25
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Penelitian ini menggunakan contoh mahasiswa mayor Ilmu Gizi tahun ajaran 2009 yang mengikuti mata kuliah Gizi Olahraga. Jumlah contoh awal dalam penelitian berjumlah 84 orang. Pada tahapan penelitian selanjutnya terdapat hambatan, diantaranya adalah terdapat beberapa contoh yang sakit sehingga tidak dapat mengikuti serangkaian penelitian ini. Oleh karena itu total contoh yang diteliti adalah sebanyak 75 orang. Karakteristik contoh merupakan gambaran umum mahasiswa, meliputi umur dan jenis kelamin. Umur Pada penelitian ini terdapat keberagaman umur dari contoh yaitu berkisar antara 19-21 tahun dan rata-rata umur contoh adalah 19.96 ± 0.55 tahun. Berdasarkan umur tersebut dapat diketahui bahwa contoh pada penelitian ini tergolong ke dalam umur dewasa awal (WKNPG 2004). Data sebaran contoh berdasarkan umur disajikan pada Gambar 2.
14%
17%
69%
19 tahun
20 tahun
21 tahun
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan umur Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh (69%) berumur 20 tahun. Rata rata umur contoh ini lebih rendah daripada contoh pada penelitian Maria (2012). Hal ini dikarenakan pada penelitian ini menggunakan contoh mahasiswa program sarjana regular semester 6 sedangkan pada penelitian Maria
26
(2012) menggunakan contoh mahasiswa program pendidikan sarjana alih jenis dan tidak dibatasi pada semester tertentu. Jenis Kelamin Data sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Gambar 3.
28%
72%
laki-laki
perempuan
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa yang dijadikan sebagai contoh berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 72.0% (54 orang). Hal ini hampir serupa dengan penelitian Maria (2012) bahwa sebanyak 75% mahasiswa Institut Pertanian Bogor berjenis kelamin perempuan. Status Gizi Berat Badan Pengukuran antropometri yang dilakukan salah satunya adalah pengukuran berat badan (BB). Pengukuran ini dilakukan secara langsung dengan menggunakan timbangan injak. Dalam penelitian ini menggunakan contoh yang umurnya termasuk dalam kategori dewasa awal. Oleh karena itu untuk menentukan status gizi contoh menggunakan indikator IMT. Data sebaran contoh berdasarkan berat badan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan berat badan Berat Badan (kg) <50 51-60 61-70 71-80 >80 Total
n (orang) 28 30 8 5 4 75
Persentase (%) 37.3 40.0 10.7 6.7 5.3 100
27
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan contoh berkisar antara 34.5-89.0 kg. Namun paling banyak contoh memiliki berat badan dalam kisaran 5160 kg yaitu sebesar 40.0%. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap contoh diketahui bahwa rata-rata berat badan contoh setelah pengukuran yaitu untuk contoh yang berjenis kelamin perempuan sebesar 54.7 ± 11.10 kg, sedangkan untuk contoh yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 60.6 ± 10.88 kg. Rata-rata berat badan contoh tersebut hampir sama dengan rata-rata berat badan standar untuk tingkat dewasa awal menurut WIdya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu untuk laki-laki sebesar 60.0 kg sedangkan untuk perempuan sebesar 52.0 kg. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan suatu ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan usia (Riyadi 2003). Pengukuran tinggi badan ini dilakukan dengan menggunakan microtoise. Tinggi badan seseorang diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, posisi kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan dengan pandangan diarahkan lurus ke depan (Arisman 2004). Data sebaran contoh berdasarkan tinggi badan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tinggi badan Tinggi Badan (cm) <155 156-160 161-165 166-170 171-180 Total
n (orang) 33 19 9 7 7 75
Persentase (%) 44.0 25.4 12.0 9.3 9.3 100
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat hasil pengukuran terhadap tinggi badan contoh dengan menggunakan microtoise. Hasil tersebut menjelaskan bahwa tinggi badan contoh terbanyak pada kisaran kurang dari 155 cm yaitu sebesar 44.0%. Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 167.5 ± 6.01 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 154.8 ± 5.25 cm. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif
28
terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi terhadap tinggi badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama (Riyadi 2003). Komposisi Tubuh Persentase lemak dalam tubuh harus terdapat dalam persentase yang normal, jika melebihi persentase batas normal tersebut dapat terjadi kelainankelainan pada tubuh kita, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak, seperti terjadinya kegemukan, arterosklerosis (penebalan dinding pembuluh darah), peningkatan tekanan darah, stroke dan serangan jantung (Huda 2007). Data Sebaran contoh berdasarkan persentase lemak tubuh dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan persentase lemak tubuh dan jenis kelamin Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
Contoh n 54 21
% 72.0 28.0
Persentase lemak tubuh % 28.8 ± 5.61 17.3 ± 8.37
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa terdapat perbedaan terhadap hasil pengukuran persentase lemak tubuh contoh berdasarkan jenis kelamin. Hasil dari pengukuran komposisi lemak tubuh contoh menunjukan bahwa rata-rata persentase lemak tubuh perempuan (28.8 ± 5.61%) adalah nyata lebih tinggi dibandingkan dengan contoh laki-laki (17.3 ± 8.37%). Rata-rata contoh laki-laki, hasil ini sejalan dengan penelitian Wilmore and Costil (1994) bahwa pada umumnya kisaran persentase lemak tubuh pada pada laki-laki sebesar 15-17%. Namun untuk contoh perempuan adalah tidak sejalan, yakni berkisar 18-22% (Wilmore and Costil, 1994). Data sebaran contoh berdasarkan Lean Body Mass dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan Lean Body Mass dan jenis kelamin Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
Contoh N 54 21
% 72.0 28.0
Lean Body Mass Kg 38.4 ± 4.79 49.3 ± 3.93
Selain nilai persentase lemak tubuh, terdapat juga nilai massa tubuh tanpa lemak dan massa lemak tubuh. Nilai komposisi tubuh tanpa lemak atau Lean Body Mass (LBM) contoh laki-laki adalah 49.3 ± 3.93 kg. Hasil ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perempuan (38.4 ± 4.79 kg). Hal ini memperkuat
29
pendapat Galleta (2005) umumnya laki-laki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari wanita. Laki-laki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita bahkan saat istirahat. Selain itu otot membakar kalori lebih banyak dibandingkan dengan jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan dibandingkan laki-laki dengan asupan kalori yang sama. Data sebaran contoh berdasarkan massa lemak tubuh dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan massa lemak tubuh dan jenis kelamin Jenis kelamin
Contoh n 54 21
Perempuan Laki-laki
Massa lemak tubuh Kg 16.3 ± 6.68 11.3 ± 8.01
% 72.0 28.0
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa massa lemak tubuh contoh perempuan (16.3 ± 6.68kg) adalah nyata lebih tinggi daripada contoh laki-laki (11.3 ± 8.01kg). Hasil pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapat Supariasa et al (2001) yang menyatakan bahwa rata-rata massa lemak tubuh perempuan berkisar antara 10-12kg sedangkan pada laki-laki adalah 9-11kg. Lemak tubuh dapat diukur secara absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin dan umur (Supariasa et al 2001). Keragaan contoh berdasarkan komposisi tubuh dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Keragaan contoh berdasarkan komposisi tubuh dan jenis kelamin MBF
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
LBM
Kategori n
%
n
%
Kurang
3
5.56
26
48.15
Normal
29
53.70
24
44.44
Lebih
22
40.74
4
7.41
Total
54
100.00
54
100.00
Kurang
12
57.14
11
52.38
Normal
6
28.57
2
9.52
Lebih
3
14.29
8
38.10
Total
21
100.00
21
100.00
30
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh perempuan (53.70%) memiliki MBF kategori normal. Namun masih terdapat 40.74% contoh perempuan yang MBF nya termasuk kategori lebih. Pada contoh laki-laki sebagian besar (57.14%) memiliki MBF kategori kurang, namun masih terdapat 28.57% contoh laki-laki yang MBF nya termasuk kategori normal. Untuk LBM, baik pada perempuan maupun laki-laki sebagian besar termasuk kategori kurang, yakni masing-masing sebesar 48.15% dan 52.38%. Hasil yang terlihat pada Tabel 12 masih banyaknya terdapat kategori kurang dalam pengkategorian status gizi berdasarkan komposisi tubuh. Hal ini dikarenakan alat yang digunakan adalah alat yang menggunakan standar internasional. Penentuan status gizi berdasarkan komposisi tubuh dapat menggambarkan status kesehatan seseorang. Keragaan contoh berdasarkan persentase lemak tubuh dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Keragaan contoh berdasarkan persentase lemak tubuh dan jenis kelamin Kategori Persentase lemak Essential fat Athletes Fitness Acceptable Obese Total
Perempuan n 0 3 12 25 14 54
% 0 5.55 22.22 46.30 25.93 100
Laki-laki n 0 10 2 6 3 21
% 0 47.62 9.53 28.57 14.28 100
Pada Tabel 13 terlihat bahwa sebagian besar contoh perempuan (46.30%) memiliki kategori acceptable sedangkan pada contoh laki laki (47.62%) mimiliki kategori athletes. Apabila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi obesitas sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Garrow 1993). Perempuan mempunyai lebih banyak sel lemak dari pada laki-laki perkilogram berat badan. Hal ini disebabkan karena pada perempuan lemak tubuh diperlukan untuk fungsi reproduksi, dimana pada perempuan disaat kekurangan makanan perempuan dapat menjaga reproduksi dengan menggunakan cadangan lemak yang ada (Garrow 1993). Indeks Massa Tubuh Pada umur yang sama rata-rata IMT perempuan sebelum menopause biasanya lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata IMT laki-laki. Akan tetapi
31
secara umum prevalensi gizi lebih dan obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (WHO 2000). Status gizi merupakan keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et.al 2001). Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Penelitian ini menggunakan metode antropometri dalam pengukuran status gizi. Mahasiswa dalam penelitian ini yang dijadikan contoh termasuk dalam kategori usia dewasa awal, sehingga menurut Riyadi (2003) untuk pengukuran status gizi contoh menggunakan IMT. Data status gizi contoh dihitung dengan menggunakan indikator berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Contoh dalam penelitian ini tergolong usia dewasa awal sehingga
menggunakan
rumus
perhitungan
Indeks
Massa
Tubuh
yaitu
perbandingan berat badan contoh dengan tinggi badan contoh di kuadratkan dalam satuan cm. Data sebaran contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Gambar 4. 66.67%
12.00%
12.00%
kurus
normal
lebih
9.33%
obese
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 66.67% contoh yang memiliki status gizi normal serta kategori kurus dan lebih masing-masing sebesar 12.00%, dan untuk kategori obese adalah sebanyak 9.33%. Hasil penelitian ini hampir serupa dengan penelitian Maria (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar (58.3%) mahasiswa Institut Pertanian Bogor memiliki status gizi normal. Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan jenis kelamin disajikan pada Gambar 5.
32
66.67%
66.67% laki-laki
19.05%
14.81%
9.26% kurus
perempuan
4.76% normal
lebih
9.52% 9.26% obese
Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan jenis kelamin
Pada Gambar 5 terlihat bahwa status gizi contoh laki-laki dan perempuan relatif tidak jauh berbeda untuk kategori normal dan obese. Untuk kategori kurus lebih banyak pada contoh laki-laki sedangkan pada kategori lebih terdapat pada contoh perempuan yang persentasenya lebih banyak. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2004) yang menyatakan bahwa terdapat 88.3% mahasiswa putri Institut Pertanian Bogor yang memiliki status gizi normal, terdapat 8.1% kategori kurus dan 3.6% berstatus gizi lebih. Begitu juga dengan hasil penelitian oleh Santika (2004) menyatakan bahwa terdapat 68.2% mahasiswa putra Institut Pertanian Bogor yang memiliki status gizi normal, terdapat 29.4% kategori kurus dan 2.4% berstatus gizi lebih.Penilaian status gizi berdasarkan IMT hanya dapat menggambarkan status gizi seseorang. Indikator IMT tidak dapat menggambarkan status kesehatan seseorang. Tingkat Kecukupan Energi Konsumsi energi contoh diperoleh melaui metode recall 2x24 jam yaitu pada saat hari kuliah dan hari libur. Tujuan dari penggunaan metode recall 2x24 jam yaitu agar dapat menghasilkan gambaran mengenai asupan zat gizi contoh yang lebih optimal (Arisman 2004). Kemudian dari hasil recall tersebut data diolah dengan menggunakan konversi terhadap Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan pada akhirnya akan dibandingkan dengan angka kecukupan energi masing-masing contoh berdasarkan rumus menurut WKNPG 2004.
33
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi disajikan pada Gambar 6.
81.00%
15.00% 0.00% defisit berat
defisit sedang
defisit ringan
4.00% normal
0.00% kelebihan
Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Intake energi contoh berkisar antara 429-1684 Kal dengan rata-rata 1131 ± 225 Kal. Jika dikategorikan maka 81% contoh yang memiliki intake energi defisit tingkat berat. Sedangkan contoh yang termasuk pada kategori intake energi defisit tingkat sedang dan normal masing-masing sebanyak 15% dan 4%. Pada gambar menunjukan sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit tingkat berat. Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian Maria (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar (86.7%) mahasiswa Institut Pertanian Bogor memiliki tingkat kecukupan energi kategori normal. Peranan energi dalam olahraga penting diperhatikan, misalnya kelelahan (tidak bugar) dapat terjadi akibat tidak cukupnya ketersediaan energi yang diperlukan dari glikogen otot atau glukosa darah. Konsumsi energi yang rendah (mengalami defisit) sangat tidak baik bagi contoh. Hal ini disebabkan dapat mengganggu performa contoh karena saat usia dewasa awal memiliki kebutuhan energi yang optimal untuk aktivitas fisik yang tergolong berat dan banyak. Oleh karena itu, konsumsi makanan secara baik dan optimal mampu memelihara
34
ketersediaan yang cukup sehingga menghasilkan kemampuan beraktivitas dan waktu pemulihan yang baik (Mihardja 2000). Data sebaran
contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan jenis
kelamin disajikan pada Gambar 7.
95.24 % laki-laki
perempuan
75.92%
18.52% 4.76% defisit berat
defisit sedang
0% 0% defisit ringan
0%
5.56%
normal
0% 0% kelebihan
Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan jenis kelamin Dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh laki-laki maupun perempuan memiliki intake energi defisit tingkat berat yang masing-masing persentasenya adalah 95.24% dan 75.92%. intake energi kategori defisit tingkat sedang pada contoh laki-laki sebesar 4.76% sedangkan pada contoh perempuan sebesar 18.52%. intake energi kategori normal hanya terdapat pada contoh perempuan yaitu sebesar 5.56%. Dalam hal ini contoh perempuan lebih memiliki tingkat kecukupan yang tergolong lebih baik dibandingkan contoh laki-laki terlihat pada terdapatnya contoh perempuan yang memiliki kategori intake energi normal sedangkan pada contoh laki-laki tidak ada. Protein Protein adalah zat gizi utama untuk mempertahankan pertumbuhan dan struktur tubuh, tetapi protein adalah sumber yang miskin untuk penyediaan energi dalam periode yang cepat untuk orang yang aktif fisiknya. Sumber protein dapat
35
berasal dari hewani dan nabati. Protein asal hewani seperti daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak), ayam, ikan, telur dan susu. Sumber protein nabati yang dianjurkan adalah tahu, tempe, dan kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai dan kacang hijau) (Depkes 2002). Data sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein disajikan pada Gambar 8. 38.00%
27.00% 20.00%
11.00% 4.00%
defisit berat
defisit sedang defisit ringan
normal
kelebihan
Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Intake protein contoh berkisar antara 20.78-62.08 gram dengan rata-rata 39.25 ± 9.09 gram. Jika dikategorikan maka 38% contoh yang memiliki intake protein defisit tingkat berat. Sedangkan contoh yang termasuk pada kategori intake protein defisit tingkat sedang, normal, defisit ringan dan kelebihan masing-masing sebanyak 27%, 20%, 11% dan 4%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Maria (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa Institut Pertanian Bogor (46.7%) termasuk pada kategori intake protein normal dan tidak terdapat (0%) contoh yang termasuk kategori intake protein defisit tingkat berat. Protein merupakan salah satu jenis zat gizi yang mempunyai fungsi penting sebagai bahan dasar bagi pembentukan jaringan tubuh atau bahan dasar untuk memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak. Selain dari kedua fungsi tersebut, protein
juga
mempunyai
fungsi
sebagai
bahan
pembentuk
hormon
dan
pembentukan enzim yang kemudian juga akan terlibat di dalam proses metabolisme tubuh (Irawan 2007).
36
Untuk mengetahui perbedaan intake protein antar gender, dalam penelitian ini pengkategorian intake protein dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dan jenis kelamin disajikan pada Gambar 9.
laki-laki
perempuan
47.62% 35.18%
38.09%
22.22%
22.22% 14.82%
14.29% 5.56%
0% defisit berat
defisit sedang
defisit ringan
0% normal
kelebihan
Gambar 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dan jenis kelamin. Dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh baik laki-laki maupun perempuan memiliki intake protein defisit tingkat berat yang masing-masing persentasenya adalah 47.62% dan 35.18%. kategori defisit tingkat sedang pada contoh laki-laki sebesar 38.09% sedangkan pada contoh perempuan sebesar 22.22%. kategori defisit tingkat ringan hanya terdapat pada contoh perempuan yaitu sebesar 14.82%. Pada contoh laki-laki mapun perempuan memiliki intake protein normal masing masing adalah 14.29% dan 22.22%. untuk kategori intake protein kelebihan hanya terdapat pada contoh perempuan yaitu sebesar 5.56%. Konsumsi protein yang berlebih dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak yang akhirnya dapat menyebabkan resiko terjadinya kegemukan. Selain itu, efek dari kelebihan mengkonsumsi protein akan lebih sering mengalami buang air kecil karena protein di dalam tubuh akan dicerna menjadi urea yang merupakan suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urin. Hal tersebut tentunya juga akan memperberat kerja ginjal dan akan meningkatkan resiko terjadinya dehidrasi atau kekurangan cairan (Husaini 2000).
37
Lemak Lemak merupakan zat gizi yang menghasilkan energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan oleh karbohidrat. Rasa kenyang dan penuh yang terjadi akibat makan lemak yang berlebihan dapat mengurangi konsumsi karbohidrat yang adekuat. Selain itu konsumsi lemak yang berlebihan dapat mengakibatkan peningakatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seseorang akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000). Tingkat kecukupan lemak contoh merupakan perbandingan dari konsumsi dengan kebutuhan masing-masing contoh. Data sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak disajikan dalam Gambar 10. 72.00%
9.33%
defisit berat
defisit sedang
5.33% defisit ringan
10.67% 2.67% normal
kelebihan
Gambar 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak contoh Intake lemak contoh berkisar antara 8.32-61.37 gram dengan rata-rata 32.08 ± 12.18 gram. Jika dikategorikan maka 72% contoh yang memiliki intake lemak defisit tingkat berat. Sedangkan contoh yang termasuk pada kategori intake lemak normal, defisit tingkat sedang, defisit ringan dan kelebihan masing-masing sebanyak 10.67%, 9.33%, 5.33% dan 2.67% . Lemak memiliki potensi tinggi kalori, lemak juga relatif lama berada dalam sistim pencernaan dibandingkan karbohidrat dan protein, sehingga menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama (Depkes 2005). Untuk mengetahui perbedaan intake lemak antar gender, dalam penelitian ini pengkategorian intake lemak dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak dan jenis kelamin contoh disajikan pada Gambar 11.
38
95.24%
laki-laki
perempuan
62.96%
4.76% defisit berat
11.12%
defisit sedang
0%
7.40%
defisit ringan
14.82% 0% normal
0 3.70% kelebihan
Gambar 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak dan jenis kelamin Dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh laki-laki maupun perempuan memiliki intake lemak defisit berat dengan masing-masing sebanyak 95.24% dan 62.96%. kategori defisit tingkat sedang masing-masing sebanyak 4.76% dan 11.12%. untuk kategori defisit ringan, normal dan kelebihan hanya terdapat pada contoh perempuan dengan persentase masing-masing sebanya 7.40%, 14.82% dan 3.70%. hal ini terlihat pada contoh perempuan untuk konsumsi lemak lebih banyak dibandingkan dengan contoh laki-laki. Tingkat kecukupan lemak rendah akan menurunkan sumber energi, hal ini dikarenakan lemak dapat menghasilkan dua kali lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Fatmah 2011). Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung aktivitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi sistem pusat syaraf termasuk otak. Di dalam tubuh, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Walaupun karbohidrat bukan satusatunya sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot untuk aktifitas fisik yang tinggi (Damayanti 2000).
Peranan karbohidrat adalah menyediakan glukosa yang dapat diubah menjadi energi. Kelebihan glukosa dalam tubuh akan disimpan di dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen dan apabila masih berlebihan akan disimpan dalam
39
bentuk lemak di jaringan adiposa sehingga seseorang akan menjadi cepat kenyang. Pada saat cadangan glikogen di otot dan di hati berkurang, maka seseorang akan mengalami kelelahan (tidak bugar) yang dapat mempengaruhi performa dan prestasi (Ilyas 2002). Data sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat disajikan pada Gambar 12. 56.00%
24.00% 10.67%
6.67%
defisit berat
defisit sedang
2.66%
defisit ringan
normal
kelebihan
Gambar 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Intake karbohidrat contoh berkisar antara 83.48-809.67 gram dengan ratarata 285.34 ± 185.74 gram. Jika dikategorikan maka 56% contoh yang memiliki intake karbohidrat defisit tingkat berat. Sedangkan contoh yang termasuk pada kategori intake karbohidrat kelebihan, normal, defisit tingkat sedang, dan defisit ringan masing-masing sebanyak 24%, 10.67%, 6.67% dan 2.66% . Sebagian besar contoh dalam penelitian ini jumlah konsumsi pangan yang banyak
mengandung
karbohidrat
tergolong
sedikit.
Contoh
paling
banyak
mengkonsumsi pangan yang mengandung karbohidrat contohnya nasi dalam sehari hanya 1-2 kali makan saja dalam porsi kecil. Sehingga data untuk tingkat kecukupan karbohidrat tergolong defisit tingkat berat. Untuk mengetahui perbedaan intake karbohidrat antar gender, dalam penelitian ini pengkategorian intake karbohidrat dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat dan jenis kelamin contoh disajikan pada Gambar 13.
40
laki-laki
66.67%
perempuan
51.85%
27.80% 14.28% 4.77% defisit berat
7.40% 0%
defisit sedang
9.25%
14.28%
3.7%
defisit ringan
normal
kelebihan
Gambar 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat dan jenis kelamin. Dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh baik laki-laki maupun perempuan memiliki
intake
karbohidrat
defisit
tingkat
berat
dengan
masing-masing
persentasenya adalah 66.67% dan 51.85%. Kategori defisit sedang contoh laki-laki sebanyak 4.77% sedangkan contoh perempuan sebanyak 7.40%. untuk kategori defisit tingkat ringan hanya terdapat pada contoh perempuan yaitu sebanyak 3.7%. Kategori normal pada contoh laki-laki sebanyak 14.28% sedangkan pada contoh perempuan sebanyak 9.25%. Kategori kelebihan pada masing-masing contoh sebanyak 14.28% dan 27.80%. fungsi utama dari karbohidrat adalah sebagai penghasil energi. Tubuh akan menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi apabila kandungan karbohidrat di dalam makanan cukup, sedangkan bila yang dikonsumsi kurang kandungan karbohidratnya, maka akan digunakan lemak dan protein sebai sumber energi lainnya (Fatmah 2011). Tingkat Kebugaran Flexibility test Kelentukan adalah luas bidang gerak tubuh pada persendian, yang selain dipengaruhi oleh jenis sendi itu sendiri juga dipengaruhi oleh jaringan-jaringan disekitar sendi, seperti oleh otot, tendon, dan ligamen. Kelentukan tubuh yang baik dapat mengurangi terjadinya cedera olahraga (Depkes, 1996). Faktor fisiologis yang
41
mempengaruhi kelentukan antara lain: usia dan aktivitas. Pada usia lanjut kelentukan berkurang sebagai akibat menurunnya elastisitas otot sebagai akibat kurang latihan. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan nilai flexibility dan jenis kelamin Jenis kelamin
Jumlah
Nilai flexibility (cm)
Laki-laki
21
12.6 ± 6.83
Perempuan
54
9.1 ± 5.86
Berdasarkan tabel di atas nilai rata-rata flexibility pada contoh laki-laki lebih besar dibandingkan dengan contoh perempuan. Rata-rata nilai flexibility pada contoh laki-laki sebesar 12.6 cm termasuk kategori sedang untuk umur dewasa awal sedangkan untuk contoh perempuan dengan rata-rata nilai flexibility sebesar 9.1 cm termasuk kategori cukup untuk umur dewasa awal. Kelentukan memiliki banyak keuntungan dalam hal kesehatan. Diantaranya pergerakan yang baik, meningkatkan resistensi cedera dan rasa sakit pada otot, mengurangi resiko sakit pinggang dan kolumna spinal lainnya, meningkatkan postur tubuh, tubuh bergerak lebih gemulai, meningkatkan penampilan pribadi, perkembangan keterampilan berolahraga dan mengurangi tekanan darah dan stres (Fatmah 2011). Sebaran tingkat flexibility contoh perempuan disajikan pada Gambar 14. 42.59%
24.07%
24.07%
9.26% 0.00% bagus sekali
bagus
sedang
cukup
kurang
Gambar 14 Sebaran tingkat flexibility contoh perempuan
42
Dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh perempuan memiliki kategori kurang dengan persentase sebesar 42.59%, untuk kategori sedang dan cukup memiliki nilai presentase masing-masing sebesar 24.07% sedangkan untuk kategori bagus sebesar 9.26%. Hal ini dikarenakan pada contoh perempuan memiliki akumulasi lemak yang dapat menghambat dalam perlakuan tes kelentukan tubuh (Fatmah 2011). Sebaran tingkat flexibility contoh laki-laki disajikan pada Gambar 15. 33.33% 28.57% 19.05% 9.52%
bagus sekali
9.52%
bagus
sedang
cukup
kurang
Gambar 15 Sebaran tingkat flexibility contoh laki-laki Dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh laki-laki memiliki kategori cukup yaitu sebesar 33.33%, kategori bagus 28.57%, kategori sedang sebesar 19.05% sedangkan untuk kategori kurang dan bagus sekali memiliki kesamaan nilai yaitu sebesar 9.52%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada contoh laki-laki lebih baik tingkat flexibility contoh laki-laki sebagian besar berada pada kategori cukup dan juga terdapat contoh yang termasuk kategori bagus sekali, hal ini dikarenakan pada laki-laki memiliki serat otot yang lebih tebal, besar dan kuat yang bisa mempermudah untuk melakukan tes kebugaran kelentukan tubuh (Fatmah 2011). VO2max Pengukuran VO2max bisa dilakukan dengan cara tes kebugaran dengan metode tes balke. Tes balke secara luas banyak dipakai untuk memeriksa kebugaran atlet atau masyarakat yang berolahraga, keuntungan tes balke adalah tes ini dapat dipakai untuk mengukur kebugaran banyak orang sekaligus dengan hasil yang cukup akurat. Kerugian tes balke adalah memerlukan lintasan untuk lari, yang standar adalah lintas sepanjang 400 meter (Mackenzie 1997).
43
VO2 maximum (VO2max) yaitu kemampuan maksimum tubuh untuk mengambil oksigen. Semakin keras berlatih maka akan semakin cepat bernafas yang
menjadikan
masukan
oksigen
meningkat
sehingga
pembentukan energi secara aerob (Depkes 1997).
memungkinkan
Data sebaran contoh
berdasarkan nilai VO2max dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan nilai VO2max dan jenis kelamin Jenis kelamin
Jumlah
Nilai VO2 max (ml/kg/menit)
Laki-laki
21
37.36 ± 4.44
Perempuan
54
30.30 ± 2.67
Berdasarkan tabel di atas nilai rata-rata VO2max pada contoh laki-laki lebih besar dibandingkan dengan contoh perempuan. Rata-rata nilai VO2max pada contoh laki-laki sebesar 37.36 ml/kg/menit termasuk kategori fair untuk usia 20-29 tahun sedangkan untuk contoh perempuan dengan rata-rata nilai VO2max sebesar 30.30 ml/kg/menit termasuk kategori fair untuk usia 20-29 tahun. Sebelum puber, anak laki-laki dan wanita memiliki kebugaran aerobik yang sedikit berbeda, tetapi setelah itu anak perempuan jauh tertinggal. Rata-rata wanita muda memiliki kebugaran aerobik antara 15 sampai 25% lebih kecil dari laki-laki muda, tergantung pada tingkat aktivitas mereka (Sharkey 2003). Sebaran pengkategorian VO2max yang dilakukan terhadap contoh perempuan disajikan pada Gambar 16. 55.56%
35.19%
7.41% 1.85% very poor
poor
fair
good
0.00%
0.00%
excellent
superior
Gambar 16 Sebaran pengkategorian VO2max contoh perempuan
44
Dapat dilihat pada Gambar 16 bahwa sebagian besar contoh perempuan memiliki kategori fair dengan persentase sebanyak 55.56%. Kategori poor sebanyak 35.19%, kategori good sebanyak 7.41% dan kategori very poor 1.85%. Sedangkan untuk kategori excellent dan superior tidak ada. Setelah pubertas, terutama yang berhubungan dengan daya tahan kardiorespiratori , yaitu kapasitas aerobik pada perempuan lebih rendah 15-25% dari laki-laki (Jensen, 1979 dalam Permaesih 2001). Sebaran pengkategorian VO2max yang dilakukan terhadap contoh laki-laki disajikan pada Gambar 17. 42.86%
42.86%
9.52% 4.76% 0.00%
0.00% very poor
poor
fair
good
excellent
superior
Gambar 17 Sebaran pengkategorian VO2max contoh laki-laki Hasil pengukuran VO2max yang dilakukan terhadap contoh laki-laki menunjukkan hasil yang terbesar pada kategori poor dan fair yang masing-masing persentasenya sebesar 42.86%. Kategori very poor sebesar 9.52% dan untuk kategori excellent sebesar 4.76% sedangkan untuk kategori good dan superior tidak ada. Hasil pengkategorian nilai VO2max pada contoh laki-laki lebih bagus dibandingkan dengan contoh perempuan, terlihat dari adanya contoh yang berkategori excellent. Dengan komposisi otot pada laki-laki dapat memudahkan untuk melakukan tes kebugaran.
45
Uji Antar Variabel Uji beda status gizi antar gender Hasil uji beda independent t-test menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan status gizi berdasarkan IMT antara contoh laki-laki dengan perempuan (p>0.05). Namun berbeda nyata apabila status gizinya berdasarkan nilai persentase lemak tubuh di mana contoh perempuan secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan contoh laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Silitonga (2009) yang menyatakan bahwa persentase lemak responden wanita lebih tinggi dibandingkan dengan responden pria. Uji beda tingkat kecukupan energi dan zat gizi antar gender Hasil uji beda independent t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan energi dan lemak antara contoh laki-laki dengan perempuan (p>0.05). Tingkat kecukupan energi dan lemak contoh perempuan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terlihat dari data konsumsi yang dikumpulkan melalui recall menunjukkan bahwa untuk konsumsi energi dan lemak contoh perempuan lebih banyak dibandingkan dengan contoh laki-laki. Sedangkan untuk konsumsi protein dan karbohidrat contoh tidak berbeda jauh antar gender, sehingga hasil uji beda menyatakan tidak terdapat perbebedaan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dan karbohidrat contoh laki-laki dengan perempuan. Uji beda tingkat kebugaran (Flexibility dan VO2 max) antar gender Hasil uji beda independent t-test menunjukkan bahwa nilai kebugaran baik flexibility maupun VO2max pada contoh laki-laki secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perempuan. Menurut Riyadi (2007) salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang adalah jenis kelamin.
Massa
otot laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan sehingga dapat melakukan tes kebugaran dengan lebih baik dibandingkan dengan perempuan yang lebih banyak memiliki massa lemak dalam tubuhnya yang dapat menghambat kekuatan untuk melakukan tes flexibility. Andhini (2011) melaporkan hal serupa, yakni atlet laki-laki memiliki nilai VO2max lebih tinggi dibandingkan dengan atlet perempuan. Hubungan antara kecukupan energi dan zat gizi dengan IMT Hasil uji korelasi Pearson antara kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan IMT menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05 dan
46
r=-0.048). Hal ini menunjukkan bahwa kecukupan energi, lemak, protein dan karbohidrat tidak berhubungan dengan IMT. Pada penelitian ini nilai kecukupan energi, lemak, protein dan karbohidrat contoh jauh dari nilai normal. Hal ini dikarenakan untuk indikator yang mempengaruhi IMT tidak hanya dari tingkat kecukupan energi saja, melainkan ada indikator lain yang dapat mempengaruhi nilai IMT seperti faktor penyakit infeksi atau non infeksi yang diderita. Hubungan antara IMT dengan kebugaran (Flexibility dan VO2max) Hasil uji korelasi Pearson antara IMT dengan nilai flexibility dan VO2max contoh menunjukkan hubungan negatif yang signifikan masing-masing dengan (p<0.05 r=-0.258) dan (p<0.05 r=-0.345). Hal ini menunjukkan bahwa IMT contoh berhubungan dengan kebugaran contoh. Keseimbangan asupan makanan dan penggunaannya oleh tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardioveskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang
haruslah
melakukan
latihan-latihan
olahraga
yang
cukup
dan
mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah 2011). Hubungan antara persentase lemak tubuh dengan IMT Hasil uji korelasi Pearson antara persentase lemak tubuh dengan IMT menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0.05 r= 0.777). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi presentase lemak tubuh, maka semakin tinggi pula IMT. Hal ini dikarenakan pada peningkatan IMT seseorang merupakan peningkatan pada massa lemak tubuh bukan karena peningkatan massa otot dalam tubuh. Hubungan antara kecukupan energi dan zat gizi dengan persentase lemak tubuh Hasil uji korelasi Pearson antara kecukupan energi dengan persentase lemak tubuh, kecukupan protein dengan persentase lemak tubuh, kecukupan lemak dengan persentase lemak tubuh, serta kecukupan karbohidrat dengan persentase lemak tubuh contoh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi energi dan zat gizi belum menunjukkan adanya hubungan dengan persentase lemak tubuh diduga karena relatif homogen data konsumsinya dan recall 2x24 jam belum bisa menggambarkan kebiasaan makan yang sebenarnya. Selain itu untuk pembentukan lemak tubuh diperlukan waktu yang
47
relatif lama sehingga belum terlihat korelasinya dengan kecukupan energi dan zat gizi. Hubungan antara persentase lemak tubuh dengan tingkat kebugaran (Flexibility dan VO2 max) Hasil uji korelasi pearson antara persentase lemak tubuh dengan tingkat kebugaran, baik nilai flexibility maupun VO2max contoh, menunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan masing-masing nilai (p<0.05 r= -0.397) dan (p<0.05 r= -0.671). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin besar nilai persentase lemak tubuh maka semakin rendah tingkat kebugaran seseorang. Jika lemak dalam tubuh meningkat, maka kebugaran akan menurun. Salah satu cara untuk
mempertahankan
atau
meningkatkan
kebugaran
adalah
dengan
menghilangkan kelebihan lemak (Sharkey 2003). Kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran (Flexibility dan VO2 max) Hasil uji korelasi Pearson antara masing-masing variabel kecukupan energi, protein, lemak dan kabohidrat dengan tingkat kebugaran berdasarkan flexibility dan VO2max contoh tidak menunjukan hubungan yang signifikan.
Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang dikumpulkan dengan cara recall 2x24 jam belum dapat menentukan tingkat kebugaran baik flexibility mau pun VO2max.
Salah satu upaya untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik
diperlukan tingkat konsumsi yang cukup (Kartika 2006).