HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Polres Kota Cimahi membawahi 13 Polsek. Pemerintahan terdiri dari 1 Kabupaten Bandung Barat dan 1 kota Cimahi, dengan dengan 19 Kecamatan, 176 desa, dan 15 Kelurahan. Kab Bandung Barat pada bagian barat dan Kota Cimahi terletak diantara 6°41' - 7°19' Lintang Selatan dan diantara 107°22'108°5' Bujur Timur. Pada ketinggian antara 110 m - 2.429 m diatas permukaan laut dengan luas wilayah 117.870.502 Ha. Batas Wilayah Polres Kota Cimahi: Wilayah Bagian Utara: berbatasan dengan Polres Purwakarta dan Polres Subang, Wilayah Bagian Timur: berbatasan dengan Polwiltabes Bandung dan Polres Bandung, Wilayah Bagian Selatan: berbatasan dengan Polres Bandung dan Polres Cianjur, Wilayah Bagian Barat: berbatasan dengan Polres Cianjur. Struktur organisasi di Polres Kota Cimahi terdiri dari Kapolres, Wakapolres, Kabag Ops, Kabag Ren, Kabag Sumda, Kasat Intelkam, Kasat Reskim, Kasat Narkoba, Kasat Sabraha, Kasat Lantas, Kasat Binmas, Kanit P3D, Kapolsek Cimahi, Kapolsek Cimahi Selatan, Kapolsek Batujajar, Kapolsek Margaasih, Kapolsek Cililin, Kapolsek sindangkerta, Kapolsek Gunung Halu, Kapolsek Cipatat, Kapolsek Cipendeuy, Kapolsek Cikalongwetan, Kapolsek Padalarang, Kapolsek Cisarua, Kapolsek Lembang. Polres Kota Cimahi memiliki lambang yang mempunyai arti khusus bagi seluruh anggotanya, diantaranya yaitu
TRIBRATA dan CATUR PRASETYA. TRIBRATA mempunyai isi yaitu 1) Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. 2) Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 3) Senantiasa Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat dengan keiklasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban. CATUR PRASETYA memiliki isi yaitu sebagai Insan Bhayangkara, Kehormatan Saya Adalah Berkorban Demi Masyarakat, Bangsa dan Negara, untuk: 1) Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan, 2)
Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan Hak Asasi Manusia, 3) Menjamin kepastian berdasarkan hukum, 4) Memelihara perasaan tentram dan damai. Polres Kota Cimahi memiliki visi dan misi dalam menjalankan tugas mereka sebagai abdi masyarakat. Isi Visi Polres Kota Cimahi yaitu Terwujudnya Postur Jajaran Polres Kota Cimahi yang professional, bermoral dan modern dipercaya masyarakat tahun 2014, serta mampu mendukung upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menjadi provinsi yang termaju.sedangkan isi dari misinya yaitu Meningkatkan
pelayanan
Kepolisian
kepada
masyarakat
melalui
bimbingan pengayoman, perlindungan, penyelamatan, pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat agar masyarakat bebas dari segala gangguan fisik dan phsikis. Mengembangkan Perpolisian masyarakat dengan membangun kemitraan antara Polisi dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah sosial. Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk memelihara keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas. Menegakkan hukum secara independen, tidak diskriminasi, objektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan. Meningkatkan
kemampuan
SDM
dengan
dukungan
sarana
dan
prasarana yang cukup. Meningkatkan nilai moral dan agama dalam sikap dan prilaku kehidupan. Mendukung upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mensukseskan pembangunan. Gambaran Umum Sampel Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah polisi wanita yang berada di wilayah kerja polres cimahi berjumlah 57 orang,namun yang akhirnya diteliti sebagai sampel hanya 54 orang, karena 3 orang polisi dalam kondisi tidak aktif atau cuti kerja. Keseluruhan sampel berasal dari bagian Basatlantas, Basattahti,
Basatbinmas,
Basatintelkam,
Basatreskim,
Humas,
Sium,
Basatnarkoba, Dokkes, Basatsabhara dengan berbagai tingkatan jabatan mulai dari Kapten (AKP), Letnan Satu (IPTU), Letnan Dua (IPDA), Pembantu Letnan Satu (AIPTU), Pembantu Letnan Dua (AIPDA), Sersan Mayor (BRIPKA), Sersan Kepala (BRIGADIR), Sersan Satu (BRIPTU) dan Sersan Dua (BRIPDA).
Karakteristik Sampel Umur Jumlah anggota polisi secara keseluruhan yang berada diwilayah kerja Polres Cimahi yaitu 1816 orang, sedangkan jumlah anggota polisi wanita berjumlah 57 orang. Jumlah polisi wanita di Polres Kota Cimahi terdiri dari berbagai umur, sebaran sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran Sampel Berdasarkan Umur Umur Frekuensi
Persen (%)
19 – 29 tahun
21
38,9
30 – 49 tahun
31
57,4
50 – 64 tahun
2
3,7
Total
54
100
Berdasarkan Tabel 11, Rentang umur yang mendominasi keanggotaan polisi wanita di Polres Kota Cimahi yaitu dewasa akhir. Rentang umur yang berada pada dewasa akhir biasanya memiliki kadar hormon estrogen yang semakin berkurang (Waryana 2010). Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sindrom pra menstruasi, dimana fungsi dari hormon estrogen yaitu membantu proses penebalan dinding rahim untuk mempersiapkan menerima dan memelihara telur yang akan dibuahi. Tingkat Pendidikan Karakteristik sampel yang dianalisis selain umur yaitu tingkat pendidikan. Tabel sebaran tingkat pendidikan sampel di Polres Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kategori Frekuensi
Persen (%)
SMA
41
75,9
Sarjana
13
24,1
Total
54
100
Berdasarkan Tabel 12, rerata tingkat pendidikan anggota Polwan di Polres Kota Cimahi yaitu sekolah menengah atas, namun ada beberapa bergelar sarjana. Penyerapan informasi yang beragam dan berbeda dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Pendidikan akan berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan
manusia baik pikiran, perasaan maupun sikapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kemampuan dasar yang dimiliki seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat, tapi peningkatan pengetahuan saja belum cukup berpengaruh langsung terhadap perilaku sebab pendidikan merupakan
”behavioral investment” jangka panjang, tidak segera dan jelas
memperlihatkan hasil. Perilaku merupakan suatu tindakan yang berulang-ulang dilakukan dan dapat dijadikan suatu kebiasaan dari seseorang. Perilaku yang dapat menjadi faktor terjadinya sindrom pra menstruasi yaitu perilaku hidup sehat yang meliputi pemilihan bahan makanan dan aktivitas fisik. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan (Gibson 2005). Pengukuran status gizi dilakukan dengan indikator Indeks Massa Tubuh. Sebaran sampel berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran Sampel Berdasarkan Klasifikasi Status Gizi Kategori Frekuensi Persen (%) Kurus (underweight)
4
7,3
Normal
36
65,5
Overweight
14
25,5
Obese I
0
0
Obese II
0
0
Total
54
100
Sebagian besar sampel (36%) memiliki status gizi normal, namun terdapat 7,3% sampel yang memiliki status gizi underweight serta 14% memiliki status gizi overweight. Status gizi yang baik akan berpengaruh terhadap kesehatan. Kekurangan atau kelebihan gizi dalam jangka waktu yang panjang akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Makanan yang bergizi tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan berat badan pada perempuan. Kadar estrogen akan meningkat akibat kolesterol yang tinggi. Apabila komposisi lemak dalam tubuh seseorang kurang maka dapat mempengaruhi kadar estrogen dalam sistem reproduksi sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan hormon yang dapat mengakibatkan terjadinya sindrom pra menstruasi (Waryana 2010).
Tingkat Pengetahuan Peningkatan
pengetahuan
gizi
merupakan
salah
satu
upaya
penanggulangan masalah gizi. Faktor penyebab tidak langsung masalah gizi adalah kurangnya ketersediaan pangan, rendahnya daya beli, dan rendahnya pendidikan/pengetahuan yang dipengaruhi faktor sosial budaya (Khomsan 2004). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan. Banyak masalah gizi dipengaruhi oleh keterbatasan pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi makanan seseorang yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizinya. Menurut Suhardjo (1996), gangguan gizi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebaran sampel berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan pada Polisi Wanita di Polres Cimahi Tingkat Pengetahuan
Frekuensi
%
Rendah
n 2
3,7
Sedang
36
66,7
Tinggi
16
29,6
Total
54
100
Sebagian besar sampel memiliki tingkat pengetahuan berkategori sedang (66,7%). Tingkat pengetahuan yang sedang dapat diartikan akan mempengaruhii sikap dan perilaku yang cukup baik dalam menerapkan informasi untuk kehidupan sehari-hari, sehingga dapat memberikan perubahan perilaku dalam pemilihan bahan makanan ataupun cara penanganan apabila mengalami sindrom pra menstruasi. Aktivitas Fisik FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama, setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan pengeluaran energi. Kategori tingkat aktivitas fisik dengan nilai physical activity level (PAL) dibagi dalam tiga bagian, yaitu ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang (1,70≤PAL≤1,99) dan berat (2,00≤PAL≤2,40). Sebagian besar anggota polisi wanita di Polres Kota Cimahi memiliki tingkat aktivitas yang berkategori sedang. Sebaran sampel
berdasarkan tingkat aktivitas fisik pada polisi wanita di Polres Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran Sampel Berdasarkan Tingkat Aktivitas Fisik pada Polwan di Polres Kota Cimahi Tingkat aktivitas fisik
Frekuensi
%
Ringan
n 18
33
Sedang
31
57
Berat
5
9
Total
54
100
Rata – rata tingkat aktivitas dari sampel berkategori sedang. Aktivitas yang dilakukan sampel dalam kesehariannya bervariasi diantaranya bekerja dikantor seperti mengetik didepan komputer, mondar-mandir mengurus berkas, rapat, mengatur lalu lintas di pagi dan sore hari, mengurus pembuatan SIM, mengurus pekerjaan kantor lainnya. Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Pangan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri dari daging, telur, susu, ikan dan hasil olahannya. Sebaran sampel berdasarkan frekuensi konsumsi pangan hewani dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran Sampel Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Frekuensi Kategori n % 52 96,3 Kurang 2 3,7 Baik 54 100 Total Frekuensi konsumsi pangan hewani sampel berkategori kurang dimana frekuensi konsumsi dalam sehari < 3x penukar setara dengan 50 gram per satu penukar. Berdasarkan data recall rata-rata konsumsi pangan hewani sampel dalam sehari yaitu 92 gram, sedangkan anjuran konsumsi pangan hewani dalam sehari yaitu sekitar 150 gram. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat konsumsi sampel hanya 61,3%. Jenis bahan makanan yang biasa dikonsumsi sampel bervariasi seperti ikan air tawar, ayam, ati ayam dan daging sapi. Pangan hewani memiliki kandungan vitamin dan mineral seperti vitamin B6 dan mineral Fe yang memiliki tingkat bioavaibilitas tinggi. Vitamin B6 memiliki peranan dalam mengontrol produksi zat serotonin. Serotonin berperan penting dalam fungsi otak dan saraf, apabila kekurangan serotin dapat mengakibatkan rasa depresi,
sedangkan mineral besi (Fe) merupakan mineral mikro yang paling banyak di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Status besi seseorang juga mempengaruhi produktivitas kerja, penampilan kognitif dan sistem kekebalan (Almatsier 2004). Jenis pangan hewani yang dikonsumsi oleh sampel diantaranya yaitu daging ayam, daging sapi, ikan air tawar, ikan asin, susu, telur, dan bakso. Konsumsi pangan yang mengandung besi-hem akan meningkatkan absorpsi zat besi di dalam tubuh. Absopsi besi-hem dua kali lipat lebih besar daripada besinonhem.
Menurut
Almatsier
(2004),
menyebabkan pucat, rasa lemah,
kekurangan
besi
pada
umumnya
letih, pusing, kurang nafsu makan,
menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan. Asupan protein yang kurang akan mempengaruhi penurunan frekuensinpuncak LH dan akan mengalami pemendekan fase folikuler rata-rata 3.8 hari, sehingga dapat mengakibatkan ketidakseimbangan hormon dan dapat memperberat keluhan pra menstruasi. Frekuensi Konsumsi Sayur dan Buah Sayur dan buah adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal dari tanaman, yaitu bunga, daun, batang, umbi atau buah (Baliwati 2004). Seperti halnya pangan hewani, sayur dan buah memiliki kandungan vitamin dan mineral yang cukup banyak, banyak vitamin larut lemak, larut air serta mineral yang beragam. asupan vitamin dan mineral yang berasal dari sayur dan buah akan mempengaruhi status kesehatan bagi seseorang. Sebaran sampel berdasarkan frekuensi konsumsi sayur dan buah dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran Sampel Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sayur dan Buah Frekuensi
Sayur
Kategori
Buah
n
%
n
%
Kurang
29
53,7
54
100
Baik
25
46,3
0
0
Total
54
100
54
100
Dari keseluruhan sampel, rata-rata sampel memiliki tingkat konsumsii sayur yang kurang baik. Frekuensi konsumsi sayur sampel dalam satu hari ≤ 1½
satuan penukar atau setara dengan 100 gram per satuan penukar, konsumsi buah sampel ≤ 3 satuan penukar atau setara dengan 100 gram per satuan penukar. Berdasarkan hasil recall rata-rata konsumsi sayur dan buah sampel dalam sehari yaitu 135.7 gram dan 76.4 gram. Anjuran untuk konsumsi sayur dan buah masing-masing 300 gram dan 300 gram dalam sehari, sehingga tingkat konsumsi sayur dan buah sampel dalam sehari yaitu 45% dan 25%. Frekuensi konsumsi sayur dan buah dari sampel yang kurang dapat diakibatkan oleh ketersediaan makanan dilingkungan kerja yang tidak ada, kesadaran mengenai kesehatan yang kurang dari sampel dan kondisi pekerjaan yang padat sehingga sampel hanya mengonsumsi makanan yang instan. Kandungan mineral yang terdapat di sayur dan buah yang memiliki pengaruh terhadap sindrom pra menstruasi yaitu magnesium (Mg) dan kalsium (Ca) yang sangat berperan dalam sistem otot tubuh. Mineral tersebut berfungsi dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium mengatur
pekerjaan-pekerjaan
hormon-hormon
dan
faktor
pertumbuhan
(Almatsier 2004). Jenis sayur dan buah yang dikonsumsi oleh sampel diantaranya adalah bayam, buncis, wortel,daun singkong, kacang panjang, sawi hijau, labu siam dan kangkung.
Kekurangan
kalsium
(Ca)
pada
masa
pertumbuhan
dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Kecukupan kalsium (Ca) berdasarkan WKNPG (2004) untuk wanita usia 16-18 tahun adalah 1000 mg dan untuk wanita usia 19-29 tahun adalah 800 mg. Apabila kebutuhan sumber mineral tersebut kurang maka dapat memperberat sindrom pra menstruasi. Usia Menarche, Periode Menstruasi dan Lama Menstruasi Menarche merupakan usia ketika pertama kali mendapat menstruasi. Sebagian besar sampel memiliki usia menarche antara 12 – 18 tahun. Sebaran sampel berdasarkan usia menarche dapat dilihat pada Gambar 2.
Tahun
Tahun
Gambar 2 Sebaran Sampel Berdasarkan Usia Menarche Sebagian besar sampel (59,3%) memiliki usia menarche antara 10-14 tahun. Tidak ada sampel yang memiliki usia menarche < 10 tahun. Perkembangan seksual sekunder dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen antara lain status gizi, lingkungan, media massa, sosial ekonomi dan derajat kesehatan secara keseluruhan. Terdapat pengaruh antara jumlah lemak tubuh tertentu saat pra menstruasi ataupun saat menstruasi. Teori ini menekankan bahwa menarche terjadi pada berat badan tertentu dan pada usia tertentu pada seorang wanita. Menarche yang datang lebih dini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor lain yaitu berat badan yang berlebih, aktifitas fisik, dan genetic. Selain itu, dipengaruhi oleh rangsangan-rangsangan kuat seperti film, buku-buku bacaan dan majalah orang dewasa yang dapat mempercepat menstruasi dini (Waryana 2010). Panjang masa siklus menstruasi rata-rata 28 hari, 14 hari persiapan untuk ovulasi dan 14 hari selanjutnya endometrium disiapkan untuk kedatangan ovum yang dibuahi kira-kira pada hari ke-21. Bila hanya ovum yang tidak dibuahi yang tiba dalam uterus maka pada hari ke-28 endometrium runtuh dan menstruasi pun terjadi dan siklus diulang sekali lagi. Lama siklus menstruasi pada wanita sangat bervariasi, namun rat-rata periode menstruasi seorang wanita yaitu 28 hari dari permulaan masa menstruasi ke permulaan menstruasi berikutnya (Ganong 1992). Sebaran sampel berdasarkan periode menstruasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Hari
Hari
Hari
Gambar 3 Sebaran Sampel Berdasarkan Periode Menstruasi Periode menstruasi adalah jarak antara dua masa haid (jarak hari pertama haid ke 1 ke hari pertama haid berikutnya). Periode menstruasi sebagian besar sampel antara 25-30 hari termasuk kedalam kategori normal. Apabila seseorang memiliki periode menstruasi melebihi 35 hari dan mengalami haid yang tidak teratur dan haid yang sedikit sekali, hal tersebut menandakan bahwa seseorang mengalami oligomenore. Penyebabnya yaitu karena stres, penyakit kronik, tumor yang memproduksi estrogen, asupan gizi yang kurang, gangguan pola makan (anoreksia nervosa dan bulimia). Hasil
penelitian
serupa
sebelumnya
menemukan
rata-rata
lama
menstruasi 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 9 hari dianggap tidak normal (Affandi 1999). Sebaran sampel berdasarkan lama menstruasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Hari
Hari
Hari
Gambar 4 Sebaran Sampel Berdasarkan Lama Menstruasi Sebagian besar sampel (81,48%) memiliki lama menstruasi berkisar 3-9 hari dalam satu periode menstruasi. Hal tersebut menyatakan bahwa rata-rata
sampel termasuk dalam lama menstruasi yang normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tenia (2010) pada sampel nonatlet yang memiliki lama menstruasi yang normal. Lama menstruasi yang tidak normal dapat diakibatkan oleh status gizi dan kadar lemak tubuh seseorang yang kurang, sehingga dapat mengakibatkan kadar hormon estrogen yang rendah dan berdampak terjadi ketidakseimbangan hormon dan memperberat keluhan pra menstruasi. Jenis Keluhan Sindrom Pra Menstruasi Sebaran sampel berdasarkan jumlah kasus sindrom pra menstruasi disajikan pada Tabel 18. Kasus sindrom pra menstruasi yang paling banyak terjadi pada sampel adalah gangguan emosional (21%). Hal ini sesuai dengan penelitian Lutfiah (2007) yaitu sebagian besar sampel yang diteliti mengalami gangguan emosional menjelang menstruasi. Tabel 18 Sebaran Sampel Berdasarkan Jumlah Jenis Keluhan Sindrom Pra Menstruasi Jenis Keluhan Sakit kram di bawah perut Pusing Mual Muntah Sakit pada payudara Sakit pinggang Lesu Jerawat Lebih emosional
Frekuensi n 18 13 3 2 39 38 16 25 41
% 9,2 6,7 1,5 1 20 19,5 8,2 12,8 21
Berdasarkan Tabel 18, jenis keluhan yang lebih banyak dirasakan oleh sampel yaitu lebih emosional dan rasa sakit pada payudara, dimana keluhan tersebut dalam menghambat produktivitas kerja sampel. Rata – rata keluhan tersebut mulai dirasakan sampel dua hari sebelum menstruasi. Kategori Jenis Keluhan Sindrom Pra Menstruasi Tabel 19 menjelaskan mengenai penjumlahan skor keluhan berdasarkan jenis keluhan menstruasi yang dialami oleh sampel kemudian dikategorikan menjadi tidak ada keluhan, ringan, sedang dan berat.
Tabel 19 Sebaran Sampel Berdasarkan Kategori Jenis Keluhan Sindrom Pra Menstruasi Kategori Jenis Keluhan Sindrom pra menstruasi
Frekuensi
Tidak ada keluhan
n 0
% 0
Ringan
19
35,2
Sedang
28
51,9
Berat
7
13,0
Total
54
100
Sebagian besar sampel (51,9%) memiliki kategori keluhan sedang. Hal ini diduga karena sebagian besar sampel selama sindrom pra menstruasi mengeluhkan lebih emosional dibandingkan dengan jenis keluhan yang lainnya. Dimana nilai skor keluhan untuk keluhan emosional bernilai rendah. Tidak ada sampel yang tidak mengalami keluhan. Kategori Skor Keluhan Sindrom Pra Menstruasi Sindrom pra menstruasi adalah kumpulan gejala akibat perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium). Sindrom ini akan menghilang pada saat menstruasi dimulai sampai beberapa hari setelah selesai haid (Baziad 2002). Sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Sebaran sampel berdasarkan tingkat keluhan sindrom pra menstruasi dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Sebaran Sampel Berdasarkan Skor Keluhan Sindrom Pra Menstruasi Kategori Skor Keluhan Sindrom pra menstruasi
Frekuensi
Tidak ada keluhan
n 0
% 0
Ringan
30
55,6
Sedang
23
42,6
Berat
1
1,9
Total
54
100
Kategori skor keluhan menstruasi merupakan penjumlahan skor keluhan menjelang sindrom pra menstruasi yang kemudian dikategorikan menjadi tidak ada keluhan, ringan, sedang dan berat. Sebagian besar sampel (55,6%) memiliki kategori skor menstruasi total dengan kategori ringan.
Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Sindrom pra menstruasi pada Polisi Wanita di Polres Cimahi Korelasi spearman dilakukan untuk menguji adanya hubungan antara variabel – variabel dengan sindrom pra menstruasi seperti tingkat pengetahuan, aktivitas fisik, frekuensi konsumsi pangan hewani, sayur dan buah, faktor usia menarche, lama menstruasi dan periode menstruasi dengan skor keluhan menstruasi. Berdasarkan uji ini didapatkan hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil Uji Hubungan Antar Variabel dengan Skor Keluhan Sindrom Pra Menstruasi Nilai Signifikan (p)
Variabel Tingkat Pengetahuan
0,484
Aktivitas Fisik
0,004
Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani
0,007
Frekuensi Konsumsi Sayur
0,004
Frekuensi Konsumsi Buah
0,695
Usia Menarche
0,205
Lama Menstruasi
0,076
Periode Menstruasi
0,304
Dari beberapa variabel yang diuji dengan menggunakan uji korelasi spearman didapatkan variabel yang berhubungan dengan sindrom pra menstruasi adalah variabel aktivitas fisik, frekuensi konsumsi pangan hewani dan frekuensi konsumsi sayur. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman untuk tingkat pengetahuan tidak menunujukkan hubungan (p>0,05). Menurut Suhardjo (1989) pengetahuan gizi saja belum mampu membuat seseorang mengubah perilakunya, untuk itu masih dibutuhkan motivasi dan perhatian agar individu mau mengubah pola hidupnya dan pemilihan bahan makanan. Pemilihan bahan makanan yang kurang baik akan mempengaruhi tingkat kubutuhan zat gizi makro maupun zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga dapat mempengaruhi ketidakseimbangan hormon yang dapat memperberat keluhan sindrom pra menstruasi.
Aktivitas Fisik Hasil uji korelasi Spearman antara aktivitas fisik dengan skor sindrom pra menstruasi menunjukkan ada hubungan yang sangat nyata negatif (p<0,05). Semakin tinggi tingkat aktivitas maka semakin rendah keluhan sindrom pra menstruasi. Aktivitas yang dilakukan sampel dalam kesehariannya seperti duduk didepan meja, menulis, mengetik, berjalan mondar-mandir sambil membawa arsip dan melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih dan lain-lain), selain itu ada kegiatan olahraga rutin seminggu sekali yang selalu dilaksanakan setiap hari jumat seperti lari pagi, senam aerobic dan bulu tangkis. Sekelompok aktivitas yang dilakukan sampel secara terencana dan terstruktur dapat memperbaiki dan mempertahanakan kebugaran fisik. Sebagian aktivitas dapat membantu meningkatkan kelenturan dan kekuatan otot. Pada saat pre menstruasi, dinding rahim mulai melakukan kontraksi untuk terjadi peluruhan dinding rahim karena tidak terjadi pembuahan, apabila memiliki otot tubuh yang kuat maka kontraksi yang terjadi dirasakan berkurang (Sjostrom 2004). Konsumsi Pangan Hewani Hasil uji korelasi spearman menunjukkan ada hubungan nyata negatif antara tingkat konsumsi hewani dengan skor keluhan sindrom pra menstruasi (p<0,05), semakin tinggi mengonsumsi hewani dapat menurunkan tingkat sindrom pra menstruasi sampel. Pangan hewani memiliki kandungan zat besi (Fe) yang cukup tinggi dibandingkan dengan jenis pangan yang lainnya. Zat besi memiliki beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Status besi seseorang juga mempengaruhi produktivitas kerja, penampilan kognitif dan sistem kekebalan. Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunkan kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunkan kekebaalan tubuh dan gangguan penyembuhan (Almatsier 2004). Menurut Wijayakusumah (2007), kekurangan zat besi berarti tubuh kita kekurangan hemoglobin dan oksigen yang dapat meningkatkan gejala keluhan sindrom pra menstruasi terutama sakit kepala karena keterbatasan oksigen ke otak, asupan zat besi yang cukup dapat mengurangi keluhan sindrom pra menstruasi. Menurut Path (2004), menjelaskan bahwa dengan meningkatkan asupan protein hewani dan lemak dapat
meningkatkan fase luteal. Fase luteal yaitu fase setelah ovulasi, di bawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum dan endometrium menebal (Waryana 2010). Namun apabila konsumsi protein hewani kurang maka akan terjadi ketidakseimbangan hormon dimana produksi hormon estrogen akan berkurang, hal tersebut dapat memperberat keluhan sindrom pra menstruasi. Konsumsi Sayur Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan ada hubungan nyata antara tingkat konsumsi sayur dengan skor keluhan sindrom pra menstruasi (p<0,01), semakin tinggi mengonsumsi sayuran dapat menurunkan tingkat sindrom pra menstruasi sampel. Sayur merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh,terutama yang berperan dalam sistem hormonal seperti vitamin piridoksin (B6) dan mineral kalsium (Ca), magnesium (Mg) yang mempengaruhi keseimbangan hormon dan sistem kontraksi otot, hal tersebut dapat berperan dalam menurunkan keluhan pada saat sindrom pra menstruasi. Konsumsi Buah Berdasarkan hasil uji korelasi spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi buah dengan kejadian sindrom pra menstruasi dilihat dari nilai p>0,05. Tingkat konsumsi buah dari keseluruhan sampel memiliki rata – rata yang sama, dimana keseluruhan sampel berada dalam kategori kurang, tingkat konsumsi buah dalam sehari berada dibawah standar frekuensi konsumsi buah dalam satu hari yaitu ≥ 3x dalam sehari. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi buah pada keseluruhan sampel memiliki pola konsumsi yang sama. Usia Menarche Usia menarche merupakan usia pertama seorang wanita mendapat menstruasi. Tidak ada hubungan yang nyata antara usia menarche dengan kejadian sindrom pra menstruasi (p>0,05). Usia menarche sampel penelitian terbesar berada pada kelompok usia antara 12 – 15 tahun. Umumnya usia menarche paling sering terjadi pada usia 14 tahun, namun terdapat sampel yang >15 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan Suryana (2005) pada mahasiswa putri tingkat persiapan bersama IPB menunjukkan rata – rata usia menarche adalah
12,7 tahun. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Tenia (2010) didapatkan kisaran usia 10 – 14 tahun. Lama Menstruasi Hasil korelasi spearman antar variabel lama menstruasi dengan sindrom pra menstruasi menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (p>0,05). Menurut baziad (2005) lama menstruasi pada umunya berkisar antara 3 – 5 hari dan ada sebagian antara 7 – 8 hari. Lama menstuasi sampel dalam penelitian ini memiliki rata – rata dalam kategori normal yaitu 3 – 9 hari. Periode Menstruasi Periode menstruasi yang normal berkisar 25 – 35 hari. Rata – rata periode menstruasi sekitar 28 hari, namun siklus pada setiap wanita berbeda. Hasil uji korelasi Spearman antara variabel periode menstruasi dengan sindrom pra menstruasi menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (p > 0,05) sekitar 61,1%. Faktor – faktor yang Berpengaruh Terhadap Sindrom pra menstruasi Berdasarkan hasil uji korelasi spearman terdapat tiga variabel yang berhubungan dengan kejadian sindrom pra menstruasi yaitu variabel aktivitas fisik, konsumsi pangan hewani dan konsumsi sayuran. Untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel yang berhubungan dengan sindrom pra menstruasi dilakukan uji linier berganda. Hasil analisis uji linier berganda dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Anova Regresi Pengaruh Konsumsi Sayur dan Aktivitas Fisik Terhadap Sindrom Pra Menstruasi Model
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Regression
141.891
2
70.946
10.043
.000
Residual
360.257
51
7.064
Total
502.148
53
b
R² = 28,3% Tabel 23 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Model B
Std. Error
constanta
18.202
3.580
kon_sayur
-2.189
.755
Beta
t
Sig. 5.084
.000
-.358
-2.898
.006
aktivitas -5.152 2.079 -.306 Y = 18,202 – 2,709 (konsumsi sayur) – 5,152 (aktivitas fisik)
-2.478
.017
Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda hanya dua variabel yang berpengaruh terhadap kejadian sindrom pra menstruasi yaitu variabel frekuensi konsumsi sayur dan aktivitas fisik, dengan persamaan regresi y= 18,202 – 5,512 (aktivitas fisik) – 2,189 (konsumsi sayur) dan determinasi (R²) = 28,3. Artinya frekuensi konsumsi sayur dan aktivitas fisik secara bersama-sama berpengaruh terhadap sindrom pra menstruasi sebesar 28,3 persen. Setiap kenaikan 1 frekuensi konsumsi sayur (URT) akan menurunkan skor keluhan sindrom pra menstruasi 2,189 dan setiap kenaikan 1 level aktivitas fisik dapat menurunkan skor sindrom pra menstruasi sebesar 5,152 dari skor total keluhan sindrom pra menstruasi sebesar 21. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan konsumsi sayuran memiliki pengaruh dalam menurunkan keluhan sindrom pra menstruasi. Aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis dan teratur akan melatih sistem otot tubuh untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik serta menjaga kebugaran tubuh. Konsumsi sayuran yang mencukupi kebutuhan dapat menurunkan keluhan sindrom pra menstruasi karena terpenuhi zat gizi mikro baik vitamin dan mineral yang dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal.