HASIL DAN PEMBAHASAN
Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf 5% terhadap karakter pengamatan kecuali karakter persentase gabah hampa (Tabel 3). Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Ragam
Karakter Tinggi Tanaman Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan Produktif Panjang Malai Jumlah Gabah Total Jumlah Gabah Isi % Gabah Hampa Bobot 1000 Buitr Produksi GKG
G ** ** ** ** ** ** tn ** *
F-hitung KK (%) 2.89 11.17 12.38 2.96 7.50 6.5 29.33 1.75 10.67
h2bs (%) 94.76 88.86 83.74 92.79 95.11 96.34 33.77 95.47 71.24
Ket : * = berbeda nyata taraf 5% ** = berbeda nyata pada taraf 1% tn = tidak nyata pada taraf 5%
Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa nilai koefisien keragaman (kk) menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dalam suatu percobaan dan menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan. Nilai kk pada percobaan ini tergolong baik karena berada dibawah batas toleransi kk untuk tanaman padi yaitu 15 % kecuali pada karakter persentase gabah hampa. Nilai kk terendah terdapat pada bobot 1000 butir (1.75 %), sedangkan kk tertinggi terdapat pada persentase gabah hampa (29.33 %). Nilai heritabilitas (h2bs) pada percobaan ini dihitung dengan menggunakan data dari tiap ulangan. Sujiprihati et al, (2003) menyatakan bahwa nilai heritabilitas digolongkan menjadi nilai heritabilitas tinggi (h2 > 50 %), heritabilitas sedang (20 % < h2 > 50 %),
dan heritabilitas rendah (h2 < 20 %). Nilai
11
heritabilitas pada percobaan ini termasuk heritabilitas tinggi yang artinya pengaruh genetik lebih dominan dalam penampilan karakter-karakter galur yang diuji.
Produktivitas Galur Padi tipe baru (PTB) memiliki sifat-sifat penting, yaitu anakan produktif sedikit (8-10 batang), malai lebat (200-250 gabah/malai) dan bernas, tinggi tanaman sedang (100-115 cm), daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, umur sedang (110-120 hari), perakaran dalam, serta tahan terhadap hama dan penyakit utama (Khush, 1995). Abdullah (2008) menambahkan, dengan sifat-sifat tersebut PTB diharapkan dapat menghasilkan 9-13 ton GKG/ha. Tabel 3. Nilai Rataan Produksi GKG (ton/ ha) Pada Kadar Air 14 %
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Galur/ Genotipe IPB97-F-13-1-1 IPB97-F-15-1-1 IPB97-F-20-2-1 IPB97-F-31-1-1 IPB97-F-44-2-1 IPB102-F-90-1-1 IPB102-F-92-1-1 IPB107-F-16-5-1 Ciherang IR64
I 5,648 6,287 7,016 6,311 5,508 4,635 7,357 5,887 5,929 4,319
Ulangan II 5,782 7,149 5,282 7,005 6,322 5,649 8,274 7,076 6,259 6,280
III 6,873 5,889 6,187 7,872 5,785 5,383 7,524 5,292 6,774 5,980
Rata-rata 6,101 6,442 6,162 7,063 5,872 5,222 7,718 b 6,085 6,321 5,526
Ket : a = berbeda nyata dengan Ciherang pada taraf 5% b = berbeda nyata dengan IR64 pada taraf 5%
Bobot GKG dalam percobaan ini berkisar antara 5.222-7.718 ton/ ha (Tabel 3). Potensi hasil GKG tertinggi dimiliki oleh galur IPB102-F-92-1-1 yaitu 7.718 ton/ ha dan hasil ini berbeda nyata dengan varietas IR64 (5.526 ton/ ha) tetapi dinyatakan setara dengan varietas Ciherang (6.321 ton/ ha). Galur lain yang memiliki potensi hasil tinggi adalah IPB97-F-15-1-1 (6.442 ton/ ha) dan IPB97-F-31-1-1 (7.063 ton/ ha) tetapi hasil ini tidak berbeda nyata dengan varietas Ciherang dan IR64.
12
A
B
Gambar 1. Penampilan Galur IPB102-F-92-1-1 (A) dan Varietas Pembanding Ciherang (B) Pada Umur 13 MST
Keragaan Galur Pertumbuhan vegetatif yang diamati pada percobaan ini adalah tinggi tanaman, jumlah anakan total, dan jumlah anakan produktif. Hasil pengamatan karakter vegetatif ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Niali Rataan Beberapa Karakter Vegetatif
No
Galur/ Genotipe
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
IPB97-F-13-1-1 IPB97-F-15-1-1 IPB97-F-20-2-1 IPB97-F-31-1-1 IPB97-F-44-2-1 IPB102-F-90-1-1 IPB102-F-92-1-1 IPB107-F-16-5-1 Ciherang IR64
Tinggi Tanaman (cm) 113 ab 108 ab 112 ab 105 b 101 b 106 b 103 b 107 ab 99 87
Jumlah Anakan Total 10 ab 9 ab 9 ab 10 ab 10 ab 11 b 11 b 11 b 14 15
Jumlah Anakan Produktif 10 b 8 ab 9 ab 10 b 9 ab 10 b 11 b 11 b 13 14
Ket : Keterangan seperti pada Tabel 3
Tinggi tanaman menentukan tingkat kerebahan tanaman. Semakin tinggi tanaman maka tanaman akan semakin mudah rebah seiring penyerapan-N oleh tanaman (Kush et al., 2001). PTB diarahkan untuk menghasilkan tanaman semi-dwarf (100-115 cm) (Peng et al., 2003). Berdasarkan hasil pengujian, semua galur yang diuji memiliki tinggi tanaman berbeda nyata lebih tinggi dari varietas
13
Ciherang dan IR64 dan masuk dalam tipe semi-dwarf untuk kriteria PTB. Galur IPB97-F-13-1-1 (113 cm) merupakan genotipe yang paling tinggi yang diuji pada percobaan ini, dan genotipe yang paling pendek adalah IR64 (87 cm). Menurut Abdullah (2003) PTB mempunyai jumlah anakan sedikit tetapi semuanya produktif. PTB diarahkan agar semua anakannya produktif walau jumlah anakannya sedikit. Pengurangan jumlah anakan dapat menyeragamkan proses pembungaan dan umur panen, menyeragamkan ukuran malai, dan efisiensi jarak tanam (Janoria, 1989). Anakan yang tidak menghasilkan malai akan berkompetisi
dengan
anakan
produktif
sehingga
hasil
tidak
maksimal
(Kush, 1990). Galur-galur yang diuji memiliki jumlah anakan lebih sedikit dibandingkan varietas Ciherang dan IR64 tetapi anakan yang dihasilkan relatif semuanya produktif. Jumlah anakan produktif galur-galur yang diuji berkisar antara 8-11 sedangkan Ciherang dan IR64 masing-masing 13 dan 14 anakan. Jumlah anakan paling sedikit dihasilkan oleh galur IPB97-F-15-1-1 dan jumlah anakan paling banyak dihasilkan oleh varietas IR64. Dalam usaha peningkatan produktivitas jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh PTB tergolong sedikit. Jumlah anakan yang sedikit dapat diatasi dengan teknik budidaya yang diarahkan untuk menambah populasi. Salah satu teknik budidaya untuk menambah populasi tanaman adalah dengan menggunakan jarak tanam lebih rapat. Jarak tanam yang digunakan pada percobaan ini adalah legowo 2:1 yang meningkatkan populasi lebih kurang 30 % dari populasi dengan jarak tanam yang biasa digunakan oleh petani. Fase vegetatif awal biasanya rentan terserang hama penyakit. Pada percobaan ini ketika fase vegetatif terjadi serangan hama ulat grayak (Spodoptera litura). Kerusakan terjadi karena larva memakan bagian atas tanaman pada malam hari dan cuaca yang berawan. Larva mulai makan dari tepi daun sampai hanya meninggalkan tulang daun dan batang. Penyakit yang menyerang pada fase ini adalah penyakit tungro. Penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil 5-70 %. Gejala serangan tungro yang menonjol adalah perubahan warna daun dan tanaman tumbuh kerdil.
14
A
B
Gambar 2. Tanaman yang Terserang Hama Ulat Grayak (A) dan Penyakit Tungro (B) Pertumbuhan generatif yang diamati dalam kegiatan percobaan ini adalah umur 50 % berbunga, umur panen, masa pengisian bulir, dan panjang malai. Keragaan karakter pertumbuhan generatif galur-galur PTB yang diuji dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rataan Beberapa Karakter Pada Fase Generatif
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Genotipe IPB97-F-13-1-1 IPB97-F-15-1-1 IPB97-F-20-2-1 IPB97-F-31-1-1 IPB97-F-44-2-1 IPB102-F-90-1-1 IPB102-F-92-1-1 IPB107-F-16-5-1 Ciherang IR64
Umur Berbunga (HSS) 83 ab 83 ab 83 ab 83 ab 83 ab 90 ab 99 ab 88 b 88 82
Umur Panen (HSS) 116 ab 116 ab 116 ab 116 ab 116 ab 119 127 ab 119 119 119
Masa Pengisian Bulir (hari) 33 ab 33 ab 33 ab 33 ab 33 ab 29 ab 28 ab 31 b 31 37
Panjang Malai (cm) 29 ab 28 ab 28 ab 28 ab 28 ab 28 ab 29 ab 28 ab 25 23
Ket : Keterangan seperti pada Tabel 3
Umur berbunga ditentukan untuk mengukur lamanya masa pengisian bulir dari galur-galur yang diuji. Berdasarkan percobaan ini famili IPB97 memiliki umur berbunga lebih cepat dari Ciherang dan IR64, sedangkan famili IPB102 dan IPB 107 memiliki umur berbunga lebih lambat dari Ciherang dan IR64.
15
Umur panen semua galur berbeda nyata dengan varietas pembanding, baik Ciherang maupun IR64 (119 hari) kecuali galur IPB102-F-90-1-1 dan IPB107-F-16-5-1. Galur IPB102-F-92-1-1 memiliki umur panen yang paling lama yaitu 127 hari. Hal ini disebabkan karena fase vegetatif galur ini lebih lama dibandingkan galur-galur yang lain. Galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1, IPB97-F-20-2-1, IPB97-F-31-1-1, dan IPB97-F-44-1-1 mempunyai umur panen yang lebih cepat dibandingkan varietas pembanding yaitu 116 hari. PTB diarahkan untuk memiliki umur panen berkisar antara 110-120 hari. Berdasarkan umur panen semua galur yang diuji masuk dalam kategori berumur medium. Tanaman padi yang berumur genjah (100-105 hari) menghasilkan bulir padi per hari lebih baik, tetapi tanaman berumur medium (110-130 hari) tetap lebih baik dalam produksi bulir total (Peng et al., 1993). Pengisian bulir dimulai dari ujung malai sampai pangkal malai. PTB ratarata memiliki malai yang panjang sehingga diharapkan memiliki masa pengisian bulir yang cepat untuk menghindari kehampaan gabah semu. Semua galur yang diuji dalam percobaan ini memiliki masa pengisian bulir yang cepat. Galur yang tercepat masa pengisian bulirnya adalah IPB102-F-92-1-1 yaitu 28 hari. Keadaan ini didukung oleh bentuk daun galur IPB102-F-92-1-1 yang tegak dan berwarna hijau tua sehingga efisien dalam proses fotosintesis. Daun tanaman padi yang aktif berfotosintesis adalah daun ke-2 dan ke-3. Efisiensi fotosintesis dapat ditingkatkan dengan memodifikasi tipe daun. Tipe daun tanaman padi yang efektif untuk fotosintesis adalah tegak, tebal, dan berwarna hijau tua. Galur-galur yang diuji pada percobaan ini rata-rata memiliki daun tegak dan berwarna hijau tua kecuali galur IPB107-F-16-5-1. Galur IPB107-F-16-5-1 memiliki daun yang terkulai dan berwarna hijau muda. Padi tipe baru mempunyai anakan lebih sedikit untuk memaksimalkan sink size (Susanto, 2003) sehingga malainya lebih panjang dan lebih lebat. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua galur mempunyai panjang malai berbeda nyata lebih panjang dari varietas Ciherang dan IR64. Malai terpanjang dimiliki oleh galur IPB97-F-13-1-1 dan IPB102-F-92-1-1 yaitu 29 cm dan malai terpendek dimiliki oleh varietas IR64 yaitu 23 cm.
16
Gambar 3. Tampilan Malai Semua Galur yang Diuji dan Varietas Pembanding Karakter lain yang diamati adalah karakter komponen hasil. Karakter komponen hasil adalah jumlah gabah total, jumlah gabah isi, persentase gabah hampa, dan bobot 1 000 butir (Tabel 6). Tabel 6. Nilai Rataan Beberapa Karakter Komponen Hasil
No
Genotipe
Jumlah Jumlah Gabah Gabah Total Isi (butir) (butir)
% Gabah Hampa
Bobot 1 000 Butir (gram)
1 IPB97-F-13-1-1 2 IPB97-F-15-1-1
248 ab
230 ab
7
31 ab
228 ab
217 ab
5
30 ab
3 IPB97-F-20-2-1 4 IPB97-F-31-1-1
240 ab
228 ab
5
30 ab
242 ab
229 ab
5
29 ab
224 ab
209 ab
7
29 ab
227 ab
214 ab
6
28
254 ab
243
ab
4
29
231 150 118
ab
4 5 4
26 b 28 28
5 IPB97-F-44-2-1 6 IPB102-F-90-1-1 7 IPB102-F-92-1-1 8 IPB107-F-16-5-1 9 Ciherang 10 IR64
239 159 123
Ket : Keterangan seperti pada Tabel 3
ab
17
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah gabah total dan jumlah gabah per malai galur yang diuji semuanya berbeda nyata lebih tinggi dari varietas Ciherang dan IR64. Jumlah gabah total per malai untuk galur-galur yang diuji semuanya mencapai lebih dari 200 butir. PTB dapat menghasilkan gabah total per malai 250-300 butir. Peningkatan sink size yang diharapkan dapat dilihat dari jumlah gabah isi yang dihasilkan. Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa telah terjadi peningkatan sink size karena jumlah gabah isi galur-galur yang diuji jauh lebih banyak dan berbeda nyata dengan jumlah gabah isi yang dihasilkan oleh varietas pembanding. Jumlah gabah isi pada percobaan ini berkisar 118-243 butir. Galur yang mempunyai jumlah gabah isi per malai terbanyak adalah IPB102-F-92-1-1 yaitu 243 butir, sedangkan yang memiliki jumlah gabah isi per malai terendah adalah IR64 (118 butir).
Gambar 4. Penampilan Malai per Rumpun Galur-Galur yang Diuji dan Varietas Pembanding
18
Batas toleransi persentase gabah hampa untuk tanaman padi adalah 5 %. Persentase gabah hampa pada percobaan ini berkisar antara 4 %-7 %. Persentase gabah hampa semua galur setara dengan varietas Ciherang dan IR64. Abdullah et al. (2006) menyatakan PTB mempunyai potensi hasil 7-20 % lebih tinggi dari IR64, namun kehampaan gabah masih tinggi. Kehampaan gabah pada PTB disebabkan oleh faktor genetik dan non genetik. Kehampaan gabah biasa disebabkan karena panjangnya malai tidak diimbangi oleh pengisian bulir yang cepat. Hal ini menyebabkan pemasakan bulir pada ujung dan pangkal malai tidak sama. Dalam perkembangan pemuliaan padi, masalah kehampaan pada padi tipe baru ini telah dapat diatasi secara genetik dengan menyeleksi galur-galur yang pengisian bulirnya cepat. Faktor lain yang menyebabkan kehampaan gabah adalah faktor non genetik. Faktor non genetik biasanya ditimbulkan oleh masalah lingkungan seperti serangan hama penyakit. Selama percobaan berlangsung terjadi serangan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) ketika fase pemasakan bulir. Bulir yang terserang hama walang sangit akan berubah warna dan mengapur, serta gabah menjadi hampa. Hama lain yang menyerang adalah penggerek batang (Scirpophaga incertulas). Penggerek batang termasuk hama penting pada tanaman padi yang sering menimbulkan kehilangan hasil yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena tanaman yang terserang bisa mengalami kematian malai atau “beluk”. Hama ini banyak menyerang pada tanaman galur IPB97-F-44-2-1 dan IPB107-F-16-5-1.
Gambar 5. Tanaman yang Terserang Scirpophaga incertulas pada Fase Primordia
19
Penyakit lain yang menyerang adalah hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. oryzae. Penyakit ini banyak menyerang pada tanaman galur IPB102-F-90-1-1. Tanaman yang terserang akan terganggu fotosintesisnya karena daunnya menggulung, layu bahkan mati. Bobot 1 000 butir biji bernas akan memberikan gambaran umum tentang ukuran
butiran
IPB97-F-15-1-1,
gabah
masing-masing
IPB97-F-20-2-1,
galur.
IPB97-F-31-1-1,
Galur
IPB97-F-13-1-1,
dan
IPB97-F-44-2-1
mempunyai bobot 1 000 butir berbeda nyata lebih berat dari Ciherang dan IR64 yaitu masing-masing 31 g, 30 g, 30 g, 29 g, dan 29 g sedangkan Ciherang dan IR64 memiliki bobot 1 000 butir yang sama yaitu 28 g. Galur IPB102-F-90-1-1, IPB102-F-92-1-1, dan IPB107-F-16-5-1 mempunyai bobot 1 000 butir masingmasing 28 g, 29 g, dan 26 g. Hubungan antara komponen hasil dan produksi tanaman sangat berkaitan erat. Keterkaitan antara komponen produksi padi, jumlah gabah total, dan ukuran buitr tidak selalu dapat dijelaskan dan diiterpretasikan secara garis lurus serta memiliki hubungan yang sangat komplek (Egli,1998).