42
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah SD Negeri Polisi 4 Bogor Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 terletak di Jalan Polisi No. 7, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Sekolah ini didirikan di atas tanah yang luasnya mencapai 1343 m 2 dengan luas bangunan sebesar 977 m2. Sekolah yang didirikan pada tahun 1930 ini memiliki jumlah siswa/i sebanyak 1062 jiwa pada awal tahun ajaran 2010/2011. Kepala Sekolah Negeri Polisi Empat dipegang oleh Drs. Taufan Hermawan, M. Pd yang membawahi empat bidang, yaitu Bidang Ketenagaan, Bidang Ketatausahaan, Bidang Kurikulum, dan Bidang Kesiswaan. Setiap institusi pendidikan memiliki motto, visi, dan misi tersendiri yang menjadi cita-cita dan tujuan institusi tersebut. Motto yang dimiliki oleh SDN Polisi 4, yaitu “Harus Lebih Baik”. Visi dan misi dari SDN Polisi 4, yaitu: Visi
: Unggul dalam Prestasi dan Berbudaya dalam Perilaku berdasarkan Iman dan Takwa.
Misi
: Menciptakan Siswa yang Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Sehat, Berilmu, Cakap, Kreatif, Mandiri, dan Menjadi Warga Negara yang Demokratis dan Bertanggung Jawab. Tenaga pengajar di SDN Polisi 4 berjumlah 42 orang. Terdapat enam
tingkatan kelas yang masing-masing kelas mempunyai 4 Rombel (rombongan belajar). Kurikulum yang digunakan di SDN Polisi 4 untuk Tahun Ajaran 2007/2008 menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran di SDN Polisi 4 mengembangkan pola pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan). Khusus pembelajaran kelas 1, 2, dan 3 menggunakan pembelajaran TEMATIK. Jumlah siswa/i pada setiap kelas mencapai 42-44 siswa/i. Terdapat 4 rombongan belajar kelas 5 yang terbagi menjadi kelas 5A, 5B, 5C, dan 5D. Sehingga jumlah siswa/i untuk kelas 5, yaitu sebanyak ± 176 siswa/i. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SD Negeri Polisi 4 meliputi 1 buah ruang kepala sekolah dan ruang guru, 1 buah ruang tata usaha, 1 buah mushola, 1 buah perpustakaan, 1 buah aula serba guna, 1 buah ruang multimedia, 1 buah lapangan olahraga dan ruang kamar mandi.
43
Berikut ini merupakan tabel pembagian waktu KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) yang diterapkan oleh SDN Polisi 4. Tabel 9 Pembagian waktu KBM SDN Polisi 4 Bogor No
Kelas
Waktu
Rombel
1
I
07.00-10.30
4
2
II
07.00-10.30
4
3
III
11.00-15.00
4
4
IV
11.00-16.00
4
5
V
07.00-12.40
4
6
VI
07.00-12.40
4
Sumber: Arsip SDN Polisi 4 Bogor
SD Negeri Pengadilan 5 Bogor Lokasi Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 5 terletak di Jl. Pengadilan No. 10 Kecamatan. Bogor Tengah Kelurahan Pabaton Kota Bogor. Sekolah ini dikepalai oleh seorang kepala sekolah bernama Drs. Ade Sutisna, MM. Jumlah guru kelas sebayak 13 orang dan jumlah guru bidang studi sebanyak 6 orang. Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 5 memiliki jumlah siswa/i sebanyak 616 jiwa pada Tahun Ajaran 2010/2011 dengan jumlah Rombel (rombongan belajar) sebanyak 15 Rombel. Jumlah Rombel untuk kelas 5 sebanyak 2 Rombel yang terbagi menjadi kelas 5A dengan jumlah siswa/i 49 jiwa dan kelas 5B dengan jumlah siswa/i 44 jiwa. Wali kelas 5A dipegang oleh Hj. Sunengsih, S. Pd, sedangkan wali kelas 5B dipegang oleh Sri Lusniasari, S. Pd. Program kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di SD Negeri Pengadilan 5 meliputi: A. Keagamaan 1. Baca Tulis Al-Quran B. Akademik
E.
C. Non Akademik (Kesenian) 1. Seni Tari 2. Seni Lukis
1.
Sain Club
3. Karawitan
2.
Matematika Club
4. Seni Musik
3.
English Club
4.
Apresiasi Sastra
D. Non Akademik (Olahraga) 1. Futsal
Lainnya
2. Bulu Tangkis
1.
Pramuka
3. Tenis Lapangan
2.
Club Pecinta Lingkungan
4. Catur
44
3.
Pasus
4.
Bela Diri Silat
Waktu belajar mengajar untuk kelas 5 dimulai pada pukul 07.00-12.15 WIB. Terdapat dua kali waktu istirahat, yaitu pada pukul 09.00-09.30 WIB untuk istirahat pertama dan pada pukul 11.00-11.15 WIB untuk istirahat kedua. Jam berakhirnya sekolah yaitu pada pukul 12.15 WIB. Jumlah ruangan yang terdapat di SD Negeri Pengadilan 5 Bogor sebanyak 10 ruang, yang terdiri atas 1 buah ruang kepala sekolah, 1 buah ruang guru, 1 buah ruang komputer, 1 buah perpustakaan, 1 buah mushola, dan 5 buah kamar mandi.
SD Bina Insani Bogor Sekolah Dasar Bina Insani berdiri pada tahun 1990, didirikan oleh H. Muchtar Mandala, SE selaku Ketua Yayasan Bina Insani. Sekolah Dasar Bina Insani terletak di Jalan KH. Sholeh Iskandar, Tanah Sereal Bogor. Kepala Sekolah Dasar Bina Insani pertama kali dipegang oleh Hj. Enah Suhaenah (almarhumah). Saat ini Kepala Sekolah Dasar Bina Insani dipegang oleh Subana Hazarpriadi, S. Pd SD. Kepala Sekolah tersebut membawahi tiga bidang yang meliputi Bidang Kurikulum, Bidang Kesiswaan, serta Bidang Administrasi Keuangan dan Umum. Visi dari SD Bina Insani yaitu “Menjadikan Sekolah Dasar yang Berkualitas Bernapaskan Islam, Dipercaya, Diminati Oleh Masyarakat dan Berorientasi Global”. Misi dari SD Bina Insani, yaitu: 1. Menyelenggarakan sekolah dasar yang bermutu dengan konsep pendidikan berbasis kompetensi 2. Turut serta dalam membangun dan membentuk generasi muslim yang tangguh dan siap menghadapi tantangan zaman 3. Menciptakan suasana belajar yang kondusif guna berkembangnya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual 4. Menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, fasih membaca Al-Quran. Tenaga pengajar SD Bina Insani berjumlah 47 orang, yaitu 46 orang guru tetap dan 1 orang guru honorer. Terdapat 5 Rombel (rombongan belajar) kelas 5 di SD Bina Insani, yaitu kelas 5A, 5B, 5C, 5D, dan 5E. Jumlah keseluruhan siswa/i kelas 5, yaitu 100 siswa dan 62 siswi. Waktu belajar mengajar pada siswa/i kelas 5 selama 5 hari (SeninJum’at) dimulai pada pukul 07.15-14.30 WIB. Waktu istirahat untuk para siswa
45
disediakan sebanyak dua kali, yaitu pada pukul 09.00-09.30 WIB dan pada pukul 11.45-12.15 WIB. Kurikulum yang digunakan SD Bina Insani yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah Dasar Bina Insani menyediakan pelayanan katering bagi siswa/i kelas 5 untuk makan siang. Pelayanan katering diserahkan kepada Jasa Katering. Seluruh tanggung jawab menu dan porsi makan diserahkan sepenuhnya pada pihak katering. Jumlah katering yang menjadi rekanan SD Bina Insani berjumlah 1 buah. Siswa/i SD Bina Insani diberikan kebebasan untuk memesan makanan melalui katering. Sarana pembelajaran yang disediakan oleh SD Bina Insani meliputi Lab Komputer, Perpustakaan Digital, Masjid, Kantin, dan Lapangan Olahraga. Bagi anak yang memiliki karakteristik Cerdas Istimewa (CI) dikelola dalam Program Akselerasi. Program ini untuk melayani siswa yang mempunyai kemampuan istimewa/tinggi di bidang MIPA dengan masa studi selama 5 tahun. Kegiatan kesiswaan yang terdapat di SD Bina Insani meliputi Outdoor Study CIBI, Robotic, Pramuka, Keagamaan, Upacara Bendera, Drum Band, dan UKS. SD Islam Terpadu Ummul Quro’ Bogor Yayasan Ummul Quro’ didirikan pada tanggal 3 Februari 1996 dan berlokasi di Jalan Baru Salabenda no.1, Parakan Jaya, Kemang Bogor. Yayasan ini didirikan di atas tanah waqaf dari H. M. Nawir (almarhum) seluas 1111 m 2 dan dari dr. H. Mursidin (almarhum) seluas 1130 m2. Bangunan masjid berlantai dua berukuran 20 x 20 didirikan di atas tanah ini dan satu unit gedung sekolah berlantai dua (6 lokal) yang sebagian dananya merupakan bantuan dari lembaga Rabithah Alam Islami. Pada perkembangannya, kegiatan pendidikan yang pada tahun 1996 berawal program SDIT sebanyak 5 kelas (kelas 2 – 6 yang dilimpahkan dari SDIT Sholahuddin YPI Annizariyah), maka pada tahun 1998 berdiri TKIT Ummul Quro’, pada tahun 2002 berdiri SMPIT Ummul Quro’, dan pada tahun 2011 berdiri SMAIT Ummul Quro’. Sehingga jumlah siswa sampai tahun 2010 mencapai 1225 siswa, yang terdiri dari: Siswa TKIT sebanyak 117 siswa, siswa SDIT sebanyak 764 siswa, siswa SMPIT sebanyak 344 siswa. Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Terpadu, yaitu Kurikulum Nasional yang telah diperkaya dengan kurikulum lokal dan sistem pendekatan yang Islami. Kurikulum ini mencakup: Kurikulum Depdiknas, Kurikulum Madah
46
Diniyah, Kurikulum Al Qur’an (Tahsin Tilawah dan Tahfidz), dan Kurikulum Ekstra Kurikuler. Sistem pendidikan di Lembaga Pendidikan Ummul Quro’ dilakukan dengan pendekatan PAKEM (Pengajaran yang Aktif, Kreatif dan Menyenangkan) dan dengan memperpanjang waktu belajar di sekolah (Full Day School). SDIT Ummul Quro’ yang semula bernama SDIT Sholahuddin YPI Annizariyah menjadi bagian dari Yayasan Ummul Quro’ yang telah mempunyai institusi tersendiri. SDIT Ummul Quro’ dikepalai oleh seorang Kepala Sekolah yang bernama Entin Sutini, A.Ma. Kepala Sekolah tersebut membawahi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Al Qur’an. Berikut ini merupakan Visi, Misi, dan Tujuan SDIT Ummul Quro’.
Visi
: “Menjadi sekolah terbaik dalam membentuk generasi saleh dan cendekia”
Misi
:
1. Menjadikan SDIT Ummul Quro’ sebagai lembaga pendidikan Islami 2. Menjadikan SDIT Ummul Quro’ Bogor sebagai lingkungan yang baik 3. Menjadikan SDIT Ummul Quro’ Bogor sebagai sekolah percontohan Tujuan
: “Membentuk generasi saleh dan cendekia” Terdapat dua blok dalam bidang pembelajaran Al Qur’an, yaitu Blok I
untuk kelas 1, 2, dan 3 serta Blok II untuk kelas 4, 5, dan 6. Masing-masing tingkatan kelas dipegang oleh seorang koordinator level yang terbagi menjadi 6 level, yaitu level I untuk kelas 1, level II untuk kelas 2, level III untuk kelas 3, level IV untuk kelas 4, level V untuk kelas 5, dan level VI untuk kelas 6. Koordinator level V dipegang oleh Gun Gun Gunawan, S. Hut yang membawahi empat wali kelas 5. Terdapat 4 Rombel (rombongan belajar) untuk kelas 5 SDIT Ummul Quro’. Keempat rombongan belajar tersebut terdiri atas kelas 5A, 5B, 5C, dan 5D. Waktu belajar mengajar pada siswa/i kelas 5 selama 5 hari (SeninJum’at) dimulai pada pukul 07.15-16.00 WIB. Waktu istirahat untuk para siswa disediakan sebanyak dua kali, yaitu pada pukul 09.00-09.30 WIB dan pada pukul 11.45-12.15 WIB. Pihak sekolah menyediakan pelayanan katering bagi siswa/i kelas 5. Semua tanggung jawab menu dan porsi makan siswa/i diberikan sepenuhnya kepada pihak pengelola katering yang menjadi rekanan SDIT
47
Ummul Quro’. Keikutsertaan pemesanan katering diberikan kebebasan memilih kepada siswa/i. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SDIT Ummul Quro’ meliputi 1 buah masjid, 1 buah lapangan olahraga, 1 buah perpustakaan, 1 buah ruang kepala sekolah, 1 buah ruang tata usaha, 1 ruang koordinator level, 1 buah ruang Lab Multimedia, kamar mandi, dan kantin. Karakteristik Siswi Umur Siswi Siswi dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu siswi yang telah mengalami menstruasi dan siswi yang belum mengalami menstruasi. Siswi merupakan siswi kelas 5 Sekolah Dasar dari empat SD di Bogor yang mempunyai karakteristik ekonomi yang baik, baik untuk siswi yang telah mengalami menstruasi maupun siswi yang belum mengalami menstruasi. Berikut ini merupakan sebaran siswi menurut umur pada siswi yang telah mengalami menstruasi dan siswi yang belum mengalami menstruasi. Tabel 10 Sebaran siswi menurut umur (tahun) Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Umur n % n % 0 0.0 9 tahun 1 2.6 18 47.4 10 tahun 14 36.8 20 52.6 11 tahun 23 60.5 Total 38 100 38 100 Rata-rata ± SD 10.4 ± 1.8 10.5 ± 0.5 (tahun)
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa sebanyak 60.5% siswi yang sudah menstruasi berada pada usia 11 tahun. Sebaran siswi yang belum menstruasi diperoleh sebanyak 52.6% berada pada usia 11 tahun. Menurut klasifikasi World Health Organization (WHO) (2000) dalam Nugroho (2001), umur tersebut merupakan awal siswi memasuki masa remaja atau umur dimulainya masa remaja. Rata-rata umur siswi yang sudah menstruasi yaitu (10.4 ± 1.8) tahun sedangkan rata-rata umur siswi yang belum menstruasi berada pada angka (10.5 ± 0.5) tahun. Berdasarkan uji independent t-test diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan umur siswi yang signifikan pada uji ini, p= 0.666. Uang Saku Siswi Setiap anak yang bersekolah dibekali uang saku oleh orang tuanya sebagai uang untuk pegangan anak selama di sekolah. Uang saku tersebut
48
umumnya digunakan anak sekolah untuk membeli jajanan sekolah baik berupa makanan maupun non makanan (Muasyaroh 2006). Berikut ini disajikan tabel sebaran siswi menurut besarnya uang saku. Tabel 11 Sebaran siswi menurut besarnya uang saku Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Uang Saku n % n % ≤ Rp 5000 Rp 6000-Rp 10000 Rp 11000-15000 > Rp 15000
14 20
36.8 52.6
11 17
28.9 44.7
2 2
5.3 5.3
5 5
13.2 13.2
Total
38
100
38
100
Rata-rata ± SD (Rp)
5435 ± 3716
10158 ± 5233
Sebaran siswi menurut besarnya uang saku dapat diketahui pada tabel di atas bahwa persentase tertinggi berada pada kisaran nominal Rp 6000-Rp 10000, baik pada siswi yang sudah menstruasi maupun yang belum menstruasi. Secara berturut-turut persentase uang saku siswi tertinggi yaitu 52.6% dan 44.7% dengan rata-rata Rp 5435 ± 3716 dan Rp 10158 ± 5233. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widjayanti (1989) dalam Mardayanti (2008) tentang alokasi uang saku pada siswa sekolah di Bogor menyimpulkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh anak. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada uang saku siswi yang sudah menstruasi dengan siswi yang belum menstruasi. Nilai signifikansi untuk uji t yang diperoleh yaitu p= 0.097. Status Gizi Siswi Status
gizi
siswi
dihitung
menurut
TB/U
dan
IMT/U.
IMT/U
direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan pada remaja (WHO 2008). Perhitungan status gizi menggunakan Z-score untuk remaja umur 9-12 tahun. Sebaran status gizi siswi menurut TB/U pada siswi yang sudah menstruasi diperoleh sebanyak 97.4% memiliki status gizi normal dan sebanyak 2.6% berstatus gizi lebih. Status gizi normal pada siswi yang belum menstruasi diperoleh sebanyak 92.1% dan siswi yang berstatus gizi pendek sebanyak 7.9%. Sebanyak 76.3% siswi yang sudah menstruasi berstatus gizi normal menurut IMT/U dan sebanyak 23.7% berstatus gizi risiko overweight. Sebaran status gizi pada siswi yang belum menstruasi diperoleh sebanyak 71.0% yang berstatus gizi normal sedangkan untuk status gizi risiko overweight sebanyak
49
18.4% dan overweight sebanyak 5.3%. Terdapat siswi yang memiliki status gizi underweight pada kelompok ini, yaitu sebanyak 5.3%. Tabel 12 di bawah ini merupakan sebaran status gizi siswi menurut TB/U dan IMT/U. Tabel 12 Sebaran status gizi siswi menurut TB/U dan IMT/U Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Status Gizi n (38) % (100) n (38) % (100) TB/U Pendek Normal Lebih IMT/U Underweight Normal Risiko Overweight Overweight
Pemenuhan
gizi
yang
0
0.00
3
7.9
37 1
97.4 2.6
35 0
92.1 0.0
0
0.0
2
5.3
29 9
76.3 23.7
27 7
71.0 18.4
0
0.0
2
5.3
baik pada
anak akan
berdampak pada
perkembangan pubertal di masa remaja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Buyken et al. (2009) bahwa komposisi tubuh prepubertas pada anak laki-laki dan perempuan yang sehat mempunyai efek terhadap kemajuan perkembangan pubertas. Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada tabel di atas terdapat siswi yang memiliki status gizi tidak normal baik pada kelompok siswi yang sudah menstruasi maupun kelompok siswi yang belum menstruasi. Hal ini dapat mempengaruhi waktu pubertas pada siswi (Sunarto&Mayasari 2010). Pengetahuan Gizi Siswi Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985). Pengetahuan gizi pada siswi dilakukan dengan memberikan 20 butir soal pilihan ganda. Skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Terdapat tiga kategori untuk penilaian tingkat pengetahuan gizi, yaitu kategori kurang, sedang, dan baik. Siswi yang mendapatkan total skor <60% dikategorikan kurang. Jika siswi mendapatkan total skor antara 60 sampai 80% maka termasuk kategori sedang dan jika siswi mendapatkan total skor >80% maka termasuk kategori baik (Khomsan 2000). Penting bagi anak dan remaja untuk memperoleh pengetahuan gizi dari berbagai sumber informasi karena perilaku yang didasarkan pada pengetahuan
50
akan bertahan lebih lama (Amelia 2008). Pengetahuan gizi pada siswi yang sudah menstruasi berada pada kategori kurang sampai dengan sedang. Berikut disajikan sebaran siswi yang menjawab pertanyaan dengan benar. Tabel 13 Sebaran siswi yang menjawab pertanyaan pengetahuan gizi dengan benar Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Pertanyaan n % n % Istilah lain dari gizi adalah nutrisi Susunan menu seimbang yaitu nasi, telur, tumis kangkung, buah semangka Protein merupakan kumpulankumpulan dari asam amino Jenis protein menurut asalnya yaitu protein hewani dan protein nabati Zat gizi yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur adalah protein Fungsi zat gizi pembangun yaitu pembentuk jaringan baru Kandungan zat gizi pada ikan adalah protein Pangan sumber protein hewani adalah ikan Konsumsi protein berlebihan akan berdampak tidak baik bagi kesehatan KEP, penyakit akibat kekurangan protein Akibat dari kekurangan protein timbul penyakit kwashiorkor Jenis protein yang kandungan asam amino esensialnya lengkap adalah protein hewani Pangan hewani berasal dari hewan Sumber protein hewani tertinggi terdapat pada telur Dampak dari konsumsi pangan sumber protein hewani yang kurang adalah anemia Kelompok usia yang paling banyak membutuhkan protein adalah anakanak dan remaja Fungsi protein untuk anak-anak dan remaja adalah untuk kecerdasan dan pertumbuhan Kandungan zat gizi yang banyak terdapat pada telur adalah protein Keju merupakan pangan sumber protein Kecukupan protein harus selalu terpenuhi pada remaja dan anakanak
35
92.1
30
78.9
36
94.7
37
97.4
7
18.4
11
28.9
37
97.4
38
100
14
36.8
8
21.1
4
10.5
5
13.2
37
97.4
37
97.4
37
97.4
38
100
36
94.7
36
94.7
24
63.2
36
94.7
5
13.2
14
36.8
9
23.7
9
23.7
35
92.1
37
97.4
11
28.9
19
50
7
18.4
9
23.7
35
92.1
34
89.5
35
92.1
37
97.4
15
39.5
19
50
12
31.6
17
44.7
29
76.3
31
81.6
51
Pengetahuan gizi pada siswi yang belum menstruasi berada pada ketiga kategori, yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebanyak 36.8% siswi yang sudah menstruasi memiliki pengetahuan gizi kategori kurang dan sebanyak 63.2% memiliki pengetahuan gizi kategori sedang. Siswi yang belum menstruasi memiliki sebaran pengetahuan gizi untuk kategori kurang sebanyak 23.7%, sedang sebanyak 55.3%, dan baik sebanyak 21.1%. Sebaran pengetahuan gizi siswi yang berbeda pada kedua kelompok siswi diduga karena adanya perbedaan informasi yang diperoleh tentang gizi dan lingkungan sekitar yang mendukung sehingga tingkat pengetahuan gizi yang dimiliki masih terbatas. Tabel 14 Sebaran siswi menurut pengetahuan gizi Belum Menstruasi Sudah Menstruasi Variabel n % n % Kurang (<60%)
14
36.8
9
23.7
Sedang (60-80%) Baik (>80%)
24 0
63.2 0.0
21 8
55.3 21.1
Total
38
100
38
100
Rata-rata ± SD (%)
60.5 ± 10.7
65.5 ± 11.1
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi siswi yang sudah menstruasi dengan siswi yang belum menstruasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai signifikansi uji t sebesar p= 0.330.
Karakteristik Keluarga Siswi Umur Orang Tua Siswi Umur orang tua menentukan besarnya pengalaman keluarga dan anak dalam mengkonsumsi makanan terutama konsumsi pangan hewani. Tingkat umur dapat mempengaruhi cara berpikir serta bertindak dan emosi seseorang, karena seseorang yang mempunyai umur lebih dewasa relatif lebih stabil emosinya dibandingkan dengan orang yang lebih muda (Hurlock 1980). Menurut Ghozaly (2011) umur orang tua siswi dapat dikelompokkan ke dalam usia dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun). Sebaran siswi yang sudah mengalami menstruasi untuk umur orang tua pada ayah yang paling tinggi dengan persentase 50.0% berada pada kisaran umur 35-44 tahun, sedangkan sebaran siswi yang belum mengalami menstruasi untuk umur orang tua pada ayah paling tinggi dengan persentase 57.9% berada
52
pada kisaran umur yang sama dengan siswi yang sudah menstruasi. Berikut ini merupakan hasil pengamatan terhadap sebaran siswi menurut umur orang tua. Tabel 15 Sebaran siswi menurut umur orang tua Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Umur n (38) % (100) n (38) % (100) Ayah < 35 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun > 54 tahun Ibu < 30 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun >49 tahun
2 19 17 0
5.3 50.0 44.7 0.00
0 22 15 1
0.00 57.9 39.5 2.6
0 15 22 1
0.00 39.5 57.9 2.6
0 5 18 0
0.00 52.6 47.4 0.00
Umur ibu pada sebaran siswi yang sudah menstruasi dan yang belum menstruasi persentase tertinggi berada pada kisaran umur 40-49 tahun dengan persentase secara berturut-turut 57.9% dan 47.4%. Berdasarkan uji MannWhitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara umur orang tua kedua kelompok siswi. Nilai signifikansi yang ditunjukkan untuk semua variabel umur orang tua siswi yaitu p > 0.05. Pendidikan Orang Tua Siswi Sebaran siswi untuk pendidikan akhir orang tua pada kedua siswi memiliki persentase tertinggi pada pendidikan Sarjana baik untuk pendidikan ayah maupun pendidikan ibu. Persentase sebesar 63.2% terdapat pada siswi yang sudah menstruasi untuk pendidikan ayah (Sarjana) sedangkan persentase sebesar 55.4% terdapat pada siswi yang belum menstruasi untuk pendidikan ayah. Pendidikan ibu (Sarjana) pada siswi yang sudah menstruasi diperoleh persentase 39.5%, sedangkan pada siswi yang belum menstruasi diperoleh persentase 47.4%. Secara keseluruhan pendidikan orang tua siswi dapat dikatakan termasuk kategori baik. Semakin baik pendidikan dan pengetahuan gizi orang tua maka keadaan gizi anak akan baik pula (Riyadi et al. 2006). Tabel 16 di bawah ini menyajikan sebaran siswi menurut pendidikan orang tua pada masing-masing siswi. Berdasarkan uji Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan orang tua kedua kelompok siswi. Nilai
53
signifikansi yang ditunjukkan untuk semua variabel pendidikan orang tua kedua keompok siswi yaitu p > 0.05. Tabel 16 Sebaran siswi menurut pendidikan orang tua Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Pendidikan n (38) % (100) n (38) %(100) Ayah SMA/sederajat Diploma/Akademi Sarjana Pasca Sarjana Ibu SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma/Akademi Sarjana Pasca Sarjana
2 4 24 8
5.3 10.5 63.2 21.1
4 4 21 9
10.5 10.5 55.4 23.6
1 8 10 15 4
2.6 21.1 26.3 39.5 10.5
1 7 9 18 3
2.6 18.4 23.7 47.4 7.9
Pekerjaan Orang Tua Siswi Pendidikan yang tinggi akan memberikan peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Menurut Suhardjo et al (1988), makin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik juga semakin besar sehingga akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh oleh seseorang. Tabel 17 Sebaran siswi menurut pekerjaan orang tua Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Pekerjaan n (38) % (100) n (38) %(100) Ayah Ibu
PNS Pegawai Swasta BUMN TNI/Polri Wiraswasta Lainnya PNS Pegawai Swasta BUMN TNI/Polri Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Lainnya
7
18.4
11
28.9
18 2
47.4 5.3
12 4
31.6 10.5
1 6
2.6 15.8
0 9
0.0 23.7
4
10.5
2
5.3
7 2
18.4 5.3
6 3
15.8 7.9
0 1 4 23 1
0.0 2.6 10.5 60.5 2.6
2 0 2 22 3
5.3 0.0 5.3 57.9 7.9
54
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa pekerjaan ayah pada kedua kelompok contoh memiliki nilai tertinggi untuk jenis pekerjaan pegawai swasta dengan persentase berturut-turut sebesar 47.4% dan 31.6%. Pekerjaan ibu pada kedua kelompok siswi juga memiliki nilai tertinggi yang sama pada jenis pekerjaan ibu rumah tangga. Secara berturut-turut persentase sebaran siswi untuk pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga yaitu 60.5% dan 57.9%. Berikut ini disajikan tabel sebaran siswi menurut pekerjaan orang tua. Berdasarkan uji Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan orang tua kedua kelompok siswi. Nilai signifikansi yang ditunjukkan untuk semua variabel pekerjaan orang tua kedua kelompok siswi yaitu p > 0.05. Kepemilikan Kendaraan Pribadi dan Alat Elektronik Kepemilikan kendaraan pribadi dan sejumlah alat elektronik menjadi indikator dalam menilai penghasilan orang tua siswi. Menurut Rifusua (2010), tingkat pendapatan dapat diketahui melalui pendekatan kepemilikan kendaraan pribadi. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka kemampuan daya belinya semakin meningkat. Penggunaan kepemilikan kendaraan pribadi sebagai pendekatan dalam menentukan penghasilan orang tua siswi dalam penelitian dilakukan sebab dari empat lokasi penelitian terdapat satu sekolah yang tidak bersedia memberikan keterangan mengenai penghasilan orang tua sehingga agar data yang diperoleh seragam maka untuk penghasilan orang tua siswi pada semua lokasi menggunakan pendekatan terhadap kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik. Terdapat 12 unit kendaraan dan alat elektronik yang diberikan kepada siswi untuk selanjutnya diisi jenis dan banyaknya barang tersebut yang dimiliki. Berikut ini merupakan tabel sebaran siswi menurut kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik. Tabel 18 Sebaran siswi menurut kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik Kepemilikan Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Kendaraan Pribadi dan n % n % Alat Elektronik ≤ 10 unit 5 13.2 7 18.4 11-15 unit 8 21.1 11 28.9 16-20 unit 9 23.7 9 23.7 21-25 unit 11 28.9 3 7.9 >25 unit 5 13.1 8 21.1 Total 38 100 38 100
55
Persentase tertinggi (28.9%) terdapat pada kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik sebanyak 21-25 unit pada siswi yang sudah menstruasi sedangkan persentase tertinggi (28.9%) terdapat pada kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik sebanyak 11-15 unit pada siswi yang belum menstruasi. Hal ini dapat diasumsikan bahwa siswi yang sudah menstruasi memiliki penghasilan orang tua yang lebih baik dibandingkan dengan penghasilan orang tua pada siswi yang belum menstruasi. Berdasarkan uji Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik kedua kelompok siswi. Nilai signifikansi yang ditunjukkan untuk semua variabel kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik kedua kelompok siswi yaitu p > 0.05. Jumlah Anggota Keluarga Menurut Sediaoetama (2006) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Berikut ini disajikan tabel sebaran siswi menurut jumlah anggota keluarga. Tabel 19 Sebaran siswi menurut jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga
Sudah Menstruasi
Belum Menstruasi
n
%
n
%
Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar (> 6 orang)
10
26.3
7
18.4
21 7
55.3 18.4
26 5
68.4 13.2
Total
38
100
38
100
Baik pada siswi yang sudah menstruasi maupun siswi yang belum menstruasi, jumlah anggota keluarga memiliki persentase tertinggi pada kategori sedang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 4-5 orang. Secara berturutturut persentase tertinggi untuk siswi yang sudah menstruasi maupun yang belum menstruasi yaitu 55.3% dan 68.4%. Berdasarkan jumlah anggota keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (1997), maka pada keluarga kedua kelompok siswi termasuk keluarga sedang.
56
Kebiasaan Makan Siswi Frekuensi Makan Siswi Sehari Frekuensi makan yang baik adalah 3 kali makan utama dalam sehari (Khomsan 2005). Sebaran siswi menurut frekuensi makan sehari pada kedua kelompok siswi dapat dilihat bahwa persentase tertinggi terdapat pada frekuensi sebanyak 3 kali. Artinya sebagian besar siswi mengonsumsi makan utama dalam sehari sebanyak 3 kali. Secara berturut-turut persentase frekuensi makan sehari (3 kali) pada siswi yang sudah menstruasi dan yang belum menstruasi yaitu 84.2% dan 73.7%. Nilai persentase pada siswi yang sudah menstruasi untuk frekuensi makan 3 kali sehari lebih besar daripada nilai persentase pada siswi yang belum menstruasi. Rata-rata siswi yang sudah menstruasi dan siswi yang belum menstruasi secara berturut-turut memiliki frekuensi makan harian sebanyak 2.9 ± 0.4 kali dan 2.8 ± 0.5 kali. Berdasarkan data yang diperoleh dari kedua kelompok siswi, frekuensi makan siswi dalam sehari disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 20 Sebaran siswi menurut frekuensi makan sehari Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Frekuensi Makan Sehari n % n % 2 kali 3 kali 4 kali Total Rata-rata ± SD (kali)
4 32 2
10.5 84.2 5.3
8 28 2
21.1 73.7 5.2
38
100
38
100
2.9 ± 0.4
2.8 ± 0.5
Kebiasaan Sarapan Menurut Khomsan (2005), sarapan adalah suatu kegiatan makan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Kebiasaan penting tersebut yang sering kali diabaikan oleh para orang tua padahal sarapan bermanfaat dalam pemenuhan zat gizi anak selama belajar di sekolah. Sarapan yang rutin dilakukan akan memberikan kontribusi tenaga di pagi hari dan mencegah konsumsi yang berlebihan pada waktu makan siang. Remaja, terutama remaja putri biasanya percaya bahwa cara mengontrol berat badannya dengan tidak makan pagi (Robert&Williams 2000). Siswi yang sudah menstruasi memiliki kebiasaan sarapan dengan persentase 89.5%. Persentase ini lebih besar dibandingkan dengan persentase siswi yang belum menstruasi (78.9%). Hal ini diduga pada siswi yang sudah menstruasi terdapat frekuensi makan sehari yang melebihi 3 kali makan utama
57
sehingga secara tidak langsung kebiasaan sarapan menjadi kegiatan yang banyak dilakukan oleh siswi yang sudah menstruasi. Berikut ini merupakan tabel sebaran siswi menurut kebiasaan sarapan. Tabel 21 Sebaran siswi menurut kebiasaan sarapan Belum Sudah Menstruasi Kebiasaan Menstruasi Sarapan n % n % Ya Tidak Total
34 4
89.5 10.5
30 8
78.9 21.1
38
100
38
100
Konsumsi Pangan Hewani Konsumsi lauk hewani pada kedua kelompok siswi memiliki persentase yang sama. Sebanyak 84.2% siswi memberikan jawaban “Ya” untuk konsumsi lauk hewani pada setiap makan utama. Hal yang serupa juga ditunjukkan oleh siswi yang belum menstruasi. Jumlah lauk hewani yang minimal dikonsumsi oleh kedua kelompok siswi yaitu sebanyak 3 jenis/potong. Tabel 22 di bawah ini menyajikan data konsumsi lauk hewani pada kedua kelompok siswi di setiap waktu makan utama. Tabel 22 Sebaran siswi menurut konsumsi lauk hewani pada setiap makan Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Konsumsi Lauk n % n % Hewani Ya Tidak Total
32 6
84.2 15.8
32 6
84.2 15.8
38
100
38
100
Preferensi terhadap pangan hewani siswi menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam studi konsumsi pangan hewani ini. Terdapat empat jenis pangan hewani yang menjadi pilihan pangan yang paling disukai siswi. Berikut ini adalah hasil pengumpulan informasi mengenai sebaran siswi menurut pangan hewani yang paling disukai. Tabel 23 Sebaran siswi menurut pangan hewani yang paling disukai Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Pangan Hewani n % n % Total
daging ikan susu telur suka semua
6 3 26 2 1
15.8 7.9 68.4 5.3 2.6
14 2 19 2 1
36.8 5.3 50.0 5.3 2.6
38
100
38
100
58
Susu merupakan jenis pangan hewani yang menjadi kesukaan pada kedua kelompok siswi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 23, sebesar 68.4% siswi yang sudah menstruasi memilih susu sebagai sumber pangan hewani yang paling disukai. Konsumsi yang sama juga terdapat pada siswi yang belum menstruasi. Sebanyak 50.0% siswi memilih susu sebagai sumber pangan hewani yang paling disukai. Konsumsi susu di usia muda akan berdampak pada kebiasaan yang terus berlanjut hingga di kehidupan mendatang (Teegarden et al. 1999). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rich-Edwards et al. (2007) tentang pengaruh konsumsi susu terhadap hormon somatotropik. Hasilnya sesuai dengan hipotesis bahwa peningkatan konsumsi susu pada remaja awal akan meningkatkan hormon-hormon pertumbuhan seperti hormon somatotropik. Berbeda dengan susu, sumber pangan hewani berupa ikan dan telur menjadi sumber pangan hewani yang paling banyak tidak disukai oleh kedua kelompok siswi. Hal ini sejalan dengan data tingkat konsumsi ikan provinsi Jawa Barat yang masih rendah, yaitu hanya sebesar 15.6 kg/kapita/tahun (Lampiran 4). Berikut ini disajikan hasil sebaran siswi menurut pangan hewani yang paling tidak disukai. Tabel 24 Sebaran siswi menurut pangan hewani yang paling tidak disukai Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Pangan Hewani n % n %
daging ikan susu telur suka semua
Total
8 14 1 14 1
21.1 36.8 2.6 36.8 2.6
6 9 3 14 6
15.89 23.7 7.9 36.8 15.8
38
100
38
100
Nilai persentase tertinggi telur dan ikan pada siswi yang sudah menstruasi sama banyak, yaitu 36.8%. Bagi siswi yang belum menstruasi, siswi memilih telur saja sebagai sumber pangan hewani yang tidak disukai dengan (36.8%). Sebaran siswi menurut pangan hewani yang paling jarang/tidak dikonsumsi pada kedua kelompok siswi yaitu sebanyak 44.7% siswi yang sudah menstruasi memilih ikan. Sebanyak 31.6% siswi yang belum menstruasi memilih ikan sebagai sumber pangan hewani yang paling jarang atau tidak dikonsumsi. Berikut ini adalah tabel sebaran siswi menurut pangan hewani yang jarang/tidak dikonsumsi oleh siswi.
59
Tabel 25 Sebaran siswi menurut pangan hewani yang paling jarang/tidak dikonsumsi Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Pangan Hewani n % n %
daging ikan susu telur tidak ada
Total
10 17 3 8 0
26.3 44.7 7.9 21.1 0.0
10 12 3 10 3
26.3 31.6 7.9 26.3 7.9
38
100
38
100
Alasan yang diberikan oleh kedua kelompok siswi untuk pangan hewani yang paling jarang/tidak dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 26. Siswi pada kedua kelompok memberikan alasan tidak suka sebagai alasan untuk paling jarang/tidak mengonsumsi pangan hewani. Sebanyak 86.8% pada siswi yang sudah menstruasi dan sebanyak 68.4% pada siswi yang belum menstruasi. Berikut adalah tabel sebaran siswi menurut pangan hewani yang paling jarang/tidak dikonsumsi. Tabel 26 Sebaran siswi menurut alasan tidak/jarang mengonsumsi pangan hewani Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Alasan n % n %
alergi kepercayaan tidak suka tidak boleh tidak ada
Total
4
10.5
3
7.9
0 33
0.0 86.8
6 26
15.8 68.4
1 0
2.7 0.0
0 3
0.0 7.9
38
100
38
100
Anggota keluarga yang mengatur dan menyusun menu makan di rumah siswi memiliki nilai persentase tertinggi pada pilihan ibu. Sikap afektif dan tingkat pendidikan orang tua, khususnya ibu sebagai pemegang peranan dalam penentuan menu makan harian keluarga berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan hewani anak (Waysima 2010). Tabel 27 Sebaran siswi menurut anggota keluarga yang mengatur dam menyusun menu makan di rumah Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Anggota Keluarga n % n %
ayah
ibu nenek pembantu lainnya
Total
0 32 2 4 0
0.0 84.2 5.3 10.5 0.0
0 34 1 2 1
0.0 89.5 2.6 5.3 2.6
38
100
38
100
60
Sebesar 84.2% siswi yang sudah menstruasi memilih ibu sebagai pengatur dan penyusun menu makan di rumah, sedangkan 89.3% siswi yang belum menstruasi memilih ibu juga sebagai pengatur dan penyusun menu makan di rumah. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Selain itu, menurut Madanijah (2004), terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik.
Preferensi Cara Pengolahan Pangan Hewani Preferensi pangan (food preference) merupakan faktor yang sangat penting sebagai penentu utama konsumsi pangan terutama yang terjadi pada anak usia sekolah (Birch 2000). Penentu konsumsi pangan ini berbeda dengan penentu konsumsi pada orang dewasa. Umumnya orang dewasa akan mempertimbangkan harga, nilai gizi, dan atau kemudahan dalam menyiapkan makanan setiap kali melakukan kebiasaan konsumsi pangan. Anak-anak mulai dari anak sekolah dasar sampai pada remaja akhir akan mengkonsumsi makanan yang disukai dan jika tidak suka akan meninggalkannya dan bersisa (Fisher & Birch 1999). Sebaran siswi menurut preferensi terhadap cara pengolahan pangan hewani diketahui bahwa pada siswi yang sudah menstruasi banyak yang memilih digoreng untuk olahan daging, yaitu sebanyak 47.4%. Pilihan disate untuk olahan daging banyak dipilih oleh siswi yang belum menstruasi, yaitu sebanyak 34.2%. Cara pengolahan ikan yang menjadi pilihan pada kedua kelompok siswi yang diteliti yaitu dengan cara dibakar. Sebanyak 50.0% pada siswi yang sudah menstruasi dan 47.4% pada siswi yang belum menstruasi memilih dibakar. Terdapat perbedaan persentase pada kedua kelompok siswi terhadap preferensi cara pengolahan telur. Siswi yang sudah menstruasi memiliki persentase tertinggi pada cara pengolahan telur dengan didadar, yaitu 42.1%. Cara pengolahan telur dengan diceplok banyak dipilih oleh siswi yang belum menstruasi. Nilai n dan persentasenya mencapai 13 contoh (34.2%). Produk susu/olahan susu uang menjadi pilihan terbanyak pada kedua kelompok siswi adalah es krim. Masing-masing contoh memiliki persentase secara berturut-turut sebesar 39.5% dan 36.8%.
61
Berikut ini adalah Tabel 28 yang menyajikan sebaran siswi menurut preferensi terhadap cara pengolahan pangan hewani. Tabel 28 Sebaran siswi menurut preferensi terhadap cara pengolahan pangan hewani Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Variabel n (38) % (100) n (38) % (100) Daging dibakar digoreng dipanggang disate suka semua Ikan dibakar digoreng dipepes dipresto suka semua Telur dibalado diceplok didadar direbus suka semua Susu/Olahan Susu
5 18 9 5 1
13.2 47.4 23.6 13.2 2.6
6 9 10 13 0
15.8 23.7 26.3 34.2 0.0
19 13 2 4 0
50.0 34.2 5.3 10.5 0.0
18 13 3 4 0
47.4 34.2 7.9 10.5 0.0
7 16 11 3 1
18.4 42.1 29.0 7.9 2.6
7 13 15 3 0
18.4 34.2 39.5 7.9 0.0
14 2 12 10 0
36.8 5.3 31.6 26.3 0.0
19 4 1
50.0 10.5 2.6
14
36.8
es krim keju
15 39.5 4 10.5 9 23.7 susu yoghurt 9 23.7 1 2.6 suka semua Alasan Mengonsumsi Jajanan Sumber Pangan Hewani 13 34.2 enak lapar 5 13.2 1 2.6 murah suka
19
50.0
Anak dan remaja merupakan individu yang tidak jauh dari konsumsi pangan jajanan. Pangan jajanan dapat dengan mudah diperoleh dan ditemui di pasar, terminal bis, pinggir-pinggir jalan, baik yang telah menempati kios-kios maupun yang masih menggunakan gerobak dan berpindah tempat. Para penjaja makanan jajanan akan cenderung banyak berkumpul di dekat pasar. jalur perdagangan, halaman kantor atau halaman sekolah (Sibarani 1985). Variabel lainnya yang juga diteliti yaitu alasan siswi mengonsumsi jajanan sumber pangan hewani. Siswi diberikan empat pilihan jawaban alasan dalam mengonsumsi
62
jajanan sumber pangan hewani. Berdasarkan Tabel 28 di atas dapat dilihat bahwa pada kedua kelompok siswi terdapat perbedaan alasan dalam mengonsumsi jajanan sumber pangan hewani. Siswi yang sudah menstruasi memilih alasan “Suka” terhadap jajanan sumber pangan hewani sehingga siswi mengkonsumsi pangan jajanan tersebut. Nilai persentase untuk pilihan “Suka” pada siswi yang sudah menstruasi yaitu 50.0%. Rasa yang enak menjadi pilihan alasan terbanyak pada siswi yang belum menstruasi mengonsumsi jajanan sumber pangan hewani, yaitu sebanyak 50.0%.
Waktu Pubertas Siswi Masa remaja sering juga disebut sebagai masa pubertas. Menurut Monks (2002), pubertas berasal dari kata puber yaitu pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan. yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Pubertas menurut Root dalam Hurlock (2004) merupakan suatu tahap dalam perkembangan yang ditandai dengan kematangan alat–alat seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi. Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi matang adalah datangnya menstruasi (Hurlock 2004). Menarche adalah perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita, biasanya terjadi pada umur 11-13 tahun (Wiknjosastro 2005). Menurut Parwieningrum (2008), awal masa puber berkisar antara usia 11–12 tahun (perempuan) dan berakhir sekitar usia 17–18 tahun. Batasan umur ini tidak mutlak karena kondisi setiap individu tidak sama, yang antara lain dipengaruhi oleh gizi dan lingkungan keluarga. Namun kini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda yang disebut menarche dini (Wiknjosastro 2005), yaitu antara 10-11 tahun (Must 2005). Sebagian besar siswi mengalami menstruasi pertama kali pada umur 9-11 tahun dengan nilai n=32 (84.2%) sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswi mengalami menarche dini. Menurut Halim (2008), dampak yang dapat ditimbulkan dari menarche dini antara lain terhambatnya pertumbuhan, stres emosional dan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara serta meningkatnya penyakit menular seksual (PMS) dan kehamilan yang tidak disengaja (Martaadisoebrata 2005). Reaksi yang diberikan saat menstruasi pertama kali bermacam-macam, seperti biasa saja, senang, takut, dan terkejut. Kurangnya persiapan untuk
63
menghadapi masa puber dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi anak. Anak puber tidak diberitahu atau secara psikologis tidak dipersiapkan tentang perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada masa puber, pengalaman akan perubahan itu dapat merupakan pengalaman traumatis (Hurlock 2004). Reaksi siswi yang paling banyak diberikan adalah biasa saja dan terkejut. Nilai persentase pada kedua reaksi tersebut sama yaitu 42.1%. Lama menstruasi berlangsung pada sebagian besar siswi yaitu selama 48 hari dengan persentase 89.5%. Terdapat siswi yang mengalami nyeri selama menstruasi sebanyak 53.8%. Namun, hanya 4 siswi (10.5%) dari 21 siswi yang mengonsumsi jamu/minuman pereda nyeri selama menstruasi. Selain perubahan primer yang terjadi, perubahan sekunder juga terjadi pada remaja puteri selama pubertas. Perubahan sekunder yang terjadi yaitu membesarnya payudara. Umur saat pertama kali payudara membesar pada siswi sebagian besar terjadi pada umur 9-11 tahun (97.4%). Rambut mulai tumbuh di bagian ketiak sebagian besar juga sudah dialami oleh siswi dengan persentase 81.6%. Perubahan psikologis yang terjadi pada masa pubertas yang mengiringi perubahan sekunder yaitu adanya ketertarikan dengan lawan jenis. Remaja yang sedang puber memiliki ciri-ciri tingkah laku seperti tertarik pada lawan jenis dan ingin menjalin hubungan yang lebih dekat pada lawan jenisnya (Parwieningrum 2008). Sebagian besar siswi mengakui bahwa pada kisaran umur 9-11 tahun (79.0%) mulai tertarik pada lawan jenis (laki-laki). Adanya perubahan hormon menyebabkan perubahan fisik pada remaja. Menurut Sarwono (2009), pada perempuan terjadi perubahan pada lengan dan tungkai kaki yang bertambah panjang, pertumbuhan payudara, tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan vagina, panggul mulai melebar, tangan dan kaki bertambah besar, tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, vagina mengeluarkan cairan; keringat bertambah banyak, kulit dan rambut mulai berminyak, pantat bertambah lebih besar. Kulit yang mulai berminyak dapat menimbulkan jerawat. Sebagian besar siswi menyatakan bahwa pada kisaran umur 9-11 tahun mulai muncul jerawat (84.2%). Sebanyak n=30 (78.9%) siswi mengalami keputihan, yaitu cairan kental yang keluar dari vagina. Umur siswi mulai mengalami keputihan pada kisaran 9-11 tahun dengan persentase 73.7%. Hal ini sebagaimana yang telah diuraikan oleh Sarwono (2009) di atas. Tabel di bawah ini menyajikan sebaran siswi menurut waktu pubertas.
64
Tabel 29 Sebaran siswi menurut waktu pubertas Variabel n (38) % (100) Umur Pertama Kali Menstruasi < 9 tahun 1 2.6 37 97.4 9-11 tahun Reaksi Saat Menstruasi Pertama Kali Biasa saja 16 42.1 Senang 1 2.6 Takut 5 13.2 16 42.1 Terkejut Lama Menstruasi ≤ 3hari 3 7.9 4-8 hari 34 89.5 9-15 hari 1 2.6 0 0.0 > 15 hari Nyeri Saat Menstruasi 21 53.8 Ya Tidak 18 46.2 Konsumsi Jamu/Minuman Pereda Nyeri Ya 4 10.5 Tidak 34 89.5 Umur Saat Pertama Kali Payudara Membesar < 9 tahun 1 2.6 9-11 tahun 37 97.4 > 11 tahun 0 0.0 Tumbuh Rambut di Ketiak 31 81.6 Sudah Belum 7 18.4 Umur Mulai Tertarik pada Laki-laki < 9 tahun 4 10.5 9-11 tahun 30 79.0 > 11 tahun 0 0 belum pernah 4 10.5 Umur Saat Mulai Muncul Jerawat < 9 tahun 0 0 9-11 tahun 32 84.2 > 11 tahun 0 0.0 tidak pernah 6 15.8 Mengalami Keputihan Ya 30 78.9 Tidak 8 21.1 Umur Mulai Mengalami Keputihan < 9 tahun 1 2.6 9-11 tahun 28 73.7 > 11 tahun 0 0.0 9 23.7 belum pernah
65
Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Frekuensi konsumsi pangan hewani pada kedua kelompok siswi dilakukan dengan menanyakan 20 jenis pangan hewani yang umumnya sering dikonsumsi siswi. Terdapat 5 dari 20 jenis pangan hewani pada masing-masing kelompok siswi yang memiliki tingkat frekuensi konsumsi paling tinggi. Semua jenis pangan hewani yang dikonsumsi dikonversi ke dalam minggu. Jenis pangan hewani yang memiliki frekuensi konsumsi pangan hewani tertinggi pada siswi yang sudah menstruasi, yaitu ayam, sosis daging, telur, chicken nugget (kaki naga), dan susu. Berikut ini disajikan tabel kelima jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi siswi. Tabel 30 Frekuensi konsumsi pangan hewani siswi yang sudah menstruasi Rata-rata Frekuensi ± Pangan Waktu n % SD(kali) 3.7 ± 2.3 ayam mingguan 37 97.4 3.4 ± 2.8 sosis daging mingguan 32 84.2 mingguan 34 89.5 3.6 ± 2.6 telur chicken nugget susu
mingguan mingguan
32
84.2
37
97.4
3.7 ± 2.6 9.8 ± 7.0
Berdasarkan Tabel 30 diketahui bahwa frekuensi pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah susu dengan rata-rata frekuensi konsumsi 9.8 ± 7.0 kali/minggu. Hal ini diduga karena susu memiliki pilihan rasa yang bervariasi
dengan kemasan yang variatif dan praktis sehingga sebagian besar siswi memilih konsumsi susu sebagai sumber pangan hewani lebih banyak dibandingkan sumber pangan hewani lainnya. Ayam dan susu menjadi pilihan pangan yang paling sering dikonsumsi oleh siswi. Terlihat dari persentase konsumsi ayam dan susu yang tinggi, yaitu 97.4%. Jenis pangan hewani yang memiliki frekuensi konsumsi pangan hewani tertinggi pada siswi yang belum menstruasi, yaitu sosis daging, telur, susu, es krim, dan yoghurt. Frekuensi pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah susu dengan rata-rata frekuensi konsumsi 13.3 ± 8.4 kali/minggu. Alasan yang sama dengan frekuensi pangan hewani pada siswi yang sudah menstruasi, diduga karena susu memiliki pilihan rasa yang bervariasi dengan kemasan yang variatif dan praktis sehingga sebagian besar siswi memilih konsumsi susu sebagai sumber pangan hewani lebih banyak dibandingkan sumber pangan hewani lainnya. Telur menjadi bahan pangan yang paling sering dikonsumsi oleh siswi dengan persentase 100%. Berikut ini disajikan Tabel 31.
66
Tabel 31 Frekuensi konsumsi pangan hewani siswi yang belum menstruasi Rata-rata Frekuensi ± Pangan Waktu n % SD(kali) sosis daging 3.6 ± 2.8 mingguan 32 84.2 telur 4.6 ± 2.2 mingguan 38 100.0 susu mingguan 13.3 ± 8.4 35 92.1 es krim mingguan 37 97.4 3.5 ± 2.0 yoghurt mingguan 28 73.7 2.9 ± 2.4
Tingkat Kecukupan Gizi Siswi Tingkat kecukupan gizi (TKG) siswi dihitung dari konsumsi harian siswi yang diperoleh berdasarkan hasil Food Recall 48 jam. Sebelum menentukan tingkat kecukupan gizi siswi terlebih dahulu menghitung konsumsi zat gizi siswi. Setelah konsumsi zat gizi dihitung kemudian angka kecukupan zat gizi (AKG) dapat dihitung pula dengan rumus: AKG = ∑
BBi BBj
x Zat gizi yang dianjurkan
Keterangan: BBi
= berat badan contoh
BBj
= berat badan standar Nilai AKG yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung TKG.
Rumus yang digunakan untuk menghitung TKG yaitu: TKG = ∑
Konsumsi zat gizi AKG
x 100
Rata-rata konsumsi energi pada siswi yang sudah menstruasi lebih tinggi (1420 kkal) dibandingkan dengan rata-rata konsumsi energi pada siswi yang belum menstruasi (1356 kkal). Namun pada rata-rata konsumsi protein siswi yang sudah menstruasi lebih rendah (40.6 gram) dibandingkan dengan rata-rata konsumsi protein pada siswi yang belum menstruasi (45.6 gram). Hal ini diduga pada siswi yang belum menstruasi mendapatkan kontribusi protein tidak hanya berasal dari pangan hewani namun juga berasal dari pangan nabati yang lebih tinggi. Tabel 32 Konsumsi zat gizi dan angka kecukupan zat gizi siswi Energi Protein Kalsium Besi Vit. A (kkal) (g) (mg) (mg) (RE) Konsumsi Zat Gizi menstruasi 1420 40.6 1378.9 10.1 810.1 belum menstruasi 1356 45.5 1192.0 9.8 871.5 Angka Kecukupan Zat Gizi 2382 66.8 867.6 17.4 621.8 menstruasi belum menstruasi 2091 59.4 770.5 15.4 550.4
Vit. C (mg) 40.0 42.2 62.4 55.4
67
Angka kecukupan untuk semua zat gizi pada tabel di atas yang mempunyai nilai lebih tinggi yaitu pada siswi yang sudah menstruasi sedangkan untuk tingkat kecukupan sebagian besar zat gizi yang mempunyai nilai lebih tinggi yaitu pada siswi yang belum menstruasi. Perbedaan hasil ini diduga karena adanya faktor berat badan pada kedua kelompok siswi saat menghitung AKG, sehingga nilai AKG pada siswi yang sudah menstruasi lebih tinggi dibandingkan dengan siswi yang belum menstruasi. Faktor angka kecukupan zat gizi yang lebih tinggi pada siswi yang sudah menstruasi saat menghitung TKG (angka kecukupan zat gizi sebagai unsur pembagi) menyebabkan nilai TKG pada siswi yang belum menstruasi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TKG pada siswi yang sudah menstruasi. Berdasarkan Tabel 33 diketahui bahwa persentase tertinggi untuk tingkat kecukupan gizi siswi berada pada kelompok siswi yang belum menstruasi. Tabel 33 Tingkat kecukupan gizi pada siswi Energi Protein Kalsium Besi (%) (%) (%) (%) menstruasi 63 63.9 5.6 61.3 belum menstruasi 69 80.1 6.8 67.3
Vit. A (%) 134.0 168.1
Vit. C (%) 71.6 78.2
Uji beda pada penelitian ini juga dilakukan untuk melihat perbedaan konsumsi zat gizi, angka kecukupan gizi, dan tingkat kecukupan gizi kedua kelompok siswi. Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada semua variabel tersebut. Artinya, siswi yang sudah menstruasi dan siswi yang belum menstruasi memiliki persamaan pada semua variabel yang diuji (p > 0.025). Kontribusi Zat Gizi Pangan Hewani Selain menghitung konsumsi zat gizi, AKG, dan TKG yang berasal dari seluruh pangan yang dikonsumsi oleh kedua kelompok siswi, kontribusi zat gizi pangan hewani yang dikonsumsi oleh kedua kelompok siswi juga diperhitungkan. Hasil perhitungan dimaksudkan untuk melihat banyaknya zat gizi yang dikonsumsi oleh siswi khusunya pada pangan hewani. Berikut ini merupakan Tabel 34 yang menyajikan hasil perhitungan kontribusi zat gizi pangan hewani pada kedua kelompok siswi. Tabel 34 Kontribusi zat gizi pangan hewani pada siswi Energi Protein Kalsium Besi Vit. A (kkal) (g) (mg) (mg) (RE) menstruasi 463 25.3 1307.9 4.2 210.2 715 47.5 672.2 6.1 211.9 belum menstruasi
Vit. C (mg) 15.4 19.1
68
Berdasarkan di atas dapat diketahui rata-rata kontribusi konsumsi zat gizi pangan hewani tertinggi pada siswi yang sudah menstruasi yaitu kalsium (94.9%). Rata-rata kontribusi konsumsi energi dan protein pangan hewani pada siswi yang sudah menstruasi lebih rendah (E= 32.6%, P= 63.3%) dibandingkan dengan rata-rata kontribusi konsumsi energi dan protein pangan hewani pada siswi yang belum menstruasi (E= 52.7%, P= 104.2%). Perbedaan ini diduga saat dilakukan recall konsumsi selama dua hari sebelum wawancara, siswi yang belum menstruasi kemungkinan mengonsumsi pangan hewani dalam kuantitas yang tinggi dibandingkan dengan siswi yang sudah menstruasi. Tingkat kecukupan zat gizi asal pangan hewani pada siswi ditunjukkan pada Tabel 35. TKG asal pangan hewani pada siswi yang sudah menstruasi lebih rendah dibandingkan dengan TKG pada siswi yang belum menstruasi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai TKG pada energi dan protein kedua kelompok. Menurut Sukandar (2007), kebutuhan zat gizi individu dapat diketahui dari tingkat kecukupan energi dan proteinnya. Dapat diduga bahwa pada siswi yang sudah menstruasi konsumsi pangan hewani selama recall 48 jam memiliki kuantitas yang rendah jika dibandingkan dengan konsumsi pangan hewani pada siswi yang belum menstruasi sehingga berdampak pada tingkat kecukupan gizinya. Tabel 35 Tingkat kecukupan zat gizi pangan hewani pada siswi
menstruasi belum menstruasi
Energi (%) 21 37
Protein (%) 40.1 85.9
Kalsium (%) 150.1 97.5
Besi (%) 26.1 41.8
Vit. A (%) 36.5 40.5
Vit. C (%) 30.3 36.6
Hubungan Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Siswi dengan Berbagai Variabel Berdasarkan hasil penelitian terdapat lima jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh kedua kelompok siswi. Kelima jenis pangan hewani yang sering dikonsumsi oleh siswi yang sudah mengalami menstruasi yaitu ayam, sosis daging, telur, chicken nugget (kaki naga), dan susu. Pangan hewani yang memiliki frekuensi konsumsi tinggi pada siswi yang belum menstruasi yaitu sosis daging, telur, susu, es krim, dan yoghurt. Selanjutnya dilakukan uji hubungan kelima pangan hewani tersebut terhadap beberapa variabel yang diduga memiliki hubungan dengan frekuensi konsumsi pangan hewani tersebut pada kedua kelompok siswi.
69
Tabel 36 Hubungan frekuensi konsumsi pangan hewani dengan berbagai variabel pada siswi Frekuensi Konsumsi Susu Belum Menstruasi Variabel Sudah Menstruasi r p r p 0.339* 0.037 0.038 0.820 Uang Saku Frekuensi Konsumsi Sosis Daging Belum Menstruasi Sudah Menstruasi r p r p -0.372* 0.022 Umur Pertama Menstruasi *Signifikan pada tingkat 0.05 (2-tailed)
Berdasarkan Tabel 36 di atas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi susu dengan besarnya uang saku pada siswi yang sudah menstruasi (p= 0.037). Hubungan yang ditunjukkan antara kedua variabel tersebut bernilai positif dengan nilai korelasi sebesar 0.339. Hal tersebut artinya semakin tinggi uang saku siswi maka kemampuan untuk membeli dan menyediakan susu untuk dikonsumsi semakin tinggi pula. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi pangan hewani yang lainnya dengan uang saku siswi. Hubungan yang tidak signifikan juga ditunjukkan oleh hubungan antara frekuensi konsumsi kelima pangan hewani dan uang saku pada siswi yang belum menstruasi (p > 0.05). Berdasarkan hasil uji korelasi terhadap FFQ dan umur saat pertama menstruasi pada siswi yang sudah menstruasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan signifikan tersebut hanya ditunjukkan pada konsumsi sosis daging (p= 0.022). Nilai korelasi antara kedua variabel tersebut negatif dengan nilai 0.372. Hal ini berarti semakin tinggi frekuensi konsumsi sosis daging maka semakin rendah umur siswi saat pertama kali menstruasi dengan kata lain frekuensi konsumsi sosis daging yang tinggi dapat mempercepat datangnya menstruasi. Frekuensi konsumsi susu yang tinggi pada siswi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kecepatan menstruasi siswi. Hal ini diduga karena susu memiliki kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan sosis daging dalam 100 gram bahan pangan sehingga uji hubungan menunjukkan sosis daging mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecepatan menstruasi siswi. Berikut ini disajikan tabel kandungan zat gizi pada susu dan sosis daging dalam 100 gram bahan pangan. Günther et al. (2010) melalui penelitiannya yang berjudul Dietary Protein Intake throughout Childhood is Associated with the Timing of Puberty, menunjukkan bahwa asupan protein (hewani dan nabati) yang tinggi pada anak
70
akan mempercepat waktu datangnya pubertas. Berbeda dengan Günther et al. (2010), asupan protein pada penelitian ini berasal dari pangan hewani saja. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa konsumsi protein yang berasal dari pangan hewani (sosis daging) dapat mempercepat datangnya pubertas pada siswi. Hubungan yang tidak signifikan pada penelitian ini ditunjukkan oleh keempat pangan hewani lainnya, yaitu ayam (p= 0.219), telur (p= 0.556), chicken nugget (p= 0.396), dan susu (p=0.949). Tabel 37 Kandungan zat gizi pada susu dan sosis daging (100 gram) Komposisi Susu Sosis Daging Energi (kkal) 61 452 Protein (g) 3.2 14.5 Lemak (g) 3.5 42.3 Karbohidrat (g) 4.3 2.3 Kalsium (mg) 143 28 Vitamin C (mg) 1 0 Fasfor (mg) 60 61 Besi (mg) 1.7 1.1 Vitamin A (RE) 45 0 Vitamin B (mg) 0 0.1 Sumber: DKBM 2010
Gizi mempengaruhi kematangan seksual pada remaja puteri yang mendapat menstruasi pertama lebih dini. Pemenuhan gizi yang baik pada anak akan berdampak pada perkembangan pubertal di masa remaja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Buyken et al. (2009) bahwa komposisi tubuh prepubertas pada anak laki-laki dan perempuan yang sehat mempunyai efek terhadap kemajuan perkembangan pubertas. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi telur (p= 0.010) pada siswi yang sudah menstruasi sedangkan pada siswi yang belum menstruasi tidak menunjukkan hubungan antara variabel tersebut. Semakin baik pengetahuan gizi siswi yang sudah menstruasi maka frekuensi konsumsi telur siswi tersebut semakin rendah. Hal ini diduga kepemilikan alat elektronik pada siswi yang sudah menstruasi lebih tinggi sehingga kemungkinan lebih banyak terpapar informasi mengenai manfaat pangan hewani lainnya selain telur seperti media iklan pada televisi yang lebih banyak mengiklankan produk susu, es krim, nugget, dan sosis daging. Berikut ini disajikan tabel yang menunjukkan hubungan antara pengetahuan gizi dan frekuensi konsumsi telur pada siswi yang sudah menstruasi. Hubungan antara frekuensi konsumsi pangan hewani (FFQ) dengan TB/U dan IMT/U menunjukkan hubungan yang tidak signifikan baik pada siswi yang sudah menstruasi maupun pada siswi yang belum menstruasi (p > 0.05). Hasil
71
uji korelasi Pearson dan Spearman terhadap FFQ dan seluruh variabel karakteristik keluarga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan pada kedua kelompok siswi. Artinya tidak terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi pangan hewani dengan karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga pada penelitian ini meliputi umur orang tua, pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan orang tua, serta kepemilikan kendaraan pribadi dan alat elektronik. Tabel 38 Hubungan pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi telur pada siswi yang sudah menstruasi Pengetahuan Gizi Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani r p -0.412* 0.010 Telur *Signifikan pada tingkat 0.05 (2-tailed)
Hasil uji korelasi Pearson pada penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara umur saat pertama kali menstruasi dengan status gizi (TB/U; r= 0.045, p= 0.788 dan IMT/U; r= 0.308, p= 0.060) serta konsumsi zat gizi (energi, p= 0.993 dan protein, p= 0.889) dan TKG (energi; r= -0.020, p= 0.905 dan protein; r= -0.032, p= 0.847). Artinya bahwa waktu pubertas remaja puteri tidak berhubungan dengan status gizi. Adanya faktor lain yang mempengaruhi menstruasi dini pada siswi selain status gizi yaitu faktor genetik. Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Sunarto dan Mayasari (2010), pada ibu yang memulai periode manstruasi lebih awal, maka anak-anak mereka juga akan memulai periode menstruasi tersebut lebih awal pula. Berikut ini adalah Tabel 39 yang menyajikan gambaran tentang hubungan umur pertama pubertas dengan berbagai variabel. Tabel 39 Hubungan umur pertama menstruasi siswi pada siswi menstruasi yang sudah menstruasi dengan berbagai variabel Umur Pertama Menstruasi Variabel r p Status Gizi - TB/U 0.045 0.788 - IMT/U 0.308 0.060 Konsumsi Zat Gizi - Energi -0.002 0.993 - Protein -0.023 0.889 TKG - Energi -0.020 0.905 - Protein -0.032 0.847
Selain faktor genetik, faktor lain yang juga mempengaruhi menstruasi adalah lingkungan. Menurut Smart (2008), semakin banyaknya media yang mempertontonkan materi pornografi semakin mempercepat kematangan seksual seorang gadis. Berbeda dengan hasil penelitian Smart (2008), terjadinya
72
menstruasi bukan hanya bergantung pada faktor lingkungan, tapi juga banyak faktor lain yang bersifat internal yang tidak dapat dikaji secara langsung, misalnya faktor hormon (Sunarto&Mayasari 2010). Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson dapat diketahui bahwa pada kelompok siswi yang sudah menstruasi dan yang belum menstruasi tidak terdapat hubungan yang nyata antara status gizi (TB/U dan IMT/U) dengan tingkat kecukupan gizi. Nilai signifikansi yang diperoleh yaitu p > 0.05 untuk semua hubungan variabel. Berikut ini merupakan Tabel 40 yang menyajikan hasil perhitungan konsumsi zat gizi dan tingkat kecukupan gizi dari pangan hewani yang dihubungkan dengan status gizi siswi. Tabel 40 Hubungan status gizi siswi dengan konsumsi dan zat gizi asal pangan hewani Status Gizi Sudah Menstruasi Belum Menstruasi Variabel IMT/U TB/U IMT/U TB/U r p r p r p r p Konsumsi Zat Gizi - Energi
0.003
0.985
0.003
0.985
-0.198
0.233
0.245
0.138
- Protein
0.032
0.850
0.032
0.850
-0.188
0.257
0.061
0.211
- Energi
-0.046
-0.056
-0.046
0.784
0.196
0.239
0.173
0.299
- Protein
0.784
0.737
-0.056
0.737
0.111
0.507
0.245
0.138
TKG
*Signifikan pada tingkat 0.05 (2-tailed)