan Tingkat II Saluran Pembawa dan pembuang terletak terpisah, jenis bangunan yang ada permanen, jumlah alat ukur cukup dan satuan pengukuran dalam meter kubik per detik. c. Pelayanan Tingkat III Saluran pembawa dan pembuang terletak terpisah, jenis bangunan yang ada permanen, jumlah alat ukur masih kurang dan satuan pengukuran dalam meter kubik per detik. d. Pelayan Tingkat IV Saluran pembawa dan pembuang belum terpisah, jenis bangunan yang ada semipermanen/sederhana, alat ukur masih belum ada.
Pasal 11 ayat (1) : Prosedur pemungutan IPAIR adalah sebagai berikut: dan ayat 2 a. Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II mempersiapkan pemberitahuan iuran yang ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya/Ketua Bamus IPAIR dan disampaikan kepada Ketua Gabungan HIPPA; b. Ketua Gabungan HIPPA menyampaikan Surat Pemberitahuan Iuran kepada Ketua HIPPA; c. Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II menyiapkan surat tagihan berdasarkan daftar Areal Tanam yang ditandatangani Bupati/ Walikotamadya cq. Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II dan disampaikan kepada ketua Gabungan HIPPA; d. Selanjutnya Ketua Gabungan HIPPA meneruskan surat tagihan kepada Ketua HIPPA; e. Ketua HIPPA mengisi Surat Tagihan wajib iuran dan menyerahkan kepada wajib iuran; f. Ketua HIPPA dengan dibantu oleh Petugas Pemerintah Desa/Kelurahan memungut iuran dari wajib iur. Ayat (3)
: Hasil penerimaan IPAIR secara berkala disetorkan ke Kas Daerah Tingkat II melahii Bank yang ditunjuk oleh Bupati/Walikotamadya.
Pasal 12 sampai : Cukup jelas. dengan pasal 14 Pasal 15 ayat (1) : Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
3
Ayat 4
: Keadaan yang mendesak adalah keadaan darurat yang mengharuskan adanya perbaikan segera agar saluran irigasi tetap dapat berfungsi. Perbaikan yang dimaksud sebagai perbaikan yang bersifat mendesak yaitu kegiatan perbaikan yang terkait dengan pemeliharaan, bukan yang bersifat rehabilitasi, yang dalam hal ini telah ditegaskan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1986. Mengenai pengeluaran biaya atas perbaikan ini, mengikuti prosedur pengeluaran keuangan yang berlaku, sehingga tetap dapat dilakukan pengawasan pengeluaran keuangan.
Ayat (5) dan (6)
: Luran Pelayan Irigasi digunakan untuk: a. Biaya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi utama. b. Biaya administrasi dan upah pungut. Pengaturan lebih lanjut dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pasal 16 sampai : Cukup jelas dengan pasal 21
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
4