HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder Fattyamida sekunder merupakan produk antara pertama dalam pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh melalui reaksi antara asilklorida dengan fattyamina primer dalam CH2Cl2 dan piridin. Reaksi berlangsung melalui substitusi Cl oleh gugus NH amina primer.
Indikator
terbentuknya fattyamida sekunder diverifikasi dan dievaluasi dari perubahan mutu pita serapan IR pada bilangan gelombang 3300 cm-1 untuk vibrasi regang gugus NH, dan pada 1639 cm-1 untuk vibrasi regang gugus C=O (Pavia 2001). Hasil konversi fattyamina primer ke fattyamida sekunder ditandai dengan munculnya serapan kuat dan tajam dari vibrasi regang gugus C=O disekitar 1633 cm-1 dan pada 3301 cm-1 dari vibrasi regang ikatan N-H. Munculnya pita serapan tunggal N-H pada 3301 cm-1 juga merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder yang merupakan pembeda dengan fattyamina primer dan asilklorida sebagai bahan bakunya. Serapan fattyamina primer pada bilangan gelombang 3300 cm-1 biasanya merupakan pita ganda, sedangkan asilklorida tidak memberikan pita serapan. Produk fattyamida sekunder memberikan satu puncak serapan pada 3301 cm-1 karena fattyamida sekunder hanya memiliki satu ikatan N-H, seperti diperlihatkan pada Gambar 13. Perbedaan spektrum IR produk fattyamida sekunder dibanding asilklorida sebagai bahan bakunya ditampilkan pada Gambar 13. Rendemen berbagai jenis produk antara fattyamida sekunder sesuai dengan individual fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan pemisahan dalam kolom florisil, produk fattyamida sekunder yang diperoleh berupa serbuk padat halus berwarna putih keabuan, atau cairan minyak (oily) kuning kecoklatan. Pada kondisi reaksi yang sama, rendemen produk fattyamida sekunder
yang
dihasilkan bervariasi dari 10% sampai 87%, dan tidak terdapat pola hubungan yang khas antara panjang rantai senyawa yang dihasilkan dengan rendemennya. Dari pengulangan pembuatan dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamina primer dan individual asilklorida, menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder adalah senyawa yang
berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi (emulsi) yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Rendahnya produk fattyamida sekunder dari heksadesilamin dan oktadesilamin dengan laurilklorida, disebabkan oleh sangat tingginya daya emulsifikasi produk tersebut, membentuk sistem dispersi milky sehingga sulit untuk dipisahkan. Tabel 6 Rendemen produk antara fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Rantai alkil Fattyamina (1º)
Rantai alkil Acylklorida
Rendemen Fattyamida (2º),%(b/b)
Penampakkan Fisik
C12:0
C18:1
50 (n= 11)
Oily, kuning
C16:0
C18:1
59 (n= 8)
Serbuk padat kasar, kuning
C18:0
C18:1
51 (n= 7)
Serbuk padat kasar, kuning
C12:0
C16:0
17 (n= 6)
Serbuk padat halus, putih
C16:0
C16:0
87 (n= 6)
Serbuk padat halus, putih
C18:0
C16:0
83 (n= 8)
Serbuk padat halus, putih
C12:0
C12:0
60 (n= 8)
Serbuk padat halus, putih
C16:0
C12:0
20 (n= 17)
Serbuk padat halus, putih
C18:0 C12:0 10 (n= 4) Keterangan: n adalah pengulangan produksi.
Serbuk padat halus, putih
Gambar 13 Spektrum serapan IR asilklorida dan fattyamida sekunder. Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamina Sekunder Fattyamina sekunder diperoleh melalui proses reduksi fattyamida sekunder menggunakan reduktor LiAlH4. Sebagai reduktor, LiAlH4 merupakan reduktor yang lebih kuat dan spesifik dibandingkan dengan reduktor lainnya, seperti NaBH4 40
(Newman & Fukunaga 1960). Reduksi fattyamida menjadi fattyamina berlangsung melalui serangan nukleofilik atom hidrogen dari LiAlH4 pada karbon karbonil. Elektron dari ikatan C=O bergerak ke atom oksigen untuk menghasilkan zat antara berupa senyawa kompleks logam alkoksida. Logam alkoksida merupakan gugus pergi yang baik dan menghasilkan ion iminium yang sangat reaktif terhadap serangan nukleofilik dari atom hidrogen LiAlH4 sehingga terbentuk fattyamina sekunder yang hasilnya bisa dimonitor dari perubahan pola absorpsi spektrum IR. Mekanisme proses reduksi
fattyamida menjadi fattyamina oleh LiAlH4
ditampilkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Skema reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder. Tidak seperti produksi fattyamida sekunder yang dapat berlangsung mudah pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor yang digunakan. Pemilihan reduktor sangat penting karena gugus alkil yang panjang pada fattyamida akan mengurangi kemampuan reduksi dari reduktor melalui halangan ruang. Efektivitas kerja reduktor dapat dioptimalkan dengan menciptakan/mengkondisikan lingkungan reaktor yang lebih lembam dengan pengaliran nitrogen menggantikan udara. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada tahap pembuatan fattyamina sekunder dilakukan seleksi cara pembuatan yang optimal menggunakan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keberhasilan konversi fattyamida sekunder ke fatyamina sekunder diantaranya dapat dilihat dari menghilangnya pita serapan vibrasi regang gugus 41
C=O pada bilangan gelombang 1639 cm-1, munculnya vibrasi regang ikatan N-H pada 3300 cm-1, dan munculnya serapan vibrasi tekuk N-H pada 1544-1555 cm-1 Menghilangnya gugus C=O pada daerah 1639 cm-1 dianggap penting karena gugus ini merupakan pembeda utama fattyamina dari fattyamida, sedangkan keberadaan gugus N-H pada daerah 3300 cm-1 dapat merupakan pendukung karena berbedanya bentuk serapan untuk fattyamida dan fattyamina. Serapan fattyamida pada daerah 3300 cm-1 lebih kuat dan runcing, sedangkan serapan fattyamina sekunder lebih lemah dan berupa pita tunggal, yang juga berbeda dari fattyamina primer yang berupa pita ganda (Pavia 2001). Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro Pembuatan fattyamina sekunder dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari gelombang mikro dilakukan dalam reaktor labu teflon tertutup. Gelombang mikro merupakan suatu gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang antara 1,0 cm – 1,0 m, dengan frekuensi antara 30 – 0,3 GHz. Pemanasan gelombang mikro adalah pemanasan yang disebabkan oleh pergerakan molekul berupa interaksi antara komponen listrik dari gelombang dengan partikel bermuatan yang menghasilkan migrasi ion-ion dan rotasi dari dipol-dipol dengan tidak mengubah struktur molekul (Whittaker 1994 & 1997). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar, sehingga hanya molekul ionik dan molekul yang memiliki dwikutub yang dapat berinteraksi dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Pembuatan fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro yang dilakukan pada penelitian ini dirancang dengan waktu reaksi yang sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, untuk membandingkan efektifitasnya. Namun sistem reaktor labu teflon tertutup yang dirancang tidak mampu menahan tekanan uap pelarut THF lebih lama yang dihasilkan oleh pemanasan gelombang mikro, sehingga waktu reaksi hanya bisa dilaksanakan selama 45, 60, dan 90 menit. Energi gelombang mikro yang dihasilkan mengakibatkan pemuaian reaktor labu teflon, sehingga uap THF yang berfungsi sebagai media reaksi bocor keluar. Pola spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dari ketiga 42
waktu reaksi tersebut ditampilkan pada Gambar 15, sedangkan pola kurva perubahan intensitas serapan vibrasi C=O pada bilangan gelombang 1639-1645 cm-1 ditampilkan pada Gambar 16.
Gambar 15 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup gelombang mikro. A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit 43
Seperti tampak pada spektrum Gambar 15, produk yang diperoleh pada ketiga waktu reaksi menghasilkan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1633 cm-1 yang menandakan penurunan fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Penurunan intensitas spektrum pada pada waktu reaksi 60 menit lebih besar jika dibandingkan dengan waktu pembuatan 45 menit dan 90 menit. Selain itu, spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dengan waktu reaksi 60 menit juga menghasilkan pita serapan yang lebih kuat pada bilangan gelombang 1544-1555 cm-1 (vibrasi tekuk N-H fattyamina sekunder) bila dibandingkan dengan spektrum produk pada 2 waktu reaksi lainnya. Perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1633 cm-1 dari produk fattyamina sekunder yang diukur dengan metode penarikan baseline ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 16 mengisyaratkan setelah 60 menit reaksi dilangsungkan tidak terjadi lagi reduksi karena THF sebagai media reaksi telah habis menguap akibat kebocoran reaktor.
Gambar 16 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1633 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk telah dilakukan sebelumnya oleh Affani & Dugat (2007) menggunakan reduktor LiAlH4, yang juga diadopsi oleh Sidik (2007), dan Khotib (2010). Dalam penelitian ini, metode tumpak terbuka dilakukan untuk membandingkan pengaruh pengaliran gas nitrogen secara kontinyu dengan secara bertahap, sedangkan waktu 44
reaksi ditetapkan sama 24 jam sesuai acuan metode tersebut. Spektrum IR yang dihasilkan dari kedua cara tersebut ditampilkan pada Gambar 17 yang menunjukkan perbedaan intensitas serapan yang nyata pada bilangan gelombang 1637 cm-1 dan bilangan 3334 cm-1.
Gambar 17 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu dan purging bertahap Penurunan intensitas spektrum serapan IR pada bilangan gelombang 16391645 cm-1 (vibrasi regang C=O) menandakan hilangnya gugus karbonil fattyamida yang digantikan dengan atom hidrogen dari LiAlH4 menjadi fattyamina sekunder. Perubahan tersebut tampak nyata pada spektrum dengan cara purging kontinyu. Selain itu, muncul juga intensitas serapan pada bilangan gelombang 1544-1555 cm-1 dari vibrasi tekuk NH yang menandakan terbentuknya ikatan N-H fattyamina sekunder. Pembeda lain dari kedua cara pembuatan ini juga tampak jelas dari pita serapan pada 3334 cm-1 untuk vibrasi regang N-H yang sangat dominan muncul pada cara purging kontinyu. Perbandingan intensitas pita serapan IR pada kisaran bilangan gelombang 1639-1645 cm-1 dan 1544-1555 cm-1 yang diukur dengan metode penarikan baseline spektrum ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan
bahwa
cara
reaksi
dengan
pengaliran
nitrogen
kontinyu
menghasilkan kuantitas produk fattyamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara pengaliran nitrogen bertahap pada suhu dan waktu reaksi yang sama. Makin tinggi tingkat konversi fattyamida ke fattyamina, makin rendah intensitas serapan C=O, dan makin tinggi intensitas serapan C-H dan N-H pada spektrum produk yang dihasilkan. 45
Tabel 7 Pengaruh Kuantitas N2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder Metode Pembuatan Purging N2 Kontinyu Purging N2 Bertahap
Intensitas Serapan Vibrasi (%T) C=O (1639-1645 cm-1)
NH (1544-1555 cm-1 )
3.6 11.1
18.9 6.3
Rendahnya kuantitas produk yang dihasilkan dengan cara pengaliran gas nitrogen bertahap, dipengaruhi oleh adanya kontak sistem reaksi dengan udara ketika pengaliran nitrogen dihentikan. Hasil ini mengungkap tentang betapa pentingnya peran gas nitrogen dalam pembuatan fattyamina sekunder. Gas nitrogen yang lebih lembam dibandingkan udara (campuran N2 dan O2) akan meningkatkan kinerja reduktor LiAlH4 dengan mengurangi peluang teroksidasi oleh lingkungan reaksi sehingga proses reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder berlangsung lebih efektif.
Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan metode tumpak tertutup dilakukan untuk mengetahui waktu sintesis yang menghasilkan kuantitas fattyamina sekunder terbaik yang dimonitoring melalui perubahan pita serapan spektrum IR-nya. Metode ini menggunakan variasi waktu sintesis selama 12.5, 24, dan 48 jam pada suhu 75°C dalam sistem reaktor tertutup tangki teraduk. Dari cara yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan fattyamina sekunder yang terbaik dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, adalah dengan pengaliran gas nitrogen secara kontinyu. Sementara itu, pada metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ini, pengusiran udara dilakukan dengan cara purging gas nitrogen sesaat sebelum proses pembuatan dilakukan. Kelebihan dari metode ini adalah tidak adanya kemungkinan udara masuk kembali ke dalam sistem reaksi yang tertutup, sehingga efisiensi reaksi lebih baik, karena hanya dengan purging nitrogen sesaat menjelang reaksi dilaksanakan ternyata menghasilkan fattyamina sekunder dengan kuantitas yang lebih baik. Pita spektrum serapan IR yang dihasilkan dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ditampilkan pada Gambar 18, sedangkan kurva pola perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1639 46
cm-1, dan vibrasi regangan N-H pada bilangan gelombang 3334 cm-1, ditampilkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Dari ketiga Gambar tersebut tampak bahwa kuantitas produk yang diperoleh untuk waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, namun sangat berbeda dibanding waktu reaksi 12.5 jam. Penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 1639 cm-1 untuk vibrasi regang ikatan C=O, dan kenaikan intensitas serapan pada 3334 cm-1 untuk vibrasi regang N-H dari waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, sehingga waktu reaksi 24 jam selanjutnya dipilih dan ditetapkan untuk pembuatan berbagai jenis fattyamina sekunder menggunakan individual fattyamida sekunder yang telah diproduksi sebelumnya.
Gambar 18 Spektrum IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk
Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1639 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk 47
Gambar 20 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi NH pada 3334 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup Berdasarkan ketiga cara yang digunakan untuk membuat fattyamina sekunder melalui jalur reaksi reduksi fattyamida sekunder dengan LiAlH4, kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing-masing metode, yaitu waktu pembuatan 60 menit dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, purging gas nitrogen kontinyu 24 jam dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, dan waktu pembuatan 24 jam dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Spektrum serapan IR untuk ketiga cara tersebut ditampilkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder pada kondisi optimum tiga metode yang diujikan. 48
Mengacu pada Gambar 21, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas spektrum serapan IR yang terbaik dibandingkan dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro pada labu teflon, dan metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging gas nitrogen kontinyu. Hal tersebut terlihat dari perbedaan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1635 cm-1, dan dari perbedaan kenaikan intensitas serapan vibrasi regang N-H pada 3334 cm-1. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas serapan C=O paling rendah (1.8 %T) dan menghasilkan intensitas serapan NH tertinggi (3.3 %T) dibanding 2 metode lainnya. Perbandingan intensitas pita serapan pada kedua daerah bilangan gelombang tersebut ditampilkan pada Tabel 8, dan Gambar 22. Tabel 8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H Tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder Intensitas Vibrasi (%T) Metode Pembuatan -1 -1 C=O (1639 cm )
NH(3300cm )
Bahan baku fattyamida sekunder
13,5
24.9
Tumpak terbuka purging kontinyu
5.4
0.9
Tumpak tertutup microwave
4.5
3.0
Tumpak tertutup syncore
1.8
3.3
Gambar 22 Profil perubahan intensitas serapan spektrum vibrasi C=O dan NH produk fattyamina pada 3 metode pembuatan 49
Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan metode terbaik untuk pembuatan fattyamina sekunder sehubungan efisiensi penggunaan gas nitrogen dan pelarut THF yang digunakan seperti ditampilkan pada Tabel 7. Pada metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, adanya kesulitan teknis proses purging, masih terjadinya kontak pereaksi dengan udara yang berada di ruang reaktor, dan kebocoran labu reaktor teflon mengakibatkan tidak optimalnya fattyamina sekunder yang dihasilkan sehingga waktu pembuatan tidak bisa dilaksanakan sebagaimana metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Meskipun efektifitas metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro masih dibawah metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, namun penggunaan gelombang mikro memiliki potensi yang menjanjikan jika kebocoran sistem reaktor dapat diatasi karena dapat menghemat penggunaan nitrogen, pelarut, dan waktu reaksi yang lebih singkat. Metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu menghasilkan kualitas fattyamina sekunder yang paling rendah. Selain itu, metode ini juga membutuhkan konsumsi bahan nitrogen dan THF yang jauh lebih banyak. Pada metode tumpak terbuka, nitrogen dialirkan secara kontinyu selama proses reaksi, sedangkan THF harus ditambahkan sewaktu-waktu karena selama proses reaksi terjadi kehilangan pelarut pada sistem reaktornya yang terbuka. Emisi uap THF yang keluar selama proses reaksi, selain menurunkan efisiensi proses dan meningkatkan konsumsi bahan,
juga menimbulkan masalah pencemaran
lingkungan. Dilain pihak, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, hanya memerlukan konsumsi nitrogen yang sedikit untuk
purging udara pada saat
memulai sintesis, dan tidak perlu memberikan umpan THF tambahan. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk selanjutnya digunakan untuk membuat berbagai jenis fattyamina sekunder yang akan dijadikan sebagai bahan baku bagi pembuatan aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Produk fattyamina sekunder yang diperoleh setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan penguapan berupa padatan putih kekuningan, atau cairan minyak (oily) kekuningan. Rendemen hasil pembuatan fattyamina sekunder menggunakan berbagai jenis individual fattyamida sekunder ditampilkan pada Tabel 9, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk dengan waktu reaksi 24 jam pada suhu 75ºC mampu menghasilkan produk 50
fattyamina sekunder. Namun demikian, efektifitas sintesis masih perlu ditingkatkan karena rendemen antar fattyamina sekunder yang dihasilkan masih beragam, dari 17% sampai 96%. Seperti halnya pada pembuatan fattyamida sekunder, selama melakukan pengulangan pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan
berbagai
panjang
rantai
individual
fattyamida
sekunder
menunjukkan bahwa rendemen pembuatan lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Seperti fattyamida sekunder, fattyamina sekunder merupakan senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Dispersitas fattyamina sekunder dalam sistem pelarut selama proses pemisahan dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. Tabel 9 Rendemen produk fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk pada suhu 750C waktu reaksi 24 jam Rantai alkil Fatty Amina (1º)
Rantai alkil Acylklorida
Rendemen Fattyamina (2º) , %(b/b)
Penampakkan Fisik
C12:0
C18:1
17 (n= 15)
Oily, kuning
C16:0
C18:1
84 (n= 27)
Oily, kuning
C18:0
C18:1
54 (n= 17)
Oily, kuning
C12:0
C16:0
96 (n= 9)
Serbuk padat halus, putih
C16:0
C16:0
18 (n= 27)
Serbuk padat kasar, putih
C18:0
C16:0
36 (n= 11)
Serbuk padat kasar, putih
C12:0
C12:0
63 (n= 15)
Serbuk padat halus, putih
53 (n= 5)
Serbuk padat halus, putih
C18:0 C12:0 Keterangan: n adalah pengulangan sintesis.
Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Aditif pelumas Zn-difattyalkiltiokarbamat diperoleh dari reaksi antara ion logam Zn (ZnCl2) dengan senyawa difattyalkyltiokarbamat dalam reaktor tumpak terbuka
tangki
teraduk.
Komponen
reaktan
senyawa
kompleks
Zn-
difattyalkylditiokarbamat berdasarkan kajian retro-sintesis terdiri dari senyawa fattyamina sekunder, karbon disulfida, dan ion logam Zn. Komponen reaktan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamat adalah difattyalkylamina dan karbon disulfida untuk membentuk difattyalkylditiokarbamat dan selanjutnya beraksi dengan ZnCl2 untuk membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat. 51
Rendemen produk kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat untuk masing-masing bahan baku individual fattyamina sekunder yang direaksikan ditampilkan pada Tabel 10, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Tabel 10 Rendemen produk aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Fattyamina Sekunder
Produk yang Dihasilkan
Penampakkan Fisik
Rendemen (%)
Dilaurilamina
Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat
oily,kecoklatan
78 (n=8)
Laurilpalmitilamina
Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat
oily,kekuningan
87 (n=3)
Lauriloleilamina
Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat
oily,kekuningan
79 (n=3)
Laurilstearilamina
Zn-bis(laurilstearil)ditiokarbamat
oily, jernih
85 (n=3)
Palmitiloleilamina
Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat
77 (n=4)
Palmitilstearilamina
Zn-bis(palmitilstearil)ditiokarbamat
oily,kekuningan serbuk padat, kekuningan
Steariloleilamina
Zn-bis(steariloleil)ditiokarbamat
oily,kekuningan
80 (n=7)
81(n=4)
Keterangan: n adalah ulangan sintesis
Dalam pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat, difattyalkylditiokarbamat direaksikan dengan NaOH untuk meningkatkan reaktivitas atom sulfurnya dan mengikat klorida dari ZnCl2. Selain itu, penggunaan suasana basa (NaOH) akan meningkatkan reaktivitas atom nitrogen difattyalkilamina. Atom nitrogen dari difattyalkilamina dalam kondisi basa memiliki elektron bebas yang siap bereaksi, tetapi jika dalam kondisi asam atom nitrogen akan membentuk garam fattyamina sehingga tidak reaktif. Ion logam Na termasuk jenis asam Lewis kuat dan klorida termasuk jenis basa Lewis kuat sehingga pembentukan NaCl lebih disukai dari pada pengikatan logam Na oleh atom sulfur. Atom sulfur
dalam bentuk
ditiokarbamat termasuk jenis basa lemah sehingga akan lebih cenderung melepaskan ion logam Na untuk membentuk senyawa kompleks dengan ion logam Zn. Tahapan reaksi pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat dari fattyamina sekunder ditampilkan pada Gambar 23.
Gambar 23 Reaksi pembentukan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamate. 52
Identifikasi
keberhasilan
pembuatan
aditif
pelumas
Zn-
difattyalkylditiokarbamat dipantau menggunakan FTIR. Pita penting serapan inframerah untuk kompleks ditiokarbamat menurut Thirumaran dalam (Awang et al. 2006), yaitu vibrasi C-N dan C-S. Serapan vibrasi tioureida C-N biasanya berada pada bilangan gelombang 1450-1550 cm-1 sedangkan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 950-1050 cm-1. Pita serapan
yang tajam pada bilangan
gelombang 1471-1478 cm-1 merupakan hasil regangan ikatan C-N. Keberadaan pita serapan ini menunjukkan bahwa ligan difattyalkyltiokarbamat telah bertindak sebagai ligan bidentat. Pita serapan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 952-957 -1
cm
juga menunjukkan bahwa kumpulan difattyalkyltiokarbamat bertindak
sebagai ligan bidentat. Jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah -1
jauh (400 – 300 cm ) diketahui sebagai serapan vibrasi regangan ikatan logamsulfur (M-S). Hasil verifikasi dan evaluasi terhadap produk aditif yang disintesa menunjukkan terdapatnya jalur pita serapan pada kawasan inframerah pada kisaran bilangan gelombang 2800-2950 cm-1 yang merupakan serapan regangan CH3 asimetri, pada 1454-1462 cm-1 yang menunjukkan serapan C-N, dan pada bilangan gelombang 968 cm-1 yang menunjukkan serapan C-S, yang juga diketahui sebagai kumpulan difattyalkyltiokarbamat yang bertindak sebagai ligan bidentat. Selain itu, muncul juga jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh, yaitu pada bilangan gelombang 351 cm-1 dan 387 cm-1 yang diketahui sebagai vibrasi ikatan Zn-S. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan spektrum serapan vibrasi IR produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamat dan bahan baku fattyamina sekunder.
Gambar 24 Spektrum IR fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate. 53
Gambar 25 Spektrum IR jauh fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiokarbamate
Selain menggunakan spektrum serapan IR, pemantauan keberhasilan pembuatan aditif juga dilakukan melalui pengujian kandungan logam Zn dalam beberapa produk Zn-difattyalkylditiocarbamate, dan dalam fase air bekas proses pencucian produk tersebut. Data hasil uji temu balik logam Zn dalam produk aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate
dan
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
ditampilkan pada Tabel 11, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Hasil uji temu balik Zn dengan AAS ini menunjukkan bahwa kompleks Znbis(dilauryl)dithiocarbamate
dan
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
terkonversi dengan baik, sebagaimana juga dinyatakan oleh spektrum serapan IRnya. Rendahnya kandungan Zn dalam fase air bekas proses pencucian (0.030 mGram) menunjukkan sebagian besar Zn sudah terkomplekkan, dan masuk ke fase minyak sebagai produk Zn-difattyalkylditiocarbamate. Tabel 11 Hasil uji temu balik Zn dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Rantai alkil dalam produk
Zn-difattyalkylditiocarbamate C12:0-C12:0 C12:0-C16:0
Zn (ZnCl2) awal (Gram)
Zn dalam Produk (Gram)
Recovery (%)
65,2
48,41
74,13
65,2
48,48
74,25
Konfirmasi tingkat kemurnian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dilakukan dengan metode HPLC berdasarkan perbedaan waktu retensi dan luas puncak
kromatogramnya.
Luas
pita
kromatogram
HPLC
produk
Zn-
difattyalkylditiocarbamate dan bahan baku fattyamina sekunder ditampilkan pada Tabel 12 sedangkan beberapa contoh kromatogramnya disajikan pada Lampiran 6. 54
Seperti tampak pada Tabel 12, produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamate memiliki tingkat kemurnian rerata 92%, sehingga tidak memerlukan pemurnian lanjutan. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa pada kondisi reaksi yang dijalankan, fattyamina sekunder terkonversi dengan baik dan hanya menyisakan rerata 5.9% fattyamina yang belum terkonversi dan masih bercampur dalam produknya. Tabel 12 Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Senyawa
tR (menit)
Luas Puncak
Komposisi (%)
Dilaurylamine
2.93
8747733
3.3
Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate
3.51
23895097
90.6
Lauryloleylamine
2.46
4168534
9,9
Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate
3,72
37745228
89,6
Laurylpalmitylamine
2,60
1712654
4,5
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
3,83
36042224
95,9
Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Stabilitas oksidasi merupakan kriteria penting untuk performa yang baik dari suatu minyak pelumas. Udara dan lingkungan yang lembab dan disertai panas yang ditimbulkan oleh proses friksi pada saat perputaran mesin merupakan penyebab oksidasi. Produk dari proses oksidasi minyak pelumas mencakup asam karboksilat, keton, alkohol dan bahan polimer lainnya yang berkumpul membentuk lumpur, komponen tak jenuh dan tingkat keasaman yang menyebabkan meningkatnya viskositas dan akhirnya menurunkan performa mesin. Telaah literatur menyatakan bahwa saat oksidasi dimulai, pembentukan karbonil dipercepat. Bilangan asam terbentuk oleh pembentukan asam karboksilat setelah perpanjangan proses oksidasi dan meningkat dengan meningkatnya pembentukan senyawa karbonil. Untuk mencegah atau menunda oksidasi pelumas, aditif antioksidan ditambahkan sehingga pembentukan lumpur dihambat, mesin tetap bersih yang berdampak positif pada peningkatan performa mesin. Banyak macam senyawa yang telah digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina dan senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005) . 55
Salah satu cara untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah metode Rancimat. Prinsip ujinya adalah proses oksidasi sampel yang dipercepat dengan adanya aliran udara dan panas (suhu 120°C). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan waktu induksi, yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya oksidasi bahan uji dalam sel sampel. Makin lama waktu induksi suatu bahan, makin stabil bahan tersebut, makin tahan bahan tersebut terhadap oksidasi. Hasil uji dengan Rancimat ditunjukkan dengan waktu induksi (jam) (Tensiska et al. 2003). Sebelum dilakukan uji daya antioksidan terhadap produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate, terlebih dahulu dilakukan verifikasi kemampuan rentang pengukuran dari alat yang digunakan untuk mendapatkan interval konsentrasi yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik. Hasil verifikasi kemampuan rentang pengukuran diperoleh pada kisaran konsentrasi 0 – 200 ppm sebagaimana ditampilkan pada Gambar 26. Dari rentang kemampuan pengukuran yang diperoleh, dipilih konsentrasi 125 ppm sebagai dosis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya digunakan sebagai dosis untuk melakukan uji daya antoksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Hasil pengukuran
aktivitas
antioksidan
7
varian
produk
aditif
Zn-
difattyalkylditiocarbamate ditunjukkan pada Gambar 27, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
Gambar 26 Rentang kemampuan ukur daya antioksidan Zn-difattyalkyldithiocabamate metode rancimat
Kurva pada Gambar 26 mengikuti pola regresi linear menurut persamaan Y = 0.029X + 12.95 dengan koefisien korelasi r2 = 0.996. Selain menjelaskan kemampuan rentang pengukuran, kurva tersebut juga menjelaskan kenaikan daya 56
antioksidan senyawa Zn-difattyalkyldithiocabamate yang makin tinggi dengan kenaikan dosis-konsentrasinya.
Gambar 27 Daya antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan metode rancimat model metrhom 743 Semakin lama waktu periode induksi, maka semakin lama produk tersebut menahan laju oksidasi, sehingga daya-aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Dengan melihat waktu induksi (waktu oksidasi dimana diperoleh kenaikan kurva secara
tiba-tiba)
yang
dihasilkan
tersebut,
maka
kompleks
Zn-
difattyalkylditiocarbamate yang berasal dari bahan baku dodesilamin-lauril klorida (C12:C12), oktadesilamin-lauril klorida (C18:C12), dan heksadesilamin-lauril klorida (C16:C12), merupakan aditif yang memiliki daya antioksidan terbaik dari tujuh jenis aditif yang dihasilkan, dengan daya aktivitas antioksidan tertinggi dipenuhi oleh Zn-bis(dilauryl)ditiocarbamate yang berasal dari fattyamina (dodesillaurilamin). Aktivitas
antioksidan
aditif
Zn-difattyalkylditiocarbamate
juga
dibandingkan dengan zat aditif komersil, yaitu BHA, BHT, aditif 1, aditif 2, dan aditif 3. Pada dosis konsentrasi pengujian 125 ppm, aktifitas antioksidan tertinggi dari keempat jenis zat aditif pembanding dihasilkan oleh BHT. Nilai aktivitas antioksidan BHT lebih baik dibandingkan BHA dikarenakan BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik terhadap lemak hewani dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak nabati. Penggunaan BHA dan 57
BHT cukup berbahaya untuk tubuh sehingga terdapat ambang batas pemakaian yang aman. Batasan penggunaan suatu bahan berdasarkan resiko adalah ADI (acceptable daily intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan resiko atau bahaya jika dikomsumsi oleh manusia. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ADI penggunaan BHA dan BHT per kg bobot tubuh, yaitu 0-0,3 mg dan 0-0,125 mg, sedangkan ADI penggunaan BHT menurut PERMENKES sebesar 100-1000 mg per kg makanan. Pada dosis 125 ppm yang diujikan, kecuali Znbis(stearylpalmityl)ditiocarbamate, seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate mempunyai daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding BHT, dan seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate memiliki daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding aditif pelumas 1 (aditif antioksidan), dan aditif pelumas 2 (aditif anti friksi), dan aditif pelumas 3 (aditif extreme pressure). Hasil uji anova dan uji Tukey menggunakan program SPSS 10.00 yang disajikan pada Lampiran 11, diperoleh bahwa pada tingkat kepercayaan 95% aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate
dan
Zn-bis(laurylstearyl)dithiocarbamate
keduanya memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar dan bebeda nyata dari blanko serta aditif komersial lainnya. Selain itu, varian aditif yang lainnya juga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari blanko serta berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Dari ketujuh varian produk Zn-difattyalkylditiocarbamate yang diuji, gugus alkil(lauryl) ternyata menunjukkan karakter daya antioksidan yang baik, dibanding rantai alkil lainnya. Makin panjang rantai gugus asamlemak pada
kompleks
ditiokarbamat, nilai aktivitas antioksidannya semakin rendah. Kehadiran ikatan rangkap ternyata lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil pada senyawa kompleks yang diujikan. Faktor simetri panjang rantai karbon tampak memberikan
kontribusi
positif
terhadap
daya
antioksidan.
Zn-
bis(dilauryl)ditiocarbamate yang panjang rantai karbonnya simetri mempunyai daya antioksidan terbaik dibanding dua kompleks linear asimetrinya Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate, dan Zn bis(laurylstearyl)ditiocarbamate. Hasil ini menyatakan prospek aplikasi Zn-difattyalkylditiocarbamate yang sangat menjanjikan sebagai aditif antioksidan dalam sistem pelumasan, karena ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibanding aditif 1, padahal aditif 1 merupakan aditif antioksidan komersil untuk sistem pelumas motor. Selain itu, 58
dengan dosis penggunaan yang rendah (125 ppm), Zn-difattyalkylditiocarbamate juga sangat prospektif dijadikan aditif antioksidan dalam sistem pangan, farmasi dan kosmetik karena berpeluang lolos jika diuji toksisitasnya. Mekanisme antioksidan dalam pelumas dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan primer (penangkapan radikal) dan antioksidan sekunder (penguraian peroksida). Menurut Rudnick (2009) kerja dari antioksidan diawali dengan reduksi alkil hidroperoksida untuk menurunkan reaktifitasnya menjadi alkohol, dengan sulfida yang teroksidasi menjadi intermediet sulfoksida. Mekanisme yang lebih disukai untuk reaksi subsekuen dari intermediet sulfoksida adalah eliminasi intramolekuler beta-hidrogen, yang terpenting untuk pembentukan asam sulfenik (RSOH), yang selanjutnya dapat bereaksi dengan hidroperoksida untuk membentuk asam sulfur-oksi. Pada suhu yang dinaikkan, asam sulfinik (RSO2H) mungkin terurai menjadi bentuk sulfurdioksida (SO2), yang terutama sekali membantu dekomposisi asam lewis hidroperoksida melalui pembentukan sulfur trioksida aktif dan asam sulfat. Penelitian sebelumnya menunjukkan satu ekuivalen SO2 dapat mengkatalisis pembentukan kembali sampai 20.000 ekuivalen dari kumena hidroperoksida. Dengan meningkatkan antioksidasi dari komponen sulfur ini, pada kondisi tertentu, intermediet asal sulfur oksi (RSOxH) dapat mencari radikal peroksi, hal ini memberikan petunjuk bahwa senyawa sulfur termasuk golongan ditiokarbamat memberikan karakteristik antioksidan primer. Faktor pendukung lain tingginya efektifitas daya antioksidan senyawa Zndifattyalkylditiocarbamate adalah struktur molekulnya yang berkarakteristik surfaktan. Gugus Zn-ditio yang merupakan bagian hidrofilik akan teradsorpsi ke permukaan cairan minyak/pelumas atau ke antarmuka cairan minyak/pelumaslogam, sementara gugus alkil asam lemak yang merupakan bagian lipofilik akan masuk ke badan cairan minyak/pelumas. Model orientasi adsorpsi molekul Zndifattyalkylditiocarbamate
pada
antarmuka
logam-cairan
minyak/pelumas
ditampilkan pada Gambar 28. Orientasi adsorpsi kedua gugus molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam cairan minyak dan permukaan logam akan bertindak sebagai pelindung permukaan cairan minyak yang efektif dari proses oksidasi yang berdampak positif pada kinerjanya yang lebih baik dari mekanisme penangkapan radikal yang ditunjukkan oleh BHA dan BHT. Molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate akan membentuk
barisan/lapisan
monolayer
yang
massive
pada
antar
muka 59
minyak/pelumas-logam, sehingga akan merupakan pelindung yang efektif bagi antarmuka logam tersebut, sekaligus akan menghalangi interupsi oksigen ke bulk minyak pelumas sehingga kontak permukaan logam dan pelumas dasar dengan oksigen diminimalisir, sehingga proses oksidasi terhadap permukaan logam dan terhadap pelumas dapat diminimalisir. Dengan orientasi adsorpsi molekul seperti itu, senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate juga diharapkan akan berfungsi sebagai bantalan pada sistem pelumasan dengan pembebanan sehingga akan memiliki aktifitas lain sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan pembebanan.
Gambar 28 Model orientasi adsorpsi molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyak pelumas Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate Ada dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kemampuan antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate yaitu welding point, dan load wear index. Weld point adalah beban/tekanan tertinggi yang diberikan kepada pelumas (Kg) yang menghasilkan pengelasan bola baja yang berputar diantara ketiga bola baja yang stasioner, sedangkan load wear index adalah indek kemampuan pelumas untuk meminimalisasi keausan permukaan bola baja pada saat diberikan beban dalam mesin fourball. Load wear index merupakan nilai beban rata-rata yang diperoleh dari deretan variasi pengulangan pembebanan yang dihitung dengan mengukur diameter goresan bola baja yang ditimbulkan oleh setiap beban yang diberikan. Makin tinggi nilai kedua parameter tersebut, makin tinggi aktifitas antiwear-antifriksinya, makin efektif pelumas tersebut sebagai aditif tekanan ekstrim. 60
Seperti halnya pada uji aktifitas antioksidan, tahap awal yang dilakukan dalam uji antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate adalah verifikasi rentang konsentrasi pengukuran dari alat four ball untuk mendapatkan rentang konsentrasi yang memberikan respon-sensitifitas pengukuran terbaik untuk produk aditif yang diuji. Pada kondisi pengukuran tersebut, sekecil apapun perbedaan respon yang dihasilkan diharapkan akan terekam, sehingga pengaruh perbedaan panjang rantai alkyl dalam produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate terhadap aktifitasnya sebagai antiwear-antifriksi dapat dipetakan secara akurat. Data lengkap hasil verifikasi nilai weld point, dan load wear index pada kisaran konsentrasi 0 – 2.5 % ditampilkan pada Lampiran 8, sedangkan kurva welding point, dan load wear index ditampilkan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan kenaikan angka weld point, dan load wear index yang makin besar dengan meningkatnya konsentrasi-dosis aditif yang digunakan. Namun demikian respon kedua parameter uji tersebut sehubungan dengan kenaikan konsentrasi aditif tidak menghasilkan hubungan linear seperti kurva antioksidan. Pada konsentrasi rendah, respon aktifitas antiwear-antifriksi naik dengan kenaikan konsentrasi mencapai konsentrasi kritis tertentu, namun setelah mencapai konsentrasi kritis tersebut, kenaikan konsentrasi selanjutnya tidak memberikan peningkatan daya antiwear yang signifikan. Tampak ada nilai konsentrasi efisien yang efektif memberikan respon daya antiwear-antifriksi.
Gambar 29 Rentang Pengukuran Daya Antiwear-antifriksi Zn-difattyalkylditio carbamate Metode Four Ball 61
Mintorogo (2000) menyatakan dosis efisien yang efektif menghasilkan daya antiwear dari aditif Zn-dialkilditiofosfat adalah 0.5 % (b/b). Fenomena yang sama terjadi pada aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Dari kurva weld point pada Gambar 29 tampak bahwa konsentrasi kritis yang efisien dan efektif memberikan respon antiwear-antifriksi adalah 1.2% (b/b). Meskipun kurva load wear index tidak terlalu jelas memperlihatkan konsentrasi kritis tersebut, namun kurva tersebut juga tidak mengikuti pola regresi linear. Uji linearitas kurva weld point, dan load wear index berturut-turut menghasilkan persamaan Y=1541X+127, dan Y=408X+16, dengan koefisien korelasi r2 = 0.73, dan 0.93 yang belum memenuhi kriteria linear karena r2<0.99. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi 1.2% dipilih sebagai dosis konsentrasi kritis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya dipilih sebagai dosis untuk melakukan uji daya antiwearantifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Diagram nilai welding point dan load wear index dari 6 varian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dan pembanding aditif komersil 2 dan aditif komersil 3 ditampilkan pada Gambar 30 dan Gambar 31, sedangkan data lengkap hasil pengujian kurva weld point, dan load wear index disajikan pada Lampiran 9, dan Lampiran 10.
Gambar 30 Welding point aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Seperti tampak pada Gambar 30 dan Gambar 31, seluruh varian aditif Zndifattyalkyldithiocarbamate
menunjukkan
aktifitas
antiwear-antifriksi
yang
ditunjukkan dengan nilai load wear index dan welding point yang lebih tinggi 62
dibanding blanko pelumas dasar HVI 60. Dari dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kinerja, hanya load wear index yang memberikan perbedaan respon terhadap perbedaan panjang rantai alkil dalam produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate yang diuji. Welding point dari seluruh varian aditif Zndifattyalkylditiocarbamate dan aditif komersil yang diuji memberikan nilai yang sama, yaitu 160 kg, dan hanya berbeda (lebih tinggi) dari blanko pelumas dasar HVI
60
yaitu
126
kg.
Dari
Gambar
31
tampak
bahwa
Zn-
bis(laurilpalmityl)ditiocarbamate (C12-C16) memiliki nilai load wear index tertinggi dibanding lima varian Zn-difattyalkylditiocarbamate lainnya, meskipun nilainya masih lebih rendah dibanding 2 produk aditif komersil sebagai pembanding. Jika dibandingkan dengan standar US Steel 136 yang merupakan salah satu standar aditif hidraulik tekanan ekstrem yang menetapkan batas minimal load wear index dan welding point 30 kg dan 150 kg, maka dua variant adititif Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate,
dan
Zn-bis(lauryloleyl)ditiocarbamate
memenuhi standar tersebut.
Gambar 31 Load wear index aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18-C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, 63
tampaknya kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index sehingga C16-C18 memiliki nilai load wear indek lebih tinggi dari C16-C18:1, sementara pengaruh faktor simetri molekul tidak terekam dari uji kinerja yang diperoleh. Load wear index keenam varian aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari 2 produk aditif komersil pada tingkat kepercayan 95% berdasarkan uji Tukey menggunakan SPSS 10.00 sebagaimana disajikan pada Lampiran
12.
Namun
demikian,
keenam
varian
produk
aditif
Zn-
difattyalkylditiocarbamate memiliki nilai load wear index yang lebih tinggi dan berbeda nyata dari blanko pelumas dasar HVI 60 pada tingkat kepercayaan 95% (P<0.05).
Aditif
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
bis(lauryloleyl)dithiocarbamate
dan
Zn-
memiliki load wear index yang tinggi, tidak
berbeda nyata satu sama lain pada tingkat kepercayaan 95%, namun keduanya berbeda nyata dengan varian aditif lainnya. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate Rekapitulasi data hasil pembuatan dan hasil uji aktivitas antioksidan dan antiwear produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Data aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl dithiocabamate Gugus fattyalkyl dalam aditif
Rendemen total (%)
Antioksidan (jam)
Load wear index (Kg)
C12 – C12 C12 – C16 C12 – C18:1 C16 – C18 C16 – C18:1 C18 – C18:1 BHT Aditif 1-antioksidan Aditif 2-antifriksi Aditif 3-EP US Steel 136 Blanko RBDPO Blanko HVI 60
22.02 14.99 07.23 24.39 38.18 21.93 -
16.68 16.12 15.42 13.72 14.40 15.27 14.03 12.97 11.61 11.68 13.17 -
22.44 30.53 30.14 27.77 23.23 22.94 32.90 37.29 30.00 17.96 64
Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktifitas antioksidan tertinggi, sedangkan daya antiwear-antifriksi tertinggi dipenuhi oleh varian Zn-bis(lauriylpalmityl)dithiocarbamate. Daya antiwear Znbis(dilauryl)dithiocarbamate
lebih
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
rendah
dan
(Lampiran
berbeda
12),
daya
nyata
dari Zn-
antioksidan
Zn-
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate lebih rendah dan juga berbeda nyata dari Znbis(dilauryl)dithiocarbamate pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 11). Bukti tersebut menunjukkan tidak ada varian aditif yang sekaligus memiliki aktifitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang maksimum. Namun demikian tampak bahwa aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki kinerja optimum, dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan, dan antiwear-antifriksi, yang tidak ditunjukkan oleh aditif Sebagai aditif antiwear-antifriksi,
komersil 1, 2, dan 3.
aditif 2 memang memiliki kinerja yang
dominan, tetapi tidak menunjukkan aktifitas antioksidan bahkan menurunkan daya antioksidan, hal yang sama berlaku pada aditif 3. Aktivitas antioksidan aditif 2 dan aditif 3 lebih rendah dibanding blanko RBDPO. Fakta ini memperkuat bukti empiris di pasar bahwa belum ada aditif yang bersifat multifungsi dikomersialisasi, sementara Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate menujukkan prospek sebagai aditif yang memiliki kinerja sebagai antioksidan yang kuat dan sekaligus dapat berfungsi sebagai antiwear-antifriksi, dan hal tersebut merupakan kebaruan dari hasil penelitian ini.
Gambar 32 Kontur permukaan kinerja aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate 65
Plot kontur permukaan 3 dimensi menggunakan program Statistica versi 6:2 yang disajikan pada Gambar 32, menunjukkan bahwa rantai optimum gugus alkyl asam lemak yang memberikan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik
adalah
C12
dan
C16,
yang
dipenuhi
oleh
Zn-
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate. Rendemen total tertinggi produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate yang dihitung mulai dari bahan baku awal fattyamina primer dipenuhi oleh Znbis(palmityloleyl)dithiocarbamate sebesar 38.18%, sayang tingginya rendemen tidak berkorelasi positif dengan kinerjanya. Meskipun rendemen total aditif Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate hanya 15%, namun karena diantara kriteria utama yang menentukan layak tidaknya suatu produk dikomersialisasi adalah kinerjanya, maka Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan aditif terpilih dengan kinerja antioksidan dan antiwear optimum, yang selanjutnya dijadikan sebagai prototype untuk analisis nilai tambah produknya. Kendala rendahnya rendemen produk aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dapat diatasi dengan menggunakan rancangan reaktor yang lebih baik, misalnya dengan mengubah dari proses tumpak ke proses sinambung, sehingga efisiensi dan efektifitas proses pembuatannya meningkat, terutama reaktor pembuatan fattyamida dan fattyamina. Analisis Nilai Tambah Nilai tambah merupakan salah satu kriteria yang penting untuk diverifikasi dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Nilai tambah agroindusti adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah hasil pertanian menjadi produk industri atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Dalam penelitian ini analisis nilai tambah produk aditif pelumas dilakukan terhadap Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate, yang merupakan varian produk aditif dengan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993). Meskipun pembuatan aditif Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dalam penelitian ini dimulai dari bahan baku hexadecylamine, namun untuk analisis nilai tambahnya dihitung dari bahan baku CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi produk hulu (CPO) ke produk hilir (aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate). 66
Jumlah bahan baku, bahan pembantu, dan jenis reaktor yang diperlukan untuk pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada proses yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku, bahan pembantu dan jenis reaktor yang diperlukan untuk produksi fattyamine primer dari asam lemak (asam palmitat), dan produksi asam lemak dari CPO, mengacu ke Amaludin (2007) dan Gregorio C.G(2005). Beberapa asumsi digunakan dalam melakukan analisis nilai tambah produk aditif pelumas Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas
produksi
dirancang
50
kg
Zn-bis(laurilpalmityl)
dithiocarbamate/hari. Jumlah hari kerja adalah 25 hari/bulan atau 300 hari/tahun, sehingga kapasitas produksi pertahun adalah 15.000 kg. 2. Bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan berkualitas teknis (industrial grade). Pelarut seperti kloroform, diklorometan, dietil eter, THF, yang digunakan pada proses reaksi, dan pemisahan produk di daur ulang dan digunakan kembali dengan persentasi susut persiklus 20%, sehingga tingkat konsumsinya hanya 20% dari jumlah yang dihitung dalam neraca bahan. 3. Produksi dilakukan 24 jam/hari dengan 3 line produksi, sehingga dibutuhkan 3 shift operator/hari. Penetapan 3 line produksi/hari mengacu pada waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi aditif yaitu 3 hari, sehingga untuk memenuhi target produksi/hari,dibutuhkan 3 line reaktor yang beroperasi berurutan. 4. Jumlah tenaga kerja langsung yang dilibatkan adalah: 6 operator/shift, atau 18 operator/hari, atau 18 orang/hari x 300 hari/tahun = 5.400 HOK/tahun. 5. Upah tenaga kerja mengacu ke upah minimum lokal. Upah rerata tenaga kerja langsung adalah: Rp.464.400.000,-/tahun x 1 tahun/300 hari x 1 hari/18 HOK = Rp.86.000,-/HOK, sebagaimana disajikan pada Lampiran 13. 6. Rendemen konversi/pembuatan CPO ke RBDPO, RBDPO ke asam lemak, dan asam lemak ke fattyamine primer berturut-turut 98%, 95% (dengan fraksi asam palmitat
40%),
dan
80%,
sedangkan
rendemen
pembuatan
Zn-
bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari fattyamine primer (hexadecylamine) adalah
20%,
sehingga
rendemen
keseluruhan
pembuatan
Zn-
bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari CPO adalah 7.5%. Dari angka tersebut, maka jumlah bahan baku CPO yang dibutuhkan untuk memproduksi 50 kg produk aditif adalah 839.2 kg/hari atau 251.745 kg/tahun. 67
7. Sumbangan input lain terdiri dari biaya tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tidak tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja langsung dan biaya bahan baku, nilainya adalah: Rp.17.695.659.250/251.745 kg = Rp.70.292/kg bahan baku sebagaimana disajikan pada Lampiran 14. 8. Biaya penyusutan yang merupakan komponen dari biaya tetap dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method) yang disesuaikan dengan perkiraan umur ekonomi modal tetap yaitu 10 tahun, dan memiliki nilai sisa sebesar 20% dari harga perolehan awal. Perhitungan nilai penyusutan dan penetapan umur ekonomi modal tetap disajikan pada Lampiran 15 dan 16. 9. Biaya pemeliharaan dan asuransi yang merupakan komponen dari biaya tetap ditetapkan berturut-turut 2% dari nilai investasi barang, dan 0,1 % dari investasi keseluruhan, sebagaimana ditampilkan pada Lampiran 15 dan 16. 10. Harga bahan baku CPO adalah Rp.8.520,-/kg, mengacu ke harga bursa komoditi periode Februari 2011 (Seng 2011) 11. Pembuatan aditif pelumas Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari CPO menghasilkan hasil samping gliserol (10%), dan fraksi asam lemak lain (50%) yang menjadi tambahan terhadap nilai output produk. Mengacu ke Seng 2011, harga fraksi asam lemak lain adalah Rp.28.000,-/kg, sedangkan harga gliserol dan aditif pelumas ditetapkan Rp.5.000,-/kg dan Rp.1.100.000,-/kg. Mengacu ke neraca bahan pada Lampiran 20, maka total nilai output produk yang diperoleh pertahun adalah sebagai berikut: No
Produk
Jumlah (Kg)
Unit Nilai (Rp)
1 Aditif 15.000 2 Gliserol 23.439 3 As. lemak 117.194 Jumlah Output (Rp) Harga output rerata berbasis aditif
Total (Rp)
1.100.000,- 16.500.000.000 5.000,117.194.280 28.000,- 3.281.439.840 19.898.634.120 1.326.576
Persen 82.9 0.6 16.5 100.0
Harga produk aditif 2.75x lebih tinggi dari harga aditif sejenis di pasaran (Rp.400.000,-). Aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate layak memiliki harga lebih tinggi dari aditif pelumas di pasaran karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja. Dari sisi fungsi, aditif ini berfungsi ganda, efektif sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi, sedangkan dari kinerjanya, efektivitas antioksidan aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate 1.25x lebih tinggi dibanding antioksidan komersil. Pada dosis efektif pemakaian 1.2% 68
sebagai antiwear-antifriksi, dengan harga produk aditif Rp.1.100.000,-/kg, dan harga pelumas industri di pasar Rp.200.000,-/liter, maka kontribusi komponen harga aditif terhadap harga produk pelumas adalah Rp.13.200,-/liter atau 6.6%. Hasil
perhitungan
nilai
tambah
produk
aditif
Zn-
bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga bahan baku CPO Rp.8.520,/kg dan harga jual produk Rp.1.100.000,-/kg, disajikan pada Tabel 14, Lampiran 17, dan 18. Konversi CPO ke produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate mulai memberikan nilai tambah pada harga produk aditif Rp.1.096.126,-/kg (harga rerata Rp.1.322.702,-) namun belum memberikan keuntungan karena nominal nilai yang tercipta semuanya diberikan sebagai imbalan bagi tenaga kerja dan input produksi lain (bahan kimia pembantu). Keuntungan mulai tercipta pada harga produk aditif Rp.1.127.086,-(harga rerata Rp.1.353.662,-/kg). Jika harga produk dinaikkan 10% menjadi Rp.1.210.000,-/kg (harga rerata Rp.1.459.233,-/kg), agroindustri ini memberikan nilai tambah Rp.8,135,-/kg, rasio nilai tambah 9.40%, keuntungan Rp.6.290,-/kg, tingkat keuntungan 7.2%, dan keuntungan perusahaan 8.%. Pada kondisi tersebut, marjin keuntungan sebesar Rp.78.427,-/kg belum dinikmati perusahaan dan tenaga kerja, karena sebagian besar masih (90%) tercurah ke input produksi lain (pembelian bahan kimia pembantu). Nilai tambah dan keuntungan sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan bahan kimia pembantu (nilai input lain) yang digunakan. Perubahan harga bahan kimia pembantu (nilai input lain) lebih lebih besar pengaruhnya dibanding perubahan harga bahan baku. Kenaikan 10% harga bahan baku menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 1%, sedangkan kenaikan harga bahan kimia pembantu 10% menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 8%. Dua hal yang sangat mempengaruhi terciptanya nilai tambah konversi CPO ke produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate, yaitu tingkat efisiensi produksi, dan biaya bahan kimia pembantu (input lain) yang digunakan untuk memproduksi aditif tersebut. Aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dibuat melalui enam tahapan proses dengan tingkat rendemen total (7.5%), sehingga berdampak pada tingginya jumlah pemakaian bahan baku dan bahan kimia pembantu. Untuk memproduksi 15.000 kg produk aditif dibutuhkan bahan baku sebanyak 251.745kg. Rendahnya faktor konversi bahan baku ini berakibat langsung terhadap rendahnya nilai output produk, sehingga nilai tambah produknya juga rendah. Total biaya bahan baku dan sumbangan input lain (bahan 69
kimia pembantu) yang diperlukan adalah Rp.78.812,-/kg produk (Rp.8.520,- dan Rp.70.292,-), sehingga untuk memperoleh nilai tambah, harga output produk harus lebih besar dari Rp.78.812/kg, karena nilai tambah merupakan nilai yang tercipta dari nilai produk dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lain (bahan kimia pembantu). Tingginya pengaruh input produksi lain terhadap harga produk aditif juga tergambar dari mahalnya bahan kimia pembantu yang dibutuhkan per unit produk yang dihasilkan seperti disajikan pada Lampiran 19. Diperlukan bahan kimia pembantu dengan nilai nominal Rp.1.150.971,- untuk menghasilkan produk dengan harga rerata Rp.1.326.576,-/kg. Meskipun demikian, nilai tambah produk aditif ini masih bisa diperoleh karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja sehingga bisa dihargai lebih tinggi dari bahan bakunya. Tabel 14 Hasil perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate pada tingkat harga produk 100% dan 110% No
Peubah
I
Output, Input & Harga 1 Output 2 Bahan Baku 3 Tenaga Kerja 4 Faktor Konversi 5 Koefisien Tenaga Kerja 6 Harga Output 7 Upah Rerata Tenaga Kerja Pendapatan & Keuntungan 8 Harga Bahan Baku 9 Sumbangan Input Lain 10 Nilai Output 11 a Nilai Tambah b Rasio Nilai Tambah 12 a Imbalan Tenaga Kerja b Bagian Tenaga Kerja 13 a Keuntungan b Tingkat Keuntungan Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
II
III
14
Marjin Keuntungan
Satuan
Nilai 100%
Nilai 110%
15.000 251.745 5.400 0.06 0.02 1.326.576 86.000
15.000 251.745 5.400 0.06 0.02 1.459.233 86.000
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg %
8.520 70.292 79.043 231 0.29 1.845 799 -1.614 -2
8.520 70.292 86.947 8.135 9.36 1.845 22.68 6.290 7.23
Rp/kg
70.523
78.427
kg/tahun kg/tahun HOK/th (1 : 2) (3 : 2) Rp/kg Rp/HOK
a Pendapatan Tenaga Kerja
%
2.6
2.35
b Sumbangan Input Lain
%
99.7
89.6
c Keuntungan Perusahaan
%
-2.3
8.0 70