25
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum TK TKA Plus Ihsan Mulya merupakan taman kanak-kanak Al-Quran yang berdiri pada tahun 2002.
Sekolah ini terletak di Jl. Raya Al-Falah No.9,
Kelurahan Harapan Jaya. Cibinong. Jumlah seluruh siswa di TKA Plus Ihsan Mulya sebanyak 87 siswa.
Siswa yang menjadi contoh dalam penelitian ini
berjumlah 32 siswa, yaitu kelas A terdiri dari 7 siswa, kelas B1 terdiri dari 12 siswa, serta kelas B2 terdiri dari 13 siswa. Jumlah guru di TKA Plus Ihsan Mulya berjumlah 6 orang. Kegiatan belajar mengajar dilmulai pukul 8.30 hingga 10.30.
Kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan hari senin hingga kamis untuk kelas A, sedangkan kelas B dilaksanakan hari senin hingga jumat. Sarana dan prasarana yang terdapat di TKA Plus Ihsan Mulya cukup memadai.
Sarana yang terdapat di TKA Plus Ihsan Mulya terdiri dari taman
bermain dan tiga ruang kelas yang digunakan untuk
kelas A, B1 dan B2.
Fasilitas yang terdapat di setiap ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, 1 buah meja guru, 2 buah kursi guru, 1 buah papan tulis, dan 1 buah jam dinding. Dinding kelas dihiasi oleh lukisan hasil karya siswa. Jumlah meja dan kursi yang terdapat disetiap kelas disesuaikan dengan jumlah murid. Karakteristik Contoh Usia Gambar 2 menunjukkan sebaran usia contoh.
Sebagian besar contoh
berusia 5 tahun (47%), dan sisanya berusia 6 tahun (31%) serta 4 tahun (22%). Faktor umur menjadi penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah (Supariasa et al 2002)
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan usia
26
Jenis Kelamin Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan (53%) dan sisanya adalah laki-laki (47%) seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Jenis kelamin adalah salah satu
faktor penentu kebutuhan dan pengeluaran energi contoh.
Kebutuhan energi
seorang sehari ditaksir dari angka metabolisme basal (AMB), aktivitas fisik, dan pengaruh dinamika khusus makanan.
AMB dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin, berat badan dan tinggi badan (Almatsier 2003).
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Berat Badan Berdasarkan Tabel 7, rata-rata berat badan contoh laki-laki dan perempuan berada diatas berat badan ideal.
Rata-rata berat badan contoh
perempuan lebih besar dibandingkan contoh laki-laki.
Rata-rata berat badan
contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah laki-laki sebesar 17,7 kg dan perempuan sebesar 20,1 kg.
Rata-rata berat badan contoh kelompok usia 5-6
tahun adalah laki-laki sebesar 19,9 kg dan perempuan sebesar 21,4 kg. Berdasarkan kelompok usia, berat badan contoh laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia maka berat badan juga semakin besar. Tabel 7 Rata-rata berat badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin Usia
Berat Badan (rata-rata±SD)
Berat Badan Ideal
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
4-<5 tahun
17,7 ± 0
20,1 ± 7,5
17,6
16,7
5-6 tahun
19,9 ± 4,0
21,4 ± 4,5
19,7
18,6
27
Berat badan yang besar akan mempunyai AMB yang lebih tinggi dibandingkan berat badan yang kecil. Berat badan sangat berpengaruh terhadap angka metabolisme basal. Berat badan dapat menggambarkan komposisi tubuh. Pada masa bayi dan balita, berat badan digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi (Almatsier 2003). Tinggi Badan Tabel 8 menunjukkan rata-rata tinggi badan contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Rata-rata tinggi badan contoh baik laki-laki maupun perempuan berada diatas tinggi badan ideal, namun pada kelompok usia 4-<5 tahun berada dibawah tinggi badan ideal.
Rata-rata tinggi badan
contoh kelompok usia 4-<5 tahun adalah laki-laki sebesar 105,5 cm dan perempuan sebesar 105 cm.
Rata-rata tinggi badan contoh kelompok usia 5-6
tahun adalah laki-laki sebesar 113,3 cm dan perempuan sebesar 111,6 cm. Semakin bertambahnya usia, maka tinggi badan juga meningkat. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan usia (Supariasa et al 2002). Tabel 8 Rata-rata tinggi badan contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin Usia
Tinggi Badan (rata-rata±SD)
Tinggi Badan Ideal
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
4-<5 tahun
105,5 ± 0
105,0 ± 6,5
106.2
104.8
5-6 tahun
113,3 ± 4,8
111,6 ± 3,9
113.1
111.5
Tinggi badan dapat menggambarkan status gizi seseorang. Tinggi badan pada dasarnya merupakan hasil pengukuran terhadap jaringan tulang tubuh. Tinggi badan merupakan gabungan dari pengukuran komponen-komponen tubuh seperti kaki, pelvis, punggung, dan kepala. Tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama (Jellife & Jellife 1989). Karakteristik Keluarga Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua contoh dapat dilihat pada Tabel 9.
Rata-rata
pendidikan ayah contoh adalah akademi/S1 sebesar 43,8 %, sedangkan rata-
28
rata pendidikan ibu contoh adalah SMA sebesar 53%.
Berdasarkan Tabel 8
dapat diketahui bahwa pendidikan tertinggi ayah contoh adalah S2/S3 (3,1%) dan pendidikan tertinggi ibu contoh adalah akademi/S1 (15,6%).
Pendidikan
terendah baik ayah maupun ibu contoh adalah SD (masing-masing 3,1% dan 6,3%). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua n
Ayah %
n
%
SD
1
3.1
2
6.3
SMP
4
12.5
8
25.0
SMA
12
37.5
17
53.1
Akademi/S1
14
43.8
5
15.6
S2/S3
1
3.1
0
0.0
Total
32
100
32
100
Pendidikan
Tingkat pendidikan orangtua
Ibu
merupakan salah
satu
faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Pekerjaan Orangtua Tabel 10 menunjukkan sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta (50%), sedangkan lainnya bekerja sebagai pegawai PNS (18,8%), wiraswasta (31,3%) dan tidak ada ayah contoh yang tidak bekerja. Sebagian besar ibu contoh merupakan ibu rumah tangga (59,4%) dan lainnya bekerja sebagai swasta (3,1%), wiraswasta (15,6%) dan PNS (21,9%). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Jenis pekerjaan
Ayah
Ibu
n
%
n
%
6
18.8
7
21.9
Swasta
16
50.0
1
3.1
wiraswasta
10
31.3
5
15.6
Tidak bekerja/ibu rumah tangga
0
0.0
19
59.4
Total
32
100
32
100
PNS
29
Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat dipastikan (Khomsan 2007). Besar Keluarga Tabel 11 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Sebagian besar keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil (81,3%). Konsumsi pangan dalam suatu keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga. Semakin besar suatu keluarga, maka pangan yang untuk setiap anak berkurang. Keluarga akan lebih mudah memenuhi kebutuhan akan makanannya jika jumlah anggota keluarga yang harus diberi makan lebih sedikit (Suhardjo 2003). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Kecil (≤ 4 orang)
n 26
% 81.3
Sedang (5-6 orang)
5
15.6
Besar (≥ 7 orang)
1
3.1
32
100
Total
Tingkat Pendapatan Keluarga Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar pendapatan keluarga per kapita per bulan.
Sebagian besar pendapatan keluarga contoh
berada pada kategori Rp360.000 – Rp650.000/kapita/bulan (59,4%). Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 582.991/kapita/bulan. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan Besar Pendapatan (Rp/kapita/bulan) ≤ Rp 350.000
n 5
% 15.6
Rp 360.000 - Rp 650.000
19
59.4
> Rp 660.000
8
25
Total
32
100
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang menunjukkan status sosial ekonomi keluarga. Tingkat pendapatan berkaitan dengan konsumsi
30
pangan dalam suatu keluarga.
Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik,
jumlah dan jenis makanan cenderung membaik pula (Sukandar 2007). Tabel 13 menunjukkan sebagian besar contoh berada pada kategori rumah tangga tidak miskin (90,6%) jika dibandingkan dengan garis kemiskinan di Kabupaten Bogor. Namun, masih terdapat contoh yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin yaitu sebesar 9,4%.
Pendapatan per kapita per bulan
menunjukkan garis kemiskinan penduduk di suatu wilayah. Garis kemiskinan di Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp 293.015 (BPS 2011). Tabel 13 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori kemiskinan Kategori Kemiskinan
n
%
3
9.4
Rumah tangga tidak miskin (> Rp 293.015)
29
90.6
Total
32
100
Rumah tangga miskin (≤ Rp 293.015)
Konsep dasar
garis kemiskinan ditetapkan berdasarkan
besarnya
pengeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seseorang agar dapat hidup dengan layak. Hal ini menunjukkan jika suatu keluarga berada dibawah garis kemiskinan, maka keluarga tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dari setiap anggota keluarganya. Kemiskinan di tingkat keluarga akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi makanan dan aksesibilitas pelayanan kesehatan (Khomsan 2009). Aktivitas Fisik Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata AMB contoh laki-laki sebesar 977 kkal lebih besar dibanding contoh perempuan yaitu 967 kkal. Hal ini menurut Sizer dan Whitney (2000) dikarenakan komposisi tubuh laki-laki yang lebih didominasi otot dibandingkan perempuan yang lebih banyak jaringan adiposa sehingga mempengaruhi nilai AMB. Semakin banyak jaringan otot yang dimiliki maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk kerja otot. Selain itu, angka metabolisme basal perempuan lebih rendah 5% daripada laki-laki. Tabel 14 Rata-rata angka metabolisme basal (AMB) berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Angka Metabolisme Basal(rata-rata ± SD)
Laki-laki
977 ± 80,7
Perempuan
967 ± 82,4
Total
971 ± 80,5
31
Tabel 15 menunjukkan rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis kegiatan. Sebagian besar kegiatan anak prasekolah dihabiskan untuk tidur, yaitu sebanyak 10,5 jam/hari. Selain itu, rata-rata anak prasekolah juga banyak mengalokasikan
waktu mereka
untuk sekolah,
berjalan dan bersepeda,
menonton televisi, bermain ringan, serta makan dan minum. Kegiatan mandi dan berpakain memiliki alokasi waktu yang paling kecil dibanding kegiatan lainnya, yaitu 1 jam/hari. Tabel 15 Rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis kegiatan Jenis Kegiatan
Rata-rata (Jam/Hari)
Tidur
10.5
Sekolah
3.7
Bemain ringan
1.5
Berjalan,bersepeda
3.0
Makan dan minum
1.3
Mandi, berpakaian
1.0
Menonton tv Total
2.9 24.0
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat aktivitas fisik (PAL) ringan (62,5 %). Adapun contoh yang berada pada kategori tingkat sangat ringan (34,4%) umumnya contoh tersebut memiliki waktu tidur yang lebih banyak, tidak mengikuti aktivitas mengaji dan lebih sering melakukan aktivitas menonton televisi atau melakukan kegiatan bermain ringan. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik (PAL) Tingkat Aktivitas Fisik Sangat ringan (<1,45)
n 11
% 34,4
Ringan (1,45≤PAL≤1,59)
20
62,5
Sedang (1,60≤PAL≤1,89)
1
3,1
Berat (≥1,90)
0
0,0
Total
32
100,0
Min-maks Rata-rata ± SD
1,35-1,60 1,44 ± 0,05
Aktivitas fisik yang sangat ringan pada anak dapat berdampak pada kesehatan dan perkembangan anak.
Usia prasekolah membutuhkan berbagai
aktivitas fisik yang menunjang bagi perkembangan fisik maupun motorik anak. Rendahnya aktivitas fisik dapat beresiko mengalami kegemukan atau obesitas, serta mengalami gangguan kesehatan (Sulistyoningsih 2011).
32
Berdasarkan Tabel 17, pengeluaran energi pada contoh laki-laki lebih besar dibandingkan pengeluaran energi pada contoh perempuan.
Rata-rata
pengeluaran energi contoh laki-laki sebesar 1422 kkal, sedangkan rata-rata pengeluaran energi contoh perempuan sebesar 1372 kkal. Hal ini disebabkan angka metabolisme basal laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan lakilaki cenderung lebih aktif serta lebih banyak melakukan kegiatan berat daripada perempuan sehingga pengeluaran energinya lebih besar pada contoh laki-laki dibandingkan perempuan. Tabel 17 Rata-rata pengeluaran energi contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Pengeluaran Energi (kkal/hari)
Laki-laki
1422 ± 102,7
Perempuan Rata-rata ± SD
1372 ± 142,3 1400 ± 121,2
Besar energi yang dikeluarkan berkaitan dengan kejadian gizi lebih. Energi dari konsumsi pangan yang tidak dibakar dengan aktivitas fisik akan menjadi tumpukan lemak
dalam tubuh. Ada
dua
cara utama tubuh
mengeluarkan energi yaitu metabolisme basal dan aktivitas fisik. Kedua
hal
tersebut merupakan komponen utama dalam pengeluaran energi (Sizer & Whitney 2000). Waktu Menonton Televisi Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar contoh memiliki waktu menonton televisi pada kategori sedang (59,4%).
Berdasarkan hasil
wawancara, diketahui bahwa contoh biasanya menggunakan waktu belajar atau makan mereka dengan dibarengi oleh kegiatan menonton televisi. Waktu yang cukup banyak dihabiskan contoh dalam menonton televisi dikarenakan sebagian besar orang tua tidak membatasi waktu anak untuk menonton televisi sehingga hanya sedikit contoh yang berada pada kategori ringan (25,6%). Tabel 18 Waktu menonton televisi anak dalam sehari Waktu Menonton Televisi Ringan (<2 jam/hari)
n 5
% 15,6
Sedang (≥2 sampai <4 jam per hari)
19
59,4
Berat (≥4 jam per hari).
8
25
Total
32
100
Min-Maks
1,5-4,5
Rata-rata±SD
2,9±0,9
33
Kebanyakan anak menggunakan waktu untuk menonton televisi lebih banyak dibandingkan kegiatan bermain lainnya.
Anak prasekolah
dapat
menghabiskan waktu untuk menonton televisi sebanyak setengah dari waktu kerja orang dewasa selama seminggu. Jumlah waktu untuk menonton televisi bagi anak ditentukan oleh berbagai hal, yaitu peraturan keluarga, tuntutan pekerjaan rumah, jumlah televisi yang dimiliki, dan berapa banyak anggota keluarga yang berbagi waktu menonton televisi (Hurlock 1991). Konsumsi Pangan Anak Usia Prasekolah Pangan yang dikonsumsi digolongkan berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) terdiri dari bahan makanan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, sumber protein nabati, sayuran, buah-buahan, susu, minyak, dan gula. Bahan makanan sumber karbohidrat dan olahannya yang sering dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 19.
Terdapat tiga jenis makanan
yang lebih banyak dikonsumsi contoh, yaitu nasi (100%), roti (31,3%), dan Biskuat Bolu (28,1%).
Rata-rata jumlah makanan sumber karbohidrat yang
dikonsumsi adalah 190,7 g/hari.
Nasi merupakan jenis makanan yang paling
banyak dikonsumsi. Hal ini dikarenakan nasi merupakan salah satu hidangan utama yang dikonsumsi setiap hari. Kebanyakan contoh mengonsumsi makanan ringan komersiil untuk dijadikan bekal sekolah ataupun makanan selingan. Tabel 19 Konsumsi makanan sumber karbohidrat dan olahannya (g/hari) Jenis Makanan Nasi Nasi uduk
n 32 6
% 100.0 18.8
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 159.6 0.8
4
12.5
1.8
Jagung
7
21.9
0.8
Roma Kelapa
2
6.3
5.9
Biskuat
9
28.1
2.3
Slai O'lai
3
9.4
4.8
Biskuat Bolu
4
12.5
5.3
Roti
10
31.3
2.9
Mie instan
12
37.5
0.9
Hello Panda
3
9.4
3.5
Kentang goreng
4
12.5
1.3
Chitato
5
15.6
0.8
Bubur ayam
Total
190.7
*) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
*)
34
Makanan sumber protein hewani dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 20. Jenis sumber protein hewani dan olahannya yang paling sering dikonsumsi contoh, yaitu telur (93,8%), ayam (71,9%), dan nugget (50%). Rata-rata jumlah makanan sumber protein hewai yang dikonsumsi contoh sebesar 89,2 g/hari. Sebagian besar contoh sangat menyukai berbagai hidangan olahan ayam dan Selain dari rasa, alasan contoh sering mengonsumsi kedua pangan
telur.
tersebut adalah mudah didapat dan memiliki harga yang ekonomis. Tabel 20 Konsumsi makanan sumber protein hewani dan olahannya (g/hari) Jenis Makanan
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari)
Sosis
4
12.5
0.6
Nugget
16
50.0
9.8
Bakso
5
15.6
0.6
Ayam
23
71.9
26.9
Telur
30
93.8
45.6
Lele
7
21.9
1.4
Daging sapi
10
31.3
2.6
Ikan mas
7
21.9
1.5
Hati ayam
3
9.4
0.1
Cumi
2
6.3
0.1
Ikan bandeng
2
6.3
*)
0.1 Total 89.2 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Makanan sumber protein nabati dan olahannya yang dikonsumsi oleh contoh terdapat pada Tabel 21.
Golongan bahan makanan sumber protein
nabati cukup jarang dikonsumsi oleh contoh. Jenis sumber protein nabati dan olahannya yang paling dominan dikonsumsi contoh, yaitu kecap (25%) dan tempe (15,6%). Jumlah pangan sumber protein yang dikonsumsi sangat rendah yaitu 2,8 g/hari atau sebesar . Anak usia 4-6 tahun sebaiknya mengonsumsi lauk nabati sebanyak 2,5 satuan penukar dalam satu hari (Sulistyoningsih 2011). Tabel 21 Konsumsi makanan sumber protein nabati dan olahannya (g/hari) Jenis Makanan
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari)
Tahu
3
9.4
0.8
Tempe
5
15.6
1.1
Kecap
8
25.0
1.0
Total
*)
2.8
*) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
35
Berdasarkan hasil wawancara, para orangtua menyatakan jarang sekali anak yang menyukai bahan makanan sumber protein nabati karena rasa dan aroma bahan makanan tersebut kurang menarik meskipun harganya jauh lebih murah dibandingkan bahan makanan sumber protein hewani. Sayuran yang dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 22. Jumlah sayuran yang dikonsumsi contoh masih sangat jauh dari jumlah yang dianjurkan. Rata-rata jumlah sayuran yang dikonsumsi hanya sebesar 3,4 g/hari.
Jenis
sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel (62,5%) dan buncis (43,8%). Rata-rata jumlah sayuran yang dikonsumsi contoh sebesar 17,2 g/hari. Jumlah ini sangat rendah dibandingkan dengan jumlah yang dianjurkan. Anakanak dianjurkan mengonsumsi sayur sebanyak 100 g/hari (Sulistyoningsih 2011). Tabel 22 Konsumsi sayuran (g/hari) Jenis Makanan Bayam
n 6
% 18.8
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 1.8
Caysin
15
46.9
4.0
Wortel
20
62.5
7.4
Buncis
14
43.8
4.1
Total
*)
17.2
*) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa jenis buah yang sering dikonsumsi contoh adalah jeruk (15,6%).
Buah merupakan golongan bahan
makanan yang jarang dikonsumsi contoh. Rata-rata
jumlah
buah
yang
dikonsumsi contohadalah 3,3 g/hari. Anak yang berusia 4-6 tahun dianjurkan untuk mengonsumsi 300 g buah setiap harinya (Sulistyoningsih 2011). Tabel 23 Konsumsi buah (g/hari) Jenis Makanan
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari)
Apel Jeruk
3 5
9.4 15.6
1.3 2.0
Total 3.3 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Jenis makanan golongan minyak yang dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 24.
Sebanyak 93,8% contoh mengonsumsi minyak goreng.
Rata-
rata jumlah minyak yang dikonsumsi contoh yaitu 28,8 g/hari, jumlah tersebut melebihi jumlah yang dianjurkan. Jumlah golongan minyak yang dianjurkan untuk dikonsumsi anak-anak adalah sebanyak 20 g atau 2 sendok makan setiap harinya (Sulistyoningsih 2011).
36
Tabel 24 Konsumsi sumber minyak (g/hari) Jenis Makanan Santan Minyak goreng Mentega
n 4 30 4
*)
% 12.5 93.75 12.5
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 0.2 27.8 0.7 Total 28.8 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
Tabel 25 menunjukkan jenis dan jumlah susu yang dikonsumsi contoh. Susu merupakan golongan bahan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh anak. Berbagai jenis produk susu usia balita dikonsumsi contoh, baik dalam bentuk susu bubuk maupun susu cair dalam kemasan. Jenis susu yang sering dikonsumsi adalah susu bubuk Frisian Flag (31,3%) dan Dancow (25%). Ratarata jumlah konsumsi sumber susu contoh adalah sebesar 58,8 ml/hari dalam bentuk cair dan 62,2 g/hari dalam bentuk padat. Jumlah konsumsi sumber susu tersebut melebihi jumlah yang dianjurkan. Menurut Sulistyoningsih (2011), anak usia 4-6 tahun dianjurkan mengonsumsi susu sebanyak 200 cc susu segar atau 20 g susu bubuk. Olahan susu seperti es krim menjadi salah satu jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak. Tabel 25 Konsumsi sumber susu dan hasil olahannya Jenis Makanan Cair (ml/hari)
n
%
Rata-rata jumlah yang dikonsumsi
Milkuat
6
18.8
2.5
Calpico
2
6.3
0.3
Yakult
4
12.5
0.3
Frisian Flag pack
7
21.9
13.2
Indomilk pack
8
18.8
15.3
Real Good
7
21.9
4.5
Ultra Milk pack
8
18.8
22.8
Total
58.8
Padat (g/hari) Keju
3
9.4
1.2
Es krim
5
15.6
5.5
Biokids
2
6.3
1.3
SGM
4
12.5
3.8
10
31.3
26.1
Bonito Dancow
4 8
12.5 25
3.4 17.6
Bebelac
4
12.5
3.4
Frisian Flag bubuk
*)
Total 62.2 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
37
Konsumsi sumber gula dan hasil olahannya dapat dilihat pada Tabel 26. Jenis gula yang paling sering dikonsumsi adalah gula pasir (53,1%) dan produk permen (12,5%).
Rata-rata jumlah gula yang dikonsumsi contoh adalah 11,1
g/hari. Jumlah gula yang dianjurkan untuk dikonsumsi anak usia 4-9 tahun adalah sebanyak 30 gatau 3 sendok makan per hari. Tabel 26 Konsumsi sumber gula dan hasil olahannya (g/hari) Jenis Makanan Jelly Selai Gula pasir Teh kotak Permen
n % Rata-rata jumlah yang dikonsumsi (g/hari) 2 6.3 0.1 3 9.4 0.0 17 53.1 9.8 1 3.1 0.1 4 12.5 1.1 Total 11.1 *) Hasil pembagian total konsumsi oleh sebanyak n contoh dibagi total contoh (32 anak)
*)
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Tabel 27 diketahui bahwa rata-rata karbohidrat, vitamin C dan zat besi contoh masih lebih rendah dibandingkan kecukupan yang dianjurkan, masing-masing sebesar 1395 kkal,
284,8 g, dan
7,6 g. Tingkat
kecukupan energi dihitung dengan membandingkan antara asupan energi dengan angka kebutuhan (estimated average requirement/EAR). angka kebutuhan energi
diperoleh dari pengeluaran energi.
Penentuan Rata-rata
pengeluaran energi contoh sebesar 1400 kkal menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan dengan AKG. Tingkat kecukupan energi akan lebih tepat jika menggunakan EAR dibandingkan AKG, karena EAR menggunakan angka metabolisme basal berdasarkan kelompok usia, ukuran tubuh (berat badan), dan aktifitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). Tabel 27 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh Zat Gizi (satuan)
Asupan
AKG
Tingkat Kecukupan (%)
Energi (kkal)
1395
1400
99,9
Protein (g)
51,9
32
162,1
Lemak (g)
55,7
25,4
180
Karbohidrat (g)
284,8
290
116,2
Vitamin A (RE)
814,7
400
177,1
Vitamin C (mg)
36,2
45
80,5
Vitamin D (µg)
14,6
5
146,2
Kalsium (µg)
871,1
500
174,2
Zat besi (mg)
7,6
9
84,7
38
Asupan vitamin C dan zat besi yang lebih rendah dibandingkan AKG dikarenakan rendahnya konsumsi contoh akan pangan sumber vitamin C dan zat besi. Rata-rata asupan protein, lemak, vitamin A, vitamin D, dan kalsium yang melebihi AKG. Secara umum asupan zat gizi contoh diperoleh dari konsumsi pangan sehari yang merupakan penjumlahan dari makan pagi, siang, malam, dan makanan selingan. Kebutuhan gizi pada anak harus terpenuhi dengan tepat, sehingga tercapai status gizi yang baik. terhadap masalah gizi.
Usia prasekolah merupakan usia yang rawan
Kekurangan zat gizi pada anak dapat menyebabkan
timbulnya berbagai penyakit dan infeksi.
Jika berlebih dapat menimbulkan
obesitas (Uripi 2003). Tingkat Kecukupan Energi Tabel 28 menunjukkan tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh berada pada kategori normal (59,4%) dan lebih (21,9%). Hal ini menunjukkan konsumsi pangan sumber energi contoh sudah memenuhi kebutuhan. Rata rata contoh mengonsumsi susu dan jajanan seperti biskuit, yang mengandung energi cukup tinggi.
Contoh yang berada pada kategori defisit sedang dan ringan
(9,4%) dipengaruhi oleh nafsu makan yang rendah dan kurangnya kemampuan membeli pangan yang beragam. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Klasifikasi Defisit sedang Defisit ringan Normal
n 3 3 19
% 9.4 9.4 59.4
Lebih
7
21.9
Total
32
100.0
Kebutuhan energi pada anak relatif lebih besar untuk menunjang pertumbuhan yang pesat. Energi diperlukan untuk berbagai proses metabolisme dalam tubuh. Energi yang diperlukan tubuh dapat bersumber dari zat gizi karbohidrat, lemak, dan protein (Uripi 2003). Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat kecukupan protein lebih (81,2%), dan sisanya
39
berada pada kategori defisit ringan (6,2%) serta normal (12,5%).
Hal ini
dikarenakan hampir seluruh contoh mengonsumsi pangan yang tinggi akan kandungan protein dalam jumlah yang banyak terutama susu dan telur. Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein. Klasifikasi Defisit ringan Normal Lebih
n 2 4 26
% 6.2 12.5 81.2
Total
32
100.0
Kekurangan protein pada anak dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak (Sulistyoningsih 2011).
Maksimal asupan protein yang boleh
dikonsumsi adalah dua kali dari AKG.
Kelebihan protein pada anak akan
memberatkan kerja ginjal dan dapat memicu obesitas, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum, dan demam (Almatsier 2003). Tingkat Kecukupan Karbohidrat Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan karbohdrat dapat dilihat pada Tabel 30.
Sebagian besar contoh berada pada tingkat
kecukupan karbohidrat kategori lebih (43,8%).
Konsumsi pangan sumber
karbohidrat yang berlebih dapat menimbulkan kegemukan dan memicu timbulnya diabetes mellitus (Hartono 2006). Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan karbohidrat Klasifikasi
n
%
Defisit berat
4
12.5
Defisit sedang
4
12.5
Normal
10
31.2
Lebih
14
43.8
Total
32
100.0
Tingkat Kecukupan Lemak Bedasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan lemak sebagian besar contoh berada pada kategori lebih (87,5%) dan sisanya termasuk dalam kategori normal (12,5%).
Hal ini disebabkan sebagian besar contoh
mengonsumsi bahan pangan yang mengandung lemak dalam jumlah besar
40
seperti susu, minyak dan pangan hewani.
Susu yang dikonsumsi contoh
merupakan susu full cream dengan kandungan lemak yang tinggi.
Sebagian
besar contoh mengonsumsi pangan hewani yang digoreng sehingga lemak contoh cukup tinggi. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan lemak Klasifikasi Normal
n 4
% 12,5
Lebih
28
87,5
Total
32
100.0
Lemak dan minyak merupakan zat gizi kedua yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi.
Lemak terdiri dari molekul karbon,
hidrogen dan oksigen (Hartono 2006). Kecukupan lemak yang dianjurkan adalah 15-20% berasal dari energi total (PERSAGI 1990). Tingkat Kecukupan Vitamin A Berdasarkan Tabel 32, diketahui bahwa sebagian besar contoh berada pada tingkat kecukupan vitamin A kategori cukup (96,9%). Hal ini dikarenakan contoh tersebut mengonsumsi produk vitamin yang mengandung vitamin A yang cukup tinggi. Contoh yang berada pada kategori kurang hanya berjumlah 3,1%. Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A Klasifikasi Kurang
n 1
% 3.1
Cukup
31
96.9
Total
32
100.0
Bahaya konsumsi vitamin A terjadi jika dikonsumsi dalam dosis yang tinggi secara terus menerus (Sulistyoningsih 2011). Kelebihan vitamin A dapat menyebabkan rambut rontok, sakit pada tulang, kulit mengering, hidrosefalus, pusing, dan anoreksia (Almatsier 2003). Tingkat Kecukupan Vitamin C Pada Tabel 33 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat kecukupan vitamin C contoh berada pada kategori kurang (65,6%). Contoh yang termasuk dalam kategori cukup terdapat sebanyak 34,4%.
Hal ini disebabkan contoh
jarang mengonsumsi sayur dan buah yang merupakan sumber pangan kaya vitamin C.
41
Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C Klasifikasi Kurang
n 21
% 65.6
Cukup
11
34.4
Total
32
100.0
Vitamin C berperan penting bagi kesehatan anak. Vitamin ini berperan sebagai daya tahan tubuh, membantu dalam melawan penyakit infeksi, serta melindungi anak-anak dari pencemaran lingkungan. vitamin C
dapat
meningkatkan kelarutan zat
Pada saluran pencernaan, besi
dan kalsium, serta
meningkatkan metabolisme tirosin dalam tubuh (Sulistyoningsih 2011) . Tingkat Kecukupan Vitamin D Tabel 34 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan vitamin D contoh yang berada pada kategori cukup sebanyak 81,2%, sedangkan yang berada pada kategori kurang hanya 18,8%. Sumber vitamin D paling besar diperoleh contoh dari susu. Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin D Klasifikasi
n
%
Kurang
6
18.8
Cukup
26
81.2
Total
32
100.0
Vitamin D yang berasal dari makanan dan suplemen bersifat inaktif secara biologis sehingga harus menjalani dua proses hidroksilasi di dalam tubuh untuk mengaktifkannya (Sulistyoningsih 2011).
Defisiensi vitamin D dapat
menyebabkan
dijumpai pada
penyakit rakhitis yang
sering
anak-anak
(Sediaoetama 2006).
Tingkat Kecukupan Kalsium (Ca) Tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Tabel 35. Sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat kecukupan kalsium cukup (81,2%) dan sisanya berada pada kategori kurang (18,8%).
Hal ini dikarenakan konsumsi
contoh akan pangan sumber kalsium yang cukup dan dipengaruhi juga oleh kecukupan vitamin D di dalam tubuh.
42
Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium. Klasifikasi Kurang Cukup
n 6 26
% 18.8 81.2
Total
32
100.0
Bahan makanan sumber kalsium utama bagi anak-anak adalah susu. Kalsium sangat dibutuhkan oleh anak-anak untuk pertumbuhan dan kesehatan tulang serta gigi.
Penyerapan kalsium dalam tubuh akan dipermudah bila
kebutuhan akan vitamin D terpenuhi.
Kekurangan
kalsium
pada
masa
pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan (Uripi 2003). Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe) Tabel 36 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat besi contoh kategori kurang dan cukup masing-masing 50%.
Kurangnya kecukupan akan zat besi
pada contoh diduga karena rendahnya konsumsi pangan sumber zat besi dan adanya pengaruh dari kurangnya kecukupan vitamin C sehingga menyebabkan gangguan penyerapan zat besi. Penyerapan zat besi di dalam tubuh dipengaruhi oleh vitamin C.
Vitamin C dapat meningkatkan kelarutan zat besi di dalam
saluran pencernaan sehingga mudah diserap oleh tubuh (Sulistyoningsih 2011). Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi Klasifikasi
n
%
Kurang Cukup
16 16
50.0 50.0
Total
32
100.0
Status Gizi Anak Usia Prasekolah Status gizi contoh ditentukan dengan menggunakan beberapa indeks yang telah direkomendasikan oleh WHO (1995), yaitu indeks untuk berat badan menurut umur (BB/U), indeks tinggi badan tehadap umur (TB/U) dan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berdasarkan Tabel 37, status gizi seluruh contoh berdasarkan indeks BB/U dalam penelitian ini termasuk ke dalam dua kategori yaitu gizi normal (93,75%) dan gizi lebih (6,25%). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh (tulang, otot dan lemak).
43
Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (BB/U) Status Gizi (BB/U) Normal (≥ - 2 SD sampai + 2 SD)
n 30
% 93.75
Lebih (>+ 2 SD)
2
6.25
Total
32
100
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Pada
keadaan
normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur (Supariasa et al 2002). Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Tabel 38 menunjukkan sebagian besar status gizi contoh berdasarkan indeks TB/U berada pada kategori normal (90,63%). Selain itu masih terdapat 3,13% contoh yang berada pada kategori pendek dan 6,25% contoh pada kategori lebih. Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U Status Gizi (BB/TB)
n
%
1
3.13
Normal (≥ - 2 SD sampai + 2 SD)
29
90.63
Tinggi (>+ 2 SD)
2
6.25
Total
32
100
Pendek/stunting (< - 2 SD)
Riyadi
(2001)
menyatakan
bahwa
defisit
TB/U
menunjukkan
ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dalam jangka panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan yang subnormal. Indeks Berat Badan menurut Tingg Badan (BB/TB) Pada Tabel 39 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi contoh termasuk kategori normal (56,2%) jika diukur berdasarkan berat badan menurut tinggi badan. Contoh yang termasuk dalam kategori kurus (12,5%) dan lebih (31,2%). Hal ini menunjukkan meskipun rata-rata status gizi anak berada pada kategori normal, namun terdapat kecenderungan status gizi anak berada pada
44
kategori lebih. Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indeks yang baik dalam menilai status gizi saat ini (Supariasa et al 2002). Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB Status Gizi (BB/TB)
n
%
Kurang (< - 2 SD sampai ≥ - 3 SD) Normal (≥ - 2 SD sampai + 2 SD)
4 18
12.5 56.2
Lebih (>+ 2 SD)
10
31.2
Total
32
100.0
Berdasarkan indeks status gizi meliputi BB/U, TB/U, dan BB/TB menunjukkan sebagian besar contoh berada pada kategori normal.
Data
mengenai sebaran kategori status gizi contoh dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebagian besar contoh yang yang berada pada kategori status gizi normal berdasarkan indeks TB/U akan memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U maupun BB/TB. Contoh yang memilki kategori pendek menurut status gizi indeks TB/U menunjukkan kategori normal menurut status gizi indeks BB/U dan BB/TB. Hasil tersebut menunjukkan bahwa contoh pernah mengalami masalah kekurangan gizi di masa lalu, namun melalui asupan zat gizi yang cukup dan kondisi kesehatan yang baik mempengaruhi peningkatan status gizi contoh. Selain itu, terdapat contoh yang memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U dan TB/U namun menunjukkan status gizi kurang berdasarkan indeks BB/TB. Hal ini menunjukkan meskipun keadaan gizi contoh di masa lalu baik, namun kondisi kesehatan dan menurunnya jumlah pangan yang dikonsumsi akan menunjukkan status gizi saat kini yang kurang.
Status Kesehatan Anak Usia Prasekolah Gambar 7 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kejadian pernah atau tidaknya sakit. Sebagian besar contoh tidak mengalami sakit dalam satu bulan terakhir sebesar 81,2% dan sebanyak 18,8 % contoh tidak mengalami sakit. Pemberian vitamin secara teratur setiap harinya diduga mempengaruhi kesehatan anak.
Umumnya contoh yang tidak mengalami sakit mengonsumsi
vitamin yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh.
45
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit Tabel 40 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian sakit, dan frekuensi penyakit dalam satu bulan terakhir. Jenis penyakit yang pernah dialami oleh contoh dalam satu bulan terakhir cukup beragam yaitu meliputi demam, batuk, influenza, dan diare. Berdasarkan Tabel 40 diketahui bahwa frekuensi sakit yang dialami oleh sebagian besar contoh adalah satu kali dalam satu bulan terakhir dengan jenis penyakit batuk dan influenza. Umumnya contoh mengalami influenza dan batuk disertai demam. Tabel 40 Sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian sakit, dan frekuensi penyakit dalam satu bulan terakhir Frekuensi sakit (kali) Jenis penyakit n
tidak pernah %
1
2
n
%
n
%
Demam
28
87.5
4
12.5
0
0.0
Batuk
26
81.3
5
15.6
1
3.1
Influenza
27
84.4
1
3.1
4
12.5
Diare
31
96.9
1
3.1
0
0.0
Berdasarkan Tabel 41 diketahui bahwa sebagian besar contoh yang sakit mengalami lama sakit selama satu sampai tiga hari dengan jenis penyakit batuk. Infeksi dapat menyebabkan turunnya nafsu makan anak atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan. Anak yang sakit dan sedang dalam masa
penyembuhan
memerlukan
asupan
pangan
yang
cukup
untuk
meningkatkan status kesehatan yang memburuk (Harper et al 2009). Contoh yang mengalami kejadian sakit melakukan pengobatan baik di rumah, puskesmas maupun klinik dokter. Contoh yang melakukan pengobatan di rumah diberikan obat generik yang dibeli di apotik atau warung, sedangkan contoh yang melakukan pengobatan ke puskesmas dan klinik diberikan obat
46
berdasarkan resep dokter. Pemberian pelayanan kesehatan yang terpenuhi dan didukung pemberian makan seimbang akan berdampak
pada status gizi dan
status kesehatan yang baik (Suryono & Supardi 2004). Tabel 41 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit Jenis penyakit
Lama sakit (hari) 1-3 hari n % 3 9.4 4 12.5
0 hari
Demam Batuk
n 28 26
% 87.50 81.25
Influenza
27
84.38
3
Diare
31
96.88
1
n 1 2
4-6 hari % 3.13 6.25
9.4
2
6.25
3.1
0
0.0
Hubungan Antar Variabel Hubungan Waktu Menonton Televisi dengan Aktifitas Fisik Hasil analisis uji Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan waktu menonton televisi (p<0,01, r=-0,524). Hal ini bermakna bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan contoh untuk menonton televisi maka semakin ringan tingkat aktivitas fisik contoh. Hasil analisis korelasi tersebut juga sesuai dengan kecenderungan yang dapat dilihat pada Tabel 42, sebanyak 25% anak usia prasekolah memiliki waktu menonton televisi pada kategori berat dengan tingkat aktivitas fisik yang ringan. Tabel 42 Sebaran contoh berdasarkan waktu menonton televisi dan tingkat aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik Waktu Menonton Televisi
Sangat ringan
Ringan
Total
Sedang
n
%
n
%
n
%
n
%
Ringan
2
6.3
3
9.4
0
0.0
5
34.4
Sedang
1
3.1
17
53.1
1
3.1
19
62.5
Berat
8
25.0
0
0.0
0
0.0
8
3.1
Total
11
34.4
20
62.5
1
3.1
32
100
Menonton televisi merupakan bagian dari aktivitas yang ringan dan termasuk dalam kegiatan yang rutin dilakukan contoh setiap hari. Waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi mempengaruhi alokasi melakukan aktivitas lainnya.
waktu untuk
Menonton televisi sering mengganggu jadwal
makan dan tidur anak (Hurlock 1991).
47
Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Anak Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan energi (p<0.01), protein (p<0.01), karbohidrat (p<0.05) ,lemak (<0,05) dan kalsium (p<0.05) dengan status gizi menurut indeks BB/TB (Lampiran 1). Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi asupan energi, protein, karbohidrat, lemak dan kalsium anak maka semakin meningkat status gizinya.
Status gizi
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat gizi. Usia prasekolah merupakan usia dimana kebutuhan akan zat gizi anak harus terpenuhi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada
Keadaan
gizi
kelambatan pertumbuhan
dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu, kemampuan untuk belajar dan bekerja serta bersikap pada anak yang kurang gizi akan lebih terbatas daripada anak yang normal.
Keadaan gizi yang berlebih pada anak
berpotensi menimbulkan kegemukan dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit, seperti diabetes, jantung kronik, dan kanker (Santoso 2004). Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Kesehatan Anak Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi (p<0,01), protein (p<0,05), vitamin D (p<0,05), dan kalsium (p<0,05) denga status kesehatan contoh berdasarkan kejadian sakit (Lampiran 2). Hal tersebut bermakna bahwa semakin tinggi asupan energi, protein, vitamin D dan kalsium contoh akan menghasilkan status kesehatan yang baik. Status kesehatan anak dapat dipengaruhi juga oleh konsumsi suplemen.
Suplemen
tersebut berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, membantu proses penyembuhan saat sakit, dan meningkatkan nafsu makan. Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada usia ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan otak dan terjadinya gangguan perkembangan intelegensi (Winarno 1992). Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan Anak Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara status gizi menurut indeks BB/TB dengan status kesehatan anak (p<0,01, r=0,598).
Hal tersebut bermakna bahwa semakin baik status gizi anak
menunjukkan semakin jarang anak tersebut jatuh sakit. Tabel 43 menunjukkan
48
bahwa status gizi contoh pada kategori kurang cenderung mengalami sakit, sedangkan contoh yang memiliki status gizi normal dan lebih akan memiliki kesehatan yang baik. Tabel 43 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan status kesehatan Status Kesehatan Status Gizi
Total
Kurang
Tidak Sakit n % 0 0.0
n 4
% 12.5
n 4
% 34.4
Normal
14
43.8
4
12.5
18
62.5
Lebih
10
31.3
0
0.0
10
3.1
24
75.0
8
25.0
32
100
Total
Sakit
Status gizi dan status kesehatan saling mempengaruhi. Semakin sering anak mengalami sakit maka status gizinya akan semakin memburuk. Begitupula sebaliknya semakin buruk status gizi anak maka penyakit yang diderita akan semakin lama sembuh (Suhardjo 2005). masa
penyembuhan
memerlukan
.Anak yang sakit dan sedang dalam
asupan
pangan
yang
cukup
untuk
meningkatkan status kesehatan yang memburuk. Kondisi kesehatan yang buruk pada anak sangat rawan karena pada periode ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan (Harper et al 2009).