FUNGSI HIBAH DALAM PERLINDUNGAN BAGI ANAK PADA PEMBAGIAN HARTA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA (STUDI PADA MASYARAKAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Dan Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
RAMON MENIK SIREGAR 040 200 133 Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM REGULER MANDIRI MEDAN 2008
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
FUNGSI HIBAH DALAM PERLINDUNGAN BAGI ANAK PADA PEMBAGIAN HARTA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA (STUDI PADA MASYARAKAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas Dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar
Diketahui Oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof.Dr.H.Tan Kamello, SH, MS NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Malem Ginting, SH, M.Hum NIP. 131 265 980
Prof.Dr.H.Tan Kamello, SH, MS NIP. 131 764 556
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayahNya
serta
diberikannya
kesehatan
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul : FUNGSI HIBAH DALAM PERLINDUNGAN BAGI ANAK PADA PEMBAGIAN HARTA DITINJAU DARI HUKUM PERDATA (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan) Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan, serta bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk mencapai kesempurnaan tulisan ini. Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan, yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU Medan. 3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU Medan. 4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU Medan. 5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan USU Medan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, untuk semua kesabaran dan dedikasi dalam membimbing penulis baik dalam studi, maupun dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak Malem Ginting, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang penuh sabar membimbing saya mulai dari titik awal penulisan skripsi sampai dengan selesainya penulisan. Terima kasih banyak Bapak. 7. Bapak M. Eka Putra. SH., M.Hum., selaku Dosen Wali Penulis, yang telah banyak memberi dorongan dan semangat selama penulis menjalankan studi dan untuk semua waktu yang diluangkan guna membantu segala masalah. 8. Seluruh Bapak / Ibu Dosen dan Staf Fakultas Hukum USU Medan yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan. 9. BEM Fakultas Hukum USU Medan.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
10. Terimakasih buat Mama dan Bapak yang terkasih dan tercinta karena telah memberikan semangat, doa, rasa cinta dan kasih sayang pada anaknya karena dengan keiklasan dan ketulusan serta pengorbanannya anaknya dapat menjadi apa yang diharapkan oleh orang tua. 11. Buat Novi Aryani Siregar dan Delfi Diapari Siregar, terimakasih semangat dan dorongannya semoga nantinnya kalian juga dapat mencapai apa yang kalian cita-citakan. 12. Buat Ujing Diah dan Kak Adek terima kasih karena selalu mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi secepat mungkin 13. Buat Tulang Sadat terima kasih atas motivasinya dan tempat tinggal selama ini semoga kita semua sukses. 14. Buat teman-teman terdekat yang terbaik, ” Ilham, Migdad, Hartanta, dan Igun, ayo kalian juga bisa, semoga kita ketemu di puncak sukses. 15. Rekan-rekan di Tianshi terima kasih dan jangan pernah menyerah. 16. Abang-abang dan kakak senior serta Adek-adek Junior di FH USU 17. Teman-teman dan Stambuk 2004 ( dari PRM sampai Reguler), Khusus teman-teman group A, senang bisa mengenal kalian semua (Vellyn-Virsa-Ayu-Tika- Irma cs, Ilsa-Tantri – Tami Cs, HerniAyu, Amar cs, Ririn, Chairul, Darma, Mira, Agus, Raja Cs, Desy, Endame, Siska Cs), dan semua Pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu lagi.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Semoga ALLAH SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan mahasiswa-mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Medan, Februari 2008 Hormat Saya,
Ramon Menik Siregar
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................
v
ABSTRAKSI .........................................................................................
vii
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..........................................................
5
C. Tujuan dan manfaat Penelitian ..........................................
5
D. Keaslian Penulisan ............................................................
6
E. Tinjauan Kepustakaan .......................................................
6
F. Metode Penulisan ..............................................................
11
G. Sistematika Penulisan ........................................................
12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM, HUKUM ADAT, DAN HUKUM PERDATA A. Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Perdata ............................................................................ 14 B. Dalil Disyariatkannya Hibah ...................................................... 20 C. Sasaran Hibah dan Batasannya Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata ............................................... 22 D. Rukun dan Syarat Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata ............................................... 27 E. Macam – Macam Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata...................................................................... 35
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP AHLI WARIS A. Teori Perlindungan Hukum ................................................... 40 B. Hak dan Kewajiban Ahli Waris ............................................. 41 C. Syarat-syarat yang Berhak Menerima Warisan ..................... 44 D. Cara Memperoleh Hak Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perdata .............................................................. 47
BAB IV
FUNGSI HIBAH DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN A. Fungsi Hibah dalam Melindungi Kepentingan Anak ............ 52 B. Hubungan Hukum Penghibah dengan Harta yang Dihibahkan .................................................................... 77 C. Akibat Hukum Berlaku Pemberian Hibah ............................. 83
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................... 119 B. Saran ..................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 123
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
ABSTRAKSI Pemindahan hak waris dapat dilakukan melalui hibah, wasiat dan lain-lain, namun dalam kasus-kasus tertentu ternyata pembagian harta lewat hibah lebih tepat dilakukan daripada melalui cara lain, dikarenakan pembagian melalui hibah ini dirasakan sangat tepat, misalnya, sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan 2 orang putra. Anak pertama sudah meraih gelar S1 dan telah bekerja sebagai PNS di sebuah instansi pemerintah, sedangkan anak kedua sedang duduk di bangku SD. Dalam keadaan semacam ini, seandainya kedua orang tua mereka meninggal dunia, maka harta peninggalan tersebut dibagi berdasarkan hukum waris Islam, tentu bagian bagian yang akan mereka peroleh adalah sama. Secara lahiriah, memang bagian yang mereka peroleh adalah sama, namun jika dipikirkan lebih jauh lagi, sebenarnya anak yang tertua sudah lebih banyak menikmati dan menerima harta orang tuanya jika dibandingkan dengan adiknya sendiri, karena segala biaya pendidikannya selama ini adalah berasal dari orang tuanya.Keadaan rumah tangga semacam inilah yang mendasari agar kepentingan ahli waris dapat terlindungi dengan baik dilakukan pemberian hibah. Dari latar belakang tersebut melahirkan permasalahan, yaitu bagaimanakah fungsi hibah dalam melindungi kepentingan anak dalam pembagian harta menurut hukum Islam, hukum Adat, dan KUH. Perdata. Untuk itu metode yang digunakan penelitian hukum normatif dan empiris serta dikaji berasarkan hukum empiris, yakni berdasarkan fakta-fakta hukum secara nyata yang berkenaan dengan praktek hibah di dalam masyarakat Tapanuli Selatan, setelah itu dibandingkan dengan ketentuan hukum Islam, hukum adat dan hukum perdata(BW), dengan menggunakan metode komparatif, sedangkan data lapangan yang diperoleh melalui wawancara, akan dijadikan sebagai data pendukung dan pelengkap saja. Hasilnya adalah hibah sangat besar fungsinya dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan anak dalam pandangan hukum Islam. Di antara fungsi hibah hibah tersebut antara lain : berfungsi sebagai penolong, sebagai pemupuk rasa kecintaan dan berfungsi sebagai penghargaan bagi anak kandung, sedangkan fungsi hibah dalam pandangan hukum adat antara lain sebagai penghalang terjadinya perpecahan antara anak, berfungsi sebagai pertolongan, sebagai pembayaran upah, berfungsi sebagai biaya persediaan bayo pangoli dan berfungsi sebagai koreksi terhadap berbagai kekurangan yang terdapat dalam hukum waris adat, sedangkan fungsi menurut hukum perdata sama halnya dengan fungsi yang ada pada hukum Islam dan hukum adat, namun pemberian hibah kepada anak harus didasarkan pada suatu kuasa. Untuk itu disarankan kepada orang tua supaya memperhatikan tata cara pelaksanaan hibah yang benar agar membawa keadillan dan kemaslahatan bagi seluruh anak kandung dan keluarga, serta diharapkan kepada para ulama, khususnya pengadilan agama supaya menyampaikan dan mensosialisasikan tentang manfaat manfaat pelaksanaan hibah dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan anak pada pembagian harta, supaya hibah tersebut memberikan kemanfaatan bagi seluruh manusia.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menerapkan dan memakai hukum waris Islam ketika melakukan pembagian harta warisan adalah merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh setiap muslim. Hal ini sesuai dengan bunyi surat An Nisa ayat 13 dan 14, di mana Allah akan menempatkan sorga selama-lamanya bagi orang-orang yang mentaati ketentuan (pembagian harta pusaka) dan memasukkan ke neraka untuk selamalamanya bagi orang-orang yang tidak mengindahkannya. Rasulullah SAW juga memerintahkan agar setiap muslim membagi harta pusaka menurut Al Qur’an seabgaimana dalam sabdanya : Bagilah harta pusaka antara ahli waris menurut kitabullah” 1 Hukum waris adalah hukum yang bersumber langsung dari Allah SWT. Oleh karenanya, sesuatu hukum yang bersumber pada Allah SWT pasti akan cocok untuk segala jaman dan tempat, karena Allah maha tahu atas segala sesuatu yang telah dan yang akan terjadi. Lain halnya dengan manusia yang memiliki kemampuan terbatas, hanya mampu mengetahui sesuatu yang telah terjadi. Jadi wajar sajalah kalau produk hukumnya tidak pernah bersifat kekal dan abadi. Peninggalan harta seorang muslim wajib dibagi berdasarkan hukum waris Islam, karena di samping merupakan perintah Tuhan, juga aturan yang terdapat di dalamnya sepenuhnya mengandung keadilan yang mutlak. 1
Imam Az-Zabidi Ilyas Ruchiyat, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, Mizan, Bandung, 1997,
h.895 Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Hukum waris adalah salah satu cara pemindahan hak dari pemilik harta kepada orang lain, di samping cara ini masih ada lagi beberapa cara pemindahan hak yang dikenal dalam hukum Islam, diantarannya melalui hibah, wasiat dan lain-lain. Kesemua cara ini sama nilainya di sisi Allah SWT. Hanya saja masingmasing cara mempunyai syarat dan kondisi yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian, manusia dituntut untuk menentukan dan menemukan kondisi yang tepat bagi masing-masing cara, karena tidak disebutkan secara eksplesit dalam nas. Dalam kasus-kasus tertentu misalnya, ternyata pembagian harta lewat hibah lebih tepat dilakukan daripada melalui cara lain. Umpamanya, sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang putra. Anak pertama sudah meraih gelar S1 dan telah bekerja sebagai PNS di sebuah instansi pemerintah, sedangkan anak kedua sedang duduk di bangku SD. Dalam keadaan semacam ini, seandainya kedua orang tua mereka meninggal dunia, maka harta peninggalan tersebut dibagi berdasarkan hukum waris Islam, tentu bagian yang akan mereka peroleh adalah sama. Dengan mendapatkan bagian yang sama tentu merupakan suatu kerugian bagi anak yang masih SD, sebab anak yang duduk di bangku SD masih membutuhkan dana yang sangat besar untuk kelanjutan pendidikannya dikemudian hari, sementara bagi anak tertua sudah tidak membutuhkan dana lagi untuk pendidikannya karena anak tertua sudah bekerja sebagai pegawai negeri. Secara lahiriah, memang bagian yang mereka peroleh adalah sama, namun jika dipikirkan lebih jauh lagi, sebenarnya anak yang tertua sudah lebih banyak menikmati dan menerima harta orang tuanya jika dibandingkan dengan adiknya
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
sendiri, karena segala biaya pendidikannya selama ini adalah berasal dari orang tuanya. Keadaan rumah tangga semacam ini perlu dipikirkan tentang sistem pembagian makalah yang paling tepat diterapkan di antara berbagai sistem yang ada dalam Islam, agar kepentingan ahli waris dapat terlindungi dengan baik. Apakah pembagiannya dilakukan ketika orang yang akan mewarisi masih hidup melalui hibah ataukah pembagiannya dilakukan setelah orang yang memiliki harta meninggal dunia berdasarkan hukum waris Islam. Allah SWT telah mengatur masalah warisan ini secara rinci, namun kenyataanya pada masa sahabat telah terjadi berbagai ijtihad menyangkut penerapan hukum Faraid ini, yang menurut pemikiran manusia sudah seharusnya tidak terjadi ijtihad dalam masalah Faraid, karena sudah dijelaskan oleh Allah secara rinci dan detail. Di antara ijtihad menyangkut hukum waris ini telah dilakukan oleh para sahabat Nabi, seperti masalah Aul, Raddun, Mimbariyyah, Dinariyyah, akdariyyah, bakhilah, Kharqa. Gharra dan lain sebagainya. 2 Semua contoh ijtihad yang dikemukakan di atas adalah lahir disebabkan oleh adanya situasi dan kondisi yang melatar belakanginya. Oleh karenanya, situasi dan kondisi tertentu, bisa dijadikan alasan dilakukannya ijtihad selama tidak bertentangan dengan wahyu Allah SWT. Lagi pula ijtihad yang dilakukan oleh para sahabat tersebut semuanya membawa kemaslahatan bagi umat manusia. Kalau dalam masalah warisan saja terbuka peluang melakukan ijtihad dalam situasi dan kondisi tertentu, apalagi dalam masalah hibah tentu juga terbuka
2
Facthur Rahman, Ilmu Waris, Al Ma’arif, Bandung, 1981, h. 525.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
pintu ijthad dalam menentukan kondisi yang bagaimana pembagian harta berdasarkan hibah bisa dianggap lebih membawa kemaslahatan bagi keluarga tertentu. Hibah, wasiat dan warisan disyariatkan oleh Allah SWT adalah sematamata untuk kemaslahatan manusia pada umumnya. Oleh karena itu, harus dimanfaatkan dan dilaksanakan oleh manusia. Masa berlakunya hibah berbeda dengan masa berlakunya wasiat, begitu juga dengan warisan. Baik hibah, wasiat maupun warisan ketiganya memiliki situasi dan kondisi yang berbeda dalam pelaksanaan dan penerapannya. Apabila dilaksanakan hibah pada kondisi yang tepat, tentu akan membawa kemaslahatan bagi suatu keluarga. Sebaliknya jika dilakukan pada situasi dan kondisi yang tidak tepat, akan membawa kerugian bagi ahli waris, begitu seterusnya. Barangkali inilah di antara penyebab ketertarikan peneliti dalam mengangkat masalah hibah ini. Wilayah kecamatan Padang Bolak menjadi pilihan dalam penelitian ini dikarenakan masyarakat di sana khususnya masyarakat Portibi lebih sering membagikan harta lewat jalan hibah. Artinya, sebelum orang tua mereka meninggal dunia, harta yang bakal menjadi warisan lebih dahulu dibagi selagi orang tua mereka (calon si pewaris) masih hidup. Lewat sistem hibah ini, mereka bebas
menentukan
bagian
masing-masing. Mana yang dianggap lebih
membutuhkan biaya, diberikan bagian yang paling banyak dari yang lain.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
B. Perumusan Masalah Dalam latar belakang yang telah dikemukan di atas melahirkan beberapa permasalahan yang sangat perlu diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana fungsi hibah dalam melindungi kepentingan anak dalam masalah pembagian harta menurut hukum Islam, hukum adat, dan KUH.Perdata? 2. Bagaimana hubungan hukum antara penghibah dengan harta yang telah dihibahkan baik menurut Hukum Islam, hukum adat, dan KUH. Perdata? 3. Bagaimana akibat hukum berlaku pemberian hibah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui secara jelas tengang fungsi hibah dalam melindungi kepentingan anak ketika pembagian harta dilaksanakan baik menurut hukum Islam maupun hukum adat, dan KUH.Perdata. 2. Untuk mengetahui dengan jelas tentang hubungan penghibah dengan harta yang dihibahkan baik menurut Hukum Islam, hukum adat, dan KUH. Perdata 3. Untuk mengetahui secara jelas tentang akibat hukum berlaku pemberian hibah. Manfaat dalam penelitian ini adalah Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis memberikan informasi tentang peranan hibah dalam
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
memberikan perlindungan bagi kepentingan anak pada pembagian harta. Secara praktis, akan menambah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum Islam, sehingga dapat memberikan bahan hukum bagi kalangan yang berminat mempelajarinya.
D. Keaslian Penulisan Sepanjang pengetahuan saya, penelitian menyangkut masalah yang diangkat tersebut belum pernah diteliti sebelumnya, khususnya pada Program Strata Satu (S1) Fakultas Hukum USU Medan. Dengan demikian, saya beranggapan bahwa penelitian ini adalah asli.
E. Tinjauan Pustaka 2. Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata (BW) a. Menurut Hukum Islam Pengertian hibah ini cukup banyak ditemukan dalam literatur hukum Islam, walaupun ada prinsipnya semuanya sama. Kata hibah ini sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yang artinya memberikan atau menghadirkan, sedangkan hibah adalah kata benda dalam bentuk,yang artinya pemberian. 3 Pengertian hibah menurut bahasa adalah suatu pemberian yang lepas dari penggantian dan maksud tertentu. 4 Menurut Syamsuddin Al Muqdasiy
3
Al Munawir, Kamus Bahasa Arab, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997, h. 385. Syamsuddin Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Al Khatib, Mugnal Muhtaz, Juz III, Darul Kutubil Ilmiuyyah, Beirut-Libanon, 1994, h. 558. 4
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
menerangkan bahwa hibah itu adalah pemberian seseorang yang hidup dengan tiada perjanjian untuk mendapatkan balasan yang baik. 5 Dalam kitab Mukhtasarul Ahkamil Fiqhiyyah dijelaskan bahwa pengertian hibah itu adalah suatu sedekah atau derma dari seseorang yang rasyid (yang balig/dewasa) dari suatu harta yang dimilikinya. 6 Hibah adalah perbuatan hukum sepihak. Dalam hal ini pihak yang satu memberikan atau berjanji akan memberikan benda kepunyaanya kepada pihak lain dengan tidak mendapatkan tukaran/penggantian/imbalan. 7 Dalam Ensiklopedia Islam diterangkan bahwa hibah artinya berembusnya atau berlalunya angin. Menurut bahasa berarti suatu pemberian terhadap orang lain, yang sebelumnya orang lain itu tak punya hak terhadap benda tersebut. Hibah dalam pengertian tersebut bersifat umum, baik untuk bersifat materi maupun untuk yang bersifat non materi. Para Fukaha (ahli Fiqh) mendefenisikannya sebagai akad yang mengandung penyerahan hak milik seseorang kepada orang lain semasa hidupnya tanpa ganti rugi. 8 Adapun pengertian hibah secara istilah adalah suatu akad yang berisi pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia masih hidup dengan tiada mengharap suatu imbalan, 9 apabila seseorang membolehkan orang lain memanfaatkan hartanya dengan tiada memberikan hak milik, maka yang
5
Syamsuddin Al Muqdasiy Abi Abdillah Muhammad Ibnu Muflih, Kitabul Furu, Juz I kamus Al Munawir, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997. 6 Ali Ibni Farid Al Kasyjanuari Hindiy, Mukhtasharul Ahkamil Fiqhiyyah, Darul tisham. 7 Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya,, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, h.71. 8 Ensiklopedia Islam, Depdinaknas, faskal II, Inchtiah Baru Van Hoeve, Jakarta, h. 106. 9 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid III, Darul Fathi Lil I’lamil Arabiy,AlQahirah,1410H, h. 417 Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
demikian ini disebut peminjaman. Begitu juga apabila ada seseorang menghadiahkan khomer (minuman yang beralkohol) atau menghadiahkan bangkai, maka sesungguhnya yang demikian itu tidak bisa dikatakan sebagai hadiah dan pemberian, dan apabila pemberian harta tersebut dilakukan semasa hidup dan berlaku setelah penghibah meninggal dunia, maka yang demikian itu dinamakan wasiat, apabila pemberian itu diiringi oleh suatu penggantian, itu adalah bentuk jual beli dan berlaku jumlah jual beli.10 Apabila ditelusuri secara lebih mendalam, istilah hibah itu berkonotasi memberikan hak milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dan jasa. Oleh sebab itu, istilah balas jasa dan ganti rugi tidak berlaku dalam transaksi hibah. 11 Ringkasnya, hibah secara umum bisa juga mengandung tindakan hukum hadiah atau sedekah. Keduanya merupakan pemberian yang bersifat sukarela dan mengharapkan ridha Allah SWT. Makna hibah secara khusus meliputi hal-hal di bawah ini : 1. Ibraa, artinya menghibahkan hartanya kepada orang lain yang berhutang. 2. Sadaqah, artinya menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di hari akhirat. Pada motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat. 3. Hadiah, artinya imbalan yang diberikan seseorang karena seseorang tersebut telah mendapatkan hibah. 12 Pada dasarnya hadiah dari hibah. Hanya saja
10
Ibid, Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, April 1997,h. 74. 12 Sayyid Sabiq, Op.Cit, h. 417. 11
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
kebiasaanya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terimakasih dan kekagumaan seseorang. 13 b. Menurut Hukum Adat Istilah hibah telah lama dikenal dalam hukum adat. Pengertian hibah menurut hukum adat adalah suatu pemberian sukarela kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan suatu apapun. Hibah dalam pengertian lain adalah pembagian keseluruhan ataupun sebagian daripada harta kekayaan semasa pemiliknya masih hidup. 14 Masalah hibah ini telah lama dipraktekkan oleh masyarakat adat sampai sekarang, karena mereka menghendaki agar harta tersebut dapat diberikan sesuai dengan kehendak pemilik harta, di samping pemilik harta juga ingin mengetahui kepada siapa hartanya dibagikan sebelum ia meninggal dunia. Pengertian hibah dalam hukum adat adalah pembagian harta peninggalan diwaktu masih hidup pemiliknya dan diperuntukkan buat dasar kehidupan materil anggota-anggota keluarga. 15 Penghibahan itu cirinya ialah penyerahan barangnya berlaku dengan seketika. 16 Waktu anak menjadi dewasa dan pergi meninggalkan rumah orang tua, biasanya anak-anak ini dibekali sebidang tanah pertanian, sebidang tanah pekarangan dengan rumahnya, beberapa ekor ternak dan lain sebagainya. Barangbarang itu semua sudah merupakan bahagiannya dalam harta benda keluarga,
13
Helmi Karim, Op.Cit, h. 80. Soerojo Wignojodipoero, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1973, h. 204. 15 Ter Haar, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, h. 210. 16 Ibid, 14
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
yang kelak diperhitungkan pada pembagian harta peninggalan sesudah matinya kedua orang tuanya. 17 Hibah dalam hukum adat juga dikenal dengan istilah hibah wasiat, yang maksudnya adalah orang tua membagi-bagi hartanya dengan cara yang layak menurut anggapnya, ketika ia masih hidup. 18 Penghibahan ini dilakukan untuk mencegah
perselisihan,
keributan
dan
cekcok
dalam
membagi
harta
peninggalannya kemudian hari. c. Menurut Hukum Perdata Pengertian hibah menurut kitab undang-undang hukum perdata yaitu suatu perjanjian dengan mana di penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
2. Teori Perlindungan Hukum Perlindungan hukum terdiri dari kata perlindungan dan hukum, perlindungan yaitu perbuatan melindungi atau penjagaan,sedangkan hukum adalah segala Undang-Undang, peraturan baik yang sifatnya memaksa ataupun mengatur guna terciptanya ketertiban dalam masyarakat. 19 Jadi pengertian perlindungan hukum yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada masyarakat.
17
Ibid, Soerojo Wignojodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995, h. 174. 19 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, h. 40 18
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
F. Metode Penelitian Penulisan ini adalah dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris serta perbandingan hukum. Dalam skripsi ini, bahan kepustakaan dijadikan sebagai bahan utama dalam membahas dan menganalisa berbagai permasalahan yang diteliti, sedangkan data lapangan yang diperoleh melalui wawancara, akan dijadikan sebagai data pendukung dan pelengkap saja.20 Bahan kepustakaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah hibah seperti kitab-kitab fiqh, hukum adat, Kompilasi Hukum Islam (KHI), KUH Perdata dan lain sebagainya. 2. Bahan hukum sekunder, berupa hasil-hasil penelitian dari para ulama dan kalangan hukum seperti jurnal, makalah-makalah dan lain-lain. 3. Bahan hukum tertier, berupa kamus Arab, kamus umum serta ensiklopedia. Penelitian ini juga dikaji berdasarkan hukum empiris, yakni berdasarkan fakta-fakta hukum secara nyata yang berkenaan dengan praktek hibah di dalam masyarakat Tapanuli Selatan. Setelah penelitian ini dibahas berdasarkan hukum normatif dan hukum empiris, kemudian baru dibandingkan dengan menggunakan metode komparatif melalui ketentuan hukum Islam hukum adat dan hukum perdata (BW).
20
Data lapangan dijadikan sebagai pelengkap dapat dilihat dalam disertai Aqib Suminto, 1985, Politik Islam Hindia Belanda, LP3ES, 1985, h. 4-11, Bandingkan dengan Moh. Mahtud, MD, 1993, Perkembangan Politik Hukum,Studi Tentang Hukum di Indonesia, Ringkasan Disertasi, Yogykarta, UGM, h. 9. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
G. Sistematika Penulisan Suatu penulisan ilmiah perlu dibatasi ruang lingkupnya agar hasil yang akan diuraikan terarah dan data yang diperoleh relevan untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Agar materi ini dapat diikuti dan dimengerti dengan baik, maka saya menyusunnya secara sistematis dalam pembahasan yang semakin meningkat bab per bab. Secara keseluruhan sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang menguraikan apa yang menjadi alasan pemilihan skripsi ini, sekaligus merumuskan masalah, serta memaparkan cara untuk mencapai tujuan pembahasan skripsi ini dan juga membatasi ruang lingkup pembahasan.
BAB II
: TINJAUAN UMUM TENTANG HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM, HUKUM ADAT DAN HUKUM PERDATA (BW) Bab ini berisikan uraian teoritis secara umum, di mana akan diuraikan mengenai pengertian Hibah menurut Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Perdata, Dalil Disyariatkannya Hibah, Sasaran Hibah dan Batasannya Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata, Rukun dan Syarat Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata, Macammacam Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
BAB III
: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP AHLI WARIS Bab ini berisikan uraian teoritis secara umum dan suatu pembahasan Teori Perlindungan Hukum, Hak dan Kewajiban Ahli Waris, Syarat-syarat yang Berhak Menerima Warisan, dan Cara Memperoleh Hak Hukum Islam dan Hukum Perdata.
BAB IV
: FUNGSI HIBAH DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN Bab ini berisikan teori serta pembahasan terhadap permasalahan fungsi hibah dalam melindungi kepentingan anak serta hubungan hibah dengan harta yang dihibahkan dan akibat Hukum berlaku pemberian hibah.
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dan saran yang ditarik berdasarkan apa yang telah dijabarkan secara jelas di dalam Bab pembahasan. Berdasarkan kesimpulan ini kemudian diberikan saran yang dianggap dapat memberikan masukan-masukan, minimal untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan pemikiran.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM,HUKUM ADAT,DAN HUKUM PERDATA
A. Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata (BW) 1. Menurut Hukum Islam Pengertian hibah ini cukup banyak ditemukan dalam literatur hukum Islam, walaupun ada prinsipnya semuanya sama. Kata hibah ini sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yang artinya memberikan atau menghadirkan. Sedangkan hibah adalah kata benda dalam bentuk yang artinya pemberian. 21 Pengertian hibah menurut bahasa adalah suatu pemberian yang lepas dari penggantian dan maksud tertentu. 22 Menurut Syamsuddin Al Muqdasiy menerangkan bahwa hibah itu adalah pemberian seseorang yang hidup dengan tiada perjanjian untuk mendapatkan balasan yang baik. 23 Dalam kitab Mukhtasarul Ahkamil Fiqhiyyah dijelaskan bahwa pengertian hibah itu adalah suatu sedekah atau derma dari seseorang yang rasyid (yang balig/dewasa) dari suatu harta yang dimilikinya. 24 Hibah adalah perbuatan hukum sepihak. Dalam hal ini pihak yang satu memberikan atau berjanji akan memberikan benda kepunyaanya kepada pihak lain
21
Al Munawir, Op.Cit, h. 385. Syamsuddin Muhammad Bin Muhammad Al Khatib, Op.Cit, h. 558. 23 Syamsuddin Al Muqdasiy Abi Abdillah Muhammad Ibnu Muflih, Op.Cit, h. 197. 24 Ali Ibni Farid Al Kasyjanuari Hindiy, Op.Cit, h. 235. 22
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 14 USU Repository © 2008
dengan tidak mendapatkan tukaran/penggantian/imbalan. 25 Dalam Ensiklopedia Islam diterangkan bahwa hibah artinya berembusnya atau berlalunya angin. Menurut bahasa berarti suatu pemberian terhadap orang lain, yang sebelumnya orang lain itu tak punya hak terhadap benda tersebut. Hibah dalam pengertian tersebut bersifat umum, baik untuk bersifat materi maupun untuk yang bersifat non materi. Para Fukaha (ahli Fiqh) mendefenisikannya sebagai akad yang mengandung penyerahan hak milik seseorang kepada orang lain semasa hidupnya tanpa ganti rugi. 26 Adapun pengertian hibah secara istilah adalah suatu akad yang berisi pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia masih hidup dengan tiada mengharap suatu imbalan. 27 Sedangkan apabila seseorang membolehkan orang lain memanfaatkan hartanya dengan tiada memberikan hak milik, maka yang demikian ini disebut peminjaman. Begitu juga apabila ada seseorang
menghadiahkan
khomer
(minuman
yang
beralkohol)
atau
menghadiahkan bangkai, maka sesungguhnya yang demikian itu tidak bisa dikatakan sebagai hadiah dan pemberian. Dan apabila pemberian harta tersebut dilakukan semasa hidup dan berlaku setelah penghibah meninggal dunia, maka yang demikian itu dinamakan wasiat. Dan apabila pemberian itu diiringi oleh suatu penggantian, itu adalah bentuk jual beli dan berlaku jumlah jual beli.28 Apabila ditelusuri secara lebih mendalam, istilah hibah itu berkonotasi memberikan hak milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan
25
Andi Tahir Hamid, Op.Cit, h. 71. Ensiklopedia Islam, Op.Cit, h. 106. 27 Sayyid Sabiq, Op.Cit, h. 417. 28 Ibid 26
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
imbalan dan jasa. Oleh sebab itu, istilah balas jasa dan ganti rugi tidak berlaku dalam transaksi hibah. 29 Ringkasnya, hibah secara umum bisa juga mengandung tindakan hukum hadiah atau sedekah. Keduanya merupakan pemberian yang bersifat sukarela dan mengharapkan ridha Allah SWT. Sedangkan makna hibah secara khusus meliputi hal-hal di bawah ini : 1. Ibraa, artinya menghibahkan hartanya kepada orang lain yang berhutang. 2. Sadaqah, artinya menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di hari akhirat. Pada motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat. 3. Hadiah, artinya imbalan yang diberikan seseorang karena dia telah mendapatkan hibah. 30 Pada dasarnya hadiah dari hibah. Hanya saja kebiasaanya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terimakasih dan kekagumaan seseorang. 31 2. Menurut Hukum Adat Istilah hibah telah lama dikenal dalam hukum adat. Pengertian hibah menurut hukum adat adalah suatu pemberian sukarela kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan suatu apapun. Hibah dalam pengertian lain adalah pembagian keseluruhan ataupun sebagian daripada harta kekayaan semasa pemiliknya masih hidup. 32 Masalah hibah ini telah lama dipraktekkan oleh masyarakat adat sampai sekarang, karena mereka menghendaki agar harta tersebut
29
Helmi Karim, Op.Cit, h. 74. Sayyid Sabiq, Loc.Cit 31 Helmi Karim, Op.Cit h. 80. 32 Soerojo Wignojodipoero, Op.Cit, h. 204. 30
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
dapat diberikan sesuai dengan kehendak pemilik harta, di samping pemilik harta juga ingin mengetahui kepada siapa hartanya dibagikan sebelum ia meninggal dunia. Pengertian hibah dalam hukum adat adalah pembagian harta peninggalan diwaktu masih hidup pemiliknya dan diperuntukkan buat dasar kehidupan materil anggota-anggota keluarga. 33 Penghibahan itu cirinya ialah penyerahan barangnya berlaku dengan seketika. 34 Waktu anak menjadi dewasa dan pergi meninggalkan rumah orang tua, biasanya anak-anak ini dibekali sebidang tanah pertanian, sebidang tanah pekarangan dengan rumahnya, beberapa ekor ternak dan lain sebagainya. Barangbarang itu semua sudah merupakan bahagiannya dalam harta benda keluarga, yang kelak diperhitungkan pada pembagian harta peninggalan sesudah matinya kedua orang tuanya. 35 Hibah dalam hukum adat juga dikenal dengan istilah hibah wasiat, yang maksudnya adalah orang tua membagi-bagi hartanya dengan cara yang layak menurut anggapnya, ketika ia masih hidup. 36 Penghibahan ini dilakukan untuk mencegah
perselisihan,
keributan
dan
cekcok
dalam
membagi
harga
peninggalannya kemudian hari.
33
Ter Haar, Op.Cit, h. 210. Ibid 35 Ibid 36 Soerojo Wignojodipoero, Op.Cit, h. 174. 34
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
3. Menurut Hukum Perdata. Pengertian Hibah menurut KUH Perdata yaitu suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Istilah hibah ini telah dipergunakan dalam KUH Perdata. Dalam hukum Islam juga dikenal dengan istilah hibah. Dengan demikian pastilah ada semacam plagiat di antara kitab hukum itu. Hukum Islam meniru KUH Perdata ataukah KUH Perdata meniru hukum Islam. Menurut K.H Hasbullah Bakry bahwa pasti KUH.Perdata itulah yang meniru kitab fiqh, sebab kitab fiqh mazhab sudah ada sejak tahun 700 masehi, sedangkan KUH Perdata baru ada pada awal abad XIX yakni berdasarkan kode Napoleon, yang disusun setelah Napoleon Bonaparte pulang dari berdiam di Mesir antara Mei 1778 hingga Agustus 1779 (13 bulan). Sebagaimana diketahui bahwa sejarah KUH Perdata Indonesia itu adalah berdasarkan asas konkordansi dari kodifikasi BW di negeri Belanda (1838),( sedangkan BW Belanda itu mengikuti code civil Prancis yang terkenal dengan kode Napoloen (1807). Adapun code Napoleon di Prancis yang merupakan cikal bakal KUH.Perdata Eropa modern sekarang ini adalah berpangkal pada dua sumber yaitu hukum Romawi dan Hukum Islam. 37 Hukum Romawi itu terkenal dengan kodifikasi Justinianus (483-565 M), yang sering disebut juga Codex Justianus atau Justinian Corpus Juris Civilis. 37
Mhd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, h. 56-57. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Sedangkan hukum fiqh Islam yang diambil oleh Napoleon itu ialah kitab fiqh susunan Abdullah As Syaraqawi (1737-1821M). Ketika Napoleon menduduki Kairo, Syarqawi adalah Syaikhul Al Azhar dan diminta oleh Napoleon membantu tim hukum Prancis. 38 Dapat diambil contoh dalam pasal 1666 hingga 1693 KUHPerdata membicarakan masalah hibah dan ternyata persis sama dengan tema yang dibicarakan fiqh Islam tentang hibah. Kalau diteruskan perbandingan itu menurut isi fiqh, maka pasal-pasal selanjutnya dari KUHPerdata tentang penitipan barang (pasal 1730-1939) tidak lain daripada terjemahan bebas dari apa yang disebut dalam kitab fiqh wadi’ah seperti dimaksud dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 58. 39 Sebaliknya, terhadap benda yang bergerak kedua perbuatan tersebut telah menjadi satu, karena menurut undang-undang, terhadap benda yang bergerak ini levering lazimnya berupa penyerahan dari tangan ke tangan. Bagaimana pentingnya akibat pengertian tentang ”penyerahan” itu nampak jika kita membandingkan sistem B.W. dengan sistem Code Civil mengenai dasar ini. Menurut Code Civil, dalam hal jual beli, hak milik berpindah pada saat perjanjian beli itu ditutup, sedangkan menurut sistem B.W suatu perjanjian jual beli belumlah berpindah hak milik, tanpa perbuatan ”levering”, yaitu untuk benda bergerak penyerahan dari tangan ke tangan dan untuk benda yang tak bergerak pengutipan ”akte van transport” dalam register eigendom, yang dinamakan balik nama. 38 39
Ibid, Ibid,
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Sistem kausal juga mensyaratkan bahwa yang memindahkan milik itu haruslah orang yang berwenang (pemilik). Disimpul dari pasal 584 B.W. Suatu penyimpangan adalah pasal 1977 (1) yang menentukan adalah : bahwa mengenai barang bergerak dianggap sebagai pemilik dan karenannya dapat memindahkan hak milik secara sah. Ada beberapa istilah lain yang dapat dinilai sama dengan hibah yakni ”schenking” dalam bahasa Belanda dan gift dalam bahasa Inggris. Tetapi antara gift dengan hibah terdapat perbedaan mendasar terutama di dalam cakupan pengertiannya. Demikian pula hibah dengan schenking pun memiliki perbedaan mendasar, terutama menyangkut masalah kewenangan istri. Demikian pula yang terjadi antara suami istri. Schenking tidak dapat dilakukan istri tanpa bantuan suami. Demikian pula schengking tidak boleh antara suami istri. Adapun hibah dapat dilakukan oleh seorang istri tanpa bantuan suami. Demikian pula hibah antara suami istri tetap dibolehkan. 40
B. Dalil Disyariatkannya Hibah Hibah menurut ajaran Islam dimaksudkan untuk menjalin kerjasama sosial yang lebih baik dan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara sesama manusia. Islam, sesuai dengan namanya, bertujuan agar penganutnya hidup berdampingan secara damai, penuh kecintaan serta kasih sayang dan saling membantu dalam mengatasi kesulitan bersama atau pribadi. Untuk terciptannya hal tersebut, salah
40
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Rineke Cipta, Jakarta, 1992, h.372.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
satu jalan yang dianjurkan Islam adalah hibah. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda : ”Saling memberi hadih dan saling berkasih sayanglah kamu” 41 Dalam riwayat lain dari khalid bin Adiy, Nabi SAW mengatakan “ Jika salah seorang saudaramu (seiman) datang memberikan sesuatu secara baik tanpa berlebih-lebihan dan tanpa mengharapkan sesuatu sebagai imbalan, maka terimalah pemberian tersebut, jangan kamu menolaknya, karena hal itu merupakan rejeki yang dialirkan Allah kepada kamu” 42 Dalam hadis lain diterangkan bahwa Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah:”Ya Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki 2 orang tetangga, lalu kepada siapa yang paling tepat saya beri hadiah? Kemudian Rasul bersabda “Kepada tetangga yang pintu rumahnya paling dekat dengan rumahmu” 43 Dan dari Abu Hurairah berkata bahwa pernah Rasullullah bersabda : “Saling
memberi
hadiahlah
kamu,
sesungguhnya
yang
demikian
itu
menghilangkan rasa dengki di antara kamu”. 44 Dalam kitab-kitab hadis banyak ditemui hadist yang menunjukkan bahwa Nabi SAW sering diberi hadiah oleh orang lain dan Nabi tidak pernah menolaknya. Untuk itulah Nabi SAW memotivasi pengikutnya untuk menerima pemberian orang lain yang seiman, jika pemberian itu tidak mempunyai motivasi lain, selain dari sekedar rasa persaudaraan dan kerelaan. Bahkan lebih dari itu, dapat dilihat bahwa Nabi SAW sendiri menerima hadiah yang dikirimkan oleh
41
Imam Az-Zabidih Ilyas Ruchiyat, Op. Cit. h. 463 Ibid. 43 Sayyid Sabiq, Op.Cit., h. 418. 44 Sayyid Sabiq,Loc.Cit 42
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
sejumlah penguasa dan orang fakir. Oleh karena itu, para fukaha berpendapat adalah makruh hukumnnya jika seseorang menolak pemberian orang lain yang tanpa pamrih. 45 Sedangkan menerima hadiah dan memberi pembalasan kepada orang yang memberi hadiah itu, disyariatkan oleh Islam. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah telah menerima hadiah. Hadiah boleh diberikan oleh orang muslim kepada orang fakir dan demikian juga sebaliknya. Dalam berbagai hadist disebutkan bahwa Rasulullah prenah menerima hadiah dari orang-orang kafir, antara lain dari raja berbagai negara seperti Kisra, Kaisar dan banyak raja lainnya. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Turmudzi dan Al Bizar dari Ali, kemudian hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas, serta hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Bilal. 46
C. Sasaran Hibah dan Batasannya Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata 1. Menurut Hukum Islam Allah SWT berfirman sebagaimana yang tertera dalam surat Al Baqarah ayat 177 yang artinya : “ dan dia memberikan harta yang dikasihinya kepada kaum kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang meminta-minta (Al Baqarah : 177). 45
Ensiklopedia Islam. Op.Cit, h. 106. Muhammad Ibnu Ali Asy Syaukaniy, Ad Dararyyul Mudiyyah, Juz 2, Darul Ushur, Mesir, 1347 H, h. 145. 46
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Menurut H. Mahmud Yunus di dalam “tafsirul Qur’anul Karim” memberi keterangan ayat 177 sebagai berikut : yang dimaksud kebaikan adalah membelanjakan harta untuk : 1. Karib kerabat 2. Anak yatim 3. Fakir miskin 4. Orang yang musafir 5. Oran-orang yang meminta karena tiada kuasa berusaha sebab lemah, potong tangan dan lain sebagainya. 47 Hibah juga dapat dilakukan kepada seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, sebuah bangunan masjid, sekolah atau pranata kebajikan yang lainnya. Hibah dapat pula diperuntukkan kepada non muslim. 48 Hibah juga dapat diberikan kepada seseorang yang sekiranya berhak menjadi ahli waris, si penghibah dapat menghibahkannya. 49 Pelaksanaan hibah itu hukumnya sunnah, dan lebih utama diberikan kepada kaum kerabat. Disunnahkan bagi orang yang menghibahkan sesuatu kepada anak-anaknya, hendaklah ia menyamakan pemberiannya itu diantara mereka.
47
Muhammad Ibnu Ali Asy Syaukaniy, Ad Darariyyul Mudiyyah, Juz 2, Darul Ushur, Mesir, 1347 H, h. 145. 48 Abdul Rahman I, Doi, Hukum dan Kewarisan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. November 1996, h. 202. 49 Masjifuk zuhdi dalam Hazairin, Hukum Kekeluargan Nasional, Tintanas, Jakarta, 1996, h. 48. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Hibah merupakan pemberian yang murni, bukan karena mengharapkan pahala dari Allah, serta tidak pula terbatas berapa jumlahnya. 50 Dalam hibah tidak ada batasan, sebab dalam kasus ini yang empunya melepaskan sendiri segala hak secara langsung hartanya.
51
Fuqaha telah sepakat bahwa seseorang itu boleh
menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain (bukan ahli waris). Selanjutnya mereka berselisih pendapat tentang orang tua yang mengutamakan (pilih kasih) terhadap sebagian anaknya atas sebagian yang lain dalam soal hibah atau dalam soal penghibahan seluruh hartanya kepada sebagiannya tanpa sebagian yang lain. Jumhur fuqaha amsar (negeri-negeri besar) berpendapat bahwa hibah seperti itu makruh hukumnya, tetapi apabila terjadi, maka menurut pendapat mereka sah pula. Jumhur fuqaha 52 berpegangan bahwa ijma telah terjadi tentang bolehnya seseorang dalam keadaan sehatnya memberikan seluruh hartanya kepada orang asing di luar anak-anaknya, apabila pemberian seperti ini dapat terjadi untuk orang asing maka terlebih lagi terhadap anak. Alasan mereka adalah hadis Abu Bakar yang terkenal bahwa ia memberi Aisyah pecahan-pecahan seberat 20 wasaq dari harta hutan. Pada saat menjelang wafatnya, Abu Bakar berkata : ”Sesungguhnya aku dahulu memberimu pecahan (emas) 20 wasaq. Maka jika engkau memecah-mecah dan memilikinya, maka itu adalah bagimu. Hanya saja, harta itu sekarang menjadi harta waris. 53
50
Helmi Karim, Op.Cit. h. 75. Abdur Rahman, Op.Cit, h. 199. 52 Jumhur Fuqaha artinya mayoritas ulama fiqh 53 Ibnu Rush, Op.Cit, h. 246. 51
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Imam Malik berpendapat bahwa larangan bagi seseorang untuk menghibahkan seluruh hartanya kepada salah seorang anaknya itu lebih utama untuk diartikan kepada wajibnya. Menurut pendapatnya, mafhum hadis 54 tersebut mengharuskan larangan bagi seseorang untuk mengutamakan sebagian anaknya dengan pemberian seluruh hartanya. Dengan demikian, perbedaan pendapat dalam masalah ini disebabkan adanya perlawanan antara qiyas 55 dengan kata-kata larangan yang terdapat dalam hadist. Sebab, kebanyakan tuqaha berpendapat bahwa larangan dengan kata-katanya itu menghendaki keharamatannya, sebagian perintah itu menghendaki wajibnya. 56 1. Menurut Hukum Adat Menurut hukum adat bahwa orang tua itu terikat pada aturan, yakni semua anak harus mendapat bahagian yang patut daripada harta peninggalan. Selain daripada itu ia bebas dalam hal caranya membagi dan menentukan besar kecilnya bahagian masing-masing. 57 A. Ridwan Halim berpendapat bahwa adanya ketentuan tentang legitieme portie 58 merupakan suatu pembatasan atau rentriksi terhadap hibah, dengan maksud agar jangan sampai terjadi penghibahan itu sedemikian besarnya sehingga merugikan porsi para ahli waris yang berhak. 59
54
Artinya adalah maksud pemahaman tentang hadis Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada ketentuan hukumnya dengan suatu masalah yang sudah ada ketentuan hukumnya lantaran adanya persamaan illat di antara keduanya. Singkatnya adalah mempersamakan hukum cabang dengan hukum pokok. 56 Ibid, h. 246. 57 Ter Haar, Op Cit, h. 211. 58 Pembatasan jumlah bagian seseorang. 59 A Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, September 1989, h. 84. 55
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Menurut Soepomo bahwa sasaran hibah itu sebagai berikut : 1. Mereka yang menerima barang-barang harta itu adalah ahli waris, yaitu istri dan anak-anak. 2. Orang tua yang mewariskan itu, meskipun terikat oleh peraturan, bahwa segala anak harus mendapat bagian yang layak hingga tidak diperbolehkan melenyapkan hak waris sesuatu anak adalah bebas di dalam menetapkan barang-barang manakah akan diberikan kepada anak A dan barang-barang mana kepada anak B atau kepada istri. 60
3. Menurut Hukum Perdata Menurut hukum perdata sasaran dan batasan dari hibah menurut pasal 1666 KUH Perdata, tidak mengakui lain-lain hibah selainnya hibah di antara orang-orang yang masih hidup.Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada.Jika hibah itu meliputi benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal, menurut pasal 1667 KUH Perdata.Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berusaha untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah; hibah yang semacam itu, sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal(pasal 1668 KUH Perdata).
60
Soerojo Wignojodipoero, Op Cit, h. 175.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
D. Rukun dan Syarat Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata 1. Rukun Hibah a. Menurut Hukum Islam Hibah baru dikatakan sah apabila disertai oleh ijab dan kabul
61
atau
dengan bentuk lain yang mengandung isi pemberian harta kepada seseorang tanpa disertai imbalan. Sedangkan menurut sebagian pengikut Hanafi berpendapat bahwa cukup dengan ijab saja sudah sah. Kalau menurut pengikut Hambali saja sudah dianggap sah, sebab Nabi SAW diberi hadiah dan memberi hadiah, begitu juga para sahabat melakukan hal yang demikian itu. 62 Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid diterangkan bahwa rukun hibah ada tiga, yaitu : pemberi hibah (Al Wahib), Penerimah hibah (Al Mauhub lahu), dan perbuatan hibah itu sendiri. Di dalam hukum Islam hibah menjadi sah apabila telah memenuhi syarat yakni : ijab, qabul dan qabda. 63 Di dalam kitab Fiqh’ ala Mazhabil Arba’ah diterangkan bahwa rukun hibah itu ada 3, yakni : Orang yang melakukan akad (Orang yang menghibahkan dan yang menerima hibah), harta yang dihibahkan dan shigat hibah 64 . Hal yang senada juga disebutkan dalam buku Fiqh Muamalah. 65 Dalam Ilmu Fiqh
61
Ijab artinya pernyataan orang yang menyerahkan harta. Sedangkan Kabul adalah pernyataan pihak si penerima harta. 62 Sayyid Sabiq, Op.Cit, h. 419. 63 Sudarsono, Loc.Cit. 64 Abdur Rahman Al Jajriy, Kitabul Fiqhi alai Majhabil Arba’ah, Juz III, Darul Kutubil Ilmmiyyah, Beirut, Libanon, 1990, h. 257. 65 Helmi Karim, Op. Cit, h. 76. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
diterangkan bahwa rukun hibah itu ada 4, yaitu : Shigat hibah, penghibah, penerima hibah dan barang hibah. 66 Berdasarkan pengertian dari para fukaha 67 itu, akad hibah itu semata-mata bersifat penyerahan harta kepada orang lain secara sukarela, tanpa mengharapkan imbalan apapun. Penyerahan itu dilakukan oleh pemilik selama dia masih hidup. Dengan demikian, akad hibah itu dilakukan oleh pemilik selama dia masih hidup. Dengan demikian, akad hibah itu tidak terkait dengan syarat apa pun. Jika hibah itu dikenakan ganti rugi dari pihak yang akan menerima hibah, maka hal itu tidak lagi dinamakan hibah, tetapi sudah berubah menjadi akad jual beli. Demikian juga halnya kalau seseorang menghibahkan hartanya yang ia syaratkan baru berlaku setelah ia meninggal dunia, maka hal itu juga tidak dinamakan hibah, tetapi dihukumkan wasiat. Walaupun hibah merupakan suatu akad yang sifatnya untuk mempererat silaturahmi antara sesama manusia, namun sebagai suatu tindakan hukum hibah tersebut mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, baik oleh yang menyerahkan hibah maupun bagi orang yang meneima hibah tersebut. Akibatnya jika salah satu rukun atau syarat hibah itu tidak terpenuhi, maka hibah menjadi tidak sah. Adapun rukun hibah itu ada tiga : Pertama, adanya ijab dan kabul yang menunjukkan pemindahan hak milik dari seseorang yang menghibahkan kepada orang lain yang menerima hibah. Bentuk hibah bisa dengan kata-kata hibah itu sendiri, dengan kata-kata hadiah, atau juga dengan kata-kata lain yang mengandung arti pemberian. Terhadap kabul 66 67
Asymuni A, Rahman Dkk, Ilmu Fiqh, 1986, h. 201-203. Para ahli/ulama fiqh
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
(penerimaan dari pemberian hibah), para ulama berbeda pendapat. Imam Balik dan Imam Syafi’i menyatakan bahwa harus ada pernyataan menerima (kabul) dari orang yang menerima hadiah, karena kabul ini termasuk rukun. Bagi segolongan ulama mazhab Hanafi, kabul bukan termasuk rukun hibah. Dengan demikian, bentuk hibah itu cukup dengan ijab (Pernyataan pemberian) saja. 68 Kedua, ada orang yang menghibahkan dan yang akan menerima hibah. Untuk ini disyaratkan bahwa yang diserahkan itu benar-benar milik penghibah secara sempurna dan penghibah harus orang yang cakap untuk bertindak menurut hukum. Oleh karenanya, harta orang lain tidak boleh dihibahkan. Demikian pula hibah orang gila atau anak kecil. Syarat lain yang penting bagi penghibah adalah bahwa tindakan hukum itu dilakukan atas kesadaran sendiri, bukan karena ada paksaan dari pihak luar. Ketiga, ada harta yang akan dihibahkan, dengan syarat harta itu milik penghibah secara sempurna tidak bercampur dengan harta orang lain, dan merupakan harta yang bermanfaat serta diakui agama. Dengan demikian, jika harta yang akan dihibahkan tidak ada, bukan milik penghibah secara sempurna, misalnya harta pinjaman dari orang lain, harta tersebut masih dalam khayalan atau harta yang dihibahkan itu adalah benda-benda yang materinya diharamkan agama, maka hibah tersebut tidak sah. 69
68 69
Ensiklopledia Islam, Loc. Cit. Ibid
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Segala macam bentuk hibah tidak sah kecuali dengan ijab dan qabul, dan tidak memiliki harta di dalamnnya melainkan dengan serah terima, dan tidak sah serah terima itu kecuali dengan ijin si penghibah. 70
b. Menurut Hukum Adat Menurut hukum adat bahwa penghibaan itu harus dilakukan secara terang, supaya mendapat pelindungan lalu lintas hukum di luar lingkungan kerabat, misalnya terhadap penagih-penagih hutang si penghibah mengenai pinjamannya sesudah penghibahan, tetapi penghibahan dalam lingkungan keluarga berlaku tanpa diterangkan, hanya saja sebagai buktinya adalah pengakuan menurut kenyataan. 71 Pemberitahuan atas terjadinya hibah kepada kaum kerabat merupakan syarat untuk sahnya suatu hibah.
2. Syarat Hibah a. Syarat Orang Yang Menghibahkan 1) Orang yang menghibahkan itu adalah pemilik sah dari barang yang akan dihibahkan. 2) Orang yang menghibahkan itu dalam keadaan sehat. 3) Orang yang menghibahkan itu sudah balik (sudah dewasa) 4) Orang yang menghibahkan itu memiliki kebebasan. 72
70
Imam, Abu Ishaq Ibrahim bin Ali Yusuf, Kunci Fiqh Syafi, Asy Syifa, Semarang, April 1992, h. 201. 71 Ter Har,Op Cit, h. 210. 72 Fiqhus Sunnah, Op.Cit., h. 419. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
5) Penghibah itu adalah orang yang telah mempunyai kesanggupan melakukan tabarru. Maksudnya, ia telah mursyid, telah dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya,
jika
terjadi
suatu
persoalan atau perkara dikemudian hari. 73 Fuqaha sepakat bahwa setiap orang dapat memberikan hibah disaat ia memiliki sesuatu barang yang akan dihibahkan, yakni saat ia dalam keadaan sehat dan memiliki kemampuan. Kemudian mereka berselisih pendapat dalam hal pemberi hibah dalam keadaan sakit, bodoh atau bangkrut. 74 Mengenai orang yang sakit maka jumhur fuqaha berpendapat bahwa ia boleh berhibah pada sepertiga hartanya, karena dipersamakan dengan wasiat. Sebagian ulama salaf
75
dan sebagian fugaha zhahiri berpendapat bahwa
hibahnya itu dikeluarkan dari pokok hartanya apabila ia meninggal dunia, dan tidak diperselisihkan lagi di kalangan fugaha bahwa apabila seseorang telah sehat kembali dari sakitnya, maka hibahnya dihukumkan sah. 76 Jumhur fugaha berpegangan dengan hadis Imran bin Husain dari Nabi SAW tentang seseorang yang hendak memerdekakan enam orang hamba menjelang kematiannya. Lantas Rasulullah memanggilnya, kemudian ia memerdekakan sepertiga (dua orang) dari hamba-hambanya dan tetap memperhambakan selebihnya. 77 Sementara Fuqaha Zhahiri berpegangan dengan istishabul hal (tetap diberlakukannya suatu keadaan ijma. Sebab, jika fuqaha telah sepakat atas 73
Asyumuni A. Rahman, Op.Cit. h. 203. Ibnu Rush, Op.Cit., h.245. 75 Maksudnya adalah ulama terdahulu 76 Ibnu Rush, Op.Cit, h. 245 77 Ibid. 74
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
kebolehan hibah dalam keadaan sehat, maka hukum ijma itu juga harus tetap berlaku (istishab) dalam keadaan sakit, kecuali jika ada dalil yang jelas dari Al Qur’an atau hadist. Mereka mengartikan hadis tersebut kepada wasiat. 78 Jumhur fuqaha berpendapat bahwa sakit yang dapat menghalangi hibah ialah sakit yang menghawatirkan. Imam Malik menambahkan dengan keadaankeadaan yang menghawatirkan, seperti berada di antara dua barisan perang, menjelang persalinan bagi orang hamil, serta penumpang kapal laut yang tinggi gelombangnya, tetapi dalam hal ini masih terdapat perselisihan. Akan halnya mengenai penyakit yang sangat lama, maka menurut mereka tidak menjadi penghalang melakukan hibah. Mengenai orang-orang bodoh dan orang-orang yang mengalami pailit, maka bagi fugaha yang mengharuskan adanya pengampunan atas mereka tidak diperselisihkan lagi tentang tidak sahnya hibah mereka. b. Syarat orang yang menerima hibah 1) Orang yang menerima hibah itu harus ada pada saat pemberian hibah tersebut secara nyata bukan secara perkiraan (takdiran) 2) Memberikan hibah kepada anak kecil dan orang gila dibolehkan, tetapi yang menerimanya adalah walinya atau orang-orang yang bertanggung jawab dalam pendidikannya. 79 Penerima hibah harus ada dalam arti sebenarnya, karena itu tidak sah anak-anak yang masih dalam kandungan menerima hibah, sebab anak yang dalam
78 79
Fiqhus Sunnah, Op.Cit, h. 420. Ibid
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
kandungan belum sanggup menerima perpindahan milik itu. 80 Jika penerima hibah itu orang yang belum mukallaf, maka yang bertindak sebagai penerima hibah itu ialah walinya atau orang yang bertanggungjawab memelihara dan mendidiknya. 81 c. Syarat harta yang dihibahkan 1) Benda yang akan dihibahkan itu harus ada secara nyata 2) Benda yang dihibahkan itu adalah benda yang bermanfaat 3) Benda yang dihibahkan itu adalah milik penuh si penghibah dan dapat diserahkan dari tangan ke tangan, dan tidak sah menghibahkan air yang masih di dalam sungai atau ikan yang masih di laut atau burung di udara dan lain-lain. 4) Benda yang dihibahkan itu harus secara menyeluruh tidak boleh terpisah dari yang lain. 5) Benda yang dihibahkan itu telah terpisah dari harta penghibah. 6) Harta yang dihibahkan itu dalam keadaan tidak terikat pada suatu perjanjian dengan pihak lain. 82 Di antara syarat-syarat hibah yang terkenal ialah penerimaan (al gabdh). Ulama berbeda pendapat mengenai apakah penerimaan itu menjadi syarat sahnya akad atau tidak. Imam As Tsauri, Syafi’i dan Abu Hanifah sependapat bahwa syarat sahnya hibah adalah penerimaan. Apabila tidak diterima, maka pemberi hibah tidak terikat. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa hibah menjadi sah dengan adanya penerimaan dan boleh dipaksa untuk menerima seperti halnya jual 80
Ibid H. Asymuni A. Rahman, Loc. Cit. 82 Ibid 81
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
beli. Apabila penerima hibah berlambat-lambat dalam memenuhi permintaan untuk menerima hibah sehingga pemberi hibah itu mengalami pailit atau menderita sakit, maka batallah hibah tersebut. Imam Ahmad dan Abu Tsaur berpendapat bahwa hibah menjadi sah dengan terjadinya akad, sedangkan penerimaan tidak menjadi syarat sama sekali, baik sebagai syarat kelengkapan maupun syarat sahnya hibah. Pendapat ini juga dikemukakan golongan Zhahiri. Diriwayatkan juga dari Imam Ahmad bahwa penerimaan menjadi syarat sahnya hibah pada barang yang dapat ditakar dan ditimbang. 83 Fugaha yang tidak mensyaratkan penerimaan pada hibah berpegangan dengan dipersamakannya hibah dengan jual beli. Di samping pada dasarnya untuk sahnya akad-akad itu tidak dipersyaratkan adanya penerimaan, kecuali ada dalil yang mensyaratkan penerimaan. Bagi fuqaha yang mensyaratkan penerimaan, mereka berpegangan dengan penerimaan yang diriwayatkan dari Abu Bakar ra pada riwayat hibahnya kepada Aisyah ra yang telah disebutkan terdahulu. Riwayat ini merupakan nash tentang disyaratkannya penerimaan bagi sahnya hibah. Mereka juga berpegangan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Umar ra bahwa ia berkata :”Kenapakah orang-orang yang memberikan pemberian kepada anak-anaknya kemudian mereka menahannya? Apaibila anak salah seorang dari mereka meninggal, maka berkatalah ia, ”Hartaku ada di tanganku, tidak kuberikan kepada seorangpun”, dan jika ia hendak meninggal, maka iapun berkata, ”Harta tersebut
83
Ibnu Rush, Op.Cit, h. 247.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
untuk anakku, telah kuberikan kepadanya”. Maka barang siapa memberikan suatu pemberian, kemudian orang yang memberikannya tidak menyerahkannya kepada orang yang diberinya dan menahannya sampai jatuh ke tangan ahli warisnya apabila ia meninggal, maka pemberian itu batal”. 84
E. Macam-macam Hibah Menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan Hukum Perdata 1. Menurut Hukum Islam Adapun macam-macam hibah itu adalah hibah barang dan hibah manfaat. 85 a.
Hibah barang ada yang dimaksudkan untuk mencari pahala dan ada pula yang tidak dimaksudkan untuk mencari pahala, yang dimaksudkan untuk mencari pahala ada yang ditujukan untuk memperoleh keridhaan Alla, dan ada pula yang ditujukan untuk memperoleh kerelaan makhluk. Hibah bukan untuk mencari pahala tidak diperselisihkan lagi kebolehannya, tetapi masih diperselisihkan hukum-hukumnya. Mengenai
hibah
untuk
mencari
pahala,
maka
fuqaha
memperselisihkannya. Imam Malik dan Abu Hanifah membolehkannya, tetapi Imam Syafi’i melarangnya. Pendapat yang melarang ini juga dipegangi oleh Daud dan Abu Tsaur. Silang pendapat tersebut berpangkal pada apakah hibah itu merupakan suatu jual beli yang tidak diketahui harganya, ataukah bukan suatu jual beli yang tidak diketahui harganya. 84 85
Ibid Ibnu Rush, Op. Cit, h. 249.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
b. Hibah manfaat Di antara hibah manfaat adalah hibah mu’ajjalah (hibah bertempo), dan disebut pula ariyah (pinjaman) atau minhah (pemberian). Ada pula hibah yang disyaratkan masanya selama orang yang diberi hibah masih hidup, dan disebut hibah umri (hibah seumur hidup). Seperti jika seseorang memberikan tempat tinggal kepada orang lain sepanjang hidupnya. Hibah seperti ini diperselisihkan oleh para ulama dalam tiga pendapat. Pertama : bahwa hibah tersebut merupakan hibah yang terputus sama sekali, yakni bahwa hibah tersebut adalah hibah terhadap pokok barangnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Ima Syafi’i, Abu Hanifah As Tsauri, Ahmad dan segolongan fuqaha. Kedua : bahwa orang yang diberi hibah itu hanya memperoleh manfaatnya saja. Apabila orang tersebut meninggal dunia, maka pokok barang tersebut kembali kepada pemberi hibah atau ahli warisnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik dan para pengikutnya. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa apabila dalam akad tersebut disebutkan keturunan, sedangkan keturunan ini sudah habis, maka pokok barang tersebut kembali kepada pemberi hibah atau ahli warisnya. Ketiga : apabila pemberi hibah berkata ” Barang ini, demi umurku, adalah untukmu dan keturunanmu”, maka barang tersebut menjadi milik orang yang diberi hibah, barang tersebut kembali kepada pemberi hibah atau ahli warisnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Daud dan Abu Tsaur. 86
86
Ibnu Rush, Op. Cit, h. 248.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Dalam literatur lain dapat dilihat macam-macam hibah itu sebagai hal tersebut di bawah ini : 1. Hibah Umra (kuberikan benda ini kepadamu selama kau masih hidup ; kalau kau mati sebelum saya, benda kembali kepada saya); jadi hibah untuk selama hidup pihak yang diberi. 2. Hibah Ruqba (kuberikan benda ini kepadamu dengan syarat, kalau kau mati sebelum saya, benda ini tetap milikku, kalau mati lebih dulu menjadilah milikku). Kedua macam hibah ini tidak diperkenankan, karena hak milik atas benda yang dihibahkan seharusnya sudah berpindah bila sudah diucapkan kabul dan benda telah berada di tangan pihak yang diberi, jadi hibah yang disertai syarat, syaratnya itu tidak sah, dianggap hibah tanpa syarat. Di kalangan masyarakat lazim dipergunakan istilah hibah, yang tidak sesuai dengan yang dimaksud dengan hibah tersebut di atas, misalnya hibah sebidang tanah seorang tua yang tanpa keturunan kepada seorang yang diharapkannya akan memeliharannya kelak di hari tua. Berarti ada imbalannya, jadi sebenarnya bukan hibah, melainkan perjanjian baku piara (Minahasa). Ada pula kemungkinan orang menghibahkan rente/bunga simpananya di bank dan sebagainya. Tentang hibah antara suami istri selama masih dalam ikatan perkawinan : Menurut S. 1924/556 pasal 2 (6) semua hibah benda bergerak atau benda tetap oleh suami kepada istrinya selama dalam ikatan perkawinan adalah batal dan tidak berharga terhadap pihak ketiga, kecuali yang tidak seberapa berharga.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Menurut staatblaad tersebut ketika diadakan perkawinan semua harta asal istri harus oleh Notaris. Selama dalam ikatan perkawinan kalau ada tambahan harus disertai bukti surat yang dapat dipercaya. Semua yang tidak terbukti dianggap milik suami. Hibah antara suami istri menurut pasal 1678 BW terlarang. Ketentuan ini berlaku juga untuk golongan Cina, tidak berlaku untuk golongan Timur Asing yang lain (Arab, India dan lain-lain), dapat dilihat pasal 2 (6) S. 1924/556. Jual beli antara suami istri juga terlarang (pasal 1467 BW). Menurut hukum Islam tidak terlarang. 87 Selain dua macam tersebut di atas masih ada bentuk lain lagi yaitu hibah bersyarat. Dikatakan hibah bersyarat apabila hibah dikaitkan dengan sesuatu syarat, seperti syarat pembatasan penggunaan barang oleh pihak penghibah kepada penerima hibah, maka syarat tersebut tidak sah, sekalipun hibahnya itu sediri sah. 88 Ditemukan dalam Ilmu Fiqh bahwa macam hibah selain yang disebutkan tadi, masih ada bentuk lain yaitu maradhul maut. Hibah ini boleh dilakukan bila orang yang maradhul maut itu dalam keadaan sempurna mukallafnya. 89
2. Menurut Hukum Adat Dalam prakteknya, hibah dalam masyarakat adat terdapat dua macam cara penghibahan, yakni : Pertama, pemberian hak pakai, sekaligus juga hak milik atas suatu harta hibah kepada seseorang. Dan kedua, pemberian hak pakainya saja,
87
Andi Tahir Hamid, Op. Cit. h. 71-73. Helmi Karim, Op. Cit, h. 78. 89 Asymuni A Rahman Dkk, Op. Cit, h. 206. 88
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
sedangkan baik milik atas harta hibah tersebut tetap dipegang oleh pemilik harta. 90
3. Menurut Hukum Perdata Dalam KUH Perdata dijelaskan bahwa pelaksanaan hibah itu terjadi dalam dua cara berikut ini : 1. Segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak. 2. Memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.
90
A. Ridwan Halim, Op,Cit, h. 87.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA HIBAH
A. Teori Perlindungan Hukum Perlindungan hukum terdiri dari kata perlindungan dan hukum, perlindungan yaitu perbuatan melindungi atau penjagaan,sedangkan hukum adalah segala peraturan,Undang-Undang baik yang sifatnya mengatur atau memaksa guna terciptanya ketertiban dalam masyarakat. 91 Jadi pengertian perlindungan hukum yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum memberi perlindungan kepada masyarakat. Masyarakat Indonesia dalam kehidupannya sehari-hari harus mendapat perlindungan dari Negara sebagai jaminan atas hak-haknya sebagai warga Negara. Salah satu perwujudannya, dapat dilihat dari adanya jaminan atas keamanan, keselamatan, dan kesehatan, yang diberikan oleh Negara kepada warganya, ketentuan hukumnya pasal 27 ayat 2 dan pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) sebagai Negara hukum harus memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap warganya dan setiap warganya mendapat perlakuan yang sama dalam hukum.
91
C.S.T. Kansil, Loc. Cit
40 Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
B. Hak dan Kewajiban Ahli Waris. 1. Menurut Hukum Islam b. Hak Ahli Waris Menurut hukum Islam semua keluarga dari pewaris berhak atas harta peninggalan dari pewaris , dan harta warisan itu akan terbuka setelah pewaris meninggal dunia. Allah Yang Maha Adil tidak melalaikan dan mengabaikan hak setiap ahli waris. Bahkan dengan aturan yang sangat jelas dan sempurna menentukan pembagian hak setiap ahli waris dengan adil serta penuh kebijaksanaan. Maha Suci Allah, menerapkan hal ini dengan tujuan mewujudkan keadilan dalam kehidupan manusia, meniadakan kezaliman di kalangan mereka, menutup ruang gerak para pelaku kezaliman, serta tidak membiarkan terjadinya pengaduan yang terlontar dari hati orang-orang yang lemah. Di dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat yang menyebutkan masalah hak waris bagi para kerabat (nasab), akan tetapi tentang besar-kecilnya hak waris yang mesti diterima mereka tidak dijelaskan secara rinci. Di antaranya adalah firman Allah berikut:
"Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetaplan. " (an-Nisa': 7) "... Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (al-Anfal: 75) "... Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)." (al-Ahzab: 6) Pada ayat kedua dan ketiga (al-Anfal: 75 dan al-Ahzab: 6) ditegaskan bahwa kerabat pewaris (sang mayit) lebih berhak untuk mendapatkan bagian dibandingkan lainnya yang bukan kerabat atau tidak mempunyai tali kekerabatan dengannya. Mereka lebih berhak daripada orang mukmin umumnya dan kaum Muhajirin.
c. Kewajiban Ahli Waris Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah 1) Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai, 2) Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya; 3) Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
2. Menurut Hukum Adat Menurut hukum adat semua anggota keluarga dari pewaris berhak menerima harta peninggalan dari pewaris, dan menurut ketentuan dari hukum adat menolak warisan dari pewaris adalah terlarang atau tidaklah diperbolehkan. Maka dari itu semua hak dan kewajiban dari harta pewaris menjadi tanggung jawab sepenuhnya bagi ahli waris tanpa ada kecualinya. 92 Kewajiban para ahli waris menurut hukum adat memiliki kesamaan dengan kewajiban menurut hukum perdata. 92
Ter Haar, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, h.
240. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
3. Menurut Hukum Perdata a. Hak Ahli Waris Setelah terbuka warisan, ahli waris diberi sikap untuk menentukan sikap: 1) Menerima secara penuh (zuivere aanvarding), yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain. Dengan tegas yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akte yang memuat penerimaanya sebagai ahli waris. Secara diam-diam, jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaanya sebagai ahli waris dan perbuatan tersebut harus mencerminkan penerimaan terhadap warisan yang meluang, yaitu dengan mengambil, menjual atau melunasi hutang-hutang pewaris. 2) Menerima dengan reserve (hak untuk menukar) voorrecht van boedel beschrijving atau beneficiare aanvarding. Hal ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka. Akibat yang terpenting dari warisan secara beneficiare ini adalah bahwa kewajiban untuk melunasi hutang-hutang dan beban lain si pewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti si ahli waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta bendanya. 3) Menolak warisan. Hal ini mungkin jika ternyata jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
b. Kewajiban Ahli Waris 1) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi. 2) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain. 3) Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang. 4) Melaksanakan wasiat jika ada.
C. Syarat-syarat yang Berhak Menerima Warisan 1. Menurut Hukum Islam Ada tiga syarat untuk menjadi ahli waris yang ditentukan di dalam pasal 171c KHI, yaitu. a. Orang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris; b. Beragama Islam; c. Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Persyaratan pertama menempatkan anak laki-laki atau perempuan, ayah, ibu, dan janda atau duda sebagai ahli waris. Ketentuan mengenai hal ini dirumuskan dalam pasal 174 ayat 2 KHI yang menyatakan bahwa apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda, atau duda. Persyaratan kedua adalah ahli waris beragama islam, jadi apabila ada ahli waris yang berpindah agama, maka ia akan kehilangan haknya sebagai ahli waris. Hal ini dapat menimbulkan kesan ketidakadilan di dalam hukum waris Islam.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Misalnya, di antara anak kandung ada yang pindah agama, sedangkan saudara yang lain tetap beragama islam sesuai dengan agama orang tuanya. Pada waktu pembagian warisan akan terasa ketidakadilan itu. Semua saudara-saudara kandungnya menerima harta warisan sementara dia yang pindah agama tidak mendapat apa-apa. Padahal menurut ajaran Islam tidak ada paksaan dalam beragama. Dalam rangka menerapkan hukum waris Islam yang berkeadilan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Yurisprudensi No.51.K/AG/1999. tanggal 29 September 1999, yang pada prinsipnya memutuskan bahwa anak kandung yang telah pindah agama dapat wasiat wajibah. Putusan ini tidak berarti bertentangan dengan syariat Islam, karena anak tersebut tidak ditetapkan sebagai ahli waris. Sebagai seorang yang dekat dengan pewaris adalah adil apabila dia mendapat bagian dari harta peninggalan orang tuanya melalui wasiat wajibah. Apabila ada ahli waris yang telah pindah agama kemudian demi mendapatkan status sebagai ahli waris yang syah ia menyatakan masuk Islam lagi, maka perlu diteliti kebenaran pernyataannya tersebut. Dalam hal ini pasal 172 KHI, memberi pedoman bahwa ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. Selain karena pindah agama, menurut pasal 173 KHI seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena;
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
1) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiya berat pada pewaris. 2) Dipersalahkan
telah
memfitnah
dengan
cara
mengajukan
pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. 3.
Menurut Hukum Adat Menurut hukum adat bahwa cara mendapat suatu warisan tidak berbeda
dengan cara mendapat warisan menurut hukum Islam. Hampir semua cara yang telah ada dalam hukum Islam, dikenal juga dalam hukum adat.Pembagian warisan menurut hukum adat biasanya dilakukan atas dasar kerukunan dan keadilan antara para ahli waris. 93 Atas dasar inilah hak ahli waris mudah dipenuhi dan ditetapkan besar kecilnya. Dasar pertimbangan dalam pembagian warisan cukuplah kiranya masing-masing ahli waris memperoleh bagian yang wajar dan adil menurut penilaian hukum adat. 4. Menurut Hukum Perdata Undang-undang mengenal dua cara untuk mendapat suatu warisan: a. Secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang) pasal 832 KUHPerdata. Menurut ketentuan Undang-undang ini, maka yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun diluar kawin dan suami atau isteri yang hidup terlama.
93
Ter Haar, Loc. Cit.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini dibagi dalam empat golongan yang masing-masing merupakan ahli waris golongan pertama, kedua, ketiga, dan golongan keempat. b. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat= testamen) pasal 899 KUHPerdata.
D. Cara Memperoleh Hak Menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata 1. Menurut Hukum Islam Dalam hukum fiqh Islam dikenal berbagai titel transaksi atau cara untuk memperoleh hak. Cara itu antara lain melalui : Jual beli, tukar menukar, infaq, sedekah, hadiah, wasiat wakaf, warisan, hibah dan ihyaul mawat. Hukum Islam tidak secara khusus membedakan mana cara memperoleh hak hanya untuk tanah saja dan mana untuk benda lain non tanah. Namun dari bentuk-bentuk di atas, ihyaul mawat adalah istilah untuk membuka tanah baru, jadi satu-satunya cara yang langsung dihubungkan dengan tanah. Sedangkan untuk zakat, kalau dikaitkan dengan tanah, maka lazimnya yang dizakatkan atau dipindahkan haknya bukanlah tanahnya sendiri, tetapi hanya hasil tanah seperti pertanian atau perkebunan. Sedekah, hibah dan hadiah dalam merupakan bentuk pemberian secara umum. Sedekah adalah memberikan satu benda atau hak milik semata-mata karena mengharapkan keridhaan dan balasan dari Allah SWT. Sedekah ini merupakan kebijakan yang sangat dianjurkan oleh Islam. Dalam Al Qur’an istilah sodaqah digunakan juga untuk zakat seperti pada surat At Taubah 60 yang
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
menjelaskan tentang delapan golongan yang berhak menerima zakat. Adapun hibah ialah memberikan harta secara sukarela ketika masih hidup kepada seseorang. Menurut umum Abu Hanifah dan Ahmad, hibah baru sah kalau ada ijab, kabul dan penyerahan barang, sedangkan imam Malik dan Ahmad dan riwayat lainnya berpendapat bahwa hibah sudah sah dengan adanya ijab dan kabul, tidak perlu diiiringi penyerahan barang secara riil. 94 Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh menarik kembali hibah yang telah diberikan. Hal ini didasarkan kepada hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Menarik kembali hibah, adalah seperti anjing yang muntah, kemudian menjilat kembali muntahnya tersebut “
2. Menurut KUH. Perdata Pasal 584 Kitab Undang-undang Hukum Perdata secara terbatas menyebutkan lima macam cara untuk memperoleh hak milik, yaitu : a. Dengan pemilikan b. Karena perlekatan c. Karena daluarsa d. Karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat e. Karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas sesuatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang
94
Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, h.502
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. 95 Tata cara dan ketentuan lainnya mengenai memperoleh hak milik ini diatur lebih lanjut dalam pasal 585 s/d 624 KUHPerdata. Misalnya cara memperoleh hak milik atas kebendaan bergerak yang semula bahkan milik siapapun juga, cara memperoleh hak milik binatang buruan atau perikanan, cara mendapat hak milik atas sesuatu harta karun, dan seterusnya. 96 Khusus mengenai penyerahan (levering) sebagai salah satu cara memperoleh hak milik, diperlukan adanya atau terpenuhinya beberapa syarat tertentu. Misalnya harus ada titel atau alas hak yaitu hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan barang seperti perjanjian jual-beli, tukar menukar, pemberian hadiah, dan lain-lain. 97 Selain cara memperoleh hak milik seperti diatur dalam pasal 584 KUHPerdata, masih ada beberapa cara lain yang juga diatur dalam pasal-pasal 1 KUHPerdata tersebut yaitu : 1) Perjadian atau pembentukan benda (Zaaksvorming) seperti diatur oleh pasal 606 KUHPerdata, kayu diukir menjadi patung. 2) Penarikan buah (Vruchttrekking), diatur dalam pasal 575 KUHPerdata. Bezitter dengan maksud baik dapat menjadi pemilik dari buah-buahan atau hasil dari benda yang dikuasainya. 3) Persatuan atau percampuran benda.
95
R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1974,
h.168-169 96
Ibid Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Benda, Yogyakarta, 1981, h, 73
97
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Menurut pasal 584 B.W. eigendom hanyalah dapat diperoleh dengan jalan pengambilan contoh : membuka tanah, memancing ikan. a) Natrekking, yaitu jika suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam, contoh : tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, kuda beranak, pohon bertambah b) Lewat waktu (verjaring) c) Pewarisan d) Penyerahan (ovredracht atau levering) berdasarkan suatu titel pemidahan hak yang berasal dari seorang yang berhak memindahkan eigendom. Dalam zaman sekarang, yang terpenting ialah cara yang paling akhir disebutkan itu, yaitu penyerahan (levering). Perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama, perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering). Kedua, perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridsche levering). Dua pengertian tersebut nampak dalam pemindahan hak milik atas benda yang tak bergerak, karena pemidahan ini tidak cukup dilaksanakan dengan pengoperan kekuasan belaka, melainkan harus pula dibuat suatu surat penyerahan (akta van transport) yang harus dikutif dalam daftar eigendom. Sebaliknya, terhadap benda yang bergerak kedua perbuatan tersebut telah menjadi satu, karena menurut undang-undang, terhadap benda yang bergerak ini levering lazimnya berupa penyerahan dari tangan ke tangan.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Bagaimana pentingnya akibat pengertian tentang “penyerahan” itu nampak jika kita membandingkan sistem B.W dengan sistem Code Civil mengenai dasar ini. Menurut Code Civil, dalam hal jual beli, hak milik berpindah pada saat perjanjian jual beli itu ditutup, sedangkan menurut sistem B.W. suatu perjanjian jual beli belumlah berpindah hak milik, tanpa perbuatan “levering”, yaitu untuk benda bergerak penyerahan dari tangan ke tangan dan untuk benda yang tak bergerak pengutipan “akte van transport” dalam register eigendom, yang dinamakan balik nama. Sistem kausal juga mensyaratkan bahwa yang memindahkan milik itu haruslah orang yang berwenang (pemilik). Disimpul dari pasal 584 B.W. suatu penyimpangan adalah pasal 1977 (1) yang menentukan adalah : bahwa mengenai barang bergerak dianggap sebagai pemilik dan karenanya dapat memindahkan hak milik secara sah. Menurut KUHPerdata ada tiga macam levering, yaitu : (1). Levering benda bergerak. (2) . Levering benda tak bergerak (3) . Levering piutang atas nama. 98
98
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1985, h. 69-74
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
BAB IV FUNGSI HIBAH DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN
A. Fungsi Hibah Dalam Melindungi Kepentingan Anak 1. Menurut Hukum Islam Allah SWT mensyariatkan hibah itu kepada hambanya adalah pasti membawa kemaslatan bagi manusia, khususnya memiliki fungsi dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan antara anak kandung. Beberapa fungsi tersebut antara lain : Berfungsi Memberikan Pertolongan Menolong orang-orang yang lemah adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang tidak boleh diabaiakan. Hal ini telah ditegaskan Allah dalam firmannya : “Dan saling tolong-menolonglah kamu atas kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong menolong atas dosa dan permusuhan”.(almaidah; 2) Dalam ayat ini Allah menyuruh ummat manusia supaya saling tolongmenolong dalam berbuat kebaikan dan taqwa kepadaNya. Dalam hal ini memberikan sebagian harta kepada orang yang memerlukan, apakah dengan jalan shadaqah, hibah, wasiat dan sebagainya, termasuk dalam rangkaian pengertian tolong menolong dalam usaha kebaikan seperti yang terkandung dalam ayat tersebut di atas. 99
99
M. Hasballah Thaib, Hukum Benda Menurut Islam, 1992, Universitas Darmawangsa, Medan, h. 89. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari 52 Selatan), 2008 Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli USU Repository © 2008
Pengertian menolong di sini bukan hanya menolong orang lain tetapi juga termasuk menolong anak kandung sendiri, sebab di antara anak itu sendiri ada yang memiliki kondisi kehidupannya membutuhkan pertolongan. Orang yang dalam keadaan lemah, berhak mendapat pertolongan, baik yang datangnya dari orang lain, saudara kandung, terlebih dari orang tuannya sendiri, setiap pemberian dalam bentuk dan jenis apapun yang diberikan kepada seseorang yang lemah adalah merupakan haknya sendiri, karena di dalam harta orang yang mampu terdapat sebagian milik orang yang lemah dititipkan Allah SWT sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam FirmanNya. “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian”.(al- dzaariyaat; 19) Oleh karena itu, kalau seandainya orang tua menghibahkan sebagian hartanya dalam rangka memberikan pertolongan kepada anaknya yang lemah adalah sangat dibenarkan dalam Islam. Sebab harta pemberian orang tuannya itu adalah merupakan haknya, karena anaknya adalah tergolong orang yang lemah yang wajib mendapat pertolongan bukan saja dari orang tuannya, namun juga dari saudara kandungnya sendiri. Setiap anak memang pantas diberi pertolongan melalui hibah, karena sasaran hibah itu sendiri diperuntukkan kepada : 1. Karib kerabat 2. Anak yatim 3. Fakir miskin 4. Orang yang musyafir
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
5. Orang-orang yang meminta karena tiada kuasa berusaha sebab lemah, potong tanda dan lain sebagainya. 100 Jelasnya bahwa hibah yang diberikan orang tua kepada seorang anak yang lemah bukan berarti mengurangi bagian saudaranya yang mampu. Sebab hibah tersebut merupakan hak anak yang lemah yang dititipkan Allah kepada orang tuannya. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi anak yang mampu untuk memprotes pemberian hibah tersebut, karena hibah tersebut milik anak yang lemah bukan milik anak yang mampu. Sebenarnya seorang saudara yang mampu juga berkewajiban membantu setiap muslim yang lemah, terlebih terhadap saudara kandungnya seabgaimana yang diisyaratkan dalam surat Al Maidah ayat 2 di atas. Rasulullah mengumpamakan kaum muslimin itu seperti sebuah tubuh dimana sebagian tubuh menderita sakit, tubuh yang lain juga ikut merasakan sakit. Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW mengumpamakan ummat Islam ini seperti sebuah bangunan, saling menguatkan antara satu dengan yang lain, artinya seorang muslim bila melihat saudaranya dalam keadaan lemah dan membutuhkan pertolongan, sebaiknya diberikan pertolongan kepadanya menurut kemampuannya atau setidak-tidaknya memberikan bantuan berupa doa. Dalam memberikan bantuan kepada sesama manusia, dapat ditempuh dengan berbagai cara yang dibenarkan dan dianjurkan dalam Islam, bisa lewat
100
Sudarsono, Op.Cit., h. 372.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
cara hibah, atau dengan memberikan zat harta, dengan memberikan shadaqah dan lain sebagainya. Sungguh sangat tidak wajar, kalau ada seorang saudara yang sudah mapan, merasa iri atau cemburu kepada saudaranya yang lemah atas pemberian hibah yang diberikan orang tuannya, justru sebenarnya menurut syariat, ia sendiri berkewajiban memberikan bantuan kepada saudaranya itu. Bukan malah mendengki atau semacamnya terhadap saudara yang mendapatkan hibah tersebut. Hibah sangat berfungsi sekali dalam memberikan pertolongan bagi orang lain termasuk kepada anak kandung. Di antara penyebab besarnya fungsi hibah tersebut adalah disebabkan oleh : 1. Karena tidak ada batasan minimal dan maksimal dari hibah itu. 2. Karena boleh memberikan hibah kepada calon ahli waris, kaum kerabat dan orang lain. Dengan kata lain, tidak ada larangan memberikan hibah kepada siapapun yang dikehendaki, bahkan boleh memberikan hibah kepada orang lain yang berbeda agama atau sebaliknya. 3. Karena dalam hibah, orang tua dibolehkan menarik kembali hibah yang pernah diberikan kepada anaknya. 4. Karena masa berlakunya hibah, langsung setelah dilakukan wajib ijab dan qabul. Artinya, hibah berlaku semasa hidup pemilik harta. 5. Karena dalam hibah jumlah yang akan diberikan dapat dipertimbangkan berdasarkan akal dan perasaan. 6. Karena dalam melaksanakan hibah tidak mengenal waktu dan tempat. Dimana saja dan kapan saja dapat dilakukan oleh pemilik harta.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Allah SWT mensyariatkan hibah ini kepada hambanya semata-mata untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, karena di dalam hibah itu berperan dan berfungsi dalam memberikan pertolongan dan perlindungan bagi kaum lemah. Anjuran melaksanakan hibah ini dapat dilihat dalam surat Ali Imran ayat 92 ”Kamu sekali-kali belum sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”
Ayat ini memberikan pengertian bahwa di antara kebaktian kepada agama ataupun untuk mencapai kebaikan yang sempurna dalam agama, hendaklah rela memberikan sebahagian harta benda yang dimiliki kepada jalan yang diridhai Allah SWT. Memberikan harta yang dicintai, apakah dengan jalan shadaqah ataupun dengan hibah dan sebagainya termasuk suatu kebaktian yang sempurna menurut pandangan agama Islam. 101
Berfungsi Menumbuhkan Rasa Cinta Memberikan sesuatu kepada orang lain secara tulus tanpa mengharapkan imbalan sesuatu apapun, akan berfungsi menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antara si penghibah dengan penerima hibah. Rasa cinta ini muncul dari kedua belah pihak. Penghibah merasa senang dapat memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan, sementara penerima hibah merasa bahagia juga mendapat pemberian dari orang lain, terlebih pada saat-saat sedang membutuhkan. Akhirnya muncullah rasa hormat-menghormati, cinta-mencintai, hingga terjalin persaudaraan yang harmonis. 101
M. Hasballah Thaib, Hukum Benda Menurut Islam, 1992, Universitas Darmawangsa, Medan, h. 90. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Hibah menurut ajaran Islam dimaksudkan untuk menjalin kerja sama sosial yang lebih baik dan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara sesama manusia. Islam, sesuai dengan namanya, bertujuan agar penganutnya hidup berdampingan secara damai, penuh kecintaan serta kasih sayang dan saling bantu dalam mengatasi kesulitan bersama atau pribadi. Untuk terciptanya hal tersebut, salah satu jalan yang dianjurkan Islam adalah hibah. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ”Saling memberi hadiah dan saling berkasih sayanglah kamu”. 102 Dalam riwayat lain dari khalid bin Adiy, Nabi Muhammad SAW mengatakan “Jika salah seorang saudaramu (seiman) datang memberikan sesuatu secara baik tanpa berlebih-lebihan dan tanpa mengharapkan sesuatu sebagai imbalan, maka terimalah pemberian tersebut, jangan kamu menolaknya, karena hal itu merupakan rejeki yang dialirkan Allah kepada kamu”. 103
Dan dari Abu Hurairah berkata bahwa pernah Rasulullah bersabda, yang artinya “Saling memberi hadiahlah kamu, sesungguhnya yang demikian itu menghilangkan rasa dengki di antara kamu”. 104
Berdasarkan konteks hadist di atas menunjukkan bahwa dengan memberikan hadiah kepada seseorang, maka sifat dengki terhadap sesama secara perlahan-lahan akan hilang. Kalau sudah sifat dengki hilang dari seseorang tentu akan tumbuh sifat kasih sayang antara sesama manusia. 102
Imam Az-Zabidi Ilyas Ruchiyat, Loc. Cit Ibid 104 Sayyid Sabiq, Op.Cit, h. 418. 103
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Hadis ini sebenarnya merupakan sebuah teori yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan rumah tangga, masyarakat dan kehidupan bernegara. Sebab, hadis ini menawarkan sebuah prinsip bahwa kedamaian, kerukunan, kasih sayang dan sifat hormat-menghormati dapat dicapai melalui budaya saling memberi hadiah atau hibah. Jadi, kalau ingin masyarakat suatu negara bisa hidup rukun dan damai, di antara jalannya adalah menumbuhkan budaya gemar berhadiah di antara sesama anggota masyarakat. Secara logika memang sangat bisa diterima akal sehat manusia. Sebab, orang akan menyegani seseorang yang suka memberikan sesuatu kepadanya. Suatu kenyataan bahwa setiap orang yang dermawan sangat dihormati dalam masyarakat, perkatannya lebih sering diperhatikan oleh masyarakat. Gelar kedermawaan bukan lahir disebabkan oleh seringnya memberikan sesuatu benda kepada orang lain, namun dapat juga diwujudkan dengan memberikan tenaga dan ilmu yang dimiliki. Jadi gelar kedermawaan bukan hanya bisa disandang oleh orang kaya semata, namun juga bisa disandang oleh siapa saja termasuk orang miskin. Sayangnya jumlah orang yang gemar memberi dalam masyarakat adalah sedikit sekali. Jadi, wajar saja kalau dalam masyarakat brekembang sifat iri hati, dengki dan lain sebagainya. Dengan demikian, tidak heran lagi kalau sering didengar terjadi tawuran, permusuhan antara sesama kelompok masyarakat. Kalau saja dalam suatu masyarakat hidup dengan budaya gemar berhadiah, barangkali kericuhan dapat dikurangi, karena yang muncul hanyalah rasa cinta dan hormatmenghormati antara sesama warga.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Memberikan hadiah kepada orang lain, baik ia dalam keadaan membutuhkan maupun tidak adalah merupakan perintah yang sangat dianjurkan dalam syari’at Islam. Hal ini sesuai dengan sabdanya :“Saling memberilah kamu, niscaya kamu saling mencintai“. 105 Setiap orang memiliki rejeki atau harta yang berbeda-beda antara manusia. Ada yang memiliki harta yang banyak, ada yang mendapat rejeki yang sedikit atau pada kasus lain bahwa masing-masing orang memiliki harta yang banyak, tetapi antara satu dengan yang lain memiliki harta yang berbeda jenisnya. Dalam posisi semacam ini, maka timbul rasa ketergantungan di antara sesama manusia. Artinya, seorang yang memiliki uang banyak akan membutuhkan beras yang dimiliki seorang petani. Sebaliknya seorang petani juga membutuhkan uang yang dimiliki oleh orang kaya. Kalau seandainya terjadi perbuatan saling memberi antara keduanya, tentu akan muncul rasa saling menghargai dan rasa saling mencintai sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas. Hibah tidak mesti terjadi antara orang kaya dengan orang miskin atau orang lemah saja, melainkan hibah dapat dilakukan oleh orang miskin kepada orang kaya atau antara orang miskin dengan orang miskin serta antara orang kaya dengan orang kaya. Bahkan hibah dibolehkan antara orang yang berlainan agama. Hasballah Thaib dalam hal ini mengatakan bahwa ada 3 tingkatan dalam hal membalas hibah seseorang : 1. Pemberian seseorang kepada orang lebih rendah dari dirinya, seperti pemberian seorang majikan kepada pembantunya dengan maksud ingin
105
Imam Az-Zabidi Ilyas Ruchiyat, Op. Cit. h. 464
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
menghormati dan mengasihinya. Pemberian yang demikian tidak menghendaki balasan. 2. Pemberian orang kecil kepada orang besar untuk mendapatkan kebutuhan dan manfaat. Pemberian yang demikian wajib di balas. 3. Pemberian dari seseorang kepada orang lain yang setingkat dengannya. Pemberian ini mengandung makna kecintaan dan pendekatan. Dikatakan pula bahwa pemberian yang demikian wajib dibalas. Adapun apabila seseorang diberi hadiah dan disyaratkan untuk membalasnya, maka dia wajib membalasnya. 106 Syariat Islam membolehkan semua orang memberikan hibah kepada siapa saja yang ia kehendaki. Karena makna hibah itu sendiri meliputi : 1. Ibraa artinya menghibahkan kepada orang lain yang berhutang. 2. Sadaqah artinya menghibahkan sesuau dengan mendapatkan pahala di hari akhirat. Pada motivasi ingin mencari pahal dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat. 3. Hadiah artinya imbalan yang diberikan seseorang karena dia telah mendapat hibah. 107 Pada dasarnya hadiah dari hibah. Hanya saja kebiasaanya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terimaksih dan kekaguman seseorang. 108
106
M.Hasballah Thaib, Perbandingan Mazhab Dalam Hukum Islam, 1999, Pascasarjana USU, Medan, h. 135 dan dapat dilihat Dalam Fiqh Sunnah, h. 422. 107 Sayyid Sabiq, Op.Cit, h. 417. 108 Helmi Karim,Op.Cit. h.80. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Lagi pula pemberian itu sendiri merupakan salah satu tolak ukur penilaian terhadap integritas keimanan seseorang sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadis dimana Rasulullah SAW bersabda : ”Tidak dikatakan seseorang beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” 109 Hadis ini memerintahkan kepada sekalian manusia untuk mencintai memperhatikan dan mengurus saudaranya sebagaimana ia mengurus dirinya sendiri. Bilamana ada seorang saudara dalam keadaan lemah atau miskin, maka kewajiban saudara yang mampu untuk menolongnya, baik lewat zakat, hibah, wasiat dan lain sebagainya. Seorang muslim tidak pantas hidup mewah dan bersenang-senang di samping saudaranya yang susah. Namun harus ada perhatian bahwa ia mempunyai kewajiban membantu dan mencintai saudaranya yang lemah. Perlu diingat bahwa seseorang merupakan bagian dari orang lain. Mencintai seseorang, terlebih pada saudara yang dalam keadaan lemah adalah kewajiban yang disyariatkan agama. Cinta kepada saudara tidak hanya cukup diucapkan dalam lisan saja, namun harus diwujudkan dalam berbagai bentuk yang dapat membawa kemaslahatan bagi orang lain. Di antara wujud kecintaan yang paling nyata dan paling tinggi nilainya di sisi Allah adalah memberikan sesuatu yang menjadi kebutuhan orang lain. Mencintai seseorang lewat memberi hibah kepada orang lain sangat besar manfaatnya dan bernilai kebajikan yang tinggi nilainya dihadapan Tuhan sebagaimana firmanNya, dan
109
Imam Az-Zabidi Ilyas Ruchiyat, Op. Cit, h. 360
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
barang siapa yang memelihara kehidupan manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.(al- maidah; 32) Allah SWT telah mensyariatkan hibah ini kepada manusia, supaya tumbuh rasa saling cinta-mencintai dan kasih mengasihi sesama mereka. 110 Di antara hikmah disyariatkannya hibah ini adalah akan menghilangkan rasa marah, kebencian, menyatukan hati dalam kecintaan dan kasih sayang. Perbuatan hibah itu juga menunjukkan kemuliaan akhlak, kebersihan jiwa. 111 Begitu juga dalam pemberian hadiah, akan lahir darinya rasa kasih sayang dalam hati dan akan menghilangkan rasa kebencian. Sebaliknya, menarik kembali hadiah akan melahirkan permusuhan dan kebencian, hingga bisa terputus rasa persaudaraan. Hibah merupakan sifat yang terpuji, sampa-sampai Allah SWT menjadikan hibah ini dalam salah satu nama-Nya, yang disebut dengan ”Al Wahhab”, yang artinya maha pemberi. 112 Berfungsi Memberikan Penghargaan Hibah dapat berperan memberikan penghargaan kepada orang lain, termasuk kepada anak kandung sendiri, disebabkan oleh berbagai faktor yang melatar belakaginya. Di antarannya adalah akibat adanya prestasi yang dibuat oleh seorang anak dalam hal pendidikan atau perlombaan, atau akibat kejujuran dan kebaikan akhlaknya terhadap orang tuannya dan lain sebagainya. Dalam hal ini Allah SWT telah menyampaikan kepada hambanya melalui firmanNya, yang artinya, ”Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahaknnya”.(an- najm; 39) 110
Fiqhus Sunnah, 418 Ali Ahmad Al Jurzawly, Hikmat Tasyri’wa falsafatuhu, Juz I, Darul Fikri, 1994, h.174 112 Ibid 111
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Menghargai usaha dan karya seseorang merupakan suatu prinsip yang dijungjung tinggi dalam ajaran Islam. Setiap perbuatan yang dilakukan sekecil apapun, akan mendapat balasan dari Allah SWT. Perbuatan baik akan diberi penghargaan berupa balasan pahala berlipat ganda di sisiNya dan perbuatan jahat akan dibalas dengan kejahatan yang setimpal dengannya sebagaimana yang difirmankan Allah SWT.”Barang siap membawa amal yang baik maka baginya pahala sepuluh kali lipat amalnya”(al-an’am, ayat 160) Dalam pandangan syariat Islam, hanya melalui hibah (hadiah) lah satusatunya yang paling bisa dilakukan dalam rangka memberikan penghargaan kepada seseorang. Karena penghargaan tidak mungkin diberikan lewat cara zakat, shadaqah, wasiat dan lain-lain. Hibah ini merupakan pemberian suka rela yang tidak ada unsur kewajiban dan paksaan di dalamnya. Oleh karena itu, penghargaan dapat diberikan kepada orang lain dalam bentuk hibah. Sungguh sangat tepat sekali memberikan penghargaan kepada anak kandung atau orang lain melalui hibah. Sebab hibah itu sendiri terdiri dari 3 bentuk, yakni Ibraa yang berarti menghibahkan hartanya kepada orang lain yang berhutang. Sadaqah yang berarti menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di hari akhirat. Pada motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat, dan ketiga adalah hadiah yang berarti imbalan yang diberikan seseorang karena dia telah
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
mendapatkan hibah. 113 Pada dasarnya hadiah dari hibah. Hanya saja kebiasaanya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terimakasih dan kekaguman seseorang. 114 Memberikan penghargaan kepada orang lain dapat dilakukan dengan jalan shadaqah sunat, karena shadaqah sunat itu masih termasuk dalam pergertian hibah. Pengertian shadaqah di sini adalah pemberian sesuatu benda oleh seseorang kepada orang lain karena mengharapkan keridhaan dan pahala dari Allah SWT dan tidak mengharapkan sesuatu imbalan jasa atau penggantian. 115 Banyak ayat dan hadis Nabi SAW yang memerintahkan ummat Islam supaya bershadaqah. Ini berarti bahwa shadaqah ini mempunyai motivasi agama. Pada motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara shadaqah dan hibah. Bentuk lain dari penghargaan itu dapat berupa pemberian hadiah. Hadiah ini lebih dimotivasi oleh rasa terimakasih dan kekaguman seseorang kepada orang lain. 116 Seorang pimpinan umpamanya, biasa memberikan hadiah kepada bawahannya sebagai tanda pengargaan atas prestasinya dan untuk memacunya supaya lebih berprestasi lagi. Demikian pula, seorang bawahan memberikan hadiah kepada atasan sebagai ucapan terimakasih. Pemberian hadiah bisa pula terjadi antara orang yang setaraf, bahkan antara seseorang muslim dan non muslim. 117 Memberikan hadiah sebagai wujud penghargaan kepada orang lain dibolehkan dalam agama, sebab Rasulullah sendiri
113
Sayyid Sabiq, Op. Cit. h. 417. Helmi Karim, Op. Cit. h. 80. 115 Helmi Karim, Loc.Cit. 116 Ibid 117 Ibid 114
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
pernah menerima hadiah semasa hidupnya, sebagai tanda rasa hormat dan persahabatan dari pihak lain. Sedangkan menerima hadiah dan memberi pembalasan kepada orang yang memberi hadiah itu, disyaratkan oleh Islam. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah telah menerima hadiah. Hadiah boleh diberikan oleh orang muslim kepada orang kafir dan demikian sebaliknya. Dalam berbagai hal disebutkan bahwa Rasulullah pernah menerima hadiah dari orang-orang kafir, antara lain dari raja berbagai negara seperti Kisra, Kaisar dan banyak raja lainnya. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Tumudi dan Al Bizar dari Ali, kemudian hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas, serta hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Bilal. 118 Berdasarkan keterangan di atas, penulis berpendapat bahwa memberikan penghargaan kepada anak kandung sangat dianjurkan dan dapat dilakukan orang tua sebagai upaya memberikan perlindungan bagi prestasi yang dicapai si anak tersebut, dan bagi anak yang belum mendapat hadiah, menjadi cambuk baginya untuk berprestasi dalam berbagai bidang kegiatan, agar ia juga bisa mendapatkan penghargaan dari orang tuanya. Menghargai orang lain dalam syariat Islam sangat dijungjung tinggi. Pemberian penghargaan ini sesuai dengan proporsinya. Masing-masing orang tidak mesti harus sama bentuk pemberian penghargaanya, tergantung pada besar 118
Muhammad Ibnu Ali Asy Syakaniy, Ad Darrryud Muddyyah, Juz 2, Darul Ushur, Mesir, 1347 H, h. 145. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
kecilnya nilai dan upaya yang dilakukannya. Sebagai contoh yang berkenaan dengan penghargaan ini adalah dapat ditemukan dalam Al Qur’an dimana Allah SWT memberikan penghargaan kepada orang-orang yang beriman dan orangorang yang memiliki ilmu pengetahuan berupa derajat yang tinggi. 119 Maksud pengangkatan derajat di sini bisa dalam bentuk pengangkatan dalam tingkat perekonomian, harga diri, kebahagian dan lain sebagainya. Berdasarkan keterangan di atas, penulis berpendapat bahwa orang tua diharuskan memberikan penghargaan kepada sebagian anak yang dianggap telah memberikan penghargaan kepada sebagian anak yang dianggap telah memberikan sesuatu prestasi baik dalam bidang pekerjaan, akhlak maupun dalam bidangbidang lainnya. Penghargaan itu tidak mesti sama bentuk dan jumlahnya antara anak yang satu dengan lainnya, namun dapat diberikan sesuai dengan nilai usaha masing-masing. Sebagai contoh, bagi anak yang rajin membantu orang tuanya dalam bekerja, diberikan penghargaan berupa hibah atau hadiah.
2. Menurut Hukum Adat Menurut hukum adat bahwa hibah ini sangat besar fungsinya dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan anak kandung. Karena besarnya fungsi hibah ini, maka masyarakat adat Padang Bolak pada umumnya sering membagikan harta lewat hibah. Ketertarikan masyarakat adat terhadap hibah ini adalah dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni adanya kebebasan bagi pemilik harta dalam menentukan jumlah harta yang dihibahkan, adanya kebebasan dalam
119
Muhammad Ibnu Ali Asy Syaukaniy, Op.Cit, h. 151.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
memilih penerima hibah dan masa berlakunya adalah ketika pemilik harta tersebut masih hidup. Artinya, si penghibah mengetahui berapa harta yang dihibahkannya dan kepada siapa harta tersebut ia hibahkan. Seandainya terjadi perselisihan, pemilik harta tersebut langsung ikut mengatasinya, dengan cara demikian terjadi kepuasan tersendiri bagi orang tua yang menghibahkan hartanya sebelum ia meninggal dunia. Hibah ini dalam pandangan hukum adat berfungsi memberikan modal pertama bagi anak yang sudah berumah tangga. Harta hibah tersebut beperan sebagai penopang pertama dalam menjalankan rumah tangganya. Peranan selanjutnya adalah sekedar memberikan perlindungan bagi anak yang masih kecil yang belum pernah berumah tangga. Artinya, kalau seketika orang tuanya meninggal dunia, si anak kecil tersebut telah memiliki harta hibah sebagai sumber dana bagi kehidupannya di kemudian hari, walaupun rincian peranan hibah ini dalam hukum adat tidak serinci dalam pandangan hukum Islam, tetapi garis besarnya adalah sama. Sebab, masyarakat adat Padang Bolak mayoritas beragama Islam, sehingga wajar saja kalau hukum adat di sana sumber pada dua hukum, yakni hukum Islam dan hukum kebiasaan. Adat dalam bahasa Arab disebut dengan istilah Urf. Jadi pengertian adat adalah suatu perkara yang telah terjadi secara berulang ulang dan mempunyai kekuatan mengikat dalam masyarakat walaupun bentuknya tidak tertulis. Islam sangat memperhatikan sekali masalah adat istiadat suatu masyarakat, karena dapat
mempengaruhi
pembentukan
hukum
(rechvorming)
dalam
suatu
masyarakat.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Setiap adat kebiasaan yang berlaku pada suatu masyarakt Islam serta tidak melanggar dengan ketentuan syariat dapat ditetapkan sebagai sumber hukum yang berlaku. Adat kebiasaan yang menyimpang dari ketentuan syariat, walaupun banyak dikerjakan orang tidak dapat dijadikan sumber hukum, lantaran di dalam hadist tersebut diberi predikat hasanan (baik), yang sudah barang tentu menurut ukuran syari’at dan logika. Sesuatu dikatakan baik, jika tiada nash yang menetapkanya ditentukan oleh penilaian akal dan diterima oleh masyarakat. 120 Para imam mazhab dalam membina hukum fiqh banyak sekali memperhatikan kepada urf setempat. Imam Malik, misalnya dalam membina mazhabnya lebih dititik beratkan kepada amaliyah ulama fuqaha, fatwa-fatwa Imam Abu Hanifah berbeda dengan fatwa-fatwa dari murid-muridnya lantaran perbedaan kebiasaan mereka masing-masing ; Imam Syafi’i setelah pindah ke negeri Mesir mengganti fatwanya sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan dipraktekkanya di negara baru ini hingga fatwa-fatwa beliau itu dapat dibedakan sewaktu masih berada di Bagdad dalam qaul qadimnya dengan fatwa beliau sudah pindah ke Mesir dalam qaul jadinya. 121 Tidak sedikit jumlahnya masalah-masalah fiqhyyah yang bersumber dari adat kebiasaan yang berlaku pada masa dan situasi setempat. Apalagi kalau syari’at menyebutkan suatu ketentuan secara mutlak tanpa pembatasan dari segi nash itu sendiri maupun dari segi pemakaian bahasa. Untuk ketentuan yang demikian ini para ahli ushul membuat suatu kaidah. Setiap ketentuan yang
120 121
Mukhtar Yahya dan Facthur Rahman, Op.Cit h. 518. Ibid
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
dikeluarkan oleh syara secara mutlak dan tidak ada pembatasannya dalam syara dan dalam ketentuan bahasa, dikembalikan kepada urf. Dari qaidah ini menerangkan bahwa setiap hukum dimana belum diterangkan pengertian dan pengembangannya secara otentik oleh syara, maka semuanya itu diserahkan kepada adat kebiasaan dalam memberikan batasan dan interpretasi. 122 Hukum Islam itu pada hakekatnya dibagi dua : 1. Qanunun jamid adalah suatu undang-undang yang tegas/yang membantu dan tidak bisa berobah-obah. Qanunun jamid ini sumbernya Al Qur’an dan hadis. Contoh sembahyang dilaksanakan limakali sehari semalam. Ketentuan ini adalah tetap tidak bisa dirubah dan harus dilaksanakan 5 kali sehari semalam. 2. Qanunun murunah, yaitu suatu undang-undang yang bisa ditarik ulur. Artinya ketetapan hukumnya bersifat elastis dan tidak kaku. Undangundang semacam ini bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang melatar belakanginya. Sumber pengambilannya adalah ijtihad para ulama. 123 Pada lapangan hukum tertentu, manusia diberikan Tuhan kebebasan dalam hal pengimplementasiannya dalam kehidupan manusia, sepanjang tidak melenceng dari esensi diturunkannya hukum itu. Dalam setiap pembagian harta, baik orang tua masih hidup atau telah meninggal selalu disebut dengan pembagian harta warisan. Karena istilah 122 123
Ibid Materi kuliah Fakultas Hukum USU Oleh Abdullah Syah.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
pembagian harta menurut cara hibah tidak begitu dikenal oleh masyarakat adat Padang Bolak, namun yang lebih dikenal dengan istilah pembagian harta warisan atau pembagian harta pusaka. Pengertian hibah menurut masyarakat adat Padang Bolak adalah dibagi menjadi dua pengertian, yakni dondon (dondonan) dan salpinatartar. Pengertian dondon adalah pemberian pinjaman kepada seseorang dengan syarat si penghutang menyerahkan sebagian hartanya kepada orang yang menghutanginya sebagai dondonan hutangnya, dan apabila hutang tersebut sudah dilunasi, maka harta dondonan tersebut kembali kepada si penghutang tanpa memungut bunga sedikitpun, sedangkan pengertian kedua disebut dengan istilah salipanatartar, yang dimaksud adalah jika seseorang pindah dari suatu desa ke daerah lain, maka seluruh tanah pertanian dan perkebunannya diserahkan seluruhnya kepada raja, dan jika ada pendatang baru ke desa itu, maka raja akan memberikan tanah itu kepada pendatang baru tersebut. Tanah semacam inilah yang disebut dengan Salipi natartar. 124 Pembagian warisan dalam adat Padang Bolak mempunyai dua pengertian operasional 125 1. Pembagian seluruh harta kekayaan orang tua kepada seluruh ahli waris setelah orang tua meninggal dunia. Dalam pengertian ini, harta kekayaan orang tua hanya bisa dibagi setelah ia meninggal dunia dengan
124
Hasil wawancara tanggal 20 November 2007 dengan H. Sutan Kumala, Hatobangan
Portibi Julu 125
Hasil kesimpulan dari wawancara yang dilakukan dengan berbagai tokoh masyarakat Desa Portibi Julu dan desa Janji Matogu. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
menggunakan hukum waris Islam atau dilakukan dengan cara musyawarah antara sesama anak. 2. Pembagian harta yang dilakukan orang tua kepada anak-anaknya ketika ia masih hidup. Masyarakat adat Padang Bolak sering membagikan harta menurut cara yang kedua. Hal ini dapat dibuktikan dari kebiasaan orang tua yang membagikan hartanya kepada seluruh anak-anaknya ketiak ia masih hidup. Praktek semacam ini telah mengakar dikalangan masyarakat sejak dulu sampai sekarang. Walaupun mereka menyebutnya dengan istilah pembagian harta warisan, tetapi dalam kenyataanya yang mereka lakukan adalah pembagian harta menurut cara hibah. Istilahnya saja yang salah, tetapi prakteknya tetap saja praktek hibah. Aturan mengenai hibah dalam adat Padang Bolak tidak dijumpai dalam bentuk kodifikasi sebagaimana aturan yang terdapat dalam hukum waris Islam, tetapi aturan mengenai hibah dan masalah-masalah adat lainnya, semuanya tercatat dan terpelihara dalam surat Tumbaga Holing. 126 Fungsi hibah adalah sangat besar sekali, terutama dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan anak kandung. Adapun faktor yang melatar belakangi besarnya fungsi hibah tersebut adalah bahwa di dalam hibah itu menurut ketentuan adat Padang Bolak tidak ada ketentuan minimal dan maksimalnya. Selain itu juga dalam hibah ini langsung bisa diberikan ketika orang tua masih hidup tanpa menunggu ia meninggal dunia lebih dahulu, oleh karena itu, orang tua bebas menentukan jumlah yang akan dia hibahkan kepada setiap 126
Surat Tumbaga Holing artinya suatu surat yang tidak nampak tapi dapat dibaca oleh
masyarakat. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
anaknya. Bila perlu ia dapat bertindak untuk tidak memberikan hibah kepada seseorang anak, jika anak tersebut pindah agama atau durhaka padanya. 127 Secara kenyataan bahwa hibah ini masih tetap dipertahankan dan dipraktekkan oleh masyarakat adat Padang Bolak sampai sekarang. Hal ini menandakan bahwa hibah tersebut dirasa mempunyai fungsi yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di sana. Bukti lain menunjukkan bahwa minim sekali terjadi perselisihan pasca dilakukanya hibah oleh orang tua. Karena memang mereka semua yang terkait dalam keluarga merasa puas karena dianggap mengandung keadilan. Hibah dalam pandangan masyarakat adat adalah memiliki berbagai fungsi dalam memberikan perlindungan bagi anak kandung, antara lain : 1. Hibah berfungsi menghindari terjadinya perpecahan di antara sesama anak. Sebab kalau orang tua tidak segera menghibahkannya hartanya, dikhawatirkan akan terjadi perpecahan dan pertengkaran antara sesama anaknya ketika ia meniggal dunia kelak. 128 Kalau sudah harta telah selesai dihibahkan kepada seluruh anakanaknya, maka kemungkinan kecil akan terjadi perselisihan di antara anak, kalaupun
misalnya
terjadi
perselisihan,
tentu
orang
tuanya
ikut
mendamaikannya. 2. Hibah dapat berfungsi memberikan pertolongan bagi anak yang dalam kondisi lemah. Baik kelemahan dalam bidang ekonomi maupun kelemahan dalam
127
Hasil wawancara tanggal 22 November 2007 dengan Abdul Hakim Harahap salah seorang hatabongon desa Portibi Julu 128 Hal yang sama pernah dikemukakan oleh Soerojo Wignojodipoero dalam bukunya yang Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1973, h. 209. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
bidang kesehatan, misalnya ada anak yang lebih miskin di antara seluruh anak-anaknya, atau ada anak yang menderita penyakit menahun, yang diperkirakan ia membutuhkan banyak biaya dalam perobatannya. Kondisi semacam inilah yang mendorong orang tuannya menghibahkan hartanya kepada anak-anaknya. 3. Hibah berfungsi sebagai upah. Artinya siapa di antara anak yang lebih banyak memberikan bantuan terhadap orang tuanya dalam berusaha untuk mencari kebutuhan sehari-hari, maka orang tua biasanya menghibahkan sebagian hartanya kepada anak tersebu sebagai upah jerih payahnya. Misalnya, ada sebagian anak yang tinggal di kampung ikut membantu orang tuannya dalam bekerja mencari biaya saudara-saudaranya yang sedang sekolah di perantauan. Setelah lama ia membantu orang tuanya, tentu sangat wajar kalau ia mendapatkan nilai lebih dalam perolehan harta hibah orang tuanya. Seandainyapun ia mendapatkan bagian yang lebih banyak, tentu saudarasaudarapun dapat menerimanya dengan tulus ikhlas. Bahkan saudara yang telah berhasil, malah ikut memberikan tambahan bagian kepada saudara yang tinggal di kampung tersebut. 4. Hibah berfungsi sebagai persediaan biaya Bayo Pangoli 129 dikemudian hari. Kebiasaan yang terjadi di Padang Bolak bahwa bagi keluarga yang mampu
129
Bayo Pangoli artinya pengantin laki-laki. Yang dimaksud di sini adalah orang tua sengaja menghibahkan sebagian hartanya lebih dahulu kepada anak laki-laki yang belum menikah untuk dipergunakan kelak biaya perkawinanya.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
selalu menghorjakan 130 anak laki-laki kalau sudah menikah. Bahkan tidak jarang dilakukan dengan horja margondang. 131 Kasus semacam ini terjadi pada saat adanya anak laki-laki yang belum menikah, sementara kedua orang tuanya sudah mulai tua, maka orang tua biasanya menghibahkan sebagian harta kepada anak tersebut yang akan dipergunakan kelak untuk biaya pernikahannya. Orang tua menghibahkan harta ini dengan maksud agar anak tersebut kelak memiliki persediaan biaya dalam pesta perkawinannya, jika sewaktu-waktu orang tuannya meninggal dunia terlebih dahulu, dan jika orang tuanya belum meninggal pada saat pernikahannya, maka harta tersebut kembali menjadi milik orang tuanya, karena biaya pernikahannya sudah ditanggulangi oleh orang tuanya. Peristiwa penghibahan ini, jelas tidak menjadi masalah bagi saudarasaudaranya yang lain, karena juga dahulu telah mempergunakan harta orang tuanya dalam pesta perkawinan mereka, inilah diantara fungsi hibah yang terjadi dalam masyarakat adat Padang Bolak. 5. Hibah berfungsi sebagai koreksi atau penetralisir berbagai kekurangan yang terdapat dalam hukum waris adat. Hal ini dapat secara langsung dibuktikan pada masyarakat hukum adat yang bersistem unilateral, baik patrilinial maupun matrilinial. 132 Sebagaimana diketahui bahwa pada masyarakt patrilinial, yang tergolong ahli waris sebenarnya hanyalah anak laki-laki saja, 130
Menghorjakan maksudnya adalah mengadakan upacara pesta perkawinan. Horja Margondang berarti acara pesta perkawinan yang dilaksanakan dengan tiga hari tiga malam bahkan ada ayng sampai tujuh hari tujuh malam. Horja Margondang ini adalah pesta paling mewah di masyarakat adat Padang Bolak 132 Bandingkan dengan buku A. Ridwan berjudul Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, h. 89. Atau buku Soerojo Wignojodipoero yang berjudul Pengantar dan Azasazas Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1973, h. 206. 131
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
sedangkan anak wanita tidak tergolong sebagai ahli waris. Dalam mengatasi kekurang adilan ini, sebagai alternatif pilihan, hibah dapat dilaksanakan orang tua kepada anak wanitanya agar merekapun bisa memperoleh bagian dari harta orang tuanya. Demikian pula pada masyarakat matrilinial bahwa yang menjadi ahli waris adalah justru anak-anak dari saudara wanita si ayah atau kemenakan dari sang ayah, oleh karena itu, sang ayah menempuh jalan hibah agar anak laki-lakinya memperoleh bagian dari hartanya, sehingga tidak seluruh hartanya jatuh pada para kemenakannya saja. 133 6. Hibah berfungsi sebagai modal pertama bagi anak yang baru menikah. Artinya, orang tua dapat menghibahkan sebagian dari hartanya untuk kebutuhan biaya materil anak laki-laki yang telah mentas atau yang baru berkeluarga. 134 Anak yang baru menikah yang belum memiliki harta, akan dihibahkan sebagian harta baginya sebagai modal pertama dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Harta yang ia terima ini, sudah menjadi miliknya untuk selamalamanya tanpa bisa diganggu gugat oleh saudara-saudaranya yang lain, dan bisa menggugatnya hanya orang tuanya semata. Dalam proses penyerahan harta hibah kepada masing-masing anak dapat dilakukan dengan tiga cara 135
133
A. Ridwan, Op. Cit, h. 95 Hal yang sama juga terjadi dalam adat Jawa. Di Jawa ada suatu kebaisaan untuk memberikan hibah kepada anak yang mertua, seperti sebidang tanah pertanian dan lain-lain. untuk lebih jelasnya dapat dibaca buku Soerojo Wignojodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, h. 172. 135 Sumbernya didapat dari wawancara yang dilakukan kepada seluruh kepala-kepala suku yang dijumpai di dua Desa, yakni Desa Portibi Julu dan desa Janji Matogu. 134
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
1. Proses pemberian harta hibah tersebut dilakukan diantara keluarga saja tanpa dipersaksikan kepada orang lain, seperti pengetua adat, notaris dan lain sebagainya. 2. Proses pemberian tersebut dilakukan dihadapan para hatobangon 136 dengan memberikan ingot-ingot 137 kepada seluruh hatobangon yang hadir. 3. Proses pemberian tersebut dilakukan oleh keluarga di hadapan keluarga sendiri. Setelah itu baru mereka meminta tanda tangan pengetua-pengetua adat yang akan dijadikan bukti syah atas terjadinya hibah antara mereka. Dalam proses penyerahan harta hibah tersebut, masayrakat adat Padang Bolak tidak begitu tergantung pada akta notaris atau perjanjian di atas kertas segel. Mereka biasanya lebih sering menggunakan ketiga cara tersebut di atas. Sekalipun demikian kekuatan pembuktiannya tidak kalah dengan kekuatan pembuktian layaknya akta notaris, kertas segel dan lain sebagainya. Bahkan cara ketiga di atas jauh lebih tinggi nilainya di hadapan masyarakat adat Padang Bolak. Hal ini dapat dibuktikan dengan tiadanya masalah gugatan keluarga atas hibah yang pernah dilaksanakan di kalangan masyarakat adat Padang Bolak. Memang secara kenyataan ada sebagian kecil masyarakat adat sekarang ini yang menghibahkan hartanya dengan menggunakan akta notaris, kertas segel dan lain sebagainya. Tindakan semacam itu bukan merupakan kebiasaan yang terjadi 136
Hatobangon artinya orang-orang yang dituakan dalam masyarakat. Hatobangon ini terdiri dari wakil-wakil ketua setiap kepala-kepala di desa Portibi Julu hatobongon itu berasal dari 4 suku, yakni kepala suku dari keturunan Sutan Kumala, kepala suku dari keturunan Sutan Naiccat, kepala suku dari keturunan Baginda Muda dan Kepala suku dari keturunan Tuan Sekh. 123 Ingot-ingot artinya adalah tanda ingatan. Yang dimaksud adalah pemberian berupa uang kepada para hatobangan yang hadir untuk selalu ingat atas peristiwa pemberian hibah tersebut. Kalau sudah diberikan ingot-ingot, maka kewajiban para hatobangon untuk memberitahukan peristiwa penyerahan harta hibah tersebut kepada anak cucunya
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
dalam hukum adat, namun itu hanya merupakan inisiatif pelaku sendiri yang pada perkembangan arus globalisasi.
B. Hubungan Hukum Penghibah dengan Harta yang Dihibahkan 1. Menurut Hukum Islam Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa penghibah diharamkan menarik kembali hibahnya jika penyerahan harta telah dilakukan secara sempurna, sekalipun hibah itu berlangsung antara sesama saudara dan suami istri. Tetapi mereka membolehkan seorang ayah menarik kembali hibah yang telah diserahkan kepada anaknya. Pendapat jumhur ini didasarkan pada sabda Rasulullah yang artinya, apabila seseorang telah memberikan suatu pemberian atau menghibahkan suatu barang kepada seseorang, maka tidak boleh di tarik kembali pemberian atau hibah tersebut, kecuali seorang ayah menarik kembali apa yang telah diberikan kepada anaknya. Orang yang menarik kembali pemberian atau hibahnya tak ubahnya seperti seekor anjing yang muntah dan menjilat kembali muntahnya tersebut. Pasal 212 KHI dengan sangat tegas menyatakan bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah dari orang tua kepada anaknya. Kebolehan menarik kembali hibah hanya berlaku bagi orang tua yang menghibahkan sesuatu kepada anaknya. Walaupun demikian, orang tua diharapkan agar di dalam memberikan hibah tersebut memperhatikan nilai-nilai keadilan. Ada ulama lain yang berpendapat bahwa boleh saja menarik kembali hibah apabila harta yang dihibahkan itu belum berubah sifatnya. Ulama ini memberikan
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
gambaran tentang hibah yang boleh ditarik kembali, yaitu hibah yang dilakukan dengan mengharapkan ganti rugi dari yang menerima hibah, sementara itu orang yang menerima hibah tidak mau membayar ganti rugi yang diminta. Dalam kasus hibah seperti ini, para ulama berpendapat bahwa hibah itu boleh ditarik kembali. Dengan demikian menurut Ibnul Qayyum Al Jauziah, hibah yang tidak boleh ditarik kembali itu adalah hibah yang dilaksanakan semata-mata bersifat kerelaan, bukan untuk mendapatkan imbalan ganti rugi. Hibah yang dilakukan untuk mengharapkan ganti rugi boleh ditarik kembali apabila penerima hibah tidak mau membayar ganti rugi. Benda yang dihibahkan tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah dari orang tua kepada turunannya. Benda yang telah dihibahkan tetap dalam kekuasaan pihak yang diberi. Hak untuk menarik kembali hibah oleh orang tua kepada keturunannya terbatas selama benda itu masih dalam kekuasaan pihak yang diberi. Jika ayah atau ibu atau kakek menghibahkan sesuatu kepada anaknya atau cucunya, dan sudah diserahterimakan kepadanya, maka dalam hal ini si penghibah menarik kembali hibahnya itu, sedang menurut pendapat lain tidak boleh. Jumhur dapat berpendapat bahwa seorang ayah boleh menguasai barang yang diberikan olehnya sendiri kepada anaknya yang kecil yang berada dalam kekuasannya juga kepada orang dewasa yang bodoh. Demikian pula ia boleh menguasai hibah yang diberikan oleh orang lain kepada keduanya. Cukup baginya dalam
hal
penguasaan
itu
untuk
dipersaksikan
adanya
hibah
dan
mengumumkannya.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Semuanya ini adalah pada selain emas dan perak, serta pada barang yang tidak tertentu. Dalam hal ini jumhur fuqaha berpengangan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Ibnu Syihab dan Sai’id bin Al Musayyab, bahwa Usman bin Affan pernah mengatakan ”Barang siapa memberi pemberian kepada anaknya yang masih kecil yang belum mampu menguasai pemberian tersebut, kemudian ia mengumumkan pemberiannya itu dan mempersaksikannya, maka pembeian tersebut adalah penguasaan, meski ia mengurusinya. Diterangkan oleh Wahbah Juhailily dalam kitabnya ”Al Fiqhul Islami wa adillatuhu’ bahwa boleh mengambil kembali sesuatu hibah yang diberikan kepada seseorang
sebagai
mana
yang
disabdakan
Rasulullah
:”
Orang
yang
menghibahkan itu lebih berhak baginya atas suatu barang yang dihibahkan itu sebelum sampai padanya ganti yang ditetapkannya sebelumnya. Seorang ibu dapat menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada anaknya selama bapak si anak masih hidup, tetapi, bila bapaknya meninggal dunia, hibah tersebut menjadi tidak bisa dicabut karena hibah yang telah diberikan kepada si yatim itu tidak dapat ditarik kembali. Dari keterangan di atas jelas menunjukkan bahwa hubungan orang tua dengan harta yang dihibahkannya kepada anak-anaknya adalah tidak terputus secara mutlak. Dalam artian, orang yang telah memberikan hibah kepada salah seorang atau sebagian anaknya, kemudian karena ada sesuatu hal, maka orang tua dapat menarik kembali hibah yang telah diberikannya itu. Suatu contoh, jika ada orang tua memiliki anak yang mengidap penyakit ganas, ia boleh menghibahkan sebagian hartanya kepada anak tersebut, sebagai sumber biaya pengobatan
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
penyakitnya. Hibah semacam ini adalah hibah yang sangat baik dan besar fungsinya dalam memberikan perlindungan bagi anak yang sedang sakit tersebut, jika sewaktu-waktu orang tuanya meninggal dunia. Orang tua seharusnya tidak ragu dan takut dalam memberikan hibah kepada sebagian anaknya yang dianggap pantas mendapatkan hibah, baik karena pertimbangan prestasi kerja dan kualitas akhlaq si anak maupun pertimbangan berdasarkan kelemahan dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Apabila kondisi kelemahan tersebut telah hilang dari anak yang diberi hibah, maka hibah tersebut dapat dilihat ditarik kembali oleh orang tuanya, dan jika orang tua yang memberi hibah tersebut meninggal dunia, sementara anak-anak yang lain tidak mendapatkan hibah, maka harta tidak tersebut menurut hukum asalnya berdasarkan syariat Islam adalah murni milik si anak yang menerima hibah tersebut, tetapi jika di antara anak yang belum menerima hibah dari orang tuanya tidak rela, maka hibah tersebut diperhitungkan sebagai warisan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan keluarga semata. Hal ini juga telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. 2. Menurut Hukum Adat Pada dasarnya hubungan si penghibah dengan harta yang dihibahkannya tidak dapat ditarik kembali. Namun dalam hal tertentu, harta yang dihibahkan itu dapat ditarik kembali. Masalah kebolehan penarikan hibah ini dapat dilihat dalam putusan Raad Justisi Jakarta tanggal 31 Maret 1939 dalam Indisch Tijdschrif van het Recht 151 halaman 183 berbunyi penghibahan dapat dicabut kembali atas
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
alasan-alasan berdasar adat, sebagai contoh kurang hormat atau tabiat lain yang membuktikan kelalaian anak terhadap orang tua 138 Djojodigoeno Tirtawinata menegaskan bahwa pencabutan hibah demikian ini hanya mungkin barang-barang yang dihibahkan itu masih ditangan waris yang menerima hibah, tetapi apabila barang-barang itu telah berpindah tangan ke orang lain, maka pengoperan terakhir ini tidak dapat dapat diganggu gugat lagi. 139 Soerojo Wignojodipoero berpendapat bahwa hibah yang pernah diberikan orang tua kepada anaknya, kemudian anak tersebut meninggal lebih dahulu, maka harta tersebut kembali kepada orang tuanya. 140 Menurut pandangan hukum adat Padang Bolak pada dasarnya orang tua dibenarkan menarik kembali harta yang pernah dihibahkannya kepada anakanaknya. Walaupun harta orang tua tadi sudah dibagi kepada seluruh anakanaknya namun hubungan orang tua terhadap harta hibah tersebut masih sangat erat sekali. Artinya orang tua masih berhak memperoleh seluruh penghasailan dari harta yang telah dihibahkan kepada seluruh anaknya. Selain itu, orang tua masih berhak melarang anak-anaknya untuk menjual harta hibah yang pernah ia berikan, selama ia masih hidup, namun jika ia telah meninggal dunia, harta tersebut baru menjadi milik penuh setiap anak. Dalam arti kata, setiap anak baru bebas mempergunakannya setelah kematian orang tuanya. Kebolehan orang tua menarik kembali harta yang pernah dihibahkannya kepada anak-anaknya dilatar belakangi dengan berbagai pertimbangan dan alasan.
138
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Cet. XIV .PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995, h.195 139 Ibid 140 Soerojo Wignjodipoero, Op.Cit, h. 207 Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Di antarannya adalah jika anak yang diberikan harta hibah tersebut dikhawatirkan akan menjual dan menghabiskannya tanpa ada kompromi dengan orang tuanya. Pertimbangan yang lain dalam pandangan hukum adat Padang Bolak adalah apabila ada keluarga yang terdiri dari suami istri tanpa memiliki anak, kemudian mereka memiliki sebidang tanah yang dahulu diterima oleh suami secara hibah dari orang tuanya, kemudian ia lebih dahulu meninggal dunia dari orang tuanya yang menghibahkannya tanah yang bersangkutan, maka tanah yang dihibahkan dapat ditarik kembali oleh orang tuanya. Kasus yang pernah terjadi di Padang Bolak adalah seseorang pernah menghibahkan hartanya kepada anaknya, kemudian anak yang pernah menerima hibah tersebut menjadi kaya, maka orang tua tadi mengambil kembali harta yang pernah dihibahkan tersebut. Kenyataanya, anak tersebut dengan sukarela mengembalikan kembali harta hibah tersebut. Dalam adat Padang Bolak, dibenarkan juga orang tua mengambil kembali harta yang pernah diberikan kepada anaknya, dikarenakan oleh kedurhakaan seorang anak. Penghibahan dalam pandangan adat merupakan suatu pengoperan tanah bukan merupakan transaksi jual. Dengan demikian orang tua bebas melakukan penarikan kembali atas tanah yang dihibahkannya, berdasarkan berbagai pertimbangan yang layak. Kebiasaan yang terjadi, walaupun ada sebagian anak yang pernah menerima hibah semasa hidup orang tuannya, maka hal demikian dapat dibijaki dengan dua cara antara lain :
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
a. Kalau keadaan ekonomi dan kesehatan tersebut dalam keadaan baik, maka seluruh harta yang pernah dihibahkan kepadanya diperhitungkan sebagai warisan. b. Kalau kondisi ekonomi dan kesehatannya lemah, maka harta hibah yang pernah diterimanya dari orang tuanya tetap dianggap sebagai hibah dan ia juga ikut mendapat bagian dari harta peninggalan orang tuanya tanpa mempermasalahkan harta hibah yang pernah diterimanya. 3. Menurut Hukum Perdata Menurut ketentuan hukum perdata pasal 1688 KUH Perdata, hubungan hukum antara si penghibah denga harta yang dihibahkannya adalah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan, melainkan dalam hal-hal berikut : a.karena
tidak dipenuhi
syarat-syarat dengan mana penghibahan telah
dilakukan. b.jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah. c.jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.
C. Akibat Hukum Berlaku Pemberian Hibah 1. Menurut Hukum Islam Melindungi anak yang dalam keadan lemah baik dalam bidang kesehatan, perekonomian dan lain sebagainya adalah merupakan kewajiban orang tua. Anak
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
yang lemah berhak mendapatkan perlindungan bukan saja dari orang tuanya, tetapi juga dari saudara kandungnya serta kaum muslimin pada umumnya. Kedudukan orang lemah sangat dilindungi dalam Islam, tidak boleh dihina ataupun disengsarakan. Orang lemah dalam Islam berhak mendapatkan bagian dari zakat, shadaqah, hibah, wasiat dan lain sebagainya. Berkenaan dengan ini Allah berfirman yang artinya, ”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bahagian.”(Az Zariyat, ayat 19) Ayat tersebut menjelaskan bahwa harta yang dikeluarkan oleh orang kaya itu adalah milik orang miskin. Jadi harta yang di keluarkan itu, sesungguhnya bukan miliknya, melainkan milik orang miskin yang dititipkan Allah kepadanya. Allah SWT hendak menguji hambanya, apakah ia berkenan mengeluarkannya dalam bentuk zakat, hibah atau tidak. Jika mau mengeluarkan zakatnya, Allah akan memberikan ganjaran pahala baginya, jika enggan mengeluarkannya, maka mengingkari nikmat yang Allah berikan kepadanya. Zakat itu adalah milik orang lain. Tidak mengeluarkannya berarti sama saja menyimpan atau mengambil milik orang lain. Barang siapa yang mengambil milik orang lain dengan tiada hak, maka pantas baginya dibeikan hukuman, itulah sebabnya Umar bin Khattab berani memutuskan dengan ijtihadnya untuk memerangi orang yang tidak bersedia mengeluarkan zakat. Kalau dipikir menurut logika manusia, keputusan yang telah diambil oleh Umar bin Khattab ratusan tahun yang lalu amatlah tepat sekali, karena yang dihukum itu adalah orang yang menyembunyikan milik orang lain. Umar
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
bukanlah memerangi orang kaya dengan maksud untuk mengambil atau memeras hartanya, tetapi beliau hanya bertujuan untuk sekedar mengambil milik orang miskin tersebut dengan cara paksa, karena orang kaya tersebut tidak mau mengeluarkannya dengan cara kesadaran. Kewajiban membantu orang lemah harus dilakukan secara terus-menerus dan
berkesinambungan,
selama
kondisi
kelemahan
itu
masih
melekat
padanya.Apabila kelemahan tersebut tidak ada lagi terdapat padanya, maka kewajiban membantunya juga tidak ada. Hal ini sesuai dengan bunyi qaidah ”Hukum itu berputar bersama illatnya 141 dalam mewujudkan dan meniadakan hukum. Sifat lemah di sini bertindak sebagai illah, sedangkan kewajiban membantu orang lemah adalah bertindak sebagai hukum yang lahir. Jika illahnya hilang, maka hukumnyapun hilang, begitu sebaliknya. Fuwaha telah sepakat bahwa seseorang itu boleh menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain (bukan ahli waris). Selanjutnya mereka berselisih pendapat tentang orang tua yang mengutamakan (pilih kasih) terhadap sebagian anaknya atas sebagian yang lain dalam soal penghibahan sebagian atau seluruh hartanya kepada sebagian anak. Menurut Malik, boleh membedakan pemberian hibah di antara anak-anak. Jumhur fuqaha amsar (negeri-negeri besar) berpendapat bahwa hibah seperti itu makruh hukumnya, tetapi apabila terjadi, maka sah pula.142
141 142
Pengertian Illat adalah alasan-alasan atau yang menjadi penyebab Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Rajawali, Pers, Jakarta, November 1995,
h.472. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Ahmad Rofiq berpendapat bahwa orang tua boleh melebihkan hibah kepada satu anak, asal dalam pemberian hibah tersebut, dilakukan secara musyawarah dan atas persetujuan anak-anak yang ada, ini penting, agar tidak terjadi perpecahan antara keluarga, 143 sedangkan ulama Jumhuur berpendapat, tidak wajib mempersamakan hibah antara anak kandung, melainkan hukumnya sunat saja. 144 Menurut hemat penulis, orang tua dibolehkan membedakan hibah antara anak kandung berdasarkan tiga ketentuan. Pertama : Dalam masalah hibah barang, kalau ada orang tua yang menghibahkan dalam keadaan sakit, hibahnya dibatasi maksimal 1/3 saja dari keseluruhan harta yang dimiliki. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Imran ibnu Husain yang menjelaskan tindakan Nabi SAW ketika (Imran Ibnu Husain) memerdekakan enam orang hamba dalam saat menjelang kematiannya, maka Rasulullah SAW memerintahkan (agar dimerdekakan 1/3nya saja), maka ia memerdekakan sepertiganya. Dalam KHI Pasal 210 ayat (1) dijelaskan sebagia berikut : ”Orang yang telah berumur sekuarang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki. Pembatasan yang dilakukan kompilasi, baik dari usia maupun sepertiga dari harta pemberian hibah, berdasarkan pertimbangan bahwa usia 21 tahun telah dianggap cakap untuk memiliki hak untuk menghibahkan benda miliknya itu. 143 144
Ibid Wahbah Al Juhailiy, Al Fiqhul Islam wa Adilatuhu, Juz V, Darul Fikri, 1984, h. 35.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Kedua : Dalam masalah hibah barang, sebaiknya orang tua tidak membedakan pemberiannya di antara sesama anak, tidak dihalalkan bagi seorangpun untuk melebihkan sebagian anak-anaknya dalam hal pemberian di atas anak-anaknya yang lain, karena hal demikian akan menanamkan permusuhan dan memutuskan
hubungan
silaturahmi
yang
diperintahkan
Allah
untuk
menyambungnya. Imam Ishak As Tsauri dan sebagain orang-orang Maliki berpendapat bahwa sesungguhnya melebihkan sebagian anak-anak di atas sebagian yang lain itu perbuatan yang batil dan curang, maka orang yang melakukan perbuatan itu hendaklah membatalkannya, karena AL Bukhari pun telah menjelaskan hal ini. Dalam hal ini ada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda : ”Persamakanlah di antara anak-anakmu di dalam pembeian. Seandainya aku hendak melebihkan seseorang tentulah aku lebihkan anak-anak perempuan. Dari Asy Sya’bi dari An Nurman Bin Basyir, dia berkata : ”Ayahku memberikan kepadaku suatu pemberian Ismail bin Salim yang merupakan seorang diantara saudara-saudaranya berkata :” Ayahnya telah memberikan kepadanya seorang hamba sahaya lelaki. Kata Ismail : Maka Ibuku, Amrah Binti Rawahah berkata kepada suaminya : ”Datanglah engkau kepada Rasulullah SAW, dan persaksikan kepada beliau hal itu, katanya :”Sesungguhnya aku telah memberikan kepada anakku, An Nu man dengan suatu pemberian, dan sesunguhnya isteriku meminta kepadaku agar aku mempersaksikan hal itu kepada engkau. Dia (ayah An Nu man) berkata : ”Maka Rasulullah menjawab : ”Apakah engkau mempunyai anak selain dia? Di menjawab ”Tidak Sabda Nabi”. Maka di antara anak-anak itu
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
ada yang mengatakan, ini perbuatan orang, sedang yang lain berkata ini adalah perbuatan yang pilih kasih. Maka persaksikanlah kepada orang lain selain aku. Al Mughirah berkata di dalam pembicaraan dengannya ”Tidakkah engkau suka anakanakmu berbakti kepadamu dengan kebaktian yang sama? Dia menjawab : ”Ya. Lalu kata Al Mughirah ”Persaksikanlah ini kepada orang lain selain aku. Dalam berbicara dengannya Mujahid berkata :”Sesungguhnya anak-anakmu mempunyai hak padamu agar engkau berlaku adil terhadap mereka, seperti halnya engkau mempunyai hak pada mereka agar mereka berbakti kepadamu. Berkata Ibnul Qoyyum bahwa hadis ini berisi perincian keadilan yang diperintahkan Allah di dalam kitab-Nya, dengannya langit dan bumi berdiri, dan dengannya syariat ditetapkan. Demikian inilah yang paling cocok dengan Al Qur’an dibanding dengan segala qiyas yang ada di muka bumi ini, lebih jelas petunjuknya dan amat tepat, maka ia menolak ucapan yang samar ”Setiap orang lebih berhak terhadap hartanya daripada anaknya dan manusia semuanya. Keadaan lebih berhak terhadap hartanya itu menghendaki dia boleh memperlakukannya menurut apa yang dia maui dan dikiaskan atas dasar kesamaan ini, dia boleh memberikannya kepada orang asing. Yang jelas diketahui ialah keumuman dan kias atas dasar kesamaan yang demikian ini tidak dapat melawan hukum yang sudah amat jelas. Orang-orang Hanafi, Syafi’i, Malik dan Jumhurul Ulama berpendapat bahwa mempersamakan di antara anak-anak itu sunat dan pelebihan di antara mereka itu makruh walaupun dapat dijalankan. Mereka menjawab hadis An Nu;man
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Walaupun demikian, orang tua tetap diperbolehkan menghibahkan hartanya kepada seluruh anak-anaknya dengan jumlah yang berbeda satu sama lain, karena di dalam hibah itu sendiri, tidak ada ketentuan ukuran minimal dan maksimalnya. Syariat Islam memberikan kebebasan penuh kepada pemilik harta untuk menentukan berapa jumlah hibah yang akan diberikannya dan kepada siapa hibah tersebut diserahkan, asalkan didasarkan pada prinsip keadilan. Hanya saja dalam hibah barang ini, kalau orang tua membedakan jumlah hibah yang akan diberikan kepada anak-anaknya, perlu diadakan musyawarah dengan seluruh anak kandung, agar tidak terjadi permasalahan yang tidak diinginkan dikemudian hari. Pelaksanaan musyawarah tersebut merupakan perintah nas, tetapi hanya merupakan pertimbangan kemaslahatan semata di antara keluarga. Ketiga : Dalam masalah hibah manfaat, orang tua dibolehkan secara mutlak memberikannya kepada anak tertentu saja dan tanpa memberikannya sama sekali kepada anak yang lain atas dasar pertimbangan keadilan. Dalam pemberian hibah, manfaat ini, tidak mesti jumlahnya sama antara sesama anak. Siapa yang dianggap paling membutuhkan, maka kepadanya diberikan seluruh manfaat yang terdapat dalam harta milik orang tua tersebut. Dalam hibah manfaat, bendanya tetap milik orang tua, yang dihibahkannya sudah mapan merasa dirugikan atau merasa diperlakukan tidak adil, karena zat benda tersebut masih ada, yang dihibahkan adalah manfaatnya saja. Sebagai contoh, seseorang menghibahkan hasil dari seluruh perkebunannya kepada anak yang paling kecil untuk kepentingan sekolahnya. Jika kelak dia sudah berhasil menammatkan sekolahnya, maka manfaat harta tersebut kembali kepada orang
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
tua, dan jika orang tuannya telah meninggal terlebih dahulu, maka manfaat harta tersebut, kembali kepada keluarganya. Dalam masalah hibah manfaat ini, orang tua seharusnya menyediakan sebagian hartanya, baik berupa pertanian, perkebunan dan lain sebagainya sebagai harta produktif bagi kepentingan anak-anaknya. Artinya, segala hasil yang didapat dari harta produktif tadi dapat dipergunakan oleh anak yang membutuhkan. Dana tersebut memang khusus disediakan bagi anak-anak yang dalam posisi lemah, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang kesehatan. Harta produktif tadi sangat penting keberadannya bagi kehidupan keluarga. Sebab dengan adanya harta terlindungi dengan tidak mengurangi harta benda milik orang tuanya, yang dipakainya hanya hasil yang didapat dari harta produktif tadi, bukan dengan menjual sebagian harta orang tuanya. Cara seperti ini sangat baik dikembangkan demi kemaslahatan kehidupan suatu rumah tangga. 145 Menanggapi hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya, ”Persamakanlah di antara anak-anakmu di dalam pemberian. Seandainya aku hendak melebihkan seseorang, tentulah aku lebihkan anak-anak perempuan”. Konteks hadis ini hanya berlaku bagi anak-anak yang sederajat baik dalam posisi kemampuan ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya. Seandainyapun ada perbedaan di antara mereka tidak begitu mencolok, tetapi jika kondisi di antara anak tersebut jauh berbeda, maka membedakan hibah antara mereka dapat ditolerir.
145
Materi kuliah di Fakultas Hukum USU oleh M. Hasballah Thaib
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Pada umumnya hibah itu ada dua macam, yakni hibah barang dan hibah manfaat. Dalam hibah barang, orang tua dapat memberikannya kepada sebagian anaknya dengan pertimbangan keadilan. Adil bukan berarti harus sama, namun disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak, inilah di antara ajaran kebijakan syariat Islam, dimana orang mendapatkan bagian dan perlindungan sesuai dengan kebutuhannya. Orang tua juga dapat memberikan hibah kepada anaknya dengan hibah jenis kedua, yakni hibah manfaat. Di antara hibah manfaat adalah hibah mu ajjalah (hibah bertempo), dan disebut pula ariyah (pinjaman) atau minhah (pemberian). Ada pula hibah yang disyaratkan masanya selama orang yang diberi hibah masih hidup dan disebut hibah umri (hibah seumur hidup), seperti seseorang memberikan tempat tinggal kepada orang lain sepanjang hidupnya. Hibah seperti ini diperselisihkan oleh para ulama dalam tiga pendapat. Pertama : bahwa hibah tersebut merupakan hibah yang terputus sama sekali. Hibah tersebut adalah hibah terhadap pokok barangnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i, Abu Hanifah As Tsauri, Ahmad dan segolongan fuqaha. Kedua : bahwa orang yang diberi hibah itu hanya memperoleh manfaatnya saja. Apabila orang tersebut meninggal dunia, maka pokok barang tersebut kembali kepada pemberi hibah atau ahli warisnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik dan para pengikutnya. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa apabila dalam akad tersebut disebutkan keturunan, sedangkan keturunan ini sudah habis, maka pokok barang tersebut kembali kepada pemberi hibah atau ahli warisnya.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Ketiga : apabila pemberi hibah berkata, Barang ini demi umurku, adalah untukmu dan keturunanmu, maka barang tersebut menjadi milik orang yang diberi hibah. Pendapat ini dikemukakan oleh Daud dan Abu Tsaur. Memang sebagian ulama berpendapat bahwa hibah yang disertai suatu syarat, seperti hibah Umra dan hibah Ruqba adalah tidak dibenarkan, tetapi hibah bersyarat ini dapat dilakukan orang tua kepada anaknya dengan tujuan untuk melindungi anak yang dalam posisi lemah.
2. Menurut Hukum Adat Menyangkut masalah perbedaan dalam memberikan hibah di antara sesama anak kandung ini, pada prinsipnya hukum adat membolehkan menghibahkan seluruh atau sebagain harta kepada anak kandung. Hukum adat Padang Bolak juga membolehkan pemberian hibah dalam jumlah yang berbeda antara sesama anak, tergantung situasi yang melatar belakangi kehidupan setiap anak. Di antara contohnya adalah dalam kasus pernikahan, ada anak yang sudah menikah, kemudian ingin meninggalkan orang tuanya untuk membentuk keluarga sendiri, seringkali mereka diberi sebidang sawah, atau suatu rumah beserta pekarangannya,
atau
beberapa
ekor
sapi
dan
lainnya
sebagai
dasar
penghidupannya. 146 Pemberian pada masa hidup orang tuanya, dapat diperhitungkan sebagai warisan dalam membagi harta dikemudian hari, setelah bapak/ibunya meninggal
146
Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, April 1981 h. 122.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
dunia. Cara pembelian tanah itu bukan suatu transaksi jual, melainkan suatu pengalihan dalam lingkungan keluarga. 147 Menurut pandangan adat Padang Bolak bahwa orang tua dibolehkan membedakan hibah di antara anak kandung. Perbedaan jumlah tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang melatar belakanginya, antara lain karena faktor ketuaan anak, kemiskinan anak dan lain-lain. Dalam memberikan bagian yang berbeda ini, tidak dilakukan dengan sembarangan melainkan dilakukan dengan penuh pertimbangan, sehingga anak yang lain dapat menerimanya dengan baik. Untuk menentukan jumlah bagian yang akan diterima oleh masing-masing anak, biasanya ditempuh dengan tiga cara 148 berikut ini : 1. Jumlah bagian masing-masing anak ditentukan sepenuhnya oleh kebijakan orang tua tanpa ikut campur anak-anaknya atau pihak-pihak lain 149 Pembagian cara yang pertama ini, biasanya orang tua memberikan bagian yang lebih banyak kepada anak yang tertua 150 yang tinggal bersamanya.
147
Ibid Disimpulkan dari hasil wawancara tanggal 22 November 2007 dengan berbagai hatobangan pemuka-pemuka adat desa Portibi Julu dan desa Janji Magotu. 149 Perlu diketahui bahwa pembagian hibah berdasarkan cara pertama ini sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung tanggal 23 Agustus 1960 Reg No. 225 K/Sip/1960 tentang hibah dittapkan sebagai berikut : a. Hibah tidak memerlukan persetujuan ahli waris b. Hibah tidak mengakibatkan ahli waris dari penghibah tidak berhak lagi atas harta peninggalan dari si penghibah 150 Soerojo Wignojodipoero menyebutnya dengan memperhatikan keadaan istimewa dari tiap waris. Lebih jelasnya dapat dibaca dalam bukunya yang berjudul Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1993, h. 195 148
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Kalau anak yang tertua hidup di perantauan, maka bagian yang terbanyak diberikan kepada anak laki-laki yang tinggal bersamanya. 151 Dasar pertimbangan orang tua memberikan bagian yang banyak pada anak yang tinggal di kampung, dikarenakan anak tersebut kelak tempatnya berlindung di masa tuanya. Di samping itu juga, seorang anak yang tinggal di kampung secara otomatis ikut berusaha bersama orang tuannya dalam memberikan biaya sekolah adik-adiknya di perantarauan. Pertimbangan lain bahwa anak tertua atau anak yang tinggal di kampung tersebutlah yang wajib mengurus berbagai hal berkenaan dengan kematian orang tuanya kelak. Umpamanya dalam hal pemakaman orang tuanya, hal pelunasan utang-utangnya dan lain sebagainya. 152 Selain itu juga, anak yang tinggal di kampung itu bertugas manutupi ila 153 seluruh keluarganya. Jadi sungguh sangat wajar dan adil kalau orang tua menghibahkan hartanya lebih banyak kepada anaknya yang tinggal di kampung, jika dibandingkan dengan anak-anaknya yang lain. Selain mengutamakan anak yang tinggal di kampung, orang tua juga memberikan harta hibah lebih banyak kepada anaknya yang dianggap lemah dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Pembagian semacam ini mutlak menjadi
151
Bandingkan dengan adat Jawa dimana jika anak yang tertua itu seorang laki-laki, maka ada suatu kebiasaan memberikan kepadanya secara hibah sebagian daripada harta keluarga. Begitu juga bagi anak perempuan yang sudah kawin, lazimnya dihibahkannya sebagian dari harta keluarga 152 Keterangan semacam ini juga dapat ditemui dalam sistem pewarisan mayorat dimana anka sulung menguasai seluruh harta warisan. Lebih jelasnya dapat di baca dalam buku A. Ridwan Halim berjudul Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, h. 89. 153 Artinya pekerjaan menutup malu keluarganya. Misalnya, kalau ada pamili yang melahirkan, anak yang tinggal di kampung tersebut harus membelikan kain paroppa terhdap anak yang baru kawin tersebut. Kalau tidak dibelikannya, maka seluruh keluarganya akan menanggung malu. Kalau banyak saudaranya yang melahirkan, tentu juga banyak yang harus dibelikannya. Dengan demikian, akan banyak mengeluarkan biaya untuk kepentingan dan kehormatan keluarganya. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
kebijakan orang tua, tanpa meminta pendapat anak-anaknya, dan kebiasaan di masyakarat adat Padang Bolak, para anak dapat menerimanya tanpa melakukan tuntutan di kemudian hari. Bahkan mereka pun ikut membantu saudaranya yang miskin dengan memberikan sebagian dari harta hibah yang mereka peroleh. Singkatnya, dalam cara pertama ini orang tua biasanya menghibahkan hartanya dengan dua status 154 : a. Menghibahkan sebagian harta dengan status hak milik kepada sebagian anak. b. Menghibahkan sebagian harta dengan status hak pakai saja tanpa memiliki status kepemilikan. 155 Dalam point b ini lebih sering dipraktekkan oleh masyarakat adat Padang Bolak, khususnya terhadap anak-anak mereka yang tinggal di kampung baik ia sudah menikah ataupun belum. Umpamanya, dihibahkan sebidang tanah kepada seorang dengan status hak pakai saja tanpa memberikan hak kepemilikan. Seluruh hasil yang diperoleh dari tanah tersebut, semuanya diperuntukkan kepada anak tersebut. Status tanah semacam ini sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh orang tuanya. Tetapi kasusnya sangat jarang sekali. Kalaupun pernah, disebabkan karena anak tersebut pergi merantau dan telah menjadi kaya. 156 2. Jumlah bagian masing-masing anak dalam harta tibah ditentukan oleh orang tua dengan berpedoman pada ketentuan hukum waris Islam. 157
154
Hasil wawancara tanggal 23 November 2007 dengan Tongku Raja Alan salah seorang tokoh hatobangan desa Portibi Julu 155 Bandingkan persamaanya dengan bukti A. Ridwan Halim, h. 87. 156 Hasil wawancara tanggal 25 November 2007 dengan Ir. Iswar P Harahap bergelar Sutan Halim Naposo Harahap, adalah salah satu hatobangan masyarakat adat Portibi Julu Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Dalam cara ini, orang tua sepenuhnya menentukan bagian setiap anak dari harta hibah tersebut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam hukum waris Islam. Bagian harta hibah yang akan diperoleh anak laki-laki sama dengan dua bagian anak perempuan. Penentuan jumlah bagian harta hibah menurut ketentuan hukum waris Islam tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh masyarakat adat Padang Bolak. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan, di mana kalau seluruh anak-anaknya adalah perempuan, maka seluruh harta tersebut tetap dibagikan kepada seluruh anak perempuan yang ada, tanpa diberikan kepada pihak-pihak lain. Padahal jika dirujuk kepada hukum waris Islam bahwa masih ada lagi pihak lain yang berhak mendapatkan bagian, yakni pihak ashabah 158 Dalam masyarakat adat Padang Bolak, cucu laki-laki maupun cucu perempuan yang telah
di tinggal mati ayahnya, selalu mendapat hibah dari
kakeknya. Pemberian hibah ini dilakukan atas dasar adanya kekhawatiran sang kakek terhadap anak-anaknya untuk tidak memberikan bagian kepada cucunya jika ia meningal kelak. Faktor pendorong diberikannya hibah kepada cucu adalah karena hukum waris adat Padang Bolak tidak mengenal penggantian waris. 159 Sebagaimaa dikenal dalam hukum waris adat Jawa. 160 Dengan demikian sungguh besar sekalii
157
Kalau masyarakt adat Padang Bolak menyebutnya dengan Hukum Firaid, yang pengertiannya juga sama dengan hukum waris Islam 158 Yang dimaksud ashabah adalah kelompok ahli waris yang mendapat sisa setelah harta tersebtu dibagikan berdasarkan ketentuan hukum waris Islam. 159 Maksud dari penggantian waris di sini adalah jika seorang anak meninggal, sedangkan orang tuanya masih hidup, maka anak-anak orang yang meningal itu dapat menggantikan bapaknya sebagai ahli waris di dalam harta benda kakek neneknya. 160 R. Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, h. 85. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
fungsi hibah dalam memberikan perlindungan bukan saja kepada anak namun juga kepada cucu dan lain sebagainya. 3. Jumlah harta hibah yang akan diterima oleh setiap anak ditentukan berdasarkan musyawarah antara orang tua dan seluruh anak-anaknya. Dalam cara ini, orang tua tidak sepenuhnya lagi menentukan bagian yang akan diberikan kepada setiap anak, melainkan harus mendapat persetujuan dan kesepakatan di antara anak. Orang tua dalam hal ini hanya sebagai penengah dan pemberi usul saja, namun dalam hal penentuan keputusan adalah ditangan musyawarah. Dalam cara musyawarah ini, biasanya perempuan hanya difokuskan mendapat bagian dalam bidang harta benda tidak bergerak seperti hewan peliharaan, barang perhiasan, mobil dan lain-lain. Kalaupun ia mendapatkan hibah dari benda tetap, dikarenakan jumlah harta bergerak tergolong sedikit. Pemberian jumlah hibah lebih sedikit kepada anak perempuan bukan merupakan hal yang tidak adil dan tidak pantas dalam pandangan masyarakat adat Padang Bolak. Bahkan hal itu merupakan pembagian yang bijaksana dan penuh keadilan. Karena anak perempuan tersebut juga, mendapatkan harta hibah yang banyak yang akan diterima oleh suaminya kelak. Dalam keluarganya memang anak perempuan mendapatkan hibah yang lebih sedikit, tetapi dalam keluarga suaminya anak perempuan tersebut dan suaminya mendapatkan bagian yang banyak. Akhirnya, kalau disimpulkan, maka jumlah bagian yang diterima perempuan akan sama dengan jumlah bagian yang diterima anak laki-laki.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Menurut hukum adat Padang Bolak, pada dasarnya jumlah bagian yang diterima oleh masing-masing anak tidak sama, tergantung situasi dan kondisi keadaan keluarga. Dalam perolehan harta hibah tersebut, oleh orang tua biasanya diperhatikan anak laki-laki terlebih dahulu, kemudian baru diperhatikan tentang siapa yang lahir lebih dahulu, kemudian baru dilihat siapa di antara mereka yang lebih miskin dan terakhir baru dilihat siapa yagn tinggal di kampung bersamanya. Setelah terbagi seluruh harta sesuai dengan jumlah seluruh anak, maka anak tertua diberikan kesempatan untuk memilih terlebih dahulu. Kalaupun anak tertua tidak mau memilih terlebih dahulu, namun adik-adiknya biasanya memiliki bagian abangnya yang tertua dengan bagian yang dianggap lebih baik dan lebih pantas. 161 Cara pembagian semacam ini, berlaku untuk saudara yang lain. Artinya mana yang dianggap lebih tua, selalu mendapat prioritas utama untuk memilih harta hibah yang telah dipilah-pilah sebelumnya. Cara menentukan jumlah dan luas setiap bagian dilakukan dengan menggunakan perkiraan dan perasaan semata, bukan didasarkan pada pengukuran secara pasti, sehingga wajar saja antara masing-masing bagian tidak sama jumlah dan luasnya, tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi mereka, sebab cara pembagian yang mereka lakukan berdasarkan kekeluargaan. Kebiasaan dalam masyarakat adat Padang Bolak bahwa setiap tanah atau perkebunan yang biasa dikerjakan anaknya, biasanya bagian tersebut diberikan padanya. Proses semacam inilah yang menjadi faktor utama tidak timbulnya 161
Maksud dari bagian yang pantas di sini adalah menyodorkan sebidang tanah atau perkebunan yang biasa digarap dan dikerjakan oleh abangnya sehari-hari Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
perselisihan di antara sesama anak dalam menerima hibah yang diberikan oleh orang tua mereka, dengan cara semacam ini, semua merasa puas dan adil, walaupun kenyataan dalam jumlah luas tanahnya tidak sama. Sedangkan waktu pelaksanaan hibah di kalangan masyarakat adat Padang Bolak. Kebanyakan dilaksanakan ketika seluruh anak-anaknya sudah berkeluarga (menikah), namun bila ada yang belum menikah biasanya pembagian harta tersebut tidak dapat dilaksanakan. Memang pelaksanaan hibah, banyak dilakukan sebelum anak-anaknya menikah semuanya, namun biasanya pemberian hibah tersebut, tidak terhadap seluruh anaknya, melainkan kepada sebagainya saja yang dianggap pantas menerima hibah. Menurut penulis bahwa pemberian sebagian harta oleh orang tua kepada anak kandung yang berada dalam posisi lemah adalah sangat adil berdasarkan tinjauan kemaslatan. Memberikan hibah kepada anak yang dalam posisi lemah adalah sangat arif dan penuh keadilan serta lebih mendatangkan kemaslahatan bagi kehidupan keluarga. Melebihkan pemberian kepada anak yang membutuhkan adalah hal yang sangat bijaksana baik menurut pandanan syariat Islam, hukum adat maupun menurut pandangan logika. Sebab, walaupun secara pisik memang jumlah hibah yang diterima anak berbeda-beda, namun dalam hal kemanfaatan dan ukuran kebutuhannya adalah sama. Suatu contoh, seorang anak yang sakit, tentu lebih banyak membutuhkan uang daripada anak yang sehat. Kalaulah antara anak yang sedang menderita sakit atau anka yang miskin diberikan bagian yang sama dengan anak yang sehat atau anak yang sudah mapan, tentu tidak adil dan
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
tidak pantas, karena kebutuhan antara mereka adalah berbeda-beda. Dalam situasi semacam ini, maka Allah syariatkan hibah kepada ummat manusia. Salah satu di antara manfaat hibah adalah memberikan perlindungan bagi anak kandung yang berada dalam posisi lemah. Bukankah Allah menyuruh hambanya untuk selalu berbuat adil, seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an : ”Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (An Nisa, ayat 58) Dalam hal ini Notoatmodjo keadilan itu dibagi dua, yaitu keadilan kreatif dan keadilan protektif. Keadilan kreatif yaitu keadilan yang memberikan kepada seiap orang untuk bebas menciptakan sesuatu sesuai dengan daya kreativitasnya. Artinya, orang tua bebas menentukan jumlah hibah yang diberikan kepada sebagian anaknya, sedangkan keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan pengayoman kepada setiap orang, yaitu perlindungan yang diperlukan dalam masyarakat, dengan kata lain, bagi anak yang lemah diberikan perlindungan secukupnya. Seputar masalah keadilan ini, Muhammad Yusuf Musa mengemukakan bahwa keadilan itu adalah menganut asas persamaan dalam kewajiban apabila sama dalam perolehan hak. 162 Menurut Ulpianus (200 M), bahwa keadilan adalah kehendak yang ajeg dan tetap untuk memberikan kepada masing-masing bagiannya. Kalau Aristoteles berkata bahwa keadilan adalah kebajikan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, dan berkata bahwa kata adil mengandung lebih dari satu arti, adil dapat 162
Syaifuddin dalam Muhamamd Yusuf Musa, Al Tirkah Wa Al Miras Fi Al Islam Ma’a Madkhal Fi Al Miras Inda Al Arab Wa Al Yahudi Wa Al Ruman, Kairo, Darul Ma’ru fah, 1967, h. 26. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
berarti menurut hukum, dan apa yang sebanding, yaitu yang semestinya. Di sini ditunjukkan bahwa seorang yang berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga tidak adil, karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat dianggap sebagai adil. 163 Islam memandang bahwa adil itu bukan berarti harus sama, melainkan keadilan itu adalah menempatkan sesuatu sesuatu pada tempatnya. Konsep keadilan yang sejak jaman Rasul sampai sekarang adalah masih hidup dan mengakar dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Islam, oleh karena itu, konsep keadilan yang dibawa Islam ratusan tahun yang lalu masih sangat tepat dan relevan dipraktekkan dalam kehidupan modern sekarang ini. Keadilan yang ditawarkan komunis dengan mengandung asas persamaan ternyata tidak bertahan lama, karena memang tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang rasional. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan tidak selamanya harus baik, itulah sebabnya ajaran keadilan tidak menekankan pada persamaan tapi hanya menempatkan sesuatu tepat pada proporsinya. Dengan demikian, lembaga hibah tepat sekali dipergunakan oleh setiap orang tua dalam rangka usaha memberikan perlindungan bagi anak yang dianggap membutuhkan, karena dalam praktek hibah itu terkandung suatu keadilan yang nyata sesuai dengan konsep wahyu dan kemanusiaan. Keistimewaan dalam praktek hibah ini antara lain adalah ketidak adanya ukuran minimal dan maksimal dari hibah itu sendiri. Di samping itu pula, hibah
163
Ibid
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
itu langsung berlaku setelah dilakukan ijab dan qabul. Dari kedua sifat istimewa ini, maka mudahlah bagi orang tua dalam berbuat adil antara sesama anaknya. Artinya, orang tua diberi kebebasan oleh syariat dalam menentukan jumlah hibah yang akan diberikan kepada anaknya. Sementara dalam warisan, jumlah bagian masing-masing ahli waris telah ditentukan oleh nash 164 secara jelas dan rinci dan tidak bisa dirubah dan direkayasa oleh manusia, karena Allah sendiri yang menentukannya, terkecuali dilakukan dengan jalan musyawarah yang diiringi oleh kerelaan dari masingmasing ahli waris. Sebagai contoh, Al Qur’an menentukan bahwa bagian laki-laki dapat dirubah dengan dua kali bagian perempuan. Aturan ini sudah baku dan tidak dapat dirubah menurut selera dan keinginan manusia. Kalau dilihat sepintas memang tidak sama antara bagian laki-laki dengan bagian yang diterima perempuan dalam hal kewarisan,namun bila diteliti lebih mendalam lagi, ternyata bagian seperti ini ternyata mengandung keadilan. Perintah ini tidak boleh ditawar-tawar, karena hal ini merupakan perintah yang langsung datangnya dari Allah SWT, kalau memang menurut perkiraan para ahli waris bahwa jika suatu harta seseorang dibagi berdasarkan hukum waris akan tidak bisa melindungi kepentingan salah seorang ahli waris, maka dapat diantisipasi jauh sebelumnya. Artinya, sebelum orang yang menjadi pewaris meninggal dunia, harta tersebut dibagi berdasarkan hibah demi melindungi
164
Yang dimaksud dengan Nash adalah Al Qur’an dan hadis
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
kepentingan anak kecil yang masih membutuhkan biaya besar untuk mencapai cita-citanya. Penerapan hukum waris Islam dalam setiap pembagian harta peninggalan seseorang, barangkali tidak selamanya membawa keadilan dan kemaslahatan bagi keluarga tertentu. Keadaan rumah tangga semacam ini perlu diantisipasi secara mendalam agar kepentingan sebagian ahli waris dapat terlindungi dengan baik, jangan sampai ada ahli waris yang merasa dirugikan akibat kesalahan manusia itu sendiri. Dalam keadaan rumah tangga seperti contoh di atas, maka pembagian harta lebih tepat dilakukan sewaktu orang yang akan mewarisi (orang yang akan meninggalkan harta) masih hidup. Dengan kata lain, pembagian harta berdasarkan hibah adalah jauh lebih baik, karena kepentingan anak kecil tersebut akan dapat terlindungi. Masalah jumlah bagian yang diperoleh berdasarkan sistem hibah diserahkan kepada pemilik harta itu sendiri, asal tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum. Sudah merupakan keyakinan yang sangat got’i bagi setiap muslim bahwa hukum waris Islam itu adalah hukum yang memiliki keadilan yang berkeseimbangan dalam hal pembagian harta warisan, karena konsep formil dan materilnya langsung berasal dari Tuhan pencipta alam semesta. Oleh karenanya harus dijalankan dan dijadikan pedoman pada setiap terjadinya pembagian harta warisan. Ada memang sebagian orang yang mempersoalkan keadilan yang ditimbulkan pembagian harta lewat hukum waris ini. Dalam hal ini Munawir
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
sadjali pernah berkata bahwa konsep yang ditawarkan hukum waris Islam itu tidak membawa keadilan dengan mempersoalkan bagian laki-laki sama dengan dua bagian perempuan, semestinya bagian anak laki-laki sama dengan bagian anak perempuan. Memang bagian perempuan tidak sama dengan bagian laki-laki, namun perlu di ingat bahwa perempuan adalah berada di bawah tanggungan seorang suami. Dengan begitu, walaupun seorang perempuan mendapatkan bagian yang lebih sedikit dari saudara laki-lakinya, namun di sisi lain suaminya juga mendapatkan bagian warisan yang lebih banyak dari bagian saudara perempuan suaminya. Kalau Abdullah Syah mengumpakan keadilan hukum waris Islam ini dengan sebuah cerita dimana ada seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan ditinggal mati oleh orang tuanya dengan meninggalkan uang Rp. 30.000.000,-. Menurut ketentuan hukum waris bahwa bagian yang diterima anak laki-laki adalah Rp. 20.000.000,- sedangkan anak perempuan mendapat Rp. 10.000.000,Anak laki-laki tadi menikah dengan memberikan mahar Rp. 5.000.000,-. Dan anak perempuan tadi juga menikah dengan menerima mahar dari calon suaminya Rp. 5.000.000,-. Jadi uang anak laki-laki tadi tinggal 15.000.000,- lagi sedangkan jumlah uang anak perempuan tadi bertambah lima juta dan menjadi Rp. 15.000,000. Dari contoh ini ternyata pada akhirnya bagian antara anak lakilaki dan anak perempuan menjadi sama. 165
165
Materi kuliah di Fakultas Hukum USU oleh Abdullah Syah
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Hanya saja hukum waris ini tidak mengenal kompromi, apakah anak perempuan tersebut dalam keadaan lemah ataukah ada seorang di antara anak lakilaki tersebut berada dalam posisi lemah, yang jelas bagian mereka tetap seperti yang telah ditentukan dalam Al Qur’an. Aturan pusaka mempusakai dalam Islam mempunyai keadilan yang mutlak. Keadilan yang terdapat dalam hukum waris Islam antara lain : 1. Tidak menyerahkan sepenuhnya kepada orang yang mewariskan seluruh harta peninggalanya untuk diwasiatkan kepada orang yang dipilihnya sebagai penggantinnya, baik kerabat yang jauh mapun dari kerabat yang sudah tidak ada pertalian nasab sama sekali. 2. Tidak melarang kepada bapak dan leluhur yang lebih atas daripadanya untuk mempusakai bersama-sama dengan anak si mati dan tidak melarang istri untuk mempusakai suaminya yang telah meninggal atau sebaliknya, tetapi Islam menetapkan bahwa mereka semuanya adalah tergolong ahli waris yang sama-sama mempunyai hak penuh untuk menerima harta peninggalan. 3. Tidak mengistimewakan dalam pemberian harta peninggalan hanya kepada satu macam pewaris saja, misalnya hanya diberikan kepada anak laki-laki yang sulung saja, kendatipun jumlah anak-anak tersebut banyak. Tetapi syariat Islam menyamakan hak anak tersebut sesuai dengan bagian masing-masing. 4. Tidak menolak anak-anak yang belum dewasa dan kaum perempuan untuk menerima harta.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
5. Tidak membenarkan anak angkat dan orang-orang yang mengadakan janji prasetia untuk mempusakai harta peninggalan si mati, disebabkan mereka tidak mempunyai hubungan pertalian darah dengan si mati sedikitpun. 166 Sir William John mengakui bahwa sistim pusaka mempusakai dalam Islam itu mempunyai mutu yang tinggi sekali melebihi dari sistim pusaka mempusakai di luar Islam. Lalu ia berkata :”Saya cendrung untuk mempercayai bahwa tidak satu masalahpun mungkin timbul dalam lapangan hukum waris Islam yang tidak dapat dijawab dengan tepat”. 167 Keadilan ini muncul akibat adanya berbagai asas yang terkandung dalam hukum waris. Asas-asas hukum kewarisan Islam itu antara lain : 1. Asas ijbari, yang berarti bahwa peralihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah. Didasarkan pada surat An Nisa ayat 7 2. Asas bilateral, yang berarti bahwa seseorang menerima hak atau bagian warisan dari kedua belah pihak, dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat keturunan perempuan. Didasarkan pada ayat 7,11,12 dan 176 An Nisa. 3. Asas individual, yang berarti bahwa hukum kewarisan Islam, harta warisan dapat dibagi-bagi kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Berdasarkan ayat 7 surat An Nisa 4. Asa keadilan berimbang. Dalam hukum kewarisan, keadialan dapat diartikan sebagai keseimbangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan 166 167
Facthur Rahman, Op.Cit, h. 22. Ibid
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaanya. Berdasarkan pada ayat 233 surat Al Baqarah dan ayat 7 surat At Thalaq. 5. Asas akibat kematian, yang dimaksud adalah kewarisan semata-mata sebagai akibat kematian seseorang. Asas ini didasarkan kepada perkataan warasa mengandung makna peralihan harta setelah kematian. 168 Dari keterangan yang telah dipaparkan di atas ”menunjukkan bahwa pembagian harta berdasarkan hukum waris Islam itu sangat membawa keadilan bagi seluruh keluarga dan masyarakat. Keadilan tersebut muncul apabila dilakukan pada kondisinya yang tepat, yakni dilakukan ketika si pemilik harta meninggal dunia, kondisi kehidupan para ahli waris dalam keadaan baik antara satu dengan lainnya, baik dalam bidang perekonomian, kesehatan dan lain sebagainya. Begitu juga halnya dengan hibah, jika dilakukan dalam kondisi yang tepat tentu akan membawa keadilan dan kemaslahatan bagi kehidupan rumah tangga. Sebaliknya, jika dilakukan pada kondisi yang tidak tepat, maka akan membawa pertikaian dan perselisihan dikemudian hari. Oleh karena itu, ada beberapa kondisi tertentu dimana hibah lebih tepat dilaksanakan. 1. Kondisi Pekerjaan Anak Kondisi pekerjaan di antara anak yang terdapat dalam satu keluarga bisa bebeda-beda antara anak. Kadang anak yang tertua lebih dahulu mendapat pekerjaan yang matang, kadang anak yang tengah lebih dahulu mendapat pekerjaan dari saudaranya yang lain, yang menjadi masalah adalah jika suatu 168
Muh. Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam Indonesia, Rajawali Pres, Jakarta, h. 281, dan dapat dibaca dalam buku “Hukum Waris Islam”, oleh Suhrowardi K. Lubis, Sinar Grafika, Jakarta, h. 35-36 Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
keluarga memiliki dua orang putra, dimana anak yang tertua sudah bekerja di suatu instansi pemerintah, sedangkan adiknya masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Dalam keadaan semacam ini, seandainya kedua orang tua mereka meninggal dunia, kemudian harta peninggalan orang tuanya dibagi berdasarkan faraid, maka bagian yang mereka peroleh adalah sama, karena mereka sama-sama anak laki-laki. Secara lahiriah, memang bagian yang mereka peroleh adalah sama, namun jika dipikirkan lebih jauh lagi, sebenarnya bagian mereka tidak sama, karena sesungguhnya anak yang tertua lebih banyak menikmati dan menerima harta orang tuanya jika dibandingkan dengan adiknya sendiri, karena biaya pendidikannya selama ini adalah berasal dari orang tuanya juga. Bagi orang tua yang mengalami kondisi keluarga semacam ini sudah memenuhi syarat untuk melakukan pembagian harta berdasarkan hibah, demi untuk melindungi kepentingan anak yang masih membutuhkan biaya banyak dalam meraih cita-citanya. Dengan cara hibah, orang tua bebas menentukan berapa jumlah yang harus diterima oleh setiap anak, karena dalam hibah tidak ada aturan yang secara got’i menentukan batas minimal dan batas maksimal yang harus diterima oleh si penerima hibah, melainkan pemilik harta bebas menentukan berapa jumlah yang harus diberikannya kepada siapa yang ia kehendaki. 2. Kondisi Kesehatan Anak Kondisi kesehatan antara anak dalam satu keluarga kadang bisa berbedabeda, tergantung kekuatan tubuh masing-masing. Perbedaan dalam bidang kesehatan antara anak adalah merupakan hal yang wajar dan biasa, namun jika
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
perbedaan kesehatan tersebut menonjol sekali, misalnya ada yang mengidap penyakit berat atau cacat seumur hidup, sehingga dalam perkiraan ia membutuhkan perawatan dan pengobatan secara terus-menerus dengan memakan biaya cukup banyak, maka akan menimbulkan masalah tersendiri bagi suatu kelaurga terutama sekali bagi anak yang menderita penyakit tersebut. Kalau kedua orang tua anak yang menderita penyakit tadi masih hidup bersamanya, barangkali masalah biaya perobatan tidak begitu banyak membawa persoalan, karena segala biaya perobatan masih dapat ditanggulanginya ayah dan ibunya, yang menjadi masalah adalah seandainya kedua orang tuanya meninggal secara mendadak, lalu bagaimana dengan penyakitnya, sebab ia masih membutuhkan biaya yang cukup banyak dalam proses penyembuhannya. Oleh karena itu, cara yang paling tepat dilakukan untuk mengatasi persoalan ini adalah jauh hari sebelum orang tua si anak yang sakit tersebut meninggal dunia, sebagian hartanya sudah dihibahkan kepada anak tersebut dalam rangka memberikan perlindungan bagi kepentingan anak yang menderita penyakit tadi. 3. Kondisi Kenakalan Anak Kondisi kenakalan antara sesama anak dalam keluarga juga bisa berbedabeda. Kadang salah seorang dari mereka itu ada yang berkelakuan jahat, sedangkan yang lain berprilaku baik. Bagi anak yang nakal, barangkali sudah banyak diambil dan dipoya-poyakannya harta orang tuanya, bahkan ia sudah nekat menjual sebagian harta orang tuanya. Pada kondisi keluarga semacam ini membutuhkan kebijakan yang sangat tarif agar anak yang bekelakuan baik dapat terlindungi baginya dalam harta orang tuanya. Di antara kebijakan yang harus
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
dilakukan oleh orang tua adalah membagikan hartanya kepada anak-anaknya denan cara hibah, sebab dengan cara ini pemberian perlindungan bagi anak yang baik akan lebih besar. 4. Kondisi Ekonomi Anak Kondisi ekonomi antara anak dalam suatu keluarga adalah tidak sama, tergantung kerja keras dan usaha masing-masing. Istilah yang populer dalam masyarakat adalah kekayaan seseorang ditentukan nasibnya sendiri. Ada di antara mereka yang ekonominya sudah mapan dan tergolong kaya, barangkali tidak lagi begiu mengharapkan harta pemberian orang tuannya jika dibandingkan dengan saudara yang miskin. Bila orang tua membagikan hartanya pada saat ada anaknya yang sudah kaya, tentu ia lebih leluasa memberikan bagian yang banyak pada anak yang masih miskin. Sebab bila tidak diantisipasi pembagian harta tersebut lewat hibah pada masa hidupnya, dikhawatirkan anak yang miskin tadi kurang mendapat perlindungan setelah meninggalnya sang orang tua. 5. Kondisi Hidupnya Pemilik Harta Setiap orang yang memiliki harta, memiliki kebebasan dalam memberikan hartanya kepada orang lain dengan cara hibah, wasiat, shadaqah, infak dan wakaf. Kesemua cara ini hanya dapat dilakukan ketika pemilik harta tersebut masih hidup, sedangkan jika pemilik harta itu meninggal dunia, maka tidak ada pilihan lain dalam hal pembagian harta yang ditinggalkannya selain memakai aturan yang ditetapkan oleh faraid.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Dalam pelaksanaan hibah, wasiat, shadaqah, infak maupun wakaf adalah semuanya sama tingkatan hukum dan masa berlakunya. Artinya, hukumnya pelaksanaanya sama-sama tidak wajib dan hanya bisa dilakukan oleh seseorang ketika ia masih hidup. Konsekuensinya adalah diberikan kebebasan pada manusia untuk memilih cara mana yang paling di sukai dan paling di anggap lebih membawa kemaslahatan bagi kehidupan keluarganya. Lain halnya dengan zakat, semua orang diwajibkan mengeluarkan zakat ketika hartanya sudah sampai mencapai ukuran satu nisab (Ukuran minimal kekayaan) dan sampai halnya (umur hartanya satu tahun). Memang hukum pelaksanaan semua cara tadi adalah sama-sama tidak wajib, namun bila ditinjau lebih mendalam lagi ternyata masing-masing memiliki kondisi-kondisi tertentu yang mana kondisi pelaksanaan yang satu berbeda dengan kondisi pelaksanaan cara yang lain. Begitu juga masalah masa berlakunya, cara satu dengan cara lain saling berbeda. Sebagai contoh bahwa harta yang diwasiatkan kepada seseorang akan berlaku setelah yang mewasiatkan harta tersebut meninggal dunia, sedangkan harta yang dihibahkan akan berlaku ketika penghibah harta itu masih hidup. Begitu juga masalah wakaf, akan bisa ditarik kembali harta yang diwakafkan, jika tidak sesuai dengan tujuan diwakafkanya harta itu. Dengan adanya perbedaan kondisi pelaksanaan masing-masing cara tersebut di atas merupakan rahmat bagi manusia. Sebab, dengan adanya perbedaan kondisi ini, manusia bebas memilih cara mana yang di anggap sesuai dengan kondisi hidupnya dan kondisi keluarganya.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Sesungguhnya, salah satu di antara keunggulan hukum Islam adalah, Allah SWT memberikan berbagai alternatif pilihan hukum yang tingkatannya sederajat dengan hukum lain yang memiliki kondisi-kondisi yang berbeda-beda. Kondisi hidup manusia ini pada dasarnya tidak sama antara satu dengan lainnya, oleh karena itu Allah memberikan berbagai kondisi-kondisi dalam berperan hukum sebagai alternatif
pilihan bagi manusia, yang mana dianggap sesuai dengan
kondisi hidupnya, maka hukum yang memiliki kondisi yang sama dengannyalah yang harus diikutinya, karena hukum itu yang lebih cocok dan lebih sesuai baginya dalam hal mendapatkan kemanfaatan pada diri, keluarganya dan masyarakat pada umumnya. Seandainya dalam hukum itu diturunkan satu macam saja dan tidak diberikan berbagai alternatif pilihan, niscaya manusia akan merasa susah dalam menjalani kehidupan ini. Padahal Allah SWT tidak menginginkan kesusahan pada hambanya dalam melaksanakan berbagai hukum di dunia ini sebagaimana firmanNya : ”Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.”(Al Baqarah, ayat 185) Kondisi-kondisi dari setiap hukum itu kadang tidak ditemukan keterangannya baik di dalam Al Qur’an maupun di dalam hadis, namun untuk mengetahuinya diberikan hak kepada ulama merincikannya melalui pendekatan nash. Adakalanya hukum itu diterangkan Allah dan Rasulnya secara rinci dan adakalanya pula tidak diterangkan secara rinci, tetapi diberikan kepada ulama untuk menginterpretasikannya selama tidak melenceng dan menabrak wahyu.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Dalam usaha menjelaskan dan merincikan hukum-hukum itu, dapat dilakukan melalui ijtihad, ijma dan qiyas dengan menggunakan metedologi yang telah disepakati oleh ulama. Menjelaskan dan merincinkan suatu hukum tidak boleh dilakukan dengan sembarangan oleh seseorang, sebab bila dilakukan secara sembarangan maka ancamannya adalah api neraka. Lagi pula, seleksi bagi seorang mujtahid sangat ketat sekali, harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah disepakati ulama, tidak sembarangan orang bisa menjadi seorang mujtahid, karena syarat seorang mujtahid adalah sangat berat, di antarannya menguasai baasa Arab, ilmu Balagoh, ilmu Mantiq dan lain sebagainya. 6. Kondisi Pengetahuan Anak Dalam setiap keluarga tidak selamanya mereka memahami hukum Islam dengan sempurna, terutama yang menyangkut hukum waris Islam. Akibatnya, mereka menganggap bahwa pembagian harta yang paling adil adalah dengan mendapat bagian yang sama antara anak laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, sehat dan sakit dan lain sebagainya, seandainya peninggalan harta tersebut kelak diperkirakan menjadi bahan perselisihan, maka jauh hari sebelum orang tua mereka meninggal dunia, sebaiknya melakukan pembagian harta berdasarkan hibah, untuk melindungi kepentingan anak yang lemah dan demi menghindari percekcokan antara sesama hali waris. 7. Kondisi Matinya Calon Ahli Waris Semua anak kandung baik laki-laki maupun perempuan adalah calon pewaris harta orang tuanya. Kedudukan mereka di mata hukum Islam maupun
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
hukum adat adalah sama, baik dia sudah menikah atau belum, yang menjadi persoalan adalah seandainya salah seorang dari anak kandung tersebut meninggal terlebih dahulu, sementara ia meninggalkan beberapa anak (cucu dari bapaknya yang masih hidup). Kasus semacam ini sudah sering terjadi di kecamatan Padang Bolak, dan ternyata para orang tua di sana mengambil tindakan dan kebijakan dengan memberikan hibah kepada cucu mereka. Sebab, kalau tidak diberikan hibah, dikhawatirkan saudara-saudara ayahnya yang masih hidup tersebut, tidak memberikan bagian apa-apa kepada cucu mereka. Sebab, kalau tidak diberikan hibah, dikhawatirkan saudara-saudara ayahnya yang masih hidup tersebut, tidak memberikan bagian apa-apa kepada cucu kakek tersebut (keponakan saudara ayahnya), oleh karena itu tepat sekali dilaksanakan hibah dalam kondisi semacam ini, supaya cucu tersebut dapat terlindungi dari ketiadaan mendapatkan pembagian harta. Mencari dan menemukan kondisi pelaksanaan hibah ini merupakan tugas seorang mukallaf yang dibenarkan Allah SWT, karena hibah ini dalam ilmu fiqh digolongkan dalam lapangan mu’amalah bukan dalam lapangan ibadah. Umumnya para ahli dalam hukum Islam membedakan hukum Islam dalam dua lapangan yaitu ibadah dan mu’amalah. 169 Bagi lapangan ibadah, nashlah yang menjadi pedomannya. Nalar manusia tidak perlu ikut campur dalam menetapkan masalah-masalah ibadah, sedangkan terhadap lapangan mu’amalah diperlukan
169
Yusdani, Peranan Kepentingan Umum Dalam Reaktualisasi Hukum, UII Press, Yogyakarta, 2000, h. 6. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
nalar manusia, di samping mengetahui hal-hal yang negatif juga hal-hal yang bermanfaat. 170 Dalam pelaksanaan syariat Islam, Allah tidak hanya menyuruh ummat manusia untuk harus menjalankan apa yang diperintahkan selain itu pada suatu keadaan tertentu diberikan kesempatan untuk memilih cara mana yang dianggap sesuai dengan kemamuan masing-masing serta cara yang paling diyakini kebenarannya. Dengan demikian hukum Islam tidak kaku sebagaimana hukum lainnya yang pada umumnya tanpa pengecualiaan harus dijalani dengan tidak ada diberikan pilihan-pilihan tertentu, misalnya dalam hukum Islam, bagi orang yang telah melanggar sumpah, maka diberi hukuman tertentu, apabila tidak mungkin menjalani hukuman tersebut, diberikan kesempatan padanya untuk memilih hukuman apa yang mungkin sanggup dijalani. Berbeda dengan hukum pidana pada umumnya, seseorang yang melanggar sumpah tidaklah ada pilihan lain baginya kecuali apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang. 171 Dalam kaidah fiqh lainnya dikatakan bahwa adanya perubahan hukum dikarenakan adanya perubahan masa. Setiap perubahan masa, menghendaki kemaslahatannya yang sesuai dengan keadaan masa itu. Hal itu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan hukum yang didasarkan pada kemaslahatan itu. Suatu hukum yang ada pada masa lampau, didasarkan pada kemaslahatan pada masa itu, namun masa kini dimana kemaslahatan telah
170
Asymuni Abdurrahman, Qaidah-qaidah Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, h. 43. Tengku Erwin Syahbana dalam Yusuf Qardawi, Penerjemah As’as Yasin. Fatwafatwa Kontemporeri, Gema Insansi Press, Jakarta, 1996, h. 770. 171
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
berubah, maka hukumnya pun berubah. Demikian pula untuk masa datang, kemaslahatannya berubah pula. 172 Setiap perintah dan larangan yang terdapat dalam ajaran Islam, tidak bisa dipisahkan dengan kondisi si mukallaf itu sendiri. Kondisi atau keadaan yang ada pada diri seseorang akan dapat mempengaruhi cara dan jenis hukum mana yang akan diberlakukannya padanya. Jadi, hukum yang akan diberlakukan pada seseorang mukallaf adalah salah satunya ditentukan oleh kondisi dan keadaan yang ada padanya. Masing-masing orang dalam hidup di dunia ini mempunyai kondisi dan situasi tertentu yang berbeda satu sama lainnya, baik dalam kondisi perekonomian, kondisi kesehatan, kondisi pengetahuan, kondisi keamanan. Perbedaan kondisi tersebut menyebabkan perbedaan hukum yang akan diberlakukan padanya, oleh karena itu jenis hukum yang akan berlaku pada seseorang adalah ditentukan oleh situasi dan kondisi yang melatar belakangi kehidupannya. Prinsip semacam ini sejalan dengan qaidah fiqhiyyah yang artinya :”Hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum”. Berdasarkan qaidah fiqhiyyah di atas menunjukkan bahwa penerapan hukum di lapangan perlu kehati-hatian yang mendalam agar tidak terjadi kesalahan yang akan membawa kerugian bagi diri seseorang. Khusus menyangkut masalah pemindahan hak milik kepada orang lain dalam harta, Allah SWT memberikan beberapa cara yang menjadi alternatif
172
Asjmuni A. Rahman, Op Cit, h. 22.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
pilihan bagi manusia, diantarannya lewat cara wasiat, hibah, hukum waris dan lain sebagainya. Semua cara yang ditawarkan Allah SWT di atas adalah pasti baik dan akan membawa kemaslatan bagi sekalian manusia. Walaupun semua cara tersebut di atas adalah baik, namun masing-masing mempunyai situasi dan kondisi sehari-hari yang berbeda satu dengan lainnya. Jadi pelaksanaan setiap cara yang di atas baru dapat membawa kemaslahatan bagi manusia apabila dilakukan sesuai dengan kondisinya. Apabila salah satu cara tersebut dilaksanakan pada situasi dan kondisi yang tidak tepat, maka tidak akan banyak mendatangkan manfaat, malah akan menimbulkan fitnah dan pertikaian sesama keluarga di kemudian hari. Dengan adanya bermacam-macam cara pemindahan hak yang ditawarkan Allah SWT kepada manusia berarti hal itu merupakan rahmat yang diberikan Allah kepada hambanya, apabila cara pemindahan hak itu hanya satu macam saja, misalnya hanya lewat wasiat saja, tentu manusia merasa kesulitan, baik bagi pemilik harta maupun bagi penerima harta, itulah sebabnya Allah SWT memberikan bermacam-macam cara pemindahan hak dalam harta, karena situasi dan kondisi keadaan setiap orang berbeda dengan kondisi orang lain, dengan begitu, seseorang tinggal hanya memilih cara bagaimana yang dianggap paling cocok dan paling membawa kemaslahatan bagi diri dan keluarganya.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Pembagian harta menurut cara manapun, dibolehkan dalam Islam, asal saja aturan pelaksanaanya sesuai dengan syari’at Allah SWT. Walaupun pada dasarnya dibolehkan memindahkan hak kepemilikan lewat cara manapun, namun perlu diingat bahwa masing-masing cara tersebut harus juga diperhatikan tentang situasi dan kondisi yang melatar belakangi si pemilik dan si penerima harta tersebut, supaya membawa kemaslahatan bagi seluruh manusia.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pada bab-bab terdahulu, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hibah sangat besar fungsinya dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan anak dalam pandangan hukum Islam. Di antara fungsi hibah tersebut antara lain : berfungsi sebagai penolong, sebagai pemupuk rasa kecintaan dan berfungsi sebagai penghargaan bagi anak kandung, sedangkan fungsi pelaksanaan hibah dalam pandangan hukum adat antara lain sebagai penghalang terjadinya perpecahan antara anak, berfungsi sebagai pertolongan, sebagai pembayaran upah, berfungsi sebagai biaya persediaan bayo Pangoli dan berfungsi sebagai koreksi terhadap berbagai kekurangan yang terdapat dalam hukum waris adat, bila ditinjau menurut hukum perdata maka fungsi pemberiaan hibah kepada anak sama halnya dengan fungsi yang ada pada hukum waris dan hukum adat, namun pemberian hibah kepada anak harus didasarkan pada suatu kuasa, yang diatur menurut ketentuan Undang-undang. Hibah itu apabila dilaksanakan sesuai dengan kondisinya, maka akan menimbulkan keadilan dan kemaslahatan bagi manusia, khususnya bagi calon ahli waris, kondisi-kondisi yang tepat dalam pelaksanana hibah tersebut adalah kondisi pekerjaan, kenakalan anak, ekonomi, hidup, keamanan dan kondisi matinya calon ahli waris.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten 119 Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Keadilan yang ditimbulkan berdasarkan hibah tidak berbeda dengan keadilan yang ditimbulkan berdasarkan hukum waris. Hanya saja perbedaanya adalah antara pembagian harta berdasarkan hibah degnan pembagian harta berdasarkan bahwa waris adalah memiliki kondisi yang berbeda. Apabila pelaksanaanya sesuai degnan kondisinya, maka timbullah keadilan yang mendatangkan kemaslahatan. 2. Hubungan hukum antara penghibah dengan harta yang telah dihibahkannya menurut pandangan hukum islam adalah penghibah diharamkan menarik kembali harta yang telah dihibahkannya. Dalam pandangan Islam, orang tua hanya dibolehkan menarik kembali harta hibah terhadap anak kandung, sedangkan menarik harta hibah yang pernah diberikan kepada orang lain adalah tidak dibenarkan, kecuali dalam masalah hibah bersyarat. Hubungan orang tua dengan harta yang dihibahkan kepada anaknya adalah hubungan semi hak milik. Artinya, orang tua sebagai penghibah sewaktuwaktu dapat menarik kembali harta hibah yang diberikannya kepada anaknya, dan selama orang tua tidak menarik hibah tersebut, si anak berhak memakai dan mempergunakan hibah itu sendiri, inilah maksud dari hubungan semi hak milik. Menurut pandangan hukum adat pada dasarnya hubungan penghibah dengan harta yang dihibahkannya tidak dapat ditarik kembali, namun dalam hal tertentu, harta yang dihibahkan itu dapat ditarik kembali. Masalah kebolehan penarikan hibah ini dapat dilihat dalam putusan Raad Justisi Jakarta tanggal 31 Maret 1939 dalam Indisch Tijdschrift van het Recht 151 halaman 183, dan
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
hukum adat memandang bahwa pada dasarnya hubungan orang tua terhadap harta hibah tersebut masih sangat erat sekali. Artinya, orang tua masih berhak memperoleh seluruh penghasilan yang berasal dari harta hibahnya, selain itu juga orang tua masih berhak melarang anak-anaknya untuk menjual harta hibah tersebut, bahkan orang tua dibenarkan menarik kembali harta hibahnya dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang dibenarkan dalam hukum adat. Menurut pandangan hukum perdata sama halnya dengan hukum adat, bahwa penghibah tidak dapat menarik kembali harta yang telah dihibahkan, kecuali hal-hal yang diatur menurut ketentuan Undang-undang, namun menurut ketentuan hukum perdata si penghibah diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa si penghibah tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkannya. 3. Akibat hukum dari pemberian hibah yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, dalam pandangan hukum Islam, orang tua diperbolehkan membedakan pemberiannya dalam hibah di antara anak-anaknya berdasarkan pertimbangan keadilan. Kebolehan dalam membedakan jumlah hibah di antara anak, terutama jumlahnya sama antara sesama anak, siapa yang dianggap paling membutuhkan, maka kepadanya diberikan seluruh manfaat yang terdapat dalam harta milik orang tua. Menurut pandangan hukum adat pada prinsipnya membolehkan pemberian hibah dalam jumlah yang berbeda antara sesama anak, tergantung situasi yang melatar belakanginya, antara lain karena faktor ketuaan anak, kemiskinan dan
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
lain-lain, sedangkan menurut hukum perdata sama halnya dengan prinsip hukum adat, diperbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah, kecuali mereka yang oleh Undang-undang dinyatakan tak cakap untuk itu.
B. SARAN 1. Diharapkan kepada orang tua supaya memperhatikan tata cara pelaksanaan hibah yang benar supaya membawa keadilan dan kemaslahatan bagi seluruh anak kandung dan keluarga. 2. Diharapkan kepada para ulama, khususnya pengadilan agama supaya menyampaikan dan mensosialisasikan tentang manfaat pelaksanaan hibah dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan anak pada pembagian harta, agar hibah tersebut memberikan kemanfaatan bagi seluruh manusia.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdur Rahman Al Jajiriy, 1990, Kitabul Fiqh alal Majhabil Arba’ah, JuzIII,Darul Kutubi Ilmiyyah, Beirut, Libanon Abdur Rahman I. Doi, 1996, Hukum dan Kewarisan, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Abdur Rahman I. Doi, 1986, Tuhfat Al Hukkam dalam Ibnu Asim, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Abdullah Syah, 1992, Harta menurut Pandangan Al Qur’an, IAIN Press Medan. Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, 1992, Kunci Fiqh Syafi’i, Cetakan Pertama, CV. Asy Syifa, Semarang. Andi Tahir Hamid, 1996, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta. . Al Munawwir,1997, Kamus Bahasa Arab, Cetakan Keempat Belas, 1997, Pustaka Progressif, Surabaya. Ali Ahmad Al Jurzawiy, 1994, Hikmatut Tasyri wa falsafatuhu, Juz I, Darul Fikri. Asymuni A. Rahman Dkk, 1986, Ilmu Fiqh, Cetakan Kedua, Siaran, Yogyakarta. Az-Zabidi Imam, Ruchiyat Ilyas,1997, Ringkasan Shahih Al- Bukhari, Mizan, Bandung. Depdiknas, faskal II, 1994, Ensiklopedia Islam, PT. Ichtiah Baru Van Hoeve, Jakarta. Facthur Rahman, 1981, Ilmu Waris, Cetakan Kedua, PT. Al Ma’arif Bandung. Hasbi Ash Shiddieqy T.M, 1978, Hukum-hukum Fiqh Islam, Cetakan Kelima, Bulan Bintang, Jakarta. Hasbi Ash Shiddieqy T.M, 1974, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Cetakan Kedua, Bulan Bintang, Jakarta. Hazairin, 1990, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al Qur’an dan Hadis, Tintamas, Jakarta.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Helmi Karim, 1997, Fiqh Muamalah, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kansil C.S.T, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai pustaka, Jakarta. Masjfuk Zuhdi dalam Hazairin, 1996, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tintamas, Jakarta. Masjfuk Zudhi, 1993, Studi Islam, Cetakan Kedua, Jilid III, PT. Raja Gradinfo Persada, Jakarta. Muhammad Idris Ramulyo dalam Hasbullah Bakry, 1993, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat, Sinar Grafika, Jakarta. Muhammad Yusuf Musa, 1967, Al Tirkah Wa Al Miras Fi Al Islam Ma’a Madkhal Fi Al Miras ’ Inda Al’Arab Wa Al Yahudi Wa Al Rumani, Cetakan Kedua, Darul Ma’rufah, Kairo. Mukhtar Yahya, Facthur Rahman, 1989, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, Cetakan Kesepuluh, PT. Al Ma’arif Bandung. Muhammad Ibnu Ali Asy Syaukaniy, 1926, Ad Darariyyul Mudliyyah, Juz 2 Cetakan Pertama, Darul Ushur, Mesir. Sudarsono, 1992, Pokok-pokok Hukum Islam, Cetakan Pertama, PT. Rineke Cipta, Jakarta. Syamsudin Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Al Khatib, 1994,Darul Kutubil Ilmiyyah, Juz III, Mugnal Muhtaz, Beirut-Libanon. Syamsuddin Al Muqdasiy Abi Abdillah Muhammad Ibnu Muflih, 1985, Kitabul Furu, Juz IV, Beirut-Libanon. Sayyid Sabiq, 1993, Fiqhus Sunnah, Pustaka-Percetakan Offset, Bandung. Sayyid Sabiq, 1989, Darul Fathi Li l I’lamil Arabiy, Jilid III, Al Qahirah, Mesir Subekti, 1985, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa Cetakan XXVII, Jakarta. Subagio dan Slamet Supriatna, 1989, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Alumbi Pressindo, Jakarta. Sulaiman Rasjid, 1995, Fiqh Islam, Cetakan Ketujuh Belas, At Tahirriyyah, Jakarta. Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008
Salim Bahreisy, H. Said Bahreisy, 1992, Terjemahan Singkat Ibnu Katsir, Jilid IV, PT. Bina Ilmu,Jakarta. Zahri Hamid, 1985, Harta dan Milik Dalam Hukum Islam, Cetakan Pertama, CV. Bina Usaha, Yogyakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan Kompilasi Hukum Islam, 1991, Hukum Perkawinan Waris Perwakafan, Karya Anda, Surabaya. R.Subekti, dan R.Tjitrosudibio, 1974 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,, Cetakan Keenam, Pradnya Paramita, Jakarta.
Ramon Menik Siregar : Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Harta Di Tinjau Dari Hukum Perdata (Studi Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan), 2008 USU Repository © 2008