ISSN 1978-0346
Volume 1, Nomor 1, Januari 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo - Ungaran
JGK
Vol. 1
No. 1
Halaman 1 - 39
i
Ungaran Januari 2009
ISSN 1978-0346
ISSN : 1978-0346
DEWAN REDAKSI
Pemimpin Redaksi Dewan Penyunting
: :
Redaksi Pelaksana
:
Editor
:
Yuliaji Siswanto, SKM, M.Kes.(Epid) Heni Purwaningsih, S.Kep., Ns Humaira Atabaki, S.Far, Apt Sukarno, S.Kep., Ns Hapsari Windayanti, S.Si.T
Drs. Sugeng Maryanto, M.Kes Drs. Jatmiko Susilo, Apt, M.Kes. Raharjo Apriatmoko, SKM., M.Kes. Gipta Galih Widodo, S.Kp., Sp.KMB
JGK diterbitkan 2 kali dalam satu tahun. Alamat Redaksi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Jl. Gedongsongo-Mijen, Ungaran Tlp: 024-6925408, Fax: 024-6925408 E-mail : www.nwu.ac.id
i
ISSN 1978-0346 Vol. 1, No. 1, Januari 2009
Daftar Isi
1–6
Tiurlina Yulita Nurchayati Sikni Retno K
Uji Toksisitas LC95 Ekstrak Daun Datura metel L., Datura stramonium L. dan Brugmansia suaveolens L. Terhadap Larva Aedes aegypti
Puji Pranowowati Sri Wahyuni Susiana Purwantisari
Aplikasi Karaginan Sebagai Pengganti Boraks Dalam Meningkatkan Keamanan Pangan
Bahan Upaya
7 – 10
Yuliaji Siswanto
Beberapa Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang (Studi Kasus Di RSUP dr. Kariadi Semarang)
11 – 18
Madya Sulisno
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan oleh Perawat di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus Tahun 2003
19 – 24
Heni Hirawati Pranoto Sugeng Maryanto
Efektifitas Pijat Bayi Terhadap Peningkatan Berat Badan Bayi di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
25 – 29
Humaira Atabaki
Optimasi Campuran Aerosil - Manitol Untuk Pembuatan Tablet Kunyah Campuran Serbuk Instant Kencur (Kaempferiae galanga L) Dan Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb) Secara Granulasi Basah Dengan Metode Factorial Design
30 – 39
ii
Uji Toksisitas LC95 Ekstrak Daun Datura metel L., Datura stramonium L. dan Brugmansia suaveolens L. Terhadap Larva Aedes aegypti
Tiurlina*), Yulita Nurchayati **) , Sikni Retno K***) *) Alumnus Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar FMIPA UNDIP ***) Staf Pengajar Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Cone-shaped plant is one plant used as insecticide and larvaside. It has various toxicity which different to test insect. Purpose of the research is to compare toxicity of 3 cone-shaped types of Datura metel L., Datura stramonium L. and Brugmansia suaveolens L. to mosquito larva of A. aegypti, and also to know effective concentration at least from that cone-shaped plant to the mosquito larva of A.egypti. The research consists of 7 groups of treatment and it is given 10 Aedes aegypti larva every treatment with 4 repetition. 1st-5th group are given extract treatment of Datura metel L. leaves, Datura stramonium L, and Brugmansia suaveolens L. with the contents of 1%; 1.5%; 2%; 2.5%; and 3%. 6th group (negative control) is given treatment of aquades and 7 th group (positive control) is given treatment of abate SG 1% . The results show that Datura stramonium L. has the highest toxicity than Datura metel L. and Brugmansia suaveolens L. The minimum effective letal concentration (LC95) of each cone-shaped type (Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L.) is the range between 1.5%-2%; 2.5%; and 2.5%-3%. It is necessary to conduct toxicity test for each contents (hyosciamine, scopolamine, and atropine) which is the most toxic to A. aegypti larva. Besides it requires a study of side effect of alkaloid contained in the leaves of Datura metel L., Datura stramonium L., and Brugmansia suaveolens L., if it applies in fresh water place and fishpond
ABSTRAK Tumbuhan kecubung merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida maupun larvasida. Tumbuhan tersebut memiliki banyak jenis dengan toksisitas yang berlainan terhadap serangga uji. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan toksisitas 3 jenis kecubung yaitu Datura metel L., Datura stramonium L. dan Brugmansia suaveolens L. terhadap larva nyamuk A. aegypti, serta untuk mengetahui konsentrasi efektif minimal dari kecubung tersebut terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini terdiri dari 7 kelompok perlakuan dan setiap perlakuan diberi 10 ekor larva Aedes aegypti dengan 4 ulangan. Kelompok 1-5 masing-masing diberi perlakuan ekstrak daun Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L. dengan konsentrasi 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3%. Kelompok 6 (kontrol negatif) diberi perlakuan dengan akuades dan kelompok 7 (kontrol positif) diberi perlakuan dengan abate SG 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Datura stramonium L. mempunyai toksisitas yang paling tinggi dibandingkan dengan Datura metel L. dan Brugmansia suaveolens L. Konsentrasi letal efektif (LC95) minimal masing-masing jenis kecubung (Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L.) adalah berkisar antara 1,5%-2%; 2,5%; dan berkisar antara 2,5%3%. Perlu dilakukan uji toksisitas untuk masing-masing kandungan (hiosiamin, skopolamin, dan atropin) yang paling toksik terhadap larva Aedes aegypti. Selain itu perlu kajian tentang efek samping alkaloida yang terkandung dalam ekstrak daun Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L., bila diaplikasikan pada tempat air minum dan kolam ikan.
1
quercifolia, Datura wrightii dan lain-lain.4) Spesies kecubung memiliki varietas seperti bunga putih, bunga ganda warna ungu, bunga merah dan bunga hitam. Kecubung yang berbunga putih dianggap lebih toksik dibandingkan kecubung lainnya 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infus 0,5% daun kecubung (Datura metel L.) dapat menghambat kontraksi (menurunkan amplitudo) trakea kelinci yang terpisah secara nyata sedangkan pada pemberian infus 0,1% masih belum efektif untuk menghambat trakea kelinci.5) Toksisitas pada serangga umumnya dinyatakan dengan nilai LC (Lethal consentration). Konsentrasi efektifnya ditunjukkan pada LC95, artinya konsentrasi efektif dari ekstrak yang diujikan mampu membunuh 95% hewan uji. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Uji Toksisitas LC95 Ekstrak Daun D .metel L.,D. stramonium L., dan B. suaveolens L Terhadap Larva Aedes aegypti”. Toksisitas dari kecubungkecubung tersebut akan dibandingkan untuk mengetahui jenis yang paling toksik terhadap larva A. aegypti.
PENDAHULUAN Demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan di negara Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meluas penyebarannya hampir ke seluruh pelosok daerah. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari penderita kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. 1) Pemberantasan demam berdarah dengue dapat dilakukan dengan memberantas vektor penyebabnya dan pencegahan dapat dilakukan dengan penggunaan vaksin. Insektisida digunakan untuk pemberantasan nyamuk dewasa maupun terhadap larva nyamuk A. aegypti. Pemberantasan larva nyamuk A. aegypti umumnya dilakukan dengan pemberian abate SG 1%. 1) Abate SG 1% merupakan salah satu contoh dari insektisida organofosfat. Penggunaan insektisida organofosfat juga bisa menimbulkan dampak negatif yaitu keracunan ringan, sedang, maupun berat. Keracunan ringan ditandai dengan gejala nonspesifik seperti rasa lelah atau lesu, badan terasa sakit, sakit kepala. Keracunan sedang ditandai dengan gejala ringan yang diperparah dengan mengecilnya pupil mata, otot-otot gemetar, sulit berjalan, serta denyut jantung melambat. Keracunan berat ditandai dengan mengecilnya pupil mata, melemahnya kesadaran, hilangnya reaksi terhadap cahaya, kejang-kejang, paru-paru membengkak, tekanan darah meningkat, dan hilangnya tenaga.2) Oleh karena itu, perlu suatu usaha guna mendapatkan insektisida alternatif yang lebih efektif dalam daya rusaknya, cepat dan mudah terdegradasi dan mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan. Insektisida alternatif yang berpotensi dalam mengendalikan populasi serangga adalah insektisida alami yang berasal dari senyawa kimia yang terkandung di dalam tumbuhan .Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida alami adalah tumbuhan kecubung.3) Kandungannya yang utama dalam kecubung antara lain alkaloida. Alkaloida tersebut dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison. Peningkatan hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorfosis sehingga serangga akan mati. Kecubung mempunyai beberapa jenis di antaranya Datura metel L, Datura stramonium, Brugmansia suaveolens, Datura ceratocaula, Datura menghitamkan, Datura ferox, Datura inoxia, Datura
MATERI DAN METODE 1. 2.
Determinasi Tanaman Pengeringan dan Penyiapan Sampel Daun kecubung diambil secara acak, dicuci dengan air mengalir sampai bersih, dikeringkan di bawah sinar matahari tidak langsung. Ekstrak bahan aktif dari daun kecubung diperoleh dengan cara ekstraksi secara maserasi dengan asam asetat 5% (15-20 bagian). Ekstrak dipanaskan sampai 70ºC, saring dan tambahkan ammonia pekat tetes demi tetes sampai pH menjadi 10. Selanjutnya dipusingkan dan larutan beningnya dibuang. Endapan yang diperoleh dicuci dengan ammonia 1%, dan dipusingkan lagi. Endapannya ditampung, dikeringkan dan ditimbang 6) . Proses ini dilakukan pada tiap konsentrasi yang akan digunakan dalam pengujian maupun dalam uji pendahuluan. 3. Uji pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kisaran konsentrasi yang akan digunakan dalam penelitian. Konsentrasi yang digunakan pada uji
2
pendahuluan adalah 1%, 2%, dan 3%. Untuk pembuatan konsentrasi 1% diambil hasil ekstrak 1g ditambahkan dengan akuades sampai 100mL. Untuk konsentrasi 2%, 3% dibuat sesuai penimbangan bahannya. Selain itu juga digunakan kontrol negatif yaitu pada uji dengan menggunakan akuades dan kontrol positif yaitu dengan pemberian bubuk abate SG 1%. 4. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Kecubung Pengujian dilakukan dengan menambahkan ekstrak tiap-tiap kecubung dalam tempat hidup larva (pot). Larva yang digunakan sebagai sampel sebanyak 10 ekor dengan 4 ulangan. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah: a. P0 = kontrol negatif menggunakan 0% ekstrak daun kecubung (akuades) b. P1 = kontrol positif menggunakan abate SG 1% c. P2 = 1% ekstrak kecubung d. P3 = 1,5% ekstrak kecubung e. P4 = 2% ekstrak kecubung f. P5 = 2,5% ekstrak kecubung g. P6 = 3% ekstrak kecubung
Tabel 1.
5.
6.
Perhitungan LC95\ Data jumlah kematian larva digunakan sebagai dasar untuk perhitungan LC95 guna mengetahui konsentrasi efektif untuk membunuh 95% larva uji. Jumlah kematian larva A. aegypti tiap pot diamati setelah 24 jam. Kemudian LC95 dihitung dengan menggunakan analisis probit dengan taraf kepercayaan 95% 7). Analisa Data Untuk mengetahui korelasi dan membandingkan daya toksisitas antar jenis kecubung, data kematian larva A. aegypti dianalisis dengan statistik parametrik ANOVA faktorial 2 jalur pada taraf kepercayaan 95% program SPSS 8).
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
Hasil penelitian berkaitan dengan uji toksisitas LC95 ekstrak daun D. metel L., D. stramonium L. dan B. suaveolens L. terhadap larva A. aegypti setelah 24 jam disajikan pada Tabel 1. Penelitian terhadap kematian larva A. aegypti dengan pemberian ekstrak daun kecubung dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Rata-rata kematian larva A.aegypti yang diberi perlakuan 3 jenis ekstrak daun kecubung setelah 24 jam. Jenis Tumbuhan
Konsentrasi
1%
4,75abc
Datura stram onium L. 8,25ab
1,5%
8ab
9,75ab
4bc
%
10a
9,25ab
6,75ab
2,5%
10a
9,5ab
8,75ab
3%
10a
10a
10a
Jenis tumbuhan
8,55x
9,35wx
7y
Datura metel L.
Brugmansia suaveolens L. 4,75abc
Kontrol positif
Kontrol negatif
Rata rata kematian 5,92z 7,25yz
10a
0c
8,67xy 9,42x 10x
10w
0z
Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
3
Tabel 2. Persentase (%) kematian larva A.aegypti yang diberi perlakuan 3 jenis ekstrak daun kecubung setelah 24 jam Jenis Tumbuhan Konsentrasi Datura metel L.
Datura stramonium L.
Brugmansia suaveolens L.
1%
47,5 %
82,5%
47,5%
1,5%
80%
97,5%
40%
2%
100%
92,5%
67,5%
100%
95%
87,5%
3%
100%
100%
100%
Kontrol positif
100%
100%
100%
Kontrol negatif
0%
0%
0%
2,5%
rata-rata kematuian
Berdasarkan Tabel 1 D. metel L., D. stramonium L., dan B. suaveolens L. dibandingkan dengan kontrol positif yaitu abate SG 1%, diperoleh bahwa D. stramonium L. mempunyai toksisitas yang paling tinggi dibandingkan dengan D. metel L., dan B. suaveolens L. Hal ini berdasarkan hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa D. stramonium L. berbeda tidak nyata dengan kontrol positif. Bila dibandingkan antara D. metel L.,D. stramonium L., dan B. suaveolens L., diperoleh bahwa D. metel L. dan D.
stramonium L. mempunyai toksisitas yang berbeda tidak nyata. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam untuk mengetahui matinya larva secara keseluruhan sehingga dapat diketahui efektifitas suatu ekstrak. Pada penelitian ini dapat dilihat toksisitas ekstrak yang dapat membunuh 95% larva A. aegypti ditunjukkan dengan harga LC95. Harga LC95 minimal ekstrak daun D. metel L. berkisar antara 1,5%-2% sedangkan LC95 minimal D. stramonium L. berada pada 2,5%.
12 10 8 6 4 2 0
Datura metel L. Datura stramonium L.
1% 1.5% 2% 2.5% 3%
Brugmansia suaveolens L.
konsentrasi Gambar 1.
Grafik rata-rata kematian larva A.aegypti pada 3 jenis kecubung
4
mempengaruhi jenis kitin yang dihasilkan epitel dalam proses pergantian kulit. Bila hormon juvenil terhambat maka pertumbuhan dan perkembangan juga ikut terhambat sehingga terjadi kegagalan metamorfosis.10) Insektisida yang umum digunakan untuk membunuh larva nyamuk adalah abate SG 1%. Abate SG 1% merupakan pestisida dari golongan organofosfat dengan kandungan senyawa organofosfat O, O, O, O-tetrametil O, O-tiodifenil fosforotionat. Abate SG1% dapat menghambat aktivitas enzim kolinesterase sehingga sasaran akan mengalami kelumpuhan dan kemudian mati. Abate SG 1% tidak berbahaya bagi manusia, binatang maupun ikan. Namun abate SG 1% memiliki bau yang kurang sedap sehingga masyarakat enggan untuk menggunakannya. Selain itu ada beberapa daerah yang sulit untuk mendapatkan abate SG 1%. Insektisida alami seperti tumbuhan kecubung dapat digunakan sebagai alternatif, bila masyarakat sulit mendapatkan abate SG 1%. Insektisida alami memiliki sifat yang tidak stabil sehingga memungkinkan dapat terdegradasi secara alami11), lebih efektif dalam daya rusaknya, mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil análisis probit dengan menggunakan program SPSS dengan taraf kepercayaan 95%, harga LC95 dari masing-masing ekstrak daun D. metel L., D. stramonium L., dan B. suaveolens yaitu 1,773%; 2,015%; dan 2,982%. Artinya konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi efektif untuk membunuh 95% larva A. aegypti.
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 D. metel L. dan D. stramonium L., mempunyai tingkat toksisitas yang hampir sama, karena kedua jenis tersebut berada dalam satu genus Datura. Kandungan utama pada genus Datura tersebut adalah skopolamin, hiosiamin, dan atropin. B. suaveolens L. kurang toksik dibandingkan dengan jenis Datura. Diduga karena kandungan alkaloida pada B. suaveolens L. relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis Datura. Selain kandungan alkaloida utama di atas masih ada senyawa alkaloida lain yang menambah toksisitas dari genus Datura yaitu tropin, skopin, (S)-(-) skopolamin (hiosin), atropamin (=apoatropin), suskohigrin, datumetin, nikotin, alkaloida pirolidin dan belladonna. Kandungan alkaloida-alkaloida inilah yang turut menyebabkan kematian larva A.aegypti. Alkaloida Datura pada konsentrasi di bawah 1,5% belum mengakibatkan peningkatan hormon ekdison yang berlebih, sehingga tidak semua larva mengalami kegagalan metamorfosis. B. suaveolens L. pada konsentrasi kurang dari 2,5% belum bisa membunuh 95% larva A. aegypti. Hal ini diduga karena kandungan alkaloida yang terkandung relatif sedikit sehingga membutuhkan konsentrasi yang lebih banyak dibandingkan genus Datura untuk membunuh 95% larva A. aegypti. Harga LC95 minimal D. metel L. terjadi pada konsentrasi antara 1,5%-3%, D. stramonium L. 2,5% dan B. suaveolens L. berkisar antara 2,5%-3%. Kematian larva didahului dengan gerakan yang semakin melambat dan ada juga sebagian tubuh larva hancur tidak terlihat karena larutan yang berwarna hitam seiring dengan peningkatan konsentrasi. Hal ini diduga karena alkaloida yang terkandung di dalam ekstrak daun kecubung dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison. 9) Hormon ekdison adalah hormon yang disintesis pada saat serangga pra dewasa ganti kulit dalam proses perkembangannya. Cara kerja hormon ekdison tersebut berkaitan langsung dengan dua hormon lainnya yaitu PTTH (prothoracicotropic hormone) dan hormon juvenil (JH). Bila hormon ekdison terus meningkat maka akan menghambat produksi hormon juvenil (JH). Hormon juvenil merupakan bahan esensial dalam pertumbuhan dan perkembangan larva, dan
SIMPULAN 1. D. stramonium L. mempunyai toksisitas yang paling tinggi dibandingkan dengan D. metel L. dan B. suaveolens L. 2. Konsentrasi efektif LC95 minimal pada D. metel L. berkisar antara 1,5%-2%, D. stramonium L. berada pada 2,5%, dan B. suaveolens L. berkisar antara 2,5%-3%.
5
http://en.wikipedia.org/wiki/Datura_stra monium , diakses pada Mei 2009. 5. Dalimartha, S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat, Jilid 2, Trubus Agriwidya, Jakarta, Hal 106-108. 6. Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Cetakan Kedua, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, penerbit ITB, Bandung, Hal 69-244. 7. Ghozali, I., 2006, Analisis Multivariat Lanjutan Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang, Hal 103-105. 8. Winarsunu, T., 2004, Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, Hal 113-176. 9. Chairul, Partosoedjono, S., Sigit, & Aminah, 2001, Cermin Dunia Kedokteran, www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_Srar akDmeteldanEprostata.pdf/06_ SrarakDmeteldanEprostata.html , diakses pada Agustus 2008. 10. Samsudin, 2008, Mengenal Hormon Ganti Kulit Pada Serangga (Ecdysone Hormone), www.pertaniansehat.or.id, diakses pada Agustus 2009.
SARAN 1. Perlu dilakukan uji toksisitas untuk masing-masing kandungan (hiosiamin, skopolamin, dan atropin) yang paling toksik terhadap larva A. aegypti. 2. Perlu kajian tentang efek samping alkaloida yang terkandung dalam ekstrak daun D. metel L., D. stramonium L., dan B. suaveolens L., bila diaplikasikan pada tempat air minum dan kolam ikan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Soedarto, 1990, Penyakit-Penyakit Infeksi Indonesia, Widya Medika, Jakarta, Hal 36-37. Djojosumarto, P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia Pustaka, Jakarta, Hal 87-88, 316. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Cetakan Pertama jilid III, Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan, Yayasan Sarana Wana jaya, Jakarta, Hal 1720-1725. Anonim a, 2009, Datura stramoniumWikipedia, The Fee Encyclopedia,
6
Aplikasi Karaginan Sebagai Bahan Pengganti Boraks Dalam Upaya Meningkatkan Keamanan Pangan Puji Pranowowati *), Sri Wahyuni *), Susiana Purwantisari **) *) Staff pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Jurusan Biologi FMIPA UNDIP ABSTRACT Borax as a food additive is used as a substance of preservative and gives rubbery texture on food. According to Indonesia Consumers Association in 1990, 80 % of meatball is positively added by borax. Food containing borax causes the disturbance of brain, liver, and kidney. Karaginan which derives from one kind of red sea grass Euchema Cottoni has a role as a replacement substance of borax because it has gel character which functions as an emulsion. This research aims to test karaginan which gives rubbery texture on food and to test whether karaginan can also function as an alternative to preserve food in the process of meatball making. The research method used experimental method through two different actions in mixing borax and karaginan by counting the whole bactery using TPC method. The analysis results show that there is no difference in the bacterial amount between the mixing of borax and karaginan in the first day with p=0,068 and in the second day with p=0,083 The appearance of the meatball both made by mixing borax or karaginan is same which is 3.84. The colour of borax mixed meatball is better (4.12) than karaginan mixed meatball (4.04). The smell is more special on karaginan mixed meatball (4.6) than on borax mixed meatball (4.16). Karaginan mixed meatball is more delicious (4.36) than borax mixed one (4.28). The texture of the karaginan mixed meatball is more solid (4.32) than borax mixed meatball (4.04). It is expected to the next researchers to do further research about the other exact doses of karaginan that can be used to preserve or to give rubbery texture on food.
ABSTRAK Bahan aditif makanan sintetik kimiawi boraks digunakan sebagai bahan pengenyal dan pengawet pada makanan. Menurut YLKI 1990, 80% bakso positif memakai boraks. Makanan yang mengandung boraks menyebabkan gangguan otak hati dan ginjal. Karaginan yang berasal dari salah satu jenis rumput laut merah Euchema Cottoni mempunyai peran sebagai alternatif pengganti boraks karena mempunyai sifat gel yang berfungsi sebagai pengemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji karaginan sebagai bahan pengenyal makanan sekaligus untuk menguji apakah karaginan juga dapat berfungsi sebagai alternatif bahan pengawet makanan pada proses pembuatan bakso. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan 2 perlakuan pencampuran bahan boraks dan karaginan dengan menghitung total bakteri dengan metode TPC. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah bakteri antara perlakuan pencampuran bahan boraks dan karaginan (p=0,068) pada hari pertama dan tidak ada perbedaan jumlah bakteri antara pencampuran boraks dan karaginan (p=0,083) pada hari kedua. Kenampakan (rupa) pada bakso campuran boraks dan karaginan sama yaitu 3,84. warna bakso campuran boraks lebih lebih baik (4,12) daripada campuranbakso dengan karaginan (4,04). Bau bakso lebih khas pada campuran bakso dan karaginan (4,6) daripada bakso dengan boraks (4,16). Rasa bakso lebih lezat pada penambahan karaginan (4,36) daripada bakso dengan boraks (4,28). Tekstur bakso lebih padat pada penambahan karaginan (4,32) daripada bakso dengan boraks(4,04). Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut tentang berbagai dosis karaginan paling tepat yang berfungsi sebagai pengawet dan pengenyal makanan.
7
PENDAHULUAN Kemajuan teknologi pangan di dunia dewasa ini, menyebabkan semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding dengan bentuk segarnya. Namun produk pangan awet dan praktis tersebut belum tentu aman dikonsumsi karena adanya penambahan zat aditif pada makanan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Menurut YLKI 1990, hampir 80 % bakso yang mereka uji positif memakai boraks sebagai pengawetnya. Boraks adalah senyawa kimiawi yaitu garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu dan keramik. Sering mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam anuria, koma, depresi, apatis, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian.1) Selain itu konsumsi boraks yang tinggi jumlahnya dalam makanan dan terserap dalam tubuh dana terakumulasi di dalam hati, otak atau testes (buah zakar). Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusingpusing, muntah, mencret, kram perut bahkan kematian.1) Akhir-akhir ini pemanfaatan produk alam hayati dari makroalga laut khususnya alga merah Euchema cottoni cenderung meningkat dengan makin meningkatnya penelitian kandungan alami metabolit primer dan metabolit sekundernya. Pemanfaatan sebagai obat-obatan dan makanan kesehatan dari produk alam hayati sangat prospektif, hal ini sesuai dengan kecenderungan pola hidup masyarakat modern yang “back to nature”. Makroalga Euchema cottoni dilaporkan sangat potensial menghasilkan polisakarida karaginan melalui proses ekstraksinya.2) Karaginan sebagai produk ekstraksi dari rumput laut Euchema cottoni sangat berpotensi sebagai alternatif bahan pengganti boraks yang aman bagi kesehatan manusia karena diperoleh dari ekstraksi bahan alam.3) Selain dapat berfungsi sebagai bahan pengenyal, sejauh ini belum diketahui apakah karaginan juga dapat berfungsi sebagai bahan pengawet seperti halnya boraks yang dipakai untuk bahan pengenyal sekaligus bahan pengawet makanan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran pada Juli - Oktober 2007. Perlakuan yang dilakukan adalah perlakuan pencampuran borak adalah 0,5% dari berat bakso (perlakuan 1) dan perlakuan pencampuran karaginan adalah 0,15% dari berat bakso (perlakuan 2). Kemudian dilakukan pemeriksaaan mikrobiologis untuk menguji keawetan produk bakso dengan menghitung total bakteri dengan metode TPC4) dan uji organoleptik meliputi rupa, bau, warna, rasa dan tekstur. Analisis organoleptik dilihat dari tingkat penerimaan 15 konsumen dengan 5 parameter yang diuji. Skor tertinggi adalah 5 dan skor terendah adalah 1. Pengujian ini dilakukan dengan membagi-bagikan sample pada panelis yang telah ditentukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Mikrobiologis Pemeriksaaan mikrobiologis untuk menguji keawetan produk bakso dengan 2 perlakuan pencampuran bahan tambahan pengenyal dan pengawet boraks dan karaginan adalah menghitung total bakteri dengan metode TPC. Pada hari pertama rata-rata jumlah kuman pada perlakuan 1 adalah 2847,5 sel per gram dan pada perlakuan 2 adalah 3950 sel per gram. Pada hari kedua rata-rata jumlah kuman pada perlakuan 1 adalah 4199,2 sel per gram dan pada perlakuan 2 adalah 5358,3 sel per gram. Secara rinci jumlah kuman pada perlakuan 1 dan perlakuan 2 di hari pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
8
Tabel 1.
Hasil pengamatan jumlah kuman dengan metode TPC pada beberapa umur simpan Hari pertama
Pengenceran 10-1 10-1 10-1 10-1 10-2 10-2 10-2 10-2 10-3 10-3 10-3 10-3
Perlakuan 1 2230 2520 2310 2400 3310 3000 2900 3500 2000 3000 4000 3000
Hari kedua Perlakuan 2 2500 2620 2980 2800 5200 6000 4800 5500 4000 5000 4000 2000
Pengenceran 10-1 10-1 10-1 10-1 10-2 10-2 10-2 10-2 10-3 10-3 10-3 10-3
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah kuman antara perlakuan pencampuran boraks dan karaginan pada hari pertama (p=0,068) maupun hari kedua (p=0,083). Karaginan adalah produk metabolit primer alami dari rumput laut Euchema Cottoni yang komponen strukturnya berupa gel polisakarida yang berfungsi sebagai pengenyal dan pengawet pada makanan. Karaginan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya dalah galaktosa. Karaginan merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000 residu galaktosa. Oleh karena itu variasinya banyak sekali. Karaginan dibagi atas tiga kelompok utama yaitu: kappa, iota, dan lambda karagian yang memiliki struktur yang jelas.5) Bahan tambahan makanan digunakan di industri-industri makanan untuk meningkatkan mutu pangan olahan. Penggunaan bahan tambahan makanan tersebut hanya dibenarkan dengan beberapa tujuan seperti mempertahankan nilai gizi makanan, mempertahankan kestabilan makanan, memperbaiki sifat-sifat organoleptiknya atau atau untuk keperluan konsumsi segolongan orang tertentu yang memerlukan makanan diit. Pengguaan bahan tambahan makanan tidak diperbolehkan untuk maksud yang negatif seperti menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik, menipu konsumen atau mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan.6)
Perlakuan 1 2680 2700 2570 2740 6400 5800 4500 4000 3000 5000 7000 4000
Perlakuan 2 3590 3230 3310 3470 6700 7400 5900 6700 5000 7000 8000 4000
Analisis Organoleptik Tabel 2. Rata-rata hasil Uji Organoleptik Parameter Rupa Warna Bau Rasa Tekstur
Perlakuan 1 3,84 4,12 4,16 4,28 4,04
Perlakuan 2 3,84 4,04 4,60 4,36 4,32
a. Nilai rupa Kenampakan (rupa) didefinisikan sebagai sifat visual bahan makanan yang meliputi bentuk, ukuran dan kesesuaian. Kenampakan (rupa) campuran bakso boraks sama dengan campuran bakso karaginan (3,84) b. Nilai warna Warna pencampuran bakso boraks (4,12) lebih disukai panelis daripada warna pada pencampuran bakso karaginan (4,04) karena panelis lebih tertarik pada bakso yang berwarna putih agak kusam. c. Nilai bau Cita rasa dan aroma yang timbul karena adanya senyawa kimia alamiah dan reaksi senyawa tersebut dengan ujung-ujung lidah. Cita rasa bahan pangan sesungguhnya ada 3 komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan tersebut. Bau pada pencampuran bakso dan karaginan lebih khas dan bau bumbu lebih terasa pada campuran bakso dan karaginan (4,6) daripada campuran bakso dan boraks(4,16).
9
b. Peneliti berikutnya diharapkan meneliti tentang beberapa dosis karaginan yang paling tepat digunakan untuk pengenyal dan pengawet makanan.
d. Nilai rasa Rasa pada pencampuran bakso dan karaginan lebih lezat dan lebih menonjol (4,36) daripada rasa pencampuran bakso dan boraks (4,28). e. Nilai tekstur Menurut Winarno 1988 dalam Desmayeni (2003) menyatakan bahwa tekstur dan konsistensi suatu makanan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut, selanjutnya dikatakan pula bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mempengaruhi rasa dan bau yang ditimbulkan. Tekstur pada perlakuan pencampuran bakso dan karaginan lebih disukai (4,32) daripada perlakuan pencampuran bakso dan boraks (4,04). Tekstur yang disenangi responden adalah bakso tampak padat dan tidak rapuh.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
SIMPULAN a. Tidak ada perbedaan jumlah kuman antara perlakuan pencampuran boraks dan karaginan pada hari pertama (p=0,068) maupun hari kedua (p=0,083). b. Hasil uji organoleptik menunjukkan kenampakan (rupa) campuran bakso boraks sama dengan campuran bakso karaginan (3,84). c. Warna pencampuran bakso boraks (4,12) lebih disukai penalis daripada warna pada pencampuran bakso karaginan (4,04). d. Bau pada pencampuran bakso dan karaginan lebih khas pada campuran bakso dan karaginan (4,6) daripada campuran bakso dan boraks (4,16). e. Rasa pada pencampuran bakso dan karaginan lebih lezat dan lebih menonjol (4,36) daripada rasa pencampuran bakso dan boraks (4,28). f. Tekstur pada perlakuan pencampuran bakso dan karaginan lebih disukai (4,32) daripada perlakuan pencampuran bakso dan boraks (4,04).
4.
5.
6.
SARAN a. Pembuatan makanan jajanan yang popular di masyarakat seperti mie, bakso dan tahu dapat menggunakan karaginan yang mempunyai fungsi sama dengan boraks yaitu sebagai pengenyal dan pengawet makanan.
10
Winarno, F.G. 1997. Keamanan Pangan. Naskah Akademis, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prasetyaningrum, Aji, Nur Rokhati, Gunawan, I Nyoman Widiasa, Susiana Purwantisari. 2005. Rekayasa Teknologi Produksi Alginat Dan Karaginan Dari Rumput Laut Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Kabupaten Jepara. Laporan Teknologi Tepat Guna. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat. UNDIP. Bold, HC & Wyne, M.J., 1985. Introduction to the Algae structure and reproduction, 2ed. Prentice Hall., Inc. Englewood Cliff, New jersey 07632. Rukmi, I., 2004. Petunjuk Praktikum Lab Mikrobiologi. Untuk Fakultas Kesehatan masyarakat. Jur Biologi FMIPA UNDIP Satari, Rachmaniar. 1994. Potensi Pemanfaatan Rumput Laut. PUSLITBANG OSEANOLOGI LIPI. Jakarta. Winarno, F.G. dan Ir. Titi Sulistyowati Rahayu. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan Dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Beberapa Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang (Studi Kasus Di RSUP dr. Kariadi Semarang) Yuliaji Siswanto ABSTRACT Stroke is the third ranking cause of death, with an overall mortality rate of 18 – 37% for the first stroke and of 62% for subsequent stroke. Approximately 25% people who survive from stroke and it will become recurrent stroke for 5 years later. The purpose of this research is to obtain risk factors that related to recurrent stroke. Case control study. The case were patients who had treated in Dr. Kariadi hospital with recurrent stroke based on their health history, the neurological examination and Head CT scan examination that administered in June – July 2004 period, while control was that the patients suffered from first stroke. The sample size of case and control was 50 patients, it was taken by consequtive sampling. Risk factors that were independently related to recurrent stroke were systolic blood pressure, diastolic blood pressure, a pointed blood glucose level, the blood glucose level 2 hours postprandial, heart diseases, and regularility treatment. Multivariat analysis showed that risk factors were related to recurrent stroke : systolic blood pressure ≥ 140 mmHg (OR = 7,04; 95% CI = 2,101 – 23,628), a pointed blood glucose level > 200 mg/dl (OR = 5,56; 95% CI = 1,437 – 21,546), heart diseases (OR = 4,62; 95% CI = 1,239 – 17,295), and irregularility treatment (OR = 4,39; 95% CI = 1,623 – 11,886). There were four risk factors which are related to recurrent stroke are systolic blood pressure ≥ 140 mmHg, a pointed blood glucose level > 200 mg/dl, abnormality heart, and irregularly treatment. Keyword : risk factors, recurrent stroke
ABSTRAK Stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga dengan laju mortalitas 18-37% untuk stroke pertama, dan 62% untuk stroke selanjutnya. Diperkirakan 25% orang yang sembuh dari stroke pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 5 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke berulang. Rancangan penelitian kasus kontrol. Kasus adalah penderita yang berobat di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang didiagnosis sebagai stroke berulang berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan neeurologi dan pemeriksaan Head CT Scan yang tercatat dalam rekam medis, periode Juni-Juli 2004, sedangkan kontrol adalah penderita stroke yang didiagnosis belum/tidak mengalami stroke berulang. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing 50 orang , diambil secara consequtive sampling. Analisis data dengan X2 untuk uji bivariat dan regresi ganda logistik untuk uji multivariat. Faktor risiko yang secara mandiri berhubungan adalah tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, kadar gula darah sewaktu, kadar gula darah 2 jam post-prandial, kelainan jantung, dan keteraturan berobat. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg (OR = 7,04; 95% CI = 2,101 – 23,628), kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl (OR = 5,56; 95% CI = 1,437 – 21,546) kelainan jantung (OR = 4,62; 95% CI = 1,239 – 17,295), dan ketidak teraturan berobat (OR = 4,39; 95% CI = 1,623 – 11,886). Terdapat 4 faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang yaitu tekanan darah sistolik 140 mmHg, kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl, kelainan jantung, dan ketidak teraturan berobat.
Kata kunci : faktor risiko, stroke berulang
11
ada tidak ditanggulangi dengan baik. Karena itu perlu diupayakan prevensi sekunder yang meliputi gaya hidup sehat dan pengendalian faktor risiko, yang bertujuan mencegah berulangnya serangan stroke pada seseorang yang sebelumnya pernah terserang stroke. Dengan pertimbangan hal-hal di atas perlu dilakukan penelitian tentang beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke berulang, meliputi faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.
PENDAHULUAN Stroke menduduki urutan ketiga terbesar penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan 62% untuk stroke berulang1,2 Pada kasus yang tidak meninggal dapat terjadi beberapa kemungkinan seperti Stroke Berulang (Recurrent Stroke), Dementia, dan Depresi. Stroke berulang merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan2. Diperkirakan 25% orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 5 tahun3. hasil penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa terjadinya risiko kematian pada 5 tahun pasca-stroke adalah 45 – 61% dan terjadinya stroke berulang 25 – 37%4. Menurut studi Framingham, insiden stroke berulang dalam kurun waktu 4 tahun pada pria 42% dan wanita 24%5 Makmur dkk. (2002) mendapatkan kejadian stroke berulang 29,52%, yang paling sering terjadi pada usia 60-69 tahun (36,5%), dan pada kurun waktu 1-5 tahun (78,37%) dengan faktor risiko utama adalah hipertensi (92,7%) dan dislipidemia (34,2%)2. Faktor-faktor risiko stroke berulang belum didefinisikan dengan jelas, tetapi tampaknya hampir sama dengan faktor primer penyebab stroke6. Widiastuti (1992) dan Musfiroh (1998) dalam Husni (2001) menyatakan bahwa faktor risiko stroke berlaku juga pada kejadian stroke berulang, dan beberapa studi menyatakan bahwa pengendalian faktor risiko dapat menurunkan angka kejadian stroke berulang7. Risiko tinggi stroke berulang berhubungan dengan tekanan darah tinggi, penyakit katup jantung dan gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, hasil CT scan yang abnormal dan riwayat penyakit diabetes mellitus. Berdasarkan studi di Oxfordshire Community Stroke Project, risiko stroke berulang tidak berhubungan dengan umur, jenis kelamin, tipe patologi stroke, dan riwayat penyakit jantung atau fibrilasi atrium sebelumnya tidak berhubungan secara pasti dengan stroke berulang, dalam kurun waktu 30 hari sampai tahun-tahun pertama8. Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai kecenderungan lebih besar akan mengalami serangan stroke berulang, terutama bila faktor risiko yang
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Subyek penelitian diperoleh dari semua penderita stroke yang berobat (berkunjung) di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Besar sampel dihitung dengan menggunakan formula studi kasus kontrol tidak berpasangan9. Bila diasumsikan bahwa perkiraan proporsi efek pada kontrol sebesar 37%4 dan perkiraan odds ratio sebesar 3,18 pada faktor risiko diabetes mellitus7. Sedangkan nilai kemaknaan sebesar 0,05 dan power sebesar 80%, maka diperoleh jumlah sampel minimal sebesar 49, kemudian dibulatkan menjadi 50. Kasus adalah penderita stroke berulang periode Juni – Juli 2004, di mana subyek penelitian tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
(1) defisit neurologik yang berbeda dari stroke pertama; (2) kejadian yang meliputi daerah anatomi atau daerah pembuluh darah yang berbeda dengan stroke pertama, apabila terjadi pada tempat yang sama harus lebih dari 22 hari; (3) kejadian mempunyai tipe atau sub tipe stroke yang berbeda dengan stroke pertama7,10,11. Dilakukan pemeriksaan darah (kadar gula darah, kadar kolesterol darah) dan pemeriksaan jantung. Kontrol adalah penderita stroke periode Juni – Juli 2004, di mana subyek penelitian tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
Dilakukan pemeriksaan darah (kadar gula darah, kadar kolesterol darah) dan pemeriksaan jantung. Sampel diambil dengan perbandingan (kasus : kontrol) 1 : 1, menggunakan metode consecutive sampling, yaitu semua subyek yang datang pada hari /
12
tanggal selama periode Juni-Juli 2004 dan memenuhi kriteria ditetapkan sebagai kelompok kasus dan kontrol dalam penelitian sampai jumlah subyek diperlukan terpenuhi12. Data sekunder dikumpulkan dari rekam medis mengenai riwayat penyakit, hasil pemeriksaan neurologi, hasil pemeriksaan laboratotium (kadar gula darah, kadar kolesterol darah, kadar trigliserida darah), hasil pemeriksaan tekanan darah, dan hasil EKG selama pemeriksaan (kontrol) sejak sebelum serangan stroke pertama hingga serangan selanjutnya. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara kepada penderita atau keluarganya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows
versi 10.0. Untuk melihat adanya hubungan antara dua variabel dilakukan analisis dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh beberapa variabel terhadap kejadian stroke berulang diuji dengan regresi ganda logistik menggunakan metode backward stepwise (conditional) . HASIL Hubungan Antara Faktor Risiko dengan Kejadian Stroke Berulang. Hasil analisis statistik bivariat hubungan antara variabel bebas dengan kejadian stroke berulang dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1 : Hubungan Antara Faktor Risiko dengan Kejadian Stroke Berulang. No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Variabel Umur 60 th < 60 th Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Riwayat stroke Ada riwayat Tidak ada riwayat Tekanan darah sistolik 140 mmHg < 140 mmHg Tekanan darah diastolik 90 mmHg < 90 mmHg Kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl 200 mg/dl Kadar gula darah puasa > 140 mg/dl 140 mg/dl Kadar gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl 200 mg/dl Kadar kolesterol total 200 mg/dl < 200 mg/dl Kadar trigliserida 200 mg/dl < 200 mg/dl Pemeriksaan jantung Ada kelainan Tidak ada kelainan Kebiasaan merokok Merokok Tidak merokok Aktivitas fisik Rutin Tidak pernah/tidak rutin Keteraturan berobat/kontrol Teratur Tidak teratur
Kasus (n=50) (%)
Kontrol (n=50) (%)
p
OR
95% CI
28 22
56,0 44,0
26 24
52,0 48,0
0,68
1,17
0,53 - 2,58
32 18
64,0 36,0
30 20
60,0 40,0
0,68
1,18
0,52 - 2,66
6 44
12,0 88,0
3 47
6,0 94,0
0,29
2,14
0,50 - 9,06
45 5
90,0 10,0
31 19
62,0 38,0
0,002
5,52
1,86 - 16,34
42 8
84,0 16,0
31 19
62,0 38,0
0,02
3,22
1,24 - 8,29
14 36
28,0 72,0
6 44
12,0 88,0
0,08
2,85
0,99 - 8,17
15 35
30,0 70,0
7 43
14,0 86,0
0,09
2,63
0,96 - 7,17
13 37
26,0 74,0
5 45
10,0 90,0
0,06
3,16
1,03 - 9,68
34 16
68,0 32,0
30 20
60,0 40,0
0,53
1,42
0,62 - 3,21
18 32
36,0 64,0
13 37
26,0 74,0
0,38
1,60
0,68 - 3,76
14 36
28,0 72,0
6 44
10,0 90,0
0,08
2,85
0,99 - 8,17
23 27
46,0 54,0
20 30
40,0 60,0
0,68
1,28
0,57 - 2,82
9 41
18,0 81,0
14 36
28,0 72,0
0,34
1,77
0,68 - 4,57
11 39
22,0 78,0
26 24
52,0 48,0
0,004
3,84
1,61 - 9,16
13
Berdasarkan uji statistik chi-square pada tingkat kepercayaan 95% dan df=1 seperti ditampilkan pada tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa : terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tekanan darah sistolik 140 mmHg (p = 0,002; 95% CI : 1,862 – 16,344), tekanan darah diastolik 90 mmHg (p = 0,02; 95% CI : 1,248 - 8,299), kadar gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl (p = 0 ,06; 95% CI : 1,032 9,685), dan ketidak teraturan berobat/kontrol (p = 0,004; 95% CI : 1,610 - 9,161) terhadap kejadian stroke berulang. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel umur, jenis kelamin, riwayat stroke pada keluarga, kadar gula darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kadar kolesterol total dalam darah 200 mg/dl, kadar trigliserida darah 200 mg/dl, kelainan jantung,
Tabel 2
kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik yang tidak rutin. Pengaruh Beberapa Faktor Risiko Dengan Kejadian Stroke Berulang Variabel-variabel yang terpilih menjadi kandidat dalam analisis multivariat adalah : tekanan darah sistolik 140 mmHg, tekanan darah diastolik 90 mmHg, kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl, kadar gula darah puasa > 140 mg/dl, kadar gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl, kelainan jantung, aktivitas fisik tidak rutin, dan ketidak teraturan berobat. Selanjutnya analisis multivariat menunjukkan bahwa ada empat variabel yang patut dipertahankan secara statistik (p<0,05) yaitu tekanan darah sistolik, kadar gula darah sewaktu, adanya kelainan jantung, dan ketidak teraturan berobat untuk dijadikan model regresi. Data selengkapnya pada tabel 2 sebagai berikut:
: Variabel-variabel yang Terpilih Dalam Model Analisis Multivariat
No
Variabel terpilih dalam model
B
Wald
Nilai p
Exp(B)
95% CI
1.
Tekanan darah sistolik 140 mmHg Kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl Kelainan jantung Ketidak teraturan berobat
1,95
10,00
0,002
7,04
2,10 - 23,62
1,71
6,17
0,013
5,56
1,43 – 21,54
1,53 1,48
5,19 8,48
0,023 0,004
4,62 4,39
1,23 - 17,29 1,62 - 11,88
2. 3. 4.
Dari hasil perhitungan model persamaan regresi logistik didapatkan nilai p = 0,9747. Hal ini berarti bahwa seorang penderita stroke yang mempunyai tekanan darah sistolik 140 mmHg, kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl, mempunyai kelainan jantung, dan tidak teratur dalam berobat, akan mempunyai probabilitas atau berisiko terjadi stroke berulang sebesar 97,47%.
Pada penelitian ini kejadian stroke berulang lebih banyak terjadi pada laki-laki, tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian stroke berulang2,7. Seperti halnya pada studi di Malmo Sweden yang mendapatkan bahwa laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi (1,2 : 1) untuk terjadi stroke berulang dibandingkan wanita14. Risiko terjadinya stroke berulang pada subyek yang mempunyai riwayat stroke pada keluarga didapatkan sebesar 2,136 kali dibandingkan dengan subyek yang tidak mempunyai riwayat stroke pada keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Liao, dkk. (1997) yang mendapatkan bahwa seseorang yang mempunyai riwayat keluarga stroke positif akan mempunyai risiko lebih tinggi untuk mendapat stroke dibandingkan dengan yang mempunyai riwayat keluarga stroke negatif15.
PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Berdasarkan distribusi kasus menurut kelompok umur didapatkan persentase terbesar pada umur 50 – 59 tahun yaitu sebesar 46% (23 kasus). Hal ini dapat dihubungkan dengan tingkat surviveablenya, bahwa semakin tua seseorang mengalami serangan stroke maka outcome fungsional dan survivalnya makin buruk13.
14
dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau faktor risiko dari beberapa penyakit vaskuler. Selain itu, adanya perubahan produksi protasiklin dan penurunan aktivitas plasminogen dalam pembuluh darah dapat merangsang terjadinya trombus. Diabetes mellitus akan mempercepat terjadinya aterosklerosis pembuluh darah kecil maupun besar di seluruh tubuh termasuk di otak, yang merupakan salah satu organ sasaran diabetes mellitus. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak19. Adanya pengaruh antara diabetes mellitus dengan kejadian stroke berulang juga dibuktikan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian Husni & Laksmawati menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok SNH ulang dan kontrol (p = 0,001)7. Lai, dkk melaporkan bahwa selain faktor risiko hipertensi, diabetes mellitus merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya stroke berulang20. Begitu juga hasil studi kohort yang dilakukan oleh Hankey, dkk menunjukkan bahwa pasien dengan diabetes mellitus pada saat stroke pertama mempunyai risiko 2,1 kali lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang dibandingkan dengan pasien stroke yang tidak menderita diabetes mellitus10. Risiko untuk terjadinya stroke berulang pada penderita stroke dengan kelainan jantung sebesar 4,62 kali dibandingkan dengan penderita stroke tanpa kelainan jantung. Menurut Broderick, dkk (1992), kelainan jantung yang sering berhubungan dengan stroke berulang adalah aterosklerosis, disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, infark miokard, dan gagal jantung, kelainankelainan jantung tersebut dapat ditampilkan dalam gambaran EKG21. Moroney, dkk. (1998) melaporkan bahwa fibrilasi atrium merupakan prediktor bebas terjadinya stroke berulang dengan risiko 2,2 kali setelah disesuaikan dengan variabel demografi11. Lai, dkk. (1994) mengemukakan bahwa penderita stroke dengan disertai kelainan jantung berupa fibrilasi atrium akan meningkatkan kejadian stroke berulang 1,9 kali pada usia dan jenis kelamin yang sama20.
Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Berulang . Peluang terjadinya stroke berulang berdasarkan faktor risiko tunggal lebih kecil bila dibandingkan dengan kombinasi faktor risiko, hal ini menunjukkan bahwa stroke berulang merupakan penyakit yang mempunyai banyak penyebab (multifactorial causes). Semakin banyak faktor risiko yang dipunyai, makin tinggi kemungkinan mendapatkan stroke berulang. Faktor risiko stroke yang dipunyai harus ditanggulangi dengan baik, karena penanganan yang tepat dari faktor risiko tersebut sangat penting untuk prevensi sekunder. Pada kelompok risiko tinggi, setelah terjadi serangan stroke seharusnya menjadi target penanganan secara kontinyu untuk mencegah terjadinya stroke berulang16. Tekanan darah sistolik 140 mmHg dalam penelitian ini merupakan variabel yang paling berpengaruh untuk terjadinya stroke berulang, baik secara mandiri maupun bersama-sama (OR=7,04). Hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan autoregulasi pembuluh darah otak sehingga pada tekanan darah yang sama aliran darah ke otak pada penderita hipertensi sudah berkurang dibandingkan penderita normotensi17,18. Penderita dengan tekanan darah tinggi dan adanya gambaran CT Scan kepala yang abnormal atau adanya diabetes mellitus akan meningkatkan kejadian stroke berulang7. Tekanan darah diastolik 90 mmHg secara mandiri memiliki kemaknaan hubungan dengan kejadian stroke berulang meskipun tidak sekuat tekanan darah sistolik. Bertambahnya usia diikuti dengan peningkatan tekanan sistolik yang terus terjadi sampai dengan usia 80 tahun, sedangkan peningkatan tekanan diastolik mencapai puncak pada usia 55 tahun kemudian mendatar bahkan cenderung menurun. Keadaan ini terjadi akibat perubahan struktural jantung dan pembuluh darah pada menua. Kekakuan dinding pembuluh aorta menyebabkan berkurangnya kemampuan absorbsi terhadap tekanan yang terjadi pada fase sistol dan kemampuan untuk mengembalikan tekanan diastolik (dyastolic recoiling)17. Kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kejadian stroke berulang dengan risiko sebesar 5,56 kali. Tinginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan
15
Ketidakteraturan berobat memberikan peluang untuk terjadinya stroke berulang sebesar 4,39 kali dibandingkan dengan penderita stroke yang teratur berobat. Seorang penderita stroke yang mau melakukan kontrol dan minum obat secara teratur akan terhindar dari serangan stroke berulang. Kontrol yang dilakukan secara teratur bertujuan untuk mendeteksi secara dini apabila terjadi peningkatan faktor risiko, sehinga bisa dilakukan penanganan dan pengobatan segera. Lai, dkk. (1994) menyatakan bahwa dengan pengendalian faktor risiko baik terhadap hipertensi, kelainan jantung, dan diabetes mellitus dapat menurunkan kejadian stroke berulang20. Obat antiplatelet bermanfaat untuk mencegah terjadinya clot dan merupakan obat pilihan untuk mencegah terjadinya stroke trombotik. Obat-obat dengan khasiat antiplatelet seperti aspirin, tiklopidin, dipiridamol, silostasol, dan klopidogrel dibutuhkan untuk mengobati dan mencegah stroke19. Aspirin lebih sering dipakai untuk pengobatan pada pencegahan stroke primer maupun sekunder22. Banyak studi sebelumnya yang terbukti bahwa penggunaan aspirin mengurangi kejadian stroke berulang hingga kira-kira 25%23. Pada penelitian tiklopidin dapat menurunkan 21% risiko relatif terjadinya stroke berulang dalam 3 tahun pemberian. Sementara itu klopidogrel lebih efektif dibanding dengan aspirin dalam menurunkan risiko stroke iskemik, infark miokard, kematian karena faktor vaskuler pada pasien dengan penyakit aterotrombotik, atau untuk mencegah terjadinya stroke sekunder22,24.
merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya ateroskerosis. Peningkatan kadar LDL dan penurunan HDL merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung koroner sendiri merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke17. Pada penelitian ini juga diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian stroke berulang dengan nilai p = 0,54, dapat dikatakan bahwa kejadian stroke berulang pada penderita stroke yang merokok tidak berbeda dengan orang yang tidak merokok. Hal ini kemungkinan disebabkan karena seseorang yang sudah terkena serangan stroke atau mempunyai faktor risiko biasanya akan mengurangi konsumsi rokok bahkan menghentikannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tugasworo (2002), bahwa pada perokok risiko stroke akan bertambah sekitar 2-3 kali dibandingkan bukan perokok dan baru hilang setelah berhenti merokok selama 5 hingga 10 tahun19. Aktivitas fisik yang dilakukan terbukti tidak memiliki hubungan dengan kejadian stroke berulang (p = 0,23). Tidak adanya pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian stroke berulang pada penelitian ini mungkin disebabkan karena penderita stroke biasanya menyandang disabilitas akibat gangguan neurologi yang menetap sehingga aktivitas fisik yang mereka lakukan sangat ringan bahkan tidak bisa melakukannya. Di samping itu karena ketidak tahuan akan pentingnya aktivitas fisik yang teratur dan kebosanan karena untuk pemulihan diperlukan waktu yang cukup lama.
Faktor Risiko Yang Tidak Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Berulang. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil kadar kolesterol tidak berhubungan dengan kejadian stroke berulang, demikian juga dengan kadar trigliserida darah. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Husni & Laksmawati (2001) yang menyatakan bahwa tingginya kolesterol tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (p = 0,729), demikian juga dengan trigliserida (p = 0,182)7. Hiperkolesterolemia dan kenaikan LDL merupakan faktor risiko stroke iskemik di negara barat, tetapi untuk populasi Asia belum terbukti. Peran hiperkolesterolemia sebagai faktor risiko sebenarnya masih belum jelas benar. Meningginya kadar kolesterol dalam darah terutama LDL
SIMPULAN 1.
2.
16
Faktor risiko yang secara mandiri berhubungan dengan kejadian stroke berulang adalah tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, kadar gula darah 2 jam pp, kelainan jantung, dan keteraturan berobat. Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang secara bersama-sama adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg (OR = 7,04, 95% CI = 2,101 – 23,628), kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl (OR = 5,56, 95% CI = 1,437 – 21,546) kelainan jantung (OR = 4,62, 95% CI = 1,239 –
17,295), dan ketidak teraturan berobat (OR = 4,39, 95% CI = 1,623 – 11,886). 7. SARAN Pengobatan unttk pengendalian faktor risiko hipertensi, DM, penyakit jantung dan pemberian dukungan bagi pasien. Penyuluhan tentang upaya prevensi sekunder. Penderita stroke dan masyarakat yang mempunyai faktor risiko stroke hendaknya melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara teratur. Perlunya dilakukan penelitian yang lebih mendalam terutama faktor risiko yg berhubungan dengan gaya hidup termasuk stressor psikososial dan faktor risiko berdasarkan tipe stroke, serta penelitian yang lebih mendalam tentang hubungan antara tekanan darah sistolik, penyakit jantung (jenis penyakit jantung), dan keteraturan berobat (secara kualitatif) dengan kejadian stroke berulang. Perlu kajian lebih lanjut tentang survival analysis.
8.
9.
10.
11.
12.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Smeltzer SC., Bare BG., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 vol. 3. Jakarta : Penerbit Buku EGC, 2002 :2131-2137 Makmur T., Anwar Y., Nasution D., Gambaran Stroke Berulang di RS H. Adam Malik Medan. Nusantara, 2002; 35(1) : 1-5 Jacob, George. Stroke, Clinical Trials Research Unit, Auckland, New Zealand, 2001 Prencipe, M., Culasso, F., Rasura, M., Anzini, A., Beccia, M., Cao Marina, Giubilei, F., Fieschi, C., Long term Prognosis After a Minor Stroke 10year Mortality and Major Stroke Reccurrence Rate in Hospital-based Cohort. Stroke, 1998; 29 : 126-32 Asmedi, A., Lamsudin R., Prognosis Stroke Manajemen Stroke Mutakhir. Berita Kedokteran Masyarakat, 1998 ; 14 (1) : 89- 92 Chalmers, J., Mac Mohan, S., Anderson, C., Neal, B., Rodgers, A.,
13.
14.
15.
16.
17.
17
Blood Pressure and Stroke Prevention. London : Science Press, 1996 Husni, A., Laksmawati. Faktor yang Mempengaruhi Stroke Non Hemoragik Ulang. Media Medika Indonesiana, 2001; 36(3): 133-44 Ebrahim, S., Clinical Epidemiology of Stroke. New York : Oxford University Press, 1990 Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, H.S., Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro, S., Ismael, S., Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto, 2002; 11-22; 259-86 Hankey, GJ., Jamrozik, K., DPhil, Broadhurst, R.J., Forbes, S., Burvill, P.W., Anderson, C.S., Stewart-Wynne. Long-Term Risk of First Recurrent Stroke in Perth Community Stroke Study. Stroke, 1998 ;29 : 2491-2500 Moroney, J.T., Bagiella, E., Paik, M.C., Sacco, R.L., Desmond, D.W., Risk Factors for Early Recurrence After Ischemic Stroke. Stroke, 1998 ; 29 : 2118-24 Sastroasmoro Sudigdo, Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam : Sastroasmoro, S., Ismael, S., Dasardasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto, 2002; 67-77 Rasmussen, D., Kohler, O., Pelersen, W., Blegvad, N., Jacobsen, H.L., Bergmann, T., Egebland, M Friss, Nielsen, Tomography in Prognotic Stroke Evaluation. Stroke, 1992; 23 : 510 Elneihoum, A.M., Goranssun, M., Falke, P., Janzon, L., Three-Year Survival and Recurrence After Stroke in Malmo Sweden : An Analysis of Stroke Registry Data. Stroke, 1998 ; 29 : 2114-17 Liao, D., Myers, R., Hunt, S., Shahar, E., Paton, C., Burke, G., Province, M., Heiss, G., Familial History of Stroke and Stroke Risk: The Family Heart Study. Stroke, 1997 ; 28 : 1908-12 Redfern J., McKevitt C., Dundas R., Rudd AG., Wolfe C.D.A., Behavioral Risk Factor Prevalence and Lifestyle Change After Stroke. Stroke, 2000; 31:1877-81 Janis, J., Hypertension and Hipercolesterolemia as The Stroke Risk Factor: dalam Kumpulan Makalah dan
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Abstrak Pertemuan Nasional Neurogeriatri Pertama. Perdossi 5-7 April. Jakarta, 2002 Wiguno, P., Stroke Hypertension and Stroke in The Elderly: dalam Kumpulan Makalah dan Abstrak Pertemuan Nasional Neurogeriatri Pertama, Perdossi 5-7 April, Jakarta, 2002 Tugasworo D., Prevensi Sekunder Stroke dalam Management of Post Stroke, Temu Regional Neurologi Jateng-DIY ke XIX “Neurologyupdate”, Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 2002 Lai, SM., Alter, M., Friday, G., Subel, E., A Multifactorial Analysis of Risk Factors for Recurrence of Ischemic Stroke. Stroke, 1994 ; 25 : 958-62 Broderik. JP., Phillips, SJ., O’Fallon, M., Frye, RL., Whisnant, JP., Relationship of Cardiac Disease to Stroke Occurrence, Recurrence, and Mortality. Stroke, 1992 ; 23 : 1250-56 Simon FP., Aminoff MJ., Greenberg AD., Stroke. In Clinical Neurology, 4th ed. London : Appleton & Lange, 1999: 275-308 U.S. Food and Drug Administration. Research Notebook; Study : Aspirin and Warfarin Equally Effective for Stroke Prevention. FDA Consumer Magazine, January-February 2002. Avalaible from 2001 www.inq7.net all rights reserved Widjaja D., Pengobatan Rasional Antitrombosit untuk Stroke Iskemik dalam Simposium Pengelolaan Stroke Masa Kini. Temu Regional Neurologi XVI. Jawa Tengah & DIY, 1999
18
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan oleh Perawat di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus Tahun 2003 Madya Sulisno
ABSTRACT Health education or health teaching is a part of nursing care provided by nursing staff could achieve mentioned condition. At Mardi Rahayu Hospital, data about health teaching done by nursing staff documented on the client’s record shown abaout 30%. It mean still need improved. The objective this research is to identify the implementation of client’s health teaching in Mardi Rahayu Hospital and to identify the corelated factors. The research design using cross sectional with the univariate and bivariate analysis (N=117 nurses). Colecting data using questionary to explore dependent and independent variable. From bivariate analysis, can conclude that factors related with health teaching were reponsibility, achievement, the work it self, relationships with peer. The study recomends that management of hospital to encourage nursing staff to implement health teching well. Key word: health teaching, reponsibility, achievement, the work it self, relationships with peer
ABSTRAK Pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan kepuasan kepada klien. Di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus belum menunjukkan pelaksanaan pendidikan kesehatan secara baik, dengan bukti hanya 30% perawat yang mendokumentasikan pelaksanaan pendidikan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Penelitian ini menggunakan data primer dari perawat pelaksana yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner dengan sampel penelitian 117 perawat pelaksana. Desain yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan cross sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan adalah tanggung jawab, persepsi terhadap pekerjaan, prestasi dan rekan kerja. Disarankan kepada manajer keperawatan dan direktur rumah sakit untuk mendorong pelaksanaan pendidikan kesehatan. Kata kunci: pendidikan kesehatan, tanggung jawab, persepsi terhadap pekerjaan, prestasi dan rekan kerja.
19
bagi koherensi dan efektifitas pelaksanaan pendidikan kesehatan serta evaluasinya. Di sini terlihat dengan jelas bahwa faktor pemberi pendidikan kesehatan (perawat) sangat berpengaruh terhadap hasil pendidikan kesehatan. Gibson (1987) secara umum menjelaskan bahwa kinerja pelaksanaan pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang ada pada perawat yaitu pengetahuan, motivasi, kepribadian, umur, jenis kelamin, keluarga dan pengalaman. Berdasarkan pengkajian pendahuluan di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada bulan januari 2003 menggunakan observasi dan wawancara diperoleh gambaran sebagai berikut: (1) perawat jarang sekali melakukan pendidikan kesehatan karena merasa peran itu dibatasi oleh dokter dengan alasan bahwa yang berhak memberikan informasi/pendidikan kesehatan adalah dokter, (2) pendidikan kesehatan oleh dokter belum diberikan secara terprogram dan pelaksanaannya belum tampak, salah satu penyebabnya menurut dokter- karena tidak cukup waktu bagi mereka untuk memberikan pendidikan kesehatan. (3) masih rendahnya pelaksanaan pendidikan kesehatan di RSMR Kudus yang dilakukan oleh perawat.
PENDAHULUAN Pendidikan kesehatan merupakan salah satu domain penting dalam praktik keperawatan. Hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh Benner (1984) bahwa peran perawat dalam praktik antara lain memberi bantuan kepada klien, mendidik atau memberikan pendidikan kesehatan, monitoring pasien, bertanggung jawab terhadap efektifitas manajemen, dan mempunyai kemampuan lain dalam menjalankan perannya sebagai perawat. Tujuan dilakukan pendidikan kesehatan kepada klien adalah agar mereka memahami perilaku sehat dan mentransformasikan pengetahuan menjadi uapaya meningkatkan derajat kesehatan (Lewis dan Rimer 1997).1) Pasien atau klien pada dasarnya membutuhkan pendidikan kesehatan sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan hidup. Maslow dalam Hinchlift (1979) menjelaskan bahwa seseorang memiliki kebutuhan intelektual untuk memahami sesuatu, memahami masalah-masalah kesehatan dirnya dan memahami kebutuhannya terutama selama dalam keadaan sakit. National League for Nursing’s Role in Patient Rights (NLN) dalam Redman (1998) menjelaskan bahwa pasien berhak mendapat instruksi dan penyuluhan yang sesuai sehingga mereka dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal dan tingkat pemahaman tentang kebutuhan kesehatan dasar mereka dengan baik. Disamping itu, mereka juga berhak mendapatkan informasi lengkap tentang semua hak mereka di setiap tatanan pelayanan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada klien terbukti secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga terutama terkait pengelolaan dan perawatan diri (Devine& Reisschneider, 1995; Redman, 1993 dalam Leahy dan Kizilay 1998). Hal tersebut juga dikemukakan oleh Twinn (1996) bahwa pendidikan kesehatan secara signifikan mempengaruhi peningkatan kesehatan klien. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan tergantung pada beberapa faktor. Redman (1993) mengaitkan keberhasilan pelaksanaan kesehatan dengan pengembangan program pendidikan kesehatan sebagai bagian dari sistem pelayanan secara keseluruhan. Van Ryn dan Heaney (1992) mengungkapkan bahwa pemahaman dan pengetahuan pendidik tentang pendidikan kesehatan sangat penting
METODE Dilihat dari cara mengamati variabel maka penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental (observasional) dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan data primer dan jumlah sampel 117 perawat (total population) di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Kuesioner yang disampaikan langsung kepada perawat Rumah sakit Mardi Rahyu Kudus sebagai responden untuk mengungkap pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat dan dan faktorfaktor yang berhubungan dengan pendidikan kesehatan. Pengumpulan data dilakukan dengan membagi kuesioner untuk mengungkap tangung jawab perawat, prestasi, persepsi terhadap pekerjaan, kebijakan dan administrasi, penghargaan, iklim kerja, rekan kerja, dan pelaksanaan pendidikan kesehatan. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat untuk menggambarkan secara umum mengenai masing-masing variabel yaitu pelaksanaan pendidikan kesehatan,
20
tanggung jawab, prestasi, pekerjaan, kebijakan dan administrasi, peghargaan, iklim kerja dan rekan kerja.. Analisis bivariat untuk untuk mengetahui hubungan variabel independen dan dependen menggunakan uji Chi Square (X²).
penghargaan dengan distribusi terbesar yaitu kategori sedang sebanyak 64 perawat (54,7%), dan rekan kerja dengan distribusi terbesar yaitu kategori sedang sebanyak 66 perawat (56,4%). Analisis Bivariat Analisis hubungan tanggung jawab dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan menunjukkan ada hubungan (p = 0,000), hubungan prestasi dengan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan menunjukkan ada hubungan (p = 0,009), hubungan persepsi terhadap pekerjaan dengan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan menunjukkan ada hubungan (p = 0,014), hubungan kebijakan dan administrasi dengan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan menunjukkan tidak ada hubungan (p = 0,051), hubungan iklim kerja dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan menunjukkan tidak ada hubungan (p = 0,208), hubungan penghargaan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan menunjukkan tidak ada hubungan (p = 0,581) dan hubungan rekan kerja dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan menunjukkan ada hubungan (p = 0,000).
HASIL PENELITIAN Analisis univariat Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat yang dikategorikan baik dan tidak baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang baik sebanyak 42 perawat (35,9%) dan yang tidak baik sebanyak 75 perawat (64,1%). Sedangkan varibel dependen yaitu tanggung jawab menunjukkan distribusi terbesar yaitu kategori sedang sebanyak 70 perawat (59,8%), prestasi dengan distribusi terbesar yaitu kategori baik sebanyak 62 perawat (53,0%), persepsi terhadap pekerjaan dengan distribusi terbesar yaitu kategori sedang sebanyak 68 perawat (58,1%), kebijakan dan administrasi dengan distribusi terbesar yaitu kategori sedang sebanyak 58 perawat (49,6%), iklim kerja dengan distribusi terbesar yaitu kategori sedang sebanyak 68 perawat (58,1%),
Tabel 1.Distribusi responden menurut Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Variabel Dependen Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Kategori Baik Tidak baik
n 42 75
% 35,9 64,1
Tabel 2.Distribusi responden menurut berbagai variabel Independen Variabel Independen Tanggung Jawab
Prestasi
Persepsi terhadap Pekerjaan
Kebijakan dan Administrasi
Iklim Kerja
Penghargaan
Rekan Kerja
Kategori Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik
21
n
% 46 70 1 62 54 1 40 68 9 30 58 29 30 68 19 7 64 46 29 66 22
39,3 59,8 0,9 53,0 46,2 0,9 34,2 58,1 7,7 25,6 49,6 24,8 25,6 58,1 16,2 6,0 54,7 39,3 24,8 56,4 18,8
Tabel 3.
Hubungan Berbagai Pendidikan Kesehatan
Variabel Independen dengan Pelaksanaan
Variabel Independen
Kategori
p
Tanggung Jawab
Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik Baik Sedang Tidak Baik
0,000
Prestasi
Persepsi terhadap Pekerjaan
Kebijakan dan Administrasi
Iklim Kerja
Penghargaan
Rekan Kerja
0,009
0,014
0,051
0,208
0,581
0,000
kepercayaan diri yang baik sehingga akan mengurangi perasaan terbebani untuk melaksanakan tugas berikutnya. Di samping itu dia ingin mengulangi kepuasan yang pernah dicapai.
PEMBAHASAN Faktor Tanggung Jawab. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan tanggung jawab perawat dengan tingkat pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan p = 0,000. Tanggung jawab merupakan salah satu sikap profesional perawat. Tanggung jawab merupakan faktor internal dimana seseorang mencoba melakukan internalisasi terhadap tugas dan pekerjaannya.Tumbuhnya tanggung jawab perawat akan mendorong pelaksanaan tugas tugas keperawatan termasuk memberikan pendidikan kesehatan kepada klien.
Faktor Persepsi Terhadap Pekerjaan Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan persepsi perawat terhadap pekerjaan dengan tingkat pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan p = 0,014. Seseorang akan melakukan pekerjaan karena menilai pekerjaan tersebut mudah dilakukan, sesuatu yang menarik sekaligus ada tantangan sebagai proses belajar. Persepsi perawat yang demikian terhadap pekerjaan memberikan pendidikan kesehatan membuat mereka termotivasi untuk melakukannya.
Faktor Prestasi Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan prestasi perawat dengan tingkat pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan p = 0,009. Pengalaman yang baik dan keberhasilan dalam memberikan pendidikan kesehatan membuat perawat termotivasi untuk melakukan pendidikan kesehatan berikutnya secara lebih baik. Keberhasilan dalam menjalankan tugas keperawatan akan meningkatkan
Faktor Kebijakan dan Administrasi Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kebijakan dan administrasi dengan tingkat pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan p = 0,051. Hasil ini dimungkinkan kebijakan administrasi yang dikeluarkan oleh pimpinan belum tersosialisasikan dengan baik. Dengan demikian apa yang
22
dikehendaki pimpinan seyogyanya sampai dan dipahami oleh perawat.
mengungkap fakta, sehingga memungkinkan data yang diberikan tidak sebenarnya.
Faktor Iklim Kerja Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan iklim kerja dengan tingkat pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan p = 0,208. Iklim kerja merupakan atmosfer di dalam organisasi dimana staf melihat hal tersebut sebagai keadaan yang memberikan rasa nyaman, supportif dan suasana kerja yang menyenangkan. Iklim kerja dalam penelitian ini tidak menunjukkan hubungan dimungkinkan karena pendidikan kesehatan belum termasuk sesuatu yang menjadi komitmen bersama untuk dilaksanakan.
SIMPULAN 1. Sebagian besar responden (64,1%) tidak baik dalam memberikan pendidikan kesehatan. 2. Tanggung jawab responden sebagian besar dalam kategori sedang yaitu (59,8%), prestasi sebagian besar berkategori baik (53,0%), persepsi terhadap pekerjaan sebagian besar berkategori sedang (58,1%), kebijakan dan administrasi sebagian besar berkategori sedang (49,6%), iklim kerja sebagian besar berkategori sedang (58,1%), penghargaan sebagian besar berkategori sedang (54,7%), dan rekan kerja sebagaian besar berkategori sedang (56,4%). 3. Faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan adalah tanggung jawab, persepsi terhadap pekerjaan, prestasi dan rekan kerja.
Faktor Penghargaan Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan penghargaan dengan tingkat pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan p = 0,581. Penelitian ini menemukan bahwa penghargaan bukan sebagai penentu bagi pelaksanaan pendidikan kesehatan, hal inidimungkinkan karena perawat menganggap bahwa penghargaan adalah sesuatu yang cukup sulit didapat, sehingga mereka melaksanakan pendidikan kesehatan bukan karena didorong oleh penghargaan.
SARAN 1. Kepada manajer keperawatan untuk membuat standar pendidikan kesehatan, memberikan dorongan kepada perawat untuk melakukan pendidikan kesehatan dengan baik, memberikan kemudahan kepada staf untuk melaksanakan pendidikan kesehatan, mengaktifkan nursing conference dan memberikan pelatihan tentang pendidikan kesehatan. 2. Kepada direktur rumah sakit agar mengeluarkan kebijakan yang jelas tentang tanggung jawab dan wewenang perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan.
Faktor Rekan Kerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan tanggung jawab perawat dengan tingkat pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan p = 0,000. Rekan kerja merupakan anggota di dalam organisasi yang dapat bekerja sama dan mendukung antar anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Rekan kerja akan saling mendukung dalam tugas keperawatan, saling menghargai sehingga terbina hubungan saling percaya dalam melaksanakan aktifitas keperawatan. Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah hasil yang dicapai merupakan gambaran sesaat, tidak mampu menjelaskan urutan waktu antara variabel independen dengan variabel dependen. Jumlah variabel yang diteliti hanya tujuh variable saja sehingga masih banyak varibel yang sebenarnya berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan tidak diteliti. Kualitas dan akurasi data sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam
DAFTAR PUSTAKA 1. Bernardin, H.J. (2003). Human Resources Management. The Mc.GrawHill Company. 2. Billing, D.M & Halstead Judith, A .( 1991). Teaching in Nursing: A Guide for Faculty. Philadelphia .WB Saunders. 3. Burn, Nancy & Grove, Susan K. (2001). The Practice of Nursing Research: Conduct, Critique, & Utilization. Philadelphia. WB Saunders.
23
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. 15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Fisbein, M.(1991). Factors influencing Behavior and Behavior Change. Washington DC. American Cancer Sosiety Hawe, Penelope (1990) Evaluating Health Promotion; A Health Workers Guide. Sydney. Agency Limited. Hinchlift, Susan M .(1979). Teaching Clinical Nursing. Edinburg.Churchill Livingstone. Hubber, Diane.(2000). Leadership Nursing Care Management. 2nd edition. Philadelphia. W.B. Saunders Company Jones, L Coleet. (1984). Teaching Primary Care Nursing. New York. Spiner Publishing Company. Lameshow, et.al. (1997). Adequacy of Sample Size in Health Studies. Edisi Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada Press. Leahy & Julia M.(1998). Foundations of Nursing Practice: A Nursing Process Approach. Philadelphia.WB.Sauders. Lewis, F.M and Rimmer, B.H.(1990). Health Behavior ang Health Education. San Fransisco. Jossey Bass. Inc Lewis, F.M and Rimmer, B.H.(1997). Health Behavior ang Health Education. San Fransisco. Jossey Bass. Inc Muchlas, Makmuri.(1994). Perilaku Organisasi. Program Pasca Sarjana Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta.Universitas Gadjah Mada. PT.Karpita. Nazir,M.(1999). Metode Penelitian. Jakarta . Ghalia. Naidoo, J dan Wills, J. (1994) . Health Promotion. London . Hearcourt Publissher. Nies,M.A & McEwen,M .(2001). Community Health Nursing: Caring for The Public’s Health. Philadelphia. WB Saunders. Notoatmojo, Sukijo.(2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.Asdi Mahatya. Pagano,M & Gauvreu K.(1992). Principles of Biostatistic. California.Belmont. Potter & Perry. (1995). Fundamentals of Nursing; Concept, Process and Practice. St.Louis. Mosby. Puetz, Belinda E. (1981). Contionuing Education For Nursing. Maryland. Aspen System Corporation. Redman & Klug B.(1988). The Process of Patient Education. St. Louis.Mosby.
22. Robbins, Stephen,P.(2001). Perilaku Organisasi; Konsep, Kontroversi, Aplikasi.Edisi kedelapan.Versi Bahasa Indonesia. Jakarta: Pearson Education Pte.Ltd dan PT Prenhelindo 23. Siegler dan Whitney. (1999). Kolaborasi Perawat Dokter. Edisi Indonesis. Jakarta. EGC 24. Smith & Maurer.(1995). Community Health Nursing: Theory and Practice. Philadelphia. WB Sauders. 25. Terry, R.George.(1997). Principles of Management. 7nd edition. Homewood Illionis Richard D. Irving inc. 26. Twinn, Sheilla (1996). Comunity Health Nursing. Oxford . Jordan Hill. 27. Virgina, K C & Gelwig, Norma A .( 1981). Humanizing Nursing Education. Walfield Massachusett 28. Van Ryn,M and Heaney,C.A. ( 1992). What’s the Use Theory Health Education. Qurlerly. 29. Ward,W.B. (1987). Advance in Health Education and Promotion. London. Jay Press. Inc.
24
Efektifitas Pijat Bayi Terhadap Peningkatan Berat Badan Bayi di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Heni Hirawati Pranoto*), Sugeng Maryanto**) *) **)
Staf Pengajar Program Studi D-III Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Staf Pengajar Program Studi Ilmu Gizi STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK Pijat adalah terapi sentuhan tertua yang sudah sangat terkenal dan populer di seluruh dunia termasuk Indonesia. Apalagi pijat bayi yang terbukti murah, mudah dan biasa dilakukan. Terapi pijat ini manfaatnya antara lain : merangsang fungsi sistem pencernaan, menambah nafsu makan sehingga dapat meningkatkan kenaikan berat badan. Berdasarkan wawancara didapatkan sebagian besar ibu melakukan pijat bayi di dukun bayi tetapi tidak rutin karena harus mengeluarkan biaya, padahal sebenarnya hal tersebut dapat dilakukan sendiri oleh ibu dengan sedikit penjelasan melalui media video dan praktek pemijatan. Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan pendekatan longitudinal. Populasi penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 1-3 bulan di Desa Candirejo, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang sebanyak 35 dan sampel yang diambil sebanyak 30 dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada 2 kelompok sampel kemudian dikategorikan, sedangkan untuk berat badan bayi diukur dengan menimbang kemudian diklasifikasikan berdasarkan KMS. Dilakukan perbandingan berat badan bayi antara kelompok I dan kelompok II. Analisis univariat dengan distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan uji Chi-square (χ2), penelitian dinyatakan signifikan jika p < α (0,05). Hasil penelitian didapatkan p value < α yaitu 0,030. Dari data tersebut menunjukkan ada perbedaan peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat dengan bayi yang tidak diberi terapi pijat. Terapi pijat pada bayi merupakan faktor pendukung untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Pemberian terapi pijat bayi sudah selayaknya merupakan kebiasaan bagi ibu yang memiliki bayi. Kata kunci : efektifitas pijat bayi, berat badan bayi
25
belum mengetahui tentang terapi pijat bayi itu sendiri. Identifikasi masalah penelitian dilakukan dengan cara mencari informasi di bidan-bidan desa maupun ibu yang mempunyai bayi, perihal terkait dengan pijat bayi. Berdasarkan wawancara diperoleh informasi bahwa sebagian besar ibu melakukan pijat bayi di dukun bayi akan tetapi tidak rutin karena harus mengeluarkan biaya tiap kali memijatkan bayinya. Hal ini sebenarnya bisa dilakukan sendiri oleh ibu dengan sedikit penjelasan melalui tayangan video dan praktek pemijatan dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas wawasan kepada para ibu khususnya tentang terapi pijat bayi serta dapat meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan motivasi ibu untuk melakukan terapi pijat bayi pada bayi mereka. Dengan demikian dapat meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi serta penghematan biaya dalam menjaga kesehatan bayi.
PENDAHULUAN Pijat adalah terapi sentuhan tertua yang sudah sangat lama dikenal manusia dan yang paling populer. Pijat merupakans seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad-abad silam dan telah dipraktekkan hampir di seluruh dunia., termasuk Indonesia. Seni pijat diajarkan secara turun temurun walaupun pada awalnya tidak diketahui dengan jelas bagaimana pijat dan sentuh dapat berpengaruh demikian positif pada tubuh manusia. Masyarakat sering melakukan pemijatan secara tradisional, apalagi pijat bayi minim terbukti murah (karena dapat dilakukan oleh orang tua bayi sendiri), mudah dan telah biasa dilakukan di Indonesia, sehingga bukan hal yang baru pada kultur kita. Namun demikian masih perlu penelitian lanjutan untuk memastikan hasil-hasil penelitian terhadap terapi sentuhan dan pijatan ini. Dewasa ini telah dikembangkan tentang terapi pijat bayi, berupa sentuhan yang merupakan seni memijat yang telah diilmiahkan. Para pakar telah membuktikan bahwa terapi sentuh dan pijat pada bayi banyak manfaatnya. Terapi sentuh, terutama pijat menghasilkan dampak fisiologis yang menguntungkan seperti dapat mempengaruhi kesehatan dan keadaan fisik, emosi dan spiritual anak. Terapi pijat ini mempunyai manfaat antara lain merangsang fungsi sistem pencernaan, menambah nafsu makan sehingga dapat meningkatkan kenaikan berat badan. Disamping itu memperbaiki sirkulasi darah, pernafasan, meningkatkan kesiagaan, menjadikan bayi tidur lebih lelap dan meningkatkan hubungan batin antara orang tua dan anak (bonding). Sedangkan manfaat bagi ibu dapat meningkatkan produksi ASI karena semakin sering dilakukan pemijatan pada bayi maka aktivitas nervus vagus akan semakin meningkat yang menyebabkan bayi cepat lapar sehingga reflek hisap bayi ketika menyusu ibunya akan semakin kuat, bayi akan lebih sering menyusu ibunya. Akibatnya ASI akan lebih banyak diproduksi jika semakin sering disekresi. Masyarakat belum banyak yang mengetahui tentang terapi pijat pada bayi. Hal tersebut belum tentu disebabkan karena tingkat pengetahuan secara umum yang masih rendah, tetapi kemungkinan karena
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan longitudinal, yaitu suatu pendekatan dimana subjek yang diukur dilakukan intervensi kemudian diikuti efek yang terjadi selama kurun waktu tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 1-3 bulan di Desa candirejo, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 35 dan mengambil sampel sebanyak 30 dengan teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling. Kriteria sampel adalah bayi usia 1-3 bulan dan bayi tidak pernah salit parah sampai usianya 6 bulan. Tempat penelitian dilaksanakan di Desa Candirejo, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang. Waktu penelitian pada Bulan Februari sampai dengan September 2008. Pengumpulan data dilakukan pada 2 kelompok sampel. Kelompok I adalah kelompok tanpa intervensi terapi pijat pada bayi dan kelompok II adalah kelompok dengan intervensi terapi pijat. Intervensi dilakukan pada kelompok II dengan melakukan pemijatan pada bayi oleh peneliti, yang sebelumnya peneliti
26
memperlihatkan pemijatan pada bayi melalui video dan menjelaskan tentang terapi pijat bayi. Pemijatan dilakukan rutin seminggu 2 kali selama 4 bulan. Sedangkan untuk mengukur berat badan bayi menggunakan timbangan. Pengukuran berat badan bayi dilakukan pada saat awal intervensi dan pada akhir observasi, kemudian diklasifikasikan menurut grafik berat badan menurut umur yang ada pada KMS (Kartu Menuju Sehat). Klasifikasi berat badan tersebut sebagai berikut : a) Baik : jika berada diwarna hijau b) Cukup : jika berada diwarna kuning tua c) Kurang : jika mendekati dan atau berada di bawah garis merah. Kemudian dilakukan perbandingan berat badan antara kelompok I dan II. Analisis data menggunakan uji chi square (χ2) pada α 0,05, digunakan untuk mengetahui perbedaan berat badan dua kelompok. Interpretasi hasil analisis menunjukkan ada beda jika nilai p < α, yang artinya terapi pijat bayi efektif terhadap peningkatan berat badan bayi.
B. Peningkatan berat badan bayi yang tidak diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Tabel 2. Distribusi frekuensi berat badan yang tidak terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Berat badan Baik Cukup Kurang Total
Tabel 3. Perbedaan peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat dan yang tidak diberikan terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
Distribusi frekuensi berat badan yang diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Jumlah 10 5 0 15
20,0 73,3 6,7 100,0
C. Perbedaan peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat dan yang tidak diberikan terapi pijat di di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
A. Peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
Berat badan Baik Cukup Kurang Total
3 11 1 15
Persen (%)
Dari tabel 2 sebagian besar peningkatan berat badan bayi yang tidak terapi pijat adalah cukup sebanyak 11 (73,3%), peningkatan berat badan baik sebanyak 5 bayi (33,3%) dan yang paling sedikit adalah kurang peningkatan berat badan sebanyak 1 bayi (6,7%).
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Jumlah
Berat Badan
Persen (%)
f Baik 10 Cukup 5 Kurang 0 p value = 0,030
66,7 33,3 0,0 100,0
Ya % 76,9 31,3 0,0
Terapi Pijat Tidak f % 3 23,1 11 73,3 1 100,0
f 13 16 1
Total % 100,0 100,0 100,0
Berdasarkan uji chi square (χ2), p value 0,030 dan α 0,05, p value < α maka Ho ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya adalah ada perbedaan peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat dengan bayi yang tidak diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang.
Dari tabel 1 sebagian besar peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat adalah baik sebanyak 10 bayi (66,7%), peningkatan berat badan cukup sebanyak 5 bayi (33,3%) dan tidak ada berat badan kurang.
27
yang tidak diberi terapi pijat dapat tumbuh dengan normal tetapi belum optimal. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan bayi, diantaranya adalah nutrisi, genetika, status kesehatan dan lingkungan. Pemberian nutrisi yang baik akan memberikan kecukupan gizi pada bayi. ASI sebagai makanan utama bayi mempunyai peranan penting dalam menunjang tumbuh kembang bayi. Terapi pijat pada bayi merupakan faktor pendukung untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Bahwa terapi pijat yang rutin dilakukan akan membuat bayi sehat dan mengurangi masalah kesehatan yang sering terjadi, seperti kolik, sembelit, pilek, lesu/malas. Dengan pemberian terapi pijat bayi tidak hanya semakin dekat dengan ibu, namun akan berdampak pada kondisi kesehatan yang optimal. Kondisi inilah yang mendukung tercapainya peningkatan berat badan lebih baik. Kebiasaan di masyarakat yang masih menganggap bahwa pijat bayi merupakan keahlian dukun bayi akan membuat ketidakteraturan dalam pemijatan bayi. Orang tua merasa tidak mampu untuk melakukan pijat bayi. Pada akhirnya pertumbuhan dan perkembangan yang seharusnya dapat berjalan optimal, hanya dapat dicapai dalam kondisi sedang.
PEMBAHASAN A. Peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar 76,9% bayi yang diberikan terapi pijat bayi mengalami kenaikan berat badan, dengan kata lain bayi yang mendapatkan terapi pijat hasil pengukuran berat badan berdasarkan umur dengan menggunakan KMS berada di warna hijau. Hal tersebut menunjukkan bahwa terapi pijat bayi sangat menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi. Bahwa dengan pemijatan yang teratur akan membantu meningktkan hormon pertumbuhan yang dihasilkan kelenjar pituitari. Pijatan dapat merangsang saraf vagus yang akan membantu proses pelepasan hormon penyerap makanan seperti insulin ataupun glukosa. Dengan demikian, ASI yang diberikan akan dimetabolisme secara optimal, bayi akan menetek dengan kuat sehingga produksi ASI semakin banyak. Terapi pijat akan membuat perasaan nyaman bagi bayi. Kondisi tersebut akan meningkatkan kualitas tidurnya. Dengan kualitas tidurnya yang baik, pertumbuhan dan perkembangan bayi berjalan dengan sempurna. Pijat bayi akan dapat meringankan ketenganan otot sehingga menenangkan emosi dan membantu meredakan beberapa trauma serta kecemasan yang berkaitan dengan proses persalinan.3 Terapi pijat jika dilakukan secara rutin akan membuat bayi menjadi sehat, pertumbuhan berat badan berjalan baik. Disamping itu, orang tua akan menemukan bahwa memijat bayi menjadi sesuatu yang bersifat naluriah. Kontak kasih sayang antara orang tua dan bayi memberikan rasa nyaman bagi kedua pihak.
C. Perbedaan peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat dengan bayi yang tidak diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Berdasarkan uji chi square (χ2), p value 0,030 dan α 0,05, p value < α maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat dengan bayi yang tidak diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten n Semarang. Terapi pijat bayi seharusnya merupakan merupakan kebiasaan bagi ibu yang memiliki bayi. Bayi yang diberi terapi pijat akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian, yang menunjukkan bahwa pada 20 bayi prematur yang dipijat 3 x 15 menit selama 10 hari mengalami kenaikan berat badan perhari 20%-47% lebih banyak dari yang tidak dipijat.
B. Peningkatan berat badan bayi yang tidak diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar bayi yang tidak diberi terapi pijat memiliki berat badan cukup yaitu 73,3%. Hal ini menunjukkan bahwa bayi
28
Bayi yang dipijat mengalami peningkatan tonus nervus vagus yang akan menyebabkan peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan insulin. Dengan demikian, penyerapan makanan akan menjadi lebih baik. Itulah sebabnya berat badan bayi yang diberi terapi pijat meningkat lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan terapi pijat. Penyerapan yang baik akan menjadikan bayi cepat lapar sehingga sering menyusu. Kondisi ini membuat produksi ASI semakin banyak. Dengan demikian akan memberikan kecukupan nutrisi yang baik bagi bayi. Hubungan antara ibu dan bayi akan semakin erat dan kesehatan bayi lebih optimal. Pemberian terapi pijat bayi di masyarakat dapat menjadi salah satu cara dalam upaya penurunan angka kematian dan kesakitan bayi. Dengan tumbuh kembang yang baik / optimal diharapkan akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, kuat dan berkualitas.
3.
4. 5.
6.
7. 8. 9.
10. 11.
12.
SIMPULAN 13. 1.
2.
3.
Sebagian besar peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat adalah baik sebanyak 10 bayi (66,7%), peningkatan berat badan cukup sebanyak 5 bayi (33,3%) dan tidak ada berat badan kurang. Sebagian besar peningkatan berat badan bayi yang tidak terapi pijat adalah cukup sebanyak 11 (73,3%), peningkatan berat badan baik sebanyak 5 bayi (33,3%) dan yang paling sedikit adalah kurang peningkatan berat badan sebanyak 1 bayi (6,7%). Ada perbedaan peningkatan berat badan bayi yang diberi terapi pijat dengan bayi yang tidak diberi terapi pijat di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang, dengan p value < α yaitu 0,030.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta. Azwar, S. (1998). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : PT. Pustaka Pelajar.
29
Govern, P. (2002). Touch Therapy Soothes Infant in Unit. June 21, 2002, [URL] http ://www.baby massage.com. Jelliffe, DB. (1989). The Assessment of The Comunity. Geneva, WHO. Notoadmodjo, S. (2002). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. ______________.(2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Roesli, U. (2001). Pedoman Pijat Bayi. Jakarta : PT. Trubus Agriwidya. Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Supariasa, IGN; Bakri, B; Fajar F. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Perawatan Anak. Jakarta : EGC. Tobing, N., Indriana, I., Riadi, C., dan Purbasantika, G. (2001). Serba-serbi Bayi Baru. Jakarta : PT. Grafika Multi Warna. Turner, R., Nanayakkara, S., dan Soetrisno, I. (2002). Seni Memijat Bayi Yang Menyejukkan. Jakarta : PT. Ladang pustaka inti media. Walker, P. (2003). Pijat Bayi Untuk Pemula. Jakarta : Primamedia Pustaka.
Optimasi Campuran Aerosil - Manitol Untuk Pembuatan Tablet Kunyah Campuran Serbuk Instant Kencur (Kaempferiae galanga L) Dan Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb) Secara Granulasi Basah Dengan Metode Factorial Design Humaira Atabaki ABSTRACT Red Ginger (Zingiber officinale Roxb) and galingale instant can use to cough medicine so chewable tablet is the best dosage form. The mixture of aerosil – manitol can use to filler of tablet. To get optimum mixture was used factorial design method. Etanol extract of red ginger obtained with method of maserasi use etanol 70%. Initial trial with factorial design method is F1 mixture of aerosil low level (5%) and manitol low level (200%), F a of aerosil high level (10%) and manitol low level (200%), Fb mixture of aerosil low level (5%) and high level manitol (250%), F ab mixture of aerosil high level (10%) and manitol high level (250%). Mixture of red ginger extract and galingale instant homogeneous mixed with filler materials and then made mass of granul with gelatine solution 10% as binder, wet granul sieved with 10 mesh. Mass of granul dried at temperature 45 °C ,24 hours. Dry granul sieved with 12/30 mesh. Obtained granul to be physical tested by : tapping, taste and compactibility. Optimum formula choosed on based profile of results test of physical granul. Tablet of formula optimum physical tested by : uniformity of weight, friability and hardness. All data physical of granul was analysed of variant with yates’ treatment. Results show that aerosil, manitol, and interaction between aerosil – manitol significanly influence in fluidity and compactibility of granul. Mixture of aerosil 9,3 % and manitol 224 % give the best response. Granul with optimum formula have tapping 17,67 %, hardness 6,84 kg, friability 0,52% and good taste. Thin Layer Chromatographi show that active constituent galingale instant and red ginger extract is stabil in granul and tablet. It should be done a evidance of optimum formula using comparing formula out level range and in level range and be done experiment about the effect of pharmacology from selected formula and sense reaction of experiment. therefor, respondent should be tried a sum dose of tablet."
ABSTRAK Jahe merah (Zingiber officinale Roxb) dan kencur instant (Kaempferia galanga L) berkhasiat sebagai peluruh dahak, sehinggga perlu dikembangkan bentuk sediaan yang sesuai yaitu tablet kunyah. Untuk mendapatkan tablet dengan rasa yang enak maka digunakan bahan pengisi campuran aerosil – mannitol. Untuk mendapatkan komposisi aerosil – mannitol yang menghasilkan tablet kunyah yang baik maka dilakukan optimasi dengan metode factorial design. Ekstrak etanol jahe merah diperoleh dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Orientasi dilakukan berdasarkan metode factorial design yaitu F 1 campuran aerosil level rendah (5%) dan mannitol level rendah (200%), F a campuran aerosil level tinggi (10%) dan mannitol level rendah (200%), F b campuran aerosil level rendah (5%) dan mannitol level tinggi (250%), F ab campuran aerosil level tinggi (10%) dan mannitol level tinggi (250%). Campuran ekstrak jahe merah dan kencur instant dicampur homogen dengan bahan pengisi kemudian dibuat massa granul dengan bahan pengikat solusio gelatin 10 %, granul basah diayak dengan ayakan no. 10 mesh. Massa granul dikeringkan pada suhu 45ºC selama 24 jam. Granul kering diayak dengan ayakan no. 12/30 mesh. Granul yang diperoleh diuji sifat fisiknya meliputi : indeks pengetapan, tanggapan rasa dan kompaktibilitas. Hasil uji sifat fisik granul dibuat profil dan dihitung respon totalnya untuk mendapatkan formula optimum. Tablet formula optimum diuji sifat fisiknya meliputi : keseragaman bobot, kekerasan dan kerapuhan. Data dari uji sifat fisik granul kemudian dianalisis menggunakan analisa varian dengan yates’ treatment. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa aerosil, mannitol dan interaksi keduanya secara signifikan berpengaruh pada sifat alir dan kompaktibilitas. Campuran aerosil 9,3% - mannitol 224% memiliki respon terbaik yang dipilih sebagai formula optimum. Granul formula optimum memiliki sifat alir 17,67%, kekerasan 6,84 kg, kerapuhan 0,52% dan rasa dapat diterima. Hasil uji kandungan bahan aktif kencur instant dan ekstrak jahe merah dengan menggunakan Kromatografi
30
Lapis Tipis, menunjukkan bahwa bahan aktif kencur instant dan ekstrak jahe merah yang stabil dalam granul dan tablet. Hendaknya dilakukan pembuktian formula optimum dengan menggunakan formula pembanding diluar rentang level dan di dalam rentang level dan dilakukan penelitian tentang efek farmakologi dari formula terpilih serta pada uji tanggapan rasa hendaknya responden mencoba tablet sejumlah dosis yang diberikan.
formula optimum suatu sediaan farmasi agar penelitian yang dilakukan lebih baik, kelebihan metode Factorial Design dibandingkan dengan metode lain adalah kemampuannya memprediksi faktor yang mempunyai pengaruh lebih dominan dalam formula yang dihasilkan. Berdasarkan persamaan Factorial Design dapat ditentukan rumus untuk masing-masing sifat fisik granul. Rumus-rumus ini dapat digunakan untuk memperoleh contour plot sifat-sifat fisik granul dan selanjutnya dapat ditentukan formula tablet kunyah optimum dan formula pembandingnya (4). Didalam factorial design level dari faktor yang digunakan termasuk variabel bebas, setiap faktor memilki dua faktor atau lebih (4). Metode ini meliputi level penelitian dari kadar sampel rendah dan tinggi (Low dan High Level), respon yang didapat harus dapat diukur secara kuantitatif sehingga ada tidaknya interaksi dan faktor yang berefek dominan dapat diketahui. Untuk melihat kestabilan bahan aktif jahe merah dan kencur instant dalam tablet kunyah yg dihasilkan dilakukan metode kromatografi Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
PENDAHULUAN Kencur dan jahe merah sebagai salah satu bahan alam yang biasa digunakan secara tradisional sebagai peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh angin perut, peluruh haid dan pencegah mual (1) . Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb) mengandung zat aktif minyak atsiri jahe yang terdapat unsur-unsur : nnonylaldehyde, ol-camphene, α-β phellandrene, methyl heptenone, cineol, dborneol, geraniol, linalool, acetates, dan caprylate, citral, chavicol dan zingiberene sedangkan kencur (Kaempferia galanga L) mengandung zat aktif asam etilestersinamat, dan asam etilester p-metoksinamat, borneol, camphene, p-metoksistiren, dan npentadekant (2), Penggunaan kencur dan jahe merah secara tradisional masih menunjukkan beberapa kelemahan yaitu kurang praktis dan penggunaan dosis yang kurang tepat sehingga khasiat dan keamanannya kurang jelas. Hal ini mendorong perlunya pembuatan sediaan obat dari bahan alam yang lebih mudah digunakan. Inovasi yang dapat dilakukan adalah membuat sediaan obat tablet kunyah karena rasa yang enak dan sesuai untuk pengobatan batuk. Aerosil dan mannitol digunakan dalam bentuk kombinasi sebagai bahan eksipien pada proses granulasi kencur instant dan ekstrak jahe merah dengan tujuan untuk saling melengkapi sehingga diperoleh tablet kunyah yang memenuhi persyaratan. Aerosil dapat meningkatkan sifat alir dan mampu menyerap air dalam jumlah besar tanpa menjadi basah. Mannitol memberikan rasa manis dan dingin di mulut, tetapi mannitol biasanya memerlukan glidan dan lubrikan yang besar dari bahan pengisi yang lain agar tablet dapat dikempa dengan mudah (3). Upaya pencarian formula optimum aerosil-mannitol dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat fisik granul yang dihasilkan dari tiap-tiap formula yang ditentukan berdasarkan metode Factorial Design. Metode Factorial Design merupakan salah satu metode untuk mencari
CARA PENELITIAN Bahan Bahan untuk pembuatan ekstrak adalah : etanol 70%, jahe merah yang diperoleh dari Kulon Progo, Yogyakarta dan serbuk kencur instant yang diperoleh dari Perusahaan Jamu An-Nur Yogyakarta. Bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan tablet kunyah pada penelitian ini mempunyai kualitas farmasi, bahan-bahan tersebut adalah mannitol, aerosil dan gelatin. Alat Penangas air, labu hisap, pompa vakum (Gast), kertas saring, vacuum rotary evaporator (J. Laboratoria Heidolph), alatalat gelas, corong kaca, almari pengering, ayakan granul, hairdrayer, stopwatch (Hanhart, germany), alat pengetapan, mesin tablet single punch (Korsch), hardness tester
31
(Model stokes, skala 0-2- kg), analytical balances (Sartorius), disintegrator tester (Erweka GMbH AR 400), friabilator tester (Erweka apparatebau), thermometer dan mikrokapiler. Jalannya penelitian Determinasi Tanaman Determinasi tanaman berdasarkan buku “Flora of Java “ karangan Backer dan
ulang sampai filtrat tidak pekat lagi. Semua filtrat disatukan kemudian didestilasi di vacum rotary evaporator, pemanas water bath suhu 45 º sampai ekstrak kental. Pembuatan formula granul yang digunakan berdasarkan metode Factorial Design Pada penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu aerosil dan mannitol, dan 2 level yakni level rendah dan level tinggi (Low and High Level), maka jumlah percobaan yang diperlukan untuk mengoptimasi granul tablet kunyah serbuk kencur instant dan ekstrak jahe merah berdasarkan metode Factorial design adalah 2n percobaan : 4 percobaan (n = jumlah faktor). Tablet kunyah yang dibuat mengandung zat aktif berupa campuran serbuk kencur instant sebanyak 0,4393 gram dan ekstrak jahe merah sebanyak 0,02 gram setiap tabletnya.
Brink (1965) (5) Pembuatan ekstrak jahe merah Pembuatan ekstrak jahe merah adalah sebagai berikut jahe merah disortir, dicuci, dikeringkan kemudian diserbuk dan direndam dengan etanol 70% sampai terendam sesekali diaduk, diamkan selama 24 jam, pisahkan filtrate dan ampas kemudian dimaserasi dengan etanol 70% selama 5 hari (setiap 24 jam cairan penyari diganti), perlakuan ini dilakukan berulang-
Tabel 1. Formula campuran mannitol-aerosil untuk pembuatan granul tablet kunyah campuran kencur instant dan ekstrakjahe merah dengan metode Factorial Design Bobot Formula
Campuran kencur instant dan jahe
I a b ab
0,4593 gram 0,4593 gram 0,4593 gram 0,4593 gram
Aerosil level gram -1 +1 -1 +1
0,02296 0,04593 0,02296 0,04593
Mannitol level gram -1 -1 +1 +1
0,9186 0,9186 1,1482 1,1482
Bobot setiap tablet (gram) 1,4008 1,4238 1,6304 1,6534
Keterangan : F1 : Campuran aerosil level rendah dan mannitol level rendah Fa : Campuran aerosil level tinggi dan mannitol level rendah Fb : Campuran aerosil level rendah dan mannitol level tinggi F ab : Campuran aerosil level tinggi dan mannitol level tinggi
Sejumlah granul dimasukkan ke dalam gelas ukur dicatat volumenya (V1) gelas ukur kemudian dipasang pada mesin motorized tapping dan mesin dinyalakan. Pengetapan dihentikan setelah volumenya konstan (V2). Indeks pengetapan dapat dihitung dengan rumus Nilai T% dihitung dengan rumus T%=(V0-Vt)/V0x100% (6). b. Kompaktibilitas Granul masing-masing formula dikempa dengan tekanan yang sama sehingga semua formula dapat dikempa menjadi tablet. Skala punch atas yang digunakan adalah 7mm dan punch dibawah 10mm (berdasarkan orientasi yang telah
Cara pembuatan granul Aerosil dan mannitol yang telah ditimbang dicampur homogen. Campuran homogen aerosil dan mannitol masingmasing formula selanjutnya digranul bersama serbuk kencur instant dan ekstrak jahe merah yang telah ditimbang. Selanjutnya massa granul basah diayak dengan ayakan 10 mesh lalu dikeringkan selama 24 jam pada suhu 40-60˚C. Granul kering yang diperoleh kemudian diayak dengan ayakan 12/30 mesh. Pemeriksaan sifat fisik granul a. Pengetapan
32
dilakukan). Bahan dimasukkan dalam ruang die pada mesin tablet single punch, kemudian diratakan permukaannya lalu ditablet. c. Tanggapan rasa Dilakukan teknik sampling dengan populasi heterogen 20 orang dengan batasan usia antara 19 - 48 tahun untuk semua formula. Tanggapan rasa dikelompokkan menjadi 2 pilihan yaitu enak dan tidak enak.
tidak boleh lebih dari satu tablet pun yang bobot rata-ratanya menyimpang lebih dari 15% (7) . b. Kekerasan Hardness tester diatur skalanya hingga menunjuk angka 0. Tablet diletakkan pada ujung dengan posisi tegak lurus, pada alat penekan diputar pelan-pelan sampai tablet pecah, skala pada alat menunjukkan kekerasan tablet yang dinyatakan dalam satuan kg. c. Kerapuhan Dua puluh tablet dibebas debukan ditimbang, dimasukkan dalam alat uji kerapuhan (friabilator tester) diputar selama 4 menit dengan kecepatan 25 putaran permenit. Tablet dibersihkan dari fines yang menempel dan timbang kembali. Berat total tablet yang diuji tidak boleh berkurang lebih dari 1% dari berat awal tablet uji (8). d. Uji Tanggapan Rasa Dilakukan teknik sampling dengan populasi heterogen 20 orang, batasan usia antara 19 - 48 tahun. Responden memberikan tanggapan rasa tablet kunyah. Tanggapan rasa dikelompokkan dari tingkat manis dan tidak manis. Data disajikan dalam bentuk tabel menurut jumlah presentase responden dengan tanggapan rasa yang diberikan. e. Pemeriksaan kandungan bahan aktif tablet kunyah Kandungan bahan aktif dari campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah dilihat dari profil kromatografinya. Metode yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis, larutan cuplikan dibuat 5 sampel yaitu dengan melarutkan ekstrak jahe merah dalam metanol (konsentrasi 10%), granul formula optimum (konsentrasi 10%), tablet formula optimum (konsentrasi 10%), dan kencur instant (konsentrasi 15%) dan bahan pembawa. Penotolan larutan cuplikan berjarak 1,5cm dari bagian bawah lempengan dilakukan sebanyak 20 totolan untuk masing-masing sampel, setelah bercak kering kemudian dimasukkan ke dalam pengembang dengan jarak 15cm, kemudian lempeng dibiarkan kering dan dideteksi dengan penyemprot vanillin–asam sulfat .Fase diam Silika GF 245, Fase gerak kloroform – asam asetat-Metanol (10 : 3 : 2).
Penentuan Profil Sifat-sifat Campuran a. Pendekatan teoritis dengan membandingkan data yang diperoleh dengan persyaratan yang ada dalam Farmakope Indonesia dan pustaka lainnya. b. Proporsi kombinasi aerosil dan mannitol yang optimum diperoleh dengan menggunakan metode Factorial Design. Analisa data untuk mengetahui pengaruh aerosil, mannitol dan interaksinya terhadap sifat-sifat fisik granul campuran serbuk kencur instant dan ekstrak jahe merah dengan menggunakan program Yate’s Treatment yang dilanjutkan dengan analisa varian untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh dominan terhadap sifat-sifat fisik granul campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah tersebut. Pemilihan Formula Campuran Optimum Formula tablet kunyah yang akan diproduksi diperoleh dari data uji sifat fisik granul yang dibuat dengan berdasarkan metode Factorial Design sehingga didapatkan persamaanpersamaan yang menunjukkan sifat-sifat fisik granul, persamaan umum Factorial Design adalah Y = Bo + BbXb + Bab XaXb. Selanjutnya dari persamaan dan data uji sifat-sifat fisik tersbut dapat dianalisa dengan program Yate’s Treatment yang dilanjutkan dengan analisa varian, sehingga akan diketahui pengaruh aerosil, mannitol dan interaksinya terhadap sifat-sifat fisik granul. Formula optimum dipilih berdasarkan persamaan dan counter plot yang dihasilkan. Dan dari persamaanpersamaan ini pula dapat dihitung harga respon totalnya. Pada penelitian ini, setiap formula tablet kunyah dibuat untuk sejumlah 320 tablet kunyah. Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet a. Keseragaman Bobot Dua puluh tablet ditimbang satu persatu dihitung bobot rata-ratanya. Tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobot rataratanya menyimpang lebih dari 7,5% dan
Analisa Data Data uji sifat fisik granul dan uji sifat fisik tablet yang diperoleh dibandingkan dengan kepustakaan. Data uji sifat fisik granul antar
33
formula dianalisis menggunakan analisis varian dengan Yates’ Treatment.
Jumlah jahe merah basah yang digunakan adalah 10 kg yang kemudian dikeringkan untuk selanjutnya dilakukan proses maserasi. Ekstrak kental yang didapatkan adalah 54,7 gram Spesifikasi Ekstrak Kental Jahe Merah Spesifikasi bertujuan unutk mendapatkan informasi tentang ekstrak yang digunakan pada penelitian. Informasi yang didapat menjadi acuan sifat fisik ekstrak kental jahe merah untuk pembuatan tablet kunyah. Uji spesifikasi ekstrak meliputi uji organoleptis dan uji daya lekat. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Determinasi Tanaman Berdasarkan determinasi dengan buku acuan “Flora of Java” dinyatakan bahwa tanaman yang digunakan pada penelitian kami adalah Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb). Hasil Pembuatan Ekstrak Kental Jahe Merah
Tabel 2. Hasil uji ekstrak jahe merah Organoleptis warna Konsistensi Coklat kemerahan
Bau Khas menyengat, pedas , panas
Kental
Daya lekat (menit) 5 menit
tanggapan rasa. Dari uji sifat fisis granul ini diperoleh nilai koefisien Bo, Ba, Bb dan Bab dalam berdasarkan factorial design yang akan menentukan formula optimum. Hasil uji sifat fisik dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Uji Sifat Fisik Granul Uji sifat fisik terhadap granul perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan granul saat dikempa, sehingga dapat menggambarkan sifat fisik tablet yang dihasilkan. Uji sifat fisik yang dilakukan adalah uji sifat alir, uji kompaktibilitas dan
Tabel 3. Hasil uji sifat fisik granul campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah Formula Kekerasan (kg) Sifat alir (T%) Tanggapan rasa (punch atas 7 mm dan punch bawah 10 mm) Formula 1 3,83 ± 0,78 18,87 ± 1,59 1 (enak) Formula a 7,9 ± 1,53 20,5 ± 1,25 1 (enak) Formula b 5,3 ± 0,23 19,67±1,32 1 (enak) Formula ab 7,2 ± 0,48 18,29±1,58 1 (enak)
1) Uji Kompaktibilitas Uji kompaktibilitas dilakukan dengan menggunakan mesin tablet single punch (Richermann korsch) secara manual dengan ukuran punch atas 7mm dan punch bawah 10mm. Dari data didapatkan persamaan untuk kompaktibilitas yaitu :
Y = 6,07 + 1,505 XA + 0,18 XB – 0,555 XAB Grafik yang dihasilkan dari uji kompaktibilitas untuk semua formula disajikan pada gambar 1
34
1
0.75
0.5
Level Mannitol
0.25
0
-0.25
-0.5
-0.75
-1 -1
-0.75
-0.5
-0.25
0
0.25
0.5
0.75
1
Level Aerosil
Gambar 1. Grafik uji kompaktibilitas untuk semua formula campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah Profil kompaktibilitas yang menyatakan kekerasan pada gambar diatas berupa garis keatas yang menyatakan semakin tinggi level mannitol dan aerosil yang digunakan dan kekerasan tablet yang dihasilkan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa campuran aerosil-mannitol berpengaruh signifikan terhadap kompaktibilitas.
dengan menggunakan cara tidak langsung yaitu dengan metode pengetapan. Besar kecilnya persen indeks pengetapan ditentukan oleh ukuran granul, bentuk granul dan kondisi percobaan. Berdasarkan data yang diperoleh, sifat alir granul didapat persamaan sebagai berikut : Y = 19,33 + 0,0625 XA – 0,3525 XB – 0,7525 XAB . Berikut adalah grafik dari sifat alir semua formula.
2). Uji Sifat Alir Sifat alir granul campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah ditentukan 1
0.8
0.6
0.4
Level Mannitol
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1 -1
-0.75
-0.5
-0.25
0
0.25
0.5
0.75
1
Level Aerosil
Gambar 2. Grafik hasil uji sifat alir granul campuran kencur instant dan ekstrak jahemerah Profil sifat alir granul diatas berupa garis, semakin keatas garis tersebut maka semakin baik nilai pengetapannya/sifat alirnya. Pada penelitian ini hanya formula a (F a) saja yang nilai pengetapannya lebih
besar dari 20% yaitu 20,5%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar komposisi pencampuran aerosil yang dicampurkan maka semakin bagus sifat alirnya. Sifat alir yang kurang bagus
35
menyebabkan jeleknya variasi bobot tablet yang dihasilkan. Rincian perhitungan disajikan pada lampiran. 2) Tanggapan rasa Uji tanggapan rasa merupakan tolak ukur penting untuk menentukan keberhasilan suatu formulasi tablet kunyah. Pada uji tanggapan rasa ini dilakukan teknik sampling dengan populasi heterogen 20 orang untuk semua formula. Adapun batasan usia antara 19 - 48 tahun yang memberikan tanggapan rasa tablet kunyah. Tanggapan rasa dikelompokkan menjadi 2 pilihan yakni enak dan tidak enak (untuk enak 1 dan tidak enak 0). Setelah mendapatkan data seperti tertera pada lampiran, untuk uji tanggapan rasa didapat persamaan sebagai berikut ; Y + 0 + 0XA + 0 XB + O XAB. Karena semua rasa dapat diterima sehingga tidak dapat dibuat grafik (semua daerah grafik diterima).
Penentuan Formula Optimum Tablet kunyah Campuran Kencur Instant dan Ekstrak Jahe Merah Formula optimum tablet kunyah ditentukan berdasarkan rumus dan contour plot dari data sifat fisis granul. Setelah didapatkan profil masing-masing sifat fisis granul, maka dihitung nilai total respon. Total respon merupakan penjumlahan dari respon-respon sifat fisis granul. Formula optimum ditentukan dengan melihat harga total respon yang tertinggi. Selain cara diatas, penentuan formula optimum juga dilihat dari contour plot dari sifat fisik granul yang dihasilkan menurut percobaan dan perhitungan berdasarkan rumus factorial design. Contour plot dari sifat fisik granul disajikan pada gambar 3.
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3
0.1 Level Mannitol
Level Mannitol
0.2
0
-0.1 -0.2 -0.3 -0.4 -0.5 -0.6 -0.7 -0.8 -0.9 1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0 0
0.1
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.5
-0.6
-0.7
-0.8
-1
-0.9
-1
-1 1
Level Aerosil Level Aerosil
Gambar 3. Contour plot sifat fisik granul campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah Keterangan warna contour plot : Merah : kekerasan (kompaktibilitas) Biru : sifat alir (% pengetapan) Kuning : tanggapan rasa Hitam : daerah formula optimum (daerah yang ditunjuk tanda panah Penentuan formula optimum dengan menggunakan contour plot dilakukan dengan cara mengambil salah satu titik yang dilewati oleh garis-garis dalam contour plot sifat fisik tablet yang menunjukkan sifat fisik yang baik. Dari titik yang dipilih tersebut kemudian ditarik ke arah absis dan ordinat sehingga didapat level aerosil dan
mannitol yang didapat. Penentuan titik dapat disesuaikan dengan kompaktibilitas dan sifat alir yang diharapkan, untuk tanggapan rasa tidak diperhitungkan karena semua formula diterima oleh responden yang ditandai dengan warna kuning pada semua area contour plot. Daerah optimum (warna hitam) dipilih karena memiliki nilai
36
pengetapan yang kecil yaitu 13,5% dan kekerasan yang diharapkan yaitu 7 kg. Berdasarkan hasil perhitungan efek faktor dan interaksi yaitu dengan cara pengurangan hasil rata-rata dari respon level tinggi dengan respon level rendah didapatkan bahwa mannitol berpengaruh terhadap kompaktibilitas dan sifat alir, sedangkan aerosil paling berpengaruh terhadap sifat alir dan kompaktibilitas. Tetapi berdasarkan analisis Anova Yates’ treatment aerosil berpengaruh signifikan terhadap sifat alir dan interaksi antara keduanya juga berpengaruh signifikan, sedangkan mannitol tidak. Pada kompaktibilitas didapatkan aerosil, mannitol dan interaksi keduanya berpengaruh signifikan terhadap kompaktibilitas.
Tabel 4.
Pembuatan Tablet Kunyah Campuran Kencur Instant dan Ekstrak Jahe Merah Secara Granulasi Basah Berdasarkan Formula Optimum Proses granulasi campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah dengan formula ptimum terpilih dibuat sama seperti pada proses optimasi. Granul yang dihasilkan kemudian dilakukan uji sifat fisik yaitu pengetapan untuk melihat sifat alir, nilai dari hasil pengetapan ini juga berfungsi untuk melihat validitas dari persamaan factorial design yang diperoleh. Formula optimum terpilih dapat dilihat pada tabel 4 berikut :
Formula optimum tablet kunyah campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah dengan metode Factorial Design campuran Bobot kencur instant Bobot tablet Mannitol dan ekstrak kunyah Aerosil 9,3% Gelatin 10% 224% jahe merah 0,4593 gram
0,043 gram
1,023 gram
Uji sifat fisik granul campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah dengan metode Factorial Design Granul hasil formula optimum terpilih dilakukan uji sifat fisik. Uji sifat fisik yang dilakukan hanya pengetapan untuk melihat kemampuan atau sifat alir dari granul.
Tabel 6. Hasil uji sifat fisik tablet formula optimum campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah Sifat fisik tablet
Sifat fisik granul formula optimum campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah
Sifat fisik granul
Rerata ± SD
Sifat alir granul (% Tap)
17,67 ± 2,65
1,6553 gram
Uji sifat fisik tablet meliputi uji keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan tanggapan rasa. Hasil uji sifat fisik tablet dapat dilihat pada tabel 6.
1)
Tabel 5.
0,13 gram
Bobot rata-rata (gram) Rerata ± SD Keseragaman bobot CV (%) Kekerasan (kg) Rerata ± SD Kerapuhan (%) Rerata ± SD
Hasil uji rata-rata sifat alir granul formula optimum adalah 17,67% dengan lima kali replikasi dan nilai standar deviasi adalah 2,65%, dari data ini dapat diketahui bahwa granul formula optimum ini mempunyai sifat alir yang baik. 2) Uji Sifat Fisik tablet campuran ekstrak jahe merah dan kencur instant dengan Formula Terpilih
a.
Formula Optimum
1,6323 ± 0,025 1,53% 6,84 ± 0,29 0,52 ± 0,269
Uji keseragaman bobot Uji keseragaman bobot campuran ekstrak jahe merah dan kencur instant dari formula optimum diperoleh harga koefisien variasi kurang dari 5% yaitu 1,17%,
37
sehingga dapat dikatakan formula tersebut memenuhi persyaratan keseragaman bobot. b. Uji kekerasan Dari hasil percobaan kekerasan tablet kunyah formula optimum yang didapat adalah 6,84 kg sedangkan kekerasan yang diharapkan adalah 7 kg , kemudian dilakukan analisa anova uji t untuk mengetahui kekerasan tablet yang didapat berbeda signifikan atau berbeda tidak signifikan dengan kekerasan yang diharapkan. Hasil analisa anova uji t menyebutkan bahwa kekerasan yang didapat berbeda tidak signifikan karena nilai α symtot nya lebih besar dari 0,05 (data uji anova bisa dilihat pada lampiran 15). Kekerasan tersebut juga masih memenuhi persyaratan tablet biasa yaitu 4 – 8 kg (9) c. Uji kerapuhan Formula optimum memiliki kerapuhan 0,52% sehingga dapat dikatakan memenuhi persyaratan karena tablet yang baik mempunyai nilai kerapuhan 0,5 - 1 % (8) . d. Uji Tanggapan Rasa Dari data diperoleh bahwa semua tablet kunyah diterima oleh responden. Tabel 8.
Uji stabilitas bahan aktif tablet Pemeriksaan kandungan kimia secara kromatografi lapis tipis dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai keberadaan bahan aktif dalam sediaan setelah dibuat granul dan tablet kunyah. Keberadaan bahan aktif ini dilihat dengan membandingkan profil kromatografi dan nilai Rf yang dihasilkan oleh ekstrak jahe merah, kencur instant, granul, tablet kunyah dan eksipien. Deteksi dilakukan dengan penyemprot vanillin - asam sulfat. Diihat dari profil kromatografi, tampak pada Rf 1 pada totolan kencur instant tidak terdapat bercak, totolan ekstrak jahe merah menghasilkan bercak dan pada granul maupun tablet yang didalamnya terkandung campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah pada Rf 1 terlihat bercak yang menandakan ekstrak jahe merah masih ada / stabil terkandung didalamnya. Untuk Rf 2 dan 3 pada semua totolan menghasilkan bercak yang menandakan bahwa bahan aktif yang terkandung dalam kencur instant dan ekstrak jahe merah masih ada / stabil dalam granul dan tablet.
Hasil kromatografi Kencur instant, ekstrak jahe merah, granul, tablet kunyah campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah dan bahan pengisi
No. Bercak 1. 2. 3. 4. 5.
e.
Kencur instant Ekstrak jahe merah Granul Tablet Bahan pengisi
Rf 1
Rf 2
Rf 3
Deteksi
0,54 0,52 0,51 -
0,70 0,73 0,71 0,71 -
0,80 0,81 0,83 0,80 -
Vanillin-asam sulfat Coklat muda Coklat tua Coklat muda Coklat muda Tidak berwarna
granul maupun tablet dilihat dari profil kromatografinya.
SIMPULAN 1. Proporsi optimum campuram manitol dan aerosil untuk pembuatan tablet kunyah campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah adalah 9,3% aerosil dan 224% manitol. 2. Sifat fisik yang dihasilkan untuk sifat alir granul formula optimum tablet kunyah campuran kencur instant dan ekstrak jahe merah adalah 17,67% (% pengetapan), sedangkan sifat fisik tablet untuk kekerasannya adalah 6,8 kg, kerapuhan 0,52% dengan bobot rata-rata 1,6553 gram dengan rasa dapat diterima (enak). 3. Bahan aktif dalam kencur instant dan ekstrak jahe merah masih stabil dalam
SARAN 1. Hendaknya dilakukan pembuktian formula optimum dengan menggunakan formula pembanding diluar rentang level dan di dalam rentang level. 2. Hendaknya dilakukan penelitian tentang efek farmakologi dari formula terpilih. 3. Pada uji tanggapan rasa hendaknya responden mencoba tablet sejumlah dosis yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA 1. Dalimarta, S., 2002, 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan
38
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
kolesterol, 22-23, Penebar Swadaya, Jakarta. Sudarsono, Agus P, Didik G, Subagus W, Imono AD, Drajad M, Samekto W dan Ngatijan, 1996, Tumbuhan obat, Hal. 55 - 57, 89 – 91. PPOT Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. Peters, D.,1989, Medicated Lozenges, in Lachman, L., Lieberman, H.A., and Schwartz, J.B (eds), Pharmaceutical dosage forms : Tablets, Volume I, Second Edition Revised and Expanded, 419, 543-565, Marcel Dekker Inc., New York. Bolton, S.,1997, Pharmaceutical Statistics : Practical and Clinical Applications. 3ed Ed. 610-619, Marcel Dekker Inc., New York. Backer, C.A., and Van Den Brink, R.C.B.,1965, flora of Java, The Rijkherubarium, Leiden. Voigt, R, 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh S.N. Soewandi. Edisi V, 135-137, 170, 202-211, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. Anonim, 1979,Farmakop e Indonesia, Edisi III, 6-8, 32, 43-45, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Fonner, D.E.,Anderson, N.R., and Banker, G.S., 1981, Granulation Technology and Tablet Characterization in Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig. J.L., (eds), Pharmaceutical Dossage Forms : Tablets, Vol II, 185, 242-248, Marcel Dekker Inc., New York. Parrott, E.L.,1971, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, 3rd ed, 73-83, Burgess Publishing Company, M
39
PEDOMAN BAGI PENULIS Informasi umum Jurnal Gizi dan Kesehatan menerima makalah ilmiah dari para staf STIKES, AKBID DAN AKPER, para alumnus NGUDI WALUYO, maupun profesi lain yang berhubungan dengan kesehatan. Makalah dapat berupa karangan asli (penelitian), laporan kasus, ikhtisar kepustakaan, dan tulisan lain yang ada hubungannya dengan bidang kesehatan. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum pembentukan Istilah atau dalam bahasa Inggris. Format naskah Tulisan diketik pada kertas kuarto, batas atas-bawah dan samping masing-masing 2,5 cm, spasi dobel, font Times New Roman, ukuran 12 dan tidak bolak balik. Naskah untuk penelitian (karangan asli) harus meliputi : 1) Judul tulisan, dibuat singkat bersifat informatif dan mampu menerangkan isi tulisan; nama para penulis lengkap berikut gelar beserta alamat kantor/instansi /tempat kerja lain, diletakkan di bawah judul. 2) Pendahuluan, berisi latar belakang, masalah, maksud & tujuan serta manfaat penelitian. 3) Bahan/subyek dan cara kerja. 4) Hasil penelitian. 5) Pembahasan, kesimpulan dan saran. 6) Pernyataan terima kasih (kalau ada). 7) Daftar rujukan. 8) Lampiran-lampiran. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto, harus dibuat dengan jelas dan rapi disertai keterangan yang jelas dan informatif. Diberi nomor menurut urutan dalam naskah. Gambar/bagan harus berwarna, jumlahnya dibatasi tidak lebih dari 3 lembar, keterangan ditempatkan di bawah gambar/bagan: Keterangan tabel ditempatkan di atas tabel. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto semuanya dilampirkan terpisah dari naskah. Rujukan dalam teks dibuat berdasarkan model Vancouver yaitu dengan angka sesuai dengan urutan tampil. Angka ditulis di atas (superscript) tanpa kurung setelah tanda baca. Bila angka berurutan bisa disingkat. Misalnya 2,3,4,6,7 ditulis menjadi 2-7. Daftar rujukan, disusun menurut cara Vancouver, menurut urutan penampilan dalam naskah, ditulis dengan urutan sebagai berikut : Nama dan huruf pertama nama keluarga penulis, judul tulisan kemudian untuk majalah diikuti dengan : Nama majalah (dengan singkatan yang umum dipakai), tahun, volume dan halaman. Sedangkan untuk buku diikuti Nama kota, penerbit, tahun dan halaman (bila perlu). Contoh: Maryanto, S, Siswanto, Y. and Susilo, J. The effect of fiber on lipid fraction rats with high cholesterol dietary. Jurnal Kesehatan dan Gizi 2007;1;1: 1-10 Ardhani, M.H, Sulisno, M., dan Rosalina. Teknik mengontrol halusinasi dalam manajemen ESQ. Edisi 2, Ungaran, 2001. Priyanto, Muhajirin, A. Program Studi Ilmu Keperawatan. Stikes Ngudi Waluyo [on line] : URL. http://www.nwu.ac.id/personal,kuliah,edu/.plan.l l. 2006. Nama penulis yang dikutip dalam naskah harus tercantum dalam daftar rujukan. Dalam mengutip nama penulis dalam naskah harus dibubuhi tahun publikasi. Untuk sumber pustaka dari internet ditulis : nama penulis, judul, organisasi penerbit, [On Line] : URL nomor Home Page, tahun.
40
Abstrak Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan Inggris terdiri sekurang-kurangnya 100 kata sebanyak-banyaknya 350 kata, diketik pada lembaran kertas terpisah dengan spasi ganda. Abstrak penelitian berupa "structured abstract" berisi : 1. Pendahuluan /Introduction : Berisi latar belakang, masalah, tujuan, dan kegunaan penulisan. 2. Subyek/Material dan Metode/Subject/Material and Method. Berisi: Subjek : nyatakan cara-cara seleksi, kriteria yang diterapkan, dan jumlah peserta pada awal dan akhir penelitian. Rancangan : tulisan rancangan penelitian yang tepat, pengacakan, secara buta, baku emas untuk diagnostik, dan waktu penelitian (restrospektif atau prospektif). Tempat: menunjukkan tempat penelitian (rumah sakit, klinik, komunitas) juga termasuk tingkat pelayanan klinik (primer, atau sekunder, praktek pribadi atau intitusi). Intervensi : uraikan keistimewaan intevensi, termasuk metode & lamanya. Ukuran luaran utama : harus dinyatakan sebelum merencanakan pengambilan data. 3. Hasil (Result) : Jika memungkinkan pada hasil disertakan interval kepercayaan (yang tersering adalah 95 %) dan derajat kemaknaan. Untuk penelitian komparatif, interval kepercayaan harus berhubungan dengan perbedaan antara kelompok. 4. Kesimpulan (Conclusions) : nyatakan kesimpulan yang didukung oleh data penelitian (hindari generalisasi yang berlebihan atau hasil penelitian tambahan). Perhatian yang sama diberikan pada hasil yang positif maupun yang negatif sesuai dengan kaidah ilmiah. 5. Di bawah abstrak bahasa Inggris ditulis kata kunci (Keywords) maksimal 4 kata dalam bahasa Inggris. Sinopsis Sinopsis diketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris terdiri atas 1 atau 2 kalimat, tidak lebih dari 25 kata dari kesimpulan naskah, digunakan dalam penulisan daftar isi, dan diketik pada lembar terpisah dengan spasi ganda. Running title Berikan judul singkat naskah pada sisi kanan atas pada tiap lembar naskah. Pengiriman Berkas dikirim rangkap dua (hard copy) disertai CD (soft copy) dengan mempergunakan program Microsoft Word, dialamatkan kepada Redaksi Jurnal Gizi dan Kesehatan, STIKES NGUDI WALUYO, JI. Gedongsongo – Mijen, Ungaran, Kabupaten Semarang . Ketentuan lain Redaksi berhak memperbaiki susunan naskah atau bahasanya tanpa mengubah isinya. Naskah yang telah dimuat di majalah lain tidak diperkenankan diterbitkan dalam majalah ini
41