GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1976 TENTANG PERUBAHAN KEDUA KALI PROVINCIAAL WATERREGLEMENT VOOR OOST JAVA ( P.W.R. ) DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR MENIMBANG
: Bahwa ketentuan retribusi ijin pemakaian air dari perairan umum dimaksud dalam pasal 38 ayat (4) Provinciaal Waterreglement voor Oost Java yang diundangkan dalam Bijvoegsel Provinciaal Blad van Oost Java tanggal 30 September 1939 Seri A Nomor 18, yang diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 tahun 1961, sudah tidak sesuai lag! dengan keadaan sekarang ini, sehingga dipandang perlu menetapkan ketentuanketentuan dalam Surat Keputusan Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 28 Pebruari 1975 Nomor Hk/107/21/Sk tentang perubahan ketentuan retribusi dimaksud, dengan beberapa perubahan/penyempurnaan menjadi ketentuan-ketentuan peraturan Daerah sebagai perubahan kedua kali Provinciaal Waterreglement tersebut diatas.
MENGINGAT
: 1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 ; 2. Provinciaal Waterreglement Nopember 1938 ;
voor
Oost
Java
tanggal
18
3. Undang-Undang Nomor 12 Darurat tahun 1957. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. MEMUTUSKAN MENETAPKAN
: PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TENTANG PERUBAHAN KEDUA KALI PROVINCIAAL WATERREGLEMENT VOOR OOST JAVA, TANGGAL 18 NOPEMBER 1938.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
1
Pasal 1
Ketentuan-ketentuan dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 28 Pebruari 1975 Nomor Hk/107/21/Sk dengan beberapa perubahan/penyempurnaan ditetapkan menjadi ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah, sebagai perubahan kedua kali Provinciaal Waterreglement voor Oost Java tanggal 18 Nopember 1938, yang telah diubah untuk pertama kali dengan Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 tahun 1961, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
A. Pasal 38 ayat (4) diubah menjadi :
(4) Apabila penggunaan air yang diijinkan berdasarkan ketentuan ayat (1) dan (2) pasal ini, berasal dari saluran-saluran perairan umum, maka untuk pemeliharaan saluran-saluran tersebut dari pemegang ijin dipungut retribusi dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penggunaan air oleh perusahaan untuk :
a. Tanaman tebu giling, sebesar Rp 2.100- (dua ribu seratus rupiah) setahun/hektar ;
b. Tanaman tebu tetes, sebesar Rp 1.400,- (seribu empat ratus rupiah) setahun/hektar ;
c. Tanaman tebu bibit, sebesar Rp 1.680,- (seribu enam ratus delapan puluh rupiah) setahun/hektar.
2. Penggunaan air oleh perusahaan untuk :
a. Tanaman tembakau, sebesar Rp 1.400,- (seribu empat ratus rupiah) setahun/hektar ; b. Tanaman tembakau bibit, sebesar Rp 1.120,- (seribu seratus dua puluh rupiah) setahun/hektar. 3. Penggunaan air oleh perusahaan untuk tanaman rosella dan tanaman lainnya, sebesar Rp 1.400,- (seribu empat ratus rupiah) setahun/hektar.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
2
4. Penggunaan air oleh perusahaan untuk penggontoran, air injeksi pabrik, pendingin mesin, mengisi kolam untuk pemandian/kolam ikan, mencuci -karet/kopi do perkebunan keperluan rumah tangga perusahaan, air minum dan sebagainya, sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah) tiap liter/detik dalam satu tahun.
5. Penggunaan air untuk pembangkit Tenaga Listrik (turbin) : a. Kurang dari 100 PK, sebesar Rp 1.235,- (seribu dua ratus tiga puluh lima rupiah) tiap PK/setahun ; b. 100 PK sampai dengan 1000 PK, sebesar Rp 2.470,(dua ribu empat ratus tujuh puluh rupiah) tiap PK/setahun ; c. Untuk tiap PK yang melebihi 1000 PK sampai dengan 10000 PK sebesar Rp 1.752,- (seribu tujuh ratus lima puluh dua rupiah) setahun ; d. Untuk tiap PK yang melebihi 10.000 PK, sebesar Rp 1.235,- (seribu dua ratus tiga puluh lima rupiah) setahun. B. Pasal 61 sesudah ayat (3) ditambah ayat (4) yang hams dibaca sebagai berikut : (4) Setiap kelambatan pembayaran retribusi dimaksud dalam pasal 38 ayat (4) Peraturan Daerah ini dikenakan denda sebesar 100% dari jumlah retribusi dimaksud untuk setiap kelambatan 1 tahun atau bagiannya. Pasal II Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Ditetapkan di : Surabaya Tanggal : 10 Juli 1976
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur K e t u a,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur
ttd.
ttd.
Blegoh Soemarto
Soenandar Prijosoedarmo
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
3
Disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 8 Nopember 1977 No. Pem.10/54/16-362. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Dan Otonomi Daerah Direktur Pembinaan Pemerintahan Daerah mewakili ttd. Drs. H. Soemamo
Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1977 Seri B pada tanggal 9 Nopember 1977 Nomor 4/B.
DIUMUMKAN DALAM LEMBARAN DAERAH
A.n. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Sekretaris Wilayah/Daerah
PROPINSI JAWA TIMUR TGL 09-10-1977 No. 3/D3
ttd. Trimarjono, SH
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
4
PENJELASAN ATAS RATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1976 TENTANG .UBAHAN KEDUA KALI PROVINCIAAL WATERREGLEMENT VOOR OOST JAVA ( P.W.R. ) I. PENJELASAN UMUM. Berdasarkan pasal 38 ayat (4) Provinciaal Waterreglement Provincie Oost Java, Bijvoegsel Provinciaal Blad van Oost Java tanggal 30 September 1939 Seri A Nomor 18, yang diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1961, telah ditentukan mengenai retribusi pemeliharaan saluran-saluran Perairan umum di Jawa Timur dengan ketentuan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur. Dalam pada itu untuk lebih memantapkan dasar hukum dari pengenaan retribusi terbut perlu menetapkan ketentuan-ketentuan dalam Surat Keputusan Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Jawa TimUr tanggal 28 Pebruari 1975 Nomor Hk/107/21/Sk dalam Peraturan Daerah, sebagai perubahan kedua kali Provinciaal Waterreglement Privincie Oost Java yang telah diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 tahun 1961. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal I A B
Pasal
: Cukup jelas. : Yang dimaksud dengan waktu 1 (satu) adalah waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya ijin dimaksud.
dihitung
: Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
1
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 1976 TENTANG IJIN PEMASANGAN JALAN LORI I. PENJELASAN UMUM. Dalam rangka menertibkan dan mengatur pemasangan jalan lori diatas tanah dan jalan-jalan yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur, Daerah Tingkat II maupun Desa, serta untuk dapat memelihara keadaan jalan-jalan dimaksud dengan sebaikbaiknya sesuai dengan Industriebaan Ordonnantie (Staatsblad 1939 Nomor 595) juncto pasal 7 Industriebaan Verordening (Staatsblad 1939 Nomor 39) maka terhadap setiap pemasangan jalan lori diwajibkan untuk mendapatkan ijin dan membayar retribusi atas ijin tersebut. Selain itu oleh karena pemasangan jalan lori yang melewati tanah atau jalan-jalan akan menyebabkan kerusakan, maka selain dikenakan retribusi ijin atas ijin tersebut kepada Pemegang ijin juga diwajibkan membayar ganti rugi perbaikan jalan dan tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah tersebut. Pada umumnya jalan-jalan lori tersebut dipasang untuk kepentingan pengangkutan tebu oleh Pengusaha Pabrik Gula dari suatu tempat penebangan tebu ke pabrik gula yang terletak berseberangan jalan, oleh karena itu pengenaan retribusi maupun biaya ganti rugi kerugian perbaikan jalan, dalam hal ini pada dasarnya ditujukan pada para pengusaha Pabrik Gula tersebut II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 dan 2
: Cukup jelas.
Pasal 3
: Mengenai pemasangan jalan lori diatas jalan Negara pada dasamya harus mendapat ijin dari Pemerintah Pusat (Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik) namun sambil menunggu ketentuan lebih lanjut yang selama permintaan ijin dimaksud masih diperlukan maka untuk sementara pemberian ijin oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur. Mengenai pemasangan jalan lori diatas jalan Desa diperlukan ijin oleh Kepala Daerah Tingkat II dimana Desa itu berada, oleh karena sampai sekarang secara formil yang mempunyai wewenang untuk memberikan ijin semacam itu kepada tingkat terendah adalah Kepala Daerah Tingkat II.
Pasal 5 sampai : Cukup jelas. dengan pasal 8
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008
1