Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
Politik Indonesia Indonesian Political Science Review http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPI
POLITIK ISLAM DI INDONESIA: IDEOLOGI, TRANSFORMASI DAN PROSPEK DALAM PROSES POLITIK TERKINI Muhammad Zulifan1* 1
Universitas Bakrie, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel: Diterima 31 Maret 2016 Disetujui 15 Juni 2016 Dipublikasikan 15 Juli 2016
Penelitian ini bertujuan melihat korelasi doktrin Islam mengenai konsep negara dan sistem pemerintahan dengan cita-cita sebagian umat Islam untuk menghidupkan nilai-nilai syariah dalam negara. Studi pustaka digunakan untuk menggali ide dan gagasan para pemikir politik Islam mulai dari era klasik dan pertengahan seperti al-Farabi, al-Mawardi, Ibnu Taimiyah, hingga pemikir era modern dan kontemporer seperti al-Attas, Fazlur Rahman, dan Arkoun. Keabsahan sistem demokrasi dan bentuk negara yang ideal bagi kaum muslimin menjadi bahan perdebatan para pemikir Islam. Konsep civil society sebagai manifestasi masyarakat madani diyakini telah dipraktikkan dalam periode sejarah pemerintahan Islam.
Keywords: Political Islamic Thought, Islamic Political Party, Khilafah, Civil Society, Islam and Democracy
ISLAMIC POLITIC IN INDONESIA: IDEOLOGY, TRANSFORMATION, AND PROSPECT IN THE PROCESS OF CURRENT POLITICS Abstract This study examines the correlation between Islamic doctrine of the concept of state and government system with the ambition of some Muslims to revive sharia values in a country. Literature research methodology is employed to explore ideas of Islamic political thinkers, ranging from classical and medieval, era such as alFarabi, al-Mawardi, Ibn Taymiyyah, to the modern era and contemporary scholars, such as al-Attas, Fazlur Rahman, and Arkoun. The validity of the democratic system and the form of an ideal state for Muslims are debatable among Muslim scholars. The concept of civil society that becomes a manifestation of civil society is believed to have been practiced in the historical period of Islamic government.
*
© 2016 Universitas Negeri Semarang ISSN 2477 – 8060
Alamat korespondensi: Jl. HR Rasuna Said Kav C-22 Gedung Pasar Festival Lantai GF/22, DKI Jakarta, Indonesia. Email:
[email protected]
181
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
PENDAHULUAN
penerapan syariat Islam di dalamnya, serta
Pemikiran berkembang
Politik
sejak
Islam
periode
telah klasik,
bergerak
mengusung
doktrin
Islam
komprehensif melalui jalur demokrasi.
pertengahan, modern hingga kontemporer.
Di
Indonesia,
sebagian
kaum
Masing-masing pemikir politik Islam dalam
Muslimin kini secara terbuka mengusung ide
tiap periode mempunyai pandangan yang unik
negara Islam atau lebih jauh kembalinya
sesuai
sistem khilafah untuk mengganti sistem
pengalaman
mereka
berinteraksi
dengan pemerintahan pada masanya. Dari
Demokrasi
para
Islam
diusung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).111 Ide
mendasarkan teori dan praktik politiknya
untuk mewujudkan nilai-nilai agama (syariat)
hingga kini.
ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
pemikir
tersebut,
Runtuhnya
umat
kekhilafahan
dan
Pancasila
sebagaimana
Turki
salah satunya dapat dilihat dari maraknya
Utsmani pada tahun 1924 serta kolonialisme
perda bernafaskan Islam atau lebih dikenal
yang menimpa dunia Islam pada abad ke-18-
dengan Perda Syariah
20 selain memberikan dampak negatif berupa
beberapa daerah di Indonesia. Selain itu, cita-
runtuhnya peradaban politik Islam, juga
cita penerapan nilai Syariah telah melahirkan
memberi dampak positif dengan membuat
UU Keuangan Syariah, UU Zakat dan UU
kaum Muslimin dapat merumuskan kembali
Wakaf.
yang muncul di
jati dirinya, termasuk pemikiran politik Islam. Krisis kekhalifahan menjadikan umat Islam
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM ABAD
lebih mengkaji gagasan negara Islam sebagai
KLASIK DAN PERTENGAHAN
pengganti
negara
kekhalifahan
yang
nampaknya sulit untuk dihidupkan kembali. Pasca
abad
ini,
hubungan agama dan negara merupakan
kejatuhan rezim di beberapa negara Arab
keduanya tidak bisa dipisahkan. Agama
melalui Arab Spring, muncullah fenomena
membutuhkan
post-Islamisme. Dawam Raharjo (Kompas,
sebaliknya (Kamil, 2013). Sebagai contoh, Al-
23/6/2016) menyebut gejala post-sekularisme
Mawardi berpendapat bahwa kepemimpinan
kini sedang terjadi di Mesir melalui gerakan
politik
Ikhwanul Muslimin, Turki melalui Partai
melanjutkan
Keadilan dan Pembangunan (AKP) serta
memelihara agama (harasah ad-din) dan
Tunisia melalui Partai Ennahda. Menurutnya,
mengelola kebutuhan duniawiyah (siyasah ad-
gerakan
dunya). Pemikiran tersebut juga bisa ditelusuri
meninggalkan mencita-citakan
tersebut cita-cita negara
Turki
Islam
sesuatu yang saling melengkapi, sehingga
Islam
di
pemikir
dan
182
sekularisme
Bagi
telah
bergerak
islamisme Islam
yang dengan
negara,
dalam
Islam
tugas-tugas
demikian
pula
didirikan
untuk
kenabian
dalam
111
Lihat: http://hizbut-tahrir.or.id/2014/03/16/tegakkankhilafah-tinggalkan-demokrasi/, diakses tanggal 20 Juni 2016 pukul 11.00 WIB.
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
dari pendapat al-Farabi (870-950 M), al-
politiknya
Mawardi (975-1059), al-Ghazali (1058-1111),
merumuskan
Ibnu Taimiyah (1263-1329), hingga Ibnu
makhluk sosial dan memerlukan bantuan dari
Khaldun (1332-1406).
pihak
Al-Farabi pentingnya
dalam fungsi
hakikat
lain.
terlebih
dahulu
manusia
sebagai
Perbedaan
inteligensia,
menggambarkan
kepribadian dan bakat mendorong manusia
pemerintahan,
untuk saling bekerja sama. Berangkat dari
sebuah
mengilustrasikan
dengan
negara
sebagai
unsur
kerjasama
inilah
anggota badan yang apabila satu menderita
berpendapat
maka yang lain akan merasakannya (Azhar,
mendirikan negara. Adanya negara
1997). Anggota badan juga mempunyai fungsi
melalui kontrak sosial atau perjanjian atas
dan peran yang berbeda-beda, begitu pula
dasar suka rela (Syadzali, 1993). Hubungan
kebahagiaan masyarakat tidak akan terwujud
antara ahlul halli wal aqdi (legislatif) dengan
tanpa
kepala
pendistribusian
kerja
yang
sesuai
bahwa
al-Mawardi
negara
manusia
(eksekutif)
sepakat adalah
merupakan
dengan kecakapan dan kemampuan sebagai
hubungan antara dua pihak peserta kontrak
manifestasi interaksi sosial. Bagi al-Farabi,
sosial yang melahirkan kewajiban dan hak di
kedudukan
kepala
dengan
kedua belah pihak atas dasar timbal balik.
kedudukan
jantung
yang
Kepala negara selain berhak ditaati oleh
Oleh
rakyatnya dan menuntut adanya partisipasi
karenanya, pekerjaan kepala negara tidak
dan loyalitas penuh mereka; sebaliknya kepala
hanya bersifat politis, melainkan meliputi
negara mempunyai kewajiban pada rakyatnya
etika sebagai pengendali way of life.
seperti memberikan perlindungan, mengelola
merupakan
negara bagi
sumber
sama badan
koordinasi.
Al-Farabi memberikan 12 kriteria bagi seorang kepala negara yang salah satunya harus memiliki fa’al (akal aktif) yang bisa
kepentingan mereka dengan baik dan penuh tanggungjawab. Bagi
Al-Mawardi, yang berwenang
menyerap ilham dan wahyu. Kriteria ini
memilih
kepala
terlalu
(ahl
ideal
merupakan
dimana tokoh
filosof
tertinggi
dan
Nabi
legislatif
yang
layak
dipersyaratkan
negara
adalah
al-ikhtiyar), memiliki
mereka
keadilan;
memiliki
memberikan
idealismenya
mengetahui siap yang berhak menjadi kepala
tersebut dengan menyatakan bila masyarakat
negara. Sementara untuk jabatan kepala
atau negara kesulitan dalam mencari kepala
negara dipersyaratkan: (1) adil dalam arti luas;
negara yang bersatus Nabi atau filosof, bisa
(2) ilmu pengetahuan yang memadai untuk
digantikan dengan sistem presidium.
ijtihad; (3) sehat pendengaran, penglihatan
dari
dan
(2)
menjadi kepala negara. Namun al-Farabi alternatif
pengetahuan
lembaga
mampu
Al-Mawardi, pengarang kitab politik
dan lisannya; (4) sehat jasmani sehingga tidak
al-ahkam al-Sulthaniyah, mendasarkan teori
terhalang untuk melakukan aktivitas; (5)
183
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
pandai dalam mengendalikan urusan rakyat,
kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan
dan (6) berani dan tegas membela rakyat dan
hidup manusia. Kedua, saling membantu
menghadapi agresor dan (7) keturunan suku
dalam menyediakan kebutuhan hidup seperti
Quraisy.
makanan, pakaian dan pendidikan. Dalam
Dalam
suskesi
negara
suatu negara diperlukan division of labour
ditempuh melalui dua sistem, yakni pemilihan
antara warga negara, sejumlah industri dan
oleh ahlul halli wal aqdi atau wasiat kepala
profesi, dimana empat darinya merupakan
negara
profesi inti bagi eksistensi suatu negara:
sebelumnya
kepala
atau
dengan
cara
penunjukan. Al-Mawardi tidak menentukan
pertanian,
sistem mana yang harus dipraktekkan. Ini
politik
menunjukkan sikapnya bahwa baik dari
menempati posisi politik diperlukan manusia
sumber awal agama Islam maupun dari fakta
yang
historis, ia tidak menemukan suatu sistem
pengetahuan dan kearifan yang mendalam dan
baku tentang suksesi kepala negara yang dapat
harus
dipastikan bahwa itu yang dikehendaki oleh
tanggungjawab yang lain (Syadzali,1993).
Islam. Hal ini mengingat sistem suksesi dalam
pemintalan,
untuk
pembangunan
mengelola
memiliki
negara.
kemampuan,
dibebaskan Al-Ghazali
dari
dan
Untuk
keahlian,
tugas
menyatakan
dan bahwa
Islam yang telah dipraktekkan oleh para
kewajiban mengangkat seorang kepala negara
sahabat ada tiga; pertama, pemilihan umum
bukanlah berdasar rasio, tetapi berdasarkan
seperti yang dilakukan oleh lembaga legislatif
keharusan agama. Faktor keamanan jiwa dan
seperti dalam kasus terpilihnya Abu Bakar ra.;
harta tidak akan tercapai tanpa adanya
kedua, pemilihan sistem komisi yang dipilih
penguasa yang ditaati (al-Ghazali, 1320
untuk menentukan penggantian kepala negara,
H:125). Oleh karena itu penguasa dan agama
kemudian penentuan komisi ini dipromosikan
merupakan dua saudara kembar. Agama
kepada
dijustifikasikan
adalah fundamen sementara penguasa adalah
(disahkan), seperti dalam kasus terpilihnya
pelindungnya. Operasionalisasi tata aturan
Umar
dunia tidak akan terjamin kecuali ada kepala
rakyat ibn
untuk
Khattab;
dan
ketiga,
sistem
penunjukan oleh kepala negara sebelumnya
negara yang ditaati.
dengan terlebih dahulu memperhatikan suara
Konsekuensi dari teori ini, al-Ghazali
politik rakyat, sebagaimana dalam kasus
tidak memisahkan antara agama dan negara.
terpilihnya Utsman ibn Affan ra. (ash-
Tidak ada sekularisasi ajaran agama yang
Shiddieqy, 1969).
hanya
Senada
al-Mawardi,
individu
sehingga
harus
al-
dilepaskan dari urusan politik, kenegaraan dan
Ghazali juga berpandangan bahwa manusia
kemasyarakatan dalam arti luas. Dengan
itu makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup
demikian,
sendirian disebabkan dua faktor; pertama,
kehidupan
184
dengan
urusan
agama
tidak
individual,
hanya
mengatur
melainkan
juga
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
kehidupan
kolektif.
Agama
mencakup
berwawasan luas; (5) adil; (6) dewasa; (7)
kehidupan seluruhnya termasuk ritual, etika,
bukan wanita, anak-anak, orang fasik, orang
hubungan antara anggota keluarga, sosial
jahil dan pembeo.
ekonomi, administrasi pemerintahan, hak dan
Atribut bukan wanita sebagai salah
kewajiban warga negara, sistem peradilan,
satu syarat yang dikemukakan al-Ghazali
hukum
hukum
sejalan dengan hadits: “tidak akan sukses
internasional dan seterusnya. Antara agama
suatu masyarakat yang menyerahkan urusan
dan negara terjalin hubungan kuat bagi
(untuk memimpin) mereka kepada wanita.”112
perang
dan
damai,
tegaknya kedaulatan negara melalui seorang
Pemikir
lain,
Taimiyah
kepala negara yang ditaati, yang mampu
menekankan
menjembatani kepentingan rakyat.
sebagai tugas suci yang dituntut agama dan
Lebih lanjut al-Ghazali berpendapat
merupakan
bahwa
Ibnu
salah
menegakkan
satu
perangkat
negara untuk
bahwa Allah telah memilih bani Adam dua
mendekatkan diri
kelompok pilihan: pertama, para Nabi yang
Ibnu
bertugas menjelaskan kepada hamba-hamba
disinggung dalam al-Quran maupun hadits,
Allah tentang jalan yang benar yang akan
tetapi unsur-unsur esensial yang menjadi
membawa kebahagiaan dunia akhirat; dan
dasar negara dapat dengan mudah ditemukan
kedua, para raja (kepala negara) dengan tugas
dalam keduanya, unsur-unsur itu termasuk
menjaga agar hamba-hamba Allah tidak saling
keadilan, persaudaraan, ketahanan, kepatuhan,
bermusuhan dan saling melanggar hak, dan
dan kehakiman, serta penciptaan perdamaian
memandu mereka ke raha kedudukan yang
yang dapat diterjemahkan sebagai instrumen
terhormat. Karena itu, sultan adalah bayangan
sosial politik tegaknya negara (Khan, 1983).
Allah di muka bumi, maka wajib dicintai,
Beberapa
diikuti dan tidak dibenarkan menentangnya.
mengumpulkan
Melalui
istilah
tugas
negara
keagamaan
zakat
dan
tidaklah
seperti
distribusinya,
menghukum tindak kejahatan serta organisasi
bayangan Allah di bumi, maka ia adalah suci
jihad tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
(muqaddas) dan kekuasaannya tidak datang
intervensi penguasa politik. Kendati negara
dari
al-
merupakan keharusan doktrinal dan praktis,
Mawardi. Sistem pemerintahan al-Ghazali
negara tetap subsider sejauh kaitannya dengan
dekat dengan sistem teokrasi. Karenanya, al-
agama.
Ghazali dalam menentukan syarat kepala
mempersatukan seluruh umat manusia dan
negara sama dengan syarat-syarat untuk
menciptakan masyarakat besar berdasarkan
menjadi hakim, ditambah dengan atribut
keyakinan dan hukum yang sama, sebuah tata
keturunan quraisy. Syarat-syarat itu adalah:
sosial berdasarkan hukum ilahi yang kekal
(1) merdeka; (2) laki-laki; (3) mujtahid; (4)
sebagaimana
negara
Taimiyah,
sebagai
rakyat
kepala
kepada Allah. Menurut
pendapat
112
Kepentingan
Islam
adalah
H.R. Bukhari No. 4425
185
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
dan universal. Nilai-nilai dan tata sosial Islam
monarki, aristokrasi maupun demokrasi. Ia
tidak akan terealisasi secara ideal tanpa
bergeser dari khilafah ke sistem pemerintahan
negara. Negara didirikan agar kaum Muslimin
modern yang lebih pragmatis, fungsional dan
dapat
rasional.
Sebagaimana
mereka, sehingga mereka tidak mengalami
Taimiyah
berpendapat
anarki dan disintegrasi.
kepala negara diperlukan bukan saja sekedar
menjaga
eksistensi
dan
identitas
Konsep Ibnu Taimiyah tentang negara
al-Ghazali, bahwa
Ibnu
eksistensi
menjamin keselamatan jiwa dan harta rakyat
didasarkan pada akal dan nagl. Akal terletak
maupun
pada kebutuhan manusia untuk bergabung,
material. Tetapi lebih dari itu untuk menjamin
bekerjasama dan membutuhkan pemimpin
berlakunya syariat.
tanpa peduli orang itu penganut agama atau
menjamin
Ibnu
terpenuhinya
Khaldun,
pengarang
bidang
kitab
tidak. Sementara nagl berasal dari banyak
Muqaddimah, memandang bahwa negara ada
hadits
perlunya
berkat rasa persatuan dan soliditas yang kuat.
kepemimpinan dan pemerintah. Sebagai sabda
Terbentuknya negara adalah suatu gejala
Nabi: ”bila ada tiga orang melakukan
alami
perjalanan, maka hendaknya salah satu di
Kendati
antara mereka menjadi pemimpin”.113 Ibnu
diperlukan
Taimiyah menyatakan; ”empat puluh tahun
Dengan adanya peran agama, maka rasa
berada di bawah pemerintahan tiranik lebih
solidaritas itu akan mampu menjauhkan
baik
tanpa
persaingan yang tidak sehat, justru seluruh
Taimiyah,
perhatiannya terarah pada kebaikan dan
menegakkan agama sebagai tugas suci yang
kebenaran. Teori negara Ibnu Khaldun selain
fungsinya amat besar untuk menegakkan
berdasarkan pada proses sosiologis, juga
keadilan
kejahatan,
didasarkan pada agama. Ia tetap sebagai
memasyarakatkan tauhid dan mempersiapkan
pelanjut pemikir-pemikir sebelumnya seperti
munculnya sebuah negara yang mengabdi
al-Farabi, al-Mawardi, Al-Ghazali dan Ibnu
kepada Allah (Taimiyah, tt:174).
Taimiyah.
yang
dari
menekankan
pada
pemerintahan.”
satu
Bagi
malam Ibnu
memberantas
bagi
manusia
alami, dalam
(Zainuddin,
peranan
agama
menengakkan
1992). sangat negara.
Menariknya, Ibnu Taimiyah tidak
Ibnu Khaldun memandang bahwa
mengakui adanya konsep negara tunggal
penguasa bukan pada atribut penguasaannya,
seluruh dunia Islam ataupun istilah negara
melainkan sekadar dipercaya rakyat untuk
Islam atau sistem khilafah negara-negara
mengurus mereka. Relasional di sini dapatlah
Islam. Bagi Ibnu Taimiyah, yang penting
dikatakan relasi demokratis. Kepentingan
setiap negara tetap sebagai penyelenggara
rakyat terhadap penguasa bukanlah dilandasi
syariah. Taimiyah menyatakan Islam bukan
karena sesuatu hal yang luar biasa, melainkan
karena
113
H.R. Abu Dawud No. 2606
186
rakyat
mempercayainya
untuk
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
mengurusi kepentingannya. Baik buruknya
keberaniannya menyatakan adanya peraturan
penguasa
yang berasal dari rasio. Artinya, seorang
tergantung
memimpinnya.
bagaimana
Penguasa
yang
cara terbaik
kepala
negara
agar
efektif
dalam
bukanlah yang paling pintar, tetapi yang
pemerintahannya tidak harus mendasarkan
bersifat pertengahan, al-mahmudah huwa la
segala sesuatu pada hukum agama, melainkan
tawassut (ibid.)
didasarkan pada moralitas konvensional. Dari
Meski
tidak
menghendaki
tidak
sini berlaku rumus “konvensi moral itu
terlalu pintar, dalam suksesi kepala negara
menjadi landasan hukum.” Hal itu hampir
tetap mensyaratkan seorang calon harus
senada dengan ungkapan Ibnu Taimiyah
disetujui oleh ahlul halli wal aqdi dan harus
bahwa penguasa yang baik meski kafir adalah
memiliki pengetahuan, adil, mampu, sehat
lebih baik dari penguasa yang zalim meski
badan, panca indera dan dari suku Quraisy.
Islam (Azhar,1997).
Mengenai suku Quraisy, Khaldun berusaha menerangkan bahwa pemegang kendali umat
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM ABAD
haruslah berasal dari golongan yang memiliki
MODERN
dominasi terhadap golongan lainnya. Untuk
dapat
melaksanakan
Jamaluddin al-Afghani (1838-1897), tugas
dalam
melihat
politik
menganjurkan
pemerintahan dengan baik, kepala negara
pembentukan Jamiah Islamiyah, yakni suatu
memiliki beberapa fasilitas dan hak, di
ikatan politik yang mempersatukan seluruh
antaranya:
umat
dominasi
(Ghalabah),
Islam
yang
disebut
sebagi
Pan-
pemerintahan (al-Sulthan), dan kekuasaan
Islamisme (Pulungan, 1994). Asosiasi ini
untuk melakukan tekanan (al-yad qahirah).
berdasar
solidaritas
Fasilitas itu dimaksudkan sebagai tindakan
bertujuan
membina
preventif, agar tidak terjadi kesewenang-
persatuan
umat
wenangan
kolonialisme dan dominasi Barat.
dalam
masyarakat.
Untuk
menghindari kesewenangan kepala negara,
akidah
yang
kesetiakawanan
Islam
Al-Afghani
Islam
serta
dan
menentang
menghendaki
bentuk
dibuatlah peraturan dan kebijaksanaan politik
republik bagi negara Islam. Alasannya, dalam
tertentu yang harus ditaati oleh semua pihak.
sistem
Peraturan tersebut menurut Khaldun dapat
berpendapat dan keharusan bagi kepala negara
berasal
para
tunduk pada undang-undang. Yang berkuasa
cendekiawan, negarawan, rohaniawan ulama,
di dalam negara adalah konstitusi dan hukum,
maupun aturan yang bersumber dari ajaran
bukan kepala negara. Kepala negara hanya
agama.
berkuasa untuk menjalankan undang-undang
dari
hasil
Sumbangan
musyawarah
Ibnu
Khaldun
dalam
pemikiran politik Islam yang menarik adalah
dan
Republik
hukum
legislatif.
yang
terdapat
dirumuskan
Pemikrian
kebebasan
lembaga
al-Afghani
ini
187
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
merupakan sistesis antara pemerintahan Barat
penting dalam penerapan hukum syariat Islam
dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dengan
yang terjamin dan terhindar dari berbagai
demikian al-Afghani menghendaki reformasi
bahaya, karena bentuk pemerintahan lain tidak
politik
mampu menerapkan syariat Islam (Ridha,
Islam
dengan
mengganti
bentuk
khilafah menjadi republik. Berbeda
1341 H: 73).
dengan
al-Afghani,
Meski
demikian,
Ridha
tetap
Muhammad
Abduh
(1849-1905)
yang
mempertahankan sistem khilafah, tetapi ia
merupakan
murid
al-Afghani,
tidak
menginginkan
adanya
perbaikan
dalam
memperdulikan bentuk negara, karena Islam
pemerintahan tersebut berupa pelaksanaan
tidak
pemerintahan.
syura dalam pemilihan khalifah yang selama
Menurut Abduh, jika sistem khilafah masih
ini berjalan secara turun-temurun serta dalam
tetap menjadi pilihan, maka bentuk ini harus
perumusan
bersifat
perang,
menetapkan
bentuk
dinamis
yakni
mengikuti
peraturan
pembinaan
kebijakan
politik,
kesejahteraan
umum.
perkembangan masyarakat dalam kehidupan
Termasuk dalam penetapan peraturan yang
materi dan kebebasan berfikir (Ahmad, 1979).
bersifat keagamaan yang tidak ada nash
Hal ini untuk mengantisipasi dinamika zaman.
hukumnya dalam al-Quran dan Sunnah.
Abduh memandang bahwa adanya kejumudan
Dalam keanggotaan ahlul halli wal
umat Islam disebabkan adanya pemerintahan
aqdi, Ridha berpandangan lebih maju
yang sewenang-wenang dan absolut. Bagi
kebanyakan
Abduh, syariat Islam mempunyai pengertian
berpendapat bahwa keanggotaan lembaga ini
sempit dan luas. Islam memiliki unsur
tidak hanya dari ulama atau ahli agama yang
dinamis yang dapat disesuaikan dengan
sudah mencapai tingkat mujtahid saja, tapi
dinamika zaman lewat jalan ijtihad.
juga dilengkapi oleh mereka para pemuka
pemikir
zaman
klasik.
dari Ia
Rasyid Ridha (1865-1935) dalam
masyarakat di berbagai bidang perdagangan,
karyanya al-khilafah au al imamah al-uzhma
perindustrian, dan sebagainya. Ahlul halli wal
berpendapat bahwa jabatan khilafah perlu
Aqdi
dihidupkan kembali dengan membentuk ahlul
khalifah saja. Mereka juga bertugas sebagai
halli wal aqdi. Kelompok ini bertugas
pengawas atas jalannya pemerintahan khalifah
mendirikan
dan
kemaslahatan
pemerintahan umat
yang
mengatur
Islam.
Ridha
tidak
hanya
mencegah
bertugas
perbuatan
mengangkat
penyelewengan
meskipun dengan kekerasan. Mereka bisa
menghendaki bahwa khalifah adalah orang
mengakhiri
kekuasaan
yang ahli fikih (faqih) agar mampu mengobati
kepentingan umum terancam.
khalifah
jika
kerusakan masyarakat dalam pemerintahan
Untuk mempersiapkan calon khalifah,
modern. Baginya, jabatan khalifah adalah
perlu didirikan lembaga pendidikan tinggi
kewajiban syara’ yang eksistensinya sangat
keagamaan. Lulusan dari perguruan tinggi ini
188
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
dipilih untuk dicari yang memiliki keunggulan
Thought Civilization (ISTAC) di Malaysia,
dalam penguasaan ilmu dan ijtihad. Pemilihan
mengemukakan
ini dilakukan oleh sesama alumnus lembaga
mengalami
dan kemudian dikukuhkan melalui baiat ahlul
konfrontasi historis yang dikekalkan oleh
halli wal aqdi dari seluruh dunia Islam.
kebudayaan
Adapun khalifah yang telah dibaiat ini wajib
Islam. Bagi al-Attas, dilema yang dihadapi
ditaati oleh tiap muslim dan dilarang untuk
umat Islam saat ini disebabkan oleh; pertama,
menentangnya.
kebingungan
betapa
dunia
Islam
kemunduran
akibat
adanya
dan peradaban Barat terhadap
dan
kekeliruan
dalam
pengetahuan kedua, hilangnya adab dalam PEMIKIRAN POLITIK KONTEMPORER Ismail Raji al-Faruqi dan Naquib al-
umat
dimana
mengakibatkan
kedua
hal
munculnya
tersebut pemimpin-
Attas, kedua tokoh ini memperkenalkan
pemimpin yang tidak cakap untuk memimpin
gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Bagi
umat yang sah karena tidak memiliki standar
keduanya,
Islam
moral, intelektual, dan spiritual yang tinggi
disebabkan karena kaum Muslimin menerima
sebagai acuan kepemimpinan Islam (al-Attas,
begitu saja kebudayaan-kebudayaan asing (al-
1981).
kemunduran
umat
Faruqi, 1984:VII). Menurut al-Faruqi, umat islam
perlu
mengintegrasikan
Fazlur
Rahman
(1982)
aspek
mengemukakan bahwa satu-satunya jalan
dengan
yang mungkin untuk melakukan pembaharuan
menguasai semua disiplin modern sebagai
adalah dengan cara merombak kembali asal-
prasyarat utama.
usul dan pengembangan keseluruhan tradisi
kemodernan
dan
keislaman
Setelah itu mereka harus
mengintegrasikan seluruh pengetahuan itu ke
Islam.
dalam kebutuhan warisan Islam dengan
neomodernisme-nya
melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran
Islam untuk dapat membedakan secara jeli
kembali dan akomodasi terhadap berbagai
Islam normatif dan Islam Islam historis.
komponennya sebagai word view Islam dan
Rahman membenarkan secara konseptual
menetapkan
itu
sistem parlemen di Barat, namun secara
muslim
subtanstif-etik Rahman menilai parlemen
nilai-nilainya.
disosialisasikan
kepada
Setelah
generasi
Fazlur
mengingatkan
secara Islami. Perlu juga dibangun pusat
material belaka. Umat
pemikiran
untuk
menerima sistem parlemen tersebut sepanjang
mendukung ide Islamisasi Ilmu pengetahuan
substansi musyawarah-nya berorientasi pada
tersebut.
hal-hal yang spiritualistic.
Islam
hal-hal
umat
tersebut
universitas
pada
dengan
melalui pengajaran serta buku-buktu teks dan
berorientasi
Rahman
yang
Islam bisa saja
Sementara Syekh Naquib al-Attas,
Mohamed Arkoun (1994), pemikir
pendiri International Institute of Islamic
Islam kontemporer asal Al-Jazair dengan
189
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
konsep
Islamologi
menampilkan
terapannya
konsep
kekuasaan.
Bila
mencoba
wewenang
wewenang
dan bersifat
paraktik ilmiah pluridisiplinir. Pendekatan penelitian agama tidak bisa dipisahkan dari psikoanalisis,
psikologi,
sejarah,
sosial,
kharismatis teologis sebagai ciri pemikiran
budaya dan sebagainya. Islamologi terapan
makkiyah dan melahirkan kesadaran dan
harus terbuka pada kritik karena tidak ada
ketundukan secara sukarela, maka konsep
suatu metodologi pun yang bersifat sempurna
kekuasaan lebih bersifat rasionalistik dan
(Azhar, 1997).
sistemik sebagai ciri pemikiran madaniyah dan
melahirkan
terhadap
rakyat.
pemaksaan Arkoun
kekuasaan
tidak
setuju
PEMIKIRAN
POLITIK
IKHWANUL
MUSLIMIN
masyarakat yang bersifat taqlid terhadap
Membahas pemikiran politik Islam
status quo dan harus bersifat oposisi loyal.
tidaklah lengkap tanpa menelisik pemikiran
Arkoun mengkritik penggunaan istilah-istilah
Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam terbesar
politik yang dominatif dan hegemonik seperti
dunia yang didirikan Hasan Al-Banna tahun
terminologi baiat, wakil Allah di dunia
1928.
(khalifah
al-
organisasi yang disebut Amin Rais (1987:189)
Mutawakkil, bilah, yang digunakan oleh
sebagai the total conception of ideology.
dinasti-diansti Islam klasik.
Ikhwan memandang Islam sebagai sistem
fil-ard),
al-Mu’tasim,
Arkoun menawarkan enam pemikiran Islamologi
terapan
(empirisme
serba
Gerakan
inklusif
ini
yang
mempunyai
mencakup
ideologi
realitas
Islam),
komprehensif; ia adalah rangkaian yang
pertama, perlu meneganl isi obyektif al-Quran
penuh semangat dan tekad mengubah cara
serta pemikiran para pendiri tradisi Islam.
hidup yang menyeluruh. Bagi Ikhwan, Islam
Kajian tidak boleh netral seperti Islamolog
sebagai ideologi dipandang meliputi seluruh
Barat klasik dan tidak bebas nilai. Kedua,
kegiatan hidup manusia di dunia, sehingga
meninggalkan episteme abad pertengahan
merupakan
muslim, serta menggunakan episteme modern
kewarganegaraan,
seperti di Barat dewasa ini ilmu sosial modern
spriritualitas, aksi, al-Quran dan militer.
teleh menghancurkan saintifik Barat sebelum-
Semangat Ikhwan adalah kembali ke dasar-
nya. Ketiga, studi fenomena agama tidak
dasar Islam yang memang menjadi inti dari
dibatasi pada satu agama tertentu belaka
doktrin kebangkitan Islamnya.
doktrin,
ibadah, agama,
tanah
air,
negara,
seperti yang dikaji di Barat. Keempat, tidak
Ikhwan berprinsip bahwa Islam pada
apriori kepada kebudayaan orang lain seperti
dasarnya adalah revolusi, dalam arti, Islam
yang tercermin dalam konflik Arab-Yahudi,
adalah revolusi melawan korupsi pemikiran
atau
Huntington.
dan korupsi hukum, revolusi menentang
Kelima, Islamologi terapan merupakan suatu
korupsi moral dan korupsi sosial, revolusi
190
konflik
peradaban
ala
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
terhadap monopoli dan terhadap perampasan
Qutb dalam buku al-adalah al ijtimaiyyah fi
kekayaan rakyat secara sewenang-wenang.
al-islam. Pertama, pemerintah supra nasional;
Pemikiran ini lebih visioner dari tokoh-tokoh
kedua, persamaan hak antara para pemeluk
pembaharu sebelumnya seperti Jamaluddin al-
agama,
Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid
pemerintahan Islam.
Ridha.
Kebanyakan
pimpinan
dan
ketiga,
tiga
asal
politik
Ikhwan
Mengenai pemerintahan supra natural,
menggambarkan tokoh-tokoh tersebut dengan
Qutb berpendapat bahwa corak pemerintahan
Afghani sebagai penyeru, Ridha sebagai
Islam adalah manusiawi. Hal ini tercermin
pencatat dan Al-Banna sebagai pembangun
pada konsepsinya tentang manusia dan tujuan
kebangkitan Islam.
menghimpun
Pemikiran politik Ikhwan banyak diwarnai oleh
pemikiran kedua tokoh
seluruh
umat
manusia
berdasarkan persaudaraan dan persamaan. Prinsip
persamaan ras,
ini
tidak
kedaerahan
mengenal
sentralnya; Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb.
fanatisme
dan
bahkan
Munawir Syadzali (1993) menyatakan dasar
keagamaan. Kekuasaan negara mencakup
pemikiran Ikhwan sebagai berikut:
seluruh dunia Islam dengan pusat sebagai
“Islam adalah suatu agama yang
sentral kekuasaan tanpa menganggap wilayah-
sempurna dan amat lengkap, yang
wilayah di luar pusat sebagai jajahan yang
meliputi tidak saja tuntutan moral
dieksploitasi untuk kepentingan pusat. Posisi
dan peribadatan, tetapi juga petunjuk
gubernur
mengenai carta mengatur segala
kemuslimannya, bukan karena putra daerah.
aspek
termasuk
Pendapatan daerah untuk kepentingan daerah
kehidupan politik, ekonomi dan
sendiri dan jika terdapat kelebihan maka
sosial.
untuk
dipergunakan untuk kepentingan seluruh umat
dan
Islam lewat baitul mal atau perbendaharaan
kehidupan Oleh
pemulihan kemakmuran,
karenanya kejayaan umat
Islam
harus
atau
wali
didasarkan
pada
pemerintah pusat.
kembali kepada agamanya yang
Kedua, persamaan hak antara para
sempurna dan lengkap itu, kembali
pemeluk berbagai agama. Hal ini berdasar
pada kitab sucinya, al-Quran dan
atas asas kemanusiaan. Tidak ada perbedaan
sunnah Nabi, mencontoh pola hidup
antara pemeluk agama yang satu dengan
Rasul dan umat Islam generasi
lainnya dalam hal kebutuhan umat manusia
pertama, tidak perlu atau bahkan
pada umumnya, sehingga hak-hak bagi orang
jangan meniru
dzimmi yang terikat perjanjian damai dengan
pola atau sistem
politik, ekonomi dan sosial Barat.” Pemikiran politik Ikhwan secara detil
umat Islam dijamin oleh negara Islam. Ada jaminan kebebasan beragama.
bisa dilihat dalam tiga pokok pikiran Sayyid
191
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
Pokok pikiran ketiga adalah tiga asas politik pemerintahan Islam. Pertama, keadilan
yang tidak ditentukan dalam AlQuran dan Hadits.
penguasa. Kebijakan penguasa harus terlepas
5. Cara pemilihan kepala negara oleh
dari pengaruh internal dan eksternal. Setiap
rakyat dan lama masa jabatan tidak
individu
ada ketentuan yang jelas
diperlakukan
secara
adil
tanpa
dibedakan dari yang lain karena keturunan atau
kekayaan.
Kewajiban
Kedua,
ketaatan
rakyat.
kepada penguasa dilakukan
sepanjang penguasa tidak menyimpang dari
TIPOLOGI BENTUK PEMERINTAHAN DALAM ISLAM Para
pemikir
politik
Sunni
syariat. Ketiga, musyawarah antara penguasa
berpadangan bahwa masalah kepemimpinan
dan rakyat.
merupakan
Secara
Oleh
karena itu, kewajiban mengangkat pemimpin
Ikhwanul Muslimin dapat dirumuskan sebagai
politik ditentukan oleh kesepakatan kaum
berikut:
Muslimin (ijma’), berdasarkan pertimbangan suatu
wahyu (agama). Penentuan pengganti Nabi
kesatuan politik yang berada di bwah
diserahkan kepada kaum Muslimin, bukan
satu pemerintahan tanpa mengenal
ditentukan oleh wahyu. Sedangkan Syiah
batas-batas kebangsaan
berpendapat bahwa penentuan kepemimpinan
2. Kepala
Islam
konsepsi
keduniawian.
politik
1. Dunia
ringkas
masalah
negara
merupakan
sebagai
setelah wafatnya Nabi adalah ditentukan oleh
pengganti Nabi yang dipilih oleh
wahyu yakni hadits Ghadir Khum yang
kaum Muslimin, karena
mereka pahami bahwa Nabi telah menunjuk
negara
berfungsi
itu kepala
bertanggungjawab
pada
mereka dan tidak memiliki otoritas keagamaan dari Allah. 3. Golongan kebebasan
pengganti Nabi (Kamil, 2013). Syiah
non-Islam dan
Ali, menantu dan keponakannya sebagai
memiliki
persamaan
berkeyakinan
bahwa
mempercayai imam yang dianggap ma’shum
tanpa
(terhindar dari dosa) merupakan salah satu
mempunyai hak pilih menjadi kepala
rukun iman atas agama, selain keimanan pada
negara.
keesaan Allah, kenabian, hari akhir, dan
4. Agama pemerintahan Islam dalam
keadilan. Syiah Imamiyah (itsna asyariyah)
Islam dengan melaksanakan syariat
percaya kepada 12 imam, Syiah Ismailiyah
Islam. Adapun bentuk pemerintahan
(sab’ah) percaya pada tujuh imam, serta Syaih
Islam
asalkan
Zaidiyah percaya pada lima imam saja.
persamaan,
Pemahaman in kemudian dikembangkan oleh
ketaatan dan permusyawaratan antara
Khomeini dengan konsep wilayah faqih
penguasa dan rakyat dalam masalah
(kekuasaan tertinggi di tangan seorang faqih
tidak
berasaskan
192
ditentukan keadilan,
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
(ulama)
yang
paling
otoritatif
kekuasaannya
di
atas
Permusyawaratan
Rakyat
seperti
yang
ideologinya.
Ia
berfungsi
mengawasi
Majelis
berlakunya nilai-nilai Islam dan menjunjung
yang
tinggi supremasi hukum Islam (Effendi,
berlaku pada negara Iran modern sekarang ini.
1998).
Ada tiga tipologi pemikiran dalam
Kedua, tipologi Sekuler. Menurut
melihat relasi Islam dan bentuk pemerintahan,
tipologi ini, Islam adalah agama yang tidak
yakni bentuk pemerintahan Teo-Demokrasi,
berbeda dengan agama lainnya dalam hal
sekuler
tidak mengajarkan cara-cara peraturan tentang
dan
moderat
(Kamil,
2013:21).
Tipologi Teo-Demokrasi melihat bahwa Islam
kehidupan
bermasyarakat
adalah agama sekaligus negara (din wa
Karena itu persoalan negara adalah persoalan
daulah). Pandangan ini menyatakan bahwa
sekuler
Islam adalah agama yang sempurna dan antara
adalah akal dan moralitas (kemaslahatan)
Islam dan negara merupakan dua entitas yang
kemanusiaan yang bersifat duniawi semata.
menyatu. Hubungan Islam dan negara benar-
Negara tidak harus diatur agama, demikian
benar organik dimana negara berdasarkan
juga negara tidak boleh intervensi masalah
syariah Islam dan ulama sebagai penasehat
agama karena agama dalam persoalan pribadi
resmi eksekutif bahkan sebagai pemegang
dan keluarga. Pemikir yang masuk dalam
kekuasaan tertinggi. Sebagai agama yang
tipologi ini adalah Ali Abd al-Raziq (1888-
sempurna, Islam tidak hanya sebagai agama
1966), A. Luthfi Sayyid (1872-1963), dan di
seperti pengertian Barat yang sekuler, tetapi
Indonesia Soekarno (1901-1970).
(duniawi)
yang
dan
bernegara.
pertimbangannya
suatu pola hidup yang lengkap dengan
Bagi al-Raziq, misi Nabi adalah misi
pengaturan untuk segala aspek kehidupan tak
agama an sich yang tidak ada kaitannya
terkecuali masalah politik. Adapun tokoh
dengan politik keduniawian (sekuler). Nabi
yang termasuk dalam tipologi ini adalah
adalah utusan Allah yang ditugaskan untuk
Rasyid Ridha (1865-1935), Sayyid Qutb
mendakwahkan
(1906-1966, Abu al-A’la al-Maududi (1903-
mendirikan
1979), dan di Indonesia Muhammad Natsir.
hanyalah seorang Rasul yang semata-mata
Islam
negara.
tanpa Nabi
bermaksud Muhammad
Khusus Indonesia, Muhammad Natsir
mengabdi pada agama. Kekuasaan nabi adalah
menyatakan bahwa Islam lebih dari sekedar
kekuasaan rohaniah yang berbeda dengan
sistem agama, tetapi suatu kebudayaan yang
kekuasaan raja yang mempunyai kekuasaan
lengkap. Negara adalah dua entitas relegio-
fisik
politik yang menyatu. Konstruk negara yang
jasmaniyah. Nabi tidak mendirikan kerajaan
dicita-citakan Islam adalah negara yang
atau negara dalam pengertian yang selama ini
berfungsi menjadi alat Islam yang secara
berlaku dalam ilmu politik. Karena itu, tidak
formal
mendasarkan
Islam
yang
meniscayakannya
ketundukan
sebagai
193
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
ada
seorangpun
yang
dapat
mengganti
risalahnya (Kamil, 2013).
Tipologi
ketiga
adalah
tipologi
moderat. Tipologi ini menolak pendapat
A Luthfi Sayyid berpendapat hal yang
bahwa Islam adalah agama yang lengkap yang
sama. Menurutnya, agama dan negara adalah
mengatur semua urusan termasuk politik.
hal yang berbeda. Dalam membangun negara,
Tetapi menolak juga pendapat kedua bahwa
kamu muslimin tidak harus mengikatkan diri
Islam tidak ada kaitannya dengan politik
pada Islam dan pan –Islamisme karena tidak
(Kamil,
lagi relevan. Sikap seperti ini juga diyakini
menunjukkan preferensi pada sistem politik
Soekarno di Indonesia. Baginya, agama dan
tertentu, namun dalam Islam terdapat prinsip-
negara harus dipisah agar keduanya berjalan
prinsip moral dan etika bagi kehidupan
sendiri-sendiri.
dilepas
bermasyarakat dan bernegara dimana umat
demikian
Islam bebas memilih sistem mana yang
dikemukakan
terbaik. Tokoh yang termasuk dalam tipologi
Soekarno adalah, jika agama diperkenankan
ini adalah Muhamamd Hussein Haikal (lahir
hadir dalam wilayah publik, ia akan menjadi
1888),
alat politik belaka bagi yang berkepentingan
Fazlurrahman, Muhamed Arkoun, dan di
dan juga akan melahirkan rasa terdiskriminasi
Indonesia Nurcholish Madjid.
ikatannya
dari
sebaliknya.
Negara
harus
negara
Argumen
dan
yang
2013).
Kendati
Muhamamd
Abduh
Islam
tidak
(1862-1905),
bagi pemeluk selain agama publik tersebut.
Haikal (1993) berpendapat bahwa di
Menurut Soekarno, yang mesti diambil dari
dalam al-Quran dan sunnah tidak terdapat
agama (semisal Islam) adalah api atau
prinsip-prinsip
semangatnya saja, dan karakter agama juga
langsung
harus
ketatanegaraan. Ayat tentang musyawarah
rasional,
kultural,
dan
progresif
(Effendi, 1998).
dasar
kehidupan
berhubungan
yang dengan
misalnya tidak diturunkan dalam kaitan sistem
Di Turki, pemikir yang berpandangan
pemerintahan. Oleh karenanya empat khalifah
sama dengan pemikir di atas adalah Zia
periode awal (khulafaur rasyidin) memang
Gokalp
menganjurkan
dibaiat masyarakat di masjid, tetapi mereka
pemisahan masalah dinayet (keyakinan dan
diangkat tidak selalu melalui pemilihan. Nabi
ibadah) dan muamalah (sosial), termasuk di
sendiri
dalamnya soal politik. Bagi Gokalp, persoalan
Arab asalkan menerima baik agama yang
agama
sementara
dibawanya. Menurut Haikal, ada tiga prinsip
persoalan sosial politik adalah urusan sultan
dasar peradaban manusia menurut sumber
atau negara. Hal ini karena persoalamn
Islam yakni prinsip monoteisme murni, kedua,
muamalah sangat dinamis dan berubah-ubah,
prinsip
sementara agama cenderung tidak demikian
kausalitas) yang tidak pernah berubah, dan
(Nasution, 2003).
ketiga, persamaan antar sesama manusia
194
(1875-1924).
adalah
urusan
Ia
ulama,
membiarkan
sunatullah
sistem
(hukum
pemerintahan
alam/logika
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
sebagai konsekuensi prinsip pertama dan
gender atau kulit. Bagi Fazlur Rahman, syuro
kedua.
tidak berati bahwa satu pihak meminta Sejalan dengan Haikal, Muhammad
nasehat pada pihak lain sebagaimana dahulu
Abduh termasuk pemikir tipologi ketiga.
terjadi antara khalifah dan ahlu halli wa al-
Menurutnya, Islam bukanlah agama semata-
‘aqdi, melainkan nasihat timbal balik melalui
mata, melainkan mempunyai hukum-hukum
diskusi bersama. Namun demokrasi yang
yang
dimaksud
mengatur
hubungan
antar
sesama
Fazlur
Rahman
adalah
yang
muslim dan sesama manusia lainnya yang
berorientasi pada etika dan nilai Islam, tidak
untuk menjaminnya diperlukan penguasa atau
bersifat material layaknya demokrasi di Barat.
negara. Bagi Abduh, negara kaitannya dengan
Senada
dengan
Haikal,
Arkoun
agama adalah subsider saja dan pendapatnya
menerima penyataan Ibnu Khaldun bahwa
juga bahwa tidak ada orang atau lembaga
sistem kekhalifahan tidak berbeda dengan
yang
sistem
memegang
kekuasaan
keagamaan
kerajaan
yang
terlihat
pada
hegemonik,
dimuka bumi. Kepala negara adalah seorang
termonologi bai’ah dan wakil Allah di muka
sipil yang diangkat dan dapat diberhentikan
bumi. Dari sini
rakyat,
ia
demokratis dan mengkritik para ulama yang
bertanggungjawab.di Mesir, Partai Nasional
telah ikut melestarikan status quo kekuasaan
Mesir yang dirumuskannya membuka anggota
dinasti yang jauh dari moral Islam. Meski
dari seluruh rakyat Mesir, baik yang beragama
demikian, Arkoun juga mengkritik habis
Islam, Yahudi, Kristen maupun yang lainnya.
sekularisasi gaya Ataturk di Turki yang bagi
kepada
mereka
yang
dan
dengan mempunyai kewenangan wakil tuhan
dan
seperti
dominatif
Arkoen menyetujui negara
Bila Haikal tidak menyebut preferensi
Arkoun merupakan bentuk kesadaran naif
Islam pada sistem politik tertentu, maka
yang didasari oleh kekagetan budaya. Ia juga
pemikit Islam setelahnya yakni Fazlurrahman
menolak pembentukan negara Islam ala
dan Mohamed Arkoun menyebut bahwa dari
Khomeini karena telah melakukan sakralisasi
prinsip
al-Quran
dan
Hadits,
terhadap sesuatu yang sebenarnya duniawi.
adalah
sistem
politik
Prinsip kenegaraan Islam menurut Arkoun
demokratis (Azhar, 1996). Fazlur Rahman
adalah syura (musyawarah), ijtihad, dan
berpendapat bahwa masyarakat Islam adalah
penerapan syariat Islam yang tujuannya untuk
masyarakat menengah yang tidak terjebak
mewujudkan
pada ekstremitas serta ulil amri (penguasa)
bertanggung jawab dan bermartabat).
tidak menerima konsep elitisme ekstrim.
CIVIL
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang
POLITIK ISLAM
preferensi
disebut Islam
inklusif, saling berbuat baik dan kerjasama, dan tidak melakukan diskriminasi berdasarkan
masyarakat
SOCIETY Civil
society
yang
DALAM
bermoral, SEJARAH
menekankan
aspek
horizontal masyarakat. Salah satu ciri civil
195
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
society adalah adanya civility (keberadaban)
mengalami kekalahan terutama sebab tidak
dan fraternity (persaudaraan). Al-Habib al-
disiplinnya pasukan pemanah untuk tetap
Janhani dalam Kamil (2013) menyebut civil
menjaga bukit Uhud (Syadzali, 1993).
society sebagai masyarakat yang bukan saja
Pasca Nabi Muhammad, Abu Bakar
independen berhadapan dengan pemerintah
(berkuasa 632-634 M) dalam pidato baiat-nya
yang hegemonik, serta dapat mengurus diri
menyampaikan poin primus inter pares (yang
sendiri, melainkan juga mempunyai spirit
utama dari yang sama) serta permintaannya
individual dan kelompok untuk bergerak
untuk dikritik, sebuah pengakuannya atas civil
dalam kerja-kerja sosial, kemaslahatan umum,
society. Ia berkata: “Wahai manusia, aku
membela
hak-hak
lemah,
telah diangkat sebagai pemimpin kalian,
memiliki
solidaritas
toleran,
sedangkan aku bukanlah orang yang terbaik
mendahulukan dialog, mengakui hak-hak
di antara kalian. Maka, bila aku berbuat baik,
orang lain, perbedaan pendapat, dan sebagai
bantulah aku, dan bila kau berbuat buruk,
masyarakat
luruskanlah aku….” (al-Maududi:1996).
masyarakat
horizontal,
(vertikal). Civil society
sosial,
bukan
struktural
menjunjung tinggi
Khalifah kedua, Umar bin Khattab
nilai-nilai agama, lawan dari masyarakat etatis
(berkuasa
634-644
(totaliter), diktator (otoriter), dan elitis, atau
pelantikannya juga meminta pada kaum
masyarakat yang primordial.
Muslimin
agar
M),
saat
membetulkan
pidato setiap
Praktik masyarakat Islam yang bisa
penyimpangan yang mungkin mereka lihat
dijadikan rujukan civil society juga terdapat
dalam dirinya. Tiba-tiba seseorang berdiri
dalam
Nabi
menanggapi pidatonya tersebut: “Jika kami
Muhammad, praktik ini bisa dilihat dalam
melihat penyimpangan pada dirimu, kami
peristiwa perang Uhud (3 H). Awalnya, untuk
akan membetulkannya dengan pedang kami.”
menghalau serangan kedua dari kaum Qurays
Umar pun kemudian bersyukur kepada Allah
yang berkekuatan 3.700 orang, disepakati oleh
karena ada yang bersedia memperbaikinya
kaum Muslimin untuk bertahan di kota
demi kebenaran.
sejarah
Islam.
Pada
masa
Madinah. Namun kemudian muncul pendapat,
Peristiwa lain yang menunjukkan
karena didorong oleh semangat jihad, untuk
bahwa secara esensi civil society adalah hal
keluar
Mengingat
yang biasa bagi praktik kepemimpinan Islam
pendapat terakhir ini menjadi mayoritas,
adalah pidato umum Umar yang dibantah oleh
dengan kesepakatan bukit Uhud sebagai
seorang wanita. Umar mengungkapkan agar
tempat untuk menghadapi kekuatan ofensif
tidak berlebih-lebihan dalam memberikan
Mekah kali ini, Nabi kemudian mengikuti
jumlah mahar dalam perkawinan. Namun tiba-
pendapat
mayoritas
Meskipun
tiba seorang perempuan bernama Fatimah
akibatnya,
Nabi
pasukannya
binti Qays, tidak setuju. Dia mengutip QS.
196
dari
kota
Madinah.
sahabat. beserta
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
An-Nisa: 20 yang mendukung argumennya.
keuangan negara; (4) memeriksa pengelolaan
Umar pun menyadari kesalahannya seraya
dan
berkata: “Perempuan ini benar dan Umar
mengembalikan hak-hak rakyat yang diambil
salah” (Kamali, 1996:77).
oleh aparat negara. Pada masa khalifah Umar
Pada masa pemerintahan khalifah
penyaluran
harta
wakaf;
dan
(5)
bin Abdul Aziz (717-720 M), kedudukan
Usman (644-655 M), terjadi demo dari sekitar
lembaga
2000 orang yang datang dari Irak dan Mesir.
mengembalikan seluruh harta rakyat yang
Mereka masuk kota Madinah dan mengepung
diambil oleh para penguasa sebelumnya.
rumah Usman dengan tuntutan agar ia mundur
Fungsi lembaga ini
dari jabatan Khalifah. Menanggapi tuntutan
masa pemerintahan dinasti Abbasiyah (750-
mereka, Usman menyatakan bahwa ia siap
1258 M) terutama pada masa al-Mahdi (775-
dan ingin memecahkan setiap keluhan yang
785 M), Harun ar-Rasyid (785-809), dan al-
benar, tetapi tidak akan memecat dirinya
Makmun
sendiri.
berakhirnya Dinasti Turki Usmani (1300-
Para
kerusuhan
pendemo
selama
40
ini
hari
membuat hingga
tak
ini
semakin
(813-833
menguat.
Ia
terus berlanjut hingga
M)
bahkan
sampai
1920).
terkendali. Mereka lalu menyerbu rumah
Karenanya, secara esensi civil society
Usman dan membunuhnya secara zalim. Jasad
yang
meniscayakan
perlawanan
Usman ditinggalkan selama tiga hari tanpa
masyarakat
dikuburkan (Al-Maududi, 1996).
penguasa sejalan dengan praktik sejarah
terhadap
oleh
penyelewengan
Sejak Dinasti Umayyah berdiri (661-
politik Islam masa dinasti pasca khulafa
750 M), terjadi penurunan drastis praktik civil
rasyidin sekalipun. Masyarakat muslim pada
society dalam Islam, meski bukan berarti tidak
waktu itu dimungkinkan untuk kritis dan
ada sama sekali. Pada masa pemerintahan
melawan
Abdul Malik bin Marwan (685-705), berdiri
bahkan menghukumnya.
lembaga
wilayah
al-mazhalim
(Nasution,
kesewenang-wenangan
Dewasa
ini,dalam
penguasa
praktik
politik
2003). Lembaga ini berfungsi mengawasi
kontemporer di negara-negara muslim, secara
penguasa
publik
untuk
umum civil society mereka bermasalah. Para
masyarakat.
Yang
penguasa di negara-negara Arab misalnya,
menarik, wilayah al-mazhalim dapat bertindak
mereka memperoleh kekuasaan dengan cara
tanpa harus menuggu adanya suatu gugatan
pewarisan atau cara kedua dengan kudeta. Di
dari yang dirugikan. Kekuasaan lembaga ini
negara-negara neo-Islam, kekuasaan sulit
antara lain; (1) memeriksa sikap para pejabat
dikontrol dan di negara-negara muslim kaya
dan keluarganya; (2) memeriksa para pejabat
minyak rakyat menjadi tidak memiliki daya
dalam pungutan dana; (3) memeriksa para
tawar. Meski ada juga beberapa negara yang
pejabat yang bertanggung jawab dalam urusan
semi demokratik bahkan ada yang memiliki
melindungi
atau
pejabat
hak-hak
197
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
civil society yang prospektif seperti Mesir dan
menyatakan, dalam Islam terdapat konsep
Iran. Dan tentu yang paling maju civil society-
penyelenggaraan kekuasaan dengan prinsip
nya adalah Indonesia pasca reformasi 1998.
amanah, musawah, ‘adalah, syuro, ijma’, dan
Dalam khazanah pemikiran Islam
baiat. Prinsip demokrasi dalam al-Quran
klasik dan pertengahan, civil society bisa
begitu
disimpulkan sejalan. Sejalan dengan konsep
reformulasi dan reinterpretasi.
Ibn Hazm yang mengharuskan penguasa lalim diturunkan,
adalah
Persoalan mendasar dalam melihat
amanah
keyakinan bahwa tuhan yang berkuasa mutlak
(akuntabilitas) serta kecaman Islam pada
(QS. Ali Imran:26), meski menurut John L.
masyarakat muslim yang membebek pada
Esposito (1996), penolakan pada demokrasi
kekuasaan. Meski tidak persis sama dan tidak
tersebut lebih karena faktor Barat kolonial
seluruh periodisasi sejarah, paling tidak ada
yang
beberapa praktik politik yang bisa dijadikan
demokrasi
akar untuk dijadikan contoh civil society
sebenarnya dalam diri manusia terdapat
dalam dunia Islam. Misalnya sikap para
kekuasaan temporal dari Tuhan seperti ayat
khalifah yang tidak anti kritik, praktek people
teantang manusia sebagai khalifah di bumi
power pada masa Utsman bin Affan, praktik
(QS. Al-Baqarah: 30) dan ayat-ayat free will
wilayah madzalim, adanya kepemimpinan
(al-Kahfi:29 dan ar-Ra’d:11).
and
ma’ruf
diperlukan
hubungan antara Islam dan demokrasi adalah
(check
amar
Yang
mahyi
munkar
konsep
kuat.
balances),
ulama selain umara (penguasa), serta adanya realitas kelompok oposisi dalam sejarah.
sekuler,
bukan
secara
penolakan
keseluruhan.
pada Meski
Benar bahwa al-Quran memuat segala hal, namun hal itu hanya aspek etik saja, mengingat al-Quran dalam aspek-aspek sosial
ISLAM
DAN
PANDANGAN
DEMOKRASI
DALAM
PEMIKIR
POLITIK
ISLAM
hanya
membicarakan
yakni ‘adl (keadilan), syura (musyawarah), musawah
Terdapat
perbedaan di kalangan
prinsip-prinsipnya,
(persamaan).
keadilan,
Ibn
Taimiyah
Bahkan
untuk
berkata:
”Allah
pemikir politik Islam menyikapi konsep
mendukung kekuasaan yang adil meskipun
Demokrasi dalam wacana partai politik dan
kafir, dan tidak mendukung kekuasaan yang
negara Islam. Kalangan yang menerima
dzalim
demokrasi berpandangan bahwa hal itu bukan
mengkritik
sebagai problem yang harus dipermasalahkan.
misalnya prinsip amar ma’ruf nahyi munkar
Dr. Yusuf Qaradhawi (1997) berpendapat
(QS. Ali Imran:104). Dalam hadits riwayat
bahwa substansi demokrasi sejalan dengan
Ibnu Majah dikatakan bahwa jihad yang
Islam karena Islam dan demokrasi sama-sama
paling
menolak
kebenaran
198
diktatorisme.
Huwaidi
(1996)
meskipun juga
utama pada
Islam”. dijamin
adalah penguasa
Kebebasan dalam
Islam
menyampaikan yang
zalim.
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
Disamping itu terdapat jaminan kebebasan
tiga orang yang shalatnya tidak terangkat
berpendapat (QS. As-Syura: 38, Annisa: 59
sejengkalpun di atas kepalanya. Pertama,
dan 83; kebebasan berserikat dalam al-Maidah
orang yang mengimami shalat suatu kaum,
ayat 2,
sedang mereka membencinya”.114
al-Mujadilah: 22 dan kebebasan
beragama dalam QS. al-Baqarah ayat 256 dan Yunus ayat 99 (Pulungan, 1994). Argumen kesesuaian
Islam
penolakan
Islam
yang dan
demokrasi adalah pada tingkat aspiratifnya. menunjukkan
demokrasi
terhadap
Berdasar hadits ini, salah satu ukuran Suatu Negara dikatakan demokrasi sejauh ia
adalah
mencerminkan aspirasi rakyatnya, termasuk di
kediktatoran
dalamnya tidak bertentangan dengan sistem
Namrudz dan Firaun (QS.al-Baqarah:258 dan
kepercayaan
ad-Dukhan:31); pemilu sebagai kesaksian
sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat
rakyat (al-Baqarah 282-283), pengecaman
dengan konsep WASP (White, Anglo Saxon,
terhadap rakyat yang hanya membebek saja
and Protestan).
(QS.
Al-Qashash:8,
24),
negara
(agama)
yang
dianutnya
Islam
Demokrasi ditolak oleh elit di negara
menjunjung tinggi toleransi dan pluralitas
muslim karena efektivitas demokrasi terhadap
sebagai sunnatullah (Qs. Al-Baqarah 256,
keutuhan
Huud:118 Yunus: 99).
melahirkan
Argument lain bahwa demokrasi tidak
bangsa.
Demokrasi
kekacauan
dianggap
sosial,
clean
governance yang tidak kunjung tiba sebab
bertentangan dengan Islam adalah legislasi
maraknya
tidak berarti penentangan terhadap hukum
koronisme akibat balas budi terhadap mereka
Tuhan karena legislasi di parlemen dalam
yang berjasa dalam pemilihan presiden atau
persoalan yang belum jelas aturannya dalam
pilkada langsung. Hal utama penolakan
syariah; multi partai dalam sistem demokrasi
tersebut disebabkan karena demokrasi tidak
merupakan
membawa pada peningkatan kesejahteraan
kelembagaan
yang
akan
menghindari kedzaliman, dan yang dimaksud perbedaan dalam hal ini
praktik
politik
uang
dan
ekonomi (Kamil, 2013).
adalah dalam arti
Alasan kedua penolakan elit muslim
jenis dan spesifikasi, bukan perselisihan.
terhadap demokrasi adalah karena persoalan
Adapun larangan meminta kekuasaan seperti
teologis. Kelompok ini memandang bahwa
disebut dalam hadits adalah dalam konteks
demokrasi sebagai sesatu yang haram dalam
ambisius dan rakus. Pencalonan sebagai
Islam
bagian dari system demokrasi dibolehkan
diantaranya adalah Sayyid Qutb dari Mesir,
sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yusuf
Thabathabai dari Iran, Ali Benhadj dari Al-
dan Sulaiman (Kamil, 2002).
Jazair dan Abdul Qadim Zallum, pendiri
Islam mengenal system penerimaan rakyat yang disebut baiat. Kata Nabi, “ada
dan
patut
diwaspadai.
Mereka
Hizbut Tahrir.
114
HR. Ibnu Majah I/311 No. 971
199
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
Sayyid
ideolog
mayoritas tidak memiliki signifikansi karena
Ikhwanul Muslimin yang dieksekusi rezim
yang signifikan adalah teks-teks syariat dan
Gamal Abdun Nasr pada tahun 1966, sangat
kebebasan seperti kebebasan beragama dalam
keras menentang setiap gagasan kedaulatan
Islam tidak ada (ibid.)
rakyat.
Bagi
Qutb,
seorang
Qutb,
demokrasi
bagi
kekuasaan
menyatukan pendapat dua kubu di atas.
Tuhan. Sedang seseorang yang mengakui
Kelompok ini dipelopori oleh Abul ‘Ala al-
kekuasaan
Maududi. Doktrin kedaulatan Tuhan dalam
merupakan
Sayyid
pelanggaran Tuhan
berarti
melakukan
Kelompok
syariat
ketiga
(hukum
berusaha
penentangan secara menyeluruh terhadap
bentuk
kekuasaan manusia dalam seluruh pengertian,
membatasi
bentuk, sistem, dan kondisi. Sayyid Qutb
Maududi (1990:160), ada kemiripan antara
menekankan bahwa syariat sebagai sistem
demokrasi dan Islam. Bedanya, dalam sistem
hukum sudah sangat lengkap, sehingga tidak
politik di Barat, suatu negara demokratis
ada legislasi lain yang mengatasinya (ibid.).
menikmati kedaulatan mutlak, maka dalam
kedaulatan
Tuhan)
rakyat.
yang
Bagi
Al-
Thabathabai, seorang mufasir dan
demokrasi Islam, kekhilafahan ditetapkan
filsuf Iran terkemuka berpendapat bahwa
untuk dibatasi oleh batas-batas yang telah
Islam dan demokrasi tidak bisa disatukan
digariskan oleh hukum ilahi. Suatu negara
karena prinsip mayoritasnya. Menurutnya,
yang didirikan atas dasar kedaulatan de jure
setiap
kelahirannya
Tuhan tidak dapat melakukan legislasi yang
senantiasa bertentangan dengan pendapat
bertolak belakang dengannnya (Al-Quran dan
mayoritas. Sedang manusia sering tidak
hadits)
menyukai apa yang tidak adil dan benar.
Misalnya kasus UU yang membolehkan
Dengan mengutip al-Quran surat al-Mu’minin
minuman keras di negara sekuler, tidak akan
ayat 70-71, ia berkesimpulan bahwa salahlah
terjadi dalam sistem pemerintahan Islam.
mereka yang menganggap tuntutan mayoritas
Namun, tidak berati sistem Pemerintahan
selalu adil dan mengikat.
Islam mengebiri potensi rasional manusia
agama
besar
dalam
sekalipun
rakyat
menuntutnya.
Senada dengan Thabathabai, Abdul
untuk masalah administrasi dan persoalan
Qadir Zallum berpendapat bahwa demokrasi
yang tidak dijelaskan secara gamblang dalam
adalah
(ad-
syariat. Hal semacan itu dapat ditetapkan
dimuqratiyah nizham kufr) yang bertentangan
berdasar konsensus di antara kaum Muslimin
dengan
yang memiliki kualifikasi. Sistem Islam
sistem Islam.
kufur Ia
non
Islam
berargumen
bahwa
demokrasi adalah produk akal manusia, bukan
usulan
Tuhan, bagian dari akidah sekularisme. Dalam
moderat. Ia menyebut sistem ini dengan
Islam kedaulatan ada di tangan syariat, tidak
istilah
di tangan rakyat. Dalam Islam, prinsip
pemerintahan demokrasi ilahi, suatu sistem
200
al-Maududi ini mengambil jalan “Teo-Demokrasi”
yakni
sistem
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
kedaulatan rakyat yang dibatasi kedaulatan
Partai Keadilan, PNU, PKU, PSII dan PP
Tuhan lewat syariat-Nya.
hanya
meraup
suara
18,8
persen.
Dibandingkan Pemilu 1955, maka terjadi PROSPEK PARTAI POLITIK ISLAM DI
penuruna suara partai-partai poltik Islam
PEMILU DAN PILKADA
sebesar 25,32 persen. Bila suara PKB dan
Umat Islam di Indonesia secara mayoritas
menerima demokrasi. Hal ini
setidaknya terlihat dari
PAN sebagai partai berbasis massa Islam sebesar 18,8 persen ditambahkan ke dalam
antusiasme kaum
deretan partai Islam tersebut, maka perolehan
Muslimin Indonesia sejak Pemilu 1955.
suara partai-partai Islam pada Pemilu 1999
Manifestasi dari unsur politik Islam di
menjadi 37,19 persen. Artinya, ada penurunan
Indonesia adalah munculnya Partai Politik
sebesar 6,31 persen dibanding hasil pemilu
Islam. Deliar Noer (1983) menyatakan bahwa
1955 (Umar, 2004: 112).
partai politik merupakan himpunan orangorang
yang
tempat
Islam mendapat raihan 31,41 persen suara
penyaringan dan pembulatan, serta tempat
nasional dengan rincian PKB 9,04 persen,
berkumpulnya orang-orang yang se-ide, cita-
PKS 6,79 persen, PAN 7,59 persen, PPP 6,53
cita dan kepentingan. Lebih lanjut, partai
persen serta PBB sebesar 1,46 persen.115
politik Islam bisa diartikan sebagai suatu
Raihan ini tentu masih lebih kecil dari suara
kelompok orang-orang Islam yang terorganisir
ketika partai-partai Islam tersebut pertama
dalam
kali
suatu
se-ideologi
wadah
atau
Pada pemilu 2014 kemarin, partai
organisasi
yang
muncul
pada
Pemilu
1999
lalu.
meletakkan Islam sebagai dasar dan garis
Penurunan suara partai-partai Islam tersebut
perjuangannya untuk menyampaikan aspirasi,
menandakan meski penduduk Indonesia yang
maupun ide dan cita-cita umat Islam dalam
mayoritas Muslim, hal itu tidak berkorelasi
suatu
positif pada tingkat elektabilitas partai-partai
negara.
berdirinya
Oleh
Partai
banyak
Politik
kalangan,
Islam
sering
Islam.
diidentikkan dengan keinginan formalisasi Islam di Indonesia
Lebih lanjut, dalam Pilkada serentak Desember 2015 silam yang dilaksanakan di 8
Pada Pemilu 1955, suara umat Islam
provinsi, 222
kabupaten, dan
berdasarkan
Islam waktu itu yakni partai Masyumi, partai
Pemilih untuk Rakyat (JPPR) terhadap 208
NU, PSII, PERTI, dan PPTI yang meraih total
daerah,
43,5 persen suara. Sementara untuk Pemilu
terbanyak, yaitu 105 daerah, disusul oleh
1999
Gerindra sebanyak 87 daerah, NasDem 85
dianggap
sebagai
pemilu
demokratis kedua setelah Pemilu 1955, partai politik Islam yang terdiri dari PPP, PBB,
PDIP
Jaringan
kota,
termanifestasikan pada partai-partai politik
yang
kajian
34
mendapatkan
Pendidikan kemenangan
115
Lihat: http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_ Perolehan_suara_parpol.pdf, diakses 25 Juni 2016, pukul 10.20 WIB.
201
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
daerah, PAN 80 daerah, PKS 75 daerah,
termasuk
Demokrat 68 daerah, PKB 65 daerah, Hanura
Syariah di beberapa daerah. Namun wacana
63 daerah, Golkar 49 daerah, PBB 32 daerah,
formalilsasi syariat tersebut justru tidak
116
PKPI 31 daerah dan PPP 28 daerah.
melalui
penerapan
Perda-perda
Lagi-
mendapat respon positif dari masyarakat.
lagi partai Islam tidak bisa mengimbangi
Masyarakat Indonesia lebih memilih “jualan”
partai-partai nasionalis. Artinya, tingginya
partai yang lebih menyentuh kebutuhan hidup
arus islamisasi di masyarakat Indonesia baik
rakyat yang makin tak terkejar.
dalam bidang islamic financial, lifestyle, dan
Lebih lanjut, adanya perpecahan di
fashion, nyatanya belum mampu menjadi nilai
tubuh partai Islam menjadikan laju partai
positif bagi peningkatan perolehan suara
Islam terhambat. Sebagimana PPP yang kini
partai-partai Islam. Masyarakat Indonesia
terpecah antara
pada umumnya lebih melihat faktor lain
Romahurmuziy, PKB antara kubu Gus Dur
dalam menentukan pilihan politik seperti
dan Muhaimin Iskandar, PAN yang dulu
track record calon dan partai yang bertarung.
sempat terpecah hingga melahirkan PMB.
Saat ini, partai politik Islam dapat
kubu Djan Fariz dan
Begitu pula adanya kubu
“keadilan” dan
menempatkan kadernya sebagai pemimpin
“kesejahteraan” di PKS (Muhtadi, 2012).
sejumlah daerah strategis melalui momen
Penyebab lain menurunnya suara partai Islam
Pilkada. Di Jawa Barat misalnya, PKS selama
adalah
dua periode berturut-turut dapat mendudukkan
membelit banyak tokoh partai Islam. Hingga
kadernya sebagai orang nomor satu di
kini, tidak ada partai Islam yang kadernya
provinsi
tidak tersandung
tersebut,
namun
hal
itu
pada
masalah
korupsi
yang
saat
ini
masalah korupsi. Dengan
kenyataannya tidak berkorelasi positif bagi
mendasarkan partai pada sesuatu yang sakral
peningkatan suara partai. Yang terjadi suara
yakni nilai-nilai agama, efek dari kasus
partai justru makin tergerus. Jika di tahun
korupsi partai Islam akan lebih dahsyat
2004 PKS berhasil meraih 14 kursi DPRD
dibanding korupsi yang dilakukan partai-
Jawa Barat, maka jumlah tersebut menurun
partai nasionalis.
menjadi 13 kursi di tahun 2009 dan bersisa
Partai Islam dianggap sama saja bahkan lebih
hanya 12 kursi di tahun 2014.
117
buruk dari partai lain yang melakukan
Dalam level negara, beberapa Partai Politik Islam berusaha memasukkan Piagam Jakarta
dalam
amandemen
UUD
1945,
116
Lihat: http://www.republika.co.id/berita/nasional/pilka da / 15/12/14/nzb8bk361-ini-parpol-yang-calonnya-mera jaihasil-pilkada, diakses 25 Juli 2016, pukul 11.15 WIB. 117 Lihat: http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_ Penetapan_Hasil_Pileg.pdf, diakses tanggal 26 Juni, pukul 10.30 WIB
202
Karena kasus korupsi,
korupsi. Alih-alih dapat membedakan diri dengan partai lain, partai Islam justru terjebak dalam perilaku tansaksional dalam demokrasi elektoral berbiaya tinggi yang ujungnya memaksa seluruh kader mencari pembiayaan sebanyak-banyaknya demi membiayai biaya
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
kampanye dan operasional partai. Partai Islam
dan sistem pemerintahan dalam Islam, para
acapkali tidak segan untuk masuk ke wilayah
pemikir
abu-abu yang beresiko hingga akhirnya kader
penyebutan kriteria bagi seorang kepala
mereka terciduk KPK.
Namun demikian,
negara. Aspek keadilan
perlu dicatat bahwa eksistensi partai Islam di
menjadi parameter utama.
Indonsia
merupakan
salah
satu
sarana
Islam
Civil
menekankan
society
melalui
dan kecerdasan
sebagai
manifestasi
moderasi kaum Islamis yang dapat mereduksi
masyarakat madani nyatanya telah ada dalam
cita-cita negara Islam bahkan lebih jauh dapat
sejarah Islam seperti konsep amar ma’ruf
mereduksi faham radikal.
mahyi munkar (check and balances), amanah
Melalui partai
Islamlah semangat bernegara kaum Islamis
(akuntabilitas).
bisa tersalurkan secara proporsional dan
persis sama dan tidak seluruh periodisasi
bertanggung
penerapan
sejarah, seperti sikap para khalifah yang tidak
syariat dapat ditempuh oleh kaum Muslimin
anti kritik, praktek people power pada masa
tidak harus melalui jalan revolusi ataupun
Utsman bin Affan, praktik wilayah madzalim,
kudeta, tapi melalui objektifikasi, rasionalisasi
adanya kepemimpinan ulama selain umara
dan marketisasi substansi syariah melalui jalur
(penguasa), serta adanya realitas kelompok
demokrasi sebagaimana disinggung Dawam
oposisi dalam sejarah. Mengenai bentuk
Rahardjo.
pemerintahan, pada umumnya para pemikir
jawab.
Cita-cita
Meski hal tersebut tidak
politik Islam tidak memberikan preferensi KESIMPULAN Para
tententu
negara
harus
pada
berbentuk khilafah, republik atau kerajaan.
pentingnya
nilai
Asalkan nilai-nilai esensi ajaran Islam dapat
sistem
direalisasikan, apapun bentuk pemerintahan
pemerintahan. Mereka tidak memisahkan
dapat diterima secara syariah. Namun tetap
agama dari negara sebagaimana pandangan
adanya institusi negara yang pro Islam
pemikir
Al-
menjadi penekanan mereka. Sebagaimana
Mawardi dan pemikir politik Islam klasik dan
disinggung Ibnu Taimiyah yang menyatakan
pertengahan
bahwa nilai-nilai dan tata sosial Islam tidak
agama
poltik
sebuah
Islam
umumnya
pemikir
apakah
menekankan
Islam
Barat
dalam
menjiwai
(sekuler).
lainnya
Al-Farabi,
menekankan
bahwa
kenyataan manusia sebagai makhluk sosial
akan terealisasi secara ideal tanpa negara.
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
Bicara demokrasi, para pemikir Islam
hidupnya secara sendirian. Negara sebagai
berbeda pendapat dalam menyikapinya. Bagi
bentuk
suatu
yang menerima, substansi demokrasi sejalan
keharusan, dengan menjadikan wahyu sebagai
dengan Islam karena Islam dan demokrasi
pedoman agar manusia mencapai kebahagiaan
sama-sama
dunia akhirat. Mengingat pentingnya politik
sebagaimana disinggung pemikir Islam Dr.
kerjasama
sosial
menjadi
menolak
diktatorisme
203
Muhammad Zulifan/ Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini
Yusuf Qaradhawi. Sedang mereka yang
Abduh. Mesir: al-Maiat al Misriyyat
menolak
al –Ammat li al-Kitab, 1978.
demokrasi
dalam
sistem
pemerintahan Islam sebenarnya lebih karena persoalan teologis. Kelompok ini memandang bahwa demokrasi sebagai sesatu yang haram
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan Sekulerisme. Bandung: Pustaka, 1981. al-Faruqi,
untuk
menggabungkan
Maududi dalam teori Teo-Demokrasi sebagai doktrin
Bandung:
Pustaka,
Al-Ghazali. Al-Iqtishad fi al-I’tiqad. Kairo: t.p. 1320 H. Al-Maududi,
‘ala. Sistem
Hukum Poltik
dan Islam,
Terjemahan The Islamic Law and
kedaulatan
Tuhan (agama) dan doktrin kedaulatan rakyat
Abul
Konstitusi
sistem alternatif pemerintahan kaum muslimin mengakomodasi
Islamisasi
1984.
konsep Islam dan demokrasi dipaparkan Al-
yang
Raji.
Pengetahuan.
dalam Islam dan patut diwaspadai. Gagasan
Ismail
Constitution. Bandung: Mizan, 1990. al-Maududi,
Abul
‘Ala.
Khilafah
dan
sekaligus. Umat Islam dapat menyalurkan
Kerajaan, terjemah oleh Muhammad
cita-cita
penerapan
al-Baqir dari al-Khilafah wa al-Mulk.
melalui
objektifikasi,
syariat
di
Indonesia
rasionalisasi
Bandung: Mizan, 1996.
dan
marketisasi substansi syariah dalam bingkai demokrasi. Terjadi penurunan raihan suara Partai
Al-Mawardi.
al-Ahkam
al-Sulthaniyah.
Beirut: Dar al-Fikr, Tth. Ash-Shiddieqy, Hasbi. Asas-asas Hukum Tatanegara Menurut Syariat Islam.
Islam sejak pemilu 1955. Penurunan suara
Yogyakarta: Matahari Masa, 1969.
partai-partai Islam mengindikasikan bahwa
Arkoun, Mohamed. Nalar Islami dan Nalar
meskipun mayoritas bangsa Indonesia adalah
Modern: Berbagai Tantangan dan
Muslim, namun fakta itu tidak berkorelasi
Jalan Baru. Jakarta: INIS, 1994.
positif terhadap tingkat keterpilihan partaipartai Islam. Menurunnya suara partai Islam disebabkan berbagai problem mendasar yang membutuhkan
penanganan
khusus
Azhar,
Muhammad. Perbandiangan
Filsafat Islam
Politik,
dan
Barat.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Effendi,
Bahtiar.
Islam
dan
Negara:
dalam
Transformasi Pemikiran dan Praktik
menjawab tantangan zaman. Untuk menjawab
Politik Islam di Indonesia. Jakarta:
tantangan-tantangan itu, tentu dibutuhkan
Paramadina, 1998.
jalan baru dan langkah-langkah strategis yang perlu segera diagendakan dan dijalankan oleh partai-partai Islam.
Esposito, John L. Ancaman Islam Mitos atau Realitas? Bandung: Mizan, 1996. Haikal, Muhammad Hussein. Pemerintahan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993. Huwaidi, Fahmi. Demokrasi, Oposisi dan
DAFTAR PUSTAKA
Masyarakat, terjemahan dari al-Islam
Buku
wa
Ahmad, Abd al-Athi Muhammad. al-Fikr alSiyasi
204
Li
al-imam
Muhamamd
al-Dimuqratiyah.
Mizan, 1996.
Bandung:
Politik Indonesia 1 (2) (2016) 181-205
Kamali, Muhammad Hasyim. Kebebasan
Syadzali, Munawir.
Islam dan Tatanegara,
Berpendapat dalam Islam. Bandung:
Ajaran,
Mizan, 1996.
Jakarta: UI-Press, 1993.
Kamil, Sukron. Pemikiran Politik Islam
Taimiyah, Ibnu.
Tematik, Agama dan Negara. Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2013. dan
Historis.
Umar, Musni.
Al-Siyasah al-Syariah. Islam dan Demokrasi di
Sekuler. Jakarta: INSED, 2004. Zainuddin,
Khan, Qamarudin. Pemikiran Politik Ibnu
A.
Rahman.
Kekuasaan
dan
Negara: Pemikiran Ibnu Khaldun.
Taimiyah. Bandung: Pustaka, 1983. Muhtadi, Burhanuddin. Dilema PKS: Suara
Pemikiran.
Indonesia: Kemenangan Abangan dan
Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2002.
dan
Kairo: Dar al-Kutub al-Arabi, tt.
Kamil, Sukron. Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual
Sejarah
Jakarta: Gramedia, 1992. Noer, Deliar. Pengantar ke Pemikiran Politik.
dan Syariah. Jakarta: KPG, 2012.
Jakarta : Rajawali, 1983.
Nasution, Harun, dkk. Eksikloped Islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve,
Internet
2003.
http://hizbut-tahrir.or.id/2014/03/16/tegakkan-
Qaradhawi,
Yusuf.
Fiqh
Daulah
dalam
khilafah-tinggalkan-demokrasi/,
Perspektif Al-Quran dan Sunnah.
diakses tanggal 20 Juni 2016 pukul
Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1997.
11.00 WIB.
Pulungan, J. Suyuthi. Fiqh Siyasah: Ajaran,
http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_
Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: Raja
Perolehan_suara_parpol.pdf,
Grafindo Persada, 1994.
25 Juni 2016, pukul 10.20 WIB.
Pulungan,
J
Suyuthi.
diakses
Prinsip-prinsip
http://www.republika.co.id/berita/nasional/pil
Pemerintahan dalam Piagam Negara
kada/15/12/14/nzb8bk361-ini-parpol-
Madinah ditinjau dari Pandangan Al-
yang-calonnya-merajai-hasil-pilkada,
Quran.
diakses 25 Juli 2016, pukul 11.15
Jakarta:
Raja
Grapindo
Persana, 1994.
WIB.
Ridha, Rasyid. al-Khilafah au al-Imamah al-
http://www.kpu.go.id/koleksigambar/952014_
udzma. Kairo: al-Manar, 1341 H. Rahman, Fazlur. tentang
Penetapan_Hasil_Pileg.pdf,
Islam dan Modernitas, Transformasi
diakses
tanggal 26 Juni, pukul 10.30 WIB
Intelektual
(terj.). Bandung: Pustaka, 1982. Rais, Amien. Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta. Bandung: Mizan, 1987.
Koran Koran Kompas, 22 Juni 2016. Opini “Postsekularisme dan Post-Islamisme” oleh M. Dawam Rahardjo.
205