Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
Politik Indonesia Indonesian Political Science Review http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPI
POLITIK DAN STRATEGI BUDAYA ETNIK DALAM PILKADA SERENTAK DI KALIMANTAN BARAT Kristianus1 1
Sekolah Tinggi Pastoral Santo Agustinus Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel: Diterima 6 Agustus 2015 Disetujui 15 Desember 2015
Politik lokal di Kalimantan Barat kental bermuatan politik identitas etnik. Politik lokal yang bermuatan politik identitas ini melibatkan dua etnik yang merupakan penduduk asli di Kalimantan Barat yaitu etnik Dayak dan Melayu. Keadaan persaingan kedua etnik ini menjadi lebih terbuka pada era otonomi daerah sekarang ini yang dipicu oleh pemilihan kepala daerah secara langsung. Persaingan ini selalu terjadi karena sejarah mencatat bahwa elit etnik yang berkuasa selalu melakukan hegemoni etnik atas etnik lain. Pemilihan umum kepala daerah (PILKADA) sedang berjalan saat ini. Dari tujuh kabupaten di kalimantan Barat yang menyelenggarakan PILKADA ini sangat nampak bahwa mereka berorientasi etnisitas untuk merebut suara. Paper ini mencoba memadukan pandangan yang bersifat instrumentalism dan kolonialisme internal. Penulis memiliki pandangan, bahwa perspektif instrumentalisme mampu untuk melihat bagaimana elit memainkan identitas sosial dan budaya kelompoknya untuk mendapatkan kekuasaan dan pandangan kolonialisme internal yang melihat kesenjangan sosial-ekonomi dan perlakuan yang diskriminatif sebagai akar menguatnya solidaritas kelompok. Pandangan ini sangat membantu untuk menjelaskan factor fanatisme etnik sebagai strategi kebudayaan yang terjadi pada masa kini dan mengapa politik identitas di Kalimantan Barat merupakan bagian yang inherent dalam politik lokal masa ini.
Dipublikasikan 15 Januari 2016
Keywords:
politic local, ethnisity, Cultural group, fanaticism
POLITICS AND ETHNIC CULTURAL STRATEGY ON LOCAL ELECTION IN WEST BORNEO / KALIMANTAN BARAT Abstract
Alamat
The Local politics in West Kalimantan thick politically charged ethnic identity. Local political politically involved two ethnic identity which is a native of West Kalimantan, namely ethnic Dayak and Malay. The state of the two ethnic rivalry is becoming more open in the era of district autonomy that is triggered by direct local elections. This competition occurs because history records that the ruling ethnic elite running ethnic hegemony over other ethnic groups. Regional head election (PILKADA) is currently running. Of the seven districts in West Kalimantan which organizes PILKADA very apparent that they are oriented to capture the voice ethnicity. Ethnic identity became a political commodity since this issue most easily sold to seize the people's voice. This paper use the incorporation of the views that are instrumentalism and internal colonialism perspective . The author has the view, that perspective instrumentalism able to see how an elite play social identity and cultural group to gain power and view of internal colonialism that saw socio-economic disparities and discrimination as the root of the strengthening of solidarity groups. This view is helpful to explain the fanaticism ethnic factor as a cultural strategy that occurred in the present and why identity politics in West Kalimantan is an inherent part of the local politics of this period. © 2016 Universitas Negeri Semarang ISSN 2477 – 8060
korespondensi: Sekolah Tinggi Pastoral Santo Agustinus Pontianak, Kompleks Perguruan, St. MonicaJl. Adisucipto KM 9,4 Sei Raya, Kubu Raya, Pontianak, Indonesia Email:
[email protected]
90
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
kebijakan dan pengintegrasian nilai-nilai dan
Pendahuluan Berbagai fakta menunjukkan, bahwa
kultur yang dibentuk oleh rezim ORBA
perubahan politik dari sistem yang lebih tiga
namun
dekade mapan (politik otoriterian) ke sistem
“terpaksa”. Pendekatan human security atau
yang
keamanan
demokratis
di
Indonesia
dengan
sesungguhnya
diterima
masyarakat
yang
secara
cenderung
masyarakatnya yang multikultural justeru
militeristik oleh rezim ORBA yang tidak
semakin menguatkan semangat primordialism.
membenarkan
Sehingga
di
pandangan dengan penguasa hari ini telah
Indonesia hari ini justeru memunculkan
menjadi semacam bom politik etnik. Saat ini
masalah baru dalam aspek keamanan sosial,
telah menguat kebebasan setiap kelompok
politik dan budaya masyarakatnya. Fenomena
untuk mengekspresikan berbagai perbedaan-
yang bisa dianggap sebagai sebuah paradoks
perbedaan kategori sosial tersebut.
tidak
mengherankan
jika
dalam demokrasi telah wujud dalam proses
adanya
Pemilihan
ruang
umum
perbedaan
kepala
daerah
demokrasi di beberapa daerah di era otonomi
(PILKADA) serentak tahun 2015 sedang
daerah saat ini. Etnis dan agama sebagai salah
dalam proses berjalan. Di Kalimantan Barat
satu kategori sosial kemudian berkembang
ada
menjadi bagian terpenting
menyelenggarakannya
yaitu:
politik, dan bahkan simbol dan kategori sosial
Sambas,
Sekadau,
tersebut seringkali menjadi dasar legitimasi
Sintang dan Kapuas Hulu. Dari daftar calon
dalam persaingan politik di daerah. Maka
yang masuk pada tujuh kabupaten tersebut
munculah kemudian apa yang saya sebut
menampakan gejala etnisitas yang semakin
sebagai politik etnik.
menguat. Dalam perkembangan selanjutnya
Sebagai
dari
kabupaten
Bengkayang,
yang Ketapang, Melawi,
yang
etnisitas bahkan sudah seperti budaya, karena
multikultural, Kalimantan Barat (Kalbar)
sejak otonomi daerah para elite etnik telah
merupakan salah satu daerah yang paling
manipulasinya sedemikian rupa dan dijadikan
rentan
instrumen
dihadapkan
masyarakat
identitas
tujuh
dengan
permasalahan
perjuangan
politik
untuk
gesekan-gesekan yang bernuansakan SARA
memperebutkan kekuasaan. Di Kalimantan
dalam persaingan politik tersebut. Secara
Barat
politis, kondisi ini muncul bisa disebabkan
semangat primordialismenya, identitas etnis
karena dalam waktu yang cukup lama
menjadi daya tawar yang menarik. Inilah yang
berbagai harapan dan keinginan komunitas
kemudian saya sebut sebagai politik etnik.
yang
masyarakatnya
masih
kuat
lokal terabaikan sebagai konsekuensi dari
Politik etnik yang membudaya ini, Di
bangunan sistem politik dan pemerintahan
Propinsi Kalimantan Barat bahkan telah
yang
adalah,
menjadi acuan dalam merubah administrasi
kalaupun ada penerimaan terhadap berbagai
pemerintahan. Sampai akhir pemerintahan
sentralistik.
Dampaknya
91
Kristianus/ Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat
rezim Orde Baru
tahun 1998, propinsi ini
hanya terdiri dari 7 kabupaten/ kota, namun
Dayak Tayan untuk mendirikan kabupaten baru.
sejak tahun 2011 jumlah kabupaten/kota telah
Sementara itu etnik Cina dan Madura
menjadi 14 kabupaten/kota. Peningkatan ini
yang terusir akibat konflik-konflik yang
sangat signifikan, yakni 100 %. Saat ini
melibatkan mereka terkonsentrasi di sekitar
wacana pembentukan Propinsi baru yang lagi
perkotaan. Bersama Bugis dan Jawa, keempat
lagi
semakin
kelompok etnik tersebut menjadi mayoritas di
kencang. Kelak propinsi ini akan dinamakan
beberapa lokasi kota perdagangan penting di
Propinsi Kapuas Raya, wilayah propinsi
Kalbar seperti Kubu Raya, Kota Pontianak
Kapuas Raya ini meliputi kabupaten –
dan kota Singkawang. Adapun Singkawang
kabupaten di pedalaman seperti Sanggau,
telah menjadi teritori Cina Bukan hanya dari
Sekadau, Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu
aspek demografis, melainkan juga simbolis.
berorientasi
etnisitas
juga
yang nota bene kawasan yang didominasi oleh Etnik Dayak.
Kajian Pustaka
Beberapa kelompok etnik sekarang
Seorang dalam melakukan interaksi
telah memiliki wilayah kekuasaan (teritori)
dengan
tersendiri,
dipengaruhi,
misalnya
menjadi
teritori
Kabupaten
Melayu
Sambas
Sambas
dan
sesama
dalam kehidupan
antara
lain,
kesukubangsaannya.
oleh
Dengan
sosial
identitas identitas
Kabupaten Pontianak menjadi teritori Melayu
kesukubangsaan tertentu, yang ditentukan
Mempawah,
Dayak
baik untuk mengkaterogikan diri sendiri atau
Bekati, Landak teritori Dayak Kanayatn,
orang lain, seseorang dapat mengaktifkan
Sekadau teritori Dayak Mualang, Melawi
ikatan kelompok sesama suku bangsa. Ikatan
teritori Dayak Keninjal dan Melayu Pinoh,
itu nantinya dapat membentuk pola tersendiri
Kayong Utara teritori Melayu Kayong.
dalam hubungan interaksi dengan sesama. Itu
Bengkayang
teritori
Adapun di Kawasan kabupaten seperti Sintang
sedang
berlangsung
terjadi,
karena
didalam
ikatan
perjuangan
kesukubangsaan bukan saja terlekat ciri
Dayak Ketungau untuk membentuk kabupaten
budaya, melainkan juga tatanan sosial dan
sendiri. Di kabupaten Kapuas Hulu Dayak
nilai-nilai dasar (Barth, 1969) yang terbawa
Iban, Taman, Kantu dan Suhaid sedang
sejak lahir.
berlomba-lomba pula memekarkan kabupaten
Konsep
identitas
secara
umum
baru. Di Kabupaten Ketapang saat ini sedang
diartikan sebagai citra yang membedakan
berlangsung perjuangan Dayak Simpang,dan
suatu individu/ kelompok dengan individu/
Dayak Keriau untuk mendirikan kabupaten
kelompok
baru.
individu/
Di
kabupaten
Sanggau
sedang
berlangsung perjuangan Dayak Bidayuh dan
92
lainnya
yang
kelompok
dibangun tersebut
oleh serta
dimodifikasi secara terus menerus melalui
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
interaksi
dengan
pihak-pihak
lain
dan atau komunalisme. Namun juga sering
(Katzenstein: 1996)66. Menurut Baharuddin
terjadi bahwa munculnya identitas kelompok
(2000)67, istilah identitas pada umumnya
dari hubungan timbal-balik pegaruh luar dan
mempunyai dua pengertian, satu merujuk
internal yang terjadi secara serentak akibat
kepada identitas individu dan satu lagi bersifat
dari faktor sejarah, politik, ekonomi, agama
identitas kelompok. Secara individual, setiap
dan lainnya.
orang dilahirkan berbeda-beda dan memiliki ciri
serta
maka
dan kemanusiaan sekitar pada tahun 1950-an
kita
dan 1960-an, terdapat tiga bentuk tradisi atau
mengatakan tentang individu akan lebih
pendekatan dalam pembicaraan mengenai
cenderung menekankan pada ciri keunikan
identitas, yaitu yang bersifat psikodinamika,
dan kelainan seseorang individu. Sedangkan
sosiologikal
identitas kolektif lebih menekankan kepada
psikodinamika muncul dari tradisi Sigmund
ciri persamaan dalam sebuah kelompok,
Freud,
seperti
sifat
berdasarkan pada theory of identification.
dianut.
Teori ini menganjurkan pandangan bahwa
Timbulnya keinginan mewujudkan identitas
identitas individu adalah dibentuk melalui
kelompok mungkin datang dari dalam sesuatu
proses asimilasi dan penghayatan objek dan
kelompok itu sendiri yang dimotivasi oleh
personalitas diluar individu. Pandangan Freud
dorongan kekitaan, rasa keistimewaan dari
ini
tidaklah
perwatakannya
mengherankan
bahasa
kebudayaan,
sendiri,
Dalam bidang ilmu kemasyarakatan
setiap
kali
yang dipertuturkan,
dan
agama
yang
dan
seseorang
kemudian
sosio-politik.
ahli
Tradisi
psikologi,
dikembangkan
yang
oleh
Erik
Erikson (1968) dengan teori psikodinamik. 66 Peter Katzenstein ( 1996 ). The Culture of National Security: Norms and Identity in World Politics, New York: Colombia University Press. Hal. 59. 67 Shamsul A.B. 2000. pembentukan identity sebagai Fenomena Sosial Satu Komentar Konseptual dan Emperikal. Makalah seminar “Mencermati Fenomena Dayak Islam di Kalimantan Barat”, anjuran STAIN, Pontianak, Indonesia, 12 September 2000. perkataan identity yang dimelayukan ejaannya daripada perkataan Inggeris identity, diterjemahkan dalam bahasa Melayu sebagai “jatidiri”, adalah berasal dari perkataan latin idem yang membawa erti “persamaan” atau “kesinambungan”. Dalam bidang falsafah klasik tradisi Greco-Roman pengajian identity melibatkan usaha menghuraikan dan memahami dinamika kelangsungan dalam perubahan ( permanence amid change ) dan juga “ kesatuan dalam kepelbagaian” ( unity in diversity ). Dalam zaman moden pula pengajian identity dalam bidang falsafah dikaitkan dengan konsep “individualisme seperti pandangan yang diperkenal John Locks dan David Hume. Ringkasanya, istilah dan tema identity sebelum abad ke-20, istilah identity telah digunakan secara meluas dalam bidang sains social dan kemanusiaan untuk merujuk bukan sahaja terhadap identity individu, akan tetapi juga meruju kepada identity kolektif.
Tradisi Sosiologikal yang dikembangkan oleh Goerge H. Mead (1934) Dengan pendekatan symbolic interactionisme, pula membicarakan tentang individu dari sudut pembentukan dan penguraian konsep self atau diri seseorang individu. Pakar-pakar sosiologi memberikan pendapat
bahwa
manusia
mampu
berkomunikasi antar satu sama lain dengan menggunakan bahasa. Melalui kemampuan itu, manusia sebagai individu dapat mengenal dan menilai diri masing-masing. Maka
identitas
manusia
yang
mempunyai diri dikenal melalui nama, gelar, watak social dan berbagai
kategori sosial
93
Kristianus/ Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat
yang
manusia
untuk
inilah yang dikemukakan oleh Benedict
memudahkan komunikasi sesama mereka.
Anderson (1983) melalui tesisnya mengenai
Tradisi sosio-politik yang dikembangkan oleh
“imagined communities”, dimana ikatan-
Ernes Gellner dalam bukunya Nations and
ikatan kolektif dalam suatu komuniti politik
Nationalism
Anderson
bukan hanya suatu konstruksi politik saja,
Communities
akan tetapi juga sebagai konstruksi budaya.
(1983), Anthoni D. Smith dalam bukunya
Disini, ikatan terhadap kolektivitas bukan lagi
National Identitas (1986), memaknai identitas,
di dasari oleh kotak-kotak langsung secara
khususnya
identitas
kolektif,
telah
fisik sebagaimana yang membuat kita terikat
berkembang
bersama
dengan
gerakan
dengan komunitas di lingkungan sekitar
dalam
cipta
(1983),
bukunya
sendiri
Benedict
Imagined
nasionalisme untuk menuntut kemerdekaan di
(neighbourhood)
wilayah tanah jajahan colonial, terutamanya
organisasi. Melainkan “ diciptakan” oleh
setelah Perang Dunia Kedua (Baharuddin,
makna yang diproduksi melalui symbol-
2000).
simbol dan praktek-praktek budaya yang Dalam
pandangan
atau
di
dalam
suatu
sosio-politik,
saling dibagi bersama. Seperti penulisan
konsep identitas sering dikaitkan dengan
sejarah, lagu-lagu kebangsaan, bendera, atau
konsep nation atau bangsa, karena diandaikan
pengakuan bagi hari-hari besar nasional.
bahwa sesuatu bangsa itu wujud setelah
Penelusuran terhadap makna dan
identitasnya ditentukan. Maka pembangunan
konsep identitas merupakan suatu usaha yang
bangsa dianggap sekaligus sebagai usaha
seringkali berterusan. Kata identitas sendiri
membangun identitas bangsa, atau identitas
boleh merujuk pada konotasi social, politik,
nasional, suatu entiti sosial yang bersifat
budaya,
kolektif. Identitas kolektif tersebut terbentuk
Pencaharian
berdasarkan kerjasama faktor bahasa, agama,
berhubungrapat dengan masalah humaniti dan
budaya dan etnik yang diterima sebagai
psikologi manusia, makana identitas dapat
gugusan faktor yang dapat membangun
dikaji dalam psikologi yang disebut dengan
identitas
kolektif
teori identitfikasi (theory of identification)
sebagai sumberdaya sekaligus sebagai sasaran
yang dikemukakan oleh Sigmun Freud (1986).
politik di dalam realitas modern, secara
Hal paling penting daripada identifikasi ini
sederhana boleh kita temukan di dalam
menurutnya adalah, seseorang lebih Berjaya
“Negara-bangsa”
bila menjadi identifikasi parsial, dan ia
(nation-state) dalam era poskolonial, di mana
menjadi representasi permulaan sesuatu ikatan
kemajemukan latarbelakang komunitas seperti
baru. Freud dalam teori psikoanalisisnya
ras, suku-bangsa (etnik), agama membentuk
mencadangkan kajiannya tentang identitas
komunitas Negara-bangsa. Konsepsi seperti
dengan
fenomena
94
.
Pengunaan
terbentuknya
identitas
agama
dan
tentang
konsep
ego
seumpamanya. identitas
(identitas
sangat
ego).
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
Menurutnya
bahagian
kesamaan dalam diri sendiri (self sameness)
kepribadian
yang sifatnya permanent mahupun sesuatu
(personalitu). Proses identifikasi diri (ego)
pembahagian karakter yang sangat esensial
sesungguhnya dimulai sejak kecil sampai
dengan
pada penemuan identitas, oleh karena itu,
permanen.
terpenting
ego
merupakan
daripada
seluruh
dasar kajian identitas freud berpunca daripada
orang
lain
yang
Pemahaman
sifatnya
konseptual
juga
tentang
konsepnya tentang ego. Penemuan identitas
identitas dalam perspektif psykologis tersebut
juga terjadi dalam proses social dan aspek
tentunya
“sosio” dari pada identitas harus dijalankan
gambaran bahwa pada dasarnya setiap orang
dalam
akan
kelompok
sosial
dari
individu
berkenaan.
bermanfaat
terus
untuk
memberikan
mengidentifikasikan
dirinya,
mencari diri dan membentuk identitas, karena
Kemudian dengan berdasarkan pada
identitas sendiri secara psykologi merupakan
analisis psikoanalisis, Erikson (1989) juga
proses menjadi dan bersifat imperaktif. Dalam
berpendapat bahwa formasi identitas adalah
konteks inilah menurut Isaac (1975) secara
proses perkembangan dan adaptasi yang
social dan budaya memunculkan wujudnya
inheren pada setiap orang dan identitas ego
suatu bentuk pemujaan terhadap identitas
merupakan bahagian eksistensial daripada
yang didasarkan pada kelompok etnik. Dalam
manusia. Dia menyatakan bahwa formasi
masyarakat yang majmuk, etnisitas telah
identitas sebagai suatu configuration yang
manjadi sentiment ego dan menjadi penggerak
berkembang
individu-individu
secara
bertahap
dan
kelompok
yang
mengintegrasikan keperluan-keperluan dasar.
membentuk kesedaran kolektif budaya dan
Configuration yang berkembang tersebut
politik.
kemudian merespon pada gerak terdalam dan
Identitas
menurut
Jonathan
tekanan-tekanan sosial yang mengubah siklus
Rutherford (Piliang, 2004) merupakan sebuah
kehidupan
juga
talian yang menghubungkan nilai-nilai sosial
berpendapat bahwa sebenarnya identitas ego
budaya masa lepas dengan masa sekarang.
seringkali dan pasti dipengaruhi oleh hubunga
Ertinya identitas memiliki sejarahnya dan
social dan sejarah. Identitas ego dalam aspek
merupakan
ikhtisar
subjektif
membentuk
masa
seseorang.
pada
Erikson
asasnya juga
merupakan
masa
lepas
yang
sekarang
dan
untuk
kesedaran tentang realitas mencari pengertian
kepentingan di masa hadapan. Dalam konteks
identitas melelui cara identifikasi dapat
social, identitas merupakan sesuatu yang
dihubungkaitkan secara sosisal. Kehidupan
dipunyai secara bersama-sama oleh suatu
social itu sendiri menurutnya dimulai daripada
komuniti
permulaan hidup setiap individu. Ientiti
tertetentu, yang membedakan (difference)
mempunyai
mereka dari kelompok masyarakat yang
konotasi
sebagai
adanya
atau
kelompok
masyarakat
95
Kristianus/ Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat
lainnya. Identitas juga memberikan tanda
nara sumber yang dianggap kompeten dari
kepada
kelompok
tujuh kabupaten berkenaan. Analisis data
mengenai status social mereka di antara
selain berdasarkan data KPUD, dan informan
berbagai
kelompok
juga memperhatikan informasi pemberitaan di
Disinilah
yang
menjadikan
pandang
sebagai
unsure
setiap
individu
atau
masyarakat
lainnya.
identitas
penting
di
koran-koran lokal seperti Pontianak Post,
dalam
Pontianak tribun, Tribun Pontianak, Equator
pembentukan realitas sosial.
dan Kapuas post.
Metodologi
Etnisitas dalam Politik Lokal Kalimantan
Metode penelitian
yang
ini
adalah
digunakan kualitatif
dalam analitik.
Barat PILKADA serentak 2015
Dimana data yang diperoleh dari Komisi
kabupaten
Pemilihan
melewati
Umum baik tingkat
Provinsi
di
Kalimantan
babak
di tujuh
barat
penetapan
calon
sudah dan
maupun Kabupaten pada tujuh Kabupaten
penetapan nomor urut calon. Saat ini proses
dianalisis dengan menelusuri latar belakang
tersebut sedang memasuki tahap kampanye.
etnisitas dan agama para calon. Penelusuran
Daftar calon dari tujuh kabupaten tersebut
ini dilakukan berdasarkan wawancara dengan
sebagai berikut, lihat tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Daftar Calon Bupati/Calon Wakil Bupati Pilkada Serentak Pada 7 kabupaten di Kalimantan Barat. No 1
Kabupaten Bengkayang
No Urut 1 2
2
Sambas
1 2 3
3
Sekadau
1 2 3
4
Sintang
1 2 3
96
Nama Calon Bupati dan Nama Calon Wakilnya Sebastianus Darwis Rurakhmad Suyatman Gidot Agustinus Naon Toni Kurniadi (lk) Eka Nurhayati (pr) Atbah RotminSuahili (lk) Hairiah(pr) Juliarti Alwi (pr) Hasanusi (lk) H. Pensong Christian Amon Rupinus Aloysius Simson Paulus Subarno Agrianus Muhamad C Wahap Ign Yuan Senen Maryono Jarot Winarno
Etnis &agama Dayak/Katolik Dayak/Katolik Dayak/Protestan Dayak/Katolik Melayu/Islam Melayu/Islam Melayu/Islam Melayu/Islam Melayu/Islam Melayu/Islam Melayu/Islam Dayak/ Kristen Dayak/Katolik Dayak/Katolik Dayak/Kristen Dayak/Katolik Dayak/Katolik Melayu/Islam Dayak/Katolik Jawa/Islam Jawa/Islam
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
5
Melawi
1 2
6
Kapuas Hulu
1 2
7
Ketapang
1 2 3 4
Askiman Panji Dadi Firman Muntaco Jhon Murkanto A.M.Nasir Antonius Pamero Fransiskus Diaan Andi Aswad Martin Rantan Suprapto Andi Djamirudin Chanisius Kuan Boyman Harun Gurnadi Ahmad Darmansyah Uti Rushan
Dayak/Kristen Dayak/Katolik Melayu/Islam Melayu/Islam Dayak/Kristen Melayu/Islam Dayak/Katolik Dayak/Katolik Melayu/Islam Dayak/Katolik Jawa/Islam Melayu/Islam Dayak/Katolik Melayu/Islam Melayu/Islam Melayu/Islam Melayu/Islam
Sumber : KPU Provinsi Kalbar, 2015. Dari daftar calon tersebut sangat jelas
lokasi transmigran Jawa seperti di Sintang dan
bahwa semua penentuan calon oleh partai
Ketapang, maka pasangannya adalah Dayak-
politik maupun perseorangan berorientasi
Jawa atau Jawa-Dayak disamping tentu saja
etnisitas. Untuk kasus kabupaten Bengkayang
pasangan Dayak-Melayu atau Melayu-Dayak
dan Sambas misalnya, kedua kabupaten ini
itu tadi.
dulunya adalah satu, yaitu kabupaten Sambas. Pemecahan
wilayah
terkait
bukan hanya terjadi di Kalimantan Barat. Hal
etnisitas, dimana Bengkayang didominasi
demikian ditemukan pula pada Pemilihan
etnik Dayak dan Sambas oleh etnik Melayu.
Gubernur (PILGUB) Bengkulu tahun 2005 (
Di kedua kabupaten ini semua calonnya dari
Firmansyah, 2010), pada Pemilihan Kepala
etnik yang sama, yang kemudian terjadi
daerah (PILKADA) Kabupaten Poso Sulawesi
adalah
faktor
Tengah tahun 2010 ( Nawawi, dkk, 2011),
agama (Katolik dan Kristen) untuk kasus
pada PILKADA Kolaka Utara tahun 2012 (
Bengkayang dan faktor gender untuk kasus
Ashar, 2014), dan bahkan pada Pemilihan
Sambas.
Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 (Adrian,
pertimbangan
Di
menyandingkan
dilakukan
Politik Etnis dalam Pilkada, ternyata
berdasarkan
Sambas laki-laki
semua dan
calon
perempuan
(lihat tabel 1).
2014). Orientasi semacam ini sudah terjadi
Di lima kabupaten lainnya, pasangan
sejak era otonomi daerah tahun 1999 dan
calonnya berasal dari etnik Dayak, Melayu
kondisinya makin menguat sekarang. Dalam
dan Jawa. Di Kabupaten Melawi, Sekadau dan
konteks politik lokal di Kalimantan Barat,
Kapuas Hulu, penentuan pasangan calonnya
perjuangan
adalah pasangan Dayak-Melayu atau Melayu-
identitas memang membawa hasil yang nyata,
Dayak, sedangkan di kabupaten yang banyak
dimana kabupaten yang dominan dari etnik
politik
dengan
penggunaan
97
Kristianus/ Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat
Dayak, maka cenderung yang menang adalah
politik identitas pada hakikatnya adalah suatu
elit Dayak juga. Di level Gubernur, karena
gerakan social yang ingin mengubah kondisi
yang dominan di Kalimantan Barat adalah
masyarakatnya. Namun, dalam perjalanan
Dayak maka sejak PILKADA langsung
berikutnya memang, politik identitas justru
dilaksanakan, pemenangnya selalu dari etnik
dimanfaatkan oleh kelompok majority untuk
Dayak .
menguatkuasakan dominasi kekuasaannya.
jelas
Fenomena ini makin tampak sangat
Melalui pola-pola penggunaan identifikasi
pada daerah-daerah otonom baru di
kita-lawan-mereka,
Kalimantan Barat yang pembentukannya atas
Beyme ( 1996: hlm 118 )
68
bahwa tindakan
majority
meneguhkan kembali superioritinya.
dasar etnik dominan. Kondisi ini kelihatannya sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
kelompok
Kategorisasi gerakan politik identitas daripada
Beyme
ini
hanya
sebatas
menjelaskan fenomena kecenderungan yang terjadi dalam tiga fase ( pra moden, moden
68 Klause von Beyme ( 1996 ). Biopolitical Ideologies and Their Impact in the New Social Movenments. Dalam Biopolitic, The Politics of the Body, Race and Nature. Agnes Heller dkk ( eds ). Brookfield, USA: Avebury. Beyme membuat karakteristik daripada pola gerakan politik identity iaitu: pertama, gerakan politik identity pada dasarnya membangun kembali narasi besar yang prinsipnya mereka tolak dan membangun suatu teori yang mengendalikan factor-faktor biologis sebafai penyusun perbezaan-perbezaan mendasar dalam reality kehidupannya. Kedua, dalam gerakan politik identity ada kecendrungan tertentu untuk membangun system reversed apartheid. Ketika kekauasaan tidak dapat ditaklukan dan power sharing tidak tercapai sebagai tujuan gerakan, maka pemisahan atau autonomi dan pengecualian diri dijadikan solusi. Secara history, menurut Beyme wacana gerakan sosial politik yang didasarkan pada pola politik identity dapat di bahagi melalui tiga kategori, iaitu; pertama, era pra moden, di mana wacana politik identity etnik merupakan kelompok-kelompok yang terpecah berdasarkan nasionalism etnik, belum mengenal kebudayaan. Tujuan daripada gerakan politiknya adalah kekuasaan dan dominasi atas kelompok etnik lainnya demi untuk kelangsungan hidupnya ( tribalism ). Peran pemimpin dalam proses ini sangat penting dan dominant. Paternalism memegang peran yang sangat penting dalam pembentukan komuniti dan masyarakatnya. Dedua, era moden, di mana gerakan politik identity peran pemimpin tidak lagi dominant, kerana sudah diikuti oleh peran dan keikutsertaan dari akar umbi yang akhirnya mengahala pada pembahagian kekuasaan. Pada fase ini pula sudah muncul ideology, dan peran-peran besar modernism. Sedangkan yang ketiga, era postmodern, di mana gerakan politik identity ditandai dengan keterpecahan kelompok-kelompok etnik dalam pelbagai bentuk, pola dan struktur budaya saling memperlihatkan dirinya. Gerakan politik dan social pada era ini menurut Beyme bukan pada orientasi kekuasaan untuk mendominasi, namun lebih hanya pada politik kebudayaan,
98
dan postmodern ) saja, tapi tidak menjelaskan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat berbilang kaum yang mengamalkan system demokrasi seperti yang terjadi di Indonesia seumpamanya. Kalau melihat pembahagian yang
dilakukan
oleh
Beyme,
fenomena
gerakan politik identitas di beberapa daerah di Indonesia tidaklah boleh dikategorisasikan ke dalam satu fase saja, karena ia merupakan satu gerakan yang bersifat kompeksiti. Gerakan politik identitas yang terjadi di Kalimantan Barat merupakan gabungan dari fenomena model pra moden, moden dan post moden . keadaan ini terlihat di mana tujuan gerakan politiknya selain menuntut keadilan juga ingin mendapatkan kekuasaan, ingin memperoleh hak-hak social, budaya politik dan ekonomi yang lebih baik. Cara-cara untuk memperoleh kekuasaan
dan
hak-hak
tersebut
dalam
praktiknya juga dilakukan dengan kekerasan.
kepemilikan atas hak-hak social, autonomi, kebebasan berekspresi dan berbudaya.
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
Peran pemimpin atau elit tempatan sangat dominant
dalam
proses
gerakan
Orientasi Budaya sebagai Strategi Politik
politik
identitas tersebut.
Dalam suatu Negara yang demokratis, identitas budaya etnik dalam politik tidak
Berhubungan
dengan peran politik
hilang, dan biasanya melarut dalam berbagai
elit dengan perubahan politik di masyarakat,
lembaga politik yang ada. Kondisi ini
Etioni (1996)69 telahpun membagi masyarakat
mendorong gerakan penguatan budaya etnik
atau massa politik ke dalam tiga kategori
yang
besar iaitu, (1) Massa moral, adalah yang
pemerintahan
secara politik setia menjadi salah satu ahli
menjalankan
politik. (2) Massa kulkulatif, adalah massa
mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
yang sangat peduli dan kritis terhadap
adil
masalah yang dialami oleh masyarakatnya.
signifikan. Namun manakala ada perlakuan
Massa ini disebut juga sebagai massa yang
yang tidak adil, hak-hak social dan politik
memiliki sifat kosmopolit. (3) Massa alienatif,
terabaikan serta kepentingan kelompok tidak
adalah massa yang teralienasi dan pasrah
dapat
kepada mobilisasi politik. Dalam konteks
pemimpin kelompok tersebut berjuang untuk
massa yang teralienasi tersebutlah menurut
memperoleh hak dan sumberdaya yang adil,
Etzioni
dan pada masa yang sama etnik dan etnisitas
peran
elit
untuk
massanya
menjadi
manipulasi
symbol-simbol
memanipulasi
penting.
Dengan
tertentu,
elit
akan
berorientasi
maka
politik
.
Selama
dan
daerah
pelayanannya
dan
nasional
gerakan
diakomodasi,
wujud
mencapai
sebagai
tujuan
etnik
tidak
maka
terlalu
pemimpin-
instrument
social,
untuk
ekonomi
dan
memobilisasi massa untuk mencapai matlamat
politiknya yang berbeda dengan roh budaya
politiknya. Perasaan teralienasi yang dialami
yang semestinya.
oleh
suatu
kelompok
etnik
menjadi
Strategi
Politik
menggunakan
momentum yang sangat besar bagi elit dan
orientasi budaya ini sebenarnya strategi yang
kelompoknya untuk mengekpresikan berbagai
rasional di Kalimantan Barat. Hal ini karena
kepentingan.
yang
hegemoni etnik yang dijalankan oleh elit etnik
diskriminatif, distribusi sumberdaya yangtidak
penguasa (Kristianus, 2011). Budaya telah
merata dan kekuasaan yang tidak adil tersebut
menjadi
memberikan
memanipulasi budaya itulah kemudian si
Dalam
konstribusi
keadaan
kepada
semakin
semacam
menguatnya identifikasi etnik dalam gerakan
penguasa
memelihara
politiknya.
kekuasaannya.,
pakaian.
dan
Dengan
menguatkan
Dalam konteks bagaimana gerakan politik identitas etnik atau etnisitas sebagai reaksi terhadap kebijakan pemerintahan di 69
Amitai Etzoni ( 1961 ). A Comparative Analysis of Complex Organizations. New York: Free Press.
Kalimantan Barat saat ini, kelihatannya
99
Kristianus/ Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat
sejalan dengan pandangan Gregory dan
relative
Ellinwood (dalam Janowitz, 1985)70 bahwa
berpendapat, bahwa dari hasil
kebijakan pemerintahan nasional merupakan
kajiannya
suatu variabel bebas ( idependent variable ),
kelompok etnik dan komunal
sedangkan reaksi etnik merupakan variable
yang
terikat
dari
menunjukkan, bahwa mobilisasi
perkembangan keadaan politik diperingkat
dan strategi mereka didasarkan
nasional dan daerah. Sesungguhnya akar dari
pada interaksi antara kedua faktor
masalah etnik dan etnisiti menurut mereka
iaitu,
harus dicari pada kebijakan pemerintahan
merupakan hasil dari kalkulasi
pusat dan daerah, dan bukan pada reaksi etnik
politik strategis.
(dependent
variable)
depreation
mengenai
aktif
dalam
reaksi
juga
berbagai
berpolitik
emosional
dan
itu sendiri. Perubahan kebijakan pemerintahan
Kemudian menurut Gurr, ada empat
pusat, akan mempunyai pengaruh langsung
faktor yang sangat menentukan intensitas
pada
kekecewaan dan potensi untuk kelompok
penyelesaian
masalah
menguatnya
politik etnik dan etnisitas. Gregory dan
etnik
Ellinwood
pertama,
menvisualisasikan
paradigma
melakukan
tindakan
seberapa
politik
besar
iaitu;
peringkat
hubungan etnik dengan pemerintahan tersebut
keterbelakangan atau penderitaan kolektif
sebagai berikut:
kelompok komunal tersebut jika dibandingkan
Masalah yang perlu memperoleh
dengan kelompok-kelompok lain. Semakin
perhatian
representasi
besar perbedaan keadaan antar kelompok itu,
kelompok etnik dalam jajaran
maka semakin kuat alasan untuk kecewa dan
elite
Karena
semakin kokoh mereka memiliki kepentingan
dengan
bersama untuk melakukan tindakan kolektif.
sendirinya berasal dari salah satu
Kedua, kuatnya perasaan identitas kelompok.
etnik, maka ia dapat membawa
Kekecewaan kelompok dan potensi untuk
prasangka etniknya sendiri ke
mengartikulasikan kekecewaan itu secara
dalam jabatan yang ditempatinya.
politik tergantung pada kekuasaan identitas
Oleh sebab itu, menurut Gregory,
kelompok itu. Identitas kelompok biasanya
etnik yang over represented akan
akan sangat kuat pada masyarakat komunal
menghadapi kecemburuan dari
yang merasa terancam. Ketiga, derajat kohesi
etnik yang under represented.
dan mobilisasi kelompok. Keempat, tindakan
Gurr ( 1993 ), dengan konsep
represif oleh kelompok-kelompok dominan.
adalah
pemerintahan.
permasalahan
elite
Tindakan represif yang dilakukan dengan 70
Ann Gregory dan C Witi Ellinwood ( 1985 ). Pengendalian Etnis dan Rekrutmen Calon Prajurit Militer di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dalam Morris Janowitz, ed. Hubungan-Hubungan Sipil-Militer Perspektif Regional. Bina Aksara, Jakarta.
100
tidak
adil
kemarahan
akan dan
mendorong sikap
munculnya
seringkali
curiga.
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
Kelompok-kelompok
komunal
yang
dipaksakan untuk tetap berada dalam status rendah,
biasanya
kekecewaan
yang
yang memanipulasi kesetiaan etnik untuk keuntungannya sendiri.
menyimpan
perasaan
Politik identitas etnik dan etnisitas di
mendalam
terhadap
Kalimantan Barat saat ini merupakan realitas
kelompok lain yang lebih dominan.
kolektif yang dikonstruksi berlawanan dengan
Pandangan Gregory dan Ellinwood
kelompok lain. Oleh sebab itu sebagian besar
dan Gurr dalam melihat gerakan politik
pakar menolak pandangan etnisitas sebagai
identitas etnik dan etnisitas pada dasarnya
fakta sosial yang terpenting secara universal
dapat dikategorikan sebagai teori colonialism
dan tunggal (invariante), akan tetapi hanya
internal seperti Hechter (1975)71 yang juga
sebagai variable (Cohen, 1974)72. Etnisitas
memandang
dianggap
hanya
sebagai
berdasarkan pada etnik sebagai suatu bentuk
organisasi
atau
pembedaan
solidariti kaum pinggiran (periphery) yang
bervariasi menurut keadaan (situasional).
muncul
gerakan
sebagai
diskriminasi
identitas
yang
reaksi terhadap adanya
dan
bentuk
sosial
yang
identitas Dayak dan
serta
Melayu dan bahkan Cina umpamanya, baru
perwujudan kesadaran politik untuk melawan
dirasakan secara signifikan dalam politik lokal
kelompok dominan (centre) yang memiliki
baru
privilese
berakhirnya rezim kekuasaan Orde Baru pada
ekonomi
keridakadilan
kesenjangan,
Menguatnya
suatu
dan
distribusi
politik.
Adanya
sumberdaya
pada
era
reformasi
atau
pasca
dan
tahun 1998. politik identitas etnik dalam kasus
kesempatan
di Kalimantan Barat diletakkan sebagai
yang besar bagi kelompok periphery tersebut
fenomena politik dalam hubungan status dan
untuk mengekspresikan kepentingan sosial,
kekuasaan dan bukan membentuk dasar
ekonomi dan politiknya atas dasar etnisitas.
konseptual etnisitas. Etnisitas dan politik
Teori ini pada dasarnya melihat identitas
identitas etnik
politik etnik sebagai bentuk persembunyian
sebagai suatu konstruksi sosial yang dimasuki
(dissimulation), rasionalisasi atau perjuangan
secara situasional, kemudian ditentukan dan
kepentingan bersama. Kelemahan
dimanipulasi
kekuasaan akan memberikan
bahwa
dia
kelahiran
tidak
dan
mampu
menjelaskan
Pendekatan
oleh yang
pelaku
elit
politik.
lebih cenderung pada
solidaritas
instrumentalis ini melihat bahwa keperluan
kelompok . Peran elit politik sangat penting
akan defenisi identitas etnik dalam politik
dalam politisasi etnik, dan jika wujud bukan
adalah
sebagai
mendapatkan kekuasaan.
agregasi
keberlanjutan
teori ini
yang terjadi saat ini dilihat
kepentingan-kepentingan
bersifat
material
atau
untuk
individual, tetapi strategi kelompok tertentu 71
Hecter ( 1975 ). Internal Colonialism: The Celting Fringe in British National Developmen. Routledge dan Kegan Paul, London.
72
Abner Cohen ( 1974 ). Introduction: The Lesson of Ethnicity. Dalam Abner Cohen, ed. Urban Ethnicity. London: Tavistock.
101
Kristianus/ Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat
Yang
terpenting
dari
pemikiran
Pada Pemerintahan Orde Baru, etnik
instrumentalism ini adalah untuk mengetahui
Dayak
memulainya
mengapa orang memilih ciri-ciri etnik untuk
Majelis Adat Dayak (MAD). Etnik Dayak
mengorganisir persaingan dan konflik sosial,
bersatu
ekonomi dan politik. Apa yang utama dan
eksistensinya. Pada masa itu komunikasi dan
menjadi objek analisisnya adalah kenyataan
konsolidasi
konflik, etnisitas dan identitas etnik hanya
terpelajar meningkat pesat. Organisasi ini
sebagai satu variabel perilaku politik (political
merupakan
behavioral). Kemudian salah satu kelebihan
pertama
dari pendekatan ini juga berusaha mengetahui
Menurut Iqbal jayadi (2003:4) :
karena
dengan
mendirikan
semakin
antar
terancam
tokoh-tokoh
organisasi
dibentuk
di
Dayak
keetnisan
yang
Kalimantan
Barat.
target-target eksternal untuk apa identitas
“Orde
etnik seringkali dimobilisasi. Pandangan Paul
kontemplasi dan konsolidasi bagi
Brass (1979)73 tentang peranan elit dalam
Dayak. Dalam masa panjang itu,
kelompok memanipulasi simbol identitas
mereka
etnik dan Jhon Breuilly (1993)74 teori
menguatkan identitas etnik mereka
politiknya tentang terbentuknya nasionalisme,
dengan mengontraskan perbedaan
merupakan beberapa contoh pemikiran yang
antara Dayak dengan Melayu.
bersifat intrumentalism.
Mereka
Baru
adalah
berusaha
masa
semakin
mengidetifikasi
dirinya
sebagai Kristen, penduduk asli, mayoritas, namun dijajah oleh
Pelembagaan Budaya Etnisitas Untuk
mempertahankan
identitas
Melayu
yang
etniknya, biasanya suatu etnik
membentuk
sebagai
Islam,
mereka
anggap
pendatang
suatu organisasi yang umumnya didasarkan
minoritas.
pada persatuan etnik, atau merujuk pada
berbagai organisasi sosial-politik
daerah
dan
asalnya
(Kristianus,
2011).
Hal
demikian berlaku pula di Kalimantan Barat.
Mereka
dan
ekonomi
mendirikan
yang
berusaha
memberDayakan etniknya.
kumpulan
Beberapa belas tahun
73
Paul Brass ( 1979 ). Elite groups, Sumbol Manipulation and Ethnic Identity Among the Muslim of Nort India, dalam David Taylor dan Malcolm Yapp ( eds ). Political Identity in South Asia. London and Dublin: Curzon Press. 74 Jhon Breuilly ( 1993 ). Nationalism and the State, edisi kedua. Manchester. Manchester University Press. Breuilly tidak setuju dengan pendapat yang menyatakan bahawa identity budaya merupakan karakteristik bagi penentu nasionalism. Menurutnya, Nationalism boleh jadi juga merupakan argument yang digunakan oleh sub-elit untuk memobilisasi rakyat, mengkoordinasikan pelbagai kepentingan yang berbeza di antara kelompok-kelompok social dan mengabsahkan tindakan mereka dalam rangka mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan di Negara moden.
102
kemudian, pemberdayaan tersebut berhasil dirinya
mentransformasikan sebagai
suatu
gerakan
politik. Dengan berbagai ancaman kekerasan, demo
mereka
menentang
melakukan HPH
dan
perkebunan, dan puncaknya terjadi ketika
mereka
berhasil
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
memaksakan pemerintahan untuk
MAS Bayu (Majelis Adat dan Seni Budaya
mengangkat
Melayu,
seorang
Dayak
Lembaga Adat dan kekerabatan
sebagai bupati sebelum masa Orde
Melayu (lembayu), dan Persatuan Forum
Baru
Komunikasi Pemuda Melayu (PFKPM).
berakhir.
langsung,
Secara
tidak
berkembangnya
MAS-Bayu, didirikan
pada kekerasan adalah disebabkan
Ketapang75. Tetapi aktivitas lembaga ini tidak
oleh
dan
menonjol. Tahun 1999 mereka mendirikan
pemerintahan sendiri yang hanya
Lembaga Adat dan Kekerabatan Melayu
memperhatikan satu tuntutan bila
(Lembayu) dan PERMAK (Persatuan Melayu
satu
Kalimantan Barat), basis kedua institusi ini
perusahaan
kumpulan
bersikap
mengancam.”
1995
di
Sambas
telah
pendekatan Dayak yang cenderung
sikap
tahun
sebenarnya
dan
ialah Keraton Kadriah Pontianak, tujuan
Majelis Adat Dayak (MAD) berdiri
pendiriannya
ialah
pada 1994 oleh sejumlah Tokoh Politik Dayak
martabat
di kota Pontianak. Mulanya kehadiran institusi
Sultan Hamid II.
ini sangat erat kaitannya dengan kepentingan
kesultanan
untuk Melayu
meningkatkan sepeninggal
Selanjutnya, Majelis Adat Budaya
para tokoh tersebut dengan Golongan Karya
Melayu (MABM)76
sebuah partai dominan di era tersebut.
1997, yaitu hampir empat tahun setelah MAD
Melayu awalnya tidak mempedulikan
didirikan.
Isu
didirikan pada tahun
yang
melatarbelakangi
gerakan politik etnik Dayak. Namun setelah
berdirinya MABM Kalimantan Barat tahun
kekerasan etnik Dayak versus Madura pada
1997, salah satunya ialah perlunya perhatian
1997 berakhir yang kemudian membuat
terhadap kesejahteraan masyarakat Melayu .
Dayak semakin asertif dan konfiden dalam
Selain
memperjuangkan
Bukan
dapat mengawal persoalan adat dan budaya
hanya dalam politik, melainkan juga sosio-
sehingga dapat diwariskan kepada generasi
kultural. Mereka yang berasal dari kelompok
muda. Aktivitas menonjol yang dilakukan
etnik terakhir ini memberikan tanggapan
MABM sejauh ini adalah menggelar festival
kepentingannya,
itu, keberadaan MABM diharapkan
dengan menegaskan bahwa mereka juga merupakan penduduk asli, mayoritas dan juga mengembangkan konsepsi bahwa Dayak dan Melayu adalah saudara, dan bahwa menjadi Islam
tidak
identitasnya.
berarti Lebih
Dayak jauh
kehilangan
Melayu
juga
mengembangkan berbagai organisasi etnik Kemelayuan dan hukum adat Melayu, seperti
75 Baca, Akcaya pada 18 November 1995, Majelis Adat dan seni Budaya Melayu terbentuk di Ketapang. 76 Lihat Akcaya, April 22, 1997, dibentuk Majelis Adat Budaya Melayu Kalbar, seterusnya dterbitkan dua artikel di Akcaya yang memberi sokongan terhadap penubuhan MABM iaitu pada 19 Agustus 1997 dengan tajuk “Demi bangsa, Negara dan Umat Manusia, Artikel pada 20 Agustus 1997 dengan tajuk ” Melayu Siapakah dia?. Kedua artikel ditulis oleh DR Chairil Effendi sekarang Rektor Universitas Tanjungpura Pontianak.
103
Kristianus/ Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di Kalimantan Barat
Budaya Melayu setiap tahun dan membangun Rumah Melayu.
Daftar Pustaka
Dari uraian diatas, dapat dikatakan
Abner Cohen (1974). Introduction: The
bahwa Orde Baru adalah masa dimana politik
Lesson of Ethnicity. Dalam Abner
identitas
Cohen, ed. Urban Ethnicity. London:
Dayak
terkonsolidasi.
Dengan
adanya peminggiran yang sistimatis mereka
Tavistock
kemudian bersatu. Masa Orde Baru juga dapat
Adrian,Fikri (2014). Identitas Etnis dalam
dikatakan bahwa etnik Melayu kembali
Pemilihan Kepala Daerah “ Studi
menduduki
pada
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta
pemerintahan dan politik di Kalimantan Barat.
tahun 2012”. Skripsi, Prodi Ilmu
posisi
strategis
Politik
FISIP,
Universitas
Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kesimpulan Muatan politik identitas etnik dalam Pilkada
Ashar, Adehfikri (2014), Etnisitas dalam
serentak tahun 2015 ini di Kalimantan Barat
PILKADA Kolaka Utara tahun 2012,
sangat kental. Dari tujuh Kabupaten yang
Skripsi,
menyelenggarakan PILKADA, semual calon
Universitas Hasanudin, Makasar.
yang
diusung
partai
dan
Prodi
Ilmu
Politik,
perseorangan
Amitai Etzoni ( 1961 ). A Comparative
semuanya berbasis etnisitas. Politik lokal yang
Analysis of Complex Organizations.
bermuatan politik identitas ini melibatkan dua
New York: Free Press.
etnik yang merupakan penduduk asli di
Ann Gregory dan C Witi Ellinwood (1985).
Kalimantan Barat yaitu etnik Dayak dan
Pengendalian Etnis dan Rekrutmen
Melayu dan etnik Jawa yang berasal dari
Calon Prajurit Militer di Asia Selatan
transmigrasi. Keadaan persaingan ketiga etnik
dan Asia Tenggara. Dalam Morris
ini menjadi lebih terbuka pada era otonomi
Janowitz, ed. Hubungan-Hubungan
daerah
Sipil-Militer
sekarang
ini
yang
dipicu
oleh
pemilihan kepala daerah secara langsung.
Perspektif
Regional.
Bina Aksara, Jakarta.
Persaingan ini terjadi karena sejarah mencatat
Barth, Frederick. 1969. Ethnic Group and
bahwa elit etnik yang berkuasa menjalankan
Boundaries, Boston:The Little Brown
hegemoni etnik atas etnik lain. Paparan di atas
and Company.
menunjukkan bahwa politik identitas etnik
Firmansyah, Dedi (2010). Peran Politik Etnis
telah menjadi orientasi budaya etnik. Untuk
dalam Pilkada, Studi atas PILGUB
menunjang
telah
Provinsi
Bengkulu
dilembagakan, maka lembaga seperti Majelis
Skripsi,
Universitas
Adat Dayak dan Majelis Adat Budaya Melayu
Kalijaga, Yogyakarta.
hal
ini
budaya
etnik
adalah strategi penguatan politik identitas.
104
tahun
2005,
Islam Sunan
Politik Indonesia 1 (1) (2016) 90-105
Hecter (1975). Internal Colonialism: The
Nawawi M, Haslinda B Anriani dan Ilyas
Celting Fringe in British National
(2011),
Developmen. Routledge dan Kegan
Konflik Politik pada Pemilukada.
Paul, London.
FISIP Universitas Tadulako, Palu.
Iqbal jayadi (2003) : Konflik etnik di Kalimantan
Barat.
Universitas
Indonesia.
State,
edisi
kedua.
Manchester.
Manchester University Press Kristianus
(2011).
Kalimantan Universiti
Hubungan Barat.
di
Disertasi
.
Kebangsaan
Malaysia.
dan
National Security: Norms and Identity World
Politics,
New
York:
Colombia University Press. Hal. 59. Shamsul A.B. 2000. pembentukan identity sebagai
etnik
Etnisitas
Peter Katzenstein ( 1996 ). The Culture of
in
Jhon Breuilly ( 1993 ). Nationalism and the
Dinamika
Fenomena
Sosial
Satu
Komentar Konseptual dan Emperikal. Makalah
seminar
Fenomena
Dayak
“Mencermati Islam
di
Kalimantan Barat”, anjuran STAIN,
Selangor. Kuala Lumpur. Klause von Beyme ( 1996 ). Biopolitical Ideologies and Their Impact in the
Pontianak, Indonesia, 12 September 2000
New Social Movenments. Dalam
Paul Brass ( 1979 ). Elite groups, Sumbol
Biopolitic, The Politics of the Body,
Manipulation and Ethnic Identity
Race and Nature. Agnes Heller dkk
Among the Muslim of Nort India,
(eds). Brookfield, USA: Avebury
dalam David Taylor dan Malcolm
KPUD-Kalimantan
Barat
(2015).
Yapp (eds ). Political Identity in
Pengumuman Penetapan calon bupati-
South Asia. London and Dublin:
wakil bupati 2015.
Curzon Press.
105