GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR MENIMBANG
: a. Bahwa pengambilan air bawah tanah yang dilakukan tidak secara terkendali untuk keperluan Industri, Pertambangan, Air Minum, Usaha di bidang Pertanian, Perkebunan, Petemakan, dan Usaha Jasa lainnya dapat membawa dampak terhadap kelestahan sumber Air Bawah Tanah, tata Guna Tanah dan lingkungan ; b. bahwa sebagai upaya untuk menjaga kelestahan lingkungan dan sumber air sebagaimana dimaksud huruf a konsideran ini serta sebagai usaha memngkatkan pengawasan atas pengambilan air bawah tanah, disamping dapat meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah, dipandang perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 5 Tahun 1983 tentang Pemboran dan Pemakaian Air Bawah Tanah di Jawa Timur, dengan menuangkan ketentuan-ketentuan dimaksud dalam suatu Peraturan Daerah.
MENGINGAT
: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah , 2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan dalam Undang-undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur ; 3. Undang-undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah ; 4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan ; 5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
1
6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ; 7. Peraturan Pemerintahan Nomor 18 Tahun 1953 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Pusat Dalam Lapangan Pekerjaan Umum Kepada Propinsi Jawa Timur ; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air ; 9. Kepurusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan ; 10. Keputusan Direktur Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral Nomor 392.K/526/060000/85 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Air Bawah Tanah ; 11. Provinciaal Water Reglement Cost Java tanggal 18 Nopember 1983 tentang Perairan Propinsi Jawa Timur dengan perubahannya terakhir Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 6 Tahun 1980 ; 12. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penagihan Pajak dan Retribusi Daerah dengan Surat Paksa ; 13. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TENTANG PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Pemerintah Daerah adalah, Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ; b. Gubemur Kepala Daerah, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur ; c. Pemerintah Daerah Tingkat II, adalah Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Timur ; d. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Timur ; e. Dinas Pendapatan Daerah, adalah Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ; f. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan, adalah Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
2
g. Dinas Pertambangan Daerah, adalah Dinas Pertambangan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ; h. Air Bawah Tanah, adalah semua air yang terdapat dalam lapisan mengandung air dibawah permukaan tanah, termasuk didalamnya mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah ; i. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah adalah Izm atau Kuasa untuk membor/mengambil Air Bawah Tanah untuk keperluan Industri, Pertambangan, Usaha dibidang Perkebunan, Perikanan, Peternakan, Air Minum dan Usaha Jasa lainnya ; j. Pemboran Air adalah Pembuatan Sumur Bor oleh suatu Perusahaan Pemboran yang telah mendapat izin usaha dari Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Izin Kerja dari Gubernur Kepala Daerah ; k. Pengambilan Air adalah pemanfaatan/penggunaan air bawah tanah baik untuk keperluan industri, pertambangan, usaha dibidang Perkebunan, Perikanan, Peternakan, Air Minum dan Usaha Jasa lainnya dengan cara penggalian, pemboran atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya ; l. Kegiatan usaha industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, dan barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaarnya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. BAB II PERIZINAN Pasal 2 (1) Pengambilan Air Bawah Tanah hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Gubernur Kepala Daerah ; (2) Gubernur Kepala Daerah dapat mengatur lebih lanjut tata cara pemberian izin sesuai dengan pedoman yang berlaku ; (3) Gubernur Kepala Daerah dapat menunjuk Pejabat/Instansi yang menyelesaikan pemberian perizinan dimaksud pada ayat (1) pasal ini. Pasal 3 (1) Izin dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah ini diberikan dalam bentuk Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah dan berlaku selama 3 (tiga) tahun ; (2) Surat izin dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat diperpanjang dan harus diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya ; (3) Bentuk dan isi surat izin dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
3
BAB III TATA CARA MEMPEROLEH IZIN Pasal 4 (1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah ini diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah; (2) Izin dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberikan setelah terlebih dahulu mendapatkan : a. Pertimbangan teknis dari Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan atau Instansi Teknis yang bersangkutan ; b. Rekomendasi dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat ; c. Pertimbangan dari Instansi yang ada hubungannya dengan Tata Guna Tanah ; BAB IV PELAKSANAAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH Pasal 5 (1) Yang dapat melaksanakan pemboran air bawah tanah adalah Perusahaan Pemboran yang rnemenuhi persyaratan dan memiliki surat izin kerja dari Gubernur Kepala Daerah ; (2) Pelaksanaan pemboran harus sudah selesai dilakukan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sejak izin dikeluarkan. Pasal 6 (1) Setiap pemegang izin Pengambilan Air Bawah Tanah diharuskan menggunakan meter air atau jika secara teknis tidak memungkinkan, dapat menggunakan alat pengukur debit air yang perhitungannya memakai ukuran meter kubik (M3) ; (2) Penggunaan meter air atau alat pengukur debit air dinyatakan sah apabila telah ditera oleh Pejabat yang berwenang dan disegel oleh Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Daerah ; (3) Pencatatan pengambilan air bawah tanah dilakukan oleh petugas Dinas Pertambangan Daerah Tingkat I atau Lembaga/ Instansi/ Badan Usaha yang ditunjuk. Pasal 7 (1) pengambilan air bawah tanah harus digunakan sesuai dengan izin yang diberikan ; (2) Pemegang izin Pengambilan Air Bawah Tanah wajib memberikan sebagian air yang diperoleh untuk kepentingan masyarakat lingkungan sekitarnya apabila diperlukan. BAB V PENCABUTAN SURAT IZIN Pasal 8 Surat izin dapat dicabut karena : a. Pemegang izin mengajukan permohonan ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
4
b. Pemegang izin melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan dalam surat izin ; Pasal 9 (1) Terhadap izin yang telah berakhir masa berlakunya atau dicabut akan diikuti dengan penutupan dan penyegelan saluran airnya ; (2) Penutupan dan penyegelan saluran air dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas nania Gubernur Kepala Daerah, BAB VI RETRIBUSI PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH Pasal 10 (1) Setiap pemberian atas izin pengambilan dan pengambilan air bawah tanah dikenakan Retribusi ; (2) Retribusi tersebut pada ayat (1) pasal ini dikenakan dalam bentuk: a. Retribusi tetap atas izin pengambilan air bawah tanah ; b. Retribusi pengambilan air bawah tanah ; Pasal 11 (1) Retribusi tetap atas izin pengambilan air bawah tanah dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini ditetapkan : a. untuk Sumur kesatu dikenakan sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) ; b. untuk Sumur kedua dikenakan sebesar Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) ; c. untuk Sumur ketiga dan seterusnya dikenakan sebesar Rp. 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) ; (2) Tarip retribusi pengambilan air bawah tanah dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini, ditetapkan sebagaimana tersebut dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini ; Pasal 12 (1) Untuk menunjang pelaksanaan pemungutan retribusi air bawah tanah di sediakan biaya administrasi dan biaya operasional dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat I ; (2) Hasil pemungutan retribusi dimaksud pada pasal 10 Peraturan Daerah ini setelah dikurangi biaya upah pungut, dibagi antara Pemenntah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II ; (3) Perimbangan pembagian hasil pungutan dimaksud pada ayat (2) pasal ini adalah : a. 40 % (empat puluh persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat I;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
5
b. 60 % (enam puluh persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat II ; (4) Gubernur Kepala Daerah mengatur lebih lanjut teknis pelaksanaan pembagian hasil pungutan dimaksud pada ayat (3) pasal ini. Pasal 13 Pengambilan air bawah tanah untuk irigasi tanaman pangan dan penelitian ilmiah dibebaskan dari pengenaan retribusi pengambilan air bawah tanah. Pasal 14 Pelaksanaan pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Peraturan Daerah ini dllaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah. BAB VII PENETAPAN Pasal 15 (1) Besarnya retribusi terhutang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Retribusi (SKR) selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya ; (2) Penetapan besarnya retribusi pengambilan air bawah tanah dihitung berdasarkan jumlah air yang diambil setiap bulan. BAB VIII PEMBAYARAN Pasal 16 (1) Setiap wajib retribusi harus membayar retribusi terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Retribusi; (2) Batas waktu pembayaran retribusi adalah 15 (lima belas) hari sejak tanggal ditetapkan; (3) Untuk setiap keterlambatan pembayaran retribusi lebih dari 15 (lima belas) hari terhitung dan berakhirnya batas waktu pembayaran, wajib bayar retribusi dikenakan tambahan sebesar 5 % (lima persen) per bulan dari jumlah retribusi terhutang. BAB IX PENAGIHAN Pasal 17 (1) Surat Ketetapan retribusi merupakan dasar penagihan retribusi ; (2) Apabila pembayaran retribusi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tidak dilakukan dikenakan tindakan penutupan/penyegelan terhadap saluran pengambilan air sampai dengan pelunasan retribusi diselesaikan.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
6
BAB X PENGENDAUAN DAN PENGAWASAN Pasal 18 (1) Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengambilan air bawah tanah dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah setelah mendapatkan saran teknis dari Instansi Bidang Geologi Tata Lingkungan dan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Daerah; (2) Pemegang izin wajib memelihara kelestarian sumber air dan lingkungan hidup serta memenuhi ketentuan yang berlaku ; (3) Untuk pelaksanaan pemboran di Daerah/ Zone rawan instrusi/ penyusupan air laut ke daratan dan daerah tangkapan air dilarang ; (4) Untuk setiap 5 (lima) titik sumur bor atau lebih dalam areal seluas 10 (sepuluh) hektar dan atau pengambilan air bawah tanah dengan debit 50 liter/detik atau lebih pemegang izin diwajibkan membuat 1 (satu) sumur pantau dipergunakan sebagai pemantau keadaan permukaan air bawah tanah di Daerah sekitarnya. Pasal 19 (1) Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan sebagaimana tersebut dalam pasal 18 ayat (1) Peraturan Daerah ini dibentuk Tim Pembina Pengendalian Air Bawah Tanah Daerah Tingkat I; (2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah mempunyai tugas untuk melakukan pengendalian dan pengawasan rutin terhadap kegiatan pengambilan air bawah tanah dengan membentuk Kelompok Kerja Pengendalian dan pengawasan pengambilan air bawah tanah di daerah ; (3) Tim Pembina dan Pengendalian air bawah tanah Tingkat I tersebut pada ayat (1) pasal ini melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap pengambil air bawah tanah di Jawa Timur dan melaporkan hasilnya kepada Gubernur Kepala Daerah ; (4) Kelompok kerja tersebut pada ayat (2) pasal ini melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan pengambilan air bawah tanah di Daerah Tingkat II masingmasing dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah secara berkala. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 20 (1) Barang siapa melanggar ketentuan dimaksud dalam pasal 2,6 dan 10 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
7
(2) Tindakan pidana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 21 Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negen Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Pasal 22 Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Peraturan Daerah ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dan seseorang tentang adanya tindak pidana ; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat ; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang ; f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarga ; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertangung jawabkan. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya. Pasal 24 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 5 Tahun 1983 tentang Pemboran dan Pemakaian Air Bawah Tanah di Jawa Timur dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
8
Pasal 25 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Ditetapkan di : Surabaya Tanggal : 8 Januari 1994 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR JAWA TIMUR Ketua, ttd, ttd, TRIMARJONO, SH
M. BASOFI SOEDIRMAN
Disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 19 Oktober 1994 Nomor 616.35 - 707 Tahun 1994. Menteri Dalam Negeri, ttd, MOH. YOGIE S.M
Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 14 Nopember 1994 Nomor 5 Tahun 1994 Seri B.
A.n. GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Sekretaris Wilayah/Daerah ttd Drs. MOH. SAFII AS'ARI Pembina Utama Madya NIP 010 052 819
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
9
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR : 7 TAHUN 1994 TANGGAL : 8 JANUARI 1994 TARIP RETRIBUSI PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
1.
2. 3.
4. 5. 6. 7.
KELOMPOK PENGAMBILAN AIRA BAWAH TANAH A. Perusahaan Komersial Industri Minuman Industri Pertambangan & Energi Perusahaan Air minum Perhotelan & Kolam Renang Perusahaan Perumahan (Real Estate) Usaha Perikanan & Peternakan Usaha Lainnnya B. Non Komersial Irigasi Tanaman Tebu Agro Bisnis dan Usaha Perkebunan Asrama/Pemondokan/ Kantor Pemerintah Rumah Tangga (yang menggunakan air diatas 100 M3 ) Rumah Sakit Swasta Usaha Sosial Rumah Ibadah Rumah Sakit Pemerintah
TARIP (Rupiah) 0 1001 2501 5001 10001 15001 s/d s/d s/d s/d s/d s/d 3 3 3 3 3 1000 M 2500 M 5000 M 10000 M 15000 M KE ATAS 100 80 70 30 80
110 90 80 30 90
125 100 90 30 100
145 115 105 30 115
170 135 125 30 135
200 160 150 30 160
40
50
60
70
85
100
30
35
40
50
60
70
60
70
80
100
120
140
20
25
30
35
40
50
20
25
30
35
40
50
50
55
65
75
90
105
20 20 0 0
35 25 0 0
40 30 0 0
50 35 0 0
60 40 0 0
70 50 0 0
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR JAWA TIMUR Ketua, ttd,
ttd,
TRIMARJONO, SH
M. BASOFI SOEDIRMAN
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
1
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI DAERAH UNGKATI JAWA TIMUR I. PENJELASAN UMUM Air beserta sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam, mutiak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa, baik langsung atau tidak langsung. Karena itu disamping dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat secara adil dan merata, maka pemanfaatannya haruslah diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat, agar kebutuhan masyarakat akan air termaksud dapat tercukupi, air beserta sumber-sumbernya tersebut haruslah dilindungi dan dijaga kelestariannya. Dengan lajunya usaha-usaha pembangunan khususnya dibidang industri, telah mengakibatkan penggunaan air semakin meningkat. Perusahaan-perusahaan industri membutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak dalam melaksanakan proses produksinya baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan penunjang. Melihat semakin tumbuh dan berkembangnya industri tersebut, berpengaruh pula terhadap pemenuhan kebutuhan akan air terutama air bawah tanah baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk keperluan industri dan usaha lainnya dengan memperhatikan segi kuantitas maupun kualitasnya. Menyadari akan dampak yang akan timbul atas tumbuh dan berkembangnya industriindustri tersebut, khususnya yang menyangkut pemenuhan kebutuhan akan air dari pengambilan air bawah tanah serta mengingat kemungkinan meluasnya intrusi air laut ke daratan dan kerusakan lingkungan lainnya yang ditimbulkan atas pengambilan air bawah tanah yang berlebihan. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur perlu segera mengambil langkah dan tindakan-tindakan berupa pembinaan, pengendalian serta pengawasan terhadap pengambilan air bawah tanah. Pengendalian terhadap usaha pemboran dan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan untuk kebutuhan usaha industri dan usaha lainnya, perlu dituangkan dalam bentuk produk hukum berupa Peraturan Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1,2,3 dan : Cukup jelas 4 Pasal 5
: Setiap Perusahaan yang melaksanakan pemboran Air Bawah Tanah dan beroperasi di Jawa Timur diwajibkan memiliki izin kerja dari Gubernur Kepala Daerah disamping izin lainnya yang dikeluarkan oleh Instansi yang mempunyai kewenangan untuk itu.
Pasal 6,7,8,9,10,11 dan 12
: Cukup jelas
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
2
Pasal 13
:
Yang termasuk irigasi tanaman pangan adalah padi, dan palawija. Kegiatan penelitian ilmiah adalah kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh perorangan/Badan atau Instansi Pemerintah dengan mempergunakan air bawah tanah. Pengambilan air bawah tanah untuk keperluan tersebut dalam pasal ini tetap diwajibkan pengajuan izin.
Pasal 14 dan 15
: Cukup jelas
Pasal 16
: Hutang Retribusi Pengambilan Air Bawah Tanah dapat ditagih dengan surat paksa.
Pasal 17
: Cukup jelas
Pasal 18 ayat 3
: Untuk memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pemohon izin pengambilan air bawah tanah, Pemerintah Daerah akan menerbitkan peta Daerah/zone rawan intrusi/penyusupan air laut kedaratan di masing-masing Daerah Tingkat II.
Pasal 19,20,21, : Cukup jelas 22,23,24 dan 25
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
3