HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara umum kondisi lingkungan laboratorium cukup mendukung untuk pembuatan pupuk cair organik. Hal ini disebabkan oleh perubahan suhu ruang yang tidak signifikan setiap harinya. Menurut Hadi (2007) suhu ruang di laboratorium pengolahan limbah hasil ternak berkisar antara 26,3-27,7ºC. Kondisi lingkungan selama penelitian sangat berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dalam proses oksidasi dekomposisi dan mempengaruhi kecepatan dan siklus proses pengomposan serta kualitas kompos yang dihasilkan (Metcalf dan Eddy, 1991). Proses pengomposan pupuk organik cair dan hasil pemisahan antara padatan dan cairannya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pupuk Organik Cair yang Dihasilkan dengan Penambahan Bakteri EM4 dan Berbagai Kombinasi Konsentrasi MOL Tapai dan MOL Tempe (1, 3 dan 6%) Selama Proses Pengomposan dan Pupuk Organik Cair yang Telah Dipisahkan Antara Cairannya dan Padatannya Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) dalam suatu media pengomposan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme pada saat proses pengomposan. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion (H+) didalam media pengomposan. Kadar ion hidrogen yang semakin tinggi didalam media, maka makin masam pupuk organik yang dihasilkan. Demikian sebaliknya, apabila kadar ion hidrogen tinggi, maka pupuk organik yang dihasilkan akan bersifat alkali/basa. Pada proses dekomposisi bahan organik terjadi aktivitas mikroorganisme yang meningkat sehingga mengakibatkan asam-asam humat meningkat dan ion-ion hidrogsil serta fenol yang dihasilkan meningkat (Raihan, 2002). 19
Derajat keasaman pupuk cair organik pada penelitian ini yaitu pada kisaran pH 6,0-7,3. Nilai pH dari masing-masing perlakuan yaitu pada pH 7,1-7,3 (Gambar 4). Rataan nilai pH dari semua formulasi setelah melalui proses aerasi meningkat dari pH 5,9 menjadi pH 7,3 (Tabel 2). Hal ini diduga dekomposisi bahan organik setelah aerasi lebih sempurna dibandingkan sebelum dilakukan aerasi. Rataan derajat keasaman pupuk organik cair pada penelitian ini menunjukkan pH bersifat netral dan telah memenuhi standar yang digunakan sebagai acuan yaitu 4-8 (Permentan, 2009). Permentan (2009) menyatakan kisaran pH pupuk organik cair/pasta yaitu sekitar 4-8. Nilai pH pupuk organik cair pada ketiga konsentrasi dengan kombinasi MOL tapai dan MOL tempe serta mikroba EM4 masih termasuk pada kisaran normal (netral) yakni sekitar 7. Nilai pH yang relatif netral ini menunjukkan bahwa dekomposisi bahan organik dalam suatu pengomposan bahan organik cair secara aerob sudah optimum. 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0
7,3 7,2 7,3 7,1 6,1
6,3 6,1
5,9
5,8 5,8 5,9 5,7
Awal
Akhir
Aerasi
pH M
1MTaTe
3MTaTe
6MTaTe
Gambar 4. Grafik Rataan pH Pupuk Organik Cair Nilai pH pupuk organik cair yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa antara mikroba EM4 dan kombinasi persentase MOL tapai dengan MOL tempe (1, 3 dan 6%) dapat merombak bahan organik dengan efektivitas yang sama. Metcalf dan Eddy (1991) menyatakan pH yang optimum dalam proses pengomposan adalah berkisar 5,5-6,5 dan harus kurang dari 8. Menurunnya aktivitas mikroorganisme yang disebabkan oleh berkurangnya zat-zat bahan organik yang dirombak menyebabkan pembentukan kation-kation basa pada proses mineralisasi berkurang sehingga pH menjadi netral. Hasil nilai pH akhir pupuk organik cair dapat dilihat pada Tabel 2.
20
Tabel 2. Rataan Nilai pH Akhir Pupuk Organik Cair pH POC
Perlakuan
Cair
Padat
M
7,266±0,057
-
1MTaTe
7,233±0,057
-
3MTaTe
7,266±0,057
-
Permentan 2004 Cair Padat
5-8
4-8
Permentan 2009 Cair/Pasta
4-8
6MTaTe 7,133±0,115 Keterangan: M= Kontrol 1MTaTe= 1% Mol tapai+1% Mol tempe 3MTaTe= 3% Mol tapai+3% MOl tempe 6MTaTe= 6% Mol tapai+6% Mol tempe Derajat keasaman (pH) pada awal pengomposan bahan kompos biasanya sedikit asam (pH sekitar 6). Hal ini terjadi karena terbentuknya asam-asam organik selama tahap awal pengomposan menyebabkan pH akan turun lebih rendah lagi dan pada akhir proses dekomposisi bahan kompos, maka pH akan menjadi sedikit alkalis (pH 7,5-8,5) (Gaur, 1983). Meningkatnya pH bahan organik diakibatkan dari peningkatan jumlah kation-kation basa seperti K2+, Ca2+ dan Mg2+ juga akibat dari penghancuran atau degradasi protein, penguapan amoniak dan aktivitas biologik mikroorganisme dalam reaksi biologisnya seperti pemecahan nitrogen organik dan reduksi sulfat. Kandungan Karbon (C) Organik Unsur karbon (C) dalam pupuk organik digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi. Sumber energi mikroorganisme pengurai untuk melakukan aktivitasnya adalah C-organik (Foth, 1988). Karbon adalah unsur penting sebagai pembangun bahan organik karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik. Unsur karbon (C) diserap tanaman dalam bentuk gas CO2 yang selanjutnya digunakan dalam proses yang sangat penting yaitu fotosintesis, tanpa gas CO2 proses tersebut akan terhambat sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman pun akan terhambat. Nilai C-organik dari masing-masing perlakuan yaitu 0,183% (M), 0,250% (1MTaTe),
0,183%
(3MTaTe),
0,170%
(6MTaTe).
Hasil
analisis
ragam
memperlihatkan bahwa faktor pemberian bakteri EM4, kombinasi persentase MOL
21
tapai dan MOL tempe tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-organik yang dihasilkan. Nilai C-organik pupuk organik cair yang tidak berbeda menunjukkan bahwa antara pemberian mikroba EM4 dan kombinasi MOL tapai dan MOL tempe (1, 3 dan 6%) dapat merombak bahan organik dengan efektivitas yang tidak jauh berbeda. Nilai rataan kandungan C-organik pupuk organik cair hasil penelitian berkisar antara 0,183-0,250%. Kandungan C-organik hasil pengomposan yang terendah terdapat pada kombinasi 6MTaTe yaitu sebesar 0,170% dan kandungan C-organik tertinggi terdapat pada kombinasi 1MTaTe yaitu sebesar 0,250% (Tabel 3). Kandungan C-organik pupuk organik cair pada penelitian ini masih kurang dari standar yang digunakan sebagai acuan yaitu ≥ 4% (Permentan, 2009). Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa unsur C yang terkandung dalam cairan dan padatan jumlahnya berbeda. Hal ini diduga bahwa unsur C yang lepas dalam cairan jumlahnya sedikit, sehingga kandungan C dipadatan jumlahnya masih tinggi. Tabel 3. Rataan Nilai Kandungan C-Organik Pupuk Organik Cair Perlakuan
M
C-organik Permentan 2004 Permentan 2009 2) Cair Padat Cair Padat Cair/Pasta ------------------------------%-----------------------------1)
0,183±0.015
34,37
1MTaTe 0,250±0.060 32,18 3MTaTe 0,183±0.015 35,49 6MTaTe 0,170±0.010 33,62 Keterangan: 1). Rataan dari 3 ulangan 2). Komposit dari 3 ulangan
≥ 4,5
> 12
≥4
Menurunnya kandungan C-organik dikarenakan adanya asimilasi sebagian besar karbon oleh berbagai mikroba sebagai penyusun selnya, sehingga proses dekomposisi bahan organik tidak seluruhnya dapat ditransformasikan sekaligus. Penurunan kandungan C-organik ini terjadi akibat adanya penggunaan karbon oleh mikroorganisme sebagai sumber energi agen dekomposer untuk aktivitas metabolismenya (Graves et al., 2000). Lebih lanjut Bernal et al (1998) menyatakan bahwa C-organik yang menurun menunjukkan degradasi bahan organik selama proses pengomposan.
22
Kandungan Nitrogen (N) Total Unsur hara yang utama bagi pertumbuhan tanaman dan sangat diperlukan untuk perkembangan atau pertumbuhan bagian vegetatif seperti daun, batang dan akar adalah nitrogen (Sutejo, 1995). Unsur N pada feses sapi potong sebagian kecil terlarut dalam air dan selebihnya mengalami penguapan, denitrifikasi dan pencucian. Nitrogen yang tidak dapat dicerna dalam saluran pencernaan akan dikeluarkan melalui feses. Menurut Parakkasi (1983) sumber N feses juga berasal dari N endogenous yang terdiri dari enzim-enzim pencernaan dan cairan yang diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sel-sel mukosa yang terkikis mikroorganisme dan saluran pencernaan. Nilai rataan kandungan N-total pupuk organik cair hasil penelitian berkisar antara 0,056-0,066%. Nilai kandungan N-total dari masing-masing perlakuan yaitu M (0,060%), 1MTaTE (0,066%), 3MTaTe (0,063%) dan 6MTaTe (0,056%). Kandungan N-total hasil pengomposan yang terendah terdapat pada kombinasi 6MTaTe yaitu sebesar 0,056% dan kandungan N-total tertinggi terdapat pada kombinasi 1MTaTe yaitu sebesar 0,066% (Tabel 4). Unsur N dari seluruh perlakuan menunjukkan bahwa semua pupuk organik cair belum memenuhi standar kualitas kandungan N yaitu < 2 (Permentan, 2009). Pada Tabel 4 ditunjukkan bahwa unsur N yang terkandung dalam cairan dan padatan sangat berbeda. Hal ini diduga bahwa unsur N yang lepas dalam cairan jumlahnya sedikit, sehingga unsur N dalam padatan masih tinggi. Kandungan N-total yang tinggi pada pengomposan merupakan efek yang disebabkan oleh degradasi kuat dari komponen C-organik sebagai sumber energi bagi mikroorganisme untuk mendegradasi N-protein (Bernal et al., 1998). Nitrogen total yang dicapai pada setiap perlakuan hasilnya tidak jauh berbeda. Namun pada konsentrasi M (0,060%), 3MTaTe (0,063%) dan 6MTaTe (0,056%) ternyata lebih rendah dibandingkan pada konsentrasi 1MTaTe (0,066%). Hal ini diduga karena pengaruh bahan organik dan aktivator mikroorganisme yang ditambahkan.
23
Tabel 4. Rataan Nilai Kandungan N-Total Pupuk Organik Cair Perlakuan
N-total
Permentan 2009 Cair Padat Cair/Pasta ------------------------------%-----------------------------1)
2)
M
0,060±0,010
0,32
1MTaTe
0,066±0,005
0,29
3MTaTe
0,063±0,005
0,33
6MTaTe 0,056±0,005 Keterangan: 1). Rataan dari 3 ulangan 2). Komposit dari 3 ulangan
<2
0,30
Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian mikroba EM4, kombinasi persentase MOL tapai dan MOL tempe tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total yang dihasilkan. Nilai N-total pupuk organik cair yang tidak berbeda menyatakan bahwa antara pemberian mikroba EM4 dan kombinasi persentase MOL tapai dan MOL tempe (1, 3 dan 6%) dapat merombak bahan organik dengan efektivitas yang tidak jauh berbeda. Rendahnya kandungan N-total pada pupuk organik cair ini dikarenakan terangkatnya zat nitrogen dalam bentuk gas nitrogen atau dalam bentuk gas amoniak yang terbentuk selama proses pengomposan, selama proses aerasi sebelum dianalisa kandungan unsur hara dan diduga karena pengaruh bahan organik (dedak) yang ditambahkan. Laju dekomposisi/degradasi dedak sebagai sumber energi mikroorganisme pengurai mungkin lebih lambat dibandingkan degradasi protein telor, sehingga energi banyak diambil dari N-protein telor. Hal ini dibuktikan dari bau yang dihasilkan oleh pupuk yang menunjukkan adanya pembusukan protein. Penambahan N yang berlebihan dalam peningkatan mutu pupuk organik cair dapat meningkatkan kehilangan N melalui proses volatilisasi dalam bentuk gas amoniak (NH3) karena proses denitrifikasi berjalan dengan lebih cepat dimana terjadi kehilangan N dalam bentuk gas N2 dan N2O (Sutanto, 2006). Rasio C/N Faktor penentu kecepatan degradasi bahan organik adalah rasio C/N. Rasio C/N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri.
24
Sedangkan rasio C/N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena N akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limitting factor) (Alexander, 1994). Tabel 5. Rataan Rasio C/N Pupuk Organik Cair Perlakuan
C/N Rasio
Permentan 2004
Cair1)
Padat2)
M
3,143±0,795
107,4
1MTaTe
3,737±0,744
110,9
3MTaTe
2,896±0,090
107,5
6MTaTe
3,033±0,497
112,1
Cair
Padat
-
10-12
Keterangan: 1). Rataan dari 3 ulangan, 2). Komposit dari 3 ulangan Nilai rasio C/N pada masing-masing perlakuan yaitu 3,143 (M), 3,737 (1MTaTe), 2,896 (3MTaTe), 3,033 (6MTaTe). Rasio C/N yang terendah terdapat pada perlakuan 3MTaTe yaitu sebesar 2,896 dan rasio C/N yang tertinggi terdapat pada perlakuan 1MTaTe yaitu sebesar 3,737 dan rasio C/N pada padatan jumlahnya lebih besar daripada cairan (Tabel 5). Rendahnya rasio C/N pupuk organik cair tersebut dikarenakan C masih terjerat pada endapan bahan organik yang belum terurai. Penurunan rasio C/N bahan banyak dipengaruhi oleh kandungan dan aktivitas mikroorganisme. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa antara pemberian mikroba EM4 dan kombinasi persentase MOL tapai dan MOL tempe (1, 3 dan 6%) tidak berpengaruh terhadap nisbah C/N pupuk organik cair. Hasil yang tidak berbeda menunjukkan waktu satu bulan merupakan waktu yang cukup untuk mengomposkan bahan yang memiliki kandungan serat yang lebih tinggi. Kandungan Fosfor (P2O5) Total Salah satu unsur makro yang dibutuhkan oleh tanaman adalah fosfor. Unsur ini diserap dalam bentuk ion H2PO4, HPO4 dan PO4. Diantara ketiga ion ini yang lebih mudah diserap adalah ion H2PO4 karena bermuatan satu (valensi satu) sehingga tanaman hanya membutuhkan sedikit energi untuk menyerapnya. Esensial dari unsur P adalah berperan penting dalam metabolisme energi (ATP), mengatur banyak proses enzimatik dan juga berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim.
25
Rataan kandungan Fosfor (P2O5) pupuk organik cair hasil penelitian berkisar antara 0,042-0,050% (Tabel 6). Nilai P pada masing-masing perlakuan yaitu 0,042% (M), 0,050% (1MTaTe), 0,038% (3MTaTe) dan 0,044% (6MTaTe). Nilai kandungan P2O5 yang terendah terdapat pada perlakuan 3MTaTe yaitu sebesar 0,038% dan nilai kandungan P2O5 yang tertinggi terdapat pada perlakuan 1MTaTe yaitu sebesar 0,050%. Tabel 6. Rataan Nilai Kandungan Fosfor (P2O5) Total Pupuk Organik Cair Perlakuan
M 1MTaTe 3MTaTe
P-total
Permentan 2004 Permentan 2009 Cair Padat Cair Padat Cair/Pasta ------------------------------%-----------------------------0,042±0,001B 1,31 A 0,050±0,004 1,19 <6 <5 <2 0,038±0,002B 1,42 1)
2)
6MTaTe 0,044±0,002B 1,13 Keterangan: 1). Rataan dari 3 ulangan 2). Komposit dari 3 ulangan Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda sangat Nyata (P<0,01) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan P-total pupuk organik cair. Hasil uji lanjut Tukey pada pupuk organik cair dengan masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa pupuk organik cair pada perlakuan 1MTaTe menunjukkan nilai P-total sangat berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan EM4, MOL tapai dan MOL tempe (3 MTaTe dan 6 MTaTe) tidak berbeda nyata namun menghasilkan nilai rataan P-total yang rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua pupuk organik cair belum memenuhi standar kualitas kandungan P2O5 yaitu < 2 (Permentan, 2009). Pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa unsur P yang terkandung dalam cairan dan padatan jumlahnya berbeda. Hal ini diduga bahwa unsur P yang lepas dalam cairan jumlahnya sedikit, sehingga kandungan P dipadatan jumlahnya masih tinggi dan unsur P yang masih terjerat pada endapan bahan organik yang belum terurai. Selain itu, waktu pengomposan yang kurang maksimal berpengaruh terhadap rendahnya kandungan P sehingga bahan organik yang tersedia tidak terurai sepenuhnya oleh mikroorganisme. Jumlah zat terlarut juga dapat menyebabkan rendahnya kandungan P yang dipengaruhi oleh karakteristik bahan organik media pengomposan. 26
Kandungan Kalium (K2O) Total Kalium adalah unsur hara yang mempunyai peranan penting selain fosfor yang diserap oleh tanaman dalam jumlah besar. Peranan utama kalium adalah sebagai aktivator enzim. Soepardi (1983) menyatakan kalium yang cukup tersedia dalam tanaman akan merangsang pertumbuhan akar, menekan pengaruh buruk N dan meningkatkan ketegaran tanaman yang membuat tanaman lebih tahan terhadap serangan hama penyakit. Elemen ini diserap dalam bentuk hampir pada semua proses metabolisme tanaman, mulai dari proses penyerapan air, transpirasi, fotosintesis, respirasi, sintesa enzim dan aktivitas enzim. Adanya kalium yang cukup tersedia dalam tanah menjamin ketegaran tanaman, membuat tanaman lebih tahan terhadap berbagai penyakit, mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor, cenderung meniadakan pengaruh buruk nitrogen dan secara umum berperan sebagai lawan dari pengaruh nitrogen dan fospor. Nilai rataan kandungan kalium (K2O) total pupuk organik cair berdasarkan hasil analisa laboratorium adalah berkisar 0,066-0,070% (Tabel 7). Nilai dari masing-masing perlakuan yaitu 0,069% (M), 0,066% (1MTaTe), 0,069% (3MTaTe) dan 0,070% (6MTaTe). Unsur K dari seluruh perlakuan menunjukkan bahwa semua pupuk organik cair belum memenuhi standar kualitas kandungan kalium (K2O) yaitu < 2 (Permentan, 2009). Tabel 7. Rataan Nilai Kandungan Kalium (K2O) Total Pupuk Organik Cair Perlakuan
K-total
Permentan 2004 Permentan 2009 Cair Padat Cair Padat Cair/Pasta ------------------------------%-----------------------------1)
2)
M
0,069±0,003
0,61
1MTaTe
0,066±0,002
0,62
3MTaTe
0,069±0,002
0,63
<6
<5
<2
6MTaTe 0,070±0,003 0,62 Keterangan: 1). Rataan dari 3 ulangan 2). Komposit dari 3 ulangan Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa unsur K yang terkandung dalam cairan dan padatan sangat berbeda. Hal ini diduga bahwa unsur K yang lepas dalam cairan jumlahnya sedikit, sehingga unsur K dalam padatan masih tinggi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bakteri EM4 dan persentase kombinasi MOL 27
tapai dan MOL tempe tidak berpengaruh terhadap kandungan kalium (K2O) total pupuk organik cair. Nilai K-total pupuk organik cair yang tidak berbeda menunjukkan bahwa antara pemberian mikroba EM4 dan kombinasi MOL tapai dan MOL tempe (1, 3 dan 6%) dapat merombak bahan organik dengan efektivitas yang tidak jauh berbeda.
28