KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA TRIWULAN III TAHUN 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Luctor E. Tapiheru
: Kepala Perwakilan /Direktur
Dudung C. Setyadi
: Deputi Kepala Perwakilan /Deputi Direktur
Eko Siswantoro
: Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan /Asisten Direktur
Wahyu Sihati
: Analis Ekonomi /Manajer
Curie Rantung
: Analis /Manajer
Noula T. Sondakh
: Analis /Manajer
Connie T. Tumewu
: Sekretaris /Manajer
Jeanny J. Legoh
: Kepala Unit Layanan Nasabah dan Penyelenggara Kliring
Teguh D. Prasetyo
: Kasir Senior /Manajer
Achmad Jainuri
: Kepala Unit Sumber Daya
Abdullah Atalapu
: Kepala Unit Sekretariat, Protokol dan Pengamanan
Esty Melasih
: Analis Ekonomi /Asisten Manajer
Weno Adji Syahdana : Analis Ekonomi /Asisten Manajer Donny H. Pratama
: Analis /Asisten Manajer
Hendro B. Sirait
: Analis /Asisten Manajer
Softcopy buku ini dapat di-download di website Bank Indonesia dengan alamat : http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA TRIWULAN II TAHUN 2014
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara Triwulan III 2014 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara
dalam
memberikan
informasi
kepada
stakeholders tentang
perkembangan ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait. Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, November 2014 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI UTARA
Luctor E. Tapiheru Direktur
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA TRIWULAN II TAHUN 2014
Daftar Isi KATA PENGANTAR
halaman iii
DAFTAR ISI
halaman v
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI SULAWESI UTARA
halaman vi
RINGKASAN EKSEKUTIF
halaman 1
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
halaman 11
Sisi Permintaan Sisi Penawaran
halaman 12 halaman 17
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
halaman 31
Inflasi Tahunan (yoy)
halaman 32
Inflasi Triwulanan (qtq)
halaman 33
Inflasi Bulanan (mtm)
halaman 34
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi
halaman 37
Upaya Pengendalian Inflasi Daerah
halaman 41
BAB III STABILITAS SISTEM KEUANGAN
halaman 47
Pekembangan Indikator Utama Bank Umum
halaman 48
Perkembangan Kredit Sektor Utama
halaman 48
Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
halaman 49
Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK
halaman 51
Ketahanan Sektor Korporasi
halaman 52
Ketahanan Sektor Rumah Tangga
halaman 53
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
halaman 55
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
halaman 59
Struktur Dana Perimbangan di Sulawesi Utara
halaman 59
APBD di Tingkat Provinsi
halaman 61
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
halaman 71
Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
halaman 72
Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai
halaman 76
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH
halaman 81
DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah
halaman 81
Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat
halaman 84
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
halaman 93
Prospek Ekonomi Makro
halaman 93
Prakiraan Inflasi
halaman 98
Prospek Perbankan
halaman 101
Daftar Istilah dan Singkatan
halaman 105
v
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI SULAWESI UTARA INDIKATOR I. MAKRO NASIONAL A PDB Nasional (yoy) B Inflasi Nasional (yoy) II. MAKRO REGIONAL A 1. Laju Inflasi (ytd) % 2. Laju Inflasi (yoy) % 3. Laju Inflasi (mtm) % 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 6. Inflasi Sandang (mtm) % 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 9. Inflasi Transportasi (mtm) % B
C
PDRB Penggunaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah PMTB Stok Ekspor Impor
PDRB Sektoral Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa II. MONETER 3. BI Rate (%) Kurs (Rp/USD - posisi akhir) III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI 1. Ekspor (ribu USD) 2. Impor (ribu USD) IV. PERBANKAN (berdasarkan bank pelapor) A. Jumlah Bank 1. Bank Umum 1.1. Bank Pemerintah 1.2. Bank Swasta 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 3. Bank Syariah B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 1. Bank Umum 1.1. Konvensional 1.2. Syariah 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 2.1. Konvensional 2.2. Syariah C. Total Asset (Rp miliar) 1. Bank Umum 2. BPR 3. Bank Syariah Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara *** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
vi
TW I 6,02 5,90 TW I 2,34 6,83 1,52 4,77 0,13 0,13 (0,17) 0,04 0,21
2013 TW II TW III 5,81 5,62 5,90 8,40 TW II TW III 1,82 5,99 4,95 7,73 0,21 (2,10) (2,36) (6,49) 0,01 0,08 0,16 0,11 (0,71) 1,55 0,71 0,23 7,16 (1,10)
TW IV 5,72 8,38 TW IV 8,12 8,12 2,69 7,97 0,79 0,16 0,90 0,19 0,16 0,32
TW I 5,21 7,32 TW I 1,15 5,67 0,31 1,30 0,12 0,15 (0,19) 0,08 0,07 (0,20)
2014 TW II 5,12 6,70 TW II 1,97 6,27 0,67 1,43 0,05 0,14 0,96 0,12 0,33 1,47
TW III 4,53 TW III 4,00 (0,03) (1,25) 0,13 0,68 (0,18) 0,21 0,11 0,15
7,57 7,78 7,46 8,39 9,28 (6,90) (5,75) (7,51)
7,25 6,81 6,92 6,60 8,67 7,33 (10,68) (16,80)
7,46 5,37 5,94 4,28 1,24 28,22 3,09 (5,71)
7,51 6,52 5,86 7,61 (2,73) 30,73 6,16 (3,22)
7,94 6,31 8,88 1,43 4,22 (3,50) 2,63 (3,87)
7,32 7,58 8,27 6,26 5,05 4,70 7,70 6,68
7,01
7,57 2,46 4,08 4,85 4,26 7,87 10,70 9,30 16,38 7,24 TW I 5,75 9.709 TW I 218.765 9.035 TW I 43 23 5 18 17 3 316 254 241 13 49 49 27.648 26.254 850 544
7,25 2,29 5,17 5,27 16,13 5,48 11,40 7,10 16,32 7,73 TW II 6,00 9.882 TW II 192.930 43.008 TW II 44 23 5 18 17 4 322 255 239 16 51 51 29.284 27.803 905 576
7,46 3,19 6,75 4,47 19,21 5,32 12,04 6,39 14,23 8,41 TW III 7,25 11.404 TW III 199.269 22.927 TW III 44 23 5 18 17 4 324 274 258 16 50 50 29.779 28.272 959 548
7,51 6,95 4,92 2,25 19,42 2,40 15,22 5,29 14,65 6,35 TW IV 7,50 12.087 TW IV 229.306 21.489 TW IV 45 24 6 18 17 4 323 272 258 16 51 51 30.219 28.691 962 566
7,94 1,03 2,01 4,17 5,83 4,33 14,37 12,43 12,21 10,32 TW I 7,50 11.427 TW I 290.623 46.377 TW I 45 24 6 18 17 4 324 272 258 16 52 52 30.547 29.085 906 556
7,32 1,98 3,92 4,98 4,00 7,68 12,96 9,93 6,67 7,23 TW II 7,50 11.893 TW II 351.209 22.612 TW II 45 24 6 18 17 4 324 272 258 16 52 52 32.749 31.305 899 546
7,01 4,05 4,61 3,22 4,23 6,19 10,79 9,88 4,14 8,34 TW III 7,50 11.899 TW III** 295.563 12.977 TW III 45 24 6 18 17 4 330 278 262 16 52 52 34.255 32.824 926 505
7,34 7,88 6,19 3,13 2,27 0,19
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI SULAWESI UTARA INDIKATOR IV. PERBANKAN (berdasarkan bank pelapor) D. Indikator Kinerja Bank Umum Konvensional 1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 1.1.Giro 1.2. Deposito 1.3. Tabungan 2. Kredit (Rp miliar) 2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi - Pertanian - Pertambangan - Industri - Listrik, Gas & Air - Konstruksi - Perdagangan - Angkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial - Lainnya 2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 2.5. Non Performing Loan (NPL) - Nominal (Rp miliar) - Rasio (%) V. SISTEM PEMBAYARAN 1. Kas (Rp miliar) - Inflow - Outflow 2. Kliring - Volume Kliring (Lembar) - Nominal Kliring (Rp Miliar) - Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) - Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) - Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) - Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara *** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
2013 TW I
TW II
TW III
TW IV
16.108 3.217 5.158 7.734
16.684 3.085 5.577 8.022
17.356 3.272 5.669 8.414
17.156 3.048 4.710 9.398
19.960
21.458
22.287
5.865 2.423 11.672
6.204 2.697 12.557
563 71 438 13 558 5.241 183 704 225 11.963 5.812 123,91
TW I
2014 TW II
TW III
19.176 3.807 7.009 8.359
19.627 3.702 7.228 8.697
22.848
17.600 3.298 5.954 8.348 23.022
24.027
24.606
6.320 2.502 13.465
6.455 2.591 13.802
6.543 2.520 13.959
6.923 2.692 14.412
6.974 2.710 14.922
498 43 526 13 681 5.833 218 789 296 12.561 6.344 128,62
464 38 446 3 710 5.852 214 773 316 13.472 6.188 128,41
535 39 467 4 662 6.012 228 726 374 13.802 6.407 133,18
463 44 610 4 616 6.021 219 686 399 13.959 6.560 130,81
482 50 670 4 707 6.305 234 731 433 14.412 6.871 125,30
465 49 652 4 775 6.317 236 693 493 14.921 6.741 125,37
440 2,21 TW I
477 2,22 TW II
521 2,34 TW III
572 2,50 TW IV
676 2,94 TW I
809 3,37 TW II
897 3,65 TW III
2.314 952
1.299 1.732
2.093 2.308
1.536 3.094
2.422 869
1.129 1.298
2.185 2.352
91.631 2.407 1.529 40 1,87 2,19
98.823 2.411 1.569 38 2,13 1,94
99.655 2.657 1.581 42 2,03 2,07
101.927 2.816 1.701 47 1,96 2,08
82.527 2.446 1.375 41 2,15 2,19
93.703 2.593 1.487 41 1,97 2,33
123.665 2.536 1.974 41 1,70 2,52
vii
Halaman ini sengaja dikosongkan
RINGKASAN EKSEKUTIF
Halaman ini sengaja dikosongkan
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Makro Ekonomi Regional Sejalan dengan tren perlambatan global dan nasional, perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perekonomian pada triwulan laporan berada pada angka 7,01% (yoy), ...
Sejalan dengan tren perlambatan global dan nasional, perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perekonomian pada triwulan laporan berada pada angka 7,01% (yoy), melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 7,46% (yoy) maupun jika dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 7,32% (yoy). Perlambatan dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor utama yang tidak setinggi periode sebelumnya. Sektor utama yang tumbuh melambat adalah sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), sektor Bangunan, dan sektor Angkutan, sementara sektor Jasa-jasa masih tercatat tumbuh lebih tinggi. Adanya periode hari besar keagamaan (Peringatan Idul Fitri) dan periode liburan sekolah pada triwulan laporan ternyata tidak cukup signifikan dalam mendorong sektor PHR dan Angkutan ke arah yang lebih tinggi. Hal ini diikuti pula oleh masih berlanjutnya tren perlambatan sektor bangunan seiring dengan masih adanya berbagai hambatan pembangunan infrastruktur. Sejalan dengan perlambatan sektor PHR, aktivitas konsumsi pada triwulan laporan juga tercatat melambat. Perlambatan juga terlihat dari aktivitas perdagangan internasional khususnya ekspor yang disebabkan oleh masih terbatasnya permintaan seiring dengan pemulihan ekonomi global yang masih berjalan lambat. Sementara itu, aktivitas investasi tercatat tumbuh moderat yang terutama didorong oleh pertumbuhan di sektor non bangunan.
Perkembangan Inflasi Daerah Tekanan inflasi di Provinsi Sulawesi Utara mereda di triwulan III 2014 yang sejalan dengan tren perlambatan inflasi nasional maupun wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Inflasi Provinsi Sulawesi Utara yang diwakili oleh Kota Manado tercatat sebesar 4,00% (yoy) di akhir triwulan III 2014..
Tekanan inflasi di Provinsi Sulawesi Utara mereda di triwulan III 2014 yang sejalan dengan tren perlambatan inflasi nasional maupun wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Inflasi Provinsi Sulawesi Utara yang diwakili oleh Kota Manado tercatat sebesar 4,00% (yoy) di akhir triwulan III 2014, atau menurun dibandingkan inflasi triwulan II 2014
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
yang sebesar 6,27% (yoy). Dengan pencapaian tersebut, inflasi tahunan Kota Manado masih berada di bawah angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 4,53% (yoy), namun sedikit di atas wilayah Sulampua yang mengalami inflasi sebesar 3,84% (yoy).
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, meredanya tekanan inflasi secara tahunan disebabkan perlambatan kelompok volatile foods dan administered prices seiring koreksi harga pangan pasca Idul Fitri dan meredanya efek kenaikan BBM bersubsidi.
Berdasarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya,
meredanya
tekanan inflasi secara tahunan disebabkan perlambatan kelompok
volatile foods dan administered prices seiring koreksi harga pangan pasca Idul Fitri dan meredanya efek kenaikan BBM bersubsidi. Sementara itu inflasi inti (core inflation) juga mengalami perlambatan didorong penurunan tekanan domestik, tekanan eksternal yang minim, serta penurunan ekspektasi inflasi.
Stabilitas Sistem Keuangan Pertumbuhan aset, DPK dan kredit perbankan di Sulawesi Utara secara umum menunjukan perlambatan sejalan dengan arah kebijakan moneter Bank Indonesia. Pada triwulan laporan, kredit perbankan tercarat tumbuh sebesar 10,28% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 11,99% (yoy)...
Pertumbuhan aset, DPK dan kredit perbankan di Sulawesi Utara secara umum menunjukan perlambatan sejalan dengan arah kebijakan moneter Bank Indonesia. Pada triwulan laporan, kredit perbankan tercarat tumbuh sebesar 10,28% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 11,99% (yoy). Di sisi lain, DPK perbankan Sulawesi Utara juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan laporan DPK tercatat tumbuh sebesar 13,00%(yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelunya yang tercatat tumbuh sebesar 14,60%(yoy) kendati relatif lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,03%(yoy). Di tengah pertumbuhan kredit yang masih positif, kualitas kredit relatif mengalami penurunan baik kredit produktif maupun kredit rumah tangga. Hal tersebut tercermin dari peningkatan rasio NPL baik pada kredit produktif maupun kredit rumah tangga pada periode laporan. Sejalan dengan peningkatan NPL, mortality rate baik secara baki debet maupun jumlah debitur juga menunjukkan tren meningkat baik untuk kredit produktif maupun rumah tangga. Sementara itu, laju pertumbuhan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan
2
Menengah
(UMKM)
di
Sulawesi
Utara juga
mengalami
RINGKASAN EKSEKUTIF
perlambatan pada triwulan III 2014. Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM telah terjadi sejak awal tahun 2014. Pada triwulan laporan, kredit UMKM tercatat sebesar Rp.6,9 triliun atau tumbuh 9,17% (yoy) melambat
dibandingkan
triwulan
sebelumnya
yang
mencatat
pertumbuhan sebesar 9,77% (yoy). Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 mengalami penurunan terutama pada sisi aset dan kredit..
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 mengalami penurunan terutama pada sisi aset dan kredit. Aset BPR pada triwulan III 2014 mengalami kontraksi sebesar 3,44% (yoy) menjadi Rp.926,12 miliar. Penurunan aset BPR yang terjadi pada periode laporan terutama disebabkan oleh kondisi kredit yang juga mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 6,23% (yoy) dengan baki debet sebesar Rp.692,27 miliar.. Perkembangan Keuangan Daerah (APBD)
Dukungan fiskal dari pemerintah pusat untuk pengembangan ekonomi daerah tercermin dari transfer dana berupa Dana perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Dukungan fiskal dari pemerintah pusat kepada Provinsi Sulawesi Utara serta 15 kab/kota di bawahnya pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2013 ...
Dukungan fiskal dari pemerintah pusat untuk pengembangan ekonomi daerah tercermin dari transfer dana berupa Dana perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Dukungan fiskal dari pemerintah pusat kepada Provinsi Sulawesi Utara serta 15 kab/kota di bawahnya pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun
2013,
yang
tercermin
dari
peningkatan
alokasi Dana
Perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus yang meningkat dari Rp8,64 triliun menjadi Rp9,23 triliun. Sementara itu, alokasi pendanaan pemerintah daerah dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2014 juga tercatat meningkat dari Rp2,2 triliun menjadi Rp2,4 triliun. Meskipun alokasi belanja maupun target pendapatan pada tahun 2014 cukup besar, namun demikian realisasi sampai dengan triwulan III 2014 masih relatif rendah. Realisasi pendapatan baru mencapai 71% atau senilai Rp1,65 triliun. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun lalu yang sebesar Rp 1,60 triliun atau 78% dari total target. Kondisi yang sama juga terlihat dari realisasi belanja yang baru mencapai 49% atau senilai Rp1,21 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp1,13 triliun atau 50% dari target belanja.
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Sistem Pembayaran Perekonomian Sulawesi Utara yang masih tumbuh positif pada triwulan III 2014 didukung pula oleh aktivitas sistem pembayaran tunai maupun non-tunai. Aktivitas permbayaran tunai pada periode laporan menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp170 miliar...
Perekonomian Sulawesi Utara yang masih tumbuh positif pada triwulan III 2014 didukung pula oleh aktivitas sistem pembayaran tunai maupun non-tunai. Aktivitas permbayaran tunai pada periode laporan menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp170 miliar, yang berarti bahwa arus dana keluar dari khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara lebih besar daripada dana yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara. Kondisi ini merupakan siklus umum yang terjadi secara tahunan dimana terjadi peningkatan aktivitas perekonomian yang didorong oleh peningkatan konsumsi pada masa seasional Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah. Di sisi lain, kondisi pembayaran non tunai menunjukkan peningkatan aktivitas, khususnya dilihat dari volume kliring, dari 93 ribu lembar para triwulan II 2014 menjadi 123 ribu pada triwulan III 2014. Perkembangan Ketenagakerjaan& Kesejahteraan Masyarakat
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami kontraksi temporer seiring moderasi pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Hal ini terindikasi dari jumlah tenaga kerja regional yang meski tumbuh namun diwarnai tingkat pengangguran yang meningkat. Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh 1,58% (yoy)...
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami kontraksi temporer seiring moderasi pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Hal ini terindikasi dari jumlah tenaga kerja regional yang meski tumbuh namun diwarnai tingkat pengangguran yang meningkat. Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh 1,58% (yoy) seiring Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke angka 59,99%. Sementara itu tingkat pengangguran tercatat meningkat
baik
secara
tahunan
maupun
dibanding
triwulan
sebelumnya. Kendati demikian, kondisi ketenagakerjaan diperkirakan membaik yang tercermin dari optimisme ketersediaan lapangan kerja di penghujung tahun seiring perayaan Natal dan Tahun Baru Sementara itu di sisi lain, berbagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara mencerminkan tekanan terhadap kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara. Meski demikian, tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum masih terjaga cukup baik dengan meningkatnya penghasilan di triwulan III 2014.
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2014 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III 2014
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2014 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III 2014. Pertumbuhan terutama akan berasal dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor Angkutan dan Komunikasi, sektor Jasa-jasa dan sektor Bangunan. Faktor utama yang diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan di akhir tahun adalah periode seasonal Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang dapat mendorong kinerja sektor PHR dan Angkutan, serta akhir periode tahun anggaran yang dapat mendorong kinerja sektor Bangunan dan Jasa-jasa.
Outlook Inflasi Tren perlambatan laju inflasi tahunan Kota Manado diprakirakan berbalik meningkat di triwulan IV 2014 seiring faktor musiman dan serangkaian kebijakan kenaikan harga. Angka inflasi Kota Manado di akhir tahun 2014 diperkirakan akan berada pada kisaran 7,18%±1% (yoy)
Tren perlambatan laju inflasi tahunan Kota Manado diprakirakan berbalik meningkat di triwulan IV 2014 seiring faktor musiman dan serangkaian kebijakan kenaikan harga. Angka inflasi Kota Manado di akhir tahun 2014 diperkirakan akan berada pada kisaran 7,18%±1% (yoy) dengan asumsi kenaikan harga BBM bersubsidi terealisasi di bulan November 2014. Dari sisi fundamental, inflasi inti diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi sisi eksternal diperkirakan berada pada level moderat di tengah terbatasnya peningkatan harga global sementara nilai tukar masih melemah. Dari sisi domestik diperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi masyarakat sesuai pola musiman di akhir tahun yang disertai dampak kenaikan LPG 12 kg terhadap makanan/minuman jadi. Dari sisi non fundamental, inflasi volatile foods diperkirakan meningkat yang didorong faktor musiman perayaan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu tekanan inflasi administered price diperkirakan semakin menguat dengan diberlakukannya serangkaian kebijakan kenaikan tarif energi dan transportasi..
5
RINGKASAN EKSEKUTIF
Outlook Perbankan Optimisme peningkatan permintaan kredit pada triwulan yang akan datang dikarenakan adanya optimisme perbankan terhadap prospek usaha nasabah. Penggunaan kredit pada triwulan yang akan datang diproyeksikan dominan pada Kredit Modal Kerja.
Optimisme peningkatan permintaan kredit pada triwulan yang akan datang dikarenakan adanya optimisme perbankan terhadap prospek usaha nasabah. Penggunaan kredit pada triwulan yang akan datang diproyeksikan dominan pada Kredit Modal Kerja. Sementara itu, sebagian kecil responden memproyeksikan permintaan kredit pada triwulan yang akan datang mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan penetapan persyaratan kredit yang semakin ketat. Sektorsektor yang diproyeksikan akan banyak menyerap kredit dari perbankan pada triwulan selanjutnya di Sulawesi Utara adalah sektor perdagangan, hotel & restoran, pertanian, konstruksi, jasa-jasa dunia usaha, serta pertambangan & penggalian.
6
Halaman ini sengaja dikosongkan
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Sejalan dengan tren perlambatan global dan nasional, perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perekonomian pada triwulan laporan berada pada angka 7,01% (yoy), melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 7,46% (yoy) maupun jika dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 7,32% (yoy). Perlambatan dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor utama yang tidak setinggi periode sebelumnya. Sektor utama yang tumbuh melambat adalah sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), sektor Bangunan, dan sektor Angkutan, sementara sektor Jasa-jasa masih tercatat tumbuh lebih tinggi. Adanya periode hari besar keagamaan (Peringatan Idul Fitri) dan periode liburan sekolah pada triwulan laporan ternyata tidak cukup signifikan dalam mendorong sektor PHR dan Angkutan ke arah yang lebih tinggi. Hal ini diikuti pula oleh masih berlanjutnya tren perlambatan sektor bangunan seiring dengan masih adanya berbagai hambatan pembangunan infrastruktur. Sejalan dengan perlambatan sektor PHR, aktivitas konsumsi pada triwulan laporan juga tercatat melambat. Perlambatan juga terlihat dari aktivitas perdagangan internasional khususnya ekspor yang disebabkan oleh masih terbatasnya permintaan seiring dengan pemulihan ekonomi global yang masih berjalan lambat. Sementara itu, aktivitas investasi tercatat tumbuh moderat yang terutama didorong oleh pertumbuhan di sektor non bangunan.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara (yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik
11
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
1.1 SISI PERMINTAAN Sumber pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 dilihat dari sisi permintaan, terutama ditopang oleh kegiatan konsumsi meskipun dengan pertumbuhan melambat. Faktor seasonal liburan sekolah dan peringatan hari besar keagamaan ternyata belum dapat mendorong perekonomian untuk tumbuh ke arah yang lebih tinggi. Perlambatan juga terlihat dari aktivitas perdagangan internasional khususnya ekspor. Masih adanya keterbatasan pemulihan ekonomi global diperkirakan berdampak pada tertahannya akselerasi perekonomian dari sisi aktivitas ekspor. Kondisi yang berbeda terlihat dari aktivitas investasi yang mulai tumbuh lebih tinggi pada triwulan laporan yang terutama didorong oleh kegiatan investasi non bangunan. Tabel 1.1. Pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara Menurut Penggunaan (% yoy) 2013
Jenis Penggunaan
Q1
Kons ums i Kons ums i Swa s ta Kons ums i Pemeri nta h PMTB Stok Eks por Impor
Sumb
Q2
Sumb
Q3
2014 Sumb
Q4
Sumb
Q1
Sumb
7.78 5.24 6.81 4.26 5.37 3.32 6.52 4.19 6.31 4.26 7.46 3.30 6.92 2.83 5.94 2.40 5.86 2.67 8.88 3.93 8.39 1.94 6.60 1.43 4.28 0.92 7.61 1.51 1.43 0.33 9.28 2.12 8.67 1.93 1.24 0.30 -2.73 0.81 4.22 0.98 -6.90 -0.07 7.33 0.07 28.22 0.28 30.73 0.16 -3.50 -0.03 -5.75 -3.09 -10.68 -5.89 2.15 1.51 6.16 -0.92 2.63 1.24 -7.50 -3.38 -16.80 -6.88 -6.98 -2.05 -3.22 -1.07 -3.87 -1.50
PDRB
7.57
7.57
7.25
7.25
7.46
7.46
7.51
7.51
7.94
7.94
Q2
Sumb
Q3
Sumb
7.58 8.27 6.26 5.05 4.70 7.70 6.68
4.27 3.37 1.35 1.14 0.05 3.53 2.12
7.52 7.34 7.88 6.19 3.13 2.27 0.19
4.67 2.93 1.64 1.40 0.04 1.07 0.06
7.32
7.32
7.01
7.01
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
1.1.1 Konsumsi Konsumsi masih menjadi kontributor utama pertumbuhan Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 dengan sumbangan sebesar 4,67% (yoy), dengan pertumbuhan 7,52% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 7,58% (yoy). Pertumbuhan didorong
oleh
konsumsi aktivitas
terutama konsumsi
Grafik 1.2. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
swasta dengan pertumbuhan sebesar 7,34% (yoy). Sementara konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 7,88% (yoy). Masih tumbuh positifnya aktivitas konsumsi dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor pendorong seperti peringatan hari besar kegamaan (Idul Fitri) dan periode liburan sekolah meskipun dalam level yang rendah.
12
Sumber:Survei Konsumen (SK) KPwBI Prov. Sulawesi Utara
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Kondisi pertumbuhan konsumsi yang moderat cenderung lemah tercermin dari persepsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi pada triwulan laporan yang menunjukkan penurunan. Hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Prov. Sulawesi Utara menunjukkan bahwa persepsi masyarakat pada periode triwulan III 2014 menunjukkan tren penurunan angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), khususnya pada periode Agustus 2014 yang mencapai angka 133,50, turun dari 146,9 pada Juni 2014. Namun demikian, di akhir periode (September 2014) angka IKK kembali menunjukkan adanya optimisme sebesar 148,17,yang terutama didorong oleh peningkatan ekspektasi konsumen akan adanya perbaikan kondisi ekonomi di masa yang akan datang, yang tercermin dari peningkatan angka Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 126 pada Juni 2014 menjadi 129,17 pada September 2014. Grafik 1.3. Indeks Penjualan Eceran
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Prov.Sulawesi Utara
Grafik 1.4. Perkembangan Penjualan Kendaraan Roda Empat
Sumber : Pelaku Usaha, diolah
Indikator aktivitas konsumsi yang masih positif juga tercermin dari perkembangan penjualan ritel beberapa kelompok usaha di kota Manado. Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Utara, terlihat adanya indikasi peningkatan penjualan yang tercermin dari peningkatan Indeks Penjualan Eceran dari 243,36 pada Juni 2014 menjadi 253,03 pada September 2014. Peningkatan angka indeks terutama berasal dari kelompok Kerajinan, seni dan mainan. Peningkatan angka indeks ini menunjukkan bahwa pedagang ritel dapat mengkonfirmasi bahwa aktivitas perdagangan eceran pada periode laporan masih tumbuh positif. Indikator konsumsi swasta lainnya adalah perkembangan penjualan kendaraan roda empat di wilayah Sulawesi Utara. Berdasarkan prompt indicator yang diperoleh dari data penjualan kendaraan pada beberapa main dealer di Sulawesi Utara, pertumbuhan jumlah kendaraan terjual pada triwulan III 2014 masih menunjukkan pertumbuhan negatif meskipun membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
13
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Sejalan dengan perlambatan aktivitas konsumsi masyarakat, penyaluran kredit
Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Konsumsi
konsumsi oleh perbankan di Sulawesi Utara juga menunjukkan perlambatan dari 17% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi
12%
(yoy)
pada
triwulan
laporan. Sementara jumlah kredit yang disalurkan pada triwulan III 2014 tercatat Rp16 triliun. Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Utara
1.1.2 Investasi Kegiatan investasi yang tercermin dari angka PMTB pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh 6,19% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang tercatat 5,05% (yoy). Pertumbuhan investasi terutama didorong oleh aktivitas non bangunan yang masih berlanjut, meskipun sektor bangunan pada triwulan laporan justru menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum
Sumber : KPw BI Prov. Sulawesi Utara
Indikator pertumbuhan investasi tercermin dari pertumbuhan penjualan semen yang menunjukkan peningkatan. Penjualan semen di Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh 18,11% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 4,76% (yoy). Dari sisi nominal, volume penjualan semen juga menunjukkan peningkatan dari 180 ribu ton pada triwulan II 2014 menjadi 184 ribu ton pada periode laporan.
14
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Sejalan dengan pertumbuhan sektor investasi, perkembangan kredit investasi yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Utara juga menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar 4% (yoy). Dilihat dari nilainya, jumlah penyaluran kredit investasi pada triwulan III 2014 meningkat tipis Rp3,40 triliun menjadi Rp3,44 triliun. 1.1.3 Ekspor
Impor
Kinerja perdagangan internasional di Sulawesi Utara masih menunjukkan kondisi instabilitas, tercermin dari kembali terkontraksinya pertumbuhan ekspor setelah tumbuh 7,70% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 2,27% (yoy) pada periode laporan. Kondisi kontraksi juga terjadi pada aktivitas impor yang tumbuh melambat dari 6,68% (yoy) menjadi 0,19% (yoy) pada triwulan III 2014. Meskipun secara umum kinerja perdagangan internasional cenderung melambat, namun demikian nilai ekspor Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat meningkat pada angka USD 933,08 juta, dari sebelumnya sebesar USD563,26 juta.Hal ini sejalan dengan mulai adanya kecenderungan peningkatan harga komoditas internasional khususnya minyak nabati (CPO). Tabel 1.2. Perkembangan Ekspor Sulawesi Utara (Juta USD)
Uraian Total Ekspor (Juta USD)
2013 Q1
183.00
Q2
349.87
2014 Q3
211.87
Q4
229.91
Q1
255.86
Q2
563.26
Q3
Growth (yoy)
933.08 340.40%
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Jika dilihat berdasarkan pangsa komoditi utama ekspor Sulawesi Utara, komoditi yang menjadi unggulan ekspor masih berasal dari produk olahan lemak dan minyak nabati dengan komposisi sebesar 78%, diikuti oleh ikan (8%), produk daging dan ikan olahan sebesar 5%, ampas (4%), produk kimia (2%) dan lainnya (3%). Grafik 1.8 Pangsa Komoditi Utama Ekspor Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Grafik 1.9 Harga Komoditas International
Sumber : World Bank Commodity Price Data
15
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Sementara itu, berdasarkan negara tujuan, ekspor Sulawesi Utara sampai dengan triwulan III 2014 masih didominasi oleh Amerika Serikat (31%), Belanda (27%), China (20%), dan Korea Selatan (11%). Berbeda dengan kinerja ekspor luar negeri yang tumbuh positif, arus perdagangan dalam negeri yang tercermin dari kegiatan muat barang melalui pelabuhan Bitung tercatat mengalami pertumbuhan negatif meskipun dalam level yang lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan III 2014, volume barang asal Sulawesi Utara yang dikirim
(muat) ke pasar
domestik tercatat sebanyak 244 ribu ton atau tumbuh negatif 20,38% (yoy), lebih baik dibandingkan pertumbuhan sebelumnya yang tercatat minus 43,77% (yoy). Grafik 1.10 Negara Tujuan Ekspor Jan-Sep 2014
Grafik 1.11. Perkembangan Kegiatan Muat di Pelabuhan Bitung
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Sumber : PT Pelindo IV, Bitung
Sejalan dengan membaiknya kondisi ekspor luar negeri, aktivitas impor juga menunjukkan perbaikan dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan III 2014, nilai impor tercatat mencapai USD92,88 Juta atau tumbuh 204% (yoy). Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan periode triwulan II 2014 sebesar USD75,40 juta. Tabel 1.3. Impor Sulawesi Utara (Juta USD)
Uraian Total Impor (Juta USD)
2013
2014
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
10.00
56.64
30.53
23.50
42.59
75.40
92.88
Growth (yoy)
204%
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan komoditinya, impor komponen mesin merupakan komoditi impor terbesar dengan pangsa 49% dari total nilai impor, disusul oleh komoditas lainnya diantaranya bahan bakar mineral (9%), kapal laut (8%), besi dan baja (8%), dan benda besi baja (8%).
16
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Berdasarkan negara asal barangnya, barang impor sampai dengan September 2014 lebih dominan didatangkan dari negara Amerika Serikat (31%), China (15%), Filipina (13%), dan Australia (13%). Grafik 1.12 Pangsa Komoditi Utama Impor Sulawesi Utara
Grafik 1.13 Negara Asal Impor Sulawesi Utara
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Utara, diolah
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung
Berbeda dengan aktivitas impor antar negara yang menunjukkan adanya perbaikan, nilai impor antar daerah
menunjukkan
kondisi perlambatan
Grafik 1.14 Perkembangan Kegiatan Bongkar Pelabuhan
yang
tercermin dari penurunan volume bongkar barang di pelabuhan Bitung. Pada triwulan III 2014, total barang yang masuk ke Sulawesi Utara tercatat hanya 571 ribu ton, atau tumbuh negatif 21,33% (yoy). Angka impor tersebut
terkontraksi
lebih
dalam
dibandingkan
periode sebelumnya yang tercatat sebesar 623 ribu ton dengan pertumbuhan minus 12,41% (yoy).
Sumber : PT Pelindo
1.2 SISI PENAWARAN Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2014 disumbang oleh seluruh sektor yang ada dengan tingkat pertumbuhan total sebesar 7,01% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2014 sebesar 7,32% (yoy). Melambatnya perekonomian pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh perlambatan sektor utama yaitu Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), Bangunan, Angkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan, persewaan dan Jasa.
Sementara sektor Jasa mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya. Relatif terbatasnya pelaksanaan MICE yang menjadi faktor 17
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
pendorong pergerakan sektor PHR dan Angkutan pada triwulan laporan, serta masih adanya kendala pembangunan infrastruktur pemerintah yang menahan pergerakan sektor bangunan, menjadi penyebab tertahannya laju pertumbuhan secara keseluruhan. Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Sulawesi Utara Menurut Sektor Ekonomi (%) Lapangan Usaha
2013 Q1
Sumb
Q2
Sumb
Q3
2014 Sumb
Q4
Sumb
Q1
Sumb
Q2
Sumb
Q3
Sumb
Pertani a n
2.46
0.43
2.29
0.43
3.19
0.59
6.95
1.13
1.03
0.18
1.98
0.35
4.05
0.70
Pertamba nga n & Pengga l i a n
4.08
0.21
5.17
0.25
6.75
0.32
4.92
0.24
2.01
0.10
3.66
0.18
4.61
0.22
Indus tri Pengol a ha n
4.85
0.39
5.27
0.40
4.47
0.34
2.25
0.17
4.17
0.32
4.98
0.37
3.22
0.24
Li s tri k, Ga s & Ai r Bers i h
4.26
0.04 16.13
0.13 19.21
0.15 19.42
0.14
5.83
0.05
4.00
0.03
4.23
0.04
Ba nguna n
7.87
1.26
0.88
0.85
0.41
4.33
0.68
7.75
1.21
6.19
0.96
PHR
10.70
Penga ngkutan & Komuni ka s i Keu., Sewa & Ja s a Perus a ha a n Ja s a -Ja s a PDRB Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
9.30 16.38
5.48
5.32
2.40
1.86 11.40
1.95 12.04
2.12 15.22
2.76 14.37
2.56 12.96
2.31 10.79
1.98
1.15
0.91
0.84
5.29
0.70 12.43
1.55
9.93
1.27
9.88
1.29
7.10
6.39
1.13 16.32
1.13 14.23
0.99 14.65
0.98 12.21
0.91
6.47
0.49
4.14
0.31
7.24
1.11
7.73
1.17
8.41
1.27
6.35
0.98 10.32
1.57
7.23
1.10
8.34
1.27
7.57
7.57
7.25
7.25
7.46
7.46
7.51
7.51
7.94
7.32
7.32
7.01
7.01
7.94
1.2.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) masih menjadi pendorong utama perekonomian Sulawesi Utara yang ditunjukkan dengan kontribusi sebesar 1,98%, namun dengan pertumbuhan yang melambat dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan III 2014, sektor PHR tumbuh 10,79% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 12,96% (yoy). Dilihat berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor PHR pada triwulan II 2014 terutama berasal dari kegiatan Perdagangan Besar dan Eceran yang ditunjukkan dengan share 79%, diikuti oleh sub sektor Hotel (10%) dan sub sektor Restoran (9%). Perlambatan sektor PHR disebabkan relatif terbatasnya aktivitas MICE pada tiwulan
Grafik 1.15. Indeks Penjualan Eceran
laporan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Beberapa faktor yang masih menjadi pendorong pertumbuhan sektor PHR adalah pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri dan peringatan Sulawesi Utara Emas. Pertumbuhan positif sektor PHR tercermin dari
hasil Survei Penjualan Eceran (SPE)
KPw BI Provinsi Sulawesi Utara yang menunjukkan adanya peningkatan angka Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara
18
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Indeks Penjualan Eceran dari 243,36 pada Juni 2014 menjadi 253,03 pada September 2014. Angka indeks terbesar berasal dari kelompok Kerajinan, Seni dan Mainan (827,87). Data penjualan kendaraan di Sulawesi Utara juga masih menunjukkan adanya pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya, meskipun masih berada pada level pertumbuhan tahunan yang negatif. Dari sub sektor perhotelan, terlihat adanya perbaikan level pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dari minus 24,35% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi minus 3,70%(yoy) pada periode laporan. Total wisatawan yang berkunjung ke Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat mencapai 5158 orang, lebih banyak dibandingkan periode triwulan II 2014 sebanyak 3931 orang. Grafik 1.16. Perkembangan Wisatawan Mancanegara
Grafik 1.17. Penjualan Kendaraan
Sumber : BPS Prov. Sulawesi Utara, diolah
Sumber : Pelaku Usaha
Dari segi pembiayaan, dukungan perbankan kepada sektor PHR pada triwulan III 2014 masih
Grafik 1.18. Perkembangan Kredit PHR Sulawesi Utara
cukup besar ditunjukkan dengan pertumbuhan sebesar
11%
(yoy),
atau
lebih
tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh 5% (yoy). Sementara secara nominal, jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor PHR pada triwulan III 2014 tercatat Rp6,74 triliun.
1.2.2. Bangunan Setelah menunjukkan tren penguatan pada triwulan II 2014, pertumbuhan sektor bangunan pada triwulan III 2014 tercatat kembali melambat. Pada triwulan III 2014 pertumbuhan sektor bangunan tercatat 6,19% (yoy), sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 7,68% (yoy).
19
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh adanya hambatan pembangunan infrastruktur pemerintah yang tercermin dari masih rendahnya penyerapan anggaran. Penyerapan APBD Prov. Sulawesi Utara untuk belanja modal pada triwulan III 2014 juga tercatat baru mencapai 36% dari total anggaran Rp509 miliar. Sementara, Penyerapan APBN Prov. Sulawesi Utara (termasuk didalamnya APBN 15 kab/kota) untuk belanja modal pada triwulan III 2014 tercatat baru mencapai 49% dari total anggaran Rp3,07 triliun yang terutama disebabkan oleh kendala lambatnya pembebasan lahan. Adanya kendala pembebasaan lahan untuk pembangunan jalan sangat signifikan dalam mempengaruhi penyerapan anggaran belanja modal APBN mengingat alokasi belanja modal terbesar merupakan pembiayaan untuk pembangunan Jalan, Irigasi dan Jaringan (77%). Beberapa pengembangan proyek strategis di Sulawesi Utara s/d triwulan III 2014 antara lain sebagai berikut :
Tabel.1.5 Perkembangan Pembangunan Proyek Strategis Sulut Tw III 2014
No
Kegiatan
Pagu
Realisasi
1
Pemba nguna n Wa duk Lol a k da n Kuwi l
Rp34,36 M
Rp3,83 M
11,14%
2
Pemba nguna n Fa s i l i tas pel a buha n Bi tung
Rp59,18 M
Rp39,08 M
66,04%
3
Pemba nguna n Ba nda ra Mi a nga s da n Si a u
Rp52,68 M
Rp26,74 M
50,75%
Rp74,59 M
55,68%
4 5
Rekons truks i /Peni ngka tan Struktur Ja l a n da n Rp133,96 M Jemba tan di Ta huna Pemba nguna n Ja l a n da n Jemba tan Ma na do da n Ka b/Kota s eki tarnya , a ntara l a i n :
%
a . Rekons truks i Ja l a n 42,76 KM
Rp163,90 M
Rp87,67 M
53.49%
b. Pengga ntia n 8 Jemba tan
Rp61,4 M
Rp32,79 M
53.40%
Rp70,66 M
Rp34,79 M
c. Pemba nguna n Ja l a n Ba ru, Pembeba s a n l a ha n Gi ri a n-Kema , MANADO BYPASS (KAIRAGI-BENGKOL) d. Pemba nguna n Jemba tan Ba ru (Jemba tan Soeka rno, 95 m)
49.24% Rp90,96 M
Rp32,05 M
e. Pel eba ra n Ja l a n
Rp191,54 M
Rp84,72 M
f. Pemba nguna n Ja l a n Beba s Ha mba tan
Rp9,03 M
-
35.24% 44.23% 0%
Sumber : Kanwil DJPN Prov. Sulawesi Utara
Perlambatan sektor bangunan juga tercermin dari kegiatan pembangunan kawasaan pemukiman di kota Manado. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia terhadap 9 (sembilan) developer utama di kota Manado, total rumah yang dibangun pada triwulan III 2014 sebanyak 1497 unit, lebih sedikit dibandingkan dengan rumah yang dibangun pada triwulan II 2014 sebanyak 2063 unit.
20
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Tabel 1.6 Perkembangan Pembangunan Rumah di kota Manado
Tipe Rumah Tipe Kecil Tipe Sedang Tipe Besar
Jumlah Unit Dibangun TW II 2013 TW III 2013 TW IV 2013 TW I 2014 TW II 2014 TW III 2014 1589 923 1161 1242 1464 1184 322 369 422 477 480 230 75 164 142 130 119 83
Sumber : Survei Harga Properti Residensial (SHPR) KPw BI Prov. Sulawesi Utara
Sementara itu, secara umum pertumbuhan sektor bangunan yang masih positif tercermin dari Indikator penjualan semen di Sulawesi Utara yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan, dari 4,76% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 18,11% (yoy) pada triwulan III 2014 atau secara nominal meningkat dari 180 ribu ton menjadi 184 ribu ton. Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan KPw BI Prov. Sulawesi Utara juga menunjukkan bahwa Indeks Penjualan Bahan Konstruksi pada triwulan III 2014 meningkat dari 224,43 pada Juni 2014 menjadi 231,47 pada September 2014. Grafik 1.19. Perkembangan Penjualan Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indoensia
Grafik 1.20 Indeks Penjualan Bahan Konstruksi
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE)
Dari sisi produksi, produsen utama produk seng di Sulawesi Utara juga mengonfirmasi masih adanya pertumbuhan positif sektor bangunan yang tercermin dari peningkatan jumlah produksi seng pada triwulan III 2014. Sementara dari sisi perbankan, data kredit yang disalurkan oleh perbankan Sulawesi Utara menunjukkan adanya peningkatan dukungan perbankan yang tercermin dari peningkatan pertumbuhan kredit dari 2% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 6% (yoy) pada triwulan laporan.
21
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Grafik 1.21 Perkembangan Produksi Seng
Grafik 1.22 Perkembangan Kredit Konstruksi
Sumber : Pelaku Usaha
1.2.3. Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan III 2014 tumbuh 4,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II 2014 yang tercatat 1,98% (yoy). Membaiknya pertumbuhan sektor pertanian terutama didorong oleh sub sektor perikanan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan mencapai 8,30% (yoy) pada triwulan III 2014, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang mencapai 5,05% (yoy). Sub sektor perikanan juga mencatat kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan III 2014 yaitu sebesar 0,35%, lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 0,22%. Selanjutnya, kinerja sektor pertanian juga didukung oleh pertumbuhan sub sektor peternakan yang mencapai 5,47% (yoy) dengan kontribusi 0,1%, sub sektor tanaman bahan makanan (3,83%; 0,2%,yoy) dan sub sektor tanaman perkebunan (1,08%;0,06%,yoy). Sementara sub sektor kehutanan mencatat pertumbuhan negatif 5,15% (yoy) dengan kontribusi -0,01%. Perbaikan kinerja sub sektor perikanan terutama dipengaruhi oleh peningkatan hasil tangkapan nelayan menyusul kondisi cuaca yang relatif membaik. Perkiraan BMKG menunjukkan curah hujan di wilayah Sulawesi Utara hingga akhir triwulan III 2014 diperkirakan akan berada pada level menengah dengan kecenderungan rendah. Indikasi peningkatan kinerja sub sektor perikanan terlihat dari perkembangan jumlah perikanan tangkap Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 yang menunjukkan perbaikan pertumbuhan dari minus 44% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi minus 14% (yoy) pada triwulan III 2014. Sementara jumlah tangkapan ikan pada triwulan III 2014 tercatat 95 ribu ton, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014 sebanyak 53 ribu ton.
22
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Tabel 1.23 Perkembangan Produksi Ikan
Grafik 1.24 Perkembangan Produksi Kelapa
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Utara
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Berbeda dengan sub sektor perikanan yang tumbuh membaik, sub sektor perkebunan justru menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari 2,71% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 1,08% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari data perkembangan produksi tanaman kelapa yang menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan dari 6,39% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi negatif 2,25% (yoy) pada triwulan III 2014. Namun demikian, meskipun cenderung dengan pertumbuhan yang melambat, jumlah produksi kelapa tercatat meningkat dari 63 ribu ton pada triwulan II 2014 menjadi 66 ribu ton pada triwulan III 2014. Dukungan perbankan terhadap perkembangan sektor pertanian masih relatif rendah. Hal ini
Grafik 1.25. Perkembangan Kredit Pertanian Sulawesi Utara
tercermin dari pertumbuhan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan Sulawesi Utara yang melambat dari negatif 5% (yoy) menjadi negatif 6% (yoy). Dilihat dari nominalnya, jumlah kredit yang disalurkan pada triwulan III 2014 tercatat Rp517
miliar,
lebih
rendah
dibandingkan
penyaluran pada triwulan II 2014 sebesar Rp545 miliar.
1.2.4. Sektor lainnya A. Sektor Jasa-jasa Kinerja sektor jasa pada triwulan III 2014 tumbuh 8,34% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,23% (yoy) dengan sumbangan sebesar 1,27% terhadap total pertumbuhan triwulan laporan.
23
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Grafik 1.26 Perkembangan Kredit Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa menjadi sektor utama yang mencatat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya. Dilihat berdasarkan sub sektornya, sektor jasa masih didorong
oleh
pertumbuhan
aktivitas
jasa
pemerintahan yang ditunjukkan dengan kontribusi mencapai
0,91%,
lebih
tinggi
dibandingkan
kontribusi aktivitas jasa swasta yang tercatat 0,36%. Pertumbuhan sektor jasa-jasa juga tercermin dari perbaikan
pertumbuhan
dukungan
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
pembiayaan
perbankan. Pertumbuhan penyaluran kredit sektor jasa pada triwulan III 2014 tumbuh 68% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 54% (yoy), dengan jumlah kredit yang disalurkan pada periode laporan sebesar Rp499 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penyaluran kredit pada triwulan II 2014 sebesar Rp439 miliar. B. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Angkutan dan Komunikasi pada triwulan III 2014 tumbuh 9,88% (yoy), sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 9,93% (yoy) dengan kontribusi mencapai 1,29%. Dilihat berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini terutama berasal dari sub sektor angkutan (1,15%), sementara kontribusi sub sektor komunikasi hanya sebesar 0,14%. Perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 tercermin dari data arus kargo datang dan berangkat di bandara Sam Ratulangi. Jumlah kargo yang masuk ke Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat sebanyak 2082 ton, lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kargo yang masuk pada triwulan II 2014 yang tercatat 2284 ribu ton atau tumbuh 17% (yoy). Perlambatan juga tercermin dari jumlah kargo yang berangkat dari bandara Sam Ratulangi yang menurun dari 782 ribu kg menjadi 669 ribu kg. Sementara data arus penumpang masih menunjukkan adanya peningkatan aktivitas baik dari sisi jumlah penumpang yang datang maupun berangkat di bandara Sam Ratulangi. Tabel 1.7 Perkembangan Lalu Lintas Penumpang dan Kargo di Bandara Sam Ratulangi 2013
Jenis Pengangkutan Penumpang Kargo
Q1
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Growth (YoY)
Penumpang Datang (orang)
162,888
276,516
392,437
290,689
216,336
236,018
261,756
-33.30%
Penumpang Berangkat (orang)
262,609
278,629
390,053
277,150
228,609
239,743
257,766
-33.92%
Kargo Datang (kg)
1,754,492 1,845,718 1,770,487 2,440,699
2,208,863
2,284,495
2,081,959
17.59%
Kargo Berangkat (kg)
1,005,130 1,075,263
877,551
782,141
669,406
-28.19%
Sumber: PT. Angkasa Pura II, Sulawesi Utara
24
Q2
2014
932,232
935,385
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor angkutan
dan
komunikasi,
dukungan
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Transportasi & Komunikasi
kredit
perbankan terhadap sektor ini juga menunjukkan adanya perlambatan. Kredit sektor angkutan dan komunikasi pada triwulan
III 2014 tercatat
tumbuh 12% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh 17% (yoy). Secara nominal, jumlah kredit yang disalurkan pada triwulan III 2014 tercatat Rp330 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 sebesar
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Rp333 miliar. C. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan III 2014 menunjukkan pertumbuhan melambat dari 4,98% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 3,22% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan tercermin dari hasil Survei Produksi yang dilakukan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Utara terhadap pelaku usaha industri pengolahan yang menunjukkan adanya penurunan produksi minyak nabati pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan II 2014. Grafik 1.28 Perkembangan Produksi Minyak Nabati
Sumber : Survei Produksi (SP) KPw BI Prov. Sulawesi Utara
Grafik 1.29 Perkembangan Kredit Sektor Industri
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Berbeda dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan yang menunjukkan kondisi perlambatan, kinerja perbankan Sulawesi Utara dalam menyalurkan kredit kepada sektor industri pengolahan masih menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dari 18% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 21% (yoy) pada triwulan III 2014. Secara nominal, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbanakn di Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat Rp1,3 triliun.
25
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
D. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa
Grafik 1.30 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan
perusahaan pada triwulan III 2014 tumbuh 4,14% (yoy) dengan sumbangan 0,31%, melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 6,47% (yoy). Perlambatan kinerja sektor ini terutama dipengaruhi oleh melambatnya kinerja sub sekor
perbankan
seiring
dengan
kebijakan
pengereman kredit yang diberlakukan oleh Bank Indonesia. Adanya pelambatan di sektor perbankan memberikan andil cukup besar terhadap pertumbuhan sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan karena sub sektor perbankan memiliki share terbesar yang mencapai 54% pada triwulan laporan, diikuti oleh sub sektor real estat (28%) dan jasa perusahaan (13%).. Sementara itu, indikator pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan lainnya yaitu perkembangan jumlah perbankan yang beroperasi di Sulawesi Utara menunjukkan adanya penambahan 1 (satu) kantor cabang bank umum pada periode laporan. Tabel 1.8 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank Umum dan BPR di Sulawesi Utara
2013
Data Bank
2014
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Jumlah Bank Umum*)
26
27
27
27
28
28
Q3 28
Jumlah Kantor Bank Umum
264
268
271
272
272
272
278
Jumlah BPR
17
17
17
17
17
17
17
Jumlah kantor BPR
49
51
50
51
52
52
52
Ket: *) Ko nvensio nal dan Syariah
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
E. Sektor Pertambangan dan Penggalian Meskipun secara kontribusi sektoral pertumbuhan sektor pertambangan relatif rendah terhadap pertumbuhan
Sulawesi
Utara
secara
keseluruhan,
namun
demikian
kinerja
sektor
pertambangan pada triwulan III 2014 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pertumbuhan Sektor Pertambangan pada triwulan III 2014 tercatat mencapai 4,61% (yoy) dengan sumbangan sebesar 0,22% terhadap total pertumbuhan, lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 3,66% (yoy). Sektor pertambangan dan penggalian di Sulawesi Utara masih didominasi oleh usaha di bidang penggalian. Hal ini terkait dengan relatif rendahnya potensi pertambangan baik migas maupun non migas yang ada di Sulawesi Utara. Berdasarkan sharenya pada PDRB, usaha penggalian
26
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
tercatat memiliki share mencapai 70%, diikuti dengan sektor pertambangan non migas (23%) dan pertambangan migas (4%).
Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan
Masih belum signifikannya kontribusi sektor pertambangan Sulawesi
terhadap
Utara
dukungan
perekonomian
tercermin
perbankan
juga
dalam
dari
bentuk
penyaluran kredit kepada pelaku usaha di sektor pertambangan yang masih rendah. Jumlah kredit yang disalurkan pada triwulan III 2014 tercatat Rp85 miliar atau tumbuh negatif 93% (yoy). Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
F. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang memiliki kontribusi terkecil terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara. Pada periode laporan, kontribusi sektor LGA terhadap perekonomian tercatat hanya sebesar 0,04% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan sektor LGA pada triwulan laporan tercatat membaik dari 4,00% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 4,23% (yoy) pada triwulan III 2014. Komponen pembentuk pertumbuhan sektor LGA pada triwulan III 2014 terutama berasal dari sub sektor listrik yang ditunjukkan dengan share sebesar 82%, diikuti oleh sub sektor air bersih (18%). Grafik 1.32 Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik
Sumber: PT. PLN Kanwil Sulawesi Utaraenggo, diolah
Grafik 1.33 Perkembangan Jumlah Pemakaian Listrik
Sumber: PT. PLN Kanwil Sulawesi Utaraenggo, diolah
Pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih dapat dikonfirmasi dari pertumbuhan jumlah pelanggan listrik dan jumlah pemakaian listrik di Sulawesi Utara. Pertumbuhan pemakaian listrik pada triwulan III 2014 tercatat mencapai 10% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II 2014 sebesar 7% (yoy) di tengah adanya penurunan jumlah ketersediaan listrik dan perlambatan pertumbuhan jumlah pelanggan. Penurunan jumlah listrik yang tersedia telah terjadi sejak awal tahun 2014, yang berdampak pada penurunan layanan listrik di Sulawesi Utara. 27
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB II
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MA
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tekanan inflasi di Provinsi Sulawesi Utara mereda di triwulan III 2014 yang sejalan dengan tren perlambatan inflasi nasional maupun wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Inflasi Provinsi Sulawesi Utara yang diwakili oleh Kota Manado tercatat sebesar 4,00% (yoy) di akhir triwulan III 2014, atau menurun dibandingkan inflasi triwulan II 2014 yang sebesar 6,27% (yoy). Dengan pencapaian tersebut, inflasi tahunan Kota Manado masih berada di bawah angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 4,53% (yoy), namun sedikit di atas wilayah Sulampua yang mengalami inflasi sebesar 3,84% (yoy). Inflasi bulanan Kota Manado sepanjang triwulan III 2014 bergerak mengikuti pola musiman yang melonjak seiring bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan musim liburan sekolah di awal triwulan, diikuti deflasi pada 2 bulan berikutnya. Tekanan inflasi yang mulai meningkat di akhir triwulan II 2014 mencapai puncaknya pada bulan Juli seiring hari raya Idul Fitri dan musim liburan yang masih berlangsung. Inflasi bulan Juli 2014 mencapai 0,85% (mtm) yang disusul deflasi sebesar 0,26% (mtm) di bulan Agustus. Inflasi mulai merambat naik pada bulan September 2014 meski masih mencatat deflasi sebesar 0,03% (mtm), disebabkan oleh tekanan harga cabai serta kenaikan LPG 12 kg dan tarif listrik rumah tangga di tengah berlanjutnya koreksi harga bahan pangan. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, meredanya tekanan inflasi secara tahunan disebabkan perlambatan kelompok volatile foods dan administered prices seiring koreksi harga pangan pasca Idul Fitri dan meredanya efek kenaikan BBM bersubsidi. Sementara itu inflasi inti (core inflation) juga mengalami perlambatan didorong penurunan tekanan domestik, tekanan eksternal yang minim, serta penurunan ekspektasi inflasi. Grafik 2.1. Laju Inflasi Kota Manado, Sulampua & Nasional (yoy)
Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Manado, Sulampua & Nasional (qtq)
12%
5%
10%
4%
8%
3%
6%
2%
1%
0,56%
0% Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3
0%
Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3 -2%
1,68% 1,53%
2% 4,53% 4,00% 3,84%
4%
2009
2010
2011
2012
2013
2014
-1%
2009
2010
2011
2012
2013
2014
-2% -3%
yoy Manado
yoy Sulampua
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
yoy Nasional
qtq Manado
qtq Sulampua
qtq Nasional
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
31
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
2.1. PERKEMBANGAN INFLASI 2.1.1 INFLASI TAHUNAN (yoy) Laju inflasi tahunan Provinsi Sulawesi Utara yang diwakili Kota Manado mengalami perlambatan pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,00% (yoy) atau menurun dibanding triwulan II 2014 yang mencapai 6,27% (yoy). Inflasi Kota Manado yang melambat didorong oleh meredanya tekanan permintaan bahan pangan pasca hari raya keagamaan dan berlalunya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi yang diberlakukan pada bulan Juni 2013. Penurunan tingkat inflasi Kota Manado sejalan dengan berlanjutnya tren perlambatan inflasi nasional dan wilayah Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua). Pada triwulan II 2014 angka inflasi Kota Manado berada di bawah inflasi nasional yang tercatat sebesar 4,53% (yoy) namun sedikit di atas inflasi wilayah Sulampua yang sebesar 3,84% (yoy) (grafik 2.1). Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No
Kelompok
1 2 3 4 5 6 7
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Umum
2013 Q1 16,54 2,97 3,27 1,19 0,95 8,56 1,45 6,83
Q2 7,60 3,06 2,48 -0,20 2,03 8,47 8,46 4,95
Q3
Q4
Q1
12,92 2,24 4,13 0,55 2,82 0,70 18,02 7,73
13,33 2,67 4,73 -0,04 2,96 1,15 17,92 8,12
3,89 2,61 7,90 2,67 2,48 1,66 11,71 5,67
2014 Q2 9,45 2,27 7,76 3,76 2,84 2,26 7,37 6,27
Q3 2,79 3,42 6,83 2,31 3,31 2,32 2,73 4,00
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi paling tinggi di triwulan III 2014 terjadi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar yang juga merupakan penyumbang inflasi terbesar dengan inflasi tercatat mencapai 6,83% (yoy) dan sumbangan 1,97% terhadap inflasi tahunan (grafik 2.3). Inflasi pada kelompok ini didorong oleh kenaikan harga LPG 12 kg (Januari & September 2014), penyesuaian tarif listrik rumah tangga (Mei, Juli & September 2014), serta kenaikan upah tukang bangunan di awal tahun 2014. Sementara itu inflasi kelompok Bahan Makanan, kelompok Sandang, dan kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan tercatat mengalami penurunan pada triwulan III 2014 dibanding triwulan sebelumnya seiring meredanya tekanan permintaan pasca hari raya Idul Fitri dan musim liburan sekolah yang telah usai, serta berlalunya dampak kenaikan BBM bersubsidi tahun 2013 (tabel 2.1). Kelompok lain yang mengalami peningkatan inflasi adalah Makanan/Minuman Jadi dan Kesehatan, sedangkan kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga relatif stabil.
32
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Dilihat dari komoditasnya, tiga penyumbang utama inflasi tahunan berasal dari kelompok Perumahan & Bahan Bakar, yaitu bahan bakar rumah tangga, tukang bukan mandor dan tarif listrik. Bahan bakar rumah tangga tercatat mengalami inflasi 29,20% (yoy) dengan sumbangan sebesar 0,54% terhadap inflasi tahunan yang didorong kenaikan harga LPG 12 kg di bulan Januari dan September 2014. Inflasi tukang bukan mandor mencapai 13,81% (yoy) dengan sumbangan 0,50% yang disebabkan kenaikan upah tukang bangunan di awal tahun seiring kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2014. Kebijakan penyesuaian tarif listrik rumah tangga berdaya besar (di atas 6.600 VA) yang berlaku sejak Mei 2014 disertai kenaikan tarif listrik rumah tangga daya menengah (1.300-5500 VA) yang diberlakukan bertahap sejak Juli 2014, memicu inflasi tahunan tarif listrik mencapai 13,06% (yoy) dengan sumbangan 0,42%. Di sisi lain, di tengah meredanya tekanan permintaan bahan pangan pasca Lebaran, beberapa komoditas bahan makanan mengalami deflasi yang menahan laju inflasi umum, terutama bawang merah dan cabai rawit. Meski demikian, harga tomat sayur belum kembali ke level normalnya sehingga masih mengalami inflasi tahunan yang tinggi di triwulan laporan. (Tabel 2.2) Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Manado KOMODITAS
Inflasi/Deflasi (%)
Andil (%)
BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA
29,20
0,54
TUKANG BUKAN MANDOR
13,81
0,50
TARIP LISTRIK
13,06
0,42
TOMAT SAYUR
68,44
0,42
ANGKUTAN UDARA
42,11
0,29
3,31
0,17
PAKET LIBURAN
38,86
0,17
AIR KEMASAN
21,00
0,16
BIJI NANGKA / KUNIRAN
49,02
0,13
CAPCAI
31,08
0,09
Deflasi -5,71
-0,02
BAYAM
-37,09
-0,02
-6,20
-0,02
DAGING AYAM RAS
-4,97
-0,03
-10,36
-0,04
GULA PASIR
-4,27
-0,04
EMAS PERHIASAN
-6,47
-0,04
DAUN BAWANG
-23,65
-0,06
CABAI RAWIT
-25,05
-0,22
BAWANG MERAH
-46,07
-0,52
CAKALANG ASAP
2,73 0,16
Pendidikan
2,32 0,14
Kesehatan
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
3,31
0,13
Sandang
2,31 1,97
Perumahan
6,83
0,58
Makanan jadi
3,42 0,61
Bahan Makanan
PEPAYA TELUR AYAM RAS
0,42
Transportasi
Inflasi
BERAS
Grafik 2.3 Inflasi & Sumbangan per Kelompok September 2014
2,79
0 Andil
2
4
6
8
Inflasi (yoy) September 2014
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
2.1.2 INFLASI TRIWULANAN ( qtq) Sejalan dengan perlambatan inflasi tahunan, inflasi triwulanan Kota Manado kian melambat di triwulan III 2014. Inflasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 0,56% (qtq), menurun dibanding triwulan II 2014 yang mengalami inflasi 0,82% (qtq). Perlambatan inflasi triwulanan
33
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
disebabkan oleh deflasi bahan makanan, sandang, dan transportasi pasca hari raya keagamaan dan musim liburan. Kendati demikian, tekanan inflasi makanan jadi dan perumahan tercatat meningkat sebagai dampak dari kenaikan LPG dan tarif listrik.
Tabel 2.3 Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2013
No
Kelompok
1 2 3 4 5 6 7
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Umum
Q1
Q2
6,45 0,78 1,30 -0,84 0,32 0,13 -0,22 2,34
Q3
-5,21 0,59 0,54 -1,33 1,12 0,06 7,52 -0,51
Q4
6,70 0,42 1,96 2,55 1,24 0,45 9,66 4,09
5,27 0,85 0,85 -0,37 0,25 0,51 0,24 2,01
Q1 -2,19 1,21 4,22 0,97 0,56 0,31 0,82 1,15
2014 Q2 1,28 0,26 0,31 0,90 1,23 0,66 1,69 0,82
Q3 -0,51 1,41 1,43 -0,03 1,28 0,38 -0,37 0,56
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan kelompoknya, sumbangan inflasi terutama berasal dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar dan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau yang mengalami inflasi masing-masing sebesar 1,43% (qtq) dan 1,41% (qtq) dengan sumbangan sebesar 0,42% dan 0,24% terhadap inflasi umum. Di sisi lain, penahan inflasi berasal dari kelompok Bahan Makanan dan Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan yang mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,51% (qtq) dan 0,37% (qtq) dengan sumbangan sebesar -0,11% dan -0,06%. Sementara itu 3 kelompok lainnya memberi sumbangan inflasi/deflasi yang relatif terbatas terhadap inflasi triwulanan.
2.1.3 INFLASI BULANAN (mtm ) Grafik 2.4 Laju Inflasi Kota Manado, Zona Sulampua dan Nasional (mtm) 5%
4% 3% 2%
1% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 -1% -2% -3%
Q1
Q2
Q3
Q4
2012 mtm Manado
Q1
Q2
mtm Sulampua
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
34
Q3
2013
Q4
Q1
Q2
Q3
2014 mtm Nasional
0,27% 0,14% -0,03%
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi bulanan Kota Manado sepanjang triwulan III 2014 bergerak mengikuti pola musiman yang melonjak seiring bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan musim liburan sekolah di awal triwulan, diikuti deflasi pada 2 bulan berikutnya. Tekanan inflasi yang mulai meningkat di akhir triwulan II 2014 mencapai puncaknya pada bulan Juli seiring hari raya Idul Fitri dan musim liburan yang masih berlangsung. Inflasi bulan Juli 2014 mencapai 0,85% (mtm) yang disusul deflasi sebesar 0,26% (mtm) di bulan Agustus. Inflasi mulai merambat naik pada bulan September 2014 meski masih mencatat deflasi sebesar 0,03% (mtm), disebabkan oleh tekanan harga cabai serta kenaikan LPG 12 kg dan tarif listrik rumah tangga di tengah berlanjutnya koreksi harga bahan pangan.
JULI 2014
Tekanan inflasi Kota Manado di bulan Juli 2014 meningkat
seiring
kenaikan
permintaan
masyarakat sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri
Grafik 2.5. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Juli 2014 Menurut Kelompok Barang & Jasa
serta musim liburan sekolah. Tingkat inflasi bulan
Pendidikan
Juli mencapai 0,85% (mtm) dengan inflasi
Kesehatan
tahunan yang menurun ke angka 4,02% (yoy) seiring mulai hilangnya dampak kenaikan BBM tahun 2013.
0,63 0,00 0,06 0,04 0,01 0,19 0,04 0,14 0,06 0,36
Sandang Perumahan Makanan jadi
Bahan
Makanan
yang
tercatat
mengalami inflasi sebesar 2,73% (mtm) dengan
0,89
0,59
Bahan Makanan
Pendorong utama inflasi bulan Juli berasal dari kelompok
0,10
Transportasi
2,73
0
1
2
Andil
Inflasi (mtm) Juli 2014
3
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
andil sebesar 0,59% terhadap inflasi umum. Komoditas bahan makanan yang memberi sumbangan cukup besar pada inflasi bulan Juli antara lain ikan laut (cakalang, tindarung, tude), bumbu-bumbuan (tomat sayur, cabai rawit, bawang merah) dan daging ayam ras. Inflasi bahan makanan tersebut terutama dipicu oleh tekanan permintaan yang meningkat selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kelompok lain yang memiliki sumbangan cukup signifikan terhadap inflasi bulan Juli adalah Transportasi. Kelompok ini mengalami inflasi sebesar 0,63% (mtm) dengan kontribusi 0,10%, didorong peningkatan harga tiket pesawat seiring peak season liburan sekolah. Lima kelompok lainnya tercatat mengalami inflasi dengan sumbangan yang relatif terbatas (0,01-0,06%).
35
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
AGUSTUS 2014 Grafik 2.6. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Agustus 2014 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Pasca hari raya Idul Fitri dan berakhirnya musim liburan sekolah, Kota Manado tercatat mengalami 2014, dengan laju inflasi tahunan melambat ke angka 2,23% (yoy) seiring dampak kenaikan BBM
Makanan
dan
Pendidikan
0,01 0,21
Kesehatan
0,01 0,17
0,00 -0,04
0,17
Perumahan
Transportasi
Makanan jadi
kembali menjadi penentu tingkat inflasi Kota
Bahan Makanan
0,60 0,15 0,91 -0,43 -1,92
-3
Manado di bulan Agustus yang mencatat deflasi.
-2
Andil
Kelompok Bahan Makanan mengalami deflasi sebesar 1,92% (mtm) dengan andil sebesar
-1,14
Sandang
bersubsidi yang telah berlalu sepenuhnya. Kelompok Bahan
-0,18
Transportasi
deflasi sebesar 0,26% (mtm) di bulan Agustus
-1
0
1
2
Inflasi (mtm) Agustus 2014
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
-0,47%, sementara kelompok Transportasi mencatat deflasi 1,14% (mtm) dengan andil -0,18% terhadap inflasi bulan Agustus. Meredanya tekanan permintaan pasca Idul Fitri menyebabkan terjadinya koreksi harga bahan makanan seperti bumbu-bumbuan (tomat sayur, cabai rawit, bawang, lemon, jeruk nipis), daging ayam ras, sawi hijau, dan pisang, yang merupakan komoditas penyumbang utama deflasi kelompok Bahan Makanan. Sementara itu deflasi kelompok Transportasi berasal dari penurunan tarif angkutan udara seiring musim liburan yang telah berakhir. Kelompok lain yang mengalami deflasi namun dengan sumbangan terbatas adalah kelompok Sandang. Di sisi lain, deflasi bulan Agustus tertahan oleh inflasi yang dialami 4 kelompok lainnya, terutama Perumahan dan Makanan Jadi yang memiliki andil inflasi terbesar. Inflasi kelompok perumahan dipicu kenaikan tarif listrik pelanggan rumah tangga pasca bayar berdaya menengah (1.300-5.500 VA), sedangkan inflasi makanan/minuman jadi diduga disebabkan penyesuaian harga jual sebagai dampak kenaikan listrik.
SEPTEMBER 2014 Pada bulan September 2014,
Kota Manado
Grafik 2.7. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado September 2014 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
kembali mengalami deflasi sebesar 0,03% (mtm)
Transportasi
0,02 0,15
seiring masih berlangsungnya koreksi harga bahan
Pendidikan
0,01 0,11
pangan. Meski demikian, tekanan inflasi tahunan
Kesehatan
0,01 0,21
tercatat mulai meningkat ke angka 4,00% (yoy) yang disebabkan kenaikan harga LPG dan listrik. Deflasi bulan September berasal dari kelompok Bahan Makanan yang mengalami deflasi sebesar
-0,01 -0,18
Sandang
0,20
Perumahan
0,68
0,02 0,13
Makanan jadi -0,27
Bahan Makanan -1,25 -2 Andil
-1
-1
1
Inflasi (mtm) September 2014
Sumber: BPS Sulawesi Utara , diolah
36
0
1
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
1,25% (mtm) dengan sumbangan -0,27%. Koreksi harga masih terjadi pada beberapa komoditas pangan khususnya tomat sayur, bawang dan ikan, sedangkan komoditas cabai justru mengalami inflasi akibat berkurangnya pasokan yang dipengaruhi cuaca. Berkebalikan dengan kelompok Bahan Makanan, inflasi pada kelompok Perumahan sebesar 0,68% (mtm) menjadi penahan deflasi bulan September dengan sumbangan 0,20%. Inflasi perumahan didorong oleh kebijakan kenaikan LPG 12 kg serta lanjutan penyesuaian tarif listrik rumah tangga. Sementara itu 5 kelompok lainnya tercatat memberikan sumbangan inflasi/deflasi yang relatif minim berkisar 0,01-0,02.
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, meredanya tekanan inflasi secara tahunan disebabkan perlambatan kelompok volatile foods dan administered prices seiring koreksi harga pangan pasca Idul Fitri dan meredanya efek kenaikan BBM bersubsidi. Sementara itu inflasi inti (core inflation) juga mengalami perlambatan didorong penurunan tekanan domestik, tekanan eksternal yang minim, serta penurunan ekspektasi inflasi. 2.2.1 FAKTOR FUNDAMENTAL Tekanan inflasi inti (core inflation) relatif menurun di triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Melambatnya inflasi inti pada triwulan laporan didorong oleh penurunan tekanan domestik khususnya perumahan disertai minimnya tekanan eksternal di tengah masih lemahnya harga global. Tekanan permintaan yang menguat di triwulan III 2014 dapat diantisipasi perusahaan dengan meningkatkan kapasitas terpakainya sehingga tingkat penawaran dapat mengimbangi permintaan. Di sisi lain, ekspektasi inflasi masyarakat yang meningkat di awal triwulan menunjukkan pelemahan menjelang akhir triwulan seiring berlalunya lebaran dan musim liburan sekolah.
Eksternal
Tekanan inflasi eksternal terpantau relatif stabil pada triwulan laporan. Dampak depresiasi nilai tukar termitigasi oleh harga komoditas global yang masih rendah dan tren penurunan harga emas internasional. Melemahnya nilai tukar berdampak pada kenaikan harga minuman impor terlihat pada inflasi sub kelompok minuman tak beralkohol yang meningkat dari 2,53% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 4,50% (yoy) di triwulan laporan. Di sisi lain tren penurunan harga emas dunia yang disertai faktor musiman pasca Lebaran juga turut mendorong deflasi emas
37
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
perhiasan sebagaimana tercermin melalui meningkatnya inflasi sub kelompok barang pribadi & sandang lainnya dari -2,66% (yoy) di triwulan I 2014 menjadi 4,58%(yoy) di triwulan II 2014.
Grafik 2.13. Perkembangan Harga Emas Internasional
Grafik 2.14. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
USD
USD/Oz 1.450
1.400 1.350
1.300 1.250
1.200 1.150 Jan 2014
Feb 2014
Mar 2014
Apr 2014
Mei 2014
Jun 2014
Jul 2014
Agust 2014
Sep 2014
Sumber:Bloomberg
Sumber: Bank Indonesia
Tekanan Domestik
Dari sisi domestik, tekanan inflasi melambat yang disebabkan menurunnya inflasi perumahan meski di sisi lain inflasi yang berasal dari makanan jadi meningkat. Melambatnya inflasi perumahan terutama didorong sub kelompok biaya tempat tinggal dengan inflasi yang menurun dari 7,39% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 4,53% (yoy) di triwulan laporan. Sementara itu peningkatan inflasi makanan jadi tercermin dari inflasi sub kelompok makanan jadi yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,80% (yoy) atau naik dari 2,51% (yoy) di triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama didorong kenaikan konsumsi pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta respon terhadap kenaikan harga LPG 12 kg pada bulan September 2014. Grafik 2.10. Perkembangan Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran dan Kapasitas Produksi
. 400
102 100
350
98 300 96 250
94
200
92 90
150
88 100 86 50
84
0
82 Q1
Q2
Q3
2011
Q4
Q1
Q2
Q3
2012
Indeks Riil Penjual Eceran (right axis)
Q4
Q1
Q2
Q3
2013
Q4
Q1
Q2
Q3
2014
Kapasitas Produksi (left axis)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw Prov. Sulut dan Survei Pedagang Eceran (SPE) KPw Prov. Sulut
38
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Seiring perayaan hari keagamaan dan musim liburan, aktivitas perdagangan menguat di triwulan III 2014, terlihat dari meningkatnya indeks penjualan eceran dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), tekanan permintaan tersebut diantisipasi perusahaan dengan meningkatkan kapasitas terpakainya sehingga tingkat penawaran dapat mengimbangi permintaan (Grafik 2.10).
Ekspektasi Inflasi
Ekspektasi inflasi masyarakat menunjukkan tren perlambatan di triwulan III 2014. Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE), ekspektasi harga baik dari sisi konsumen maupun pedagang tercatat menurun sepanjang triwulan III 2014 seiring berlalunya Idul Fitri dan musim liburan (Grafik 2.11 & 2.12). Grafik 2.11. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
Grafik 2.12. Perkembangan Indeks Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
220
7,00
200
210
5,00
180
3,00
160
180
1,00
140
170
-1,00
120
160
-3,00
100
-5,00
80
-7,00
60
-9,00
40
200 190
150 140 130 120 1
3
5
7
9 11 1
3
5
2012
7
2013
9 11 1
3
5
7
9 11
2014
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yad Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yad Inflasi tahunan (yoy) - sb. Kanan
Sumber : Survei Konsumen (SK) KPwBI Provinsi Sulut
8,00
6,00 4,00 2,00 0,00 -2,00 -4,00 1
3
5
7
2012
9 11 1
3
5
7
2013
9 11 1
3
5
7
9 11
2014
Ekspektasi pedagang terhadap harga 3 bulan yad Ekspektasi pedagang terhadap harga 6 bulan yad Inflasi tahunan (yoy) - sb. Kanan
Sumber : Survei Pedagang Eceran (SPE) KPwBI Provinsi Sulut
2.2.2 Non Fundamental
Volatile foods
Tekanan inflasi volatile foods mereda pada triwulan III 2014. Indikasi perlambatan inflasi volatile
foods ditunjukkan oleh inflasi kelompok bahan makanan yang pada bulan September 2014 tercatat sebesar 2,95% (yoy) dengan sumbangan 0,63% terhadap inflasi umum, atau turun signifikan dibandingkan akhir triwulan II 2014 yang sebesar 9,77% (yoy). Laju volatile foods melambat seiring meredanya tekanan permintaan pangan pasca Idul Fitri. Harga sejumlah bahan pangan mengalami koreksi menuju level normalnya, diantaranya tomat sayur, bawang, ikan, termasuk daging dan telur ayam. Sementara itu meski sempat mengalami
39
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
deflasi di bulan Agustus, harga cabai kembali melonjak di akhir triwulan III 2014 yang disebabkan gangguan pasokan dari sentra produksi di Gorontalo. Grafik 2.15. Perkembangan Harga di Kota Manado
Grafik 2.16. Data Pergerakan Harga PIHBS Sulut (komoditas terpilih)
Rp/kg 120.000
120.000
5
100.000
100.000
4
80.000
80.000
60.000
60.000
40.000
40.000
20.000
20.000
3
2 1 0
I III I III I III I III I III V II IV II IV II IV I III I III V II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV I III I III I III V II IV Jan FebMaretApr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt 2013 Bawang Merah
Sep
2014 Cabe Rawit
Bawang Putih
Tomat Sayur
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut
-1
0 01-Jun 01-Jul -20.000
01- 01-Sep 01-Okt 01-Nop 01-Des 01-Jan 01-Feb 01-Mar 01-Apr 01-Mei 01-Jun 01-Jul Agust
01- 01-Sep Agust
Bawang Merah Rp./Kg
Rica/Cabe Rawit Rp./Kg
Beras Superwin Rp./Kg
Gula Pasir Curah Rp./Kg
Minyak Goreng Curah Rp./Kg
Telur Ayam Rp./Kg
Tomat Sayur Rp./Kg
Inflasi (mtm) - sb. Kanan
Sumber : Pusat Informasi Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS) Sulawesi Utara
Hasil Survei Pemantauan Harga KPw BI Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan tren pergerakan harga
(Grafik 2.15). Pergerakan
harga beberapa komoditas penyumbang inflasi Manado juga terpantau secara harian melalui Pusat Informasi Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS) Sulawesi Utara, yang berfungsi sebagai peringatan dini bagi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Provinsi Sulut (Grafik 2.17).
Administered Price
Laju inflasi administered price mengalami perlambatan di triwulan laporan seiring dampak kenaikan BBM bersubsidi tahun 2013 yang telah berlalu sepenuhnya, kendati di sisi lain dorongan kenaikan tarif listrik rumah tangga dan LPG 12 kg menahan perlambatan inflasi yang lebih dalam. Inflasi administered prices pada triwulan III 2014 tercermin dari inflasi sub kelompok transpor yang tercatat sebesar 3,39% (yoy) dengan sumbangan 0,35% terhadap inflasi umum, atau menurun signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 10,64% (yoy). Sementara itu tertahannya perlambatan inflasi administered prices terlihat dari inflasi sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mencapai 16,71% (yoy) dengan sumbangan 0,97%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 11,96% (yoy). Berkurangnya tekanan administered prices di triwulan III 2014 disebabkan oleh hilangnya dampak kenaikan BBM bersubsidi yang diberlakukan pada pertengahan 2013. Menurunnya permintaan transportasi udara pasca Lebaran dan musim liburan juga turut mengurangi tekanan inflasi administered prices di triwulan laporan. Di sisi lain, penurunan inflasi
administered prices tertahan oleh kebijakan kenaikan tarif listrik rumah tangga berdaya menengah (1.300-5.500 VA) yang dilakukan secara bertahap 2 bulan sekali sejak Juli,
40
-2 -3
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
sementara untuk pelanggan daya besar (di atas 6.600 VA) penyesuaian dilakukan tiap bulan sejak Mei (daya besar). Selain itu, kebijakan kenaikan LPG 12 kg yang berlaku 10 September 2014 turut mendongkrak inflasi administered prices di akhir triwulan III 2014.
2.3 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI Upaya pengendalian inflasi di Sulawesi Utara semakin didukung oleh penguatan kelembagaan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Sulawesi Utara seiring pembentukan 4 TPID baru sepanjang triwulan III 2014, yaitu TPID Kabupaten Bolaang Mongondow, TPID Kota Bitung, TPID Kota Kotamobagu dan TPID Kabupaten Kepulauan Talaud. Dengan demikian, sampai triwulan laporan tercatat telah terbentuk 9 TPID di tingkat kabupaten/kota di Sulawesi Utara dari 15 kabupaten/kota yang ada. (Tabel 2.4) Tabel 2.4 Tim Pengendali Inflasi Daerah di Sulawesi Utara No.
Nama
1 TPID Provinsi Sulawesi Utara
Tanggal Pembentukan
SK Pembentukan
03 Mei 2010
SK Gubernur No.103 Thn 2010
2 TPID Kota Manado
26 September 2012
SK Walikota No.1019 Thn 2012
3 TPID Kabupaten Minahasa
09 September 2013
SK Bupati No.583 Thn 2013
4 TPID Kab. Bolmong Timur
12 Mei 2014
SK Bupati No.129 Thn 2014
5 TPID Kab. Minahasa Tenggara
06 Juni 2014
SK Bupati No.127 Thn 2014
6 TPID Kota Tomohon
23 Juni 2014
SK Walikota No.178 Thn 2014
7 TPID Kab. Bolmong Utara
04 Juli 2014
SK Bupati No.223 Thn 2014
8 TPID Kota Bitung
18 Agustus 2014
SK Walikota No.188.45/HKM/SK/166/2014
9 TPID Kota Kotamobagu
29 Agustus 2014
SK Walikota No.108 Thn 2014
10 TPID Kab. Kepulauan Talaud
30 September 2014
SK Bupati No.404 Thn 2014
Sumber : SK Pembentukan TPID
Menghadapi hari raya Idul Fitri yang jatuh di akhir Juli, TPID di Sulawesi Utara melakukan koordinasi dan menyelenggarakan berbagai kegiatan yang direkomendasikan dari hasil rapat, antara lain penyelenggaraan operasi pasar dan pasar murah. Pasar murah digelar di 40 titik di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara, termasuk di daerah kepulauan (Sangihe, Talaud, Sitaro) mengingat tingginya disparitas harga di daerah tersebut, meskipun yang menjadi indikator inflasi hanya Kota Manado. Pada bulan Juli juga digelar rapat perdana TPID Kab. Bolaang Mongondow Timur yang telah dibentuk bulan Mei 2014 dengan agenda persiapan menghadapi Lebaran. Di bulan September 2014, TPID Provinsi Sulut, Kota Manado, dan Kab. Minahasa ikut serta dalam Rapat Koordinasi Pusat Daerah TPID Kawasan Timur Indonesia (Rakorpusda KTI) yang diselenggarakan di Malang tanggal 17-18 September 2014 dengan agenda pembahasan
41
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
surplus-defisit pangan dalam rangka mendorong kerjasama antar daerah, serta rencana integrasi PIHPS Nasional. Sebagai persiapan mengikuti Rakorpusda KTI tersebut, sebelumnya telah dilakukan Focus Group
Discussion (FGD) di lingkup Sulawesi Utara dengan fokus pembahasan pada kondisi surplusdefisit terkini di Sulawesi Utara dari sisi produksi, distribusi, persediaan dan ketahanan pangan. Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi surplus-defisit Sulut tahun 2013, diketahui bahwa hampir semua komoditas pangan strategis menunjukkan kondisi surplus termasuk cabai rawit dan tomat sayur. Namun demikian inflasi masih kerap terjadi pada cabai rawit maupun tomat sayur yang disebabkan timing pasokan yang seringkali tidak selaras dengan lonjakan permintaan. Persoalan ini selanjutnya akan menjadi perhatian TPID serta akan dikembangkan data surplus-defisit sampai ke tingkat kabupaten/kota.
42
Halaman ini sengaja dikosongkan
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB III
STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
STABILITAS SISTEM KEUANGAN Pertumbuhan aset, DPK dan kredit perbankan di Sulawesi Utara secara umum menunjukan perlambatan sejalan dengan arah kebijakan moneter Bank Indonesia. Pada triwulan laporan, kredit perbankan tercarat tumbuh sebesar 10,28% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 11,99% (yoy). Di sisi lain, DPK perbankan Sulawesi Utara juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan laporan DPK tercatat tumbuh sebesar 13,00%(yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelunya yang tercatat tumbuh sebesar 14,60%(yoy) kendati relatif lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,03%(yoy). Di tengah pertumbuhan kredit yang masih positif, kualitas kredit relatif mengalami penurunan baik kredit produktif maupun kredit rumah tangga. Hal tersebut tercermin dari peningkatan rasio NPL baik pada kredit produktif maupun kredit rumah tangga pada periode laporan. Sejalan dengan peningkatan NPL, mortality rate baik secara baki debet maupun jumlah debitur juga menunjukkan tren meningkat baik untuk kredit produktif maupun rumah tangga. Sementara itu, laju pertumbuhan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Sulawesi Utara juga mengalami perlambatan pada triwulan III 2014. Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM telah terjadi sejak awal tahun 2014. Pada triwulan laporan, kredit UMKM tercatat sebesar Rp.6,9 triliun atau tumbuh 9,17% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 9,77% (yoy). Di sisi lain, transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga perbankan di Sulawesi Utara mulai memasuki tahap akhir. Hal tersebut tercermin dari laju kenaikan suku bunga kredit maupun DPK yang relatif melambat. Sejak kenaikan BI rate pada pertengahan tahun 2013, tren suku bunga pinjaman maupun simpanan menunjukan peningkatan dengan kecenderungan suku bunga simpanan yang lebih responsif dalam menyesuaikan dengan suku bunga acuan. Namun demikian, tren peningkatan suku bunga perbankan mulai terhenti memasuki paruh kedua tahun 2014. Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 mengalami penurunan terutama pada sisi aset dan kredit. Aset BPR pada triwulan III 2014 mengalami kontraksi sebesar 3,44% (yoy) menjadi Rp.926,12 miliar. Penurunan aset BPR yang terjadi pada periode laporan terutama disebabkan oleh kondisi kredit yang juga mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 6,23% (yoy) dengan baki debet sebesar Rp.692,27 miliar.
47
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA BANK UMUM Pertumbuhan aset, DPK dan kredit perbankan di Sulawesi Utara secara umum
menunjukan
sejalan
dengan
moneter
Bank
arah
Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK, Kredit dan LDR
perlambatan kebijakan
Indonesia.
Pada
triwulan laporan, kredit perbankan tercarat tumbuh sebesar 10,28% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 11,99% (yoy). Di sisi lain, DPK perbankan
Sulawesi
Utara
juga
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Pada triwulan laporan DPK tercatat tumbuh sebesar 13,00%(yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelunya yang tercatat tumbuh sebesar 14,60%(yoy) kendati relatif lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,03%(yoy). Sementara itu, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Sulawesi Utara relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya dan tercatat berada di level 127,77% namun relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat berada pada level 130,92%. Kondisi tersebut sejalan dengan perlambatan yang terjadi baik pada sisi kredit maupun DPK pada triwulan laporan maupun pada rentang waktu satu tahun terakhir dimana perlambatan pertumbuhan di sisi kredit cenderung lebih dalam dibandingkan perlambatan pertumbuhan DPK. Secara nominal, aset perbankan pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp.32,8 triliun atau meningkat 13,89% secara tahunan. Pertumbuhan aset tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 12,23%.
3.2. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR UTAMA Pada triwulan III 2014, kredit produktif perbankan Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp.9,8 triliun atau meningkat sebesar 7,36% secara tahunan. Pertumbuhan kredit produktif yang cenderung lebih rendah dibandingkan pertumbuhan total kredit yang mencapai 10,28% (yoy) menjadi
48
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
cerminan bahwa kontribusi pertumbuhan kredit perbankan Sulawesi Utara masih didorong oleh pertumbuhan kredit non-produktif (konsumsi). Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, seluruh kredit di sektor utama perekonomian Sulawesi Utara cenderung mengalami pertumbuhan tahunan yang lebih baik pada triwulan laporan apabila dibandingkan dengan triwulan lalu. Pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada sektor ekonomi jasa sosial masyarakat dan sektor pengangkutan yang tumbuh masing-masing sebesar 69,49% (yoy) dan 13,08% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan tersebut sejalan dengan semakin tingginya porsi kedua sektor tersebut pada PDRB Sulawesi Utara. Sementara itu, sektor utama perekonomian Sulut lainnya yaitu sektor pertanian, konstruksi dan PHR juga mengalami pertumbuhan positif pada triwulan laporan. Kredit di sektor pertanian kembali tumbuh positif sebesar 0,5% (yoy) setelah mengalami periode negatif sejak awal tahun 2013. Di sisi lain, kredit sektor konstruksi dan PHR juga mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 9,29% (yoy) dan 7,46% (yoy). Grafik 3.2. Perkembangan Kredit Sektor Utama
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 3.3. Porsi Kredit Setor Utama Terhadap Kredit Produktif
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Apabila dilihat secara proporsi, kredit di sektor PHR masih menjadi yang terbesar dengan pangsa mencapai 65,86% dari total kredit produktif atau secara nominal tercatat sebesar Rp.6,46 triliun. Sementara itu, kredit produktif sendiri memiliki pangsa sebesar 39,24% terhadap total kredit.
3.3 . PEMBIAYAAN SEKTOR USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Sulawesi Utara tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan
49
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU. No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu pada nilai kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Data yang disajikan dalam pembahasan adalah kredit UMKM dengan menggunakan definisi sebagaimana diatur dalam UU. No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Laju pertumbuhan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Sulawesi Utara relatif mengalami perlambatan pada triwulan III 2014. Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM telah terjadi sejak awal tahun 2014. Pada triwulan laporan, kredit UMKM tercatat sebesar Rp.6,9 triliun atau tumbuh 9,17% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 9,77% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM yang relatif lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kredit secara total mengakibatkan turunya porsi kredit UMKM terhadap total kredit. Pangsa kredit UMKM terhadap keseluruhan penyaluran kredit perbankan pada triwulan laporan tercatat sebesar 27,55% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 28,99%. Di sisi lain, NPL kredit UMKM mengalami peningkatan dan berada di atas ambang batas (5%) yaitu sebesar 5,43% atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 5,25%. Peningkatan NPL yang terjadi sejak awal tahun 2014 merupakan imbas dari musibah banjir dan cuaca buruk yang melanda Manado dan Sulawesi Utara. Musibah tersebut cukup mempengaruhi sektor usaha terutama Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang mayoritas memiliki orientasi pasar domestik. Grafik 3.4. Perkembangan Kinerja Kredit UMKM
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 3.5. Perkembangan Suku Bunga Kredit UMKM
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Sementara itu, kondisi suku bunga rata-rata kredit UMKM pada triwulan III relatif mengalami penurunan terbatas jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan laporan, suku bunga rata-rata kredit UMKM tercatat sebesar 14,86% dengan selisih sebesar 159 basis poin dengan
50
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
rata-rata suku bunga total kredit. Spread antara rata-rata suku bunga kredit UMKM dengan rata-rata suku bunga total kredit cenderung menunjukan tren meningkat sejak 3 tahun terakhir.
3.4
PERKEMBANGAN SUKU BUNGA KREDIT DAN DPK
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 September 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga perbankan di Sulawesi Utara mulai memasuki tahap akhir. Hal tersebut tercermin dari laju kenaikan suku bunga kredit maupun DPK yang relatif melambat. Sejak kenaikan BI rate pada pertengahan tahun 2013, tren suku bunga pinjaman maupun simpanan menunjukan peningkatan dengan kecenderungan suku bunga simpanan yang lebih responsif dalam menyesuaikan dengan suku bunga acuan. Namun demikian, tren peningkatan suku bunga perbankan mulai terhenti memasuki paruh kedua tahun 2014. Pada triwulan laporan suku bunga kredit tercatat sebesar 13,27% atau mengalami penurunan terbatas jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 13,33%. Di sisi lain, suku bunga DPK mengalami peningkatan sebesar 10 bps jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sehingga berada pada level 4,19%. Peningkatan suku bunga DPK didorong oleh peningkatan suku bunga pada jenis simpanan deposito yang mengalami kenaikan cukup tinggi sebesar 39 bps dibandingkan triwulan lalu. Grafik 3.6. Perkembangan Suku Bunga Perbankan Sulut
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 3.7. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
51
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Suku bunga pada jenis simpanan tabungan relatif stabil dan tercatat sebesar 1,74% pada triwulan laporan, sementara suku bunga giro relatif terkoreksi sebesar 22 bps dibanding triwulan lalu sehingga tercatat sebesar 1,17% pada triwulan laporan. Apabila dilihat secara nominal, simpanan dengan rentang Rp.500 juta sampai dengan Rp. 1 Milyar memiliki suku bunga rata-rata tertinggi sebesar 6,62% pada triwulan III 2014.
3.5 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI Di tengah pertumbuhan kredit produktif,
Grafik 3.8. Perkembangan NPL Kredit Sektor Utama
kondisi kualitas kredit sektor utama 12,00%
Sulawesi Utara cenderung mengalami
10,00%
penurunan. Hal tersebut tercermin dari kondisi
NPL
yang
meningkat
8,00%
pada
6,00%
triwulan laporan menjadi sebesar 5,21%
4,00%
atau lebih tinggi dibandingkan triwulan
2,00%
lalu yang tercatat sebesar 5,00%. Sektor
0,00%
yang memiliki NPL tertinggi adalah
I
sektor konstruksi dengan NPL mencapai 7,92%.
Sementara itu
sektor yang
memiliki kondisi NPL relatif aman (<5%)
II
III
IV
I
II
III
IV
2011 Total Produktif
2012 Pertanian
PHR
Pengangkutan
I
II
III
IV
I
2013
II
III
2014 Konstruksi Jasa Sosial Masyarakat
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
adalah sektor PHR dan sektor jasa sosial masyarakat yang masing-masing memiliki NPL sebesar 4,03% dan 4,80% kendati dengan kecenderungan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya .
Grafik 3.10.
Grafik 3.9.
Mortality Rate Baki Debet Kredit Korporasi
Mortality Rate Jumlah Debitur Kredit Korporasi
10,00% 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% 4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2013
2
3
4
5
7
8
9
4
5
6
7
2014
Total Produktif
Pertanian
Konstruksi
PHR
Pengangkutan
Jasa Sosial Masyarakat
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
52
6
20,00% 18,00% 16,00% 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% 8
9
10 11 12
1
2013
2
3
4
5
6
7
8
2014
Total Produktif
Pertanian
Konstruksi
PHR
Pengangkutan
Jasa Sosial Masyarakat
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
9
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Di samping NPL, mortality rate kredit korporasi pada triwulan laporan juga mengalami kecenderungan meningkat baik secara baki debet maupun jumlah debitur kendati relatif terbatas. Mortality rate kredit produktif pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 4,47% secara baki debet dan 8,17% untuk jumlah debitur. Apabila dilihat secara sektoral, maka kredit sektor pertanian memiliki mortality rate tertinggi baik secara baki debet maupun jumlah debitur. 3.6 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA Penyaluran kredit rumah tangga (konsumsi) di Sulawesi Utara tumbuh melambat di triwulan III 2014. Kredit rumah tangga mencatat pertumbuhan sebesar 12,20% (yoy) pada triwulan laporan atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,37% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan kredit rumah tangga tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total kredit. Pertumbuhan kredit rumah tangga ditopang oleh pertumbuhan pada jenis kredit perlengkapan dan multiguna yang tumbuh masing-masing 43,25% dan 14,26% pada triwulan laporan. Sementara itu, pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh jenis kredit multiguna yang memiliki porsi mencapai 74,90%. Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Sulut 180,00% 160,00% 140,00% 120,00% 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% -20,00% -40,00%
I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
Total Kredit RT
KPR
Multiguna
Perlengkapan-rhs
II 2014
Grafik 3.12. Perkembangan DPK Rumah Tangga
III
1800,00% 1600,00% 1400,00% 1200,00% 1000,00% 800,00% 600,00% 400,00% 200,00% 0,00% -200,00%
KKB
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Sejalan dengan perkembangan kredit, kepemilikan dana yang berasal dari rumah tangga juga relatif tumbuh melambat. Perlambatan terutama terjadi pada jenis simpanan tabungan yang tumbuh 2,37% (yoy) atau lebih rendah dari triwulan lalu yang tumbuh 2,85% (yoy). Sementara itu, deposito yang berasal dari rumah tangga menunjukkan tren akselerasi dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 24,78% pada triwulan laporan, yang ditengarai merupakan pergeseran bentuk simpanan untuk memperoleh pendapatan bunga yang lebih besar seiring dengan semakin tingginya suku bunga deposito. Pangsa DPK rumah tangga sendiri pada triwulan laporan mencapai 79,32% dari total DPK perbankan Sulawesi Utara. Porsi DPK rumah tangga tersebut relatif meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat sebesar
53
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
78,66%, namun relatif menurun apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 80,48%. Sementara itu, kualitas kredit rumah tangga
Grafik 3.13. Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
pada triwulan laporan cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari naiknya rasio NPL dari 2,53% pada triwulan II 2014 menjadi 2,89% pada triwulan III 2014. Namun demikian, kredit rumah tangga masih memiliki ketahanan yang relatif baik dengan rasio NPL yang masih berada di level aman (<5%). Jenis kredit rumah tangga yang memiliki NPL tertinggi adalah jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang memiliki NPL sebesar 4,48% pada triwulan laporan.
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Sejalan dengan naiknya NPL, kondisi mortality
rate kredit rumah tangga juga memperlihatkan kecenderungan meningkat sejak awal tahun 2014. Kondisi tersebut ditengarai merupakan efek dari musibah banjir dan cuaca buruk pada awal tahun 2014 yang mempengaruhi kemampuan membayar di sektor rumah tangga karena lebih fokus dalam memenuhi kebutuhan pokok yang rusak atau hilang akibat bencana. Peningkatan mortality rate secara baki debet pada kredit rumah tangga didorong oleh peningkatan pada mortality rate kredit multiguna yang mencapai 4,04% pada triwulan laporan, sementara peningkatan mortality rate dari sisi jumlah debitur didorong oleh peningkatan pada jenis kredit perlengkapan yang tercatat sebesar 15,33% pada triwulan III 2014. Secara keseluruhan mortality rate kredit rumah tangga pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 4,11% secara baki debet dan 6,30% secara jumlah debitur. Grafik 3.14.
Grafik 3.15.
Mortality Rate Baki Debet Kredit Rumah Tangga 6,00%
Mortality Rate Jumlah Debitur Kredit Rumah Tangga 18,00%
%
16,00%
5,00%
14,00%
4,00%
12,00%
3,00%
10,00% 8,00%
2,00%
6,00%
1,00%
4,00% 2,00%
0,00% 4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2013 Total Kredit RT
2
3
4
5
6
8
9
0,00% 4
5
6
7
2014 KPR
KKB
Perlengkapan
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
54
7
8
9 10 11 12 1
2013
Multiguna
Total Kredit RT
2
3
4
5
6
7
8
2014 KPR
KKB
Perlengkapan
Multiguna
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
9
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3.7 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 relatif mengalami penurunan terutama pada sisi aset dan kredit. Aset BPR pada triwulan III 2014 mengalami kontraksi sebesar 3,44% (yoy) menjadi Rp.926,12 miliar. Penurunan aset BPR yang terjadi pada periode laporan terutama disebabkan oleh kondisi kredit yang juga mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 6,23% (yoy) dengan baki debet sebesar Rp.692,27 miliar. Secara sektoral, penurunan terjadi pada seluruh sektor dengan penurunan terbesar terjadi pada kredit di sektor jasa-jasa yang turun signifikan sebesar 71,98% (yoy). Di sisi lain, penghimpunan DPK masih mencatatkan pertumbuhan positif kendati relatif melambat sejak pertengahan tahun 2013. DPK BPR tumbuh sebesar 0,53% (yo) dengan jumlah nominal sebesar Rp.705,73 miliar. Berdasarkan komponen pembentuknya deposito masih mendominasi pangsa DPK BPR dengan porsi sebesar 82,23%. Masih positifnya pertumbuhan DPK BPR diperkirakan merupakan akibat dari suku bunga simpanan BPR yang relatif lebih menarik dibaningkan suku bunga bank umum. Melihat kondisi tersebut, diperlukan perhatian lebih pada penataan efisiensi BPR, khususnya terkait suku bunga pinjaman di BPR yang saat ini berada pada tingkat yang cukup tinggi sebagai imbas dari tingginya biaya sumber dana BPR. Tabel 3.1. Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sulawesi Utara (Rp.Miliar) Komponen Aset
Growth (yoy) DPK
Growth (yoy) Deposito Tabungan Kredit
Growth (yoy) Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Sektoral Pertanian Perindustrian PHR Jasa-jasa Lain-lain LDR (%) NPL (%) Jumlah Bank Jaringan Kantor
2012
2013
2014
Y.o.Y
Q1 713,67 43,84
Q2 780,43 57,29
Q3 825,13 46,54
Q4 820,50 25,89
Q1 850,20 19,13
Q2 905,13 15,98
Q3 959,14 16,24
Q4 962,26 17,28
Q1 905,76 6,53
Q2 898,88 (0,69)
Q3 926,12 (3,44)
471,29 35,23 382,24 89,05 505,54 31,80
508,60 45,94 408,82 99,78 544,48 41,95
515,70 47,98 416,40 99,30 572,01 49,13
588,09 33,82 475,25 112,84 621,61 36,37
621,47 31,87 505,16 116,31 671,99 32,92
655,74 28,93 530,97 124,78 722,39 32,67
701,97 36,12 574,66 127,31 738,66 29,14
725,44 23,35 590,63 134,80 722,02 16,15
685,86 10,36 556,85 129,01 725,52 7,97
681,91 3,99 555,65 126,26 713,58 (1,22)
705,73 0,53 580,34 125,39 692,67 (6,23)
97,13 17,32 391,09
102,88 21,83 419,77
114,10 23,16 434,75
93,80 17,42 510,39
106,91 20,36 544,71
133,20 33,87 555,33
147,24 41,45 549,98
97,06 6,30 618,65
110,46 14,93 600,13
112,66 15,83 585,09
122,72 19,73 550,22
-16,65% -52,40% 0,04%
5,85 2,34 50,85 33,77 412,73 107,27 3,89 17 48
5,55 2,12 56,84 35,27 444,70 107,06 4,17 17 48
6,59 2,65 61,39 32,92 468,46 110,92 5,44 17 49
7,01 1,67 50,40 25,23 537,30 105,70 4,10 17 50
8,18 1,89 55,81 25,42 580,69 108,13 5,56 17 49
8,76 3,29 49,44 36,13 624,77 110,16 5,41 17 51
7,07 3,40 43,16 41,03 644,01 105,23 7,81 17 50
6,04 2,48 37,53 10,27 665,70 99,53 8,07 17 51
5,45 2,12 37,11 9,72 671,12 105,78 11,21 17 52
6,24 2,28 32,31 9,70 663,05 104,64 10,62 17 52
6,51 2,18 29,63 11,50 642,86 98,15 9,83 17 52
-7,94% -35,95% -31,35% -71,98% -0,18%
-3,44% 0,53% 0,99% -1,51% -6,23%
Sementara itu, rasio LDR BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 98,15% atau menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 104,64%. Di sisi lain, kualitas kredit relatif mengalami perbaikan seiring turunnya rasio NPL menjadi 9,83% kendati masih jauh melebihi ambang batas 5%. Oleh karena itu, tingkat kehati-hatian pada penyaluran kredit BPR harus lebih ditingkatkan.
55
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB IV
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Dukungan fiskal terhadap perekonomian daerah terbagi atas dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dukungan dari pemerintah pusat untuk pengembangan ekonomi daerah terlihat dari transfer dana berupa Dana perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Dukungan fiskal dari pemerintah pusat kepada Provinsi Sulawesi Utara serta 15 kab/kota di bawahnya pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2013, yang tercermin dari peningkatan alokasi Dana Perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus yang meningkat dari Rp8,64 triliun menjadi Rp9,23 triliun. Sementara itu, alokasi pendanaan pemerintah daerah dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2014 juga tercatat meningkat dari Rp2,2 triliun menjadi Rp2,4 triliun. Meskipun alokasi belanja maupun target pendapatan pada tahun 2014 cukup besar, namun demikian realisasi sampai dengan triwulan III 2014 masih relatif rendah. Realisasi pendapatan baru mencapai 71% atau senilai Rp1,65 triliun. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun lalu yang sebesar Rp 1,60 triliun atau 78% dari total target. Kondisi yang sama juga terlihat dari realisasi belanja yang baru mencapai 49% atau senilai Rp1,21 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp1,13 triliun atau 50% dari target belanja. 4.1. Struktur Dana Perimbangan di Provinsi Sulawesi Utara Upaya peningkatan kapasitas perekonomian Sulawesi Utara tidak terlepas dari adanya dukungan pemerintah pusat dalam bentuk transfer dana berupa Dana Perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus ke Provinsi serta Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara. Total transfer daerah Provinsi Sulawesi Utara dan 15 kab/kota dibawahnya pada tahun 2014 mencapai Rp9,23 triliun atau naik 6,83% dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 4.1. Perkembangan Transfer Dana Pusat Ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara (dlm (Rp.Miliar) miliar rupiah) Dana Dana Perimbangan
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014*
4,376
5,283
5,462
5,998
6,993
7,941
274
336
331
325
356
378
340
Dana Alokasi Umum (DAU)
3,428
4,059
4,431
4,964
5,947
6,725
6,917
Dana Alokasi Khusus (DAK)
674
887
700
709
689
838
881
280
394
221
1,153
434
703
1,092
4,656
5,676
5,683
7,150
7,427
8,644
9,231
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus TOTAL
8,138
*) Data Update per 30 M aret 2014
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
Secara rata-rata, porsi Dana Perimbangan terhadap keseluruhan dana transfer relatif lebih besar dibandingkan porsi Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Porsi Dana Perimbangan mencapai 59
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
88% dari total Dana transfer atau senilai Rp8,14 triliun. Sementara itu jika dilihat dari komponen penyusunnya, Dana Perimbangan terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dengan nilai sebesar Rp6,92 triliun atau 84,99% dari total dana perimbangan, lalu diikuti oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp881 miliar atau 19,82% dari total Dana Perimbangan. Sementara porsi terkecil adalah Dana Bagi Hasil (DBH) senilai Rp340 miliar atau 4,17% dari total dana perimbangan. Porsi Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus terhadap keseluruhan dana transfer sebesar Rp1,09 triliun atau hanya 12%. Namun demikian, terlihat adanya peningkatan alokasi dibandingkan tahun 2013 sebesar 13,42%. Berdasarkan wilayahnya, alokasi Dana Perimbangan terbagi atas pengalokasian di wilayah Provinsi Sulawesi Utara dan Seluruh wilayah Kab/Kota di Sulut. Dari total Dana Perimbangan yang disalurkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2014, komposisi dana terbesar diperoleh pemerintah Prov. Sulut dengan alokasi sebesar 15% atau mencapai Rp1,38 triliun. Sementara itu, kab/kota yang mendapatkan alokasi dana terbesar adalah kota Manado senilai Rp1 triliun atau sebesar 11% dari total dana perimbangan. Grafik 4.1. Pangsa Komponen Dana Perimbangan Prov/Kab/Kota di Sulawesi Utara Tahun 2014
Dana Alokasi Khusus (DAK) 11%
Grafik 4.2. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2014 Kab. Kepulauan Sitaro 5%
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 4%
Kab. Bolaang Mongondow Timur 4%
Kab. Bolaang Mongondow Utara 4% Kab. Minahasa
Kab. Bolaang Mongondow Selatan 4%
Prov. Sulawesi Utara 15%
Tenggara 6%
Kab. Bolaang Mongondow 7%
Kota Kotamobagu 5% Kab. Minahasa Selatan 0%
Dana Alokasi Umum (DAU) 85%
Kab. Minahasa 9%
Kab. Minahasa Utara 6%
Kab. Sangihe 7%
Kota Tomohon 5%
Kota Bitung 7%
Kab. Kepulauan Talaud 6%
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
Ketergantungan
suatu
daerah
Grafik 4.3. Proporsi Sumber Pendapatan Daerah
terhadap
pendanaan dari pusat pada dasarnya masih terjadi di seluruh Indonesia. Namun demikian, pada
tahun
2014,
tingkat
Kota Manado 11%
ketergantungan
PAD
Dana Perimbangan
Proporsi Sulut
Proporsi Rata-rata seluruh Indonesia
2,500,000.00
100% 90%
2,000,000.00
80% 70%
daerah
relatif
1,500,000.00
menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu
1,000,000.00
dari
terhadap
pendanaan
pusat
sebesar 85% pada tahun 2013 menjadi
84% pada tahun 2014. Sementara itu jika dilihat
60% 50% 40% 30%
500,000.00
20% 10%
-
0% 2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
60
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
tren perkembangannya, rasio tingkat ketergantungan Sulawesi Utara terhadap alokasi dana perimbangan masih lebih rendah dibandingkan daerah lainnya di Indonesia, yaitu pada kisaran 60% dengan tren yang terus menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi Sulawesi Utara sudah cukup baik dan mandiri yang berdampak pada meningkatnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pendapatan dalam mendukung pembangunan daerah.
4.2. APBD di Tingkat Provinsi Dukungan fiskal daerah terhadap perekonomian Sulawesi Utara tercermin dari peningkatan nilai APBD Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan nilai APBD Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2013. Tabel 4.2. Kinerja APBD Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 September 2014
No
I
Uraian
Pendapatan
%
Nominal
%
1,609 584
78
2,329
1,653
71
76
944.6
658.2
69.7
1,044
1,024
98
1109.5
772.6
69.6
256
0
0
274.7
221.7
80.7
2,277 1,540
1,133 805
50
2,453
1,213
49
52
1570.6
864.2
55.0
475
161
34
509.8
186.1
36.5
2
1
46
10.0
1.6
15.9
Transfer (Ke Kab/Kota/Desa)
260
166
64
362.3
160.9
44.4
Pembiayaan
213 253
253 253
119
123
249
202
100
148.3
249.4
168.2 168.2
Dana Perimbangan Lain-lain PAD yang Sah Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga III
Nominal
Realisasi APBD Tw. III-2014
APBD 2014 (Rp Miliar)
2,064 764
Pendapatan Asli Daerah
II
Realisasi APBD Tw. III-2013
APBD-P 2013 (Rp Miliar)
Penerimaan Daerah
253
253
100
148.3
249.4
Pengeluaran Daerah
- SILPA
40
0
0
25
0
0
- Penyertaan Modal (Investasi) Pemda
40
0
100
25
0
100
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Meskipun terlihat adanya peningkatan nilai APBD, namun demikian rata-rata realisasi masingmasing komponen, baik komponen pendapatan, belanja maupun pembiayaan pada triwulan III 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. Dari sisi pendapatan, realisasi tercatat Rp1,65 triliun baru mencapai 71% dari total target pendapatan. Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pada tahun sebelumnya yang tercatat Rp1,60 triliun atau sebesar 78%. Di sisi belanja, realisasi pada triwulan III 2014 juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang baru mencapai Rp1,21 triliun atau hanya 49% dari total alokasi anggaran belanja. Pencapaian ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp1,13 triliun atau sudah mencapai 50%.
61
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan
diperlukan
adanya pembiayaan
sebagai sumber pendapatan
tambahan.
Pembiayaan tersebut berasal dari Sisa Lebih Penerimaan Daerah (SILPA) dikurangi dengan penyertaan modal (investasi). Total pembiayaan yang direalisasikan pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp249 miliar, lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp253 miliar. 4.2.1. Pendapatan Daerah di Tingkat Provinsi Realisasi pendapatan pemerintah provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 tercatat mencapai Rp1,65 triliun atau 71% dari total target pendapatan. Realisasi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp1,60 triliun atau 78% dari total target pendapatan. Tabel 4.3. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 September 2014
Uraian PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah
Realisasi APBD Tw. III-2013
APBD-P 2013 (Rp Miliar)
Nominal
Realisasi APBD Tw. III-2014
APBD 2014 (Rp Miliar)
%
2,064 764
1,609 584
78
Nominal
%
76
2,329 945
1,652 658
71 70 68
644
494
77
821
558
- Retribusi Daerah
36
13
36
38
17
44
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
33 51
33 44
100 86
40 46
29 54
74 118
1,044
843
81
1,110
773
70
97
61
63
93
34
37
7
3
48
7
8
121
886 54
738 41
83
950 60
712 18
75 30
275
222
81
- Pajak Daerah
- Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
255
181
75 71
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan komponennya porsi dana perimbangan menempati posisi terbesar dalam pembentukan pendapatan daerah yaitu sebesar 48%, lalu diikuti oleh komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 41% dan dana transfer otsus sebesar 12%. Masih tingginya porsi dana perimbangan menunjukkan bahwa peran dana pusat di daerah masih cukup tinggi. Namun demikian, jika dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama, porsi PAD menunjukkan peningkatan dari sebelumnya 37% terhadap total pendapatan. Jumlah dana perimbangan pada 2014 tercatat sebesar Rp1,11 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp1,04 triliun. Peningkatan nilai juga terjadi pada kompenen dana transfer dari Rp255 miliar menjadi Rp275 miliar, serta PAD dari Rp764 miliar menjadi Rp945 miliar. Sampai dengan triwulan III 2014, realisasi PAD baru mencapai Rp658 miliar atau 70% dari target. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama
62
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
tahun lalu yang mencapai 76% dari target atau senilai Rp584 miliar. Realisasi PAD terutama berasal dari pajak daerah yang tercatat sebesar Rp 558 miliar, atau sudah mencapai 68% dari target. Untuk dana perimbangan pada triwulan III 2014, realisasi mencapai Rp773 milliar atau 70% dari target. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp843 milliar atau 81% dari target. Sementara itu penerimaan dana otsus di triwulan III 2014 mencapai Rp222 milliar atau 81% dari target. Pencapaian target ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 pada periode yang sama dimana hanya mencapai Rp181 milliar atau 71% dari target.
4.2.2. Belanja Daerah di Tingkat Provinsi Total anggaran untuk belanja daerah oleh pemerintah provinsi Sulut pada tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu dari Rp1,96 triliun menjadi Rp2,45 triliun, atau meningkat 25% Secara proporsi, Belanja Daerah dapat dilihat dari sisi pengelompokkan Belanja Operasi dan Belanja Langsung
Tidak Langsung. Pengelompokkan Belanja Operasi
Modal
Modal dilakukan
untuk melihat besaran komponen belanja pemerintah yang digunakan untuk kegiatan operasional kantor dan belanja investasi. Secara pengertian, Belanja modal berarti pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan/atau menambah nilai asset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi asset tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Sementara Belanja Operasi merupakan pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran pegawai, pembelian barang, bantuan sosial dan bantuan keuangan lainnya. Tabel 4.4. Kinerja Belanja Daerah (Operasi-Modal) Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 September 2014
Uraian BELANJA
Realisasi APBD Tw.III-2013
APBD-P 2013 (Rp Miliar)
Nominal
%
2,277 1,540
1,133 805
50
- Belanja Pegawai
503
- Belanja Barang
750
- Belanja Subsidi
Belanja Operasi
- Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan Keuangan Belanja Modal - Belanja Tanah - Belanja Peralatan dan Mesin - Belanja Bangunan dan Gedung - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan - Belanja Aset Tetap Lainnya Belanja Tak Terduga Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa)
Realisasi APBD Tw. III-2014
APBD 2014 (Rp Miliar)
Nominal
%
52
2,453 1,571
1,212 864
49 55
333
66
591
369
62
282
38
570
257
45
0
0
0
0
1
281
188
67
68
2
29
317 20
215
6 1
6
32
-
0
72
17
24
475
161
510
186
36
141
32
34 23
98
22
23
39
76
31
38
81
32
35
46
136 114
42 55
48
150 184
2
0
14
3
0
7
2
1
46
10
2
16
260
166
64
362
161
44
90
25 49
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
63
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Dilihat berdasarkan komponennya, pagu anggaran belanja 2014 masih didominasi oleh belanja operasional yang mencapai 64% dari total anggaran belanja. Sementara belanja modal tercatat hanya sebesar 21%, diikuti oleh komponen bagi hasil 15% dan sisanya komponen belanja tak terduga. Masih relatif rendahnya komposisi belanja modal menunjukkan bahwa dukungan fiskal terhadap komponen belanja yang memberikan multiplier effect lebih besar terhadap perekonomian masih lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran untuk belanja rutin pegawai. Sementara itu, sampai dengan triwulan III 2014, realisasi belanja daerah baru mencapai Rp1,21 triliun, atau 49% dari total anggaran belanja. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp1,13 triliun atau 50% dari target belanja. Realisasi biaya operasi pada triwulan III 2014 mencapai 55% dari target atau senilai Rp864 miliar, lebih tinggi dari pencapaian tahun sebelumnya Rp805 miliar atau 52% dari target. Sementara itu untuk belanja modal tercatat telah terealisasi 36% atau senilai Rp186 miliar, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 34% atau senilai Rp161 miliar. Tabel 4.5. Kinerja Belanja Daerah (Langsung-Tidak Langsung) Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 September 2014 Uraian Belanja
Realisasi APBD Tw. III-2013
APBD-P 2013 (Rp Miliar)
Nominal
Realisasi APBD Tw. III-2014
APBD 2014 (Rp Miliar)
%
Nominal
%
2,277 971
1,133 653
50 67
2,453 1,328
1,213 748
49 56
422
297
70
546
347
63
0
0
0
0
281
188
67
317
215
68
6
2
29
20
6
32
260
166
64
362
161
44
• Belanja Bantuan Keuangan
1
0
0
72
17
24
• Belanja Tidak Terduga
2
1
46
10
2
16
1,306
480
37
1,125
465
41
Belanja Tidak Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Subsidi • Belanja Hibah • Belanja Bantuan Sosial • Belanja Bagi Hasil
Belanja Langsung • Belanja Pegawai
1-
81
36
45
45
22
48
• Belanja Barang dan Jasa
750
282
38
570
257
45
• Belanja Modal
475
161
34
510
186
37
Surplus/(Defisit)
(213)
476
(124)
440
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Komponen belanja pemerintah juga dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung berarti alokasi belanja yang ditetapkan dapat diukur atau dibandingkan dengan output yang dihasilkan diantaranya dalam bentuk penambahan aset. Sementara Belanja Tidak Langsung berarti anggaran belanja yang bersifat
common cost atau digunakan secara bersama-sama untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja non investasi.
64
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Pagu belanja langsung pada tahun 2014 sebesar Rp1,12 triliun (46%), sementara biaya tidak langsung tercatat Rp1,32 triliun (54%). Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai (41%), belanja hibah (24%), belanja bantuan sosial (2%), belanja bagi hasil (27%), belanja bantuan keuangan (5%), dan sisanya belanja tidak terduga. Sementara belanja langsung terdiri dari belanja pegawai (4%), belanja barang dan jasa (51%), serta belanja modal (45%). Sampai dengan triwulan III 2014, realisasi belanja terbesar terjadi pada kelompok belanja tidak langsung yang mencapai 56% atau senilai Rp748 miliar, lebih rendah dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun lalu yang mencapai 67% atau senilai Rp653 miliar. Sementara belanja langsung baru pada triwulan III 2014 tercatat mencapai 41% atau senilai Rp465 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi periode sebelumnya yang mencapai 37% atau senilai Rp480 miliar. 4.2.3. Pangsa Realisasi APBD Terhadap PDRB Dengan melakukan identifikasi terhadap pos-pos belanja dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua) kegiatan utama berdasarkan tabel PDRB sisi permintaan, yaitu Konsumsi Pemerintah dan Investasi (PMTB) belanja modal, diperoleh hasil bahwa pada triwulan III 2014, realisasi konsumsi pemerintah tercatat sebesar 7% terhadap PDRB harga berlaku Provinsi Sulawesi Utara, sedangkan realisasi belanja modal hanya memiliki pangsa sebesar 1%. Tabel 4.6. Pangsa Realisasi APBD Provinsi s.d. 30 September 2014 Terhadap PDRB
Uraian
PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah
Realisasi APBD Tw.III 2014 (Rp Miliar)
% thd PDRB
1,652
11
658
4
558
4
- Retribusi Daerah
17
0
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
29
0
54 773
0 5
34
0
8
0
- Dana Alokasi Umum
712
5
- Dana Alokasi Khusus
18
0
222
1
1,212 1,027
8 7
- Belanja Pegawai
369
2
- Belanja Barang
257
2
- Belanja Subsidi
1
0
215
1
6
0
17
0
2
0
- Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya BELANJA Konsumsi Pemerintah
- Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan Keuangan - Belanja Tak Terduga - Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) Pembentukan Modal Tetap Bruto (Belanja Modal) Surplus/(Defisit)
161
1
186
1
440
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
65
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Tingginya pangsa konsumsi pemerintah tercermin dari kinerja konsumsi dalam struktur perekonomian Sulawesi Utara yang memiliki kontribusi besar dalam PDRB, lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi investasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa stimulasi APBD lebih banyak dialokasikan untuk pembiayaan operasional pemerintahan dibandingkan dengan pembangunan fisik. Sementara itu, dampak realisasi APBD Provinsi terhadap perkembangan uang beredar sampai dengan posisi triwulan III 2014 mengalami penurunan, hal ini tercermin dari kondisi surplus APBD sebesar Rp440 miliar yang berarti jumlah realisasi belanja pemerintah lebih rendah dibandingkan realisasi pendapatan.
66
Halaman ini sengaja dikosongkan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB V
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional merupakan salah satu tugas Bank Indonesia yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan Undangundang Republik Indonesia No.6 tahun 2009. Mengacu pada pasal 1 Undang-undang tersebut, Sistem Pembayaran berarti seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Kegiatan ini dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai. Pembayaran secara tunai dilakukan menggunakan mata uang Rupiah, sementara pembayaran non tunai dilakukan dengan cara kliring ataupun Real Time Gross Settlement (RTGS). Dalam menjaga kelancaran pembayaran secara tunai, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar ( clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai sesuai dengan salah satu misi dari Bank Indonesia yaitu mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. Sebagai representasi Bank Indonesia di daerah, fungsi mengatur kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai di Sulawesi Utara dijalankan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara yang sekaligus melayani wilayah Provinsi Gorontalo. Perekonomian Sulawesi Utara yang masih tumbuh positif pada triwulan III 2014 didukung pula oleh aktivitas sistem pembayaran tunai maupun non-tunai. Aktivitas permbayaran tunai pada periode laporan menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp170 miliar, yang berarti bahwa arus dana keluar dari khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara lebih besar daripada dana yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara. Kondisi ini merupakan siklus umum yang terjadi secara tahunan dimana terjadi peningkatan aktivitas perekonomian yang didorong oleh peningkatan konsumsi pada masa
seasonal Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah. Di sisi lain, kondisi pembayaran non tunai menunjukkan peningkatan aktivitas, khususnya dilihat dari volume kliring, dari 93 ribu lembar para triwulan II 2014 menjadi 123 ribu pada triwulan III 2014.
71
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 5.1.1. Perkembangan Aliran Uang Kartal ( Inflow/Outflow ) Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan III 2014 di wilayah Sulawesi Utara menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp170 miliar. Bank Indonesia mencatat jumlah aliran keluar
(outflow) pada triwulan III sebesar Rp 2.35 triliun, sedangkan aliran uang masuk (inflow) sebesar Rp 2.19 triliun. Hal ini tidak jauh berbeda dengan periode triwulan II 2014 yang mencatat net
outflow sebesar Rp 0.17 triliun yang terdiri dari Rp1,13 triliun arus inflow dan Rp1,30 arus outflow. Kondisi net outflow didorong oleh tingginya permintaan akan uang beredar di masyarakat yang didorong oleh peringatan hari besar keagamaan Idul Fitri dan masa liburan sekolah pada periode laporan. Secara series bulanan, kondisi net outflow yang terjadi pada triwulan III 2014 mencapai peak pada bulan Juli 2014, yang selanjutnya menurun pada bulan Agustus 2014 dan kembali meningkat pada bulan September 2014. Grafik 5.1.
Netflow Aliran Kas Uang Kartal Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Untuk menjamin ketersediaan uang layak edar dimasyarakat Bank Indonesia menerapkan kebijakan clean money policy. Dalam rangka penerapan strategi clean money policy, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah Tidak Layak Edar (UTLE). Rasio UTLE menunjukkan sejumlah uang yang termasuk dalam kategori tidak layak edar akibat kondisi uang yang sudah lusuh, rusak dan kotor. Proses pemusnahan tersebut telah dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan uang layak edar di masyarakat.
72
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Selama triwulan III 2014, rasio Uang Tidak Layak Edar (UTLE) terhadap uang kartal yang masuk ke khazanah Bank Indonesia tercatat sebesar 8.04%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu 17.29%. Secara nominal, jumlah Uang Yang Tidak Layak Edar (UTLE) selama triwulan laporan tercatat sebesar 175 Miliar. Grafik 5.2. Rasio Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Terhadap Inflow
Dalam upaya menjaga kualitas uang tetap berada pada kondisi baik, Bank Indonesia senantiasa melakukan sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat. Salah satu program yang terus disosialisasikan adalah tagline Didapat, Disimpan, Disayang yang berarti uang tidak boleh diremas, dibasahi, dilipat dan distraples.
5.1.3. Perkembangan Kas Titipan Dalam perannya sebagai mitra strategis Pemerintah Daerah yang juga bertanggung jawab mengawal tingkat likuditas uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara melakukan kegiatan kas titipan. Kas titipan diharapkan dapat melayani kebutuhan uang beredar masyarakat di Sulawesi Utara terutama di daerah-daerah yang relatif jauh dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara. Penyelenggaraan kegiatan kas titipan ini dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Kabupaten Tahuna, Kota Kotamobagu dan diluar wilayah Sulawesi Utara yaitu Provinsi Gorontalo.
73
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 5.3.
Netflow Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara di Gorontalo
Kondisi aliran kas titipan di Gorontalo sepanjang triwulan III 2014 menunjukkan posisi net
inflow sebesar Rp258 miliar, berbeda dengan periode sebelumnya yang mencatat kondisi net outflow sebesar Rp78 miliar. Pada triwulan laporan, jumlah uang yang masuk ke dalam kas titipan (inflow) di Gorontalo tercatat Rp988 miliar, sedangkan jumlah uang keluar (outflow) lebih besar yaitu tercatat sebesar Rp730 miliar. Grafik 5.4.
Netflow Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara di Tahuna
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Selain di Provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuna. Pada triwulan III 2014, kas titipan di Tahuna juga mengalami net outflow sebesar Rp9,7 miliar, dengan jumlah uang keluar (outflow) sebesar Rp184 miliar yang lebih tinggi jika dibandingkan jumlah kas masuk (inflow) Rp175 miliar.
74
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 5.5.
Netflow Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara di Kotamobagu
Sementara itu, kas titipan Kotamobagu yang baru beroperasi sejak tahun 2014 mencatat kondisi net outflow sebesar Rp82 miliar pada triwulan laporan. Hal ini disebabkan oleh nilai
outflow pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp192 miliar, lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang masuk ke kas titipan Bank Indonesia yang berjumlah Rp110 miliar. 5.1.4. Penemuan Uang Palsu Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan, mengedarkan, dan menarik uang untuk menjaga ketersediaan Uang Layak Edar di masyarakat juga berperan aktif dalam upaya pemberantasan uang palsu. Hal ini dilakukan dengan melakukan sosialisasi keaslian Rupiah dengan tag line 3D (dilihat, diraba, dan diterawang). Melalui upaya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat mengenali Rupiah asli dan diharapkan dapat mengurangi jumlah uang palsu yang beredar. Di sisi lain, Bank Indonesia juga terus meningkatkan kerjasama dengan pihak berwajib dalam menangani kasus peredaran uang palsu. Tabel 5.1. Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Pecahan
2012
2013
2014
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Rp100.000,-
36
19
31
71
29
30
24
51
140
118
203
Rp50.000,-
57
32
26
28
37
34
10
15
9
6
12
Rp20.000,-
16
2
1
1
3
-
-
-
-
-
4
Rp10.000,-
7
4
1
2
-
-
-
1
-
-
-
Rp5.000,-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Rp 1,000,-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
116
57
59
102
69
64
34
67
149
124
Total
219
75
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Jumlah uang palsu di Sulut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulut tercatat sebanyak 219 lembar terdiri dari 203 lembar uang pecahan Rp100 ribu, 12 lembar pecahan Rp50 ribu dan 4 lembar pecahan Rp20 ribu. Peningkatan jumlah uang palsu sebesar 76% menunjukkan bahwa koordinasi antara masyarakat dan aparat dalam mengendalikan peredaran uang palsu semakin semakin meningkat. Secara historis, pecahan uang palsu yang banyak ditemukan selama dua tahun terakhir adalah uang kertas pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu, atau sekitar 90% dari seluruh pecahan uang palsu yang ditemukan. Grafik 5.6. Perkembangan Jumlah Pecahan Uang Palsu yang Ditemukan di Wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
5.2. Perkembangan Alat Pembayaran Non-Tunai Perkembangan perekonomian yang semakin pesat menuntut ketersediaan layanan pembayaran yang tepat, handal dan aman yang mendukung aktivitas perekonomian dari masyarakat. Sistem pembayaran non tunai menjadi alternatif utama bagi masyarakat untuk dapat melakukan transaksi secara efisien dan aman. Sistem pembayaran non tunai terdiri dari dua sistem yaitu kliring untuk transaksi retail value dan Real Time Gross Settlement (RTGS) untuk transaksi high
value. Sistem kliring memfasilitasi transaksi pembayaran non tunai masyarakat dengan menggunakan instrumen surat berharga cek/bilyet giro. Sementara itu RTGS pada dasarnya merupakan muara dari seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Dengan menggunakan RTGS, pemindahan dana dilakukan secara elektronik dan real time (saat itu juga). 5.2.1. Perkembangan Kliring Perkembangan kliring di Provinsi Sulawesi Utara selama triwulan III 2014 mengalami peningkatan dari sisi jumlah jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sementara dari sisi
76
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
nominal aktivitas kliring tercatat menurun. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan III 2014 sebanyak 123 ribu lembar dengan nilai Rp2,53 triliun atau meningkat dari 93 ribu lembar pada triwulan II 2014 dengan nilai Rp2,59 triliun. Sejalan dengan kondisi perputaran kliring yang menunjukkan adanya peningkatan dari sisi lembar, rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan juga meningkat dari 1,4 ribu lembar pada triwulan II 2014 menjadi 1,9 ribu lembar pada triwulan III 2014, dengan rata-rata nominal pada triwulan laporan mencapai Rp41,08 miliar. Tabel 5.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di Wilayah Sulawesi Utara
KETERANGAN Perputaran Kliring a. Lembar b. Nominal (Rp miliar) Rata-rata perputaran kliring per hari a. Lembar b. Nominal (Rp miliar) Persentase rata-rata penolakan a. Lembar (%) b. Nominal (%)
2013 Q1
Q2
Q3
Q4
99,655 101,927 2,657 2,816
Q1
2014 Q2
Q3
82,527 2,446
93,703 2,593
123,665 2,536
91,631 2,408
98,823 2,411
1,527 40.13
1,569 38.27
1,582 42.18
1,701 47.13
1,375 40.76
1,487 41.16
1,974 41.08
1.87 2.19
2.13 1.94
2.03 2.07
1.96 2.08
2.15 2.19
1.97 2.33
1.70 2.52
Sementara itu rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan III 2014 tercatat mencapai 1.70% dari rata-rata lembar warkat yang dikliringkan perhari atau turun dari sebelumnya 1,97%. 5.2.2. RTGS (Real Time Gross Settlement ) Dengan semakin meningkatnya transaksi yang dilakukan masyarakat, pemanfaatan BI-RTGS sebagai sarana penyelesaian akhir transaksi pembayaran sepanjang triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp297 miliar dengan volume sebesar 264, atau tumbuh masing-masing 49,24% (yoy) dan
1,12% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tabel 5.3. Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement Periode
Q1 Q2 2012 Q3 Q4 Q1 Q2 2013` Q3 Q4 Q1 2014 Q2 Q3 Growth TW III 2014 (yoy)
From To From - To Nilai (Miliar) Volume (Satuan) Nilai (Miliar) Volume (Satuan) Nilai (Miliar) Volume (Satuan) 811.23 2615 1911.41 3027 135.53 198 847.04 2868 2068.58 3451 158.04 272 901.58 2674 2021.56 3498 112.04 226 949.34 2868 1824.02 3287 147.39 252 1310.5 2966 1849.41 2419 175.48 324 953.01 3108 1785.5 3339 154.67 249 1118.21 3189 1634.7 2735 199.19 267 1295.52 3454 1781.65 2872 283.37 334 1249.55 3292 1460.19 2711 229.37 242 1308.32 3683 1670.88 2800 313.12 277 1337.48 5056 1345.6 4291 297.28 264 19.61%
58.54%
-17.69%
56.89%
49.24%
-1.12%
Sumber : www.bi.go.id
77
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB VI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
79
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami kontraksi temporer seiring moderasi pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Hal ini terindikasi dari jumlah tenaga kerja regional yang meski tumbuh namun diwarnai tingkat pengangguran yang meningkat. Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh 1,58% (yoy) seiring Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke angka 59,99%. Sementara itu tingkat pengangguran tercatat meningkat baik secara tahunan maupun dibanding triwulan sebelumnya. Kendati demikian, kondisi ketenagakerjaan diperkirakan membaik yang tercermin dari optimisme ketersediaan lapangan kerja di penghujung tahun seiring perayaan Natal dan Tahun Baru Sementara itu di sisi lain, berbagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara mencerminkan tekanan terhadap kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara. Meski demikian, tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum masih terjaga cukup baik dengan meningkatnya penghasilan di triwulan III 2014. 6.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami kontraksi seiring moderasi pertumbuhan baik dalam lingkup Sulut maupun nasional. Kontraksi tersebut tercermin dari jumlah tenaga kerja regional yang meski tumbuh namun diwarnai tingkat pengangguran yang meningkat. Kendati demikian, kontraksi diperkirakan berlangsung temporer seiring optimisme ketersediaan lapangan kerja khususnya di penghujung tahun seiring perayaan Natal dan Tahun Baru. Angka indeks ketersediaan lapangan kerja yang diperoleh dari Survei Konsumen (SK) menunjukkan optimisme terhadap ketersediaan lapangan kerja meningkat di triwulan III 2014. Nilai rata-rata indeks ketersediaan lapangan kerja pada triwulan III 2014 mencapai 196,00 atau meningkat dibanding nilai rata-rata triwulan I 2014 sebesar 190,83. Berdasarkan liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara ke sejumlah perusahaan di Sulawesi Utara, mayoritas perusahaan menyatakan jumlah tenaga kerja relatif stabil. Beberapa perusahaan berencana meningkatkan jumlah tenaga kerjanya. Peningkatan jumlah tenaga kerja tersebut diproyeksikan untuk mendukung rencana investasi perusahaan berupa pembukaan cabang usaha baru maupun untuk menambah tenaga penjualan dengan tujuan tercapainya target perusahaan yang meningkat pada tahun 2014.
81
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Nasional dan Sulawesi Utara
Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerj a Ketersediaan Lap. Kerja
(%)
200
16
Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
Titik optimis =100
180
14
160
12
140
10 8
120
7,54
6,39
100 80
6
6,25
4
60
5,94
40
2
TPT Nasional
TPT Sulut
20
0
0
Feb Agt Feb Agt
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
2013
Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul 2010
2014
Sumber: BPS
2011
2012
2013
2014
Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Kondisi pengangguran di Sulawesi Utara menunjukkan perkembangan yang sejalan dengan nasional di mana angka pengangguran meningkat relatif dibanding 6 bulan sebelumnya. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di bulan Agustus 2014 tercatat sebesar 7,54%, atau meningkat cukup signifikan dibandingkan bulan Agustus 2013 yang sebesar 6,39%. Data bulan Agustus 2014 menunjukkan bahwa penduduk berusia produktif (usia 15 tahun ke atas) bertambah 4,14% (yoy) jika dibandingkan dengan Agustus 2013. Peningkatan jumlah penduduk berusia produktif tersebut disertai laju penambahan angkatan kerja yang lebih besar (4,55% yoy), dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat ke angka 59,99%. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah tenaga kerja di Sulut juga tumbuh 3,58% (yoy) menjadi sebanyak 981 ribu jiwa. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan di Sulawesi Utara Jumlah Bekerja
2009
2010
2011
2012
Ags
Ags
Ags
Ags
2013 Feb
2014 Ags
Feb
Ags
Penduduk 15 thn ke atas (ribu jiwa)
1.694
1.637
1.660
1.676
1.685
1.698
1.753
1.768
Angkatan Kerja (ribu jiwa)
1.051
1.037
1.084
1.038
1.089
1.015
1.159
1.061
Bekerja
940
937
991
957
1.011
947
1.075
981
Pengangguran
111
100
94
81
78
68
84
80
643
601
576
638
596
683
594
707
TPAK (%)
62,05
63,31
65,32
61,94
64,63
59,76
66,14
59,99
TPT (%)
10,56
9,61
8,62
7,78
7,19
6,67
7,26
7,54
Bukan Angkatan Kerja (ribu jiwa)
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Pertumbuhan tenaga kerja di Sulawesi Utara terutama didorong oleh penyerapan pada sektor industri yang tumbuh pesat mencapai 36,94% (yoy). Sementara perkembangan tenaga kerja di sektor perdagangan juga cukup baik, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 2,60% (yoy). Di sisi lain, sektor pertanian justru mengalami penurunan tenaga kerja sebesar 3,64% (yoy) sebagaimana juga sektor Jasa yang turun sebesar 2,34% (yoy).
82
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Meski menurun, komposisi tenaga kerja Sulawesi Utara menurut sektor lapangan pekerjaan utama pada triwulan laporan masih didominasi sektor pertanian dengan pangsa sebesar 33%. Penyerapan tenaga kerja yang cukup baik pada sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran) dan industri semakin memperbesar porsi kedua sektor tersebut dalam penggunaan tenaga kerja Sulut. Sementara sektor jasa (termasuk jasa pemerintahan) masih merupakan sektor terbesar ketiga dengan pangsa 20%. Sementara itu 22% tenaga kerja lainnya terbagi ke sektor pertambangan, listrik, angkutan, konstruksi, keuangan dan sektor lainnya. Tabel 6.3. Jumlah Penduduk yang Bekerja di Sulawesi Utara Menurut Lapangan Usaha (ribu jiwa) 2012
2013
Ags
Feb
2014 Ags
Feb
Growth (yoy)
Ags
Sektor Pekerjaan (ribu jiwa) Pertanian
322
328
333
343
321
-3,64%
59
68
52
73
71
36,94%
Perdagangan
193
209
191
224
196
2,60%
Jasa
186
202
185
209
180
-2,34%
Lainnya
217
229
205
226
212
3,70%
Jumlah
977
1.036
965
1.075
981
1,58%
Industri
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Grafik 6.3.
Share Penduduk Yang Bekerja di Sulut Menurut Lapangan Usaha
Lainnya 22%
Pertanian 33%
Jasa 18% Perdagangan 20%
Industri 7%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Dari seluruh penduduk yang bekerja di Sulawesi Utara, sebanyak 39% berprofesi sebagai buruh/karyawan dan 28% penduduk berwiraswasta sementara 14% merupakan pekerja bebas. Berdasarkan status pekerjaannya, dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pendekatan pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sementara sisanya digolongkan sebagai pekerja informal. Melalui pendekatan klasifikasi tersebut, maka pada Agustus 2014 pekerja informal di Sulawesi Utara masih lebih banyak dibanding pekerja formal, dengan komposisi 57,79% berbanding 42,21%. Jumlah pekerja informal di bulan Agustus 2014 tercatat sebesar 567 ribu orang atau bertambah
83
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
sebanyak 65 ribu orang dibanding Agustus 2013. Sebaliknya, jumlah pekerja formal tercatat menurun 4 ribu orang menjadi 414 ribu orang di bulan Agustus 2014.
Tabel 6.4. Penduduk Yang Bekerja di Sulawesi Utara Menurut Status Pekerjaan 2012
2013
Ags
Feb
2014 Ags
Feb
Growth (yoy)
Ags
Share
Status Pekerjaan (ribu jiwa) Berusaha Sendiri Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap - Buruh Tidak Dibayar Berusaha Dibantu Buruh TetapBuruh Dibayar Buruh/Karyawan
261
279
270
280
272
0,78%
27,76%
92
115
70
117
83
18,33%
8,42%
39
52
35
43
34
-3,83%
3,43%
380
370
383
382
380
-0,65%
38,78%
Pekerja Bebas
106
103
121
131
132
9,93%
13,51%
99
117
87
122
79
-8,87%
8,10%
977
1.036
965
1.075
981
1,58%
100,00%
Pekerja Tak Dibayar Jumlah Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
6.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Berbagai
indikator
tingkat
kesejahteraan
Grafik 6.4. Perkembangan Indeks Penghasilan Saat ini & Ekspektasi Penghasilan
masyarakat di Sulawesi Utara mencerminkan tekanan
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
Penghasilan Saat Ini
tingkat
200
kesejahteraan masyarakat secara umum masih
160
Sulawesi terjaga
Utara. cukup
Meski baik
demikian,
dengan
meningkatnya
penghasilan di triwulan laporan.
Ekspektasi Penghasilan
Titik optimis =100
180 140 120 100 80 60 40
Hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara mencatat rata-rata indeks penghasilan pada triwulan III
20 0 Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
2014 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indeks penghasilan tercatat tinggi pada awal triwulan III 2014, seiring hari raya Idul Fitri yang biasanya diwarnai pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan insentif lainnya. Ekspektasi penghasilan ke depan juga tercatat meningkat yang didorong meningkatnya aktivitas perekonomian di akhir tahun serta kenaikan Upah Minimum Provinsi tahun 2015. Kesejahteraan di sektor pertanian, yang merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar, tercatat mengalami kontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terlihat dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) di triwulan laporan yang menurun. Meski demikian, perkembangan NTP bulanan pada triwulan laporan terus menunjukkan tren peningkatan
84
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
setelah anjlok di awal triwulan III 2014. Mulai tahun 2014, selain menggunakan NTP sebagai indikator perkembangan kesejahteraan petani, digunakan pula Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang hanya memperhitungkan komponen pengeluaran di usaha petanian saja. Dengan merujuk pada angka NTUP tersebut, terlihat bahwa surplus usaha pertanian meningkat dan masih cukup menguntungkan (indeks NTUP di atas 100). Angka NTUP pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 105,04, naik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 104,91. Tabel 6.5. Komponen Indeks Dibayar Petani (IB) Growth (%) Rincian
Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani Konsumsi Rumah Tangga Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga Transportasi dan Komunikasi BPPBM Bibit Obat-obatan & Pupuk Sewa Lahan, Pajak & Lainnya Transportasi Penambahan Barang Modal Upah Buruh Tani Nilai Tukar Petani (indeks) Nilai Tukar Usaha Pertanian (indeks)
Q1 99,30 98,08 97,66 96,79 97,35 98,88 99,56 98,55 99,88 99,67 99,55 100,21 99,44 99,83 99,79 99,48 99,58 101,24
2012 Q2 99,37 99,53 99,41 99,27 99,05 99,74 99,77 99,60 99,88 99,92 99,92 100,08 100,09 99,93 99,88 99,84 99,91 99,84
Q3 99,95 100,77 100,93 101,39 100,96 100,24 100,04 100,57 99,98 100,15 100,18 99,98 100,17 100,05 100,05 100,19 100,22 99,17
Q4 101,38 101,62 101,99 102,54 102,64 101,14 100,63 101,28 100,26 100,26 100,35 99,73 100,30 100,19 100,28 100,49 100,29 99,75
Q1 102,19 102,73 103,09 104,43 103,64 101,66 101,93 101,86 100,55 100,58 100,59 99,88 100,35 100,53 100,75 101,07 100,42 99,47
2013 Q2 103,52 103,50 104,28 105,93 103,98 102,11 102,09 102,11 100,66 100,67 100,70 100,07 100,55 100,74 100,94 101,05 100,52 100,02
Q3 105,90 107,30 108,67 111,84 105,09 104,17 102,54 103,79 100,96 113,98 102,30 100,13 101,10 100,97 107,38 101,45 101,87 98,69
Q4 106,27 108,43 109,97 112,70 106,16 107,01 103,40 104,71 101,44 116,86 103,46 102,39 101,91 102,09 110,44 102,37 103,14 98,00
Q1 107,27 109,23 110,93 113,78 106,63 108,50 104,10 104,74 101,82 118,71 104,30 104,45 102,69 103,28 113,30 103,15 103,75 98,21 102,99
2013 Q2 111,16 111,33 113,42 117,14 108,49 111,20 105,28 105,39 102,94 121,13 105,96 106,80 104,30 104,81 116,98 104,89 105,50 99,85 104,91
yoy Q3 111,83 112,07 114,27 118,63 108,80 111,78 105,69 105,68 103,49 121,13 106,47 107,04 104,85 105,23 117,13 105,24 106,26 99,78 105,04
5,60% 4,45% 5,15% 6,07% 3,54% 7,31% 3,07% 1,82% 2,51% 6,27% 4,07% 6,90% 3,71% 4,22% 9,08% 3,74% 4,30% 1,11%
qtq 0,60% 0,66% 0,75% 1,27% 0,29% 0,52% 0,39% 0,27% 0,54% 0,00% 0,48% 0,22% 0,52% 0,40% 0,13% 0,34% 0,71% -0,06%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah menggunakan tahun dasar 2012
Menggunakan tahun dasar yang baru (2012), rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara selama triwulan III 2014 tercatat sebesar 99,78, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 99,85. Pelemahan NTP terutama didorong oleh biaya hidup petani yang naik lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan pertanian. Indeks yang Diterima Petani (IT) yang mencerminkan pendapatan usaha petani tumbuh lebih rendah di triwulan laporan (0,60% qtq) dibandingkan dengan Indeks yang Dibayar Petani (IB) (0,66% qtq) yang merupakan indikator pengeluaran usaha petani. Meningkatnya IT sejalan dengan bertumbuhnya output sektor pertanian sebesar 5,06% (qtq). Kenaikan IB lebih didorong oleh naiknya pengeluaran dari sisi konsumsi rumah tangga, terutama oleh pengeluaran untuk bahan makanan yang sejalan dengan gejolak inflasi Kota Manado di triwulan III 2014. Berdasarkan subsektornya, petani pada subsektor tanaman hortikultura dan perikanan merupakan yang paling sejahtera, terlihat dari angka NTP yang lebih besar dibandingkan dengan subsektor lainnya. Sementara indeks NTP subsektor peternakan terus meningkat di atas
threshold minimum sejahtera, dengan angka 102,15 pada akhir triwulan laporan. Dengan menggunakan ukuran yang sama, petani di subsektor tanaman pangan dan perkebunan masih
85
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
berada di bawah batas sejahtera. Hal ini masih perlu menjadi perhatian karena pertanian pangan memiliki peran strategis dalam mendukung ketahanan pangan daerah, sementara komoditas unggulan Sulut umumnya berasal dari sektor perkebunan (kelapa, cengkeh, pala). Grafik 6.6. Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor
Grafik 6.5. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
104
Nilai Tukar Petani (indeks)
batas minimum sejahtera
Indeks Dibayar Petani (sb. kanan)
Indeks Diterima Petani (sb. kanan)
115
103
110
102
105
101 100 100
95 99 90
98
2011
2013
107,43
105,98 102,15
99,87 96,73
95,75
NTP
Jul
Apr
Jul
Jan
Okt
Jan
Apr
Jul
2012
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
2010
Oct
Jan
Apr
Jul
2009
Okt
80
Jan
85
96
Apr
97
110,00 108,00 106,00 104,00 102,00 100,00 98,00 96,00 94,00 92,00 90,00 88,00
Pangan
Holtikultura Perkebunan Peternakan Perikanan
Batas Minimum Sejahtera
2014
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, tahun dasar 2012
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara secara umum tercatat mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan, berbanding terbalik dengan angka kemiskinan secara nasional yang mengalami penurunan tipis. Meski demikian, tingkat kemiskinan Sulut masih di bawah angka nasional. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2014, Tingkat Kemiskinan di Sulawesi Utara berada pada angka 8,75%, naik dibandingkan dengan posisi September 2013 yang tercatat sebesar 8,50%. Naiknya tingkat kemiskinan tersebut bersumber dari bertambahnya jumlah penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan dari 200,16 ribu jiwa di bulan September 2013, menjadi 208,23 ribu jiwa pada bulan Maret 2014. Pertambahan penduduk miskin terutama terjadi pada wilayah perdesaan. Grafik 6.7. Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Sulut
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
86
Grafik 6.8. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Nasional dan Prov. Sulut
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Perubahan jumlah penduduk miskin di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Bertambahnya jumlah penduduk miskin di Sulawesi Utara tak lepas dari meningkatnya Garis Kemiskinan khususnya di wilayah perdesaan. Dari periode September 2013 ke Maret 2014, garis kemiskinan secara umum bergerak naik sebesar Rp.10.869, sehingga pada bulan Maret 2014 Garis Kemiskinan berada pada level Rp.261.117 per kapita per bulan dari sebelumnya Rp. 250.248. Kondisi tersebut menunjukkan perlambatan laju kenaikan Garis Kemiskinan secara umum di Sulut dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di wilayah perdesaan, Garis Kemiskinan meningkat dari Rp.245.872 per kapita per bulan menjadi Rp.257.845 atau naik Rp.11.973. Imbas dari peningkatan Garis Kemiskinan tersebut adalah semakin meningkatnya persentase penduduk miskin di daerah perdesaan, dari 10,46% di September 2013 menjadi 11,41% di Maret 2014. Sebaliknya, Garis Kemiskinan di wilayah kota mengalami perbaikan sebesar Rp.1.048, serta diiringi oleh perbaikan Tingkat Kemiskinan dari 6,12% di September 2013 menjadi 5,51% di Maret 2014. Tabel 6.6. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa meningkatnya Garis Kemiskinan didominasi oleh sumbangan komoditi makanan dibanding komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Dengan membandingkan angka September 2013 terhadap Maret 2014, sumbangan peningkatan GKM terhadap peningkatan GK sebesar 81%, sementara sumbangan peningkatan GKBM hanya sebesar 19%. Pada periode September 2013
Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) tercatat
mengalami peningkatan, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) relatif menurun. Nilai
87
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
indeks (P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Meningkatnya indeks P1 di Maret 2014 menunjukkan semakin melebarnya rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin dari garis kemiskinan, yang terutama terjadi di daerah perdesaan. Sementara itu nilai indeks P2 menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin, yang pada rentang September 2013
Maret 2014 semakin menurun di wilayah perkotaan dan tetap di wilayah
perdesaan. Dengan kata lain, kesenjangan pengeluaran penduduk miskin kota semakin mengecil. Tabel 6.7. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
88
Halaman ini sengaja dikosongkan
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB VII
PROSPEK PEREKONOMIAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
92
PROSPEK PEREKONOMIAN
PROSPEK PEREKONOMIAN 7.1.
Prospek Ekonomi Makro
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2014 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,1% 7,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III 2014. Pertumbuhan terutama akan berasal dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor Angkutan dan Komunikasi, sektor Jasa-jasa dan sektor Bangunan. Faktor utama yang diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan di akhir tahun adalah periode seasonal Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang dapat mendorong kinerja sektor PHR dan Angkutan, serta akhir periode tahun anggaran yang dapat mendorong kinerja sektor Bangunan dan Jasa-jasa. Indikator pertumbuhan positif perekonomian di akhir tahun tercermin dari hasil Survei
Grafik 7.1. Perkembangan Realisasi dan Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Provinsi Sulawesi Utara
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan secara triwulanan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Utara.
Hasil
SKDU
menunjukkan
bahwa
ekspektasi pelaku usaha dari 9 (sembilan) sektor ekonomi terhadap perkembangan dunia usaha pada triwulan IV 2014 akan meningkat dibandingkan triwulan III 2014, ditunjukkan dengan persentase Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
sebesar
28,61%,
lebih
tinggi
dibandingkan indikator perkiraan kegiatan usaha
pada
triwulan
III
2014
yang
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Sulut
menunjukkan nilai SBT sebesar 13,47%. Berdasarkan sektornya, hampir seluruh sektor menunjukkan perkiraan pertumbuhan positif dengan optimisme pertumbuhan tertinggi pada sektor PHR yang ditunjukkan dengan nilai SBT sebesar 7,67%. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV 2014 diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sulut sejalan dimasukinya periode seasonal Natal dan Tahun Baru serta semakin maraknya penyelenggaraan MICE menjelang akhir tahun. Indikator peningkatan aktivitas ekonomi di sektor PHR tercermin dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh KPw BI Sulut yang menunjukkan adanya perkiraan
93
PROSPEK PEREKONOMIAN
peningkatan angka Indeks Penjualan Eceran yaitu sebesar 256,54 pada Oktober 2014, lebih tinggi dibandingkan dengan indeks pada bulan September 2014 sebesar 253,03. Grafik 7.2
Grafik 7.3
Indeks Penjualan Eceran
Penjualan Kendaraan
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Sulut
Sumber : Pelaku Usaha, diolah
Perkiraan pertumbuhan positif sektor PHR juga tercermin dari optimisme pelaku usaha di bidang perdagangan besar terkait perkiraan peningkatan penjualan kendaraan di akhir tahun yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya.
Sektor Bangunan Kinerja sektor bangunan diperkirakan akan kembali memberi kontribusi yang lebih tinggi pada triwulan IV 2014 seiring dengan berakhirnya tahun anggaran meskipun dalam level yang terbatas. Pertumbuhan sektor bangunan yang lebih tinggi akan disumbang oleh lanjutan aktivitas pembangunan fisik pemerintah maupun swasta dalam bentuk pembangunan jalan dan jembatan serta kawasan bisnis dan pemukiman di kota Manado dan sekitarnya. Beberapa proyek pembangunan pemerintah yang masih akan berlanjut pada triwulan IV 2014 diantaranya: 1. Pembangunan waduk Lolak di Kab. Bolmong dan waduk Kuwil di Kab. Minahasa Utara. 2. Pembangunan bandara di Miangas dan Siau. 3. Pembangunan Jalan dan Jembatan di kota Manado dan kab/kota sekitarnya, antara lain dalam bentuk : (a) rekonstruksi jalan di lajur Girian
Likupang. Likupang
Wori, Tomohon
Kawangkoan, (b) rekonstruksi jembatan antara lain jembatan Sario, Matani, Girian, (c) pembangunan ruas jalan baru Girian
Kema, Kairagi
Bengkol, (d) pembangunan
jembatan baru dan lanjutan pembangunan jembatan Soekarno di Manado. 4. Pembangunan jalan tol Manado
Bitung
5. Pengembangan Fasilitas Pendukung Kawasan KEK Tanjung Meraha Bitung melalui penambahan fasilitas pelayanan operasional pelabuhan;
94
PROSPEK PEREKONOMIAN
Proyek pembangunan swasta yang masih terus berlanjut di kota Manado diantaranya pembangunan kawasan bisnis di sepanjang Boulevard, kawasan bisnis Kairagi, serta pembangunan kawasan pemukiman. Indikator pertumbuhan sektor konstruksi
Grafik 7.4 Indeks Penjualan Bahan Konstruksi
juga tercermin dari dari pergerakan angka Indeks Penjualan Barang Konstruksi. Dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Prov.
Sulut,
konstruksi
penjualan
pada
bulan
eceran
barang
Oktober
2014
diperkirakan akan meningkat ditunjukkan dengan indeks sebesar 256,54 lebih tinggi dibandingkan
dengan
indeks
pada Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Sulut
September 2014 sebesar 231,47.
Sektor Angkutan dan Komunikasi Kontribusi Sektor Angkutan dan Komunikasi
Grafik 7.5 Perkembangan Jumlah Penumpang
pada triwulan IV 2014 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya.
Faktor
utama
pendorong
pertumbuhan adalah periode seasonal Natal dan Tahun Baru serta berakhirnya tahun anggaran yang umumnya direspon dengan pelaksanaan berbagai kegiatan MICE. Indikator
pertumbuhan
positif
sektor
Sumber : Angkasa Pura
Angkutan dan Komunikasi juga terlihat dari pergerakan jumlah penumpang pesawat di awal triwulan IV 2014 (periode Oktober 2014) yang menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan akhir periode triwulan III 2014. Total penumpang yang datang di Bandara Sam Ratulangi pada bulan Oktober 2014 tercatat 88 ribu orang terdiri dari 86 ribu orang penumpang domestik dan 2 ribu penumpang internasional. Sementara penumpang yang berangkat dari bandara Sam Ratulangi pada bulan Oktober 2014 tercatat 87 ribu orang, terdiri dari 85 ribu penumpang domestik dan 2 ribu penumpang internasional. Pergerakan jumlah penumpang tersebut diperkirakan akan meningkat pada pertengahan hingga akhir periode laporan.
95
PROSPEK PEREKONOMIAN
Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV 2014 diperkirakan masih akan tumbuh moderat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan akan didorong oleh kinerja sub sektor perikanan dan sub sektor perkebunan, sementara sub sektor tanaman pangan diperkirakan masih akan tumbuh terbatas. Masih cukup baiknya kinerja sektor pertanian diperkirakan juga akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang mulai membaik, dengan curah hujan pada level menengah cenderung tinggi. Berdasarkan perkiraan BMKG, curah hujan di sebagian daerah di Sulut akan berada pada kisaran 200
300 pada bulan
November hingga Desember 2014. Grafik 7.6 Perkembangan Produksi Ikan
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Prov, Sulut
Grafik 7.7 Perkembangan Produksi Kelapa
Sumber : Dinas Perkebunan Prov. Sulut
Indikasi peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya pada sub sektor perikanan terlihat dari perkiraan hasil produksi perikanan tangkap yang meningkat pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan periode sebelumnya. Jumlah tangkapan ikan pada triwulan IV 2014 diperkirakan dapat mencapai 96 ribu ton atau tumbuh 7% (yoy), meningkat dibandingkan periode triwulan III 2014 yang tercatat tumbuh negatif 14%( yoy) dengan jumlah tangkapan sebanyak 95 ribu ton. Dari sisi sub sektor perkebunan, indikator pertumbuhan positif terlihat dari perkiraan pertumbuhan produksi tanaman kelapa yang meningkat dari 66 ribu ton menjadi 68 ribu ton atau tumbuh 0,6% (yoy).
96
PROSPEK PEREKONOMIAN
Sementara
itu,
perkembangan
sub
sektor tanaman pangan tercermin dari penurunan produktivitas tanaman padi
Grafik 7.8 ARAM Pertanian Padi 700,000
500,000
Angka
BPS Sulut,
400,000
produktivitas padi Sulut pada tahun 2014
300,000
diperkirakan hanya akan mencapai level
200,000
49
rendah
100,000
dibandingkan dengan produktivitas pada
0
(Ku/Ha),
(ARAM)
sedikit
lebih
tahun 2013 sebesar 50 (Ku/Ha).
Luas Panen (Ha)
50.5
Produktivitas (Ku/Ha)
50
600,000
Sulut pada tahun 2014. Berdasarkan Ramalan
Produksi (Ton)
49.5
49 48.5 48 47.5 47 46.5 46 45.5 2009
2010
2011
2012
2013
2014*
Sumber : Badan Pusat Statistik Prov. Sulut
Dilihat berdasarkan Penggunaan, perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2014 diperkirakan masih akan didorong oleh aktivitas konsumsi diikuti dengan membaiknya investasi dan ekspor. Tingginya konsumsi diperkirakan akan didorong oleh pola musiman Natal dan Tahun Baru serta peningkatan kegiatan MICE di akhir tahun. Indikator pertumbuhan konsumsi tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara yang menunjukkan adanya peningkatan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Oktober tercatat 142,25, atau lebih tinggi dibandingkan dengan IKK pada bulan September 2014 sebesar 140,08. Grafik 7.6 Indeks Keyakinan Konsumen
Sumber : Survei Konsumen KPw BI Prov.Sulut
Grafik 7.7 Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Sumber : Survei Penjualan Eceran KPw BI Prov. Sulut
Kegiatan investasi di akhir tahun diperkirakan akan tumbuh positif seiring dengan realisasi anggaran proyek swasta dan pemerintah di akhir tahun. Pertumbuhan positif investasi tercermin dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Prov. Sulut yang menunjukkan adanya peningkatan indeks penjualan barang konstruksi, dari 231,47 pada bulan September 2014 menjadi 232,82 pada Oktober 2014. 97
PROSPEK PEREKONOMIAN
Kegiatan
perdagangan
internasional,
Grafik 7.11 Perkembangan Harga Komoditas CPO
khususnya ekspor pada triwulan IV 2014 diperkirakan akan dapat terakselerasi seiring dengan peningkatan ketersediaan bahan baku yang tercermin dari peningkatan produksi ikan tangkap dan kelapa. (grafik7.6 dan 7.7). Di sisi lain, optimisme peningkatan kinerja ekspor juga didukung dengan tren harga komoditas internasional, khususnya minyak nabati (CPO) yang mulai menunjukkan tren peningkatan. Hal ini juga terkonfirmasi dari
Sumber : Bloomberg
hasil liaison kepada pelaku usaha ekspor minyak nabati yang menyatakan bahwa permintaan global terhadap produk minyak nabati mulai menunjukkan tren peningkatan.
7.2.
Prakiraan Inflasi
Tren perlambatan laju inflasi tahunan Kota Manado diprakirakan berbalik meningkat di triwulan IV 2014 seiring faktor musiman dan serangkaian kebijakan kenaikan harga. Angka inflasi Kota Manado di akhir tahun 2014 diperkirakan akan berada pada kisaran 7,18%±1% (yoy) dengan asumsi kenaikan harga BBM bersubsidi terealisasi di bulan November 2014. Dari sisi fundamental, inflasi inti diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi sisi eksternal diperkirakan berada pada level moderat di tengah terbatasnya peningkatan harga global sementara nilai tukar masih melemah. Dari sisi domestik diperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi masyarakat sesuai pola musiman di akhir tahun yang disertai dampak kenaikan LPG 12 kg terhadap makanan/minuman jadi. Dari sisi non fundamental, inflasi volatile foods diperkirakan meningkat yang didorong faktor musiman perayaan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu tekanan inflasi administered price diperkirakan semakin menguat dengan diberlakukannya serangkaian kebijakan kenaikan tarif energi dan transportasi. Faktor Fundamental Laju inflasi inti diperkirakan meningkat pada triwulan III 2014 yang lebih dipengaruhi tekanan domestik dan ekspektasi inflasi. Dari sisi eksternal, inflasi diperkirakan berada pada level moderat di tengah terbatasnya peningkatan harga komoditas global meski depresiasi nilai tukar masih berlanjut (grafik 7.12). Tekanan eksternal dari emas perhiasan juga diperkirakan masih lemah seiring koreksi harga emas internasional.
98
PROSPEK PEREKONOMIAN
Grafik 7.12 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 7.13 Interaksi Permintaan dan Penawaran 400
102 100
350
98
300
96
250
94
200
92 90
150
88
100
86
50
84
0
82 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2011
Q3
Q4
Q1
2012
Q2
Q3
Q1
Q2
2013
Indeks Riil Penjual Eceran (right axis)
Sumber : Bank Indonesia
Q4
Q3 Q4*
2014 Kapasitas Produksi (left axis)
Sumber : Survei Pedagang Eceran (SPE) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Prov. Sulut
Tekanan inflasi domestik diperkirakan berasal dari pola musiman peningkatan konsumsi masyarakat di akhir tahun seiring perayaan Natal dan Tahun Baru serta penyesuaian harga makanan/minuman jadi akibat kenaikan LPG 12 kg. Aktivitas konsumsi juga dapat semakin terdorong realisasi belanja pemerintah di akhir tahun termasuk diantaranya pencairan tunjangan sertifikasi guru dan insentif lainnya. Indikasi peningkatan konsumsi tercermin dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Prov. Sulawesi Utara yang menunjukkan kenaikan angka perkiraan indeks penjualan eceran pada triwulan IV 2014. Pada sisi produsen, kapasitas produksi diperkirakan masih cukup tinggi meski melemah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengindikasikan perusahaan sudah mengantisipasi pasokan sejak triwulan III 2014 (grafik 7.13). Grafik 7.14 Indeks Ekspektasi Pedagang & Konsumen thd Harga 3 bln yad 200 180 160
8,00
200
10,00
6,00
180
8,00
160
6,00
4,00
140 120 100 80 60
120
0,00
100
-2,00
80
-6,00 -8,00 1
3
5
7 2012
9 11 1
3
5
7 2013
9 11 1
3
5
7
140
2,00
-4,00
40 20 0
Grafik 7.15 Indeks Ekspektasi Pedagang & Konsumen thd Harga 6 bln yad
9 11
2014
Ekspektasi pedagang terhadap harga 3 bulan yad Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yad Inflasi mtm kumulatif 3 bln - sb. Kanan
Sumber : Survei Pedagang Eceran (SPE) - KPwBI Prov. Sulut
4,00 2,00 0,00 -2,00
60 40
-4,00
20
-6,00
0
-8,00 1
3
5
7
2012
9
11
1
3
5
7
2013
9
11
1
3
5
7
9
11
2014
Ekspektasi pedagang terhadap harga 6 bulan yad Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yad Inflasi mtm kumulatif 6 bln - sb. Kanan
Sumber : Survei Konsumen (SK)- KPwBI Prov. Sulut
Sementara itu tingkat ekspektasi inflasi masyarakat Sulut menunjukkan tren yang meningkat di triwulan IV 2014 dan memuncak di akhir triwulan, sebagaimana tercermin dari indeks ekspektasi konsumen maupun pedagang terhadap harga (Grafik 7.14 dan 7.15). Meningkatnya ekspektasi inflasi dipicu rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi di penghujung
99
PROSPEK PEREKONOMIAN
2014, dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulut Tahun 2015 yang ditetapkan sebesar Rp2.150.000,- atau naik 13,16% dibanding UMP tahun 2014. Faktor Non Fundamental Dari sisi non fundamental, dorongan permintaan pangan yang meningkat di saat perayaan Natal dan Tahun Baru diperkirakan menambah tekanan inflasi volatile foods di triwulan IV 2014. Inflasi volatile foods di awal triwulan IV 2014 diperkirakan berlangsung temporer akibat gejolak harga cabai yang cenderung telah mereda di akhir bulan Oktober. Sementara itu harga pangan lainnya terpantau masih dalam tren menurun di awal triwulan IV. Tekanan harga pangan secara umum diperkirakan mulai meningkat di pertengahan triwulan IV 2014 meski risiko gangguan produksi relatif berkurang seiring perkiraan musim penghujan yang sudah dimulai di bulan November. Berdasarkan pemantauan harga beberapa komoditas pada Pusat Informasi Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS) Sulawesi Utara dan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH), terlihat bahwa terjadi gejolak harga cabai rawit (rica) di bulan Oktober 2014 yang mereda di akhir bulan, sementara masih terjadi koreksi harga pada beberapa pangan lainnya (Grafik 7.16 & 7.17). Grafik 7.16. Perkembangan Harga Bahan Pokok Strategis
Grafik 7.17. Perkembangan Harga Bawang, Cabai, dan Tomat
120.000
5
120.000,00
100.000
4
100.000,00
3
80.000
25.000,00
20.000,00
80.000,00 15.000,00
2 60.000,00
60.000 1
10.000,00 40.000,00
40.000 0 20.000
-1
0
-2
-20.000
-3 Bawang Merah Rp./Kg Beras Superwin Rp./Kg Minyak Goreng Curah Rp./Kg Tomat Sayur Rp./Kg
Rica/Cabe Rawit Rp./Kg Gula Pasir Curah Rp./Kg Telur Ayam Rp./Kg Inflasi (mtm) - sb. Kanan
Sumber : PIHBS Sulut
5.000,00
20.000,00 -
I III I III I III I III I III V II IV II IV II IV I III I III V II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV I III I III I III V II IV I III Jan FebMaretApr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt 2013 Bawang Merah Bawang Putih
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH)
2014 Cabe Rawit Tomat Sayur (sb. Kanan)
KPw BI Sulut
Di sisi lain, tekanan inflasi kelompok administered prices diperkirakan semakin menguat pada triwulan IV 2014 seiring rencana kenaikan BBM bersubsidi serta lanjutan dampak langsung dari kenaikan LPG 12 kg yang mulai berlaku di pertengahan September. Sementara itu inflasi angkutan udara seiring periode peak season akhir tahun diperkirakan semakin bertambah dengan dikeluarkannya kebijakan kenaikan batas atas tarif pesawat. Tekanan inflasi
administered prices juga akan disumbangkan oleh lanjutan kenaikan tarif listrik rumah tangga.
100
PROSPEK PEREKONOMIAN
7.3.
PROSPEK PERBANKAN
Permintaan kredit pada triwulan yang akan datang diproyeksikan meningkat, sebagaimana tercermin dari hasil survei terhadap perbankan di Sulawesi Utara (Grafik 7.18). Optimisme peningkatan permintaan kredit pada triwulan yang akan datang dikarenakan adanya optimisme perbankan terhadap prospek usaha nasabah. Penggunaan kredit pada triwulan yang akan datang diproyeksikan dominan pada Kredit Modal Kerja, sebagaimana terlihat oleh jawaban 60% responden survei (Grafik 7.19). Sementara itu, sebagian kecil responden memproyeksikan permintaan kredit pada triwulan yang akan datang mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan
penetapan
persyaratan
kredit
yang
semakin
ketat.
Sektor-sektor
yang
diproyeksikan akan banyak menyerap kredit dari perbankan pada triwulan selanjutnya di Sulawesi Utara adalah sektor perdagangan, hotel & restoran, pertanian, konstruksi, jasa-jasa dunia usaha, serta pertambangan & penggalian.
Grafik 7.18 Perkiraan Permintaan Kredit Triwulan IV 2014
Sumber : Survei Perbankan Tw.III 2014 KPw BI Prov.Sulut
Grafik 7.19 Prioritas Utama Jenis Penggunaan Untuk Permintaan Kredit Baru Triwulan IV 2014
Sumber : Survei Perbankan Tw.III 2014 KPw BI Prov.Sulut
Sementara itu, prakiraan total dana pihak ketiga pada triwulan yang akan datang cenderung meningkat sampai dengan 10% yang disebabkan tingkat suku bunga dana meningkat, adanya insentif di luar tingkat suku bunga sebagai alasan utama, peningkatan fasilitas jasa perbankan. Beberapa faktor yang dapat menghambat peningkatan dana antara lain penurunan tingkat suku bunga dana, penurunan fasilitas jasa perbankan, dan alasan lainnya. Penempatan dana pada triwulan yang akan datang akan terfokus pada penyaluran kredit (63.64%), dan sisanya ditempatkan pada antar bank, antar kantor aktiva, aktiva dalam valas dan SBI. Penempatan DPK pada penyaluran kredit menjadi favorit karena perkreditan merupakan sektor produktif dan memiliki bunga yang kompetitif. Selain itu, kredit juga dinilai baik untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, merupakan bisnis utama perbankan, serta merupakan aktiva yang paling menguntungkan.
101
PROSPEK PEREKONOMIAN Grafik 7.20 Perkiraan Penempatan Dana Triwulan IV 2014
Sumber : Survei Perbankan Tw.III 2014 KPw BI Prov.Sulut
Grafik 7.21 Kesesuaian Perkembangan Bisnis Bank Terhadap Rencana Bisnis Bank
Sumber : Survei Perbankan Tw.III 2014 KPw BI Prov.Sulut
Di samping itu, dari hasil survei kepada perbankan mengenai kesesuaian perkembangan bisnis bank terhadap Rencana Bisnis Bank, dapat diketahui pula bahwa sebagian besar responden mengatakan perkembangan bisnisnya cukup sesuai dengan Rencana Bisnis Bank, sementara hanya sebagian kecil yang kurang sesuai. Hal tersebut menunjukkan bahwa bisnis perbankan Sulawesi Utara masih berjalan cukup baik di tengah pengetatan moneter yang sedang berlangsung.
102
Halaman ini sengaja dikosongkan
PROSPEK PERONOMIAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN PDRB
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm
month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq
quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy
year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
Konsumen (IKK)
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks
Harga
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
Konsumen (IHK)
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
Kondisi
Ekonomi
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
Konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil
Daerah (PAD)
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
Perimbangan
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata
Pembangunan
3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Manusia (IPM) Inflasi
Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
Price
harganya diatur pemerintah.
M1
Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
105
M2
Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo
Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral
Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM
Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs
Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan
agar debitur
kredit
dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM
Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow
Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow
Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow
Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB
Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
106