Politik Indonesia 1 (1) (2016) 1-14
Politik Indonesia Indonesian Political Science Review http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPI
DEMOKRASI MENUNDUKKAN ANARKI Andi Ali Said Akbar1 1
Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima 20 Oktober 2015 Disetujui 15 Desember 2015 Dipublikasikan 15 Januari 2016
Keywords:
Democracy, Anarkhi, Government Effectivity
Abstrak Kebebasan dan persaingan politik dalam demokrasi Indonesia rentan terhadap praktik politik antagonis.Terlihat dari maraknya tindak kekerasan sebagai metode perjuangan sejumlah Ormas baik beridentitas agama maupun politik. Pemicu bisa bersumber dari respon reaksioner atas ketidakmampuan menerima konsekuensi hidup berdemokrasi terutama dalam konteks penerapan etika tolerandanpluralis. Naiknya pamor kelompok minoritas di panggung politik, kebijakan yang tidak ramah kepada mayoritas dan toleransi kepada kelompok agama/kepercayaan lain adalah daftar isu yang rentan tindak kekerasan. Selainitu, Masalah juga bersumber dari ketidakefektifan Negara menegakkan hukum dan ketertiban. Dalam hal ini, rakyat menggunakan logika kekuasaannya sendiri untuk mensubtitusi kegagalan Negara. Sayangnya, Negara terkesan melakukan pembiaran pada berbagai penyakit demoralisasi masyarakat. Obat yang dinilai mujarab mengatur ormas adalah pemerintah menerbitkan UU Ormas. Namun Negara juga mengalami dilema yang tidak remeh. Penggiat masyarakat sipil mewaspadai Negara agar tidak terlalu dalam mengintervensi ruang public sipil. Oleh karena itu, Negara dan masyarakat harus menghormati konstitusi dan mentradisikan nilai demokrasi di internal Ormas. Kemudian etika itu dijadikan landasan menyikapi berbagai masalah social. Begitu pula Negara harus efektif menegakkan hukum dan ketertiban dalam hidupberdemokrasi. Dengan demikian, kehadiran UU Ormas dapat dipahami bersama sebatas efektifitas instrumental menciptakan perdamaian dalam Negara semata.
DEMOCRACY SUBDUES ANARCHY Abstract Freedom and political competition in the Indonesian democracy are vulnerable to the practices of antagonistic politics. It can be seen from the growing of violence acts as the struggle method of some mass organizations, whether those with the religious identity or those with the political identity. The triggering point can be from the reactionary response on the incapability of accepting the consequence of living for democracy prior to the context of implementing the tolerant and pluralist ethics.The rise of minority group reputation in the political arena, the policies that are not in favor of the majorityand the tolerance towards the other religious/belief groups are included in the list of issues which are vulnerable to the violence acts. In addition, the problem can also come from the ineffectiveness of the state in establishing the law and tranquility. In this case, the people use their own logic of power to substitute the failure of the state. Unfortunately, the state seems to ignore various diseases of social demoralization. The efficacious cure to organize social organizations is that the government shall release the mass organization law. However, the state undergoes the uneasy dilemma. The activists of civil society keep on guard against the state in order not to deeply intervene the civil public space. Therefore, the state and the society have to respect the constitution and make the democratic value as a tradition in the intern of mass organization. Then, the ethics is made as the basic for anticipating various social problems. Besides, the state has to be effective in establishing the law and tranquility in the living of democracy. So, the existence of the mass organization law can be understood together as long as the instrumental effectivity creates peace in the state. © 2016 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi: Jl. Prof. Dr. H.R. Boenyamin No.708 Grendeng Purwokerto, Jawa Tengah 53122 Indonesia Email:
[email protected] cc:
[email protected]
ISSN 2477 – 8060
Andi Ali Said Akbar/ Demokrasi Menundukkan Anarki
kedaerahan. Rangkaian perisitiwa tindakan
Pendahuluan Pluralitas mengakar
di
terciderai
kekerasan
toleransi
Indonesia
demokrasi yang kembali
dan
didukung
yang
kekerasan dan penganiayaan kerap digunakan
oleh
oleh ormas-ormas ini dalam memperjuangkan
semakin terkonsolidasi oleh
akhir-akhir
maraknya ini.
aksi
Fenomena
ideologi
dan
kepentinganya.
Rekaman
peristiwa tindak kekerasan dan vandalism ormas
sudah
mulai
menguat,
Bambang
radikalisme sejatinya bisa kita sebut sebagai
Hendarso Danuri menjelaskan terdapat 107
pelajaran pahit awal reformasi 1998 dimana
kasus tindak kekerasan ormas yang dilakukan
masyarakat kita banyak mengalami kekerasan
sejak tahun 2007 hingga 2010. Tahun 2011
etnik dan komunal. Daftar konflik dan
terdapat 20 kasus tindak kekerasan ormas.
kekerasan membentang mulai dari Konflik
Memasuki tahun 2012, kasus kekerasan belum
Ambon, Poso, Papua, Pontianak, Sampit,
menunjukkan tanda akan berakhir.1 Masih
Situbondo dan lain-lain. Terjadi gesekan yang
terdapat beberapa kasus tindak kekerasan
penyebabnya dialamatkan kepada perbedaan
penting FPI salah satu ormas yang cukup
agama dan suku. Walaupun tidak sedikit
dikenal sebagai pelaku tindakan ini. terdapat
analisis mencoba membedah lebih dalam
pula ormas kepemudaan dan sayap partai yang
bahwa konflik kekerasan tersebut akibat
terlibat tindakan anarkhis.
ketinpangan ekonomi dan dominasi sosial
Sesungguhnya kehadiran partisipasi
politik yang selama ini mereka alami.
banyak ormas adalah keniscayaan demokrasi.
Berlanjut ke rangkaian aksi terorisme yang
Indonesia yang memiliki tingkat pembilahan
berpusat di daerah wisata Bali, bekas daerah
social yang sanggat tinggi tentu menjadi
konflik, dan Ibukota Jakarta. Bahkan beberapa
sumber tumbuh suburnya berbagai kelompok
aksi perampokan besar memiliki hubungan
perjuangan. Pembilahan social meliputi etnis,
dengan aksi lanjutan dari organisasi teroris.
ideology, agama, status, profesi, pendidikan
Menjelang
dan
pemilu
demokratis
keempat
kedaerahan.
Entitas
yang
telah
mewabah lagi modus kekerasan baru bertajuk
membuktikan dirinya tidak sekedar ikatan
perbedaan ideologi, vandalisme, kelompok
simbolik saja. Embrio perjuangan ideology
anarkhis. Muncul berbagai tindakan kekerasan
yang turut membentuk Negara diantaranya
ormas,
kelompok Islam, nasionalis dan sosialis.
premanis,
konflik
suksesi
dan
maraknya vandalisme warga berupa tawuran
Kemudian
kedaerahan
telah
turut
pula
sekolah, antar desa, ormas agama dan
berkontribusi dalam memerdekakan Negara
kelompok, kenakalan remaja dan sebagainnya.
Indonesia.Dengan jumlah yang begitu banyak
Diantara yang signifikan mencuri perhatian publik adalah tindak anarkhis yang dilakukan ormas berbasis agama, politik dan
2
1Apritia Dwi Montik, Masruchin Ruba’I, Prija Djatmika, Pertangunggjawaban Pidana Organisasi Masyarakat (Ormas) yang Melakukan Tindakan Kekerasan. Jurnal Hukum Universitas Brawijaya Malang. 2013. Hal. 1.
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 1-14
maka pasti menjadi kekuatan civil society
pengajuan RUU Ormas kembali muncul pada
yang kuat mengontrol Negara. kekuatan civil
Prolegnas 2010-2014.3
society yang kuat ketika memiliki taraf
Suasana
batin
para
pemerhati
pemikiran dan keorganisasian yang memadai.
demokrasi Indonesia segera berubah sejak
Munculnya
anomaly
agenda pembahasan RUU Ormas yang baru
partisipasi ormas yang kian berjarak dengan
ini di DPR. Bayang-bayang lahirnya kembali
idealitas masyarakat sipil mendorong tuntutan
praktek represi Negara terhadap masyarakat
agar Negara lebih efektif mengantur ruang
mulai muncul. RUU Ormas dapat ditunganggi
gerak ormas. Sejak tingkat kekerasan ormas
oleh pemerintah dan politisi untuk membatasi
meningkat maka sejak kurun waktu itu pula
ruang gerak Ormas terutama yang selama ini
wacana
sering mengkritik isu sensitive seperti isu
berbagai
memperkuat
bentuk
posisi
Negara
mengontrol Ormas kian mengemuka.
korupsi,
kemandekan
kinerja,
oligarkhi
Cermin keanekaragaman dapat dilihat
politik, tindakan asusila dan sebagainya.
dari jumlah Ormas yang sudah lebih dari 103
Penolakan terhadap RUU itu disuarakan
ribu di Indonesia yang terdaftar, baik di
sejumlah
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
serikat buruh, serta ormas besar seperti
Hukum dan HAM maupun Kementerian
Muhammadiyah. Penolakan juga berasal dari
Sosial. Belum lagi yang tidak terdaftar, di
PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) dan KWI
provinsi,
dijumlahkan
(Konferensi Wali Gereja Indonesia). Sejumlah
mungkin sampai 200 ribu. Menurut Mendagri
LSM membentuk koalisi masyarakat sipil
dengan
juga
di
daerah,
jumlah
kalau
200 ribu
ormas,
mana
lembaga
swadaya
menyampaikan
masyarakat,
penolakan.
Anggota
mungkin Negara tidak membuat UU yang
koalisi itu diantaranya Human Right Working
mengaturnya.2
Group (HRWG), Imparsial, Yappika, dan
gagasan
Pemerintah
Rancangan
melahirkan
Undang-undang
Elsam.4
Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas)
Kedua pendulum antara tuntutan agar
pengganti Undang-undang Ormas melalui
Negara bersikap tegas kepada Ormas radikal
RUU Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun
berhimpitan
1985 tentang Ormas.RUU ini telah masuk
menjauhkan diri dari intervensi kemerdekaan
dalam Prolegnas sejak tahun 2005-2009. RUU
sipil. Berbagai polemic dan perdebatan telah
itu belum sempat dibahas di DPR, namun
dijalani. Akhirnya Undang-undang Organisasi
dengan
Kemasyarakatan
keharusan
Negara
disahkan dalam sidang
paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2 Wawancara khusus Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi:"Banyak yang Belum Paham UU Ormas" UU ini jauh lebih lunak dibandingkan dengan UU nomor 8?. Senin, 8 Juli 2013, 00:09 Suryanta Bakti Susila, Nila Chrisna Yulika VIVAnews. Diakses: Senin, 14 Oktober 2013 | 18:33 WIB.
3 5 Pemicu Kontroversi RUU Ormas.TEMPO.CO , Jakarta - Rabu, 03 Juli 2013 | 03:32 WIB diakses SENIN,14 OKTOBER 2013 | 18:21 WIB 4 Ibid.
3
Andi Ali Said Akbar/ Demokrasi Menundukkan Anarki
pada 2 Juli 2013. Pengesahannya lewat
Teori kekerasan mengkaji bagaimana latar
mekanisme
belakang
voting
mendukung
di
mana
pengesahan
6
UU
fraksi Ormas,
munculnya
metode
tindakan
kekerasan Ormas dalam memperjuangkan
sedangkan 3 fraksi lainnya menolak. Enam
ideology
dan
kepentingannya.
fraksi pendukung adalah Demokrat, Golkar,
demokrasi
konsasional
PDIP, PPP, PKB, dan PKS. Sementara yang
bagaimana seharusnya Negara menempatkan
menolak adalah PAN, Hanura, dan Gerindra. 5
diri sebagai pemegang otoritas yang mengatur
Negara adalah rumah besar seluruh
lalulintas partisipasi politik rakyat sesuai
anak bangsa sehingga tidak boleh ada
dengan
kelompok yang bertindak seolah Negara
Pemaparan teori sebagai berikut:
dalam
Negara.Perjuangan
kepentingan
civil
society
ideology hadir
dan untuk
mengawasi kinerja Negara melalui cara-cara yang konstitusional. Akan tetapi pemerintah Negara masih dianggap sebagai intitusi yang tidak terpercaya mengelola demokrasi, masih memungkinkan mempolitisasi kewenanganya untuk menghambat saluran politik masyarakat sipil
maka
terdapat
dilema
mendasar
bagaimana Negara harus menempatkan diri dalam konsterlasi ini.
kerangka
untuk
pluralistic.
Teori Kekerasan Dalam memenangkan kompetisi dalam demokrasi, elit maupun massa di Indonesia sering
menampilkan
strategi
dasar
contending
konflik.
dalam
Salahsatu
berkonflik
bertanding)
yaitu
adalah mencoba
menerapkan solusi yang lebih disukai oleh salah satu pihak atas pihak lain. Perilaku yang menyertainya adalah sikap contentious (suka bertengkar).6Pertengkaran
kekerasan
berlarut
rentan
sendiri
mengilustrasikan
sifat
aturan sosial, pelanggaran aturan, dan reaksi
Latar belakang diatas memberikan pemahaman kepada kita tentang adanya ketegangan antara keinginan untuk merdeka berpolitik sekaligus jaminan bebas dari tindak baik dari
mengkaji
menimbulkan tindak kekerasan. Pengertian
Kajian Literatur
kekerasan
demokrasi
Teori
actor
Negara
dan
nonnegara (Ormas). Kerangka Teori Adapun teori yang digunakan untuk
sosial terhadap pelanggaran aturan yang kompleks dan seringkali bertentangan. Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan prilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang
(offensive)
(defensive),
yang
atau
disertai
kekuatan kepada orang lain.
bertahan penggunaan
7
mengkaji rumusan masalah diatas adalah teori kekerasan dan teori demokrasi konsasional. 5 Ibid. Wawancara khusus Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
4
6 Dean G. Pruitt, Jefrey Z. Rubin; Teori Konflik Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2004. Hal. 4. 7 Thomas Santoso. Teori-Teori Kekerasan dalam Jack D. Douglas & Frances Chaput Waksler. Kekerasan.
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 1-14
Dalam pendapat lain diperkenalkan juga
dan aturan negara.menurut Dom Helder
Istilah “kekerasan kultural” dan kekerasan
Camara, kekerasan struktural ini merupakan
struktural. Kekerasan kultural adalah aspek-
mata rantai dari meluas dan mendalamnya
aspek budaya, ranah simbolik eksistensi kita-
efek
ditunjukkan oleh agama dan ideologi, bahasa
insittusional yang tidak terselesaikan hingga
dan seni, ilmu pengetahuan yang bersifat
membentuk spiral kekerasan. Sebagai contoh:
empirik dan ilmu pengetahuan yang bersifat
ketidakadilan ekonomi antar komunitas akan
formal (logika, matematika)- yang dapat
banyak memicu kekerasan personal melalui
digunakan
atau
pembunuhan, perampokan, pencurian hingga
melegitimasi kekerasan langsung ataupun
mampu memicu terjadinya konflik komunal
structural.8 Implikasi kekerasan yang bersifat
antar kelompok etnik atau antar kelompok
langsung adalah kekerasan yang bekerja
sosial. Ketika konflik itu semakin meluas
dalam bentuk fisik, memberi efek jera melalui
maka negara mengintervensi dalam bentuk
metode kekerasan badan berupa siksaan,
represi fisik dan regulasi.10
untuk
penganiayaan,
menjustifikasi
pembunuhan.9
kekerasan
di
level
personal
dan
Kekerasan
Satu faktor lagi yang mendasari
langsung ini bisa dilakukan dalam bentuk
penilaian ini adalah ketidakmampuan insitusi
personal yaitu dari satu individu ke individu
sipil (civil inadequacy) untuk mengelola
lainnya, bentuk institusional yaitu dari satu
negara ditandai dengan merebaknya berbagai
komunitas, etnik, kelompok, kelas sosial
krisis nasional seperti runtuhnya legitimasi
kepada komunitas, etnik, kelompok, kelas
pemerintah,
sosial lainnya hingga kekerasan langsung
untuk memerintah, munculnya masalah sosial-
yang dilakukan
ekonomi yang akut, serta munculnya empat
aparatur
negara
kepada
individu maupun komunitas. Sementara kekerasan struktural adalah
ketidakmampuan
pemerintah
tipe konflik-konflik internal (kerusuhan sosial, konflik komunal, separatisme, dan terorisme
bentuk kekerasan yang tidak bersifat langsung
domestik).11
tetapi memberi efek penderitaan, penekanan,
Teori
ini
akan
digunakan
untuk
pembatasan, pengucilan kepada personal atau
menganalisis anatomi ide kekerasan muncul
kelompok sosial tertentu. Kekerasan pada
dikalangan pengiat Ormas. Nilai-nilai ideal
level ini telah menampilkan bentuk yang
yang diperjuangkan dengan cara kekerasan
paling terorganisir untuk kepentingan politik
justru mendeligitimasi visi ideal tersebut.
karena didukung oleh legitimasi keb/ijakan
Apkah cara keekrasan ini timbul karean sebab mengakar dari basis pemikiran dan tradisi
Jakarta, PT. Ghalia Indonesia dan Universitas Kristen Petra. 2002. hal. 10-11. 8 Johan Galtung. Studi Perdamaian: Perdamaian dan Konflik Pembangunan dan Peradaban, Surabaya, Pustaka Eureka. 2003. hal. 429 9 Dom Helder Camara, Spiral Kekerasan, Yogyakarta, Resist Book, 2005. hal. ix-x.
10
Ibid. Jaleswari Pramodhawardani dan Andi Widjajanto. Bisnis Serdadu Ekonomi Bayangan, Jakarta, The Indonesian Institute, 2007. hal. 3. 11
5
Andi Ali Said Akbar/ Demokrasi Menundukkan Anarki
Ormas tersebut ataukah kekerasan itu muncul
kultur
sebagai reaksi kekecewaan berlarut kepada
mendorong gagasan dan sikap politik sebagai
Negara
berikut:
yang
tidak
kunjung
efektif
menegakkan keteraturan ditengah masyarakat.
antieksklusifitas
politik
lain,
dan
terhadap
lingkungan sosial;
Demokrasi Konsasional titik
dengan
1. Pemahaman tentang trust terhadap aktoraktor
Sebagai
politik
bahwa
2. Kemauan untuk berkompromi, yang
demokrasi hanya dapat disemaikan ketika
muncul dari kepercayaan intrinsik dalam
terdapat
kebutuhan
“lahan”
dikembangkan.
tekannya
yang
kondusif
untuk
Katakanlah
semisal
Macpherson, dikatakan bahwa demokrasi seringkali
yang
3. Peradaban mengenai wacana politik dan
kekecewaan ;
penghargaan terhadap cara pandang yang
Dorothi Pickles, menegaskan bahwa tidak ada demokrasi yang sempurna; Tamsjo, berani
kompromi
diinginkan;
12
menimbulkan
dan
lain. 4. Dapat
ditambahkan
di
sini
bahwa
mengatkan bahwa bisa terjadi konflik di
pemahaman tentang akomodasi adalah
antara demokrasi di suatu tempat dengan
menyatakan; sikap kritis dan luwes
tempat yang lain di dalam masyarkat yang
terhadap
sama. Ungkapan seperti ini patut difahami
dikotomi dengan sikap terikat dan patuh
untuk
terhadap tradisi; sikap terbuka terhadap
mencegah
keterjebakan
dalam
mengaktualkan demokrasi. Selanjutnya
yang
mempunyai
perubahan, yang mempunyai dikotomi Yates,
dengan sikap sinis terhadap perubahan.
mengajukan tujuh karakter khas demokrasi;
Ini berarti sikap akomodasi mempunyai
[I] toleransi terhadap orang lain; [ii] perasaan
dikotomi dengan sikap penilaian yang
fair play; [iii] optimisme terhadap hakikat
absolut.
manusia; [iv] persamaan kesempatan; [v]
terdapat
orang yang terdidik; [vi] jaminan hidup dan
menyesuaikan antar diri antar pihak yang
[vii] kebebasan dan milik13. Dalam pandangan
saling bertegangan, untuk mengatasi
budaya
ketegangan-ketegangan tersebut, tanpa
politik
W.
tradisi,
Ross
sejumlah
sikap
untuk
Dengan
akomodasi,
upaya-upaya
menghargai lokalitas yang diwujudkan dalam
menghancurkan
bentuk insititusionalisasi desentralisasi partai
Widjaja 1982: 129-130).14
politik.
Dalam
pengelolaan
upaya
otoritas
itu
politik
pihak
lain
maka untuk
(Albert
keteraturan antar
aktor
Senada dengan Dahl, Diamond,Linz
didalam partai berkembang dalam berbagai
dan Lipset merumuskan demokrasi sebagai: suatu sistem pemerintahan yang memenuhi
12
C.B.Macpherson, Peluang dan Demokrasi, CSIS. Jakarta. 1998, Hal. 6 13 Ibid. W. Ross Yates, Hal 6
6
Hambatan 14
Ibid.
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 1-14
salahsatu syarat pokok yaitu : kompetisi yang
menggunakan mobokrasi (mobilisasi massa)
sungguh-sungguh
diantara
sebagai instrument untuk meraih kepentingan-
individu-individu dan kelompok-kelompok
kepentinganya. Karenanya demokrasi yang
organisasi (terutama partai politik) untuk
dikendalikan oleh politik mobokrasi parpol ini
memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan
mudah tergelincir kedalam konflik dan pada
yang mempunyai kekuasaan efektif, pada
puncaknya
jangka
pertikaian.16 Lihat saja ketika terjadi sengketa
waktu
dan
yang
meluas
reguler
dan
tidak
melibatkan penggunaan daya paksa.15
menghasilkan
kerusuhan
dan
hasil Pilkada. Suksesi selalu berakhir dengan
Teori ini akan digunakan untuk
bentrokan antar pendukung. Oleh karena itu,
menganalisis kapasitas negara yang dinilai
meluasnya
bagian dari penyebab terjadinya kekerasan
masyarakat baik dalam konteks menuntut
ditubuh ormas ataukah bagian dari pengendali
maupun mengawasi pemerintah memaksa elit
tindak kekerasan melalui penerapan UU.
politik
Ormas. Penilaian negara sebagai penyebab
ditingkat akar rumput. Mengeliatnya ormas-
dikarenakan asumsi kelalaian kinerja atau
ormas yang memiliki ikatan cultural dengan
pembiaran. Pemberlakuan UU. Ormas hendak
kepentingan pemerintah menuai penilaian
dikaji tingkat kesesuaiannya dengan semangat
yang membingungkan. Sebagai representasi
demokrasi
masyarakat untuk perjuangan di level elit atau
konsosasional
yang
spektrum
partisipasi
menghadirkan
mengedepankan pluralisme dan konsensus
kelompok
yang
antar pihak dalam kehidupan bernegara.
terdominasi elit.
politik
“pesaing”
telah
politik
terkooptasi
dan
Bagi Fukuyama, aksi-aksi terorisme, Pembahasan: Demokrasi dan Kekerasan
penyebaran penyakit, bertahannya tingkat
Masih lekat diingatan kita bahwa
kemiskinan, serta merebaknya perang sipil
pelaku dominan meningkatnya aksi anarkhis
bukanlah hal ikhwal yang berdiri sendiri.
ormas dilakoni oleh ormas Islam. Selebihnya
Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan gejala
ormas
politik dimana
yang berbasis
etnis,
kedaerahan,
Negara
institusi
masyarakat
gagal
jaringan politik, ataupun jaringan personal.
terpenting
Pembenaran
praktek
menjalankan perannya, menurutnya gejala
kekerasan ini tidak hanya melanda ormas
semacam ituloah yang menajadi ancaman
Islam tetapi melanda semua kelompok politik
terbesar bagi umat manusia pada awal abad
yang bertarung kekuasaan di era demokrasi.
ke-21.17Sebagaimana telah kita maklumi pula
mendasar
bahwa
dalam
sebagai
Partai politik sebagai penggerak politik ditingkat nasional dan lokal sering kali
15 Larry Diamond “Developing Democracy Toward Consolidation” IRE Yogyakarta. 2003.
16 Riswandha Imawan, I Ketut Putra Erawan Dkk”Parpol, Pemilu dan Parlemen” PLOD UGM dan JIP Fisipol UGM 2006. hal. 19. 17 Francis Fukuyama dalam Rizal Mallarangeng, Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia
7
Andi Ali Said Akbar/ Demokrasi Menundukkan Anarki
bahwa
sejumlah
kasus
kekerasan
juga
manapun, telah mendorong mereka untuk
dilakukan Ormas berbasis Islam. Kelompok
berpendapat bahwa Islam secara inheren
Barat adalah entitas yang paling rentan apriori
tidaklah sesuai dengan demokrasi. Bahkan,
terhadap eksistensi agama dalam menata
oleh sementara pihak Islam telah dipandang
hukum dan ketertiban didalam sebuah Negara.
sebagai “Ancaman besar terhadap kegiatan-
Dominasi aksi anarkhis agama ini kembali
kegiatan Liberal.”18
mengukuhkan phobia public terhadap Islam (Islamophobia).
Agama
semacam
ini
terbentuk
sebagai
karena adanya pandangan yang monolitis
pedang bermata dua. Sebagai sumber inspirasi
terhadap Islam. Terlebih lagi, pikiran seperti
perjuangan dan perdamaian social ataukah
ini hanya merujuk pada kegiatan sementara
sebagai
aktivis muslim militan dan radikal, khususnya
sumber
tampil
Pendapat
kemunduran
kehidupan
social. Kekerasan ormas Islam begitu cepat
yang
menular menjadi sikap apriori public pada
Sebagaimana dilihat oleh John L Esposito,
seluruh umat Islam di Indonesia. Walau
”Kegiatan-kegiatan yang berbau kekerasan
berkali-kali ditampik bahwa gejala tersebut
selalu dialamatkan ke Islam, yang dilakukan
tidak merepresentasikan Islam di Indonesia.
oleh sementara pihak atau gerakan politik
Namun demikian fakta tersebut kembali
tertentu”. Dengan demikian, istilah seperti
memicu berbagai pihak mempertanyakan
militan atau radikal Islam “Dipakai secara
bagaimana
kelompok
sembarangan, mencakup seluruh pemimpin,
beragama kembali marak di alam demokrasi
negara dan organisasi.”19 Pemimpin nasional
Indonesia.
kita,
sikap
intoleransi
Terdapat penilaian yang akhir-akhir ini populer
berkembang
Ormas
Islam
di
Timur
terbesar
tengah.
NU
dan
Muhammadiyyah begitu keras mengkritik
tentang hubungan Islam dan
cara pandang seperti ini. pemikiran, organisasi
demokrasi, terutama yang dikemukakan oleh
dan metode perjuangan sangat berseberangan
Samuel P. Huntington dan Francis Fukuyama,
dengan kelompok minoritas agama yang
memberikan penjelasan lain tentang sikap
menempuh jalan kekerasan tersebut.
banyak pihak untuk tidak memasukkan Islam dalam
analisis
mereka
Basis legitimasi metode kekerasan
tentang
bisa terbentuk dari dua sebab pertama,
demokratisasi.Penekanan
analisis
atas
karakteristik nilai, pemikiran dan tradisi yang
kehidupan
terutama
yang
terbangun dalam tradisi kelompok tersebut.
berkembang di sebagian besar dunia Arab
Gejala ini berangkat dari berbagai sebab yakni
politik
Islam
daripada atas “Persyaratan-persyaratan sosial sebuah sistem demokrasi” bagi masyarakat
Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2005 Hal. xl.
8
18Samuel P. Huntington dalam Bachtiar Efendi, ISLAM DAN DEMOKRASI : MENCARI SEBUAH SINTESA YANG MEMUNGKINKAN, pada M. Nasser Tamara & Elza Feldi (ed), AGAMA DAN DIALOG ANTAR PERADABAN, Paramadina : Jakarta Selatan, 1996, hal. 90. 19ibid
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 1-14
Pengkajian teologis yang kurang memadai
Nampaknya
pertikaian
dalam
kemudian sikap tertutup terhadap peluang
tingkatan ideologis yang mempertentangkan
berdialog dengan kelompok pergerakan Islam
Islam dengan pemikiran lain khususnya
moderat.
ini
demokrasi lebih dikenal sebagai politik aliran.
berpadu dengan respon rekasioner atas fakta
Dalam konstelasi internal Islam, penggiat
keterpurukan umat Islam yang dilanda konflik
politik aliran kerap pula disebut sebagai Islam
dan kemunduran didalam nengeri maupun
Fundamentalis,
berbagai kawasan di dunia.
Puritan.
Ketidakmatangan
berfikir
Kedua, mereka hadir sebagai penganti
Islam
Suasana
Indonesia
di
Konservatif,
yang
era
pernah
pemilu
Islam
melanda
1955
dan
“ketidakhadiran” Negara menegakkan aturan
menghasilkan
public. Publik mencurigai Negara masih
terkonsolidasi
terjangkiti penyakit buruknya mentalitas kerja
kekinian mengarah pada bentuk yang lebih
aparatur Negara atau kesengajaan melakukan
lunak yakni penilaian bahwa demokrasi
pembiaran. Disatu sisi kegagalan Ormas
dianggap gagal melindungi nilai kehidupan
membangun partisipasi sipil yang beradab
yang
mendorong
kelompok
kian
mengerus
kepercayaan
dianut
demokrasi pada
masa
kelompok Islam.
yang itu.
tidak Masalah
mayoritas
Demokrasi
yakni lebih
public, menganggu ketentraman dan menuntut
mencerminkan akomodasi terhadap prilaku
agar Negara lebih tegas menertibkan Ormas.
hidup liberal dan penampilan pemerintah yang
Berangkat dari kekecewaan atas lemahnya
tidak peduli pada kohesi social, budaya local
penegakan moral social dalam kehidupan
dan kemajuan pembangunan.
sehari-hari
seperti
penertiban
lokalisasi,
Akumulasi
kekecewaan
kepada
peredaran minuman keras, penutupan tempat
pemerintah mengalir ke pemaknaan yang
hiburan, pelarangan warung makan dibulan
lebih mendalam bahwa gejala itu sebagai
Ramadhan, tempat perjudian dan sebagainnya.
kemunduran besar bagi mayoritas Islam.
Penegakan
telah
Segala dampak negative setelah diterapkannya
mengalami transformasi dari fungsi insittusi
demokrasi merupakan derita massal bagi
agama
kelompok
moralitas
menjadi
Transformasi
fungsi
pelaku
sosioreligius
institusi
mayoritas
muslim
Indonesia.
aturan
Suasana batin ini terekspresi pada keseriusan
dikenal sejak agama mengakui keberadaan
mempopulerkan wacana aksi radikal hingga
Negara modern. Manakala mandat moral
memanfaatkan kebebasan berpendapat untuk
agama tidak dijalankan dengan baik oleh
menyebarluaskan wacana pergantian system
Negara
mencoba
pemerintahan menuju system Islam. Ide ini
mengambilalih peran itu sebagai bentuk kritik
dinilai memberi jawaban mutlak mengatasi
pada Negara sekaligus menegakkan marwah
kelemahan demokrasi. ide-ide
agama di tengah masyarakat.
tentang bagaimana memahami demokrasi
maka
penegakan
Negara.
masyarakat
generative
9
Andi Ali Said Akbar/ Demokrasi Menundukkan Anarki
secara lebih dalam termasuk berbagai kiat-kiat
ditularkan ke orang lain hingga menjadi
memperkuat konsoplidasi demokrasi semakin
kebencian
dipinggirkan
jalan
semakin tidak terkendali maka tiap pihak
kompromistis. Jalan itu hanya bagi kelompok
memanfaatkan otoritas organisasi atau negara
Islam yang sangat dipengaruhi oleh logika
untuk melakukan kekerasan resmi maka
Negara.
terbentuklah spiral kekerasan.21 Spektrum
ataupun
Nahdhatul
dianggap
(NU)
dan
ketika
konflik
dan
kekerasan dalam tata kelola negara dinilai
Muhammadiyyah adalah contoh Ormas Islam
sebagai pemicu kekecewaan publik. Publik
terbesar di Indonesia yang gerakannya lebih
mencoba merubah jalan pemerintahan dengan
moderat
cara mereka sendiri-sendiri. Diagnosa bahwa
dan
Ulama
komunal
akomodatif
terhadap
kepentinganpenegakan fungsi moral Negara.
negara
Baginya, fungsi moral agama telah mengalami
kemudian
transformasi menjadi fungsi moral Negara
kekerasan baru di luar negara.
sehingga jalan terbaik adalah mendorong
Dilema Memperkuat Negara
Negara mengefektifkan instrumen penegakan hukumnya.Jeff
pemicu
kekerasan
melahirkan
Pelabelan
yang
bentuk-bentuk
politik
negara
lemah,
sendiri
pernah
mencerminkan
pemikiran
bahwa
memposisikan diri dalam mengelola tuntutan
kelompok anarkhis ini dilabeli “kelompok
dan dukungan atas satu isu. Tidak mampu
aksi”.20 Kehadiran mereka memiliki makna
menegakkan hukum dan ketertiban serta
positif karena umumnya kelompok ini lahir
wibawa pemerintah dimata publik.Dengan
dari kelompok minoritas dalam berbagai hal.
kompleksitas masyarakat yang tinggi baik dari
Keberadaan mereka sebagai usaha merebut
segi
kekuasaan yang selama ini didominasi elit.
ekonomi dan aliran pemikira maka keretakan
Elit masih bisa memelihara dominasinya
kohesi sosial dapat terjadi dalam iklim politik
dalam transisi demokrasi sehingga secra
yang
ideologispun demokrasi dinilai system yang
persaingan.
tidak relevan memperbaiki keadaan.
demokrasi kemudian mendesain sistem politik
mencoba
Heynes
sebagai
membangun
Hal ini senada dengan teoritisasi yang
pembilahan
demokratis
Terkadang
tidak
membudayakan
terkenal
kehidupan
postulatnya
”Kekerasan
sosial
lebih terbuka,
dikembangkan oleh Dom Helder Camara yang dengan
ketidakefektifan
budaya,
liberal
agama,
dan
penuh
membangun
secepat nilai
negara
atau
demokrasi
masyarakat
nilai
serumit dalam
sehari-hari.
hanya akan menghasilkan kekerasan baru”.
Kemungkinan munculnya berbagai respon pro
Kekerasan dalam bentuk personal dapat
dan kontra demokrasi masih tinggi. Oleh karena itu, pada proses konsolidasi demokrasi
20 Jeff Haynes, Demokrasi dan Masyarakat Sipil di Dunia Ketiga: Gerakan Politik Baru Kaum Terpinggirkan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 2000 hal. 7-8.
10
21 Helder Camara, Spiral Kekerasan, Yogyakarta, Resist Book, 2005.hal. ix
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 1-14
senantiasa
dihantui
masalah
yang
pula
oleh
berbagai
ketertiban Negara. Oleh karena itu, Negara
membatasi,
juga harus belajar mengkoreksi diri dan
memperlambat bahkan mendorong transisi ini
memahami posisinya sebagai bagian dari
menyimpang menuju arah kembali bayang-
gejala radikalisme ormas itu sendiri.
bayang otoritarian.
Membangun Keteraturan
mampu
Diagnose awal menyatakan kegagalan
Guna
mendudukkan
anatomi
Negara membangun efektifitas keteraturan
persoalan kekerasan Ormas maka tulisan ini
membuat ormas agama maupun ormas politik
mencoba menawarkan kesimpulan bahwa
mengalami kekecewaan. Sifat banditis akibat
gejala ini lahir dari sebuah sebab kontekstual
Negara
bukanlah oleh sebab yang mengakar. Sebab
yang
terkesan
acuh
terhadap
kebutuhan mereka. Banditisme juga bisa
yang
muncul
dikarenakan
membangun
Negara
kepada
dominasi
ormas.
monolitik
Ormas
muncul
dari
kegagalan
ketertiban
public
Negara kemudian
yang
memancing timbulnya klaim kearah sebab-
menggunkaan symbol-simbol Negara lebih
sebab yang mengakar, benturan ideologis
banyak
bertindak
hingga teologis.
tangan
politisi
sebagai dan
perpanjangan
birokrat
untuk
Plato
yang
mulai
menerangkan
mempengaruhi masyarakat. Ormas ini tidak
gagasan ini dalam hubunganya dengan sebuah
memahami Negara dalam konteks bottom up.
kota
Karena itu tidak akan mampu mengakomodir
beruntunglah sebuah kota yang memiliki
kepentingan public. Justru sebaliknya, public
pembuat undang-undang (legislator) yang
mengalami
piawai,
pembilahan
kepentingan
dan
(Polis).
yang
Ia
menjelaskan
berpengetahuan
bahwa
dan
ketergantungan ruang gerak dari pemerintah.
berpendidikan tinggi, sehubungan dengan
Kasus konflik antar Ormas nasional dan
segenap hal yang terkait dengan kemakmuran
daerah ataupun ormas sayap partai umumnya
dan
bukan dalam konteks perjuangan isu publik.
beruntunglah para pembuat undang-undang
Konflik mereka sebatas perebutan lahan
yang didengan dan ditaati oleh rakyatnya dan
politik, jabatan, proyek dan sebagainya.
rakyat juga taat dan siap menerima tradisi-
hal-hal
lainnya,serta
selanjutnya
dari
tradisi yang terwujud dalam rezim-rezim22.
implelemtasi
Konsolidasi paling berguna jika dimaknai
kebijakan. Masih dalam kategori masalah
sebagai proses pencapaian legitimasi yang
kontekstual.
berlarut
luas dan kuat sehingga semua aktor politik
memdorong kekecewaan yang akut. Ekspresi
yang signifikan, pada tingkat elit maupun
kritik kemudian berubah menjadi tindakan
massa, percaya bahwa rezim demokrasi
Artinya kontigensi
masalah
kecil
berawal
dilevel
Pembiaran
yang
main hakim sendiri, membuat aturan sendiri dan
memilih
mendeligitimasi
instrument
22 Lihat Yamani, Filsafat Politik Islam antara Al Farabi dan Khomeini, Mizan : Bandung, 2002, hal. 81.
11
Andi Ali Said Akbar/ Demokrasi Menundukkan Anarki
adalah benar dan tepat bagi masyarakat
menjauhkan Negara dari proses pembatasan
mereka, lebih baik dari alternatif realistis lain
kemerdekaan politik Ormas.
yang dibayangkan.23 Para pemain politik harus
menghormati
demokrasi
(hukum-
Kesimpulan
hukum, prosedur, dan institusi-institusi yang
Secara
kultural,
penting
pula
ditetapkanya) sebagai the only game in town,
melakukan perubahan strategi pengakaran
satu-satunya kerangka kerja yang layak untuk
budaya demokrasi di tubuh Ormas. Selama ini
mengatur
hanya dikenal strategi pembangunan semangat
masyarakat
dan
memajukan
kepentingan mereka sendiri.24 Teringat
argumen
demokrasi dan pluralism melalui dialog dan Samuel
P.
kerjasama antar ormas dan kelompok berbeda
Huntington dalam kajian transisi politik
agama
menyatakan jikalau sebuah Negara transisi
Negara. Belum banyak dikembangkan strategi
demokrasi belum mampu menunjukkan hasil
dialog internal umat beragama seperti dialog
kerja yang menggembirakan dalam dua tahun
antar sesame Ormas Islam sendiri. Padahal
pertama
cenderung
kita ketahui antara NU, Muhammadiyyah,
membangun romantisme iklim kehidupan
ICMI, JIL, FPI, Budayawan, Universitas dan
masa lalu atau rejim lampau.25 Ketidakhirauan
lain sebagainnya
Negara menanggapi kekecewaan public bisa
pemikiran, tradisi dan strategi gerakan yang
menjalar menjadi sikap anti Negara. Karena
jauh berbeda satu sama lain. Pembelajaran
itu, upaya mendasar yang harus dipahami oleh
dari perbedaan sejarah, pemikiran dan tradisi
Negara adalah jangan mudah membangun
ini masih jarang didialogkan di internal umat
definisi
Islam sendiri. Tradisi dialog dan kerjasama
maka
rakyat
bermusuhan
akan
dengan
kelompok
kemudian
ormas
dengan
memiliki akar sejarah,
kekerasan sebelum memahami logika dibalik
antar
tumbuhnya sikap demikian kepada Negara.
menumbuhkan promosi nilai-nilai etika politik
Jika Negara selalu hadir mengelola tegaknya
yang mencerminkan sikap ideal berdemokrasi.
aturan dan etika social maka rakyat tidak akan
Resep yang sama juga harus tumbuh
mencari jalan penyelesaian sendiri-sendiri.
dikalangan Ormas nasional, kepemudaan dan
Efektifitas Negara menegakkan aturan publik
kedaerahan. Ormas seperti Pemuda Pancasila
pada akhirnya menjadikan UU Ormas sebatas
(PP),
efektifitas
sebagainnya.
intrumen
semata
demi
mengantisipasi kondisi darurat kemudian
sesame
antara
KNPI,
ormas
seagama
akan
Laskar
Merah
Putih
dan
Sesama
Ormas
hendaknya
mengembangkan diskursus dan kerjasama gerakan yang mencerminkan etika politik dan
23 Larry Diamond, Developing Democracy toward Consolidation, Yogyakarta. IRE. 2003. hal. 84. 24 Ibid. 25 Samuel P. Huntington. “Gelombang Demokratisasi Ketiga” Pustaka Utama Grafitti. Jakarta. 1997. Hal. 118.
12
kepentingan bersama sehingga terbangun ikatan
emosional,
kedewasaan
berpolitik.
persaudaraan Nantinya
dan ketika
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 1-14
terdapat isu ataupun momen yang membuat
Bayangan, Jakarta, The Indonesian
mereka bersingungan maka tidak akan mudah
Institute, 2007.
terarah pada konflik yang menajam dan
Jeff Haynes, Demokrasi dan Masyarakat Sipil
anarkhis. Pada akhirnya baik Ormas dan
di Dunia Ketiga: Gerakan Politik
Negara memiliki tanggung jawab yang sama
Baru Kaum Terpinggirkan. Yayasan
pentingnya dalam mengembangkan kultur dan
Obor Indonesia. Jakarta. 2000.
etika masyrakat sipil di sebuah Negara
Larry Diamond “Developing Democracy
demokrasi.
Toward
IRE
Consolidation”
Yogyakarta. 2003. Lexy J. Moleong.
Daftar Pustaka Apritia Dwi Montik, Masruchin Ruba’I, Prija Djatmika, Pidana
Kualitatif.
Pertangunggjawaban Organisasi
Metodologi Penelitian Remaja
Rosdakarya.
Bandung. 2007.
Masyarakat
Riswandha Imawan, I Ketut Putra Erawan
(Ormas) yang Melakukan Tindakan
Dkk”Parpol, Pemilu dan Parlemen”
Kekerasan. Jurnal Hukum Universitas
PLOD UGM dan JIP Fisipol UGM
Brawijaya Malang. 2013.
2006.
C.B.Macpherson, Peluang dan Hambatan
Samuel P. Huntington dalam Bachtiar Efendi,
Demokrasi, CSIS. Jakarta. 1998.
Islam
Dom Helder Camara, Spiral Kekerasan,
dan
Demokrasi:
Sebuah Sintesa yang Memungkinkan,
Yogyakarta, Resist Book, 2005.
pada M. Nasser Tamara & Elza Feldi
Dean G. Pruitt, Jefrey Z. Rubin; Teori Konflik
(ed),
Agama
Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Peradaban,
2004.
Selatan, 1996.
Francis Fukuyama dalam Rizal Mallarangeng, Memperkuat
Negara:
Samuel
21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2005. Galtung. Perdamaian Pembangunan
Dialog
Paramadina:
Huntington.
Antar Jakarta
“Gelombang
Ketiga”
Pustaka
Utama Grafitti. Jakarta. 1997. Thomas
Santoso.
Teori-Teori
Kekerasan
dalam Jack D. Douglas & Frances Studi
Perdamaian:
Chaput Waksler. Kekerasan. Jakarta,
Konflik
PT. Ghalia Indonesia dan Universitas
dan dan
Peradaban,
Surabaya, Pustaka Eureka. 2003. Jaleswari
P.
dan
Demokratisasi
Tata
Pemerintahan dan Tata Dunia Abad
Johan
Mencari
Pramodhawardani
dan
Kristen Petra. 2002. Yamani, Fisafat Politik Islam Antara Al
Andi
Widjajanto. Bisnis Serdadu Ekonomi
Farabi
dan
Khomeini,
Mizan:
Bandung, 2002.
13
Andi Ali Said Akbar/ Demokrasi Menundukkan Anarki
Website:
diakses Senin, 14 Oktober 2013 |
Wawancara khusus Menteri Dalam Negeri
18:21 WIB
14
Gamawan Fauzi:"Banyak yang Belum
5 Pemicu Kontroversi RUU Ormas. Tempo.co
Paham UU Ormas" Senin, 8 Juli
, Jakarta - Rabu, 03 Juli 2013 | 03:32
2013, 00:09 Suryanta Bakti Susila,
WIB diakses Senin,14 Oktober 2013 |
Nila Chrisna Yulika VIVAnews.com
18:21 WIB