PELAYANAN SOSIAL BAGI PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) KOTA TANGERANG SELATAN
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
RENA DWITIYA RAHAYU NIM : 1111054100001
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
ABSTRAK
Rena Dwitiya Rahayu 1111054100001 Pelayanan Sosial bagi Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan
Fenomena kekerasan dalam rumah tangga ibarat gunung es. Data yang diketahui, jumlahnya lebih kecil dibanding data (kejadian) sebenarnya di masyarakat. Hal ini karena tidak banyak masyarakat yang melapor. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan di lingkungan masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui Bagaimana proses pelayanan sosial yang diberikan P2TP2A Kota Tangerang Selatan kepada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga?., Bagaimana upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah kekerasan dalam rumah tangga?. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang kemudian dituangkan dalam metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan informan yang dipilih secara sengaja. Peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang yang terdiri dari pegawai, pengurus, konselor, dan klien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pelayanan sosial di P2TP2A Kota Tangerang Selatan adalah klien melapor (datang langsung, melalui telepon, atau rujukan) kemudian mengisi formulir pengaduan, staf penerima pengaduan mengasesmen dan mewawancara klien, lalu klien dirujuk ke pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien dan didampingi, staf penerima pengaduan dan pengurus memantau kasus klien dan melakukan pencatatan serta pelaporan. Selanjutnya, upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah kekerasan dalam rumah tangga dilakukan melalui beberapa kegiatan yang meliputi pencegahan, pelayanan, dan pemulihan.
Kata kunci: Pelayanan Sosial, Kekerasan dalam Rumah Tangga, Konseling, Advokasi, Pemberdayaan, Rehabilitasi Sosial.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah wa syukurillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih dapat merasakan hidup yang penuh berkah ini. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa peneliti haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi umatnya. Skripsi peneliti yang berjudul “Pelayanan Sosial bagi Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan” diajukan untuk melengkapi salah satu persyaratan penyelesaian Program Strata 1 (S1) Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada : 1.
Bapak Drs. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan para Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2.
Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku Ketua Prodi Kesejahteraan Sosial dan juga sebagai dosen pembimbing peneliti. Berkat dukungan, kesabaran dan bimbingannya, peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.
3.
Bapak Amirudin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas nasehat serta bimbingannya.
4.
Seluruh dosen prodi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti ii
mengucapkan terima kasih atas ilmu yang sudah diberikan kepada peneliti, semoga berkah dan dapat bermanfaat bagi peneliti di masa depan. 5.
Kedua orangtua peneliti, Bapak Aiptu. Sulistiyanto dan Ibu Titin Fithriya yang selalu mendo’akan, mendukung, memberikan motivasi dan kasih sayang kepada peneliti. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kalian Ibu dan Bapakku tercinta, dan juga kakakku tersayang Sulistiya Septiharini yang selalu memotivasi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
6.
Keluarga di Karawang, Bibi Chairun Ni’mah dan Om Ayub Ston, sepupuku Ahmad Fauzi Ghiffari dan Muhammad Faisal Basyir. Terima kasih selalu memberikan do’a, dukungan, motivasi dan semangat kepada peneliti.
7.
Pimpinan BPMPPKB Kota Tangerang Selatan beserta Staff BPMPPKB yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian di P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
8.
Ketua P2TP2A Kota Tangerang Selatan beserta Pengurus, Staff Penerima Pengaduan, Konselor Hukum, Konselor Psikis, dan Konselor Perkawinan. Terima kasih atas bantuannya selama peneliti melakukan penelitian.
9.
Teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, khususnya teman karibku, Mira, Puspita, Ranny, Arini, Ita, dan Dini terima kasih selalu memberikan semangat dan semoga kita sukses yaa. Aamiin ya Allah.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal peneliti untuk sukses kedepannya. Aamiin ya Rabbal alamin.
Jakarta, 13 Juni 2015 Peneliti
Rena Dwitiya Rahayu
iii
DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................................7 1. Pembatasan Masalah ..................................................................................7 2. Perumusan Masalah ...................................................................................7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................8 1. Tujuan Penelitian .......................................................................................8 2. Manfaat Penelitian .....................................................................................8 D. Metodologi Penelitian .....................................................................................9 1. Pendekatan Penelitian ................................................................................9 2. Jenis Penelitian.........................................................................................10 3. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................10 4. Teknik Pemilihan Informan .....................................................................10 5. Sumber Data.............................................................................................13 6. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................13 7. Teknik Analisis Data................................................................................15 8. Teknik Keabsahan Data ...........................................................................15 9. Teknik Penulisan ......................................................................................16 E. Tinjauan Pustaka...........................................................................................16 F. Sistematika Penulisan ...................................................................................18 BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................20 A. Pelayanan Sosial ...........................................................................................20 1. Pengertian Pelayanan Sosial ....................................................................20 2. Fungsi Pelayanan Sosial ..........................................................................23 3. Tujuan Pelayanan Sosial ..........................................................................24 B. Pelayanan Sosial Medis ................................................................................25 1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis .........................................................25 2. Peran Pekerja Sosial Medis ......................................................................25 C. Pelayanan Hukum .........................................................................................27 1. Advokasi ..................................................................................................27 D. Pelayanan Psikis ...........................................................................................28 1. Konseling .................................................................................................28 2. Konseling Pernikahan ..............................................................................30 E. Rehabilitasi Sosial ........................................................................................30 F. Teori Pemberdayaan .....................................................................................31 G. Kekerasan dalam Rumah Tangga .................................................................31 1. Pengertian Kekerasan...............................................................................31 2. Pengertian Rumah Tangga .......................................................................32 3. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga ..........................................33 4. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga....................................38 iv
5. Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ................................41 6. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga ..............................................45 BAB III GAMBARAN UMUM P2TP2A .............................................................47 A. Sejarah Pembentukan P2TP2A .....................................................................47 B. Profil P2TP2A ..............................................................................................49 C. Visi dan Misi ................................................................................................50 1. Visi ...........................................................................................................50 2. Misi ..........................................................................................................51 D. Tujuan P2TP2A ............................................................................................51 BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA ...........................................52 A. Pelayanan Sosial di P2TP2A ........................................................................52 1. Pelayanan Medis ............................................................................................. 53 2. Pelayanan Hukum ........................................................................................... 55 3. Pelayanan Psikis .............................................................................................. 59 4. Konseling Perkawinan.................................................................................... 61 5. Pelayanan Rehabilitasi Sosial........................................................................ 62 B. Proses Pelayanan Sosial P2TP2A bagi Perempuan Korban KDRT .............64 C. Upaya P2TP2A dalam Mengatasi Masalah KDRT ......................................79 1. Upaya Pencegahan .......................................................................................... 79 2. Upaya Penanganan.......................................................................................... 82 3. Upaya Pemulihan ............................................................................................ 84 BAB V PENUTUP .................................................................................................89 A. Kesimpulan ...................................................................................................89 B. Saran .............................................................................................................92 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................93 LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................................97
v
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Informan ...............................................................................................12 2. Tabel 2 Alur Pelayanan P2TP2A Kota Tangerang Selatan ...............................69 3. Tabel 3 Alur Pelayanan Klien Windu ...............................................................73 4. Tabel 4 Alur Pelayanan Klien Warni ................................................................75 5. Tabel 5 Alur Pelayanan Klien Wilis..................................................................77 6. Tabel 6 Upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi KDRT .....88
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan Skripsi ...................................................................................98 2. Surat Izin Penelitian ke BPMPPKB Kota Tangerang Selatan ..........................99 3. Surat Izin Penelitian ke P2TP2A Kota Tangerang Selatan .............................100 4. Surat Izin Penelitian dari BPMPPKB Kota Tangerang Selatan ......................101 5. Surat Keterangan Penelitian di P2TP2A Kota Tangerang Selatan ..................102 6. Hasil Observasi................................................................................................103 7. Pedoman Wawancara ......................................................................................114 8. Transkrip Wawancara......................................................................................117 9. Hasil Studi Dokumentasi .................................................................................165 10. Formulir Wawancara dan Pengaduan Klien ....................................................174 11. Susunan Pengurus P2TP2A Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2019........180
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama penebar kasih sayang sangat tidak kompromi pada tindakan kekerasan terhadap perempuan. Baik menurut ajaran agama maupun logika, tidak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Salah satu tindakan kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga, atau disingkat dengan KDRT. KDRT sebenarnya dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, istri, suami, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan istri oleh suami. Hal ini dapat dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah barang tentu pelakunya adalah suami “tercinta”.1 Kesetaraan gender belum muncul secara optimal di masyarakat, ditambah lagi dengan budaya patriarki yang terus langgeng membuat perempuan berada di dalam kelompok yang tersubordinasi menjadi rentan terhadap kekerasan. Di sini laki-laki dalam posisi dominan atau superior dibandingkan dengan perempuan. Anggapan istri milik suami dan seorang suami memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada anggota keluarga yang lain, menjadikan laki-laki berpeluang melakukan kekerasan.2
1
Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999), h. 22. 2 Nani Kurniasih, “Kajian Yuridis Sosiologis terhadap Kekerasan yang Berbasis Gender,” h. 5.
1
2
Peran laki-laki di dalam al-Qur’an ditegaskan sebagai pelindung bagi perempuan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah an-Nisa/4: 34 berikut:3
۟ ُْضهُ ْم َعهَ َّٰى بَعْض َوبمآ أَوفَق َّ ٱنرِّ َجا ُل قَ َّٰ َّى ُمىنَ َعهَى ٱنىِّ َسآ ِء بِ َما فَض ََّم ىا ِم ْه َ ٱَّللُ بَع َِ ٍ َّٰ َّ ظ ٌ َت َّٰ َحفِ َّٰظ ٌ َت َّٰقَىِ َّٰت َ ِب بِ َما َحف ُ صهِ َّٰ َح َّ َّٰ أَ ْم َّٰ َىنِ ِه ْم ۚ فَٱن ٱَّللُ ۚ َوٱنَّتِى تَخَافُىنَ وُ ُشىزَ هُ َّه ِ ت نِّ ْه َغ ْي ۟ اجع َوٱضْ ربُىهُ َّه ۖ فَإ ْن أَطَ ْعىَ ُك ْم فَ ََل تَ ْب ُغ ىا َعهَ ْي ِه َّه َسبِ ا ۗ يَل َ فَ ِعظُىهُ َّه َوٱ ْه ُجرُوهُ َّه فِى ْٱن َم ِ ِ ِ ِ ض َّ إِ َّن ٱَّللَ َكانَ َعهِيّاا َكبِيراا “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.”
Ayat diatas senada dengan pendapat Elli Nurhayati sebagaimana dikutip Kholifah bahwa: “Laki-laki yang menjadi pelindung/pemimpin adalah laki-laki yang memiliki keutamaan, yakni dihubungkan dengan tanggung jawab yang diembannya. Menurut Muhammad Abduh, kepemimpinan laki-laki dalam ayat ini bukan pemimpin yang otoriter, melainkan kepemimpinan yang didalamnya ada ikhtiar guna mewujudkan keluarga bahagia.”4
Tetapi ayat 34 Surah an-Nisa diatas sering dijadikan alat legitimasi keabsahan suami memukul istri. Interpretasi yang salah terhadap ayat
3
Alquran-Indonesia, “Surah an-Nisa/4: 34”, data diakses pada 06 Juni 2015 dari http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/4/30 4 Kholifah, “Sikap Islam terhadap Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga,” Kordinat, Volume IX, No. 2 (Oktober 2008): h. 134.
3
tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Pengertian kekerasan dalam keluarga/rumah tangga (domestic violence) menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 1 Ayat 1 sebagai berikut:5 “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
KDRT biasanya terjadi karena beberapa hal. Pertama, fakta bahwa lelaki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat. Kedua, masyarakat masih membesarkan anak laki-laki dengan mendidiknya agar mereka yakin bahwa mereka harus kuat dan berani serta tanpa ampun. Ketiga, kebudayaan kita mendorong perempuan atau istri supaya bergantung kepada suami, khususnya secara ekonomi.
Keempat,
masyarakat tidak menganggap kekerasan dalam rumah tangga sebagai persoalan sosial, tetapi persoalan pribadi suami-istri. Kelima, pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama yang menganggap bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.6 Dampak perlakuan KDRT yaitu Pertama, secara fisik dapat mengakibatkan luka bahkan cacat serius yang berkepanjangan. Kedua,
5
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 6 Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 25.
4
secara psikis/kejiwaan dapat mengakibatkan trauma atau rasa takut yang berkepanjangan, dan membenci laki-laki dalam hidupnya. Ketiga, secara ekonomi keluarga akan terlantar baik anak atau istri dari segi sandang, pangan, papan, maupun pendidikan. Keempat, secara sosial perempuan korban biasanya minder dan tidak dapat bergaul dengan wajar dengan masyarakat sekitarnya karena merasa minder.7 Berdasarkan deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, negara berkewajiban melindungi warganya dari serangan kekerasan, baik di lingkup publik maupun di dalam rumah tangga. Untuk itu diperlukan jaminan hukum maupun sarana rehabilitasi guna mengatasi persoalan kekerasan dalam rumah tangga.8 Fenomena kekerasan dalam rumah tangga ibarat gunung es. Data kekerasan yang tercatat jauh lebih sedikit dari yang seharusnya dilaporkan karena tidak semua korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga bersedia melaporkan kejadian yang dialaminya. Hal itu disebabkan antara lain: korban malu membuka aib sendiri tentang diri yang tercemar/terluka secara fisik, psikologis dan sosial; korban khawatir bila lapor malah semakin menambah luka (karena proses peradilan, pemberitaan
media);
pembalasan
dari
pelaku/keluarga
(semakin
dipersalahkan/dikucilkan); dan korban sadar akan sulitnya pembuktian demi keperluan peradilan, biasanya korban sudah siap bercerai.9
7
Kholifah, “Sikap Islam terhadap Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga,” h. 124. Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 46. 9 Dadang Hawari, Penyiksaan Fisik dan Mental dalam Rumah Tangga (Domestic Violence) (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009), h. 104. 8
5
Menurut data Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (CATAHU KTP) yang dirilis oleh Komnas Perempuan tahun 2010, dari 105.103 kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh 384 lembaga pengaduan, kekerasan terhadap istri menempati angka tertinggi, yakni 98.577.10 Dalam data yang ada, pada 2009 kasus KDRT yang berhasil dicatat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berdasar pada data Kepolisian sebanyak 143.586 kasus. Pada 2010 berjumlah 105.103 kasus. Memasuki 2011, sebanyak 119.107 kasus.11 Untuk meminimalisir tindakan KDRT ini, maka perlu adanya lembaga yang concern menangani masalah KDRT, salah satunya yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan yang dibentuk berdasarkan SK Walikota Tangerang Selatan Nomor: 147.141/Kep.402-HUK/2010.12 Tujuannya yaitu memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan serta berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Di wilayah Tangerang Selatan sendiri jumlah kasus KDRT pada tahun 2011 sebanyak 140 kasus dan pada tahun 2012 ada 116 kasus
10
Ufi Ulfiah, “Islam, Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga : Al Arham Edisi 41 (A),” artikel diakses pada 24 Februari 2015 dari http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=840:islam-perempuandan-kekerasan-dalam-rumah-tangga&catid=19:al-arham&Itemid=328 11 Dewi Mardiani dan Ahmad Reza Safitri, “Kasus KDRT Meningkat,” artikel diakses pada 24 Februari 2015 dari http://m.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/04/27/m34tjt/-kasus-kdrtmeningkat 12 Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
6
(berdasarkan laporan dari Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BPMPPKB) Kota Tangerang Selatan).13 Peneliti memilih P2TP2A Kota Tangerang Selatan karena lembaga ini merupakan upaya Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk menangani masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di wilayah Kota Tangerang Selatan. P2TP2A Kota Tangerang Selatan sudah memberikan pelayanan kepada 57 klien sepanjang tahun 2014. Berdasarkan dokumentasi dari P2TP2A mengenai data klien berdasarkan jenis kekerasan yang dialami yaitu kekerasan fisik ada 8 klien, kekerasan psikis ada 37 klien, kekerasan seksual ada 23 klien, dan penelantaran ada 10 klien (satu klien ada yang mendapatkan dua atau lebih tindak kekerasan).14 Alasan
peneliti
tertarik
membahas
dan
meneliti
adalah
dilatarbelakangi fakta kasus KDRT setiap tahun semakin meningkat dan membutuhkan penanganan dari lembaga yang khusus menangani masalah perempuan agar dapat meminimalisir kasus KDRT. Selain itu persepsi masyarakat yang menganggap bahwa masalah KDRT adalah masalah internal keluarga (aib rumah tangga) yang orang lain tidak perlu tahu menyebabkan KDRT menjadi sesuatu yang lumrah. Padahal KDRT termasuk pelanggaran hak asasi manusia dan merupakan masalah sosial.
13
Riani, “Hingga Agustus, KDRT Tangsel Sebanyak 36 Kasus,” artikel diakses pada 01 Maret 2015 dari http://www.bantenhits.com/metropolitan/1841-hingga-agustus-kdrt-tangselsebanyak-36-kasus 14 Dokumen P2TP2A Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
7
Perempuan yang kebanyakan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga ini mengalami banyak penderitaan, baik berupa penderitaan fisik seperti luka dan memar, penderitaan psikis seperti merasa terancam, merasa takut, penelantaran dan lain sebagainya. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana program pelayanan sosial bagi perempuan korban KDRT di P2TP2A Kota Tangerang Selatan ini dapat membantu meminimalisir masalah tentang KDRT dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat KDRT. Dari pemikiran diatas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Pelayanan Sosial bagi Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka peneliti memfokuskan dan membatasi masalah penelitian ini pada proses pelayanan sosial dan upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah KDRT.
2. Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan ini pada:
8
1. Bagaimana proses pelayanan sosial yang diberikan P2TP2A Kota Tangerang Selatan kepada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga? 2. Bagaimana upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah kekerasan dalam rumah tangga?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui proses pelayanan sosial yang diberikan P2TP2A Kota Tangerang Selatan kepada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Untuk mengetahui upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah kekerasan dalam rumah tangga.
2. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan pengetahuan bagi dunia pekerjaan sosial, khususnya yang berfokus di bidang pelayanan sosial bagi korban kekerasan dalam rumah tangga.
9
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian dapat sebagai informasi untuk penelitian lebih lanjut, memberikan kontribusi dan masukan terhadap P2TP2A Kota Tangerang Selatan, serta memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat tentang manfaat pelayanan sosial bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Untuk penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana peneliti melakukan penelitian dengan menguraikan fakta-fakta yang didapat di lapangan berdasarkan hasil dari penelitian lapangan (field research) yang kemudian diolah, dikaji dan dianalisis agar dapat menghasilkan suatu kesimpulan. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.15 Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.16
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), h. 4. 16 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 4.
10
2. Jenis Penelitian Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis, dimana peneliti akan mendeskripsikan secara akurat pelayanan sosial bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dan diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan dengan obyek yang akan diteliti. Moh. Nazir berpendapat bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.17
3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan yang beralamat di Jl. Raya Viktor No. 58 RT. 01 RW. 01 Kel. Ciater Kec. Serpong Kota Tangerang Selatan, Telp/Fax : (021) 28719966. Penelitian ini dilakukan bulan Februari sampai April 2015.
4. Teknik Pemilihan Informan Teknik yang digunakan untuk penentuan subjek dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling (bertujuan). Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
17
h. 201.
Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
11
Kita memilih orang sebagai sampel dengan memilih orang yang benarbenar mengetahui atau memiliki kompetensi dengan topik penelitian kita.18 Informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi tentang pelayanan sosial bagi perempuan korban KDRT di P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
18
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 79.
12
Tabel 1 Informan No. 1.
2. 3. 4.
5.
6. 7.
8.
9.
10.
11.
Nama Informan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA. Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM. Dini Kurnia, S.Si Dra. Diana Mutiah, M.Si
Ahmad Zainus Sholeh, S.H.I
Usia
Pekerjaan/Jabatan
45 Tahun
Ketua P2TP2A
55 Tahun
Wakil Ketua II
25 Tahun 47 Tahun
Staf Penerima Pengaduan Ketua Divisi Pelayanan Psikis
38 Tahun
Ketua Divisi Perlindungan dan Pendampingan Hukum
Rizky Dwi 25 Pradana, S.H.I Tahun Kisma Fawzea, 33 S.Psi Tahun
Dra. Tati Astariati
Windu (bukan nama sebenarnya) Warni (bukan nama sebenarnya) Wilis (bukan nama sebenarnya)
Konselor Hukum Konselor Psikis
53 Tahun
Konselor Perkawinan
42 Tahun
Karyawan Swasta
47 Tahun
Ibu Rumah Tangga
40 Tahun
Ibu Rumah Tangga
Informasi yang dicari Gambaran lembaga, pelayanan sosial yang ada, proses pelayanan sosial, hasil yang dicapai, faktor penghambat dan pendukung, upaya mengatasi KDRT. Pelaksanaan program pelayanan sosial, faktor penghambat dan pendukung, hasil yang dicapai, gambaran profil perempuan korban KDRT. Profil diri, profil masalah, dan pelayanan yang diberikan lembaga.
Keterangan
Pengurus P2TP2A Kota Tangerang Selatan
Konselor P2TP2A Kota Tangerang Selatan
Klien P2TP2A Kota Tangerang Selatan
13
5. Sumber Data Bila dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Data Primer Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada di P2TP2A Kota Tangerang Selatan pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui observasi partisipasi moderat dan wawancara. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui sumbersumber informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, pusat penelitian dan lain sebagainya.
6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian ini. Teknik pengumpulan ini dilakukan dengan cara : a. Observasi Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk
melakukan
pengukuran.
Akan
tetapi,
observasi
atau
pengamatan disini diartikan lebih sempit, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan
14
pertanyaan-pertanyaan.19 Observasi sebagai alat pengumpul data yang peneliti lakukan yaitu observasi partisipasi moderat artinya peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.20 b. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.21 c. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.22 Reiner menjelaskan istilah dokumen dalam tiga pengertian (1) dalam arti luas, yaitu yang meliputi semua sumber, baik sumber tertulis maupun sumber lisan; (2) dalam arti sempit, yaitu yang meliputi semua sumber tertulis saja; dan (3) dalam arti spesifik, yaitu hanya yang meliputi surat-surat resmi dan surat-surat negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, konsesi, hibah dan sebagainya.23
19
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.
69. 20
M. Junaidy Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 170. 21 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 180. 22 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010), h. 82. 23 Iman Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 175.
15
7. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses pengolahan, penyajian, interpretasi dan analisis data yang diperoleh dari lapangan, dengan tujuan agar data yang disajikan mempunyai makna, sehingga pembaca dapat mengetahui hasil penelitian kita.24 Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.25 a. Data Reduction (reduksi data). Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. b. Data Display (penyajian data). Penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie card, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. c. Conclusion Drawing/Verification. Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
8. Teknik Keabsahan Data Dalam
penelitian
kualitatif
peneliti
menggunakan
teknik
Triangulasi Sumber. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
24 25
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif , h. 143. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif , h. 91.
16
beberapa sumber.26 Dalam hal ini adalah ketua, pengurus, konselor di P2TP2A Kota Tangerang Selatan dan klien/korban KDRT tersebut.
9. Teknik Penulisan Adapun penulisan yang digunakan mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi ini. Adapun tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan literatur berupa skripsi dan tesis yang berkaitan dengan penelitian skripsi peneliti. Tesis dari Pepi Hendrya, Program Pasca Sarjana Kajian Strategik Ketahanan
Nasional
Universitas
Indonesia,
2011
yang
berjudul
Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), dalam Perspektif Ketahanan Individu Studi Kasus Perempuan Korban KDRT Klien P2TP2A DKI Jakarta. Isi pokok skripsi ini
26
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif , h. 127.
17
membahas tentang pemberdayaan psikologis yang dilakukan P2TP2A DKI Jakarta kepada klien korban KDRT. Skripsi dari Momba Donna Sari Lubis, Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015 yang berjudul Advokasi Sosial untuk Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di LBH APIK Jakarta. Isi pokok skripsi ini membahas tentang peran LBH APIK Jakarta dalam memberikan perlindungan untuk perempuan korban KDRT, bagaimana pola penanganan kasus KDRT, implementasi UU PKDRT dan hambatan yang dialami. Skripsi dari Irwan Ahmad, Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 yang berjudul Adat dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Watanhura II, Solor Timur, Flores Timur, NTT). Isi pokok skripsi ini membahas tentang bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan pandangan adat Desa Watanhura II mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Skripsi dari Ilman Nafi’an, Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009 yang berjudul Analisis Faktor Penyebab dan Bentuk Kekerasan (Studi Kasus Pada Klien Woman Crisis Center Tahun 2008 Di Cirebon). Isi pokok skripsi ini membahas tentang faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga.
18
Skripsi yang peneliti bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pemberdayaan psikologis korban kekerasan dalam rumah tangga, peran LBH APIK Jakarta dalam memberikan perlindungan untuk perempuan korban KDRT, sudut pandang suatu adat terhadap kekerasan dalam rumah tangga dan analisis faktor dan bentuk kekerasan. Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada pelayanan sosial bagi perempuan korban KDRT di P2TP2A Kota Tangerang Selatan. Dimana fokus lembaga tersebut adalah sebagai pusat pengaduan dan tempat perlindungan korban KDRT yang bertujuan memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
F. Sistematika Penulisan Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penelitian ini, maka peneliti membagi sistematika penyusunan ke dalam lima bab. Dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Pada
bab
ini
peneliti mengemukakan latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
19
BAB II
LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas mengenai pelayanan sosial, pelayanan medis, pelayanan hukum, pelayanan psikis, teori pemberdayaan, rehabilitasi sosial, dan kekerasan dalam rumah tangga.
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA Pada bab ini peneliti mengemukakan latar belakang berdirinya P2TP2A Kota Tangerang Selatan, profil P2TP2A, visi dan misi, dan tujuan P2TP2A.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan membahas tentang pelayanan sosial yang ada di P2TP2A, proses pelayanan P2TP2A bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dan upaya P2TP2A dalam mengatasi masalah kekerasan dalam rumah tangga.
BAB V
PENUTUP Pada bab ini peneliti mengemukakan kesimpulan dari penelitian tentang pelayanan sosial bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dan saran-saran untuk perbaikan ke depan bagi lembaga.
BAB II LANDASAN TEORI
A. PELAYANAN SOSIAL 1. Pengertian Pelayanan Sosial Alfred J. Khan menyebutkan pelayanan sosial sebagai pelayanan yang diberikan oleh lembaga kesejahteraan sosial. Menurut Khan, pelayanan sosial terbagi dalam dua golongan yaitu pertama: pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif sehingga sulit ditentukan identitasnya. Kedua: pelayanan sosial yang jelas ruang lingkup dan batas-batas kewenangannya walaupun selalu mengalami perubahan. Kahn melihat pelayanan sosial pada butir dua sebagai pelayanan umum yang berisikan program-program yang ditujukan untuk membantu melindungi dan memulihkan kehidupan keluarga, membantu perorangan untuk mengatasi masalah yang diakibatkan proses perkembangan serta mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia.1 Pengertian pelayanan sosial menurut Syarif adalah suatu aktivitas yang terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian timbal-balik antara individu dengan lingkungan sosial.2
1
Edi Suharto, ed., Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi (Jakarta:
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h. 201. 2
Sumar Sulistyo, dkk., Pengkajian Kebutuhan Pelayanan Sosial Bekas Anak Negara
20
21
Romanyshyn memberikan arti pelayanan sosial sebagai usaha-usaha untuk mengembalikan, mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu dan keluarga-keluarga melalui (1) sumber-sumber sosial pendukung, dan (2) proses-proses yang meningkatkan kemampuan individu-individu dan keluarga-keluarga untuk mengatasi stres dan tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang normal.3 Pada dasarnya pelayanan sosial merupakan program kegiatan yang memberikan jasa kepada orang perorang untuk membantu dalam mewujudkan tujuan serta menyelesaikan berbagai masalah mereka, dan bukan untuk kepentingan orang-orang yang memberi pelayanan sosial tersebut. Pengertian mengenai pelayanan sosial ini, Muhidin membedakan menjadi dua sebagai berikut:4 1. Pelayanan sosial dalam arti luas, adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan,
kesehatan,
perumahan,
ketenagakerjaan,
dan
lain
sebagainya. 2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut pelayanan kesejahteraan sosial, yakni mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak (Yogyakarta: B2P3KS, 2005), h. 16. 3
Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 51.
4
Warto, dkk., Efektivitas Program Pelayanan Sosial di Panti dan Non Panti Rehabilitasi
Korban NAPZA (Yogyakarta: B2P3KS Press, 2009), h. 10-11.
22
terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna susila, dan sebagainya.
Maka dapat ditegaskan bahwa pelayanan sosial adalah suatu usaha kesejahteraan sosial yang mengarah pada terciptanya kondisi sosial sasaran garap, sehingga mereka memiliki harga diri dan rasa percaya diri yang selanjutnya dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi sosialnya dalam hidup bermasyarakat.5 Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, pekerja sosial yang akan memberikan pelayanan kepada korban diharuskan untuk:6 1. melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; 2. memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; 3. mengantarkan korban ke rumah yang aman atau tempat tinggal alternatif; dan 4. melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban. 5
Warto, Efektivitas Program Pelayanan Sosial, h. 11.
6
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
Antara Norma dan Realita (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 139.
23
2. Fungsi Pelayanan Sosial Kegiatan pelayanan sosial perlu dilaksanakan karena berfungsi sangat urgent untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan sosial baik secara individu maupun kelompok. Menurut Muhidin, program pelayanan sosial berfungsi sebagai berikut.7 a. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan, dimaksudkan untuk mengadakan perubahan dalam diri anak dan pemuda dalam program pemeliharaan, pendidikan dan pengembangan. Tujuannya adalah untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian anak. b. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan, dan rehabilitasi, bertujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang baik secara individu maupun secara kelompok (keluarga dan masyarakat) agar mampu mengatasi masalahnya. c. Pelayanan akses, yaitu pelayanan yang membutuhkan adanya birokrasi modern, perbedaan tingkat pengetahuan, dan pemahaman masyarakat terhadap berbagai perbedaan kewajiban atau tanggung jawab, diskriminasi dan jarak geografi antara lembaga pelayanan dan orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial. Dengan keberadaan kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial mempunyai fungsi sebagai
7
Warto, Efektivitas Program Pelayanan Sosial, h. 13.
24
akses untuk menciptakan hubungan secara sehat antara berbagai progam, sehingga dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Richard M. Titmuss mengemukakan bahwa fungsi pelayanan sosial adalah sebagai berikut.8 a. Meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok, serta masyarakat untuk masa sekarang dan mendatang. b. Melindungi masyarakat. c. Investasi manusiawi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial. d. Sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial, misalnya kompensasi kecelakaan industri.
3. Tujuan Pelayanan Sosial Apabila dilihat dari segi pelaksanaannya, menurut Abdul Untung, pelayanan sosial dilakukan dalam upaya mencapai tujuan sebagai berikut.9 a. Untuk membantu orang agar dapat mencapai ataupun menggunakan pelayanan yang tersedia, dalam hal ini dikenal bentuk pelayanan sosial yang disebut pelayanan akses (access service) mencakup pelayanan informasi, rujukan (referral), perlindungan (advocacy) dan partisipasi. b. Untuk pertolongan dan rehabilitasi, dikenal adanya pelayanan terapi 8
Sulistyo, Pengkajian Kebutuhan Pelayanan Sosial, h. 18.
9
Warto, Efektivitas Program Pelayanan Sosial, h. 12.
25
termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan seperti pelayanan yang diberikan oleh badan yang menyediakan counseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan pekerjaan sosial medik dan sekolah, serta sejumlah program koreksional, perawatan bagi orang lanjut usia atau jompo, dan sebagainya. c. Untuk pengembangan, dikenal dengan pelayanan sosialisasi dan pengembangan seperti taman penitipan bayi ataupun anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda, pusat kegiatan masyarakat dan sebagainya.
B. PELAYANAN SOSIAL MEDIS 1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis Pelayanan sosial medis adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien untuk membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi, maupun emosional yang dihadapi oleh pasien akibat dari suatu penyakit atau kecacatan yang diderita, agar pasien dapat berfungsi sosial kembali di dalam keluarga maupun lingkungan sosialnya.10
2. Peran Pekerja Sosial Medis Dr. Henry Richardson, seorang tokoh pekerja sosial medis
10
Fitrah Nasuha, “Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi
Medik RSUP Fatmawati Jakarta,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009), h. 24.
26
mengatakan bahwa pekerja sosial medis mempunyai tujuan jangka pendek menghilangkan tekanan-tekanan baik dari dalam maupun dari luar diri pasien.
Tujuan
akhir
ialah
membantu
pasien
menggunakan
kemampuan-kempuannya untuk mencari dan mempergunakan perawatan medis, untuk mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi lebih lanjut, dan untuk mempertahankan kesehatannya.11 Berikut enam fungsi pokok pekerja sosial medis:12 a. Memberi bantuan dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah emosional dan sosial seorang pasien, yang timbul sebagai akibat penyakit yang dideritanya. b. Membina hubungan kekeluargaan yang baik. c. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, penderita dan keluarga. d. Membantu proses penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan sebaliknya. e. Memantapkan pemahaman staf rumah sakit tentang pekerjaan sosial dan berusaha mengintegrasikan Bagian Pekerjaan Sosial secara integral dalam tim rumah sakit. f. Melibatkan diri dalam aksi masyarakat.
11
Mary Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah
Sakit (Solo: Sri Laksana Purna, 1988), h. 38. 12
48.
Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, h.
27
C. PELAYANAN HUKUM 1. Advokasi Zastrow mengartikan advokasi adalah aktivitas menolong klien atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem layanan, dan membantu memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan. 13 Tujuannya adalah untuk membantu orang menghadapi berbagai hambatan dalam mencapai tujuan hidup dan mendapatkan akses pelayanan sosial.14 Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 25 bahwa dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib:15 a. Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan; b. Mendampingi
korban
di
tingkat
penyidikan,
penuntutan,
dan
pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atau c. Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan
13
Suharto, Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial, h. 170.
14
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Dyawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 50. 15
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga pasal 25.
28
pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya.
D. PELAYANAN PSIKIS 1. Konseling Menurut The American Psychological Association, Division of Counseling Psychology, Committee on Definition mendefinisikan konseling sebagai
sebuah
proses
membantu
individu
untuk
mengatasi
masalah-masalahnya dalam perkembangan dan membantu mencapai perkembangan yang optimal dengan menggunakan sumber-sumber dirinya.16 Berdasarkan perspektif Pekerja Sosial, konseling dapat dilakukan melalui tiga tahap, yakni membangun relasi, menggali masalah secara mendalam, dan menggali solusi alternatif.17 a. Membangun Relasi Tahap ini melibatkan pertunangan (engagement) atau pertemuan awal antara Pekerja Sosial dan klien. Pekerja Sosial dituntut untuk membangun suasana yang kondusif dan menyenangkan, sehingga klien tidak memiliki keraguan atau bahkan ketakutan dalam mengemukakan masalahnya. Pekerja Sosial perlu menunjukkan sikap penerimaan,
16
Gantina Komalasari, dkk., Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 9.
17
Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 28.
29
respek dan perhatian kepada klien. b. Menggali Masalah Secara Mendalam Pada tahap ini Pekerja Sosial dan klien terlibat dalam penggalian informasi secara lengkap dan mendalam mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami klien. Dimensi masalah yang perlu digali pada tahap ini berkisar pada: (1) jenis masalah yang dialami klien, (2) tingkat masalahnya, (3) lama masalah tersebut telah terjadi, (4) penyebabnya, (5) perasaan klien mengenai masalah tersebut, dan (6) kekuatan serta kemampuan fisik dan mental klien dalam menghadapi masalah yang dialaminya.
Pekerja
Sosial
jangan
tergesa-gesa
untuk
segera
memberikan solusi sesaat setelah masalah klien teridentifikasi. c. Menggali Solusi Alternatif Setelah masalah diyakini telah terungkap secara mendalam, tahap berikutnya yang perlu dilakukan Pekerja Sosial dan klien adalah menggali berbagai kemungkinan yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah. Peran Pekerja Sosial pada tahap ini umumnya mengidentifikasi beberapa alternatif untuk kemudian menggalinya bersama klien guna mencari kecocokan, kelebihan dan keterbatasan dari setiap alternatif-alternatif tersebut. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah bahwa klien memiliki hak menentukan nasibnya sendiri (the right to self determination), yakni untuk memilih sendiri
30
beberapa alternatif yang paling sesuai dengan aspirasi dan keadaannya. Tugas Pekerja Sosial adalah membantu klien memahami dan memperjelas konsekuensi-konsekuensi dari masing-masing alternatif yang tersedia, dan umumnya bukan memberi saran atau pilihan secara sepihak kepada klien.
2. Konseling Pernikahan Konseling pernikahan (marriage counseling) adalah upaya membantu pasangan (calon suami-istri, dan suami-istri) oleh konselor profesional, sehingga mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan dengan komunikasi yang penuh pengertian, sehingga tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga.18
E. REHABILITASI SOSIAL Rehabilitasi sosial merupakan upaya
yang bertujuan untuk
mengintegrasikan seseorang yang mengalami masalah sosial ke dalam kehidupan masyarakat dimana dia berada. Pengintegrasian tersebut dilakukan melalui upaya peningkatan penyesuaian diri, baik terhadap keluarga, komunitas maupun pekerjaannya. Dengan demikian, rehabilitasi
18
Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011), h.165.
31
sosial merupakan pelayanan sosial yang utuh dan terpadu, agar seseorang dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.19
F. TEORI PEMBERDAYAAN Zastrow mendefinisikan konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai proses menolong individu, keluarga, kelompok dan komunitas untuk meningkatkan kekuatan personal, interpersonal, sosial ekonomi, dan politik dan pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas hidupnya.20 Payne mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. 21
G. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1. Pengertian Kekerasan Kekerasan didefinisikan secara sederhana sebagai bentuk tindakan 19
Suharto, Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial, h. 186.
20
Ariefuzzaman dan Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, h. 51.
21
Isbandi Rukminto Adi. Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
(Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2002), h. 162.
32
yang melukai, membunuh, merusak, dan menghancurkan lingkungan. 22 Johan Galtung menciptakan tiga dimensi kekerasan. Galtung menciptakan tiga tipe ideal kekerasan, yaitu kekerasan struktural, kultural, dan langsung. Kekerasan langsung sering kali didasarkan atas penggunaan kekuasaan sumber (resource power).23 Kekerasan langsung (direct violence) dapat dilihat pada kasus-kasus pemukulan seseorang terhadap orang lainnya dan menyebabkan luka-luka pada tubuh.24
2. Pengertian Rumah Tangga Rumah tangga, dapat diartikan sebagai semua orang yang tinggal bersama di satu tempat kediaman. Rumah tangga adalah suatu unit sosial yang berorientasikan pada tugas, unit ini lebih besar dari individu tetapi lebih kecil daripada ketetanggaan atau komunitas. Dalam rumah tangga ada sejumlah aturan-aturan dan pembagian fungsi dan tanggung jawab setiap anggotanya. Pembagian ini berkaitan dengan produksi, mengumpulkan dan membagikan, penerusan nilai-nilai, dan ketetanggaan.25
22
Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 114. 23
Susan, Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer, h. 118.
24
Susan, Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer, h. 121.
25
Purnianti dan Rita Serena Kolibonso, Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga
(Jakarta: Mitra Perempuan, 2003), h. 27.
33
Yang termasuk dalam lingkup rumah tangga adalah:26 a. Suami istri atau mantan suami istri; b. Orang tua dan anak-anak; c. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah; d. Orang yang bekerja membantu kehidupan rumah tangga orang-orang lain yang menetap di sebuah rumah tangga; e. Orang yang hidup bersama dengan korban atau mereka yang masih atau pernah tinggal bersama (yang dimaksud dengan orang yang hidup bersama adalah pasangan hidup bersama atau beberapa orang tinggal bersama dalam satu rumah untuk jangka waktu tertentu).
3. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga atau Domestic Violence adalah rangkaian kata yang terdiri dari dua kata yaitu kekerasan atau violence yang menjadi penekanan utamanya; dan kata rumah tangga atau domestic yang menjelaskan tempat peristiwa violence itu sendiri. Secara sederhana domestc violence dapat diterjemahkan sebagai kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga.27 Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang meliputi penyerangan, pemukulan, perkosaan dan pembunuhan, yang dilakukan oleh 26
Achie Sudiarti Luhulima, ed., Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan terhadap
Perempuan dan Alternatif Pemecahannya (Bandung: PT. Alumni, 2000), h. 109. 27
Purnianti dan Kolibonso, Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 27.
34
seseorang kepada orang lain (yang dilakukan oleh pelaku kepada korban) dalam hubungan intim. Hubungan intim ini termasuk hubungan antara suami-istri, pasangan seksual, orang tua, anggota keluarga besar, dan pacaran.28 Menurut Mansur Faqih, “Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah serangan atau invasi (assault) yang menyakitkan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.”29 Pada tahun 1993 Laporan Kekerasan dalam Rumah Tangga oleh Home Affairs Select Committee (HASC), mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga sebagai: “Semua bentuk penganiayaan fisik, seksual atau emosional yang berlangsung dalam konteks suatu hubungan yang erat. Dalam banyak kasus, hubungan yang terjadi diantara pasangan (yang dinikahi, kumpul kebo, atau yang lainnya) atau bekas pasangan.”30 Dalam Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 1 Ayat 1, pengertian kekerasan dalam rumah tangga adalah: “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”31 28
Dewita Hayu Shinta dan Oetari Cintya Bramanti, Kekerasan dalam Rumah Tangga Reduksi
Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam RUU KUHP (Jakarta: LBH APIK, 2007), h. 38. 29
Eti Nurhayati,
Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif
(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), h. 127. 30 31
Purnianti dan Kolibonso, Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 28. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
35
Terdapat teori lingkaran kekerasan untuk memahami mengapa korban kekerasan
dalam
rumah
tangga
tetap
bertahan
atau
berupaya
mempertahankan perkawinannya. Teori lingkaran kekerasan terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap munculnya ketegangan, tahap pemukulan akut, dan tahap bulan madu.32 Pada tahap munculnya ketegangan yang mungkin disebabkan percekcokan terus-menerus, atau tidak saling memerhatikan, atau kombinasi keduanya dan kadang-kadang disertai dengan kekerasan kecil. Namun, semua ini biasanya dianggap sebagai bumbu perkawinan. Kemudian, pada tahap kedua, kekerasan mulai muncul berupa meninju, menendang, menampar, mendorong, mencekik, atau bahkan menyerang dengan senjata. Kekerasan ini dapat berhenti kalau si perempuan pergi dari rumah atau si laki-laki sadar apa yang dia lakukan, atau salah seorang perlu dibawa ke rumah sakit. Pada tahap bulan madu, laki-laki sering menyesali tindakannya. Penyesalannya biasanya berupa rayuan dan berjanji tidak akan melakukannya
lagi.
Bahkan,
tidak
jarang
laki-laki
sepenuhnya
menunjukkan sikap mesra dan menghadiahkan sesuatu. Kalau sudah begitu, biasanya perempuan menjadi luluh dan memaafkannya karena ia masih
Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 1 Ayat 1. 32
Rika Saraswati, Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2009), h. 32.
36
berharap hal tersebut tidak akan terjadi lagi. Itulah sebabnya mengapa perempuan tetap memilih bertahan meski menjadi korban kekerasan karena pada tahap bulan madu ini perempuan merasakan cinta yang paling penuh. Namun, kemudian tahap ini pudar dan ketegangan muncul lagi. Terjadi tahap kedua, munculnya ketegangan dan kekerasan. Selanjutnya, terjadi bulan madu kembali. Demikian seterusnya lingkaran kekerasan ini berputar jalin-menjalin sepanjang waktu. Kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku yang disebabkan oleh suatu kebutuhan untuk mengendalikan. Kekerasan dalam rumah tangga dapat terentang dari ancaman, mengganggu percakapan telepon dan pembuntutan (seperti mengikuti korban ke dan dari pekerjaan, dan mengancam korban), hingga sentuhan seksual yang tidak dikehendaki dan pemukulan. Kekerasan ini juga dapat didefinisikan sebagai seseorang merusak milik pasangannya.33 Kebanyakan perempuan menganggap bahwa kekerasan yang dilakukan suaminya adalah kekhilafan sesaat. Dan biasanya suami terus minta maaf, bersikap mesra lagi pada istrinya. Biasanya, suami melakukan kekerasan fisik dengan pola perputaran sebagai berikut:34 a. Rasa cinta: Ketika suami melakukan kekerasan pada istri, istri biasanya menunjukkan rasa sayang dan cintanya pada suami, memaklumi, 33
Purnianti dan Kolibonso, Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 29.
34
Kholifah, “Sikap Islam terhadap Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga,” h. 123.
37
mencoba untuk mengerti. b. Berharap: Istri selalu berharap suami akan berubah menjadi baik, sehingga selalu bersabar. c. Teror: Biasanya setelah suami dimaafkan istri, maka hari-hari berikutnya jika menghadapi masalah keluarga suami kembali melakukan teror, mengancam, menakut-nakuti akan dipukul, ditinggal, dan sebagainya. Istri kembali menangis, memaafkan, memaklumi, bersabar dan berharap suami berubah, sampai suami kembali melakukan kekerasan. Demikian seterusnya. Ini adalah siklus perputaran terjadinya kekerasan.
Kekerasan dalam rumah tangga dalam prakteknya sulit diungkap karena beberapa sebab. Pertama, kekerasan dalam rumah tangga terjadi dalam lingkup kehidupan rumah tangga yang dipahami sebagai urusan yang bersifat privasi, dimana orang lain tidak boleh ikut campur (intervensi). Kedua, pada umumnya korban (istri/anak) adalah pihak yang secara struktural lemah dan mempunyai ketergantungan khususnya secara ekonomi dengan pelaku (suami). Dalam posisi ini, korban pada umumnya selalu mengambil sikap diam atau bahkan menutup-nutupi tindak kekerasan tersebut, karena dengan membuka kasus kekerasan dalam rumah tangga ke publik berarti membuka aib keluarga. Ketiga, kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hak-hak hukum yang dimilikinya. Keempat, adanya stigma sosial bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami
38
dipahami oleh masyarakat sebagai hal yang mungkin dianggap wajar dalam kerangka pendidikan yang dilakukan oleh pihak yang memang mempunyai otoritas untuk melakukannya. Pada posisi ini, korban sering enggan melaporkan kepada aparat penegak hukum karena khawatir justru akan dipersalahkan (blame the victim).35
4. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Pada dasarnya bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang tidak berbeda dengan bentuk kekerasan lainnya tetapi didalamnya terdapat hubungan yang saling menyakiti, dan adanya tujuan pelaku untuk melestarikan kekuasaan dan kendali atas pasangannya.36 Kekerasan dalam rumah tangga tidak melulu harus diartikan dalam bentuk tindakan fisik (memukul, menjambak), termasuk juga kekerasan dalam bentuk psikis, seperti terus-menerus ditekan atau dipojokkan oleh keluarganya. Bahkan suatu bentakan atau kata-kata kasar atau memelototi, sudah dianggap sebagai bentuk kekerasan.37 Dengan mengacu pada Pasal 5 Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, maka kekerasan
35
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender (Purwokerto: Pusat Studi Gender, 2006), h. 50-51.
36
Purnianti dan Kolibonso, Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 31.
37
Mansur dan Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, h. 133-134.
39
dalam rumah tangga dapat berwujud:38 1. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat; 2. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang; 3. Kekerasan seksual yang meliputi: pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu; 4. Penelantaran rumah tangga, yaitu setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Termasuk dalam pengertian penelantaran adalah setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
38
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
40
Secara garis besar, bentuk-bentuk kekerasan dapat dikelompokkan dalam lima bentuk kekerasan yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikologi atau emosional, kekerasan ekonomi, kekerasan seksual. Seorang korban kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya mengalami satu bentuk kekerasan saja, bisa jadi dia mengalami beberapa bentuk kekerasan secara berlapis (kumulatif), artinya mengalami beberapa jenis kekerasan atau kombinasi jenis-jenis kekerasan tersebut.39 Menurut Ashcraft, Fine, Hegde, Schechter dan Walker dalam Journal of Counseling & Development Vol 81 Tahun 2003, kekerasan dalam rumah tangga mencakup bentuk perilaku sebagai berikut:40 1. Kekerasan fisik, seperti: menghantam, mendorong, menampar, menusuk, menendang, menggunakan senjata, melempar benda, mematahkan barang-barang, menarik rambut, dan mengurung. 2. Kekerasan verbal, seperti: menjatuhkan, mencaci maki, mengkritik, bersilat lidah, menghina, membuat perasaan berdosa, memperkuat perasaan takut. 3. Kekerasan ekonomi, seperti: mempekerjakan dalam suatu pekerjaan, memberhentikan/membatasi
pekerjaan,
memanfaatkan
peluang
penghasilan, meminta paksa dukungan. 4. Kekerasan dengan pengasingan sosial, seperti: mengawasi pergaulan dan 39
Purnianti dan Kolibonso, Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga, h. 32.
40
Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, h. 129.
41
ruang gerak, membatasi keterlibatan di masyarakat. 5. Kekerasan seksual, seperti: memaksa untuk melaksanakan tindakan seksual yang tidak dikehendaki, menyeleweng, melakukan hubungan sodomi dengan kekerasan, menuduh menyeleweng, menghina cara mencapai kepuasan seks, tidak memberi kasih sayang. 6. Mengerdilkan/menyepelekan, seperti: mudah melakukan kekerasan, menuduh keras yang tidak terjadi, membalas dengan kekerasan, menyalahkan melakukan kekerasan. 7. Mengintimidasi, seperti: menunjukkan perangai yang menakutkan, menghancurkan mengancam
barang
dengan
milik,
senjata,
melukai mengancam
binatang untuk
kesayangan, meninggalkan,
mengambil anak-anak, mengancam bunuh diri, mengancam untuk mengungkapkan homoseksualitas ke masyarakat, para pekerja, keluarga, atau mantan pasangan.
5. Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga lahir dipengaruhi oleh banyak variabel kebudayaan, hukum, politik, ekonomi dan agama yang akar masalahnya adalah sebagai berikut:41 1. Masyarakat memposisikan lembaga perkawinan sebagai sesuatu yang bersifat private affair (urusan pribadi) dan oleh karenanya orang lain 41
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, h. 9.
42
tidak boleh ikut campur dalam persoalan rumah tangga. Implikasi dari persepsi ini mengakibatkan lahirnya persepsi bahwa apapun yang terjadi dalam lingkup rumah tangga termasuk tindak kekerasan terhadap anggota keluarga yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain, orang lain tidak boleh ikut campur. 2. Relasi suami istri bersifat struktural yang menempatkan suami sebagai kepala rumah tangga yang mempunyai otoritas penuh terhadap anggota keluarganya. Pada posisi ini suami mempunyai hak mengendalikan dan mengontrol secara penuh anggota keluarganya. 3. Praktek kekerasan dalam rumah tangga lahir dipengaruhi oleh dominannya budaya patriarki dan legitimasi tafsir keagamaan yang pada umumnya bias gender. Budaya patriarki memiliki imbas negatif dalam kehidupan keluarga yang berlanjut kepada marginalisasi perempuan, aturan/larangan/sanksi dalam keluarga, ketidaksetaraan gender dan penyembunyian kasus kekerasan (hidden phenomena). Hal ini ikut mendorong timbulnya krisis dalam keluarga dan melahirkan kekerasan suami kepada istri (KESTI).42 4. Secara substantif, ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam ketentuan UU PKDRT banyak yang tidak jelas (clearness), disamping belum adanya kesadaran masyarakat tentang konsep kesetaraan gender, 42
Erna Surjadi, Bagaimana Mencegah KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2011), h. 106.
43
sehingga masyarakat belum mengetahui hak dan kewajibannya dihadapan hukum.
Penyebab kekerasan dalam rumah tangga secara umum adalah kompleks. Wolley menemukan empat kategori penyebab terjadi kekerasan terhadap istri, antara lain:43 1. Amukan dan frustasi oleh masalah yang tidak terselesaikan dari pelbagai sumber. 2. Penggunaan alkohol. Meskipun keadaan mabuk sering menjadi alasan, tetapi bukan alasan untuk melakukan kekerasan. 3. Perbedaan dalam status, seperti suami mempunyai pendidikan dan pendapatan lebih rendah daripada istrinya. 4. Ketakutan istri tergantung pada suami, padahal suami tidak mampu menanggung.
Penyebab terjadinya tindak kekerasan terhadap istri menurut R. Langley dan C. Levy adalah karena suami sakit mental, pecandu alkohol dan obat bius, pandangan masyarakat seperti melegalkan tindakan kekerasan suami terhadap istrinya, komunikasi suami istri yang tidak harmonis, persoalan seks (seperti: disfungsi seks, penyelewengan, ketidakpuasan seks), citra diri rendah, frustasi, perubahan situasi dan
43
Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, h. 135.
44
kondisi ekonomi, dan bentuk kekerasan sebagai kebiasaan penyelesaian masalah.44 Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:45 1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki. Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita. 2. Diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi. Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. 3. Beban pengasuhan anak. Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga. 4. Wanita sebagai anak-anak. Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. 44
Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, h. 136.
45
M. Thoriq Nurmadiansyah, “Membina Keluarga Bahagia Sebagai Upaya Penurunan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam Perspektif Agama Islam dan Undang-undang,” Musawa, Vol. 10, no. 2 (Juli 2011): h. 221.
45
Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
6. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Biasanya akibat dari perlakuan kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan trauma. Korban kekerasan dalam rumah tangga dapat mengalami trauma fisik, psikologis (mental) dan psikososial antara lain:46 1. Fisik Luka fisik, kerusakan syaraf, pingsan, cacat permanen, gugur kandungan, kehamilan, gangguan organ reproduksi (infeksi), penyakit kelamin dan kematian. 2. Psikologis/Mental Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk), cemas, takut, tidak percaya diri, hilang inisiatif/tidak berdaya, tidak percaya pada apa yang terjadi, mudah curiga/paranoid, kehilangan akal sehat, depresi berat.
Seringkali akibat dari tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya menimpa korban secara langsung, tetapi juga anggota lain dalam rumah tangga secara tidak langsung. Tindak kekerasan seorang suami terhadap istri atau sebaliknya, misalnya, dapat meninggalkan kesan negatif
46
Hawari, Penyiksaan Fisik dan Mental dalam Rumah Tangga (Domestic Violence), h. 104.
46
yang mendalam di hati mereka, anak-anak dan anggota keluarga yang lain. Kesan negatif ini pada akhirnya dapat pula menimbulkan kebencian dan malah benih-benih dendam yang tak berkesudahan terhadap pelaku. Bukan itu saja, rumah tangga yang dibangun untuk kepentingan bersama akan berantakan. Dalam pada itu, tidak jarang sang pelaku turut menderita karena depresi dan tekanan mental berlebihan yang dialaminya akibat penyesalan yang tiada lagi berguna.47
47
Mohammad „Azzam Manan, “Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif
Sosiologis,” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 5, no. 3 (September 2008): h. 18.
BAB III GAMBARAN UMUM PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) KOTA TANGERANG SELATAN
A. SEJARAH PEMBENTUKAN P2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Tangerang Selatan (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan dibentuk pada tahun 2010 dibawah naungan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPPKB) Kota Tangerang Selatan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Dimana sebenarnya P2TP2A ini adalah program nasional, jadi setiap kabupaten/kota dianjurkan membentuk P2TP2A sebagai tempat yang menangani kasus kekerasan (kekerasan pada anak, kekerasan dalam rumah tangga) dan trafficking.1 Awal pembentukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan
yaitu
dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus tindakan kekerasan yang terjadi baik di lingkup rumah tangga atau publik terhadap perempuan dan anak di Kota Tangerang Selatan. Karena penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kasuskasus kekerasan yang memang para korban tidak berani melaporkan khususnya untuk kekerasan yang terjadi di rumah tangga. Oleh karena itu, dibentuklah P2TP2A yang akan menangani kasus-kasus tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain juga pembentukan
1
Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX.
47
48
P2TP2A ini merupakan amanah dari kementerian dan undang-undang, yang memang diharapkan setiap kabupaten/kota dapat membentuk tempat perlindungan perempuan dan anak. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan dan bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.2 Selain itu di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.3 Dasar Hukum pembentukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan yaitu Surat Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor : 147.141/Kep. 402Huk/2010 tentang Pembentukan Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan.4 Pada pembentukan pengurus tahun 2010, banyak sekali yang menjadi pengurus yaitu dari semua sektor dilibatkan baik itu dari
2
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 3 Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 4 Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
49
masyarakat, dunia usaha, maupun dari jajaran pemerintahan, karena beranggapan bahwa semakin banyak yang terlibat dalam penanganan kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak maka angka kekerasan akan berkurang dan menjadi nol. Tetapi seiring berjalannya waktu, ini tidak efektif selain juga dengan kesibukan masing-masing, yang concern terhadap penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak ini juga tidak sebanyak yang diharapkan pada waktu awal. Oleh karena itu, susunan pengurus dievaluasi dan dikurangi agar tetap berjalan.5 Sebelumnya pengurus P2TP2A Kota Tangerang Selatan melakukan studi banding ke beberapa wilayah seperti di Solo dan Yogyakarta dimana pengurus P2TP2A-nya tidak terlalu banyak, hanya kerjasama dengan lembaga bantuan hukum dan lembaga psikolog, serta memperluas jaringan kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial yang bergerak dibidang yang sama. Jadilah itu diserap oleh pengurus P2TP2A Kota Tangerang Selatan untuk bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum, lembaga psikolog, dan memperluas jaringan.6
B. PROFIL P2TP2A P2TP2A adalah pusat kegiatan terpadu yang menyediakan pelayanan bagi perempuan dan anak korban tindakan kekerasan di Kota Tangerang
5
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM (Wakil Ketua II P2TP2A), Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI. 6 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zainus Sholeh, S.H.I (Ketua Divisi Perlindungan dan Pendampingan Hukum), Tangerang Selatan, 06 April 2015, lihat lampiran V.
50
Selatan yang meliputi Pelayanan Medis, Pelayanan Hukum, Pelayanan Psikis, dan Pelayanan Rehabilitasi Sosial.7 P2TP2A adalah tempat anda :8 1. Mendapatkan informasi
tentang pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak. 2. Konsultasi masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Perdagangan Orang (trafficking). 3. Pengaduan dan tempat perlindungan korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan disediakan:9 1. Konselor Perkawinan / Kerohanian 2. Konselor Medis 3. Konselor Psikologis 4. Konselor Hukum 5. Konselor Sosial
C. VISI DAN MISI 1. Visi Terwujudnya Kota Tangerang Selatan yang layak huni dan bersahabat untuk perempuan dan anak.10
7
Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan. Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan. 9 Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan. 10 Dokumen P2TP2A Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 8
51
2. Misi a. Memberikan pelayanan pelaporan kasus kekerasan. b. Memberikan kemudahan bagi masyarakat khususnya perempuan dan anak untuk mendapatkan pelayanan yang baik, mudah dan cepat. c. Memberdayakan dan memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dari kekerasan dan kejahatan secara preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. d. Memberikan pelayanan konsultasi bagi pemecahan berbagai permasalahan yang dialami oleh perempuan dan anak. e. Lembaga mediasi (tempat pelayanan antara) untuk rujukan berbagai masalah perempuan dan anak ke sarana pelayanan lanjutan yang diperlukan.11
D. TUJUAN P2TP2A Tujuan P2TP2A yaitu memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan serta berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.12
11 12
Dokumen P2TP2A Kota Tangerang Selatan tahun 2013. Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
PELAYANAN SOSIAL BAGI PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PUSAT PELAYANAN TERPA DU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) KOTA TANGERANG SELATAN
A. Pelayanan Sosial di P2TP2A Kota Tangerang Selatan Romanyshyn memberikan arti pelayanan sosial sebagai usaha-usaha untuk mengembalikan, mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu dan keluarga-keluarga melalui sumber-sumber sosial pendukung, dan proses-proses yang meningkatkan kemampuan individu-individu dan keluarga-keluarga untuk mengatasi stres dan tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang normal.1 Menurut Abdul Untung, pelayanan sosial dilakukan dalam upaya mencapai tujuan untuk membantu orang agar dapat mencapai ataupun menggunakan pelayanan yang tersedia, dalam hal ini dikenal bentuk pelayanan sosial yang disebut pelayanan akses (access service) mencakup pelayanan informasi, rujukan (referral), perlindungan (advocacy) dan partisipasi.2 Tujuan P2TP2A Kota Tangerang Selatan adalah sebagai tempat yang memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan serta berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan
1 2
Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, h. 51. Warto, Efektivitas Program Pelayanan Sosial, h. 12.
52
53
dan perlindungan perempuan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.3 Di P2TP2A Kota Tangerang Selatan terdapat 5 pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan hukum, pelayanan psikis, konseling perkawinan, dan pelayanan rehabilitasi sosial. Berikut penjelasan mengenai pelayanan-pelayanan yang ada di P2TP2A Kota Tangerang Selatan yaitu : 1. Pelayanan Medis Pelayanan medis yaitu bantuan kepada korban KDRT yang mengalami luka fisik yang membutuhkan pengobatan dan ingin melakukan visum untuk bukti kepada pihak Kepolisian apabila klien/korban KDRT ingin melaporkan pelaku. Menurut Dr. Henry Richardson bahwa peran pekerja sosial medis tujuan akhirnya ialah membantu pasien menggunakan kemampuankemampuannya untuk mencari dan mempergunakan perawatan medis, untuk mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi lebih lanjut, dan untuk mempertahankan kesehatannya.4 Dimana peran pekerja sosial medis ini dilakukan oleh Staf Penerima Pengaduan. Korban KDRT yang datang ke P2TP2A dengan kondisi fisik yang terluka, maka Staf Penerima Pengaduan akan mendampingi korban ke Kepolisian untuk melapor, setelah mendapat surat dari Kepolisian, korban akan dirujuk ke rumah sakit untuk melakukan visum terkait luka
3 4
h. 38.
Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan. Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit,
54
fisiknya sebagai bukti pada saat ingin melanjutkan untuk melaporkan pelaku. Pelayanan medis secara langsung di Kantor P2TP2A memang tidak ada, karena Kantor P2TP2A hanya sebagai tempat pelayanan pengaduan, dan hanya terdapat ruang konsultasi hukum, rumah aman (shelter)5 bagi klien/korban KDRT yang membutuhkan tempat tinggal sementara dengan batas maksimal 3 hari 2 malam. P2TP2A dalam memberikan pelayanan medis berkoordinasi dengan rumah sakit, terutama rumah sakit umum (biasanya RSUD, kecuali visum diluar RSUD) dan 25 puskesmas yang sudah paham dalam penanganan korban tindak kekerasan. Untuk rumah sakit swasta masih belum berkoordinasi tetapi pihak P2TP2A sudah menitipkan ke Dinas Kesehatan agar rumah sakit swasta juga paham dalam penanganan korban tindak kekerasan. Klien/korban KDRT yang membutuhkan pengobatan segera atau harus melakukan visum maka Staf Penerima Pengaduan akan mendampingi
sebagaimana
dikatakan
Bu
Dini
Staf
Penerima
Pengaduan sebagai berikut: “Nah dari situ kalau memang keadaannya seperti yang tadi saya bilang, dia lebam-lebam semuanya nih habis dipukuli trus dia ingin melaporkan pelakunya, kita utamakan adalah visum, nah itu nanti akan jadi bukti otentik saat dia pelaporan di Kepolisian, kalau kasusnya ini ditindaklanjuti sampai ke tahap pengadilan. Nah itu kita harus segera karena kan kalau lebam itu bisa hilang jadi kita harus segera visum, nah visum ini ditanggung secara gratis oleh P2TP2A.”6
5 6
Observasi Peneliti pada Rabu, 18 Februari 2015, lihat lampiran I. Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat
55
Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A, ia mengatakan: “mereka butuh visum atau pelayanan kesehatan, mereka biasanya didampingi untuk ke pelayanan kesehatan. Nah rumah sakit dan puskesmas se-Tangsel ini semuanya sudah jejaringnya kita. Hanya rumah sakit umum ya terutama, kalo rumah sakit swastanya belum, tapi kalo rumah sakit umum mereka sudah menerima dari P2TP2A.”7 Jadi klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan medis berupa pengobatan dan visum akan segera dirujuk ke rumah sakit, dimana sebelum melakukan visum, Staf Penerima Pengaduan P2TP2A mendampingi klien/korban KDRT untuk melapor ke Kepolisian agar mendapat surat pengantar melakukan visum di rumah sakit yang ditunjuk dari Kepolisian. Apabila ada klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan medis
lebih
lanjut
seperti
rawat
inap
maka
P2TP2A
akan
mengkoordinasikan dengan Dinas Kesehatan. Karena P2TP2A tidak mempunyai anggaran untuk rawat inap dan lain-lain, tetapi untuk visum sudah ada anggarannya.
2. Pelayanan Hukum P2TP2A bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (LBH PAHAM) dalam memberikan pelayanan hukum, yaitu Konselor Hukum yang berasal
lampiran II. 7 Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.
56
dari LBH PAHAM yang standby di Kantor P2TP2A setiap hari Rabu, sebelumnya P2TP2A pernah bekerja sama dengan LBH Keadilan. Pelayanan hukum P2TP2A yaitu berupa konsultasi hukum yang diberikan oleh Konselor Hukum untuk klien/korban KDRT yang membutuhkan informasi mengenai tindakan hukum yang harus dilakukan terhadap permasalahannya. Selain konsultasi mengenai permasalahan klien, pelayanan hukum yang diberikan P2TP2A adalah pendampingan hukum seperti mendampingi korban untuk melapor ke Kepolisian. Pendampingan yang diberikan oleh P2TP2A hanya mendampingi klien melapor ke Kepolisian, sedangkan untuk mendampingi ke tahap yang lebih tinggi misalnya pengadilan, P2TP2A belum mempunyai wewenang untuk itu. Sebagaimana dikatakan Pak Rizky Konselor Hukum sebagai berikut: “Kalau dalam hal pendampingan hukum yang lebih jauh lagi P2TP2A ngga punya wewenang. Dalam prosesnya biasanya kekerasan dalam rumah tangga itu masuk dalam kategori pidana, ketika dia ke pengadilan kasusnya itu sudah kewenangan atau tanggung jawab dari kepolisian dan kejaksaan.”8 Kegiatan pendampingan di pengadilan yang dimaksud oleh Pak Rizky bahwa pihak P2TP2A hanya sebatas mendampingi bukan untuk membela klien atau menjadi pengacara klien diperkuat dari hasil wawancara dengan Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A yaitu sebagai berikut:
8
Wawancara Pribadi dengan Rizky Dwi Pradana, S.H.I, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran III.
57
“Untuk pendampingan hukum ini mereka mulai dari konseling hukum sampai dengan pendampingan hukum. Tapi kalo udah sampe ranah pengadilan, mereka biasanya didampingi oleh pengacara yang disediakan oleh pengadilan. Jadi untuk LBHnya atau bagian hukumnya mereka hanya mendampingi.”9 Berdasarkan informasi yang peneliti juga dapat dari Bu Dini, Staf Penerima Pengaduan ketika berbincang-bincang pada 10 Maret 2015 yaitu misalnya dalam pengadilan, Konselor Hukum P2TP2A bertindak bukan sebagai pengacara klien tetapi hanya mendampingi klien (menyimak proses di pengadilan agar bisa memikirkan saran bagi klien dalam langkah berikutnya). Hal itu diperkuat dari hasil wawancara dengan Bu Herlina Ketua P2TP2A bahwa di pengadilan pihak hukum P2TP2A hanya mendampingi klien/korban KDRT, apabila klien/korban KDRT tidak mampu maka pihak P2TP2A akan membantu klien mendapat pengacara yang ada di pengadilan. Hasil wawancara sebagai berikut: “Pendampingan sampai di pengadilan diawasin, di kantor polisi apalagi. Yang paling susah itu kan klien pendampingan ke kantor polisinya, kalau salah ngomong jadi jangan sampai dia yang mengadu tapi malah dia yang dikriminalkan. Nah untuk pengacara di pengadilan bagi yang ngga mampu kan di pengadilan ada yang pro bono, nah kita membantu dia mendapatkan pro bono itu.”10 P2TP2A berperan sebagai advokat disini yaitu membantu klien mendapatkan pelayanan berupa pengacara dari pengadilan. Seperti yang sudah dibahas tujuan dari advokasi yaitu untuk membantu orang
9
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI. 10 Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX.
58
menghadapi berbagai hambatan dalam mencapai tujuan hidup dan mendapatkan akses pelayanan sosial.11 Berdasarkan pengamatan peneliti ketika berkunjung ke P2TP2A, ketika ada klien/korban KDRT yang datang melapor dan setelah klien/korban KDRT mengisi formulir pengaduan, klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan berupa bantuan dan perlindungan hukum maka Staf Penerima Pengaduan merujuk ke Konselor Hukum. 12 Setelah itu Konselor Hukum menanyakan kronologi kasusnya kepada klien dan klien menceritakan kejadian KDRT yang menimpanya. Disini Konselor Hukum memberi beberapa saran untuk masalah klien, berdasarkan dari kasus klien apakah mau menggugat secara pidana atau perdata. Tetapi keputusan semua ada di tangan klien karena Konselor Hukum hanya sebatas memberi saran. Tahap dalam konseling yaitu menggali solusi alternatif dimana yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah bahwa klien memiliki hak menentukan nasibnya sendiri (the right to self determination), yakni untuk memilih sendiri beberapa alternatif yang paling sesuai dengan aspirasi dan keadaannya.13 Apabila klien/korban KDRT tidak ingin melaporkan pelaku ke pihak berwajib, maka Konselor Hukum/Pihak P2TP2A akan membantu memediasi antara klien dengan pelaku untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak.
11
Ariefuzzaman dan Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, h. 50. Observasi Peneliti pada Rabu, 25 Februari 2015, lihat lampiran I. 13 Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, h. 28. 12
59
Di P2TP2A sendiri ada program Bedah Kasus setiap 3 bulan sekali yaitu para pengurus, anggota divisi-divisi, dan konselor mengadakan pertemuan membahas dan mencari solusi apabila kegiatan pendampingan mengalami kesulitan.
3. Pelayanan Psikis Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 5, kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.14 Korban kekerasan dalam rumah tangga dapat mengalami trauma fisik, psikologis (mental) dan psikososial antara lain dari segi psikologis/mental yaitu kehilangan nafsu makan, gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk), cemas, takut, tidak percaya diri, hilang inisiatif/tidak berdaya, tidak percaya pada apa yang terjadi, mudah curiga/paranoid, kehilangan akal sehat, depresi berat.15 Pelayanan psikis disini bertujuan untuk membantu memulihkan kondisi psikis korban KDRT, karena biasanya korban KDRT akan mengalami kecemasan, tertekan, takut, tidak percaya diri, dan lain sebagainya. Pelayanan psikis yaitu berupa konseling. Menurut The American Psychological Association, Division of Counseling Psychology,
14
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 15 Hawari, Penyiksaan Fisik dan Mental dalam Rumah Tangga (Domestic Violence), h. 104.
60
Committee on Definition mendefinisikan konseling sebagai sebuah proses membantu individu untuk mengatasi masalah-masalahnya dalam perkembangan dan membantu mencapai perkembangan yang optimal dengan menggunakan sumber-sumber dirinya.16 Dalam memberikan pelayanan psikis, P2TP2A bekerja sama dengan lembaga konsultasi yaitu Rumah Konseling. Klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan psikis akan dirujuk ke Konselor Psikis/Psikolog di Rumah Konseling. Dimana Staf Penerima Pengaduan akan mengantar atau mendampingi klien/korban KDRT ke Rumah Konseling yang jaraknya cukup jauh dari Kantor P2TP2A. Tugas dari Staf Penerima Pengaduan juga untuk mengatur jadwal konseling antara klien/korban KDRT dengan Konselor Psikis. Ketika klien/korban KDRT datang ke Konselor Psikis, mereka tidak diinterogasi, hal yang dilakukan yaitu menenangkan klien, mendengarkan klien, dan memberi penguatan. Hasil wawancara dengan Bu Zeezee Konselor Psikis sebagai berikut: “Setiap kali ada korban yang datang untuk konseling yang di refer oleh petugas P2TP2A, kita langsung berikan pertama adalah bagaimana supaya menenangkan dia dulu, karena kebanyakan dalam kondisi yang sangat rapuh jadi mereka ada stres juga kemudian dalam kondisi ada marah, sedih, tertekan, dan ketakutan makanya pertama kita harus bikin mereka calm down dulu, kita pinjamkan telinga kita untuk mendengarkan mereka, apa yang mereka curahkan itu kita dengarkan kemudian setelah itu kita motivasi mereka, karena dalam kondisi tekanan yang sangat berat itu mereka kan jadi ngga punya percaya diri, mental mereka down dan juga jadi paranoid. Jadi kita berikan motivasi ya sekedar untuk uplifting mental mereka.”17
16 17
Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, h. 9. Wawancara Pribadi dengan Kisma Fawzea, S.Psi, Tangerang Selatan, 19 Maret 2015, lihat
61
Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai klien P2TP2A yaitu Wilis (bukan nama sebenarnya), berikut hasil wawancaranya: “Ya saya kan datang sambil nangis trus sama Mba Zeezee saya ditenangin dulu, keluarin semua unek-unek saya. Saya cerita dan Mba Zeezee dengerin. Trus Mba Zeezee ngasih saya semangat, motivasi kalo saya harus bangkit, harus bisa keluar dari permasalahan saya.”18
Strategi yang digunakan oleh Konselor Psikis yaitu memberikan motivasi dan penguatan kepada klien/korban KDRT untuk bangkit dari keterpurukan dan mengembalikan rasa percaya diri klien/korban KDRT. Berdasarkan perspektif Pekerja Sosial, konseling dapat dilakukan melalui tiga tahap, yakni membangun relasi, menggali masalah secara mendalam, dan menggali solusi alternatif. Dalam membangun relasi, Pekerja Sosial dalam hal ini perannya dilakukan oleh Konselor Psikis menunjukkan sikap penerimaan, respek dan perhatian kepada klien yaitu dengan menenangkan klien terlebih dahulu dan mendengarkan curahan hati klien agar klien merasa bahwa dirinya diterima.
4. Konseling Perkawinan Konseling perkawinan di P2TP2A Kota Tangerang Selatan ini adalah layanan bagi seseorang yang ingin berkonsultasi mengenai masalah rumah tangga. Konseling pernikahan (marriage counseling)
lampiran IV. 18 Wawancara Pribadi dengan Wilis (Klien P2TP2A), Tangerang Selatan, 25 Maret 2015, lihat lampiran X.
62
adalah upaya membantu pasangan (calon suami-istri, dan suami-istri) oleh konselor profesional, sehingga mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan dengan komunikasi yang penuh pengertian, sehingga tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga.19 Apabila ada klien yang datang dan membutuhkan bantuan dari P2TP2A untuk konsultasi masalah rumah tangga, Staf Penerima Pengaduan akan menghubungi Konselor Perkawinan yaitu Bu Tati. Bu Tati adalah salah satu pengurus P2TP2A yang dianggap mempunyai kemampuan dalam konseling perkawinan dan Bu Tati ini juga bekerja di KUA Tangerang Selatan sebagai Penyuluh Agama Islam. Tujuan
adanya
konseling
perkawinan
berdasarkan
hasil
wawancara dengan Bu Tati adalah untuk mewujudkan keharmonisan keluarga dan mengembalikan tujuan awal pernikahan pasangan suami istri yaitu membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Hasil wawancara sebagai berikut: “Untuk mewujudkan keharmonisan keluarga, dan juga terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.”20
5. Pelayanan Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial adalah pelayanan yang ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang
19
Willis, Konseling Keluarga, h.165. Wawancara Pribadi dengan Dra. H. Tati Astariati, Tangerang Selatan, 14 April 2015, lihat lampiran VIII. 20
63
mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.21 Rehabilitasi sosial merupakan pelayanan sosial yang utuh dan terpadu, agar seseorang dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.22 P2TP2A dalam memberikan pelayanan rehabilitasi sosial akan merujuk ke Dinas Sosial yang mempunyai fasilitas lebih lengkap untuk proses rehabilitasi. Pelayanan ini bagi orang yang terlantar dan sudah tidak memiliki keluarga. Sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut: “Nah kalau rehabilitasi sosial itu kita rujuk ke Dinas Sosial, nanti ada penanganan selanjutnya dari Dinsos entah itu dipulangkan ke tempat asalnya sesuai KTP atau yang satu lagi dirujuk ke pesantren atau panti lainnya.”23
Hal itu diperkuat dari hasil wawancara peneliti dengan Bu Herlina Ketua P2TP2A bahwa pelayanan rehabilitasi sosial ini akan dirujuk ke Dinas Sosial. Hasil wawancara sebagai berikut: “Pelayanan rehabilitasi sosial kita kerjasama dengan Dinas Sosial, kita kan disini sebagai mediator yaa untuk menyampaikan ke Dinas Sosial.”24
21
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (Tangerang Selatan: BPMPPKB, 2015), h. 171. 22 Suharto, Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial, h. 186. 23 Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II. 24 Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX.
64
P2TP2A merujuk ke Dinas Sosial karena P2TP2A tidak mempunyai sarana untuk menampung orang yang terlantar dalam jangka panjang atau waktu yang lama, karena rumah aman (shelter) di P2TP2A sesuai dengan peraturan hanya boleh dipergunakan maksimal 3 hari 2 malam.
B. Proses Pelayanan Sosial P2TP2A bagi Perempuan Korban KDRT Dalam hal pelayanan pengaduan, berdasarkan hasil observasi dan wawancara, klien melapor ke P2TP2A ada yang datang secara langsung, ada yang lewat telepon, dan ada juga rujukan dari lembaga lain. Sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut: “Biasanya kalau klien itu mengetahuinya bisa dari facebook, kita kan punya facebook yaa.. trus bisa juga dari info website, tapi kita belum punya website yaah tapi ada website dari P2TP2A lain, biasanya juga dapat rujukan, rujukan bisa dari Komnas Perempuan, KPAI, P2TP2A di kota atau provinsi lain, terus bisa juga dari PPT, Satgas, atau relawan-relawan yang pernah mengikuti sosialisasi P2TP2A.”25 Untuk nama facebook-nya yaitu P2TP2A Provinsi Banten dengan jumlah like-nya yaitu 47 orang yang menyukai. Selain mewawancarai Staf Penerima Pengaduan, untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II. Hasil wawancaranya yaitu : “Jadi untuk pengaduan ini bisa beberapa macam, bisa mereka datang langsung, mereka bisa melalui telfon, atau mereka bisa bersurat, dan satu lagi ya rujukan.”26
25
Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II. 26 Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.
65
Jadi dalam menerima pelayanan pengaduan, P2TP2A menerima klien yaitu datang langsung, melalui telepon, dan dapat juga rujukan dari lembaga atau pihak lain. 1. Pelapor Melapor secara Langsung Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan, bahwa korban yang datang melapor langsung mengisi formulir pengaduan. Hasil wawancaranya sebagai berikut: “Tahap berikutnya yaitu mengisi administrasi yang ada di P2TP2A baru kita tuntun untuk mengisi formulir. Karena itu kan utama juga untuk mengisi formulir pengaduan, karena itu bukti bahwa klien ini memang melapor ke P2TP2A dan memberikan kuasa kepada P2TP2A untuk menindaklanjuti kasusnya.”27 Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A, bahwa klien/korban yang datang membuat pengaduan tertulis setelah itu ditandatangani oleh pelapor. Berikut hasil wawancaranya: “Setelah mereka mengadu, mengadunya tadi yaa macemmacem caranya, mereka diterima oleh P2TP2A, kalo yang langsung mereka langsung membuat pengaduan secara tertulis dan ditandatangani oleh mereka, karna kalo tidak ditandatangani, kita menjaga untuk tidak terjadi tanggung gugat, bukan tanggungjawab saja, karna ini biasanya berkaitan dengan hukum, kalo kita tidak sesuai dengan aturan juga nanti kita yang kena malah. Oleh karna itu, kita kalo mereka datang, mereka langsung bikin pengaduan yang ditandatangani oleh pengadu. Yang mengadu bisa kliennya, bisa keluarga korban ataupun bisa pendamping yang lain. Jadi tidak selalu harus korban.”28
27
Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II. 28 Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.
66
2. Penanganan Pengaduan melalui Telepon Unit pelayanan penerimaan pengaduan bagi korban kekerasan harus bisa juga diakses melalui telepon. Nomor telepon pengaduan bisa dibuat khusus (hotline) atau disediakan dengan menggunakan nomor telepon kantor reguler. Pengaduan melalui telepon diperlukan bagi korban yang tidak mampu mengakses layanan dengan datang langsung. Pengaduan melalui telepon juga diperlukan bagi korban yang merasa belum siap bertemu langsung dengan petugas penerimaan pengaduan.29 Klien/korban KDRT yang melapor melalui telepon akan diterima seperti halnya pengaduan yang datang langsung dan ditanya identitasnya serta permasalahannya. Sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut: “Nah biasanya kalau mereka sudah mengetahui contact personnya entah itu nomor kantor atau nomor petugasnya, mereka langsung menghubungi dulu sebelum datang ke kantor kami. Karena biasanya klien ngga langsung datang, ada yang menanyakan informasi mengenai jam kerja kantor, layanan kantor, ada juga yang memang mereka bentrok dengan aktivitas mereka gitu. Jadi kalau klien telpon kita terima, kita tanya identitasnya trus juga keperluannya apa, permasalahannya apa. Kita menerima pengaduan itu sesuai pelaporan jadi kalau tidak ada pelaporan, tidak ada pengaduan kita tidak bisa terima.”30 Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A mengenai penanganan pengaduan melalui telepon. Apabila klien menelepon akan diterima dan dicatat apa yang
29
KPPPA RI, Prosedur Standar Operasional, h. 18. Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II. 30
67
diadukannya. Tetapi tetap harus datang ke P2TP2A apabila kasusnya mau ditindaklanjuti. Hasil wawancaranya sebagai berikut: “Kalo yang melalui telepon, biasanya kita catat juga, apaapa pengaduannya, nanti kalo mau ditindaklanjuti mereka tetap harus datang. Jadi kita tetap harus ada kontak fisik yaa karna ini kan kasus, kasus kan ngga mungkin kita hanya telpon saja.”31
3. Penanganan Pengaduan dari Rujukan Sering kali korban juga datang karena dirujuk oleh lembagalembaga lain. Dalam kasus ini, maka korban diterima sebagaimana korban yang datang secara langsung. Perbedaannya adalah sebelum mewawancarai korban, petugas harus memeriksa terlebih dahulu surat rujukan ataupun data-data yang dikirimkan oleh lembaga/individu perujuk. Dalam hal tidak ada surat rujukan ataupun data-data penyerta, maka langkah-langkah penanganannya sama dengan korban yang datang secara langsung.32 P2TP2A mendapat rujukan dari Komnas Perempuan, KPAI, P2TP2A dari kota atau provinsi lain, dan lain sebagainya. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut: “Biasanya juga dapat rujukan, rujukan bisa dari Komnas Perempuan, KPAI, P2TP2A di kota atau provinsi lain, terus bisa juga dari PPT, Satgas, atau relawan-relawan yang pernah mengikuti sosialisasi P2TP2A.”33
31
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI. 32 KPPPA RI, Prosedur Standar Operasional, h. 20. 33 Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II.
68
Dari hasil pengamatan peneliti, dalam memberikan pelayanan kepada klien/korban KDRT, Staf Penerima Pengaduan berperan besar karena secara langsung menghadapi klien/korban KDRT. Staf Penerima Pengaduan selain mengasesmen klien juga mendampingi klien apabila ingin melapor ke Kepolisian, mengantar ke rumah sakit, atau ke rumah konseling. Staf Penerima Pengaduan juga bertugas mencatat laporan setiap klien yang melapor (ada laporan perjalanan kasusnya). Setiap harinya memang yang standby di kantor adalah Staf Penerima Pengaduan yang berjumlah 2 orang.34 Pengurus P2TP2A tidak ada yang standby karena mempunyai pekerjaan masing-masing, jadi memang informasi yang peneliti dapat dari Staf Penerima Pengaduan bahwa pengurus P2TP2A adalah sukarelawan (tanpa gaji).35 Apabila Staf Penerima Pengaduan tidak mampu menangani masalah klien, barulah Staf Penerima Pengaduan menghubungi pengurus. Di P2TP2A tidak ada Pekerja Sosial, padahal peran Pekerja Sosial sangat dibutuhkan disini. Pekerja Sosial-lah yang mampu dalam melakukan penanganan terhadap klien/individu yang bermasalah (dalam hal ini adalah korban KDRT), misalnya dalam mengasesmen biopsikososial dan melakukan upaya pemulihan (pendampingan) bagi klien/korban KDRT tersebut agar pelayanan yang diberikan bagi klien/korban KDRT dapat lebih maksimal.
34 35
Observasi Peneliti pada Rabu, 25 Februari 2015, lihat lampiran I. Observasi Peneliti pada Senin, 09 Maret 2015, lihat lampiran I.
69
Tabel 2 Alur Pelayanan P2TP2A Kota Tangerang Selatan36 Pengaduan Tidak Langsung
Pengaduan Langsung
Penerimaan Pengaduan
Rujukan
Koordinasi dengan Pihak Terkait
Identifikasi Kasus Kasus KTPA
Bukan Kasus KTPA Inform Consent
Wawancara & Screening
Assessment Kebutuhan Korban
Rekomendasi Layanan Lanjutan
Rujukan
Pengarsipan
Pencatatan dan Pelaporan
36
Dokumentasi P2TP2A Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
70
Standar Operasional Prosedur P2TP2A Kota Tangerang Selatan sebagai berikut:37 1. Pengurus/Staff P2TP2A menerima klien dan mengisi formulir pengaduan. 2. Pengurus/Staff P2TP2A melakukan identifikasi/wawancara terhadap masalah klien. 3. Pengurus/Staff P2TP2A memilah kasus berdasarkan jenis kasus yang dilaporkan. 4. Pengurus/Staff P2TP2A memberikan rekomendasi/rujukan kepada instansi/konselor terkait: a. Konselor Perkawinan b. Konselor Psikologi c. Konselor Medis d. Konselor Hukum e. Konselor Sosial 5. Pengurus/Staff P2TP2A mewakili pengurus melakukan investigasi. 6. Pengurus/Staff P2TP2A melakukan pendampingan terhadap kebutuhan klien/korban. 7. Pengurus/Staff P2TP2A melakukan pemantauan minimal tiga bulan sekali atau lebih intensif sesuai dengan kebutuhan korban. 8. Pengurus/Staff P2TP2A membuat laporan penanganan kasus secara periodik.
37
Dokumentasi P2TP2A Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
71
Proses
pelayanan
klien/korban
KDRT
yang datang dan
mengadukan permasalahannya ke P2TP2A akan diterima oleh Staf Penerima Pengaduan, apabila klien/korban KDRT datang sambil menangis maka Staf Penerima Pengaduan mencoba menenangkan klien terlebih dahulu. Setelah klien tenang dan dapat diajak berkomunikasi maka Staf Penerima Pengaduan akan memberikan formulir pengaduan kepada klien untuk diisi agar pihak P2TP2A dapat menindaklanjuti kasus klien. Sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut: “Kalau pelayanan KDRT misalkan dia kekerasan fisik nih, tiba-tiba datang, melapor, mengadu nah kita terima dulu, kita tenangkan dulu, kita liat orangnya apa datangnya sambil menangis, atau luka badannya lebam-lebam, kita terima dulu kita tenangkan si kliennya, kalau kondisi fisiknya lemah apa dia butuh makan, butuh istirahat itu kita utamakan dulu. Setelah klien ini keadaannya sudah bisa melakukan tahap berikutnya yaitu mengisi administrasi yang ada di P2TP2A baru kita tuntun untuk mengisi formulir. Karena itu kan utama juga untuk mengisi formulir pengaduan, karena itu bukti bahwa klien ini memang melapor ke P2TP2A dan memberikan kuasa kepada P2TP2A untuk menindaklanjuti kasusnya.”38 Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A, setelah klien mengadu maka klien mengisi formulir pengaduan dan ditandatangani oleh klien/pelapor. Hasil wawancaranya sebagai berikut: “Setelah mereka mengadu, mengadunya tadi yaa macemmacem caranya, mereka diterima oleh P2TP2A, kalo yang langsung mereka langsung membuat pengaduan secara tertulis dan ditandatangani oleh mereka, karna kalo tidak ditandatangani, kita menjaga untuk tidak terjadi tanggung gugat, 38
Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II.
72
bukan tanggungjawab saja, karna ini biasanya berkaitan dengan hukum, kalo kita tidak sesuai dengan aturan juga nanti kita yang kena malah.”39 Setelah klien mengisi formulir pengaduan yang berisi identitas diri, identitas pelaku, kronologi kejadian, pelayanan yang diharapkan, dan lain sebagainya, Staf Penerima Pengaduan akan merujuk klien sesuai
dengan
kebutuhan
klien.
Apabila
klien
membutuhkan
perlindungan dan bantuan hukum akan dirujuk ke konselor hukum, apabila klien membutuhkan konsultasi psikologis akan dirujuk ke konselor psikis di Rumah Konseling, apabila klien datang dengan lebam-lebam atau luka fisik yang membutuhkan pengobatan atau visum akan didampingi ke rumah sakit. Untuk konseling dengan konselor hukum dijadwalkan setiap Hari Rabu, tetapi sebelumnya sudah membuat janji yang dijadwalkan oleh Staf Penerima Pengaduan.
Proses pelayanan berdasarkan pengamatan peneliti sebagai berikut : Klien 1 A. Identitas Diri
39
Nama
: Windu (bukan nama sebenarnya)
Usia
: 42 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Pendidikan
: D3
Status Pernikahan
: Cerai
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.
73
B. Gambaran Kasus dan Proses Pelayanan40 Tabel 3 Alur Pelayanan Klien Windu Rujukan dari Komnas Perempuan
Klien konsultasi dengan Konselor Hukum
Klien Datang ke Kantor P2TP2A
Klien dirujuk ke Konselor Hukum
Klien mengisi formulir pengaduan
Staf Penerima Pengaduan mewawancara dan mengasesmen klien
Staf Penerima Pengaduan membuat laporan kasus
Klien Windu melapor ke P2TP2A Kota Tangerang Selatan pada 25 Februari 2015 Pukul 10.10 WIB. Klien Windu melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpanya ke Komnas Perempuan, dan Klien Windu dirujuk ke P2TP2A Kota Tangerang Selatan. Klien Windu mengalami KDRT berupa kekerasan fisik (dibekap oleh suaminya yang mengakibatkan bibir bawah dan lengan kirinya memar). Selain mengalami kekerasan fisik, Klien Windu mengalami kekerasan psikis juga berupa ancaman dan caci maki, pengusiran, dan penelantaran (pelaku yang berstatus masih suami sewaktu itu tidak mau membayar tagihan kartu kredit atas nama Klien Windu).
40
Observasi Peneliti pada Rabu, 25 Februari 2015, lihat lampiran I.
74
Dari
hasil
observasi
yang
peneliti
lakukan,
proses
pelayanannya yaitu Staf Penerima Pengaduan menerima klien dan mempersilahkan duduk, setelah itu memberi formulir kepada Klien Windu lalu Klien Windu mengisi formulir pengaduan berupa identitas diri, identitas pelaku, kronologi kejadian, pelayanan yang diharapkan,
dan
lain
sebagainya.
Sambil
mengisi
formulir
pengaduan, Klien Windu menceritakan kronologi kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang menimpanya. Klien Windu
ditanya
oleh Staf Penerima
Pengaduan
membutuhkan bantuan apa, Klien Windu menginginkan pelayanan berupa perlindungan hukum (karena Klien Windu dilaporkan balik oleh suaminya), maka Staf Penerima Pengaduan merujuk ke Konselor Hukum, kebetulan Klien Windu melapor pada hari Rabu (jadwal Konselor Hukum). Staf Penerima Pengaduan memberikan berkas kepada Konselor Hukum, setelah itu Klien Windu dipersilahkan masuk ke ruangan konsultasi. Dari hasil observasi peneliti,
lebih
kurang
selama
30
menit
Klien
Windu
mengkonsultasikan permasalahannya dengan Konselor Hukum. Peneliti bertanya kepada Konselor Hukum bagaimana menangani kasus Klien Windu ini, Konselor Hukum menjelaskan bahwa Klien Windu sudah punya pengacara jadi Konselor Hukum hanya sebatas memberikan konsultasi untuk langkah-langkah hukum berikutnya.
75
Klien 2 A. Identitas Diri Nama
: Warni (bukan nama sebenarnya)
Usia
: 47 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: S1 belum tamat
Status Pernikahan
: Menikah
B. Gambaran Kasus dan Proses Pelayanan41 Tabel 4 Alur Pelayanan Klien Warni Klien Datang ke Kantor P2TP2A
Staf Penerima Pengaduan membuat laporan kasus
Menunggu kelanjutan dari klien
Klien mengisi formulir pengaduan
Klien konsultasi dengan Konselor Hukum
Staf Penerima Pengaduan mewawancara dan mengasesmen klien
Klien dirujuk ke Konselor Hukum
Kasus masih dalam penanganan
Klien Warni datang melapor ke P2TP2A Kota Tangerang Selatan pada 25 Februari 2015 Pukul 10.40 WIB. Klien Warni mengalami KDRT berupa kekerasan psikis yaitu diancam dan
41
Observasi Peneliti pada Rabu, 25 Februari 2015, lihat lampiran I.
76
penelantaran yaitu diusir dari rumah dan tidak diberi gaji selama 2 tahun. Proses pelayanannya sama seperti Klien Windu sebelumnya yaitu Staf Penerima Pengaduan menerima Klien Warni dan mempersilahkan duduk, berkenalan dan sambil mengobrol memberi formulir kepada Klien Warni lalu Klien Warni mengisi formulir pengaduan berupa identitas diri, identitas pelaku, kronologi kejadian, pelayanan yang diharapkan, dan lain sebagainya. Klien Warni menginginkan pelayanan berupa bantuan dan perlindungan hukum karena ingin pulang ke rumahnya dengan aman dan menginginkan anaknya (ketiga anaknya membela suami dengan istri baru suami). Staf Penerima Pengaduan merujuk ke Konselor Hukum. Staf Penerima Pengaduan memberikan berkas tentang Klien Warni
kepada
Konselor
Hukum
setelah
itu
Klien
Warni
dipersilahkan masuk ke ruangan konsultasi. Saat Klien Warni berkonsultasi dengan Konselor Hukum, peneliti meminta izin kepada Konselor Hukum dan Klien Warni untuk ikut serta dan diperbolehkan. Jadi peneliti berkesempatan mengobservasi proses konseling tersebut. Hasil observasi peneliti yaitu Pak Rizky (Konselor Hukum) bertanya kepada Klien Warni tentang kronologi kasus dan kekerasan yang menimpa Klien Warni. Lalu Klien Warni menceritakan secara detail. Mendengar cerita Klien Warni, Pak Rizky memberikan saran bahwa pelaku (suami) bisa di-pidana-kan atau di-perdata-kan. Pak
77
Rizky memberikan saran (berupa pilihan-pilihan dan konsekuensi dari setiap pilihan) kepada Klien Warni, tetapi semua keputusan ada di tangan Klien Warni apakah mau mempidanakan atau memilih perdata. Konselor Hukum hanya memberikan saran kepada Klien Warni dan Klien Warni yang menentukan langkah berikutnya. Kasus ini masih dalam penanganan.
Klien 3 A. Identitas Diri Nama
: Wilis (Nama Disamarkan)
Usia
: 40 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: S1 belum tamat
Status Pernikahan
: Menikah
B. Gambaran Kasus dan Proses Pelayanan Tabel 5 Alur Pelayanan Klien Wilis Klien datang ke Kantor P2TP2A
Klien konsultasi dengan Konselor Hukum
Mediasi dengan suami
Klien dirujuk ke Konselor Psikis
Klien tinggal di rumah aman P2TP2A
Staf Penerima Pengaduan membuat laporan kasus
Klien konsultasi dengan Konselor Psikis
Menunggu kelanjutan dari klien
Klien masih dalam pemantauan dan penanganan
78
Klien Wilis adalah korban KDRT yang menginap di rumah aman (shelter) P2TP2A sejak hari Senin, 23 Maret 2015 sampai Kamis, 26 Maret 2015. Pada hari Rabu, 25 Maret 2015 peneliti berbincang-bincang dengan Klien Wilis. Beliau bercerita sudah tiga hari tinggal di rumah aman P2TP2A. Klien Wilis mengalami KDRT berupa kekerasan fisik seperti dipukul dan kekerasan psikis seperti dihina. Klien Wilis sudah beberapa kali konseling dengan konselor psikis di Rumah Konseling, dan klien Wilis berkonsultasi juga dengan konselor hukum mengenai tindakan hukum yang harus dilakukan.42 Klien Wilis sudah bulat keputusannya untuk bercerai dengan suaminya, karena dia mendapatkan perlakuan KDRT sejak baru menikah dan sekarang sudah berlangsung selama 4 tahun. Klien Wilis ingin bercerai dari suaminya dan sudah meminta pertolongan
dari
Lurah
di
daerah
Beliau
tinggal
untuk
mempertemukan keluarga Klien Wilis dengan keluarga suami dan meminta dari pihak P2TP2A juga untuk mendampingi, karena keputusan Klien Wilis sudah bulat untuk bercerai dari suaminya. Dari informasi yang klien berikan bahwa pertemuan ini akan diadakan pada Jum’at, 27 Maret 2015 pukul 09.00 WIB dihadiri oleh Lurah, keluarga klien, keluarga suami dan pihak P2TP2A. Upaya P2TP2A dalam kasus Klien Wilis yaitu sebagai mediator antara klien dengan pelaku untuk mendapatkan solusi yang terbaik bagi kedua
42
Observasi Peneliti pada Rabu, 25 Maret 2015, lihat lampiran I.
79
belah pihak. Tetapi suami Klien Wilis tidak mau bercerai, kasus ini masih dalam pemantauan dan penanganan oleh pihak P2TP2A. Jadi proses pelayanan yang dilakukan P2TP2A terhadap klien/korban KDRT yang datang ke kantor adalah sama. Prosesnya yaitu klien datang kemudian mengisi formulir pengaduan. Setelah Staf Penerima Pengaduan mengasesmen dan mewawancara klien mengenai kebutuhan klien, klien dirujuk ke pelayanan yang dibutuhkan. Cepat atau lamanya prosesnya pelayanan itu tergantung dari kliennya sendiri apakah klien kooperatif dan dapat diajak bekerjasama atau tidak. Karena prinsip utama P2TP2A dalam memberikan pelayanan yaitu self determination, klien menentukan sendiri apa yang menurutnya terbaik untuk dirinya.
C. Upaya P2TP2A dalam Mengatasi Masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga Upaya yang dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah KDRT yaitu upaya pencegahan, upaya pelayanan, dan upaya pemulihan sebagai berikut: 1. Upaya Pencegahan a. Sosialisasi Kegiatan memperkenalkan
sosialisasi adanya
yang
dilakukan
lembaga
P2TP2A
berupa
sosialisasi
yang
bertujuan
memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban tindak kekerasan serta berupaya memberikan kontribusi
80
terhadap pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Selain memperkenalkan
P2TP2A,
sosialisasi
yang
dilakukan
yaitu
sosialisasi mengenai bentuk-bentuk KDRT, hukuman bagi pelaku KDRT, dan lain sebagainya. Sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut: “Pertama, kita sudah melakukan sosialisasi bahwa ada P2TP2A, sosialisasi bahwa KDRT itu bentuknya seperti apa saja, sosialisasi kalau pelaku-pelaku KDRT itu bisa kena hukuman apa aja trus juga selain sosialisasi, sebagai pengurus atau semua yang ikut dalam P2TP2A ini di lingkungan terdekat deh seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekitar kita melakukan sosialisasi secara pribadi. Jadi dimanapun kita berada melihat tindakan yang memang itu bersifat KDRT dan kita tau apa itu KDRT kita wajib memberi tau bukan menutup sebelah mata lagi. Paling tidak kita memberi tau tindakan itu salah. Sosialisasinya seperti kita melakukan kegiatan-kegiatan trus juga kita mengikuti kegiatan juga. Contohnya kita diundang ada acara trus kita mohon izin untuk membuka stand seperti tempo hari di Kelurahan Sawah itu kita izin untuk buka stand, dan ada program dari kita juga untuk sosialisasi misalnya ke Ibu-ibu PKK. Memperkenalkan tentang P2TP2A, apabila ada masalah yang tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan secara internal terhadap pasangan, ibu bisa ke P2TP2A, curhat nanti kita akan terima.”43
Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Herlina Ketua P2TP2A, upaya yang sudah dilakukan yaitu dengan sosialisasi
ke
sekolah,
kelurahan,
dan
komunitas,
hasil
wawancaranya sebagai berikut: “Kita juga mengadakan sosialisasi ke sekolah, kelurahan, komunitas, jadi mensosialisasikan tentang P2TP2A itu sendiri,
43
Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II.
81
karna di Tangsel belum banyak juga yang tau apa itu P2TP2A, lalu sosialisasi juga mengenai undang-undang kdrt masalah hukumnya, trus dari segi psikologi kita juga sosialisasi first aid (pertolongan pertama) kaya kita mau menolong orang yang depresi itu bagaimana caranya nah itu kita sosialisasikan.”44
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga BAB V Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat Pasal 11 bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan Pasal 12 butir c yaitu menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga.45 P2TP2A sebagai lembaga pemerintah sudah melakukan upaya pencegahan berupa sosialisasi ke masyarakat mengenai KDRT.
b. Penyuluhan Penyuluhan dilakukan untuk memberikan informasi ke masyarakat dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai KDRT dan pencegahannya, sebagaimana hasil wawancara dengan Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A yaitu: “Contohnya adalah di tim penggerak PKK. Tim penggerak PKK kan mereka juga punya program untuk penanganan KDRT, nah kita suka masuk kesana. Jadi kita masukkan ilmu-ilmunya, mereka sebagai penggeraknya. Contoh program yang mereka lakukan adalah simulasi PKDRT, jadi mereka disana membentuk kelompok-kelompok
44
Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX. 45 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
82
yang untuk penyuluhan yaa peningkatan masyarakat, jadi pencegahan itu ke arah sana.”46
kesadaran
Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Pak Zainus Ketua Divisi Perlindungan dan Pendampingan Hukum, hasil wawancaranya sebagai berikut: “Ya itu tadi dari divisi saya ada penyuluhan anti kekerasan, kita berikan penyuluhan kepada masyarakat bahwa dampak hukum dari KDRT itu begitu menakutkan lah, itu kita sosialisasikan di lembaga-lembaga sosial maupun di sekolahsekolah, posyandu, PKK, PAUD dan lain-lain.”47
2. Upaya Penanganan a. Pemberian Layanan Seperti
sudah
dijelaskan
bahwa
P2TP2A
memberikan
pelayanan bagi korban KDRT berupa pelayanan medis, pelayanan psikis, pelayanan hukum, dan konseling perkawinan. Sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut: “Selain sosialisasi, upaya yang kita lakukan ya kita memberi pelayanan, pelayanan KDRT untuk mengatasi masalahnya entah itu pelayanan hukum, pelayanan psikologi, pelayanan konsultasi perkawinan, pelayanan medis. Penyelesaiannya tercipta sesuai sama visi misi P2TP2A.”48
Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A, hasil wawancaranya yaitu:
46
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI. 47 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zainus Sholeh, S.H.I, Tangerang Selatan, 06 April 2015, lihat lampiran V. 48 Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II.
83
“Kalo untuk yang pelayanannya, ya itu tadi kita sudah mencoba memperkuat langkah-langkah yang bisa kita lakukan di P2TP2A, dari mulai divisi-divisinya tadi, dari mulai yang psikis, medis, humas, jejaring, data, trus pemberdayaan perempuan.”49
Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara peneliti dengan Bu Herlina Ketua P2TP2A sebagai berikut: “Upaya dari segi penanganan yang sudah dilakukan kan kita ada tiga bidang nih, pertama bidang pelayanan yang membawahi pelayanan medis, psikis, hukum.”50
Jadi upaya penanganan untuk mengatasi masalah KDRT yaitu memberikan pelayanan bagi klien/korban KDRT seperti pelayanan medis,
pelayanan
psikis,
pelayanan
hukum,
dan
konseling
perkawinan.
b. Memperluas Jaringan Kerjasama Memperluas jaringan disini maksudnya adalah bekerja sama dengan taman bacaan dan posyandu untuk pembentukan pos pelayanan serta pembentukan Satuan Tugas (Satgas) di setiap kelurahan yang akan membantu P2TP2A dalam penanganan pengaduan tindak kekerasan. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan Bu Herlina Ketua P2TP2A sebagai berikut: “Jadi kita bekerja sama dengan taman bacaan dan posyandu membuat yang namanya pos pelayanan, dulu kita menyebutnya pos sahabat kita. Jadi mereka diperkenalkan
49
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI. 50 Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX.
84
tentang P2TP2A, diberikan pelatihan dasar untuk menangani klien, setiap taman bacaan, posyandu di setiap kelurahan itu dibuka untuk pengaduan. Jadi program itu diteruskan oleh BPMPPKB, dan kita disini sebagai pusat pengaduannya. Pos sahabat kita sekarang namanya pos pelayanan terpadu. Itu diadakan karna kita juga ingin menjangkau masyarakat yang ada permasalahan.”51 Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai pengurus lain yaitu Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A dan Pak Zainus, hasil wawancara sebagai berikut: “trus juga sudah pembentukan satgas, pembentukan pos pelayanan terpadu di tingkat kecamatan dan kelurahan.”52 “Kemudian ya itu membentuk jaringan di tingkat kelurahan, ada satgas, namanya pos pelayanan perempuan dan anak di setiap kecamatan.”53
Jadi dengan adanya pos-pos pelayanan di sekitar masyarakat, klien/korban KDRT tidak harus datang ke P2TP2A melainkan dapat melaporkan melalui pos-pos pelayanan yang dibentuk oleh P2TP2A di setiap kelurahan untuk membantu mempermudah masyarakat menjangkau P2TP2A.
3. Upaya Pemulihan a. Pemberdayaan Pemberdayaan disini yaitu pemberdayaan perempuan melalui pelatihan-pelatihan agar perempuan korban KDRT dapat mandiri
51
Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX. 52 Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI. 53 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zainus Sholeh, S.H.I, Tangerang Selatan, 06 April 2015, lihat lampiran V.
85
dan tidak bergantung secara ekonomi oleh suami. P2TP2A telah mampu melakukan pemberdayaan kepada perempuan dalam bidang sosial
ekonomi.
Dalam
perspektif
Pekerja
Sosial,
Zastrow
mendefinisikan konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai proses menolong individu, keluarga, kelompok dan komunitas untuk meningkatkan kekuatan personal, interpersonal, sosial ekonomi, dan politik dan pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas hidupnya.54 Kegiatan pemberdayaan dirujuk ke BPMPPKB, karena fokus P2TP2A adalah pelayanan dan penanganan pengaduan. Sebagaimana peneliti mewawancara Bu Diana sebagai berikut: “Kita berikan tambahan skill bagi dia, kita berikan pelatihan gitu sesuai dengan hobi dia. Kalau dia memang hobi masak ya kita arahkan untuk memiliki skill memasak, misalnya ikut pelatihan-pelatihan di BPMPPKB.”55
Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Herlina, Ketua P2TP2A bahwa pemberdayaan bagi klien/korban KDRT bekerja sama juga dengan PKBM atau UKM. Hasil wawancaranya sebagai berikut: “Pemberdayaan perempuan biasanya kita bekerja sama dengan PKBM ataupun UKM untuk memberdayakan para wanita korban KDRT. Jadi memberikan keterampilan untuk mereka, misalnya membuat sendal, memasak, merangkai bunga yang sifatnya lebih kepada keterampilan yang fungsional yaa.. menghasilkan sesuatu.”56
54
Ariefuzzaman dan Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, h. 51. Wawancara Pribadi dengan Dra. Diana Mutiah, M.Si, Tangerang Selatan, 13 April 2015, lihat lampiran VII. 56 Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX. 55
86
Peran P2TP2A dalam pemberdayaan klien/korban KDRT adalah sebagai mediator yang menghubungkan klien/korban KDRT ke lembaga untuk mendapatkan pemberdayaan berupa pelatihan agar klien/korban KDRT dapat lebih berdaya. Karena memang fokus dari P2TP2A adalah sebagai tempat pelayanan pengaduan.
b. Rehabilitasi Sosial Berdasarkan hasil wawancara dengan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan, P2TP2A menangani kasus yang dirujuk ke pelayanan rehabilitasi sosial yaitu seseorang yang terlantar dan belum ada yang klien/korban KDRT.57 Pada tahun 2014 berdasarkan pelayanan yang diberikan hanya tercatat 2 kasus yang dirujuk ke Dinas Sosial untuk pelayanan rehabilitasi sosial.58 Pemulihan bagi klien/korban KDRT yang dirujuk ke pelayanan rehabilitasi sosial memang belum ada, tetapi P2TP2A akan merujuk ke Dinas Sosial untuk rehabilitasi sosial apabila ada klien/korban KDRT dengan kondisi psikis yang sudah parah. Sebagaimana yang dijelaskan Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A sebagai berikut: “Rehabnya yang kita harapkan untuk merehab mereka korban. Jadi mereka yang misalnya yang sudah berat sekali gitu ya secara psikis mereka akan sulit untuk kembali ke masyarakat, nah itu kita mengembalikan mereka ke rehab untuk membawa mereka kembali ke masyarakat.”59
57
Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II. 58 Dokumentasi P2TP2A Kota Tangerang Selatan. 59 Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.
87
Disinilah seharusnya Pekerja Sosial berperan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 11 bahwa dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, Pekerja Sosial melakukan upaya:60 a. Menggali permasalahan korban untuk membantu pemecahan masalahnya; b. Memulihkan korban dari kondisi traumatis melalui terapi psikososial; c. Melakukan rujukan ke rumah sakit atau rumah aman atau pusat pelayanan atau tempat alternatif lainnya sesuai dengan kebutuhan korban; d. Mendampingi
korban
dalam
upaya
pemulihan
melalui
pendampingan dan konseling; dan/atau e. Melakukan resosialisasi agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.
60
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.
88
Tabel 6 Upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi KDRT Tahun KeteDes 08 Juni rangan 2011 2012 2013 2014 2010 2015 -Penanganan Sosial- Sosialisasi pengaduan isasi - Penanganan Pengaduan -Bantuan - Konseling hukum - Rujukan ke Psikolog - Mediasi - Bantuan Hukum - Pelayanan shelter - Pelayanan kesehatan dan pendampingan visum - Rujukan ke instansi terkait Upaya - Pendampingan ke Kepolisian yang dilaku- Pelatihan - Sumbangan - Pelatihan kan lomba sosial ke dari memasak klien provinsi - Sidang -Ketrampilan (keterampil dan akrilik an syukuran (membuat wirausaha) isbat nikah kalung) - Penyuluhan pencegahan kekerasan Jumlah klien 0 6 47 43 62 34 yang melapor Jumlah Masih kasus 0 6 30 4 8 dalam yang penanganan selesai Sumber: Dokumentasi P2TP2A Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2015
Berdasarkan tabel diatas, peneliti menyimpulkan bahwa upaya yang dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan sudah maksimal. Dapat dibuktikan pada tahun 2011 ada 6 klien yang melapor dan semua kasusnya selesai. Pada tahun 2012 juga demikian, kasus yang berhasil diselesaikan melebihi setengah dari yang melapor yaitu 30 kasus selesai dari 47 klien yang melapor. Kasus yang
89
selesai juga karena klien/korban KDRT yang kooperatif dan dapat diajak bekerja sama. Maksimalnya upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan juga terlihat dari meningkatnya jumlah klien yang melapor yaitu pada tahun 2013 ada 43 klien meningkat pada tahun 2014 sebanyak 62 klien. Hal ini menandakan upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam kegiatan sosialisasi berhasil, masyarakat sudah mengetahui bahwa ada lembaga yang menangani kasus kekerasan pada perempuan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan penelitian Pelayanan Sosial bagi Perempuan Korban KDRT di P2TP2A Kota Tangerang Selatan : 1. Proses pelayanan sosial yang diberikan P2TP2A Kota Tangerang Selatan kepada perempuan korban KDRT sebagai berikut: a. Klien melapor (datang langsung, melalui telepon/sms, rujukan) diterima oleh Staf Penerima Pengaduan. b. Klien mengisi formulir pengaduan (inform consent) dan menceritakan kronologi kasus kepada Staf Penerima Pengaduan. c. Staf Penerima Pengaduan mengasesmen dan mewawancara klien. d. Klien dirujuk ke pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien, apakah pelayanan medis, pelayanan psikis, pelayanan hukum, konselor perkawinan. e. Apabila klien membutuhkan pendampingan akan didampingi oleh Staf Penerima Pengaduan. f. Staf Penerima Pengaduan dan Pengurus memantau perjalanan kasus klien. g. Staf Penerima Pengaduan mencatat dan membuat laporan.
Proses pelayanan oleh P2TP2A Kota Tangerang Selatan bagi perempuan korban KDRT berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan yaitu sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedurnya.
90
91
2. Upaya P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah KDRT sebagai berikut: a. Upaya Pencegahan, meliputi sosialisasi (memperkenalkan adanya P2TP2A, bentuk-bentuk KDRT, hukuman bagi pelaku KDRT) dan penyuluhan (memberikan informasi ke masyarakat dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai KDRT dan pencegahannya). b. Upaya Penanganan, dilakukan dengan pemberian layanan (pelayanan medis, hukum, psikis, dan konseling perkawinan) dan memperluas jaringan kerjasama (bekerja sama dengan taman bacaan dan posyandu untuk pembentukan pos pelayanan dan satuan tugas disetiap kelurahan). c. Upaya Pemulihan, yaitu dengan pemberdayaan perempuan (pelatihanpelatihan agar klien/korban KDRT dapat mandiri dan dapat lebih berdaya) dan rehabilitasi sosial (agar klien/korban KDRT dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat).
Upaya yang dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan menurut pengamatan peneliti sudah semaksimal mungkin, hanya saja kendalanya adalah kurangnya sumber daya manusia dalam hal penanganan. Misalnya klien/korban KDRT yang membutuhkan pendampingan ke kepolisian atau ke rumah sakit, sementara yang standby di Kantor P2TP2A hanya Staf Penerima Pengaduan berjumlah 2 orang.
92
B. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, perlunya perhatian dalam hal peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam penanganan dan pelayanan klien/korban KDRT. Sebaiknya ada rekrutmen pegawai dari alumni Kesejehteraan Sosial. Karena dengan adanya Pekerja Sosial di P2TP2A akan dapat lebih memaksimalkan pelayanan bagi klien/korban KDRT. Staf Penerima Pengaduan yang menerima laporan pengaduan klien sementara Pekerja Sosial yang melakukan asesmen (menggali permasalahan klien/korban KDRT untuk membantu pemecahan masalahnya). Dan juga dalam hal sarana dan prasarana, perlu adanya kendaraan operasional
untuk
mengantar
klien/korban
KDRT
dalam
hal
ini
pendampingan ke kepolisian atau rumah sakit agar lebih efektif dan efisien dalam penanganan dan pelayanan. Misalnya klien/korban KDRT yang datang terluka harus segera dibawa ke rumah sakit dan klien/korban KDRT yang harus didampingi melapor ke Polres Tigaraksa yang cukup jauh lokasinya akan lebih mudah apabila ada kendaraan operasional (mobil) untuk mengantar klien/korban KDRT.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2002. Ariefuzzaman, Siti Napsiyah dan Fuaida, Lisma Dyawati. Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Ciciek, Farha. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999. Fahrudin, Adi. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2012. Ghony, M. Junaidy dan Almanshur, Fauzan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012. Gunawan, Iman. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Hawari, Dadang. Penyiksaan Fisik dan Mental dalam Rumah Tangga (Domestic Violence). Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009. Johnston, Mary. Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit. Solo: Sri Laksana Purna, 1988. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Tangerang Selatan: BPMPPKB, 2015. Komalasari, Gantina. dkk. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks, 2011. Luhulima, Achie Sudiarti, ed. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Bandung: PT. Alumni, 2000. Mansur, Dikdik M. Arief dan Gultom, Elisatris. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. Martono, Nanang. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007. 93
94
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Nurhayati, Eti. Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Prastowo, Andi. Memahami Metode-metode Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Purnianti dan Kolibonso, Rita Serena. Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta: Mitra Perempuan, 2003. Ridwan. Kekerasan Berbasis Gender. Purwokerto: Pusat Studi Gender, 2006. Saraswati, Rika. Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009. Shinta, Dewita Hayu dan Bramanti, Oetari Cintya. Kekerasan dalam Rumah Tangga Reduksi Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam RUU KUHP. Jakarta: LBH APIK, 2007. Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010. Suharto, Edi, ed. Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi. Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004. Suharto, Edi. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung: Alfabeta, 2009. Sulistyo, Sumar, dkk. Pengkajian Kebutuhan Pelayanan Sosial Bekas Anak Negara. Yogyakarta: B2P3KS, 2005. Surjadi, Erna. Bagaimana Mencegah KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2011. Susan, Novri. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
95
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Warto, dkk. Efektivitas Program Pelayanan Sosial di Panti dan Non Panti Rehabilitasi Korban NAPZA. Yogyakarta: B2P3KS Press, 2009. Willis, Sofyan S. Konseling Keluarga. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011. Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan. Dokumen P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
JURNAL Kholifah. “Sikap Islam terhadap Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga.” Kordinat, Volume IX, No.2 (Oktober 2008): h. 121-136. Kurniasih, Nani. “Kajian Yuridis Sosiologis terhadap Kekerasan yang Berbasis Gender,” h. 5. Manan, Mohammad „Azzam. “Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Sosiologis,” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 5, No. 3 (September 2008): h. 9-34. Nurmadiansyah, M. Thoriq. “Membina Keluarga Bahagia sebagai Upaya Penurunan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam Perspektif Agama Islam dan Undang-undang.” Musawa, Vol. 10, No. 2 (Juli 2011): h. 215-227.
SKRIPSI Ahmad, Irwan. “Adat dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Watanhura II, Solor Timur, Flores Timur, NTT.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Hendrya, Pepi. “Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Dalam Perspektif Ketahanan Individu Studi Kasus Perempuan Korban KDRT Klien P2TP2A DKI Jakarta.” Tesis Program Pasca Sarjana Kajian Strategik Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia, 2011. Lubis, Momba Donna Sari. “Advokasi Sosial untuk Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di LBH APIK Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
96
Nafi‟an, Ilman. “Analisis Faktor Penyebab dan Bentuk Kekerasan (Studi Kasus Pada Klien Woman Crisis Center Tahun 2008 Di Cirebon).” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Nasuha, Fitrah. “Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.
WEBSITE Alquran-Indonesia. “Surah an-Nisa/4: 34.” Data diakses pada 06 Juni 2015 dari http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/4/30 Mardiani, Dewi dan Safitri, Ahmad Reza. “Kasus KDRT Meningkat.” Artikel diakses pada 24 Februari 2015 dari http://m.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/04/27/m34tjt/-kasus-kdrtmeningkat Riani. “Hingga Agustus, KDRT Tangsel Sebanyak 36 Kasus.” Artikel diakses pada 01 Maret 2015 dari http://www.bantenhits.com/metropolitan/1841hingga-agustus-kdrt-tangsel-sebanyak-36-kasus Ulfiah, Ufi. “Islam, Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga : Al Arham Edisi 41 (A).” Artikel diakses pada 24 Februari 2015 dari http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 840:islam-perempuan-dan-kekerasan-dalam-rumah-tangga&catid=19:alarham&Itemid=328
LAMPIRAN-LAMPIRAN
103
104
Lampiran I HASIL OBSERVASI DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) KOTA TANGERANG SELATAN
Hari, Tanggal : Senin, 16 Februari 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Peneliti datang ke Kantor P2TP2A pukul 10.20 WIB untuk memberikan surat izin penelitian. Sesampainya di Kantor P2TP2A, peneliti melihat ada 2 staf perempuan yang standby di kantor. Peneliti berkenalan dengan mereka, keduanya yaitu bertugas sebagai Penerima Pengaduan. Staf Penerima Pengaduan bernama Bu Dini dan Bu Nur, yang keduanya memakai jilbab. Peneliti mengamati di ruang penerima pengaduan terdapat 1 meja, 4 kursi, jam dinding, meja komputer, komputer, dan lemari berkas. Peneliti mendengar dari Staf Penerima Pengaduan bahwa klien mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan. Apabila kekerasan yang diterima sangat parah dirujuk ke konselor hukum. Apabila korban (istri) masih ingin tetap bertahan artinya tidak ingin bercerai/melaporkan suami ke kepolisian, maka dirujuk ke konselor psikis. Peneliti menanyakan mengenai kasus KDRT yang dilaporkan ke P2TP2A. Peneliti mendengar dari Staf Penerima Pengaduan bahwa ada 2 kasus, yang pertama KDRT yang dialami seorang Ibu dimana si suami mempunyai wanita idaman lain. Ibu ini mempunyai 3 orang anak (anak pertama berusia 23 tahun, dan anak terakhir masih SD), semua anaknya memihak ke suaminya, dan pada 18 Februari 2015 nanti baru mau datang langsung ke kantor. Kasus kedua yaitu KDRT yang dialami seorang ibu yang dipukuli anaknya. Tetapi anaknya juga mengalami kekerasan berupa psikis akibat perceraian kedua orangtuanya. Setelah beberapa lama berbincang-bincang, peneliti berpamitan.
105
Hari, Tanggal : Rabu, 18 Februari 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Hari ini peneliti datang ke kantor P2TP2A sekitar pukul 10.00 WIB, peneliti melihat hanya ada 1 Staf Penerima Pengaduan yaitu Bu Dini yang duduk di ruang penerima pengaduan. Peneliti mendengar dari Bu Dini bahwa di P2TP2A konselor perkawinan yaitu Bu Tati, konselor hukum yaitu Pak Rizky yang datang setiap hari Rabu, konselor psikis yaitu Bu Wenny, Pak Iqbal, dan Bu Zeezee (1 tim), konselor medis itu akan dirujuk ke rumah sakit, dan konselor rehabilitasi sosial akan dirujuk ke Dinas Sosial. Sekitar pukul 11.00 datang seorang laki-laki ke kantor P2TP2A, peneliti berkenalan dengan Beliau yaitu Pak Rizky, Konselor Hukum yang memang jadwalnya setiap hari Rabu. Peneliti melihat Bu Dini menelepon klien yang sudah dijanjikan untuk konsultasi dengan konselor hukum, tetapi peneliti mendengar bahwa klien sedang ada diluar kota dan tidak bisa datang ke kantor dan Bu Dini memberitahu klien untuk datang Rabu depannya. Peneliti melihat ada ruangan khusus untuk konselor hukum yaitu ruang konsultasi. Peneliti melihat didalamnya ada meja, kursi, jam dinding, dan AC. Peneliti mengamati hari ini tidak ada klien yang datang melapor. Selain ruang konsultasi, peneliti melihat satu ruangan yang terdapat kasur, lemari, perlengkapan sholat. Peneliti mendapat informasi dari Bu Dini bahwa Kantor P2TP2A berfungsi juga sebagai rumah aman (shelter) bagi klien yang membutuhkan perlindungan. Peneliti melihat di Kantor P2TP2A selain sarana rumah aman, terdapat juga kulkas, dapur (lengkap dengan peralatan masak), dan toilet, terdapat juga ruangan yang cukup luas, didalamnya ada 2 rak berisi buku-buku, yang satu tertutup ada kacanya, yang satu lagi tidak, ada lemari penyimpanan berkasberkas, meja dan kursi, sofa, televisi, dan kipas angin. Peneliti mendengarkan ketika Bu Dini dan Pak Rizky membicarakan klien yang tidak jadi datang, dan membicarakan kasus lainnya di ruang konsultasi.
106
Hari, Tanggal : Rabu, 25 Februari 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Peneliti melihat ada 2 Staf Penerima Pengaduan yang standby di kantor yaitu Bu Dini dan Bu Nur sedang berada di ruang besar, Konselor Hukum berada di Ruang Konsultasi, dan peneliti duduk menunggu di ruang penerima pengaduan. Peneliti menyaksikan Pukul 10.10 WIB seorang perempuan datang ke kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan untuk melapor. Peneliti mendengar Klien Windu kasusnya adalah KDRT yang datang atas rujukan dari Komnas Perempuan. Klien Windu datang sendiri menggunakan mobil pribadi yang diparkir di halaman depan kantor. Peneliti mengamati Klien Windu keturunan Cina, berkulit putih, tinggi, rambut pendek dan menggunakan kacamata. Peneliti menyaksikan Bu Dini dan Bu Nur mempersilahkan Klien Windu duduk dan memberi formulir kepada Klien Windu lalu Klien Windu mengisi formulir pelaporan berupa identitas diri, identitas pelaku, kronologi kejadian, pelayanan yang diharapkan dipandu oleh Bu Dini dan Bu Nur (Staf Penerima Pengaduan). Klien Windu duduk berhadapan dengan Staf Penerima Pengaduan dan peneliti duduk disamping Klien Windu. Peneliti mendengar Klien Windu sambil mengisi formulir pengaduan (Klien Windu berusia 42 Tahun dan bekerja sebagai karyawan) menceritakan kronologi kejadian KDRT yang menimpanya kepada Staf Penerima Pengaduan. Klien Windu bercerita bahwa dia mengetahui suaminya punya selingkuhan. Lalu Klien Windu mengadu ke mertuanya (ibu pelaku) dan ibu pelaku menegor pelaku via telepon. Pelaku tidak suka ditegor oleh ibunya. KDRT yang menimpa Klien Windu terjadi pada 22 Juni 2014 pukul 01.00 WIB dini hari, Klien Windu dibekap oleh suaminya yang mengakibatkan bibir bawah dan lengan kirinya memar. Selain mengalami kekerasan fisik, Klien Windu mengalami kekerasan psikis juga berupa ancaman dan caci maki, pengusiran, dan penelantaran (pelaku yang berstatus masih suami sewaktu itu tidak mau membayar tagihan kartu kredit atas nama Klien Windu). Klien Windu ingin mengurus surat cerai, disarankan oleh pengacaranya untuk mengambil dokumen-dokumen. Klien Windu malah dilaporkan balik oleh suaminya karena KDRT (mencakar suami) dan pencurian dokumen (ketika suami Klien Windu sedang membutuhkan dokumen untuk mengurus paspor/visa yang mati untuk digunakan pergi ke Singapura mengantar ibunya yang sakit). Klien Windu beralasan mencakar suaminya untuk membela diri dan mengambil dokumen untuk mengurus surat cerai. Staf Penerima Pengaduan menanyakan Klien Windu menginginkan bantuan apa dan Klien Windu mengisinya dengan perlindungan hukum. Setelah selesai mengisi formulir pengaduan, Staf Penerima Pengaduan mempersilahkan Klien Windu untuk konsultasi ke konselor hukum. Sebelumnya peneliti melihat Staf Penerima Pengaduan memberikan berkas yang sudah diisi Klien Windu ke Konselor Hukum. Peneliti mengamati Klien Windu konsultasi dengan konselor
107
hukum sekitar 30 menit, lalu berpamitan. Peneliti menanyakan kepada Konselor Hukum bagaimana menangani kasus Klien Windu dan Konselor Hukum menjelaskan bahwa Klien Windu sudah mempunyai pengacara sendiri, jadi Konselor Hukum P2TP2A hanya sebatas memberikan konsultasi untuk langkah-langkah berikutnya. Selama Klien Windu berkonsultasi dengan Konselor Hukum, sekitar pukul 10.40 WIB datang lagi klien, seorang Ibu tua (Klien Warni) yang memakai jilbab dan terlihat kurus. Peneliti melihat dan mendengar bahwa Klien Warni diantar oleh seorang anak muda yang ternyata anak Pak RT. Peneliti diberitahu oleh Staf Penerima Pengaduan bahwa Klien Warni ini sebelumnya menelepon ke kantor dan baru hari ini bisa datang ke kantor (lihat observasi tanggal 16 Februari 2015). Kasus Klien Warni yaitu KDRT. Peneliti menyaksikan, Staf Penerima Pengaduan mempersilahkan Klien Warni duduk sambil menanyakan kabar. Peneliti mengamati proses pealayanannya sama yaitu Staf Penerima Pengaduan memberikan formulir pengaduan dan Klien Warni mengisi formulir pengaduan berupa identitas diri, identitas pelaku, kronologi kejadian, pelayanan yang diharapkan dipandu oleh Staf Penerima Pengaduan. Posisi duduknya sama yaitu Klien Warni duduk berhadapan dengan Staf Penerima Pengaduan dan peneliti duduk disamping Klien Warni. Peneliti mendengar Klien Warni mengisi formulir pengaduan sambil menceritakan masalahnya kepada Staf Penerima Pengaduan. Klien Warni menceritakan kronologi kasusnya, tahun 2008 Klien Warni mengetahui suaminya mempunyai wanita idaman lain (WIL). Pada tahun 2013 suami menalak Klien Warni karena si WIL sudah menceraikan suaminya jadi Klien Warni digantung statusnya oleh suami selama 5 tahun. Klien Warni diusir dari rumah dan diancam mau ditebas lehernya oleh suami, sekarang Klien Warni tinggal di rumah kakaknya. Mobil Klien Warni dirampas suaminya di tempat umum, menurut pengakuan Klien Warni suami bertindak tidak wajar. Klien Warni sudah tidak diberi gaji selama 2 tahun. Klien Warni menginginkan pelayanan berupa bantuan dan perlindungan hukum karena ingin pulang ke rumahnya dengan aman dan menginginkan anaknya (ketiga anaknya membela suami dengan istri baru suami). Kepada Staf Penerima Pengaduan dan peneliti, Klien Warni menunjukkan foto suami dan ketiga anak laki-lakinya bersama istri baru suaminya dan anak-anaknya. Setelah selesai mengisi formulir pengaduan, peneliti melihat Staf Penerima Pengaduan memberikan berkas kepada Konselor Hukum. Lalu Klien Warni dipersilahkan konsultasi langsung ke Konselor Hukum. Peneliti mengikuti Klien Warni masuk ke ruang konsultasi dan meminta izin kepada Klien Warni dan Konselor Hukum untuk ikut dalam proses konsultasi dan diperbolehkan. Peneliti menyaksikan Konselor Hukum menanyakan kronologi kasusnya, Klien Warni menjelaskan seperti yang tadi Klien Warni ceritakan kepada Staf Penerima Pengaduan, lalu
108
Konselor Hukum memberi saran untuk masalah Klien Warni. Karena Klien Warni belum bercerai dengan suaminya, Klien Warni bisa melaporkan suami sudah bertindak zinah dan menuntut gaji suami 1/3 untuk Klien Warni dan 1/3 untuk anak. Konselor Hukum memberi saran bahwa mantan suami WIL bisa menjadi saksi, Klien Warni tidak diberi nafkah sudah 2 tahun bisa digugat secara perdata. Konselor Hukum juga menyarankan kepada Klien Warni bisa menulis surat ke Dinas Pendidikan (karena suami PNS) apakah nanti dari instansi si suami bisa dipecat, diturunkan jabatan atau mutasi. Keputusan semua ada di tangan Klien Warni apakah mau menggugat secara pidana (karena suami berzinah) atau perdata (tidak diberi nafkah sudah 2 tahun). Peneliti melihat Klien Warni terlihat bingung dan labil, pertama menjawab mau menggugat secara pidana lalu kemudian berubah menjadi perdata, dan berubah lagi menjadi pidana. Akhirnya Konselor Hukum menyarankan agar Klien Warni merundingkan dulu dengan pihak keluarga baiknya bagaimana. Peneliti mengamati bahwa Klien Warni berkonsultasi sekitar 1 jam lebih. Setelah itu Klien Warni berpamitan.
109
Hari, Tanggal : Rabu, 04 Maret 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Peneliti datang ke P2TP2A sekitar pukul 10.15 WIB ternyata gerbang masih di kunci. Pukul 11.00 WIB peneliti kembali ke Kantor P2TP2A ternyata sudah buka, dan mengobrol dengan Bu Dini bahwa tadi Bu Dini dan Bu Nur sedang mengambil berkas di Rumah Konseling jadi mereka baru sampai pukul 10.40 WIB. Peneliti diberitahu oleh Staf Penerima Pengaduan bahwa ada klien yang akan datang, tetapi setelah Bu Dini mengkonfirmasi ke klien, klien tidak jadi datang. Peneliti mengamati hanya ada 2 Staf Penerima Pengaduan yang standby di kantor yaitu Bu Dini dan Bu Nur. Peneliti mengamati ketika tidak ada klien yang datang, maka Staf hanya standby di kantor sampai jam tutup kantor.
110
Hari, Tanggal : Senin, 09 Maret 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Peneliti datang ke Kantor P2TP2A pukul 10.15 WIB, peneliti melihat hanya ada 1 Staf Penerima Pengaduan yaitu Bu Nur, sementara Bu Dini sedang pergi keluar mengurus sesuatu. Peneliti mengamati Bu Nur sedang membuat laporan di ruang besar. Peneliti mengamati hari ini tidak ada klien yang datang melapor. Peneliti mendengar dari Bu Nur bahwa pengurus P2TP2A adalah sukarelawan, para pengurus tidak diberi gaji, kecuali Staf Penerima Pengaduan dan Konselor Hukum.
111
Hari, Tanggal : Selasa, 10 Maret 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Peneliti datang ke Kantor P2TP2A pukul 11.00 WIB dan melihat ada 2 Staf Penerima Pengaduan yang standby di kantor yaitu Bu Dini dan Bu Nur yang duduk di ruang besar. Bu Nur sedang menerjakan laporan dan Bu Dini duduk berhadapan dengan Bu Nur. Peneliti duduk disamping Bu Dini dan mendengar percakapan Bu Dini dan Bu Nur yaitu untuk klien yang membutuhkan bantuan hukum, konselor hukum P2TP2A hanya memberikan konsultasi kepada klien untuk langkah-langkah berikutnya. Jadi misalnya dalam pengadilan, konselor hukum P2TP2A bertindak bukan sebagai pengacara klien tetapi hanya mendampingi klien (menyimak proses di pengadilan untuk selanjutnya bisa memikirkan saran bagi klien dalam langkah berikutnya). Peneliti mendengar juga ada klien yang menelepon ingin konsultasi psikologis minggu ini tetapi karena jadwal untuk konsultasi psikologis minggu ini sudah penuh, klien tersebut dijadwalkan oleh Bu Dini untuk minggu berikutnya. Karena untuk konseling psikologis, seminggu dijadwalkan hanya 2 kali. Dari hasil pengamatan peneliti beberapa hari, di kantor P2TP2A ini kekurangan sumber daya manusia, karena yang standby di kantor hanya 2 orang staf setiap harinya (kecuali hari Rabu ada konselor hukum). Jadi ketika ada urusan seperti mengantar surat ke BPMPPKB dan mengurus keperluan lain, hanya satu orang yang ada di kantor bahkan pernah ketika 2 staf ini mengurus keperluan, kantor jadi tutup karena tidak ada yang jaga. Pukul 12.50 WIB peneliti melihat salah satu pengurus dari BPMPPKB yaitu Pak Hairul datang ke Kantor P2TP2A. Peneliti menyaksikan Staf Penerima Pengaduan berdiskusi dengan Pak Hairul tentang siapa pengurus mewakili P2TP2A yang akan menghadiri acara dari BPMPPKB mengenai pelatihan pengaduan (P2TP2A mendapat undangan dari BPMPPKB). Peneliti melihat Bu Dini sedang menghubungi/memberitahu pengurus untuk datang ke acara tersebut. Pak Hairul menyuruh Bu Dini untuk mengajak peneliti ke acara pelatihan pengaduan tersebut dan peneliti mengiyakan. Hari ini peneliti mengamati tidak ada klien yang datang untuk melapor.
112
Hari, Tanggal : Rabu, 11 Maret 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Hari ini kantor tutup karena P2TP2A diundang oleh BPMPPKB menghadiri acara Pelatihan Petugas Pelayanan Pengaduan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak di Telaga Seafood Restaurant, BSD. Peneliti diajak menghadiri acara ini yang dimulai pukul 09.00 WIB. Peneliti menyaksikan dalam acara itu, narasumbernya yaitu Bu Listya, S.Sos, MKM Kabid Pemberdayaan Perempuan BPMPPKB, Pak Sudarmaji, S.E perwakilan dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Dra. Diana Mutiah, M.Si salah satu pengurus P2TP2A Kota Tangerang Selatan. Dalam acara ini, yang hadir ada perwakilan dari kepolisian, puskesmas, dan lembaga lain yang bergerak di bidang penanganan tindak kekerasan. Secara garis besar, acara ini membahas mengenai kasus KDRT dan cara penanganannya. Peneliti mendengar Bu Dini memberitahu Pak Rizky (konselor hukum) bahwa di kantor tidak ada orang karena sedang menghadiri acara BPMPPKB. Acara ini selesai sekitar pukul 12.00 WIB dilanjutkan makan siang bersama.
113
Hari, Tanggal : Kamis, 12 Maret 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Peneliti datang ke kantor dan melihat ada 2 Staf Penerima Pengaduan yang standby di kantor yaitu Bu Dini dan Bu Nur sedang duduk di ruang penerimaan pengaduan. Peneliti menyaksikan pukul 12.18 WIB datanglah seorang ibu dan bapak tua yang ternyata adalah orang tua dari seorang klien yaitu Ibu R. Peneliti mengamati Orang tua Ibu R ini menanyakan kepada Staf Penerima Pengaduan mengenai kelanjutan kasus anaknya tersebut. Staf Penerima Pengaduan menjelaskan bahwa apabila Ibu R ingin menggugat suaminya, pihak P2TP2A akan melakukan tahap mediasi terlebih dahulu. Jadi klien yang melapor akan dipertemukan dengan pihak yang dilaporkan, yang menjadi mediator bisa pengurus atau konselor hukum. Peneliti melihat Staf Penerima Pengaduan menjelaskan kepada orangtua Ibu R bahwa harus memastikan dahulu apa yang klien inginkan, apakah cerai atau rujuk harus dipikirkan dengan matang oleh klien. Apabila klien membutuhkan konseling akan dirujuk ke konselor. Peneliti mendengar dari hasil pembicaraan Staf Penerima Pengaduan dengan orang tua Ibu R, proses yang dilayani P2TP2A yaitu pertama, klien melaporkan kasusnya ke staf penerima pengaduan, setelah itu dari hasil wawancara staf dengan klien, klien membutuhkan layanan apa akan dirujuk ke konselor yang klien butuhkan. Peneliti mengamati karena orang tua Ibu R menanyakan kelanjutan kasus anaknya, maka Staf Penerima Pengaduan menelepon Ibu R untuk memastikan apa yang klien inginkan. Peneliti mendengar Bu Dini yang menelepon Ibu R mengatakan kepada orangtua Ibu R bahwa Ibu R masih bingung mau dipertahankan atau bercerai. Bu Dini juga memberitahu bahwa Ibu R ini takut suaminya mengetahui kalau Ibu R mendapat telepon dari P2TP2A, makanya Ibu R mencari waktu ketika suaminya sedang tidak ada baru bisa menelepon atau menerima telepon. Setelah beberapa lama, orangtua Ibu R berpamitan untuk pulang ke Bandung. Sore harinya sekitar pukul 15.00 WIB, peneliti mengikuti Bu Dini dan Bu Nur yang akan menjemput klien (A, kelas 2 SMP) untuk konseling dengan konselor psikis di Rumah Konseling. Peneliti mendengar dari Bu Dini bahwa A ini seorang anak yang meng-KDRT ibunya tetapi A juga mengalami kekerasan secara psikis akibat orangtuanya yang bercerai (lihat observasi tanggal 16 Februari 2015). Sebelum ke rumah A, Staf Penerima Pengaduan melapor dulu ke rumah Rtnya, setelah itu baru ke rumah A dan bertemu Ibunya A yang sedang menjaga warung. Setelah cukup lama menunggu A, kami semua menuju ke Rumah Konseling (A dibonceng oleh temannya), sesampainya disana kami bertemu dengan Ibu Wenny (Konselor Psikis). Peneliti mengamati konseling berlangsung sekitar 1,5 jam. Staf Penerima Pengaduan dan peneliti menunggu diluar ruangan sampai si A selesai konseling.
114
Hari, Tanggal : Rabu, 25 Maret 2015 Tempat : Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Observasi : Peneliti datang ke Kantor P2TP2A dan mengamati ternyata selain Bu Dini dan Bu Nur ada klien yaitu Wilis sedang duduk berkumpul di ruang besar, sementara Konselor Hukum berada di ruang konsultasi. Peneliti mendengar Klien Wilis tinggal di rumah aman (shelter) sejak hari senin sampai sekarang. Klien merupakan korban KDRT yang mendapat kekerasan dari suaminya, melapor sejak awal tahun 2015. Peneliti berkesempatan mewawancarai Klien Wilis. Beliau bercerita sudah tiga hari tinggal di rumah aman P2TP2A. Klien Wilis pergi meninggalkan rumah alasannya karena sudah tidak tahan dengan perilaku suaminya karena dia mendapatkan perlakuan KDRT sejak baru menikah dan sekarang sudah berlangsung selama 4 tahun. Klien Wilis selama ini sudah mencoba bertahan karena sayang dengan suaminya dan anaknya yang sudah berusia 3 tahun. Suami Klien Wilis ini adalah suami kedua klien. Klien Wilis bercerita bahwa dia tidak boleh melakukan kesalahan, jika melakukan kesalahan akan dipukul suaminya. Contohnya ketika si suami sedang di kamar mandi lalu terpeleset maka akan menyalahkan Klien Wilis bahwa Klien Wilis tidak membersihkan kamar mandi makanya lantai licin. Tetapi setelah memukul Klien Wilis lalu si suami akan memanjakan Klien Wilis itulah yang membuat Klien Wilis luluh dan bertahan dengan perlakuan suaminya. Dari penuturan Klien Wilis bahwa dia sudah beberapa kali konseling ke konselor psikis, mengonsultasikan masalahnya. Sekarang karena memang hari Rabu, Klien Wilis akan mengonsultasikan masalahnya ke konselor hukum mengenai tindakan hukum yang harus dilakukan agar dapat bercerai dengan suaminya karena keputusan Klien Wilis sudah bulat. Peneliti mengamati sekitar pukul 13.30 WIB Klien Wilis berkonsultasi dengan konselor hukum di ruang konsultasi. Setelah beberapa lama, konselor hukum memanggil Bu Dini dan Bu Nur untuk merundingkan kasus Klien Wilis, dan peneliti juga diajak untuk ikut. Peneliti menyaksikan di ruang konsultasi, konselor hukum menanyakan kepada Bu Dini dan Bu Nur siapa yang akan datang mewakili P2TP2A karena Klien Wilis sudah meminta bantuan Pak Lurah untuk mengumpulkan keluarganya dan keluarga suami untuk menandatangani surat cerai. Peneliti mendengar Bu Dini mengatakan akan menghubungi pengurus yang bisa datang pada acara pertemuan tersebut. Peneliti melihat Konselor Hukum, Klien Wilis, dan Staf Penerima Pengaduan sedang berunding dan memperoleh kesepakatan bahwa nanti Pengurus diusahakan yang perempuan karena Konselor Hukum berpendapat kalau laki-laki takut ada permasalahan baru. Peneliti mendengar dari Klien Wilis bahwa pertemuan akan dilaksanakan pada Jum’at, 27 Maret 2015 di kelurahan Sawah Lama.
PEDOMAN WAWANCARA Untuk Ketua, Pengurus dan Staf Penerima Pengaduan P2TP2A Kota Tangerang Selatan
Hari, Tanggal Wawancara : Waktu Wawancara
:
Tempat Wawancara
:
Nama Informan
:
Jabatan
:
Pertanyaan Wawancara
:
1. Program pelayanan apa saja yang ada di P2TP2A Kota Tangerang Selatan bagi klien/korban KDRT? 2. Apakah tujuan dari program pelayanan tersebut? 3. Bagaimana peran P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam pelayanan medis, hukum, dan psikis bagi klien/korban KDRT? 4. Bagaimana mengembalikan keberfungsian sosial klien/korban KDRT? 5. Bagaimana mempertahankan keberfungsian sosial klien/korban KDRT? 6. Bagaimana meningkatkan keberfungsian sosial klien/korban KDRT? 7. Bagaimana alur/proses pelayanan P2TP2A Kota Tangerang Selatan terhadap klien/korban KDRT? 8. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam memberikan pelayanan bagi klien/korban KDRT dan bagaimana cara mengatasinya? 9. Upaya apa saja yang dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah KDRT?
114
115
PEDOMAN WAWANCARA Untuk Konselor P2TP2A Kota Tangerang Selatan
Hari, Tanggal Wawancara : Waktu Wawancara
:
Tempat Wawancara
:
Nama Informan
:
Jabatan
:
Pertanyaan Wawancara
:
1. Program pelayanan apa saja yang ada di P2TP2A Kota Tangerang Selatan bagi klien/korban KDRT? 2. Bagaimana tahapan dalam konseling bagi klien/korban KDRT? 3. Apa tujuan dari konseling tersebut? 4. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan agar konseling dapat berjalan dengan efektif? 5. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam memberikan pelayanan bagi klien/korban KDRT dan bagaimana cara mengatasinya? 6. Upaya apa saja yang dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah KDRT?
116
PEDOMAN WAWANCARA Untuk Korban KDRT di P2TP2A Kota Tangerang Selatan
Hari, Tanggal Wawancara : Waktu Wawancara
:
Tempat Wawancara
:
Nama Informan
:
Jabatan
:
Pertanyaan Wawancara
:
1. Bagaimana kronologi kejadian KDRT yang Ibu alami? 2. Bentuk-bentuk kekerasan apa saja yang Ibu alami? 3. Apa yang menyebabkan Ibu menerima tindakan kekerasan dari suami? 4. Bagaimana alur/proses pelayanan yang P2TP2A Kota Tangerang Selatan lakukan setelah Ibu datang? 5. Upaya apa saja yang dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan dalam mengatasi masalah KDRT yang Ibu alami? 6. Manfaat apa yang Ibu rasakan setelah mendapat pelayanan dari P2TP2A Kota Tangerang Selatan? 7. Berapa lama proses pelayanan berlangsung?
Lampiran II TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara Nama Informan Jabatan No. Pertanyaan 1. Bagaimana cara klien mengetahui informasi mengenai P2TP2A Kota Tangsel?
2.
Setelah klien mengetahui informasi tersebut, lalu klien melapor itu bagaimana Mba prosesnya?
3.
Setelah klien menelepon lalu tindak lanjutnya bagaimana Mba?
4.
Kasus apa saja yang ditangani oleh P2TP2A Kota Tangsel Mba?
5.
Untuk kasus KDRT sendiri itu persentasenya berapa Mba dalam waktu setahun?
: : : : :
Rabu, 18 Maret 2015 Pukul 10.00 WIB Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Dini Kurnia, S.Si Staf Penerima Pengaduan
Jawaban Biasanya kalau klien itu mengetahuinya bisa dari facebook, kita kan punya facebook yaa.. trus bisa juga dari info website, tapi kita belum punya website yaah tapi ada website dari P2TP2A lain, biasanya juga dapat rujukan, rujukan bisa dari Komnas Perempuan, KPAI, P2TP2A di kota atau provinsi lain, terus bisa juga dari PPT, Satgas, atau relawan-relawan yang pernah mengikuti sosialisasi P2TP2A. Nah kalau klien sudah tau infonya, “saya bisa kemana, saya bisa menghubungi siapa, alamatnya dimana”. Nah biasanya kalau mereka sudah mengetahui contact personnya entah itu nomor kantor atau nomor petugasnya, mereka langsung menghubungi dulu sebelum datang ke kantor kami. Karena biasanya klien ngga langsung datang, ada yang menanyakan informasi mengenai jam kerja kantor, layanan kantor, ada juga yang memang mereka bentrok dengan aktivitas mereka gitu. Jadi kalau klien telpon kita terima, kita tanya identitasnya trus juga keperluannya apa, permasalahannya apa. Kita menerima pengaduan itu sesuai pelaporan jadi kalau tidak ada pelaporan, tidak ada pengaduan kita tidak bisa terima. P2TP2A ini kan bergerak dalam perlindungan perempuan dan anak. Nah semua jenis kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak entah itu KDRT (bisa fisik, psikis), bisa juga berupa kekerasan seksual, penelantaran, eksploitasi, trus juga perdagangan orang atau trafficking. Nah trafficking ini sih yang masih susah ditembus oleh kita. Untuk tahun 2013 KDRT bisa mencapai 80 %, tahun 2014 sebesar 60 %, 40 % nya kekerasan seksual terhadap anak.
117
118
No. Pertanyaan 6. Apakah P2TP2A Kota Tangsel menjalin kerjasama dengan lembaga lain dalam memberikan pelayanan bagi korban? 7. Apa saja bentuk pelayanan yang diberikan P2TP2A Kota Tangsel dalam membantu perempuan korban KDRT?
Jawaban Ooh iyaa, P2TP2A bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum Paham dan Lembaga untuk bidang konsultasi psikologi yaitu Rumah Konseling.
Kalau pelayanan KDRT misalkan dia kekerasan fisik nih, tiba-tiba datang, melapor, mengadu nah kita terima dulu, kita tenangkan dulu, kita liat orangnya apa datangnya sambil menangis, atau luka badannya lebam-lebam, kita terima dulu kita tenangkan si kliennya, kalau kondisi fisiknya lemah apa dia butuh makan, butuh istirahat itu kita utamakan dulu. Setelah klien ini keadaannya sudah bisa melakukan tahap berikutnya yaitu mengisi administrasi yang ada di P2TP2A baru kita tuntun untuk mengisi formulir. Karena itu kan utama juga untuk mengisi formulir pengaduan, karena itu bukti bahwa klien ini memang melapor ke P2TP2A dan memberikan kuasa kepada P2TP2A untuk menindaklanjuti kasusnya. Nah dari situ kalau memang keadaannya seperti yang tadi saya bilang, dia lebam-lebam semuanya nih habis dipukuli trus dia ingin melaporkan pelakunya, kita utamakan adalah visum, nah itu nanti akan jadi bukti otentik saat dia pelaporan di Kepolisian, kalau kasusnya ini ditindaklanjuti sampai ke tahap pengadilan. Nah itu kita harus segera karena kan kalau lebam itu bisa hilang jadi kita harus segera visum, nah visum ini ditanggung secara gratis oleh P2TP2A. Untuk melakukan visum ini, kita harus membuat keterangan lapor di kepolisian, kalau sudah ada keterangan dari kepolisian (surat pengantar dari kepolisian) baru pihak rumah sakit yang ditunjuk oleh kepolisian itu bisa memvisum, kalau tidak ada surat keterangan dari kepolisian itu tidak bisa dilanjut visumya.
119
No. Pertanyaan 8. Oh jadi pihak P2TP2A mendampingi klien untuk melapor ke kepolisian terlebih dulu setelah ada surat dari kepolisian baru merujuk ke rumah sakit yang ditunjuk. Untuk rumah sakitnya bisa rumah sakit mana aja ya Mba? 9. Setelah pihak P2TP2A mendampingi ke rumah sakit setelah itu sudah ada hasil visumnya lalu tindak lanjutnya bagaimana Mba? 10. Untuk jadwal konselingnya bagaimana Mba?
11.
Jawaban Rumah sakitnya sesuai dari kepolisian. Biasanya itu di RSUD. Karena Tangsel belum punya polres, biasanya untuk daerah Pamulang dan Ciputat masuk ke Jakarta Selatan, kalau Jakarta Selatan biasanya ke RS. Cipto atau RS. Fatmawati. Tapi kalau selain Pamulang dan Ciputat, untuk wilayah Tangsel seperti Setu, Serpong, Serpong Utara, Pondok Aren itu biasanya ke Polres Tigaraksa dari Polres Tigaraksa itu ke RSUD Balaraja. Namun, kalau misalkan kliennya ke Balaraja itu terlalu jauh dibanding ke RSUD Tangsel atau RS. Fatmawati tuh lebih dekat, nah dia minta rujukan ke polresnya Tindak lanjutnya klien akan diberikan penanganan selanjutnya misalkan kita liat klien ini apa kena kekerasan fisik juga, psikisnya terkena atau tidak, kalau memang psikisnya terkena kita rujuk ke psikolog, tapi kalau klien kuat tidak apa-apa kita lanjutkan proses hukumnya. Nah kita juga punya konselor hukum. Selanjutnya biar konselor hukum yang memberikan layanan. Iya dikoordinasikan lagi, jadi kita liat jadwal dari konselor dan klien. Kalau memang konselor bisa tapi klien tidak bisa ya itu tidak bisa terjadi, sebaliknya gitu. Jadi kita harus liat dua-duanya. Jadi ini tugas dari staf penerima pengaduan untuk mengkoordinasikan kepada konselor-konselor. Apa latar belakang Latar belakang dari program pelayanan itu yang dari program jelas ini kan kita tujuannya menciptakan keluarga pelayanan? yang samara (sakinah, mawaddah, warahmah) di Tangsel yaa. Intinya gitu kita berharap setiap masalah yang datang kesini itu dapat terselesaikan secara baik, baik untuk pihak pelapor maupun pihak terlapor. Jadi kalau memang masalah itu harus berujung misalkan kaya perpisahan atau si terlapor harus dipenjarakan tetap menjadi solusi yang terbaik dari klien yang masuk ke kita. Disini kita mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
120
No. Pertanyaan 12. Dalam pelayanan psikis, selain konseling psikologi layanan apa saja yang diberikan Mba?
13.
Dalam konseling, siapa saja yang terlibat selain klien dan konselor Mba?
14.
Kan saya baca juga ya Mba di brosur itu ada pelayanan rehabilitasi sosial, nah itu bagaimana Mba?
Jawaban Di P2TP2A selain pelayanan psikis dan hukum ada juga pelayanan medis seperti visum ke rumah sakit trus ada konseling perkawinan. Nah kalau perkawinan kita punya salah satu pengurus yang memang ahli di bidangnya. Jadi masalah rumah tangga, perkawinan itu ngga semuanya harus ke psikolog, ada hal-hal perkawinan yang masih bisa diselesaikan dengan konselor perkawinan, ya kan secara agama kita arahkan, menurut hukum-hukum agama seperti apa, memang dalam perkawinan selalu ada masalah sekecil apapun. Tapi untuk yang non-muslim kita belum ada, biasanya kita akan merujuk ke gereja mereka masing-masing. Oh ngga cuma kliennya aja, kita lihat apabila klien kita anak-anak tapi dia berhubungan dengan hukum itu harus didampingi orang tuanya, kita juga harus minta keterangan dari orang tua atau keluarganya. Trus sama kaya kasus psikologi nah itu dia juga harus didampingi orang tuanya, kita juga harus tanya yang berhubungan dengan dia siapa, ngga cuma kliennya aja yang kita konsultasikan tapi pelakunya juga. Jadi kita disini sebagai penengah ya netral, walaupun klien yang melapor, kita ngga sepenuhnya mencari kesalahan pelaku atau membenarkan klien itu. Nah kalau rehabilitasi sosial itu kita rujuk ke Dinas Sosial. Contohnya misalkan saat itu kita nerima kasus di Setu itu ada Ibu-ibu Tua dan Anak Muda, tapi kalau anak muda ini tidak bisa dimintai keterangannya karena kejiwaannya nah kita juga belum tau nih anak kenapa karena dimintai keterangannya berbeda-beda. Nah kalau yang ibuibu tua ini berdasarkan keterangannya, dia itu diturunkan oleh anaknya untuk mencari anaknya di daerah Serpong tapi ditinggalkan begitu aja, untungnya ibu ini punya identitas KTP tapi kalau anak muda engga ada. Lalu kita menghubungi Dinsos karena kita engga bisa kan menampung ini sampe berapa lama sedangkan untuk Dinsos kan ada tempat rehabilitasi sosialnya. Nah kita rujuk ke Dinsos nanti ada penanganan selanjutnya dari Dinsos entah itu dipulangkan ke tempat asalnya sesuai KTP atau yang satu lagi dirujuk ke pesantren atau panti lainnya. Walaupun kita punya shelter tapi kita punya batas waktu 3 hari 2 malam.
121
No. Pertanyaan 15. Biasanya proses pelayanan klien itu berlangsung berapa lama Mba?
16.
Kriteria apa saja yang dipakai untuk menentukan berhasil tidaknya upaya pelayanan yang dilakukan P2TP2A Mba?
17.
Kalau menurut Mba, apa hasil yang dicapai dan manfaat dari pelayanan terhadap korban KDRT?
18.
Apa faktor pendukung dan penghambat dalam memberikan pelayanan bagi korban KDRT?
Jawaban Hmm.. kita ngga bisa tentukan waktunya karena kan banyak faktor-faktor yang ngga bisa dalam waktu sebulan kita harus selesai, tapi ada juga yang kurang dari kurun waktu satu bulan itu sudah selesai. Cuma rata-rata ngga nyampe setahun ya mereka sudah selesai. Ngga mungkin lebih dari setahun, cuma ada satu dua orang yang lebih dari setahun itu karena dari kliennya ini yang susah. Hmm itu jatohnya kaya kita menganalisa kliennya yaa. Ini klien kenapa, masalahnya apa, dari situ awal yang menentukan ini klien akan dibawa kemana. Kalau dari situ kita tidak tau permasalahan klien, makanya kalau kliennya tidak terbuka kita kesulitan juga, kalau klien tidak mau cerita kita bingung klien ini butuh apa, mau kemana. Jadi kalau kita sudah tau masalah klien seperti ini berarti dia harus konsultasi ke hukum biar dia tidak salah jalan dalam menentukan jalur hukumnya. Nah dari situ InsyaAllah dari kasus-kasus yang ada saya rasa kasusnya bisa terselesaikan. Hasil yang dicapai buat klien contohnya tahun 2014 awal itu sudah ada klien yang rujuk Alhamdulillah. Dari pelayanan P2TP2A jadi dari klien-klien yang mengikuti saran dan klien-klien yang memang kooperatif trus klien-klien yang bisa berkomunikasi dengan baik itu Alhamdulillah kasusnya selesai, salah satu contohnya klien yang rujuk dengan suaminya dan saat ini mereka sudah tinggal bareng lagi. Kalau faktor pendukung misalkan kita melayani pengaduan itu klien yang kooperatif sama kita itu kita senang sekali jadi pelayanan klien pun bisa cepat. Pertama saat klien dihubungi mereka langsung kooperatif dan interaktif trus juga mereka langsung datang ke kantor jika diminta trus saat diberikan arahan mereka mengerti untuk arahannya dan melaksanakan. Jadi masalah klien bisa cepat ada win-win solutionnya. Tapi kalau penghambatnya ya kebalikan dari yang tadi, pertama kliennya itu sulit dihubungi, kedua tidak kooperatif, yang ketiga juga saat klien sudah dijadwalkan dengan konselor, klien tidak datang. Nah itu yang menjadi penghambat salah satunya.
122
No. Pertanyaan 19. Sarana dan prasarana apa saja yang disediakan P2TP2A Kota Tangsel bagi korban KDRT?
20.
21.
Jawaban Selain shelter yaa, kalau untuk kendaraan operasional kita belum ada tapi kita sudah mengajukan trus kita juga punya ruang pelayanan pengaduan, ruang konsultasi. Meskipun kita belum punya kendaraan operasional, tapi kita tetep bisa mengusahakan membawa klien ke tempat rujukan. Contoh misalkan kita harus ke polres atau visum tetap ada kendaraan operasional yang kita usahakan untuk klien. Bisa dari kendaraan ketua, pengurus, atau badan pusat. Berarti diperoleh dari Dari pemerintah, makanya yang melapor kesini itu mana dana untuk gratis. pelayanan bagi korban KDRT Mba? Upaya apa saja yang Pertama, kita sudah melakukan sosialisasi bahwa dilakukan P2TP2A ada P2TP2A, sosialisasi bahwa KDRT itu Kota Tangsel dalam bentuknya seperti apa saja, sosialisasi kalau pelakumengatasi masalah pelaku KDRT itu bisa kena hukuman apa aja trus KDRT? juga selain sosialisasi, sebagai pengurus atau semua yang ikut dalam P2TP2A ini di lingkungan terdekat deh seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekitar kita melakukan sosialisasi secara pribadi. Jadi dimanapun kita berada melihat tindakan yang memang itu bersifat KDRT dan kita tau apa itu KDRT kita wajib memberi tau bukan menutup sebelah mata lagi. Paling tidak kita memberi tau tindakan itu salah. Sosialisasinya seperti kita melakukan kegiatankegiatan trus juga kita mengikuti kegiatan juga. Contohnya kita diundang ada acara trus kita mohon izin untuk membuka stand seperti tempo hari di Kelurahan Sawah itu kita izin untuk buka stand, dan ada program dari kita juga untuk sosialisasi misalnya ke Ibu-ibu PKK. Memperkenalkan tentang P2TP2A, apabila ada masalah yang tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan secara internal terhadap pasangan, ibu bisa ke P2TP2A, curhat nanti kita akan terima. Selain sosialisasi, upaya yang kita lakukan ya kita memberi pelayanan, pelayanan KDRT untuk mengatasi masalahnya entah itu pelayanan hukum, pelayanan psikologi, pelayanan konsultasi perkawinan, pelayanan medis. Penyelesaiannya tercipta sesuai sama visi misi P2TP2A.
123
Lampiran III TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara Nama Informan Jabatan No. Pertanyaan 1. Bagaimana alur pelayanan P2TP2A Kota Tangsel terhadap korban KDRT untuk pelayanan hukum Mas?
2.
Biasanya korban KDRT yang melapor mengalami kekerasan ganda atau bagaimana Mas?
3.
Dari pelayanan hukum bagi perempuan korban KDRT yang ada di P2TP2A Kota Tangsel selain konseling apa yang diberikan Mas?
: : : : :
Rabu, 18 Maret 2015 Pukul 11.00 WIB Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan Rizky Dwi Pradana, S.H.I Konselor Hukum
Jawaban Setelah diterima dari bagian penerimaan klien nanti ada tahapan verifikasi oleh petugas penerima klien jadi mana yang kemudian perlu untuk ditindaklanjuti dalam hal ini dari segi hukum tentunya karena saya kan konsultan hukum di P2TP2A. Nah dari situ nanti saya coba lihat, saya pelajari berkas yang sudah dari alur pertama penerimaan klien, lalu nanti dari saya melihat apa yang diinginkan oleh klien. Saya lihat posisi kasusnya dulu, perkaranya seperti apa, dan bagaimana kemudian hal-hal terbaik yang bisa dilakukan oleh klien yang datang ke P2TP2A. Untuk korban KDRT sendiri terhitung sudah 3 bulan saya disini, ada belasan yang sudah datang berkonsultasi. Pengalaman yang kita terima disini sebenarnya macam-macam yaa namanya dalam rumah tangga. Kalau ditanya seperti itu biasanya lebih bisa fisik sama psikis. Psikis itu dia psikologinya terganggu misalnya ngga berani keluar rumah karena ada ancaman trus juga ngga boleh ketemu anaknya karena memang kondisinya sudah diusir dari rumah atau fisiknya ya pemukulan, ditendang, dipukul wajah atau sebagainya. Ya kalau dari P2TP2A untuk konselor hukum, kita sebenarnya ada juga tahap yang lebih tinggi dalam hal ini mungkin tahap pendampingan hukum. Pendampingan hukum itu misalnya kita lakukan di kantor kepolisian ada klien yang memang ingin melaporkan perbuatan pidana yang dilakukan suaminya atau pelaku yang melakukan KDRT. Nah sejauh ini seperti itu, kalau dalam hal pendampingan hukum yang lebih jauh lagi P2TP2A ngga punya wewenang. Dalam prosesnya biasanya kekerasan dalam rumah tangga itu masuk dalam kategori pidana, ketika dia ke pengadilan kasusnya itu sudah kewenangan atau tanggung jawab dari kepolisian dan kejaksaan. Nah terkait pendampingan hukum itu misalnya ada pelaporan
124
No.
Pertanyaan
4.
Tujuan dari konseling hukum itu sendiri apa Mas?
5.
Biasanya siapa saja yang terlibat dalam konseling Mas dan berapa lama proses konseling berlangsung?
Jawaban korban merasa dipukul, dianiaya sampai berdarah, pendampingan disini kita melaporkan ke kepolisian nanti diterima oleh Unit PA. Atau misalnya pelaku tidak ingin dilaporkan oleh klien atau korban yang datang ke P2TP2A ya berarti kita usahakan untuk melakukan mediasi kekeluargaan gimana baiknya supaya tidak terjadi kembali. Kita siap untuk menjadi mediator seperti itu. Kita juga pernah memediasi antara klien dengan pihak yang berperkara dengan klien, misalnya waktu itu sekolah di BSD ada anak klien yang dikeluarkan dari sekolahan secara sepihak. Akhirnya kita melakukan mediasi disini kita berusaha yang terbaik untuk anak yaa karena masa depan. Tujuan dari konseling itu hmm klien di rumah ada masalah keluarga, ada masalah dengan suaminya ya macam-macam yaa lalu karena dia tidak tahu atau tidak mengerti bagaimana hal-hal yang harus dia lakukan akhirnya dia ke P2TP2A dalam hal ini P2TP2A itu kan ada beberapa bagian seperti konselor hukum, medis dan juga psikolog. Dalam hal ini biasanya untuk kekerasan itu memang ke hukum. Tujuan dari konsultasi itu yan memang karena klien tidak tahu apa yang harus dia lakukan ketika adanya pemukulan dari suaminya atau penganiayaan atau pengusiran apa yang harus dia lakukan secara hukum misalnya seperti itu. Yang pengalaman saya ada yang ditemani, ada juga yang sendiri. Sebenarnya ngga bisa ditentukan yaa karena memang terkadang saya juga siap atau menerima ada yang ingin konsultasi by phone, ada juga via whatsapp misalnya gitu. Kalau yang datang di P2TP2A sepertinya mungkin sekitar satu setengah jam atau satu jam sudah cukup sebenarnya untuk klien mengetahui apa yang harus dia lakukan terhadap permasalahan yang ada di rumah tangganya. Sejauh ini klien hanya datang sekali untuk konsultasi, dia menceritakan keadaan dia seperti apa, posisi dia bagaimana di keluarga lalu saya coba jelaskan secara hukum, secara aturan perundang-undangan bagaimana hal yang bisa dilakukan oleh klien atau korban, sejauh ini belum ada yang datang kembali dan beberapa kasus yang kita tangani itu berhasil. Misalnya pernah ada klien datang terkait kasus remaja yang hamil di luar nikah, dia datang trus cerita pengen tanggung
125
No.
Pertanyaan
6.
Hal-hal apa saja Mas yang harus diperhatikan agar konseling dapat berjalan dengan efektif?
7.
Apa yang menjadi kendala dalam upaya penanganan korban Mas?
8.
Bagaimana indikator berhasil atau tidaknya upaya pelayanan hukum korban?
Jawaban jawab tapi dilarang oleh orangtua atau keluarga pacarnya trus saya coba jelaskan posisi hukum bagaimana dan posisi dia ke depan seperti apa dan ya Alhamdulillah dapat kabar dari dia sudah bersedia orang tuanya dan akan dilaksanakan akad nikah sejauh ini seperti itu sih. Saya pikir yang penting itu kesediaan klien itu untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi gitu sesungguhnya karena terkadang kan ada klien, ini saya bicara sebagai lawyer, kadang klien itu kita bisa jadikan musuh utama karena ketika klien tidak mengucapkan dengan jujur dalam hal ini mereka berbohong, ketika kita mau melakukan pembelaan atau penyampaian pendapat hukum misalnya yang buat khawatir kita itu karena ada yang ditutuptutupi, ada yang tidak diungkapkan dengan sejujurnya. Saya pikir itu harus kesediaan klien untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi yang sesungguhnya tidak ditutup-tutupi dan dalam hal ini kan kita ingin memberikan yang terbaik bagi klien. Hmm saya pikir kalau misalnya ada yang tidak disampaikan dengan jujur, ada yang ditutup-tutupi itu malah mengkhawatirkan untuk kedepannya, dalam hal ini itu langkah yang kita lakukan untuk pembelaan korban atau klien ini malah salah atau membahayakan dia juga. Kita berharap semua yang disampaikan jujur, kita mendengar yang baik ketika disampaikan dengan jujur kita juga akan memberikan keterangan sejelas-jelasnya dalam hal ini mungkin kalau saya kan konsultan hukum jadi aturan hukum yang berlaku seperti apa, apa yang harus bisa dilakukan, langkah-langkah yang bisa dijalani. Kalau dibilang indikatornya, berhasil atau tidaknya sebenarnya ya harapan saya sebagai konsultan hukum di P2TP2A itu ya dilihat dari angka kejahatan dalam hal ini tindak pidana ya tidak tinggi di Tangsel dan juga korban atau klien yang datang ke P2TP2A itu ketika pertanyaan yang ditanyakan atau apa yang dia konsultasikan nah itu dapat terselesaikan gitu. Misalkan dengan memberi informasi suami saya sudah tidak begitu lagi (berbuat KDRT) setelah saya menyampaikan secara hukum seperti apa begitu.
126
No. Pertanyaan 9. Ada tidak faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelayanan hukum korban dan bagaimana cara mengatasinya?
Jawaban Kalau faktor pendukung sudah cukup dalam hal ini ruang konsultasi. Dan kalau faktor penghambat itu mungkin masuk dalam fasilitas kali ya, kalau misalnya ada kejadian pidana kekerasan dalam rumah tangga itu ada memang untuk wilayah Pamulang, Ciputat itu melapor ke Polres di Jakarta Selatan nah tapi untuk yang wilayah sekitar sini BSD, Muncul itu kita harus melapor ke daerah kabupaten itu Polres Tigaraksa. Sebenarnya kita butuh mobil kalau memang nanti ada klien atau korban yang ingin melaporkan, karena dari segi untuk sepeda motor itu lumayan jauh buat saya sebagai konselor hukum apabila ada klien yang ingin didampingi. Cara mengatasinya yang dilakukan mungkin kalau memang harus pelaporan itu di kantor polisi itu kita laksanakan ya saya harus tetap berangkat. Misalnya ada pengurus yang meminjamkan mobilnya atau bersedia mengantar kita untuk melakukan pendampingan karena memang tidak tersedianya fasilitas kendaraan.
127
Lampiran IV TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 19 Maret 2015 Waktu Wawancara : Pukul 12.50 WIB Tempat Wawancara : Rumah Konseling Nama Informan : Kisma Fawzea, S.Psi Jabatan : Konselor Psikis No. Pertanyaan 1. Bagaimana bentuk pelayanan psikis bagi perempuan korban KDRT?
Jawaban Pertama, kita disini kan rekanan ya dengan P2TP2A, jadi kami bukan staf. Kalau disini kami setiap kali ada korban yang datang untuk konseling yang di refer oleh petugas P2TP2A itu, kita langsung berikan pertama adalah bagaimana supaya menenangkan dia dulu, karena kebanyakan dalam kondisi yang sangat rapuh jadi mereka ada stres juga trus kemudian dalam kondisi ada marah, sedih, tertekan, dan ketakutan makanya pertama kita harus bikin mereka calm down dulu, kita pinjamkan telinga kita untuk mendengarkan mereka, apa yang mereka curahkan itu kita dengarkan kemudian setelah itu kita motivasi mereka, karena dalam kondisi tekanan yang sangat berat itu mereka kan jadi ngga punya percaya diri, mental mereka down dan juga jadi paranoid gitu mereka, kan kemanamana itu mereka ngga tau mesti kemana bicara karena KDRT itu kan ngga semudah untuk keluar dari kondisi itu kan. Jadi kita berikan motivasi ya sekedar untuk uplifting mental mereka kaya misalnya “Saya lihat ibu orang yang cerdas kok” atau “Ibu jangan takut” jadi memberikan motivasimotivasi seperti itu, kemudian baru setelah beberapa kali kita lihat mereka sudah mulai terbangun lah sedikit kepercayaan dirinya kemudian tidak ada lagi ketakutan, baru kita akan meminta mereka untuk ayo kita susun bagaimana nih rencana ke depannya, jadi ada step-stepnya. Jadi kita bikin mereka supaya berfikir logis, rasional karena dalam kondisi ketika mereka datang kesini kan emosional yaa, maunya nangis, maunya marah-marah tapi bingung, maunya melarikan diri kabur entah kemana pokoknya ngga mau lagi bersama dengan suaminya tapi disinilah kita memberikan mereka dukungan secara moril. Jadi kita ngga langsung tanya dan interogasi, pokoknya datang kesini terserah dia mau mencurahkan apa gitu ke kita.
128
No. Pertanyaan 2. Penanganan selanjutnya bagaimana setelah klien mencurahkan permasalahannya Mba?
3.
Berarti disini selain konseling pelayanan yang diberikan apa Mba?
4.
Berapa lama proses konseling berlangsung Mba?
Jawaban Yang jelas kita kembali lagi kerja sama dengan P2TP2A memberikan laporan-laporan, misalnya “Oh kondisi si A ini perlu pendampingan hukum juga karena kondisi keadaannya rumit misalnya ada anak yang harus dirujuk kemana dia hak asuhnya kemudian hartanya misalnya kalau nanti bercerai bagaimana harta gono gininya” Jadi tergantung dari permasalahan pribadi para korban itu, ada yang hanya sebatas pengen ketemu dengan kami, konseling gitu aja ngga perlu pendampingan hukum ada. Kami karena disini lembaga konseling ya hanya menyediakan konseling aja paling kalau misalnya ada kasus-kasus tertentu kaya ketergantungan obat misalnya orang/korban yang datang itu depresi dan membutuhkan penanganan psikiater ya kita refer ke mereka. Jadi disini kita selagi dia masih bisa kita ajak bicara, bisa kita ajak rasional yaa disinilah tempatnya. Mungkin ya pertama itu tadi satu kali pertemuan itu kita hanya mendengarkan aja dari dia dulu, si korban pokoknya full kita biarkan mereka mencurahkan perasaannya, membuka apa saja yang menjadi ganjalannya karena KDRT itu kan mereka biasanya menutup diri bahkan kepada keluarganya pun mereka kebanyakan ngga menceritakan bahwasannya rumah tangganya itu penuh dengan kekerasan. Habis dipukul itu biasanya mereka menutup diri karna malu jadi disini semuanya dibuka tapi sesuai dengan kenyamanan korban yaa. Nah dan itu biasanya butuh satu kali sesi pertemuan. Kita nih satu sesi itu 90 menit dan itu mereka curahkanlah semua perasaannya, nangisnangislah kemudian kemarahan diluapkan saat itu kemudian selanjutnya kalau kita sudah sepakat dengan mereka oke untuk hari ini kita hanya mendengarkan yaa, mendengarkan curhatanlah istilahnya, nah selanjutnya kita mulai melihat masalah ini supaya lebih rasional lagi. Kalau kemaren kan masih emosional, masih dikuasai dengan perasaan-perasaan. Untuk selanjutkan kita mulai melihat masalahnya dimana sih sebenernya, trus solusi-solusinya apa, kemudian kalau itu hanya di sesi kedua itu juga motivasi-motivasi yang kita berikan. Jadi ngga mesti tiga sesi atau tiga kali pertemuan tapi bisa jadi hanya dua kali aja atau bahkan sekali aja bisa. Kita sih biasanya setiap sesi
129
No.
Pertanyaan
5.
Berarti yang terlibat dalam konseling hanya klien dengan psikolog Mba?
6.
Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan agar konseling dapat berjalan dengan efektif?
Jawaban sebelum kita pamitan yaa sebelum ditutup kita menganjurkan mereka kalau next week bisa ngga datang lagi gitu supaya kita akan bicarakan hal yang ini misalnya. Jadi ya tergantung kemauan mereka juga sih sebenernya, meskipun kita anjurkan mereka untuk datang tapi merekanya ngga mau lagi misalnya atau mereka kebanyakan sih lost contact atau bisa jadi karena dianiaya suaminya juga yang lebih parah lagi akhirnya mereka ngga bisa keluar sama sekali ya itu bisa putus sama sekali. Iya kita hanya berdua aja. Karena masalah KDRT ini kan masalah kriminal yaa, untuk pelaku KDRT itu tidak mudah untuk kita dekati dan datangkan kesini untuk ikut konseling karena itu juga akan mengguncang psikisnya si korban, malah kalau bisa kita menganjurkan kalau bisa supaya korban ini mengisolasi dirinya dari pasangannya dulu. Jadi misalnya mereka berniat untuk bercerai, kami menganjurkan supaya kaya ibu harus mencari tempat perlindungan yang tidak diketahui oleh pasangan. Ibu disitu menenangankan diri supaya ibu bisa berpikir kembali mau kemana hidup ibu setelah ini gitu. Apalagi disitu ada anak-anak yang bisa terancam jiwanya itu para korban KDRT harus betul-betul berfikir dengan strategi yang tertata baik gitu mba. Ngga bisa yang namanya secara tiba-tiba pengen kabur aja keluar dari rumah, karena pelaku KDRT itu kebanyakan manipulatif, jadi mereka suka berbohong setelah mukulin istrinya besoknya minta maaf bersujud akhirnya kembali lagi tapi besokannya dipukul lagi, ditendang lagi itu siklusnya ngga akan berhenti. Pertama, kenyamanan yaa. Jadi kita membuat ruangan seperti ini supaya korban merasa seperti diterima. Sebelum apa-apa kita harus meyakinkan kepada mereka bahwa mereka disini aman dan mereka didengarkan, kita menghargai mereka siapapun mereka, dari latar belakang apapun, pendidikan apapun, status ekonomi apapun, mereka disini berhak untuk bicara dan kita yang mendengarkan. Dan kita ngga boleh namanya menghakimi “oh ibu benar, ibu salah” gitu mba. Jadi posisi kita disini adalah sebagai pendengar dan membantu mereka. Tapi bukannya kita yang mencarikan solusi buat mereka tapi kita membantu mereka melihat mereka punya solusi apa aja gitu di
130
No.
Pertanyaan
7.
Apa sih Mba kunci pemulihan psikologis bagi korban KDRT?
8.
Apa saja Mba kendala atau tantangan yang dirasakan dalam upaya penanganan
Jawaban dalam hidupnya. Jadi yang efektif adalah ya itu mendengarkan, menerima mereka, suasananya juga harus nyaman, jauh dari kebisingan, dan dukungan itulah yang paling efektif untuk mereka. Kunci pemulihan seorang korban atau seseorang yang punya masalah di dalam hidupnya itu tidak akan bisa keluar dari permasalahannya kalau dia tidak punya kemauan yang kuat. Jadi harus ada kemauan dulu, kalau dia ngga mau misalnya ada orang tua yang mengadukan anaknya punya masalah narkoba, si orang tua akan mencoba segala cara untuk memulihkan anaknya dari ketergantungan tapi anaknya sendiri tidak ada keinginan untuk sembuh maka tidak akan terjadi. Begitu juga dengan korban KDRT misalnya seorang istri dipukuli oleh suaminya, keluarga si istri semuanya mendukung si istri ini untuk keluar dari pernikahannya, untuk bercerai dari suaminya, tapi si istri ini sendiri tidak mau itu tidak akan bisa. Jadi harus ada kemauan dan harus juga ada sistem support orang-orang yang terdekat dari korban itu yang harus selalu konsisten memberikan dukungan, motivasi dan selalu menjadi pendengar yang baik gitu bagi korban. Karena ketika KDRT ini akan selalu ada keraguan kaya misalnya “Ah masa iya sih saya harus cerai dari suami saya, kan dia sayang sama saya, buktinya dia beliin saya rumah” padahal sehari-harinya dia dipukulin suaminya atau “Ah kan dia memukulnya karna dia pengen saya supaya jadi istri yang baik” misalnya, akhirnya akan timbul keragu-raguan lagi, itu wajar di dalam diri para korban sering muncul seperti itu. Makanya harus ada yang namanya itu tadi support group, kelompok yang bisa memotivasi dia entah itu dari keluarga, sahabatnya, temannya, kerabatnya, tetangganya, intinya yang selalu hadir memberikan dorongan bagi si korban. Pentingnya untuk konseling juga seperti itu, supaya kita mengingatkan kepada dia apa aja sih yang sudah kita bicarakan kemaren, apa aja sih rencanarencana masa depan yang ingin dicapai. Ayo kita lihat lagi sudah sesuai belum dengan apa yang sudah kita bicarakan. Kendalanya karena kita disini sifatnya pasif, maksudnya merekalah yang mendatangi kita, dan kita yang tidak mendatangi mereka. Yaa kita dibatasi oleh kemauan si korban untuk datang
131
No.
Pertanyaan korban KDRT? Dan bagaimana cara mengatasinya?
9.
Dari konsultasi yang sudah dilakukan nah indikator berhasil atau tidaknya dari upaya pelayanan psikis korban KDRT itu bagaimana Mba?
10.
Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelayanan psikis korban dan bagaimana cara
Jawaban kesini dan sebenernya ada juga kaya kendalakendala lain misalnya kita mau memberikan solusi kepada korban misalnya “Ibu harus mencari tempat yang aman” misalnya apa adakah rumah aman gitu yang bisa tempat mereka menampung. Nah itu tidak ada databasenya. Kita ngga punya informasi dimana sih pusat KDRT disini, dimana para perempuan bisa menumpang selama mereka melarikan diri dari suaminya misalnya atau mencari bantuan hukum karena sulit sekali seorang korban KDRT untuk konsisten memproses status pernikahannya kalau dia masih tetap di dalam rumahnya karena akan selalu ada intimidasi dari suaminya, ancaman-ancaman, akhirnya nanti prosesnya jadi bubar dan berhenti di tengah jalan. Jadi penting adanya save house atau rumah aman atau kaya misalnya kasus-kasus dimana anak juga menjadi korban, jadi tidak hanya ibu yang dipukuli tapi anaknya juga nah itu kita bingung, anak itu bagaimana? Dimana bisa menampung? Jadi hal-hal seperti itu sih. Yang jelas seorang korban KDRT itu kebanyakan datang kesini dalam kondisi tidak berdaya, mental mereka sudah down sekali dan mereka tidak percaya diri sama sekali, mereka merasa tidak berharga, kita melihat indikator keberhasilannya itu ketika mereka sudah mulai bisa mengapresiasi dirinya sendiri, misalnya dengan mulai lagi beraktivitas yang menjadi kesukaannya atau dia bisa mencari nafkahnya sendiri dengan cara berjualankah atau mulai bekerja lagi gitu. Dan yang paling jelas adalah status pernikahannya dengan pasangannya bercerai atau tidak bercerai, karena yang namanya pelaku KDRT tidak bisa serta merta berhenti begitu saja dari kekerasannya. Dia pun harus di treatment, ada proses psikisnya juga yang harus si pelaku jalani, karena pelaku KDRT juga bisa dibilang “sakit” juga, mereka juga punya masalah misalnya trauma masa kecil atau apa yang membuat mereka suka memukul atau menyakiti pasangannya. Faktor pendukungnya kita sih sangat terbantu sekali ya oleh adanya P2TP2A ini yang datang mendampingi korban datang kesini, karena tanpa adanya mereka yang menemani korban untuk diajak kesini tuh kemungkinan mereka enggan atau takut atau banyaklah hambatan lain. Jadi adanya
132
No.
Pertanyaan mengatasinya?
11.
Biasanya korban yang datang berkonsultasi ke konselor psikis itu mendapat perlakuan KDRT hanya satu atau ganda Mba kekerasannya?
12.
Untuk jam operasional Rumah Konseling ini bagaimana Mba? Dan sudah berapa lama Rumah Konseling bermitra dengan P2TP2A?
13.
Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan oleh korban KDRT Mba?
Jawaban tim relawan atau pegawai P2TP2A itu sangat membantu sekali. Kalau penghambat ya itu tadi masalah informasi yang sangat terbatas misalnya dimana sih rumah aman yang tersedia untuk perempuan maupun anak kemudian lembaga mana saja yang menyediakan bantuan hukum karena mungkin P2TP2A tidak bisa sepenuhnya membantu semua hal meskipun terlayani hukum, psikis, maupun kesehatannya tapi pasti ada keterbatasannya. Disini hmm tadi pagi baru aja ada yang datang kesini dia menghadapi kekerasan yang sifatnya psikis yaa, jadi suaminya sudah tidak lagi menghargai dia, kemudian berselingkuh, tidak menafkahi juga, kemudian yaa itu kekerasan verbal lah yaa dari kata-katanya, tuduhan, kata-kata yang merendahkan. Tapi dua kasus yang lain itu ganda, selain dipukuli juga dihina bahkan ditipu juga jadi si istrilah yang selama ini menghidupi keluarganya jadi si suami angkat tangan tapi malah justru menyakiti, tidak membantu dalam menafkahi keluarga. Sebenarnya sesuai appointment ya, sesuai janji. Jadi kita ngga seperti buka kantor gitu kapan aja dari jam 9-17 engga tapi sesuai janji dan kesanggupan dari korban, jadi kadang korban mencari celah-celah waktu dimana suaminya misalnya lagi engga ada di rumah jadi diam-diam gitu. Kami dari akhir tahun 2014 yaa tapi sudah cukup banyak menerima korban-korban KDRT, kebanyakan sih masalah kasus anak-anak yaa. Ada seorang ibu yang dipukuli oleh anaknya, jadi KDRTnya macam-macam. Mereka mengeluh jelas ngga berdaya, mereka ngga tau mesti ngapain. Datang kesini meskipun P2TP2A sudah mendampingi secara hukum misalnya tapi diluar dari itu mereka ngga tau harus diapakanlah nasib hidupnya. Jadi hal-hal sederhana kaya misalnya “Saya setelah ini akan makan apa”, jadi ada rasa ketakutan “nanti kalau misalnya saya cerai dari suami, saya ngga bisa makan, saya ngga bisa hidup” gitu, ini kondisi yang wajar dalam diri seorang korban KDRT. Ya karna itu tadi, bayangkan tiap hari kita dihina itu seperti apa rasanya, kita mungkin misalnya nih kita punya ijazah kuliah, ijazah sarjana, tapi kalau misalnya di dalam rumah tangga KDRT dia terus disebut
133
No.
Pertanyaan
Jawaban sebagai orang yang bodoh, sampah, itu akan tersugesti di dalam diri dia, begitulah korban KDRT. Datang kesini, bingung mau ngapain, ya seperti blank-lah, tapi ya itu karna dia dikuasai oleh emosi dia dan fikirannya tidak berjalan lancar, tidak jernih, tidak logis. Nah disinilah kita mencoba menenangkan mereka, “Ayo kita lihat masalah ini sama-sama dengan jernih”, bahkan kita disini minta untuk dia menuliskan misalnya apa saja sih yang kamu lihat kerugian di dalam pernikahan kamu yang penuh KDRT ini, dia akan menuliskan satu persatu. Trus kira-kira bagus atau tidaknya kamu bercerai dengan suami kira-kira apa menurut kamu. Nah semua itu kita tulis dengan jelas supaya mereka melihat sendiri, karna kalau kita kadang kita bicara gini kan masih abstrak yaa tapi kalau kita tuliskan oh mereka baru bisa melihat gitu dengan jelas.
134
Lampiran V TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 06 April 2015 Waktu Wawancara : Pukul 09.50 WIB Tempat Wawancara : Kantor MAGMA Nama Informan : Ahmad Zainus Sholeh, S.H.I Jabatan : Ketua Divisi Perlindungan dan Pendampingan Hukum No. Pertanyaan Jawaban 1. Pelayanan hukum Ya namanya divisi pelayanan dan bantuan hukum. untuk korban KDRT Di divisi pelayanan dan bantuan hukum itu di P2TP2A itu seperti mempunyai beberapa tugas sesuai dengan AD/ART apa? memberikan bantuan hukum, pelayanan, perlindungan, kemudian memberikan laporan kepada ketua 1 karena dia yang membawahi bidang kita. Nah kalau dulu kan belum kerjasama sama LBH, jadi cuma pendampingan saja, misalnya ada klien lapor kemudian diterima sama bagian kesekretariatan kemudian dipilah-pilah, kalo misalkan dia bonyok-bonyok dibawa ke rumah sakit dulu, kemudian misalkan ada ketakutan atau ancaman dibawa ke kepolisian dulu, kalo semisal dia jiwanya terganggu dibawa ke psikolog dulu. Kemudian tidak termasuk masalah itu baru dibawa ke hukum untuk konsultasi. Jadi begitu dari kesekretariatan, semisal klien dipukulin yaa ini masuk pendampingan, kalo misalnya dia sendiri perempuan ini biasanya saya suruh sendiri datang ke kepolisian saya kasih alamat, kalo semisal dia takut di perjalanan baru kita minta bantuan ke sesama perempuan lah.. kalo saya khawatir ada permasalahan baru. Nah itu biasanya yang saya suruh kesekretariatan karena divisi-divisi lain kadang aktif kadang tidak. Setelah pelaporan baru kita kontakin aja, “Berkasnya sampe mana Pak?” “Oh masih ada penyidikan”. Jadi kita sifatnya hanya pemantau saja. Pasti kan kepolisian nanyanya ke P2TP2A. Kadang-kadang kalau klien yang nanya ke kepolisian itu kurang kuat. “Pak, ini berkasnya bagaimana?” “Pelaporannya sampe mana?” “Oh ini lagi dibikin laporan.” Ya macemmacem lah. Sampe ke kejaksaan. Ke kejaksaan kita juga cuma menanyakan saja, karna yang menuntut itu kan kejaksaan. Kemudian itu berjalan sampai 2013, karena temen-temen pengurus di divisi hukum itu kurang begitu paham, tidak punya sertifikat untuk pengacara, kalau kita punya sertifikat kita bisa mendampingi bener-bener tau
135
No.
Pertanyaan
2.
Berarti yang waktu itu kerjasama dengan LBH Keadilan, orang dari LBH standby di kantor P2TP2A Pak?
3.
Berarti pendampingan itu tahapnya sampai pengadilan Pak?
Jawaban prosedurnya, bantuan-bantuan hukum apa saja yang kita berikan. Nah akhirnya pada tahun 2013-2014 kita kerjasama dengan LBH namanya LBH Keadilan. Oktober november lah 2013 ya selama setahun. Nah mulai dari situ setelah kerjasama dengan LBH, divisi hukum hanya koordinasi, jadi tidak ke lapangan. Jadi begitu ada masalah, ya seperti yang dilakukan Mas Rizki itu (konseling). Kalo kemaren dengan LBH Keadilan seminggu dua kali Selasa sama Kamis. Kita kerjasama selama setahun yaa itu melakukan konseling seminggu dua kali. Jadi begitu ada klien yang nanganin langsung dia. Jadi mulai dianter ke kepolisian, kejaksaan, kemudian investigasi ke lapangan. Nah itu semua dilakukan oleh LBH, kecuali kalo memang LBH tidak punya waktu, kan kadang-kadang banyak kasus dia di pengadilan, disini ada kasus, baru itu kita tanganin (divisi hukum yang investigasi ke lapangan). Standby di kantor seminggu dua kali, setiap Selasa dan Kamis. Mulai jam 9 sampe jam 3/4 sore. Ya begitu ada klien, dari kesekretariatan akan dijadwalkan. Kalo jadwalnya pas ya langsung ketemu dengan LBH ini untuk yang hukum yaa. Kalo klien datang terindikasi stress ya langsung ke psikolog. Kalo bonyok-bonyok ya ke rumah sakit. Kalau misalnya tidak ada masalah itu langsung konsultasi ke hukum. Nanti dari divisi hukum itu, kalo ada saya, kalo tidak ya temen-temen divisi hukum lain. Kalo kemaren kan masih dijadwalkan pengurus masih berjalan, saya dapet jadwal hari selasa ketemu dengan saya. Ya kita kasih hakhaknya dia terkait dengan hukum. Ini harus dibawa kemana, apa-apa saja prosesnya nah itu kita kasih secara awal, nanti misalnya berlanjut kita akan rekomendasikan ketemu dengan LBH Keadilan. Nanti semua akan dipantau oleh LBH Keadilan, tinggal per bulan kita minta laporan. Nanti ada laporan bulanan, per tiga bulan ada bedah kasus “Ini si A sudah selesai” “Ini si B belum ada masalah begini-begini”. Kalo istilah pendampingan iya, tapi kita kan tidak hanya pendampingan tapi juga penegakan hukum, makanya itu kita kerjasama dengan LBH, LBH nanti yang mendampingi, kalo dia butuh pengacara ya dari LBH itu yang jadi pengacara.
136
No. Pertanyaan Jawaban 4. Sekarang masih LBH Keadilan setahun selesai, sekarang kita kerjasama dengan kerjasama dengan LBH Paham. Nah kenapa kita LBH Keadilan Pak? kerjasama dengan LBH Paham karena punya jaringan sampai 27 Provinsi. Jadi kalo semisal ini ada kekuatan secara organisasi kuat, misal kita ada masalah di Tangerang atau Banten, temen-temen dari provinsi lain akan memberikan bantuan. Itu enaknya disitu, saling mengisi saling membantu sampai sekarang masih berjalan terus. Jadi porsi divisi hukum hanya koordinasi saja, minta laporan, kasusnya sampe mana kemudian yang sudah diselesaikan berapa kasus itu kita yang minta. Tapi kalo untuk investigasi itu masih kita lakukan. Ada kasus mendadak semisal pagi, siang, malem yang telpon langsung kita terjun tanpa menunggu dari LBH. 5. Berarti prosesnya Iya kalo semisal dia ada ancaman, atau ada ketika klien datang kekerasan itu bisa kita laporkan ke kepolisian tidak ada luka fisik, langsung. Tapi kalo dia butuh perlindungan, kita tidak ada ancaman, kerjasama dengan Dinas Sosial, kalau Dinas Sosial berarti klien punya beberapa rumah aman yang ada pengurusnya membutuhkan juga. perlindungan hukum langsung didampingi ke kepolisian ya Pak? 6. Kelanjutan Kalo di kejaksaan itu kan nanti jaksa yang penanganan kasus menuntut, dia kan punya undang-undang karena dia setelah didampingi ke aparat hukum yang oleh undang-undang sudah kepolisian, ke dikasih tugas. Jadi polisi dibagian penyidikan, kalo kejaksaan lalu kasus ini sudah masuk ranah apa pidana apa tidak, bagaimana Pak? oh ini pidana kemudian ditingkatkan lagi ke tingkat yang lebih tinggi semisal penyelidikan buktibuktinya apa kalau sudah baru dilimpahkan ke kejaksaan, nanti dari kejaksaan itu ada berkasnya kemudian dipelajari misalnya ada yang kurang minta ke kepolisian, dari kejaksaan diajukan ke pengadilan. Itu biasanya yang mendampingi LBH, kalo engga ya dari kejaksaan yang bagian penuntut itu. Tinggal kita dari P2TP2A mendampingi ini sesuai dengan jalur apa engga, kita ingatkan misalnya di kejaksaan itu 5 hari tapi kok lebih nah itu kita tanyakan, kok lama kenapa. Ya singkatnya kita mendampingi proses hukum yang terjadi sampai selesai di pengadilan, sampai putusan. Misalnya nanti selesai kita kembalikan lagi ke P2TP2A agar untuk diberdayakan.
137
No. Pertanyaan Jawaban 7. Program dari divisi Ya saya punya program bedah kasus. Bedah kasus pelayanan hukum itu maksudnya kasus-kasus yang sudah masuk di ada Pak? P2TP2A selama sebulan kita bedah, ini ada korban namanya siapa, kasusnya apa, korban apa, jenis pelanggaran, jenis pidananya apa, pemerkosaan kah, seksual kah, atau pemukulan kemudian bantuan hukum yang sudah berjalan yang diberikan itu apa. Ini sesuai dengan undang-undang ngga, kemudian kira-kira selesainya kapan, nah nanti dampaknya apa. Yang kedua yaa kaya pembekalan. Pembekalan itu khusus internal, yaa penguatan SDM lah, jadi kalau ada kasus kita menanganinya bagaimana. Khusus untuk divisi hukum yaa, kan saya juga ngga tau ini kena undang-undang berapa, sanksinya apa, kemudian kalo ke kepolisian itu rentetannya seperti apa, dilaporkan trus berkasberkasnya seperti apa itu kan kita butuh untuk ditingkatkan pemahamannya. Nanti di kejaksaan ngapain aja, berapa hari, di pengadilan itu prosesnya seperti apa dan lain-lain. Kemudian yang ketiga itu penyuluhan. Penyuluhan itu eksternal. Jadi kita melakukan penyuluhan di lembaga lain misalnya di PAUD, PKK. Kemudian ada program tidak tertulis, semisal lembaga lain mengundang kita untuk jadi pembicara. Di bulan februari kemarin kalo ngga salah saya bikin acara yang berkenaan dengan hukum, penanganan kasus. Pesertanya ya anggota divisi hukum kemudian dari divisi-divisi lain yang mau kemudian relawan, tapi kemaren yang datang engga banyak paling sekitar 15 orang. Pembahasan ada 2 itu pertama bagaimana penanganan kasus korban kekerasan? Yang kedua, bagaimana menangani kasus korban anak?, secara hukumnya ya penanganannya. Saya ngambil pembicaranya dari LBH Paham 1 orang, dari BPMPPKB 1 orang. 8. Ada kendala tidak Ya kalo kendala banyak. Kendalanya itu di Tangsel Pak dalam upaya ini kan tidak punya Polres yaa. Untuk sementara ini penanganan hukum Polresnya dibagi dua, untuk daerah Ciputat, korban KDRT? Pamulang, Setu, Pondok Aren itu ke Jakarta Selatan. Untuk Serpong, Serpong Utara itu ke Tigaraksa. Kendalanya itu jadi kita kalo mau lapor ke kepolisian itu di wilayah yang berbeda. Sebenarnya ada Polsek tapi Polsek kan tidak punya UPPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak), karena penegak hukum yang diperbolehkan penanganan kasus-kasus itu kan yang sudah ada
138
No.
Pertanyaan
9.
Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelayanan hukum korban KDRT bagaimana Pak?
10.
Untuk investigasi awal korban KDRT itu seperti apa Pak?
11.
Biasanya untuk pelayanan hukum ini berlangsung berapa lama Pak?
Jawaban UPPAnya, karena sudah pernah pelatihan dan lain sebagainya. Kemudian masalah visum juga setau saya belum ada kerjasama dengan rumah sakit. Sehingga untuk biaya selama ini kan dari P2TP2A, kadang juga P2TP2A anggarannya tidak itu kan. Kecuali pemerintah kerjasama dengan pihak rumah sakit untuk visum itu gratis, ditanggung pemerintah full itu kan lebih enak. Faktor pendukungnya ada tapi tidak begitu maksimal. Karena kita dibantu satgas, misal kita kerepotan di wilayah kemudian kita pada waktu itu kita repot, kita dibantu relawan-relawan di satgas tadi tingkat RW sudah dibentuk. Untuk investigasi awal misal ada ibu-ibu lapor dipukulin, kan kita bisa kontak ke satgas yang lebih deket dengan yang bersangkutan. Karena kita relawan sangat sedikit sekali, jadi kita diuntungkan dengan adanya satgas. Kalo investigasi itu kan awal jadi berdasarkan laporan, si A dilaporkan menjadi korban si Ini, di lokasi ini, kejadiannya jenis kekerasannya seperti ini, berdasarkan data itu kan kita tidak bisa menghakimi ya, kita datangin, kita tanya kepada warga sekitar, kepada orangtuanya, kepada ibunya misal anaknya yang jadi korban. Nah itu untuk mencocokkan data saja. Baru setelah dicocokkan datanya dibawa lagi ke P2TP2A didiskusikan, itu sebagai bahan awal, jadi investigasi itu biar terang kasusnya yang dilaporkan itu bener apa engga. Kan kadang yang lapor bukan korban, jadi kita tanya bener ngga kejadiannya seperti itu. Dia menceritakan, ya namanya menceritakan ada babbab yang hilang nah itu dicari biar terang benderang urutannya. Tergantung kasusnya, ada yang lama sampai setahun belum selesai juga ada, biasanya kasus perceraian karena ada gono-gini, perebutan anak. Kalo kasus cuma pemukulan, kemudian kasus perceraian tapi yang tidak sampai gono-gini ya itu tidak lama. Nah kita itu kan menangani kasus berdasarkan laporan, kalau nanti dia tidak mau dilaporkan, meskipun sudah lapor ternyata kita kasih pengetahuan tentang ini kemudian dia bilang engga pak saya sudah selesai ya kita anggap selesai, karena dia tidak mau. Kita kan dorong untuk begini-begini, dampaknya begini tapi dia tidak mau ya sudah selesai. Di kasus rumah tangga yaa, biasanya dia pikir-pikir kalo dilanjutkan akan
139
No.
Pertanyaan
12.
Indikator bahwa pelayanan berhasil itu terlihat dari apa Pak?
13.
Upaya apa saja yang dilakukan P2TP2A Kota Tangsel dalam mengatasi masalah KDRT Pak?
Jawaban terjadi perceraian kasihan anaknya, kalau misal tidak dilaporkan ada cukup dengan mediasi, tidak perlu lanjut ke ranah hukum. Jadi memang kita ada mediasi juga, jadi sebelum lanjut kita kasih pengetahuan tentang hak-hak korban trus langkahlangkah hukum apa saja. Nah nanti kan dia berpikir, kadang-kadang kita kasih pilihan sebelum kesana baiknya ada mediasi lah, kita jadwalkan untuk ketemu di ruangan masing-masing, permasalahannya apa, penginnya apa, kemudian nanti disinkronkan, didiskusikan baru dipertemukan lagi, nah itu banyak berhasilnya ternyata. Jadi penyelesaian tidak harus sampai ke kepolisian, ke kejaksaan, tapi bisa selesai di Kantor P2TP2A dengan cara mediasi. Yang menjadi mediator biasanya ketua, kalo ketua tidak bisa baru dilimpahkan ke ketua-ketua lain, tapi juga pengurus yang lain memperkuat. Kan sudah tau kan permasalahannya apa, yang diributkan apa, mintanya apa nanti ketahuan. Dari pihak yang dilaporkan juga diwawancarai dulu, permasalahannya apa, bener ngga kasusnya begini, mintanya apa, baru disinkronkan kalo sudah ketemu titiknya baru dirumuskan sama pengurus tinggal bacain saja trus tandatangan selesai. Keberhasilannya P2TP2A itu menurut saya semakin banyak kasus yang dilaporkan, ditangani kemudian selesai itu berhasil. Yang tadinya banyak orang yang tidak melapor jadi melapor. Mestinya semakin giat P2TP2A, kasusnya makin sedikit setahun, itu malah menurut saya tidak berhasil. Makanya dulu itu sedikit, lama-lama menanjak itu malah menurut saya berhasil karena informasi yang tadinya masyarakat tidak tau cara penanganannya bagaimana, kemudian pada tau dan banyak yang datang malah menurut saya itu berhasil. Itu indikatornya, jadi semakin banyak orang yang melaporkan, banyak kasus yang dilaporkan, itu berarti P2TP2A berhasil menangani kasus karena dipercaya. Ya itu tadi dari divisi saya ada penyuluhan anti kekerasan, kita berikan penyuluhan kepada masyarakat bahwa dampak hukum dari KDRT itu begitu menakutkan lah, itu kita sosialisasikan di lembaga-lembaga sosial maupun di sekolahsekolah, posyandu, PKK, PAUD dan lain-lain. Nah kalau divisi-divisi lain itu ada pemberdayaan.
140
No.
14.
Pertanyaan
Jawaban Pemberdayaan itu kasus yang kebanyakan kan perempuan, karena para suami tuh melihat keluarga lain tuh istrinya bekerja punya penghasilan sendiri. Nah kasus yang banyak itu perempuannya tidak menghasilkan, padahal sebenernya kalo di rumah itu capenya kaya apa, tapi tidak dilihat karena tidak menghasilkan. Nah oleh karena itu, divisi pemberdayaan perempuan itu sering bikin pelatihan untuk ibu-ibu, misalkan pelatihan bikin bakso, nah nanti diharapkan dengan keterampilan itu, itu kan salah satu contoh yaa, di pelatihan itu tidak dilatih secara teknis tapi dilatih juga dikasih materi matematik kewirausahaan, bagaimana menumbuhkan kewirausahaan, sekarang berbeda dengan dulu. Kalo dulu itu perempuan cukup di rumah kemudian suami yang bekerja. Kalo sekarang kenapa tidak begitu, karena para ibu yang lain bekerja, kalo tidak bekerja akan ketinggalan. Yang lain sudah punya motor, yang ini belum punya, kalo ditambah istri juga bekerja kan bisa punya motor. ini tuntutan juga jadi harus di motivasi. Kemudian ya itu membentuk jaringan di tingkat kelurahan, ada satgas, namanya pos pelayanan perempuan dan anak di setiap kecamatan. Tapi memang tidak ada kantornya, kantornya di pengurus-pengurusnya, misalnya di Pamulang ketua pos pelayanannya itu Bu Reni yaa kantornya di Bu Reni itu. Hm kalau sejarah Saya juga tidak tau secara persisnya yaa. Tapi yang pembentukan jelas, P2TP2A itu terbentuknya sudah ada undangP2TP2A itu sendiri undangnya, kalo ngga salah dikeluarkan oleh bagaimana ya Pak? Kementrian Pemberdayaan Perempuan, jadi saking banyaknya kasus di beberapa wilayah, kalau di Pusat itu kan ada Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ya, nah kemudian ada KPAI, nah saya ngga tau P2TP2A di tingkat Pusat itu ada atau tidak, nah di tingkat provinsi itu ada, kemudian di tingkat kabupaten ada. Nah itu sejarahnya disitu karna memang banyak kasus tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak dulu yang nanganin pusat ternyata tidak mampu, akhirnya dibentuklah P2TP2A di tingkat provinsi ya tapi tidak mampu juga, jadi dibentuk biasanya begitu. Jadi pembentukan P2TP2A berdasarkan permintaan atau berdasarkan masalah-masalah yang timbul di daerah masing-masing. Kalo misalkan di
141
No.
Pertanyaan
Jawaban Tangerang Selatan tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak, saya yakin P2TP2A juga tidak ada. Karena dianggap ada banyak sekali laporan-laporan di pusat akhirnya harus dibentuk P2TP2A untuk menangani di wilayah masingmasing. Nah itu dibentuk tahun 2010 dilantik, kemudian 2011 dibikin P2TP2A untuk Kota Tangerang Selatan. Seperti itu kayanya, saya lupa mba. Pengurus pertama itu banyak banget, karena kita memasukkan beberapa unsur, jadi kalo misal di pemberdayaan perempuan itu semua lembaga yang berkepentingan dimasukkan, anggotanya ada yang dari PKK, majlis taklim. Dari hukum saja itu kepolisian dimasukkan kemudian dari kejaksaan dimasukkan, dari beberapa LBH dimasukkan akhirnya tidak efektif. Kemudian ada namanya reshuffle ini ada setelah kami studi banding ke beberapa wilayah kaya di Solo dan di Jogja. Di Jogja itu tidak banyak pengurusnya, di Solo juga tidak banyak. Kalo di Jogja itu pengurusnya dari pensiunan BPMPPKB, jadi pengurusnya sudah menangani, sudah pernah terlibat langsung paling hanya 5 orang. Nah dia kerjasama dengan LBH APIK kemudian dengan lembaga psikolog. Ya yang kerja 2 lembaga ini, jadi dia sebagai koordinator saja. Nah kalau di Solo kalo tidak salah yaa, pengurusnya yang masih aktif di PNS, kemudian dia memperkuat di jaringan-jaringan, jadi banyak sekali lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang itu dijadikan jaringannya dia, jadi yang bekerja jaringan itu nah itu kita serap, kita kerjasama dengan LBH yang sudah punya sertifikat, yang sudah punya izin operasional baik di divisi hukum maupun divisi psikolog, kita juga mulai bikin jaringan-jaringan. Kaya forum anak, ada beberapa lah lembaga-lembaga yang jadi jaringan kita.
142
Lampiran VI TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara Nama Informan Jabatan No. Pertanyaan 1. Bagaimana sejarah berdirinya atau pembentukan P2TP2A Kota Tangsel Bu?
2.
Saya kan lihat AD/ART nya ya Bu, nah itu tahun 2010 banyak banget pengurusnya trus ada perubahan di tahun 2012 agak berkurang, kenapa seperti itu Bu?
: : : : :
Selasa, 07 April 2015 Pukul 07.00 WIB Kantor BPMPPKB Kota Tangsel Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM. Wakil Ketua II P2TP2A
Jawaban Assalammualaikum wr.wb. mba Rena ini yaa untuk tambahan informasimu. Pembentukan P2TP2A itu latar belakangnya adalah pertama karena memang banyaknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi baik itu di dalam rumah tangga maupun yang di publik terhadap perempuan dan anak dan juga pertolongan atau penanganan buat kekerasan terhadap perempuan dan anak ini ternyata tidak segampang apa yang kita harapkan. Jadi banyak kasus-kasus kekerasan yang memang mereka tidak berani melapor khususnya untuk yang di rumah tangga. Oleh karena itu, kita mencoba membentuk P2TP2A, selain juga merupakan amanah dari kementrian. P2TP2A itu adalah amanah yang memang diharapkan setiap kabupaten/kota bisa membentuk tempat perlindungan perempuan dan anak. Itu latar belakangnya, dan itu juga ada di dalam undang-undang tentang PKDRT maupun tentang undang-undang perlindungan anak. Walaupun namanya tidak P2TP2A tapi ada namanya adalah P2T kalo ngga salah. Karena pertama itu kita mempunyai semangat, kalo semakin banyak yang terlibat dalam penanganan kekerasan, itu akan semakin cepat menjadi zero. Karna kan tujuan kita zero kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pemikirannya kesana dan kita melibatkan waktu itu seluruh sektor baik itu dari masyarakat, dunia usaha, maupun dari jajaran pemerintahan. Itu yang kita harapkan tadinya, nah tapi ternyata dengan berjalannya waktu itu waktu tahun 2010 ya kurang lebih sekitar 75 sampai 90an orang. Tapi ternyata dengan berjalannya waktu, kesibukan mereka lebih banyak juga, jadi yang konsen terhadap penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak ini juga tidak sebanyak yang kita harapkan waktu itu di awal. Oleh karena itu, kita evaluasi, ya sudahlah kita kurangin saja yang penting kita bisa berjalan. Karna ternyata penanganan tindak kekerasan
143
No.
3.
Pertanyaan
Awal pembentukan P2TP2A itu kan dari tahun 2010 ya Bu, lalu bagaimana cara klien mengetahui informasi tentang P2TP2A ini?
Jawaban terhadap perempuan dan anak atau perlindungan yaa itu tidak semudah yang dibayangkan orang. Jadi mungkin pas orang ingin bergabung karena mereka bergabung atas keinginan sendiri ingin bergabung berharap bahwa organisasi ini tidak susah gitu kan yaa, tidak terlalu sulit, tidak berhadapan hukum dan lain sebagainya, tidak terlalu ambil resiko lah gitu. Nah ternyata setelah perjalanan yang kita hadapi adalah manusia dengan berbagai masalah, dan kita juga berhadapan dengan hukum, akhirnya yang betul-betul konsen yang memang masih berjalan. Kita ada divisi-divisi untuk P2TP2A itu pertama adalah yang untuk pelayanan yaa selain sekretariat ada divisi penanganan psikis, divisi medis, divisi bantuan atau layanan hukum, terus divisi pemberdayaan perempuan, divisi pemberdayaan anak, serta satu lagi humas dan jejaring. Itu divisi kita tidak berubah, dari awal sampai sekarang divisinya itu. Karna memang itu kita berpikir kalo memang dalam suatu perlindungan perempuan dan anak ya memang itu yang diperlukan. Jadi mereka memerlukan untuk pelayanan kesehatannya yaitu divisi medisnya, mereka memerlukan pelayanan konselingnya itu dengan divisi psikis, trus mereka juga butuh kalo dia berhadapan dengan hukum pidana dan sebagainya tentunya mereka perlu bantuan hukum dan mereka kalo memang kadangkadang klien kalo tindak kekerasan ini biasanya khususnya yang di dalam rumah tangga itu tidak mungkin terjadi hanya sekali-dua kali, tapi mereka sudah bertahun-tahun sudah lama, dan itu yang harus kita berdayakan. Kita kembalikan lagi mereka agar mereka bisa pulih seperti manusia yang biasa normal kembali, sesuai dengan normanorma adat yang berlaku. Termasuk juga perlindungan anaknya untuk pemberdayaan anaknya seperti itu. Ooh ya promosi. Jadi kita membentuk P2TP2A trus agar orang kenal “ini loh ada tempat, ada wadah, untuk menerima atau meminta bantuan” itu kita dengan promosi. Promosinya itu kita banyak sekali, jadi kebetulan ada dari jajaran pemerintahan, kita minta ke pengurus-pengurus yang memang di jajaran pemerintah ya di setiap kegiatan mereka memperkenalkan sedikit tentang P2TP2A. Trus juga yang di jajaran masyarakat atau dunia usaha,
144
No.
4.
Pertanyaan
Jawaban mereka kan punya lingkungan, punya komunitas yang memang mereka sudah terbiasa, mereka promosi disana. Trus jadi di setiap momen-momen, event-event kita suka ikut. Baik itu yang di masyarakat, ya swasta, maupun pemerintahan, kita ikut dan promosikan. Jadi kita suka bikin pameran. Apabila klien Jadi untuk pengaduan ini bisa beberapa macam, melapor, alur/proses bisa mereka datang langsung, mereka bisa melalui pelayanannya telfon, atau mereka bisa bersurat, dan satu lagi ya bagaimana Bu? rujukan. Kita juga menerima rujukan. Nah terutama klien kita yang kita layani adalah yang di wilayah Tangerang Selatan, baik itu yang memang tempat tinggalnya disini atau yang tempat kejadiannya disini. Jadi ada dua yang kita layani. Setelah mereka mengadu, mengadunya tadi yaa macemmacem caranya, mereka diterima oleh P2TP2A, kalo yang langsung mereka langsung membuat pengaduan secara tertulis dan ditandatangani oleh mereka, karna kalo tidak ditandatangani, kita menjaga untuk tidak terjadi tanggung gugat, bukan tanggungjawab saja, karna ini biasanya berkaitan dengan hukum, kalo kita tidak sesuai dengan aturan juga nanti kita yang kena malah. Oleh karna itu, kita kalo mereka datang, mereka langsung bikin pengaduan yang ditandatangani oleh pengadu. Yang mengadu bisa kliennya, bisa keluarga korban ataupun bisa pendamping yang lain. Jadi tidak selalu harus korban. Kalo yang melalui telepon, biasanya kita catat juga, apa-apa pengaduannya, nanti kalo mau ditindaklanjuti mereka tetap harus datang. Jadi kita tetap harus ada kontak fisik yaa karna ini kan kasus, kasus kan ngga mungkin kita hanya telpon saja. Dan kita juga banyak pernah mendapat pengaduan dari luar negeri, dari Malaysia, kita beberapa mendapat pengaduan dari mereka, orang-orang Indonesia kasusnya disini tapi kebetulan mereka kerja disana, kalo bisa ditindaklanjuti ya ditindaklanjuti. Setelah mereka mengadu, setelah mereka tertulis, mereka kita assessment, dari wawancara itu kita tahu apa sih kebutuhan mereka yang paling prioritas, jadi kita memang ambil skala prioritas dulu, apakah mereka hanya butuh konseling, butuh tempat curhat, atau mereka sudah langsung butuh bantuan yang lain seperti mungkin psikis, bantuan medis, atau bantuan layanan hukumnya. Kalo sudah kita assessment, kita tindaklanjuti. Jadi dari sekretariat
145
No.
5.
Pertanyaan
Untuk pelayanan medis itu alurnya berarti kalau mau ke rumah sakit harus didampingi ya Bu?
Jawaban P2TP2A itu, nanti mereka akan langsung melakukan, apa ya kalo mereka(korban) perlu konseling, mereka langsung manggil psikolognya, atau mereka butuh visum atau pelayanan kesehatan, mereka biasanya didampingi untuk ke pelayanan kesehatan. Nah rumah sakit dan puskesmas seTangsel ini semuanya sudah jejaringnya kita. Hanya rumah sakit umum ya terutama, kalo rumah sakit swastanya belum, tapi kalo rumah sakit umum mereka sudah menerima dari P2TP2A. Kalo itu yang pelayanan kesehatan. Kalo yang pelayanan psikologis, itu ya psikis, mereka didatangkan atau kita janjian untuk mendatangi tenaga ahlinya, kita sudah punya. Trus yang bantuan hukum kita juga punya kerjasama dengan lembaga bantuan hukum. Jadi mereka memang berkantor disana, kalo yang sebelumnya, mereka berkantornya ada jadwalnya. Tapi kalo yang sekarang tiap hari ada hanya ngga sampai lama. Untuk pendampingan hukum ini mereka mulai dari konseling hukum sampai dengan pendampingan hukum. Tapi kalo udah sampe ranah pengadilan, mereka biasanya didampingi oleh pengacara yang disediakan oleh pengadilan. Jadi untuk LBHnya atau bagian hukumnya mereka hanya mendampingi. Karna kan orang awam, saya sendiri juga takut lah kalo berhadapan dengan hukum apa yang harus dilakukan. Nah kita yang masih perlu ditingkatkan di P2TP2A ini adalah di pemberdayaannya. Tapi ini Alhamdulillah sudah 2 tahun ini dari P2TP2A Provinsi Banten sudah mengadakan untuk pemberdayaannya. Kan kita juga sering ada rapat koordinasi antar kabupaten/kota dengan provinsi, jadi yang tidak bisa ditangani oleh kabupaten/kota biasanya disediakan oleh provinsi. Contohnya tadi pemberdayaannya, mereka beberapa kali sudah mengadakan pelatihan agar korban ini bisa siap secara ekonomi. Kalo yang medis, jadi kan ada beberapa macam cara yaa, kita penanganan dari kasus ini bagaimana. Kalo yang lapor langsung ke kita, nanti kita yang dampingi. Tapi kalo mereka kan babak belur bisa saja jadi bisa ada yang langsung ke polsek atau polres. Nah nanti dari polres yang membantu mendampingi ke rumah sakit atau puskesmas, nanti puskesmas baru memberikan pelayanan. Ataupun mereka langsung ke rumah sakit atau puskesmas.
146
No.
Pertanyaan
6.
Berarti P2TP2A bekerja sama selain dengan LBH dan lembaga psikologi juga dengan puskesmas dan rumah sakit ya Bu?
7.
Untuk dana pelayanan korban KDRT itu dari mana Bu?
8.
Untuk visum kan gratis ya Bu, misalnya kalau ada korban KDRT yang membutuhkan rawat inap dirujuknya kemana Bu?
Jawaban Ini saya juga istilahnya juga berbangga ya dengan kebijakan Ibu Walikota ini memberikan peluang kita agar bisa kita lebih membuat jejaring. Jadi kita disediakan anggaran untuk mereka mengerti semua yang terlibat dalam penanganan ini, jadi bukan hanya BPMPPKB, bukan hanya P2TP2A, tapi misalnya dari jajaran kesehatan (puskesmas, rumah sakit), yang masih belum terjamah yaitu rumah sakit swasta. Tapi kita sudah titip ke Dinas Kesehatan agar rumah sakit swasta dia juga mengerti tentang penanganan tindak kekerasan. Nah kalo puskesmas sudah malah, dari yang tadinya hanya kita ditarget 2 puskesmas, sekarang 25 puskesmas mereka sudah paham untuk bagaimana menangani kekerasan. Iya tapi terutama baru RSUD yaa, yang rumah sakit swastanya belum. Dan juga dengan kepolisian, kepolisian seluruh polsek dan polres tapi mungkin ya kebijakan kedepannya yang saya denger dari kepolisian karna kita sering bikin rapat koordinasi, unit pelayanannya hanya ada di polres, polres kita ada dua Tangsel ini, Jakarta Selatan dengan Tigaraksa. Nah ini dengan banyak keluhan, jarak terutama dan segala macam, ternyata didengar oleh Pusat jadi sekarang polsek baru tahun ini baru juga bulan kemaren, kita sudah menerjunkan hampir semua polsek punya polwan, karna yang menangani untuk perlindungan perempuan anak ini polwan. Kalo untuk anggarannya, tergantung dari masingmasing ya. Jadi dari P2TP2A karna hibah tidak bisa terus-menerus jadi hampir 2 tahun sekali P2TP2A dapat hibah dari APBD trus dari yang rumah sakit tentunya dari rumah sakit. Terus dari puskesmas ya dari puskesmas. Hanya kita juga membantu tidak semuanya karna kasus banyak, kita membantu untuk meringankan ke kepolisian untuk biaya visum. Nah biaya visum ini kita bantu mereka. Kalo kita masih ke RSUD. Jadi untuk sementara visum ini bukan gratis, bukan gratis dalam kebijakan yaa, tapi gratis untuk kliennya, jadi kita dibiayai oleh APBD, dibiayai oleh kepolisian. Nah untuk yang rawat inapnya, kalau mereka memang, kita masih belum bisa seratus persen gratis, jadi setiap korban gratis, hm kita masih memilah mereka secara ekonomi tidak mampu, mereka masih digratiskan, kita menggunakan rekomendasi
147
No.
Pertanyaan
9.
Untuk sarana dan prasarana yang disediakan P2TP2A bagi korban KDRT apa Bu?
10.
Rumah aman di P2TP2A itu kan ada batasnya ya Bu? Oh ya 3 hari misalkan klien butuh lebih dari itu bagaimana Bu solusinya?
11.
Kalau faktor pendukung dan penghambat dalam memberikan pelayanan bagi korban KDRT Bu?
12.
Upaya apa saja sih Bu yang sudah dilakukan P2TP2A untuk mengatasi masalah KDRT?
Jawaban dari Dinas Sosial. tapi kalo mereka mampu mereka tentunya membayar, tapi kebijakan Tangerang Selatan juga kalo warganya itu adalah warga Tangerang Selatan, mereka gratis pelayanannya. Jadi kalo dia punya KTP Tangsel, mereka gratis di RSUD dengan di puskesmas, tidak dipungut biaya apapun. Kalo untuk pelayanan tentunya kita rasa sudah cukup yaa, di Kantor P2TP2A itu selain sarana sekretariat, tentunya sekretariat ada meja, kursi, komputer dan lain sebagainya ada, untuk klien sendiri kita menyediakan, karna kita belum punya rumah aman jadi P2TP2A merangkap menjadi rumah aman, ada satu ruangan yang bisa dipakai atau digunakan oleh klien. Iya batasnya 3 hari. Kita rujuk ke provinsi maupun pusat, atau kita mediasi. Jadi selama tiga hari itu kita mediasi, kalo memang perlu mereka belum misalnya cukup berat kasusnya ya kita perpanjang, tapi bukan berarti mereka selamanya disitu. Ya karna kadang-kadang klien ini juga tidak mandiri, jadi kadang-kadang kita harus memberikan batas waktu. Pendukungnya tentunya jejaring yang ada ya. Baik itu dari psikologis, karna yang paling sering dibutuhkan itu adalah konseling psikologi dengan bantuan hukum. Itu Alhamdulillah kondisi saat ini kita punya anggaran jadi kita bisa membiayai itu ya mudah-mudahan kedepannya tetap ada. Nah kalo permasalahannya sebetulnya secara umum itu tentunya adalah kembali ke SDM. Karna tenagatenaga yang ada di P2TP2A juga pengurusnya tidak bisa setiap saat ada di tempat. Nah itu yang mungkin disebut sebagai hambatan atau masalah bisa menjadi masalah. Karna akhirnya untuk satu kasus ini kita tidak bisa menentukan segera selesai. Karna kita harus berbagi waktu berbagi orang. Banyak ya mba.. pertama adalah untuk pencegahan. Pencegahan ini kita sudah lakukan dengan berbagai macam cara, yaitu dengan promosi, dengan penyuluhan, dengan pelatihan ya baik itu ke keluarga maupun ke masyarakat kita sudah lakukan itu. Jadi kita mengumpulkan masyarakat yaa, banyak ada kader, ada dari RT/RW, jadi biar bapak-bapaknya juga paham karna biasanya pelaku KDRT di rumah itu kan bapak-bapaknya. Nah jadi
148
No.
13.
Pertanyaan
Jawaban mereka juga harus tau tentang aturan-aturan yang berlaku karna di UU PKDRT No 23 Tahun 2004 itu selain ada kewajiban juga ada hak ada juga sanksi. Nah itu yang kita informasikan, karna mungkin mereka tidak tau 2004 sekarang 2015 ya sekian tahun mungkin ada yang tidak tau tentang undangundang itu. Nah kita lebih gencar tentang itu dan juga nanti penanganannya kemana. Trus kita juga sudah melakukan jejaring dengan pihak terkait, contohnya adalah di tim penggerak PKK. Tim penggerak PKK kan mereka juga punya program untuk penanganan KDRT, nah kita suka masuk kesana. Jadi kita masukkan ilmu-ilmunya, mereka sebagai penggeraknya. Contoh program yang mereka lakukan adalah simulasi PKDRT, jadi mereka disana membentuk kelompok-kelompok yang untuk penyuluhan yaa peningkatan kesadaran masyarakat, jadi pencegahan itu ke arah sana. Kita juga kerjasama dengan pemerintah dalam hal ini bagian hukum untuk sosialisasi ke arah aturanaturan atau peraturan-peraturan atau undangundang yang berkaitan dengan PKDRT agar masyarakatnya lebih paham. Ya Alhamdulillah yaa ternyata dengan BPMPPKB juga banyak sekali program untuk pencegahan trus juga sudah pembentukan satgas, pembentukan pos pelayanan terpadu di tingkat kecamatan dan kelurahan terus kita sudah punya peraturan daerah, punya peraturan walikota yang untuk menunjang kesana ya itu adalah ke arah pencegahan. Kalo untuk yang pelayanannya, ya itu tadi kita sudah mencoba memperkuat langkah-langkah yang bisa kita lakukan di P2TP2A, dari mulai divisi-divisinya tadi, dari mulai yang psikis, medis, humas, jejaring, data, trus pemberdayaan perempuan. Untuk pemberdayaan Kita kan masih punya data, alamat jelas, walaupun perempuan itu ngga boleh diekspose ya, itu adalah rahasia, kita bagaimana Bu punya alamat lengkapnya sampai ke nomor mengumpulkan teleponnya. Jadi kalau kita perlu mereka, karna itu orang-orangnya? terkait dengan anggaran, kalo kita lagi ada anggarannya, kita coba mereka untuk membuat pelatihan-pelatihan pemberdayaan dengan menghubungi mereka. Nah ya memang harus perlu ditingkatkan adalah kuantitasnya yaa selain kualitas untuk pertemuan dengan mereka, karena kasus itu tidak mungkin berhenti hanya 1-2 bulan, satu kasus itu bisa bertahun-tahun menangani satu kasus.
149
No. Pertanyaan 14. Upaya pencegahan yang penyuluhan itu P2TP2A melakukan kemana saja Bu?
15.
16.
17.
Menurut Ibu hasil yang dicapai dan manfaat dari pelayanan terhadap korban KDRT sudah maksimal? Untuk pelayanan dari P2TP2A bagi korban KDRT kan sudah ada psikis, medis, hukum ya Bu, kalau rehabilitasi sosial itu untuk korban KDRT juga atau bagaimana Bu?
Jawaban P2TP2A itu kita sudah lakukan itu ya terutama ya kalo P2TP2A selain kita juga pernah memanggil rapat koordinasi dengan STAPD dengan kantorkantor ya dengan pemerintahan juga terutama ke masyarakat. kebetulan pengurus-pengurus yang disana itu mereka juga aktif di masyarakat, kaya ketuanya mereka punya kelompok MAGMA, mereka banyak TBM-TBMnya, mereka banyak orang-orangnya, mereka melalui sana untuk promosi. Trus ada wakil ketua Bu Hayati, itu juga sama, kebetulan Ketua Himpaudi, mereka punya jajaran yang dari anak-anak PAUD. Jadi hampir semua pengurus-pengurus melalui lingkupnya mereka sendiri-sendiri melakukan promosi. Selain secara umum yang dilakukan dari P2TP2A, jadi memang kalo ada anggarannya, mereka biasanya membuat rencana juga, mereka membuat penyuluhan langsung ke masyarakat. Kalau maksimal belum yaa, tapi kita sedang proses ke arah usaha yang lebih baik dari hari-hari yang sebelumnya. Ya kita harapkan agar yang kemaren mulai hari ini lebih baik dari kemaren. Ya walaupun namanya manusia naik-turun naik-turun.
Rehabnya yang kita harapkan untuk merehab mereka korban. Jadi mereka yang misalnya yang sudah berat sekali gitu ya secara psikis mereka akan sulit untuk kembali ke masyarakat, nah itu kita mengembalikan mereka ke rehab untuk membawa mereka kembali ke masyarakat. Ya walaupun ngga gampang yaa tapi kita usahakan pelan-pelan, mereka harus belajar lingkupnya dari masyarakat ya mereka harus kembali ke masyarakat. Kalau untuk Kalau konseling perkawinan ya itu salah satunya pelayanan konseling karena di KDRT itu biasanya dari suami istri. perkawinan Kalau mereka biasanya yang kita konseling bagaimana Bu? namanya KDRT itu kan terjadi di rumah tangga, rumah tangga kan suami istri. Jadi kita biasanya adanya konseling perkawinan untuk itu, awalnya kan mereka nikah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, tapi didalam perjalanan hidupnya banyak kerikil jadi mereka akhirnya ada KDRT dan sebagainya, nah itu kita akan kembalikan lagi mereka ke asal mereka tujuannya. Nah itu adanya konseling perkawinan.
150
Lampiran VII TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara Nama Informan Jabatan No. Pertanyaan 1. Ibu kan ketua divisi pelayanan psikis, adakah program dari divisi pelayanan psikis untuk korban KDRT Bu?
2.
Bentuk pelayanan psikis yang diberikan P2TP2A Kota Tangsel dalam membantu perempuan korban KDRT itu seperti apa Bu?
: : : : :
Senin, 13 April 2015 Pukul 16.15 WIB Ruang Dekanat Fakultas Psikologi Dra. Diana Mutiah, M.Si Ketua Divisi Pelayanan Psikis
Jawaban Kalau program-program khusus kita engga ada, karena program itu hanya dibuat oleh tim, tim itu mungkin dari ketua umum disini yaitu Bu Herlina, yang buat sebuah kegiatan. Tapi kita sendiri bagian dari divisi psikis, tidak punya program khusus ya untuk kegiatan yang kaitannya dengan psikis. Kecuali BPMPPKB seperti yang kamu pernah ikut kan tapi itu saya atas nama akademisi. Seperti kemaren kan pelatihan konseling untuk mengungkap apa yang ada dalam diri klien gitu. Tapi program secara khusus bidang psikis melaksanakan apa itu tidak ada. Memang kita pernah dulu waktu raker mengajukan beberapa program seperti P2TP2A Sahabat Anak dan Perempuan, kemudian ada program misalnya sosialisasi tentang undang-undang perlindungan anak misalnya ke sekolah tapi ya semua itu sepertinya tidak berjalan. Ya bentuk-bentuknya tentu saja kita ada alurnya yaa untuk pelayanan yang diberikan jadi kalo disini kita liat di dalam alur itu adalah pertama ada laporannya dari klien apa itu laporannya berupa laporan secara langsung mereka datang, kemudian apakah juga laporan dari pihak RT/RW yang ada terjadinya kasus kekerasan gitu yaa atau misalnya ada rujukan dari P2TP2A wilayah DKI karena misalnya klien itu domisilinya di Tangsel ada juga seperti itu. Kemudian jadi ada beberapa cara ada datang langsung, dari rujukan misalnya domisili orang tersebut yaa. Kemudian pelayanan yang kita berikan misalnya selain konseling, biasanya ada rumah aman, kemudian mungkin juga kita berikan wawasan. Pernah dulu kita ajak mereka ke Yayasan Pulih di Condet. Misalnya mereka ingin mengetahui secara hukum tentang akibatnya mereka melakukan perceraian misalnya gitu dampak-dampak secara hukumnya, atau pernah juga kita mengantarkan langsung mendampingi
151
No.
3.
4.
Pertanyaan
Disini kan lembaga P2TP2A kerjasama dengan lembaga konseling ya Bu? Yaitu Rumah Konseling. Nah itu pembagian tugasnya seperti apa Bu dengan pengurus divisi pelayanan psikis? Alur pelayanannya seperti yang sudah dijelaskan tadi ya Bu. Apabila korban datang itu dirujuk ke pengurus dulu atau langsung ke rumah konseling?
Jawaban langsung si klien ke pengadilan agama, atau kadang-kadang juga kalo membutuhkan terapi kita terapi. Artinya kekerasan itu kan harus di terapi, berarti ada rasa ketakutan, kecemasan ya kita terapi dengan apa yang kita punya, kita punya skill egoseft terapi gitu misalnya yang saya kuasai, kemudian kita berikan juga terapi forgiveness, memaafkan jadi ada juga kasus seorang perempuan setengah paruh baya dia berharap ingin mengajukan gugatan cerai ke suaminya tapi didalami suaminya dalam keadaan sakit, kemudian saya pikir lebih baik mana yang lebih memungkinkan karena perceraian itu juga kan membutuhkan effort yaa usaha, waktu, tenaga, dan sebagainya. Nah daripada nanti ibu cape-cape, repot gitu yaa, gimana kalo saya tawarkan forgiveness aja, ya setelah kita terapi akhirnya dia bisa memaklumi, memaafkan, dan kemudian ngga lam meninggal. Dia nelpon itu kan ke saya, iya ibu bener katanya jadi suami saya sudah meninggal sambil menangis. Jadi artinya perceraiannya karena perceraian suaminya meninggal bukan perceraian yang ribut-ribut atau yang harus ke pengadilan dan sebagainya. Lembaga konseling apa? Oooh rumah konseling iyaa. Nah iya itu saya juga ngga tau yaa, saya juga tidak pernah diinformasikan seperti apa batasanbatasannya.
Saya kira tergantung dari kebutuhan yaa, kebutuhan dari si klien ini. Apakah itu tadi dilihat dari tingkat masalahnya. Kalau memang masalahnya cukup di posisi cukup konseling di tingkat itu cukup ya mungkin cukup karena untuk di bagian psikis itu sendiri memang saya sebagai koordinator dibawahnya itu memang banyak dari dosen-dosen psikologi kaya Bu Eva, Bu Yanti, Bu Zulva yang kita tidak sempat harus kesana setiap hari gitu kan atau dijadwalkan berapa seminggu sekali itu kita tidak. Kadang-kadang dulu kesana sempat juga kan sebelum ke viktor tempatnya itu kan disini deket ya deket RSUD. Dulu disitu saya belum sibuk seperti
152
No.
Pertanyaan
5.
Biasanya si korban berapa lama Bu dalam mendapatkan pelayanan psikis?
6.
Berarti sebelum kerjasama dengan lembaga konseling, biasanya korban yang membutuhkan pelayanan psikis itu dirujuknya ke pengurus dulu ya Bu?
7.
Kalau pendukung penghambat memberikan
faktor dan dalam
Jawaban sekarang, saya seminggu bisa 3 kali kesitu ke sekretariat yaa sekaligus menjadi rumah aman bagi korban. Nah saya sempat disana sering, bahkan saya nganter ke pengadilan tinggi bawa mobil sendiri, nyetir sendiri, pakai bensin sendiri. Pernah juga ada kasus lain saya anter ke Yayasan Pulih gitu kan, ya seperti itulah keadaannya ya sudah kita laksanakan saja sesuai kemampuan kita. Jadi artinya P2TP2A waktu itu masih memiliki keterbatasan khususnya masalah anggaran. Tapi ngga tau mungkin sekarang sudah cukup baik yaa, tapi kitanya yang mulai agak sibuk. Jadi yang bisa aja yang kita lakukan. Pelayanan psikis itu kalo memang kita dijadwalkan, kita biasanya diinformasikan oleh staf yaa, misalnya si ini ada kasus ini, perlu konseling yaa kita atur jadwalnya. Oh saya bisa hari ini, hari apa mungkin kita lebih fleksibel konselingnya di depan kampus psikologi ini di PLP (Pusat Layanan Psikologi). Kita bisa lakukan disitu karena disitu sudah memang tertata khusus untuk konseling jadi ruangannya tertutup, dari luar mungkin keliatan tapi dari dalem keluar ngga keliatan. Trus dengan kaca-kaca yang relatif agak gelap gitu yaa dengan bangku yang juga sudah khusus untuk konseling jadi lebih nyaman disana. dan orang tidak tahu siapa karena di dalam itu keadaannya kan agak gelap artinya kacanya gelap jadi tidak tahu yang di dalam itu siapa. Iyaa biasanya ke pengurus dulu, kita melakukan konseling, kita melakukan terapi, kalau perlu pendampingan, kita pendampingan kadang kita bawa aja ke polres untuk mengungkap misalnya dalam kasus perceraian, kemudian dalam proses itu ada persoalan penculikan anak, jadi si bapak ini menculik si anak karena si bapak ini tidak mau bercerai, tidak mau si istri menggugat cerai sehingga anaknya diculik. Nah dalam hal seperti itu maka si ibu kan menjadi panik, maka dilaporkan ke polres biasanya kita anter juga ke polres. Disana dibuat berita acara tentang kasus penculikan anaknya tersebut. Maka kita atas nama P2TP2A, kita mendampingilah pembuatan berita acara itu. Faktor pendukungnya adalah apabila si klien itu memang benar-benar memiliki tujuan untuk dibantu sehingga dia terbuka kepada kita, tidak menyembunyikan suatu informasi. Nah tentu saja
153
No.
Pertanyaan pelayanan psikis bagi korban KDRT bagaimana Bu? Dan cara mengatasi kendala yang dialami?
8.
Indikator berhasil atau tidaknya pelayanan psikis bagi korban KDRT bagaimana Bu?
9.
Biasanya berapa lama Bu dari klien datang ke P2TP2A melaporkan masalahnya sampai dia selesai?
Jawaban kalau kendala sebaliknya. Apabila si perempuan ini yang kita dampingi kadang-kadang informasi yang disampaikan tidak sebenarnya, tidak sejujurnya. Suaminya gini-gini, padahal ketika kita dampingi langsung ke lapangan kok tidak sesuai dengan ceritanya yaa. Kadang-kadang misalnya dia melebih-lebihkan, suami saya tuh mau membunuh saya. Oke kita coba bersama-sama kita tengahi pada saat itu kita mediasi maksudnya ke rumahnya kita datangi, kta juga dalam keadaan takut janganjangan suami yang digambarkan itu bener tapi ternyata seringkali tidak seperti apa yang digambarkan. Nah jadi kita coba mediasi, tapi si istri entah kenapa yaa dia juga memang pengen bercerai, entah mungkin ada faktor lain kita tidak tahu, ya tetep dia kekeh ingin bercerai ya kita tidak bisa paksakan karena itu hak dia gitu kan, memang yang pasti kita jelaskan dampaknya dari perceraian tersebut. Cara mengatasinya ya kita harus menggali informasi dari pihak yang lain dalam hal ini adalah suaminya, jadi kita tidak hanya mengambil dari satu sumber tapi juga dari pihak yang lain. Ya tentu saja kalau masalahnya selesai, artinya bahwa dalam diri klien tidak ada masalah lagi dianggap selesai. Tujuan dia ingin bercerai misalnya bisa selesai gitu dan mudah-mudahan itu yang terbaik bagi dia seperti itu. Jadi indikatornya adalah ketika masalah yang dihadapi oleh klien bisa selesai. Kadang-kadang juga ada yang ngga selesai. Bisa jadi tidak selesai itu karena berputar-putar, jadi si perempuan ini si korban ini kadang-kadang berputar mau kesini.. mau kesini.. jadi tidak tuntas/tidak lurus gitu ya jalannya. Dia mencari bantuan itu kemana-mana, sehingga kita arahkan kesini dia tidak ikuti tapi dia larinya kemana-mana, ini yang juga menyulitkan bagi kita kadang-kadang masalahnya ngga selesai. Dan itu sekali lagi kan memang kemauan klien, kalau memang dia menginginkan masalahnya selesai tentu saja kita harapkan bahwa masalah itu bisa tuntas, si klien itu juga misalnya kasus KDRT menggugat cerai tapi kemudian cerainya cerai mati itu kan selesai. Trus juga proses di dalam mentalnya itu dia menjadi orang yang bermental sehat, artinya dia bisa menyesuaikan, bisa menyelaraskan apa yang ada di dalam dirinya dengan lingkungan sekitar. Kita
154
No.
Pertanyaan
10.
Upaya apa saja yang sudah dilakukan P2TP2A dalam mengatasi masalah KDRT Bu?
Jawaban harapkan ketika dia di konseling masalahnya tuntas dan dia memiliki mental yang sehat. Dia bisa beraktivitas lagi seperti masyarakat pada umumnya. Dia bisa mencari nafkah, dia bisa mendidik putra putrinya, dia bisa berinteraksi dengan dunia luar, tidak menjadi manusia yang menyendiri, menjadi pemurung, menjadi orang yang rendah diri, yang selalu memiliki konsep diri yang negatif pada dirinya tentu adalah orang yang tidak memiliki mental yang sehat. Artinya dia masih memiliki potensi dan potensi yang dia miliki itu terus dikembangkan, ditingkatkan sehingga dia bisa berkiprah dalam masyarakat itu sendiri. Ya kita memberikan konseling tadi, memberikan pemahaman kepada klien, kita membuka jalan pikiran klien. Kalau dia mengambil jalan ini maka akibatnya seperti ini, sehingga dia yang memilih kita hanya mengarahkan saja gitu kita tidak berhak untuk menentukan jalan dia tapi kita hanya membuka wawasan bagi dia. Itu yang pertama, yang kedua adalah kita memberikan satu terapi kepada dia supaya dia memiliki jiwa yang sehat, mental yang sehat. Jadi kalau memang dia ada rasa pendendam, rasa ketakutan maka itu harus dibersihkan, emosi-emosi negatif itu kalau bisa dikurangi diminimalisir dan menjadi nol. Nah itu harapan kita, kita sudah lakukan itu kita terapi mereka itu. Beberapa kali saya juga ada kasus yaa jadi si istri ini ditinggalkan oleh suaminya dan di depan mata dia si suami ini berselingkuh, padahal dia udah punya anak dua, jadi saya terapi supaya sudahlah suaminya memang seperti itu apa dia mau memaafkan atau dia bisa mencari kehidupan yang baru lagi dan mendidik anak-anaknya. Daripada kita memiliki rasa dendam kepada si suami tapi dia berselingkuh tentu perasaannya sakit. Nah kita coba mengurangi rasa sakit itu jadi kalau penyakit fisik itu sama dokter, penyakit kejiwaan itu kita mencoba mengurangi rasa sakit itu dengan cara forgiveness tadi memaafkan dan kita kuatkan potensi dia. Berikan penguatan-penguatan supaya dia menyadari dia mampu jadi untuk membangun rasa percaya dirinya. Dan kalau perlu kita berikan jalan, misalnya kita berikan arahan, kita berikan tambahan skill bagi dia, kita berikan pelatihan gitu sesuai dengan hobi dia. Kalau dia memang hobi masak ya kita arahkan untuk memiliki skill
155
No.
Pertanyaan
11.
Pemberdayaan ini prosesnya ketika klien sedang menjalani konseling atau ketika sudah tidak menjadi klien Bu?
12.
Pelatihanpelatihannya seperti apa saja Bu untuk perempuan korban KDRT ini?
Jawaban memasak, misalnya ikut pelatihan-pelatihan di BPMPPKB. Lebih kepada pemberdayaan perempuan. Jadi P2TP2A itu kan ada dibawah BPMPPKB tentu saja ini sangat bagus linknya kan karna P2TP2A pengurusnya sebagian besar ada di BPMPPKB tentu laporan dari staf ini kan akan diketahui oleh BPMPPKB yang menjadi pengurus juga disana sehingga linknya langsung, si korban ini butuh apa maka perlu diberikan wawasan tentang apa gitu yang dibutuhkan si korban ini. Iya saya rasa bisa dalam proses itu ketika dibutuhkan secara mendesak gitu kan atau juga pada saat masalahnya selesai. Jadi tergantung daripada saya rasa tidak ada rumusan yang pasti misalnya apakah dia selesai, saya rasa dalam proses itu juga seseorang tumbuh dan mengoptimalkan potensi yang dia miliki ya tentu saja dalam proses konseling bisa dilakukan dan juga setelah itu. Eeee... saya tidak tahu persis tapi disitu ada beberapa program yaa, program untuk pemberdayaan perempuan khususnya misalnya untuk pelatihan manajemennya, manajemen usaha, manajemen koperasi ada dinas koperasi juga kan kemudian pelatihan sablon atau pelatihan membuat kue, membuat prakarya-prakarya lain yaa saya tidak tahu persis detilnya tapi intinya barang yang akan dibuat itu bisa dijual gitu kan apakah dalam keterampilan menjahit, payet-payet gitu ya pokoknya sekitar itulah.
156
Lampiran VIII TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 14 April 2015 Waktu Wawancara : Pukul 14.15 WIB Tempat Wawancara : Rumah Pribadi Bu Tati Nama Informan : Dra. Hj. Tati Astariati Jabatan: Ketua Divisi Pemberdayaan Perempuan dan Konselor Perkawinan No. Pertanyaan Jawaban 1. Tujuan dari konseling Untuk mewujudkan keharmonisan keluarga, dan perkawinan apa Bu? juga terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. 2. Masalah klien yang Kalau ke saya bukan merujuk sih ya artinya hanya seperti apa yang sebagai mediator, apa masalahnya sedikit banyak dirujuk ke Ibu? memberikan pengarahan, kasih pandangan, saran, wejangan kalo bisa dipertahankan. 3. Biasanya berapa lama Tergantung yaa ada yang sampe 2 jam, 1 jam gitu Bu proses konseling dateng ke rumah. Ada yang berkali-kali dateng, berlangsung? karna dia merasakan apa yang saya berikan itu dia merasakan ketenangan artinya bisa kembali lagi menerima keluarganya yang tadinya engga. Jadi berlanjut kalo di keluarganya ada permasalahan, dia dateng lagi. Kalo ada perubahan-perubahan dia lapor. Ya sesuai kebutuhan klien. 4. Faktor pendukung Faktor pendukungnya ya ngga ada orang lain dan penghambat yang kecuali saya sendiri aja, memberi arahan ya Ibu alami dalam berdasarkan pengalaman, mengenai asam garam memberikan kehidupan, pahit getirnya gitu. Jadi kalo memberi konseling apa Bu? pandangan sesuai pengalaman ya tapi tetap merujuknya pada agama, ya pokoknya arahanarahan yang bisa membuat dia mempertahankan keluarganya. Kalo kendalanya ngga ada yaa, saya sih spontan aja ketika ada yang membutuhkan ya langsung aja ngasih arahan. 5. Biasanya siapa saja Engga ada orang lain sih cuma berdua. Tapi yang yang terlibat dalam kasus kemaren tuh di mediasi ada pak lurah, RT, konseling Bu? kapolsek, kedua orangtua perempuannya karena gitu karena udah bawa-bawa pisau tuh. 6. Hal-hal apa sih Bu ya pokoknya ngasih arahan ke klien, sebaiknya kita yang harus instropeksi dulu apa yang menjadi sebab-sebab diperhatikan agar permasalahan, ngasih arahan agar klien lebih tujuan konseling mengerti supaya mencoba bertahan. Rata-rata sih tercapai? yang saya tanganin sebelah pihak yaa, ngga ada suaminya. Ya alhamdulillah rata-rata yang sudah konseling pada rukun.
157
No. Pertanyaan 7. Ibu sebagai ketua divisi pemberdayaan perempuan kan yaa, ada program khusus tidak Bu untuk perempuan korban KDRT?
Jawaban Sementara saya belum ada program, karena dari pihak ketuanya aja jarang kita diminta program apa. Jadi dari ketuanya tidak menganjurkan membuat program. Kalau ada program kan harus ada dana misalnya kita mau buat penyuluhan. Jadi kita belum disuruh membuat program sama ketuanya. Karna kan kalau ada program harus ada dananya, kalo ngga ada ya ngga berjalan. Jadi belum ada pembinaan bagi klien yang di P2TP2A.
158
Lampiran IX TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara Nama Informan Jabatan
: : : : :
Jum’at, 17 April 2015 Pukul 11.40 WIB Kantor Easy Reader Herlina Mustikasari, S.Pd, MA. Ketua P2TP2A Kota Tangerang Selatan
No. Pertanyaan Jawaban 1. Bagaimana sejarah P2TP2A Kota Tangsel didirikan tahun 2010, berdirinya P2TP2A pelantikannya Desember. Kalo P2TP2A sebenernya Kota Tangsel? program secara nasional yaa, kerjasama antara Kementrian PPPA, Kepolisian, Kementrian Kesehatan dan beberapa Kementrian yang mereka berfikir harus bekerjasama untuk membuat pelayanan terpadu di masyarakat yang mengakomodir kekerasan, kdrt, perdagangan orang, perlindungan perempuan dan anak, sekaligus pemberdayaannya. Di Tangsel P2TP2A itu dibawah BPMPPKB, nah BPMPPKB itu dibawah Kementrian PPPA. 2. Bagaimana cara klien Jadi kita bekerja sama dengan taman bacaan dan mengetahui informasi posyandu membuat yang namanya pos pelayanan, mengenai P2TP2A dulu kita menyebutnya pos sahabat kita. Jadi Kota Tangsel Bu? mereka diperkenalkan tentang P2TP2A, diberikan pelatihan dasar untuk menangani klien, setiap taman bacaan, posyandu di setiap kelurahan itu dibuka untuk pengaduan. Jadi program itu diteruskan oleh BPMPPKB, dan kita disini sebagai pusat pengaduannya. Pos sahabat kita sekarang namanya pos pelayanan terpadu. Itu diadakan karna kita juga ingin menjangkau masyarakat yang ada permasalahan tapi segan memberitahu orang lain, karna kdrt itu kan seperti fenomena gunung es yang keliatan atasnya aja padahal bawahnya banyak yang ngga cerita karna malu, tidak tahu, takut, karna itu kita memilih menyusuri lingkungan sekitar untuk concern dan peduli pada masyarakat sekitar. Itu dari tahun 2011 sudah mulai kita bentuk. 3. Oh berarti KDRT itu kan ada pencegahan, penanganan, dan pembentukan pos-pos pemulihan yaa. Upaya pencegahan ya itu tadi sudah itu adalah upaya juga dibuat pos-pos pelayanan terpadu di setiap ya Bu, selain itu kelurahan itu termasuk ke dalam penanganan juga upayanya apalagi Bu yaa, selain itu kita juga mengadakan sosialisasi ke yang dilakukan sekolah, kelurahan, komunitas, jadi P2TP2A dalam mensosialisasikan tentang P2TP2A itu sendiri,
159
No.
4.
5.
Pertanyaan Jawaban mengatasi masalah karna di Tangsel belum banyak juga yang tau apa KDRT? itu P2TP2A, lalu sosialisasi juga mengenai undangundang kdrt masalah hukumnya, trus dari segi psikologi kita juga sosialisasi first aid (pertolongan pertama) kaya kita mau menolong orang yang depresi itu bagaimana caranya nah itu kita sosialisasikan. Upaya dari segi penanganan yang sudah dilakukan kan kita ada tiga bidang nih, pertama bidang pelayanan yang membawahi pelayanan medis, psikis, hukum setelah itu ada bidang humas dan litbang itu lebih kepada penguatan organisasi P2TP2A baik ke dalam sesama pengurus ataupun keluar karna P2TP2A itu organisasi sosial ya walaupun dibentuk oleh pemerintah tapi sifatnya sosial. Sekarang sedang diusahakan mencari donatur dari pihak swasta, agar dapat berjalan lebih optimal karna ada tidaknya dana kita tetap harus menangani klien. Lalu ada bidang pemberdayaan perempuan dan pengembangan anak, jadi lebih ke rehabilitasi setelah perempuan-perempuan mengalami kasus agar lebih bisa berdaya. Pemberdayaan perempuan biasanya kita bekerja sama dengan PKBM ataupun UKM untuk memberdayakan para wanita korban KDRT. Jadi memberikan keterampilan untuk mereka, misalnya membuat sendal, memasak, merangkai bunga yang sifatnya lebih kepada keterampilan yang fungsional yaa.. menghasilkan sesuatu. P2TP2A Kota Banyak, misalnya dengan Dinas Kesehatan, Dinas Tangsel menjalin Sosial, Dinas KUKM, Polres, LSM lain, LBH, kerjasama dengan LPSK, rumah sahabat anak, atau dengan lembaga apa saja Bu perusahaan swasta yang memberikan bantuan dana dalam memberikan kepada kita untuk sosialisasi. Sekarang terutama pelayanan bagi dengan Rumah Konseling dan LBH Paham, mereka korban KDRT? yang mendampingi P2TP2A karna kita ngga bisa sendirian nannganin kasus, dan kapasitas kita juga kurang misalnya dalam penanganan hukum. Bentuk pelayanan Pelayanan rehabilitasi sosial kita kerjasama dengan selain medis, psikis, Dinas Sosial, kita kan disini sebagai mediator yaa hukum yang saya tahu untuk menyampaikan ke Dinas Sosial. juga ada rehabilitasi sosial ya Bu nah itu bagaimana?
160
No. Pertanyaan 6. Bagaimana alur/proses pelayanan P2TP2A Kota Tangsel ketika klien/korban KDRT mengadu Bu?
Jawaban Jadi kita membuka segala akses kepada masyarakat untuk mengadu, ngga harus datang. Jadi ada yang datang langsung, bisa telepon, sms, dengan berbagai cara asal kalau lewat telepon dan sms dia memberikan identitas yang jelas. Jadi kita bisa menemui dia, ngga harus dia datang ke kita. Ada juga pihak lain yang melaporkan terjadi sesuatu, yang melaporkan bisa tetangga, teman, guru sekolah, nah itu bisa datang ke kantor atau lewat sms asal alamatnya jelas nanti kita cari. Ada juga kita mendapat informasi dari koran, media sosial. Lalu setelah itu, entah klien yang datang atau kita yang turun, kita biasanya membuat form aduan. Pada saat itu kita bisa mendeteksi ini urgent sekali yang harus ditindaklanjuti dengan cepat misalnya pembuatan visum atau yang butuh ke rumah sakit karna cedera parah itu harus segera, atau ada juga yang sifatnya ini kita masih bisa buat janji lagi, misalnya “Ibu mau konsultasi ngga dengan bidang hukum kita untuk mengetahui apa konsekuensinya?” nah nanti dibuat jadwal karna konselor hukum setiap Rabu yaa. Atau misalnya “Ibu kami rujuk ya bu ke rumah konseling?”. Selanjutnya terus dipantau kasus itu walaupun cuma yang datang ke rumah konseling, tetap kita melihat sejauh mana. Karna kita pengen kasus itu ada tulisan selesai, ngga menggantung. Ada yang menggantung itu karna orangnya ngga datang lagi. Misalnya sudah baik dengan suaminya tapi nanti pas ada masalah datang lagi. Tapi itu tetap kita kontrol, kita telpon, tapi kalau yang lost contact catatan kita klien tidak bisa dihubungi. Jadi kita tidak memaksakan klien misalnya untuk bercerai daripada dipukulin terus itu engga yaa, karna perceraian bukan jalan keluar, kita lebih kepada mediasi, konseling. Setelah kita sudah follow-up, kita memantau mereka. Prinsip-prinsip penanganan P2TP2A pertama, klien itu harus perempuan dan anak-anak (sampai usia 18 tahun), kedua yaitu warga Tangsel atau lokasi kasus kejadian di wilayah Tangsel, ketiga yaitu rahasia artinya segala data mengenai korban tidak dipublikasikan kepada pihak-pihak yang dianggap tidak berkaitan langsung, keempat yaitu netral artinya kasus yang ditangani bebas dari urusan politik, urusan, agama, warna kulit, jadi siapapun bisa dilayani tidak ada perbedaan/setara, nah yang terakhir itu tidak
161
No.
Pertanyaan
7.
Untuk pelayanan hukum itu pendampingan tahapnya sampai mana Bu?
8.
Untuk pelayanan medis ya Bu, prosedur korban KDRT yang harus dirujuk ke rumah sakit bagaimana?
9.
Apa faktor pendukung dan penghambat Bu dalam memberikan pelayanan bagi korban?
Jawaban dikenakan biaya, kecuali misalnya kalo dia kasus perceraian yang daftar ya dia kecuali kalo ngga mampu tetap kita berusaha membantu. Pendampingan sampai di pengadilan diawasin, di kantor polisi apalagi. Yang paling susah itu kan klien pendampingan ke kantor polisinya, kalau salah ngomong jadi jangan sampai dia yang mengadu tapi malah dia yang dikriminalkan. Nah untuk pengacara di pengadilan bagi yang ngga mampu kan di pengadilan ada yang pro bono, nah kita membantu dia mendapatkan pro bono itu. Prosedur yaa kita anter, kalo dia ngga bisa jalan kita antar. Kita yang bawa ke rumah sakit, visum juga kita yang nganterin, tapi masalah yang lain kita kerjasama dengan Dinas Kesehatan, misalnya klien yang ngga mampu membutuhkan perawatan biasanya kita menulis surat. Untuk rumah sakitnya sejauh ini kita ke RSUD ya, tapi kalo visum kita diluar RSUD. Kalau yang menghambat ya dari sisi korban misalnya korban yang suka berubah-ubah, kita tau dia punya masalah, pada saat masalah itu ada dia datang udah gitu ngga berapa lama mencabut lagi jadi ngga bisa selesai, bolak-balik begitu terus, makanya kita banyak kasus yang bertahun-tahun, cuma ini kan hubungan antara manusia dengan manusia, kita ngga bisa saklek “Bu, harus begini pokoknya, kalau ibu ngga mengikuti apa kata P2TP2A ibu ngga usah datang lagi” jadi ngga bisa seperti itu, mau ngga mau kita menghargai juga apa yang dia rasakan dan prosesnya. Trus dari segi SDM, kasus itu banyak sekali, jadi SDMnya kita bener-bener memerlukan kerjasama yang lebih luas lagi pada pihak-pihak yang lain terutama dalam segi hukum, psikis, dan medis. Hukum paling utama yaa bagaimana kita bisa membantu klien dengan maksimal. Kalo yang faktor pendukung saya lihat sih lebih kepada faktor emosional yaa jadi kalo ada klien yang masalahnya beres setelah kita bantu itu ada rasa kepuasan, sudah memberikan sesuatu kepada orang lain. Pendukung yang lain Pemkot/walikota sangat concern kepada masalah perempuan dan anak jadi kita mendapat dukungan yang sangat kuat dari BPMPPKB untuk program-program kita, lalu aspirasi kita didengarkan bagaimana untuk mengembangkan P2TP2A.
162
No. Pertanyaan 10. Untuk programprogram dari divisidivisi itu ada tidak Bu?
11.
Sarana dan prasarana apa saja yang disediakan P2TP2A Kota Tangsel bagi korban KDRT?
Jawaban Programnya kita cuma sosialisasi, penguatan kaya gitu ya, jadi kita ngga seperti PKK yaa, program itu lebih kepada yang berkaitan dengan kekerasan, kdrt, trafficking, jadi ngga ada program khusus. Kita lebih mengarah pada penanganan kasus dan pencegahan. Sekarang kita kan punya kantor sendiri ya, di dalam ada ruang pengaduan, sudah dilengkapi dengan sofa supaya nyaman ya kalo klien menceritakan masalahnya, kita kerjasama juga dengan kantor perpustakaan jadi kita dibuatkan sudut pojok baca kalo ada anak-anak yang datang bisa baca buku disitu untuk menambah kenyamanan, kemudian kantor sementara ini bisa dipake untuk tempat tinggal klien sementara ya ngga lebih dari 2 hari, ada kamar tidur, dapur, bahan makanan. Kalo klien butuh lebih lama kita akan merujuk ke Dinas Sosial ataupun ke yayasan, rumah tinggal lain, ke LPSK, ke rumah sahabat anak, pokoknya kemana saja yang bisa kita rujuk.
163
Lampiran X TRANSKRIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 25 Maret 2015 Waktu Wawancara : Pukul 11.00 WIB Tempat Wawancara : Kantor P2TP2A Kota Tangsel Nama Informan : Klien (Wilis) No. Pertanyaan Jawaban 1. Dari mana informasi Saya dulu kan aktif jadi pengurus di P2TP2A tentang P2TP2A ini anggota bidang pemberdayaan perempuan mba, Ibu dapatkan? jadi saya udah tau tentang P2TP2A dulu jadi pengurus eh sekarang jadi klien. 2. Ibu melapor Sebenernya saya dulu pernah jadi klien juga disini mengenai kasus Ibu sebelum kasus KDRT ini, dulu kasus saya itu cerai ke P2TP2A kapan? sama suami menuntut pembagian harta gono gini, tapi suami saya ngotot ngga mau ngasih harta gono gini karna melihat saya sudah nikah sama suami saya yang kedua ini, jadi suami saya bilang harta yang buat saya jatohnya untuk anak-anak kami. Kalo sekarang saya di-KDRT-in sama suami yang kedua. Saya ngelapor dari awal tahun 2015. 3. Bagaimana Saya dateng trus ngisi formulir pengaduan setelah alur/proses pelayanan itu saya dirujuk ke konselor psikis, udah beberapa yang P2TP2A kali saya datang ke konselor psikis ya ketemu sama lakukan setelah Ibu mba Zeezee. datang? 4. Dalam pelayanan Ya saya kan datang sambil nangis trus sama Mba psikis (konseling) itu Zeezee saya ditenangin dulu, keluarin semua unekIbu bagaimana unek saya. Saya cerita dan Mba Zeezee dengerin. prosesnya? Trus Mba Zeezee ngasih saya semangat, motivasi kalo saya harus bangkit, harus bisa keluar dari permasalahan saya. Karena saya jadi korban KDRT secara ngga sadar saya juga pernah mukul anak saya kalo dia lagi nakal banget saya pukul mba. 5. Selain pelayanan Ini saya mau konsultasi sama konselor hukum mau psikis ini Ibu nanya bener ngga tindakan saya. Kan saya dibantu mendapatkan sama bapak saya minta tolong sama pak Lurah pelayanan lain? ngumpulin kedua belah keluarga, keluarga saya sama keluarga suami karna saya mau cerai aja udah ngga sanggup, karna saya sudah bertahan cukup lama. Tetapi suami saya ngga pernah berubah, selalu kalo saya salah dipukul trus nanti dia minta maaf manjain saya nanti saya luluh lagi mba gitu. Tapi sekarang saya udah bulet mau cerai saja, walaupun dia nanti minta maaf ya saya maafkan tapi kalo mau kembali saya bilang sudah terlambat.
164
No. Pertanyaan Jawaban 6. Kalau boleh tahu, Ya itu kalo salah dikit dipukul, ngga cuma dipukul kekerasan apa saja tapi saya juga dikatain mba, ya pokoknya dia sudah yang Ibu alami? menginjak harga diri saya, pembunuhan karakter lah. Saya juga selama ini cari nafkah sendiri mba, seetiap bangun tidur saya selalu bertanya sama diri saya sendiri “Apa lagi yang harus gua jual?” begitu mba, kan anak masih kecil butuh buat beli susu sama makan kita sehari-hari. Dia kan kerjanya ngga jelas mba, tapi beberapa bulan ini dia ngaku jadi manajer marketing alhamdulillah saya dikasih nafkah.
HASIL DOKUMENTASI Gambar 1
Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
Gambar 2
Ruang Penerimaan Pengaduan P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
165
166
HASIL DOKUMENTASI
Gambar 3
Orang tua seorang klien datang dan menanyakan tentang kelanjutan kasus anaknya kepada Staf Penerima Pengaduan di ruang penerimaan pengaduan.
Gambar 4
Ruang konsultasi pelayanan hukum di Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
167
HASIL DOKUMENTASI
Gambar 5
Fasilitas rumah aman (shelter) bagi klien P2TP2A.
Gambar 6
Ruangan besar terdapat rak-rak buku, lemari penyimpanan berkas, meja dan kursi, serta sofa.
168
HASIL DOKUMENTASI
Gambar 7
Sarana pendukung berupa sofa agar klien lebih nyaman untuk menceritakan masalahnya.
Gambar 8
Dapur dan toilet di Kantor P2TP2A Kota Tangerang Selatan.