HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Nilai Ambang Atas dan Nilai Ambang Rawah Hasil analisis laboratoriunl terhadap papain kasar uji n~e~lulljultlcanbahwa alctivitas proteolitik papain ltasar ul-ji sebesar 1.068,87 Ulg (Lampiran 4). konsentrasi papain ltasar uji 1.000 ppm, protein selaput lendir dan
Pada
aktivitas proteolitiknya llle~lyebabkan
protein cailgltallg telur terurai hi~lggamenyebablcan
cangkang telur bocor sehingga proses perkelllballgall telur terganggu hingga ~llellyebabka~l kenlatian (Gambar 5 ) .
Nalllun pada kollselltrasi 10 ppln intensitas
aktivitas proteolitiknya hanya salnpai menipiskan selaput lendir telur dan tidali san~pailmerusak cangkang telur (Gambar 5 ) . Peruraian callgkang telur iltan yang lllenetas terutalna lnelalui proses proteolitik (Blaxter 1969). Dari Tabel 4, Galribar 3 dan Galnbar 4 terlihat adanya penurunan persentase mortalitas telur terkoreksi dari lconsentrasi papain kasar di bawah 1.000 ppm. Pada konsentrasi 100 ppill didapatkail persentase lllortalitas telur terltoreksi sebesar
95.74% dan pada
Itonsentrasi 10 pplll didapat
persentase lllortalitas telur
terkoreksi 0%. Mulai konselltrasi 10 pplll Ice bawah hingga 0 pp111 relatif tidal< terJadi perubahan tajani persentase ~llortalitastelur terkoreksi. Pellurullall persentase lllortalitas telur terkoreksi merupalcan respon penuriunan intellsitas aktivitas proteolitik papain ltasar akibat penurunan Ico~lsentrasipapain. Penurunan respon ini
Tabel 4.
Konsentrasi Papain Kasar
Jumlah Telur Terbuahi atall n (butir)
(PP~)
Telur yang Mati (butir)
Jumlah Kunlulatif atau m
Persentase Mortalitas Telur Teramati atau ~t I '
Sinlpaligan Baku Contoh atau s
Persentase Mortalitas Telur Terkoreksi atau PC "
] I
I
150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 Pt =
150 150 144 9 9 12 14 9 9 9 111 x 100%
)
Pu
3'
PC
Persentase rnortalitas telur teralnati pada perlakuan denqan konselltrasi bahan uji 0 pp111. Pt - Pu x 100% 100% - Pll
10" 10' 1o2 lo1 1 10-I 10-L 10" 10-' 0 Keterangan:
Persentase Mortalitas Telur Terkoreksi
Hasil pengalnatan mortalitas telur ikan mas di setiap perlakuan pada akhir percobaan penentuan nilai alnbang atas dan nilai alnbang bawah
-
)
=
=
0,OO 0,00 1,00 1,00 1,73 0,OO 0,57 0,00 0,OO 0,00
l00,0~ 100,000 96,000 6,000 6,000 8,000 9,333 6,000 6,000 6,000 "
100,000 100,000 95,740 0,000 0,000 2,120 3,530 0,000 0,000 0,000
j
100
80 60
I
Gambar 3. Garis hubungall antara konselltrasi papain kasar dan persentase mortalitas telur ikan Inas terltoreksi menun~tnilai rata-rata
mulai terlihat pada konsentrasi di bawah 1.000 ppm dan tidak didapat lagi pada ltonse~ltrasi10 ppm.
Persentase Mortalitas Telur Terkoreksi
Konsentrasi Papain I
Gambar 4.
Kurva hubungan antara koilselltrasi papain kasar dan persentase mortalitas telur ikan mas terkoreltsi lnenurut regresi polinon~ial
Nasil analisis raganl persentase rnortalitas terkoreltsi telur ikan mas menunjukkan
bahwa lcollsentrasi papain ltasar sangat nydta mempengaruhi
persentase rnortalitas terkoreksi telur iltan mas (P < 0.01).
Hasil uji lal~lut
menulljultkan bahwa kelompok konselltrasi 1.000 ppm dan 10.000 ppm, kollselltrasi 100 ppm, dan kelompok kollselltrasi 0
-
kelompok
10 ppnl ~nel~~iliji~ltltall beda
nynta ( a = 0.05) (Lampiran 6). Konsentrasi
1.000 ppm ditetapkan
ltonsentrasi terendah larutall
sebagai
nilai ambang atas
yakni
papain ltasar sebagai bahaii uji yang menghasilkan
persentase n~ortalitastelur terkoreksi pada akhir percobaan sebanyak 100%.
Konsentrasi 10 p p n ~ ditetapkan sebagai nilai ambang bawah yakni konsentrasi tertinggi larutan
papain
kasar yang menghasilkan persentase
nlortalitas telur
terkoreksi pada akhir percobaan sebanyak OO,,o.
Penentuan Nilai ECo - 5 Detik Papain Kasar
Untuk lebih mengetahui nilai
ECo-5 detik papain kasar yang tepat yakni
konsentrasi n~aksilnulnpapain kasar dala~lljangka lima detik menghasilkan efek persentase mortalitas kumulatif telur ikan nlas dellgall respoil sebesar 0% pada jam ke-72 maka dilakukan pengolahan data berdasarkan nilai konsentrasi alllbang bawah dan nilai konsentrasi ambang atas (Busvinc 1971; Konlisi Pestisida Departemen Pertanian 1983). Terpilih
sepuluh konsentrasi papain uji untuk digunakan
dalaln penentuan nilai ECo-5 detik papain kasar yakni: 0 ppm, 10 ppm, 17 ppm. 3 1 ppm. 56 ppm, 99 ppm, 177 ppm, 3 16 ppnl, 562 ppm, dan 1.000 ppm (Lampiran 5). Jika dibandingkan dengan hasil percobaan penentuan nilai ambang atas dan nilai ambang bawah (Gambar 4), persanlaan polinomial hubungan antara konsentrasi papain kasar dan persentase mortalitas telur terkoreksi dari percobaan penentuan nilai ECo-5 detik papain kasar lebih mendekati kebenaran. Hal ini dapat dari nilai koefisien determinasi ( ~ ' j masing-masing persamaan. Koefisien d~terminasidari persanlaan regresi dari percobaan penentuan nilai aillbang atas dan nilai ambang bawah atau Y
=
-0,5x2
+ 0,1078 X + 10.188 sebesar 0,6848, artinya proporsi
jumlah ragam yalzg dapat dijelaskan oleh model persalnaan adalah sebanyak 68,48%. Dari
percobaan penentuan nilai ECo-5 detik papain kasar
regresi polinomial yakni Y
=
1 2 , 8 3 6 ~+~7.329X
-
12,178
diperoleh persamaan sebagai persamaan
hubungan antara log konsentrasi papain kasar dan persentase mortalitas terkoreksi telur yang bernilai R~ 0,7706 (Gambar 6).
Tabel 5. Hasil pengamatan mortalitas telur ikan mas di setiap perlakuan pada akhir percobaan penentuan nilai ECo-5 detik papain kasar Konsentrasi Papain Kasar (PP~)
1.OOO 562 316 177 99 56 31 17 10 0
Ju~nlah Telur yal-ig Mati Telur (butir) T ~ ~ b u a l l i Jumlah Simpangall atau 11 Kumulatif Baku Contoh (butir) atau atau s
150 150 150 150 150 150 150 150 150 150
150 150 150 150 146 43 14 13 12 14
0,OO 0,OO 0,OO 0,OO 0,57 1,52 0,57 0,57 1,00 137
Persentase Mortalitas Telur Tmmati
Mortalitas Telr~r Terkoreksi
100,000 100,000 100,000 100,000 97,330 28,660 9,330 8,660 8,000 9,330
100,000 100,000 100,000 100,000 97,050 21,320 0,000 -0,007 -0,O 14 0,000
Dengan demikian, data konsentrasi pzpain kasar dan data persentase mortalitas telur terkoreksi yang berasal dari hasil percobaan penentuan nilai ECo-5 detik papain kasar yang digunakan untuk diolah lebih lanjut untuk mendapatkan nilai ECo-5 detik. Dari Tabel 5 dan Gambar 6 terlihat adanya penurunan persentase mortalitas telur terkoreksi nlulai pada kollsentrasi papain kasar di bawah 177 ppm. Konsentrasikonsentrasi papain kasar 177 ppm, 99 ppm, dan 56 ppnl berturut-turut nlenghasilkan persentase nlortalitas telur terkoreksi 100,00%, 97,05%,
dan 2 1,32%. Pemberian
papain kasar dengan
konsentrasi
tidak lebih dari 31 ppnl menghasilltan
persentase ~nortalitas telur terltoreksi 0%.
Y
140 120 100 Persentase Mortalitas Telur Terkoreksi
=
12.835~:+ 7.320X - 12.178 I<' = 0.7705
80 60
40 20 3,5
Log Konsentrasi Papain Kasar (ppm)
Gan~bar6. Kurva hubungan antara log ltonsentrasi papain kasar dan persentase nlortalitas telur ikan mas terltoreltsi menurut regresi polinomial
Data
menunjukkan
bahwa perlakuan peningkatall Itonsent.-asi papain kasar
menyebabltan peningltatan kenlatian papain
kasar, semaltin
telur.
Semaltin
tinggi
ltonsentrasi
intensif penguraian protein cangltang telur ole11 enzinl
proteolitilt papain kasar yang senlaltin
nlenipiskan cangkang
telur.
Hal ini
menyebabkan mudah terjadinya kebocoran sel~inggamenyebabl
3 1 ppnl, Itelompok konsentrasi 56 ppm,
ltelompolt konsentrasi 0 -
ltelompolt ltonsentrasi 99 - 177 ppm.
dan
kelompok
konsentrasi
177 - 1.000 ppm
menunjukkan
beda
(a = 0,05) (Lampiran 8). Konsentrasi 10 ppm, 17 ppm, dan 31 ppm berada
nyata
dalam satu
keloinpok
konsentrasi
yang sama
dengan 0 ppm yang
menghasilkan persentase mortalitas telur terkoreksi 0%. Artinya bahwa konsentrasi 0
-
3 1 ppm menghasilkan persentase telur terkoreksi
menurut
persarnaan Y
=
1 2 , 8 3 6 ~+~ 7,329X
-
sebesar 0%.
hTamun
12.178 yang bemilai R~ tertinggi
yakni 0,7706 maka diperoleh data bahwa ECo-5 detik sebesar 2 1,0547 ppm. Hal ini illenunjukkan bahwa nilai ECo-5 detik papain kasar masih dalam perkiraan dan diperkirakan nilainya antara 21,0547 -3 1,0000 ppm. Untuk nlen~pertajainanalisis konsentrasi calon obat digunakan analisis probit dan kurva probit yang berupa garis lurus yang merupakan hasil pemplotan probit respon dan log konsentrasi obat (Hartung 1987). diketahui
Dengan analisis probit dapat
ECo - 5 detik papain kasar lebih tepat (Lampiran 9, Lampiran 10.
Lampiran 1 1, dan Lampiran 12). Hasil analisis probit ini berupa persamaan probit garis regresi linier Y'
=
- 14,6799 + 1 0 , 8 0 6 9 ~yang merupakan persarnaan
hubungan antara log konsentrasi papain kasar (x) dengan probit mortalitas telur (Y' )
yang
nilainya
antara
0
hingga
10. Persamaan probit ini tergarnbar
pada Gambar 7. Dari garis regresi ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu log konsentrasi papain kasar (ppm) dihasilkan kenaikan probit mortalitas telur 10,8069 satuan.
a = 0,05
12 Probit Mortalitas
10 8
j
/ .LC....
1
Telur Ikan Mas
4 2
: 04---
(%)
--
1,3583
--
-- - -- --
2 2837
1.821
Log Konsentrasi Papain Kasar (ppm) Gambar 7.
Jika Y' =
10'
=
pprn
Garis hubungan antara log konsentrasi papain kasar probit mortalitas telur ikan mas
0, maka 0 = =
- 14,6799 + 10,S069 x
22,S191
dan
dan x = 1,3583. ECo - 5 detik
ppm. Nilai 22,8191 ppm merupakan konsentrasi
lnaksimum papain kasar yang dalam jangka waktu perlakuan lima detik terhadap telur ikan mas menghasilkan respon berupa persentase kumulatif mortalitas telur sebanyak 0% pada jam ke-72. Dengan nilai u
=
0,05 berarti 95% nilai rata-rata
ECo-5 detik berada pada kisaran antara 20,9942 -23:S027 ppm (Lampiran 9 dan Lampiran 10). Baggot (1982) lnenggambarkan beralihnya fungsi racun suatu bahan menjadi fungsi obat dalam bentuk kurva kuantal log konsentrasi - respon dari efek kenlatian dan efek terapeutik (efek pengobatan) (Gambar 8). bahwa
Dari Gambar 8 ini terlihat
terdapat dua daerah efek yakni daerah efek terapeutik di sebelah kiri dan
daerah efek kematian di sebelah kanan. Pada daerah efek kematian, semakin rendah konsentrasi
suatu
bahan
semakin rendah respon kematian. Batas respon
kematian terendah terdapat pada ECo mortalitas atau LCo. Lebih rendah dari ECo
.
lllortalitas terdapat daerah terapeutik. beralih
Pada daerah efek terapeutilc ini bahan telah
fungsi dari f ~ ~ n g racun si yang menyebablcan Icematiall ~llelljadi obat.
Selllakill rendah konsentrasi bahan semalcin rendah persell respell efek terapeutiknya.
I
Respon Probit
0.5
Efelc
Terapeutilc
G o
Efelc
Ec~oo
Ke~natian
ECo
0
Log Konsentrasi Bahan
Gambar 8.
Contoh garis hubungan antara log kollseiltrasi bahan - respon probit dari efek terapeutik dan efek kenlatian (Baggot 1982)
Fuilgsi papain kasar sebagai racun terhadap telur ikan mas yang menyebabkan Itelllatiall berangsur-angsur turun bersamaall turullllya ltollselltrasi papain kasar dan berhenti pada koilsentrasi ECo-5 detik atau 22,8191 pplll sebagai batas aman bagi Itela~lgsuilganhidup telur ikail mas. Di ailtara kollseiltrasi papain kasar antara 0
-
22,8 191 ppm terdapat konsentrasi optilllulll yang menghasilkan respoil efek terapeutilc tertinggi pellipisan lapisail lendir telur ikan mas yang tercermin sebagai derajat pembuahan tertinggi dan derajat pelletasan tertinggi. Pellipisall lapisail lelldir telur ilcan dilakultan oleh enzim proteolitilc papain kasar sehingga telur tidal< terlalu
lailcarnya proses kuat tertempeli benda laill seperti kotoran yang n~elnungkii~ltall pernafasan yang penting bagi kelangsungan l~iduptelur. Cendawan patogen senlakin sedikit lnelldapat ltesempatan tumbuh karena lnenipisnya illedia pertumbuhannya yang berupa lapisan lendir telur. Pada percobaan utama dilakukan ~ l j terhadap i telur dengall nlenggunakan papain kasar yang saina dengan koiisentrasi
ECo-5 detik
mortalitas atau LCo atau yang dalaln ha1 ini disingkat ECo-5 detik atau 22,8 19 I ppm. 0,l ECo-5 detik atau 2,28 19 ppm,
0,0 1 ECo-5 detik atau 0,228 1 ppm, dan 0 ppm.
serta tanin 500 ppm sebagai konsentrasi pembanding. Deret ltonsentrasi papain kasar yang altan diuji berupa deret satuan logaritlna konsentrasi dengall alasail bahwa lturva ge.jala proses fisiologis organisnle biasanya lebih cel~derunglnengikuti lturva bentuk sigmoid. Contohuya kurva hubungan antara pesen respon dan logaritnla Itonsentrasi obat yang dalani ha1 ini berupa papain kasar
(Hartung 1987).
Ja~igltawakti~
pencucian telur seragall1 lilna detik seperti praktik pencucian telur dengan tanin 500 ppm. Nilai
0,01
-
0,l LDo atau 0,01-
0,l LC0 digunakan sebagai dosis atau
konsentrasi calon obat pada perlakuan uji awal (Baggot 1982).
Derajat Pembuahan Dari Tabel 6 dan
Galnbar 9 dapat diltetahui adanya Itenailtan derajat
pembuahan rata-rata bersalna kenailtan konsentrasi papain kasar dari
0 ppm
hingga 22,8 191 ppm, baik pada ltelon~poktaraf 2 ppm r~zethylene171z/e
rnaupun
pada kelolnpok taraf 0 ppln nzeihylene blue. Derajat pembualian adalah rasio dalain persen antara jumlah telur terbuahi dan jumlah telur semula.
Pada kelompolt taraf
2 ppnl nzethylene blue terjadi kenailtan derajat pembuahan rata-rata dari 48,48% pada
Tabel 6. Derajat pembuahan rata-rata telur ikan mas pada berbagai perlakuan Jumlah Telur (butlr) Perlakuan
Taraf-taraf
Taraf-taraf
Dera~at
Simpangan
Faktor I
Faktor I1
Pembuahal~
Baku
Senlula atau
3
Terbuahl atau n
Rata-rata
Contoh
11
atau
("/.I
("/.I
T- 1
0 PPm
513
248
48,48
3 52
T-2
0,2281 ppm Papaln Kasar
49-4
24 1
48,88
2.81
T-3
2,28 l 9 ppn' Papal11 Kasar
5 12
252
49,17
3,30
22.8191 ppnl Papain Kasar
50 1
250
49,90
1.7 1
T-5
500 pp1n Tanin
517
290
56,08
0 72
T-6
0 pp~n
520
255
48.90
2 PPm
hfethylerze Blue
-
3,40 -
T-7
0,2281 ppnl Papam Kasar
50 1
246
49,12
3.11
498
248
49.66
3 29
502
278
55.38
1 -11
5 13
30 1
58.87
O,X5
0 ppn1
T-8
2,2819 ppm Papain Kasar 22 8191 ppnl Papain Kasar
T-10
500 pprn Tanin
Methylene Blue -
T-I
naik lnenjadi 48,88%, 49,17%, dan 49,994 masing-masing pada T-2.
T-3.
Pada kelonlpok taraf 0 ppm ~zethyleneblz~eterjadi ltenaikan derajat
dan T-4.
pembuahan rata-rata dari 48,9094
pada T-6 nail< menjadi 49.1 2%,
49,66%, dan
55,38% masing-masing pada T-7. T-8, clan T-9. Dellgall bertambahnya konsentrasi papain kasar bertambah pula konsentrasi enzi~nproteolitik yang terka~ldungdalam papain kasar yang menyebabkan bertambah intensifilya penguraian glukoprotein lapisan lendir telur ikan nlas yang menyebabkan semaltin nlenipisnya lapisan lendir hingga
batas
Dengall semakin
alnan
atau
ECo-5 detik atau 22,8191 ppnl papain kasar.
menipisnya lapisan lendir,
senlakin kecil ltemungkinan telur
tertenlpeli benda lain seperti kotoran dan spora cendawan. Di salnping itu selnaltiil banyak pori-pori telur terbulta untuk keperluan pernafasan telur. Hal tersebut nlenyebabkan peningkatan nyata pada derajat pembual~an. Petunjuk berperannya enzim proteolitik dari papain kasar dapat dibulctikan juga dari
hasil
analisis ragam
regresi
hubungan
konsentrasi
papain
ltasar dan
derajat pembuahan (Lampiran 14 dan Gambar 10). Dari hasil analisis ragam
dapat
ragam dapat diperoleh petu~ljultadanya hubungan antara kollselltrasi larutan papain kasar pada berbagai ltonsentrasi antara 0
-
22,8191 ppnl (X) dengall derajat
pembuahan telur ikan mas (Y) yang dirunluskan sebagai persamaan
Y
=
48,994
regresi linier
+ 0,280X. Dari persamaan ini dapat diartikan bahwa setiap
penambahan konsentrasi papain kasar satu ppm sangat nyata meningkatkan derajat pembuahan sebesar 0.280% ( P < 0.01). Perlaltuan dengan papain ltasar sangat nyata meningkatltan
derajat pembuahan. Dari perhitullgan
dengan me~lggunakan
persamaan ini larutan papain kasar 0,2281 ppnl, 2,2819 ppm, dan 22,8191 ppln berturut-turut
menghasilkan derajat pembuahan 49,057%,
49,632%,
55,383%. Kontrol (0 ppm) menghasilkan derajat pembuahan 48,994%.
dan Terjadi
kenaikan derajat penlbuahan bersamaan dengall kenaikan konsentrasi papain kasar hingga mencapai maksin~urnpada konsentrasi 22,s 191 ppm.
40 I
Derajat I'embuahan
30
j
(%I
20
4
Konsentrasi Papain Kasar (ppm)
Galnbar 10.
Garis hubungan antara konsentrasi papain kasar dan derajat pembuahan telur ikan mas
Dari Ganlbar 9 dapat diketahui bahura
terdapat perbedaan nyata antara
kelompok perlakuan yang menggunakan tanin 500 ppm (T-5 dan T- 10) dan kelompok perlakuan yang lnenggunakan papain kasar 22,s 191 ppln (T-4 dan T-9) dan yang lnenggunakan papain kasar 2,28 19 ppm (T-3 dan T-8). Perlakuan yang menggunakan papain kasar 22,8191 ppln (T-4 dan T-9) sendiri berbeda nyata dengan kontrol (T-1 dan T-6).
Hal ini nlenunjukkan bahwa walaupun papain kasar uji nlempunyai
kenlampuan melarutkan lapisan lendir telur ikan Inas nanlun efektivitasnya berada di bawah efektivitas tanin 500 ppm. Konsentrasi 22,s 191 ppm nlerupakan konsentrasi
optin~unlpapain kasar uji untuk melarutkan lapisan lendir telur guna meningkatkan derajat penlbuahan karena konsentrasi di bawahnya tern)-ata tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Efektivitas papain kasar 22,8 191 ppm berada di bawah efektivitas
tanin 509 ppm dalanl
meningkatkan derajat pembuahan nanlun berada di atas
efektivitas kontrol (T- 1 dan T-6). Menurut Billard et ul. (1995), induk betina >-angmenlpunyai berat 3 - 5 kg dengan teknik pem'uuahan buatan yang menggunakan tanin sebagai bahan pencuci telur, pen~eliharaantelur sistem air inengalir dengan debit air
0,5 -2,O liter/menit
dan padat penebaran telur 1 liter telurl7 liter air, dan pencegahan penyakit terhadap telur dengall nzulachite green 5 ppm selama lima menit dapat diharapkan menghasilkan derajat peinbuahan 80 -95%. Percobaan yang telah dilakukan dengan nlenggunakan induk betina berbobot 3,5 kg dan tanin 500 ppm (T-5 dan T-10) menghasilkan derajat pembuahan rata-rata 56,08% dan 58,87%. Adanya perbedaan nilai derajat pembuahan ailtara percobaan yang telah dilakukan yang menggunakan tanin dan inetode menurut Billard et al. (1995) yang juga menggunakan tanin adalah karena adanya perbedaan kualitas telur, kualitas sperma- kualitas air, teknik pembuahan buatan, dan kualitas penanganannya. Penggunaan papain kasar 22,8 1P 1 ppnl yang dalain percobaan tanpa penggantian air menghasilkan derajat peinbuahan 49,90% dan 55,38%, dengan teknik pernbuahan menurut Billard et al. (1995) yang menggunakan peineliharaan telur sistem air mengalir dapat diharapkan nlainpu nlenghasilkan derajat pembuahan mendekati SO
- 95%.
Hal ini dengan
alasan bahwa secara illekanis adanya air mengalir dapat msmbuang lapisan lendir
dan sisa-sisa kotoran keluar dari media inkubasi re!ur sehingga dapat n~endukung percepatan pelepasan lendir secara khemis sebelullnya oleh papain kasar hingga sedikit pori-pori yang tertutup oleh kotoran atau lapisan lendir hingga memperlancar proses masuknya O2 ke dalam telur dan keluamya COz. Dengan adanya air mengalir kualitas air media dapat dijaga karena b a h a - b a h m beracun sepel-ti NH3 dan asamasam yang berasal bahan-bahan organik tidak didapatkan dalam media pemeliharaan sehingga optimunl bagi perkenlbangan telur. Penggunaan nzethylene blzre 2 ppm ( Henvig rzt 01. 1987) yang dianggap layak dan paling lunak (nzild) digunakan untuk mcncegah serangan cendawan selanla lnasa pemeliharaan telur ikan ternyata inenyebahkan dera-iat pembuahan rata-rata
lebih
rendah jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa methj.lerze blue (0 ppm) yang menggunakail jenis dan konsentrasi bahan uji salla. \valaupun lnenurut analisis raga111 kedua kelompok taraf percobaan tcrsebut rersebut tidak menunjukkan beda nyata (nilai P > 0,05) (Lampiran 15 dan Gallbar 9 \. Nilai derajat pembuahan ratarata pada perlakuan T-1
yakni 48,48%
lcbih kecil daripada pada perlakuan T-6
sebesar 48,90%; nilainpa pada perlakuan T-2 sebesar 48.88% lebih kecil daripada pada perlakuan T-7 sebesar 49,12%; ni1ain~-apada perlakuan T-3 sebesar 49,17% lebih kecil daripada pada perlakuan T-8 scbesar 49.66%; nilainya pada perlakuan T-4 sebesar 49,90% lebih kecil daripada pada perhkuan T-9 sebesar 55,38%; dan nilainya pada perlakuan T-5 sebesar 56,0S% lebih kecil daripada perlakuan T-10 sebesar 58,87%, Dengall demikian dalam hubungannya dengan praktik penggunaan n~erhylene blue 2 PPIII hanya dianggap perlu jika terjadi pada saat lingkungan mendukung pertumbuhan cendawan, seperri psda musim penghujan saat suhu air
mendukung pertumbuhan cendawan, seperti pada musim penghujan saat suhu air mencapai suhu antara 18-26
"C, suhu yang menyebabkan cendawan Saprolegnia
spp. tumbuh cepat (Bastiawan 1990). Suhu air selama percobaan berada pada kisaran
"C. Dengan demikian penggunaan methylene blue 2 ppin masih
antara 23,O-31,5
layak digunakan selama percobaan. Penggunaan pemanas yang dapat diatur suhunya hingga suhu air berada di atas 26 "C merupakan alternatif lain untuk mencegah pertumbuhan cendawan Saprolegnia spp. masih dipengaruhi oleh suhu, pH, logam-
Aktivitas enzim papain sendiri logam, dan lingkungan reduktif
Suhu
optimum aktivitas enzim papain
50 -
60 "C, pH optimum 5,2 - 7,2. Adanya logam-logam seng, tembaga, perak, dan air raksa,
dan
lingkungan sedikit mengandung oksigen serta banyak mengandung
bahan-bahan pereduksi HCN dan H2S
dapat menambah aktivitasnya (Koekoek
1969). Padahal ikan mas mempunyai batas toleransi suhu 21,O
- 32,0
"C
dengan
suhu optimum 27,O - 29,O "C, konsentrasi oksigen terlarut optimum lebih dari tiga pprn, tanpa logam-logam berat dan H2S (Fast 1983; Schaperclaus 196 1, diacu dalam Halver 1989).
Dengan demikian
aktivitas papain kasar faktor-faktor
kisaran optimum
faktor-faktor pendukung
kurang sinkron atau tidak sama dengan kisaran optimum
pendukung perkembangbiakan ikan mas. Faktor yang masih dapat
diusahakan adalah faktor pH air dan faktor kehalusan butir papain kasar.
pH air
optimum bagi bagi pertumbuhan ikan antara 6,6 - 9,O (Swingle 1960, diacu dalam Hickling 1971). Untuk dilarutkan CaC03
memperoleh pH air
dengan pH stabil sekitar 7, dapat
hingga konsentrasinya lebih dari 250 ppm, sehingga pH ini
dapat
sinkron dengan pH optimum aktivitas enzim papain
Kisaran pH air selama percobaan antara 7,2-7,9. memperhalus butiran
papain
antara 5,2
-
7,2.
Cara lain adalah dengan cara
kasar dapat diharapkan kelarutannya yang lebih
tinggi dalam air sehingga banyak permultaan enzim yang dapat berhubungan dengan reseptor
atau protein lapisan lendir telur hingga dapat meningkatkan
fingsinya
sebagai biokatalisator.
Persentase Telur Terinfeksi Cendawan S. megasperma Dari Tabel 7 dan Gambar 11 dapat diketahui bahwa perlakuan yang menggunakan papain kasar 22,8 19 1 ppm tanpa methylene hlue (T-9) berbeda nyata dengan perlakuan hlue (T-6)
terlihat
tanpa papain kasar (0 ppm) dan tanpa methyle~~c!
dan perlakuan yang menggunakan papain kasar 2,2819 ppm tanpa
vnefhylene blzre (T-8) terhadap persentase telur terinfeksi cendawan S. megasperma Persentase telur terinfeksi cendawan S. megasperma adalah rasio dalam persen antara jumlah telur yang terinfeksi cendawan S. megasperma dan jumlah telur yang terbuahi.
Senlakin tinggi
konsentrasi papain kasar semakin
penguraian protein oleh enzim proteolitik menyebabkan
papain kasar
besar intensitas
yang
selanjutnya
semakin intensifnya penipisan lapisan lendir telur yang berarti
semakin sedikit cendawan yang tumbuh. Hal ini didukung pula oleh hasil analisis sidik ragam hubungan antara konsentrasi papain kasar (X) dan persentase telur terinfeksi cendawan S. megasperma (Y) dalam bentuk persamaan regresi Y - 0,22 1X
(Lampiran 16 dan Gambar 12).
=
10,403
Tabel 7. Persentase rata-rata telur ikan mas terinfeksi cendawan S. nregaspenna pada berbagai perlakuan
Perse~ltase Rata-rata Telur Terillfeksi Cendawan 6,110 S. nlegn.vperrtla
1
Perlakuan
Gambar 11. Grafik persentase rata-rata telur ikan mas terinfeksi cendawan S. megasperma pada berbagai perlakuan Keterangan 1 T-1 0 PPm T-6 0 PPm T-2 0,228 1 ppm papain T-7 0,228 1 ppm papain T-3 2,28 19 ppm papain T-8 2,28 19 ppm papain T-4 22,8 191 pprn papain T-9 22,8 191 ppm papain T-5 500 ppm tanin T-10 500 ppm tanin
, 2 ppm nzethylene blue , 0 ppm mefhylene blue
kasar kasar kasar kasar kasar kasar
, 2 ppm mefhylene blue , 0 ppm methylene blue , 2 ppm mefhylene blue , 0 ppm methylene blue , 2 pprn methylene blue , 0 pprn methylene hlue , 2 ppm methylene blue , 0 ppm methylene blue
2. Perlakuan (T) yang dihubungkan dengan garis menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan analisis ragain pada tingkat kepercayaan 95%.
Persentase Telur Terinfeksi Cendawan
8
S nrepnspernln 6
Konsentrasi Papain Kasar (ppm)
Ganlbar 12. Garis hubungan antara konsentrasi papain kasar dan persentase telur terinfeksi cendawan S. nzegasperma
Setiap kenaikan satu ppm papain kasar sangat nyata menurunkan persentase telur terinfeksi cendawan S. mega~pernzasebesar 0,22 10% ( P < 0,O 1 ). Dari perhitungan dengan menggunakan persamaan ini larutan papain kasar 0,228 1 ppm, 2,28 19 ppm, dan 22,s 19 1 ppm berturut-turut
menghasilkan persentase telur
terinfeksi cendawan
S. mega.spernla 10,352%, 9,898%, dan 5,359%. Kontrol (0 ppm) persentase telur
menghasilkan
terinfeksi cendawan S. nzegnsperrna 10,403%. Terjadi kenaikan
persentase telur terinfeksi cendawan S. megasperma bersamaan dengan kenaikan konsentrasi papain kasar hingga mencapai maksimum pada konsentrasi 22,8 19 1 ppm. Dari Tabel 7 dan Gambar 11 dapat
diketahui
menggunakan larutan nlefhylene blue 2 ppm
bahwa
perlakuan
yang
( T-1, T-2, T-3, T-4, dan T-5)
terlihat menghasilkan S. nwgaspernia
kisaran persentase
lebih rendah
rata-rata telur
dibandingkan
yakni: 2,00 -2,66%
pertumbuhan cendawan dan terinfeksi
( T-6, T-7,
T-8,
dibandingkan dengan 3,33 - 10,66%
menunjukkan bahwa larutan mefhylene berhasil
cendawan
dengan perlakuan tanpa methylene
hlue 2 pprn atau perlakuan methylene blue 0 pprn T-lo),
terinfeksi
hlue
T-9, Hal
dan ini
2 pprn berperan menghambat
menurunkan persentase rata-rata telur
cendawan pada konsentrasi bahan uji yang sama, yakni
dari 10,00%
pada T-6 menjadi 2,00% pada T-1, dari 10,66% pada T-7 menjadi 2,66% pada T2, dari 10,00% pada T-8 menjadi 2,66% pada T-3, dari 5,33% pada T-9 menjadi 2,00% pada T-4, dan dari 3,33% pada T-10 menjadi 2,00% pada T-5 Nilai rataratanya 7,86% pada perlakuan yang tidak rnenggunakan methylene 2,26% pada perlakuan yang menggunakan nzethylewe
/due
hlue
dan
2 pprn
Dari Gambar 11 dapat diketahui bahwa berdasarkan analisis ragam tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan yang menggunakan larutan rnethyle~~e /due 2 pprn ( T-1, T-2, T-3, T-4, dan T-5) dan perlakuan yang menggunakan tanin 500 pprn tanpa n~ethyleneblue 2 pprn (T-10) terhadap persentase telur terinfeksi cendawan S. megaspelfln7a.
Hal ini menunjukkan bahwa tanin 500 pprn
sama
efektifnya dengan niethylene blue 2 pprn dalam mencegah pertumbuhan cendawan walaupun
cara bekerjanya
berbeda. Tanin bekerja dengan cara tidak langsung
mencegah pertumbuhan cendawan yakni dengan cara mengadakan ikatan dengan protein atau glukoprotein dari lapisan lendir telur hingga lapisan lendir lepas dari telur Methylene blue bekerja dengan cara menghambat salah satu cendawan
yakni
reduksi
sulhr
sehingga
terjadi
kekurangan
metabolisme enersi untuk
perkernbangbiakan dan pertumbuhannya (Tweedy, diacu dalam Sinha et a1 1988, Lemmens dan Wulijarni-Soetjipto 1992) Perlakuan-perlakuan yang menggunakan methylene blue 2 ppm ( T -1, T-2, T-3, T-4, dan T-5) dan
perlakuan yang menggunakan
tanin
500 pprn tanpa
methylene hlue (T- 10) menurut hasil analisis ragam tidak menunjukkan beda nyata terhadap persentase rata-rata telur terinfeksi cendawan S. megasperma, namun perlakuan-perlalcuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan yang menggunakan papain lcasar 22,8 129 1 ppm tanpa methylene blue (T-9) dan perlakuan yang tanpa menggunakan bahan (papain kasar, tanin, methylene blue) (T-6) (Lampiran 16 dan Gambar 8)
Perlakuan-perlakuan yang menggunakan methylene hlue 2 ppm
menghasilkan kisaran rata-rata telur terinfeksi cendawan S. megay)erma 2,00 2,6696, perlakuan yang menggunakan
tanin
-
500 ppm tanpa methylene /due
menghasilkan 3,33%, perlakuan yang menggunakan papain kasar 22,8191 ppm tanpa nzethyle~ie blue menghasilkan 5,3396, dan perlakuan tanpa penambahan menghasilkan 10,00% Dengan demikian
bahan
urutan efektivitas bahan dalam mencegah
infeksi cendawan dari tertinggi ke terendah yakni tanin 500 ppm dan methyle~zeblue 2 pprn pada tingkat sama dan tertinggi, papain kasar 22,8 19 1 ppm, dan perlakuan tanpa penambahan bahan.
Derajat Penetasan
Dari Tabel 8 dan Gambar 13 terlihat bahwa derajat penetasan naik
bersamaan
dengan bertambahnya konsentrasi papain kasar dan
cenderung dengan
Tabel 8. Derajat penetasan rata-rata telur ikan mas pada berbagai perlakuan
Persentase Telur Terinfeksi Cendawan
s.
megaspernla
10,oo 8,OO 6,OO 4,OO 2,OO 0,oo
Perlakuan
Gambar 13. Grafik derajat penetasan rata-rata telur ikan mas pada berbagai perlakuan dan hubungannya dengan persentase telur terinfeksi cendawan S. megasperma Keterangan : 1 . 1 : 0 PPm , 2 ppm methylene blue T-6 : 0 PPm , 0 ppm methylene blue T-2 : 0,2281 pprn papain kasar , 2 pprn methylene blue T-7 : 0,2281 pprn papain kasar , 0 pprn methylene blue T-3 : 2,28 19 pprn papain kasar , 2 pprn methylene blue T-8 : 2,28 19 pprn papain kasar , 0 pprn methylene blue T-4 : 22,8 191 pprn papain kasar , 2 pprn methylene blue T-9 : 22,8 191 pprn papain kasar , 0 pprn methylene blue T-5 : 500 ppm tanin , 2 ppm nzethylene blue T-10: 500 ppm tanin , 0 ppm nzethylene blue 2. Perlakuan (T) yang dihubungkan dengan garis menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95%.
menurunnya persentase telur terinfeksi cendawan. Derajat penetasan ialah rasio dalam persen antara jumlah telur menetas dan jumlah telur terbuahi. Konsentrasi papain
kasar meningkat berarti konsentrasi enzim proteolitik meningkat sehingga
penguraian glukoprotein lapisan lendir telur
meningkat hingga lapisan lendir
semakin menipis. Akibatnya semakiri sedikit cendawan yang tumbuh, semakin banyak telur yang hidup, semakin tinggi derajat penetasan Hubungan antara derajat penetasan dan persentase telur terinfeksi cendawan S. megaspermu, Y 2,157X, yang tercantum pada Lampiran 19 dan Gambar 14
==
73,754 -
menyatakan bahwa
persentase telur terinfeksi cendawan sangat nyata mempengaruhi derajat penetasan (P < 0,Ol) Setiap ada
kenaikan persentase telur terinfeksi
cendawan 1 % maka
terjadi penurunan derajat penetasan 2,157%.
60,OO
Derajat Penetasan
-
50,OO 40,OO
-
Persentase Telur Terinfeksi Cendawan S. nzegasperma
Gambar 14. Garis hubungan antara persentase telur terinfeksi cendawan S, megasperma dan derajat penetasan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa papain kasar sangat nyata menurunkan persentase telur terinfeksi cendawan (P < 0,Ol) (Gambar 12) dan persentase telur terinfeksi
cendawan
sangat nyata
menurunkan derajat penetasan (P < 0,Ol)
(Gambar 14). Hal ini beral-ti bahwa papain kasar sangat nyata meningkatkan derajat penetasan. Dari perhitungan dengan menggunakan
persamaan ini d.an dengan
menghubungkan ko~~sentrasi papain kasar. persentase telur terinfeksi cendawan S. n~egaspernza,dan derajat penetasan (Ganlbar 12 dan Ganlbar 14), larutan papain kasar dengan konsentrasi 0,228 1 ppm, 2,2S 19 ppm, dan 22,s 191 ppm berturut-turut menghasilkan derajat penetasan 5 1,424%, 52,404%, dan 62,194%. Kontrol (0 ppm) menghasilkan derajat penetasan 5 1,3 14%.
Terjadi
kenaikan derajat penetasan
bersanlaan dengall kenaikan konsentrasi papain kasar hingga mencapai maksimum pada konsentrasi 22,s 191 ppm. Kematian telur karena cendawan S. megasperma terjadi pada saat antara jam ke-S - jam ke-72 setelah pembuahan. Jam ke-8 adalah saat terakhir pengamatan telur terbuahi yang menentukan nilai derajat pembuahan; janl ke-72 adalah saat terakhir penganlatan telur. Di tempat percobaan syora cendawan ini mulai tumbuh menjadi miselium pada lapisan lendir telur ikan mas saat jam ke-48 atau sekitar dua hari setelah pelepasan
telur
dalam perairan sehingga belum ada miselium yang
menutupi telur yang nlengganggu pernafasan telur dan beluln ada aktivitas enziln cendawan yang mengurai cangkang telur ikan. Menurut Sharma (1989). serangan cendawan patogen Saprolegnia spp. terhadap telur ikan herlangsung setelah 24 jam
pelepasan telur I<e perairan tercenlar sporanya. Hal ini lnenunjukkan
bahwa
cendawan tidak inempengaruhi derajat pembuahan. Menurut Billard et al. (1995), induk betina yang mempunyai berat 3 - 5 kg dengan teknik pembuahan buatan yang rnenggunakan tanin, sisteln air inengalis
dengall debit
air
0.5
- 2,O
pemeliharaan telur
literhenit dan padat
penebaran telur 1 liter telurl7 liter air. dan pencegahan penyakit terhadap telur dengan
nzalachite green 5 ppm selama lima menit dapat diharapkan menghasilkan derajat penetasan 90 - 100%. Percobaan yang telah dilakukan dengall inenggunakan induk betina berbobot 3,5 kg dan tanin 500 ppm (T-5 dan T-10) menghasilkan derajat penetasan rata-rata 68,66% dan 72,00%. Adanya perbedaan nilai derajat penetasan antara percobaan yang menggunakan tanin dan nletode menurut Billard et al. (1995) yang juga menggunakan tanin adalah
karena adanya perbedaan kualitas telur,
kualitas sperma, kualitas air, teknik pembuahan buatan, dail kualitas penanganannya. Penggunaan papain kasar 22,8 191 ppm yang dalarn percobaan tanpa penggantian air menghasilkan derajat peneiasan 54.66% dan 61.33%, dengan teknik pembuahan menurut Billard et al. (1995) yang menggunakan pemeliharaan telur sistem air lnengalir dapat diharapkan mampu lnenghasilkan derajat penetasan mendekati 90 100%. Hal ini dengan alasan bahiva secara mekanis adanya air inengalir dapat lnelnbuang lapisan lendir dan sisa-sisa kotoran keluar dari media inkubasi telur sehingga dapat mendukung percepatan pelepasan lendir secara kheinis sebelumnya oleh papain kasar hingga sedikit pori-pori yang tertutup oleh kotoran atau lapisan lendir hingga melnperlancar proses nlasuknya O2 ke dalaln telur dan keluarnya COz.
Adanya air mengalir berarti pula adanya pengeluaran spora atau bibit penyakit dan bahan organik sisa-sisa bagian telur, seperti lendir, yang
dapat menjadi media
cenda~vzin.Dengan adanya air ~nengalirair media dapat dijaga kualitasnya karena bahan-bahan beracun seperti NH3 dan asam-asam yang berasal bahan-bahan organik tidak didapatkan dalam media pemeliharaan sehingga optimum bagi perkernbangan telur. Jika dibandingkan dengan pemijahan a!ami yang dapat hanj-a menghasilkan derajat penetasan 20% (Bardach et 01.
1972), penlbuahan buatan dengan
n~enggunakanpapain kasar 22,s 19 1 ppm pada percobaan (T-4 dan T-9) lebih efektif karena menghasilkan derajat penetasan rata-rata 54,66% dan 61,3396. Kontrol dalam percobaan (T-1 dan T-6) menghasilkan derajat penetasan rata-rata 50,66% dan
5 1,3396. Antara perlakuan yang ~nengunakanpapain kasar 22,s 191 ppm
(T-4
dan T-9) dan kontrol (T-1 dan T-6) berbeda nyata terlladap derajat penetasan. Adanya perbedaan derajat penetasan yang dihasilkan pemijahan alami dan yang dihasilkan pembuahan buatan dengan menggunakan papain kasar 1,2,S191 ppm karena pada penlbuahan buatan ini kualitas air, bibit penyakit, dan hama lebih mudah dikontrol dengan adanya penyaringan dan pengendapan. Hal ini didukung juza ole11 pengurangan lapisan lendir oleh papain kasar sehingga nlengurangi daya rekat telur terhadap kotoran hingga pori-pori telur yang tertutup kotoran berkurang dan illengurangi kesempatan cendawan menginfeksi telur karena me~ipisnya lapisan lendir. Papain kasar 22,S 19 1 ppm berperan menipiskan lapisan lendir telur sehingga dapat meningkatkan derajat pembuahan dan derajat penetasan. Namun efektivitas
kemampuannya untuk nlenipiskan lapisan lendir telur tidak setaraf benar dengan tanin 500 ppm. Hal ini tercermin dari persentase telur terinfeksi cendawan
S.
megasperma. Dari Gallbar 1 1 dapat diketdlui bahwa perlakuan yang menggunakan tanin 500 ppm tanpa methylene blue
( T - 10)
menghasilkan
persentase telur
terinfeksi cendawan S. nzegasyernzu 3,33O 0 : perlakuan yang nlenggunakan papain kasar 22,8 109 1 ppm tanpa nzethylene blzir (T-9) menghasilkan persentase rata-rata telur terinfeksi cendawan S. nzegnspernza 5.33%. Keduanya berbeda nyata. Sebagai akibatnya perlakuan yang menggunakan tanin 500 ppm tanpa nzethjdene blue (T-10) berbeda nyata dengan perlakuan yang n~enggunakanpapain kasar 32,s 191 ppm tanpa
nzell~yleneblue (T-7) terhadap derajat pembuahan (Gambar 9) dan terhadap derajat pen~buahan(Gan~bar 13). Walaupun demikian, kemanlpuan papain kasar untuk n~eningkatkan derajat pembuahan dan derajat pelletasan berdasarkan perhitungan dapat ditingkatkan dengan cara menstabilkan pH air media pencucian telur hingga berada pada pH tetap 7 dengan cara melarutkan CaC03 hingga konsentrasinya berada di atas 250 ppm. Pilihan upaya lain dapat dilakukan dengan cara illemperhalus butiran papain kasar sehingga banyak yang larut dalam air. Selain itu dapat dibantu dengan penerapan sistem pemeliharaan telur air mengalir.
Kualitas Air
Dari Lampiran 20 dapat diketahui bah~x-akisaran suhu air pada setiap perlakuan seragam yakni antara 23,O - 3 1,5 O C . batas toleransi suhu 21,O - 32,O OC
Menurut Fast (1983), ikan mas mempunyai dengan suhu optimu~n27,O
-
29,O OC.
Kebanyakan cendawan mati pada suhu di atas suhu sekitar 50 Landecker
1996). Dengan demikian,
suhu air
-
60 "C (Moore-
bukan menjadi faktor penyebab
kematian telur ikan mas dan pada suhu tersebut cendawan S. n~gaspermanlasih dapat tumbuh Dari Lampiran 20 dapat diketahui bahwa kisaran konsentrasi antara 4,2
-
7,3 ppm. Menurut
ditumbuhkan dalam tabung ditutup dengan erat konsentrasi
0 2
terlarut
Schaperclaus (1961) yang diacu dalam Halver
(1 989), ikan mas dapat hidup baik pada perairan yang mengandung
lebih besar dari tiga ppm.
0 2
0 2
terlarut
Hampir semua cendawan bersifat aerob,
jika
tutup tabung berupa kapas atau tutup yang tidak
(Hawksworth dan Kirsop 1988).
Dengan demikian
terlarut bukan menjadi faktor penyebab kematian telur ikan mas dan
cendawan S. megasperma. Dari Lampiran 20 dapat diketahui bahwa pH air berkisar antara 7,2
- 7,9
Menurut Swingle (1960) yang diacu dalam Hickling (1971), pH air yang dapat ditolerir antara 4,O - 11,0, sedangkan pH optimum bagi pertumbuhan ikan antara 6,6 - 9,O
Kebanyakan mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada pH 4,0 - 9,0
dan kebanyakan cendawan dapat tumbuh baik pada pH 3,O - 7,O (Hawksworth dan Kirsop 198 8; Rheinheimer 1992). Dengan demikian pH air bukan menjadi faktor penyebab kernatian telur ikan mas dan cendawan S. megaspevma. Beberapa anggota h n g i tingkat rendah yang menempati perairan tenang tahan pada konsentrasi CO2 tinggi
Fungi Aqualznderella .fkr-menian.s, spesies dari
Oomycetes yang merupakan klas dari S. megaspevma, tumbuh lambat di bawah
kondisi atmosfir normal, tetapi pertumbuhannya nyata bertambah saat konsentrasi
C 0 2 naik hingga 20% dan dapat bertoleransi hingga kenaikan 99% (Emerson dan Held 1969, diacu dalam Moore-Landecker 1982). (1 980), konsentrasi C02 bebas ikan
Menurut Alabaster dan Lloyd
kurang dari lima ppm dapat mendukung populasi
Dari Lampiran 19 dapat diketahui bahwa konsentrasi C02 bebas berkisar
antara 1,9 - 3,5 ppm, dengan demikian konsentrasi C 0 2 bebas
bukan menjadi
faktor penyebab kematian telur ikan mas dan cendawan S. megasperma. Konseritrasi NH3 0,6 - 2,O ppm dalam jangka waktu singkat menyebabkan mortalitas kebanyakan ikan (Boyd 1982)
Konsentrasi NH3
tidak lebih dari satu ppm (Pescod 1973)
Dari Lampiran 19 dapat diketahui bahwa
perairan diharapkan
konsentrasi NH3 berkisar antara 0,016 - 0,0588 ppm, dengan demikian konsentrasi NH3 bukan menjadi penyebab kematian telur ikan mas
Perbandingan Harga Larutan Papain Kasar dan Larutan Tanin Dari 40 butir buah umur dua bulan papaya varietas semangka berharga Rp 400,OOIbutir dapat
diperoleh 651,300 g getah basah (Lampiran 4)
Selanjutnya getah basah ini dikeringkan hingga diperoleh papain kasar 80,175 g.
Harga papain kasar
Rp 0,191mg. Konsentrasi
paris yang
=
(40 x Rp 400,00)/80,175 g
=
sebanyak
Rp199,56/g =
optimum papain kasar yang digunakan pencucian telur
dalam percobaan sebesar 22,8 191 ppm atau 22,8 191 mglliter. Maka harga lanitan papain kasar pada setiap kali pencucian telur Rp 4,331liter.
=
(Rp 0,191mg) x (22,8191 mglliter)
=
Kollselltrasi standar dari larutan tanin yang digunakan untuk pencucian telur sebesar 500 ppm atau 500 mglliter. Dengan asuinsi harga tanin Rp 250.000.00125 g atau Rp 10.000,00/g atau Rp 10,00/mg, maka harga larutan tanin pada setiap kali pencucian telur = Rp 10,001mg x 500 mglliter
=
demikian selisih biaya bahan pe~lcuciail telur
yang
lnellggullakall larutan papain
kasar jika
Rp 5.000,OOlliter - Rp 4,331liter i~ntuksetiap kali pellcuciall telur larutan tanin
=
dibandiilg
Rp 5.000,00/liter. Dengan dapat
dihemat
dellgall
dengan larutan tanin
=
=
Rp 4.995,67/liter. Harga larutan papain kasar
=
(Rp 4,33/1iter)I(Rp 4.995,67/liter) harganya
0,08% harganya larutan tanin.
Jilm dibandingkan dengan larutan papain n ~ u r ~selisih ~ i , biaya bahan pellcucian telur jauh lebih besar lagi. Harga papain inurni Rp 150.000,00/25 g atau Rp 6.000,00/g atau
Rp 6,00/mg. Konsentrasi staildar dari larutan papain lnurni yang
digunakan untuk pencucian telur
sebesar 0.2% atau 2 glliter atau 2.000 mglliter.
Maka harga larutan papain inurni pada setiap kali pencuciail = Rp 6,OOImg x 2.000 mglliter
=
Rp 12.000,0O/liter. Dengan delnikian selisih biaya balm11 peilcuciall
telur yang dapat dihemat
dengall
menggunakan
dibanding dengan larutall papain inurni
larutan papain
Rp 4,3311iter
=
Rp 1 1.995,67/liter. Harga larutan papain lnurni untuk setiap kali pencucian telur
=
=
Rp 12.000,00/liter
kasar jilta
(Rp 4,33/liter)/( Rp 1 1.995,67/liter) harganya larutan tanin tanin.
=
-
0,03% harganya larutan